Segenap Dewan Pengurus dan Staf Karyawan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR), Mengucapkan
Selamat Nat al 25 Desember 2011
SelamatTahunBaru
Edisi Desember 2011
KHAZANAH
Peran Investor Mendorong Terciptanya Tata Kelola Perusahaan yang Baik INTERVIEW
Ir. Enny Dyah Ratnawati, MM:
“Kami Selalu Menyelipkan Materi Manajemen Risiko”
Mengelola Risiko Bisnis Pembiayaan Sepeda Motor
LENSA
Pendaftaran Perorangan bagi Bankir Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) membuka pendaftaran perorangan bagi bankir calon peserta Uji Kompetensi Manajemen Risiko (UKMR). Tujuannya, memberi kesempatan kepada para bankir untuk memperoleh sertifikat manajemen risiko tanpa menunggu pendaftaran kolektif melalui bank tempatnya bekerja. Pendaftaran ini berlaku untuk semua tingkat UKMR yang akan diikuti. Formulir dan informasi lebih lengkap dapat dilihat di website BSMR, http://www.bsmr.org
JADW JA DWA ALL BARU ARU UJ AR U I KO OMPET MP TEN MP ENSI SI M MAN ANAJ AJEM AJ EMEN MEN N RISSIK IKO 2012 201122 20 H i & Ta Har Tangg nggal ngg al UKM UKM MR
Sabtu, 21 Januari 2012 Sabtu, 18 Februari 2012 Sabtu, 24 Maret 2012 Sabtu, 21 April 2012 Sabtu, 19 Mei 2012 Sabtu, 23 Juni 2012 Sabtu, 14 Juli 2012 Sabtu, 11 Agustus 2012 Sabtu, 22 September 2012 Sabtu, 20 Oktober 2012 Sabtu, 24 November 2012 Sabtu, 15 Desember 2012
Tingka Tin gkatt UKMR UKMR
K taa UKMR Kot UKMR
I–V I – III I–V
Jakarta Surabaya Jakarta Semarang, Medan Jakarta Surabaya Jakarta Makassar Jakarta Surabaya Jakarta Medan Jakarta Semarang, Surabaya Jakarta Jakarta Surabaya Jakarta Makassar, Medan Jakarta Surabaya Jakarta Surabaya, Medan
I – III I–V I – III I–V I – III I–V I – III I–V I – III I–V I – III I–V I–V I – III I–V I – III I–V I – III I–V I – III
Batas Bat as Pendaf afftar taran an & Pem embaya yaran ra
30 Desember 2011 27 Januari 2012 02 Maret 2012 30 Maret 2012 27 April 2012 01 Juni 2012 22 Juni 2012 20 Juli 2012 31 Agustus 2012 28 September 2012 02 November 2012 23 November 2012
Catatan: Tempat dan tanggal pelaksanaan Uji Kompetensi yang tertera di atas masih dapat berubah sewaktu-waktu di sesuaikan dengan ketersediaan tempat Uji Kompetensi.
BIAYA KEPESERTAAN UJI KOMPETENSI MANAJEMEN RESIKO (UKMR) TINGKA TIN GKA KAT
Tin T in ng ngka gk gka ka kat Tin Ti Tin ng gka kat k Tin T in ng gka gk ka katt Tin T iin ng gk gka kat kat Tin T ing in gka kat
I III IIII II III IV V V
PESER PES ERT ER TA BARU AR RU U Rp Rp. p. 2. 2 000 0.00 000 000 00 Rp 3. Rp. Rp 3.000 000 000 0.0 .00 000 00 Rp Rp Rp. p. 4. 4 000 00 0.00 0 0 Rp Rp. R p 5.5 5. 5 50 50 .000 500 0 Rp 6. Rp Rp. 6 500.00 0 0
PESE PES SERTA MENG E ULANG Rp Rp p. 1..500 50 00.00 00 0.00 00 Rp p. 2..00 000 0 00 0 0.00 .0 000 Rp R Rp. p 3.000 3.000 00 00 0 0 0.0 .000 .00 .0 Rp Rp. R p.. 4. p 45 500 00.00 00 Rp Rp p. 5. 5.500.00 00
LENSA 1 : Pada tanggal 29 - 30 Oktober 2011, BSMR mengadakan pelatihan Manajemen Risiko bagi Asesor Kompetensi BSMR yang bertempat di kantor BSMR. LENSA 2 : Pada hari Selasa tanggal 1 November 2011, BSMR melakukan pertemuan dengan BARESKRIM POLRI di MABES POLRI, Jln. Trunojoyo, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan tersebut membahas wacana pelatihan Manajemen Risiko bagi para penyidik POLRI, terutama yang menangani kejahatan perbankan dan keuangan. Tampak ki-ka : KBP. Agung Setya, MSi. (KASUBDIT Tindak Pidana Pencucian Uang); Brigjen. Pol. Drs. Arief Sulistyanto, MSi., (Direktur TIPIDEKSUS BARESKRIM POLRI); Komisaris Jendral (purn) Drs. Ismerda Lebang; Drs. Sutarman, (KABARESKRIM POLRI); Gandung Troy Sulistyantoro, (Ketua Harian BSMR); Dian Kusumowardani, (Manajer Administrasi & Keuangan BSMR) dan AKBP Sonny Mulfianto, SIK, (SPRI KABARESKRIM). LENSA 3: BSMR dan Fiserv mengadakan Program Pemeliharaan Sertifikat Manajemen Risiko yang diadakan di Nikko Hotel Jakarta pada tanggal 16-17 November 2011. Workshop yang bertema Funds Transfer Pricing (FTP), RiskAdjusted Return On Capital (RAROC) & Optimal Loan And Deposit Pricing”tersebut diikut oleh 29 peserta dari kalangan perbankan di Indonesia. (Ke-4 dari kiri : Orlando B. Hanselman, Education Programs Director of Fiserv; paling kanan berdiri : Clement Ooi, Managing Director of Fiserv Asia Pacific Operations) LENSA 4: BSMR dan Fiserv mengadakan Program Pemeliharaan Sertifikat Manajemen Risiko yang diadakan di Hotel Discovery Bali pada tanggal 21-22 November 2011. Workshop yang berteme Measuring & Managing Liquidity Risk tersebut diikut oleh 15 peserta dari kalangan perbankan di Indonesia, Singapura dan Vietnam. (Tengah duduk berbatik: Gandung Troy S., Ketua Harian BSMR; tengah duduk berjas : Orlando B. Hanselman, Education Programs Director of Fiserv; ke-3 dari kanan atas: Clement Ooi, Managing Director Fiserv Asia Pacific Operations).
LENSA 1
LENSA 2
LENSA 3
LENSA 4
DARI REDAKSI
SUSUNAN REDAKSI BULETIN BSMR Penasehat: Gayatri Rawit Angreni Pelindung: Gandung Troy Sulistyantoro Penanggung Jawab/ Pemimpin Redaksi: Rahardjo S. Unggul Redaktur Pelaksana: Julianda Dewan Redaksi: Naif Ali Dahbul Sirkulasi: Dian Kusumowardani, Dewi Diah Handayani, Restu Rahayu Dewi, Taufan Iskandar Muda, Mailina, Saeful, Jellysi, Wulan, Agung, Bowo, Hans, Yohanes, Halimah ALAMAT REDAKSI Gandaria Office 8 Lantai 2 Unit D Jl. Sultan Iskandar Muda Kebayoran Lama Jakarta Selatan 12240 Telepon: (021) 2903 6680 Faksimili: (021) 2903 6681 Email:
[email protected] Website: www.bsmr.org Redaksi menerima kiriman naskah tulisan, saran pendapat dan foto. Redaksi berhak mengedit naskah tulisan tanpa mengubah maknannya.
