KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan perkenanNya maka Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Banten dapat diselesaikan dengan baik. Penyusun laporan adalah Tim yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor KEP.54/M.PPN/HK/04/2011 tanggal 27 April 2011 tentang Pembentukan Tim Narasumber Koordinasi Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Tahun 2011 di 33 Provinsi dan Keputusan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa No.234/UN43/LL/SK/2011 tanggal 13 Mei 2011 Tentang Tim Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Banten Tahun 2011. Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tersebut ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding)/Nota Kesepahaman pada tanggal 12 Mei 2011 di Jakarta oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan perguruan tinggi negeri seluruh Indonesia termasuk Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta). Dalam menyusun Laporan Akhir ini, Tim Untirta yang diberi tugas oleh Bappenas untuk melakukan evaluasi kinerja pembangunan daerah Provinsi Banten, telah menghadiri Seminar Awal EKPD Tahun 2011 yang diselenggarakan oleh Bappenas pada tanggal 11-12 Mei 2011 di Jakarta, telah membuat master schedule dan pembagian tugas Tim, dan juga telah melakukan rapat pembahasan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten di Kampus Untirta untuk menyempurnakan tabel pencapaian indikator kinerja RPJMN 2010-2014 Provinsi Banten (terutama untuk tahun 2009, tahun 2010,dan tahun 2011) serta meminta dokumen RKPD 2010 dan RKPD 2011. Pada tanggal 21 Juli 2011, Tim EKPD Banten mengadakan pertemuan dengan Polda Banten, kemudian pada tanggal 28 Juli 2010 dengan Inspektorat Provinsi Banten, dan selanjutnya juga dengan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan instansi-instansi lain di Provinsi Banten. Penyusunan laporan disesuaikan dengan Sistematika/Outline laporan dan struktur setiap bab berdasarkan petunjuk yang termuat dalam Buku Panduan EKPD 33 Provinsi 2011 yang dikeluarkan oleh Bappenas. Draft Laporan Akhir kemudian disampaikan kepada Bappenas dan selanjutnya didiskusikan dalam Seminar Akhir Koordinasi Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Tahun 2011 yang diselenggarakan oleh Bappenas di Jakarta pada tanggal 10 s/d 12 November 2011 yang dihadiri oleh Bappenas, Bappeda Provinsi seluruh Indonesia, Tim EKPD dari 33 perguruan tinggi seluruh Indonesia, dan undangan yang terkait. Berdasarkan saran-saran perbaikan yang telah disampaikan dalam Seminar tersebut, maka Laporan Akhir kami sempurnakan dan bersama ini kami sampaikan.
i
Tim memohon maaf apabila dalam laporan ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Sehubungan dengan itu, Tim mengharapkan tanggapan dan saran perbaikan dari semua pihak atas laporan ini. Akhirnya Tim mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bappenas yang telah memberikan bimbingannya serta semua pihak yang telah memberikan data, penjelasan, saran , serta bantuannya dalam penyusunan laporan ini dengan harapan semoga laporan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Serang, November 2011 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Rektor,
Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd NIP.19580509 198403 1 003
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................... i Daftar Isi BAB I
BAB II
................................................................................................................... iii PENDAHULUAN………………………………………………………………………. .... 1 A.
Latar Belakang …………………………………………………………………… .. 2
B.
Tujuan, Sasaran, dan Keluaran…...…………………………………………….. . 3
HASIL EVALUASI TERHADAP CAPAIAN PRIORITAS NASIONAL 2010 DAN 2011…………………………………………………………………………………. 5 A. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola …........................................................ ...... 6 1. Indikator …………………………………………………………………………. .... 6 2. Analisis Pencapaian Indikator…………………………………………………. .... 6 3. Rekomendasi Kebijakan………………………………………………………. ... 13 B. Pendidikan………………………………………………………………………….....14 1. Indikator ………………………………………………………………………….... 14 2. Analisis Pencapaian Indikator …………………………………………………. . 14 3. Rekomendasi Kebijakan ……………………………………………………….. . 19 C. Kesehatan ………………………………………………………………………….. . 20 1. Indikator…………………………………………………………………………... . 20 2. Analisis Pencapaian Indikator …………………………………………………. . 20 3. Rekomendasi Kebijakan…………………………………………………………. 26 D. Penanggulangan Kemiskinan …………………………………………………….. . 26 1. Indikator…………………………………………………………………………... . 26 2. Analisis Pencapaian Indikator …………………………………………………. . 27 3. Rekomendasi Kebijakan ……………………………………………………….. . 29 E. Ketahanan Pangan ………………………………………………………………… . 29 1. Indikator …………………………………………………………………………. .. 29 2. Analisis Pencapaian Indikator……………………………………………….… .. 30 3. Rekomendasi Kebijakan…………………………………………………….…. .. 37 F. Infrastruktur ……………………………………………………………………..…. ... 38 1. Indikator …………………………………………….…………………………...... 38 2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………………………...... 39 3. Rekomendasi Kebijakan …………………………………………………….… .. 48
iii
G. Iklim Investasi dan Iklim Usaha……………………………………………….….. .. 49 1. Indikator ………………………….……………………………………….……..... 49 2. Analisis Pencapaian Indikator…………………………………………….…… .. 50 3. Rekomendasi Kebijakan …………………………………………...……….…. .. 60 H. Energi………………………………………………………………………………..... 60 1. Indikator …………………………………………………………………….…… .. 60 2. Analisis Pencapaian Indikator……………………………………………….… .. 61 3. Rekomendasi Kebijakan………………………………………………………... . 63 I. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana………………………………..…. . 63 1.Indikator…………………….…………….………………………………..………. 63 2. Analisis Pencapaian Indikator……………………………………………..…… . 64 3. Rekomendasi Kebijakan……………………………………………………..…. . 69 J. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik……………..……… .. 69 1.Indikator……………………………........…………………………………..…….. 69 2. Analisis Pencapaian Indikator…………………………….………………..….... 70 3. Rekomendasi Kebijakan…………………………………………………..……. . 75 K. Kebudayaan, Kreatifitas, Inovasi, dan Teknologi………………………...…..… .. 75 1. Indikator……………………………………………………………………........... 75 2. Analisis Pencapaian Indikator…………………………………………...…….... 76 3. Rekomendasi Kebijakan…………………………………………………...…… . 80 Prioritas Lainnya : L. Kesejahteraan Rakyat Lainnya …………………………………………………… . 81 1.Indikator………………………………………………………………………......... 81 2. Analisis Pencapaian Indikator…………………………………………...…….... 81 3. Rekomendasi Kebijakan…………………………………………………......... .. 88 M. Politik, Hukum, dan Keamanan………………………………………...……….… . 89 1. Indikator………………………………………………………………...…………. 89 2. Analisis Pencapaian Indikator……………………………………………….… .. 89 3. Rekomendasi Kebijakan……………………………………………………….. .. 93 N. Perekonomian Lainnya…………………………………………………………….... 93 1. Indikator…………………….……..……….……………………………………… 93 2. Analisis Pencapaian Indikator………………………………………………....... 94 3. Rekomendasi Kebijakan…………………………..………………………….. .. 103
iv
BAB III
RELEVANSI ISU STRATEGIS, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN, DAN STRATEGI, PENGEMBANGAN……..…………………………………………… 105
BAB IV
EVALUASI TEMATIK…………………………………………………………………133
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …...…………………………………………162 A. Kesimpulan…………………………………………………………………..…….163 B. Rekomendasi………………………………………………………………………163
LAMPIRAN Tabel Pencapaian Indikator Kinerja RPJMN 2010-2014 di Provinsi Banten pada tahun 2009, 2010 dan 2011
v
BAB I PENDAHULUAN
1
A.
Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan 5 (lima) tujuan pelaksanaan sistem perencanaan pembangunan
nasional,
yaitu:
(1)
untuk
mendukung
koordinasi
antar
pelaku
pembangunan; (2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar daerah, antar ruang, antar waktu, dan antar fungsi pemerintah, serta antara pusat dan daerah; (3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (4) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan (5) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Mengacu pada 5 (lima) tujuan tersebut, maka dalam Rencana Strategis (Renstra) Bappenas dijelaskan bahwa pelaksanaan tugas Kementerian PPN/Bappenas mencakup 4 peran yang saling terkait, yaitu peran sebagai: (1) pengambil kebijakan/keputusan (policy maker) dengan penjabaran pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan ; (2) koordinator; (3) think-tank; dan (4) administrator dengan penjabaran
penyusunan
dan
pengelolaan
laporan
hasil
pemantauan
terhadap
pelaksanaan rencana pembangunan dan penyusunan laporan hasil evaluasi.
Dengan demikian, salah satu peran utama Bappenas adalah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan. Sebagai tindak lanjut dari peran tersebut, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, yang di dalamnya mencakup evaluasi ex-ante, on-going, dan ex-post.
Terkait dengan peran utama Bappenas di atas, maka evaluasi tahunan terhadap pelaksanaan
Peraturan
Presiden
No.
5
Tahun
2010
tentang
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 mutlak diperlukan, demikian juga pencapaian di tiap daerah termasuk di Provinsi Banten.
RPJMN 2010-2014 memiliki 11 prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya, yaitu: 1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola 2. Pendidikan 3. Kesehatan 4. Penanggulangan Kemiskinan 5. Ketahanan Pangan
2
6. Infrastruktur 7. Iklim Investasi dan Iklim Usaha 8. Energi 9. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana 10. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik 11. Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi
Tiga prioritas lainnya, yaitu: 1. Kesejahteraan Rakyat 2. Politik, Hukum, dan Keamanan 3. Perekonomian
Pelaksanaan evaluasi kinerja pembangunan daerah akan mengacu pada RPJMN 20102014, dengan fokus utama untuk mengetahui: (1) tingkat pencapaian target kinerja RPJMN pada
tahun 2010 dan 2011 di
tiap daerah;
(2)
relevansi
isu
strategis,
sasaran, arah kebijakan, dan strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi daerah; dan (3) evaluasi tematik di tiap daerah.
Pelaksanaan
evaluasi
harapan agar
RPJMN
seluruh
proses
2010-2014 evaluasi
dilakukan tersebut
secara
eksternal
beserta
dengan
rekomendasinya
berlangsung dalam proses yang lebih independen. Oleh karena itu, Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan akan melaksanakan kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan
Daerah (EKPD) bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi selaku
evaluator eksternal antara lain dengan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) di Serang. B.
Tujuan, Sasaran, dan Keluaran
Tujuan, Sasara, dan Keluaran dalam pelaksanaan EKPD Provinsi Banten adalah sebagai berikut : No Tujuan
Sasaran
Keluaran
1.
Untuk melengkapi
1. Tersedianya baseline data
1. Dokumen data dasar
baseline data 2009 dan
2009 dan hasil evaluasi terhadap
evaluasi dan dokumen
mengetahui
capaian prioritas nasional 2010
hasil evaluasi terhadap
tingkat pencapaian
dan 2011 berdasarkan RPJMN
capaian prioritas nasional
prioritas nasional 2010
2010-2014 di Provinsi Banten
2010 dan 2011
dan 2011 berdasarkan
2. Tersedianya informasi dasar
berdasarkan RPJMN
3
RPJMN 2010-2014 di
untuk merumuskan
2010-2014 di Provinsi
Provinsi Banten
kebijakan terutama yang berupa
Banten
langkah penanganan segera, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah Provinsi Banten. 2
Untuk mengetahui
1. Tersedianya hasil evaluasi
2. Dokumen hasil evaluasi
relevansi isu strategis,
yang menunjukkan kesesuaian
relevansi terhadap isu
sasaran, arah kebijakan,
dan atau ketidaksesuaian antara
strategis, sasaran, arah
dan strategi
isu strategis, sasaran, arah
kebijakan, dan strategi
pengembangan dalam
kebijakan, dan strategi
pengembangan dalam
RPJMN 2010-2014
pengembangan dalam RPJMN
RPJMN 2010-2014
dengan kondisi
2010-2014 dengan kondisi di
dengan kondisi di Provinsi
di Provinsi Banten
Provinsi Banten.
Banten.
2. Tersedianya informasi dasar untuk melakukan revisi RPJMN oleh Pemerintah Pusat dan revisi RPJMD oleh Pemerintah Daerah Provinsi Banten. 3
Untuk mengetahui
1. Tersedianya hasil evaluasi
3. Dokumen hasil evaluasi
masalah spesifik
terhadap masalah spesifik melalui
terhadap masalah spesifik
melalui evaluasi
evaluasi tematik di Provinsi
melalui evaluasi tematik di
tematik di Provinsi Banten
Banten.
Provinsi Banten.
2. Tersedianya informasi dasar bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam merumuskan langkah kebijakan mengatasi masalah spesifik melalui evaluasi tematik di Provinsi Banten.
4
BAB II HASIL EVALUASI TERHADAP CAPAIAN PRIORITAS NASIONAL 2010 DAN 2011
5
A. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola 1. Indikator
No
1
Agenda pembangunan
Reformasi Birokrasi dan Tatakelola
Indikator
Prosentase Jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan Prosentase kab/kota yang memiliki pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) [%] Prosentase kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap
Persentase kab/kota yang telah memiiliki e-procurement
Persentase kab/kota yang telah memilki perda transparansi
*) Sampai Bulan Juli 2011
Sa-tuan
2009
2010
2011
Sumber Data
%
100
90
14*
Polda Banten
25
25
37,5
83
100
100
12,5
12,5
12,5
12,5
12,5
12,5
%
%
Indikator Utama
BPK-RI dan Inspektorat Daerah
Indikator Utama
Biro Pemerintahan
Indikator Utama
Biro Administrasi Pembangunan
Indikator Utama
Biro Hukum dan Biro Pemerintahan
Indikator Utama
% %
Keterangan
2. Analisis Pencapaian Indikator Kasus Korupsi yang Tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan
Persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan, menurut data yang didapat tahun 2009 mencapai angka 100%, tahun 2010 mancapai angka 90%, sedangkan untuk tahun 2011 sampai bulan Juli 14%. Dalam hal jumlah kasus korupsi di Banten pada tahun 2009 tercatat 13 kasus yang telah selesai ditangani. Untuk tahun 2010, menurut ICW terdapat 78 kasus dugaan korupsi dan
6
dari jumlah itu, 30 kasus masih berada di tingkat penyidikan dan 48 kasus di tingkat penuntutan. Sehubungan itu diharapkan agar aparatur penegak hukum khususnya aparatur kejaksaan, diharapkan agar bekerja lebih keras dalam menuntaskan kasus korupsi di Banten.
Kepala Kejaksaan Tinggi Banten mengatakan, setiap laporan mengenai korupsi yang masuk dari masyarakat ke instansi mereka diterima, kemudian laporan itu langsung ditelaah dan dicek kebenarannya dan apabila laporan tersebut benar, maka akan ditindaklanjuti. Persentase Kab/Kota yang memiliki pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dapat dijelaskan sebagai berikut:
Berdasarkan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan pada delapan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten tahun anggaran 2010, BPK menyatakan : tiga pemerintah kabupaten/kota mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) , tiga kabupaten/kota mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan dua kabupaten/kota mendapat opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP/disclaimer).
Pada tahun 2010, Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Kabupaten Tangerang , dan Kota Tangerang memperoleh opini
WTP. Dapat dijelaskan bahwa opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan yang diberikan oleh BPK –RI Perwakilan Provinsi Banten merupakan predikat tertinggi di bidang pengelolaan keuangan, dalam arti bahwa pengelolaan keuangan dari ketiga daerah tersebut dinilai
7
baik, efisien, serta akuntabel sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Predikat WTP ini menambah lagi prestasi yang telah diraih oleh ketiga daerah tersebut dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pada tahun 2010, Provinsi Banten memperoleh opini WDP atas Laporan Keuangan, hal ini disebabkan oleh masalah aset yang belum jelas statusnya. Pada waktu Banten dipisahkan dari Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi baru sebagai akibat pemekaran daerah antara lain diterima 241 aset berupa tanah namun berdasarkan data yang didapat dari Inpektorat Provinsi Banten, yang bersertifikat hanya 21 aset. Sehubungan dengan itu, Pemerintah Daerah Provinsi Banten membentuk Tim Penelusuran Aset namun hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Persentase Kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap :
Meskipun Peraturan Daerah (Perda) Pelayanan Satu Atap telah ada, namun hingga kini pelayanan yang telah dinantikan oleh masyarakat luas belum betul-betul memuaskan masyarakat terutama di Provinsi Banten sampai saat ini. Pelayanan satu atap merupakan kebutuhan mendesak yang harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah. Jika tidak, maka pelayanan yang dilakukan Pemerintah Daerah tidak akan optimal. Pada awal dibuatnya Perda Pelayanan Satu Atap adalah ingin memberikan pelayanan yang prima kepada publik karena dengan adanya sistem satu atap akan mampu memangkas biaya dan efektifitas waktu pembuatan surat-surat. Pada kenyataannya masih ada. Pemerintah Daerah yang tidak konsisten terkait proses perizinan yang belum dilimpahkan seluruhnya ke Kantor Pelayanan Terpadu Satu Atap (KPTSA).
8
Mestinya Pemerintah Daerah Provinsi Banten harus konsisten ketika membuat kebijakan tentang pelayananan satu atap ini. Ketika membentuk KPTSA konsekuensinya seluruh perizinan harus dilimpahkan ke kantor tersebut. Namun sampai sekarang masih ada perizinan yang wewenangnya masih dipegang instansi lain dan justru untuk jenis perizinan yang potensial.
Keberadaan KPTSA sendiri belum memberikan manfaat besar karena masyarakat yang mengurus perizinan tetap harus mondar-mandir ke sejumlah kantor. Kondisi ini membuat masyarakat terutama investor yang mengurus perizinan bertambah bingung. Pemda sebaiknya melimpahkan semua proses perizinan ke KPTSA supaya memudahkan pelayanan dan memberi kenyamanan. Alasan adanya kekurangan SDM seharusnya dapat diatasi dengan memindahkan orang yang ahli ke KPTSA.
Pada tahun 2011 sudah ada samsat online di tiga provinsi, sehingga warga Banten yang bekerja di Jakarta, bisa membayar pajak kendaraan di Jakarta sebab Polda Metro Jaya telah bekerja sama dengan tiga provinsi yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat untuk mengintegrasikan pelayanan satu atap atau Samsat berbasis online. Namun Samsat secara online ini belum tersambung ke semua wilayah di Banten. Saat ini di wilayah Banten baru tersambung ke Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Di samping itu Banten, juga akan menerapkan sistem pelayanan jasa parkir satu atap untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Kalau sebelumnya pendapatan yang diperoleh hanya sekitar Rp150 juta, maka dengan sistem satu atap, pendapatan bisa menjadi Rp. 500 juta.
Secara umum Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP) dimaksudkan untuk mewujudkan visi, misi, strategi, kebijakan, dan program pelayanan publik dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi Pelayanan Kantor Terpadu Satu Pintu (KPTSP) dengan tujuan sebagai berikut : 1. Meningkatkan kualitas pelayanan publik 2. Memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik; dan 3. Meningkatkan citra aparatur pemerintah dengan memberi pelayanan yang mudah, cepat, dan aman. .
9
Persentase Kabupaten/Kota yang telah memiliki e-procurement
Banyak proses pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan cara tersembunyi atau berpura-pura melakukan proses yang "transparan dengan pengaturan orang dalam", padahal sebenarnya jelas-jelas merupakan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Untuk mengatasi hal tersebut, tentulah diperlukan proses yang terbuka melalui eprocurement atau proses pengadaan barang dan jasa secara on line melalui internet yang akan mendapatkan pengawasan dari masyarakat. Berdasarkan informasi BAPPENAS,pengguna (user) e-Procurement atau yang oleh BAPPENAS disebut Layanan Pengadaan Secara Elektronik Nasional (LPSE-Nasional). Ada beberapa keuntungan lebih yang bisa didapatkan dalam penerapan E-Procurement. Jika dibandingkan dengan cara konvensional atau manual, sistem ini lebih efisien dan dapat mencegah korupsi, lebih transparan dan lebih cepat. Sistem ini dinilai mampu menghilangkan banyak protes karena semuanya dilaksanakan secara transparan. Sedangkan cara manual atau konvensional sebelumnya sering menimbulkan sanggahan. Peserta lelang pun tidak perlu repot datang ke tempat pelaksanaan lelang karena proses pendaftaran dan mekanisme lelang dilaksanakan secara online Mulai Tahun Anggaran 2011 Pemerintah Kabupaten Lebak sudah melaksanakan pengadaan Barang/Jasa dengan sistem e‐procurement, sesuai amanat PERPRES No. 54
TAHUN 2010 melalui LPSE Kabupaten Lebak. Terdapat 347 rekanan (lokal) yang tergabung dalam 14 Asosiasi dan sebanyak 20% telah terdaftar sebagai anggota LPSE Kabupaten Lebak. Rekanan pada LPSE Kab. Lebak terdiri dari perusahaan lokal 80% dan perusahaan luar daerah sebanyak 20%
10
Dalam pelelangan sistem online, konsekuensinya perusahaan harus mengerti proses dan tahapan lelang melalui penggunaan internet.Pada saat ini e-Procurement
merupakan
salah satu pendekatan terbaik dalam mencegah terjadinya korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah karena peluang untuk kontak langsung antara penyedia barang/jasa dengan panitia pengadaan menjadi semakin kecil, lebih transparan, lebih hemat waktu dan biaya serta dalam pelaksanaannya mudah untuk melakukan pertanggung jawaban keuangan dan sistem elektronik tersebut mendapatkan sertifikasi internasional.
Manfaat dari pelaksanaan e-Procurement, sebagai berikut: a) Pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan cara e-Procurement dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lebih cepat dibanding dengan cara yang dilakukan dengan cara konvensional. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk pengadaan barang dan jasa dengan cara konvensional adalah 36 (tiga puluh enam) hari sedangkan apabila dengan cara e-Procurement hanya berkisar 20 (dua puluh) hari. Hal ini dikarenakan dengan sistem elektronik, proses pengumuman pengadaan, penawaran, seleksi dan pengumuman pemenang dapat dilakukan dengan lebih cepat karena melalui internet.
b) Terjadi persaingan yang sehat antar pelaku usaha sehingga mendukung iklim investasi yang kondusif secara nasional. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang lebih transparan, fair, dan partisipatif mendukung persaingan usaha yang semakin sehat di setiap wilayah di mana pengadaan barang dan jasa dilakukan. Tidak ada pengaturan pemenang lelang serta menghilangkan sistem arisan antara pelaku usaha. Pelaku usaha yang besar tidak dapat menekan pelaku usaha kecil untuk tidak berpartisipasi dalam tender, serta pelaku usaha di semua tingkatan tidak dapat menekan lembaga pemerintah untuk memenangkannya dalam tender. Pelaksanaan lelang diatur dalam suatu sistem yang transparan, akuntabel, dan meniadakan kontak langsung antara panitia dengan penyedia barang dan jasa. Pelaku usaha yang unggul dalam melakukan efisiensi terhadap seluruh aktifitas operasional usahanya akan mendapatkan keunggulan kompetitif. Secara umum sistem e-Procurement menuntut penyedia barang/jasa untuk berlomba dalam melakukan efisiensi, sementara disisi lain juga dituntut untuk menghasilkan output yang berkualitas. Kondisi semacam ini merupakan ciri yang diterapkan pada persaingan yang sehat (fair market competition) dan akan mendukung iklim investasi yang kondusif bila e-Procurement diterapkan secara konsisten.
11
Persentase Kabupaten/Kota yang telah memiliki perda transparansi
Informasi merupakan salah satu bagian yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di dunia saat ini, terlebih dalam suatu negara demokrasi yang mengenal adanya pengakuan terhadap kebebasan dalam memperoleh informasi bagi rakyatnya. Pemerintah Provinsi Banten menyambut positif revolusi keterbukaan informasi tersebut. Pemprov Banten melalui Biro Humas dan Protokol sudah ancang-ancang melaksanakannya dengan menerbitkan keputusan Gubernur Nomor : 019.05/Kep.244-Huk/2009 Tentang Pembentukan Tim Kehumasan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten, dan Keputusan Gubernur 019.05/Kep.292-Huk/2010 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Banten Nomor 019.05/Kep.244-Huk/2009 Tentang Pembentukan Tim Kehumasan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten. Tim Kehumasan terdiri dari para pegawai pada satuan kerja perangkat daerah yang siap melayani dan menjembatani kesenjangan informasi antara masyarakat dengan Pemerintah Provinsi Banten.
Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika secara sinergi memfasilitasi pembentukan Komisi Informasi Daerah Provinsi Banten. Komisi ini akan berperan sebagai pengawas dalam pelaksanaan Undang-undang tentang Keterbukaan Infortmasi di Provinsi Banten. Di tingkat kabupaten/kota penerapan keterbukaan informasi publik jauh lebih marak. Setidaknya terdapat 12 kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki Perda yang mengatur masalah transparansi dan partisipasi. Contoh yang menonjol adalah Perda No 6/2004 tentang Transparansi dan Partisipasi di Kabupaten Lebak, Banten, yang juga memuat pembentukan Komisi Transparansi dan Partisipasi sebagai pelaksana.
12
Pemkab Lebak telah menjalankan transparansi yang dijamin oleh Perda (Peraturan Daerah)
Nomor
6
Penyelenggaraan
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan
dan
Transparansi
dan
Pengelolaan
Partisipasi
Dalam
Pembangunan.
Filosofi dari Perda ini adalah “Terbuka untuk semua kecuali yang dirahasiakan.” Untuk tegaknya Perda ini, dibentuklah Komisi Transparansi dan Partisipasi Kabupaten Lebak yang merupakan amanah dari Perda itu sendiri dan tata kerja Komisi ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lebak.
Data Kemenkominfo menunjukkan praktik keterbukaan informasi di Kabupaten Lebak telah memberi kontribusi signifikan terhadap kemajuan daerah yang sebelumnya merupakan daerah tertinggal, dengan APBD terendah se-Provinsi Banten ini. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lebak awal tahun 2004 saat Perda Transparansi Transparansi disahkan hanya 11 miliar. Dalam waktu 9 bulan menjadi Rp 20 Miliar. Bahkan di tahun 2006 PAD Kabupaten lebak menjadi Rp. 32 Miliar. Kabupaten Lebak berupaya menarik investor dengan orientasi pedesaan. Pemkab Lebak meyakini, salah satu cara untuk mengundang investor adalah keterbukaan informasi dan “Transparansi dan Akuntabilitas itu menguntungkan.” 4.
Rekomendasi Kebijakan 1. Pelayanan satu atap tidak hanya sebatas slogan di jajaran pemerintah tapi sudah menjadi suatu kesatuan utuh di dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah
daerah
harus
konsisten
ketika
membuat
kebijakan
tentang
pelayananan satu atap ini. 2. Diperlukan kesungguhan pihak aparat untuk menangani semua kasus yang ada dan kemudian menyelesaikannya sampai tuntas. 3. Sudah seharusnya Perda Transparansi diterapkan di semua kabupaten/kota yang ada di provinsi Banten, contonya Kabupaten Lebak yang menerapkan perda tersebut didalam menjalankan roda pemerintahan daerah yang transparansi dan akuntabilitas 4. Memangkas birokrasi yang berbelit-belit, agar para investor asing maupun lokal dapat merasa nyaman di dalam melakukan penanaman modal di seluruh wilayah Banten. 5. Konsisten terhadap penegakan hukum 6. Melakukan pembinaan, pelatihan dan pemahaman pada pihak terkait akan pentingnya e-Procurement di dalam usaha mencegah terjadinya KKN.
13
B. Pendidikan 1. Indikator
No 5
Agenda pembangunan Pendidikan
Tahun Indikator
Satuan
Rata-rata lama sekolah Angka Partisipasi Murni Angka Partisipasi kasar Angka Melek Akasara 15 tahun ke atas
2009
2010
2011
8.15
8,10
Belum ada
98,48
98,76
Thn %
118,00
%
95,95
%
Belum ada
118,39
Belum ada
99,94
Belum ada
Sumber Data
Keterangan
Dindik & BPS
Indikator Utama
Dindik & BPS
Indikator Pendukung
Dindik & BPS
Indikator Pendukung
Dindik & BPS
Indikator Pendukung
2. Analisis Pencapaian Indikator Analisis Capaian 2010 Rata-rata Lama Sekolah Rata-rata lama sekolah di Provinsi Banten: target 2010 adalah 8,5 tahun, capaian 2010 adalah
8,1
tahun. Rata-rata lama sekolah yang belum memenuhi target
sangat
dipengaruhi
oleh
tingginya
biaya
pendidikan, terbatasnya jumlah dan mutu prasarana dan
sarana pendidikan, terbatasnya jumlah guru
bermutu di daerah dan komunitas miskin, terbatasnya jumlah sekolah yang layak untuk proses belajar mengajar.
tersebut menunjukkan
sekolah di Provinsi dalam
RPJMN
Banten
adalah 8,5
tahun pada tahun 2010 dan berdasarkan hasil identifikasi data
dari
BPS dan Dindik,
diketahui bahwa lama sekolah
rata-rata
pada
tahun
2010 mencapai 8,1 tahun. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa pencapaian belum memenuhi 0,4 Kondisi
Target kinerja rata-rata lama
tahun dari target yang telah ditentukan.
rata-rata lama sekolah di Provinsi Banten belum
memenuhi target. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingginya biaya pendidikan, terbatasnya jumlah dan mutu prasarana dan sarana pendidikan, terbatasnya jumlah guru bermutu di daerah dan komunitas miskin, terbatasnya jumlah sekolah yang layak
untuk
penyelenggaraan belajar mengajar.
14
Angka Partisipasi Murni (SD/MI)
Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan perbandingan antara siswa dan penduduk usia sekolah. APM SD merupakan perbandingan antara jumlah siswa SD dan setara yang berumur 7-12 tahun dengan jumlah penduduk usia 7-12 tahun.Jika dilihat dari grafik di atas APM SD/MI di Propinsi Banten dapat dikatakan naik, terutama pada tahun 2009 yaitu 98,48 % pada tahun 2010 naik menjadi 98,76.
Hal ini disebabkan oleh upaya
Pemerintah Propinsi Banten untuk menambah sarana dan prasarana. Sampai dengan tahun 2010, jumlah SD mengalami peningkatan 143 unit dari 4.384 unit sehingga menjadi 4.527 unit. Kenaikan terjadi pada SD Negeri yaitu dari 4.059 unit menjadi 4.152 unit atau naik 2,29 persen. SD Swasta mengalami peningkatan 50 unit dari 325 unit menjadi 375 unit.
15
Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)
Jika dilihat dari grafik di atas, APK SD/MI di Propinsi Banten dapat dikatakan meningkat yaitu 118 % pada tahun 2009 menjadi 118,39 % pada tahun 2010. Hal ini berarti bahwa masih ada peserta didik di SD yang usianya diluar usia 7 – 14 tahun. Hal ini disebabkan oleh upaya kebijakan di Propinsi Banten yang menyelenggarakan WAJAR DIKDAS Sembilan Tahun untuk mewujudkan pemerataan pendidikan dasar yang bermutu di seluruh wilayah Propinsi Banten.
Upaya yang telah dan terus dikembangkan adalah
pembangunan sekolah, peningkatan jumlah dan kualitas guru, stimulan dana melalui dana BOS. Dalam rangka peningkatan kualitas guru upaya yang sedang dilakukan yaitu diadakan workshop berkala untuk guru bidang studi, mengikutsertakan kepala sekolah dalam pelatihan tingkat nasioal, Juga bantuan guru bagi daerah terpencil, dan bantuan laptop bagi guru berprestasi. Pembangunan sekolah sudah dan terus dikembangkan berupa penambahan jumlah kelas serta penambahan perpustakaan dan laboratorium.
Namun secara umum masih ada kendala-kendala yang dihadapi di Propinsi Banten, yaitu tingginya biaya pendidikan, terbatasnya jumlah dan mutu prasarana dan
sarana
pendidikan, terbatasnya jumlah guru bermutu di daerah dan komunitas miskin, terbatasnya jumlah sekolah yang layak untuk proses belajar mengajar, terbatasnya jumlah SLTP dan SLTA di daerah perdesaan, daerah terpencil dan kantong-kantong kemiskinan serta terbatasnya jumlah sebaran dan mutu program kesetaraan pendidikan dasar melalui pendidikan non formal, menyebabkan rendahnya akses masyarakat terhadap pendidikan.
16
Data lain juga menunjukkan bahwa biaya pendidikan merupakan salah satu pengeluaran rumah tangga yang cukup besar. Bagi rumah tangga yang termasuk kelompok 20% pengeluaran terendah, persentase biaya pendidikan per anak terhadap total pengeluaran mencapai 10% untuk SD, 18,5% untuk SLTP dan 28,4% untuk SLTA. Berbagai masalah dalam layanan pendidikan menyiratkan perlunya peninjauan kembali berbagai kebijakan untuk memperluas akses dan meningkatkan layanan penidikan. Saat ini, perkembangan jumlah tenaga kerja tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja sehingga tingkat penyerapan tenaga kerja cenderung turun. Dengan bekal pendidikan yang memadai, memudahkan masyarakat miskin untuk dapat masuk ke dunia kerja dengan posisi tawar yang tinggi. Pemerintah Provinsi Banten telah berupaya untuk meningkatan kualitas hidup sumber daya manusia yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yaitu: 1. Meningkatnya Kualitas Layanan Pendidikan pada Jenjang Prasekolah, Dasar, dan Menengah; 2. Meningkatnya partisipasi masyarakat untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi (peningkatan nilai tambah sumberdaya manusia Banten); 3. Meningkatnya Layanan Masyarakat terhadap Jalur Pendidikan Berkebutuhan Khusus; 4. Meningkatnya dan semakin berkembangnya Budaya Baca Masyarakat dan Terkelolanya dokumen / arsip daerah; 5. Meningkatnya Mutu Pendidik dan Tenaga Pendidik; 6. Meningkatnya akses orang dewasa untuk mendapatkan pendidikan kecakapan hidup; 7. Meningkatnya Peran dan Kewirausahaan Kepemudaan, Pengetahuan, Kemampuan Sumber Daya Pemuda serta Pengembangan Sarana - Prasarana Olah Raga; 8. Meningkatnya Layanan Dasar Pendidikan dan Kesehatan bagi masyarakat miskin. Sebagai catatan; bantuan pendidikan diprovinsi Banten untuk perguruan tinggi pada tahun 2010 hingga tahun 2011 dibatasi, hal tersebut disebabkan keterbatasan dalam anggaran.
17
Angka Melek Aksara 15 tahun Ke atas
Angka melek huruf di Provinsi Banten dari tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 3,39 % ( 95,95 % pada tahun 2009, naik menjadi 99,94% pada tahun 2010). Hal ini disebabkan oleh upaya, pemerintah Provinsi Banten yang telah melakukan programprogram antara lain program keaksaraan melalui kegiatan-kegiatan pembinaan mutu pendidikan masyarakat melalui Pendidikan Luar Sekolah (PLS) , serta program pengembangan
budaya
pengembangan minat
baca
dan
pembinaan
perpustakaan
melalui
kegiatan
dan budaya baca melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) yang telah ada sebanyak 164 lembaga yang tersebar di kabupaten dan kota, seperti terlihat pada Tabel berikut.
Tabel-1 Jumlah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Provinsi Banten Tahun 2006/2007 No
KABUPATEN / kOTA
Jumlah
1
Kab. Serang
35 Lembaga
2
Kab. Pandeglang
33 Lembaga
3
Kab. Lebak
23 Lembaga
4
Kab. Tangerang
38 Lembaga
5
Kota Tangerang
20 Lembaga
6
Kota Cilegon
15 Lembaga
Jumlah
164 Lembaga
Sumber : Statistik Pendidikan 2007, Dinas Pendidikan Banten
18
Upaya
lain
yang
dilakukan
adalah
mengembangkan
perpustakaan
keliling,
mengembangkan taman bacaan masyarakat di setiap Kabupaten , dan meningkatkan kuantitas dan kualitas kejar paket A, paket B, dan Paket C.
Diharapkan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Provinsi Banten di tahun 2011 melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), angka buta huruf penduduk Banten semakin menurun. Berdasarkan penelusuran data dari Dindik Buta Aksara yang belum dapat ditangani berjumlah 30.237.000 orang, rata-rata tergolong usia non produktif, dan pada tahun 2011 jumlah tersebut diagendakan untuk dituntaskan.
Selanjutnya, rata-rata lama sekolah di Provinsi Banten mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Tahun 2004 angka lama sekolah adalah 7, 7, untuk tahun 2005 sebesar 8,0 , tahun 2006 meningkat 8,1 dan tahun 2007 meningkat menjadi 8,3. Angka ini dapat diartikan bahwa secara rata-rata penduduk dewasa telah menamatkan pendidikan dasar, tepatnya setingkat kelas 2 SLTP. Berdasarkan FGD dan penelusuran data dari Dindik pada tahun 2011 Provinsi Banten target untuk mencapai pendidikan dasar 9 tahun dapat tercapai. 3. Rekomendasi Kebijakan 1. Program penyediaan bantuan operasional sekolah masih perlu ditingkatkan, dan pemantauan terhadap pelaksanaannya diperketat. Di samping itu diperlukan pengkajian yang mutakhir.atas tingkat respons serta dampaknya. 2. Beasiswa, sarana, dan prasarana serta peningkatan pembelajaran, minat, bakat, dan kreativitas peserta didik dasar menjadi prioritas dalam RPJMD Provinsi Banten dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. 3. Begitu pula akses pendidikan tinggi, metode pembelajaran, pengelolaan, kurikulum, dan mutu pendidik hendaknya secara spesifik dijelaskan untuk mengikuti kebijakan yang berlaku secara nasional. 4. Stimulans untuk pendidik pada daerah terpencil (daerah yang jauh dari pusat fasilitas harus ditingkatkan terutama tingkat kesejahteraannya. Juga diupayakan untuk meningkatkan kebertahanan pendidik pada daerah tersebut dengan menetapkan tenaga kependidikan yang berdomisili atau berasal dari daerah terpencil tersebut dengan tetap memperhatikan kualifikasi dan standard mutu nasional. 5. Pembangunan gedung sekolah, penambahan ruang kelas, serta sarana dan prasarana lain (laboratorium, olahraga, keterampilan, dan lain-lain) terus ditingkatkan dan dikembangkan dengan tetap memperhatikan efisiensi anggaran dan efektivitas pada sasaran.
19
C. Kesehatan 1. Indikator
No 3
Agenda pembangunan Kesehatan
Tahun
Sumber Data
Keterangan
Belum ada
Dinkes & BPS
Indikator Utama
Belum ada
Dinkes & BPS
Indikator Utama
Belum ada
Dinkes
Indikator Utama
Indikator
Satuan
2009
2010
2011
Angka Kematian Bayi Angka Harapan Hidup Persentas e Penduduk Ber-KB Laju Pertumbu han Penduduk
/1000 kelahiran hidup
25,0
22,8
68,0
68,34
67,02
69,72
2,19
2,78
Tahun
% %
Belum ada
BPS
Indikator Pendukung
2. Analisis Pencapaian Indikator Angka Kematian Bayi Analisis Capaian 2010 Angka Kematian Bayi di Provinsi Banten: target 2010 adalah 34,28/1000 kelahiran hidup,
,
capaian tahun 2010 adalah 22,8/1000 kelahiran hidup.
Dengan demikian target 34,28/1000
kelahiran hidup tercapai, bahkan sudah melebihi target.
Capaian tersebut
berkat upaya :
pengembangan fasilitas, pemerataan layanan kesehatan,
dan
pengembangan
kesehatan
Target bayi
kinerja angka kematian Provinsi
RPJMN
Banten dalam
adalah
34,28/1000
kelahiran hidup pada tahun 2010 dan berdasarkan hasil identifikasi data Banten,
dari
Bappeda
Provinsi
capaiannya 22,8/1000
kelahiran hidup. Kondisi
tersebut
menunjukkan bahwa pencapaian sudah melampaui target yang telah ditetapkan yaitu 34,28/1000 kelahiran hidup. Hal ini disebabkan oleh upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Banten untuk menurunkan angka kematian bayi, dengan program :1. Pengembangan Fasilitas dan Pemerataan Layanan Kesehatan yang diarahkan untuk :a. Peningkatan jumlah, jaringan, dan kualitas prasarana dan sarana kesehatan daerah;b. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerah;c. Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar; d. Peningkatan pelayanan kesehatan yang khusus diberikan kepada penduduk miskin, daerah tertinggal dan daerah bencana, dengan memperhatikan kesetaraan gender. 2. Pengembangan Kesehatan Berbasis Masyarakat, yang diarahkan untuk : a. Peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan
20
pola hidup sehat; b. Peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini;c. Pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi penduduk miskin; d. Peningkatan upaya promotif dan preventif yang dipadukan secara seimbang dengan upaya kuratif dan rehabilitatif
Kematian Bayi di Banten masih dominan disebabkan oleh Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang terkait erat dengan status gizi ibu hamil.
Sedangkan penyebab utama
kematian ibu masih didominasi oleh pendarahan yang terkait erat dengan kualitas pelayanan persalinan dan kondisi kesehatan ibu hamil. Solusi yang mungkin dapat diterapkan di antaranya adalah persalinan yang ditolong oleh tenaga medis untuk menurunkan angka kematian bayi dan kematian ibu, membuat payung hukum penurunan AKI berupa peraturan daerah, membuat Standard Pelayanan Minimum Kesehatan serta peraturan tentang Penempatan Bidan Desa.
Pemerintah Propinsi Banten juga telah mengagendakan pembangunan kesehatan dengan indikator berikut; 1) Meningkatnya Angka Harapan Hidup;
2) Menurunnya angka
kematian bayi ; 3) Menurunnya angka kematian ibu melahirkan; dan 4) Menurunnya prevelensi kurang gizi pada anak dan balita.
Upaya yang sudah dilakukan oleh Provinsi Banten: (1) perencanaan yang dialokasikan oleh daerah
yang berasal dari dekon untuk meningkatkan capacity building; (2)
Meningkatkan Puskesmas dari yang tidak poned (pelayanan obstreted emergency dasar) menjadi poned.(3) MoU bidan dengan paraji untuk menangani kelahiran bayi (4) meningkatkan jumlah Posyandu hingga 9.919 buah dengan kader 40.000 kader dan kader tersebut disebar sampai ke tingkat RT. (5) Meningkatkan peran Pusling hingga 883 buah puskesmas serta fasilitas 885 kendaraan roda dua dan 215 kendaraan roda empat (6) Menjadikan Puskesmas bukan rawat inap menjadi rawat inap pada tahun 2011 yang akan mencapai 59 buah Puskesmas.
Permasalahan yang dihadapi oleh Propinsi Banten pada bidang kesehatan adalah : (1) Jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh dan biaya yang mahal merupakan penyebab utama rendahnya aksesibilitas masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan yang bermutu.
(2) Kecenderungan penyebaran tenaga kesehatan yang tidak merata dan
terpusat di daerah perkotaan mengurangi akses terhadap pelayanan kesehatan bermutu. (3) Distribusi tenaga dokter di Banten juga tidak merata, di wilayah perkotaan (Tangerang dan Kota Tangerang) memiliki jumlah dokter rata – rata 700 orang sedangkan di wilayah
21
perdesaan hanya memiliki jumlah dokter sebanyak 80 orang. Hal ini tentu saja berdampak pada kualitas dan aksesibilitas pelayanan kesehatan pada masyarakat di perdesaan yang umumnya masyarakat miskin. Angka Harapan Hidup Analisis Capaian 2010 Angka Harapan Hidup di Provinsi Banten; target 2010 adalah 69,26 tahun, capaian tahun 2010 adalah 69,70 tahun.
