Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
ISBN 978-979-99448-6-3
TIPE MORFOLOGI DAN ANATOMI KULIT BATANG POHON INANG ANGGREK EPIFIT DI PETAK 5 BUKIT PLAWANGAN, TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI Morphology and Anatomy of Bark of Epiphytic Orchids Host Trees in Sector 5 of Plawangan Hill, Mount Merapi National Park Muhammad Bima Atmaja1*) dan Asri Cahyaning Pamuji1) 1) Program Sarjana Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Jalan Teknika Sekip Utara, Bulaksumur, Yogyakarta *) E-mail:
[email protected] Abstract The result of some relocation efforts of epiphytic orchids which have been done in Mount Merapi National Park (TNGM) are limited because the barl of the host trees are unsuitable for the orchids. This research aim to know the character of the trees of epiphytic orchids in Plawangan Hill, to obtained the suitable bark type for epiphytic orchids omit to support future relocation effort of natural orchids at TNGM. The contoh of epiphytic orchids host were collected trough exploration activity in Plawangan Hill area. A contoh of 10 X 10 cm size of the bark of orchid host were collected. A total of eight tree species which have association with orchids were collected. The morphology of these host trees generally have persistent bark, the texture is rough, hard, brown, and has no resin. While the bark anatomy character generally the structure is divided by 2 layers of tissues (periderm and secondary phloem), thick epiderm (> 1 mm), radial-attenuate epiderm cell form, the epiderm cell wall is thick (> 3 μm), the position of phelogen as a circle in cortex, has lenticell, and the skin slightly acidic. Keywords: anatomy, epiphytic orchid, host bark, morphology PENDAHULUAN Taman Nasional Gunung Merapi atau lebih dikenal dengan singkatan TNGM merupakan salah satu habitat asli dari berbagai jenis anggrek. Kawasan TNGM meliputi hutan, bukit, sungai dan lembah yang terdapat di lereng gunung Merapi. Anggrek yang terdapat di kawasan TNGM bermacam-macam jenisnya, mulai dari anggrek saprofit, terestrial, semiterestrial, dan yang paling banyak adalah anggrek epifit. Anggrek epifit khas hutan TNGM adalah Vanda tricolor, namun anggrek tersebut saat ini semakin sulit ditemukan di habitat aslinya. Semakin langkanya anggrek yang tumbuh alami di hutan TNGM dikarenakan berbagai sebab, antara lain adalah terbakarnya hutan akibat letusan gunung Merapi yang menyebabkan rusaknya habitat asli berbagai jenis anggrek di TNGM serta banyaknya penjarahan anggrek yang terjadi. Untuk menjaga kelestarian anggrek alam di TNGM, perlu dilakukan upasa konservasi baik secara ex situ maupun in situ. Upaya konservasi ex situ anggrek epifit Vanda tricolor pernah dilakukan pada tahun 2002 dengan merelokasikan anggrek tersebut ke pohon-pohon di Tlogo Muncar, kawasan Hutan Wisata dan Cagar Alam Plawangan-Turgo. Berdasar pengamatan Metusala [1] pada tahun 2004 dari 80 individu anggrek yang direlokasi, hanya sekitar 20 individu yang
