Karya Asli YW
Serdadu, Dua Batang Kara Buku 3: Perang & Cinta Di Palembang
imuiman.net
2
Dalam Kebimbangan Cinta Cinta Ngelunjak Tahun 1940, menjelang perang,.. Hindia Belanda masih permai. Keindahan itu tidak bisa mengobati hati gersang yang kurang bersyukur... tentu saja, tapi andai keindahan itu disyukuri, tanah Priangan itu penuh berkah. Aktivitas tentara KNIL makin intensif. Tukang peuyeum juga intensif dagang colenak sama ngecengin tukang lupis. Si Kimung, sama si Enjum. Bukan urusan kita sih. CL jadi sering melamun.... mikirin cewek-cewek, seperti yang sudah-sudah. Jarang sih tentara gagah begitu,.. saat bengong, yang dipikir soal bisnis abu gosok! Dan setelah Marina,... yang muncul selalu nama itu lagi: Chairina. "Riri, sayangku,.. setelah kau tampik cintaku, makan pun jadi tak enak. Malam aku tak makan... Siang pun tidak. Cuma pagi aja sarapan nasi liwet dua piring. Lauknya ikan peda, Riri. Makanan kucing.. Gurih. Ah, sayang.. mengapa tidak kau terima cintaku?" CL bermonolog. Tengsin saat terus disorakin anak-anak kecil. Penasaran itu terasa menusuk. Walau sempat mendapat sebutan 'Tante', Riri itu muda. Bahkan, belum tiga puluh tahun. "Ooh.. Tidak, tidak. Ini bukan cinta sejati. Ini perasaan nggak jelas!" CL sia-sia coba menekan rasa itu. "Dia tanteku. Dia tanteku... Maafkan hatiku ini, Tante.." CL mendesah. Sah, sah, sah... sahwaw... 3
Bandoeng demikian luas, cewek-cewek begitu banyak, mengapa mesti mencinta istri mendiang Mang Wasdi? Mang, Mang,.. teung-teuingeun pisan maneh, teh. Andai dikau masih hidup, tentu saya tidak akan terpikir ngecengin kekasih hatimu.... Begitu CL galau. Ah, tapi rasa itu menggedor-gedor ruang dada CL. Dor dor, dor.. Dorna. Bodor pisan maneh, teh. Memang, Tita dan Rien itu cantik juga. Lebih muda. Tapi, untuk mendekati mereka... perlu usaha lagi, bersaing dengan orang-orang setangsi, tetangganya... dan seterusnya. Bingung punya bingung, hari ini CL berkonsultasi pada Mas Dodo, begawan jalanan itu. "Oh, cinta itu indah, kawan", seloroh sang begawan. "Tapi da kumaha, Mas? Apa boleh saya mencintai dia?" "Bisa! Dalam ajaran Islam,... yang tidak boleh dikawini itu tertentu saja! Mang Wasdi bukan paman sedarah. Setelah Bi Entik, bibi kamu meninggal,... tercerailah kekerabatan. Iya kan? Selanjutnya... Mang Wasdi itu orang lain! Jadi,... bekas istrinya, itu juga orang lain. Kamu mungkin anggap dia ayah angkat, tapi... bekas istri ayah angkat... itu boleh saja kamu kawini. Begitu!" "Menurut Islam, ya?" "Persis." "Kalau menurut perguruan silat Cimande, kumaha?" "Kalau menurut perguruan silat, itu jurus nonggeng.. ngekep randa mencrang! Hahaha..." 4
"Aaah... Serius, Mas, dikau berpendapat begitu?" "Soal jurus silat ngekep itu tadi?" "Bukan soal ngekep, Mas. Soal menikahi Ceu Riri!" "Itu bukan pendapat saya. Itu hukum." "Hukum apa?" "Hukum rimba! Uh, jabrik! Ya hukum Islam, Soldaat." "Islam nu asli?" "Ya Islam asli-lah. Masak Islam imitasi?" Toh CL tetap bingung. Dia kira, Mas Dodo akan menyuruh melupakan Riri. Ternyata malah ngomporin. "Hahaha…" Mas Dodo ngakak sejenak. "Ya, ya. Serasa rada ngelunjak sih. Hm.. tapi lunjak-lunjak itu baik untuk kesehatan. Apalagi lunjak-lunjak sama janda geulis bening!" Gubrak! CL makin puyeng. "Menurut