Self-Cleaning, Inovasi Pelayanan Baru di Kantin FKG UNAIR NEWS – Kantin kampus merupakan salah satu tempat yang paling sering dikunjungi untuk makan atau sekadar rehat maupun berbincang oleh sivitas akademika. Oleh karena itu, penting sekali agar suasana kantin dibuat senyaman mungkin, terlihat bersih, dan tersedia makanan serta minuman yang higienis. Begitu pula dengan Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga. Pada Kamis (14/7), Stovit Cafetaria telah diresmikan oleh Dekan FKG UNAIR Dr. R. Darmawan Setijanto, drg., M.Kes. “Kantin di FKG itu sudah terkenal bersih. Ada sertifikatnya. Nah, sekarang kita perbaiki dan renovasi lagi apa-apa yang kurang. Biar kalau mahasiswa belajar itu merasa bersih, sehat, nyaman, dan aman,” tutur Darmawan. Apa yang berbeda dari sebelumnya setelah kantin Stovit diresmikan? Pertama, adalah sistem pembayaran satu pintu. Sebelumnya, pelanggan kafe Stovit membayar sajian makanan yang sudah dibeli ke masing-masing penjual. Kini, sistem pembayaran banyak pintu tak lagi diterapkan di kafe Stovit. “Sekarang, sistem pembayarannya satu kasir,” ujar Darmawan. Kedua, pembeda kantin Stovit dulu dengan pasca diresmikan adalah self-cleaning. Pelayanan self-cleaning yang dimaksud adalah pelanggan kantin membereskan sendiri perkakas makan yang digunakan seusai makan. “Piringnya dibawa sendiri ke belakang, ke tempat cuci. Jadi, nanti sisa makanannya dibuang ke tempat sampah basah. Baru, piringnya ditaruh di tempat piring kotor, tapi tidak usah dibersihkan,” ujar dokter gigi itu.
Menurut Darmawan, pola self-cleaning tu diterapkan agar pelanggan kantin membiasakan diri dengan pola hidup bersih dan sehat. Ia mengaku, prinsip ini diterapkan dengan mengadaptasi kebiasaan hidup warga Jepang dan Korea. “Dengan begitu, kita bisa latih mereka untuk self-cleaningnya,” imbuh Darmawan. Untuk menjaga kebersihan kantin, dekanat FKG mempercayakan manajemen pengelolaan kantin kepada Dharmawanita FKG. “Karena lingkup tugas fakultas terlalu luas, makanya dipercayakan kantin kepada Dharmawanita. Biar nanti ada petugas yang mengawasi. Sebulan sekali dipel. Kita rancang dengan baik saluran airnya. Setiap stan itu memiliki saluran air yang bisa dibersihkan sendiri,” terangnya. Variasi menu Kafe Stovit menawarkan berbagai menu makanan dan minuman yang menarik. Tercatat, ada sembilan menu kuliner yang bisa segera disantap. Diantaranya nasi pecel, soto ayam, crepes, nasi uduk, dan lontong cap gomeh. Harga yang dipatok berada pada kisaran Rp5 ribu – Rp9 ribu per porsi. Zeyn,
penjual makanan ringan crepe di Stovit, mengaku senang
dengan adanya renovasi kantin. Ia mengaku merasa semakin nyaman karena kebersihan kantin akan tetap terjaga. Yuk, makan dan jajan di kafe Stovit! (*) Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh
Rini
Sugiarti
Kembangkan
Model Kompetisi Siswa Cerdas Istimewa UNAIR NEWS – Menjalani kesibukan sebagai dosen sekaligus ibu rumah tangga, tidak menghalangi langkah Dr. Rini Sugiarti., S.Psi., M.Si., Psikolog., menjadi wisudawan terbaik pada program doktoral Ilmu Psikologi Universitas Airlangga. Dengan memegang teguh prinsip fokus, trust, melakukan yang terbaik, dan rendah hati, perempuan kelahiran Semarang, 7 Januari 1976 tersebut menyandang predikat lulusan terbaik dengan IPK 3,91. “Penting untuk fokus pada tujuan. Selain itu, apapun yang dikerjakan haruslah diupayakan secara maksimal dan tetap bersikap rendah hati, berani bertanya, serta terbuka