SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
Copyright © 2015 FTK Ar-Raniry Press All rights reserved Printed in the Indonesia
PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM PLURALIS SEBAGAI SOLUSI INTEGRASI BANGSA (Suatu Analisis Wacana Pendidikan Pluralisme Indonesia) Musradinur1 dan Tabrani. ZA2 1STAI 2Fakultas
Al-Wasliyah Banda Aceh dan Pemerhati Pendidikan Aceh Tarbiyah Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, Aceh, Indonesia
Abstract Pada prinsipnya, Islam secara normatif-teoritik sangat menjunjung tinggi pluralism. Hal itu merupakan suatu modal penting bagi kehidupan bernegara dalam bangsa pluralistik, seperti Indonesia di mana Islam merupakan agama mayoritas. Meski demikian, dalam konteks memperkokoh integrasi bangsa, konsep normatif-teoritik yang dimiliki Islam tersebut harus pula dilihat secara realistis dari sisi aplikatifnya ditengah masyarakat. Pendidikan Islam di Indonesia memiliki peranan penting dalam memberi kontribusi bagi integrasi bangsa di masa depan. Mengingat persoalan integrasi bangsa berhubungan erat dengan berbagai aspek kehidupan berbangsa, maka perhatian penting pada kuantitas, kualitas, dan berbagai persoalan „kegagalan‟ pendidikan Islam pada masa lalu perlu menjadi perhatian. Dalam hal ini, konsep normatif-teoritik pendidikan Islam yang peduli pada pluralisme akan bermakna positif bila tergambar kuat pada realitas-aktual kehidupan bangsa Indonesia yang pluralistik. Sebagai umat dengan jumlah terbesar di Indonesia, maka peran umat Islam sangat signifikan dalam menentukan masa depan bangsa ini. Umat Islam semestinya memberikan suri tauladan dalam sikap dan tindakan atas dasar prinsip toleransi sebagaimana diajarkan ajaran Islam. Keywords: Paradigma,Pluralis, Integrasi, Pendidikan, Indonesia.
1. Pendahuluan Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang memiliki keragaman budaya, agama dan suku bangsa. Keberadaan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang plural merupakan „berkah‟ dan „kekayaan‟ yang patut disyukuri. Pluralisme merupakan satu pandangan hidup atau sikap kemasyarakatan yang mengutamakan sifat kemajemukan atau keanekaragaman dalam kehidupan manusia. Dengan mengambil kenyataan bahwa dalam kehidupan terdapat berbagai perbedaan, mereka
yang berpaham pluralisme menganggap bahwa setiap perbedaan itu harus mendapat pengakuan sebagai entitas yang otonom dan memperoleh penilaian yang sama. Buat bangsa Indonesia pluralisme bukan barang baru. Sudah sejak permulaan abad ke 20 ketika terjadi kebangkitan nasional, kemajemukan menjadi isu yang menonjol. Tidak sedikit pakar ilmu sosial Barat mengatakan bahwa Indonesia adalah hal yang artifisial. Mereka beranggapan bahwa yang ada secara nyata adalah entitas-entitas etnik dengan budayanya masingmasing yang berbeda. Yang menamakan diri
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
|77
1st Annual International Seminar on Education 2015
SEMINAR PROCEEDINGS
Indonesia hakikatnya kemajemukan berupa banyak entitas budaya yang berbeda satu sama lain. Ditambah dengan kemajemukan yang disebabkan oleh perbedaan agama yang cukup banyak. Sebab itu para pakar itu tidak percaya Indonesia akan terus ada dan hanya ada karena ada niat melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Begitu penjajahan Belanda berakhir, apa yang menamakan diri Indonesia akan “ambyar” seperti pasir kering, kata mereka. Adalah memang kenyataan bahwa di bumi Indonesia hidup berbagai satuan etnik dengan budayanya masing-masing yang berbeda satu sama lain. Namun terbukti bahwa perjuangan kebangsaan bangsa Indonesia berhasil mewujudkan entitas Indonesia berupa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menunjukkan vitalitasnya dengan usianya yang lebih dari 60 tahun. Dengan begitu menolak pendapat para pakar Barat itu. Sekalipun ada pihak-pihak yang menginginkan Indonesia berakhir eksistensinya, pertama penjajah Belanda dengan dukungan berbagai pihak luar negeri dan banyak orang Indonesia, namun terbukti RI yang merdeka tetap survive dan tidak ada indikasi akan berakhir eksistensinya. Indonesia terdiri dari banyak entitas dengan budayanya masing-masing, yaitu Indonesia merupakan kesatuan dalam kemajemukan. Perjuangan kebangsaan telah berhasil karena didukung semboyan Bhinneka Tunggal Ika atau Kesatuan dalam Perbedaan yang dicanangkan semua pihak yang ingin Indonesia menjadi negara dan bangsa yang merdeka.