TIDAK terasa kita sudah berada penghujung tahun b 2011 dan sebentar lagi sudah 2 memasuki tahun yang baru, m 2012. Lalu, apakah Anda sudah 2 punya rencana besar di tahun p 2012, baik rencana pribadi, 2 keluarga ataupun pekerjaan? k Atau mungkin Anda berniat A mengambil kredit kendaraan m baru lagi di tahun 2012? b Pembaca yang budiman, pertumbuhan kendaraan p bermotor di Indonesia, khususnya kendaraan roda dua alias sepeda motor memang menakjubkan. Bahkan di kota besar seperti Jakarta, sepeda motor merajai jalanan Ibukota. Menurut Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Gunadi Sindhuwinata, sepanjang paruh pertama tahun ini penjualan motor di tanah air telah menyentuh angka 4,07 juta unit atau naik 12,8 persen dibanding periode sama 2010. Selama semester pertama tahun lalu, penjualan mencapai 3,6 juta unit. Penyebabnya, selain kemudahan memperoleh “moda transportasi anti macet” tersebut, peran lembaga pembiayaan (multifinance) yang memberikan fasilitas kredit sepeda motor juga disinyalir menjadi salah satu penyebab naiknya angka penjualan sepeda motor. Lembaga ini sangat berperan dalam menaikkan angka penjualan sepeda motor di Indonesia. Apalagi, kini, 90 persen dari seluruh penjualan sepeda motor melalui kredit. Penjualan sepeda motor yang difasilitasi oleh kredit pembiayaan dari perusahaan pembiayaan memang berpotensi naiknya angka rasio kredit macet (Non-performing Loan/NPL). Di sisi lain, naiknya NPL di industri pembiayaan berpotensi membuat risiko industri perbankan meningkat juga karena sebagian besar penyalur kredit ke perusahaan pembiayaan adalah bank. Nah, disinilah manajemen risiko suatu perusahaan diuji. Bagaimana manajemen risiko itu dilakukan perusahaan pembiayaan inilah yang menjadi topik bahasan di Kajian Utama Buletin BSMR edisi kali ini. Bagi Anda yang suka olahraga pemacu adrenalin sepeda gunung, kami juga menyajikan tulisan tentang kegiatan komunitas penggila olahraga gowes ekstrim ini, lengkap dengan risiko dan cara menghadapinya. Pembaca yang budiman, kami berharap apa yang kami sajikan ini bisa bermanfaat bagi Anda. Selamat Tahun Baru, semoga sukses selalu hinggap di diri Anda. #
DESEMBER 2011
1
DAFTAR ISI 18 19
19
Yustan Aziri : “Siap ke Level Berikutnya” Raden Nuralita Pratika (Rara) : “Sangat Terbantu dengan Training di Kantor” Olivia Zoraya: “Meski Sebatas Teori Tapi Tetap Bermanfaat”
INTERVIEW
1
Dari Redaksi
SAJIAN UTAMA 3 Mengelola Risiko Bisnis Pembiayaan Sepeda Motor 8 Ini Dia Risiko-Risiko Bisnis Leasing! 10 Berkelit Dari Ancaman Kredit Macet LIFESTYE
20
Ir. Enny Dyah Ratnawati, MM: “Kami Selalu Menyelipkan Materi Manajemen Risiko”
KHAZANAH 23 Peran Investor Mendorong Terciptanya Tata Kelola Perusahaan yang Baik SEPUTAR SERTIFIKASI 26 Mengapa Harus Ada Sertifikasi Manajemen Risiko?
14
SEPEDA GUNUNG: Kombinasi Tenaga, Nyali & Otak
SWARA 18 Fajar Hariadi: “Mendebarkan Sewaktu Baca Soal Pertama”
2
DESEMBER 2011
SAJIAN UTAMA
Mengelola Risiko Bisnis Pembiayaan Sepeda Motor Di industri pembiayaan, pengelolaan manajemen risikonya belum begitu mapan seperti halnya di perbankan. Bahkan, manajemen risiko bisa dibilang hal baru di industri pembiayaan. Bagaimana perusahaan pembiayaan otomotif, khususnya pembiayaan kendaraan roda dua, mengaplikasikan manajemen risiko? Oleh: Didiek Elpe
B
agi warga Jakarta dan kaum urban yang bekerja di Jakarta, kemacetan lalu-lintas nampaknya sudah menjadi “makanan” sehari-hari. Hampir setiap hari jutaan pengendara motor dan mobil memadati jalanan di wilayah Jakarta. Keadaaan tersebut membuat jalanan Jakarta terkadang tak mampu menampung banyaknya kendaraan yang melintas. Akibatnya, macet pun terjadi di hampir
setiap jalanan ibu kota, khususnya saat jam berangkat dan pulang kantor. Berdasarkan catatan Pemprov DKI Jakarta, setiap hari setidaknya ada 1.100 pertambahan kendaraan di Jakarta. Pertumbuhan itu didominasi sepeda motor sebanyak 900 kendaraan. Polda Metro Jaya memprediksi tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta sebanyak 12.062.396 kendaraan. Sepeda motor memang merajai jalanan Ibu Kota. Maklum, setiap tahun ada peningkatan penjualan di moda kendaraan roda dua ini. Tahun ini diperkirakan meningkat 10 persen menjadi 8,1 juta dari tahun lalu yang sebesar 7,2 juta unit. “Itu angka perkiraan konservatif karena bisa lebih,”kata Gunadi Sindhuwinata, Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI). Sepanjang paruh pertama tahun ini, lanjut Gunadi, penjualan motor di tanah air telah menyentuh angka 4,07 juta unit atau
DESEMBER 2011
3
SAJIAN UTAMA naik 12,8 persen dibanding periode sama 2010. Selama semester pertama tahun lalu, penjualan mencapai 3,6 juta unit. Penjualan sepeda motor di Indonesia masih sangat menjanjikan. Penurunan suku bunga ditengarai menjadi salah satu pemicu naiknya penjualan sepeda motor. Pemicu yang lain adalah gencarnya pabrikan sepeda motor mengeluarkan produk dengan teknologi dan desain baru. Munculnya produk baru biasanya membuat orang tergoda. Mereka pun
Wiwie Kurnia, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) kemudian mengganti sepeda motor yang lama dengan yang baru. Mempunyai sepeda motor saat ini memang terbilang mudah. Hanya dengan uang muka (Downpayment/DP) ratusan ribu rupiah saja. Bahkan ada dealer yang mengiming-imingi konsumen tanpa DP, motor baru sudah bisa didapat. Prosesnya pun tak bertele-tele dan lama. Cukup dengan bukti fotocopy KTP, Kartu Keluarga (KK), Rekening Listrik, konsumen sudah bisa membawa pulang sepeda motor yang diinginkannya. Hadirnya lembaga pembiayaan (multifinance) yang memberikan fasilitas kredit sepeda motor juga disinyalir menjadi salah satu penyebab naiknya angka penjualan sepeda motor. Lembaga ini
4
DESEMBER 2011
sangat berperan dalam menaikkan angka penjualan sepeda motor di Indonesia. Apalagi, kini, 90 persen dari seluruh penjualan sepeda motor melalui kredit. Kue bisnis sepeda motor memang menggiurkan bagi perusahaan pembiayaan. Lihat saja PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM Finance), bisa menggaet laba bersih sekitar Rp 2 triliun untuk periode Januari-September 2011. Dari yang dipublikasikan media pada September 2011 lalu, terlihat bahwa untuk rentang waktu sembilan bulan 2011, perusahaan pembiayaan itu mencatat pembiayaan sepeda motor baru sebanyak 424 ribu unit. Angka itu setara dengan pembiayaan Rp 5,2 triliun. Perusahaan pembiayaan sepeda motor merk Honda, PT Federal International Finance (FIF) juga sudah ambil ancang-ancang untuk tahun 2012. FIF sedang giat-giatnya mencari pinjaman perbankan untuk menutup kebutuhan dana tahun depan sebanyak Rp 23 triliun. Presiden Direktur FIF Suhartono menyebut, angka tersebut dihitung berdasarkan proyeksi konservatif tumbuh 10 – 15 persen di atas kebutuhan dana tahun ini, yaitu Rp 20 triliun. Per Agustus, FIF membukukan aset on balance sheet Rp 16,2 triliun. Suhartono berharap aset bisa terus tumbuh hingga Rp 16,8 triliun sampai akhir tahun. Direktur Pemasaran FIF Hendry Christian Wong juga