Jasman Jalil
PENDIDIKAN untuk SEUMUR HIDUP
Penerbit Jazwa Publishing
1
PENDIDIKAN untuk SEUMUR HIDUP Oleh: Jasman Jalil Copyright © 2013 by Jasman Jalil
Penulis Jasman Jalil Desain Sampul:
JJ Azizi Editor:
Supri
Penerbit
Jazwa PUBLISHING
Blog: www.jasmanjalil.blogspot.com e-mail:
[email protected]
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
2
DAFTAR ISI UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI
BAGIAN KESATU : GURU DAN PROFESIONALITAS Menagih Profesionalitas Guru 9 Remunerasi bagi Guru, Mungkinkah? Mendidik dengan Keteladanan 25 Guru Demokratis 33
17
BAGIAN KEDUA : KURIKULUM UN dan Masa Depan 43 Boleh UN, Asal…… 53 Ekonomi Islam Dalam Kurikulum Nasional Menerapkan Multiple Intelligences di Sekolah
63 71
BAGIAN KETIGA : SUMBER DAYA PENDIDIKAN TV Indonesia Tidak Pro Anak 81 Timah dan Pendidikan Masyarakat 89 Optimalisasi Internet Bagi Pendidikan 99 Pemerintah Daerah dan Pendidikan 107
3
BAGIAN KEEMPAT : ANTARA PEMIKIRAN DAN KEBIJAKAN Program Wajib Belajar Seumur Hidup 119 RSBI, Sebuah Diskriminasi Pendidikan 129 Pendidikan dan Kebangkitan Nasional 139 Pemberdayaan Koperasi Sekolah 147
Referensi Kredit Tulisan Tentang Penulis
4
155 159 161
Bagian Kesatu GURU DAN PROFESIONALITAS
5
6
MENAGIH PROFESIONALITAS GURU Guru profesional dalam konteks UndangUndang Nomor 14 tahun 2005 adalah guru yang telah mengantongi sertifikat pendidik. Sertifikat menjadi bukti legal formal untuk pengakuan sebagai tenaga profesional. Untuk mendapatkan sertifikat pendidik itu guru diwajibkan mengikuti prosedur sertifikasi yang telah ditentukan. Sehingga, setiap guru yang belum memegang sertifikat pendidik bukanlah dikatakan sebagai guru profesional. Jika ditelaah secara komprehensif, idealnya semua guru yang telah memiliki kualifikasi akademik yang sesuai adalah guru profesional. Karena untuk menjadi guru harus memenuhi kualifikasi khusus seperti kualifikasi akademik program sarjana atau diploma empat. Selain itu, setiap guru juga dituntut telah memiliki beberapa kompetensi yang sesuai seperti kompetensi kepribadian, pedagogic, kompetensi sosial dan
7
kompetensi profesional. Sehingga semua guru yang telah memiliki kualifikasi akademik dan keempat kompetensi adalah guru profesional walaupun belum memegang sertifikat pendidik. Namun, sejauh mana profesionalisme guru kita sekarang ini? Pertanyaan besar sekaligus menjadi tantangan bagi guru untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar profesional karena sekarang tidak sedikit pihak yang mulai meragukan profesionalitas guru. Hal ini disebabkan oleh beberapa indikasi seperti rendahnya kualitas pendidikan, minimnya angka kelulusan UN, minimnya kontribusi guru dalam kehidupan masyarakat, serta kasus nasional terbaru yaitu contek massal. Semua problematika tersebut menyulut kecurigaan masyarakat akan profesionalitas guru serta kualitas pembelajaran yang diberikan guru kepada siswa. Menjadi profesional adalah tuntutan setiap profesi termasuk guru. Ada dua hal yang menjadi aspek penting bagi sebuah profesi, yaitu sikap profesional dan kualitas kerjanya. Selain itu, calon guru harus mampu memadukan antar skill, personality, dan integritas. Apabila kompetensi
8
tersebut tidak dimiliki, maka seseorang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai guru. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip profesionalisme untuk memenuhi hak yang sama warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Berdasarkan visi tersebut kedudukan guru berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mengembangkan profesionalitasnya secara berkelanjutan. Hakekat profesionalisme guru tidak akan terwujud hanya dengan mengeluarkan regulasi bahwa guru merupakan jabatan profesional. Profesionalitas guru juga belum cukup hanya dibuktikan dengan sertifikat pendidik, karena sertifikat pendidik tidak lebih hanya sebagai sebuah simbol. Sebaliknya hakekat profesional hanya dapat diraih dengan perjuangan yang panjang dan berat. Paling tidak ada dua syarat yang harus dimiliki untuk membuktikan bahwa guru sebagai profesi, yaitu keterandalan layanan (baca: pembelajaran) dan
9
layanan tersebut diakui dan dihargai masyarakat dan pemerintah (Nurdin, 2003).