saya... begini ya, CL: Kalau Riri itu cantik... he, he, he... mengapa tidak? Ya sudah, kamu kawini saja. Daripada keburu disamber orang." "Jemuran kali disamber?" CL garuk kepala. "Hehehe... sebaliknya,.. kalau dia jelek, dan tua bangka... carilah yang muda dan cantik!" "Dia nggak sampai lima tahunan lebih tua! Cantik juga." "Ya sholatlah istiharoh kalau kamu bingung...." "Hah? Saya mesti nyamber Sholihati Maesaroh?" "Bukan ngaco! Sholihati Maesaroh itu ada suaminya. Juragan embe. Tadi yang saya bilang: kamu sholat-lah!" "Sholat lima waktu?" 5
"IS-TI-HA-ROH." "Oooo.. mesti sekalian umroh, ya." "Umroh gundulmu tak tempiling! Prajurit kok budek. Keseringan ditempeleng komandan Belanda ya?" "Hehehe.. jadi apa itu tadi, Mas? Sholat istiharoh?" "Umroh." "Oooo... sholat istiharoh", CL manggut-manggut. "Sudah ngerti?" "Belum! Hehehe... Sholat istiharoh itu apa, Mas?" Ups, diskusi berikutnya, malah jadi membahas soal sholat istiharoh. Maklum ilmu agama CL rada cetek, secetek pinggiran kali Cikapundung di musim kering. Setelah membeber sholat istiharoh, sekalian Mas Dodo menerangkan tentang sholat gerhana, dan sholat minta hujan. Gemes dia ngajarin murid culun. Untung nggak ada sholat minta petir. Kalau ada, mungkin sudah dia praktekin supaya petir nyamber jidatnya CL. Jdar! Habis diajarin. Malamnya CL praktek. Yaitu praktek sholat istiharoh. Bukan praktek dukun pijet. "Ya, Allah.. bersama cintaku terkandung niat baik. Ya, Allah... Andai dia baik bagiku, dekatkanlah padaku... Sekiranya tidak... oh, wahai Tuhan Yang Pengasih,.. masak sih dia tidak baik?" Doanya belepetan. Doanya perjaka napsu. Malamnya syahdu. Sholatnya.. antara khusyuk dan kisruh. Krik, kriiiik.... Seolah doanya diaminkan oleh jangkrik-jangkrik. Setelah sholat,.. CL celingak-celinguk. Nunggu wangsit. Wangsit sepak bola! 6
Beberapa hari tidak ada tanda-tanda, CL istiharoh lagi. "Ya, Allah,.. walau janda,.. Riri itu janda kembang yang jelita, ya, Allah... geulis pisan..." "Udah tauk!!" Mungkin kalau malaikat ada yang keuheul bin kesel, mereka akan menukas seperti itu. Malam sunyi.... Tetap tidak ada petunjuk. Dasar orang culun. Maknanya belum paham, udah dia praktekin ritualnya. Ujungnya capek doang. Hehehe.. tapi lumayanlah dia capek sholat, daripada capek nyari kutu atau tumila. Seminggu setelah itu, saat melintas di depan pasar,.. CL bertemu Riri. Riri yang melihat duluan, saat CL sedang mengamati bemper belakangnya Ceceu tukang tempe. "Hai, CL. Kenapa kamu jarang menyambangi saya?" Wow. Mata CL melotot. Ngiler juga. Dengan terusan krem itu, kecantikan si janda tanpa anak... mempesona. "Eh, it-it-itu, Ceu.. inu..." CL mendadak gagap. Inikah tandanya? Hati CL bertanya-tanya.... Berbunga-bunga. "Hai! Ditanya kok malah gugup?" Riri gemas. "Ma-ma-maaf. Habis Tante penampilannya be.. be-be.." "Belepetan?" "Bukan!" "Benten?" "I-iya. Benten. Beda, Tante!" "Ri-ri! Nama saya Riri. Jangan panggil Tante. Ngaco!" "Oh, i-i-iya. Maaf, Tan Rinte. Eh, Riri. Teh..." 7