Target 69,26 tahun
tercapai, bahkan capaian sudah melebihi target. Capaian tersebut berkat upaya : Peningkatan pendidikan Pengembangan
kesehatan
pada
sistem
jaminan
masyarakat; kesehatan
masyarakat; Peningkatan upaya promotif dan preventif yang dipadukan dengan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Target hidup
kinerja angka harapan Provinsi
Banten dalam
RPJMN adalah 69,26 tahun pada tahun 2010
dan
berdasarkan
hasil identifikasi data dari BPS dan Dinkes Provinsi
Banten,
capaiannya 69,70 tahun. Kondisi tersebut
menunjukkan
pencapaian
bahwa
sudah melampaui
target yang telah ditetapkan yaitu 69,26.
Hal ini disebabkan oleh
upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Banten untuk menurunkan angka kematian bayi, dengan program :1. Pengembangan Fasilitas dan Pemerataan Layanan Kesehatan dan 2. Pengembangan Kesehatan Berbasis Masyarakat, Arah kebijakannya seperti yang sudah diuraikan pada point analisis capaian kematian bayi. Sebagai catatan penting pemerintah sudah membuat payung hukum penurunan AKI berupa peraturan daerah,
membuat Standard Pelayanan Minimum Kesehatan serta
peraturan tentang Penempatan Bidan Desa. Selain itu Pemerintah Propinsi Banten juga telah
mengagendakan
pembangunan
Meningkatnya Angka Harapan Hidup;
kesehatan
dengan
indikator
berikut;
1)
2) Menurunnya angka kematian bayi ; 3)
Menurunnya angka kematian ibu melahirkan; dan 4) Menurunnya prevelensi kurang gizi pada anak dan balita.
22
Persentase Penduduk Ber-KB
Dilihat dari grafik di atas persentase penduduk ber KB meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh upaya Pemerintah Daerah Propinsi Banten untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat Banten, melaksanakan program Keluarga Berencana dengan kegiatan Pembinaan Forum Kader Posyandu dan Keluarga Berencana (KB) serta Pengembangan Model Posyandu Asuhan Dini Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak (ADITUKA). Selain itu juga terdapat Pembangunan Program Keluarga Berencana dengan kegiatan (1) Pelayanan Keluarga Berencana (KB) terutama bagi keluarga miskin
(2)
Penguatan data mikro keluarga (3) Penguatan SDM dan Forum Kader Revitalisasi Posyandu dan (4) Pengembangan Informasi Posyandu.
Jika kebutuhan akan pelayanan KB terpenuhi maka semua perempuan yang ingin mengendalikan kesuburan mempunyai akses memadai terhadap kontrasepsi yang efektif dan aman, sehingga Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia dapat diturunkan sampai 50 persen. Persentase penurunan yang cukup tinggi itu bisa terjadi apabila terakses pada kontrasepsi yang memadai sehingga risiko kematian ibu karena kehamilan, persalinan, dan aborsi dapat diturunkan.
Penurunan angka kelahiran di Indonesia erat kaitannya dengan keberhasilan program KB dan meningkatnya prevalensi pemakaian kontrasepsi. Yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa penurunan fertilitas terbesar dalam lima tahun terakhir ini disebabkan masih bertahannya penurunan fertilitas dari generasi muda atau pasangan muda usia 1519 tahun. Salah satu sebabnya bukan saja karena penggunaan kontrasepsi atau
23
mengikuti KB secara formal tetapi adalah karena kesadaran reproduksi yang makin tinggi. Mereka menunda usia kawin atau menunda mempunyai anak yang pertama. Pasangan yang usianya sekarang 45-49 tahun rata-rata menikah pada usia 17,9 tahun. Tetapi pasangan yang usianya 25-29 tahun rata-rata menikah pada usia 20,2 tahun. Bahkan mereka yang tidak pernah bersekolah yang berusia 45-49 tahun rata-rata menikah pada usia 16,9 tahun, generasi muda usia 25-29 tahun menikah pada rata-rata usia 17,7 tahun.
Program KB juga ditunjang dengan sarana dan prasarana dasar kesehatan di Provinsi Banten yang terus mengalami peningkatan dalam jumlah, mulai dari rumah sakit, Puskesmas, Posyandu, apotik, poliklinik, dokter praktek, bidan praktek dan lain sebagainya. Rata-rata setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Banten memiliki 4 Rumah Sakit. Angka ini termasuk memadai jika dibandingkan dengan rata-rata daerah lain yang hanya memiliki 1-2 rumah sakit untuk satu kabupaten/kota.Begitu juga untuk Puskesmas/ Puskesmas Pembantu/Puskesmas Keliling jika dibandingkan dengan jumlah keluarga yang harus dilayaninya memiliki rasio 1 berbanding 3.648 artinya rata-rata satu Puskesmas di Provinsi Banten mampu melayani kurang lebih 3.648 Keluarga. Rasio bisa dikategorikan sedang, sebab jumlah keluarga sebanyak tersebut diperkirakan jumlah keluarga ideal untuk satu kecamatan. Artinya di Provinsi Banten diperkirakan rata-rata satu kecamatan memiliki satu sampai dua Puskesmas. Bahkan jika jumlah Puskesmas di atas ditambah dengan poliklinik dan balai pengobatan yang ada, maka rasio rata-rata satu Puskesmas dan balai tersebut memiliki kemampuan kapasitas layanan untuk 1.355 keluarga, angka ini bisa dikategorikan memadai.
Rendahnya partisipasi laki-laki untuk melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) merupakan permasalahan tersendiri. Berdasarkan data, 62 persen dari sekitar 45 juta pasangan usia subur yang ada, hanya 1,3 persen akseptor KB pria.
Salah satu
penyebabnya adalah masih kentalnya budaya partriarki di masyarakat yang terwujud dalam memposisikan perempuan (para istri) pada posisi subordinate (lebih rendah) dalam keluarga, yang mengkondisikan masalah KB hanya merupakan urusan kaum perempuan saja. Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk meningkatkan partisipasi pria dalam ber KB.
24
Laju Pertumbuhan Penduduk
Dari data di atas terlihat bahwa laju pertumbuhan penduduk mengalami kenaikan dari tahun 2009 ke tahun 2010. Laju pertumbuhan penduduk 2,19 % pada tahun 2009 meningkat menjadi 2,78 % pada tahun 2010 (peningkatannya mencapai 0,59 %).
Penyebab peningkatan laju pertumbuhan penduduk
di wilayah Provinsi Banten yang
terus mengalami penambahan adalah bersumber dari migrasi . Hal ini disebabkan karena sebagian wilayah daerah kabupaten/kota adalah wilayah penyangga Ibu Kota Negara dan wilayah Industri yang memiliki daya tarik bagi kaum urban.
Penduduk Provinsi Banten mayoritas berada di Kabupaten Tangerang dan Serang dengan persentase masing-masing 37,2 persen dan 19,0 persen. Sedangkan yang paling sedikit berada di Kota Cilegon. Akan tetapi, jika dilihat dari tingkat kepadatan, Kota Tangerang menempati urutan pertama dengan tingkat kepadatan penduduk 8.192 jiwa per km2. Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon menempati urutan berikutnya dengan tingkat kepadatan masing-masing 3.080 jiwa per km2 dan 1.958 jiwa per km2. Tingkat kepadatan penduduk Provinsi Banten 1.065 jiwa per km2. Pada tahun 2008 di Banten terdapat 2.289.839 rumah tangga. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi peningkatan 40.841 rumah tangga. Secara rata-rata setiap rumah tangga mempunyai 4,2 orang anggota. Kondisi ini sama dengan tahun sebelumnya.
25
3. Rekomendasi Kebijakan 1.
Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi seimbang diimbangi dengan peningkatan pengetahuan tentang pola hidup sehat dan menjaga kesehatan serta kebersihahan lingkungan.
2.
Pemberian layanan kesehatan yang terjangkau bagi penduduk tidak mampu dengan merekomendasikan obat generik, pengobatan dan pencegahan penyakit menular seperti TBC, cacar, dan lain-lain.
3.
Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan terutama dokter dan bidan, diperuntukkan bagi lokasi perdesaan dan wilayah terpencil
4.
Penyuluhan bagi kader Posyandu terutama tentang pertolongan pertama bagi ibu melahirkan
5.
Peningkatan angka partisipasi ber KB, bukan hanya untuk perempuan tetapi juga untuk laki-laki. Untuk keluarga yang tidak mampu harus disediakan layanan khusus dengan biaya terjangkau yang pelaksanaannya harus diawasi sehingga terhindar dari pungutan liar oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
6.
Menekan dan atau membatasi laju migrasi dari luar daerah Banten, terutama bagi pendatang yang tidak berbekal keahlian khusus, karena kelompok tersebut akan menjadi beban daerah, dan menyumbang angka pengangguran.
D. Penanggulangan Kemiskinan 1. Indikator
No 4
Agenda pembangunan Penanggulangan Kemiskinan
Tahun Indikator
Satuan
2009
2010
2011
Sumber Data
Keterangan
Persentase BPS penduduk &DinsosIndikator miskin % 7.46 7.02 6,32* naker Utama Tingkat BPS pengangguran &DinsosIndikator terbuka % 14.97 13.68 13,50* naker Utama *) Persentase penduduk miskin sampai Maret 2011 dan tingkat pengangguran terbuka sampai Februari 2011
26
2. Analisis Pencapaian Indikator Analisis Capaian 2010 Penduduk miskin Provinsi Banten; target 2010 adalah 10,08 %, capaian 2010 adalah 7,02 %
Target
kinerja
penurunan
penduduk miskin Provinsi Banten dalam RPJMN adalah 10,08 %
disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan
pada
ekonomi yang membuka lapangan kerja dan
tahun
berdasarkan
kesejahteraan petani meningkat .
data
dari
2010
hasil
dan
identifikasi
Biro Pusat Statistik
(BPS) Provinsi Banten, diketahui bahwa persentase penduduk miskin pada tahun 2010 mencapai 7,02 %. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pencapaian telah melebihi
3,06%
dari target yang telah ditentukan. Hal ini menunjukkan
bahwa
pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten telah membuka lapangan kerja yang mengakibatkan berkurangnya angka pengangguran . Tingkat pengangguran terbuka tercatat menurun dari 14,97% pada tahun 2009 menjadi 13,68% pada tahun 2010. Berkurangnya tingkat pengangguran pada gilirannya akan berimplikasi terhadap berkurangnya jumlah kemiskinan.
Tingkat pengangguran terbuka menurun dari 14,97% pada tahun 2009 menjadi 13,68% pada tahun 2010. Pelaksanaan program pembangunan telah berjalan dengan baik yang terdiri dari : bantuan dan perlindungan sosial berbasis keluarga seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Beras untuk Orang Miskin (Raskin), beasiswa
siswa
miskin;
pemberdayaan
masyarakat
seperti
Program
Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, , pedesaan dan perkotaan; peningkatan pendapatan masyrakat seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR); program murah untuk rakyat seperti listrik perdesaan, air bersih untuk rakyat dan sebagainya.
Provinsi Banten sebagai gerbang investasi dengan suasana yang kondusif investasi dapat mengundang investor yang banyak untuk
terhadap
masuk ke Provinsi Banten
sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan baru.
Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat dari 99,84 % pada tahun 2009 menjadi 103,71 % pada tahun 2010. Hal ini berkat upaya Provinsi Banten untuk meningkatkan produksi sektor pertanian dengan upaya mempertahankan sawah beririgasi teknis untuk sub sektor tanaman pangan dan memberdayakan petani dengan meningkatkan kualitas penyuluhan. Begitu pula program-program murah bagi rakyat seperti pemberian pupuk gratis bagi para petani ikut menunjang kesejahteraan para petani.
27
Analisis Capaian 2011 Penduduk miskin Provinsi Banten; target 2011 adalah 5,88 %, capaian s.d Maret 2011 adalah 6,32 %. Target 5,88% memungkinkan untuk dicapai dalam waktu sekitar 9 bulan ke depan
Target
kinerja
penurunan
penduduk miskin Provinsi Banten dalam
RPJMN
adalah 5,88 %
pada tahun 2011 dan berdasarkan hasil persentase penduduk miskin
dengan kerja keras, di antaranya dengan menjamin kecukupan dan kelayakan mutu pangan,
pada tahun 2010 mencapai 7,02 %. Menurut identifikasi data dari
layanan kesehatan, dan pendidikan.
BPS Provinsi
Banten, diketahui
bahwa persentase penduduk miskin hingga Maret 2011 mencapai 6,32 %. Kondisi tersebut menunjukkan target 5,88% memungkinkan untuk dicapai. Penurunan persentase penduduk miskin hingga Maret 2011 sebesar 0,84 % dari tahun sebelumnya.
Target 5,88% memungkinkan untuk dicapai dalam waktu sekitar 9 bulan ke depan dengan kerja keras, di antaranya menjamin kecukupan pangan dan diversifikasi pangan bagi RTM (Rumah Tangga Miskin). Kecukupan dan kelayakan mutu pangan berkaitan dengan naiknya daya beli, ketersediaan pangan yang merata, ketidaktergantungan terhadap beras dan diversifikasi pangan meningkat. Selain itu, adanya keluasan akses pada layanan kesehatan yang berdampak pada tingginya daya tahan mereka untuk bekerja dan mencari nafkah, kemampuan anak dari keluarga untuk tumbuh dan berkembang, dan tingginya derajat kesehatan ibu. Juga adanya keluasan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan formal dan non formal. Hal ini diatasi dengan rendahnya biaya pendidikan, meningkatnya jumlah dan mutu prasarana dan sarana pendidikan, meningkatnya jumlah dan guru bermutu di daerah dan komunitas miskin.
Hal lain untuk mengurangi kemiskinan menuju target 5,88% adalah meningkatnya modal, keterampilan, dan pengetahuan, sehingga masyarakat miskin memiliki banyak pilihan pekerjaan yang layak dan peluang yang luas untuk mengembangkan usaha. Adanya peningkatan capaian penurunan persentase penduduk miskin 7,02 % tahun 2010 menjadi 6,32 % pada Maret 2011, dimungkinkan sebagai akibat dari beberapa strategi
penanggulangan
kemiskinan
yang
dikoordinir
oleh
Tim
Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Daerah Provinsi Banten, di antaranya : perluasan kesempatan kerja , pemberdayaan kelembagaan masyarakat, peningkatan kapasitas, perlindungan sosial, dan penataan kemitraan global. Instrumen penangulangan kemiskinan yang terdiri dari 4 klaster terus dilanjutkan di Provinsi Banten, yaitu :
28
1.
Klaster I : Bantuan dan perlindungan sosial berbasis keluarga untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin : PKH (Program Keluarga Harapan), Jamkesmas, Raskin, Beasiswa Siswa Miskin, BLT.
2.
Klaster II : Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin : PNPM Mandiri
3.
Klaster III : Pemberdayaan usaha mikro untuk meningkatkan tabungan dan menjamin keberlanjutan berusaha pelaku UMK : KUR (Kredit Usaha Rakyat)
4.
Klaster IV : Program murah untuk rakyat, memberikan sesuatu dengan harga sangat murah karena sebagian dibantu pemerintah
: rumah sangat murah, kendaraan
angkutan umum murah, air bersih untuk rakyat, listrik murah dan hemat, peningkatan kehidupan nelayan, dan peningkatan kehidupan masyarakat terpinggirkan.
Adanya peningkatan capaian penurunan tingkat penganguran terbuka 13,68 % tahun 2010 menjadi 13,50 % pada Februari 2011, juga memberikan dampak pada penurunan kemiskinan. Ini dimungkinkan dengan adanya aktivitas perusahaan yang melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR), di antaranya dengan menyiapkan tenaga-tenaga terampil melalui kursus-kursus atau balai latihan kerja. CSR di Provinsi Banten yang sudah berkomitmen baru sebatas BUMN, sedangkan bagi industri secara umum masih tergantung dari inisiatif industri sendiri karena dasar hukum yang dirasakan masih lemah. Di Kota Cilegon sudah dibentuk Koordinator CSR untuk membantu penyaluran CSR bagi masyarakat termasuk pengurangan tingkat penganguran terbuka dan penanggulangan kemiskinan. 3. Rekomendasi Kebijakan 1. Kebijakan pemerintah untuk memberikan ijin investasi agar diberikan dengan lebih mudah bagi industri padat karya sehingga bisa memberikan kesempatan kerja lebih besar bagi masyarakat miskin. 2. Adanya kebijakan pembatasan arus urbanisasi ke Banten terutama yang belum memiliki kompetensi keahlian sehingga menganggur dan berimplikasi peningkatan angka kemiskinan. 3. Dibuat aturan kebijakan yang mengharuskan BUMN-BUMN dan swasta menjalin kemitraan strategis yang berkesinambungan dengan pemerintah Provinsi Banten melalui program PKBL (Program Kerja Bina Lingkungan) BUMN dan CSR. Bila diperlukan dibuatkan PERDA untuk CSR.
29
4. Melanjutkan
kembali
program-program
penanggulangan
kemiskinan
seperti
Jamkesmas, Raskin, BLT, Beasiswa siswa miskin, PNPM Mandiri, KUR, dan sebagainya sehingga masyarakat miskin terbantu dan termotivasi. E. Ketahanan Pangan 1. Indikator
No 5
Agenda pembangunan Ketahanan Pangan
*) Sampai Juni 2011
Tahun Indikator
Satuan
2009
2010
2011
PDRB Sektor Pertanian Nilai Tukar Petani (NTP)
Juta Rp
8101551,51
8481414,03
-
%
97,94
101,88
104,04*
Produksi padi
Ton
1.849.008
2.048.047
2.064.534
Jumlah Penyuluh
Orang
286
285
275
Sumber Data
Keterangan
Distanak & BPS
Indikator Utama
Distanak & BPS Distanak & BPS Distanak & BPS
Indikator Utama Indikator Utama Indikator Utama
2. Analisis Pencapaian Indikator PDRB Pertanian
Struktur perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari kontribusi masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB. Selain memperlihatkan sektor-sektor yang dominan dalam
30
perekonomian, melalui struktur ini juga dapat dilihat ke arah mana perubahan ekonomi yang terjadi di suatu daerah.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa PDRB sektor pertanian mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2009 ke tahun 2010 kenaikannya mencapai 4,69%.
Peningkatan peranan ini salah satunya sebagai dampak dari membaiknya pertumbuhan sub sektor tanaman pangan terutama
produksi padi Banten. Peran sektor pertanian
terhadap pembangunan wilayah dapat dilihat dari PDRB, melihat peran sektor pertanian terhadap perekonomian di Provinsi Banten dapat dilakukan dengan melihat : (1) Indeks total keterkaitan kedepan, (2) Indeks total keterkaitan kebelakang, (3) Indeks pendapatan masyarakat, dan (4) indeks tenaga kerja. Berdasarkan empat hal tersebut peran sektor pertanian terhadap perekonomian di
Provinsi Banten : (1) Total permintaan sektor
pertanian menduduki peringkat 4 setelah sektor industri kertas dan bahan-bahan dari kertas (2) Permintaan akhir subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan masih tergolong tinggi, hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut masih berorientasi untuk konsumsi langsung dibandingkan untuk digunakan sebagai input sektor lainnya. (3) sektor pertanian memberikan kontribusi yang baik dalam pembentukan nilai tambah sebesar 15,8% setelah sektor keuangan dan angkutan jalan.
Sektor pertanian yang
mempunyai keterkaitan langsung ke depan yang tinggi hanya subsektor tanaman bahan makanan , sedangkan subsektor perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan mempunyai keterkaitan langsung ke depan yang rendah. Sektor pertanian secara keseluruhan mempunyai keterkaitan ke belakang yang kuat (Setiawan Sariyoga, Nurmayulis, Aliudin, 2010).
Dalam rangka pencapaian target pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten selama periode 2007-2012, pembangunan ekonomi diorientasikan melalui pengembangan ekonomi lokal. Melalui pengembangan ekonomi lokal, kegiatan-kegiatan usaha yang akan diberdayakan dan dikembangkan setidaknya memenuhi ketentuan, yaitu : (1) dukungan ketersediaan sumberdaya alam lokal dan produk unggulan daerah yang dapat dimanfaatkan atau diolah; (2) penyerapan tenaga kerja lokal , khususnya masyarakat perdesaan dan masyarakat kurang mampu; serta (3) dukungan prasarana dan sarana dalam rangka pengelolaan dan pengembangan usaha.
Kebijakan diarahkan kepada penguatan struktur ekonomi berbasis agribisnis, prioritas pembangunan diarahkan pada : (1) pengembangan ekonomi lokal berbasis pertanian (tanaman
pangan),
perkebunan,
kehutanan,
peternakan,
perikanan,
kelautan,
31
kebudayaan, dan pariwisata; (2) penataan ulang struktur industri yang berdaya saing dengan prioritas penggunaan bahan baku lokal unggulan; (3) pengembangan kapasitas kelembagaan sosial-ekonomi berbasis masyarakat.
Untuk meningkatkan PDRB sektor pertanian telah dilaksanakan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan pembangunan pertanian yaitu (1) Penerapan teknologi pertanian, penyuluhan pertanian, peningkatan akses petani terhadap modal, serta perluasan lahan pertanian (ekstensifikasi)
(2) Pengembangan agribisnis dengan
berorientasi pada nilai tambah (3) Pengembangan produk unggulan (4) Perbaikan kelembagaan dan sistem tataniaga, serta peningkatan prasarana dan sarana transportasi sebagai jalan untuk usahatani (farm road) (5) Pengembangan investasi swasta di bidang perkebunan serta peningkatan produktivitas dan produksi perkebunan rakyat , serta didukung dengan perbaikan kelembagaan dan sistem tataniaga. (6) Pengembangan dan peningkatan produksi ternak.
Nilai Tukar Petani (NTP)
Nilai Tukar Petani (NTP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase), merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan petani. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani. Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan gabungan dari Nilai Tukar Petani pada sektor Tanaman
32
Pangan, Hortikultura, Tanaman Perkebunan Rakyat, Peternakan dan Perikanan. Apabila Nilai Tukar Petani di bawah Rp.100,00, dapat dikatakan petani kurang sejahtera, dan apabila Nilai Tukar Petani di atas Rp.100,00, dapat dikatakan petani sudah sejahtera.
Indeks Harga yang diterima Petani menunjukkan fluktuasi harga beragam komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Sedangkan indeks harga yang dibayar petani dapat dilihat pada fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian.
Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Provinsi Banten, NTP di Propinsi Banten secara resmi dipublikasikan tahun 2008. Sebelum tahun 2008 di Provinsi Banten belum ada data NTP secara resmi. Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa NTP dari tahun 2009 ke 2010 naik 3,94 dan NTP dari tahun 2010 ke 2011(sampai perode Juni) naik 2,16. Kenaikan NTP dari tahun 2008 hingga tahun 2011,
berkat upaya
Provinsi Banten untuk meningkatkan produksi sektor pertanian dengan upaya mempertahankan sawah beririgasi teknis untuk sub sektor tanaman pangan. Selain itu juga memberdayakan petani dengan meningkatkan kualitas penyuluhan di antaranya dengan menempatkan penyuluh di setiap UPTD untuk pengamatan dan peramalan hama dan pengamatan benih tanaman. Selain itu peningkatan pemberdayaan petani dilakukan dengan program penyuluh swadaya. Untuk sub sektor holtikultura upaya yang dilakukan adalah meningkatkan gerakan pertanian terpadu. Untuk wilayah Cilegon produk yang dikembangkan adalah melon dan di wilayah Serang adalah durian. Buah-buahan hasil produksi petani ini dipasarkan juga untuk mendukung pariwisata.
Program lain yang dikembangkan adalah meningkatkan produksi pangan pengganti (non padi), seperti jagung dan palawija lainnya. Selain itu digalakkan tanaman pendamping di suatu lahan untuk memenuhi kebutuhan petani sehari-hari. Pemerintah juga membuat terminal Agribisnis dan membuat sentral-sentral tanaman unggulan, seperti durian, melon dan tanaman hias. Propinsi Banten juga mengembangkan kawasan pertanian terpadu (Pertandu) di kecamatan Curug sebagai pilot proyek.
33
Produksi Padi
Target kinerja produksi padi Provinsi Banten dalam RPJMN adalah 2.048.047 ton pada tahun 2010 dan berdasarkan hasil identifikasi data dari Distanak dan BPS, diketahui bahwa
produksi padi pada tahun 2010 mencapai 2.048.047 ton .Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa target telah tercapai. Hal ini berkat upaya Provinsi Banten untuk meningkatkan produksi sektor pertanian dengan upaya mempertahankan sawah beririgasi teknis untuk sub sektor tanaman pangan dan memberdayakan petani dengan meningkatkan kualitas penyuluhan.
Pada tahun 2009 produksi padi di Provinsi Banten naik menjadi 1.849.008 ton. Pada tahun 2010 naik menjadi 2.048.047 ton (kenaikannya, 199.039 ton). Pada tahun 2011 produksi padi maningkat menjadi 2.064.534 ton ( peningkatanya adalah 16.487 ton). Produksi padi tersebut sebagian besar ditanam oleh petani dengan sistem monokultur pada lahan sawah, sebagian yang lain dihasilkan dilahan huma, tadah hujan baik dengan sistem monokultur, tumpang sari ataupun dengan sistem sorjan.
Provinsi Banten merupakan salah satu penyumbang produksi padi yang signifikan bagi pencapaian sasaran produksi nasional. Produksi padi di Provinsi Banten pada tahun 2010 meningkat tajam sebesar 10,76 persen. Peningkatan tersebut tercapai salah satunya berkat Gerakan Aksi Membangun Pertanian Rakyat Terpadu (Gempita Ratu) sehingga produksi padi telah mengalami peningkatan per tahun yang mengantarkan Provinsi Banten memperoleh peringkat 9 nasional dalam hal penyediaan lumbung padi nasional.
34
Berdasarkan prestasi tersebut Gubernur Provinsi Banten memperoleh penghargaan Satya Lencana Widya Karya.
Peningkatan produksi padi ini sangat dipengaruhi oleh peningkatan luas panen padi yang signifikan baik untuk padi sawah maupun padi ladang. Luas panen padi sawah tahun 2010 meningkat 35,23 ribu hektar atau naik 10,59 persen, sedangkan luas panen padi ladang meningkat 5,04 ribu hektar atau naik 15,11 persen dibandingkan luas panen tahun 2009.
Kenaikan luas panen yang sangat signifikan ini, sangat dipengaruhi oleh pengaruh curah hujan yang tinggi sepanjang tahun 2010. Fenomena La Nina menyebabkan cuaca bersifat ekstrim atau tidak seperti situasi tahun-tahun sebelumnya. Munculnya La Nina membuat kemarau tahun 2010 bersifat basah. Pada musim kemarau terjadi banyak hujan, hal ini menyebabkan banyak petani melakukan penanaman padi, terutama padi di lahan sawah.
Kondisi tahun 2010 ini berpengaruh terhadap pola tanam padi, sehingga terjadi pergeseran tanam atau tanam yang lebih cepat dari biasanya. Hal ini berimbas juga pada pola tanam di tahun 2011. Kondisi ini terlihat dari luas tanam akhir bulan april tahun 2011 yang sangat besar sekali, yaitu mencapai 136,59 ribu hektar, jauh lebih tinggi dibandingkan tanam padi sawah bulan april di tahun-tahun sebelumnya. Pada grafik luas panen padi per sub round di bawah, terlihat luas panen sub round MeiAgustus 2011 memiliki pola yang jauh berbeda dengan sub round yang sama tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan penanaman padi pada sub round sebelumnya yaitu JanApril 2011 terutama di bulan April mencapai 136,59 ribu hektar, lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang berkisar 51 ribu - 96 ribu hektar yang diperkirakan akan dipanen pada sub round Mei-Agustus 2011.
Tahun 2011 produktivitas padi diperkirakan baru akan kembali normal pada sub round Mei-Agustus 2011, sedangkan produktivitas padi pada sub round Januari-April 2011 masih mengikuti musim kemarau tahun 2010 yang basah dengan curah hujan yang tinggi, walaupun bisa memacu untuk meningkatkan luas panen, juga akan meningkatkan serangan hama atau Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) karena kelembaban udara relatif lebih tinggi. Selain itu, tingginya curah hujan dapat menyebabkan proses fotosintesis pada tanaman menjadi kurang sempurna. Hal ini terbukti pada produktivitas padi pada subround Mei-Agustus 2010 hanya mencapai 50,73 kuintal per hektar, subround September-Desember 2010 hanya 48,41 kuintal per hektar dan subround
35
Januari-April 2011 hanya 47,93 kuintal per hektar, terendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Selain
hal
tersebut
di
atas,
prediksi
kenaikan
produksi
padi
tahun
2011
mempertimbangkan juga adanya antisipasi (preparedness) terhadap kondisi kekeringan yang sedang dan akan terjadi yang sudah dilakukan oleh Dinas terkait (Distanak dan PU pengairan), terutama dengan adanya perbaikan irigasi dan program pompanisasi sehingga jika kekeringan terjadi, dampaknya tidak terlalu besar.
Peluang kenaikan produksi padi tahun 2011 memang berpotensi besar, disebabkan carry over dari tahun 2010 atau luas tanaman akhir Desember 2010 sangat besar yaitu mencapai 165.918 hektar, terbesar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang biasanya berkisar 100-150 ribu hektar.
Selain itu, jika kondisi cuaca ‘normal’ kembali pada subround Mei-Agustus 2011, diprediksi produktivitas padi, khususnya produktivitas padi sawah tidak akan lebih kecil dari tahun 2010. Kenaikan produktivitas juga kemungkinan bisa lebih meningkat seiring dengan banyaknya program peningkatan produktivitas padi baik padi sawah dan padi ladang yang dialokasikan cukup besar di tahun 2011 oleh instansi terkait. Bantuan benih unggul melalui Sekolah Lapang Pertanian Tanaman Terpadu (SLPTT), CBN (Cadangan Benih Nasional) maupun BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul), diprediksi dapat meningkatkan produktivitas padi di tahun 2011.
Besarnya curah hujan setelah periode panen raya (Maret-April) memacu petani menanam padi, dengan sendirinya luas tanam akhir bulan april menjadi sangat tinggi. Luas tanam akhir april 2011 untuk padi sawah mencapai 136,59 ribu hektar, terbesar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tingginya luas tanam akhir april ini, akan menjadi ‘modal’ bagi panen di bulan Mei-Agustus 2011. Tentu saja dengan harapan tidak terjadinya puso akibat kekeringan atau akibat gangguan OPT.
Selain
hal
tersebut
di
atas,
prediksi
kenaikan
produksi
padi
tahun
2011
mempertimbangkan juga adanya antisipasi (preparedness) terhadap kondisi kekeringan yang sedang dan akan terjadi yang sudah dilakukan oleh Dinas terkait (Distanak dan PU pengairan), terutama dengan adanya perbaikan irigasi dan program pompanisasi sehingga jika kekeringan terjadi, dampaknya tidak terlalu besar.
36
Selain
hal
tersebut
di
atas,
prediksi
kenaikan
produksi
padi
tahun
2011
mempertimbangkan juga adanya antisipasi (preparedness) terhadap kondisi kekeringan yang sedang dan akan terjadi yang sudah dilakukan oleh Dinas terkait (Distanak dan PU pengairan), terutama dengan adanya perbaikan irigasi dan program pompanisasi sehingga jika kekeringan terjadi, dampaknya tidak terlalu besar.
Jumlah Penyuluh
Jumlah penyuluh pada tahun 2009 sebanyak 286 orang, pada tahun 2010 menurun menjadi 285 orang, pada tahun 2011 menurun kembali menjadi 275 orang.
Faktor
penyebab penurunan jumlah penyuluh yaitu karena pensiun, rekrutmen tenaga penyuluh yang rendah. Jumlah penyuluh yang tersedia masih lebih rendah dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan. Hal ini merupakan ancaman terhadap pembangunan pertanian di Provinsi Banten.
Upaya yang sudah dilakukan adalah rekrutmen tenaga penyuluh
harian lepas (THL). Untuk menunjang kinerja penyuluhan di setiap UPTD terdapat tenaga pengamatan dan peramalan hama, pengamat benih tanam, dan penyuluh swadaya.
3.
Rekomendasi Kebijakan 1. Untuk mempertahankan atau meningkatkan PDRB sektor pertanian diperlukan kebijakan dalam tata ruang pembangunan, sehingga alih fungsi lahan pertanian produktif dapat dicegah. 2. Diperlukan peningkatan dan
perbaikan irigasi bagi sektor pertanian, sehingga
petani dapat meningkatkan produksi melalui peningkatan IP.
37
3. Meningkatkan
pelibatan swasta baik
dalam anggaran (modal) maupun
pengembangan investasi dalam sektor pertanian 4. Peningkatan kinerja penyuluhan melalui rekrutmen, pendidikan, pelatihan yang relevan dengan kebutuhan petani dan pemberdayaan petani. 5. Meningkatkan peran lembaga keuangan dan koperasi dalam menyediakan kredit yang mudah (tanpa birokrasi yang berbelit) dengan bunga yang ringan.
F. Infrastruktur 1. Indikator
No 6
Agenda pemban gunan Infrastru ktur
Indikator Panjang jalan nasional berdasarkan dalam kondisi:
Satuan
2009
2010
2011
Sumber Data
Keterangan
Km
110,92
176,56
204,70
Dinas Bina Marga dan Tata Ruang& Dept PU
Indikator Utama
Km
294,98
228,93
259,49
Dinas Bina Marga dan Tata Ruang& Dept PU
Indikator Utama
Dinas Bina Marga dan Tata Ruang& Dept PU
Indikator Utama
Dinas Sumber daya Air dan Permukiman
Indikator Utama
Biro Hukum
Indikator Utama
Biro Hukum
Indikator Pendukung
§ Baik
§ Sedang
Km
84,50
71,0
12,3
§ Buruk Dana Pembangunan Rumah Sederhana/Provinsi Perda RTRW Provinsi Persentase kab/kota yang telah mensahkan Perda RTRW
Milyar
-
2
5,6
Unit
3
3
3
%
0
0
37.5
38
2. Analisis Pencapaian Indikator Panjang jalan nasional berdasarkan baik, sedang, dan buruk
Jalan merupakan sarana ekonomi yang sangat penting dalam menghubungkan antar wilayah, baik untuk transportasi maupun untuk mengangkut hasil-hasil produksi. Dalam upaya memperlancar hal tersebut pemerintah Provinsi Banten dalam pembangunan ekonomi kawasan mengkaitkan antar kawasan lingkup Provinsi Banten, dan antara Provinsi Banten dengan provinsi di sekitarnya seperti Lampung, DKI Jakarta dan Jawa Barat, sehingga model penataan ruang/kawasan di wilayah Provinsi Banten dan wilayah perbatasan di bagian Barat, Utara dan Timur seirama dengan provinsi–provinsi tersebut terutama untuk menangkap manfaat potensi lokal dalam perkembangan ekonomi jalur Pantura dan jalur Selat Sunda maupun dalam konstelasi regional dan global. Hal tersebut ditempuh melalui peningkatan ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana ekonomi kawasan serta peningkatan sinergisitas kawasan, yang mendukung upaya–upaya pengembangan ekonomi masyarakat di kawasan yang berakibat pada peningkatan kesejahteraan. Upaya – upaya tersebut meliputi: (1) Pembangunan jalan dan jembatan; (2) Peningkatan ketersediaan dan pelayanan sarana dan prasarana trasnportasi darat, laut dan udara serta sarana telekomunikasi; (3) Penyediaan fasilitas prasarana ekonomi di perdesaan seperti pasar dan terminal; (4) Peningkatan ketersediaan sarana listrik dan energi; (5) Peningkatan sarana dan prasarana sumberdaya air untuk mendukung produktivitas ekonomi; (6) Peningkatan kualitas sarana dan prasarana pemukiman yang bersih dan sehat.
39
Berbagai upaya untuk membangunan sarana dan prasarana ekonomi kawasan difokuskan pada wilayah-wilayah kerja pembangunan sesuai dengan potensi ekonomi kawasan tersebut dan produk unggulannya dengan memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi kawasan yang berbeda, yaitu kawasan cepat tumbuh, kawasan tertinggal (kantong-kantong kemiskinan dan daerah terpencil), kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, kawasan perbatasan dan kawasan strategis. Dengan pembangunan sarana dan prasarana di kawasan tersebut diharapkan akan terjadi integrasi ekonomi yang saling menguntungkan, saling menarik dan mendorong.
Sasaran Agenda dan Prioritas dalam Pengembangan Wilayah dan Kawasan Tahun 2010 adalah : 1. Meningkatnya aksesibilitas orang, barang dan jasa di dalam dan antar pusat - pusat pertumbuhan wilayah melalui peningkatan ketersediaan dan kualitas prasarana dan sarana dasar wilayah jalan dengan kondisi jalan mantap sebanyak 85 % (pada status jalan Nasional dan Provinsi). Selain itu adalah bertambahnya status jalan provinsi dengan menaikan status jalan sesuai arahan pengembangan jalan – jalan strategis yang mendukung ekonomi wilayah; 2. Meningkatnya Sarana - Prasana Pendukung Fungsi Kawasan Pusat – Pusat Pertumbuhan, melalui Terbangunnya Layanan Dasar Terminal Agribisnis, Pembangunan dan Penataan Fasilitas Lingkungan di Kawasan, dan Pembangunan untuk Fasilitas Perumahan, khususnya di kawasan siap bangun Kota Kekerabatan Maja perbatasan Serang, Tangerang dan Lebak;
Provinsi Banten dapat dikatakan sebagai provinsi yang memiliki matra transportasi yang lengkap seperti transportasi darat, laut dan udara. Adanya matra darat ditandai dengan adanya jalur jaringan kereta api yang menghubungkan Jakarta-Serpong-Rangkas BitungMerak. Matra laut ditandai adanya Pelabuhan Merak yang berperan ganda yang selain sebagai penunjang kegiatan sektor industri, juga sebagai penyeberangan dari pulau Jawa menuju Sumatera. Begitu juga Pelabuhan Ciwandan yang dikelola PT Pelindo II dan 19 buah pelabuhan lain yang terdiri dari pelabuhan khusus, pelabuhan penyeberangan dan pelabuhan perikanan, termasuk dermaga khusus di daerah Anyer sebanyak 5 buah. Banten memiliki matra udara sebagai penunjang sistem transportasinya yaitu Bandara Soekarno-Hatta yang merupakan bandara internasional terbesar dan tersibuk di Indonesia yang telah menjadikan Banten sebagai pintu gerbang dunia untuk setiap kegiatan usaha.
Namun dalam perkembangannya, matra yang paling banyak digunakan dalam menunjang transportasi dari dan ke Provinsi Banten yang menjadi penghubung antar daerah di Provinsi Banten hanyalah transportasi darat karena merupakan matra yang paling mudah dan dapat digunakan oleh semua kalangan dengan berbagai keperluan dan kebutuhan.
40
Oleh karena itu tingkat pelayanan prasarana jalan menjadi sangat vital kedudukannya karena menjadi salah satu barometer yang menentukan keberhasilan pertumbuhan dan pembangunan di Provinsi Banten. Sebagai sarana transportasi, jalan merupakan unsur penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan.
Untuk melayani pergerakan barang dan penumpang secara umum sistem jaringan jalan Provinsi Banten menggunakan pola cincin yang melingkar dari wilayah Utara sampai ke wilayah Selatan yang dihubungkan secara radial dengan jaringan jalan vertikal UtaraSelatan dan secara horizontal Timur-Barat. Konsep jaringan “ring-radial” dimaksudkan agar pergerakan penumpang dan barang dari pesisir menuju ke pusat kegiatan nasional, wilayah maupun lokal yang ada pada bagian tengah wilayah dapat dicapai dengan mudah.
Pada saat ini jaringan jalan cincin bagian Barat dan Selatan sudah ditingkatkan statusnya menjadi jalan nasional. Sementara pada bagian Utara masih berstatus sebagai jalan provinsi. Jalan horizontal Timur-Barat dilayani oleh jalan Nasional serta jalan Tol dengan panjang lebih dari 90 Km, sedangkan jalan vertikal Utara-Selatan dilayani dengan jalan provinsi dan jalan kabupaten melayani akses ketiga jalan itu.
Panjang jalan nasional di Provinsi Banten sampai bulan Agustus 2011 sepanjang 476,49 Km. Panjang ini tidak mengalami perubahan dari tahun
2010. Tren kondisi jalan yang
dalam keadaan baik meningkat lebih dari 50 persen pada tahun 2010 dari 110,92 Km menjadi 176,56 Km, seadangkan pada tahun 2011 lebih baik menjadi 204,70 Km. Untuk jalan dalam kondisi sedang pada tahun 2010 menurun dibandingkan dengan tahun 2009 dari
294,98 Km menjadi 228,93 Km, namun pada tahun 2011 kondisi jalan dalam
keadaan sedang meningkat menjadi 259,49 Km. Untuk jalan nasional dalam kondisi buruk (rusak) trennya juga menurun dari 84,50 Km pada tahun 2009 menjadi 71 Km pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 jalan dalam kondisi buruk (rusak) menurun drastis tinggal 12,30 Km. Faktor utama penyebab kerusakan jalan adalah
pengendalian
pelaksanaan pembangunan konstruksi jalan yang belum optimal, pembebanan yang berlebih (excessive over loading), bencana alam seperti longsor dan banjir serta terbatasnya anggaran untuk menjaga (pemeliharaan) umur teknis jalan yang sebagian besar memang telah melampaui batas optimalnya. Diharapkan
pihak tertentu
melaksanakan pengawasan yang ketat terhadap kendaraan bermuatan lebih terutama angkutan pasir. Sebab, faktor utama penyebab kerusakan jalan itu kendaraan yang membawa muatan melebihi kekuatan jalan.
41
Pada tahun 2011 pemerintah Provinsi Banten telah menyiapkan dana anggaran untuk pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur jalan yang rusak sekitar Rp734 miliar, anggaran tersebut bersumber dari APBN dan APBD Provinsi Banten dan mentargetkan semua jalan rusak, baik jalan nasional maupun jalan provinsi selesai diperbaiki pada Oktober dan November 2011. Perbaikan jalan nasional pada awal Maret 2011 sudah dimulai, yaitu jalur Cilegon-Pasauran sepanjang 15 Km.
Perbaikan dan pemeliharaan jalan nasional di Banten telah dibagi dalam tiga satuan kerja (satker) dengan wilayah masing-masing, seperti perbaikan ruas jalan Tangerang – Serang - Merak sepanjang 104 Km dianggarkan Rp132 miliar, kemudian ruas Serang Pandeglang - Saketi - Rangkasbitung sepanjang sekitar 60 kilometer sekitar Rp39,3 miliar. Sehingga total anggaran untuk perbaikan jalan yang ditangani satker tersebut mencapai Rp177 miliar. Satker dua meliputi perbaikan jalan Seradang - Bojonegara Merak sepanjang sekitar 34 kilometer dengan total anggaran Rp108 miliar dan perbaikan ruas jalan Cilegon. Pasauran- Saketi- Cibaliung sepanjang 30 kilometer dengan anggaran sekitar Rp90 miliar. Sedangkan perbaikan jalan lainnya yang ditangani satker tiga meliputi ruas Cibaliung - Bayah- Cibareno sepanjang sekitar 100 kilometer dengan anggaran yang dialokasikan sekitar Rp26,2 miliar serta pemeliharaan jalan ruas Rangkasbitung. Cigelung- Cipanas sepanjang 35 km dengan anggaran hanya Rp2,2 miliar.Adapun perbaikan jalan yang dianggarkan dari APBD Provinsi Banten sebesar Rp313 miliar, meliputi perbaikan dengan sistem pengecoran serta pemeliharaan sebanyak 29 ruas jalan pada delapan wilayah kabupaten/kota di Banten, dari total panjang jalan provinsi sekitar 770 Km.
