PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KOREAN KEKERASAN DIPROPINSIDIY Rosalia Indriyati S. *
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan pola penanganan korban kekerasan terhadap perempuan di DIY, dan mengetahui proses pemberdayaan bagi perempuan korban kekerasan serta mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung penanganan korban kekerasan terhadap perempuan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif interpretatif. Sasaran yang dijadikan kajian dalam studi ini adalah anggota Kantor Pemberdayaan Perempuan, dan Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak " Rekso Dyah Utami" DIY dan perempuan korban kekerasan yang telah mendapatkan pelayanan. Dari penelitian ini diketahui bahwa dalam penanganan korban kekerasan terhadap perempuan perlu dilakukan secara holistik, dan untuk pemerdayaan perempuan korban dapat diberikan pelatihan keterampilan ekonomis produktif agar dapat mandiri. Oleh karena itu pemberdayaan bagi perempuan korban kekerasan yang dibutuhkan adalah dalam bidang pskologis, medis, dan sosial ekonomi.
Kata Kunci: Pemberdayaan, perempuan korban kekerasan Pendahuluan Salah satu tujuan pembangunan adalah menciptakan masyarakat adil dan sejahtera. Semua orang mencita-citakan hidup aman dan sejahtera, akan tetapi kenyataan yang dihadapi justru menunjukkan kebalikkannya. Banyak kasus kekerasan di negeri ini menimpa perempuan dan anak. Kekerasan yang dialami perempuan menimbulkanrasamalu, ketakutan sehingga akan menghalangi perempuan mengambil inisiatif dan mengatur hidup yang akan dipilihnya. Ketakutan perempuan merupakan * Dosen Program Studi PPKN, FKIP Univ. PGRI Yogyakarta
53
54 | Jurnal Dinamika Pendidikan, Desember 2007, Volume 6 Nomor 1
faktor kunci yang menghambat perempuan ikut terlibat dalam pembangunan. (Julia ClevesMosse:1996:76) Tindak kekerasan terhadap perempuan dimulai dari sejarah umat manusia itu sendiri. Pada masa sebelum kemerdekaan, telah tercatat kasus - kasus perkawinan paksa, poligami, perceraian secara sepihak tanpa mempertimbangkan keadilan bagi istri dan anak, dan bentuk - bentuk kesewenangan lain terhadap perempuan. Di masa orde lama tercatat masalah-masalah perempuan dalam perkawinan, sebagai buruh di tempat kerja, dan eksploitasi perempuan sebagai objek seksual. (Komnas Perempuan : 2002 :22) Menurut Fakih (1999:17), kekerasan (violence) adalah serangan atau invasif assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnyaberasal dari berbagai sumber, namun salah satunya kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender - related violence. Pada dasarnya kekerasan gender disebabkan oleh ketidak setaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Dalam upaya mengurangi kesenjangan gender dalam pembangunan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan sebagaimana telah tertuang dalam ENPRES Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, yang mengamanatkan kepada setiap penyelenggara negara, pemimpin departemen, pemimpin lembaga dan instansi untuk menerapkan strategi Pengarusutamaan Gender dalam setiap program kegiatannya. Dalam rangka menindaklanjuti ENPRES Nomor 9 Tahun 2000, Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 411.4/ 0195 tanggal 23 Januari 2002 perihal Pengarusutamaan Gender. Surat Edaran tersebut menginstruksikan kepada seluruh
Rosalia Indriyati, Pemberdayaan Perempuan
I 55
instansi di Lingkungan Pemerintah Propinsi DIY dan Pemerintah Kabupaten/Kota se Propinsi DIY untuk melaksanakan Pengarusutamaan Gender dalam setiap program kegiatannya. Disamping itu berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 tahun 2001 tentang Pembentukan Dinas-dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Propinsi DIY, telah dibentuk Seksi Peranan Wanita pada sub Dinas Kesejahteraan Sosial, Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial sebagai upaya untuk percepatan pelaksanaan pengarusutamaan gender di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam program pelaksanaan pembangunan berperspektif gender tersebut dilaksanakan oleh Kantor Pemberdayaan Perempuan bekerjasama dengan Tim Koordinasi Pembangunan Berperspektif Gender DIY. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan berperpekstif gender di DIY, maka perlu dilaksanakan studi evaluasi program pemberdayaan perempuan khususnya bagi perempuan korban kekerasan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pola penanganan korban kekerasan terhadap perempuan di DIY yang dikoordinasikan oleh Kantor Pemberdayaan Perempuan dan mengetahui proses pemberdayaan bagi perempuan korban kekerasan.