Bhinneka Tunggal Ika. Tanpa didampingi paham
Hal ini menunjukkan bahwa Pluralisme
bentuk agama. Sebab, ketika keseragaman sudah
mengandung kebenaran bagi bangsa Indonesia.
terjadi, maka tidak ada lagi pluralitas agama
Akan tetapi Pluralisme tidak dapat dan tidak boleh
(religious plurality). Keseragaman itu sesuatu yang
berdiri sendiri kalau Indonesia hendak hidup
mustahil. Allah menjelaskan bahwa sekiranya
sepanjang zaman. Di samping Pluralisme harus
Tuhanmu
selalu ada paham Kebersamaan. Keberhasilan
dijadikan dalam satu umat. Pluralisme agama tidak
meruntuhkan penjajahan Belanda menunjukkan
identik dengan model beragama secara eklektik,
sikap Kebersamaan dari semua unsur bangsa yang
yaitu mengambil bagian-bagian tertentu dalam
majemuk sebagai implementasi dari semboyan
suatu agama dan membuang sebagiannya untuk
78|
Kebersamaan Pluralisme dapat menimbulkan niat, gerak dan usaha yang aneka ragam arahnya dan tujuannya. Hal itu telah dimanfaatkan penjajah Belanda ketika membentuk berbagai negara untuk setiap satuan etnik, seperti Negara Indonesia Timur, Negara Sumatra Timur, Negara Pasundan, dan lainnya. Usaha Belanda itu bermaksud merangsang ambisi setiap etnik, sehingga tidak terbentuk usaha kebersamaan. Sekali gus hal itu digunakan untuk merongrong Semangat Kebangsaan yang digelorakan para pejuang yang berhasil membentuk Republik Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945. Namun, di sisi lain, perlu disadari bahwa aspek pluralitas tersebut menjadikan bangsa ini juga rentan terhadap ancaman disintegrasi bangsa. Berbagai bentuk gejala dan fenomena disintegrasi sosial dan disintegrasi bangsa semakin tampak di permukaan. pluralitas
Apakah tersebut
sesungguhnya beserta
implikasi
hakikat yang
menyertainya? Tulisan ini mengkaji pandangan Islam tentang pluralism dan kontribusi pendidikan Islam dalam memperkokoh integrasi bangsa. 2. Islam dan Pluralisme Kata “pluralisme” berasal dari bahasa Inggris, pluralism. Kata ini diduga berasal dari bahasa Latin, plures, yang berarti beberapa dengan implikasi perbedaan. Dari asal-usul kata ini diketahui bahwa pluralisme agama tidak menghendaki keseragaman
berkehendak
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
niscaya
kalian
akan
1st Annual International Seminar on Education 2015
SEMINAR PROCEEDINGS
kemudian mengambil bagian yang lain dalam
memandang pluralitas agama sebagai kemungkaran
agama lain dan membuang bagian yang tak relevan
yang harus dibasmi. Dinyatakan secara optimis,
dari agama yang lain itu.