mampu tumbuh normal, sisanya dalam kondisi kritis. Pada tahun 2009, penulis mengamati beberapa individu anggrek yang masih tersisa di tempat relokasi. Dari hasil pengamatan tersebut terlihat bahwa akar anggrek yang direlokasi sukar dan lambat untuk dapat beradaptasi dan menempel pada pohon inangnya sehingga anggrek tidak dapat tumbuh optimal. Jenis pohon tempat ditempelkannya anggrek tersebut ternyata berbeda dengan pohon tempat anggrek tersebut menempel (pohon inang) di habitat aslinya. Habitat sangat berpengaruh bagi suksesnya relokasi anggrek epifit ke pohon inang yang baru. Jenis pohon yang menjadi inang anggrek epifit [2]. Di habitat aslinya, berbagai macam anggrek epifit juga ditemukan menempel tidak pada semua jenis pohon inang, melainkan hanya pada beberapa jenis pohon inang saja. Tidak jarang beberapa jenis tumbuhan epifit hanya ditemukan pada jenis pohon tertentu [3]. Kulit pohon yang dimiliki setiap jenis pohon memiliki ciri dan sifat fisik yang khas. Beberapa sifat dan ciri kulit pohon yang mempengaruhi kehadiran tumbuhan epifit antara lain stabil, kasar, keras, mampu menangkap air, keasaman netral, dan adanya hara pada kulit batang [4][5]. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari sifat-sifat morfologi serta karakter anatomi kulit batang pohon inang anggrek epifit yang tumbuh alami di bukit Plawangan Petak 5 253
Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
TNGM guna mendukung keberhasilan dalam upaya konservasi anggrek alam di TNGM BAHAN DAN METODE Pada penelitian ini digunakan bahan berupa potongan kulit pohon inang anggrek berukuran 10 cm x 10 cm yang diambil dari Bukit Plawangan Petak 5 TNGM. Pengambilan contoh dilakukan dengan metode jelajah di Petak 5 Bukit Plawangan dari kaki bukit hingga puncak bukit Plawangan pada ketinggian 900-1.280 m dpl. Pohon inang anggrek dicatat jenisnya dan diambil sebagian kulitnya di dekat tempat anggrek menempel. Setiap contoh yang didapat dimasukkan dalam plastik bening dan diberi label yang bertuliskan data contoh yang meliputi nomor dan nama pohon. Catatan sifat dan ciri pengamatan morfologi yang teramati di lapangan dicatat dalam tabel, termasuk catatan jenis anggrek yang menempel pada pohon yang dipengambilan contoh. Contoh yang didapat kemudian dibawa ke laboratorium Taksonomi Tumbuhan Fakultas Biologi untuk diidentifikasi dan diamati lebih mendetail meliputi struktur anatominya di laboratorium mikroteknik tumbuhan. Pengukuran pH dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengamatan yang lain. Untuk membuat preparat potongan melintang kulit pohon inang, mula-mula contoh difiksasi dengan alkohol 70 %, kemudian dibuat irisan-irisan melintang dengan menggunakan sliding microtome dengan ketebalan 20-30 mikrometer. Irisan ditampung dalam petridish yang diberi alkohol 70 %. Kemudian direndam dengan safranin 1 % dalam alkohol 70 % selama 24 jam. Safranin kemudian dibuang dan diganti alkohol bertingkat. Setelah itu, dilakukan proses dealkoholisasi. Irisan diatur di atas gelas benda ditutup dengan gelas penutup dengan pemberian balsam kanada terlebih dahulu. Preparat dikeringkan di atas hot plate dengan temperatur 450 C hingga balsam kering. Preparat diamati menggunakan mikroskop cahaya untuk melihat sifat anatominya. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari observasi yang dilakukan saat pengambilan contoh kulit batang pohon inang anggrek, diketahui terdapat delapan jenis pohon inang anggrek di Petak 5 Bukit Plawangan pada ketinggian 900-1.280 m dpl. Pohon inang yang ditemukan semuanya tergolong dalam tumbuhan Spermatophyta. Delapan pohon ini berasosiasi dengan berbagai macam anggrek. Hasil inventarisasi ini terlihat pada Gambar 1.