Tinjauan Pustaka Kekerasan terhadap perempuan mempakan cara produksi baru menimbulkan pelbagai perubahan dalam hubungan antarjenis kelamin yang selanjutnya mempertinggi ketegangan rumah tangga dalam masyarakat di mana laki- laki percaya bahwa sudah menjadi haknya mengontrol mitranya. Kekerasan adalah perilaku atau perbuatan yang terj adi dalam relasi antar manusia baik individu maupun kelompok yang dirasa oleh satu fihak sebagai situasi yang membebani membuat berat, tidak menyenangkan tidak
56 | Jurnal Dinamika Pendidikan, Desember 2007, Volume 6 Nomor 1
bebas. Situasi yang disebabkan tindak kekeraan ini membuat sakit, baik secara fisik maupun psikis serta rohani (Nunuk.P, 2004; 22). Menurut Mansour Fakih (1999:17), kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assalut) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasamya berasal dari berbagai sumber, namun salah satunya kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender - related violence. Pada dasamya kekerasan gender disebabkan oleh ketidak setaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Kekerasan terhadap perempuan yang dimaksud disini adalah kekerasan berbasis gender. Perempuan mengalami kekerasan karena ia perempuan. Kekerasan termasuk pula diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan, karena adanya relasi timpang yang disebabkan relasi ordinat untuk laki-laki dan sub-ordinat untuk perempuan. Relasi tersebut menyebabkan terciptanya berbagai bentuk ketidak adilan gender dan pelanggaran hak-hak asasi manusia. Kekerasan terhadap perempuan terjadi dalam seluruh aspek hubungan antar manusia, yaitu dalam hubungan keluarga dan orangorang terdekat lainnya (relasi personal), dalam hubungan kerja, maupun dalam menjalankan hubungan-hubungan sosial kemasyarakatan secara umum. Kekerasan terhadap perempuan bersumber pada ketidakadilan gender, perbedaan gender tidaklah menjadi masalah apabila tidak melahirkan ketidak adilan gender {gender in-equalities). Namun, yang menjadi persoalan, temyata perbedaan telah melahirkan berbagai ketidak adilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki maupun perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Banyak bentuk kekerasan yang dialami perempuan, namun dalam pembahasan ini hanya dua bentuk kekerasan saja yang dibahas, yaitu kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual khususnya perkosaan. Sebab dua bentuk kekerasan
Rosalia Indriyati, Pemberdayaan Perempuan.