terhadap kritik yang bermanfaat untuk kemajuan dan perkembangan diri,” jelasnya saat ditanya mengenai prinsip sukses dalam kuliah. Selama menempuh pendidikan doktoral, dosen tetap di Fakultas Psikologi Universitas Semarang (USM) tersebut juga kerap menjadi pemakalah di berbagai negara. Diantaranya menjadi pemakalah dalam International Conference of Educational Psychology and Society tahun 2015 di Cheng Du, China, dan pemakalah dalam Conference on Business, Economics, and Social Science & Humanities tahun 2016 di Bangkok, Thailand. Dalam disertasi miliknya, Ibu dua anak tersebut mengangkat ide pengembangan model kompetensi sosial siswa cerdas istimewa. Baginya, siswa cerdas istimewa membutuhkan keseimbangan perkembangan yang ideal, antara sisi kognitif (intelektual) dan sisi psikososial (kepribadian). “Siswa cerdas istimewa memiliki potensi intelektual yang besar. Namun dalam kenyataannya, optimalisasi potensi lebih cenderung dominan pada ranah kognitif saja, sehingga belum mencakup juga secara optimal pada ranah psikososial atau kepribadian,” papar perempuan yang memiliki hobi riset,
menulis, dan traveling tersebut. Di akhir wawancara, Rini yang juga psikolog konsultan di Pelangi Kasih Pusat Asesmen Psikologi di Semarang menuturkan kesannya selama menempuh studi doktoral UNAIR, khususnya di FPsi. Baginya, rekan belajar selama menempuh studi S-3 sangat memberikan atmosfir akademik yang terbuka untuk maju dan berkembang. “Keluarga besar FPsi UNAIR, para dosen juga karyawan sangat welcome, sehingga menjadikan saya merasa nyaman dalam interaksi akademik. Hubungan yang terjalin sangat baik ini merupakan salah satu support besar yang memperlancar proses studi yang saya jalani. (*) Penulis : Nuri Hermawan Editor
: Binti Q. Masruroh
Unsiyah Anggraeni, Angkat Kasus Prostitusi, Seimbangkan Akademik dan Organisasi UNAIR NEWS – Mengangkat tema penulisan tentang jaringan sosial prostitusi tidaklah gampang, pastinya ada beberapa hal yang harus dilakukan dan juga siap menanggung berbagai bentuk resiko, bahkan bisa-bisa penelitian pada ranah ini akan urung dilanjutkan apabila tidak siap. Menepis berbagai anggapan miring tersebut, perempuan kelahiran Pasuruan, 28 Pebruari 1994 ini mengangkat judul “Jaringan Sosial Prostitusi di Kawasan Tretes Pasuruan” pada skripsinya. Perempuan yang pernah meraih juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Goresan
Pena Sosial tingkat mahasiswa se Jawa Timur ini berhasil menyelesaikan penyusunan tentang Jaringan sosial pada kawasan prostitusi dengan tepat. “Penelitian ini saya lakukan sekitar 2 bulan, setiap harinya dimulai dari pukul 8 malam hingga 11 malam,” ungkapnya. Unsiyah bercerita lebih lanjut tentang isi dari skripsinya, yaitu tentang jaringan sosial prostitusi yang melibatkan banyak aktor didalamnya dengan fokus kajian pada latar belakang seseorang menjadi pelacur yang kemudian mempengaruhi pada praktik-praktik prostitusi di Tretes. Anak desa yang juga menyukai pendakian gunung ini mendengarkan dengan seksama ketika berinteraksi dengan pemeran utama jaringan prostitusi, bahkan berbagai hal yang ia dapat dari penelitian tersebut membuatnya semakin dewasa. “Curahan hati mereka setidaknya membuat saya harus bersikap lebih bijaksana,” tuturnya. Skripsi yang mengantarkannya menjadi wisudawan terbaik dengan nilai IPK 3,75, harus ia selesaikan dengan selalu mendapatkan teguran dari kedua orang tuanya, dengan alasan berhubungan dengan persoalan