ISBN 978-979-99448-6-3
Berdasarkan hasil deskripsi tipe morfologi dari delapan contoh kulit pohon inang yang berasosiasi dengan anggrek epifit, maka beberapa sifat dan ciri kulit pohon yang dapat dibandingkan antara lain kestabilan kulit, kekasaran/tekstur kulit pohon, kekerasan kulit, warna kulit, dan ada tidaknya getah. Hasil perbandingan sifat dan ciri morfologi delapan kulit pohon inang yang telah diamati disajikan pada Tabel 1. Pada umumnya, kulit pohon inang anggrek epifit memiliki kulit yang stabil atau tidak mudah mengelupas, kecuali pada pohon Pusponiah (Rhododendron loerningii) dan Sarangan (Castanopsis argantea). Pada pohon Pinus (Pinus merkusii), walaupun kulitnya mudah mengelupas, namun tetap stabil dan tidak mudah mengelupas seperti Pusponiah dan Sarangan. Hal ini karena floem sekunder pada Pusponiah dan Sarangan memiliki serabut sklerenkim yang bersifat mudah lapuk sehingga menyebabkan mudah mengelupas. Kulit pohon yang stabil lebih banyak disukai oleh anggrek epifit sebagai tempat hidupnya karena kulit yang stabil lebih mampu menahan massa anggrek dan lebih kokoh sebagai tempat melekatnya anggrek. Pada pohon yang berkulit labil sedikit dijumpai anggrek epifit karena kulit pohon yang labil akan mudah mengalami pelapukan yang menyebabkan kulitnya mudah mengelupas sehingga tidak mampu mempertahankan keberadaan anggrek epifit.Ditinjau dari tekstur kulit pohonnya, kulit pohon inang di petak 5 Bukit Plawangan terbagi menjadi dua tipe yaitu halus dan kasar. Pada tipe kasar, ditunjukkan dengan tekstur kulit retak-retak dengan celah dangkal sampai bercelah dalam, sedangkan untuk tipe halus mempunyai permukaan kulit yang rata dan ada yang rata namun terdapat benjolan karena adanya duri seperti pada pohon Dadap (Erythrina sumbumbrans). Apabila jumlah pohon inang yang memiliki perbedaan tekstur kulit diperbandingkan, maka terlihat bahwa pohon inang yang memiliki tipe kulit kasar 62,5 % (50 % retak-retak bercelah dangkal dan 12,5 % retakretak bercelah dalam), sedangkan untuk kulit halus berjumlah 37,5 % (25 % rata bergelombang/bebenjolan) dan 12,5 % rata). Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa keberadaan anggrek epifit lebih banyak pada pohon dengan tekstur retak-retak bercelah dangkal. Hal ini karena pohon inang yang memiliki alur dan celah akan menyebabkan anggrek epifit tumbuh dengan subur sedangkan pohon inang yang rata/licin menyebabkan anggrek epifit sulit untuk melekat dan tumbuh pada pohon tersebut [6]. 254
Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
ISBN 978-979-99448-6-3
Gambar 1. Morfologi kulit pohon inang A. Dadap (Erythrina sumbumbrans (Hassk.) Merr.), B. Kemarung (Streblus spinosus (Blume) Corner), C. Pinus (Pinus merkusii Junghun. & de Vriese.), D. Puspa (Schima wallichii (D.C.) Korth.), E. Puspaniah (Rhododendrum loerningii J.J.S.), F. Sarangan (Castanopsis argentea (Blume) DC.), G. Tambal (Enggelhardia serrata Bl), H. Bawangan (Vitex vestita Wall. ex Schan.) Tabel 1. Perbandingan sifat dan ciri morfologi delapan jenis kulit pohon inang anggrek epifit di Petak 5 Bukit Plawangan, TNGM No.
Jenis Pohon
1
Pinus (Pinus merkusii Junghun. & de Vriese.)
2
Sarangan (Castanopsis argentea (Blume) DC.)
3
Dadap (Erythrina sumbumbrans (Hassk.) Merr.)
4
Puspa (Schima wallichii (D.C.) Korth.)
5
Bawangan (Vitex vestita Wall. ex Schan.)
6
Tambal (Engelhardia serrata Blume)
7
Pusponiah (Rhododendron loerningii J.J.S.)
