SERANGAN BAKTERI PEMBULUH KAYU CENGKEH (BPKC) DI JAWA TIMUR TRIWULAN I TAHUN 2014
Latar Belakang Tanaman cengkeh (Syzigium aromaticum) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang banyak tumbuh di Indonesia, begitu juga di Jawa Timur. Tanaman ini adalah famili Myrtaceae dan ordo Myrtales. Tanaman ini sangat tinggi nilai ekonomisnya, karena merupakan selain sebagai rempahrempah, bahan campuran rokok kretek, juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan minyak atsiri.
Gambar 1. Tanaman cengkeh Sumber : http://sigit01.blogspot.com/2012/02/morfologitanaman-cengkeh.html
Tanaman cengkeh di Jawa Timur belakangan ini terserang penyakit BPKC (Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh) yang hampir merata pada semua area. Serangan penyakit ini merupakan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) utama pada tanaman cengkeh di Jawa Timur. Serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas syzigii ini berdasarkan peta luas serangan OPT Triwulan I Tahun 2014, wilayah tingkat serangan tinggi terletak di Kabupaten Ngawi, Pacitan, Jombang dan Kediri (Gambar 2).
Gambar 2. Peta Luas Serangan Penyakit BPKC di Jawa Timur Sumber Data: Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, Tahun 2014
Gambar 3. Proporsi Serangan OPT Utama pada Tanaman Cengkeh di Wilayah Propinsi Jawa Timur periode Triwulan I Tahun 2014 Sumber Data : Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, Tahun 2014
Berdasarkan Gambar 2. wilayah kabupaten yang menunjukkan tingkat serangan tinggi adalah Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, Jombang dan Kediri. Sedangkan proporsi serangan BPKC mencapai 52% (Gambar 3). Dengan adanya tingkat serangan tinggi yaitu lebih dari 50% maka, penyakit
iniharus ada tindakan pengendalian secepatnya. Untuk tanaman yang tua harus dilakukan peremajaan yang bebas dari penyakit ini. Sebelumnya pada tahun 2013 telah terjadi ledakan serangan penyakit BPKC yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas syzygii di berbagai wilayah di Jawa Timur.
Tahun
sebelumnya wilayah yang endemik adalah Kabupaten Pacitan, Ngawi, Ponorogo, Kediri dan Malang. Berdasarkan analisis data serangan BPKC pada Tahun 2014 serangan penyakit ini mengalami kenaikan daripada tahun sebelumnya (Tabel 1). Jika tidak dilakukan pengendalian dengan serius, penyakit ini akan cepat menyebar ke wilayah yang lain. Karena penularannya melalui vektor dapat dilakukan melalui bantuan angin.
Tabel 1. Perbedaan Luas Serangan dan Tingkat Serangan Penyakit BPKC Tahun 2013 dan 2014 No
Nama OPT
Luas Serangan Triwulan ITriwulan I2013 2014
Tingkat Serangan Triwulan ITriwulan I2013 2014
Fluktuasi
Ket
1
N. hemipterus
494.82
490.32
1.36
1.59
16.79
Naik
2
Pseudomonas syzygii
564.34
1354.09
1.55
4.39
183.48
Naik
3
Phylosticta syzygii
139.22
243.98
0.38
0.79
106.66
Naik
4
R. lignosus
244.48
360.92
0.67
1.17
75.62
Naik
Sumber Data : Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, Tahun 2014
Tabel 1. menunjukkan bahwa ada kenaikan tingkat serangan penyakit BPKC yaitu sebesar 183.48 % dari Triwulan I Tahun 2013 dengan Triwulan I Tahun 2014. Kenaikan tingkat serangan tertinggi di Kabupaten Pacitan.
Tabel 2. Luas Areal dan Luas Serangan BPKC di Jawa Timur No.
Kabupaten
64
Banyuwangi
39
Blitar
Luas Areal (ha)
Luas Serangan (ha)
519.00
2.29
1,284.00
0.00
69
Gresik
16.36
0.00
71
Jember
171.35
0.00
5
Jombang
2,311.24
352.89
32
Kediri
1,485.00
205.62
67
Lumajang
1,092.33
0.00
9
Madiun
1,361.00
0.00
14
Magetan
634.67
20.35
50
Malang
2,045.00
56.00
1
Mojokerto
260.50
0.00
36
Nganjuk
1,972.10
0.00
21
Ngawi
459.62
57.30
27
Pacitan
8,163.00
472.83
55
Pasuruan
1,193.00
41.50
23
Ponorogo
2,505.18
23.39
60
Probolinggo
760.05
0.00
63
Situbondo
8.00
0.00
46
Trenggalek
4,635.25
121.92
30,876.65
1,354.09
Total
Sumber Data : Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya.