karena kemajemukan agama itu sesungguhnya
Pluralisme agama tidak hendak menyatakan bahwa semua agama adalah sama. Frans Magnis-
sebuah potensi agar setiap umat terus berlomba menciptakan kebaikan di bumi. Dalam
Suseno (2010) berpendapat bahwa menghormati
hubungannya
agama,
ucapan bahwa semua agama adalah sama. Agama-
menghormati dan saling mengakui eksistensi
agama jelas berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan-
masing-masing.(Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006)
perbedaan syariat yang menyertai agama-agama
Ketika kita membicarakan toleransi dan pluralisme
menunjukkan bahwa agama tidaklah sama. Setiap
dalam Islam, ada satu rujukan tradisi Islam klasik
agama memiliki konteks partikularitasnya sendiri
yang patut kita jadikan studi. Yaitu yang kita kenal
sehingga tak mungkin semua agama menjadi
dengan Piagam Madinah, meskipun dalam bentuk
sebangun dan sama persis. Yang dikehendaki dari
yang sederhana, tetapi piagam tersebut telah
gagasan
adanya
menjamin sebuah kebebasan kepada pemeluk
pengakuan secara aktif terhadap agama lain. Agama
agama berbeda untuk menjalankan keyakinannya
lain ada sebagaimana keberadaan agama yang
sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing (M.
dipeluk diri yang bersangkutan. Setiap agama punya
Imdadun Rahmat: 2003).
agama
adalah
menetapkan
pluralitas
agama orang lain tidak ada hubungannya dengan
pluralisme
Islam
dengan
prinsip
saling
Untuk menuju Indonesia masa depan dengan
hak hidup. Nurcholish Madjid menegaskan, pluralisme
semakin kompleksnya pluralitas dalam berbagai
tidak saja mengisyaratkan adanya sikap bersedia
aspek
mengakui hak kelompok agama lain untuk ada,
dikembangkan sebagai agama rahmatan lil „alamin
melainkan juga mengandung makna kesediaan
(yang mendatangkan rahmat bagi alam semesta).
berlaku adil kepada kelompok lain itu atas dasar
Melalui kehadirannya sebagai rahmatan lil „alamin,
perdamaian
Allah
pluralitas agama dapat dikembangkan menjadi
berfirman, “Allah tidak melarang kamu untuk
bagian dari proses pengayaan spiritual dan
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
penguatan moralitas universal. Tanpa kesediaan
yang tidak memerangi dalam urusan agama dan
umat Islam untuk menerima pluralitas keagamaan,
tidak
konflik
pula
dan
saling
mengusir
menghormati.
kamu
dari
negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
kehidupan
dan
berbangsa,
pertentangan
Islam
internal
perlu
maupun
eksternal sangat mudah muncul.
berlaku adil”.(QS. al-Mumtahanah [60]: ayat 8). Paparan di atas menyampaikan pada suatu pengertian sederhana bahwa pluralisme agama
3. Pluralitas Agama di Indonesia Keanekaragaman (pluralitas) agama yang
memandang
hidup di Indonesia, termasuk di dalamnya
keberagaman atau kemajemukan agama secara positif
keanekaragaman paham keagamaan yang ada di
sekaligus optimis dengan menerimanya sebagai
dalam tubuh intern umat beragama adalah
kenyataan (sunnatullâh) dan berupaya untuk berbuat
merupakan
sebaik
itu.
disangkal oleh siapa pun. Proses munculnya
Dikatakan secara positif, agar umat beragama tidak
pluralitas agama di Indonesia dapat diamati
adalah
suatu
sistem
mungkin
nilai
yang
berdasarkan
kenyataan
kenyataan
yang
tidak
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
dapat
|79
1st Annual International Seminar on Education 2015
SEMINAR PROCEEDINGS
secara empiris historis. Secara kronologis dapat
perjalanan sejarah yang dialami bangsa Indonesia
disebutkan bahwa dalam wilayah kepulauan
terutama dalam pembinaan moral bangsa, perlu
nusantara, hanya agama Hindu dan Budha yang
dilakukan deteksi budaya Islam yang ikut
dahulu dipeluk oleh masyarakat, terutama di
membina moral bangsa Indonesia. Seperti halnya
pulau Jawa. Candi Prambanan dan candi
bangsa Mikronesia, Polenesia, dan Melanesia yang
Borobudur adalah saksi sejarah yang paling
pada awal pertama pertumbuhannya memeluk
otentik. Kenyataan demikian tidak menepikan
agama
tumbuh berkembangnya budaya animisme dan
politheisme, bangsa Indonesia merupakan contoh
dinamisme, baik di pulau Jawa maupun di luar
evolusi budaya yang patut digali secara cermat
Jawa. Ketika penyebaran agama
Islam lewat
karena Indonesia pernah mengalami zaman
kepulauan
Hindu-Budha yang kemudian diisi dengan Islam
Nusantara, maka proses perubahan pemelukan
serta dilanda dengan arus missie dan zondig di
(conversi) agama secara bertahap berlangsung.