Meningkatnya jumlah kendaraan baik roda dua maupun roda empat sebagai akibat kebijakan pemberian kredit yang memperkecil uang muka pembelian kendaraan ataupun memperpanjang waktu pembayaran kredit. Hal ini di satu sisi mampu menggenjot PAD karena pajak kendaraan bermotor merupakan penyumbang terbesar PAD Provinsi Banten karena Pemerintah Daerah belum mampu mencari sumber-sumber pendapan lainnya. PAD dari pajak kendaraan bermotor ini dialokasikan untuk pendanaan lain sehingga dana yang seharusnya dari pajak kendaraan bermotor dikembalikan untuk meningkatkan ruas jalan dan memperbaiki jalan tidak dapat direalisasikan. Namun di sisi lainnya tidak sesuainya jaringan jalan dengan volume kendaraan atau jaringan jalan yang tidak mampu mengejar pertumbuhan kendaraan mengakibatkan terjadinya banyak kemacetan di beberapa kawasan yang padat lalu lintas dan ini tentunya sangat mengganggu
42
kenyamanan pemakai jalan. Dalam upaya mengurangi kemacetan karena semakin meningkatnya volume kendaraan, Dinas Bina Marga telah melakukan sosialisasi rencana Road Fund yaitu pembangunan jalan tidak bergantung kepada APBD. Kendala yang dihadapi dalam memperluas ruas jalan adalah masalah pembebasan lahan milik masyarakat terutama menyangkut masalah harga. Hal ini disebabkan masih adanya kerancuan Regulasi lahan yaitu Peraturan Presiden No 64 tahun 2007 yang menyatakan “ Pengadaan lahan untuk kepentingan umum didasarkan kepada NJOP atau nilai pasar atau harga permintaan, sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda-beda dalam menentukan harga pembebasan lahan. Jumlah Pembangunan Rumah Sederhana
Umumnya, rumah tangga di Banten yang jumlahnya 2,38 juta menempati bangunan rumah milik sendiri yaitu dengan persentase sebesar 74,35 persen. Di samping itu, ada juga rumah tangga yang menempati bangunan dengan status sewa/kontrak. Persentase rumah tangga ini mencapai 15,07 persen. Sementara yang menempati bangunan lainnya (bebas sewa, dinas, rumah famili, orang tua) mencapai 10,57 persen.
Bila dibandingkan dengan tahun 2008, terlihat bahwa rumahtangga yang menempati bangunan dengan status sewa / kontrak mengalami peningkatan, yang mengindikasikan bahwa populasi di wilayah padat industri sepertinya mengalami peningkatan lebih besar dibandingkan daerah lainnya. Berdasarkan data Susenas 2009, mayoritas rumah tangga di Banten menempati bangunan dengan luas lantai 50-99 m2. Persentase mereka mencapai 42,66 persen, turun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang
43
besarnya 47,45 persen. Urutan selanjutnya adalah rumah tangga yang menempati luas lantai bangunan 20-49 m2 dengan persentase 33,81 persen. Ada juga rumah tangga dengan rumah yang luas lantainya kurang dari 20 m2. Persentase rumah tangga ini mencapai 8,61 persen. Sedangkan rumah tangga dengan luas lantai bangunan 100 m2 lebih mencapai 14,92 persen, sedikit menurun bila dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 15,33 persen. Rumah tangga yang menggunakan air dalam kemasan sebagai sumber air minum utama mengalami peningkatan sebesar 25,81 persen pada tahun 2008 menjadi 26,86 persen. Hal ini seiring dengan semakin banyaknya jumlah outlet air minum kemasan. Sementara itu, mayoritas rumah tangga di Banten masih memanfaatkan sumber air minum pompa untuk memenuhi kebutuhan air minum, yaitu sebesar 32,23 persen.
Tempat tinggal yang sehat dan layak merupakan kebutuhan yang masih sulit dijangkau oleh masyarakat miskin. Dalam berbagai diskusi dengan masyarakat, kondisi perumahan merupakan ciri utama yang paling sering dipakai dalam mengenali penduduk miskin, dan gejala ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam pemenuhan hak atas permukiman yang layak. Secara umum, masalah utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya akses terhadap perumahan yang sehat dan layak, rendahnya mutu lingkungan permukiman dan lemahnya perlindungan atas pemilikan perumahan.
Gambaran atas rendahnya akses atas layanan perumahan bagi RTM biasanya dapat terlihat dari kondisi perumahan RTM seperti kondisi lantai, sanitasi dan sumber air bersih. Sampai tahun 2009, jumlah RTM yang memiliki lantai tidak layak sebesar 460.004 RTM atau 72,13% dari jumlah RTM, sanitasi buruk sebesar 561.213 atau 88% dan terbatas sumber air bersih bagi RTM sebesar 485.577 atau sebesar 76.14%. Masalah perumahan yang dihadapi oleh masyarakat miskin di perkotaan berbeda dengan masyarakat miskin yang berada di perdesaan. Di perkotaan, keluarga miskin sebagian besar tinggal di perkampungan yang berada di balik gedung-gedung, sering dijumpai tinggal di pinggiran rel, di bawah jembatan tol dan di atas tanah yang ditelantarkan. Mereka sering tidak mempunyai kartu tanda penduduk (KTP) dan dianggap sebagai penyandang masalah sosial yang setiap saat bisa digusur dan dipindahkan karena menempati tanah yang bermasalah. Dalam hal ini, tidak terpenuhinya hak atas permukiman cenderung membatasi akses mereka untuk mendapat pelayanan umum lainnya, seperti akses kredit atau pekerjaan formal yang memerlukan bukti kepemilikan KTP. Kondisi permukiman mereka juga seringkali tidak dilengkapi dengan lingkungan permukiman yang memadai. Masalah ini terjadi di Kota – Kota (Kota Tangerang, Serang dan Cilegon). Untuk
44
mendapatkan tempat bermukim yang sehat dan layak, mereka tidak mampu membayar biaya awal untuk mendapatkan perumahan sangat sederhana dengan harga murah. Perumahan yang diperuntukkan bagi golongan berpenghasilan rendah terletak jauh dari pusat kota tempat mereka bekerja sehingga beban biaya transportasi akan mengurangi kemampuan mereka untuk menenuhi kebutuhan hidup lain yang lebih mendesak. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering juga mengeluhkan kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Kesulitan perumahan dan permukiman masyarakat miskin di daerah perdesaan umumnya disiasati dengan menumpang pada anggota keluarga lainnya. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas sanitasi yang kurang memadai. Hal ini terjadi pada masyarakat perkebunan yang tinggal di dataran tinggi seperti perkebunan teh di Jawa. Mereka jauh dan terisiolasi dari masyarakat umum. Sementara itu, bagi penduduk lokal yang tinggal di pedalaman hutan, masalah perumahan dan permukiman tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari masalah keutuhan ekosistem dan budaya setempat. Pada tahun 2010 kegiatan fasilitasi stimulasi pembangunan perumahan masyarakat kurang mampu sekitar Rp 2 Milyar yang pembangunannya dilakukan di Kecamatan Panimbang Kabupaten Pandeglang, Kecamatan Kasemen Kota Serang. Pada tahun 2011 alokasi anggaran meningkat tajam menjadi rp 5,6 Milyar dengan pembangunan perumahan sederhana di Kecamatan Malingping Kabupaten Lebak, Kecamatan Panimbang Kabupaten Pandeglang, Kecamatan Waringin Kurung Kabupaten Serang, Kecamatan Kronjo Kabupaten Tangerang, Kecamatan Cilegon Kota Cilegon, Kecamatan Kasemen Kota Serang, Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang, dan Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan
45
Perda RT/RW Provinsi
Dalam rangka mengarahkan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah maka diterbitkan Perda No. 36 Tahun 2002 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten
2002-2017.
Kemudian
dalam
perkembangannya,
perubahan
rencana
pemanfaatan ruang di Provinsi Banten perlu diselaraskan antara lain dengan rencana penetapan RTRW Pulau Jawa dan revisi UU No. 24 Tahun 1992, rencana penataan ruang kawasan Megapolitan Jabodetabekjur, pembangunan Pelabuhan Bojonegara sebagai Internasional Hub Port, rencana Kawasan Bojonegara dan lingkar pantai utara yang dikembangkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), rencana pembangunan 3 (tiga) PLTU Batubara (pengembangan PLTU Suralaya, PLTU Teluk Naga dan PLTU Labuan)
Untuk menyelaraskan dan mensinergikan penataan ruang daerah melalui pemanfaatan ruang secara optimal, serasi, dan berkesinambungan, telah dibentuk wadah koordinasi secara terpadu dalam melaksanakan penataan ruang di Provinsi Banten sebagaimana mempedomani Kepmendagri 147 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah, telah dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi Banten yang ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Nomor : 650/Kep.157Huk/2005,
dengan
tugas
pokok
untuk
merumuskan,
mengkoordinasikan,
mengintegrasikan dan menyelaraskan, serta melaksanakan supervisi, merekomendasikan dan kegiatan pengawasan terhadap penyelenggaraan penataan ruang di daerah. Dalam pelaksanaannya, peran BKPRD dirasakan masih belum memberikan dampak secara siginfikan dalam pengendalian perubahan pemanfaatan ruang yang berkembang secara
46
pesat sebagaimana telah ditetapkan dalam RTRWP, yang hal ini disebabkan tidak diacunya RTRWP sebagai arahan kebijakan spasial bagi rencana sektoral maupun daerah.
Mekanisme
dalam
penertiban
izin
terhadap
rencana
usaha/kegiatan
pembangunan yang berdampak besar dan penting, menimbulkan konflik dalam pemanfaatan ruang, bahkan berpengaruh terhadap kebijakan tata ruang provinsi belum dikoordinasikan dengan BKPRD.
Pada dasarnya seluruh kabupaten/kota mempunyai Perda RT/RW, namun belum sesuai dengan ketentuan yang terbaru. Sampai tahun 2011 kabupaten/kota yang sudah mempunyai RT/RW adalah 3 kab/kota yaitu Kota Serang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon sedangkan Kabupaten Lebak sampai saat ini dalam proses penyelesaian. Proses penyelesaian Perda ini masih memerlukan pembahasan yang matang antara pemerintah daerah dan DPRD. Sebenarnya setiap kabupaten/kota sudah mempunyai Perda RT/RW tetapi Perda ini harus disesuaikan dengan Perda Perda No. 36 Tahun 2002 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten 2002-2017.
Persentase Kabupaten/Kota yang telah mensahkan Perda RT/RW
Sampai tahun 2011 hanya 3 kabupaten/kota yang telah mensahkan Perda RT/RW atau 37,5 % dan satu kabupaten yaitu Lebak sedang dalam proses. Artinya dari tahun 2009 tidak ada penambahan kab/kota yang memiliki dan mensahkan Perda RT/RW. Dalam penyusunan dokumen rencana pembangunan yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa muatan yang terkandung di dalamnya selain harus mampu memberikan arah kebijakan pembangunan yang tepat dan fokus, sekaligus harus mampu memberikan inspirasi yang menantang tentang gambaran cita-cita yang akan dicapai di masa depan. Diperlukan keseimbangan diantara keduanya, karena sebuah rencana pembangunan akan
47
kehilangan geregetnya, kalau hanya mengambil indikator yang “aman-aman saja” sehingga gagal memberikan motivasi kepada pelaku pembangunan untuk bekerja lebih keras dalam mencapai target pembangunan. Sebaliknya di sisi lain sebuah rencana pembangunan dengan indikator yang bombastis, hanya akan menghasilkan angin surga tetapi tidak realistis untuk dicapai dan bisa menjadi bumerang dikemudian hari.
Ketika Provinsi Banten berdiri, iklim demokrasi dan kebebasan sudah dibuka lebar walaupun belum seutuhnya sehat. Peraturan perundang-undangan juga sudah banyak tersedia, sehingga banyak acuan dan pilihan untuk bisa mewujudkan manajeman pemerintahan yang baik. Walaupun ketinggalan start dibandingkan provinsi yang sudah lama terbentuk, tapi Provinsi Banten mempunyai keuntungan karena dapat mengambil best practice dari pengalaman provinsi lain. Dengan kondisi seperti ini, tidak salah kalau masyarakat Banten menuntut, agar tampilan Provinsi Banten di masa depan harus lebih baik dibandingkan dengan provinsi tetuanya. Untuk mewujudkannya diperlukan syarat mutlak, yaitu pelaku pembangunan di Provinsi Banten harus mampu merumuskan rencana pembangunan dengan tepat dan melaksanakannya dengan konsisten. 3. Rekomendasi Kebijakan 1. Agar Regulasi lahan tidak menimbulkan kerancuan, seharusnya harga pengadaan atau pembebasan lahan langsung menyebutkan salah satu acuan penetapan harga : Apakah harga NJOP, Nilai pasar atau harga permintaan 2. Dalam mengurai kemacetan jalan raya terutama di daerah yang padat volume kendaraan hendaknya pemerintah daerah sudah mulai memikirkan alternatif sarana transportasi yang memberikan solusi yaitu :Trans Serang, Trans Cilegon seperti kota-kota lainnya. 3. Pemerintah
memperbaiki,
menyediakan
sarana
dan
prasarana
yang
dapat
meningkatkan dan melancarkan kegiatan perekonomian serta mengalokasikan biaya pemeliharaan sarana tersebut dalam APBD 4. Pemerintah harus tegas terhadap kontraktor yang membangun sarana dan prasarana yang tidak sesuai standard. 5. Sarana transportasi Banten Selatan bisa diperbaiki sehinga distrbusi hasil produksi dapat dikirim ke daerah lain karena investor banyak yang sudah melirik Banten Selatan yang ditandai dengan banyak berdiri bank sebagi indikator semakin menggeliatnya perekonomian dengan pinjaman kredit dunia usaha/investor. 6. Dalam upaya merangsang investor agar lebih banyak masuk ke Provinsi Banten maka pemerintah hendaknya menyederhanakan perizinan, memberikan kepastian hukum,
48
menindak tegas oknum nakal yang melakukan pungutan liar serta menciptakan iklim yang kondusif bagi keamanan investor. 7. Pemerintah juga memfasilitasi permasalahan yang timbul akibat tuntutan masyarakat sekitar terhadap kontribusi perusahaan yang ada baik bagi perekonoman dan penyerapan tenaga kerja terutama adanya kesempatan bagi masyarakat lokal untuk berpartisipasi. 6. Pemerintah daerah berupaya bekerjasama dengan perusahaan melalui dana CSR dalam meningkatkan keterampilan melalui pelatihan dalam jangka panjang sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. G. Iklim Investasi dan Iklim Usaha 1. Indikator
No
7
Agenda pembangu nan
Iklim Investasi
dan Iklim Usaha
Sumber Data
Kete-rangan
Bank Indonesia
Indikator Utama
7.200,000 (Juli)
BKPMD
Indikator Utama
13.860,000
5.740,144 (juli)
BKPMD
Indikator Utama
28,25
39,45
45,43 (Juni)
Bank Indonesia
Indikator Pendukung
Rp Triliun
58,03
81,92
80,29 (juni)
Bank Indonesia
Indikator Pendukung
Rp Triliun
42,75
51,65
62,53 (Juni)
Bank Indonesia
Indikator Pendukung
Satuan
2009
2010
2011
%
53.75
53.90
55.23
Nilai Realisasi Investasi PMA
US$ Juta
1.467,536
5.850,000
Nilai Realisasi Investasi PMDN Jumlah alokasi kredit perbankan berdasar Bank Pelapor Jumlah alokasi kredit perbankan berdasarkan lokasi proyek
Rp Milyar
5.581,183
Rp Triliun
Indikator
Persentase kredit UMKM berdasarkan lokasi proyek
Jumlah tabungan masyarakat
49
2. Analisis Pencapaian Indikator Persentase Kredit UMKM
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memiliki
peran strategis dalam perekonomian di
Banten karena tersebar di berbagai sektor usaha, menyerap tenaga kerja yang banyak, dan memberi sumbangan bagi Produk Domestik Regional Bruto. Pembangunan ekonomi kerakyatan difokuskan pada pembinaan dan penyuluhan pertanian (petani dan nelayan) dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah serta koperasi (UMKMK) yang diharapkan dapat menampung sebagian besar tenaga kerja masyarakat Banten dengan memanfaatkan sumber utama pembangunan yaitu: kekayaan alam, sumberdaya manusia, dan teknologi; Persentase kredit UMKM yang diberikan Bank Indonesia tahun 2009 sebesar 53,75 %, hampir sama dengan tahun 2010 sebesar 53,90 %. Pada tahun 2011 persentase pemberian kredit UMKM meningkat sebesar 55,23 persen. Hal ini disebabkan Pemerintah Provinsi Banten melakukan terobosan dengan memudahkan akses permodalan bagi masyarakat, khususnya bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), baik untuk sektor perdagangan, jasa maupun pertanian. Hal ini dilakukan dengan harapan agar para UMKM di Provinsi Banten ke depan lebih meningkatkan kegiatan usaha dan produktivitasnya. Dengan adanya dorongan modal, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga kesejahteraannya juga makin membaik. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Banten pada 2010 naik sekitar 125,46 persen dibandingkan dengan periode tahun 2009. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat di Banten pada 2010 sangat baik karena berdasarkan data Kementrian Koperasi dan UMKM, total penyaluran kredit di Banten hingga akhir tahun 2010 mencapai Rp. 807,78 miliar dengan
50
total debitur sebanyak 59.994 debitur. Kenaikan penyaluran KUR di Banten sangat signifikan dibandingkan akhir tahun sebelumnya karena pada waktu itu penyaluran kredit hanya sebesar Rp 358,28 miliar dengan demikian tumbuh sebesar 125,46 persen. Penambahan
jumlah
debitur
yang
mencapai
22.883
debitur
diharapkan
bisa
dipertahankan dan bahkan ditingkatkan pada 2011 dan perkembangan dunia usaha di Banten khususnya UMKM semakin baik. Oleh karena itu, ke depan sosialisasi KUR kepada masyarakat oleh perbankan dan pemerintah perlu ditingkatkan.
Pimpinan Bank Indonesia Wilayah Serang meyakini peluang untuk terus mendorong kegiatan ekonomi bertumbuh lebih tinggi di Banten tetap terbuka lebar pada tahun 2011. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2011 akan mencapai kisaran 6,0 -6,5 persen, sementara pertumbuhan ekonomi Banten diperkirakan dapat mencapai 6,2-6,5 persen. Ia mengatakan, kualitas kredit yang disalurkan perbankan di Banten tetap dalam koridor yang aman. Rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) bank umum pada Nopember 2010 sebesar 3,08 persen yang berarti masih berada di bawah batas aman 5 persen. Risiko kredit pada sektor listrik, gas dan air, sektor pertanian dan sektor perdagangan cenderung meningkat.
Perkembangan penyaluran KUR per bank di Prov. Banten No.
Bank
Uraian
1
Bank Mandiri
2
Syariah Mandiri
3
BNI
4
Bank Bukopin
5
BRI
6
BRI Mikro
7
BTN
8
Bank Jabar Banten
9
Bank DKI
Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Juta Rp.) Debitur
TOTAL
2009
2010
6,803 24 2,508 21 21,312 90 17,455 50 87,563 658 156,968 35,727 65,673 541 358,282 37,111
34,326 593 7,636 52 54,072 266 18,435 53 157,442 1,047 275,918 56,216 177,427 861 82,528 906 807,784 59,994
2011 Juni 54,230 488 15,154 123 82,454 347 20,412 57 177,137 1,142 389,109 70,174 203,620 1,085 145,563 1,667 3,183 19 1,090,863 75,102
51
Posisi Pinjaman UMKM Rupiah dan Valuta Asing Bank Umum menurut Sektor Ekonomi Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten Rp (Milyar)
Provinsi BANTEN
Sektor Ekonomi
2009
2011 Mei
2010
Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
174
114
107
Pertambangan dan Penggalian
70
116
101
Industri Pengolahan
3,416
5,026
4,885
Listrik, Gas dan Air Bersih
39
56
57
Konstruksi
651
732
776
Perdagangan, Hotel dan Restoran
5,092
5,518
5,231
Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
225
306
340
1,737
1,775
1,760
Jasa-jasa
446
2,144
,697
Lain-lain
19,339
28,366
Jumlah
31,189
44,155
29,395 44,348
Nilai Realisai Investasi PMA
52
Provinsi Banten merupakan salah satu tujuan utama bagi para investor mancanegara maupun lokal untuk menanamkan modalnya. Posisi strategis Provinsi Banten yang merupakan gerbang barat Pulau Jawa (sebagai simpul rantai distribusi dari Pulau Sumatera menuju Pulau Jawa dan sebaliknya), berada dekat dengan perlintasan pelayaran internasional (Selat Sunda merupakan jalur ALKI yang menghubungkan antara Asia Barat dan sekitarnya dengan Asia Pasifik), serta berbatasan langsung dengan pusat pemasaran nasional yaitu DKI Jakarta. Pelabuhan Merak merupakan salah satu dari 6 (enam) pelabuhan di Pulau Jawa dengan volume dan nilai ekspor tertinggi. Selanjutnya pelabuhan-pelabuhan besar di Provinsi Banten merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) pelabuhan di tingkat nasional dengan volume angkutan tertinggi.
Realisasi
Investasi
PMA,
menjadi
determinan
penting
untuk
mengakselerasi
perekonomian lokal Banten. Keterbatasan modal investor domestik, membuat investasi asing sangat penting bagi perekonomian regional Banten. Realisasi Investasi PMA pada tahun 2009 hanya sebesar US$ 1.467.536 juta , meningkat hampir 500 persen pada tahun 2010 menjadi sebesar US$ 5,850,000 juta. Kinerja investasi cukup tinggi karena realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN), baik baru maupun perluasan hingga akhir 2010 mencapai sekitar Rp15,97 triliun. Jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari investasi sebesar itu mencapai 22 ribu orang tenaga kerja. Perkembangan investasi yang baik juga diindikasikan dari tren konsumsi semen maupun impor barang modal Banten yang meningkat. Peningkatan investasi asing ini sangat fantasitis pada tahun 2011 sebesar 795.454.545 Milyar.. Hal ini terjadi karena Provinsi Banten melalui Badan Kerjasama Penanaman Modal Daerah (BKPMD) telah melakukan kerja sama dengan sejumlah keduataan asing untuk mempromisikan peluangpeluang bisnis di Banten.
Promosi dilakukan seiring makin terciptanya iklim kondusif di Banten. Peluang investasi di Banten yang saat ini tersedia adalah rencana pembangunan Bojonegara menjadi pelabuhan internasional terkemuka di Indonesia pada 2017. Proyek itu akan mencakup pembangunan terminal peti kemas, terminal kapal roll on roll off (Roro), general cargo, dan proyek terkait lainnya. Banten berencana membangun terminal agri-bisnis, pelabuhan perikanan samudera terpadu di Cituis, Tangerang, pelabuhan perikanan di Binuangeun, Kabupaten Lebak, waduk Karian, jaringan jalan dan jaringan kereta api, jalan tol dan jalan lingkar di pesisir propinsi Banten. Sarana dan prasarana itu diperkirakan akan berjalan paralel dengan minat investor dari dalam maupun luar negeri untuk menanam modal di Banten.
53
Hal lain yang menjadi pemicu kenaikan yang sangat fantastis tersebut, karena Banten pada tahun 2011 dilirik kembali dan menjadi tujuan utama Investor asing yang tadinya sudah mengalihkan investasinya ke Cina dan Vietnam dan sekarang mereka kembali menanamkan modalnya di Banten. Hal ini terjadi karena faktor harga tenaga kerja di Cina sangat mahal sehingga memberatkan biaya produksi. Di Vietnam karena banyaknya perusahaan yang berdiri, tenaga kerja mempunyai banyak pilihan untuk bekerja sesuai dengan kompensasi yang mereka harapkan sehingga turnover sangat tinggi. Hal ini menyebabkan perusahaan dalam keadaan tidak stabil dan investor kembali melirik Banten sebagai lokasi investasi yang lebih berpotensi dan berpeluang memberikan keuntungan untuk berinvestasi.
Berdasarkan pengalaman empiris, rentang waktu yang dibutuhkan investor untuk merealisasikan proyek relatif lama berkisar tiga hingga empat tahun, hal ini perlu dicarikan solusi sebagai faktor penyebab agar realisasi operasi dan produksi menjadi lebih cepat. Diperlukan keseragaman dan keterpaduan dalam visi, misi, dan tindakan dari tingkat pusat hingga ke kabupaten dan kota agar iklim berinvestasi akan bertambah bergairah. Faktor lingkungan yang menjadi penghambat investasi multidimensi, yakni penegakan hukum, keamanan, birokratisasi dan regulasi, pertanahan, premanisme, dan infrastruktur segera perlu dicari solusinya. Niilai Realisasi Investasi PMDN
Provinsi Banten menduduki peringkat 5 besar dari tahun 2001-2010 dalam investasi, Hal ini dikarenakan Provinsi Banten memiliki berbagai keunggulan komparatif seperti letak
54
yang strategis, berada di lintasan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa, Infrastruktur yang lebih lengkap
dibandingkan dengan provinsi lain. Namun keunggulan komparatif ini
harus disinergikan dengan keunggulan kompetitif. Kendala yang dihadapi adalah infrastruktur jalan yang belum memadai . Jalan nasional relatif lebih bagus, namun ketika masuk jalan provinsi di kabupaten maupun kota banyak kerusakan. Begitu juga Pelabuhan Bojonegara belum terwujud selama 4 periode presiden.
Di sisi lain walaupun perkembangan industri sangat pesat namun kebutuhan air bersih untuk industri belum terpenuhi dan walaupun sudah ada rencana pembangunan Waduk Karian dan Sidagelan, namun hingga kini belum terwujud. Banten memiliki potensi luar biasa untuk energi karena Provinsi Banten memiliki pusat tenaga uap . Terminal gas juga sudah tersambung dari Sumatera ke Jawa Barat dan Banten terutama daerah Bojonegara. Peraturan Presiden no 27 tahun 2009 tentang pelayanan terpadu atau satu pintu sudah direspon oleh kabupaten /kota untuk mempercepat dan memperjelas tarif dan hukum dengan standard internasional. Namun dalam pelaksanaannya regulasi ini sering terkendala oleh otonomi daerah karena biasanya Perda berupaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sering kontradiktif dengan regulasi investasi sehingga di daerah selama ini regulasi Pemerintah Pusat hanya bersifat jargon dan belum diimplementasikan sepenuhnya. Kendala lain yang dihadapi investor antara laain masalah pembebasan tanah misalnya tanah yang sudah ditetapkan dengan Perda kemudian sering harganya menjadi mahal dan juga sering terjadi sengketa yang sangat menghambat pembangunan karena tanah sudah beralih tangan. Penetapan Upah Minimum Regional di Provinsi Banten relatif tinggi sehingga hal ini menyebabkan banyak perusahaan terutama yang padat karya mengalami kesulitan dalam mengalokasikan upah pekerja dan banyak terjadi ketidaksepahaman antara pekerja dan pihak manajemen perusahaan. Hal ini biasanya berujung pada terjadinya demo karyawan terhadap kebijakan pengupahan perusahaan yang akhirnya mengakibatkan perusahaan tutup dan mengalihkan investasinya ke negara lain. Namun demikian dalam tahun 2009 sudah ada beberapa perusahaan yang menginvestasikan modalnya ke Provinsi Banten seperti POSCO dan Mittal untuk membuka pabrik baja.
Pada tahun 2009 realisasi PMDN tercatat sebesar Rp 5.581.183 Milyar dan mengalami peningkatan dua kali lipat pada tahun 2010 menjadi Rp
13,860,000 Milyar. Realisasi
investasi ini merupakan realisasi penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing yang masih dalam tahap pembangunan dan tambahan investasi (Capital Expenditure) perusahaan yang telah memiliki izin usaha. Realisasi investasi proyek
55
penanaman modal pada triwulan keempat (Oktober – Desember) 2010 adalah sebesar Rp58,9 triliun yang terdiri dari realisasi investasi proyek PMDN sebesar Rp22 triliun dan PMA sebesar Rp36,9 triliun. Secara kumulatif realisasi investasi PMDN – PMA selama tahun 2010 (Januari – Desember) sebesar Rp208,5 triliun, apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2009 (sebesar Rp135,2 triliun) terdapat peningkatan sebesar 54,2%. Sedangkan apabila dibandingkan dengan target tahun 2010 (sebesar Rp160,1 triliun), maka capaian sampai dengan akhir Desember 2010 tersebut sudah melebihi target sebesar 30,2%.
Kegiatan investasi nasional selama tahun 2010 dan terutama tahun 2011 menunjukkan perkembangan peningkatan yang sangat baik. Penanaman modal dalam negeri memperlihatkan kenaikan dan juga sebaran investasi di luar Jawa juga meningkat signifikan dibanding dengan tahun 2009 dan 2010. Hal ini disebabkan oleh perbaikan iklim dan pelayanan investasi serta langkah-langkah kebijakan yang diambil. Pencapaian tersebut tentunya didukung pula oleh perbaikan pelayanan investasi di daerah dan semakin baiknya kondisi perusahaan dalam negeri. Dengan terus dilaakukannya perbaikan iklim investasi untuk mengurangi hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya, tentunya akan meningkatkan kontribusi investasi dalam perekonomian nasional. Tingginya realisasi investasi di Banten berkaitan dengan ekspansi dunia usaha di Banten dan nasional sebagai akibat memulihnya perekonomian global dan lebih menggembirakan algi karena sebagian besar modal yang ditanamkan di Banten, terutama ditanamkan pada industri yang berbasis ekspor.
Isu strategis di Provinsi Banten mengenai investasi adalah Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS). Direncanakan panjang Jembatan Selat Sunda 31 KM yang akan menghubungkan Provinsi Banten dengan Prov. Lampung dan direncanakan pembangunannnya akan dimulai tahun 2014. Proyek Jembatan Selat Sunda merupakan salah satu proyek yang akan dikerjakan dengan konsep public private partnership (PPP) yaitu kerjasama pemerintah dan swasta. Peminat pembangunan JSS semula masih terbatas di Indonesia, yaitu Artha Graha. Presiden telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur pembangunan Jembatan Selat Sunda. Pembangunan jembatan diperkirakan membutuhkan biaya investasi antara Rp 100 s/d 117 Triliun, yang dikerjakan selama 10 tahun. Bahkan menurut informasi terakhir biayanya membengkak menjadi Rp 170 Triliun. Saat ini sudah ada lima investor asing telah menyatakan berminat dengan proyek ini, yaitu dari Cina, Jepang, Timur Tengah, Korea, dan Perancis. Jika sudah beroperasi nanti, Pemerintah optimis kegiatan ekonomi masyarakat di kedua
56
provinsi itu akan lebih bergairah karena jembatan ini menghubungkan 80% produk domestik regional bruto (PDRB) Indonesia. Di 5mana 60% berasal dari Pulau Jawa dan 20% Pulau Sumatera. Jumlah Alokasi Kredit Perbankan
Meredanya krisis keuangan global diikuti dengan membaiknya perekonomian nasional . Masuknya kembali investor ke Indonesia dan juga ke Banten menggeliatkan dunia usaha di Provinsi Banten terutama industri alas kaki, logam, dan plastik. Tingginya upah tenaga kerja di Cina dan tidak stabilnya banyak perusahaan di Vietnam memberikan peluang berusaha di Banten. Meningkatnya investasi biasanya dibarengi dengan meningkatnya permintaan kredit oleh investor baik PMA maupun PMDN. Jumlah alokasi kredit perbankan menurut lokasi proyek pada tahun 2009 sebesar 58,03 Trilyun, meningkat hampir 50 persen pada tahun 2010 menjadi 81,92 Trilyun, dan posisi jumlah alokasi kredit perbankan meningkat menjadi 62,53 Trilyun. Kredit yang ditawarkan dilihat dari lokasi proyek yaitu kredit yang diberikan oleh bank baik yang berada di Banten maupun yang di luar Banten, dengan alasan di Banten banyak perusahaan berskala nasional di Banten yang kedudukan perusahaannya (kantor pusat) berada di Jakarta dan mendapatkan kredit di bank yang ada di Jakarta. Kredit bisa dilihat juga berdasarkan bank pelapor yaitu berdasarkan kinerja bank-bank yang berdomisili di Banten. Dalam hal ini kita melihat berdasarkan lokasi proyek/perusahaan.
Penyaluran kredit program di Provinsi Banten pada 2010 masih sangat rendah, disebabkan masih terdapat kendala klasik baik di sisi debitur, instansi pemerintah/dinas
57
teknis maupun perbankan. Dari sisi debitur adalah karena kurangnya informasi mengenai kredit program dan kesulitan pemenuhan persyaratan administrasi yang diminta perbankan untuk memperoleh kredit/pembiayaan.
Sementara dari sisi instansi pemerintah/dinas teknis adalah karena kurangnya sosialisasi mengenai kredit-kredit program kepada pelaku usaha, belum adanya sinergi yang positif dengan pihak perbankan, kurangnya pemahaman mengenai fungsi dalam penyaluran kredit program, dan Peran Pemerintah daerah belum optimal memberikan pendampingan kepada pelaku usaha serta kurangnya koordinasi antara pusat dan daerah.Kecilnya penyaluran kredit program oleh bank di Provinsi Banten adalah karena perbankan mengalami kesulitan memperoleh informasi mengenai calon debitur yang potensial untuk dibiayai, di mana database debitur potensial yang ada di Kabupten/Kota Provinsi Banten masih belum akurat dan terkini. Selain keterbatasan jaringan kantor bank, juga terdapat keterbatasan SDM atau "account officer" di bank yang memahami tentang kredit program dan
mampu
melakukan
pemantauan
serta
pendampingan
terhadap
debitur.
Permasalahan lain adalah tidak didelegasikannya pelaksanaan beberapa jenis kredit program oleh Kantor Pusat Bank kepada Kantor Cabang Bank di Provinsi Banten Jumlah Tabungan Masyarakat
Tren jumlah tabungan masyarakat dari tahun 2009 sampai tahun 2010 menunjukkan peningkatan dengan kenaikan 23 persen, sedangkan untuk tahun 2i011 meningkat memjadi 62,53 Trilyun (Juni 2011). Meningkatnya jumlah tabungan masyarakat di bank akan meningkatkan kemampuan bank dalam menyalurkan kredi. Dana pihak ketiga yang
58
dihimpung bank umum di Provinsi Banten pada triwulan I/2011 mengalami peningkatan, yang didorong oleh peningkatan yang signifikan pada seluruh komponen terutama komponen tabungan.
Dana yang dapat diserap masyarakat oleh bank umum di Banten pada triwulan I/2011 mencapai Rp54,39 triliun, naik 47,42 persen dibandingkan periode sama tahun 2010, atau meningkat 20,83 persen dibandingkan triwulan IV/2010. Dana yang dihimpun bank umum pada triwulan I/2011, untuk simpanan giro sebesar Rp10,79 triliun, simpanan dalam bentuk tabungan Rp17,7 triliun, dan simpanan dalam bentuk deposito mencapai Rp25,9 triliun. Akselerasi pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen tabungan dengan level pertumbuhan sebesar 41,49 persen (yoy) pada triwulan I 2011 dan pada triwulan sebelumnya hanya sebesar 10,15 persen (yoy). "Hingga saat ini, belum terjadi perubahan struktur penghimpunan dana masyarakat di Bank. Dalam hal ini, jenis simpanan deposito masih memegang pangsa tertinggi yaitu 52,05 persen terhadap total dana pihak ketiga pada triwulan laporan.
Dengan besaran nominal sebesar Rp25,90 triliun jenis simpanan deposito bertumbuh sebesar 47,62 persen pada periode laporan tertinggi dibandingkan seluruh komponen lainnya, walaupun peningkatan pertumbuhannya pada periode laporan tidak setinggi komponen tabungan. Kecendrungan masyarakat menyimpan uangnya dalam bentuk deposito, karena tingkat bunganya lebih tinggi dibandingkan dengan jenis simpanan lainnya seperti tabungan maupun giro. Namun, fleksibilitas giro untuk dijadikan alat pendukung pembayaran oleh para pelaku usaha mendorongnya tetap bertumbuh tinggi pada periode laporan. Jenis deposito berjangka tetap memegang porsi tertinggi terhadap deposito secara umum pada triwulan laporan. Ragam jangka waktu deposito berjangka yang cukup luas dari 1 bulan hingga lebih dari 36 bulan mendorong preferensi masyarakat pun meningkat terhadap komponen tersebut. Deposito berjangka lebih kecil atau satu bulan merupakan jenis deposito yang paling diminati masyarakat dengan kemudahan yang diberikan yaitu jangka waktu yang relatif pendek namun dengan suku bunga yang relatif lebih tinggi dibandingkan komponen tabungan. Mengenai kegiatan intermediasi bank umum, sedikit melambat pada triwulan I 2011 yang tercermin dari menurunnya rasio kredit terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio) dari sebesar 76,39 persen menjadi 73,17 persen pada periode laporan.
Kinerja penyaluran kredit oleh bank umum pada periode laporan sedikit melambat dengan level pertumbuhan sebesar 31,76 persen (yoy), sementara pada triwulan sebelumnya
59
mencapai pertumbuhan yang relatif tinggi sebesar 39,64 persen (yoy). Di sisi lain, penghimpunan simpanan/dana pihak ketiga justru meningkat relatif pesat hingga berada pada level 47,42 persen (yoy) dengan nominal Rp54,39 triliun. Kondisi tersebut memberi dampak pada penurunan kinerja intermediasi bank umum secara umum yang terlihat dari penurunan rasio kredit terhadap simpanan/Loan to Deposit Ratio (LDR) pada level 73,17 persen triwulan I 2011. Melambatnya kinerja bank umum juga terindikasi dari peningkatan risiko kredit yang ditunjukkan oleh peningkatan rasio kredit non lancar (Non Performing Loan) menjadi sebesar 3,29 persen walaupun masih di bawah ambang batas aman 5 persen. 3. Rekomendasi Kebijakan 1. Untuk meningkatkan investasi dan permodalan diharapkan agar Pemerintah Daerah mengurangi hambatan yang ada, yaitu dengan menyederhanakan prosedur perizinan, mengurangi tumpang tindih kebijakan, meningkatkan kepastian hukum dalam berusaha, menyehatkan iklim ketenagakerjaan, meningkatkan penyediaan infrastruktur 2. Menciptakan iklim investasi yang kondusif dan kemudahan pengurusan prosedur investasi dalam rangka menambah nilai investasi yang masuk ke Provinsi Banten; 3. Pemerintah daerah mampu meningkatkan fasilitasi terhadap akses keuangan bagi UMKM-K dan mendorong kinerja kelembagaan pendamping dalam pemasaran serta menumbuhkan kewirausahaan masyarakat untuk lebih mengembangkan potensi diri dalam pengelolaan sumber daya yang tersedia. 4. Pelaku pembangunan di Provinsi Banten harus mampu merumuskan rencana pembangunan dengan tepat dan melaksanakannya dengan konsisten. H. Energi 1. Indikator
No
Agenda pembangu nan
Indikator
Satuan
2009
2010
2011
8
Energi
Rasio Elektrifikasi
%
74,70
76,81
Belum ada
Sumber Data
-Kementrian ESDM - Distamben Banten
Keterangan
Indikator Utama
60
2. Analisis Pencapaian Indikator Rasio Elektrifikasi di Provinsi Banten; target 2010 sebesar 67,20 %, capaian 2010 sebesar 76,81 %. Listrik
Disebabkan oleh peningkatan Program Perdesaan
(Prolisdes)
dengan
pemasangan sambungan rumah secara gratis dan
pemasangan
sambungan
dari
(Pembangkit Listrik Tenaga Surya)
PLTS
Analisis Capaian 2010 Target
kinerja kenaikan Rasio
Elektrifikasi
di Provinsi
Banten
dalam RPJMN adalah 67,20 % pada
tahun
berdasarkan
dan
data dari Dinas
Pertambangan (Distamben)
2010
dan
Energi
Provinsi
Banten,
diketahui bahwa rasio elektrifikasi pada tahun 2010 mencapai 76,81 %. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pencapaian telah melebihi 9,61% dari target yang telah ditentukan. Pemerintah akan terus mengupayakan agar seluruh bangsa Indonesia dapat menikmati listrik atau rasio elektrifikasi 100 %. Peningkatan rasio elektrifikasi tersebut dilakukan melalui sambungan baru pelanggan PT. PLN (Persero) dan pemanfaatan energi setempat seperti PLTMH, PLTB, PLTS Terpusat dan PLTS Tersebar yang khusus diperuntukkan bagi daerah-daerah terpencil.
Pembangunan PLTU 10 ribu MW yang telah dimulai memiliki multiflier effect yang luas. Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar dari berbagai wilayah di Indonesia sekaligus juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan lokasi tambang batubara tersebut. Selain itu juga akan meningkatkan mutu penyediaan sistem pelayanan kelistrikan nasional. Program percepatan pembangunan pembangkit non BBM merupakan upaya pemerintah
melipatgandakan
kapasitas
pembangkit
listrik.
Selain
menugaskan
pembangunan 10 ribu MW pembangkit listrik kepada PT PLN, pemerintah juga mendorong swasta untuk ikut berperan dalam pembangunan pembangkit listrik dengan kapasitas total sekitar 10 ribu MW juga. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa di Banten telah berkontribusi dengan dibangunnya PLTU Banten 2 di Labuan, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Pembangunan proyek pembangkit listrik berbahan bakar batubara yang dengan pola Engineering, Procurement and Contract (EPC) antara PT PLN sebagai pemilik dengan konsursium Cengda Engineering China-PT Wijaya Karya dan PT Truba Jurong Engineering. Menurut Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Banten bahwa kegiatan listrik desa di Provinsi Banten anggarannya bersumber dari APBD Banten yang dijalankan sejak 2003 sampai 2011 masih terus berlanjut. Program yang dijalankan tersebut telah melaksanakan instalasi sambungan rumah sebanyak 101.954 sambungan rumah secara gratis dengan
61
daya 450 watt termasuk biaya penyambungan ke instalasi PLN.Dalam tahun 2010 terselesaikan 24.700 satuan sambungan rumah dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebanyak 305 unit. Analisis Capaian 2011 Rasio Elektrifikasi di Provinsi Banten : target 2011 adalah 70,40 %, perkiraan capaian 2011 adalah 70,40 % berdasarkan Renstra KESDM 2010-2029. Target 70,40 % memungkinkan untuk dicapai karena rasio elektrifikasi tahun 2010 telah mencapai 76,81 %, di antaranya dengan Program Listrik Desa (Prolisdes) yang diprioritaskan di Kab. Lebak, Kab Serang, dan Kab. Pandeglang.