8
Kemarung (Streblus spinosus (Blume) Corner)
Sifat Morfologi (tekstur, kekerasan, stabilitas kulit, warna permukaan kulit, getah) dan pH Kulit Batang Pohon tekstur retak-retak, bercelah dalam, keras, stabil, coklat tua, bergetah kuning jernih, 6,21 tekstur rata, bopeng, keras, labil, coklat tua-hitam, tidak bergetah, 6,02 tekstur retak-retak jarang, bergelombang, berduri, lunak, stabil, coklat muda, bergetah merah, 6,51 tekstur retak-retak, bercelah dangkal, keras, stabil, coklat tua, tidak bergetah, 6,43 tekstur retak-retak, bercelah dangkal, keras, stabil, coklat - coklat kekuningan, tidak bergetah, 6,20 tekstur retak-retak, bercelah dangkal, keras, stabil, coklat tua, tidak bergetah, 6,31 tekstur retak-retak halus, keras, labil, coklat - coklat tua, tidak bergetah 6,33 tekstur rata, keras, stabil, coklat, tidak bergetah, 6,35
Anggrek Epifit Dendrobium sagittatum, D. mutabile Pholidota carnea, Coelogyne speciosa, Appendicula sp. Eria sp., D. mutabile D. sagittatum, Eria retusa, D. mutabile, Apendicula sp., Coelogyne speciosa Bulbophyllum flavescens D. mutabile E. retusa, Pholidota carnea Apendicula sp., D. mutabile
255
Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
Hasil pengamatan kekerasan kulit batang pohon inang menunjukkan bahwa pada umumnya bersifat keras, namun dijumpai pula anggrek yang hidup di pohon yang mempunyai kulit batang lunak seperti Dadap. Dari seluruh contoh yang ditemukan diketahui bahwa pohon inang yang kulitnya keras berjumlah tujuh spesies yang terdiri atas kulit pohon: Pinus, Sarangan, Puspa (Schima wallichii), Bawangan (Vitex vestita), Tambal (Enggelhardia serrata), Pusponiah, dan Kemarung (Streblus spinosus). Dari hasil tersebut, diketahui bahwa anggrek epifit lebih menyukai kulit pohon yang keras. Anggrek epifit lebih banyak berada pada pohon yang berkulit keras karena kulit pohon yang keras lebih mampu mempertahankan ikatan akar anggrek yang menempel pada kulit pohon sehingga dapat mempertahankan keberadaan tumbuhan anggrek di pohon tersebut. Warna kulit pohon inang yang berasosiasi dengan anggrek epifit pada dasarnya berwarna coklat. Warna coklat ini cukup bervariasi antara satu pohon dengan pohon lainnya, seperti coklat, coklat tua, coklat muda, coklat kehitaman, dan coklat kekuningan. Perbedaan warna kulit ini dapat terjadi karena faktor umur, kondisi lingkungan sekitar pohon tersebut berada, dan intensitas sinar matahari yang menyinari pohon tersebut. Dari data yang di dapat, seluruh kulit pohon memiliki warna coklat dan tanpa adanya warna hijau yang menunjukkan bahwa tempat tumbuh anggrek epifit berada pada permukaan kulit batang pohon yang telah dewasa atau tua. Pada penelitian ini anggrek epifit banyak dijumpai pada jenis-jenis pohon yang kulitnya tidak bergetah. Dari delapan contoh yang didapat, terdapat dua jenis pohon yang memiliki getah yaitu Dadap yang getah kulitnya berwarna merah dan Pinus yang getahnya berwarna kuning jernih. Lebih banyaknya anggrek yang ditemukan pada pohon yang yang kulitnya tidak bergetah menunjukkan bahwa anggrek epifit kurang menyukai kulit pohon yang memiliki getah. Hal ini dikarenakan getah dimungkinkan memiliki zatzat yang berbahaya bagi kelangsungan hidup anggrek tersebut. Dengan demikian, kebijakan dari pengelola TNGM merelokasi anggrek pada pohon yang bergetah adalah kurang tepat. Hasil pengamatan struktur kulit batang pohon secara anatomi dapat diamati dari
ISBN 978-979-99448-6-3
penampang melintang kulit batang pohon yang disajikan pada Gambar 2. Dari pengamatan tersebut diketahui bahwa pada umumnya kulit batang pohon terdiri dari dua lapis jaringan. Kedua jaringan tersebut adalah periderm dan floem sekunder. Namun pada pohon Pinus kedua jaringan tersebut tersusun berbeda dengan pohon lainnya, periderm dan floem sekunder tersusun berlapis-lapis dan saling bertumpuk. Susunan yang berlapis-lapis tersebut menambah ketebalan kulit batang pohon, menimbulkan tekstur retak, dan bercelah dalam, namun sifat kulitnya tetap stabil. Kulit batang pohon yang bercelah dalam dan bersifat stabil sangat baik untuk penempelan akar anggrek epifit. Pada kulit batang pohon jenis Pusponiah, periderm dan floem sekunder juga tersusun bertumpuk berlapis-lapis, namun pada jenis ini kulitnya bersifat labil. Sifat kulit yang labil kurang dapat mempertahankan posisi tumbuhan epifit yang menempel pada kulit tersebut [7], sehingga jenis anggrek epifit yang menempel pada pohon jenis ini adalah anggrek epifit dengan ukuran kecil seperti Eria retusa dan Pholidota carnea. Berdasarkan pengamatan anatomi, terdapat keseragaman sifat pada bentuk sel kulit luar batang pohon inang yang diamati, yaitu pipih radial. Dua jenis pohon memiliki bentuk sel kulit luar yang agak berbeda, yaitu membulat. Kedua jenis pohon itu adalah Pusponiah dan Kemarung. Sifat lain yang membedakan kedelapan jenis pohon tersebut adalah tebal kulit luarnya. Pada penelitian ini tiga jenis pohon memiliki kulit luar yang tipis (< 1 mm), sisanya memiliki kulit luar yang tebal (> 1 mm). Ketebalan kulit luar pohon mempengaruhi jenis tumbuhan epifit yang dapat menempel pada pohon tersebut. Selain itu dalam penelitian ini enam jenis pohon inang memiliki kulit keras dan berdinding sel kulit tebal (> 3 µm). Data tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan anggrek lebih optimal hidup pada kulit pohon yang tebal dan bersifat keras. Sifat kulit pohon yang keras disebabkan oleh dinding sel kulit luar yang tebal. Namun selain itu, kestabilan kulit pohon juga berpengaruh, hal tersebut ditunjukkan oleh ditemukannya anggrek epifit tumbuh pada pohon yang memiliki kulit luar yang tipis (Dadap, Bawangan dan Kemarung) dan pada pohon jenis yang memiliki kulit lunak (Dadap) namun sifat kulitnya stabil.
256
Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
ISBN 978-979-99448-6-3
b a
c
d
f
g
e
h
Gambar 2. Penampang melintang kulit batang pohon inang anggrek epifit di Petak V Bukit Pawangan; a. Pinus (Pinus merkusii), b. Sarangan (Castanopsis argentea), c. Dadap (Erythrina sumbumbrans), d. Puspa (Schima wallichii), e. Bawangan (Vitex vestita), f. Tambal (Engelhardia serrata), g. Pusponiah (Rhododendron loerningii), h. Kemarung (Streblus spinosus); 1. periderm, 2. floem sekunder, 3. floem sekunder yang terisolasi oleh periderm, 4. ritidoma Berdasarkan pengamatan posisi letak jaringan felogen, pada umumnya pohon inang anggrek dalam penelitian ini felogennya terletak di dalam korteks sebagai lingkaran. Sifat khas mengenai posisi letak jaringan felogen ini ditunjukkan oleh pohon inang jenis Pinus dan Sarangan. Pada kedua jenis pohon tersebut, jaringan felogen terletak di dalam floem sekunder sebagai bercak-bercak. Pohon inang yang ditemukan dalam penelitian ini semuanya memiliki lentisel pada kulit batangnya, sehingga
dapat disimpulkan bahwa lentisel merupakan karakter pohon inang yang keberdaannya penting bagi anggrek epifit. Lentisel adalah pori gabus yang digunakan untuk pertukaran udara pada batang pohon. Adanya lentisel yang menonjol di atas permukaan kulit ini akan menyebabkan permukaan kulit batang menjadi tidak licin, sehingga dapat digunakan sebagai tempat menempelnya akar-akar merekat lebih kuat tumbuhan anggrek. Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa anggrek epifit di Petak 5 257
Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
Bukit Plawangan menempel pada kulit pohon inang dengan rerata pH adalah 6,29. Dari data terebut diketahui anggrek epifit di Petak 5 Bukit Plawangan hidup pada kulit pohon dengan pH agak asam yang mendekati netral. KESIMPULAN DAN SARAN Tipe kulit pohon inang anggrek epifit di petak 5 Bukit Plawangan pada umumnya memiliki sifat dan ciri kulit pohon inang dengan kulit yang stabil sampai labil, dengan tipe kulit rata sampai kasar yang bertekstur retak-retak dangkal sampai dalam, kekerasan kulit lunak dan keras, berwana coklat muda sampai coklat tua, serta bergetah dan tidak memiliki getah. Karakter anatomi kulit batang pohon inang anggrek epifit secara umum adalah memiliki dua lapis jaringan (periderm dan floem sekunder), kulit luar tebal (> 1 mm), bentuk sel kulit luar pipih radial, dinding sel kulit luar tebal (> 3 µm), letak felogen di dalam korteks, dan memiliki lentisel, dengan sifat kulit batang pohon sedikit asam (pH 6,29). Beberapa sifat di luar sifat yang disebutkan di atas juga dapat menunjang tumbuhnya anggrek epifit dengan syarat pH yang sesuai dan sifat kulit yang stabil. Penelitian lebih lanjut mengenai hal lain misalnya seperti nutrien pada pohon inang anggrek epifit dan kemampuan pohon inang menangkap unsur kimia atau air masih diperlukan untuk mengoptimalkan upaya konservasi anggrek epifit. Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian sejenis terhadap pohon yang tidak ditumbuhi anggrek agar data yang didapat dapat dibandingkan dengan karakter pohon inang anggrek epifit.
ISBN 978-979-99448-6-3
Jarman, J. and B. A. Fuhrer. 1995. Mosses and Liverworts of Rainforest in Tasmania and South-Eastern Australia. CSIRO Australia and Forestry Tasmania. Tasmania. Smith, A. J. E.. 1982. Bryophyte Ecology. Champman and Gall. London, New York. Watthana, Santi and H. A. Pedersen. 2008. Phorophyte Diversity, Substrate Requirements and Fruit Set in Dendrobium scabrilingue Lindl. (Asparagales: Orchidaceae): Basic Observations for Reintroduction Experiments. The Natural History Journal of Chulalongkorn University 8(2): 135-142. Wolf, J. H. D. 2005. Diversity, Ecology, and Phytogeography of Epiphytes in The Canopy of The Tropical Montane Cloud Forest. http://www.treenail.nl/kronendak/publical.h tm. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2010.
UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kami ucapkan kepada Drs. Heri Sujadmiko dan Drs. Sutikno, S.U. (Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada) yang telah membimbing kami dalam penelitian ini, kepada Niswati Zulfah, Pak Hartono dan Pak Barjo, serta semua pihak yang telah membantu kami dalam penelitian ini baik secara langsung maupun secara tidak langsung. DAFTAR PUSTAKA Dickson, W. C. 2000. Integrative Plant Anatomy. A Harcourt Science and Technology Company. California. Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB. Bandung.
258