zaman penjajahan. Yang menarik, unsur-unsur
Proses penyebaran dan pemelukan agama Islam
budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai
di kepulauan Nusantara yang berlangsung
kepatutan
secara massif dan dengan jalan damai tersebut
sedangkan yang baik yang mengandung unsur-
sempat dicatat oleh Marshall Hudgson sebagai
unsur kepatutan dan kepantasan, hidup secara
prestasi sejarah dan budaya yang amat sangat
berdampingan yaitu, hidup secara unity in
mengagumkan (M. Amin Abdullah: 2004).
diversity (M. Abdul Karim: 2007).
jalan
perdagangan
sampai
di
veteisme,
animisme,
tersingkir
dinamisme,
dengan
dan
sendirinya,
Islam bukannya agama terakhir yang
Hal di atas didasarkan pada pandangan
masuk di wilayah kepulauan Nusantara. Ketika
bahwa Islam merupakan agama universal dan
kepulauan Nusantara memasuki era penjajahan
fitrah
Eropa, terutama penjajahan Belanda, sekitar
Mengenai pluralisme kebenaran, Zuly Qodir (2006)
abad 16, agama Kristen Protestan dan agama
mengutip pendapat Madjid, berpendapat bahwa
Kristen Katolik juga ikut menyebar secara luas.
cita-cita keislaman di Indonesia adalah sama
Semula penyebaran itu berpusat di wilayah
dengan
nusantara di luar pulau Jawa, dan baru abad ke
keseluruhan. Hal ini sangat sesuai dengan cita-cita
18 mulai ke wilayah pulau Jawa secara lebih
universal Islam. Sebab itu, sistem politik yang
luas. Dalam sensus Nasional, tercatat hanya ada
sebaiknya diterapkan di Indonesia adalah sistem
lima agama besar dunia, yaitu agama Hindu,
yang tidak mengabaikan umat di luar Islam, tetapi
Budha, Islam, Kristen Protestan dan Kristen
harus memberikan kebaikan bagi seluruh rakyat
katolik, yang tumbuh subur berkembang di
Indonesia. Sikap memberikan kebaikan kepada
Indonesia (M. Amin Abdullah: 2004).
semua orang merupakan watak inklusif Islam.
Indonesia sebagai
yang
memuliakan
cita-cita
manusia
seluruh
Indonesia
manusia.
secara
Negara bekas jajahan
Kenyataan bahwa sebagian besar bangsa
Belanda selama (secara bervariasi) 350 tahun, tetap
Indonesia beragama Islam merupakan suatu
dapat mempertahankan budaya tanpa sedikit pun
dukungan, karena Islam adalah agama yang
kehilangan identitas, meskipun ada unsur-unsur
pengalamannya dalam melaksanakan toleransi
budaya Barat yang ikut memperkaya. Dalam
dan pluralisme adalah unik dalam sejarah
80|
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
agama-agama. Sampai sekarang bukti hal ini tampak
jelas
masyarakat
dan
dunia;
nyata di
dalam
mana
berbagai
agama Islam
merupakan anutan mayoritas, agama-agama lain tidak
mengalami
kesulitan
berarti;
(fairness). Prinsip-prinsip itu tampak jelas pada sikap dasar sebagian besar umat Islam sampai sekarang, namun lebih-lebih lagi sangat fenomenal pada generasi kaum muslim klasik.
namun
Pandangan Madjid tentang pluralisme agama
sebaliknya jika dalam sebuah negeri, di mana
dan toleransi, sangat jelas disandarkan pada
umat Islam menjadi minoritas, maka umat Islam
kebenaran ajaran kitab suci dan pengalaman-
senantiasa mengalami yang tidak kecil, kecuali
pengalaman generasi klasik Islam. Adanya kaum
Negara-negara demokratis Barat. Di sana umat
minoritas dalam sebuah negeri yang mayoritas
Islam sejauh ini masih memperoleh kebebasan
Islam dan mereka bebas beribadah, bebas memeluk
beragama yang menjadi hak mereka.