I 57
tersebut yang sangat dominan terjadi dalam masyarakat, dan dapat kita lihat, kita amati melalui media tv, setiap hari hampir pasti ada tindakan kekerasan terhadap perempuan yang menjadi berita. Bentuk-bentuk kekerasan yang paling mendesak perlu diperhatikan adalah: Kekerasan dalam rumah tangga dan Tindak kekerasan seksual, khususnya perkosaan. a. Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dalam Undang- undang No 23 tahun 2004, pada pasal 1. ayat (1) disebutkan bahwa kekerasan dalam rumah tnagga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelahtaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Kekerasan terhadap istri ataupun anak dapat mengakibatkan kondisi yang berbahaya baik secara fisik istri ataupun anak dapat mengakibatkan kondisi yang berbahaya baik secara fisik misalnya bengkak, memar, patah tulang, pendarahan dan Iain-lain, istri yang mengalami tindakakan kekerasan dari suaminya yang berulang kali, akan menglami perasan tidak dapat ditolong dan tidak memeiliki satu carapun untuk melindungi diri atau melalaikan diri dari situsi tersebut. b. Perkosaan Kekerasan seksual terkait dengan bentuk kekerasan lainnya, dalam dua dasawarsa terakhir sikap yang ditunjukkan kepada perkosaan telah sangat berubah, yang dipelopori oleh gerakan perempuan di seluruh dunia. Kalau dulu perkosaan dilihat sebagai kejahatan yang dilakukakan laki-laki tidak normal yang tidak mampu mengontrol nafsu birahinya, kini perkosaan dilihat sebagai tindakan kekerasan yang dHakukan laki-laki normal terhadap perempuan. Padadasarnya tindakan inimerupakan mekanisme kontrol dan intimidasi (Julia Cleves: 1996:77)
58 | Jurnal Dinamika Pendidikan, Desember 2007, Volume 6 Nomor 1
Perkosaan merupakan bentuk kekerasan seksual yang sudah cukup banyak dikenal oleh masyarakat luas. Berikut hal-hal yang penting untuk dimengerti berkaitan dengan fenomena perkosaan: l)Ditinjau dari cara melakukannnya, sesungguhnya perkosaan tidak semata-mata dilakukan menggunakan cara pemaksaan atau ancaman namun juga bujukan janji janji dan penggunaan obat yang membuat korban tidak sadarkan diri., 2)Ditinjau dari bentuk perilaku seksualnya perkosaan tidak sematamata penetrasi penis kedalam vagina, melainkan juga dapat berupa sodomi dan oral seks, 3) Ditinjau dari segi pelaku, perkosaan dapat dilakukan oleh satu orang atau lebih (gang rape) dapat dilakukan oleh orang yang dikenal atau tidak dikenal, 4)Ditinjau dari segi korbannya, perkosaan dapat menimpa anak-anak orang dewasa maupun lansia, 5) Incest adalah perkosaan yang dilakukan oleh anggota keluarga atau orang yang telah dianggap sebagai anggota keluarga, 6)Marital rape adalah perkosaan yang dilakukan suami terhadap istrinya, 7) Dating rape adalah perkosaan yang dilakukan oleh pacar atau teman kencan (Nur Hayati,Elli. 2000:36). Menarik apabila kita mempelajari tempat terjadinya perkosaan dan oleh siapa data Kalyana Mitra (1995) menunjukan bahwa sekitar 74 % perkosan adalah orang yang dekat dengan korban dan 99 % dari pelaku itu bukan orang berkelainan jiwa tertentu, artinya perempuan justru terancam oleh orang-orang yang sebelumnya familiar, biasaberhubungandanmungkinmalahsebgipengayom(MyraDiarsi,: 1996). Strategj pembangunan yang bertumpu pada pemihakan dan pemberdayaan dapat dipahami sebagai suatu proses transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya dan politik masyarakat. Pemberdayaan pada intinya adalah pemanusiaan dalam arti mendorong orang untuk menampilkan dan merasakan hak-hak asasinya. Didalam pemberdayaan terkandung unsur pengakuan dan penguatan posisi seseorang melalui penegakan hak dan kewajiban yang dimiliki dalam seluruh tatanan kehidupan. Lahir dan berkembangnya konsep empowerment memerlukan sikap dan wawasan yang
Rosalia Indriyati, Pemberdayaan PerempuaniGLj 59
mendasar, j emih serta kuat mengenai kekuasaan atau power itu sendiri. Kerancuan yang menyertai perkembangan konsep empowerment itu tidak saja disebabkan oleh adanya berbagai versi dan bentuk empowerment akan tetapi juga disebabkan karena tumbuh dan berkembangnya konsep empowerment tersebut tidak disertai dengan terjadinya refleksi mendasar secara jernih dan kritis terhadap konsep kekuasan itu sendiri. Upaya memberdayakan perempuan haras pertama-tama dimulai dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi perempuan berkembang, dengan bertitik tolak pada pengenalan bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya membangun untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. (GinanjarKartasasmita, 1996:207) Apabila perempuan mampu meningkatkan potensinya akan semakin mempunyai rasa percaya diri, hal ini sangat dibutuhkan untuk berinteraksi dalam membangun kerjasama. Modal sosial pada dasarnya bersumber dari rasa percaya diri (trust) pada setiap pihak yang terlibat dalam interaksi sosial. Melalui pelatihan -pelatihan / pendidikan yang mempunyai tujuan untuk memberdayakan perempuan, akan memberikan jaminan sosial bagi perempuan untuk mendapatkan akses dalam pembangunan.