prostitusi. Jerih payahnya akhirnya terbayar, skripsinya dapat terselesaikan dengan baik. “Kalau menginginkan hasil yang bagus wajib membaca berbagai referensi yang sangat berkaitan dan valid,” paparnya ketika sedikit membagikan tips triknya. Ketekunannya memang sudah lumrah, pasalnya selama kuliah ia memiliki keahlian dalam bidang penulisan. Hal tersebut terbukti dengan berbagai prestasi pernah didapatkannya, selain Juara LKTI Jawa Timur, ia juga pernah menjadi Participant of international conference Multidisciplinary Trends In Academic Research (MTAR-2015) di Bangkok Thailand tahun 2015, kemudian juga Finalis LKTI Youth Power Paper UGM 2015 dan juga Juara 3 Pekan Ilmiah Mahasiswa (PIM) PKM GT Se-Universitas Airlangga
tahun 2014. Perempuan dengan nama lengkap Unsiyah Anggraeni, juga aktif di organisasi. Beberapa amanah yang sempat ia duduki antara lain staf administrasi Sekretaris Kabinet BEM KM Universitas Airlangga, serta ormawa-ormawa tingakat universitas dan fakultas juga organisasi Ekstra kampus. “Organisasi memberikan saya pengalaman dan ilmu lain namun saya juga mengimbanginya dengan akademik yang baik,”pungkasnya. (*) Penulis : Achmad Janni Editor : Nuri Hermawan
Dodik Harnadi Kolaborasikan Doa dan Usaha UNAIR NEWS – Tinggal dan besar di desa tidak membuat Dodik patah semangat untuk terus menempuh pendidikan. Pria yang sudah menikah dengan Irawati, S.HI., ini merupakan anak desa yang dilahirkan dari keluarga petani di Bondowoso. Sejak menempuh pendidikan tingkat menengah, ia sudah dikenalkan dengan dunia pondok pesantren, tepatnya pada 1999-2005 ketika masih berada di Madrasyah Tsanawiyah (MTs) hingga Madrasyah Aliyah (MA). “Bagi saya pesantren banyak memberikan pelajaran penting, nilai-nilai organisasi, leadership, keilmuan jurnalistik, kemandirian, dan masih banyak lagi,” paparnya. Pemilik nama lengkap Dodik Harnadi ini, menjadi salah satu lulusan wisudawan terbaik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) dengan nilai IPK 3,82 dan mendapatkan gelar Master Sosiologi (M.Sosio). Tesis yang menjadi prasyaratnya mendepatkan gelar tersebut berjudul Living Lawdan Mekanisme Resistensi atas UU Perlindungan Anak di Kabupaten Bondowoso “Ketertarikan saya kepada sosiologi hukum semakin memuncak setelah berkenalan dengan beberapa tulisan Prof. Soetadyo dibidang sosiologi hukum,” jelas pria yang masih aktif di salah satu organisasi masyarakat Islam ini. Lebih jelasnya, Dodik bercerita tentang isi dari tesisnya yang berangkat dari realitas sosial masyarakat Bondowoso. Ketika masyarakat setempat masih meletakkan praktik pemberian sanksi fisik dalam mendidik anak-anak maupun para murid, dari hal tersebut seharusnya pihak yang terlibat harus mampu mendiagnosa hal ini secara tepat agar penegakan hukum tidak semata-mata tekstual. Penyusunan tesis ini tuturnya tidak menemui kendala berarti. “Intinya saya memaknai tesis saya ini sebagai kolaborasi doa dan usaha, tanpa keduanya penelitian ini tidak akan berhasil,” tegas Dodik. Dalam proses penyusunan tesisnya menurut ia sudah mencapai target waktu yang ditargetkan oleh lembaga yang memberikan ia biaya kuliah, yaitu Lembaga Pengelolal Dana Pendidikan (LPDP). Selain itu, dengan dorongan dari ibu dan ayahnya yang ketika itu masuk ICU di RSU Situbondo, Dodik melaksanakan ujian tesis dengan lancar. Ketika ditanya pengalaman lainnya, Dodik bercerita tentang bagaimana perjuangannya sebagai anak kos yang pergi ke kampus harus terbiasa naik angkot dengan keadaan sesak dan panas. “Maklum tempat kos saya cukup jauh sementara saya tidak membawa alat transportasi roda dua selama kuliah,” ungkapnya. Warna-warni orang-orang Surabaya dimanfaatkannya untuk mengenal lebih banyak karakteristik masing-masing orang yang