Target
kinerja kenaikan Rasio
Elektrifikasi
di Provinsi
Banten
sesuai target nasional 2010-2011 dalam Renstra KESDM 2010-2014 adalah 70,40 % pada tahun 2011 dan
berdasarkan
perkiraan
capaian dalam Renstra KESDM 2010-2029, diketahui bahwa rasio elektrifikasi pada mencapai
70,40
tahun
2011
%. Kondisi
tersebut menunjukkan target 70,40 % memungkinkan untuk dicapai karena pada tahun 2010, rasio elektrifikasi di Provinsi Banten telah mencapai 76,81 %. Program listrik desa di Provinsi Banten pada 2011 akan dilanjutkan dengan target pemasangan sekitar 20.500 sambungan rumah dengan anggaran yang disiapkan sekitar Rp17 miliar. Program tersebut pada 2011 diprioritaskan untuk wilayah Kabupaten Lebak, Serang dan Kabupaten Pandeglang. Target Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten yang akan menuntaskan Program Listrik Perdesaan (Prolisdes) sampai dengan tahun 2012 atau yang dikenal dengan Banten terang 2012. Untuk mewujudkan program tersebut secara maksimal, pada tiga tahun anggaran mendatang (Tahun Anggaran 2010. 2011 dan 2012), alokasi Prolisdes haruslah mencapai 80.000 lebih sambungan. Menurut pihak Distamben bidang ketenagalistrikan, program ini akan mencapai target dan tepat sasaran.Sementara Gubernur Banten menyatakan, pada tahun 2017 Seluruh rumah di Provinsi Ban-len sudah teraliri listrik. Dengan kata lain, rasio elektrifikasi di Banten telah mencapai 100 persen. Program gratis yang dibiayai oleh APBD Banten ini menjadi solusi bagi masyarakat yang selama ini membutuhkan penerangan. Prolisdes hanya memberikan gratis pada penyambungan jaringan untuk arus yang sudah disediakan PLN. Tetapi tidak menggratiskan pada pembayaran tenaga listrik yang sudah digunakan. Selain itu, melalui program murah untuk rakyat dalam penanggulangan kemiskinan di antaranya listrik murah dan hemat akan ikut menunjang peningkatan rasio elektrifikasi di
62
Provinsi Banten. Secara umum, peningkatan rasio elektrifikasi melalui peningkatan kapasitas pembangkit listrik, penambahan jaringan transmisi, peningkatan kapasitas gardu induk, perluasan jaringan distribusi dan gardu distribusi di perdesaan, serta pembangunan pembangkit energi baru terbarukan.
3. Rekomendasi Kebijakan 1. Pemerintah hendaknya mempercepat pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW terutama yang ada di Banten sehingga mempercepat rasio elektrifikasi 100% atau semua rumah di Povinsi Banten teraliri listrik 2. Program Listrik Desa (Prolisdes) hendaknya tepat sasaran, diperuntukkan bagi yang tidak mampu memasang jaringan listrik kemudian direncankan juga pasca pemasangan bagaimana masyarakat yang kurang mampu tadi bisa membayar rekening listrik tiap bulan. 3. Pemerintah Provinsi hendaknya bekerjasama secara sinergis dengan tim koordinasi penanggulangan kemiskinan yang mempunyai program listrik murah dan hemat sehingga bisa tapat sasaran dan tidak tumpang tindih. I.
Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana
1. Indikator
No 9
Agenda pembangun an Lingkungan hidup dan pengelolaan Bencana
Indikator Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis Frekuensi terjadi bencana Persentase ruang terbuka hijau (RTH) di Ibukota Provinsi Persentase pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di kab/kota/provinsi
Tahun
Satuan
2009
2010
2011
Sumber Data
%
15
22,04
30,72
Dishutbun
Kali/th
20
7
33
Badan Penanggula ngan Bencana
%
0
53,2
53,2
Bapeda Kota Serang
66,67
Badan Penanggula ngan Bencana
%
0
66,67
Keterangan
Indikator Utama Indikator Pendukung Indikator Pendukung
Indikator Pendukung
63
2. Analisis Pencapaian Indikator Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis
Luas lahan kritis di wilayah Provinsi Banten masih terbilang sangat besar, tetapi penanganannya tampak belum signifikan. Berdasarkan grafik terlihat bahwa menurunnya daya dukung lingkungan Banten berdasarkan amanat UU Penataan Ruang No.26 tahun 2007 baru tercapai pada tahun 2011 yaitu 30,72%.
Sedangkan luas lahan tutupan
sampai dengan tahun 2011 belum mencapai target sesuai amanat penataan ruang No. 26 yang mengharuskan 30 %,
luas lahan tutup hanya mencapai 24,6%. Berdasarkan
penelusuran terhadap Dinas Kehutanan dan Perkebunan, luas lahan yang sudah direhabilitasi pada tahun 2009 secara riil 12.690,85 ha, pada tahun 2010 meningkat menjadi 22.096 ha, dan pada tahun 2011 diperkirakan akan meningkat menjadi 24.000 ha
Keberhasilan tersebut berkat upaya Program Penyediaan Bibit Rakyat yang pada tahun 2010 memiliki penyediaan bibit rakyat 69 unit, perunit diharapkan mampu menghasilkan 50.000 batang pohon bibit rakyat, dan berdasarkan evaluasi pada akhir 2010 dari 69 unit penyediaan bibit rakyat mampu menghasilkan 4.375.511 batang pohon, pada tahun 2011 bertambah menjadi 4.200.000 batang pohon. Sebagai dana motivasi, pemerintah memberikan insentif kepada masyarakat yang menanam pohon yang berasal dari program tersebut Rp.500,00/pohon yang tumbuh. Sumber anggaran untuk program penyediaan bibit rakyat berasal dari Pemeintah Pusat.
64
Program yang berasal dari APBD adalah program rehabilitasi lahan di Kawasan Gunung Pinang, program ini dilaksanakan bekerjasama dengan Balai Tanaman dan Kehutanan. Upaya lain yang dilakukan
dalam rehabilitasi hutan bersama masyarakat di tingkat
kabupaten melaksanakan program Kebun Bibit Desa.
Selain pemerintah swastapun ikut berperan melalui dana kompensasi yang diberikan kepada masyarakat di sekitar Kawasan Rawa Danau dan nilai kompensasi berbeda-beda berdasarkan jenis pohon yang dimiliki masyarakat. Dana kompensasi ini berguna untuk menghindari penebangan pohon secara liar. Program ini dilakukan atas prakarsa Dinas Kehutanan dan Perkebunan bekerjasama dengan PT. Krakatau Tirta Industri (KTI) . Penanganan lahan kirtis ini sebenarnya sejalan dengan sasaran yang ingin dicapai dalam Pembangunan Kehutanan yaitu: (1) Tegaknya hukum khususnya dalam pemberantasan pembalakan liar (ilegal loging) dan penyelundupan kayu, (2) Penetapan kawasan hutan dalam tataruang seluruh propinsi, minimal 30% dari luas hutan yang telah ditata batas, (3) Penyelesaian penetapan kesatuan pengelolaan hutan , (4) Optimalisasi nilai tambah dan manfaat hasil hutan kayu, (5) Meningkatnnya hasil hutan non kayu sebesar 30 % dari produksi tahun 2004 (6)Bertambahnya hutan tanaman industri (HTI) minimal 5 juta hektar (7)Konservasi hutan dan rehabilitasi lahan di 282 DAS untuk ketersediaan pasokan air (8) Desentralisasi kehutanan melalui pembagian wewenang dan tanggung jawab yang disepakati pusat dan daerah (9) Berkembangnya kemitraan antar pemerintah , pengusaha dan masyarakat
dalam pengelolaan hutan lestari, dan (10) Penerapan IPTEK yang
inovatif pada sektor kehutanan. Frekuensi terjadi bencana
65
Frekuensi terjadinya bencana di Provinsi Banten pada tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami penurunan, yaitu dari 20 kali/tahun menjadi 7 kali pertahun, kemudian pada tahun 2011 mengalami peningkatan yang cukup tinggi menjadi 33 kali/tahun, kenaikan yang
terjadi
pada
tahun
2011
adalah
bencana
puting
beliung
yang
terjadi
dibeberapakawasan di Provinsi Banten. Sampai dengan tahun 2011 berdasarkan penelusuran data dari Dinas Sosial Provinsi Banten, korban akibat bencana di Provinsi Banten 5.103 orang terdiri dari 4.924 orang korban bencana alam dan 179 orang korban bencana sosial.
Filosofi yang menjadi dasar kinerja Badan Penanganan Bencana
Provinsi Banten adalah “bencana dijauhkan dari masyarakat, masyarakat dijauhkan dari bencana”. Badan Penanganan Bencana dalam melakukan programnya bekerja sama dengan Dinas Sosial Provinsi Banten.
Potensi bencana yang mungkin terjadi di Provinsi Banten berdasarkan penelusuran dari BPBD adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, gerakan tanah (longsor), kekeringan, kebakaran gedung dan pemukiman, erosi, gelombang ekstrim (abrasi), cuaca ekstrim, kegagalan teknologi, epidemi dan wabah penyakit, dan konflik sosial.
Upaya yang sudah dilakukan untuk
meminimalisasi kerugian akibat dari bencana
berdasarkan amanat UU No.24 tahun 2007: (1) mengadakan sosialisasi dan penyuluhan kepada guru/staf pengajar, murid SMP dan SMTA, pondok pesantren pada daerahdaerah rawan bencana, (2) Mengadakan pelatihan kepada para relawan dan forum-forum tertentu, Tim SAR laut, darat dan udara, tentang penanggulangan bencana. (3) melalui RTRW terutama untuk daerah Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang (4) melakukan seminar-seminar dan workshop yang melibatkan berbegai kalangan baik dari akademis, pemerintahan, dan masyarakat. Pelatihan yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial dinamakan “masyarakat tangguh bencana dan taruna siaga bencana”.
66
Persentase ruang terbuka hijau (RTH) di Ibukota Provinsi
Persentase ruang terbuka hijau dari tahun 2010 sampai tahun 2011 tidak
terjadi
perubahan, yaitu 53,2 %, persentase tersebut melebihi amanat UU no 26 than 2007 yang mensyaratkan RTH 30 %
dari total luas wilayah. Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah dalam hal ini Kota Serang. Saat ini Pemerintah Kota (Pemkot) Serang akan membangun ruang terbuka hijau (RTH) berupa Taman Kota. Pembangunan Taman Kota yang berlokasi di Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Cipocok Jaya. Pembangunan RTH ini sebagai upaya memenuhi hak masyarakat akan udara dan lingkungan bersih. Pembangunan RTH seluas 4,7 hektar juga diharapkan dapat ikut berperan mengurangi laju pemanasan global.Pembangunan RTH merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kewajiban itu sekaligus mengganti ruang-ruang hijau yang selama ini beralih fungsi. Konsepnya pembangunan RTH selain pembangunan sarana hijau juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi keluarga. Selain di Kelurahan Banjarsari,Pemkot Serang juga telah menetapkan enam lokasi lain sebagai ruang terbuka hijau. Di antaranya adalah, di Desa Taman , Tamansari, Stadion Maulana Yusuf dan Tugu Selamat Datang di wilayah Pakupatan Serang. Upaya yang sudah dilakukan (1) Sosialisasi Undang-undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang kepada sejumlah camat dan anggota tim penggerak PKK se-Provinsi Banten, serta perwakilan sektor BUMN dan swasta yang ada di Provinsi Banten. (2) Hal lain yang juga diamanatkan oleh Undang-undang tersebut adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas
30 % dari wilayah kota. RTH tersebut terdiri dari 20 % RTH publik dan
10% RTH privat. Progamnya dinamakan program HATINYA (halaman teduh, indah, dan nyaman) yang melibatkan tim penggerak PKK se-Provinsi Banten sejalan dengan amanat
67
UU 26/2007 mengenai RTH privat. Melalui peran
anggota PKK tersebut diharapkan
keluarga dan masyarakat dapat mewujudkan RTH privat di lingkungan masing-masing. Selain upaya tersebut di atas, Kota Serang yang merupakan Ibu Kota Provinsi melakukan langkah strategis sebagai persiapan untuk mengantisipasi permasalahan RTH di masa yang akan datang sudah membagi lokasi pemukiman ke dalam tiga kelompok yaitu (1) Kelompok pemukiman padat-rendah, kelompok pemukiman ini terdiri dari kawasan pedesaan (2) Kelompok padat-sedang, kelompok pemukiman ini merupakan kawasan hinterland dari ibu kota Provinsi, dan (3) Kelompok padat-tinggi, kelompok ini merupakan kelompok kawasan ibu kota provinsi terdiri Serang dan Cipocok Jaya. Pembagian kelompok ini berguna untuk mempermudah
pengaturan wilayah pemukiman dan
manajemen RTH. Persentase pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di kab/kota/provinsi
Berdasarkan grafik
persentase BPBD dari tahun 2010 ke tahun 2011 tidak terdapat
perubahan yaitu 66,67%. BPDB dibentuk bersama Dinas Sosial. Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
dimaksudkan sebagai langkah strategis untuk
menangani bencana sedini mungkin sehingga dampaknya apabila terjadi bencana siap sedia bertindak dan kerugiannya akibat bencana dapat diminimalisir. Saat ini BPBD dan Dinsos membentuk 2 wadah organisasi berkaitan dengan penanggulangan dan penanganan bencana alam yaitu (1) masyarakat tangguh bencana, dan (2) Taruna Siaga Bencana. Pembentukan BPBD, anggotanya atas dasar sukarela dan perannya sudah
68
terlihat pada saat bencana Situ Gintung, kebakaran , banjir dan puting beliung serta tanah longsor . 3. Rekomendasi Kebijakan 1. Meningkatkan capaian rehabilitasi hutan
dengan melibatkan masyarakat melalui
metode partsipatif dengan Pola Pendekatan Pemberdayaan, sehingga capaiannya bukan hanya perluasan lahan rehabilitasi tetapi juga berdampak pada kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. 2. Meningkatkan peran swasta, melalui kompensasi sebagai akibat dampak eksternalitas pemanfaatan sumberdaya, sehingga kelestarian hutan dapat terjamin dan masyarakat dapat memperoleh dampak ekonomi dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan, terutama pada kawasan lindung dan konservasi. 3. Meningkatkan persediaan bibit tanaman yang unggul dari segi agronomis dan ekonomis. 4. Melakukan pendampingan
kepada masyarakat di kawasan sekitar hutan dan di
sekitar kawasan lindung melalui seleksi kompetensi yang jelas sesuai dengan kebutuhan masyarakat 5. Memperbaiki dan memperbaharui peta rawan bencana 6. Meningkatkan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana dengan metode yang tepat 7. Memperbaiki atau membangun infrastruktur untuk menekan dampak kerugian akibat bencana alam 8. Diperlukan kerjasama lintas sektor untuk menanggulangi bencana 9. Menjaga dan memperbaiki pola pemukiman untuk meningkatkan RTH atau mempertahankan RTH. J. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik 1. Indikator Tahun No 10
Agenda pembangunan Daerah Tertinggal, terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik
Indikator
Indeks Gini
Unit
2009
2010
2011
0,35
0,35
Belum ada
%
Jumlah Kabupaten Tertinggal
Kab
Kemiskinan
%
2
2
7,46
7,02
1
6,32
Sumber Data
BPS BPPMD dan Biro Pemerintahan BPS dan BPPMD
Keterangan Indikator Utama Indikator Utama Indikator Pendukung
69
2. Analisis Pencapaian Indikator Indeks Gini
Ketimpangan penduduk di Provinsi Banten tergolong rendah karena indeks Gini kurang dari 0,5. Ketimpangan tersebut disebabkan kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Ini berarti bahwa tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di tingkat antar penduduk sangat tinggi. Rendahnya tingkat ketimpangan tersebut menunjukkan bahwa antara penduduk kaya dan penduduk miskin terjadi gap yang lebar.
Ketimpangan pendapatan tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam pertumbuhan ekonomi dimasing-masing wilayah kabupaten/kota di Provinsi Banten. Untuk Banten Selatan (Kabupaten Tangerang dan Pandeglang) masih tergantung pada sektor primer, pendapatan masyarakat masih tergantung dari sektor pertanian dan pertambangan yang cenderung lambat pengaruhnya terhadap tingkat pendapatan, sedangkan enam kabupaten/kota lainnya sudah bertransisi ke sektor industri yang responnya terhadap peningkatan jumlah pendapatan tinggi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi adalah laju pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi dapat menunjukkan tingkat perkembangan perekonomian daerah secara makro, agregatif dan sektoral. Persoalan muncul apabila pertumbuhan ekonomi tersebut dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat luas. Di mana terdapat kesenjangan pendapatan masyarakat juga diakibatkan oleh persoalan struktural yang terjadi dalam perekonomian, persoalan struktural tersebut antara lain akses yang tidak sama terhadap teknologi, kepemilikan modal, pendidikan, kesehatan maupun tingkat produktif lainnya.
70
Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa terdapatnya pola pembagian pendapatan yang lebih merata, pada dasarnya akan lebih menguntungkan golongan penduduk berpendapatan tinggi dibandingkan dengan meraka yang berpendapatan rendah karena tidak terjadinya perembesan pembangunan ke golongan masyarakat berpendapatan rendah.
Semakin membaiknya kondisi perekonomian daerah Provinsi Banten tidak terlepas dari dukungan baik APBD maupun APBN. Anggaran Belanja Pembangunan dalam APBD tahun 2008 mencapai Rp. 2,4 triliun atau 2,05 % dari PDRB, dan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp. 2,37 triliun atau 1,99 % dari PDRB. Kenaikan ini juga ditunjang dengan kenaikan jumlah pendapatan dari Dana Perimbangan sebesar Rp. 658,5 miliar di tahun 2008 menjadi Rp. 690,9 miliar di tahun 2009. Kenaikan pembiayaan pembangunan yang cukup signifikan tersebut diarahkan dengan memberikan perhatian khusus pada sektor infrastruktur / prasarana wilayah dan sektor sosial kemasyarakatan (pendidikan dan kesehatan). Membaiknya perekonomian daerah Banten tidak diikuiti kesejahtaraan pendunduknya, hal ini masih bisa dilihat dari tingkat kemiskinan yang ada di beberapa kabupaten/kota. Contohnya Lebak di tahun 2011 ini masih termasuk wilyah tertinggal, Artinya distribusi pendapatan di daerah Banten tidak merata. Jumlah Kabupaten Tertinggal
Tahun 2011, Sebanyak 183 Kabupaten di seluruh Indonesia saat ini masih tercatat sebagai daerah tertinggal, salah satunya adalah Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Kabupaten Lebak memiliki luas wilayah sebesar 304.472 hektar, dengan jumlah penduduk mencapai 1.202.909 jiwa, terdiri dari 28 kecamatan, 340 desa dan 5 kelurahan. Dari tahun 2009 ke 2011, terdapat penurunan jumlah kabupaten tertinggal di Banten, dari 2 kabupaten menjadi 1 kabupaten yang tertinggal, yaitu Lebak.
71
Tabel Kabupaten Tertinggal 2009 Kabupaten
Jumlah
Persentase
Persentase
Penduduk
angkatan kerja
Pengangguran
Pandeglang
1.099.746
0,37
12,33
Lebak
1.258.893
0,38
15,50
Menurut data BPS tahun 2010, jumlah rata-rata penduduk miskin mencapai 52 % dari 148 desa yang tersebar di wilayah Kabupaten Lebak. Kabupaten Lebak memiliki jumlah APBD yang rendah, sehingga menyulitkan untuk melakukan perubahan dalam rangka menanggulangi kemiskinan, namun Pemkab Lebak berupaya terus melakukan langkahlangkah strategis, saat ini tahun 2011 jumlah desa tertinggal di Lebak kian menyusut menjadi 112 saja. Kemiskinan
Kemiskinan identik dengan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar bagi kehidupan seseorang. Beberapa analis kemiskinan menafsirkan kemiskinan berbeda-beda, ada yang berdasarkan minimum besarnya kalori yang dikonsumsi perkapita perhari. Ada juga yang berdasarkan kondisi perumahan, pekerjaan/penghasilan, harta/benda yang dimiliki atau bentuk fisik yang dimiliki seseorang.
Tingkat kemiskinan di Banten lebih rendah dari nasional dengan tren yang hampir sama. Tingkat kedalaman sebesar 1,04 dan keparahan sebesar 0,28. Tingkat ketimpangan cukup rendah dan variasi pengeluaran di antara penduduk miskin juga rendah. Perbedaan Tingkat Kemiskinan antar kabupaten/kota cukup tinggi. Kemiskinan lebih banyak di
72
wilayah selatan (Pandeglang dan Lebak) lebih bersifat perdesaan. Sumber penghasilan utama penduduk miskin di Banten adalah sektor pertanian. Banyak rumahtangga yang hidup di sekitar garis kemiskinan (hampir miskin), mereka tidak tergolong miskin tetapi sangat rentan terhadap kemiskinan.
Indikator Kemiskinan Provinsi Banten Tahun 2010: Menurut data statistik Banten, jumlah pengangguran Banten per Agustus 2010 sebanyak 726.377 orang dengan persentase 13,68 persen dan jumlah kemiskinan per Maret 2010 mencapai 758.163 orang. Persentase pengangguran dan kemiskinan Banten sangat luar biasa. Peningkatan pendapatan yang ada di APBD Provinsi Banten dan kabupaten/kota ternyata belum bisa menurunkan predikat angka pengangguran tertinggi se Indonesia.
Tahun 2011, jumlah penduduk miskin di Banten mengalami penurunan sebanyak 67.670 orang dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Banten keadaan Maret 2011 tercatat sebanyak 690.490 orang (6,32 persen), sedangkan pada periode yang sama setahun yang lalu, penduduk miskin di Banten tercatat sebanyak 758.163 orang jiwa (7,16 persen).
Jumlah penduduk miskin di perkotaan mengalami kenaikan, pada Maret 2010 jumlah penduduk miskin di perkotaan berjumlah 318.292 orang, pada Maret 2011 bertambah menjadi 335.537 orang. Sebaliknya jumlah penduduk miskin di perdesaan mengalami penurunan, pada Maret 2010 berjumlah 439.871 orang dan pada Maret 2011 jumlah penduduk miskin di perdesaan berkurang menjadi 354.963 orang.
Untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut pemerintah daerah membuat suatu sasaran penangulangan kemiskinan jangka panjang, yaitu : 1.
Tersedianya pangan yang bermutu dan terjangkau, serta meningkatkan status gizi masyarakat, terutama ibu, bayi, dan anak balita.
2.
Tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau dan tanpa diskriminasi gender
3.
Tersedianya pelayanan pendidikan dasar yang bermutu, terjangkau, dan tanpa diskriminasi gender
4.
Tersedianya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan kemampuan pengembangan usaha tanpa diskriminasi gender
5.
Tersedianya perumahan yang layak dan lingkungan pemukiman yang sehat
6.
Tersedianya air bersih dan aman, serta sanitasi dasar yang baik
73
7.
Terjamin dan terlindunginya hak perorangan dan hak komunal atas tanah
8.
Terbatasnya akses terhadap air bersih dan sanitasi
9.
Terjaminnya rasa aman dari gangguan keamanan dan tindak kekerasan, terutama di daerah konflik
10.
Terjaminnya
partisipasi
masyarakat
miskin
dalam
keseluruhan
proses
pembangunan
Selain sasaran, pemerintah juga membuat suatu strategi penanggulangan kemiskinan untuk masyarakat, yaitu : 1.
Perluasan kesempatan kerja
2.
Pemberdayaan kelembagaan masyarakat
3.
Peningkatan kapasitas
4.
Perlindungan sosial
5.
Penataan kemitraan global
Adanya sasaran dan strategi penanggulangan kemiskinan menunjukkan bahwa pemerintah daerah sudah berusaha untuk membuat masyarakat miskin lebih sejahtera, hanya dalam pelaksanaannya banyak program yang dibuat sering tidak tepat sasaran. Artinya program tersebut tidak bisa dinikmati oleh masyarakat secara keseluruhan. Untuk menangulangi ketidaktepatan sasaran tersebut pemerintah daerah membuat suatu instrumen penanggulangan kemiskinan, yang terbagi 4 klaster ; Klaster I
: Bantuan
Sosial Berbasis Keluarga (Mengurangi beban pengeluaran
masyarakat miskin) Jenis bantuan : PKH, JAMKESMAS, RASKIN, Beasiswa Siswa Miskin, BLT Kluster II
: Pemberdayaan Masyarakat ( Meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin ) Jenis bantuan : PNPM Mandiri
Kluster III
:Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil ( Meningkatkan tabungan dan menjamin keberlanjutan berusaha pelaku UMK) Jenis bantuan : Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kluster IV : Program Murah Untuk Rakyat ( Memberikan “sesuatu”dengan harga sangat murah, dengan sebagian dibantu pemerintah). Jenis bantuan : Rumah sangat murah,Kendaraan angkutan umum murah, Air bersih untuk rakyat, Listrik murah dan hemat, Peningkatan kehidupan nelayan,
Peningkatan
kehidupan
masyarakat
pinggir
(terpinggirkan)
perkotaan.
74
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mendorong penurunan angka kemiskinan di Provinsi Banten. Salah satu upaya yang mendorong turunnya angka kemiskinan adalah program PNPM Mandiri. Program yang tercakup dalam PNPM Mandiri adalah program-program penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Pada tahun 2011 pelaksanaan PNPM mandiri baik program inti maupun program pendukung diharapkan bisa lebih optimal, dengan melakukan evaluasi, koordinasi, serta memprioritaskan persoalan-persoalan di perdesaan dan perkotaan. 3.
Rekomendasi Kebijakan 1.
Program pengentasan kemiskinan harus benar-benar menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat miskin, terutama di Kabupaten Lebak yg desa nya masih banyak tertingal dibanding dengan kabupaten/kota lain
2.
Mengindentifikasi isu-isu strategis dalam proses percepatan dan pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal.
3.
Perlu adanya program pengentasan kemiskinan dan pengangguran, dengan melakukan pembinaan dan pelatihan serta kesempatan lapangan pekerjaan.
K. Kebudayaan, Kreatifitas, Inovasi, dan Teknologi 1. Indikator
No 11
Agenda pembangunan Kebudayaan, Kreatifitas, Inovasi, dan teknologi
Indikator
Satuan
2009
2010
2011
Jumlah paten (HAKI)
Unit
3
0
0
Jumlah dosen peneliti PTN/PTS
Orang
352
481
390
Jumlah perpustakaan
Buah
152
318
408
Jumlah hasil riset dari lembaga riset
Buah
125
153
137
Sumber Data Balitbangda dan Kanwil Hukum dan HAM Dindik, Balitbangda, dan Untirta Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah/www.b antenprov.go.id Balitbangda
Keterangan Indikator Utama Indikator Pendukung
Indikator Pendukung Indikator Pendukung
75
2. Analisis Pencapaian Indikator Jumlah paten (HAKI)
Berdasarkan informasi dari Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Banten, bahwa banyaknya paten di Provinsi Banten yang tercatat di Dirjen HAKI Kementerian Hukum dan HAM adalah 3 unit di tahun 2009, sedangkan di tahun 2010 dan 2011 belum ada. Ketiga unit paten ini diajukan oleh perusahaan yaitu : 1. Alat rudal tarik oleh PT Bumi Mekar Tani; 2. Modifikasi Long Noise ke-1 pada pengisian oli oleh PT. Metro Oil Tools; 3. Modifikasi Long Noise ke-2 pada pengisian oli oleh PT. Metro Oil Tools. Masyarakat yang mengajukan paten biasanya langsung ke Pemerintah Pusat, Dirjen HAKI Kementrian Hukum dan HAM, di mana ada khusus konsultan paten, sedangkan Kanwil Hukum HAM Provinsi Banten biasanya hanya sebatas mendaftar dan kemudian diteruskan kepada konsultan paten Dirjen HAKI. Sedangkan yang banyak ditangani oleh Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Banten adalah Merk dan Hak cipta (Copyright). Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Banten menangani merk bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Banten sebanyak 5 buah di tahun 2010 dan 3 buah di tahun 2011.
Upaya-upaya yang telah dilakukan Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Banten, di antaranya adalah sosialisasi paten, merk, dan hak cipta kepada masyarakat sebanyak 1 kali/tahun serta memberikan bantuan pendaftaran hak cipta bagi perguruan tinggi bekerja sama dengan Disperindag Provinsi Banten; adanya himbauan pembuatan sentra HAKI di beberapa perguruan tinggi; pemantauan dengan surat dan teguran dalam penegakan
76
hukum untuk hak cipta, dan sebagainya. Kendala utama yang dihadapi dalam pengajuan paten, merk atau hak cipta adalah kemauan dan kesadaran masyarakat yang kurang dalam mendaftarkan paten, merk, dan hak cipta tersebut. Sebagian masyarakat terutama UKM merasakan biaya pendaftaran yang cukup besar, tetapi di sisi lain penurunan tariff harus berlaku sama baik pemohon dari dalam negeri maupun luar negeri. Sebagaimana diketahui bahwa pemohon paten 90 % berasal dari luar negeri.
Pemahaman paten di masyarakat harus menemukan sesuatu dari nol, padahal tidak demikian,ada 4 bentuk paten yaitu : 1. temuan baru 2. proses baru 3. pengembangan temuan 4. pengembangan proses Dengan demikian, modifikasi dari suatu alat atau proses bisa didaftarkan sebagai paten, sehingga tidak diklaim oleh orang lain.
Jumlah dosen peneliti PTN/PTS
Tren jumlah dosen peneliti mengalami kestabilan sejak 2009 s/d 2011. Jumlah dosen peneliti ini belum semuanya tercatat terutama dari PTS yang ada di Banten. Bagi para peneliti di PTN khususnya di Banten mempunyai tantangan tersendiri terutama dalam memberikan kontribusi terhadap pemerintah daerah Provinsi Banten. Masih banyak penelitian-penelitian khususnya berkaitan dengan kebijkan pemerintah daerah Banten
77
masih menggunakan tenaga peneliti di luar Banten sehingga para dosen peneliti mempunyai kesempatan dalam mengembangkan risetnya. Jumlah perpustakaan
Tren jumlah perpustakaan di Provinsi Banten mengalami kenaikan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Kenaikan ini sangat dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah perpustakaan desa (perpusdes) dari 143 unit di tahun 2009 menjadi 399 unit di tahun 2011. Sedangkan perpustakaan daerah di Provinsi yang berjumlah 1 unit dan perpustakaan umum di kab/kota yang berjumlah 8 unit tidak mengalami perubahan sejak tahun 2009 s.d tahun 2011. Penambahan perpusdes ini berdasarkan dana dari APBN (dekonsentrasi) yang diberikan setiap tahun oleh perpustakaan nasional. Alokasi desa yang mendapatkan perpusdes berdasarkan prioritas alokasi desa yang terbanyak. Kendala yang dihadapi di antaranya jumlah desa sudah ditentukan oleh Pusat untuk mendirikan perpusdes berupa penyediaan, sedangkan pemda mengupayakan dana pendamping untuk bimbingan teknis (bimtek), penyediaan sarana rak buku, dan sebagainya.
Menurut UU No.43 /2007, anggaran pendidikan minimal 20 % dari APBN/APBD dan dari 20 % ini dialokasikan 5 % untuk pengembangan perpustakaan. Aktualnya alokasi untuk pengembangan perpustakaan belum sampai 5 %. Diperlukan kepedulian yang lebih tinggi dalam mengembangkan perpustakaan terutama perpustakaan desa.
78
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Badan Perputakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Provinsi Banten adalah pembentukan perpustakaan sekolah dan taman bacaan masyarakat; promosi dan publikasi perpustakaan melalui lomba bercerita tingkat SD/SMP/SMA; lomba perpustakaan desa; layanan perpustakaan berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK); dan sebagainya. Upaya lain yang dilakukan adalah membuat edaran kepada tiap SKPD dan perguruan tinggi berdasarkan UU No. 4 /2009 tentang penyerahan hasil karya cetak karya rekam, baik berupa buku mapun CD. Masih sedikit SKPD yang menyerahkan karya cetak dan karya rekam tersebut, di antaranya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten berupa video dan buku; Bappeda Provinsi Banten berupa materi RPJMN baik soft copy maupun hard copy. BPAD Provinsi Banten melakukan pengadaan buku secara berkala triwulan dengan menyediakan kotak saran bagi pengunjung tentang buku apa saja yang diperlukan, kemudian BPAD mengadakan seleksi dan selanjutnya dipenuhi pada triwulan berikutnya.
Menurut PP No. 38/2007, perpustakaan dan arsip daerah menjadi urusan penting dan wajib. Pada tahun 2011 ini, Perpustakaan Nasional memberikan anggaran untuk 80 perpustakaan bagi Provinsi Banten yang terdiri dari 50 perpustakaan desa dan 30 perpustakaan masyarakat. Pada tahun ini pula, Provinsi Banten memiliki gedung baru Perpustakaan Daerah yang akan dilengkapi sarana Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan kafe sehingga masyarakat bisa lebih nyaman dalam menggunakan fasilitas perpustakaan ini. Jumlah hasil riset dari lembaga riset
79
Tren hasil riset di Provinsi Banten mengalami kestabilan sejak tahun 2009 s/d tahun 2011. Riset-riset ini meliputi bidang sosial budaya, tata ruang, pemerintahan, ekonomi, pembangunan, dan sebagainya. Sebagai contoh untuk bidang sosial budaya adalah kajian dampak sertifikasi guru terhadap mutu pendidikan. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Banten mengadakan seminar dengan mengundang para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan perguruan tinggi untuk mempresentasikan hasil-hasi risetnya. Kegiatan
ini dilakukan setiap akhir tahun,
kemudian hasilnya dibuat buku prosiding dan dilaporkan juga kepada Gubernur.
Kendala yang dihadapi oleh Balitbangda Provinsi Banten adalah belum adanya pengesahan jabatan fungsional peneliti yang diusulkan kepada Gubernur sehingga peneliti belum begitu produktif. Selain itu, minimnya anggaran untuk riset di daerah menyebabkan hasil riset dan SDM peneliti masih kurang.
Upaya-upaya yang telah dilakukan Balitbangda dalam mengembangkan riset di daerah, di antaranya bekerja sama dengan lembaga-lembaga riset seperti di Ciruas, Puspitek Serpong,
dan sebagainya;
mengirim tenaga-tenaga peneliti ke Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI); mengundang para peneliti untuk mengisi buletin ilmiah yang terbit setiap 3 bulan; kerjasama dengan Dewan Riset Daerah (DRD) yang sudah terbentuk sejak tahun 2010; bekerjasama dengan perguruan tinggi dalam menggarap riset bersama; dan sebagainya. 3. Rekomendasi Kebijakan 1.
Sosialisasi pengajuan paten bagi masyarakat terutama UKM maupun perguruan tinggi lebih gencar dan adanya kebijakan penurunan tarif bagi UKM dalam biaya pendaftaran paten.
2.
Perlu ditingkatkan anggaran untuk pengembangan perpustakaan dari APBD baik oleh Pemda Provinsi maupun oleh pemda kab/kota di Provinsi Banten sehingga tidak hanya mengandalkan dari APBN.
3.
Perlu lebih difokuskan daya dukung anggaran dan tenaga SDM peneliti untuk mengembangkan kreativitas, inovasi, dan teknologi melalui riset di daerah sehingga bisa berkontribusi bagi pengembangan daerah.
80
Prioritas Lainnya : L.Kesejahteraan Rakyat Lainnya 1. Indikator
No
1
Agenda pembangu nan
Indikator
Satuan
2009
2010
2011
Kesejahteraan Rakyat
Indeks Pembangunan Manusia
%
70,06
70,56
belum ada
Pendapatan (PDRB)per kapita
Juta Rp
14,64
16,02
belum ada
Penyandang masalah sosial
%
5,00
3,70
Prevalensi Gizi buruk
%
1,04
Prevalensi Gizi kurang/sedang
%
7,91
Tahun Sumber Data
Bappeda, BPS, suarakaryaonline.com
Kete-rangan
Indikator Utama
BPS
Indikator Utama
belum ada
Dinsos Banten
Indikator Pendukung
0.70
belum ada
Dinkes Banten
Indikator Pendukung
5.36
belum ada
Dinkes Banten
Indikator Pendukung
2. Analisis Pencapaian Indikator
Dari grafik di atas terlihat bahwa kesejahteraan rakyat di Provinsi Banten meningkat dilihat dari kenaikan indikator utama yaitu IPM dan PDRB. Untuk IPM meningkat dari 7.06 % di tahun 2009 meningkat menjadi 7,56 % di tahun 2010. Sedangkan PDRB per kapita meningkat dari Rp 14,64 juta di tahun 2009 menjadi Rp 16,02 juta di tahun 2010. Peningkatan kesejahteraan ini didukung oleh penurunan penyandang masalah sosial dari 5 % di tahun 2009 menjadi 3,70 % di tahun 2010; prevalensi gizi buruk menurun dari 1,04
81
% di tahun 2009 menjadi 0,70 % di tahun 2010; dan prevalensi gizi sedang/kurang dari 7,91 % di tahun 2009 menjadi 5,36% di tahun 2010. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM ) merupakan indikator keberhasilan upaya membangun kualitas hidup manusia. Ukuran IPM diwakili oleh 3 (tiga) parameter yang terdiri atas: angka harapan hidup, pencapaian pendidikan, dan paritas dayabeli. IPM di Provinsi Banten di tahun 2009 dan 2010 memiliki tren kenaikan meskipun belum signifikan yaitu 0,5 %.
Kesehatan, pendidikan, dan ekonomi merupakan tiga pilar yang saling berinteraksi dan berinter-relasi satu sama lain dalam membentuk kualitas penduduk (sumber daya manusia). Tanpa kesehatan yang baik, pendidikan sulit untuk dapat berjalan dengan baik, dan
bila
kesehatan
dan
pendidikan
tidak
baik
maka
mustahil
ekonomi
keluarga/masyarakat dapat membaik.
Dibandingkan dengan pencapaian daerah-daerah lain, maka IPM Provinsi Banten dapat dikatakan masih tertinggal. Oleh karena itu masih banyak hal yang perlu dilakukan agar pencapaian pembangunan manusia di Provinsi Banten dapat setara dengan daerah lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi harapan
hidup
(Life
IPM adalah kesehatan yang diukur dengan angka
Expectancy
Rate).
Angka
Harapan
Hidup
yang
tinggi
menggambarkaan bahwa manusia dalam keadaan sehat dan dapat berumur panjang.
82
Angka harapan hidup di Provinsi Banten pada tahun 2009 dan 2010 adalah sebagai berikut :
Angka harapan hidup
2009
2010
68,0
68,34
Angka harapan hidup ini mencerminkan pembangunan manusia di bidang kesehatan. Masyarakat miskin menghadapi masalah keterbatasan akses layanan kesehatan dan rendahnya status kesehatan yang berdampak pada rendahnya daya tahan mereka untuk bekerja dan mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak dari keluarga untuk tumbuh dan berkembang serta rendahnya derajat kesehatan ibu. Salah satu indikator terbatasnya akses layanan kesehatan dasar adalah angka kematian bayi dan masih tingginya penyakit menular (malaria, tuberculosis paru dan HIV/AIDS). Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat miskin juga disebabkan oleh perilaku hidup yang tidak sehat, jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh dan biaya yang mahal, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar yang disebabkan terbatasnya tenaga kesehatan, kurangnya peralatan dan sarana kesehatan.
Distribusi tenaga dokter di Banten juga tidak merata. Di wilayah perkotaan (Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang) memiliki jumlah dokter masing-masing kurang lebih 700 orang sedangkan di wilayah perdesaan hanya memiliki jumlah dokter rata-rata sebanyak 80 orang. Hal ini tentu saja berdampak pada kualitas dan aksesibilitas pelayanan kesehatan pada masyarakat di perdesaan yang umumnya adalah masyarakat miskin. Rendahnya pemanfaatan dan penyerapan pangan memberikan gambaran status gizi seseorang terutama pada anak-anak dan kesehatan masyarakat.
Salah satu cara untuk meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat adalah (1). pemberian pelayanan kesehatan yang makin merata dan bermutu, (2). ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dasar . Walaupun seluruh kabupaten/kota di Provinsi Banten telah memiliki Rumah Sakit, baik milik pemerintah maupun swasta, namun dalam kenyataannya masih banyak golongan masyarakat terutama penduduk miskin belum sepenuhnya dapat mengakses pelayanan kesehatan karena kendala biaya, jarak, dan transportasi. Untuk itu, diperlukan peningkatan ketersediaan, pemerataan, dan mutu sarana pelayanan kesehatan dasar, terutama melalui peningkatan keberadaan dan kualitas pelayanan Puskesmas dan jaringannya.
83
Dalam hal ini Dinas Kesehatan Provinsi Banten meningkatkan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Banten. Guna mendukung sasaran ini, Dinas Kesehatan Provinsi Banten melaksanakan program-program : (1).Program Obat dan Perbekalan Kesehatan dengan kegiatan Penyediaan Obat Buffer Stock Provinsi dan perbekalan kesehatan dan kegiatan Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan untuk Sarana Pelayanan Kesehatan. (2). Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin dengan kegiatan Penyediaan Dana Pendamping Jamkesmas yang bertujuan meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan rujukan terutama untuk penduduk miskin. (3). Program Upaya Kesehatan Masyarakat dengan kegiatan Peningkatan Pelayanan Kesehatan di Perbatasan yang diwujudkan dengan pembangunan unit pelayanan kesehatan ( Puskesmas) di perbatasan Kecamatan. Pembangunan Puskesmas dengan tempat perawatan di Perbatasan Kecamatan Kopo Kab. Serang
Dengan semakin mahalnya biaya pelayanan kesehatan sebagai akibat dari perubahan pola penyakit serta perkembangan teknologi yang digunakan yang diikuti dengan makin majunya informasi kesehatan dunia serta masih terbatas kualifikasinya
SDM dan
terbatasnya sarana peralatan medik dan anggaran operasional, maka Dinas Kesehatan Provinsi Banten berupaya mengadakan program Pengadaan Alat Kesehatan / Kedokteran. Pendapatan (PDRB) Per Kapita
Melihat data di atas, tren pendapatan perkapita Banten mengalami peningkatan dari tahun 2009 ke tahun 2010. Data peningkatan jumlah per kapita ini menunjukkan bahwa secara
84
makro memang terjadi perbaikan kinerja ekonomi Banten, dan terjadi perbaikan kemakmuran perekonomian Banten, namun pendapatan perkapita Banten yang menunjukkan tren meningkat tersebut, secara teoritik dan fakta empirik belum mampu sepenuhnya menunjukkan dan menggambarkan adanya perbaikan kesejahteraan masyarakat Banten.
Oleh sebab itu, data pendapatan per kapita tidak dapat dijadikan indikator tunggal untuk memotret kesejahteraan masyarakat dalam satu perekonomian, karena pendapatan per kapita tidak mampu menggambarkan keadilan distribusi ekonomi dalam perekonomian, tren peningkatan pendapatan per kapita Banten tersebut menunjukkan adanya perbaikan kinerja perekonomian Banten, tapi tidak menggambarkan adanya kesejahteraan yang terdistribusi secara merata, karena pendapatan per kapita dihitung dari total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk di Banten. Penyandang Masalah Sosial
Provinsi Banten telah berupaya terus dalam meningkatkan pelayanan
bagi para
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), di antaranya lebih memberdayakan peran panti BPS (Balai Perlindungan Sosial) untuk para jompo, anak korban tindak kekerasan, tuna grahita, bayi terlantar, dan sebagainya. Banyak kegiatan yang melibatkan kerjasama dengan pihak-pihak lain seperti Badan Narkotika Provinsi dalam menangani korban NAPZA. Bentuk kegiatan bisa berupa sosialisasi, pelatihan, maupun penanganan secara langsung. Beberapa kendala yang dirasakan adalah masih minimnya sarana dan prasarana serta standard pelayanan yang masih kurang. Provinsi Banten belum
85
mempunyai pusat rehabilitasi para mantan korban NAPZA sehingga harus dikirim ke luar Banten.
Tren Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) ini mengalami penurunan dari tahun 2009 ke tahun 2010. Berdasarkan UU No.11/2009, jenis PMKS ini meliputi 7 kriteria yaitu : kemiskinan; keterlantaran; kecacatan; korban tindak kekerasan,ekploitasi dan diskriminasi; keterpencilan; ketunasosialan dan penyimpangan perilaku; dan korban bencana. Jenis PMKS yang mempunyai kontribusi jumlah terbesar baik di tahun 2009 maupun 2010 adalah kemiskinan, yang terdiri dari Keluarga Fakir Miskin/ Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), Wanita Rawan Sosial Ekonomi, Keluarga dengan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), dan Keluarga Rentan Sosial Ekonomi.