Cara Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sebagaimana diketahui bahwa penelitian kualitatif banyak disebut sebagai jenis penelitian dengan pendekatan interpretatifdankonstruktif. Melalui peneUtianlmaliMifinterpretatifiriidimaksudkan untuk menggambarkan pertama bagaimana pola penanganan korban kekerasan bagi
60 | Jurnal Dinamika Pendidikan, Desember 2007, Volume 6 Nomor 1
perempuan, kedua bagaimana proses pemberdayaan perempuan korban kekerasan diDIY. Adapun penelitian ini dilakukan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY), dengan alasan karena tingkat kekerasan terhadap perempuan cukup tinggi, selain itu untukpemdaDIY telahmemilikiKantor Pemberdayaan Perempuan yangmempunyai tugas mengkoordinir pelaksanaan pembangunan berperspektif gender, serta adanya Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak'' Rekso Dyah Utami", yang merupakan semi UPT bagi Kantor Pemberdayaan Perempuan DIY. Adapun teknik pengumpulan datanya adalah: Data sekunder didapat dengan mengumpulkan dokumen pelbagai kebijakan dan program jejaring dalam rangka kegiatan penanganan korban kekerasan terhadap perempuan. Wawancara mendalam (depth interview) digunakanuntukmemperoleh dan menggali informasi mengenai pengalaman-pengalaman informan dalam menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Proses selanjutnya analisis dalam penelitian ini dilakukan setelah data berhasil dikumpulkan kemudian direduksi yaitu data yang ada disaring melalui pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatancatatan di lapangan sehingga mendapatkan data yang diharapkan. Kemudian dalam analisis penyajian data berupa sajiannaratif dari data yang dimiliki dari berbagai informasi tersebut digabungkan agar tersusun dalam bentuk terpadu dan mudah dipahami, kemudian dibuat deskripsi, dan dilihat tendensi-tendensinya (terutama yang terkait dalam program jejaring penanganan korban kekerasaan terhadap perempuan), kemudian dibuat interpretasi, yang selanjutnya hasil interpretasi tersebut apakah sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian, lalu ditempatkan sebagai kesimpulan hasil penelitian pola penanganan dan proses pemberdayaan perempuan korban kekerasan.
Rosalia Indriyati, Pemberdayaan Perempuan
| 61
Hasil dan Pembahasan Deskripsi Data Berdasarkan data yang ada Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan prempuan dan Anak "Rekso Dyah Utami telah mampu melayani korban kekerasan dari berbagai kategori kekerasan, dan tampak dari tahun ketahun jumlahnya makin meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut Tabel 3.1 Data kekerasan Terhadap Perempuan di P2TPARekso Diah Utami Propinsi DIY Tahun September 2004-2006
^^KA^GO^^^fe^^
: |J ^BSKi ^.^Ki? ^J^;?Sj
Kekerasan Terhadap Istri
7
49
70
Kekerasan Dalam Pacaran
-
1
4
Kelahiran Tidak Dikehendaki
-
16
7
Pelecehan Seksual
5
13
23
Perkosaan
2
12
6
14
104
116
Jumlah Sumber Direktori
Dari Laporan penyelenggaraan P2 TPA, April 2007 , diuraikan tentang hasil penanganankorbankekerasan terhadap perempuan melalui Rekso Dyah Utami sampai dengan akhir tahun 2006 yang dirinci sebagai berikiut, 80,17 % korban adalah kekerasan dalam rumah tangga, 41,37 % berumur 25-40 tahun, 32,76% berpendidikan SLTA, 36,21 % berprofesi sebagai ibu rumah tangga, 18,93% korban menimpa
62 | Jurnal Dinamika Pendidikan, Desember 2007, Volume 6 Nomor 1
pelajar dengan kasus Kekerasan Dalam Pacaran (KDP), perkosaan bahkan ada yang sampai terjadi Kehamilan yang Tidak Dikehendaki (KTD). Sedangkan untuk tahun 2007 sampai dengan bulan Maret 2007 sudah menerima aduan dari perempuan dan anak korban kekerasan sejumlah 31 orang, dari jumlah tersebutdapatdiuraikansebagaiberikut: 57% kekerasan dalam RumahTangga, 17 % kekerasan terhadap anak, 10% kasus perkosaan, 16 % kasus Kehamilan yang Tidak Dikehendaki ( KTD) Jika dilihat dari jumlah, maka tingkat kekerasan di DIY cukup tinggi, dan peningkatan jumlah korban meminta perlindungan makin tinggi, hal ini merupakan hasil sosialisasi Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang dilakukan oleh banyak organisasi dan elemen masyarakat yang peduli terhadap permasalahan kekerasan terhadap perempuan.