ia jumpai di angkot, sehingga kemudian pria yang juga hobi menulis ini terbiasa naik angkot dan mendapatkan manfaatnya. “Saya bisa tahu banyak rute angkot Surabaya daripada mereka yang sudah lama di Surabaya,” pungkasnya. (*) Penulis : Achmad Janni Editor : Nuri Hermawan
Ketut Wiradnyana, Prestasi dengan Arkeologi
Bekal Tekuni
UNAIR NEWS – Sejak menempuh pendidikan sarjana, Dr. Ketut Wiradnyana, Drs., M.Si. sudah menekuni bidang arkeologi dengan skripsinya yang berjudul “Katoda Sebagai Unsur Tradisi Megalitik di Sumba Timur”. Pria kelahiran kota Jembrana, 26 April 1966 ini, sejak tahun 1994 hingga sekarang masih aktif dalam berbagai penelitian arkeologi di Provinsi Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau. Selain itu, Ketut juga masih menjadi dosen tamu di Departemen Antropologi Universitas Sumatera Utara. Bahkan, pria yang memiliki hobi bermain musik (rock tahun 70an, red) ini pernah menjadi Ketua Tim Penelitian Arkeologi, Anropologi – Geografi Kebudayaan Pulau Nias (IRD), Prancis. Selain itu lebih dari seratus karya artikel pernah ia buat dan diterbitkan. “Keseluruhan artikel terbit pada jurnal arkeologi dan antropologi diberbagai jurnal arkeologi dan jurnal kebudayaan yang tersebar diberbagai kota di Indonesia dan luar negeri,” ungkapnya.
Anak ke lima dari tujuh bersaudara ini bercerita, bahwa pengumpulan data disertasi telah dimulai sejak tahun 2009, sehingga ketika ditanyai kendala yang dihadapi dalam penyusunan disertasi ini, ia menjawab tidak terlalu banyak kendala. “Kalau penyusunan disertasi tidak terlalu banyak kendala, tetapi dalam penyusunan ilmu pengetahuan arkeologis itu yang jauh lebih sulit,” ujarnya. Bahkan dalam penyusunan ini sedikit dapat terselesikan lebih lama dari terget yang ia susun, karena ia harus mencari dan memproses data arkeologis di Gayo dengan beberapa Universitas di Eropa dan Amerika. Isi dari disertasi yang menjadi syarat doktoral ini sendiri membahas tentang proses penyusunan pengetahuan arkeologis dalam kaitannya dengan genealogi (manusia dan budaya) di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah. Hal tersebut kemudian menjadi wacana geonelogis etnis Gayo yang disebarluaskan oleh berbagai komponen masyarakat Gayo, dengan tujuan untuk melegitimasi identitas etnis Gayo yang berbeda denga etnis Aceh. Hal itu nantinya dapat menentukan upaya pembentukan Aceh Leuser Antara (ALA) yang terpisah dengan provinsi Aceh.Uniknya dari hasil penelitian Ketut ini, pengetahuan arkeolgois yang digunakan sebagai identitas etnis Gayo itu masih terus berlangsung. “Jadi nantinya penelitian ini akan bisa dilanjutkan karena masih banyak aspek yang belum terungkap,” paparnya. “Penyelesaian disertasi dan tugas-tugas akan dapat diselesaikan pada waktunya jika fokus atau dikerjakan setiap hari” imbuhnya. Mahasiswa yang akan diwisuda tanggal 16 juli ini, menjadi wisudawan terbaik dengan nilai IPK 3,86. (*) Penulis: Achmad Janni Editor : Nuri Hermawan