optimistis pembiayaan sampai akhir tahun bisa menembus Rp 21 triliun. Angka ini di atas target yang ditetapkan, yaitu Rp 20 triliun. Optimisme itu didasarkan pada penyaluran pembiayaan per Agustus yang sudah mencapai Rp 13,19 triliun, atau meningkat 22,2 persen dari periode yang sama tahun lalu. Sekedar catatan, realisasi pembiayaan tahun lalu senilai Rp 16,96 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Wiwie Kurnia menyebutkan kekuatan daya beli masyarakat dan laju pertumbuhan industri otomotif menjadi mesin pendorong industri pembiayaan. “Penyaluran pembiayaan naik 20 persen sampai dengan akhir tahun 2010. Tahun 2011, industri pembiayaan masih terus tumbuh 20 30 persen. Jika suku bunga pembiayaan naik, penurunan penyaluran dana tidak bisa dihindarkan. Ini yang harus diantisipasi oleh perusahaan pembiayaan,” tegas Wiwie. “Di sinilah manajemen risiko suatu perusahaan diuji. RISIKO KENAIKAN NPL Memiliki sepeda motor saat ini memang sangat mudah. Dengan uang muka (down payment atau DP) Rp400 ribu atau Rp500 ribu saja, bahkan ada dealer yang mengiming-imingi konsumen tanpa DP, orang sudah bisa membawa pulang sebuah sepeda motor baru dengan kisaran harga Rp11 juta-Rp15 juta. Cicilan bisa dibayarkan dengan jangka waktu 12-36 bulan dengan besaran mulai dari Rp350 ribu hingga Rp600 ribu. Prosesnya pun mudah dan cepat. Cukup dengan bukti fotocopy KTP, Kartu Keluarga (KK), Rekening Listrik, konsumen sudah bisa membawa pulang sepeda motor yang diinginkannya. Sebenarnya, mereka yang mengerti hitung-hitungan kredit sepeda motor ini, bunga yang diberikan perusahaan pembiayaan cukup tinggi, terutama untuk yang berani memasang uang muka rendah. Maklum, perusahaan pembiayaan harus
Gunadi Sindhuwinata, Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menelan risiko tinggi bila terjadi kredit macet. Kendati demikian, khususnya kalangan menengah ke bawah, tak begitu mempermasalahkan bunga yang tinggi itu asalkan mereka masih mampu membayar cicilan. Spread bunga yang didapat perusahaan pembiayaan dengan memberikan kredit sepeda motor ini memang cukup besar. Biasanya, bunga yang diterima perusahaan pembiayaan dari bank berkisar 14 – 15 persen. Sedangkan, bunga yang dibebankan perusahaan pembiayaan kepada konsumen berkisar 30 – 40 persen. Sungguh bisnis yang sangat menguntungkan. Tentu bila tak macet. Wahana Otto Multiartha (WOM), misalnya, memberikan suku bunga 29 – 31 persen kepada konsumen. Penentuan bunga berdasarkan kemampuan nasabah dan nilai sepeda motor. Hal yang sama juga diungkapkan kubu Bussan Auto Finance (BAF). Pembiayaan yang satu ini tidak pernah mau ikut perang DP atau perang tarif. Kuncinya hanya menerapkan DP minimal sebesar 25 persen. Itu merupakan salah satu cara penyeleksian nasabah untuk mengantisipasi terjadinya kredit macet.
DESEMBER 2011
5
SAJIAN UTAMA Masalahnya, beberapa perusahaan pembiayaan justru banyak yang mendobrak aturan ini. Perang DP dilakukan secara jorjoran. Makanya, ketika terjadi lonjakan permintaan, khususnya menjelang Lebaran, biasanya diikuti dengan kenaikan rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) pasca-Lebaran. Hal itu diakui beberapa pelaku bisnis pembiayaan sebagai kejadian yang selalu berulang setiap tahun. Lalu, apa biasanya yang menyebabkan terjadinya kredit macet? Salah seorang nasabah yang mengredit sepeda motor di salah satu perusahaan pembiayaan mengakui, dia sering kali terlambat membayar cicilan saat menjelang Lebaran dan pasca-Lebaran. Menurut dia, hal itu terjadi karena biasanya kebutuhan menjelang Lebaran selalu menjadi prioritas utama ketimbang mencicil sepeda motor. Nah, setelah Lebaran, kocek pun sudah sangat tipis dan membuat dia menunda membayar cicilan sepeda motor. Langkah apa yang diambil perusahaan pembiayaan ketika nasabah mulai membandel membayar cicilan? Sistem dan prosedur yang diterapkan BAF bila terjadi penunggakan cicilan oleh nasabah adalah mulai dari melayangkan surat, menelepon, sampai dengan penarikan sepeda motor. Penarikan (sepeda) motor dilakukan jika dua kali berturut-turut nasabah tidak melakukan pembayaran cicilan. Ada dua kemungkinan yang akan dihadapi perusahaan pembiayaan jika menarik sepeda motor. Kalau uang mukanya rendah, sementara sepeda motor baru dicicil dua hingga tiga kali, perusahaan pembiayaan kemungkinan bisa rugi. Tapi, bila uang mukanya tinggi atau sepeda motor sudah dicicil 12 hingga 24 kali, kerugian bisa ditutup. Kalaupun rugi, tidak terlalu besar. Untuk mengantisipasi kredit macet, ada perusahaan pembiayaan yang mengaku
6
DESEMBER 2011
menaikkan besaran uang muka menjadi dua kali lipat. Ada pula yang memperketat penyeleksian dokumen persyaratan pengajuan kredit. PRINSIP KEHATI-HATIAN Wimboh Santoso, Direktur Bank Indonesia pernah mewanti-wanti untuk mewaspadai naiknya NPL pada perusahaan pembiayaan yang kurang selektif dan manajemen risikonya kurang baik. Menurut dia, naiknya NPL perusahaan pembiayaan mudah terjadi karena pertumbuhan industri yang sangat cepat tidak dibarengi dengan pertumbuhan manajemen risiko masing-masing perusahaan. Dia menuturkan naiknya NPL di industri pembiayaan berpotensi membuat risiko industri perbankan meningkat juga karena sebagian besar penyalur kredit ke perusahaan pembiayaan adalah bank. Meskipun jumlah pembiayaan besar, lanjutnya, beberapa perusahaan pembiayaan mampu menjaga kredit bermasalahnya (non-performing loan/NPL) karena adanya mitigasi risiko yang bagus dan ketat. Seorang ekonom pernah berujar, aplikasi manajemen risiko (risk management) oleh perusahaan pembiayaan (multifinance) masih terbilang minim. Mestinya, kata dia, multifinance harus menerapkan sistem manajemen risiko seperti yang diterapkan bank sebagai perusahaan induknya. Ryan Kiryanto, sang ekonom itu menilai, penerapan risk management pada multifinance yang merupakan anak perusahaan bank kurang teraplikasi. “Sebaiknya diwajibkan penerapan sistem risiko manajemen yang terafiliasi dengan bank sebagai induk perusahaan,” ujarnya waktu itu. Ryan menambahkan, pemberlakuan sistem itu sangat penting. Jika suatu saat muncul masalah pada perusahaan