Pola Penanganan Perempuan Korban Kekerasan Sistem penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak dilakukan dengan menggunakan pendekatan terpadu dalam wadah Forum Penanganan Korban Kekerasan bagi Perempuan dan Anak (PK2PA) Provinsi DIY ( yang terdiri dari berbagai instansi baik instansi pemerintah maupun LSM, dan Swasta), antara lain: Kantor Pemberdayaan Perempuan, Polda DIY, LSM Rifka Annisa, LBH Apik, RS Panti Rapih, RSSardjito.
Rosalia Indriyati, Pemberdayaan Perempuan
| 63
Bagan Prosedur Penanganan Korban Kekerasan
NON PROTECTION HOUSE (ditangani oleh anggota forum)
TANPA RUJUKAN (biaya operasional ditanggung APBD)
DENGAN RUJUKAN (klien mampu ditanggung sendiri, klien tak mampu dibantu)
Sumber Direktori FPK2PA: 2006
Dari gambar tersebut di atas secara singkat alur penanganannya adalah, korban dapat mendatangi anggota Forum yang ada dilingkungan masing-masing. Apabila secara kasusistis korban belum dapat tertangani oleh anggota forum, maka korban dapat dirujuk ke Sekretariat Forum yang ada di Kantor Pemberdayaan Perempuan (KPP) DIY. Kemudian Sekretariat forum akan mengidentifikasi rujukan dari anggota forum untuk ditindaklanjuti.
Proses Pemberdayaan Bagi perempuan Korban Kekerasan Proses pelayanan bagi korban dilakukan melalui mekanisme yang telah ditentukan yaitu korban yang telah diterima oleh RDU I, diberikan pelayanan sesuai kasusnya. Apabila perempuan yang menjadi korban kekerasan mengalami berbagai penderitaan, yaitu penderitaan fisik maka perlu penanganan medis, dan ketika korban mengalami
64 | Jurnal Dinamika Pendidikan, Desember 2007, Volume 6 Nomor 1
trauma/ gangguanjiwa lainnya maka perlupendampingan dari psikolog. Dan jika korban ingin menempuh j alur hukum maka perlu pendampingan peran advokad, dan selama masa proses hukum berlangsung korban memerlukan penguatan dan dampingan psikologis. Bila korban telah teratasi masalahnya dan ingin hidup normal dalam masyarakat dan survive dalam melanjutkan kehidupannya ,maka perlu pemberdayaan dalam bidang ekonomi. Setelah korban mendapatkan pelayanan yang sesuai kasusnya, maka korban mendapatkan pendidikan/ pelatihan keterampilan di Rekso Dyah Utami II sebagai sebagai program Reintegrasi sosial dan bekal untuk dapat hidup lebih baik serta mandiri. Adapun bentuk palatihan yang diberikan sesuai dengan bidang kemampuan dan minat dari korban, yaitu bidang keterampilan rias wajah dan rambut (Salon ), memasak, menjahitdanbordir. Proses pemberdayaan dilakukan melalui beberapa tahapan sesuai kasus yang dialami oleh korban. Rekso Dyah Utami I (RDU I) merupakan shelter/ atau rumah aman, untuk mengembalikan kondisi psikologis perempuan korban kekerasan, di RDU I ini korban dilayanai/ didampingi oleh konselor psikiologi selama dua minggu. Sedangkan dalam upaya pemberdayaan ekonomi bagi korban kekerasan adalah melalui pendidikan kewirausahaan dan pelatihan ekonomis produktif di RDU II, sesuai minat dari korban, pelatihan dilakukan selama enam bulan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, juga dapat diketahui bahwa sampai dengan awal tahun 2007 ini korban kekerasan yang telah dapat hidup mandiri sebagai hasil pelayanan dari 1 orang bekerja di Salon, 2 orang sudah kembali ke orang tua (1 Orang persiapan menikah, 1 orang kembali sekolah PLS), 1 orang bekerja di Carefour, 1 orang berwirausaha ( berjualan gorengan.) Pelayanan yang diterima korban, berupa pelayanan pendidikan keterampilan, seperti pelatihan keterampilan menjahit, memasak, Rias wajah dan rambut, serta praktik