agamanya, adalah wujud dari toleransi yang ada
Sebagai agama yang berwatak inklusif,
dalam Islam dan harus dihadirkan oleh umat Islam
Islam pada asalnya merupakan umat penengah,
sebagai mediator, sebagai umat penengah dan
sehingga sebagai mayoritas Islam menghargai
terbuka, sesuai prinsip teologi inklusif. Kebebasan
umat
beragama dalam pandangan Madjid merupakan
minoritas,
sebagaimana
ditunjukkan
dalam kitab suci tentang penghormatannya pada Yahudi dan Nasrani. Cirri-ciri inklusivitas dalam teologi Islam ditunjukkan dengan adanya ajaran Islam yang bersifat terbuka (open religious). Dengan prinsip ini sebenarnya Islam menolak ekslusivisme dan absolutism, sehingga sangat jelas memberikan apresiasi yang tinggi terhadap pluralisme (Zuly Qodir: 2006). Dengan memegang prinsip teologi inklusif, sesungguhnya yang hendak disuguhkan kepada kita adalah sikap toleransi dari Islam kepada agamaagama di luar Islam. Islam sangat menghormati adanya kebebasan beragama. Hal ini ditunjukkan
kebebasan paling fundamental dalam urusan sosiopolitik kehidupan umat manusia. Ajaran agama sesungguhnya adalah ajaran yang paling benar, namun dalam hal ini mungkin tidak dapat dipaksakan kepada seseorang. Nabi Muhammad Saw sendiri selalu diingatkan bahwa tugasnya hanyalah menyampaikan pesan-pesan Allah SWT dan tidak berhak memaksa seseorang untuk beriman dan mengikutinya. Kerukunan
umat
beragama
di
Negara
Indonesia yang selama sedang berjalan dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia, sedang menjadi kajian serta telaah, bahkan kekaguman, bagi para pengamat dari mancanegara dan belahan dunia lainnya.
dalam doktrin kitab suci tentang adanya larangan
Sehingga apa yang telah kita capai saat ini perlu terus
pemaksaan dalam beragama. Dalam hal toleransi
dijaga dengan sebaik mungkin sehingga pluralitas
agama yang ditunjukkan Islam, Zuly Qodir (2006)
agama di Indonesia tetap berjalan seperti yang
mengutip pendapat Madjid, berpendapat:
diharapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia dari
Tanpa mengurangi keyakinan seorang muslim akan kebenaran agamanya (hal yang dengan sendirinya menjadi tuntutan dan kemestian seorang pemeluk agama suatu sistem keyakinan), sikap-sikap unik Islam dalam hubungan antaragama itu adalah toleransi, kebebasan, keterbukaan, kewajaran, keadilan, dan kejujuran
Sabang sampai Merauke. Pada akhirnya umat beragama tidak memandang pluralitas agama sebagai kemungkaran
yang
harus
dibasmi,
karena
kemajemukan agama itu sesungguhnya sebuah potensi agar setiap umat terus berlomba menciptakan kebaikan di bumi.
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
|81
1st Annual International Seminar on Education 2015
SEMINAR PROCEEDINGS
Ada tiga ukhuwah yang patut kita cermati
kenyataan fundamental perihal keberagaman di era
dalam hal pluralitas agama dan integrasi Bangsa.
global, yang kemudian menjadi melatari hubungan
Pertama, ukhuwah „ubudiah yaitu persaudaraan
baru antara doktrin keagamaan dan doktrin
internal umat Islam. Kedua, ukhuwah basyariah atau
nasionalisme. Masalah tersebut semakin mengkristal
insaniah, yaitu persaudaraan antar-sesama manusia.
ketika dikaitkan dengan fenomena meletusnya
Ketiga, ukhuwah wathaniah yaitu ukhuwah yang
berbagai kerusuhan bernuansa suku, agama, ras dan
berlandaskan kebangsaan. Ketiga macam ukhuwah
antar golongan (SARA) dalam beberapa tahun
ini tidak bisa dipertentangkan antara yang satu dan
semenjak 1996. Padahal, nasionalisme dipandang
yang lain, karena ketiga-tiganya harus mengiringi
sebagai pemersatu pluralitas latar belakang kultural
kehidupan dalam berbangsa.
dan agama agar terbentuk suatu mozaik yang indah.