UNAIR Terima Kunjungan SSDN Lemhanas RI UNAIR NEWS – Universitas Airlangga mendapat kehormatan sebagai salah satu kampus yang mendapat kunjungan dari Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhanas RI). Kunjungan Lemhanas RI kali ini dalam rangka kegiatan Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) Program Pendidikan Reguler Angkatan LIV Tahun 2016, Senin (18/7). Pada kunjungan yang dilangsungkan di ruang sidang pleno, Rektor UNAIR, Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak., CMA., beserta jajaran petinggi UNAIR, menjelaskan mengenai kondisi UNAIR yang terus berbenah dari tahun ke tahun, utamanya kemandirian UNAIR yang mengantarkan menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH). “UNAIR terus berbenah mulai dulu yang berstatus badan hukum milik negara, kini sudah menjadi PTN BH,” tegasnya. Menanggapi sambutan rektor, Laksamana Muda FX Agus Susilo yang mewakili Gubernur Lemhanas menuturkan bahwa kedatangannya bersama jajaran kepolisian, TNI, perwakilan negara sahabat, akademisi, dan tokoh masyarakat ke UNAIR ini merupakan pemenuhan fungsi dari Lemhanas. Hal tersebut untuk mendidik, menyiapkan kader dan memantapkan pimpinan tingkat nasional, dan mengkaji berbagai permasalahan strategik nasional, regional dan internasional. “Tujuan kami kemari tidak lain juga sebagai pemenuhan fungsi lemhanas. Harapannya dari pakar UNAIR yang hadir bisa memberikan wawasan tambahan kepada kami,” paparnya. Turut hadir sebagai pakar dari bidang hukum, M. Syaiful Aris,
S.H., M.H., LL.M., selaku kepala bidang hukum UNAIR yang menjelaskan mengenai statuta UNAIR. Selain Aris, Dr. Sri Endah Nurhidayati selaku dosen D3 Pariwisata UNAIR juga turut hadir dalam kunjungan tersebut. Dalam paparannya Dr. Sri Endah menjelaskan bahwa peranan UNAIR dalam pengembangan kepariwisataan sebagai upaya untuk ketahanan bangsa. Baginya, kekayaan Indonesia yang membentang mulai dari alam, budaya, dan etnis perlu dikembangkan. Dalam dunia pariwisata banyak aspek yang dirangkul, mulai dari identitas bangsa, kemandirian, dan ketahanan. “Tidak sekedar aspek ekonomi, dalam atraksi pariwisata kepribadian bangsa juga dipertaruhkan, pasalnya dengan saling mengunjungi pariwisata negara lain akan tahu bagaimana kesan negara kita bagi orang lain,” jelasnya. Ia menambahkan, dengan pariwisata, keutuhan NKRI juga bisa dijaga. “Menjaga dan memelihara keutuhan NKRI bisa melalui pariwisata, caranya dengan memelihara pulau terluar sebagai aset wisata,” tegasnya. Di penghujung
diskusi, ia juga menjelaskan peranan UNAIR
dalam mengembangkan pariwisata di Indonesia, yaitu menjadikan program studi D3 Pariwisata dalam lingkup fakultas vokasi yang menjadikan prodi ilmu terapan lebih banyak dan melakukan program internasionalisasi, serta pendampingan masyarakat dalam bidang pariwisata. “Untuk urusan pendampingan kepada masyarakat yang kami lakukan ini, agar mereka bisa menjadi pelaku pariwisata, jadi tidak sekedar penonton,” pungkasnya. (*) Penulis : Nuri Hermawan Editor : Dilan Salsabila
Rektor Sambut dan Diskusi dengan Camaba Bidikmisi UNAIR NEWS – Dalam rangka perkenalan dengan mahasiswa bidikmisi jalur SBMPTN, UNAIR melalui Organisasi Bidikmisi Universitas Airlangga (AUBMO) mengadakan kegiatan dengan tajuk “Penyambutan Mahasiswa Baru Calon Penerima Bidikmisi Jalur SBMPTN 2016”, Selasa, (19/07). Acara tersebut dihadiri oleh wali murid dan mahasiswa calon penerima bidikmisi melalui jalur SBMPTN. Acara yang diadakan di Aula Garuda Mukti, Gedung Manajemen lantai 5 tersebut juga dihadiri oleh Rektor UNAIR, Prof. Dr. Moh. Nasih., SE., MT.,Ak., CMA, Direktur Kemahasiswaan, Dr. M. Hadi Subhan, SH., M.H., C.N