Rosalia Indriyati, Pemberdayaan Perempuan.
I 65
berwirausaha. Sedangkanuntukpendidikanyanglainnyaadalah pengetahuantentang pemberdayaan perempuan, pendampingan psikologis, advokasi dan Iain-lain. Selain itu dari informasi korban kekerasan yang telah mendapat pelayanan tersebut, diketahui adanya kerj asama antar lembaga yang dapat meringankan beban korban, yaitu adanya kerjasama antar instansi Rumah Sakit, Polda, dan KPP. Dalam realitas pelayanan tersebut yang sangatmenonjol barupadatataranbidangmedis. Sebenarnya korban kekerasan menanggung banyak masalah, sebagai dampak kekerasan yang dialaminya, maka korban memerlukan bantuan yang memadai sesuai kebutuhan korban. Sebagian besar korban yang ditangani di Rekso Dyah Utami adalah perempuan yang menggantungkan ekonominya kepada suami. Oleh karena itu pemberdayaan di bidang ekonomi sangatiah penting bagi perempuan korban kekerasan, sebagai langkah antisipasi kekerasan terhadap perempuan, karena dengan berdaya dalam bidang ekonomi, maka perempuan mempunyai tingkat kepercayaan diri, sehingga mampu mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya. Dengan demikian dalam upaya memberdayakan perempuan korban kekerasan, harus dilakukan secara holistik, yaitu pelayanan tentang pengembalian psikologisnya, medis, hukum, dan sosial ekonomi. Dampak kekerasan terhadap perempuan yang paling berat adalah beban psikologis. Oleh karean itu, jika beban psikologisnya telah pulih, maka korban akan dapat menerima pelayanan yang lain yang dapat memulihkan rasa percaya dirinya, sehingga dapat kembali hidap bermasyarakat dan berpartisipasi dalam pembangunan.
Kesimpulan Dari penelitian ini diketahui bahwa melihat realitas kondisi sosial di DIY, tentang kasus kekerasan terhadap perempuan yang menunjukkan semakin kompleks
66 | Jumal Dinamika Pendidikan, Desember 2007, Volume 6 Nomor 1
permasalahannya. Gejala tersebut tampak dari semakinmeningkatnyapermasalahan tersebut baik dari segi frekuensi, bentuk, dan kualitasnya. Sedangkan proses pemberdayaan perempuan korban kekerasan adalah dengan cara memberikan pelayanan medis, sikologis, hukum dan sosial ekonomi. Berbagai pelatihan keterampilan usaha produktif diberikan sebagai upaya untuk menumbuhkan kemandirian korban dalam bidang ekonomi. Adapun prosesnya adalah setelah korban mendapatkan pelayanan yang sesuai kasusnya, maka korban mendapatkan pelatihan keterampilan di Rekso Dyah Utami II sebagai sebagai program Reintegrasi sosial dan bekal untuk dapat hidup lebih baik serta mandiri. Adapun bentuk pelatihan yang diberikan sesuai dengan bidang kemampuan dan minat dari korban, yaitu bidang keterampilan rias wajah dan rambut (Salon ), memasak, menjahit dan bordir. Dengan demikian upaya penciptaan kesadaran masyarakat, agar masyarakat memahami bahwa masalah kekerasan terhadap perempuan menjadi tanggung jawab bersama. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui kampanye anti kekerasan terhadap perempuan, penyuluhan pentingnya penyadaran kesetaraan gender. Program kegiatan pemberdayaan perempuan melalui berbagai pelatihanpelatihan perlu ditingkatkan, karena merupakan modal sosial yang kemudian akan memberikan jaminan sosial bagi perempuan untuk memperoleh akses dalam pembangunan. Dengan meningkatkan kemampuannya perempuan mempunyai rasa percaya diri, sehingga meningkataya kepercayaan diri tersebut akan memberikan kemampuan untuk mau ambil bagian dalam mengemukakan pendapat dan partisipasi dalam pembangunan.