Penanganan PMKS ini memang dirasakan serba tidak enak karena harus mengurus anak jalanan, anak telantar, balita terlantar, anak nakal, dan sebagainya. Provinsi Banten mempunyai panti BPS (Balai Perlindungan Sosial) yang menampung mereka. Di panti ini masih dirasakan kekurangan fasilitas dan sumber daya manusia serta belum memenuhi standard pelayanan yang ditetapkan.
Penanganan bagi para lanjut usia dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten melalui panti BPS (Balai Perlindungan Sosial). Khusus untuk para lanjut usia, sangat diperlukan para perawat yang betul-betul sabar dan penuh dedikasi. Minimnya tenaga perawat dan terbatasnya tempat menjadi kendala dalam menampung para lanjut usia sehingga diperlukan tenaga-tenaga perawat handal dan tempat yang lebih luas.
Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Provinsi Banten telah dilakukan upaya-upaya
(PMKS) oleh Dinas Sosial
berupa bimbingan sosial, pelatihan
ekonomi produktif , dan sebagainya. Hal yang terpenting harus dilakukan untuk para PMKS ini adalah pemulihan sosial, di mana mereka bisa kembali dan diterima di masyarakat. Beberapa program pelayanan dan rehabilitasi sosial masih dirasakan minim fasilitas dan standard pelayanan. Tuna sosial yang terdiri dari para penyandang cacat ditampung di panti BPS (Balai Perlindungan Sosial) bersama-sama dengan anak telantar dan para lanjut usia. Para tuna sosial berupa Wanita Tuna Susila (WTS) ada penampungan berupa panti rehabilitasi di Lebak Sedangkan para gelandangan/pengemis belum
mempunyai
tempat
penampungan.
Begitu
pula
untuk
para
korban
penyalahgunaan narkoba, Provinsi Banten belum mempunyai tempat rehabilitasi sehingga dikirim ke Bogor atau ke Lembang (Bandung).
86
Prevalensi Gizi buruk
Prevalensi Gizi kurang/sedang
Pemerintah Provinsi Banten terus berupaya untuk mengurangi jumlah balita penderita gizi buruk dan gizi sedang/kurang. Dilihat dari tren rafik di atas, ada penurunan prevalensi gizi buruk dan gizi sedang/kurang di tahun 2009 ke tahun 2010. Hal ini berkat upaya Dinas Kesehatan dalam menangani kerawanan gizi tersebut, dengan terus menggalakkan pemberian gizi tambahan bagi para balita di setiap Puskesmas se-Provinsi Banten. Memang untuk mengatasi secara tuntas tampaknya cukup sulit sebab terkait dengan tingkat ekonomi orang tua si balita yang rata-rata dari keluarga tidak mampu, jadi selama ekonomi mereka belum membaik penderita gizi buruk akan tetap ada.
87
Usaha lain yang telah dilakukan adalah meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan bulanan balita di Posyandu, meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di Puskesmas/RS dan rumah tangga, menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada balita kurang gizi dari keluarga miskin, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan asuhan gizi kepada anak (ASI) dan memberikan suplementasi gizi (kapsul Vit.A) kepada semua balita. Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan kelompok potensial lainnya adalah jalan lain yang ditempuh untuk pemahaman masyarakat tentang gizi.
Usaha lainnya adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana dasar kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, posyandu, apotik, poliklinik, dokter praktek dan bidan praktek. Meningkatkan kualitas tenaga medis dan tenaga kesehatan di Provinsi Banten, dengan melakukan : 1. Peningkatan kesiapsiagaan penangulangan bencana dengan lintas sektor terkait. 2. Rekruitmen dokter, dokter gigi, bidan desa PTT di Provinsi Banten dan 3. Program standardisasi pelayanan kesehatan, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi tenaga medis dan tenaga paramedis. 3. Rekomendasi Kebijakan 1. Langkah-langkah untuk memeratakan hasil pembangunan harus terus dilakukan sehingga hasil perbaikan ekonomi makro dapat lebih meningkatkan lagi pendapatan per kapita dan kesejahteraan rakyat 2. Pembangunan kesehatan di Banten agar diarahkan kepada pengembangan fasilitas dan pemerataan layanan kesehatan berdasarkan pengembangan kesehatan berbasis masyarakat 3. Meningkatkan Aksesibilitas Masyarakat terhadap Pelayanan Pendidikan dan menata sistem pembiayaan pendidikan yang berprinsip adil, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel serta meningkatkan anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari APBD guna melanjutkan usaha-usaha pemerataan dan peyediaan layanan pendidikan yang berkualitas. 4. Pemerintah pusat diharapkan lebih intensif memberdayakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial baik sarana prasarana maupun standard pelayanan bagi para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). 5. Meningkatkan akses kesehatan untuk daerah terpencil antara lain dengan mendirikan/mengaktifkan puskesmas dan posyandu.
88
M.Politik, Hukum, dan Keamanan 1. Indikator
No
2
Tahun
Agenda pembangunan
Politik, Hukum, dan Keamanan
Indikator
Satuan
2009
2010
2011
Indeks Kriminalitas
Indeks
1,98
2,09
Belum ada
%
61,1
63
Belum ada
%
99,3
89
Belum ada
Prosentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional Prosentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Trans Nasional
Sumber Data
Kete-rangan
Polda Banten
Indikator Utama
Polda Banten
Indikator Pendukung
Polda Banten
Indikator Pendukung
2. Analisis Pencapaian Indikator Indeks Kriminalitas Indeks kriminalitas cenderung konstan pada tahun 2009 dan tahun 2010. Berdasarkan Banten Dalam Angka : Pada tahun 2009 tercatat terjadi 1.403 kasus kejahatan di provinsi Banten., dengan kasus atau 47 persennya dapat diselesaikan. Kasus kejahatan berupa pencurian kendaraan bermotor (curanmor) dan pencurian dengan pemberatan (curat) menempati urutan teratas. Kasus curanmor mencapai 32,72 persen dari total kasus yang terjadi, sedangkan kasus curat sebesar 32,29 persen. Tingginya kedua kasus ini sangat mungkin terkait dengan kemiskinan dan pengangguran yang relatif tinggi di Provinsi Banten.
Sepanjang tahun 2010 terhitung mulai 30 Desember 2009 hingga 30 Desember 2010, di wilayah hukum Polda Banten, telah terjadi 3.104 tindak kriminalitas. Yang kasusnya sendiri ini beraneka ragam,mulai penyakit masyarakat seperti perjudian, premanisme, pencurian, pembakaran kereta, pembunuhan maupun lainnya. Polda Banten sendiri,dari angka 3.104 tersebut sebanyak 1.815 kasus telah diselesaikan. Khusus untuk kasus pencurian kendaraan bermotor pada tahun 2010 mengalami peningkatan. Dari data seluruh Polres di Banten tercatat tahun 2010 sebanyak 766 kasus pencurian. Sementara tahun 2009 sebanyak 452 kasus pencurian kendaraan bermotor. Di tahun 2010, beberapa kasus yang menonjol yakni pemerkosaan anak dibawah umur pada bulan Februari 2010. Kasus lainnya yakni pembakaran kereta api yang terjadi di wilayah hukum Polres Lebak yang terjadi bulan Oktober.
89
Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional
Jumlah kasus tindak pidana yang ditangani Polda Banten selama 2009 itu terdiri dari 28 kasus pidana terhadap kekayaan negara, tindak pidana konvensional 1.904 kasus. Untuk tindak pidana konvensional, Polda Banten mampu menyelesaikan 1.122 kasus. Jumlah penyelesaian kasus itu turun 5,7 persen dibanding tahun 2008 sebanyak 1.661 kasus dengan penyelesaian 1.074 kasus.
Kejahatan konvensional merupakan kejahatan dengan isu paling mendasar dan sering terjadi di tengah masyarakat, memiliki lingkup lokal dan meresahkan masyarakat. Penindakan terhadap kejahatan ini dirasakan langsung oleh masyarakat. Bentuk kejahatan tersebut di antaranya perjudian, pencurian kekerasan/pemberatan, pencurian kendaraan bermotor, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan, penipuan, penggelapan, pembakaran,
pengrusakan,
pemalsuan,
penculikan,
dan
pemerasan.
Termasuk
premanisme dan kejahatan jalanan yang perlu penanganan secara intensif, terutama yang terjadi di lokasi obyek vital, yang dapat berimplikasi pada kerugian ekonomi dan kepercayaan internasional.
Persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional di Provinsi Banten belum mengalami kemajuan yang signifikan. Untuk kasus kejahatan konvensional, kurang lebih ada 45 jenis kejahatan, diantaranya pencurian berat, pencurian kendaraan bermotor, penipuan dan penggelapan untuk tahun 2009 sebesar 59%. Dari data seluruh Polres di Banten tercatat tahun 2010 sebanyak 766 kasus pencurian sepeda motor. Pencurian sepeda motor di Provinsi Banten sendiri hampir setiap hari ada. Salah satu penyebabnya, kesadaran warga menggunakan kunci tambahan saat memarkir
90
sepeda motornya masih rendah. Padahal, kunci tambahan, selain kunci yang sudah terpasang di kendaraan sejak dari pabrik, dapat menghambat pencuri menjalankan aksinya. Kendala di dalam pengungkapan kasus pencurian sepeda motor itu sendiri, antara lain kesulitan di dalam mengidentifikasi pelaku karena terbatasnya jumlah saksi dan pengubahan identitas kendaraan. Pihak polda sendiri menghimbau agar masyarakat tidak membeli atau memakai sepedar motor bodong. Selain itu juga dibuat spanduk imbauan dari polisi agar warga mewaspadai pencurian sepeda motor yang selama ini sudah terpampang di beberapa wilayah Banten. Spanduk itu bertuliskan, ”Hanya Dibutuhkan Sekitar Dua Menit bagi Pelaku untuk Mencuri Sepeda Motor”. Ini mengingatkan warga agar selalu berhati-hati. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Trans Nasional
Kejahatan transnasional (transnational crime) masih menjadi ancaman. Sepanjang tahun 2010 ini beberapa kasus kejahatan transnasional menurun dibandingkan tahun 2009, tetapi di antaranya malah belum selesai diungkap, seperti : Peningkatan terjadi pada kejahatan peredaran narkoba dan penambangan liar. Sementara ancaman terorisme masih menghantui dengan belum tertangkapnya tokoh-tokoh teroris, apalagi Banten merupakan wilayah yang sering dijadikan lalu lintas peredaran narkoba dan terorisme, karena jaraknya yang juga tidak jauh dari ibukota negara.
Kejahatan yang digolongkan kejahatan transnasional meliputi terorisme, peredaran narkoba, penyelundupan senjata, pencucian uang, perdagangan manusia, kejahatan dunia maya (cyber crime), dan kejahatan ekonomi internasional, serta konflik masyarakat. Apalagi dengan adanya kasus Cikesik ( bentrokan antara jemaah Ahmadiyah
dan
masyarakat sekitarnya) yang banyak menyita perhatian media dan masyarakat Indonesia.
91
Persidangan atas Kasus Cikesik berjalan panjang, dengan banyaknya kata-kata jihad yang diungkapkan dalam persidangan. Selain itu selama persidangan kasus Cikesik, kepolisian juga menurunkan
30 regu, serta Brimob di Malimping sebanyak 1 kompi.
Selain itu hakim dituntut untuk berlaku adil serta profesional. Di mana kemerdekaan hakim di dalam mengambil keputusan tidak bisa diintervensi.
Untuk menanggulangi segala bentuk kejahatan, Polda tidak bisa berjalan sendiri. Kerjasama sinegis perlu dilakukan dengan berbagai lembaga penegakan hukum, masyarakat dan kampus. “Kita tidak melihat aspek penegakan hukum saja, tapi juga pada upaya preventif,” ujarnya. Karena itu menurutnya yang lebih penting saat ini adalah upaya deradikalisasi yang harus terus digalang oleh lintas lembaga, bukan hanya Polda.
Insiden Cikesik menghasilkan berbagai kerugian materil dan imateril yang sangat besar, mulai dari jatuhnya korban jiwa, rusaknya harta benda, luka dan cidera serius terhadap beberapa orang. Peristiwa Cikeusik menjadi pelajaran berharga untuk setiap institusi negara terkait, khususnya Polda dalam menangani aksi massa yang berpotensi menimbulkan kekerasan dan korban jiwa.
Selain konflik yang terjadi di dalam masyarakat. Kasus Narkoba juga cukup menyita perhatian masyarakat, apalagi ditemukannya gudang yang menyimpan obat-obat terlarang di Tangerang. Seperti kita ketahui Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, di Cengkareng, Tangerang, Banten, menjadi pintu utama masuknya peredaran narkoba jaringan internasional khususnya di wilayah Banten. Data Badan Narkotika Provinsi (BNP) Banten, Sepanjang bulan Maret 2010 Badan Narkotika Provinsi Banten mencatat, peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten sebanyak 192 kasus. Dari data BNP Provinsi Banten, 192 tersangka itu berasal dari berbagai kalangan, termasuk oknum PNS serta TNI/Polri. Tersangka lainnya adalah pegawai swasta, wirausaha, mahasiswa, pelajar, buruh, pengangguran dan lainnya. Dari 192 tersangka itu, 96 berstatus sebagai bandar dan 96 sebagai pemakai.
Di dalam menanggulanginya segala bentuk kejahatan, Polda tidak bisa berjalan sendiri. Kerjasama sinegis perlu dilakukan dengan berbagai lembaga penegakan hukum, masyarakat dan kampus. Kita tidak melihat aspek penegakan hukum saja, tapi juga pada upaya preventif. Dengan adanya tindak pencegahan yang dilakukan oleh pihak aparat dalam setiap kejahatan yang akan muncul tentu bisa memperkecil tidak kejahatan yang terjadi di wilayah Banten.
92
3.
Rekomendasi Kebijakan 1. Polisi agar menunjukkan benar-benar bahwa dirinya sebagai pelindung masyarakat yaitu dalam pemberantasan kejahatan konvesional, transnasional, penjarahan kekayaan negara serta dalam mengatasi konflik sosial yang sering terjadi. 2. Mengajak masyarakat untuk berperan aktif membantu polisi selaku rekan polisi dalam membasmi kriminalitas dengan memberikan laporan ke polisi dalam bentuk pencegahan terjadinya kejahatan. 3. Menuntaskan penanganan tindak kejahatan terutama kejahatan konvensional 4. Membangun kerjasama yang erat dengan masyarakat di dalam memberantas jaringan narkoba dan terorisme yang ada di wilayah Banten. 5. Memberikan hukuman yang sangat berat bagi pengedar narkoba dan terorisme
N.Perekonomian lainnya 1. Indikator
No
Agenda pembangunan
3
Perekonomian
Indikator Laju Pertumbuhan ekonomi Laju Inflasi Perkembangan PAD
Satuan
2009
2010
2011
%
4,69
5,94
6,52 (Apr)
%
11,90
6.1
4,73 (jun)
%
69,38
74,07
78,5 (jun)
44,07
26,41 (Apr)
39,14
39,30 (Apr)
Pertumbuhan Ekspor
%
Pertumbuhan Impor
%
Belum ada Data Belum ada data
Sumber Data
Kete-rangan
BPS
Indikator Utama
BPS dan BI Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) BPS dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan BPS dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Indikator Pendukung Indikator Pendukung Indikator Pendukung Indikator Pendukung
93
2. Analisis Pencapaian Indikator Laju Pertumbuhan Ekonomi
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) menggambarkan pertambahan volume barang dan jasa yang diproduksi/dihasilkan di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. LPE dihitung dari PDB/PDRB atas dasar harga konstan. LPE Banten
dihitung berdasarkan angka
PDRB triwulanan sebesar 5.89 persen pada tahun 2009 angka ini lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan yang terjadi pada tahun 2010 yang besarnya 5,94 persen sedangkan pada tahun 2011 ( April) pertumbuhan meningkat lebih baik 6,52%.. Laju
pertumbuhan
ekonomi
Banten
sangat
dipengaruhi
oleh
faktor
eksternal
perekonomian Banten, hal ini terjadi karena sektor industri yang menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi Banten didominasi oleh sektor industri yang berbasis ekspor, hal ini bisa kita lihat dari tren laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten dari tahun 2009 sampai tahun 2011 terus mengalami peningkatan. Tingginya Laju pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh terus meningkatnya PDRB dimungkinkan karena kegiatan ekonomi yang didorong oleh investasi masyarakat, dunia usaha dan investasi pemerintah melalui APBD dan APBN. Kinerja ekonomi ini juga berkembang berkat dukungan infrastruktur yang secara bertahap dibangun oleh pemerintah daerah, seperti jalan, jembatan, transportasi, sarana dan prasarana ekonomi daerah. PDRB Banten berasal dari sektor primer : pertanian, pertambangan dan galian menyumbangkan rata-rata sebesar 8%; sekunder: industri pengolahan, listrik, gas, air bersih, dan bangunan menyumbangkan rata-rata sebesar 52%, dan tersier: perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan jasa-jasa lainnya menyumbangkan rata-rata sebesar 40%.
94
Setelah redanya krisis moneter gairah peningkatan kinerja perekonomian juga terjadi di Banten, hal ini terlihat dari berbagai indikator ekonomi menunjukkan pencapaian yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Banten diperkirakan dapat mendekati level 6 persen, (Years On Years) pada tahun 2010. Semenjak berdirinya Provinsi Banten sepuluh tahun yang lalu yang terpisah dari Provinsi induknya Jawa Barat, tren pertumbuhan ekonomi menunjukkan angka yang terus berkisar pada angka pertumbuhan rata-rata pada angka 5%, Mencermati fenomena dan kinerja perekonomian Banten tahun-tahun sebelumnya, dan berdasarkan pada kerangka berpikir di dalam membangun perekonomian daerah, maka di dalam perencanaan pembangunan daerah tahun 2010, tantangan pemerintah daerah adalah menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai orientasi pembangunan daerah dan sekaligus dalam rangka pemerataan dan pengentasan kemiskinan. Tantangan pokok yang dihadapi pada tahun 2010 di dalam pembangunan ekonomi daerah, adalah : a. Meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi daerah Kualitas pertumbuhan ekonomi daerah perlu ditingkatkan agar kegiatan ekonomi dapat menciptakan lapangan kerja yang lebih besar dan mengurangi jumlah penduduk miskin. b. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi perlu ditingkatkan setinggi-tingginya agar mampu mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor perekonomian.
95
Laju Inflasi
Banten termasuk salah satu dari tiga provinsi (Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat) yang menjadi penyumbang 47 persen inflasi nasional. Inflasi menggambarkan tingkat perubahan harga secara agregat dari suatu paket komoditi yang dikonsumsi oleh penduduk. Inflasi dihitung secara rutin setiap bulan dengan berbasis data survei hargaharga yang dilaksanakan mingguan, dua mingguan dan bulanan oleh BPS. Tren inflasi di Banten menunjukkan angka yang terus meningkat setiap tahunnya. Inflasi tahun 2009 sebesar 11,9% menunjukkan tren yang meningkat pada tahun 2010 sebesar 6,10 %, dan pada tahun 2011 (April) inflasi meningkat menjadi 6,52%. Tingkat inflasi di Propinsi Banten cukup tinggi dan mengejutkan terutama sepanjang Juni-Juli 2011 karena terjadi inflasi sebesar 0,62% di Banten. Angka tertinggi inflasi terjadi di Kota Serang, yang mencapai 1,24%. Disusul Kota Tangerang 0,54%, dan Kota Cilegon 0,40%. Umumnya yang mengalami kenaikan adalah
harga barang, jasa, dan kebutuhan pokok. Inflasi
terjadi dipicu oleh naiknya indeks kelompok bahan makanan sebesar 1,73%; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,15%; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,37%; kelompok sandang 0,60%; serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,50%. Sementara itu, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami penurunan 0,03%. Inflasi di Banten tahun 2011 terus meningkat, terutama menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Daging ayam penyumbang terbesar inflasi lantaran permintaan masyarakat sangat tinggi. Hampir semua komoditas di Provinsi Banten mengalami kenaikan, bahkan seperti daging ayam, beras, jeruk, dan telur ayam menyumbang kenaikan inflasi. Namun
96
tingkat inflasi Banten masih tetap lebih rendah dibandingkandengan tingkat inflasi nasional yakni pada angka 6,1 persen dan hal ini merupakan pencapaian yang baik, sehingga apresiasi perlu diberikan kepada pimpinan dan jajaran Pemerintah Provinsi Banten, perbankan, berbagai instansi, para pelaku usaha dan seluruh pihak lain yang telah
berupaya
upaya
melaksanakan
perannya
dalam
mendukung
kokohnya
perekonomian Banten. Mengacu pada Kajian BI pada 2011, Banten memiliki Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) cukup tinggi. TPT Nasional hanya 6,80%, sementara Banten mencapai 13,50%. Angka ini sekaligus menunjukkan pengangguran di Banten menjadi yang tertinggi seIndonesia. Hal ini perlu diperhatikan untuk menjadi desakan bagi pemerintah agar mampu meredam dampak buruk inflasi. Terutama di provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi. Tingkat inflasi di Banten merupakan sorotan utama berbagai pihak di Banten. karena hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih belum optimal membenahi soal perekonomian Banten. Masyarakat
Banten memerlukan sebuah program ekonomi
konkret yang membuat mereka tidak lagi terbebani dengan soal harga dan kebutuhan hidup.
Angka inflasi yang terus meningkat tidak sehat bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Banten. Inflasi yang tidak terkontrol dan cenderung terus meningkat beresiko tinggi untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi. Inflasi yang terus meningkat di Banten mengancam daya beli masyarakat, penurunan daya beli masyarakat dalam jangka panjang akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan akan mengganggu pendapatan daerah dalam jangka pendek dan panjang. Oleh sebab itu kebijakan untuk mengendalikan inflasi menjadi kebijakan penting bagi pemerintah daerah melalui kebijakan fiskal di daerah yang memungkinkan untuk menghambat laju inflasi yang tinggi, bekerjasama dengan Bank Indonesia Banten.
Apabila mencermati karakter inflasi di Banten, inflasi justru lebih tinggi dialami daerahdaerah perdesaan Banten terutama daerah Banten Selatan seperti Lebak dan Pandeglang sedangkan inflasi di daerah Banten Utara tidak setinggi laju inflasi daerah Banten Selatan tersebut, inflasi yang tinggi di wilayah Banten Selatan didorong oleh buruknya infrastruktur di Banten Selatan, yang menghambat distribusi, sehingga hargaharga barang di Banten Selatan menjadi lebih mahal dibanding dengan Banten Utara.
97
Perkembangan PAD
Pendapatan Asli Daerah Provinsi Banten merupakan indikator untuk mengukur tingkat kemandirian dan kemajuan ekonomi daerah serta keberhasilan daerah dalam menggali potensi pendapatan. Salah satu sasaran dan indikator kinerja agenda perekonomian tahun 2007-2012 adalah meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi sampai tahun 2012 sebesar 6,2 % . Untuk dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dibutuhkan laju investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) oleh dunia usaha dan pemerintah. Untuk mendukung pencapaian target PMTB ini, maka pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Banten harus diupayakan seoptimal mungkin. Pajak kendaraam bermotor merupakan penyumbang terbesar PAD dan Pemprov Banten mulai 2011 akan kehilangan pendapatan daerah senilai Rp 140 miliar dari sektor pajak, dengan diberlakukannya UU Nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hilangnya pendapatan daerah dari PPHTB dan PBB tersebut, mengharuskan Pemprov Banten melakukan terobosan lain untuk menutupinya. Salah satu upaya yang telah dilakukannya yakni melakukan intensifikasi terhadap para wajib pajak. Para wajib pajak kendaraan bermotor yang pemiliknya berada di wilayah Banten, masih banyak yang membayar pajaknya ke DKI Jakarta, dalam hal ini pemerintah melalui DPKAD melakukan kemudahan untuk proses balik nama kendaraan bermotor serta menambah tempattempat pembayaran pajak kendaraan bermotor. Saat ini Banten memiliki 10 kantor UPTD Samsat, empat gerai samsat yakni di Mal Serang, Mal Tangerang City, Bank Jabar Banten di Serang dan kantor DPKAD Banten di
98
KP3B Curug Kota Serang. Selain itu. kata Engkos, pihaknya juga proaktif dengan melakukan jemput bola ke rumah wajib pajak serta mengirimkan 3 unit mobil Samsat keliling ke daerah-daerah yang Jauh dari pusat-pusat pelayanan pajak. DPKAD juga bekerja sama dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Serang untuk menjaring para wajib pajak perorangan PPh 21. Sehingga dengan makin banyak wajib pajak PPh 21. maka nilai bagi hasil pajak ke provinsi diharapkan akan makin besar. Dalam upaya meningkatkan PAD , komisi III DPRD Banten telah merencanakan untuk bekerja sama dengan sejumlah BUMN yang ada di Banten. Hal Ini karena Pemprov Banten memiliki BUMD yakni PT Banten Global Development (BCD) yang bisa didorong untuk melakukan kerja sama dalam upaya meningkatkan sumber pendapatan daerah. Selain itu Pada setiap kawasan prioritas dikembangkan dan difokuskan serta diarahkan pada produkproduk unggulan daerah yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat, serta memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif. Dengan demikian produkproduk yang dihasilkan diharapkan mampu memasuki pasar domestik seperti potensi pasar yang tergabung dalam Mitra Praja Utama (MPU) maupun pasar global terutama pasar ASEAN. Pembangunan ekonomi kerakyatan difokuskan pada pembinaan dan penyuluhan pertanian (petani dan nelayan) dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah serta koperasi (UMKMK) yang diharapkan dapat menampung sebagian besar tenaga kerja masyarakat Banten, dengan memanfaatkan sumber utama pembangunan yaitu: kekayaan alam, sumberdaya manusia dan teknologi; Di dalam pembangunan sektor perekonomian, maka sektor pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan kelautan) dan industri yang berbasis pertanian, dan industri kecil/rumah tangga serta pariwisata akan memperoleh prioritas utama dalam pengembangnya, sedangkan sektor industri khususnya industri besar, dan jasa dikembangkan untuk turut mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah dan memperkokoh pertumbuhan sektor pertanian. Sedangkan sektor pertambangan khususnya pertambangan rakyat dikembangkan sejalan dengan pembangunan sektor pertanian dan pariwisata serta industri. Dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Provinsi Banten bisa dikatakan daerah besar dan agak mandiri secara fiskal. Persentase PAD Banten pada tahun 2009 sebesar 69,38 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 74,07 persen, sedangkan pada tahun 2011 persentasenya meningkat lebih kecil dari tahun 2010 sebesar 78,50. Kenaikan PAD yang terus meningkat di Banten belum sepenuhnya diikuti dengan peningkatan kapasitas ekonomi. Hal ini terlihat dari infrastruktur yang belum tersedia untuk mengimbangi kegiatan perekonomian dan kebutuhan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi secara makro masih di kontribusikan 62% dari Tangerang terutama Kota Tangerang yang berkontribusi
99
paling besar yakni 34% bagi pertumbuhan ekonomi di Banten. Kontribusi Banten Selatan masih rendah terhadap pertumbuhan ekonomi karena selama ini pemerintah daerah lebih memprioritaskan pembangunan di Banten Utara. Infrstruktur menjadi kendala utama akselerasi pertumbuhan ekonomi di Banten selatan, 75% jalan provinsi yang rusak menjadikan akses perekonomian rendah. Iklim investasi juga tidak mendukung karena adanya masalah berbelitnya mengurus perizinan. Namun di tahun 2011 ini Pemda mulai melirik Banten Selatan yang terlihat dari adanya investasi perkebunan kelapa sawit, karet dan tumbuhnya perbankan. Pertumbuhan Ekspor
Volume dan nilai ekspor Banten pada tahun 2009 masing-masing mencapai 3,76 juta ton dan 5.563.34 juta USD. Bila diperhatikan komposisinya, ekspor Banten lebih banyak yang
100
dimuat melalui pelabuhan/bandara di luar Banten terutama melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Di samping itu, ekspor Banten kebanyakan untuk negara-negara Asia, terutama ke negara-negara ASEAN yaitu sebesar 1,37 juta ton dan 1.279,69 juta USD. Secara individu, ekspor Banten lebih banyak ditujukan ke AS, China, dan Jepang yaitu masingmasing senilai 1.035,09 juta USD; 462,78 juta USD dan 444,80 juta USD. Penurunan ekspor Banten dapat dikonfirmasi oleh turunnya impor Banten pada tahun 2009 sebesar 23,06 persen bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 7,178,23 juta USD.
Ekspor Banten terbesar pada Februari 2010 berasal dari Pelabuhan Tanjung Priok dengan nilai ekspor sebesar US$ 611,30 juta (84,91 persen), disusul oleh Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Tanjung Leneng, masing-masing sebesar US$26,69 juta (3,71 persen) dan US$48,14 juta (6,69 persen). Ketiga pelabuhan ini merupakan pelabuhan muat utama untuk ekspor Banten setidaknya dalam tiga tahun terakhir mengingat sejak Maret 2009, ketiganya selalu memberikan kontribusi ekspor yang tertinggi.Selanjutnya, dibanding Januari 2011, nilai ekspor pada Februari 2011 baik melalui pelabuhan muat di Banten maupun di luar Banten hampir seluruhnya mengalami penurunan, kecuali ekspor melalui Pelabuhan Tanjung Leneng dan Bandara Sukarno – Hatta yang mengalami peningkatan masing-masing sebesar 19,36 persen dan 26,14 persen. Sementara jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya, nilai ekspor pada Februari 2011 meningkat pada empat pelabuhan muat, yaitu Pelabuhan Cigading dan Bandara Bandara Sukarno –Hatta, Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Udara Halim Perdana Kusuma, sedangkan pada pelabuhan muat lainnya mengalami penurunan. Selanjutnya, untuk periode Januari –Februari 2011 peran ekspor dari pelabuhan muat di luar Banten masih lebih dominan dibanding peran ekspor dari pelabuhan muat di Banten, dengan peran terbesar berasal dari Pelabuhan Tanjung . Dilihat dari sisi perdagangan internasional, kinerja ekspor Banten yang sempat terkoreksi cukup dalam pada awal tahun 2009, kemudian mulai menguat dan terus meningkat hingga akhir tahun 2010 terutama pada jenis alas kaki, pakaian jadi, kertas dan produk kertas serta tekstil. Total ekspor Banten secara kumulatif dari bulan Januari hingga November 2010 mencapai angka 6,96 miliar dolar Amerika Serikat. Seiring dengan meningkatnya ekspor, impor Banten pun terdorong meningkat terutama untuk jenis barang modal dan barang konsumsi dengan total impor tercatat sebesar 14,17 miliar dolar AS.
101
Dengan demikian, maka terjadi net impor Banten sebesar 7,21 miliar dolar Amerika Serikat, sedikit lebih rendah daripada net impor Januari hingga November 2009 sebesar 7,24 miliar dolar AS. Pertumbuhan Impor
Bila diperhatikan komposisinya, impor Banten lebih banyak yang dibongkar melalui Pelabuhan Merak yang mencapai 6,00 juta ton dengan nilai 3,72 juta USD. Di samping itu, impor Banten kebanyakan berasal dari negara negara Asia, terutama negara-negara ASEAN yaitu sebesar 2,96 juta ton dan 1.791,17 juta USD. Secara individu, impor Banten lebih banyak berasal dari Singapura, China dan Arab Saudi. Nilai impor Banten pada Februari 2011 turun 7,45 persen dibanding Januari 2011, yaitu dari sebelumnya sebesar
102
US$737,82 juta menjadi US$682,88 juta. Penurunan ini utamanya disebabkan oleh impor migas pada Februari 2011 yang mengalami penurunan sebesar 52,91 persen menjadi US$116,24 juta,dari sebelumnya mencapai US$246,84 juta pada Januari 2011. Penurunan impor migas sendiri merupakan akibat dari turunnya impor untuk komodiri hasil minyak dibanding Januari 2011, mengingat untuk komoditi migas lainnya tidak tercatat adanya kegiatan impor dalam dua tahun terakhir.
Berbeda dengan impor migas, impor nonmigas Februari 2011 meningkat 15,41 persen mencapai US$ 566,64 juta, dari US$ 490,98 juta pada bulan sebelumnya. Selanjutnya, dibanding impor bulan yang sama tahun 2010, dibanding impor Februari 2010 meningkat 12,16 persen. Peningkatan impor ini lebih disebabkan oleh impor nonmigas yang mengalami peningkatan 23,52 persen, karena dibanding Januari 2010 impor migas turun 22,55 persen. Penurunan impor migas ini hanya disebabkan oleh penurunan impor komoditi hasil minyak mengingat untuk dua komoditi migas lainnya, yaitu minyak mentah dan gas tidak tercatat adanya impor sebagaimana telah disampaikan sebelumnya Dibanding periode Januari –Februari 2010, impor periode yang sama pada tahun 2011 meningkat 26,95 persen, di mana peningkatan tersebut disebabkan kenaikan impor untuk komoditi migas dan nonmigas secara kumulatif masing-masing sebesar 14,06 persen dan 32,07 persen
Untuk diketahui, impor Banten kebanyakan berupa bahan baku dan barang modal untuk keperluan industri pengolahan, di mana kebanyakan industri Banten adalah industri berorientasi ekspor dengan produk yang juga mendominasi ekspor Banten. Karena itu, penurunan impor sekaligus mengindikasikan adanya penurunan ekspor. ekspor Banten mengalami penurunan yang cukup drastis yaitu sebesar 16,72 persen. Penurunan tersebut disebabkan oleh krisis finansial global yang turut melanda negara-negara mitra dagang utama seperti AS, China, dan Jepang, di mana ekspor Banten ke negara-negara tersebut masing-masing mengalami penurunan sebesar 14,62 persen; 13,81 persen dan 30,66 persen, menurut pelabuhan muat. 3. Rekomendasi Kebijakan 1. Dalam upaya meningkatkan keunggulan ekspor, pemerintah harus menggali dan meningkatkan potensi sumber daya yang dapat meningkatkan nilai ekspor. 2. Hal yang tidak bisa ditawar lagi, hendaknya pemerintah meningkatkan kualitas, uji kelayakan ISO, pelabelan, harga yang bersaing, perizinan yang mudah serta pemberlakuan tarif bebas terhadap barang yang diproduksi.
103
3. Pemda harus fokus kepada UMKM yang selama ini memberikan kontribusi besar terhadap PDRB, begitu pula dengan industri logam, baja, dan non migas yang memberikan surplus neraca. 4. Pemerintah harus berupaya memberikan solusi ketika pelaku industri mengalami kendala dalam masalah penyediaan bahan mentah 5. Dalam meningkatkan kinerja perekonomian, pemda harus terus berkoordinasi dengan pihak terkait dan melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang dibuat. 6. Dalam menangani inflasi, pemda harus membentuk tim pengendali inflasi di setiap kab/kota dan melakukan tindakan tegas terhadap spekulan yang menimbun barang. 7. Kebijakan yang dikeluarkan hendaknya berpihak kepada rakyat terutama masyarakat miskin 8. Dalam meningkatkan PAD, pemda harus menggali dan mengembangkan potensi yang ada tanpa mengabaikan peningkatan SDM.
104
BAB III RELEVANSI ISU STRATEGIS, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
105
Analisis Relevansi Isu Strategis, Sasaran, Arah Kebijakan, dan Strategi Pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 adalah : a. No 1
Isu Strategis RKPD 2010
RKPD 2011
Ketimpangan pembangunan intra-regional wilayah Jawa-Bali
Isu Strategis yang relevan:
Isu Strategis yang relevan:
Ditunjukkan oleh rendahnya produktivitas ekonomi kawasan perdesaan, lemahnya keterkaitan desa kota, rendahnya produktivitas ekonomi kawasan selatan Jawa, dan lemahnya keterkaitan utaraselatan Jawa dan keterkaitan antar wilayah di selatan Jawa. Hal ini disebabkan oleh lemahnya akses kepada lahan dan modal serta lemahnya pengembangan kegiatan off farm yang menurunkan produktivitas kawasan perdesaan lemahnya keterkaitan hulu hilir aktivitas ekonomi yang secara spasial memperlemah keterkaitian desa-kota, lemahnya aksesibilitas ke wilayah selatan Jawa dan antar wilayah selatan Jawa yang memperlemah keterkaitan utara-selatan Jawa dan lemahnya pengembangan potensi ekonomi yag ramah lingkungan berupa aktivitas ekowisata.
- Inventarisasi lahan untuk reformasi agraria -penentuan masyarakat penerima lahan atau penerima akses terhadap lahan -penyusunan kelembagaan penguatan retribusi lahan
Penciptaaan keseimbangan perencanaan pembangunan antar wilayah, peningkatan kapasitas aparat, kelembagaan, maupun keuangan pemerintah daerah, peningkatnya kerja sama antar sektor dan daerah, dan juga kerjasama antar daerah dan upaya–upaya dalam meningkatnya sinergi kerjasama pembangunan antar pemerintah, masyarakat, dan swasta.
RPJMN 2010-2014
Analisis Relevansi Rendahnya produktivitas disebabkan karena lemahnya akses dan perencanaan pembangunan antar wilayah
Rekomendasi Isu Strategis RKP/RKPD2013 Pemerintah hendaknya melakukan perencanaan secara terintegrasi terutama dengan wilayah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Banten
Pengamanan dan penyelesaian masalah sosial di daerah perbatasan Penataan ruang dan pengembangan wilayah/kawasan. Pengamanan dan penyelesaian masalah sosial di daerah perbatasan
106
2
Menjaga momentum pertumbuhan di JawaBali Ditunjukkan oleh tingginya produktivitas ekonomi dan investasi di Provinsi DKI Jakarta, dan tingginya potensi peningkatan produktivitas ekonomi dan investasi di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Timur. Permasalahan yang dapat menjadi hambatan dan ancaman adalah lemahnya birokrasi pengurusan perizinan, lemahnya infrastruktur penunjang investasi terutama transportasi, air bersih, dan energi, serta menurunnya daya dukung lingkungan yang ditandai dengan meningkatnya berbagai bentuk gangguan lingkungan terutama banjir, longsor dan menurunnya kualitas air
3
Belum optimalnya potensi peningkatan nilai tambah dari aktivitas perdagangan internasional Ditunjukkan oleh rendahnya ekspor nonmigas yang bernilai tambah tinggi, rendahnya nilai surplus perdagangan internasional di Provinsi DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan optimalnya pemanfataan jalur-jalur perdagangan internasional. Hal ini disebabkan lemahnya pengembangan produk unggulan yang berupa produk olahan nonmigas, masih terbatasnya jaringan perdagangan internasional, dan masih terbatasnya infrastruktur penunjang kegiatan ekspor impor
Mendorong dan mengoptimalkan fungsi kawasan strategis dan cepat tumbuh khususnya di Banten Selatan dengan pengembangan pada wilayah-wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam dan lokasi strategis untuk dikembangkan sebagai wilayah pertumbuhan antara lain dengan memfasilitasi pengembangan kawasan; mendorong industri pengolahan bahan baku dengan insentif yang tepat; mengembangkan pusatpusat pertumbuhan sebagai kawasan perdagangan bebas; serta meningkatkan kerjasama pembangunan antar daerah–daerah perbatasan; Pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan kualitas SDM dengan daya serap teknologi dan keterampilan yang lebih tinggi Penguasaan teknologi mempengaruhi pemanfaatan dan bekerjanya faktor-faktor produksi, baik modal, sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia itu sendiri. SDM berperan sebagai sumber kemajuan yang dicerminkan dalam ukuran ekonomi melalui pertumbuhan.
Mengkaitkan antar kawasan lingkup Provinsi Banten, dan antara Provinsi Banten dengan provinsi di sekitarnya seperti Lampung, DKI Jakarta dan Jawa Barat, sehingga model penataan ruang/kawasan di wilayah Provinsi Banten dan wilayah perbatasan di bagian Barat, Utara dan Timur seirama dengan provinsi– provinsi tersebut terutama dalam memanfaatkan potensi lokal dalam perkembangan ekonomi jalur Pantura dan jalur Selat Sunda maupun dalam konstelasi regional dan global.
Pemerintah berupaya memanfaatkan potensi lokal dalam perkembangan ekonomi untuk menjaga momentum pertumbuhan di Jawa – Bali, juga dalam konstelasi regional dan global
Pemerintah meminimalkan atau meniadakan hambatan yang dapat menjadi hambatan penunjang pengembangan perekonomian dan gangguan lingkungan lainnya
Mengembangkan memfokuskan produk-produk unggulan daerah yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat, serta memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif. Dengan demikian produkproduk yang dihasilkan diharapkan mampu memasuki pasar domestik seperti potensi pasar yang tergabung dalam Mitra Praja Utama (MPU) maupun pasar global terutama
Pemerintah meningkatkan nilai tambah perdagangan internasional dengan memfokuskan pada produk unggulan dan meningkatkan kualitas SDM dengan daya serap teknologi dan keterampilan yang lebih tinggi
Pemerintah memfokuskan orientasi ekspor untuk produk unggulan dengan memperluas jaringan atau pangsa pasar internasional agar surplus perdagangan internasional meningkat
107
pasar ASEANpemberdayaan masyarakat dan meningkatkan kualitas SDM dengan daya serap teknologi dan keterampilan yang lebih tinggi 4
Terancamnya fungsi wilayah Jawa-Bali sebagai salah satu lumbung pangan nasional Ditunjukkan oleh produksi pertanian pangan yang mulai menurun di Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali; tingginya konversi lahan sawah di Jawa Barat dan Jawa Timur; belum optimalnya pemanfaatan potensi peternakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur; belum optimalnya pemanfaatan potensi perikanan di DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur; makin menurunnya skala ekonomi aktivitas pertanian di Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali; dan makin menurunnya ketersediaan air untuk aktivitas pertanian. Hal ini disebabkan oleh lemahnya penyuluhan dan introduksi teknologi dalam pertanian pangan, lemahnya pengendalian konversi lahan pangan, rendahnya pengembangan potensi ternak besar (sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing) dan unggas, rendahnya pengembangan potensi perikanan darat dan perikanan tangkap, menurunnya perluasan lahan petani dan meningkatnya ketimpangan penguasaan lahan, kurangnya pemeliharaan infrastruktur irigasi, dan rusaknya daerah-daerah resapan air.
Isu Strategis yang relevan :Pengembangan Wilayah / Kawasan : Prioritas Pengembangan Wilayah dan Kawasan Pusat Pertumbuhan Didukung Infrastuktur dan Energi
Isu Strategis yang relevan :Pengembangan Wilayah / Kawasan : Prioritas Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Kawasan Strategis, Tertinggal dan Pusat Pertumbuhan Pengembangan Wilayah / Kawasan : Prioritas Pendayagunaan Penataan Ruang yang Berorientasi pada Pengelolaan SDA, LH dan Antisipasi Bencana
Dalam RKPD Banten baik 2010 maupun 2011 menjadikan pengembangan wilayah sebagai fokus pembangunan wilayah RKPD Banten tahun 2011 merupakan pengembangan dari RKPD tahun 2010. Tahun 2011 mengagendakan pusat pertumbuhan dan infra struktur juga mengagendakan kawasan strategis, tertinggal, dan Prioritas Pendayagunaan Penataan Ruang yang Berorientasi pada Pengelolaan SDA, LH dan Antisipasi Bencana
Rekomendasi isu strategis ke pemerintah : -Pembangunan daerah diutamakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (quality of life) di seluruh wilayah, pengurangan kesenjangan antar wilayah, dan keserasian pemanfaatan ruang dengan memanfaatkan rencana tata ruang sebagai acuan dan perangkat koordinasi pembangunan antar daerah dan antar sektor; Rekomendasi Isu strategis ke pemerintah provinsi : - Rekomendasi Isu Strategis ke provinsi : -Kebijakan dalam tata ruang pembagunan, sehingga alih fungsi lahan pertanian produktif dapat dicegah. -Diperlukan peningkatan dan perbaikan irigasi bagi sektor pertanian, -Meningkatkan pelibatan swasta untuk investasi dalam sektor pertanian -Peningkatan kinerja penyuluhan -Meningkatkan dan memperkuat peran
108
5
Tingginya kepadatan dan konsentrasi penduduk di wilayah metropolitan Jabodetabek dan sekitarnya, ditunjukkan oleh konsentrasi penduduk yang tetap terpusat di Jawa dan tingginya laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat dan Banten. Hal ini disebabkan oleh lemahnya pengelolaan program transmigrasi yang bertujuan untuk mendorong pemerataan distribusi penduduk dan sekaligus mendorong pembangunan daerah dan lemahnya pengendalian laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Jawa Barat dan Banten.