Jika dilihat dari data yang dilaporkan, kecamatan di Kabupaten Pacitan yang mengalami serangan penyakit ini merupakan wilayah kecamatan selain yang mendapat bantuan dari pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tingkat serangan tidak didukung dengan pengendalian baik itu dari pemerintah maupun petani cengkeh yang terkait. Sehingga tingkat serangan penyakit akan semakin berkembang dan meluas ke wilayah kecamatan lainnya. Begitu juga dengan kabupaten lainnya dengan tingkat serangan BPKC yang tinggi. Dari Tabel 2. dapat diketahui bahwa selain di Kabupaten Pacitan dengan tingkat serangan tertinggi, dengan luas serangan sebesar 472.83 Ha. Urutan berikutnya adalah Jombang (352.89 Ha), Kediri (205.62 Ha), dan Ngawi 57.30 Ha. Dengan adanya serangan penyakit ini sudah dilakukan berbagai pengendalian, dan diantaranya adalah dilakukan peremajaan tanaman cengkeh untuk daerah yang mengalami ledakan serangan.
Gambar 4. Prosentase luas areal cengkeh terserang yang mendapat tindakan pengendalian Sumber Data : Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, Tahun 2014
Pada Gambar 4. menunjukkan tindakan pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah dan petani cengkeh hanya sebesar 18%. Sedangkan luas serangan penyakit BPKC 1354.09 Ha dan luas pengendalian yang dilakukan hanya sebesar 243.68 Ha. Dengan ini menunjukkan bahwa luas pengendalian dan luas serangan tidak seimbang. Penyakit BPKC merupakan salah satu penyakit yang paling merusak pada tanaman cengkeh, karena dapat menyebabkan kehilangan hasil 10-15% (Muttaqin, 2010). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri P. syzigii yang ditularkan oleh sejenis serangga vektor yaitu Hindola fulfa (di Sumatera) dan H. striata ( di Jawa). Pola penyebaran penyakit ini umumnya mengikuti arah angin dan penularannya dapat melalui alat-alat pertanian seperti golok, gergaji, sabit yang digunakan untuk memotong tanaman sakit (Muttaqin, 2010). Gejala serangan yang terjadi pada cengkeh karena penyakit ini antara lain : 1. Daun tanaman gugur mendadak 2. Ranting pada cabang dekat pucuk atau pada pucuk mati 3. Daun-daun gugur dari atas ke bawah terjadi selama beberapa minggu atau bulan, seluruh tanaman muda layu mendadak sehingga daun yang kering dan berwarna coklat tetap melekat pada pohon 4. Seluruh tanaman dapat bertahan dalam waktu 2 tahun sejak awal timbulnya gejala 5. Akar mati sejalan dengan matinya bagian atas pohon
6. Jika kayu dipotong memanjang, terlihat garis-garis kelabu kecoklatan terutama pada akar dan batang. 7. Lendir bakteri akan keluar dari potongan akar atau cabang jika bagian tanaman ini disimpan beberapa jam pada tempat lembab, dan akan keluar jika bagian tanaman ditekan dengan kuat ( Ditjenbun, 2013).
Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan dengan cara :
Apabila gejala serangan penyakit BPKC ditandai dengan gugurnya daun dibagian pucuk pohon, maka bagian pangkal batang atau akar sebaiknya segera diinfus dengan antibiotika oksitetrasiklin (OTC) sebanyak 6 gr/100 ml air. Jarum infus yang digunakan berdiamter 1 mm. penginfusan dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Pengendalian dapat dipadukan dengan melakukan penyemprotan insektisida dengan sasaran serangga vektor dengan insektisida Matador 25 EC, Akodan 35 EC, Curacron 500 EC, Dads 2,5 EC dengan interval 6 minggu. Pohon-pohon yang terseranga berat sebaiknya ditebang dan dibakar (Muttaqin, 2010).
Mencegah masuknya penyakit ke daerah baru (Ditjenbun, 2013)
Sanitasi dan eradikasi, karena pohon yang telah terinfeksi sudah dapat menularkan bakteri sebelum gejala tampak (Semangun, 2010)
Menghindari penanaman dekat hutan. Tidak membuat pertanaman cengkeh baru minimal dalam jarak 5-10 km dari batas pinggir hutan (Semangun, 2010)
Pemupukan lengkap dan pengapuran, serta perlakuan kultur teknis lainnya (Semangun,2010).
Pengendalian penyakit sekunder yang timbul, dengan memakai fungisida karbamat atau tembaga (Semangun, 2010).
Pustaka
Ditjenbun. 2013. Bakteri Pseudomonas syzigii sebagai Penyebab Penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC). http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpsurabaya/berita-210-bakteripseudomonas-syzigii-sebagai-penyebab-penyakit-bakteri-pembuluhkayu-cengkeh-bpkc-.html. Diakses tanggal 12 Juni 2014. Muttaqin,
2010. Penyakit pada Tanaman Cengkeh. http://aqinhpt.blogspot.com/2010/10/penyakit-pada-tanamancengkeh.html. diakses pada tanggal 12 Juni 2014.
Semangun, H. 2010. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
(Amini Kanthi Rahayu, SP dan Fitri Yuniarti, SP)