pembiayaan itu, dia tidak akan memberi ekses pada bank sebagai induk perusahaan. “Akan lebih fair jika perusahaan pembiayaan yang terafiliasi dengan bank juga menerapkan prinsip manajemen risiko dan good corporate government,” katanya. Menurut Ryan, Bank Indonesia (BI) selaku pengawas perbankan harus menerapkan pengawasan yang holistik. “Bukan hanya bank yang dilihat (pengawasannya-Red), tetapi juga anakanak perusahaan yang terkait. Terutama jika bank itu memiliki saham dominan, yang artinya memiliki laporan keuangan yang terkonsolidasi,” ujarnya. Dalam beberapa kasus, kondisi multifinance sebagai anak usaha sangat memberatkan bank. Sebab multifinance masih terlambat menerapkan prinsipprinsip yang dapat mencegah risiko. Karena itu, bank sebagai induk harus mendorong anak usahanya menjalankan segala prinsip kehatihatian. Ryan menegaskan, pengaturan prinsip kehati-hatian pada anak usaha juga harus dikoordinasikan dengan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK).”Untuk industri non banking (multifinance-Red) harus diatur oleh Bapepam-LK, bukan BI. Dia (Bapepam-LK-Red) harus agresif pada perusahaan nonperbankan itu agar mereka mengimplementasikan prinsip kehatihatian,” katanya. Sebenarnya, masih menurut Ryan, motif bank membentuk anak usaha multifinance lebih sebagai strategi bisnis. Kecenderungan ini didorong rencana penerapan universal banking. Dengan demikian, bank dapat masuk dalam industri non banking, seperti perusahaan pembiayaan, asuransi, atau sekuritas. “Dengan adanya anak perusahaan ini, nasabah-nasabah yang tidak bisa diakomodasi sistem perbankan bisa lewat sistem nonbank. Anak usaha itu menjadi compliment atau substitusi,” katanya. Selain itu, dalam membentuk anak usaha, bank harus memperhatikan penempatan orang-orang yang akan mengawasi kinerja anak usaha itu. “Hal ini perlu agar manajemen yang dijalankan anak usaha itu dapat terkontrol sehingga dapat mencegah atau mengurangi potensi masalah,” tandas Ryan. #
DESEMBER 2011
7
SAJIAN UTAMA
Ini Dia Risiko-Risiko Bisnis Leasing!
S
ecara umum, berbagai rIsiko yang mempengaruhi kinerja perusahaan pembiayaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut Risiko Mikro dan Risiko Makro. Berikut penjelasan risiko-risiko tersebut. A. RISIKO EKONOMI MIKRO 1. Risiko Pembiayaan Risiko pembiayaan muncul ketika konsumen atau debitur mengalami kesulitan dalam membayar angsuran tepat pada waktunya. Risiko ini dapat meningkat saat jumlah pinjaman semakin bertambah. Pemantauan intensif terhadap saldo pokok pinjaman merupakan hal yang kritis dalam upaya menghindari risiko pembiayaan Risiko pembiayaan ini akan selalu menjadi sebuah faktor dalam pertumbuhan bisnis. Maka mengelola dan meminimalisasi risiko tetap harus menjadi fokus utama perusahaan. 2. Risiko Pendanaan Risiko pendanaan akan muncul saat perusahaan menemui kesulitan dalam mendapatkan sumber dana, baik dalam bentuk pinjaman maupun pendanaan bersama. Kesulitan eksternal tersebut akan mempengaruhi perkembangan Perusahaan, dan membatasi kemampuan untuk menawarkan fasilitas pembiayaan kepada konsumen. Risiko dapat juga
8
DESEMBER 2011
berupa ketidaksesuaian atas jangka waktu sumber dana dengan jangka waktu pembiayaan maupun tingkat bunga yang diperoleh dengan tingkat bunga yang ditetapkan kepada konsumen yang berakibat pada tidak sesuainya arus kas hingga mempengaruhi perkembangan perusahaan. 3. Risiko Persaingan Setelah krisis ekonomi di Indonesia yang tak terduga pada tahun 1998, sejumlah perusahaan pembiayaan terperangkap dengan lonjakan suku bunga tetap. Ini sangat bermasalah untuk mereka yang memfokuskan pada factoring & leasing serta produsen alat-alat berat. Sejak itu, perusahaan pembiayaan mulai beralih, menyusun strategi untuk sektor pembiayaan konsumen. Akhirnya, pada tahun 2001, pembiayaan konsumen adalah satusatunya sektor yang terus berkembang dalam bidang pembiayaan -bermula dari pembiayaan sepeda motor dan mobil. Bisnis tersebut terus berkembang hingga sekarang, dan telah manjadi bagian penting dari perkembangan bidang pembiayaan di Indonesia. Aspek yang lain dari kegiatan ekspansi pembiayaan konsumen adalah setiap perusahaan pembiayaan di Indonesia menghadapi persaingan yang semakin tajam.
pertumbuhan ekonomi, lonjakan inflasi, tingkat suku bunga yang sangat tinggi, fluktuasi mata uang atau bahkan harga energi yang tinggi. Semua faktor yang seperti tidak mempunyai hubungan satu sama lain ini dapat memberi efek negatif bagi kinerja Perusahaan. 2. Risiko Sosial dan Keamanan Perkembangan sosial yang negatif di Indonesia (seperti huru-hara dan kerusuhan sosial yang lain) mempunyai pengaruh negatif untuk bisnis. Untuk itu, perkembangan bisnis strategis atau peningkatan jumlah cabang harus dipelajari dengan teliti, sambil mengawasi keadaan sosial dan keamanan. 4. Risiko Operasional Risiko operasional berhubungan dengan kontrol dan prosedur. Jika ditambah dengan kerusakan sistem komputer atau kesalahan prosedur di tempat kerja, akan mengakibatkan efek negatif pada mutu layanan dan pengontrolan operasional. Jika kesalahan tersebut tidak terdeteksi atau tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang lama, quality control dan layanan bagi konsumen akan menderita -begitu juga dengan keuntungan dan reputasi Perusahaan. B. RISIKO MAKRO EKONOMI 1. Risiko Perekonomian Berbagai risiko ekonomi mempunyai hubungan erat dengan kondisi umum perekonomian nasional, perubahan tak terduga seperti penurunan tingkat
3. Risiko Kebijaksanaan Moneter dan Fiskal Kebijaksanaan moneter dan fiskal dapat mempengaruhi operasional Perusahaan Dalam era keuangan yang ketat, Perusahaan harus dapat mengimbangi efek kebijaksanaan tersebut dengan mencari sumber dana alternatif, seperti pasar modal atau sumber dana luar negeri. Sumber dana yang lancar akan memberi pengaruh jangka panjang yang baik untuk sebuah pemimpin pasar. Dalam waktu yang sama, seluruh peningkatan suku bunga harus bisa diimbangi dengan strategi pendanaan yang terpadu; pendek kata, Perusahaan harus terus menerus mencari strategi pendanaan yang kreatif dan menghasilkan. # (Diolah dari berbagai sumber)
DESEMBER 2011
9
SAJIAN UTAMA
Berkelit dari Ancaman Kredit Macet Kredit macet menjadi ancaman yang paling menakutkan bagi bisnis pembiayaan sepeda motor. Namun lewat penerapan manajemen risiko bisa sukses jika pihak yang terlibat di dalamnya serius menerapkannya. Oleh: Didiek Elpe
S
ebuah X-Banner yang lumayan besar, kira-kira setinggi 1.5 meter yang terdapat di ruang tunggu antrian pembayaran Adira Multifinance menarik perhatian Andi ketika mengantarkan seorang teman membayar cicilan sepeda motor miliknya. Isinya adalah sebuah informasi program pemberian hadiah kepada customer Adira yang berkaitan dengan kredit sepeda motor. Program tersebut berisi ajakan kepada customer Adira untuk melakukan pembayaran angsuran tiap bulan secara rapelan. Maksudnya adalah jika pembayaran angsuran normal sebulan satu kali, maka di program tersebut customer diajak untuk membayar angsuran sebulan lebih dari satu bulan cicilan. Di banner tersebut terdapat informasi jika cicilan dua bulan dirapel dalam satu bulan, maka customer akan mendapatkan satu lembar kupon undian, jika cicilan 3 bulan dirapel dalam 1 bulan maka kupon yang diperoleh adalah 2 lembar. Namun, tidak ada keterangan jika rapelan lebih dari
10
DESEMBER 2011
empat bulan, mungkin saja ada semacam kelipatan. Selain hadiah yang ditawarkan lumayan oke, yaitu sepeda motor keluaran baru sebagai hadiah utamanya, yang membuat program tersebut menarik adalah tujuan lain di belakangnya. Bagi customer, program ini semacam apresiasi penghargaan oleh pihak leasing kepada mereka karena menjadi customer-nya, walaupun sebenarnya lebih karena pilihan dealer-nya saja. Tapi sah-sah saja, apalagi untuk ukuran di daerah, hadiah berupa sepeda motor sudah tentu akan sangat menarik perhatian.