Isu strategis yang relevan : Agenda Pengembangan Wilayah / Kawasan : Prioritas Pengembangan Wilayah dan Kawasan Pusat Pertumbuhan Didukung Infrastuktur dan Energi
Isu strategis yang relevan : Agenda Pengembangan Wilayah/ Kawasan : Prioritas Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Kawasan Strategis, Tertinggal dan Pusat Pertumbuhan
Dalam RKPD 2010 dan RKPD 2011 menitikberatkan pada pengembangan wilayah dan kawasan pusat pusat pertumbuhan dengan tetap mengembangkan infrastruktur, pengembangan pusat pertumbuhan dan infra struktur kepadatan penduduk di perkotaan dapat terdistribusi dikawasan pusat pertumbuhan yang baru
lembaga keuangan dan koperasi Rekomendasi isu strategis ke pemerintah : -Meninjau kembali kebijakan tentang kependudukan terutama pengaturan tentang laju fertilitas dan urbanisasi Rekomendasi isu strategis ke pemerintah provinsi : Melanjutkan dan perbaikan terhadap sasaran, strateginya : -Meningkatkan pelayanan prasarana Jalan dan jembatan terutama yang menghubungkan kawasan sentra pertumbuhan -Memperbaiki kualitas dan pemeliharaan jalan dan jembatan, Membuat akses jalan baru yang diarahkan pada kawasan sentra pertumbuhan -Menekan laju pertumbuhan penduduk dengan mengendalian angka kelahiran dan transmigrsi serta menekan urbannisasi -Mengembangkan perekonomian perdesaan, melalaui pengembangan agribisnis dan agrowisata -Meningkatkan kualitas berbagai layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, informas dan komunikasi, trading, pasar, dan hiburan
109
6
7
Tingginya tingkat pengangguran di pusatpusat pertumbuhan ekonomi, ditunjukkan oleh rendahnya penyerapan tenaga kerja dari perkembangan aktivitas ekonomi di Provinsi Jawa Barat dan Banten dan rendahnya kemampuan wirausaha angkatan kerja terdidik yang masih menganggur di DKI Jakarta. Hal ini disebabkan oleh lemahnya pengembangan aktivitas ekonomi yang mampu mendorong penyerapan tenaga kerja, yaitu industri unggulan yang memiliki keterkaitan hulu hilir dan/atau industri unggulan yang bersifat padat karya, lemahnya kemampuan enterpreneurship angkatan kerja.
Isu strategis yang relevan : Agenda Perekonomian : Prioritas Peningkatan Daya Saing Perekonomian Daerah melalui Oprimalisasi Pemanfataan Sumberdaya Lokal Berbasis Agribisnis, Aquabisnis dan Pariwisata..
Menurunnya daya dukung lingkungan, ditunjukkan oleh rendahnya jenis tutupan lahan hutan di kawasan hutan konservasi di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur; rendahnya jenis tutupan
Agenda Pengembangan Wilayah / Kawasan : Prioritas Penyelenggaraan Tata Ruang Daerah dengan Keserasian
Isu strategis yang relevan : Agenda Perekonomian : Prioritas Peningkatan Ketahanan Pangan. Isu strategis yang tidak relevan: -
Isu strategis yang tidak relevan : -
Agenda Pengembangan Wilayah / Kawasan : Prioritas
Dalam RKPD Banten Rekomendasi isu baik 2010 maupun strategis ke pemerintah : - Kebijakan pemerintah 2011 menjadikan yang memberikan ijin pertumbuhan ekonomi investasi lebih mudah bagi sebagai orientasi industri padat karya pembangunan daerah dan sehingga bisa memberikan sekaligus dalam rangka kesempatan kerja lebih penanggulangan besar. pengangguran dan - Adanya kebijakan pengentasan kemiskinan pembatasan arus dengan cara antara lain : produk-produk unggulan urbanisasi ke Banten daerah yang berorientasi terutama yang belum pada ekonomi kerakyatan, memiliki kompetensi pembinaan dan keahlian sehingga penyuluhan pertanian menganggur (petani dan nelayan) dan pengembangan usaha Rekomendasi isu mikro, kecil, menengah strategis ke pemerintah serta koperasi (UMKMK), provinsi : dsb. - Penggalian sumber-sumber PAD dan hasilnya bisa dinikmati oleh masyarakat yang menciptakan peluang kerja, seperti pelatihanpelatihan entrepreneurship dsb. - Pemerintah daerah lebih aktif dalam membina UMKM, terutama mikro dan kecil yang menjadi tumpuan masyarakat dalam pekerjaannya - Kemitraan strategis yang berkesinambungan dengan BUMN dan swasta melalui program PKBL BUMN dan CSR Rekomendasi isu Dalam RKPD 2010 strategis ke pemerintah : dan RKPD 2011 Membuat kebijakan tentang ;difokuskan untuk
110
8
lahan hutan di kawasan hutan lindung di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten; luas RTH di wilayah kota-kota di Jawa Bali (Provinsi DKI Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bandung, Cirebon, Cimahi, Surakarta, Yogyakarta) di bawah amanat UU Penataan Ruang No. 26 tahun 2007 yaitu sebesar 30%; luas tutupan hutan di sebagian besar sub DAS (di luar 10 sub DAS yang telah memiliki tutupan hutan total > 30 persen) di bawah amanat UU Penataan Ruang No. 26 tahun 2007, yaitu sebesar 30 persen; tingginya ancaman bahaya banjir di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur; tingginya ancaman bahaya longsor di Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur; luasnya lahan kritis di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Bali; makin menurunnya kualitas dan kuantitas air. Hal ini disebabkan oleh lemahnya pengendalian pemanfaatan ruang terutama di kawasan lindung, lemahnya upaya pemeliharaan dan pemulihan untuk kawasan lindung yang mengalami kerusakan; lemahnya pengelolaan tata air; dan pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan kapasitas lahan.
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
Pendayagunaan Penataan Ruang yang Berorientasi pada Pengelolaan SDA, LH dan Antisipasi Bencana
Meningkatkan penyelenggaraan Tata Ruang Daerah dengan keserasian pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dampak lanjutannya adalah Meningkantnya fungsi dan produktivitas pada kawasan budidaya yang mendukung aktivitas ekonomi rakyat difokuskan pada aktivitas pertanian, kelautan dan pariwisata;
Tingginya kasus tindak pidana korupsi, ditunjukkan oleh tingginya kasus korupsi karena birokrasi yang terlalu kompleks, rendahnya kecepatan pelayanan dan transparansi pengurusan perizinan, dan lemahnya penegakan hukum untuk pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini disebabkan oleh belum efektifnya reformasi birokrasi agar menjadi lebih efektif dan efisien, belum berkembangnya sistem informasi pengurusan perizinan yang memadai, dan lemahnya kinerja lembaga hukum dalam pemberantasan korupsi.
Isu strategis yang relevan : Agenda Pemerintahan prioritas pemantapan Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Baik dan Bersih didukung Stabilitas Politik dan Keamanan;
Isu strategis yang relevan : Agenda pemerintahan prioritas pemantapan tata kelola pemerintahan yang didukung stabilitas politik dan keamanan
Dalam RKPD Banten baik 2010 maupun 2011 adanyapenetapan kelembagaan dan ketatalaksanaan, penigkatan kualitas serta peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan daerah agar mampu menata kehidupan politik, ekonomi, sosial-budaya, agama, supremasi hukum dan keamanan wilayah, melalui penerapan pemerintahan yang baik
penyelenggaraan tata ruang daerah dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan Rekomendasi isu strategis ke pemerintah Provinsi : -Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara terpadu, seimbang dan berkelanjutan -Mempertahankan daya dukung lingkungan melalui pengemmbangan sumberdaya buatan, menekan laju kerusakan lingkungan dan mencegah pencemaran. -Mengembangkan kelembagaan, peran serta masyarakat dan kemampuan serta mengembangkan teknologi pengelolaan lingkungan; -Menegakan hukum sertameningkatkan kerjasama lintas wilayah/kawasan Rekomendasi isu strategis ke pemerintah : Pelayanan dan transparansi tidak hanya sebatas slogan di jajaran pemerintah tapi sudah menjadi suatu kesatuan utuh di dalam melakukan pelayanan prima kepada masyarakat Rekomendasi isu strategis ke pemerintah provinsi : - Pemerintah daerah harus berupaya
111
dan bebas KKN
9
Tingginya ancaman terorisme terhadap obyek vital , ditunjukkan oleh menurunnya keamanan di objek vital akibat aksi terorisme dan munculnya gerakan radikal dalam masyarakat yang berpotensi mendorong aksi terorisme. Hal ini disebabkan oleh lemahnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya gerakan-gerakan yang dapat menimbulkan aksi terorisme.
Isu strategis yang relevan : Agenda Pemerintahan prioritas pemantapan Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Baik dan Bersih didukung Stabilitas Politik dan Keamanan;
Isu strategis yang relevan : Agenda pemerintahan prioritas pemantapan tata kelola pemerintahan yang didukung stabilitas politik dan keamanan
Dalam RKPD Banten baik 2010 maupun 2011menunjukkan bahwa ancaman teroris dapat di tangulangi dengan kerjasama antara aparat dan masyarakat di dalam menjaga kestabilan wilayah. Yaitu dengan cara : masyarakat memberikan informasi kepada aparat dan langsung ditindak lanjuti pihak kepolisian.
melakukan perubahan yang nyata dalam hal pelayanan public - Memangkas birokrasi agar lebih efektif dan efisisn serta pemberantasan korupsi di tubuh pemda itu sendiri. -Informasi yang jelas dari setiap SKPD -Keteguhan dari pihak aparat untuk menuntaskan semua kasus yang ada untuk diselesaikan sampai tuntas. Rekomendasi isu strategis ke pemerintah : - Pemerintah harus serius di dalam penaganan keamanan negara - Kebijakan di dalam pengamanan tempattempat yang banyak dikunjungi masyrakat . Rekomendasi isu strategis ke pemerintah provinsi - Mengajak masyarakat untuk berperan aktif membantu polisi selaku rekan polisi dalam membasmi terorisme dengan memberikan laporan ke polisi dalam bentuk pencegahan terjadinya kejahatan - Meningkatkan kemampuan aparat untuk mencegah aksi terorisme
112
di daerah - Meningkatkan kapasitas dan pemahaman. Masyarakat terhadap bahaya munculnya gerakan radikal yang dapat memicu gerakan terorisme. 10
Rendahnya kapasitas dan daya saing SDM dalam menghadapi persaingan global , ditunjukkan oleh masih rendahnya kapasitas SDM untuk mengisi kesempatan kerja di sektor sekunder (industri pengolahan) dan tersier (jasa perdagangan dan pariwisata) di Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali; Rendahnya IPM di Provinsi Banten, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Bali terutama terjadi karena Angka Harapan Hidup (AHH) dan Rataan Lama Sekolah (RLS); serta tingginya ancaman penyakit Hal ini disebabkan oleh masih menular. lemahnya pengembangan sekolah kejuruan untuk mengisi kebutuhan tenaga-tenaga terampil, sebaran prasarana kesehatan dan pendidikan yang masih terbatas di lokasi-lokasi yang jauh dari pusat kota, dan lemahnya pemantauan dan pengendalian penyebaran penyakit menular.
Isu strategis yang relevan : Agenda Pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan Prioritas Peningkatan Kualitas Sumber Daya Masyarakat melalui Pemenuhan Layanan Dasar di Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Kesejahteraan Sosial Isu strategis yang tidak relevan : -
Isu strategis yang relevan : Agenda Pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan Prioritas Peningkatan Layanan Pendidikan, Kesehatan, Kebudayaan dan Penanggulangan Kemiskinan Isu strategis yang tidak relevan: -
Dalam RKPD Banten baik 2010 maupun 2011, peningkatan kualitas SDM untuk mengisi kesempatan kerja di sektor sekunder dan tersier, dilakukan melalui pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan non formal dan informal. Pembangunan manusia sebagai sumber daya pembangunan menekankan manusia sebagai pelaku pembangunan yang memiliki etos kerja produktif, keterampilan, kreatifitas, disiplin, profesionalisme, serta memiliki kemampuan memanfaatkan, menggerakan, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta manajemen
Rekomendasi isu strategis ke pemerintah : - Kebijakan pemerintah yang melarang ekspor bahan baku ke luar negeri tetapi diolah terlebih dahulu sehingga mempunya nilai tambah - Meneruskan kebijakan pembukaan sekolah kejuruan yang mencetak SDM yang trampil dan siap bekerja Rekomendasi isu strategis ke pemerintah provinsi : - Membuat balai-balai latihan kerja yang mempersiapkan tenaga trampil di industri dan bekerjasama dengan CSRnya industri-industri di Banten - Pemda sebaiknya memperbanyak tenaga kesehatan ke daerahdaerah terpencil dan memperbanyak puskesdespuskesdes
113
11
Besarnya dampak bencana alam terhadap kehidupan dan aktivitas sosial ekonomi masyarakat, ditunjukkan oleh tingginya kerugian berupa jiwa, harta benda, dan kerusakan infrastruktur di kawasan rawan bencana di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan wilayah selatan Jawa. Hal ini disebabkan oleh berkembangnya permukiman di kawasan rawan bencana, belum terbangunnya infrastruktur dan bangunan yang mampu meminimalisasi dampak bencana, dan masih lemahnya kesiapan mitigasi bencana
b. No 1
Agenda Pengembangan Wilayah / Kawasan : Prioritas Penyelenggaraan Tata Ruang Daerah dengan Keserasian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
Agenda Pengembangan Wilayah / Kawasan : Prioritas Pendayagunaan Penataan Ruang yang Berorientasi pada Pengelolaan SDA, LH dan Antisipasi Bencana
Dalam RKPD 2010 tidak jelas diagendakan seperti dalam RPJM dan pada tahun 2011 terbatas pada ansipasi bencana
Rekomendasi isu strategis ke pemerintah : -Memberikan arah sasaran dan kebijakan tentang besarnya dampak bencana alam terhadap kehidupan dan aktivitas sosial ekonomi masyarakat Rekomendasi isu strategis ke pemerintah: -Mengkaji kemungkinan besarnya dampak terhadap kehidupan dan aktivitas sosial ekonomi masyarakat -Memberikan alternative meminimalkan (menekan ) dampak bencana alam terhadap kehidupan dan aktivitas sosial ekonomi masyarakat
Sasaran
RPJMN 2010-2014
Meningkatnya standard hidup masyarakat Jawa-Bali, yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator kemiskinan, pengangguran, angka kematian bayi, angka harapan hidup serta pengangguran
RKPD 2010
RKPD 2011
Sasaran yang relevan : - Tercipta Lapangan Kerja baru bagi 150.000 orang, sehingga jumlah pengangguran akan berkurang menjadi 693.474 orang; - Berkurangnya keluarga miskin sebesar 0,8 % dari tahun sebelumnya - Meningkatkan Aksesibilitas Masyarakat terhadap Layanan Kesehatan sehingga dapat
Sasaran yang relevan : - Meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia Banten yang ditargetkan sebesar 72,34 % melalui penurunan Angka Kematian Bayi sebesar 30 per 1.000 KH, Angka Kematian Ibu sebesar 230 per 100.000 KH, meningkatnya Umur Harapan Hidup Masyarakat Banten menjadi 69 Tahun serta meningkatnya Indeks
Analisis Relevansi Dalam RKPD Banten baik 2010 maupun 2011, sasaran pembangunan ditujukan untuk menanggulangi kemiskinan, menurunkan pengangguran, dan memperbaiki taraf pendidikan dan kesehatan
Rekomendasi Isu Strategis RKP/RKPD2013 Rekomendasi sasaran ke pemerintah : - Program-program bantuan dan perlindungan sosial berbasis keluarga terus dijalankan seperti BLT, Raskin, Jamkesmas, beasiswa dsb. - Meneruskan program pemberdayaan masyarakat seperti PNPM dan peningkatan pendapatan masyarakat seperti KUR,
114
menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 27,5 per 1000 Kelahiran Hidup, menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup, menaikkan Umur Harapan Hidup Penduduk Banten sebesar 68 tahun sehingga dapat membentuk Indeks Pembangunan Manusia Banten sebesar 69,9% Sasaran yang tidak relevan : -
2
Menurunnya konsentrasi penduduk di wilayah JawaBali;
Lebih focus ke dalam pengendalian pertumbuhan pusat permukiman perkotaan dan perdesaan yang berpotensi mengganggu kawasan yang rawan bencana pengendalian aspek kependudukan dan kegiatan sosialekonominya;
Pembangunan Gender sebesar 53,80 % - Meningkatnya Layanan Dasar Pendidikan dan Kesehatan bagi masyarakat miskin - Meningkatnya Keberdayaan Masyarakat Miskin dalam proses pembangunan dan pemanfaatan hasil pembangunan - Meningkatnya Kesempatan Kerja dan Berusaha, Kualitas Tenaga Kerja dan Perlindungan Tenaga Kerja sehingga mampu menurunkan jumlah pengangguran terbuka menjadi 620.000 jiwa pada tahun 2011 Sasaran yang tidak relevan: Mengurangi jumlah penduduk yang miskin dan membuka lapangan pekerjaan serta penataan wilayah yang akan di huni masyarakat
masyarakat.
pemberdayaan UMKM, dsb. Rekomendasi sasaran ke pemerintah provinsi : - Mengelola programprogram pemerintah pusat baik bantuan dan perlindungan sosial maupun pemberdayaan masyarakat dengan baik dan tepat sasaran - Memanfaatkan CSR perusahaan terutama BUMN untuk penanggulangan kemiskinan dan pengangguran
Dalam RKPD Banten baik 2010 maupun 2011 menunjukkan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat baik dilihat dari kelahiran maupun banyaknya pendatang dari luar banten.Selain itu dengan tumbuh pesatnya pemukiman penduduk tapi tidak disertai dengan penataan kota yang baik.
Rekomendasi sasaran ke pemerintah : Kebijakan yang berpihak ke masyarakat kecil, sehinnga bisa menurunkan angka pengangguran Rekomendasi sasaran ke pemerintah provinsi: - Membuka banyak lapangan kerja untuk mengurangi penganguran dalam usia produktif - Menata kembali pemukiman penduduk yang bebas banjir - Memperkuar perekonomian sektor informal
115
3
4
Mewujudkan kawasan lindung sebesar 30 persen dari wilayah Jawa-Bali;
Mewujudkan wilayah DAS sebesar 30 persen dari luas wilayah DAS
Meningkatnya fungsi dan luas kawasan lindung menuju kondisi 30 % luas wilayah Provinsi merupakan sasaran peningkatan dan pengelolaan lingkungan dalam Agenda Pengembangan Wilayah / Kawasan : Prioritas Penyelenggaraan Tata Ruang Daerah dengan Keserasian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
Prioritas sasaran pembanguan :Meningkatnya kualitas sumberdaya air terutama irigasi yang mendukung ketahanan pangan, ketersediaan air baku,
Meningkatnya fungsi dan luas kawasan lindung menuju kondisi 30 % luas wilayah Provinsi merupakan sasaran peningkatan dan pengelolaan lingkungan dalam agenda Agenda Pengembangan Wilayah / Kawasan : Prioritas Penyelenggaraan Tata Ruang Daerah dengan Keserasian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
Prioritas sasaran pembanguan Meningkatnya kualitas sumberdaya air terutama irigasi yang mendukung ketahan pangan, ketersediaan
Dalam RKPD 2010 mapun RKPD 2011 meningkatnya fungsi kawasan lindung menuju kondisi 30 % dari luaswilyah merupakan sasaran dalam agenda pengembangan wilayah/kawasan, upaya yang dilakukan: memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi, penggunaan indicator yang efektif dan efisien, konservasi, serta pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan.
Rekomendasi sasaran untuk pemerintah :
Prioritas sasaran dalam RKPD 2010 dan 2011 masih berfokus pada peningkatan kualitas sumberdaya air,
Rekomendasi sasaran untuk pemerintah : Mendorong pemerintah daerah untuk mengagendakan mewujudkan wilayah DAS
-Memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup serta mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menangani permasalahan lingkungan global; - Mendayagunakan sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat dan pengusahaannya diatur oleh perundan-undanga. Rekomendasi sasaran ke provinsi : Meningkatkan kawasan konservasi dan memelihara kawasan konservasi yang sudah ada yang pelaksanaannya melibatkan masyarakat dengan tetap memegang prinsip-prinsip kelestarian dan berbasis local wisdom.
116
5
Menurunkan indeks gini PDRB/kapita wilayah Jawa-Bali perdesaan perkotaan dan wilayah utara selatan menjadi < 0.2;
konservasi, sungai, waduk, situ dalam mengantisipasi banjir dan kekeringan melalui Penyediaan Air Baku untuk Pertanian di KSP dan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Teknis;
air baku, konservasi, sungai, waduk, situ dalam mengantisipasi banjir dan kekeringan melalui Pembangunan Jaringan Irigasi Teknis yang Mendukung Produktivitas Agribisnis / Komoditas Unggulan, Penyediaan Air Bersih dan Energi Kelistrikan di Kawasan Pusat Pertumbuhan (KPP); Meningkatnya penyelenggaraan Penataan Ruang Daerah dengan
Meningkatnya Pendapatan per Kapita Masyarakat Banten sebesar Rp. 13,49 Juta per orang, dengan asumsi Laju Pertumbuhan Ekonomi Banten terkoreksi sebesar 5,5 – 6 % dan asumsi Laju Inflasi di bawah 9 %;
Meningkatnya LPE Banten, Meningkatnya Pendapatan per Kapita Masyarakat, Meningkatnya Konstribusi Sektor Primer dalam Pembentukkan PDRB, Meningkatnya Indeks Ekonomi Wilayah (Maks 28 % dari Indeks Perkembangan Wilayah
Meningkatnya Penguatan Kelembagaan Masyarakat Desa
sedangkan upaya mewujudkan wilayah DAS sebesar 30 % dari luas wilayah DAS belum menjadi priorotas sasaran
Dalam RKPD 2010 dan RKPD 2011 pemerintah meningkatkan meningkatkan kualitas dan pertumbuhan ekonomi adalah : Meningkatnya Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Banten, Meningkatkan Pendapatan per Kapita Masyarakat Banten, Meningkatnya Kontribusi sektor Primer (Pertanian dan Pertambangan) terhadap Total PDRB pada tahun 2011 sebesar 8,5 %;,, Meningkatnya daya saing industri manufaktur, Meningkatnya Daya Beli
sebesar 30 persen dari luas wilayah DAS Rekomendasi sasaran untuk pemerintah provinsi: Melakukan kajian terhadap wilayah DAS Pemetaan wilayah DAS yang ada di Provinsi Banten Membuat Profil wilayah DAS Mangagendakan wilayah DAS sebesar 30 persen dalam sasaran prioritas RKPD Rekomendasi sasaran ke pemerintah : Pemerintah membuat instrumen kebijakan yang mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan income percapita, dan mengendalikan inflasi yang harus dibarengi dengan berkurangnya angka kemiskinan, berkurangnya pengangguran serta terjadinya pemerataan pendapatan dan pembangunan
117
Masyarakat dan terkendalinya Laju Inflasi di bawah 9 % pada tahun 2011; 6
7
Meningkatnya stabilitas keamanan dari aksi terorisme;
Membaiknya nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) untuk kota-kota di wilayah Jawa-Bali.
Meningkatnya pemeliharaan keamanan, ketentraman, ketertiban dan perlindungan kepada masyarakat
Meningkatnya pengawasan dan akuntabilitas aparatur serta tertatanya Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Aparatur Pemerintah Daerah sesuai TUPOKSI
Menurunnya ketegangan dan ancaman konflik antar kelompok masyarakat melalui penurunan potensi konflik masyarakat dan peningkatan Derajat Stabilitas Politik
Meningkatnya pengawasan dan akuntabilitas aparatur serta tertatanya Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Aparatur Pemerintah Daerah sesuai TUPOKSI
Dalam RKPD Banten 2010 maupun 2011, Meningkatnya pemeliharaan keamanan, ketentraman, ketertiban dan perlindungan kepada masyarakat melalui kemampuan intelijen aparat penegak hukum, selain itu Meningkatkan stabilitas keamana dengan mengajak masyarakat sebagai mitra di dalam pencarian informasi.
Di dalam RKPD Banten 2010 maupun 2011, Menjadikan kasus korupsi menjadi pelajaran yang penting didalam pemerintahan itu sendiri, karena meningkatnya kasus
Rekomendasi sasaran ke pemerintah : Dengan adanya koordinasi yang kuat antar pusat dan daerah membuat stabiltas keamanan dapat terjaga Rekomendasi sasaran ke pemerintah provinsi : - Meningkatkan kemampuan aparat di dalam melacak keberadaan teroris. - pimpinan daerah diminta untuk mencermati peta-peta kerawanan ancaman tindakan terorisme di daerah. - Sosialisasi dan mengajak tokoh masyarakat untuk memberikan penjelasan yang benar tentang arti jihad, perjuangan. - Melibatkan masyarakat di dalam pemberian informasi Rekomendasi sasaran ke pemerintah : Meningkatkan rasa keadilan dan kekuatan moral para penegak hukum, sehingga kasus korupsi yang ada dapat di tuntaskan.
118
korupsi di Banten membuat para SKPD harus dapat mempertangungjawab kan segala bentuk pengeluaran.
c.
No 1
Rekomendasi sasaran ke pemerintah provinsi : -Perlu penindakan khusus terhadap koruptor agar mereka jera. -Memberikan hukuman yang yang berat kepada koruptor untuk memberikan efek jera -Menindak hakim atau jaksa yang melakukan praktek suap terhadap kasus korupsi
Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan
RPJMN 2010-2014
Percepatan pembangunan wilayah perdesaan Strategi pengembangan sebagai berikut : a. Pelaksanaan reformasi agraria untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap lahan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten b. Pemberian bantuan permodalan untuk pengembangan usaha tani dan UMKM di wilayah perdesaan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Bali c. Pengembangan kegiatan off farm untuk meningkatkan nilai tambah di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, D.I Yogyakarta, Banten, dan Bali d. Peningkatan ketersediaan infrastruktur pelayanan dasar di desa-desa tertinggal
RKPD 2010 Penyediaan fasilitas prasarana ekonomi di perdesaan seperti pasar dan terminal; Berrtambahnya prasarana dan sarana perdesaan dan terfasilitasinya usaha ekonomi produktif berbasis kelompok masyarakat pada kawasan ekonomi produktif;
RKPD 2011
Analisis Relevansi
Penyediaan sarana dan prasarana dasar, salah satu yang sangat berpengaruh adalah penyediaan prasarana penghubung dan pendukung pergerakan ekonomi di suatu wilayah, baik itu berupa jalan, jembatan, terminal, pasar dan lainnya.
Tahun 2010 dan 2011 pemerintah memfokuskan pada penyediaan sarana dan prasarana yang akan memperlancar gerak perekonomian wlayah desa
Rekomendasi Isu Strategis RKP/RKPD2013 Pemerintah mempercepat tersedianya sarana dan prasarana sebagai starat mutlak bergeraknya roda perekonomian
Terselenggaranya upaya–upaya pengembangan kapasitas masyarakat dan pendampingan masyarakat perdesaan dalam bentuk pelatihan dan pemantapan lembaga
119
pemerintahan desa. Pengembangan kawasan dalam suatu sistem pengaturan tata ruang mulai dari perencanaan, pemfaatan, dan pengendalian untuk menjawab permasalahan kesenjangan pembangunan wilayah khususnya perdesaan dan perkotaan
2
Penguatan keterkaitan desa kota Pengembangan rantai industri unggulan agroprimer di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta
Menambah prasarana dan sarana perdesaan dan terfasilitasinya usaha ekonomi produktif berbasis kelompok masyarakat pada kawasan ekonomi produktif; (2) Terselenggaranya upaya–upaya pengembangan kapasitas masyarakat dan pendampingan masyarakat perdesaan dalam bentuk pelatihan dan pemantapan lembaga pemerintahan desa. Membangun dan meningkatkan kondisi sarana dan prasarana dasar di wilayah perkotaan melalui pengendalian pertumbuhan kota-kota besar disertai dengan upaya untuk mengoreksi eksternalitas negatif yang ada, seperti kemacetan lalu lintas, polusi, dll; pengembangan kota-kota menengah dan kota-
Mengembangkan dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana ekonomi kawasan untuk mengurangi ketimpangan wilayah dan sekaligus mendorong potensi ekonomi perdesaan;
Pada tahun 2010 dan 2011 pemerintah mengurangi ketimpangan antara wilayah desa dan kota dengan membangun prasarana ekonomi bagi pengembangan kawasan sebagai fokus utama,
Pemerintah perlu memetakan potensi unggulan yang ada di masing-masing daerah serta membangun akses antara desa dan kota agar potensi yang ada di kedua wilayah tersebut dapat terhubung dengan baik
Dukungan sarana dan
120
3
Percepatan pembangunan wilayah selatan Jawa a. b. c.
Pengembangan aksesibilitas ke wilayah selatan Jawa Pengembangan PKN Cilacap dan PKN Yogyakarta sebagai pusat pertumbuhan wilayah selatan Jawa Pengembangan potensi wisata pantai (ekowisata) di wilayah selatan Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur.
kota kecil; peningkatan sinergi yang saling melengkapi antara kawasan perkotaan dan perdesaan dengan fokus pada peningkatan produktivitas dan pemberdayaan masyarakat desa; serta pengurangan kesenjangan pembangunan antara perkotaan dengan perdesaan
prasarana ekonomi bagi pengembangan kawasan akan menjadi fokus utama, sehingga diharapkan akan terbukanya akses dan keterhubungan antara kawasan cepat tumbuh, kawasan tertinggal, kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, kawasan perbatasan dan kawasan strategis.
Mendorong dan mengoptimalkan fungsi Kawasan strategis dan cepat tumbuh khususnya di Banten Selatan dengan pengembangan pada wilayahwilayah yang mempunyai potensi sumber alam dan llokasi strategis untuk dikembangkan sebagai wilayah pertumbuhan antara lain dengan memfasillitasi pengembangan kawasan; mendorong industri pengolahan bahan baku dengan insentif yang tepat; mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan sebagai kawasan perdagangan bebas; serta meningkatkan kerjasama pembangunan antar daerah– daerah perbatasan
Pembangunan daerah diarahkan pada terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat (quality of life) di seluruh wilayah,pengurangan kesenjangan antar wilayah, dan keserasian pemanfaatan ruang dengan memanfaatkan rencana tata ruang sebagai acuan dan perangkat koordinasi pembangunan antar daerah dan antar sektor; Mendorong dan mengoptimalkan fungsi kawasan strategis dan cepat tumbuh khususnya di Banten Selatan dengan pengembangan Pada wilayah-wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam dan lokasi strategis untuk dikembangkan sebagai wilayah
Meningkatnya Indeks Perkembangan Wilayah
Pada tahun 2010 dan 2011 pemerintah mengembangkan wilayah selatan, mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan
Pemerintah meningkatkan kerjasama antar wilayah terutama yang langsung berbatasan dengan Provinsi Banten serta mengoptimalkan fungsi kawasan strategis dan cepat tumbuh khususnya di Banten
sebagai kawasan perdagangan bebas; serta meningkatkan kerjasama pembangunan antar daerah– daerah perbatasan
121
(Maksimal 22 % dari Indeks Pembangunan Daerah Meningkatnya Indeks Ekonomi Wilayah (Maks 28 % dari Indeks Perkembangan Wilayah
4
Penguatan produktivitas ekonomi dan investasi a. b. c.
Menciptakan iklim investasi yang kondusif di Provinsi DKI Jakarta dari aspek perizinan, stabilitas keamanan Meningkatkan pembangunan infrastruktur transportasi, air bersih dan energi Menurunkan gangguan lingkungan terutama banjir dan longsor serta meningkatkan kualitas dan kuantitas air di Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur
pertumbuhan antara lain dengan memfasilitasi pengembangan kawasan; mendorong industri pengolahan bahan baku dengan insentif yang tepat;mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan sebagai kawasan perdagangan bebas; serta meningkatkan kerjasama pembangunan antar daerah– daerah perbatasan;
Memperkokoh stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui pengembangan pertanian dan pariwisata, mewujudkan iklim investasi yang semakin sehat serta meningkatkan kapasitas dan daya saing industri sehingga dapat mewujudkan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan;
Peningkatan investasi di sektor swasta / masyarakat melalui langkah – langkah strategis seperti menjaga iklim yang kondusif dalam penciptaan investasi, menyederhanakan prosedur perijinan, mengurangi tumpang tindih kebijakan antar pusat, provinsi dan kabupaten/kota, meningkatkan kepastian hukum dan penyediaan infrastruktur.
Pengembangan Wilayah dan Kawasan Pusat Pertumbuhan di idukung Infrastuktur dan Energi, dan Penyelenggaraan Tata Ruang Daerah dengan Keserasian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan sekaligus pertumbuhan ekonomi agar mampu memecahkan permasalahan sosial mendasar terutama kemiskinan dan
Pada tahun 2010 dan 2011 pemerintah meningkatkan investasi di sektor swasta dengan cara menjaga iklim yang kondusif dalam penciptaan investasi, menyederhanakan prosedur perijinan, mengurangi tumpang tindih kebijakan antar pusat, provinsi dan kabupaten/kota, meningkatkan kepastian hukum dan penyediaan infrastruktur. .
Agar pemerintah menyederhanakan prosedur perizinan, mengurangi tumpang tindih kebijakan antar pusat, provinsi dan kabupaten/kota, meningkatkan kepastian hukum dan penyediaan infrastruktur. Sistem insentif yang tepat sasaran bagi pengembangan bidang-bidang usaha dan daerahdaerah strategis dan cepat tumbuh akan terus dikembangkan dan disempurnakan
122
5
Percepatan transformasi struktur ekonomi di Jawa-Bali a. b.
6
Pemantapan PKN Jabodetabek sebagai pusat jasa dan perdagangan berkelas internasional Pengembangan PKN Gerbangkertosusila, Bandung dan Semarang sebagai pusat pertumbuhan wilayah nasional berbasis jasa perdagangan dan industri
Peningkatan nilai surplus perdagangan internasional dilakukan dengan strategi pengembangan: a. meningkatkan jumlah produk industri pengolahan berkualitas ekspor di Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur; b. memperluas jaringan perdagangan internasional di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur; c. mengoptimalkan fungsi pelabuhan internasional di Tanjung Priok/Bojonegara, Tanjung Perak/Tanjung Bumi – Surabaya/Madura, dan Tanjung Emas – Semarang untuk menunjang aktivitas ekspor impor; d. mengoptimalkan PKN Semarang dan PKN Gerbangkertosusila sebagai simpul penting perdagangan internasional.
Lingkungan Hidup Menjaga keseimbangan pembangunan daerah dan pemerataan pertumbuhan antar daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Peningkatan Daya Saing Perekonomian Daerah melalui Optimalisasi Pemanfataan Sumberdaya Lokal Berbasis Agribisnis, Aquabisnis, dan Pariwisata;
Arah kebijakan dan strategi yang relevan : - Pengembangan Industri Rakyat, Industri Makanan Rakyat, Industri Pertambangan Rakyat yang memiliki nilai tambah dan mutu produk untuk dapat memiliki daya saing di pasaran nasional dan internasional - Menjaga iklim investasi yang kondusif dan kemudahan pengurusan prosedur investasi dalam rangka menambah nilai investasi yang masuk di Provinsi Banten Arah kebijakan dan strategi
pengangguran Pembangunan dan indikator ekonomi makro regional (provinsi) terutama terhadap investasi, kesempatan kerja, laju pertumbuhan lokal dan regional, ketimpangan antar daerah (lokal), serta perubahan dalam struktur perekonomian baik pada tingkat lokal maupun regional. Peningkatan Daya Saing Perekonomian Daerah melalui Oprimalisasi Pemanfataan Sumberdaya Lokal Berbasis Agribisnis, Aquabisnis dan Pariwisata Arah kebijakan dan strategi yang relevan : - Pengembangan Industri Rakyat, Industri Makanan Rakyat, Industri Pertambangan Rakyat yang memiliki nilai tambah dan mutu produk untuk dapat memiliki daya saing di pasaran nasional dan internasional - Menjaga iklim investasi yang kondusif dan kemudahan pengurusan prosedur investasi dalam rangka menambah nilai investasi yang masuk di Provinsi Banten Arah kebijakan dan strategi yang tidak relevan:
Pemerataan pertumbuhan untuk meningkatkan investasi, daya saing dan mengurangi ketimpangan antar wilayah
Pemerintah mempercepat transformasi struktur ekonomi Jawa-Bali berbasis perdagangan dan industry
Dalam RKPD Banten baik 2010 maupun 2011, Kebijakan dan strategi diarahkan untuk meningkatkan produk yang bernilai tambah dan memperluas jaringan perdagangan denga mempermudah investasi di Banten
Rekomendasi Arah kebijakan dan strategi ke pemerintah : - Kebijakan pemerintah untuk melarang ekspor bahan baku ke luar negeri tapi harus diolah terlebih dahulu - Memprioritaskan pembangunan infrastruktur berskala internasional seperti pelabuhan Intenasional Bojonegara yang ada di KEK Bojonegara Rekomendasi Arah kebijakan dan strategi ke pemerintah provinsi : - Menciptakan iklim yang
123
7
8
yang tidak relevan : -
-
Pengembangan industri unggulan potensial dilakukan dengan strategi: a. mengembangkan industri unggulan tekstil dan produk tekstil, gula pasir, pupuk, semen di Provinsi Jawa Barat; b. mengembangkan industri unggulan tekstil dan produk tekstil di Provinsi Banten; c. mengembangkan industri unggulan pembekuan ikan dan biota air lainnya, tekstil dan produk tekstil, rokok kretek, gula pasir, semen di Provinsi Jawa Tengah; d. mengembangkan industri unggulan pembekuan ikan dan biota air lainnya, rokok kretek, gula pasir, pupuk di Provinsi Jawa Timur; e. mengembangkan industri kecil dan menengah pada industri kreatif terutama kerajinan, seni pertunjukan, desain, layanan komputer dan piranti lunak, serta riset dan pengembangan di Provinsi DI Yogyakarta.
Arah kebijakan dan strategi yang relevan : Pada setiap kawasan prioritas dikembangkan dan difokuskan serta diarahkan pada produkproduk unggulan daerah yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat, serta memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif
Arah kebijakan dan strategi yang relevan : - Pada setiap kawasan prioritas dikembangkan dan difokuskan serta diarahkan pada produk-produk unggulan daerah yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat, serta memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif. Arah kebijakan dan strategi yang tidak relevan: -
Dalam RKPD Banten baik 2010 maupun 2011, Kebijakan dan strategi diarahkan untuk mengembangkan produk-produk unggulan termasuk tekstil yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan
Pengembangan jasa pariwisata dan perdagangan
Pengembangan Pariwisata diprioritaskan pada pariwisata pantai barat, pariwisata Banten Lama dan pariwisata pantai selatan;
Pengembangan Pariwisata diprioritaskan pada pariwisata pantai barat, pariwisata Banten Lama dan pariwisata pantai selatan;
Meningkatnya Jumlah
Meningkatkan pemerataan
Pada tahun 2010 dan 2011 pemerintah mendorong pengelolaan potensi yang belum optimal di bidang pariwisata sampai ke Banten Selatan
a.
b.
Mengembangkan teknologi di bidang jasa pariwisata dan perdagangan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali Mengembangkan kualitas SDM di bidang jasa
Arah kebijakan dan strategi yang tidak relevan : -
kondusif untuk memudahkan investasi di Banten - Bekerja sama dengan pemerintahan kab/kota di Provinsi Banten terkait ijin operasi, tataruang dan sebagainya untuk investasi di Provinsi Banten Rekomendasi Arah kebijakan dan strategi ke pemerintah : - Pemerintah memberikan kebijakan membatasi impor bagi produk unggulan di daerah sehingga bisa bersaing di pasaran seperti industry tektil di Banten - Memberian bantuan pengadaan mesin-mesin pengolahan tektil dengan harga lebih murah Rekomendasi Arah kebijakan dan strategi ke pemerintah provinsi : - Pemerintah provinsi hendaknya mengadakan sosialisasi dan promosi mengenai produk-produk unggulan Banten termasuk tekstil sehingga mudah dikenal dan dipasarkan Agar pemerintah membangun infrastruktur yang mendukung industri pariwisata, memastikan keamanan kunjungan wisatawan,penertiban tempat wisata dari pungutan liar, mengelola
124
pariwisata dan perdagangan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali
9
Mempertahankan fungsi Jawa-Bali sebagai lumbung pangan nasional dilakukan dengan strategi sebagai berikut: a. meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan melalui penyuluhan dan introduksi teknologi di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali; b. mengendalikan konversi lahan sawah dengan memperhatikan kebijakan tata ruang (RTRW) dan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur; c. mengembangkan peternakan domba dan kerbau di Provinsi Jawa Barat; d. mengembangkan peternakan sapi perah dan sapi potong di Provinsi Jawa Timur dan Bali; e. mengembangkan peternakan kambing di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah; f. mengembangkan ternak kecil ayam kampung, ayam petelur, dan ayam pedaging di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah; g. mengembangkan perikanan tangkap di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta; h. mengembangkan perikanan kolam (air tawar) di
Kunjungan Wisatawan dan kemitraan usaha pariwisata daerah Pengembangan potensi wisata daerah terutama kawasan pariwisata Cilegon-Anyer-tg Lesung, Kawasan pariwisata pantai di Sumur, Kawasan Sejarah dan Agama di Bnaten Lama dan kawasan pariwisata budaya di Baduy
Dalam RKPD 2010 arah kebijakan yang sesuai dengan RPJM masuk dalam agenda perekonomian, kebijakannya : pengembangan komoditi pertanian dan non pertanian, serta sasaran pengembangan komoditi pertanian terutama padi yaitu 14%
dan sekaligus mendorong pengelolaan potensi pembangunan yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal, antara lain pada sektor pertanian, sektor industri yang berbasis pertanian, industri rakyat dan pariwisata Industri kecil / rumah tangga yang akan dikembangkan adalah industri kecil/rumah tangga yang berasal dari sektor pertanian dan industri untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata Dalam RKPD 2011 secara eksplisit masuk dalam agenda perekonomian : Prioritas Peningkatan Ketahanan Pangan, dengan arah kebijakan sama denagan RKPD 2010 yaitu: pengembangan komoditi pertanian dan non pertanian, serta sasaran pengembangan komoditi pertanian terutama padi yaitu 14%
industri yang mendukung pariwisata
RKPD 2010 dan 2011 Rekomendasi ke relevansinya dengan pemerintah : Menekan laju alih fungsi RPJM ; provinsi lahan banten, untuk Rekomendasi ke mempertahankan pemerintah provinsi : fungsi jawa-bali - Meningkatkan produksi sebagai lumbung pangan melalui kegiatan pangan nasional intensifikasi sudah cukup relevan, namun perlu didukung - Pemanfaatan lahan kering dan tadah hujan terutama oleh kebijakanuntuk Kabupaten Lebak kebijakan lain yang dan Pandeglang bersifat memperkuat - Memperbaiki, memelihara kebijakan tersebut dan mengembangkan saluran irigasi sampai ke saluran tersier - Memanfaatkan lumbung desa sebagai kearifan lokal untuk meningkatkan dan menambah ketersediaan pangan
125
Provinsi Jawa Barat; i. mengembangkan perikanan tambak di Provinsi Jawa Timur; j. meningkatkan luas pengusahaan lahan petani dan menurunkan ketimpangan penguasaan lahan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali; k. mengembangkan sistem insentif dan disinsetif untuk mengurangi luasan lahan tidur dan lahan terlantar di Provinsi Jawa Barat, Banten, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur; l. mendorong transformasi angkatan kerja pertanian ke nonpertanian melalui peningkatan kualitas angkatan kerja di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali; m. membangun infrastruktur irigasi dan rehabilitasi daerah resapan air di kawasan-kawasan budi daya pertanian di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. 10
11
Pengembangan pola distribusi penduduk di wilayah Jawa-Bali secara lebih seimbang dilakukan dengan strategi sebagai berikut : a. mengendalikan laju pertumbuhan jumlah penduduk di Provinsi Jawa Barat dan Banten; b. mengembangkan pengelolaan program transmigrasi yang profesional dan mampu mendorong tenaga-tenaga terampil untuk bekerja di luar Jawa; c. mengembangkan kota-kota kecil dan menengah.