Mencermati hubungan internal umat Islam, ada konsep yang harus diperhatikan, yaitu konsep syahadat. Umat Islam yang benar-benar meyakini kalimat syahadat dan kalimat tauhid “La Ilaha Illallah” harus yakin bahwa hanya satu hakikat Yang Mutlak, Yang Maha Benar, Yang Maha Bijak, dan Yang Maha Tinggi, yaitu Allah Ta‟ala. Akan tetapi, konsep Syahadat harus mempunyai implikasi sosial. Artinya bahwa selain Allah SWT tidak ada kebenaran Mutlak. Dengan demikian, orang lain pun punya potensi untuk benar, dan punya cara tertentu untuk memperoleh kebenaran. Artinya bahwa hakikat keimanan seseorang juga harus diejawantahkan dalam kehidupan sosial. Dalam beragama yang kita perlukan adalah kesadaran beragama bukan hanya dari orang tua saja atau pun pemaksaan, tetapi kita sadar
betul
bahwa
ada
sebuah
cara
untuk
mengekspresikan ajaran kita. Kalau memang kita meyakini Islam ini memang benar, mari kita jalankan Islam ini secara Kaffah. Seyogyanya umat Islam harus memahami konsep syahadah atau konsep tauhid, jangan hanya beriman kepada Allah SWT, tetapi
Keberagamaan yang ada tampak sudah menjadi realitas yang tidak dapat ditolak. Salah satu cara untuk menopang kelestarian nasionalisme
adalah
perlunya
pengembangan
budaya inklusivisme dalam berbagai agama. Melalui paham itu, di satu sisi , seseorang diharapkan dapat meyakini bahwa agama yang dianutnya yang paling benar, dan disisi lain, secara bersamaan dapat bersikap toleran dan bersahabat dengan pemeluk agama lain. Melalui pemeliharaan nasionalisme bangsa yang demikian itu, integrasi bangsa dapat dipertahankan (Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006). Integrasi bangsa adalah hal yang berbeda dari integrasi sosial. Integrasi bangsa menunjuk pada
keutuhan
bangsa
dalam
konteks
hubungannya dengan bangsa atau Negara lain; sedangkan integrasi sosial merupakan keutuhan internal masyarakat dalam suatu Negara. Meskipun demikian, kedua corak integrasi tersebut saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Integrasi bangsa hanya aka nada bila integrasi sosial telah tercipta
mengesampingkan persoalan-persoalan sosial.
lebih dahulu. Berbagai peristiwa sosial politik yang
4. Pendidikan Islam dan Integrasi Bangsa
abad ke-20 dan awal abad ke-21 merupakan
Tidak dapat dipungkiri bahwa nasionalisme dan agama di masyarakat kita masih termasuk dalam
dialami bangsa Indonesia pada dekade terakhir permasalahan keduanya, yakni masalah integrasi bangsa dan integrasi sosial.
agenda kegiatan kegiatan nasional yang menyita
Praktik Pendidikan Islam di tanah air pada
banyak energi. Agenda tersebut memang menjadi
dasarnya memiliki andil besar dalam penguatan
82|
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
SEMINAR PROCEEDINGS integrasi
bangsa.
Untuk
memahami
1st Annual International Seminar on Education 2015
peran
Ketiga,
kegagalan
pendidikan
dalam
pendidikan Islam di Indonesia dalam memperkokoh
menghasilkan warga Negara yang berakhlak.