Bagi Adira sendiri tujuan diadakan program tersebut nampanya lebih dari sekedar apresiasi kepada customer, namun sebenarnya adalah salah satu cara untuk mengurangi terjadinya kredit macet. Sudah menjadi rahasia bersama, bahwa masalah utama leasing adalah banyak sekali kredit macet yang mengakibatkan banyak motor yang akhirnya ditarik (atau dirampas?). Jadi, dengan rangsangan berupa hadiah (namun syaratnya adalah membayar lebih banyak cicilan dalam sebulan) bisa menjadi win-win solution bagi kedua belah pihak. Customer dapat kesempatan memperoleh motor gratis dan hadiah lainnya, Adira sendiri dapat mengurangi resiko kredit macet. MENAIKKAN DOWN PAYMENT Belakangan ini, Bank Indonesia (BI) memang sedang berwacana agar perusahaan pembiayaan untuk menaikkan angka Down Payment (DP) semua kendaraan yang ditawarkan ke masyarakat. BI akan mengkaji kenaikan uang muka untuk mencegah gelembung ekonomi (economic buble). Untuk itu, bank sentral rencananya akan menerapkan kebijakan loan to value ratio (LVR) dengan menaikkan uang muka menjadi 30 persen. Artinya bank atau perusahaan pembiayaan akan mengucurkan kredit maksimal 70 persen. Kebijakan ini bertujuan untuk menekan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL). Perusahaan pembiayaan sendiri tampaknya tidak mengkhawatirkan isu bubble, meski pertumbuhan pembiayaan saat ini sudah melesat tinggi. Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) juga mengaku keberatan bila regulator mengatur down payment alias uang muka pembiayaan. Ketua APPI Wiwie Kurnia bilang, pertumbuhan yang terjadi di industri pembiayaan masih sesuai dengan koridor
pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Apa salahnya kalau ekonomi tumbuh, yang beli mobil dan sepeda motor juga tumbuh,” kata Wiwie beberapa waktu lalu. Wiwie juga berpendapat bubble tidak ada kaitannya dengan uang muka. “Bubble atau tidak, uang muka pasti kita atur,” ujarnya. Wiwie menambahkan, hal paling penting bukan soal besaran uang muka, tapi siapa si debitur multifinance tersebut. Karena itu, Wiwie berharap pemerintah sebagai regulator tidak mengeluarkan aturan mengenai uang muka pembiayaan dan menyerahkannya pada masing-masing perusahaan. Ia memperkirakan, jika uang muka harus minimal 30 persen, bisnis pembiayaan bisa stop. “Penjualan mobil, misalnya, bisa turun sampai 50 persen,” ujar Wiwie. Imbauan BI untuk menaikkan uang muka (down payment/DP) pada kredit kendaraan bermotor ditengah kekhawatiran bubble industri automotif rupanya juga tidak terlalu dipusingkan oleh PT Federal Internasional Finance (FIF). Perusahaan pembiayaan sepeda motor khusus Honda ini mengaku sudah memiliki sejumlah perhitungan yang matang ketika akan menyalurkan kredit kepemilikan sepeda motor untuk nasabahnya. “Itu kan masih wacana. Tapi intinya pembiayaan sepeda motor, mempunyai perhitungan risiko masing-masing. Kami yakin pada pengalaman 22 tahun multifinance kita punya banyak skali data, analisa, menerapkan strategi dan risiko, “ ujar Division Head Finance, Treasury and Funding FIF Djap Tet Fa. Dia pun memaparkan bahwa pemberian DP rendah tidak diberlakukan pada semua segmen nasabah FIF. Hanya sebagian saja nasabah FIF yang bisa mengakses DP di bawah lima persen. “Kita punya segmen per wilayah, per tipe motor, dan per pekerjaan. Kita menawarkan DP yang bervarfiasi. DP rendah enggak keseluruhan tapi kita pilih segmen
DESEMBER 2011
11
SAJIAN UTAMA tertentu,” tambahnya. Hingga saat ini jumlah DP kepemilikan sepeda motor FIF masih berada dikisaran 11 persen secara keseluruhan. Sementara itu untuk angka non performing loan (NPL) juga mengalami penurunan yaitu 1,45 persen. APLIKASI RISK MANAGEMENT Ketua APPI Wiwie Kurnia, yakin bahwa ketakutan akan terjadinya kredit macet di multifinance yang sangat besar tidak akan terjadi. “Kekhawatiran adanya kredit macet yang terjadi secara besar-besaran sangat kecil kemungkinannya, karena kami (multifinance--Red) sudah tumbuh
sejak lama sekali, sehingga sangat teruji kondisinya,” ujarnya. Dia menambahkan, setiap multifinance telah menerapkan risk management secara internal, sehingga terjadinya kredit macet secara besar-besaran sangat kecil kemungkinannya. Fenomena masyarakat yang membeli sepeda motor secara kredit hanya untuk keperluan sesaat kemudian tidak membayar cicilannya, nampaknya juga telah diantisipasi pihak leasing. Adira Finance misalnya, sudah menerapkan sistem risk-management atau manajemen risiko untuk mengurangi tingkat
12
DESEMBER 2011
kemacetan kredit. Bahkan, kini lembaga leasing lebih ketat lagi dalam melakukan seleksi penyaluran kredit kendaraan bermotor. “Sebelum calon nasabah disetujui menjadi debitur, kami melakukan sejumlah pengecekan, termasuk proteksi administrasi yang ketat. Langkah ini untuk memperkecil risiko kredit macet dan jumlah konsumen yang tidak mampu membayar kredit sepeda motor,” ujar Taofik Abdurracman, manager Adira Finance Jawa Barat. Meski demikian, sejatinya penerapan manajemen risiko bisa sukses jika pihak APPI, ATMP/Dealer dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Konsumen/ Kreditur dan Pemerintah sebagai regulator serius dalam menerapkannya. Di sisi perusahaan atau lembaga pembiayaan, misalnya, harus tegas dan tidak mentolerir pengajuan kredit kreditur yang pernah wanprestasi di suatu lembaga pembiayaan lainnya (dan belum ada clearance atas hutangnya). Kalau perlu dengan mendaftarhitamkan (Black List Customer) kreditur wanprestasi pada APPI. Dengan demikian APPI dapat membagi kepada semua lembaga pembiayaan di bawah asosiasinya. Ini tentu dapat memberikan efek jera pada kreditur-kreditur “nakal” hingga tidak bisa mengajukan kredit motor lagi. Sayangnya, pada kenyataan yang terjadi saat ini, banyak masyarakat yang mengalami kredit macet/wanprestasi tetap dapat menggadaikan objek kredit di satu lembaga pembiayaan, bahkan masih bisa mengajukan kredit lagi di lembaga pembiayaan lainnya. Hal ini yang menyebabkan mengapa pengajuan kredit sepeda motor dengan uang muka rendah atau bahkan tanpa uang muka sangat beresiko tinggi, padahal harapan dari lembaga pembiayaan adalah agar bisa membantu calon kreditur kelas bawah bisa memiliki sepeda motor baru/ bekas dan meraih keuntungan.