Menerapkan program KB dengan kuat ke masyarakat untuk menekan pertumbuhan penduduk dan mengajak masyarakat untuk tetap bertani
Mengembangkan program pelatihan dan pembinaan untuk TKI dan mampu mendorong tenaga-tenaga terampil untuk bekerja di luar jawa.
Dalan RKPD 2010 maupun 2011, Menunjukkan adanya kerjasama yang kuat antara pemerintah dengan masyarakat di dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk dan menciptakan tenaga terampil bagi masyarakat
Rekomendasi isu strategis ke pemerintah :
Pengurangan tingkat pengangguran di pusatpusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan strategi sebagai berikut: a. pengembangan aktivitas ekonomi padat karya yang mampu mendorong penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat dan Banten; b. peningkatan kemampuan wirausaha SDM angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta;
Arah kebijakan dan strategi yang relevan : Tidak secara langsung ada dalam aktivitas mengembangkan ekonomi padat karya tetapi ada dalam ada dalam arah kebijakan : Mengembangkan kerjasama
Arah kebijakan dan strategi yang relevan : Tidak secara langsung ada dalam aktivitas mengembangkan ekonomi padat karya tetapi ada dalam ada dalam arah kebijakan :
Dalam RKPD Banten baik 2010 maupun 2011, arah kebijakan dan strategi tidak secara langsung mengembangkan aktivitas ekonomi
Rekomendasi Arah kebijakan dan strategi ke pemerintah : - Kebijakan pemerintah lebih banyak membuka industriindustri padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja
-Pelatihan untuk para TKI sebelum berangkat. -Mendorong kerjasama antara dinas terkait di dalam mengurangi laju pertumbuhan jumlah penduduk. Rekomendasi isu strategis ke pemerintah provinsi:
126
c. pengendalian migrasi tenaga kerja tanpa keterampilan ke kota-kota besar dan metropolitan.
pembangunan sektoral dan daerah dalam rangka pemberdayaan masyarakat daerah dengan memberdayakan masyarakat miskin dan menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya kewirausahaan di daerah Arah kebijakan dan strategi yang tidak relevan : Pengembangan aktivitas ekonomi padat karya yang mampu mendorong penyerapan tenaga kerja
12
Pemeliharaan dan pemulihan fungsi kawasan lindung dilakukan dengan strategi pengembangan sebagai berikut: a. melakukan rehabilitasi dan konservasi hutan di kawasan hutan lindung dan konservasi di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur; b. meningkatkan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) hingga 30% di Kota DKI Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bandung, Cirebon, Cimahi, Surakarta, dan Yogyakarta; c. melakukan rehabilitasi daerah resapan air di Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur; d. melakukan rehabilitasi di lahan-lahan yang rawan longsor di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Dalam RKPD 2010 arah kebijakan : Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan meningkatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaannya dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan
Mengembangkan kerjasama pembangunan sektoral dan daerah dalam rangka pemberdayaan masyarakat daerah dengan memberdayakan masyarakat miskin dan menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya kewirausahaan di daerah Arah kebijakan dan strategi yang tidak relevan: Pengembangan aktivitas ekonomi padat karya yang mampu mendorong penyerapan tenaga kerja
Dalam RKPD 2011 arah kebijakan : Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan meningkatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaannya dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan;
padat karya yang mampu mendorong penyerapan tenaga kerja tetapi ada dalam pengembangan kerjasama sektoral dan menciptakan iklim kondusif bagi tumbuhnya kewirausahaan
RKPD 2010 dan RKPD 2011 arah kebijakan pemeliharaan dan pemulihan kawasan lindung diarahkan untuk memelihara kawasan konservasi, melakukan rehabilitasi dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan dengan melibatkan masyarakat dan menegakan hukum
- Pemerintah hendaknya membuat regulasi dalam membatasi arus urbanisasi ke Banten terutama dengan skill dan keterampilan yang minim sehingga menyebabkan pengangguran Rekomendasi Arah kebijakan dan strategi ke pemerintah provinsi : - Pemerintah provinsi hendaknya memasukkan secara jelas di RKPD 2012 dalam mengembangkan ekonomi yang padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja - Memberikan kemudahan dalam perijinan industriindustri padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja Rekomendasi untuk pemerintah : -Menegakkan hukum untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui perlindungan dan sumberdaya alam Rekomendasi untuk pemerintahan provinsi : -Meningkatkan pemeliharaan konservasi baik kawasan konservasi hutan dan laut -Meningkatkan kerjasama berbagai pihak dan melibatkan masyarakat
127
sekitar kawasan lindung melalui pemberdayaan kawasan masyarakat disekitar kawasan lindung 13
14
Pemeliharaan dan pemulihan sumber daya air dan lahan dilakukan dengan strategi pengembangan sebagai berikut: a. melakukan rehabilitasi dan konservasi hutan di kawasan DAS; b. melakukan rehabilitasi kawasan sempadan sungai di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur; c. melakukan rehabilitasi sungai di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur; d. melakukan rehabilitasi lahan kritis di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Bali; e. mengendalikan pemanfaatan air tanah di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Penanganan ancaman bencana banjir dan longsor dilakukan dengan strategi pengembangan sebagai berikut: a. meningkatkan kesiapan mitigasi bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur; b. meningkatkan kesiapan mitigasi bencana longsor di Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Dalam RKPD 2010 arah kebijakan :
Dalam RKPD 2011 arah kebijakan :
-Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan meningkatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui upaya konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaannya dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan
-Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan meningkatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaannya dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan;
-Meningkantnya fungsi dan produktivitas pada kawasan budidaya yang mendukung aktivitas ekonomi rakyat dengan difokuskan pada aktivitas pertanian, kelautan dan pariwisata;
Dalam RKPD 2010 belum jelas dan belum terarah mengenai arah kebijakan penanganan ancaman, bencana banjir dan longsor tetapi secara general hal tersebut sudah masuk dalam Agenda pengembangan wilayah dan kawasan
-Meningkatnya Sumber Daya Air terutama irigasi yang mendukung ketahan pangan, ketersediaan air baku, konservasi, sungai, waduk, situ dalam mengantisipasi banjir dan kekeringan Dalam RKPD 2011 arah kebijakannya sudah lebih terarah yaitu Meningkatkan Sumber Daya Air terutama irigasi yang mendukung ketahan pangan, ketersediaan air baku, konservasi, sungai, waduk, situ dalam
Dalam RKPD 2011 pemeliharaan dan pemulihan sumberdaya air dan lahan sudah diagendakan lebih jelas sedangkan dalam RKPD 2010 belum diagendakan secara jelas, tetapi secara general baik dalam RKPD 2010 maupun dalam RKPD 2011 sudah relevan dengan RPJM
Rekomendasi untuk pemerintah : Menegakan hukum dan membuat kebijakn tentang pemeliharaan dan pemulihan sumberdaya lahan dan air Rekomendasi ke pemerintah provinsi : -Melakukan pengkajian tentang pemeliharaan dan upaya pemulihan SDA dan lahan dan, - berdasarkan kajian tersebut membuat perda tentang pemeliharaan dan pemulihan SDA dan lahan - Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pemeliharaan dan pemulihan SDA dan lahan
Penanganan ancaman bencana banjir dan longsor secara general baik dalam RKPD 2010 maupun 2011 sudah relevan dalam agenda pengembangan wilayah
Rekomendasi untuk pemerintah : Mendorong pemerintah provinsi untuk mengagendakan secara jelas penanganan ancaman bencana banjir dan longsor Rekomendasi untuk pemerintah provinsi : - Melakukan pemetaan
128
mengantisipasi banjir dan kekeringan
15
16
Peningkatan pemberantasan korupsi akibat kompleksitas birokrasi, proses perizinan, dan lemahnya penegakan hukum dilakukan dengan strategi sebagai berikut: a. melakukan reformasi birokrasi sehingga pelayanan menjadi lebih efektif dan efisien di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten; b. mengembangkan sistem pengurusan perizinan di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur yang transparan dan akuntabel; c. meningkatkan kredibilitas lembaga hukum di Provinsi DKI Jakarta, Bandung, Cirebon, Purwokerto, Surabaya dan Denpasar.
Meningkatnya kualitas pelayanan informasi publik atas pencitraan keberhasilan program - program pembangunan daerah melalui peningkatan kualitas dan keterjangkauan layanan informasi publik;
Menerapkan reformasi pemerintahan daerah yang baik melalui prinsip transparansi, partisipatif, dan akuntabilitas
Meminimalkan ancaman terorisme a. a.meningkatkan kemampuan aparat untuk mencegah aksi terorisme di Provinsi DKI Jakarta dan Bali; b. meningkatkan kapasitas dan pemahaman
Aparat daerah seperti pimpinan wilayah, aparat teritorial, kepolisian, penegak hukum atau elemen masyarakat harus
Meningkatkan kemampuan intelijen aparat di dalam mengungkap terorisme
Dalam RKPD 2010 maupun 2011, Mejadikan birokrasi yang efektif dan efisien serta kualitas pelayanan yang optimal tanpa melihat siapa yang di layani
Dalam RKPD Banten 2010 maupun 2011, Membuat aparat lebih sigap di dalam mencegah terorisme,
wilayah yang rawan ancaman banjir dan longsor -Sosiallisasi ke masyarakat diwilayah rawan ancaman banjir dan longsor tentang penyelamatan dini (early detection) untuk meminimalkan dampak bencana banjir dan longsor. -Menmbentuk tim evakuasi sebagai langkah awal persiapan untuk penanganan banjir dan longsor Rekomendasi isu strategis ke pemerintah : Harus ada penanganan dan upaya pemberantasan korupsi yang lebih professional dalam birokrasi. Rekomendasi isu strategis ke pemerintah : -Meningkatkan penyelenggaraan otonomi daerah secara efektif agar masyarakat mendapatkan layanan prima -Meningkatkan kualitas legislasi melalui evaluasi dan penyempurnaan peraturan yang sudah ada mengenai birokrasi Rekomendasi isu strategis ke pemerintah : membangun kemitraan dan networking dalam menghadapi setiap
129
17
masyarakat terhadap bahaya munculnya gerakan radikal yang dapat memicu aksi terorisme.
juga mewaspadai kejadian dan fenomena aksi terorisme.
Pengembangan kapasitas SDM sejalan dengan transformasi ekonomi ke arah sektor sekunder (industri pengolahan) dan tersier (jasa) dilakukan dengan strategi pengembangan sebagai berikut: a. pengembangan pendidikan kejuruan dan ketrampilan baik formal maupun non formal di Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
Arah kebijakan dan strategi yang relevan : Tidak secara langsung arah kebijakan dan strategi dalam mengembangkan pendidikan kejuruan baik formal maupun non formal tetapi ada dalam arah kebijakan : - Ketimpangan sosial antar kabupaten mencakup ketersediaan akses terhadap pelayan kesehatan serta sarana pendidikan
Arah kebijakan dan strategi yang relevan : Tidak secara langsung arah kebijakan dan strategi dalam mengembangkan pendidikan kejuruan baik formal maupun non formal tetapi ada dalam arah kebijakan : - Ketimpangan sosial antar kabupaten mencakup ketersediaan akses terhadap pelayan kesehatan serta sarana pendidikan
Arah kebijakan dan strategi yang tidak relevan : Pengembangan pendidikan kejuruan dan keterampilan baik formal maupun non formal
Arah kebijakan dan strategi yang tidak relevan: Pengembangan pendidikan kejuruan dan keterampilan baik formal maupun non formal
apalagi bannten merupakan wilayah yang cukup rawan di susupi oleh para teroris.
ancaman terorisme di masa yang akan dating Rekomendasi isu strategis ke pemerintah provinsi: -Melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait paham radikalisme. -Sosialisasi dan mengajak tokoh masyarakat untuk memberikan penjelasan yang benar tentang arti jihad, perjuangan dan sebagainya
Dalam RKPD Banten baik 2010 maupun 2011, arah kebijakan tidak secara langsung dalam mengembangkan pendidikan kejuruan dan ketermapilan formal maupun non formal tetapi secara ekplisit ada dalam arah kebijakan ketersediaan akses sarana pendidikan
Rekomendasi Arah kebijakan dan strategi ke pemerintah : - Pemerintah hendaknya melaksanakan kebijkan pelarangan ekspor bahan baku tetapi haru mempunyai nilai tambah terlebih dahulu - Pemerintah hendaknya memperbanyak sekolah kejuruan dan membatasi perijinan sekolah umum Rekomendasi Arah kebijakan dan strategi ke pemerintah provinsi : - Pemerintah provinsi hendaknya memperbanyak balai-balai latihan kerja yang mencetak tenagatenaga kerja trampil - Pemerintah provinsi hendaknya bekerjasama dengan perusahaan terutama BUMN dalam
130
18
Peningkatan IPM di Provinsi Banten, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Bali terutama dari komponen AHH dan RLS dilakukan dengan strategi pengembangan sebagai berikut: a. meningkatkan akses masyarakat terhadap infrastruktur kesehatan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten; b. meningkatkan akses masyarakat terhadap infrastruktur pendidikan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali; c. mengendalikan dan mencegah penyebaran berbagai penyakit menular di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
Arah kebijakan dan strategi yang relevan : - Ketimpangan sosial antar kabupaten mencakup ketersediaan akses terhadap pelayan kesehatan serta sarana pendidikan - Mengembangkan kerjasama pembangunan sektoral dan daerah dalam rangka pemberdayaan masyarakat daerah dengan memberdayakan masyarakat miskin dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, perumahan; mengembangkan swadaya masyarakat untuk memecahkan berbagai masalah sosial dan membantu masyarakat miskin dan rentan sosial Arah kebijakan dan strategi yang tidak relevan : -
Arah kebijakan dan strategi yang relevan : - Ketimpangan sosial antar kabupaten mencakup ketersediaan akses terhadap pelayan kesehatan serta sarana pendidikan - Mengembangkan kerjasama pembangunan sektoral dan daerah dalam rangka pemberdayaan masyarakat daerah dengan memberdayakan masyarakat miskin dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, perumahan; mengembangkan swadaya masyarakat untuk memecahkan berbagai masalah sosial dan membantu masyarakat miskin dan rentan sosial - Mengupayakan anggaran bidang Pendidikan sebesar 20 % pada pelaksanaan program dan kegiatan di SKPD yang melaksanakan fungsi-fungsi Pendidikan Arah kebijakan dan strategi yang tidak relevan: -
memanfaatkan CSR untuk melatih para tenaga kerja yang trampil dan siap bekerja Dalam RKPD Banten Rekomendasi Arah kebijakan dan strategi ke baik 2010 maupun pemerintah : 2011, Kebijakan dan - Pemerintah hendaknya strategi diarahkan menambah tenaga-tenaga pada ketersediaan kesehatan di desa-desa pelayanan kesehatan sehingga memepermudah dan pendidikan. Begitu masyarakat mendapatkan akses pelayanan pula pembangunan kesehatan sektoral difokuskan Pemerintah hendaknya pemenhuan membangun lebih banyak kebutuhan dasar lagi sarana-sarana kesehatan dan kesehatan seperti pendidikan. Bahkan puskesdes, posyandu, dsb dalam RKPD 2011, Rekomendasi Arah anggaran pendidikan kebijakan dan strategi ke diupayakan 20 %. pemerintah provinsi : - Pemerintah provinsi hendaknya menjalankan anggaran 20 % pendidikan bagi SKPD-SKPD yang menyelenggarakan fungsi pendidikan di luar belaja pegawai
131
19
Minimalisasi dampak kerugian akibat kejadian bencana alam dilakukan dengan strategi pengembangan sebagai berikut: a. mengendalikan perkembangan permukiman di kawasan-kawasan rawan bencana di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah Jawa Timur dan Bali; b. mengembangkan infrastruktur dan bangunan yang mampu menahan dampak bencana di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali; c. mengembangkan kesiapan mitigasi bencana di kawasan-kawasan rawan bencana di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.
Dalam RKPD 2010 belum terfokus arah dan kebijakan namun secara general sudah teragendakan dalam pengembangan wilayah dan kawasan
Dalam RKPD 20110 belum terfokus arah dan kebijakan namun secara general sudah teragendakan dalam pengembangan wilayah dan kawasan , dalam RKPD 2011 hanya terbatas untuk mengantisipasi bencana banjir dan kekeringan
Dalam RKPD 2010 maupun 2011 belum relevan dengan RPJMN, agenda dalam arah kebijakan dan strategi belum jelas
Rekomendasi untuk pemerintah mendorong pemerintah provinsi untuk mengagendakan langkah dan strategi untuk meminimalisasi dampak kerugian akibat bencana alam Rekomendasi untuk pemerintah provinsi : - Membentuk tim evakuasi sebagai langkah awal untuk meminimalisasi dampak kerugian akibat kejadian bencana - Memberikan penyuluhan dan sosialisasi sebagai early detection untuk minimalisasi dampak kerugian akibat bencana alam
132
BAB IV EVALUASI TEMATIK
133
Evaluasi tematik dilakukan terhadap isu penting yang bersifat strategis di Provinsi Banten. Evaluasi ini dilakukan oleh Tim EKPD Provinsi Banten bersama LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UNTIRTA yang terdiri dari Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, Dr. Aliudin, SP., MP., dan Darlaini R. Nasution, SE., MM, (mereka bertiga juga sebagai anggota Tim EKPD Provinsi Banten) dengan melihat dokumen-dokumen penelitian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh para dosen Untirta. Dari beberapa dokumen yang ada diambil 1 atau 2 isu strategis, yaitu sebagai berikut :
1.
Pemberdayaan Sosial Komunitas Adat Terpencil (Studi Kasus pada Komunitas Adat di Kabupaten Lebak Provinsi Banten )
A.
Latar Belakang Seluruh warga Negara di manapun mereka bertempat tinggal berhak
menerima pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, pasar, transportasi, komunikasi, keamanan, pengakuan, kepastian hukum, politik, dan lain-lain. Atas dasar pemikiran tersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia melalui
Kementerian
Sosial menetapkan program Pemberdayaan Komunitas
Adat Terpencil (PKAT) bagi warga Negara yang lokasi tempat tinggalnya terisolasi (Komunitas Adat Terpencil) sebagai akibat kondisi geografis (alam), sosial, budaya, ekonomi, politik maupun sosiokultural. Program PKAT sebagai wujud kepedulian dan komitmen pemerintah dalam mempercepat proses pembangunan pada Komunitas Adat Terpencil (KAT) tersebut. Kementerian Sosial, melalui program PKAT mengkhususkan untuk memberdayakan warga Negara yang tempat tinggalnya terisolasi agar secara bersama-sama dengan masyarakat Indonesia lainnya ikut dalam proses pembangunan sebagaimana dicita-citakan dalam amanat UUD 1945, yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur sejahtrera lahir dan batin. Berdasarkan pemikiran tersebut diatas dan dengan dikeluarkannya Keppres RI No. 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial KAT, yang
selanjutnya
dijabarkan
dalam
keputusan
Menteri
Sosial
RI
No.
06/PEGHUK/2002 tentang pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT). Tampaknya di Provinsi Banten Komunitas yang dikategorikan sebagaimana dimaksud dalam Keppres RI No. 111 tahun 1999 tersebut masih dijumpai keberadaannya. Provinsi Banten terdiri atas 8 wilayah yakni 4 Kabupaten dan 4 Kota dengan jumlah penduduk hampir 10 juta jiwa, letak geografis sebelah timur
134
berbatasan dengan DKI Jakarta dan Bogor, di sebelah selatan Samudera Hindia, sebelah utara Laut Jawa, sebelah barat Selat Sunda, kondisi alam merupakan daerah pegunungan, perbukitan, perkebunan, pertanian, cagar alam dan perindustrian, serta mempunyai pulau-pulau kecil baik yang berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni. Komunitas Adat Terpencil tersebar di daerah-daerah pegunungan di wilayah Kabupaten Lebak dan sebagian di wilayah Kabupaten Pandeglang. Komunitas Adat Terpencil ini telah ditunjuk sebagai sasaran PKAT. Sebagai langkah persiapan pemberdayaan kearah PKAT dilakukan tiga kegiatan, yaitu pemetaan sosial, penjajagan awal, dan studi kelayakan. Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menetapkan suatu masyarakat dikatakan sebagai Komunitas adat terpencil yang perlu diberdayakan. Atas dasar pemikiran itu, maka diperlukan studi kelayakan lokasi KAT sebagai bagian dari kegiatan persiapan ke arah Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT). Studi Kelayakan (SK) diperlukan dalam upaya menghimpun data dan informasi tentang kondisi sosial
budaya dan lingkungan, potensi dan sumber
kesejahteraan sosial, penyandang masalah kesejahteraan sosial dan jenis-jenis program dan kegiatan yang diperlukan oleh warga KAT sesuai dengan kebutuhan aktual warga KAT tersebut. B.
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian tersebut pemasalahan dalam studi kelayakan ini dapat
diidentifikasikan sebagai berikut: a. Bagaimanakah
kondisi
objektif
KAT
berdasarkan
sumberdaya, permasalahan kesejahteraan sosial
potensi
dan
dan program
kegiatan apakah yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan KAT b. Bagainanakah
kelayakan
KAT
berdasarkan
kebutuhan
bagi
pengembangan Komunitas Adat Terpencil (sarana dan prasarana sosial dasar dan kebutuhan pokok C.
Maksud Dan Tujuan Maksud dan Tujuan yang ingin dicapai dalam studi ini adalah : 1. Maksud a. Untuk menemukenali kondisi objektif KAT dari berbagai potensi dan sumber permasalahan kesejahteran sosial dan program kegiatan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan KAT.
135
b. Mengkaji kelayakan program aksi berdasarkan kebutuhan bagi pengembangan Komunitas Adat Terpencil yang meliputi kebutuhan sarana dan prasarana sosial dasar dan kebutuhan pokok.- 2 -
2. Tujuan Menghimpun data dan informasi kondisi sosial budaya, lingkungan, berbagai potensi dan sumber kesejahteraan sosial, data penyandang masalah kesejahteraan sosial dan program/kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan KAT. D.
Ruang Lingkup Studi 1. Lingkup Wilayah Pelaksanaan studi kelayakan dilakukan di Provinsi Banten pada lokasi KAT,yaitu di Desa Citorek Sabrang dan Desa Citorek Tengah Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak 2. Jenis Kajian Studi difokuskan pada penilaian kelayakan lokasi dan program aksi dengan mempertimbangkan usulan-usulan kegiatan oleh pelaksana program di daerah Kabupaten dan warga KAT, serta merekomendasikan alternatif dan skenario kegiatan yang memenuhi kriteria kelayakan. 3. Sifat Kajian Studi diintensifkan pada penilaian kelayakan atas usul-usul kegiatan dalam rangka acuan bagi pelaksana program di daerah dan pihak lain yang melaksanakan bantuan teknik (technical assistance) dalam waktu satu tahun ke depan.
E.
Metode Studi Studi dilaksanakan dengan menerapkan metode kaji tindak partisipatif
berbasis masyarakat (participation action research with community base). Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode, yaitu : wawancara, Diskusi Kelompok Terarah, serta musyawarah dan mufakat.
136
F.
Metode Kajian Metode kajian yang dilaksanakan dengan menggunakan
model
pendekatan partisipatif, model ini memandang warga dilokasi KAT sebagai pelaku (subjek) dalam proses pemberdayaan. Langkah-langkah yang dilakukan : a. Pendekatan Pengenalan Masalah b. Pendekatan Partisipasi c. Pendekatan Tanggung Jawab d. Pendekatan Terintegras G.
Waktu Pelaksanan Studi Kelayakan Pelaksanaan Studi Kelayakan terhadap dua desa wilayah KAT yang akan
menjadi sasaran pemberdayaan tahun 2010 yaitu desa Citorek Sabrang dan Desa Citorek Tengah Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak, Kegiatan di Desa Citorek Tengah dilaksanakan pada tanggal 5 s.d 10 April 2010 dan di Desa Citorek Sabrang dilaksanakan pada tanggal 12 s.d 17 April 2010. Bab Ii. Gambaran Umum A. Gambaran Umum Kondisi Wilayah 1. Keadaan Demografis a. Jumlah penduduk di Desa Citorek Sabrang adalah sebagai berikut : Laki-laki
: 718 Orang
Perempuan
: 661 Orang
Jumlah Total
: 1.379 Orang
Jumlah KK
: 438 KK
b. Data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Citorek Sabrang dapat dilihat pada tabel berikut ini: NO
TINGKAT PENDIDIKAN
JUMLAH
1
Belum sekolah
108 Orang
2
Tidak Sekolah
150 Orang
3
SDTT
164 Orang
4
Tamat SD
43 Orang
5
SLTP
19 Orang
6
SMA
7 Orang
7
S1
1 Orang
137
c. Jumlah penduduk di Desa Citorek Tengah adalah: Laki-laki
: 1.467 Orang
Perempuan
: 1.374 Orang
Jumlah Total
: 2.841 Orang
Jumlah KK
: 1011 KK
d. Data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Citorek Tengah dapat dilihat pada tabel berikut ini:
2.
NO
TINGKAT PENDIDIKAN
JUMLAH
1
Belum sekolah
143 Orang
2
Tidak Sekolah
934 Orang
3
SDTT
766 Orang
4
Tamat SD
1127 Orang
5
SLTP
75 Orang
6
SMA
41 Orang
7
D-2
3 Orang
Keadaan Geografis
a. Desa Citorek Sabrang merupakan daerah perkebunan yang berada di sekitar lereng pegunungan. Desa ini memiliki batas wilayah sebagai berikut: -
Sebelah Timur Dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak
-
Sebelah Barat dengan Desa Citorek Tengah
-
Sebelah Utara dengan Desa Citorek Timur
-
Sebelah Selatan dengan Desa Citorek Kidul
b. Kondisi wilayah di Desa Citorek Tengah sama halnya dengan Desa Citorek Sabrang, yaitu daerah perkebunan di sekitar daerah lereng pegunungan. Desa ini memiliki batas wilayah sebagai berikut: -
Sebelah Timur Dengan Desa Citorek Timur
-
Sebelah Barat dengan Desa Citorek Barat
-
Sebelah Utara dengan Desa Citorek Sabrang
-
Sebelah Selatan dengan Desa Citorek Kidul Untuk mencapai lokasi ke Desa Citorek Sabrang dan Citorek Tengah
dapat dilakukan dengan berbagai alternatif. Jarak yang ditempuh dari ibu kota Provinsi ke desa 268 Km, dari ibu kota kabupaten ke desa 208 Km, dan dari Kecamatan ke Desa 35 Km. Kondisi jalan tanah dan batu-batuan terjal sehingga menyulitkan untuk menempuh perjalanan. Habitat pemukiman warga KAT adalah daerah pedalaman dengan hutan yang masih alami. Tekstur
138
tanah merupakan wilayah hutan pegunungan dikategorikan sebagai tanah yang terjal dan berbatu. Ketinggian lokasi berada antara 400-700 di atas permukaan air laut. Suhu udara rata-rata setiap harinya berkisar 26-30°C. Luas wilayah Desa Citorek Sabrang 4075 Ha, terdiri dari lahan pertanian 275 Ha, Perkebunan 165 Ha, Hutan Pegunungan 11 Ha, Tanah Kering (Tadah Hujan) 179 Ha, Hutan Lindung 995 Ha, dan Curah Hujan 72 mm/Th. Luas wilayah Desa Citorek Tengah, 6892 Ha, terdiri dari lahan pertanian 395 Ha, perkebunan 250 Ha, hutan pegunungan 460 Ha, tanah kering (tadah hujan) 12 Ha, tanah ladang 332 Ha, pemukiman 23 Ha, hutan lindung 700 Ha dan curah hujan 30-40 mm/Th. 3. Penghasilan Penghasilan di kedua desa tersebut hampir tidak jauh berbeda, hanya desa Citorek Tengah lebih banyak memproduksi gula merah dari pohon aren sedangkan desa Citorek Sabrang lebih banyak memproduksi singkong. Hasil bumi dari kedua desa tersebut yaitu : a. Hasil pertanian : padi, kacang kedelai, kacang tanah, ubikayu, singkong, cabe, mentimun. b. Hasil perkebunan : mangga, pisang, pepaya, durian, jahe, kunyit, kelapa, kopi, gula aren. c. Hasil Hutan : kayu, bambu. d. Hasil Peternakan : kerbau, ayam, kambing, ikan e. Hasil bahan galian : pasir, emas, perak, batucadas. 4. Sumber Air Sumber air bagi penduduk adalah sungai dan anak sungai yang melintasi wilayah dua desa tersebut, beberapa mata air dari pegunungan, sumur gali, aliran air sungai terjadi setiap saat, terjadi penurunan debit air pada musim kemarau tetapi tidak sampai mengakibatkan kekeringan. 5. Prasarana Ekonomi Di setiap dusun hanya ada warung kecil yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari namun tidak lengkap, sedangkan di pusat pemerintahan desa ada beberapa warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari, itupun hanya pada hari-hari tertentu saja.
139
B. Gambaran Kebutuhan Dan Kebiasaan Masyarakat 1. Pangan Makanan
pokok
masyarakat
dilokasi
KAT
adalah
beras,
juga
mengkonsumsi ubi kayu sebagai makanan selingan, kebiasaan makan rata-rata 2 kali/hari. Kebutuhan protein dan lemak sebagai penggantinya bersumber dari beras dan kacang tanah atau biji-bijian lainnya. 2. Pakaian Pemilikan relatif terbatas, pakaian sehari-hari sama dengan pakaian bersantai dan tidur. Bagi sebagian warga ada yang memiliki pakaian lebih dari satu lembar, pakaian baru digunakan untuk menghadiri undangan selamatan atau perkawinan. Pakaian adat yang sering digunakan adalah ikat kepala khas citorek. Pakaian adat ini nampak dipakai oleh kaum pria, sedangkan pakaian adat yang dikenakan wanita kain kebaya. 3. Tempat Tinggal Kondisi tempat tinggal warga sebagian besar tinggal di rumah tradisional panggung, dinding gedek terbuat dari bambu, beratap alang-alang/rumbia, di bagian depan ada teras terbuka untuk bersantai. Hanya ada dua pintu yaitu depan dan belakang serta tidak adanya ventilasi yang mencukupi dari segi kesehatan. Rumah biasanya hanya mempunyai satu kamar atau tanpa kamar atau hanya disekat yang berfungsi serbaguna, yaitu sebagai tempat tidur, tempat masak,
dan
menyimpan
barang-barang
rumah
tangga.
Tidak
tersedia
dipan/tempat tidur warga, dan mereka tidur di lantai beralaskan tikar. 4. Pemeliharaan Kesehatan Warga KAT mandi 1 kali satu hari, tidak menggunakan sabun mandi pada saat mandi. Jarang menyikat gigi dengan menggunakan odol. Penggunaan sikat gigi terbatas pada remaja. Air yang digunakan air sungai dan sungai bagi mereka berfungsi sebagai MCK. 5. Pendidikan Dasar Jumlah penduduk yang tidak bersekolah pada usia SLTP dan SMA sangat tinggi, karena lokasi sekolah jauh dan biaya transportasi mahal sehingga menyebabkan tingginya angka putus sekolah. 6. Lapangan Kerja dan Usaha Rata-rata kepala rumah tangga bermatapencaharian petani (pertanian sawah,
perkebunan
dan
perikanan).
Berdasarkan
hal
tersebut
maka
pengembangan usaha ekonomi produktif lebih baik diarahkan pada peningkatan produksi dan nilai tambah produk-produk pertanian, yaitu melalui pengembangan
140
usaha tani tanaman pangan, perkebunan dan pemeliharaan ternak serta perikanan. 7. Rekreasi dan Liburan Warga
KAT
sangat
minim
memiliki kesempatan
berekreasi
atau
memperoleh hiburan, mereka jarang bepergian. 8. Kepastian Hukum Di lingkungan warga berlaku hukum adat, terutama dalam upacaraupacara adat yang secara turun temurun merupakan kebiasaan yang dilakukan. Dalam kebijakan tertua adat ataupun yang berwenang memutuskan perkara walaupun masih bercampur berdasarkan agama islam, terutama dalam penyelesaian sengketa masyarakat adat secara turun temurun. 9. Persaingan dalam meraih kemajuan Kondisi yang homogen dan sifat menerima keadaan dalam arti mudah puas mengakibatkan kurangnya persaingan dalam meraih kemajuan, khususnya di bidang pendidikan dan bidang sosial ekonomi.
10. Sosiokultural Nilai Sosiokultural yang ada di wilayah KAT : a. Menghargai peraturan adat yang berlaku. b. Menghargai gender. c. Menghargai pangan beras selain sebagai pangan pokok juga sebagai pangan sosial. d. Menghargai lingkungan. e. Kekeluargaan dan Gotong Royong.
C. Gambaran Hasil Studi 1. Pendidikan Satu-satunya sarana pendidikan yang tersedia adalah Sekolah Dasar yang ada di Desa Citorek Sabrang, sedangkan keberadaan SMP hanya ada di Dusun Cinutug Desa Citorek Tengah. Kesadaran anak-anak dan orang tua relatif cukup tinggi untuk menyekolahkan anaknya namun keterbatasan prasarana yang menjadi penghambat.
141
2. Kesehatan Pelayanan kesehatan di lokasi KAT Dusun Pasirnangka Desa Citorek Sabrang dan Dusun Cicurug, Cibitung Desa Citorek Tengah tidak ada sama sekali , hanya ada dukun bayi dan orang pintar untuk orang sakit, ada juga bidan desa tetapi di pusat desa itupun jarang ada di tempat karena tidak menetap di desa tersebut, sedangkan lokasi posyandu yaitu berada di pusat desa yang jarak waktu tempuhnya lebih kurang satu setengah jam. Pengobatan cenderung dilakukan secara tradisional ke dukun karena Puskesmas Pembantu
letaknya cukup jauh lebih kurang 19 Km dengan
menggunakan ojeg ataupun berjalan kaki, sedangkan untuk perawatan inap harus ke Rumah Sakit Umum Lebak yang berjarak lebih kurang 208 Km dengan biaya transport Rp. 200.000,- sekali berangkat. 3. Olahraga Sarana olahraga hampir tidak ada di lokasi KAT, ada lapangan sepak bola ukuran kecil tetapi jarang digunakan berhubung kegiatan warga di ladang cukup padat. Kegiatan olahraga secara khusus tidak dilakukan, memperkenankan permainan olahraga dinilai penting, khususnya bagi remaja sebagai media pembinaan generasi muda. Kegiatan anak-anak usia 9 tahun ke atas adalah membantu bekerja di sawah atau di ladang. Kegiatan bekerja di ladang mengurangi waktu anak-anak untuk bermain atau berolah raga. 4. Transportasi Sarana transportasi hanya menggunakan ojeg untuk ke pusat desa, dan untuk berpergian ke pusat kabupaten hanya dapat menggunakan mobil minibus, itupun harus membayar dengan ongkos yang sangat tinggi karena prasarana jalan tidak memadai sekali. Serta jadwal kendaraan yang tidak menentu tergantung pada adanya calon penumpang. 5. Informasi dan Komunikasi Informasi penbangunan dapat diterima dari aparat desa yang turun ke lokasi atau dari petugas penyuluh lapangan perkebunan, pertanian dan kehutanan. Sebagian warga menerima informasi pembangunan melalui radio transistor.
142
6. Sarana Ibadah Sarana ibadah di Desa Citorek Tengah dan Citorek Sabrang terdapat 3 (tiga) masjid utama dan 11 (sebelas) mushola. Kondisi sarana ibadah berukuran 5m x 6m dan bisa menampung kurang lebih 15 sampai 20 jamaah. Kondisinya kurang layak dan membutuhkan perbaikan, namun kondisi ekonomi nasyarakat tidak memungkinkan untuk membantu pembiayaannya. Bab III. Analisis Kebutuhan Hasil Studi
A. Pembahasan Hasil Studi Penetapan lokasi KAT di Desa Citorek Sabrang dan Desa Citorek Tengah didasarkan pada hasil pemetaan daerah KAT secara nasional, keterpencilan yang ditinjau dari aspek geografi, keterbelakangan sosial ekonomi, dan keterasingan budaya dan politik. Di antara dusun-dusun yang ada di Desa Citorek Sabrang dan Desa Citorek Tengah ada 3 dusun yang dinilai memenuhi kriteria lokasi KAT, yaitu Dusun Pasirnangka Desa Citorek Sabrang dan Dusun Cicurug, Cibitung Desa Citorek Tengah. Pertimbangan yang melatarbelakangi dusun tersebut ditetapkan sebagai lokasi KAT adalah : 1. Secara geografis dusun-dusun tersebut letaknya terpencil, baik karena jaraknya yang relatif jauh dari pusat pemerintahan dan fasilitas pelayanan sosial dasar, maupun karena kondisi jalan setapak yang buruk, terjal dan jalan setapak ke lokasi di beberapa ruas jalan, kondisi jalan berupa tanah berbatu, apalagi pada musim hujan, kondisi jalan becek dan licin, sehingga mempersulit keluar masuknya masyarakat dari dusun ke desa dan tempat lainnya 2. Keterpencilan secara geografis berdampak terhadap kemunduran sosial ekonomi warga. warga tidak dapat belajar dari pengalaman desa-desa lain yang memiliki akses lebih baik terhadap fasilitas pelayanan publik. Terhambatnya arus transportasi mengakibatkan warga enggan berpergian untuk memperoleh sumber-sumber yang tersedia di luar tempat tinggalnya, demikian pula warga luar enggan datang untuk menawarkan berbagai peluang kerjasama, akibatnya warga terisolisir secara ekonomi dan budaya. 3. Warga dusun sebagaimana disebutkan di atas, mendiami suatu kawasan berupa kurang dari 5 hektar. Lahan pertanian dan persawahan hanya
143
dapat ditanami satu kali setahun, sesuai dengan aturan adat kasepuhan Citorek. Hampir seluruh kepala keluarga bekerja di sektor pertanian dan ladang perkebunan, namun teknologi budidaya masih menggunakan teknologi tradisional seperti penggunaan padi varitas lokal dan sedikit pupuk urea, sebagai akibatnya kondisi sosial ekonomi dan kesejahteraan sosial lainnya masih relatif rendah pula. 4. Kualitas Sumber Daya Manusia tampak rendah, lebih-lebih dilihat dari tingkat pendidikan, derajat kesehatan dan penghasilannya. Sebagian besar penduduk belum bersekolah, dan sebagian lagi tidak tamat Sekolah Dasar. Hanya sedikit penduduk yang tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Sekolah Menengah Atas. 5. Keterbelakangan sosial ekonomi dapat dilihat dari kondisi fisik rumah, umumnya merupakan rumah tradisional dengan bahan-bahan yang mudah lapuk. Sebagaian besar bangunan rumah berbentuk rumah panggung berdindingkan papan atau bambu dengan atap rumbia dan alang-alang dan setiap rumah memilliki jendela walaupun kecil. 6. Derajat kesehatan warga tampak masih rendah, ditunjukkan oleh tingkat orang sakit yang masih tinggi. Penyakit menular masih kerap diderita warga , seperti malaria dan muntaber, gatal-gatal, TBC, sakit mata dan campak.Apabila mandi hanya sebagian kecil yang menggunakan sabun dan menggosok gigi, tidak memasak air minum dan membuang hajat di sungai atau di alam terbuka, ini merupakan perilaku dan kebiasaan hidup yang kurang sehat. Kandang ternak yang ditempatkan di sekitar rumah menimbulkan bau yang kurang sedap, apalagi pada waktu musim penghujan, kotorannya menyebar dan hanyut mencemari air baku yang dipakai sebagai tempat mandi dan cuci. 7. Warga di lokasi KAT sebagian besar memeluk agama islam dan selain menjalankan syariat agama juga mempertahankan ritual adat. Berbagai upacara selamatan masih dikaitkan dengan mistik.
B. Analisis Kebutuhan 1.
Identifikasi Kebutuhan Berdasarkan kondisi ketersediaan prasarana dan sarana umum, fasilitas
pelayanan sosial dasar, lingkungan fisik pemukiman, mata pencaharian penduduk, keterbatasan sumber daya manusia, dan potensi alam, maka beberapa program
144
dinilai berpeluang meningkatkan kondisi sosial ekonomi dan budaya yang dapat berdampak positif bagi kemajuan budaya dan politik warga di lokasi KAT. Juga diperlukan bimbingan dan motivasi warga untuk dapat berusaha meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan bagi keluarganya. Untuk itu kegiatan yang ideal sesuai dengan kemampuan dan kondisi wilayah adalah rehabilitasi rumah sederhana, sarana dan prasarana lingkungan seperti air bersih, MCK umum, bakbak penampungan air bersih, sosialisasi program-program pembangunan, sarana sosial dan kesehatan serta Bantuan Usaha Ekonomi Produktif yang sesuai dengan kondisi alam dan kemampuan masyarakat setempat. Atas dasar fakta ini, maka pengembangan Usaha Ekonomi Produktif lebih baik diarahkan pada peningkatan produksi dan nilai tambah produk-produk pertanian, yaitu melalui pengembangan usaha tani tanaman pangan, perkebunan dan pemeliharaan ternak serta perikanan. 1.1
Kesesuaian Lahan dan Iklim Kondisi alam dan iklim di Desa Citorek Sabrang dan Desa Citorek Tengah cocok bagi pengembangan berbagai komoditif pertanian, di samping tanaman padi yang diusahakan pada musim penghujan, juga dapat dikembangkan tanaman palawija dan perkebunan, selain memelihara ternak kambing, itik serta perikanan. Jenis tanaman palawija yang sesuai dikembangkan adalah kacang hijau, singkong, umbi, kacang kapri, kecipir. Tanaman buah-buahan yang cocok adalah pisang, papaya, mangga, nangka dan kelapa. Sedangkan tanaman perkebunan adalah pohon arbasiah, pete cina, kopi, cengkeh, mahoni afrika. Jenis ternak yang berpeluang untuk diusahakan adalah kerbau, kambing, ayam, dan itik serta perikanan karena jenis ternak ini sudah biasa diusahakan di samping tersedia pakan berupa rumput dan daun tanaman pertanian.
1.2
Ketersediaan Teknologi Teknologi budidaya tanaman dan ternak tidak tersedia, sehingga yang diperlukan adalah pembinaan melalui bimbingan dan penyuluhan yang dapat dilakukan oleh petugas penyuluh lapangan atau melalui suatu proses pembelajaran Sekolah Lapang Agrobisnis, di samping kursus keterampilan bagi para pendamping sosial dalam rangka meningkatkan kemampuan pembinaan bagi warga KAT.