integrasi bangsa di masa depan, perlu kiranya
Keempat, kegagalan untuk mendorong tingkat
melihat
masa
partisipasi pendidikan, dan yang kelima, kegagalan
sebelumnya. Adalah suatu sikap arif bahwa selain
menekan secara signifikan tingkat pengangguran,
melihat sisi kelebihan dan keberhasilan, perlu pula
termasuk di dalamnya pengangguran terdidik,
diungkapkan kelemahan dan kegagalan pendidikan
muncul sebagai dampak krisis ekonomi yang
„prestasi‟
dan
kondisi
pada
nasional maupun pendidikan Islam (Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006). Ada sejumlah kegagalan yang dialami pendidikan nasional maupun pendidikan Islam, yakni sebagai berikut: Pertama, Kegagalan dalam menciptakan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas. Dalam laporan UNDP mengenai Human Development Index (HDI) 1998 dan 1999, Indonesia berada pada urutan ke- 109, sedangkan pada periode sebelumnya Indonesia berada pada urutan ke- 105. Rangking HDI Indonesia tersebut diperkirakan tidak akan banyak mengalami perubahan mengingat hingga saat ini Indonesia belum keluar dari krisis. Padahal tanpa tersedianya SDM yang berkualitas, maka suatu bangsa akan mengalami kesulitan untuk mengolah Sumber Daya Alam (SDA) yang begitu banyaknya di bumi Pertiwi ini demi kemakmuran masyarakatnya.
melemahkan kurs rupiah terhadap dollar AS. Akibatnya banyak perusahaan dan pabrik yang tutup dan bank-bank yang dilikuidasi. Bertolak dari realitas sosial sebagai indikasi kegagalan pendidikan nasional dan pendidikan Islam di atas, maka prioritas yang harus dilakukan ke depan adalah perlunya lebih memfokuskan pengelolaan pendidikan
nasional
–tanpa
mengesampingkan
sektor-sektor lainnya- secara terencana, terprogram, dan profesional. Di samping itu, pendidikan Islam perlu menyiapkan diri dan proaktif merespons gejala perkembangan zaman agar dapat memberikan output berkualitas yang memiliki pengetahuan, teknologi, dan sains agama, serta mampu berkompetisi dengan bangsa lain dalam era perdagangan bebas (Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006). Upaya untuk memperkokoh integrasi bangsa melalui sumbangan pendidikan Islam perlu dimulai
dalam
dari pemahaman konteks normatif-teoritis maupun
bangsa.
aplikatif-realistis. Maksudnya, konsep normative
Kerusuhan sosial SARA telah terjadi di berbagai
pendidikan Islam yang sangat menjunjung tinggi
daerah, seperti Aceh, Maluku, Poso dan masih
pluralism harus diwujudkan dalam konteks praktis,
banyak lagi. Jika dikaji lebih seksama, kasus-kasus
aplikatif, dan realistis. Atau setidaknya, kesenjangan
tersebut sebenarnya dapat dipandang sebagai
antara tataran konseptual (normatif-teoritis) dan
kegagalan pendidikan untuk mengaplikasikan
tataran
tujuan filosofisnya ke dalam realitas masyarakat
signifikan. Pasalnya, jika realitas kehidupan di
plural. Hasil-hasil penelitian menyebutkan bahwa
masyarakat kurang kondusif, maka integrasi bangsa
penyebab utama dari konflik atau kerusuhan sosial
yang diharapkan muskil untuk diwujudkan. Oleh
tersebut terkait erat dengan kesenjangan sosial,
karena itu, dengan berpijak pada kondisi realitas
ekonomi, dan politik di tengah masyarakat. Hal itu
masyarakat Indonesia yang hingga kini belum keluar
sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari
dari
pembagian kekuasaan yang timpang antara Jakarta
pendidikan nasional maupun pendidikan Islam perlu
dan luar Jakarta, antara Jawa dan luar Jawa.
menjadi prioritas (Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006).