oleh
Profesionalitas guru harus dibuktikan dengan kesungguhan hati dalam melaksanakan tugas pokoknya. Sebagai agen pembelajaran, guru mempunyai peran rangkap sebagai fasilitator, motivator, pemacu, inspirator, dan perencana pembelajaran. Artinya, pekerjaan guru adalah pekerjaan yang berhubungan dengan perkembangan hidup anak-anak, lingkungan sekolah, dan masyarakat sekitarnya. Tugas guru bukanlah sebatas membuat siswa menjadi pintar, tetapi membantu siswa menemukan potensi dan kemudian untuk dikembangkan. Predikat Guru Profesional sekarang ini menjadi incaran bagi semua guru di Indonesia. Motivasinya adalah kompensasi yang mengiringi predikat tersebut yaitu pemberian tunjangan profesi. Tunjangan yang dikonversikan dengan materi telah menggugah human instinct para guru untuk bisa menikmati “kelezatan” hidangan ala Guru Profesional. Hal inilah yang menjadi pemicu rendahnya kualitas guru profesional. Profesionalitas guru hanya
10
diterjemahkan sebatas pada limpahan materi. Sehingga ada kesan guru akan melakukan pekerjaan setengah hati jika mereka tidak memperoleh tunjangan sertifikasi. Melihat realita di lapangan seperti itu, wajar seandainya banyak pihak yang mulai pesimis dengan profesionalitas guru. Selain itu, rendahnya kualitas guru sekarang lebih disebabkan oleh kesalahan sistem. Giroux (Suparno, 2004) menyebutkan bahwa guru terlalu banyak ditekankan pada aspek behaviorisme dan psikologi kognitif. Guru tidak dipersiapkan menjadi sosok yang berani berpikir dan mengambil keputusan lain yang diharuskan dalam kurikulum. Kritik-kritik juga dialamatkan kepada guru karena banyak guru dianggap kurang menguasai materi, kurang percaya diri di kelas, dan sering menggunakan metode yang tidak tepat. Oleh sebab itu, sudah saatnya para guru di Negeri Serumpun Sebalai ini untuk membuktikan kualitas sebagai guru profesional. Guru yang benarbenar telah memiliki kualifikasi dan kompetensi yang disyaratkan yakni kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Sehingga setiap orang tua tidak ragu untuk menitipkan anak-anak mereka
11
untuk dididik oleh guru di sekolah. Bagi orang tua, guru yang berkualitas seolah-olah akan menjamin masa depan anak didik menjadi manusia yang sukses. Realitanya, sangat sulit untuk menemukan sosok guru yang ideal seperti yang tergambarkan oleh banyak teori. Tetapi paling tidak, guru harus mampu menjadi sosok yang bisa digugu dan ditiru. Syarat minimal adalah guru harus mampu menjadi pribadi yang bermoral dan beriman, mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan seharihari, bertanggung jawab dan mau berkembang. Dalam pembelajaran di sekolah, guru harus mampu berperan sebagai pendidik yang menyampaikan pembelajaran secara menyeluruh (holistic). Artinya, guru mampu mengintegrasikan pendekatan pengajaran di kelas dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya difokuskan pada aspek kognitif, tetapi harus mampu menyentuh aspek spiritual, emosional, sosial, fisik, dan seni. Yang lebih utama adalah membantu anak-anak berkembang dan menguasai ilmu pengetahuan yang diberikannya.
12
Kepribadian guru yang utuh dan berkualitas ini mempunyai peran sangat penting bagi kemajuan pendidikan seutuhnya. Yang akhirnya akan melahirkan siswa yang menjelma sebagai manusia yang utuh dan menyeluruh. Menjadi manusia yang dideskripsikan dalam UU Sisdiknas yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Wallahu a’lam.
13