145
1.3
Kemampuan Pemeliharaan Dilihat dari pengalaman warga KAT, maka pengembangan budidaya dan pasca panen tanaman sebagaimana disebutkan di atas dinilai memiliki kemampuan dalam memelihara atau membudidayakannya. Kegiatan usaha pertanian dan perkebunan telah familiar (terbiasa) bagi mereka, yang diperlukan adalah meningkatkan produksi yang lebih intensif, baik pengolahannya maupun kemasan yang menarik untuk peningkatan harga jual. Menyimpan hasil tanaman merupakan kebiasaan bagi petani di lokasi KAT dalam rangka keamanan pangan, seperti menyimpan padi lokal di lumbung/leuit dan yang diperlukan adalah bagaimana mengubah orientasi penyimpanan dari tujuan konsumtif menjadi tujuan ekonomis.
2.
Aspek Ekonomi dan Budaya
2.1. Peningkatan Penghasilan Melihat perkembangan sosial ekonomi warga KAT, mereka membutuhkan perubahan ke arah kemajuan. Hal ini terlihat dari kegiatan usaha yang semula berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri (subsisten) menjadi pemenuhan kebutuhan sendiri dan pasar (semi subsisten). Produk pertanian perkebunan yang mereka hasilkan tidak seluruhnya ditujukan untuk memenuhi konsumsi keluarga melainkan sebagian lagi ada yang disisihkan untuk dijual dalam rangka memenuhi permintaan pasar, sehingga mereka dapat memperoleh penghasilan untuk membiayai usaha taninya dan memenuhi kebutuhan lainnya. Dewasa ini di semua lokasi KAT di samping mereka bekerja pada usaha tani miliknya, juga bekerja sebagai buruh tani agar memperoleh penghasilan tambahan. Untuk membiayai kebutuhan
pakaian, perabot rumah tangga, serta
membayar biaya pendidikan anak-anak dan membayar pajak bumi dan bangunan, maka mau tidak mau mereka membutuhkan uang, di antaranya dapat diperoleh dari penjualan hasil pertanian dan perkebunannya. Agar mereka dapat menjual hasil panennya, maka mereka harus menghasilkan produksi pertanian yang lebih banyak dari sebelumnya. Karena perluasan lahan pertanian tidak memungkinkan, maka satu-satunya cara adalah melalui intensifikasi dan peningkatan frekuensi tanam serta
146
panen. Ini dapat dicapai melalui penerapan paket teknologi pertanian, mulamula melalui penerapan panca usaha tani, selanjutnya sapta usaha tani, sampai dengan penerapan paket teknologi insus, seperti penggunaan varietas unggul, pengaturan jarak pangan pupuk organik dan pupuk kimia, pengendalian hama penyakit, pengaturan pengairan, pengolahan tanah, memilih jenis tanaman yang berukuran pendek dan bernilai ekonomis tinggi, waktu panen yang tepat, pengaturan pola tanam, diversifikasi tanaman, penggunaan kombinasi pupuk optimum, pembelian dan penjualan input dan produk tanaman melalui kelompok tani, dan lain-lain sesuai dengan tingkat perkembangan pengetahuan dan pengalaman petani. 2.2. Penataan Lingkungan Warga KAT di dua desa yang ada dapat menerima perubahan, kesediaan mereka untuk menerima nilai-nilai baru seperti penggunaan bahan bangunan rumah, pakaian dan perabotan rumah tangga buatan pabrik, termasuk penggunaan bajak yang merupakan produk dari luar sebab yang penting adalah memanfaatkan pranata lokal dan melibatkan tokoh-tokoh adat serta warga
KAT
sejak
perencanaan
pemetaan
sampai
dengan
sosial,
penjajagan
pemberdayaannya.
awal,
penyusunan
Kesediaan
mereka
membantu dalam pengumpulan data, serta kesediaan menerima kehadiran petugas PKAT dari Provinsi dan kabupaten yang sudah menjadi indikator yang cukup bahwa warga KAT dapat menerima kehadiran program pemberdayaan KAT. 2.3. Kelembagan Lokal Perangkat kelembagaan baik adat maupun pemerintahan telah tersedia. Kepala dusun dan Kepala Adat merupakan kelembagaan lokal yang senantiasa bersedia diajak bekerjasama bagi kemajuan warga KAT, yang terpenting adalah tidak memberikan janji tentang pemberian bantuan, tidak merusak kearifan lokal dan tatanan kehidupan secara adat, bila janji tersebut tidak dipenuhi akan menjadikan masyarakat apatis terhadap setiap program yang ditawarkan kepadanya, atau yang datang dari luar. 3.
Aspek Sosial
3.1. Social Benefit Membuka keterisolasian serta mendekatkan warga KAT dengan pelayanan sosial dasar akan memberikan manfaat bagi tercapainya kemajuan interaksi sosial warga, berupa kemudahan dalam akses memperoleh pelayanan
147
pendidikan, kesehatan, perolehan barang kebutuhan pokok, penjualan hasil produk pertanian dan kerajinan, perolehan informasi dan pengetahuan baru, melaksanakan acara ritual (ibadah) keagamaan, peningkatan kemampuan berorganisasi dan memecahkan masalah. Karena keterpencilan geografis, kondisi jalan buruk, tidak tersedianya angkutan mengakibatkan warga KAT menanggung biaya sosial yang tinggi. Biaya sosial tersebut berupa keterbelakangan, ketidaktahuan, kurangnya akses mendapatkan pendidikan, kesempatan belajar yang rendah, sulitnya memperoleh pengobatan, serta rendahnya derajat kesehatan keluarga, mahalnya biaya transportasi dan keterlambatan pertolongan bagi warga yang sakit. Semua ini bila dinilai dengan uang tentu sangat besar sekali dan merupakan kerugian yang harus ditanggung, belum lagi bila diperhitungkan kerugian waktu yang tidak dapat dinilai dengan uang.
3.2. Social Cost Setiap perubahan sekecil apapun memiliki konsekuensi biaya, baik biaya ekonomi maupun biaya sosial. biaya ekonomi berupa anggaran, sementara biaya
sosial
berupa
tergesernya
nilai-nilai
kearifan
lokal,
seperti
pemanfaatan potensi lokal, serta akan terkikis atau lunturnya nilai-nilai kegotongroyongan dan acara ritual/keagamaan, beralih pada nilai-nilai baru yang berorientasi pasar. Selain itu dimungkinkan datangnya kontruksi rumah modern yang secara tidak langsung telah mengurangi atau menghilangkan bangunan tradisional. 3.3. Net B/C Diharapkan melalui program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT) akan memberikan tambahan manfaat lebih besar jika dibandingkan dengan tambahan biaya sosial warga KAT yang ditanggung warga KAT. Biaya-biaya tersebut di antaranya adalah hilangnya kearifan lokal seperti budaya gotong royong dengan budaya kerja, tetapi yang perlu adalah mempertahankan kearifan lokal yaitu tolong menolong yang semula hanya terbatas pada tenaga, juga tolong menolong diwujudkan dalam bentuk materi atau uang.
148
4.
Aspek Lingkungan Diharapkan agar lingkungan dijaga karena struktur tanah liat, fotografi yang curam, dan vegetasi yang gundul, sehingga tanah dapt bertahan terhadap erosi. Introduksi tanaman dan ternak jangan sampai menghilangkan keragaman hayati yang telah ada, justru introduksi bibit tanaman dan ternak dapat menambah populasi dan keragaman sumber daya hayati maupun pelestariannya. Warga dilokasi KAT memiliki pranata adat yang berpeluang memelihara kelestarian sumber hayati, seperti adanya pemangku adat yang berfungsi pengatur penggunaan lahan milik adat dan pembukaan lahan-lahan pertanian baru, dan memiliki kearifan dalam menjaga kelestarian dan mencegah penebangan pohon-pohon pada sumber-sumber mata air.
5.
Kebutuhan yang menjadi prioritas Berdasarkan hasil pengkajian dan peninjauan kebutuhan yang menjadi prioritas warga KAT di Dusun Pasirnangka Desa Citorek Sabrang dan Dusun Cicurug, Cibitung Desa Citorek Tengah Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak, dan mengingat kebutuhan hidup pokok yang belum terpenuhi secara layak seperti yang telah diuraikan di atas maka perlu dusahakan tersedianya sumber air bersih, MCK umum, perbaikan jalan lingkungan, perbaikan rumah sederhana, sarana pendidikan, sarana sosial dan sarana kesehatan. pembinaan mental, spiritual serta pola hidup agar dapat berinteraksi sosial dengan masyarakat di sekitarnya.
C.
Faktor Pendukung Dan Penghambat
1. Faktor Pendukung a. Adanya keinginan yang kuat dari masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup yang layak untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. b. Mendapatkan dukungan dari aparat pemerintah setempat. c. Memiliki potensi wilayah yang subur yang dapat ditanami berbagai jenis tanaman, perkebunan, dan pertanian. d. Memiliki potensi lahan yang luas dan cocok untuk daerah peternakan dan perkebunan 2. Faktor Penghambat a. Sarana jalan dan transportasi yang kurang memadai, sebagai akses untuk mengangkut hasil bumi dan hasil pekebunan lainnya. b. Tidak memiliki modal yang cukup untuk usaha.
149
c. Sumber Daya Manusia yang tingkat pendidikannya rata-rata rendah, hanya tamatan SD. d. Tidak memiliki sarana kesehatan yang memadai. e. Jauh dari pusat perekonomian D.
PEMBIAYAAN
1. Besarnya Struktur Pembiayaan Jumlah
biaya
yang
direncanakan
untuk
merealisasikan
program
pemberdayan KAT yang akan dilaksanakan tahun 2011 yang diharapkan dapat memberdayakan 220 KK warga KAT di Desa Citorek Sabrang dan Desa Citorek Tengah Kec. Cibeber. Kab. Lebak berasal dari Dana Dekonsentrasi dan pemberdayaan KAT. Rencana kegiatan pemberdayaan sebagai berikut : a. Bimbingan Sosial dan Motivasi bagi warga KAT dan sosialisasi programprogram pemerintah. b. Pelatihan
bagi
tenaga
pendamping,
pelatihan
pengelolaan,
pengembangan usaha ekonomi lokal. c. Upaya-Upaya penanganan permasalahan bagi warga KAT sendiri. d. Memperbaiki sarana jalan menuju lokasi dengan pengerasan jalan. e. Memperbaiki rumah warga yang sudah tidak layak huni. f.
Memberikan bantuan sembako / jaminan hidup.
g. Pembangunan / rehab Sarana Sosial, dan Air Bersih. h. Pelatihan petugas pendamping KAT. i.
Memberikan alat pertanian, alat rumah tangga, dan usaha ekonomi produktif.
2. Sumber Pembiayaan Pengajuan Anggaran tahun 2011 untuk Pemberdayaan KAT di dua wilayah di Kabupaten Lebak melalui sumber Dana Dekonsentrasi (APBN) kurang lebih sebesar Rp. 2,1 milyar untuk pemberdayaan KAT di Kabupaten Lebak. Bab IV. Kesimpulan Dan Rekomendasi A.
Kesimpulan
1. Dusun Pasirnangka Desa Citorek Sabrang dan Dusun Cicurug, Cibitung Desa Citorek Tengah Kec. Cibeber Kabupaten Lebak dinilai layak sebagai lokasi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, ditinjau dari aspek geografi,
150
kondisi fisik, sosial ekonomi, budaya dan politik serta kriteria KAT sebagai tolak ukur. 2. Program aksi yang dilaksanakan adalah perbaikan rumah sederhana (BBR), penyediaan air bersih, sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan sosial dasar. B.
Rekomendasi
1. Pemberdayaan
Komunitas
Adat
Terpencil
yang
berlokasi
di
Dusun
Pasirnangka Desa Citorek Sabrang dan Dusun Cicurug, Dusun Cibitung Desa Citorek Tengah Kec. Cibeber Kabupaten Lebak agar dapat ditindak lanjuti dengan calon pemberdayaan komunitas adat terpencil sebanyak 220 KK pada tahun 2011. 2. Diperlukan penyusunan perencanaan site plan bagi penataan lingkungan dan pembangunan / renovasi prasarana dan sarana sosial wilayah KAT, serta penentuan prioritas sasaran bantuan pemenuhan kebutuhan pokok dan pembinaan
Usaha
Lokal
dengan
melibatkan
berbagai
dinas/instansi,
perguruan tinggi dan LSM, tokoh masyarakat setempat warga KAT melalui pendekatan terintegrasi lintas sektoral, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan dan Koperasi, Lembaga atau instansi lainnya yang terkait dalam pembangunan desa-desa terpencil atau Komunitas Adat Terpencil Bab V. Penutup Pelaksanaan Studi Kelayakan di calon lokasi pemberdayaan KAT tahun 2011, yang dilaksanakan tanggal 5 s.d 10 April 2010 di Desa Citorek Tengah, dan tanggal 12 s.d 17 April 2010 di Desa Citorek Sabrang Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak, merupakan tahapan awal Program pemberdayaan KAT untuk tahun 2011, telah dilaksanakan dengan baik, lancar sesuai jadwal.
Dan telah
menghasilkan rumusan untuk program yang akan datang yang disesuaikan dengan aspirasi, kebutuhan dan kondisi wilayah, dilaksanakan supaya tepat sasaran sesuai kreteria KAT yang tercantum dalam Kepres RI Nomor 111 Tahun 1999. Dapat tersusunnya bahan pelaporan, bahan ekspos
dalam rangka
pelaksanaan kegiatan studi kelayakan selanjutnya, sebagai pertanggungjawaban Dinas
Sosial
Provinsi
Banten
dalam
melaksanakan
tugas
pembantuan
Dekonsentrasi dan terciptanya dukungan, kesepahaman serta keinginan bersama
151
antara Pusat Pemerintahan / Kementrian Sosial dengan Dinas / Instansi terkait, masyarakat, dunia usaha serta perguruan tinggi di provinsi untuk melaksanakan program / kegiatan Pemberdayaan KAT secara terintegrasi dan terpadu. (Sumber : Dr. Aliudin, MP)
2.
Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Dan Peluang Kemiskinan
Nelayan Tradisional Di Kota Serang Provinsi Banten Salah satu provinsi yang mengembangkan sektor perikanan adalah Provinsi Banten. Data DKP Provinsi Banten Tahun 2008 menunjukkan nilai produksi perikanan laut menurut daerah dan kuartal tahun 2007, Kabupaten dan Kota Serang (pemekaran wilayah dari Kabupaten Serang) mempunyai nilai produksi sebesar Rp. 31 222 500 ribu, Kabupaten Tangerang sebesar Rp. 153 189 600 ribu, Kota Cilegon sebesar Rp. 7 314.50 ribu, Kabupaten Pandeglang sebesar Rp. 93 555 275 ribu, dan Kabupaten Lebak sebesar Rp. 9 747 500 ribu. Di Kota Serang, khususnya di Kecamatan Kasemen, diketahui penduduk umumnya sebagai nelayan tradisional bermata pencaharian pada sektor perikanan terutama menangkap ikan di laut. Walaupun di Kecamatan Kasemen terdapat fasilitas pelabuhan dan pangkalan pendaratan ikan (PPP/PPI) di atas kapasitas jika dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya di Provinsi Banten, namun secara umum, nelayan tradisional di Kecamatan Kasemen termasuk dalam kategori miskin. Kondisi yang demikian dapat menimbulkan berbagai kerawanan, seperti kerawanan ekonomi dan kerawanan sosial. Untuk memahami berbagai upaya dalam meningkatkan kesejahteraan rumahtangga nelayan tradisional diperlukan pendekatan yang memperhatikan pola pengambilan keputusan rumahtangga. Pengambilan keputusan rumahtangga secara internal yang dilakukan, seperti kegiatan produktif anggota rumahtangga di dalam sektor perikanan dan di luar sektor perikanan, perilaku pengambilan keputusan rumahtangga yang bertindak sebagai produsen dan konsumen, dan keterlibatan anggota rumahtangga nelayan dalam upaya mengurangi kemiskinan yang dipengaruhi oleh faktor internal rumahtangga. Tujuan Khusus Berdasarkan data BPS Kabupaten Serang tahun 2008, di Kecamatan Kasemen terdapat 233 rumahtangga nelayan (RTP), di mana 77.27 persen rumahtangga nelayan (RTP) hanya menggunakan perahu dayung (perahu tanpa motor) dan alat jaring yang terbatas jumlahnya, sedangkan selebihnya merupakan
152
rumahtangga nelayan yang menggunakan motor tempel (12.97 persen), dan kapal motor (9.76 persen). Adanya penggunaan teknologi yang sederhana atau bersifat tradisional dalam proses penangkapan ikan di laut yang dilakukan oleh sebagian besar nelayan di Kecamatan Kasemen memiliki kesejahteraan yang minim. Secara terperinci, permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh rumahtangga nelayan tradisional di Kecamatan Kasemen Kota Serang adalah: 1. Ketidakpastian musim yang menyebabkan ketidakpastian pendapatan di dalam sektor perikanan menuntut pekerjaan lain di luar sektor perikanan dan mendorong istri (anggota rumahtangga) untuk bekerja. 2. Keterbatasan usaha perikanan dan internal rumahtangga nelayan tradisional merupakan corak perilaku ekonomi rumahtangga nelayan tradisional. 3. Ketidakmampuan
ekonomi
rumahtangga
nelayan
dalam
pemenuhan
kebutuhan sehari-hari akan mendorong terjadinya peluang kemiskinan. Dari permasalah tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peluang kerja suami dan istri pada rumahtangga nelayan tradisional di luar sektor perikanan. 2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga nelayan tradisional seperti keputusan rumahtangga dalam pencurahan waktu kerja, pendapatan, dan pengeluaran. 3. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peluang kemiskinan dalam rumahtangga nelayan tradisional. Urgensi Penelitian Rumahtangga
nelayan
menghadapi
persoalan
kompleks
dalam
hubungannya dengan produksi, konsumsi, dan alokasi tenaga kerja. Berdasarkan studi model ekonomi rumahtangga nelayan terdahulu, maka yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah perbedaan dalam unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu rumahtangga nelayan pemilik perahu dayung sebagai nelayan tradisional yang dianggap merupakan lapisan masyarakat yang paling miskin, karena nelayan pemilik perahu dayung adalah lapisan bawah dalam kelompok nelayan yang memiliki alat tangkap dan perahu. Penelitian ini menganalisis peluang kerja suami dan istri dalam rumahtangga nelayan tradisional, ekonomi rumahtangga nelayan seperti alokasi waktu, pendapatan, pengeluaran rumahtangga, dan peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan
153
dengan peluang kerja suami dan istri di luar sektor perikanan, perilaku setiap variabel yang berpengaruh terhadap produksi, curahan waktu kerja, pendapatan, dan pengeluaran. Selain itu, hasil studi diharapkan dapat memberikan informasi berkaitan dengan peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional, yang nantinya informasi ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kota Serang dalam perencanaan pembangunan sektor perikanan untuk mengentaskan kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional. . Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kasemen Kota Serang. Periode penelitian ini dilakukan pada dua musim penangkapan ikan, yaitu musim melaut (panen) dan musim tidak melaut (paceklik), yang diakibatkan oleh angin dan gelombang besar (perubahan iklim). Data
yang
akan
digunakan
adalah
data
primer
dan
sekunder.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode purposive sampling. Sampel yang diambil adalah unit rumahtangga nelayan pemilik perahu dayung yang berjumlah 40 orang (survei di lingkungan desa nelayan/pantai), kemudian diwawancarai dengan menggunakan instrumen kuisioner. Data primer yang diperlukan antara lain identitas rumahtangga nelayan, jumlah produksi, jumlah kepemilikan aset, jenis alat tangkap, harga ikan, curahan waktu kerja di dalam dan di luar sektor perikanan, pendidikan, dan biaya produksi. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Pusat Statistik, kantor kecamatan dan desa, serta lembaga lain yang berkaitan dengan penelitian ini baik berupa literatur hasil penelitian maupun laporan yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Model dan Metode Analisis Adalah model pemilihan pekerjaan di dalam sektor perikanan dan di luar sektor perikanan yang dilakukan oleh nelayan tradisional pada musim paceklik, yang merupakan kejadian biner (dummy variable) di mana bernilai 1 untuk suami yang bekerja di luar sektor perikanan dan 0 untuk suami yang bekerja di dalam sektor perikanan. Untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi peluang suami untuk bekerja di luar sektor perikanan digunakan model logit. Dalam metode regresi logistik, ukuran yang digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas dan tak bebas adalah nilai odds ratio yang diperoleh dari perhitungan eksponensial dari koefisien estimasi (b i ). Odds ratio menunjukkan
154
perbandingan peluang Y=l (bekerja) yang dipengaruhi oleh variabel tertentu. PKSLP
= a 0 + a 1 PSLP + a 2 US + a 3 LPS + a 4 EKSLP + U 1 ……....(3.1)
Parameter dugaan: a 1 , a 3 , a 4 > 0 ; a 2 < 0 Model Peluang Kerja Istri di Luar Sektor Perikanan Adalah model pemilihan kegiatan istri di antara bekerja di luar sektor perikanan atau menjadi ibu rumahtangga yang merupakan kejadian biner (dummy variable) di mana bernilai 1 untuk istri yang bekerja dan 0 untuk istri yang tidak bekerja. Untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi peluang istri untuk bekerja di luar sektor perikanan digunakan model logit. Dalam metode regresi logistik, ukuran yang digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas dan tak bebas adalah nilai odds ratio yang diperoleh dari perhitungan eksponensial dari koefisien estimasi (b i ). Odds ratio menunjukkan perbandingan peluang Y = 1 (bekerja) yang dipengaruhi oleh variabel tertentu. PKILP
= b 0 + b 1 PILP + b 2 UI + b 3 LPI + b 4 JAB + U 2 .….……....(3.2)
Parameter dugaan: b 1 , b 2 , b 3 > 0 ; b 4 < 0 Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional Model ekonometrika merupakan representasi dan fenomena aktual sebagai sistem rumahtangga
atau proses
nelayan
(Intriligator, 1996).
tradisional,
sejumlah
Dalam model ekonomi
persamaan
dalam
model
dikelompokkan dalam 4 model yaitu produksi nelayan, curahan waktu kerja rumahtangga, pendapatan rumahtangga, dan pengeluaran atau konsumsi rumahtangga. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku rumahtangga nelayan tradisional dalam kegiatan produksi, curahan waktu kerja, pendapatan, dan pengeluaran atau konsumsi dianalisis dengan menggunakan model ekonomi dalam bentuk persamaan simultan. Model ekonomi rumahtangga nelayan tradisional terdiri dari 16 variabel endogen (G), 15 variabel predetermine, 15 variabel eksogen dan 0 variabel bedakala endogen. Dengan demikian, jumlah seluruh peubah yang tercakup dalam model rumahtangga nelayan tradisional (K) adalah sebanyak 31 variabel. Berdasarkan kriteria identifikasi model dengan order condition di atas di mana (K– M) lebih besar dari (G–1), maka persamaan dalam model ekonomi rumahtangga nelayan tradisional merupakan identifikasi berlebih (over identified).
155
Model Peluang Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Tradisional Merupakan kejadian biner (dummy variable) yang bernilai 1 untuk rumahtangga nelayan yang mempunyai pengeluaran per kapita di bawah rata-rata tingkat pengeluaran (miskin) dan 0 untuk nelayan yang mempunyai pengeluaran per kapita di atas tingkat pengeluaran rata-rata (tidak miskin). Berdasarkan data BPS Provinsi Banten pada tahun 2008, rata-rata pengeluaran per kapita/bulan penduduk Kabupten Serang sebesar Rp. 174 731. Rata-rata pengeluaran per kapita merupakan indikator untuk menggambarkan keadaan kesejahteraan masyarakat pada suatu daerah dan rata-rata pengeluaran per kapita ini merupakan perhitungan rata-rata pengeluaran per kapita untuk makanan dan non makanan. Angka rata-rata pengeluaran penduduk lebih menggambarkan kondisi masyarakat daerah penelitian. Untuk menentukan peluang kemiskinan nelayan digunakan model logit. Berdasarkan hasil survei, diperoleh bahwa pengeluaran per kapita/bulan rumahtangga nelayan tradisional yang berada di bawah rata-rata pengeluaran per kapita/bulan penduduk terjadi pada saat musim paceklik. Dalam metode regresi logistik, ukuran yang digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas dan tak bebas adalah nilai odds ratio yang diperoleh dari perhitungan eksponensial dari koefisien estimasi (b i ). Odds ratio menunjukkan perbandingan peluang Y = l (miskin) yang dipengaruhi oleh variabel tertentu. Metode Pendugaan Model Sesuai dengan tujuan penelitian, maka tiga hal yang dilakukan dalam penelitian adalah: (1) penggunaan model peluang kerja suami dan istri yang bekerja di luar sektor perikanan dengan menggunakan model logit dan parameter persamaan diduga dengan metode maximum likelihood estimation (Pyndick and Rubenfield, 1979), (2) analisis model ekonomi rumahtangga nelayan tradisional dilakukan dengan persamaan simultan yang dilakukan dengan menggunakan program komputer SAS/ETS (Statistical Analysis System/Econometric Time Series). Studi ini menggunakan metode 2SLS. Dengan menggunakan metode ini, kesalahan spesifikasi satu persamaan tidak akan ditransfer ke persamaan yang lainnya. Penggunaan metode 2SLS dalam penelitian ini karena semua persamaannya adalah over identified. Metode 2SLS ini sesuai dengan tujuan penelitian yakni untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan rumahtangga dalam penggunaan dan pencurahan tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga nelayan tradisional, dan (3) penggunaan model
156
peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional dengan menggunakan model logit dan parameter persamaan diduga dengan metode maximum likelihood estimation. Definisi Operasional Definisi operasional yang digunakan dalam pengukuran ini adalah sebagai berikut: 1. Nelayan tradisional adalah orang yang secara langsung aktif melakukan penangkapan ikan di laut dengan perahu dayung dan alat tangkap jaring ikan atau udang. 2. Rumahtangga adalah sekelompok orang yang mendiami seluruh atau sebagian bangunan fisik dan biasanya makan bersama dari satu dapur. 3. Produksi adalah penerimaan yang diperoleh nelayan dari hasil tangkapan ikan yang dijual. Ikan dan udang merupakan komoditi yang ditangkap nelayan tradisional. 4. Sarana produksi melaut adalah perlengkapan sehari-hari yang diperlukan dalam kegiatan melaut seperti es, plastik, makanan selama di laut. 5. Aset perahu adalah perahu yang digunakan dalam penangkapan ikan. Perahu yang digunakan adalah perahu sampan (perahu tanpa motor). 6. Curahan waktu kerja adalah jumlah jam kerja riil yang dicurahkan oleh anggota rumahtangga (suami dan istri) untuk kegiatan yang mendapatkan penghasilan dari aktivitas di dalam sektor perikanan dan di luar sektor perikanan. 7. Pendapatan total rumahtangga adalah penjumlahan pendapatan suami dan istri yang diperoleh dari bekerja di dalam dan di luar sektor perikanan. 8. Pengeluaran total rumahtangga adalah pengeluaran rumahtangga berupa konsumsi pangan dan konsumsi non pangan.
157
Kerangka Pemikiran Penelitian
Permasalahan Sektor Perikanan: 1. Tingginya Tingkat Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Tradisional 2. Minimnya Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Nelayan Tradisional
Aspek Kemiskinan: 1. Ekonomi 2. Sumberdaya Manusia 3. Lingkungan/Rumahtangga
Usaha Perikanan Nelayan Tradisional = Usaha Skala Kecil, Teknologi Sederhana, Dipengaruhi Musim Ciri Nelayan Tradisional = Bekerja Sendiri, Tidak Menggunakan Tenaga Kerja Sewa, Produksi Terbatas, Konsumsi Lokal
Keputusan Rumahtangga dalam Mencurahkan Waktu Kerja, Pendapatan, Pengeluaran, dan Perilaku Ekonomi Rumahtangga akan Mempengaruhi Tingkat Pendapatan, Konsumsi Rumahtangga, dan Peluang Kemiskinan
Model Logit untuk Mengetahui Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Rumahtangga Nelayan Tradisional Keluar dari Kemiskinan
Upaya Penanggulangan Kemiskinan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
158
3.6.
Roadmap Penelitian Market Produk
Pemerintah Daerah dan Rumahtangga Nelayan Tradisional Rekomendasi kebijakan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rumahtangga nelayan tradisional agar dapat keluar dari kemiskinan Alat Analisis 1. Model peluang kerja suami dan istri yang bekerja di luar sektor perikanan dan model peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional menggunakan alat analisis ekonometrika dengan model logit dan parameter persamaan diduga dengan metode maximum likelihood estimation 2. Model ekonomi rumahtangga nelayan tradisional menggunakan alat analisis ekonometrika dengan model persamaan simultan dan parameter persamaan diduga dengan metode 2SLS Proses 1. Identifikasi model 3. Validasi Analisis 2. Estimasi Tujuan 1. Menganalisis faktor-faktor 3. Menganalisis faktorPenelitian yang berpengaruh terhadap faktor yang peluang kerja suami dan istri berpengaruh terhadap pada rumahtangga nelayan peluang kemiskinan tradisional di luar sektor dalam rumahtangga perikanan nelayan tradisional 2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga nelayan tradisional seperti keputusan rumahtangga dalam pencurahan waktu kerja, pendapatan, dan pengeluaran Aktivitas Pengumpulan data Analisis data Pembahasan Perkemban Sebagian sudah terkumpul Belum dilaksanakan Belum gan dilaksanakan Penelitian
Gambar 2. Roadmap Penelitian
Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan adanya karakteristik pekerjaan di dalam sektor perikanan yang dilakukan oleh nelayan tradisional adalah perbedaan musim dalam penangkapan ikan. Perbedaan musim tersebut mempengaruhi corak dalam kegiatan produktif yang dilakukan oleh anggota rumahtangga nelayan tradisional di kecamatan Kasemen, di mana pada musim paceklik, peluang kerja anggota rumahtangga (suami dan istri) di luar sektor perikanan merupakan alternatif kegiatan produktif. Fenomena pencarian tambahan pendapatan mempengaruhi peluang kerja suami di luar sektor perikanan walaupun pendapatan yang dihasilkan tinggi atau rendah. Hal ini
159
menyebabkan peranan suami dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga lebih besar daripada istri. Faktor-faktor non ekonomi yang berkaitan dengan peranan istri dalam pekerjaan rumahtangga seperti melahirkan, memelihara anak balita pada umur yang masih muda, dan masih rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh istri mempengaruhi peluang istri bekerja di luar sektor perikanan. Kegiatan di dalam dan di luar sektor perikanan yang dilaksanakan pada musim penangkapan ikan memberikan corak yang berbeda terhadap perilaku ekonomi rumahtangga. Produksi nelayan, curahan waktu kerja anggota rumahtangga, pendapatan anggota rumahtangga dan konsumsi rumahtangga merupakan perilaku ekonomi rumahtangga nelayan yang dianalisis secara simultan. Komoditi yang diperoleh nelayan tradisional dalam melakukan kegiatan penangkapan di laut adalah ikan atau udang. Untuk mempermudah pengukuran komoditi hasil produksi yang beragam maka produksi dinilai dalam satuan Rupiah. Produksi nelayan dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi seperti curahan waktu kerja suami di dalam sektor perikanan, kapital (dummy jaring ikan dan udang), aset perahu, total biaya produksi, dan dummy musim. Curahan waktu kerja suami di dalam sektor perikanan, total biaya produksi, aset perahu, dummy musim, dan dummy jaring responsif terhadap produksi perikanan. Curahan waktu kerja suami di dalam sektor perikanan dipengaruhi oleh umur suami, lama pendidikan suami, umur perahu, dan dummy musim. Curahan waktu kerja suami di luar sektor perikanan dipengaruhi oleh umur suami, lama pendidikan suami, dan dummy musim. Curahan waktu kerja istri di luar sektor perikanan dipengaruhi oleh umur istri, jumlah anak balita, dan lama pendidikan istri. Produksi nelayan, curahan waktu kerja suami di dalam pertanian, harga jual ikan atau udang, dan dummy musim berpengaruh terhadap pendapatan suami di dalam sektor perikanan. Curahan waktu kerja suami di luar sektor perikanan, umur suami, lama pendidikan suami, dan dummy musim mempengaruhi pendapatan suami di luar sektor perikanan. Curahan waktu kerja suami di luar sektor perikanan responsif terhadap pendapatan suami di luar sektor perikanan. Curahan waktu kerja istri di luar sektor perikanan, umur istri, dan lama pendidikan istri berpengaruh nyata terhadap pendapatan istri di luar sektor perikanan. Curahan waktu kerja istri di luar sektor perikanan, umur istri, dan lama pendidikan istri responsif terhadap pendapatan istri di luar sektor perikanan. Pendapatan total rumahtangga digunakan untuk membeli kebutuhan rumahtangga dan banyaknya anggota rumahtangga yang menjadi tanggungan/beban rumahtangga mempengaruhi besarnya kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan. Pada musim panen, pemenuhan kebutuhan rumahtangga seperti konsumsi pangan dan konsumsi non pangan meningkat karena pendapatan total rumahtangga meningkat. Respon konsumsi pangan terhadap pendapatan rumahtangga lebih kecil daripada konsumsi non pangan. Terbatasnya pemenuhan kebutuhan rumahtangga mendorong peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional. Faktor-faktor yang mempengaruhi peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional adalah pengeluaran total rumahtangga, banyaknya anggota
160
rumahtangga, lama pendidikan suami, dan dummy musim. Pada musim paceklik, pemenuhan kebutuhan rumahtangga menurun sehingga peluang kemiskinan meningkat.
Kemiskinan
rumahtangga nelayan tradisional di Kecamatan Kasemen merupakan kemiskinan sementara. (Sumber : Ranthy Pancasasti, S.Kom., MM., M.S., Hj. Darlaini, SE., MM, Mirajiani, SP., M.Si. )
161
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
162
A. Kesimpulan Secara keseluruhan pencapaian RPJMN 2010-2014 di Provinsi Banten pada tahun 2010 dan 2011 mengalami tren peningkatan sebagian besar indikator kinerja setiap prioritas pembangunan. Hal ini membuktikan keberhasilan pembangunan di Provinsi Banten dalam setiap priorotas yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014. Ada beberapa indikator kinerja yang masih perlu diperhatikan seperti tingkat penganguran terbuka di atas nasional tetapi menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun.
Isu strategis, sasaran, arah kebijakan dan strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 secara umum relevan baik dalam RKPD 2010 maupun RKPD 2011. Ada beberapa hal yang tidak secara jelas/ekplisit ada dalam RKPD sehingga direkomendasikan untuk dimasukkan dalam RKPD 2012 seperti pengembangan sekolah kejuruan baik formal maupun informal. B. Rekomendasi Pemerintah Provinsi Banten hendaknya memprioritaskan pembangunan yang mempunyai indikator kinerja di bawah target nasional seperti menurunkan tingkat pengangguran, dan sebagainya. Juga memasukkan beberapa isu strategis, sasaran, arah kebijakan dan strategi pembangunan dalam RPJMN 2010-2014 yang tidak secara ekplisit ada dalam RKPD 2010 dan RKPD 2011 serta dimasukkan dalam RKPD 2012.
Pemerintah pusat hendaknya terus melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam mengawal pelaksanaan RPJMN 2010-2014 di daerah. Juga berkoordinasi dengan kementrian dalam negeri untuk menyelaraskan pembangunan daerah sesuai dengan kewenangan daerah untuk melakukan otonomi daerah. Perlu dilakukan evaluasi pembangunan setiap akhir tahun yang melibatkan pemerintah daerah, Bappenas, Kementrian Dalam Negeri yang langsung dipimpin oleh Presiden, bisa disatukan dalam acara Musrenbangnas atau dilakukan terpisah.
163
LAMPIRAN Tabel Pencapaian Indikator Kinerja RPJMN 2010-2014 di Provinsi Banten
No
1
Agenda pembangunan
Reformasi Birokrasi dan Tatakelola
Indikator
Prosentase Jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan Prosentase kab/kota yang memiliki pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) [%] Prosentase kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap Persentase kab/kota yang telah memiiliki e-procurement
2
3
Pendidikan
Kesehatan
Sumber Data
Keterangan
Polda Banten
Indikator Utama
37,5
BPK-RI dan Inspektorat Daerah
Indikator Utama
100
Biro Pemerintahan
Indikator Utama
Satuan
2009
2010
2011
%
100
90
14 (Juli)
%
25
25
%
83
100
Biro Administrasi Pembangunan Biro Hukum dan Biro Pemerintah an LKPJ Dindik Banten & BPS
%
12,5
12,5
12,5
%
12,5
12,5
12,5
Rata-rata lama sekolah
Tahun
8.15
8.1
belum ada
Angka Partisipasi Murni (SD/MI)
%
98,48
98,76
belum ada
Dindik Banten
Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)
%
118,00
118,39
belum ada
Dindik Banten
Angka melek aksara 15 tahun keatas
%
95,95
99,94
belum ada
per 1000 kelahir an hidup
Dindik Banten
25
22.8
belum ada
Tahun
68
68,34
belum ada
Bappeda & Dinkes Banten Bappeda & Dinkes Banten
Persentase kab/kota yang telah memilki perda transparansi
Angka Kematian Bayi (AKB) Angka Harapan Hidup
Indikator Utama Indikator Utama Indikator Utama Indikator Pendukung Indikator Pendukung Indikator Pendukung
Indikator Utama Indikator Utama
164
Persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate)
4
5
Penanggula ngan Kemiskinan
Ketahanan Pangan
%
67,02
69,72
belum ada
Laju pertumbuhan penduduk
%
2.19
2.78
Belum ada
Persentase penduduk miskin Tingkat pengangguran terbuka PDRB sektor pertanian atas dasar harga konstan 2000
%
7.46
7.02
6,32 (Maret)
%
14.97
13.68
13,50 (Feb)
8101551,51
8481414,03
Belum ada
%
97,94
101,88
104,04 (Jun)
Ton
1,849,008
2,048,047
2,064,534
Orang
286
285
275
Indikator Utama Indikator Penduku ng Indikator Penduku ng Indikator Penduku ng
204,70
§ Baik
Dinas Bina Marga dan Tata Ruang& Dept PU
Indikator Utama
259,49
§ Sedang
Dinas Bina Marga dan Tata Ruang& Dept PU
Indikator Utama
§ Buruk
Dinas Bina Marga dan Tata Ruang& Dept PU
Indikator Utama
Dinas Sumber daya Air dan Permukiman
Indikator Utama
Biro Hukum
Indikator Utama
Produksi Padi
Infrastruktu r
Indikator Utama Indikator Pendukung
BPS Bappeda &Dinsosnaker BPS &Dinsosnaker Distanak Banten & BPS Distanak Banten & BPS Distanak Banten & BPS Distanak Banten & BPS
Rata-rata nilai tukar petani per tahun
6
Dinkes BanteN/BKK BN
Jumlah Penyuluh Pertanian Panjang jalan nasional berdasarkan dalam kondisi:
Juta Rp
Km
Km
110,92
294,98
176,56
228,93
Km
84,50
71,0
12,3
Dana Pembangunan Rumah Sederhana/Provinsi
Milyar
-
2
5,6
Perda RTRW Provinsi
Unit
3
3
3
Indikator Utama Indikator Utama
165
7
Iklim Investasi dan Iklim Usaha
Persentase kab/kota yang telah mensahkan Perda RTRW
9
10
Energi
Lingkungan Hidup dan Pengelolaa n Bencana
Daerah Tertinggal, terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik
Bank Indonesia
Indikator Utama
7.200,000 (Juli)
BKPMD
Indikator Utama
13.860,000
5.740,144 (juli)
BKPMD
Indikator Utama
28,25
39,45
45,43 (Juni)
Bank Indonesia
Rp Triliun
58,03
81,92
80,29 (juni)
Bank Indonesia
Rp Triliun
42,75
51,65
62,53 (Juni)
Bank Indonesia
0
0
37.5
Persentase kredit UMKM berdasarkan lokasi proyek
%
53.75
53.90
55.23
Nilai Realisasi Investasi PMA
US$ Juta
1.467,536
5.850,000
Nilai Realisasi Investasi PMDN Jumlah alokasi kredit perbankan berdasar Bank Pelapor
Rp Milyar
5.581,183
Rp Triliun
Jumlah alokasi kredit perbankan berdasarkan lokasi proyek
8
Biro Hukum
Indikator Pendukung
%
Jumlah tabungan masyarakat
Rasio Elektrifikasi
%
74,70
76,81
Belum ada
Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis
%
15
22,04
30,72 (target)
kali/thn
20
7
33 (juli)
%
-
53,2
53,2
Frekuensi terjadi bencana Persentase ruang terbuka hijau (RTH) di Ibukota Provinsi Persentase pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di kab/kota/provinsi
%
0
66,67
66,67
0,35
0,35
Belum ada
Kab
2
2
1
%
7.46
7.02
6,32 (Maret)
Indeks Gini Jumlah Kabupaten Tertinggal Kemiskinan
Kementrian ESDM Distamben Banten Dishutbun Banten Badan Penanggula ngan Bencana Daerah
Indikator Pendukung Indikator Pendukung Indikator Utama Indikator Utama
Bappeda Kota Serang
Indikator Pendukung Indikator Pendukung
Badan Penanggula ngan Bencana Daerah
Indikator Pendukung
BPS BPPMD dan Biro Pemerintahan BPS dan BPPMD
Indikator Utama Indikator Utama Indikator Penduku
166
ng 11
Kebudayaa n, Kreatifitas, Inovasi, dan teknologi
Unit
3
0
0
Orang
352
481
390
Buah
152
318
408
Buah
125
153
137
Jumlah paten (HAKI) Jumlah dosen peneliti PTN/PTS
Jumlah perpustakaan
Prioritas Lainnya 1
Jumlah hasil riset dari lembaga riset
Kesejahteraa n Rakyat
Indeks Pembangunan Manusia
3
Politik, Hukum, dan Keamanan
Perekonomi an
70,56
Belum ada
Indikator Utama Indikator Penduku ng
Balitbangda
Indikator Penduku ng Indikator Penduku ng
Bappeda dan BPS www.suara karyaonline.com
Indikator Utama
Pendapatan (PDRB)per kapita
Juta Rp
14,64
16,02
belum ada
Penyandang masalah sosial
%
5,00
3,70
belum ada
%
1,04
0.7
belum ada
Dinkes Banten
%
7,91
5.36
belum ada
Dinkes Banten
Indikator Utama Indikator Penduku ng Indikator Penduku ng Indikator Penduku ng
Indeks
1,98
2,09
belum ada
Polda Banten
Indikator Utama
%
61,1
63
belum ada
Polda Banten
Indikator Penduku ng
%
99,3
89
belum ada
Polda Banten
Indikator Penduku ng
%
4,69
5,94
6,52(Apr)
BPS
Indikator Utama
%
11,90
6.1
4,73 (jun)
BPS dan BI
Indikator Penduku
Prevalensi Gizi buruk
2
70,06
Balitbangda dan Kanwil Hukum dan HAM Dindik, Balitbangda, dan Untirta Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah
Prevalensi Gizi kurang/sedang Indeks Kriminalitas Prosentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional Prosentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Trans Nasional Laju Pertumbuhan ekonomi Laju Inflasi
BPS Dinas Sosial
167
ng
Perkembangan PAD
%
69,38
74,07
78,5 (jun)
Pertumbuhan Ekspor
%
Belum ada data
44,07
26,41(Apr)
Pertumbuhan Impor
%
Belum ada data
39,14
39,30 (Apr)
Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) BPS dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan BPS dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Indikator Penduku ng
Indikator Pendukung
Indikator Penduku ng
168
1