PESAN BAGI KONSUMEN
M
embeli dangan cara kredit sudah merupakan hal yang sangat biasa di masyarakat, khususnya kredit sepeda motor. Setiap orang dapat mengajukan kredit kepemilikan sepeda motor dengan sangat mudah dan murah. Ditunjang lagi semakin banyaknya perusahaan pembiayaan. Pada saat ini justru terjadi kondisi surplus/over supply, di mana perusahaan pembiayaan mengalami kelebihan dana untuk dibelanjakan, maka yang terjadi perusahaan pembiayaan berlomba-lomba untuk mendapatkan konsumen dengan berbagai cara. Salah satunya dengan program uang muka yang sangat murah ataupun angsuran yang bersaing, dengan harapan dapat menambah volume penjualan, dalam hal ini bertambahnya jumlah konsumen yang mengajukan kredit sepeda motor. Dengan keadaan yang seperti ini mengakibatkan masyarakat cenderung untuk memiliki sepeda motor dengan cara kredit yang terkadang tidak lagi mempertimbangkan kemampuan keuangan mereka. Dampaknya juga akan sangat terasakan oleh pihak pembiayaan. Sebab bila semakin banyak konsumen mereka yang tidak sanggup untuk membayar cicilan atau angsuran perbulannya, untung yang diharapkan bisa tidak tercapai malah justru kerugian yang akan mereka (perusahaan pembiayaan) peroleh. Karena sebenarnya semakin tinggi tingkat konsumen yang diberikan kredit, maka semakin tinggi pula risiko yang harus ditanggung oleh perusahaan leasing. Namun begitu, bagaimanapun, jika motor sampai tertarik oleh perusahaan pembiayaan karena konsumen tidak mampu membayar lagi angsuran (kredit macet), konsumen juga yang paling menderita kerugian. Maka dari itu, sebaiknya sebelum Anda memutuskan untuk mengajukan kredit kendaraan (khususnya motor) harus dipertimbangkan tingkat kemampuan keuangan Anda dengan baik, walaupun Anda tidak pernah tahu keadaan atau kemampuan keuangan Anda dikemudian hari, paling tidak resiko motor ditarik bisa diperkecil. ** Dengan kata lain proses pembelajaran pada masyarakat/kreditur tidak akan pernah berhasil jika lembaga-lembaga pembiayaan dan asosiasinya, ATPM dan asosiasinya menutup sebelah mata dalam mengatasi hal ini. Memang dalam memfasilitasi agar lembaga-lembaga pembiayaan bersedia memberikan daftar kreditur wanprestasinya (Black List Customer) harus ada peranan dari pemerintah, dalam hal ini BI dan Bapepam-LK. Sebab tidak semua lembaga pembiayaan mau membuka database black list customernya, yang kata
mereka merupakan rahasia perusahaan. Disinilah peranan pemerintah, agar mengharuskan dengan nyata bukan hanya dalam kata dalam undang-undang saja, perlu audit/pemeriksaan yang detail, agar lembaga-lembaga pembiayaan wajib mematuhinya. Jika hal ini dapat terlaksana maka setidaknya banyak hal yang terbantu untuk menekan kerugian, maka menejemen resiko yang sebenarnya dapat berjalan baik, bukan sekedar suatu divisi kosmetik yang wajib ada hanya karena desakan dari BI. **
DESEMBER 2011
13
LIFESTYLE Oleh Amrih H. Aminanto
K
ulit wajah Hanny terlihat hitam berkilat memantulkan cahaya petromaks yang menyinari keringat di wajahnya. Bau tanah basah setelah hujan bersama turunnya malam menemani Hanny menyeruput teh manis di Mpok Cafe, sebuah warung di belokan Jalan Bumi Serpong Damai, Jombang, Banten. Gadis berusia dua puluh tahun itu duduk santai di balai-balai warung. Asyik bercanda bersama Jajang, Wahyu, dan Ari. Cerita pun mengalir. Mulai dari salah seorang kawan yang apel ke rumah pacarnya di Malang, Jawa Timur, dengan naik sepeda dari Jakarta, hingga rencana mereka bersepeda gunung di malam hari. Tidak terlihat kalau beberapa menit lalu otot-otot mereka mengeras di atas sepeda, seiring turunan dan tanjakan sejauh 6,3 km di sekitar Desa Lengkong Gudang Timur, Jombang, yang
kini masuk Provinsi Banten. “Adrenalin,” kata Hanny singkat tentang alasannya bersepeda di alam. Risiko tercebur sungai atau nyungsep ke sawah dianggap biasa. Sebanding dengan kenikmatan pacuan adrenalin, misalnya, saat melihat longsoran tanah yang membentuk turunan curam berbelok. Apalagi ketika perjalanan dikelilingi hijaunya alang-alang, sawah yang membentang, udara segar, dan suara sungai mengalir di bawah jembatan bambu yang dilewati sepeda, lengkaplah sudah alasan Hanny untuk jatuh cinta pada sepeda gunung. Hanny hanya salah satu dari penggemar sepeda gunung yang semakin hari semakin marak ini. Ia sering berkumpul dengan komunitas Jalur Pipa Gas yang
SEPEDA GUNUNG: Kombinasi Tenaga, Nyali & Otak Bila Anda berpikir bahwa sepeda gunung adalah olah raga dengan risiko terlalu tinggi, Anda tidak seluruhnya benar. Dengan kecermatan dan perhitungan matang, sepeda gunung adalah olah raga yang berbalut kesenangan, rekreasi, sekaligus seni.