DAFTARPUSTAKA Arikunto, Suharsini, 1997\ProsedurPenelitian Suatu Pehdekatan Praktek, Irineka Cipta, Jakarta
Rosalia Indriyati, Pemberdayaan Perempuan
I 67
Budiman, Arif, 2000, TeoriPembangunanDuniaKetiga, GramediaPustakaUtama, Jakarta. Cleves Mosse, Julia, 1996, Gender dan PembangunanRifkaAamsa PustakaPelajar, Yogyakarta Fakih, Mansour 1996, Analisis Gender dan Transformasi Social, PustakaPelajar, Yogyakarta. Forum Komunikasi PS W, DIY, 2000, Laporan Hasil Penelitian Evaluasi Program Daerah dan Non Sektoral Yogyakarta. Handayani Sih, Yos Soetiyoso, 1977, Merekonstruksi Realitas Dengan Perspektif Gender, Sekretaris Bersama Perempuan Yogyakarta (SBPY) kerjasama OXFAM UK/I, Yogyakarta. Handayani, Trisakti, Sugiarti, 2002, Konsep dan Teknik Penelitian Gender, Universitas Muhammadiyah Malang. , Perempuan Indonesia 2005, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI2006, Jakarta. , Komnas Perempuan, 2002, Peta Kekerasan Perempuan Indonesia, Pengalaman Perempuan Indonesia, Amepro, Jakarta. Irianto, Sulistyowati &Nurtjahyo, L.I, Perempuan di Persidangan, Pemantauan Peradilan Berperspektif Perempuan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Midgley, James, 2005, Pembangunan Sosial Perspektif Pembangunan Dalam Kesejahteranan Sosial, Diperta Depag RI, Jakarta. Milles, Matthew B, dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Nuh, Muhammad, 2005, Jejaring Trafficking Strategi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, Kerjasama Ford Foundation dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
68 | Jurnal Dinamika Pendidikan, Desember 2007, Volume 6 Nomor 1
Nur Hayati, EUi, 2000, Panduan untuk Pendampingan Perempuan Korban Kekerasan, Konseling Berwawasan Gender, Rifka Annisa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Pemenntah RI, 2004, UURI No 23 Tahun 2004, Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Citra Umara, Bandung. Pemda Prop. DIY , 2003, Laporan Pelaksanaan Kegiatan Tim Koordinasi Pembangunan Berperspektif Gender,, KPP DIY, Yogyakarta. Purwani,Tuti, 2006, Direktori Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak, PropinsiDIY, FPK2PA, Yogyakarta. Prasetyo Murniati, A.Nunuk 1996, Pengaruh Ideologi Gender terhadap Relasi Perempuan dan Laki-laki, Makalah lepas. Prasetyo Murniati, A.Nunuk, 2004, Getar Gender, Indonesiatera, Magelang. Saptari, Rarna & Brigitte Holzner, 1977, Perempuan Kerja dan PerubahanSosial, Pustaka Utama Graffiti, Jakarta. BacaanLain: Kompas, 8Maret2006