"Nah, gitu atuh. Eh,... saya mau minta pertimbangan..." "Minta timbangan? Timbangan beras? Buat apa?" "Buat dijedotin ke ubun-ubun kamu itu!" "Waduh, sadiz!!!" "Yang saya minta: Pertimbangan kamu, dodol!" "Gurih itu! Dodol kan maksud Teteh?" Cekit! Riri mencubit gemas lengan CL. "Lagi, Teh. Enak..." CL menyodorkan diri. Plak! Malah pipinya ditampel. Pedes. "Hehehe.. Pertimbangan soal apa, Teh?" tanya CL sambil mengelus tangannya. Dan pipinya juga. Pipi sendiri. Bukan pipi si Ceceu tukang tempe. "Begini CL: Ada seorang pedagang baik hati..." "Hah? Baik hati itu bisa diperjual-belikan, ya?" "Bukan! Idih. Dengerin dulu atuh!" "Hehehe... ya, gimana?" "Ada pedagang... keturunan Arab... baik hati..." "Baik hati dan tidak sombong, ya?" "Diem dulu! Hidih!" "Hehehe..." "Dia baik hati... Gitu. Dia meminang saya untuk jadi istrinya yang kedua. Menurut kamu bagaimana?" "Oh! Jangan!" jawab CL kelepasan. "Hah? Jangan?! Cepat benar kamu menjawab?" "Eh,.. i-itu, mm... eta.. itu, kieu, Teh. Arab itu, eta.. iyeu.. sampeu... gede pisan!" "Gede?!! Apanya?!!! Pake nyebut sampeu segala?!!" "Maksud saya peuyeum!" 8
"Ai' maneh... Kenapa masalah gede lagi diungkit?!!" "Eh, mak.. mak.. mak.." "Makan combro?" "Bukan! Mak- maksud saya.. it-itu... Mm.. Masak yang secantik Teteh jadi istri kedua? Apa istri pertama sudah meninggal? Keinjek sapi, ya? Atau kegencet truk?" "Istri pertamanya masih hidup. Tapi.. sudah agak tua." "Ooo.. Tua lama-lama pasti mati juga, ya, Teh? Eh, tapi.. itu si istri tua... pasti dia sakit hati tuh, kalau suaminya mendua. Biar suaminya aja kalau begitu.. si Arab yang kegantengan itu.. yang kegencet truk gandengan!" "Eh, ya jangan atuh!" "Ya karena itulah, makanya saya bilang jangan!" "Karena apa maksud kamu tadi?" Riri garuk kepala. "Truk gandengan!" "Lah, pikiran kamu kok rudet, ya?" "Iya! Pokoknya.. itulah..." "Jadi nerima orang Arab kurang bijak, ya?" "Kurang bener..." "Alasannya kasihan istri pertama ya?" "Iya! Udah tua!" "Neneknya lebih tua lagi kali ya?" "Nenek buyutnya yang paling peot! Udah meninggal!" "Innalillahi..." "Innalillahi pisan, kalau sampai Ceu Riri tega kawin sama orang Arab!" kata CL. "Alasan kamu masuk akal juga..." "Alasan yang man.. eh, iyalah. Tentu masuk akal." 9
Dengan muter-muter gak jelas, CL terus membujuk Riri untuk menolak pinangan saudagar tajir keturunan Arab. "Setujulah saya sama usul kamu", kata Riri akhirnya. "Setuju? Betul setuju? Geuning gampang pisan ya?" Ujungnya, CL heran sendiri. Perasaan,.. dia nggak pake nalar. Kok Riri bisa setuju, ya? Apa itu tanda-tanda dia memendam cinta yang lain? Cinta pada CL-kah itu? Pret! Ngarep kok jadi keliwatan.... "Ya. Saya setuju, CL. Udahlah. Gak usah ngurusin orang Arab aja", kata Riri ringan. CL pun hepi. Usep juga hepi. Saat Riri pergi, CL tidak langsung berbalik. Dia nikmati dulu bagian belakang bekas tantenya itu sampai jauh. Lebih padat dari milik pedagang tempe. Padat betul. Padat informasi. Ups. Tiba-tiba, terlihat tergopoh ada orang Arab mendekati Riri, sudah agak di kejauhan. Itukah orangnya? Ataukah dia sekedar nawarin korma? "Salamualaikum, Bidadari cantik", katanya. "Alaikumsalam, Wan", Riri menjawab ramah. CL kebat-kebit. "Ya. Mungkin dia! Segede onta bener! Semoga,.. Ceu Riri bukan penggemar onta dan marga satwa ukuran besar lainnya..." Cemburukah ini? Atas hak apa seorang CL memendam cemburu pada Riri? "Oh, aku mah apa atuh? Tidak ada hak untukku cemburu padamu, pujaan hatiku... ihik, tapi aku memang cemburu", batin CL. 10