14
DESEMBER 2011
bermarkas di Mpok Cafe. Setiap Minggu, ada sekitar 200 penggemar sepeda yang mangkal di sana. “Enggak cuma di sini saja, di Jakarta, tuh, kira-kira ada 50 klub sepeda, mulai dari di kompleks-kompleks sampai di kawasan perkantoran seperti di Sudirman,” kata Kesawadjati, Ketua Komunitas Jalur Pipa Gas (JPG). Acap bertemu di pinggiran kota, berbagai kelompok ini setiap Minggu bertemu untuk bersepeda. Sebut saja Chepot Cycling Club di kawasan Sasak Panjang, Bogor; kelompok Fuzzy Riders di Perumahan Villa Nusa Indah; kelompok Goestrust MTB Cycling Club di Pamulang; hingga KDS Andrenaline di Papua; dan berbagai kelompok lain penggemar kejutan adrenalin. Umumnya mereka tidak ada lelahnya mencari tantangan baru dengan mencari jalan-jalan off road untuk ditaklukkan. Wei Min dan 16 temannya dari Boloo2 Racing Team, misalnya, belum lama mencoba trek Cidahu-Kawah Ratu-Cidahu. “Naiknya, kami hanya butuh waktu 4 jam. Pukul 5 sore kami turun lagi untuk pulang ke base camp di Cidahu. Di tengah jalan turun hujan deras, hingga sulit bagi kami membedakan yang mana sungai kecil dan yang mana jalur pendakian. Semua tertutup air,” cerita Wei Min. Risiko paling menakutkan saat itu adalah terpeleset ke jurang. Akhirnya, karena tanpa bekal makanan dan perlindungan diri yang cukup, mereka
yang notabene sudah berpengalaman menyusuri lintasan di malam hari itu, terpaksa meninggalkan sepeda mereka, yang satu unitnya mencapai puluhan juta, di hutan. Pukul 01.00 dinihari, mereka baru tiba di base camp. Cerita Wei Min hanya secuil penderitaan, selebihnya kesenangan. Kesenangan saat melakukan manuver di antara akar-akar pohon, menggilas batubatu besar, merayap di sisi bukit, bahkan meloncati tebing terjal bagai seekor harimau. Bila sesekali harus memanggul sepeda saat melintasi sungai deras, itu wajar. Ketika tiba di tempat tujuan, Anda boleh menengadah ke langit dengan tersenyum, merasakan betapa hebatnya kemampuan Anda. “Sepeda gunung mewakili tiga hal paling penting dalam hidup Anda: tenaga, nyali, dan otak,” begitu rumus Wei Min, koordinator Semeru Bike, organisasi pecinta sepeda gunung yang tersebar di kota Bogor, Jakarta, Bekasi, Karawang, dan Bandung. “Anda tak boleh membiarkan satu dari ketiga hal ini lebih dominan. Tenagatenaga Anda takkan sanggup menggenjot pedal, tanpa nyali Anda tak akan pernah sampai garis finis, dan tanpa otak Anda bisa-bisa pulang digotong tandu!” lanjutnya. Menantang sekali? Ya, dan agar Anda bisa menikmati petualangan besar ini, lalu tersenyum bangga lantaran berhasil keluar sebagai pemenang. RISIKO CEDERA Menjamurnya klub-klub sepeda belakangan ini mendorong semakin banyak kaum urban yang bersepeda menembus medan-
DESEMBER 2011
15
LIFESTYLE medan offroad di kala akhir pekan. Bahkan popularitas sepeda, terutama sepeda gunung (MTB), kini tak hanya merambah perkotaan tapi sudah juga menyasar kalangan yang tinggal di pinggiran kota. Aktivitas bersepeda kini tak hanya dilakukan untuk transportasi ke tempat kerja, tapi juga sebagai alat untuk kegiatan olahraga yang tingkat risikonya setara dengan sepak bola, menyelam dan pemandu sorak. Berdasarkan sebuah penelitian terbaru, bersepeda menerobos medan-medan di kawasan hutan atau lereng bukit akan mengundang cedera tulang belakang. Satu dari enam kasus cedera yang diteliti termasuk cukup parah yang dapat mengakibatkan kelumpuhan total. “Orang perlu tahu bahwa kegiatan yang mereka pilih itu unik dan mengundang risiko spesifik,” kata Dr Marcel Dvorak, dari University of British Columbia di Kanada. “Helm tidak akan melindungi Anda dari cedera, juga tidak akan mengenakan baju ala Ninja Turtle untuk melindungi tubuh.” Penelitian sebelumnya telah menggambarkan mengenai cedera yang diderita pengendara sepeda gunung dan cedera tulang belakang dalam berbagai kegiatan olahraga. Tapi tak satu pun studi yang mengevaluasi risiko spesifik dari cedera tulang punggung pada pengendara sepeda gunung. Dvorak dan koleganya mengidentifikasi 102 laki-laki dan 5 wanita yang menjalani perawatan di pusat perawatan tulang belakang British Columbia antara 1995 dan 2007 setelah mereka mengalami kecelakaan saat bersepeda gunung. Pasien itu rata-rata berusia 33 tahun dan semuanya kecuali dua orang adalah pengendara sepeda gunung untuk rekreasi, kata tim peneliti seperti dilaporkan dalam The American Journal of Sports Medicine. Tim peneliti tidak dapat menghitung risiko cedera tulang punggung pada penggemar sepeda gunung itu, tetapi selama
16
DESSEMBER 2011 DESEMBER
masa studi 13 tahun, angka risiko tahunan adalah satu dari 500.000 penduduk British Columbia. Para pengendara sepeda gunung menyumbang 4 persen dari seluruh kasus trauma tulang belakang yang dirawat di pusat perawatan itu. Bedah diperlukan bagi sekitar duapertiga pengendara sepeda gunung yang cedera. Tapi cedera paling buruk tercatat 40 persen yang mengenai sumsum tulang belakang. Dari jumlah tersebut, lebih dari 40 persen menyebabkan kelumpuhan total. Patah tulang pergelangan tangan dan retak pada tulang wajah adalah cedera yang umum dialami Sebagian besar penggila offroad dengan sepeda gunung mengalami cedera akibat terpelanting melewati setang atau jatuh dari ketinggian. Dalam kedua skenario itu, akibatnya paling sering adalah benturan keras pada kepala yang kemudian memicu trauma ke leher dan tulang punggung. “Semakin tinggi melompat atau jatuh, semakin tinggi risikonya.” Yang mengejutkan, para peneliti tidak menemukan hubungan antara mengenakan helm dan tingkat keparahan cedera secara keseluruhan pada pengendara sepeda gunung. “Helm yang baik dapat mencegah cedera pada kepala, tetapi helm ini jelas tidak dapat melindungi leher Anda,” kata Dvorak. Untuk itu, bagi para penyuka kegiatan offroad dengan sepeda gunung, terutama bagi pemula, sebaiknya melakukan survei medan lebih dulu ketimbang terjun langsung. Hal ini berguna untuk mengukur tingkat kesulitan medan yang harus dilalui nanti. Selain itu, segala perlengkapan keamanan jangan pernah ditinggalkan. Bila Anda berpikir bahwa sepeda gunung adalah olahraga dengan risiko terlalu tinggi, Anda tidak seluruhnya benar. “Dengan kecermatan dan perhitungan matang, sepeda gunung adalah kesenangan, rekreasi, dan seni,” Wei Min yang juga mantan atlit cross country ini meyakinkan. #
LANGKAH AWAL BERSEPEDA GUNUNG
S
ebelum ikut touring untuk kali pertamanya, Anda harus berlatih sendiri minimal tiga bulan, dua atau tiga kali seminggu menempuh jarak sekitar 20 km. Setelah itu Anda bisa mempelajari teknik-teknik mengendarai sepeda gunung di klub. Sebenarnya ini bukan cuma berlaku bagi pemula, mereka yang sudah biasa touring pun tetap harus berlatih agar kemampuan dan daya tahannya tidak turun. Buat rencana yang matang dan teliti hingga Anda tahu yang Anda atau sepeda Anda butuhkan. Jangan merepotkan teman gara-gara ketidaksiapan Anda. Anda harus mampu membetulkan sepeda sendiri dan siap dengan peralatannya. Periksa beberapa menit sebelum Anda mengendarai sepeda. Naiki dan berkelilinglah sebentar sebelum Anda benar-benar mengendarainya. Atur sadel dengan ketinggian yang cukup. Patokannya, waktu mengayuh dan telapak kaki tepat berada di pedal terendah, lutut Anda sedikit tertekuk. Tempatkan hanya kedua jari (jari telunjuk dan tengah) pada tuas rem. Jika seluruh jari Anda telanjur mencengkram tuas rem maka akan sulit mengendalikan Stang terutama bisa di saat sama harus melakukan manuver. Jangan bergantung pada rem belakang. Rem depan sangat penting khususnya dalam lintasan menurun tak beraspal. Gunakan pengereman secara bersamaan: depan dan belakang. Jika mendadak Anda ragu-ragu pada lintasan menurun yang curam jangan mencondongkan tubuh ke depan sembari mengerem. Percayalah, Anda akan terjun bebas! Cara yang benar: lepaskan sebelah kaki dari pedal dan mundurkan posisi tubuh ke sadel bagian belakang. Ini cara memindahkan berat
badan ke belakang. jangan lupa, kedua tangan Anda tetap pada stang! Tak perlu mencondongkan tubuh ke depan saat tanjakan sebab Anda harus memperhatikan jalur sepeda. Ingot, Anda harus membagi beban pada roda belakang. Posisi yang tepat adalah tetap duduk dengan posisi tegak. Jika yakin kecelakaan pasti akan terjadi, lupakan atau `buang’ sepeda Anda dan carilah tempat aman untuk mendarat. Di jalan off road, kecepatan sepeda gunung bisa sampai 50-60 km/jam. Jarak yang terlalu dekat dengan rekan di depan atau di belakang, bisa mengundang risiko fatal.) Jaga jarak dengan rekan Anda, minimal dua meter. Jarak ini memberi kesempatan kepada Anda untuk melakukan refleks mendadak. Idealnya tiap 15 menit sekali Anda harus minum. Itu jika Anda tak ingin dehidrasi. Mata adalah perpanjangan sistem otak. Saat berada di lintasan biasanya mata Anda akan terpaku pada halangan berupa bukit terjal, akar pohon, batu, di satu jalur saja. Inilah yang membuat otak secara refleks mengisyaratkan untuk melibas atau menghindarinya. Cobalah untuk melihat sisi lain sebagai alternatif. Mungkin, lebih aman! Genjotlah sepeda dengan tempo konstan. Biasanya para pemula akan menggenjot dengan semangat di awal perjalanan, kemudian langsung loyo. #
DESEMBER 2011
17
SWARA Pada 19 November 2011 lalu, BSMR untuk kesekian kalinya menyelenggarakan Uji Kompe¬ten¬si tersebut di lantai 9 Mall Glodok Kemayoran, Jakarta untuk level 1,2,3,4, dan 5. Beragam ko¬mentar pun muncul dari para peserta yang datang dari berbagai bank tersebut. Berikut be-berapa komentar yang berhasil direkam Buletin BSMR.