dan Ketua PIH (Pusat Informasi dan Humas) UNAIR, Drs. Suko Widodo, M.Si selaku moderator di acara tersebut. Dihadapan 274 calon penerima bidikmisi tersebut, Hadi Subhan menyerukan bahwa seluruh calon mahasiswa penerima bidikmisi UNAIR adalah orang yang luar biasa. Pasalnya, Hadi menganggap bahwa mahasiswa yang mampu, sudah sewajarnya jika bisa melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. “Tetapi kalau sudah anaknya kurang mampu secara ekonomi, fasilitasnya juga terbatas, lalu membantu orang tua bekerja, tapi bisa masuk di UNAIR itu merupakan sebuah prestasi tersendiri,” kata Hadi dihadapan wali murid dan mahasiswa calon penerima bidikmisi SBMPTN. Motivasi dari Rektor Dalam kesempatan tersebut, untuk memotivasi mahasiswa calon penerima bidikmisi, Prof. Nasih juga menceritakan perjalanannya semasa di bangku kuliah. Ia mengatakan bahwa dirinya juga berasal dari keluarga kurang mampu, ia dituntut bolak-balik ke kampung halaman untuk membantu orangtuanya
bekerja sebagai petani. “Dulu belum ada bidikmisi, dulu bantu ayah tani, upahnya ya cuma lima puluh ribu rupiah,” kenang Porf.Nasih. Prof. Nasih juga menyerukan para wali murid, agar dapat mengikhlaskan putra-putrinya dalam menempuh pendidikan di UNAIR. Pasalnya, banyak dari mahasiswa perantauan yang datang dari daerah yang jauh dari UNAIR. Kelak, mahasiswa perantauan tersebut akan jarang pulang kerumah. “Saya dulu juga pernah mondok, jauh dari orangtua. Saya berpesan, kita harus ikhlaskan putra-putri kita untuk menuntut ilmu, jangan kaget kalau pulang setahun sekali, itupun pas lebaran idul fitri,” seru Prof. Nasih. “Kami akan melatih mereka (calon mahasiswa bidikmisi, red) untuk bisa menjadi, insyaallah orang berhasil,” imbuhnya. Diakhir sambutan, baik Prof. Nasih maupun Hadi Subhan samasama menghimbau agar calon mahasiswa penerima bidikmisi dapat lulus tepat waktu. “Rata-rata delapan semester atau empat tahun, kalau lebih dari itu akan dihentikan bidikmisinya, kecuali ada pendidikan profesi,” ujar Hadi Subhan. “Saya himbau adik-adik sebagai calon mahasiswa bidikmisi, agar nanti setelah empat tahun dari sekarang, yaitu tahun 2020, saya yang akan memwisuda anda sekalian,” imbuh Prof. Nasih disambut tepuk tangan oleh hadirin. (*) Penulis : Dilan Salsabila Editor : Nuri Hermawan
Trik Sukses di Tes Toefl Ada sejumlah cara agar sukses dalam sejumlah tes Bahasa Inggris. Misalnya, TOEFL, English Language Proficiency Test (ELPT), dan lain sebagainya. Pekan lalu, tim UNAIR News berkesempatan mewawancarai Dekan Fakultas Ilmu Budaya Diah Ariani Arimbi SS., MA., PhD. Lulusan S-1 FISIP UNAIR yang melanjutkan S-2 di University of Northern Iowa, Amerika Serikat dan S-3 di University of New South Wales, Australia, ini berbagi trik dan tips agar berhasil dalam tes Bahasa Inggris, bahasa yang boleh dibilang sebagai “bahasa gaul” internasional. Rutin Belajar Belajar adalah kunci utama untuk meraih kesuksesan. Termasuk, keberhasilan dalam tes Bahasa Inggris. Apapun jenis tesnya: Toefl, ELPT, dan lain sebagainya. Selama ini, sudah banyak beredar buku-buku yang berisi jurus jitu menembus nilai yang didam-idamkan. Tak ada yang instan. Makanya, bacalah buku-buku tersebut. Jangan lupa, sesuaikan dengan jenis tes yang dituju. Selain buku, saat ini juga sudah banyak tautan internet yang menyediakan bahan belajar tes Bahasa Inggris. “Pahami pattern atau pola dari soal-soal. Secara umum, pattern itu selalu sama. Yang berbeda hanyalah konten pertanyaan. Kalau seseorang sudah menguasai pattern, apapun pertanyaannya, pasti dapat diselesaikan dengan mudah,” kata Diah. Akrabkan Diri dengan Bahasa Inggris Mengakrabkan diri dengan Bahasa Inggris bakal membuat diri “manunggaling” dengan bahasa ini. Kalau sudah begitu, pemahaman pun ikut-ikutan berkembang. Bagaimana caranya? Bisa dengan mendengar lagu, menonton film dengan Bahasa Inggris (tanpa teks Bahasa Indonesia), dan dengan membaca literatur