Kedua, menghindari
kegagalan ancaman
pendidikan disintegrasi
aplikatif-praktis
multi-krisis,
maka
jangan
sampai
upaya
terlalu
pembenahan
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
|83
1st Annual International Seminar on Education 2015
SEMINAR PROCEEDINGS
Memiliki suatu keyakinan dan harapan
rendahnya anggaran pendidikan nasional sudah
untuk dapat keluar dari kemelut multi-krisis
barang tentu menyebabkan rendahnya kualitas
merupakan suatu keharusan. Ali bin Abi Thalib
pendidikan nasional. Oleh karena itu, pada tahun-
RA
suatu
tahun mendatang, anggaran pendidikan nasional
himbauan: “didiklah anak-anak kalian tidak
diharapkan dapat terus ditingkatkan, seiring dengan
(sahabat
Rasulullah)
memiliki
seperti yang dididikkan kepada kalian sendiri, sebab mereka adalah generasi yang hidup pada zaman yang berbeda dengan zaman kalian”. Implikasi penting dari uraian itu adalah, ketika hendak menggagas masa depan pendidikan Islam maka setidaknya ada dua hal yang mesti menjadi kepedulian. Pertama, menyangkut permasalahan substantif-filosofis pendidikan Islam, yakni tujuan dilaksanakannya pendidikan Islam. Tujuan filosofis dari pendidikan nasional adalah untuk menciptakan manusia seutuhnya, yakni manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berbudi pekerti luhur,
pembenahan aspek-aspek lain yang berkaitan dengannya, sehingga pendidikan nasional kita bisa bersaing dengan Negara-negara di Asia maupun dunia Internasional. 5. Penutup Pada prinsipnya, Islam secara normatifteoritik sangat menjunjung tinggi pluralism. Hal itu merupakan suatu modal penting bagi kehidupan bernegara dalam bangsa pluralistik, seperti Indonesia di mana Islam merupakan
memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat
agama
mayoritas.
Meski
demikian,
dalam
jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan
konteks memperkokoh integrasi bangsa, konsep
mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab
normatif-teoritik yang dimiliki Islam tersebut
kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan seperti itu
harus pula dilihat secara realistis dari sisi
memiliki relevansi yang sangat erat dan memiliki
aplikatifnya di tengah masyarakat.
sejumlah persamaan dengan tujuan pendidikan
Pendidikan Islam di Indonesia memiliki
Islam, yakni menciptakan manusia seutuhnya, (alinsan al-kamil).
peranan penting dalam memberi kontribusi bagi
Tujuan pendidikan Islam memiliki dimensi
integrasi bangsa berhubungan erat dengan berbagai
yang luas dan tidak bersifat dikotomis terhadap pendidikan umum. Sains atau pengetahuan yang dimiliki
umat
manusia,
selagi
membawa
kemaslahatan bersama, dapat dikatakan sebagai tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam yang universal dalam tataran aplikatif pada suatu kerangka kebijakan dan strategi yang jelas guna membentuk al-insan al-kamil. Kedua, perlunya peningkatan anggaran. jika
integrasi bangsa di masa depan. Mengingat persoalan aspek kehidupan berbangsa, maka perhatian penting pada kuantitas, kualitas, dan berbagai persoalan „kegagalan‟ pendidikan Islam pada masa lalu perlu menjadi perhatian. Dalam hal ini, konsep normatifteoritik
pendidikan
Islam
yang
peduli
pada
pluralisme akan bermakna positif bila tergambar kuat pada realitas-aktual kehidupan bangsa Indonesia yang pluralistik. Sebagai umat dengan jumlah
pendidikan
terbesar di Indonesia, maka peran umat Islam sangat
terhadap total anggaran Negara, sangat beralasan
signifikan dalam menentukan masa depan bangsa ini.
jika tingkat SDM bangsa Indonesia masih tergolong
Umat Islam semestinya memberikan suri tauladan
rendah dibandingkan dengan SDM (Sumber Daya
dalam sikap dan tindakan atas dasar prinsip toleransi
Manusia) Negara-negara tetangga. Di sisi lain,
sebagaimana diajarkan ajaran Islam.
dilihat
84|
dari
persentase
anggaran
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
Daftar Pustaka Abdullah, M. Amin (2004). Studi Agama Normativitas dan Historisitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Idi,
Abdullah dan Suharto, Toto (2006). Revitalisasi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Karim,M. Abdul. Islam Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007 Qodir, Zuly (2006). Pembaharuan Pemikiran Islam Wacana dan Aksi Islam di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rahmat, M. Imdadun et. al. (2003), Islam Pribumi Mendialogkan Agama Membaca Realitas, Jakarta: Erlangga. Undang-undang Nomor: 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1992
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
|85
1st Annual International Seminar on Education 2015
86|
SEMINAR PROCEEDINGS
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh