Buletin
BADAN POM Volume 29, No. 2
No. ISSN: 0852-6184
November 2011
Editorial Selamat berjumpa dengan sejawat tenaga kesehatan pada Buletin Berita MESO edisi bulan November 2011. Berita MESO kali ini menampilkan tiga informasi terkini yang terkait dengan aspek keamanan obat pasca pemasaran diantaranya obat dengan zat aktif pioglitazone yang merupakan obat anti diabetes yang mencuat terkait dengan isu risiko adanya efek samping berupa kanker kandung kemih atau bladder cancer. Efek samping itu ditengarai terjadi pada penggunaan obat pioglitazone dalam jangka waktu lama dengan dosis kumulatif yang tinggi. Gejalanya dapat berupa darah dalam urin (warna urin gelap), urgensi urin, nyeri saat buang air kecil, nyeri punggung atau perut yang mungkin disebabkan oleh kanker kandung kemih. Informasi lainnya adalah obat yang mengandung Drospirenone, suatu jenis hormon wanita progestin yang digunakan sebagai obat kontrasepsi oral. Informasi yang diperoleh dari beberapa hasil studi epidemiologi terbaru menyebutkan bahwa terdapat peningkatan risiko venous thromboembolism (VTE) pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral mengandung drospirenone. Update informasi tersebut dapat dilihat pada artikel ini. Update informasi lainnya adalah mengenai obat yang mengandung varenicline, obat ini telah disetujui untuk indikasi smoking cessation (penghentian kecanduan merokok) dan berdasarkan US FDA drug safety communication kepada publik bahwa smoking cessation dengan bantuan Varenicline kemungkinan terkait dengan sedikit peningkatan risiko efek samping kardiovaskuler pada pasien yang memiliki riwayat kardiovaskular. Pada edisi kali ini kami juga menyampaikan isu aspek keamanan obat dalam program public health yaitu reaksi extrapyramidal pada pemberian Artesunate dan Amodiaquine secara bersama-sama untuk terapi Malaria Fallciparum. Pada bagian akhir kami sampaikan sekilas beberapa kegiatan terkait Pharmacovigilance antara lain sekilas laporan 34th Annual Meeting of Representatives of The National Centres Participating in the WHO Programme for International Drug Monitoring, Sosialisasi/Workshop Farmakovigilans serta informasi kegiatan farmakovigilans tentang penyusunan pedoman farmakovigilans bagi industri farmasi, yang dilakukan oleh kami. Harapan kami semoga artikel pada edisi ini bermanfaat bagi sejawat. Saran dan masukan sangat kami nantikan untuk perbaikan di masa mendatang. Redaksi DAFTAR ISI
Halaman
Informasi Terkini: Pioglitazone dan Risiko Kanker Kandung Kemih (Bladder Cancer)
2
Update Informasi Obat yang Mengandung Drospirenone: Risiko Efek Samping Venous Throm boembolism (VTE)
4
Update Informasi Obat yang Mengandung Varenicline : Risiko Efek Samping Kardiovaskular
5
Isu aspek keamanan obat dalam program public health: Reaksi Extrapyramidal pada Pemberian Artesunate dan Amodiaquine secara Bersama-sama untuk Terapi Malaria Falciparum
6
Kegiatan Sosialisasi/Workshop Pharmacovigilance oleh Stake Holder
7
Sekilas Laporan 34th Annual Meeting of Representatives of the National Centres Participating in the WHO Programme for International Drug Monitoring
8
Sekilas Informasi Kegiatan Farmakovigilans 2011 : Penyusunan Pedoman Teknis Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi
9
1
V O LUME 2 9 , NO .2 , NOV E MBER 2 01 1
BE R I TA ME SO
INFORMASI TERKINI: PIOGLITAZONE DAN RISIKO KANKER KANDUNG KEMIH (BLADDER CANCER) Pada pertengahan tahun 2011, terdapat informasi terkait aspek keamanan obat anti diabetes Pioglitazone yang mencuat terkait dengan isu risiko adanya efek samping berupa kanker kandung kemih atau bladder cancer. Beberapa drug regulatory authorities (DRAs) memberikan informasi dan tindak lanjut yang dilakukan. Bermula dari press release oleh badan otoritas di Perancis, yaitu Afssaps (Agence Francaise de Securite Sanitaire des Produits de Sante) sebagai French medicine agency tanggal 9 Juni 2011 yang lalu. Di dalam press release Afssaps disebutkan bahwa hasil analisis yang dilakukan terhadap data pre klinik, klinik, epidemiologi, dan data keamanan obat menunjukkan potensi risiko kanker kandung kemih pada pasien diabetes yang menerima pioglitazone. Oleh karena itu, Afssaps mengambil tindak lanjut berupa suspend penggunaan obat yang mengandung pioglitazone, merekomendasikan pasien yang sedang diterapi dengan pioglitazone agar tidak menghentikan pengobatan dan segera berkonsultasi dengan dokter untuk menyesuaikan terapi diabetesnya, serta merekomendasikan dokter untuk tidak meresepkan lagi obat pioglitazone kepada pasiennya. Pada tanggal 15 Juni 2011, US FDA melalui FDA Drug Safety Communication juga menyampaikan update on going safety review terhadap pioglitazone terkait risiko kanker kandung kemih. Ditengarai bahwa penggunaan pitoglitazone dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun dapat meningkatkan risiko kanker kandung kemih, hal ini diperoleh dari data hasil analisis interim studi epidemiologi yang sedang berjalan, utamanya pada pasien yang menggunakan pioglitazone dalam waktu lama dan dosis tinggi. US FDA akan terus melakukan review terhadap data yang ada termasuk data studi epidemiologi dari Perancis. US FDA kemudian menyampaikan kembali update informasi terkait obat yang mengandung pioglitazone pada 4 Agustus 2011. Dalam hal ini, FDA menyetujui adanya update labeling untuk informasi produk ini dengan penambahan informasi terkait kanker kandung kemih pada bagian Warning and Precaution dan memperbaiki patient medication guide terkait informasi tersebut. Sementara itu, PMDA Jepang melalui PMDA Risk Communication: Updated information about
2
pioglitazone and increased risk of bladder cancer tanggal 16 Juni 2011, menginformasikan akan melakukan kajian komprehensif terkait peningkatan risiko kanker kandung kemih berdasarkan pertimbangan studi di Perancis. Hingga saat ini, PMDA tidak merekomendasikan pasien untuk segera menghentikan penggunaan pioglitazone, dan akan melakukan pemutakhiran informasi kepada publik apabila terdapat data baru. Pada tanggal 17 Juni 2011, Health Canada juga menerbitkan Advisories and Warning : Health Canada reviewing diabetes drug pioglitazone (Actos) and potential risk of bladder cancer. Disampaikan bahwa berdasarkan laporan pasca pemasaran tentang risiko kanker kandung kemih sangat jarang, dan informasi tersebut telah dicakup dalam informasi atau monograf produk yang mengandung pioglitazone. Heatlh Canada akan terus melakukan review dan memberikan informasi terkini apabila tersedia. Selanjutnya, Therapeutic Goods Administration (TGA) Australia, menerbitkan update serupa pada tanggal 18 Juli 2011, yaitu safety advisory terkait pioglitazone dan risiko kanker kandung kemih. TGA telah meminta pemegang izin edar untuk melakukaan update informasi produk dengan memasukkan informasi risiko kanker kandung kemih. TGA sedang melakukan review komprehensif data yang ada termasuk studi dari Perancis dan akan memberikan informasi lebih lanjut kepada tenaga kesehatan dan konsumen setelah review tersebut selesai. Dan European Medicines Agency (EMA) pada tangggal 21 Juli 2011 menerbitkan juga press release serupa. Committee for Medicinal Products for Human Use (CHMP) menyimpulkan adanya bukti dari berbagai sumber yang menunjukkan bahwa terdapat sedikit peningkatan risiko kanker kandung kemih pada pasien pengguna pioglitazone. Data studi epidemiologi yang ada, antara lain: Kaiser Permanente Northern California Cohort Study, French CNMATS Cohort Study, GPRD Case Control Study, menunjukkan adanya sedikit peningkatan risiko efek samping ini dengan relative risk berkisar 1.12 – 1.33 pada pasien yang menggunakan pioglitazone terutama pasien pengguna pioglitazone jangka waktu lama dengan dosis kumulatif yang tinggi.
V O LUME 2 9 , NO .2 , NOV E MBER 2 01 1
Di samping itu juga terdapat suatu meta analisis terhadap beberapa studi atau uji klinik, yang menunjukkan bahwa kejadian efek samping kanker kandung kemih terjadi pada 19 pasien dari total 12.506 pasien pengguna pioglitazone, dan pada 7 pasien dari total 10.212 yang tidak menggunakan pioglitazone. Namun demikian, CHMP masih mempertimbangkan bahwa masih ada pasien yang membutuhkan dan menerima manfaat terapi pioglitazone, khususnya pasien yang tidak dapat diterapi oleh obat anti diabetes lain. Oleh karena itu, EMA tidak merekomendasikan penghentian penggunaan pioglitazone sebagaimana Perancis telah lakukan, namun merekomendasikan adanya perubahan kontra indikasi dan peringatan untuk pioglitazone guna mencegah risiko efek samping kanker kandung kemih. Menanggapi informasi terkini terkait obat yang mengandung pioglitazone ini, Badan POM juga segera melakukan review terhadap data-data yang tersedia, dan juga berkomunikasi kepada pemegang izin edar produk yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, Badan POM merasa perlu untuk melakukan pengkajian. Sejauh ini, Badan POM telah menerima 3 (tiga) laporan kasus efek samping terkait penggunaan pioglitazone, yaitu : Laporan A: abdominal pain, hair falls, legs edema, dan weight gain; dengan hubungan kausal: Possible. Laporan B: vertigo, dengan hubungan kausal: Possible. Laporan C: back pain, dengan hubungan kausal: Possible. Namun, hingga saat ini kami belum menerima laporan kasus efek samping berupa kanker kandung kemih terkait obat ini. Dalam rangka kehati-hatian dan melindungi kesehatan masyarakat Badan POM akan mengkaji pengajuan perubahan informasi produk dengan mencakup informasi terhadap kewaspadaan risiko kanker kandung kemih pada bagian “Kontra Indikasi/Contra Indications” dan “Peringatan dan Perhatian/ Warnings”, yang saat ini dilakukan oleh pemegang izin edar. Kami menghimbau melalui penyebaran informasi Buletin Berita MESO ini kepada sejawat dokter atau tenaga kesehatan lain, untuk berpartisipasi melakukan pemantauan dan pelaporan kejadian efek samping terkait penggunaan obat ini, apabila ditemui dalam praktik klinik sehari-hari. Dihimbau juga kepada sejawat tenaga kesehatan untuk selalu melakukan individual assessment terlebih dahulu sebelum melakukan peresepan obat pioglitazone kepada pasien agar dapat dicegah terjadinya efek samping kanker kandung kemih. Kepada pasien di-
BE R I TA ME SO
harapkan sejawat tenaga kesehatan dapat memberikan saran untuk berkonsultasi apabila selama menggunakan obat pioglitazone mengalami gejalagejala seperti darah dalam urin (warna urin gelap), urgensi urin, nyeri saat buang air kecil, nyeri punggung atau perut, yang mungkin disebabkan oleh kanker kandung kemih. Pelaporan kejadian efek samping atau kejadian tidak diinginkan terkait penggunaan obat ini dapat dilakukan dengan cara mengisi formulir pelaporan berwarna kuning yang tersedia bersama bulletin ini dan ditujukan kepada Badan POM sebagai Pusat MESO Nasional sesuai dengan alamat yang tertera dalam formulir tersebut. Apresiasi yang tinggi kami sampaikan kepada sejawat tenaga kesehatan yang telah dan akan terus berpartisipasi aktif melakukan pemantauan dan pelaporan kepada kami.
Daftar Pustaka: 1. US FDA, FDA Drug Safety Communication: Update to ongoing safety review of Actos (pioglitazone) and increased risk of bladder cancer, 15 Juni 2011 2. FRANCE, Afssaps, Press Release : Use of Medication Containing Pioglitazone (Actos®, Competact®) Suspended, 9 Juni 2011 3. UK MHRA, Safety Warnings and Messages for medicine: New advice on risk of bladder cancer with the anti-diabetic drug pioglitazone (Actos▼, Competact▼), 22 Juli 2011 4. Australia TGA, Safety advisory: Pioglitazone and risk of bladder cancer, 18 Juli 2011 5. EMA ,Press Release: European Medicines Agency recommends new contra-indications and warnings for pioglitazone to reduce small increased risk of bladder cancer, 21 Juli 2011 6. Health Canada, Advisory and Warning : Health Canada reviewing diabetes drug pioglitazone (Actos) and potential risk of bladder cancer, 17 Juni 2011 7. Japan PMDA, PMDA Risk Communication Updated information about pioglitazone and increased risk of bladder cancer, 16 Juni 2011 8. French CNAMTS cohort study: Risk of Bladder cancer in people with diabetes treated with pioglitazone in France : a group study on SNIIRAM and PMSI data, 7 Juni 2011 9. Ferrara, Assiamira et all : Cohort Study of Pioglitazone and Cancer Incidence in Patients With Diabetes, Diabetes Care vol 34, April 2011 10. Data Badan POM RI
3
V O LUME 2 9 , NO .2 , NOV E MBER 2 01 1
BE R I TA ME SO
UPDATE INFORMASI OBAT YANG MENGANDUNG DROSPIRENONE: RISIKO EFEK SAMPING VENOUS THROMBOEMBOLISM (VTE) Drospirenone merupakan suatu jenis hormon wanita progestin, yang digunakan sebagai kontrasepsi oral, dimana pada umumnya obat kontrasepsi oral yang tersedia mengandung dua jenis hormon yaitu estrogen dan progestin. Di Indonesia produk obat yang mengandung drospirenone dan telah mendapat persetujuan ijin edar adalah YAZ (yang merupakan kombinasi antara drospirenone 3 mg dan etinilestradiol 0.02 mg) dan Yasmin (yang merupakan kombinasi drospirenone 3 mg dan etinilestradiol 0.03 mg), dengan indikasi yang disetujui sebagai kontrasepsi oral. Selain drospirenone, hormon lain yang termasuk dalam golongan hormon progestin yaitu levonogestrel, desogestrel, dan gestodene. Baru-baru ini terdapat informasi keamanan terkini yang diperoleh dari beberapa hasil studi epidemiologi terbaru(1,2,3,4) yang menyebutkan bahwa terdapat peningkatan risiko venous thromboembolism atau yang sering dikenal dengan VTE pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral mengandung drospirenone, dibandingkan pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral yang mengandung hormon progestin levonogestrel. Peningkatan risiko VTE yang sama, juga ditunjukkan oleh hormon progestin lain yaitu desogestrel dan gestodene. Informasi singkat hasil studi epidemiologi tersebut adalah sebagai berikut:
suatu studi Cohort dilakukan oleh Lidegaard et al.1, menyebutkan bahwa penggunaan hormon drospirenone, desogestrel, atau gestodene dengan kombinasi hormon esterogen yang sama, dosis yang sama dan durasi penggunaan yang sama, menunjukkan adanya peningkatan risiko VTE yang sama, dibandingkan dengan levonogestrel;
Jick S Susan et al.2 pada studi epidemiologi nested case-control dan cohort study terhadap US data, menyebutkan bahwa terdapat peningkatan risiko non-fatal VTE sekitar dua kali lipat pada penggunaan drospirenone dibandingkan dengan levonogestrel;
Parkin L. et al.3 dalam studinya berupa nested case- control study, menyebutkan bahwa kontrasepsi oral yang mengandung drospirenone menunjukkan risiko yang lebih tinggi untuk me-
4
nyebabkan VTE dibandingkan dengan kontrasepsi oral lain yang mengandung levonorgestrel;
Vlieg Hylckama et al.4, dalam population based case-control study, menyebutkan bahwa kontrasepsi oral yang tersedia saat ini memiliki pengaruh yang besar terhadap kejadian efek samping VTE. VTE ini secara positif terkait dengan dosis hormone esterogen. Risiko VTE yang tinggi terjadi pada bulan-bulan pertama penggunaan kontrasepsi oral jenis apapun. Ditinjau dari empat studi tersebut nampak bahwa studi oleh Vlieg et.al, menyimpulkan hal yang berbeda dari tiga studi yang lain. Namun demikian baik European Medicine Agency (EMA) dan US Food and Drug Administration (FDA) tetap mempertimbangkannya dan menjadi salah satu studi yang dikaji. Berdasarkan hasil studi epidemiologi tersebut EMA dan US FDA merekomendasikan perlu adanya update informasi pada label yang menyertai produk kontrasepsi yang mengandung drospirenone terkait peningkatan risiko terjadi VTE ini. Menyikapi hal ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia menganggap perlu menginformasikan hal ini kepada sejawat kesehatan, karena terdapat produk kontrasepsi oral yang beredar mengandung drospirenone di Indonesia. Pengkajian akan terus dilakukan terhadap keamanan penggunaan kontrasepsi ini. Kepada dokter dihimbau untuk menginformasikan hal tersebut kepada pasien, dan juga agar disampaikan kepada pasien untuk tidak menghentikan drospirenone sebelum berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat, Badan POM RI akan secara terus menerus melakukan pengkajian terhadap aspek keamanan produk kontrasepsi oral ini dengan memantau informasi terkini dari laporan studi yang tersedia dan laporan kejadian efek samping (adverse event) yang kami terima dari dokter dan sejawat kesehatan lainnya. Mengingat pentingnya pemantauan aspek keamanan obat yang beredar di Indonesia, kami sangat mendorong peran aktif dokter dan sejawat kesehatan lainnya untuk berpartisipasi melaporkan efek samping (adverse event) jika ada.
V O LUME 2 9 , NO .2 , NOV E MBER 2 01 1
DAFTAR PUSTAKA: 1. Lidegaard O, et al., Hormonal contraception and risk of venous thromboembolism: national follow-up study, BMJ 2009; 339:b2890 2. Jick Susan S, et al., Risk on non-fatal venous thromboembolism in women using oral contraception containing drospirenone compared with women using oral contraceptives containing levonorgestrel: case-control study using United states claims data, BMJ 2011;340:d2151 3. Parkin L, et al., Risk of venous thromboembolism in users of oral contraceptives containing drospirenone or levonorgestrel: nested case-control study based on UK general Practice Research Database, BMJ 2011;340:d2139
BE R I TA ME SO
4. Vlieg Hylckama et al., The venous thrombotic risk of oral contraceptives, effects of oestrogen dose and progestogen type: results of the MEGA case-control study, BMJ 2009;339:b2921 5. EMA, Pharmacovigilance Working Party (PhVWP), May 2011 plennary meeting, 26 May 2011. 6. US FDA, Brith Control Pills Containing Drospirenone: Possible Increased Risk of Blood Clots, 31 May 2011 7. US FDA, FDA Drug safety communication: Safety review update on the possible increased risk of blood clots with birth control pills containing drospirenone, follow up update of 31 May 2011 communication, 26 September 2011. 8. Data Badan POM RI.
UPDATE INFORMASI OBAT YANG MENGANDUNG VARENICLINE: RISIKO EFEK SAMPING KARDIOVASKULAR Update informasi terkait obat yang mengandung varenicline ini merupakan pemuatan yang ke-dua di dalam Buletin Berita MESO ini. Pada pemuatan pertama, kami ketengahkan tentang Varenicline dan risiko efek samping neuropsikiatrik. Obat ini merupakan obat yang disetujui untuk indikasi smoking cessation (penghentian “kecanduan” merokok). Pada update informasi kali ini, kami muat tentang varenicline dan risiko efek samping kardiovaskular. Update ini berawal dari informasi keamanan terkini oleh FDA melalui Drug Safety Communication kepada publik pada 16 Juni 2011 bahwa smoking cessation dengan bantuan Varenicline kemungkinan terkait dengan sedikit peningkatan risiko efek samping kardiovaskuler pada pasien yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular. Hal ini didasarkan atas kajian yang dilakukan terhadap studi klinik, randomized clinical trial, double blind, dengan plasebo kontrol, untuk menilai khasiat dan keamanan Varenicline sebagai smoking cessation. Studi ini melibatkan 700 pasien yang berumur 35-75 tahun dengan penyakit kardiovaskuler. Pasien diacak dengan pemberian Varenicline 1 mg dua kali sehari (N=350) atau placebo (N = 350). Waktu studi terdiri dari 12 minggu diikuti 40 minggu non pengobatan. Pasien juga menerima konseling berhenti merokok selama pengobatan. Berdasarkan hasil studi terkait khasiat, pada Continous Quit Rate (CQR) 4-minggu untuk minggu ke-9 sampai minggu ke-12 diperoleh laporan mingguan penggunaan sigaret atau nikotin lain sejak kunjungan akhir studi dan dikonfirmasi dengan end-expirator exhaled carbon monoksida ≤ 10 ppm. Hasil menunjukkan CQR 4-minggu secara
kelompok Varenicline dibandingkan placebo (47% ><14%, p<0,0001) dan pada minggu ke-9 sampai minggu ke-52 secara signifikan lebih tinggi pada kelompok Varenicline dibandingkan placebo (19% ><7%, p<0,0001). Efek samping kardiovaskular lebih sering terjadi pada kelompok Varenicline dibandingkan kelompok placebo, termasuk angina pectoris, infark miokardial nonfatal, revaskularisasi koroner dan diagnosis baru dari penyakit vaskular perifer atau membutuhkan prosedur untuk pengobatan penyakit pembuluh darah perifer dengan rincian insiden sebagai berikut: Efek samping kardiovaskular
Varenicline N=353* n(%)
Placebo N=350 n(%)
Infark miokardial nonfatal
7(2,0)
3(0,9)
Revaskularisasi koroner
8(2,3)
3(0,9)
Angina pectoris yang membutuhkan perawatan di rumah sakit
8(2,3)
8(2,3)
Diagnosis baru dari penyakit vaskuler perifer atau membutuhkan prusedur untuk pengobatan penyakit pembuluh darah perifer
5(1,4)
3(0,9)
Keterangan: * Tiga
pasien kelompok varenicline tidak memenuhi kriteria tetapi ikut dianalisis.
5
V O LUME 2 9 , NO .2 , NOV E MBER 2 01 1
BE R I TA ME SO
Sekaitan dengan hal tersebut, US FDA telah meminta pemegang izin edar obat yang mengandung varenicline untuk melakukan update informasi produk dengan menambahkan risiko efek samping kardiovaskuler pada pasien yang memiliki penyakit kardiovaskuler pada bagian “Peringatan- Perhatian” dan juga merevisi medication guide bagi pasien. Drug Regulatory Authority (DRA) negara lain yang juga melakukan tindak lajut setelah hasil studi klinik tersebut diketahui, yaitu Health Canada. Health Canada juga telah meminta pemegang izin edar obat varenicline untuk melakukan update informasi produk. Dalam hal ini, Badan POM aware bahwa produk ini merupakan obat smoking cessation yang sudah terdaftar digunakan di Indonesia, untuk itu merasa perlu menginformasikan hal ini kepada sejawat kesehatan sekalian untuk menjadi perhatian. Kami telah melakukan pengkajian
terhadap permasalahan ini, terhadap data-data yang ada, meskipun sejauh ini kami belum menerima laporan efek samping varenicline yang terjadi di Indonesia. Kami sangat menghimbau sejawat tenaga kesehatan sekalian untuk bersamasama melakukan pemantauan dan pelaporan terkait kemungkinan terjadinya kasus efek samping yang disebabkan oleh penggunaan obat ini pada pasien di setting praktik klinik sehari-hari sejawat.
Daftar Pustaka: 1. US FDA, Safety: Chantix (varenicline): Label Change— Risk of Certain Cardiovascular Adverse Events, 16 Juni 2011 2. Health Canada, Health Canada reviewing stopsmoking drug Champix (varenicline tartrate) and potential risk of heart problems in patients with heart disease, 27 Juni 2011 3. Data Badan POM RI
ISU ASPEK KEAMANAN OBAT DALAM PROGRAM PUBLIC HEALTH: REAKSI EXTRAPYRAMIDAL PADA PEMBERIAN ARTESUNATE DAN AMODIAQUINE SECARA BERSAMA-SAMA UNTUK TERAPI MALARIA FALCIPARUM Amodiaquine merupakan monoterapi untuk penyakit malaria, dimana perhatian utama dari amodiaquin adalah adanya efek samping hepatotoxisitas dan agranulositosis. Lebih dari 40 laporan telah dite-rima oleh WHO Uppsala Monitoring Centre terkait efek samping reaksi extrapyramidal yang berhubu-ngan dengan penggunaan artesunate dan amodiaquine secara bersamaan pada pasien dewasa dengan dosis 600 mg. Selain itu, terdapat laporan terkait efek samping dystonia yang terjadi pada anak-anak. Terdapat lima produk kombinasi dari derivat artemisin dan obat lain yang direkomendasikan oleh WHO untuk terapi uncomplicated malaria falciparum. Artesunate dengan amodiaquine merupakan salah satu produk kombinasi yang disarankan jika angka kesembuhan dengan terapi amodiaquine saja atau sulfadoxine-pyramethamine lebih kecil dari 80%. Penggunaan produk kombinasi telah berjalan selama 10 tahun dalam bentuk sediaan yang terpisah antara artesunate tablet 200 mg dan amodiaquine tablet 600 mg yang dikemas dalam satu kemasan dengan dosis pemberian selama 3 hari. Sejak tahun 2007 telah tersedia sediaan tablet bi-layered
6
yang mengandung artesunate 200 mg dan amodiquine 540 mg (penurunan dosis amodiaquine berdasarkan rekomendasi dari studi yang dipublikasikan pada tahun 2006. Hingga Agustus 2010 terdapat 202 laporan ESO karena penggunaan kombinasi artesunate dan amodiaquin yang diterima vigibase di WHO UMC, dimana 44 laporan diantaranya merupakan reaksi extrapyramidal. Dosis yang paling sering diberikan (24 laporan) adalah artesunat 200 mg dan amodiaquin 600 mg yang diberikan bersamaan sekali sehari. Dua laporan ESO yang terbaru terkait dengan pemberian tablet bi-layered dimana dosis Amodiaquin lebih rendah (540 mg). Dari 44 laporan kasus efek samping extrapyramidal ini, konsisten dengan terminologi efek samping yang termasuk dalam exrapyramidal sesuai dengan MedDRA, dengan rincian sebagai berikut: dystonia (14 pasien); restlessness (19 pasien); dystonia & restlessness (2 pasien); clonic spasm (1 pasien); torticollis (1 pasien); muscle tremor & neck stiffness and speech disorder (1 pasien); movement disorder (1 pasien); dyskinesia acute (1 pasien); slurred speech, tongue tremor & movements involuntary (1 pasien); myoclonus
V O LUME 2 9 , NO .2 , NOV E MBER 2 01 1
BE R I TA ME SO
(1 pasien); tongue protrusion spastic involuntary & muscle rigidity (1 pasien). Untuk mencegah adanya efek samping, pasien disarankan untuk mengkonsumsi separuh dosis dengan frekuensi dua kali sehari, daripada 1 dosis sekali sehari. Dari hasil review yang telah dilakukan, terdapat hubungan antara reaksi extrapyramidal dengan kombinasi amodiaquine dan artesunate yang kemungkinan disebabkan oleh amodiaquine. Oleh karena itu, informasi risiko efek samping extrapyramidal ini seharusnya muncul dalam informasi obat malaria ini. Hingga saat ini, Badan POM RI belum menerima laporan kasus efek samping extrapyramidal reactions yang dicurigai sebagai akibat penggunaan artesunate dan amodiaquine secara bersamasama. Kami akan melakukan pemantauan dan pengkajian secara terus menerus terkait hal ini, untu mempelajari pre-disposing factors yang memicu efek samping ini. Untuk meningkatkan kehati-hatian dan kewaspadaan terkait isu aspek keamanan produk obat derivat artemisin, informasi ini disampaikan kepada sejawat kesehatan sekalian.
Kami menghimbau kepada sejawat tenaga kesehatan di Indonesia untuk dapat melakukan pemantauan dan pelaporan kepada Badan POM apabila terjadi reaksi efek samping utamanya extrapyramidal. Kami yakin informasi ini bermanfaat bagi sejawat tenaga kesehatan yang langsung berhubungan dengan pasien dengan penyakit malaria. terutama di daerah endemis malaria di Indonesia. Sejawat dapat memanfaatkan formulir pelaporan efek samping berwarna kuning yang kami sisipkan dalam Belutin Berita MESO ini untuk melakukan pelaporan kepada Badan POM. Daftar Pustaka: 1. WHO Collaborating Centre for International Drug Monitoring : Extrapyramidal reactions to Artesunate and Amodiaquine co-administrated to treat Falciparum Malaria, Signal, May 2011 2. Data Badan POM RI
Kegiatan Sosialisasi/Workshop Pharmacovigilance oleh Stake Holder Dalam rangka mempromosikan kegiatan pharmacovigilance ke sejawat kesehatan, terutama yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan, Badan POM RI secara rutin mengadakan kegiatan berupa Sosialisasi/Workshop terkait pharmacovigilance. Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman sejawat kesehatan tentang pentingnya aktifitas pharmacovigilance sebagai bagian dari jaminan keamanan pasien (patient safety) dan kepedulian sejawat untuk melakukan pemantauan dan pelaporan kejadian efek samping yang mungkin ditemui atau teramati pada praktik klinik sehari-hari di sarana pelayanan kesehatan. Namun pada beberapa kesempatan, kegiatan Sosialisasi/Workshop diselenggarakan oleh salah satu industri farmasi yang bekerjasama dengan Rumah Sakit di daerah, dan Badan POM RI sebagai salah satu Narasumber pada kegiatan tersebut. Kegiatan Workshop telah dilaksanakan di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta pada tanggal 17 Oktober 2011 dan RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tanggal 12 Oktober 2011. Direktur Pengawasan Distribusi PT dan PKRT, Badan POM, Drs. Roland Hutapea, Apt, MSc memaparkan materi “Program Pharmacovigilance di Indonesia”. Selain di kedua Rumah Sakit tersebut diatas, Badan POM juga menerima undangan dari pihak RSUD Dr. Moewardi, Surakarta sebagai Narasumber pada kegiatan Sosialisasi Monitoring Efek Samping Obat yang dilaksanakan tanggal 29 Oktober 2011. Sebelumnya pada tanggal 1 Oktober 2011 bertempat di Hotel Borobudur Jakarta, Badan POM RI juga diundang pada acara Scientific Seminar yang diselenggarakan oleh The Indonesian Association for The Study of Medicinals (IASMED). Pada Seminar tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, Badan POM, Dra. Lucky S. Slamet, MSc menyampaikan materi dengan tema ”Pharmacovigilance in Indonesia : Main Issues and The Road to Go Forward”. Melihat respon dan semakin meningkatnya awareness seluruh stake holder terhadap perkembangan aktivitas pharmacovigilance, Badan POM RI akan selalu mendukung dan menyambut baik hal tersebut. Inisiatif dari stakeholder tersebut menunjukkan adanya peningkatan kesadaran untuk membangun dan memperkuat jejaring pharmacovigilance di Indonesia. Kami berharap bahwa ke depan kegiatan sosialisasi/workshop ini akan meningkatkan peran serta sejawat tenaga kesehatan dalam melaporkan efek samping dan dengan demikian dapat meningkatkan jumlah laporan yang diterima dari sejawat tenaga kesehatan secara individual ataupun dari rumah sakit secara kolektif.
7
V O LUME 2 9 , NO .2 , NOV E MBER 2 01 1
BE R I TA ME SO
Sekilas Laporan 34th Annual Meeting of Representatives of the National Centres Participating in the WHO Programme for International Drug Monitoring Dubrovnik, Croatia 2011 Pada tanggal 30 Oktober hingga 2 November 2011, Indonesia berpartisipasi dalam the 34th Annual Meeting of Representatives of the National Centres Participating in the WHO Programme for International Drug Monitoring, yang diselenggarakan di Dubrovnik, Croatia. Dubrovnik, merupakan salah satu tujuan wisata yang terkenal di Eropa. Kota ini tercatat sebagai salah satu World Heritage oleh UNESCO karena terdapat kawasan yang disebut dengan old city of Dubrovnik yaitu pusat kota Dubrovnik di masa lalu dengan bangunan gedung yang masih kokoh dan telah berdiri ratusan tahun. Dubrovnik terkenal dengan pantai yang indah dan kuliner makanan laut (seafood) yang menjadi daya tarik. Dengan suasana yang demikian, the 34th Annual Meeting tahun ini menjadi sangat istimewa bagi seluruh peserta negara anggota WHO Programme ini. Setiap tahun kegiatan ini diadakan oleh WHO bekerjasama dengan WHO Uppsala Monitoring Collaboration Centre (UMC). Indonesia merupakan anggota dari WHO Programme ini sejak tahun 1990, dan Badan POM RI sebagai Pusat Pharmacovigilance di Indonesia. Kegiatan ini merupakan forum internasional bagi negara anggota untuk berbagi dan bertukar pengetahuan, pengalaman dan informasi dalam hal pharmacovigilance. Dalam annual meeting tersebut secara konsisten dilakukan dengan cara atau metode yang dikembangkan secara interaktif untuk mengelaborasi partisipasi aktif seluruh negara anggota dalam menyampaikan ide dan pendapatnya. Di samping itu, WHO UMC sebagai pusat kolaborasi pharmacovigilance, telah secara produktif mengembangkan strategi dan tools berdasarkan teknologi terkini untuk memfasilitasi negara
8
anggota dalam melakukan pelaporan, analisis, searching, pemberian feedback, asistensi atau dukungan keahlian dan teknis dan lain sebagainya. Selama annual meeting, negara anggota dapat secara aktif berpartisipasi dalam menampilkan poster aktifitas pharmacovigilance yang dilakukannya dan juga presentasi terkait pharmacovigilance concerns yang menjadi perhatian di negara tersebut, dalam sesi “Problem of Current Interest” . Selain itu, terdapat sesi working group berupa diskusi kelompok sesuai dengan topik yang sudah ditentukan terkait perkembangan pharmacovigilance dan persepektif ke depan. Diskusi dalam working group ini, memberikan kesempatan negara anggota untuk menyalurkan dan melakukan pengkayaan ide untuk masa depan pharmacovigilance. Pada bagian akhir, semua yang dihasilkan dari annual meeting akan dijadikan referensi bagi WHO untuk memperkuat WHO Programme for International Drug Monitoring. Bagi Indonesia, kegiatan ini sangat bermanfaat untuk memperkuat international networking dan juga untuk memperoleh pengetahuan dan menimba pengalaman dari negara lain untuk memperkuat program pharmacovigilance, serta untuk membagi pengalaman Indonesia kepada negara anggota lainnya. Diharapkan, Indonesia dapat secara proaktif berpartisipasi dan berkontribusi dalam annual meeting di masa yang akan datang, misal dengan menjadi host. Beberapa negara anggota mengekspresikan dan menyatakan keinginannya untuk dapat berkunjung ke Indonesia di masa yang akan datang. Rencana tahun depan, Annual Meeting akan diselenggarakan pada Bulan November di Brazil.
V O LUME 2 9 , NO .2 , NOV E MBER 2 01 1
BE R I TA ME SO
SEKILAS INFORMASI KEGIATAN FARMAKOVIGILANS 2011: Penyusunan Pedoman Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi Sebelum suatu obat diizinkan beredar, harus melalui tahap yang disebut dengan evaluasi pra-pemasaran (pre-market evaluation). Evaluasi dilakukan dengan menilai aspek keamanan, khasiat dan mutu. Pada tahap ini, terdapat keterbatasan ketersediaan data terkait keamanan. Hal ini dikarenakan pada uji pre-klinik dan klinik yang dilakukan hanya dapat menggali data keamanan penggunaan obat dalam jangka waktu yang pendek, dan uji hanya melibatkan jumlah subyek tertentu dengan eksklusif – inklusif kriteria. Sementara itu, ketika obat sudah diedarkan dan digunakan oleh pasien secara luas, kita tidak dapat memprediksi sejauh mana keamanan (safety) dan khasiat yang diharapkan dari hasil uji klinik dapat dicapai pada kondisi praktik klinik sebenarnya (effectiveness), karena kondisi pasien yang berbeda. Oleh karena itu, pengawalan dan pemantauan aspek keamanan obat pasca-pemasaran menjadi suatu hal yang essential untuk dilakukan untuk mengetahui efektifitas dan keamanan pada kondisi yang sebenarnya. Dalam hal ini Industri Farmasi, sebagai penyedia produk obat, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam menjamin bahwa obat yang diedarkannya memenuhi persyaratan keamanan, efikasi, dan mutu obat. Hal ini dilakukan dengan penerapan farmakovigilans. Hal ini sesuai dengan pasal 9, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, bahwa Industri Farmasi wajib melaksanakan farmakovigilans. Sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI tersebut, Badan POM RI perlu menyusun kebijakan terkait implementasi farmakovigilans bagi industri farmasi dengan tujuan untuk menjamin keamanan obat
(ensuring drug safety) pasca pemasaran yang berdampak pada jaminan keamanan pasien (ensuring patient safety) sebagai pengguna akhir suatu obat. Badan POM RI telah menyusun strategi terkait implementasi farmakovigilans bagi industri farmasi yang telah dimulai pada tahun 20072009 berupa workshop dan sosialisasi program farmakovigilans kepada beberapa industri farmasi. Sounding program farmakovigilans tersebut dilanjutkan pada tahap penyusunan draft pedoman hingga finalisasi draft pedoman. Pada bulan Juli 2011 lalu, Badan POM telah mengadakan rapat dengan mengundang ahli, praktisi farmakovigilans industri farmasi, akademisi, perwakilan dari Kementerian Kesehatan RI, International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG) dan Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Indonesia untuk bersama-bersama membahas draft pedoman farmakovigilans. Kemudian pada akhir September lalu juga telah dilakukan pembahasan internal Badan POM RI didampingi ahli terkait untuk mematangkan draft pedoman. Pada saat Buletin ini disusun, kami sedang mensirkulasikan kembali draft atau rancangan pedoman tersebut ke industri farmasi melalui IPMG dan GP Farmasi Indonesia sebagai langkah konsultasi publik sebelum nantinya dilakukan finalisasi, dan selanjutnya secara resmi dapat di-sahkan pada tahun 2011 dan di-launch pada awal tahun 2012, sesuai yang direncanakan. Daftar Pustaka: Data Badan POM RI.
9
APA YANG PERLU DILAPORKAN
Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping akibat obat perlu dilaporkan. Laporan tidak harus didasarkan atas kepastian seratus persen adanya hubungan kausal antara efek samping dengan obat. Bila Saudara menemukan reaksi yang masih diragukan hubungannya dengan obat yang digunakan, adalah lebih baik dilaporkan daripada tidak sama sekali. REAKSI-REAKSI APA YANG SEYOGYANYA DILAPORKAN ?
Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat. Terutama efek samping yang selama ini tidak pernah / belum pernah
dihubungkan dengan obat yang bersangkutan . Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat. Setiap reaksi efek samping serius, antara lain : Reaksi anafilaktik Diskrasia darah Perforasi usus Aritmia jantung Seluruh jenis efek fatal Kelainan congenital Perdarahan lambung Efek toksik pada hati Efek karsinogenik Kegagalan ginjal Edema laring Efek samping berbahaya seperti sindroma Stevens Johnson Serangan epilepsi dan neuropati Setiap reaksi ketergantungan
Sebagai contoh klasik adalah yang berkaitan dengan obat golongan opiat; walaupun demikian berbagai obat lain dapat menimbulkan reaksi ketergantungan fisik dan atau psikis APA PERANAN LAPORAN EFEK SAMPING OBAT (ESO) SAUDARA ?
Setiap laporan ESO yang diterima dievaluasi oleh Badan POM RI sebagai Pusat MESO Nasional untuk menentukan hubungan kausal produk obat yang dicurigai dengan efek samping yang dilaporkan, menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. Indonesia telah tercatat sebagai negara anggota dalam kegiatan WHO-UMC Collaborating Centre for International Drug Monitoring. Untuk itu laporan ESO di Indonesia yang diterima oleh Pusat MESO Nasional dari Saudara, akan dikirim ke “Pusat Monitoring Efek Samping Obat Internasional” (WHO-UMC Collaborating Centre), di Uppsala, Swedia. Data ESO dari seluruh dunia yang dikirimkan termasuk dari Indonesia, selanjutnya akan masuk dalam data base Pusat MESO Internasional. Drug Regulatory Authorities (DRAs) dari negara-negara anggota saling bertukar menukar informasi berkaitan drug safety melalui email Vigimed Lists. Laporan efek samping yang dikaji/evaluasi sesuai derajat/tingkat kegawatan efek samping dan/atau insidens atau hal lain, hasilnya dapat berbentuk saran serta tindak lanjut terhadap kasus yang bersangkutan oleh pihak regulatori, dan dipublikasi di dalam bulletin BERITA MESO. Pusat MESO Nasional sangat mengharapkan dan menghargai peran aktif untuk berpartisipasi di dalam kegiatan MESO dengan cara mengirimkan laporan efek samping obat yang Saudara jumpai. DEWAN REDAKSI BULETIN BERITA MESO:
Dra. Lucky S. Slamet, MSc.; Drs. Roland Hutapea, MSc; Dra. Endang Woro, Apt, MSc.; Dr. Suharti K.S., SpFK; Prof.Dr. Armen Muchtar, SpFK; Prof.Dr. Hedi Rosmiati, SpFK; Dr. Nafrialdi, SpPD, SpFK; Dra. Yunida Nugrahanti S., Apt, MP; Dra. Herawati Apt, M.Biomed; Siti Asfijah Abdoellah, SSi, Apt, MMedSc; Dra. Warta Br. Ginting, Apt; Dra. Lela Amelia Apt., M.Epid; Rahma Dewi Handari, SSi, Apt; Zulfa Auliyati Agustina, S.KM., Reni Setiawaty, S.KM., M.Epid, Harini. ALAMAT REDAKSI BULETIN BERITA MESO:
Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Jl. Percetakan Negara No. 23 Kotak Pos No. 143 JAKARTA 10560 Telp : (021) 4245459; 4244755 ext. 111 Fax : (021) 4243605; 42883485 e-mail :
[email protected];
[email protected]
10
11