berbahasa Inggris. Secara tidak langsung, mengonsumsi Bahasa Inggris baik melalui “audio” ataupun “visual” bakal menjadi sarana belajar yang mengasyikkan. Kalau belajar sudah enjoy, pelajaran yang ingin diserap otomatis bakal lebih mudah masuk ke kepala. Anggap Tantangan Banyak mahasiswa yang menganggap tes Bahasa Inggris sebagai beban. Baik beban pra yudisum (karena salah satu syaratnya adalah mencapai nilai tertentu), maupun beban untuk mendapatkan beasiswa. Kalau sudah begini, tes bakal jadi momok dan justru menyusahkan secara psikologis. Maka itu, sejak saat ini, anggaplah tes bahasa Inggris sebagai tantangan. Yakinlah, proses tersebut pasti berlalu. Asalkan, tak pernah henti belajar dan serius untuk menghadapinya. Ini memang klise. Tapi paling tidak, dengan mengubah paradigma, persoalan tersebut bakal jauh lebih gampang untuk dijalani. (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor: Defrina Sukma S.
S3 Ilmu-Ilmu Pintu Masuk, Keluar
Sosial, Satu Banyak Pintu
UNAIR NEWS – Ada konsep yang menarik yang dituangkan Dekan FISIP Dr. Falih Suaedi, Drs., M.Si. dalam mengelola program studi S-3 Ilmu-ilmu Sosial. Melalui Surat Keputusan Dekan, dia menerapkan paradigma “satu pintu masuk, banyak pintu keluar”.
Maksudnya, untuk bisa mengenyam S-3 di FISIP, semua mahasiswa dapat masuk melalui satu program studi. Namun, di dalamnya akan ada banyak konsentrasi atau peminatan. Peminatan yang dimaksud, mulai tahun akademik 2016/2017 ini, berjumlah empat yakni, Administrasi Publik, Media dan Komunikasi, Ilmu Politik, dan Ilmu Antropologi. Dalam waktu dekat, bukan mustahil akan ada peminatan baru. Misalnya, bidang Hubungan Internasional. “Dengan model seperti ini, efisiensi bisa dilakukan,” ujar pria asal Bojonegoro tersebut. Di samping itu, semua mahasiswa yang berbeda keilmuan, bisa saling sapa atau saling mengenal di semester-semeter awal perkuliahan. Mereka juga dapat menimba ilmu dari beragam perspektif. Jadi, wawasan bisa semakin luas. Dengan demikian, doktor-doktor lulusan FISIP akan lebih berkualitas. “Dinamika satu disiplin ilmu selalu bergerak. Saat ini, satu disiplin ilmu, menuntut banyak solusi yang bukan mustahil berasal dari disiplin ilmu yang lain. Makanya, FISIP selalu berupaya memahamkan para mahasiswa untuk tidak eksklusif,” papar dia. Pada bagian lain, pemecahan konsentrasi atau peminatan ini juga dapat mempermudah dari aspek marketing. Bila tidak ada peminatan, para calon mahasiswa akan bertanya-tanya, apa yang akan didapat dari sekolah S3 di FISIP? Nah, dengan adanya peminatan, pertanyaan itu bisa terjawab. Dulu, mereka yang lulusan S-2 di bidang komunikasi, mungkin bimbang untuk melanjutkan S-3 di FISIP. Begitu pula, para jebolan magister antropologi, administrasi negara, dan ilmu politik. Dengan adanya peminatan yang jelas, mereka bakal lebih yakin untuk melanjutkan studi di FISIP UNAIR. “Alhamdulillah, prodi S-3 di FISIP juga sudah terakreditasi A. Jadi, mutunya telah terjamin dan sangat baik,” terang Falih.
(*) Penulis: Rio F. Rachman Editor: Defrina Sukma S.
25 Mahasiswa Wakili UNAIR Pada MTQ Mahasiswa Regional Jatim UNAIR NEWS – Visi Universitas Airlangga (UNAIR), Excellence with Morality, sudah dituangkan dalam konstitusi UNAIR. Hal tersebut yang membuat value UNAIR adalah unggul dalam kegiatan yang berbasis moralitas. Itulah ungkapan yang disampaikan oleh Dr. M. Hadi Shubhan, SH., M.H., C.N, selaku Direktur Kemahasiswaan UNAIR ketika memberikan wejangan kepada delegasi UNAIR untuk MTQM (Musabaqah Tilawatil Quran Mahasiswa) Regional Jawa Timur yang diadakan di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) pada tanggal 19 hingga 21 Juli. “Moralitas dalam hal ini adalah agama. Hal ini menjadikan kampus ini (UNAIR, –red) tidak hanya hebat dalam akademik, tapi juga hebat dalam nuansa agama. Karena itu, salah satu daripada menghidupkan syiar kita adalah melalui MTQ ini,” ucapnya pada Senin, (18/7). UNAIR melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Religi, mengirimkan 25 mahasiswa yang telah diseleksi melalui seluruh fakultas di UNAIR pada April lalu. Pemberangakatan ke-25 mahasiswa tersebut berlangsung pada Selasa pagi, (19/7). “Seleksi tersebut diikuti oleh kurang lebih 300 mahasiswa UNAIR di sepuluh cabang kategori yang dilombakan nanti,” jelas
Muhammad Kholil, salah satu perwakilan UNAIR di MTQM kategori Tartil Quran. Dalam mempersiapkan kegiatan yang diadakan dua tahun sekali ini, 25 mahasiswa tersebut mengikuti pembinaan secara intensif dari UKM Seni Religi. Hadi mengatakan, keikutsertaan mahasiswa UNAIR dalam mengikuti MTQM sebagai komitmen UNAIR untuk memberikan wadah penyaluran bakat mahasiswa. Selain itu, didirikannya masjid baru UNAIR “Ulul Azmi” juga dapat menjadi sarana bagi mahasiswa untuk mengembangkan bakat mereka. “Kita tidak main-main dengan komitmen kita dalam hal tersebut, dengan mendirikan satu wadah yang dinamakan UKM Seni Religi. Kemudian kita juga memberikan pembinaan-pembinaan sebelum berangkat ke tempat MTQ ini,” ungkap Hadi. Dalam proses pembinaan tersebut, kendala yang sering ditemui peserta MTQM adalah bentroknya jadwal pembinaan dengan jadwal perkuliahan. Pasalnya, seluruh peserta adalah mahasiswa aktif di masing-masing prodi. “Kendala secara khusus tidak ada, tapi secara umum adalah kegiatan mahasiswa yang berkaitan dengan akademik. Misalnya mereka tidak boleh meninggalkan perkuliahan,” ujar Hadi. Walaupun demikian, harapan untuk menjuarai MTQM menjadi pemicu semangat peserta. Hal tersebut tentu guna mengharumkan nama UNAIR, terutama dalam hal moralitas yang berbasis relegius. “Kami, 25 mahasiswa yang mewakili UNAIR akan memberikan yang terbaik di MTQ tersebut,” seru Dyah Tri Wulandari, peserta MTQM di kategori Sarhil Quran. “Kami juga bisa didekatkan lagi dengan Al-Quran,” pungkasnya. (*) Penulis : Dilan Salsabila Editor : Binti Q. Masruroh