Fajar Hariadi Supervisor Consumer BPD Kaltim Cabang Bontang
“Mendebarkan Sewaktu Baca Soal Pertama” Terus terang, waktu membaca soal pertama, begitu mendebarkan buat saya. Padahal, sudah satu minggu persiapan ikut Uji Kompetensi yang diadakan BSMR ini saya lakukan sejak saya di Bontang, Kalimantan Timur. Lalu setelah tiba di Jakarta, ada pelatihan lagi selama dua hari. Tapi, tetap saja ada rasa degdegan ketika membuka lembaran soal yang diujikan. Ya, mudah-mudahan saya bisa lulus Uji Kompetensi level 2 ini seperti yang pernah saya lakukan di level 1. Memang sih ada beberapa perbedaan di materi ujian level 1 dan 2 yang saya ikuti kali ini. Kalau di level 1 lebih banyak pemahaman, semacam pengetahuan, di level 2 langsung ke detil bisnis, seperti delapan lini bisnis, ada gamma, ada beta dan sebagainya, termasuk juga ada hitung-hitungannya juga statistik seperti modus, media, ring dan sebagainya. Apakah materinya ujiannya sesuai dengan pekerjaan saya sekarang? Kalau untuk statistik, karena saya pelaksana di lapangan, sepertinya belum sampai ke arah sana, mungkin untuk top manajemen lebih berguna. Pelaksanaan Uji Kompetensi dari BSMR ini sudah cukup bagus, terutama tempatnya yang berpendingin udara, beda dengan level 1 yang saya ikuti sebelumnya di PRJ tanpa ada AC. Tapi secara overall, sudah baguslah penyelenggaraan Uji Kompetensi dari BSMR ini. Apalagi kita bisa menjalin networking. #
18
DESEMBER 2011
Yustan Aziri Pemimpin Departemen BPD Kaltim
“Siap ke Level Berikutnya” Ini merupakan Uji Kompetensi ketiga kalinya yang saya ikuti. Sebelumnya saya sudah mengikuti Uji Kompetensi level 1 dan 2, juga di Jakarta. Menurut saya, di level 3 kali ini materimateri soalnya sepertinya bukan lagi mengarah ke pengertian atau perhitungan seperti level sebelumnya, tapi di mana kita menangkap apa yang menjadi dunia riil kita saat ini bekerja. Di level 3, tingkatan kita sudah memahami, sementara di level 1 dan 2 lebih banyak pengertian lalu bagaimana perhitungannya. Apakah materi Uji Kompetensi yang diadakan BSMR ini sesuai dengan pekerjaan saya? Lebih banyak iya bila dibandingkan dengan level sebelumnya. Untuk mengikuti Uji Kompetensi level 3 ini, saya tak punya persiapan khusus karena waktunya sangat pendek, cuma 2 hari, langsung terbang dari Balikpapan ke Jakarta bersama lima orang dari BPD Kaltim. Walau begitu, saya tidak merasa kesulitan dalam mengerjakan soal-soal yang diujikan. Saya berharap bisa lulus seperti ujian di level sebelumnya. Menurut saya, penyelenggaraan Uji Kompetensi yang diselenggarakan BSMR ini sudah bagus. Cuma ke depan supaya lebih baik lagi, terutama dalam pembuatan soal, artinya benar-benar fokus ke riil pekerjaan kami. Insya Allah saya siap untuk ikut uji kompetensi level berikutnya bila jabatan saya sudah memungkinkan di Uji Kompetensi level 4. #
Raden Nuralita Pratika (Rara) Divisi Marketing Citibank, Jakarta
“Sangat Terbantu dengan Training di Kantor” Sebelum ikut Uji Kompetensi level 1 ini, saya mendengar rumor kalau ujian ini image-nya “menakutkan” karena soal-soalnya. Beruntung, sebelum ikut Uji Kompetensi ini, saya dan beberapa teman yang diikutsertakan dalam ujian ini, mendapat pelatihan dari internal training di kantor kami. Jadi, begitu saya membaca soal-soalnya, dalam hati saya bilang: oh ini sih nggak jauh beda dengan materi internal training di kantor. Deg-degan pun hilang, Alhamdulillah saya bisa mengerjakan soal dengan tenang, tentu sambil mengingat-ingat pelatihan yang diberikan sebelumnya. Untuk level 1 seperti saya memang banyak soal hapalan teori, karena merupakan dasar, terutama ditujukan untuk memberikan pemahaman dasar kepada peserta, seperti saya ini. Sebagai karyawan bank yang bekerja di divisi marketing, materi Uji Kompetensi ini memang belum terlalu banyak diaplikasikan, artinya belum menjadi fokus utama. Meski begitu, Uji Kompetensi yang saya lakukan hari ini bukan berarti tidak penting. Tetap penting karena bagaimanapun juga risiko tetap ada di semua pekerjaan, apalagi di perbankan. Paling tidak, dengan mengikuti Uji Kompetensi yang pertama ini menambah pengalaman saya dan menambah pengetahuan tentang manajemen risiko. Tentu saya berharap Uji Kompetensi ini saya bisa lulus. Selanjutnya, untuk mengikuti level berikutnya, saya menunggu perintah dari kantor. #
Olivia Zoraya Divisi Marketing Citibank Jakarta
“Meski Sebatas Teori Tapi Tetap Bermanfaat” Bagi saya pribadi, Uji Kompetensi level 1 kali ini, saya merasa relatif bisa mengerjakan semua materi soal-soalnya. Maklumlah, sebelum mengikutinya, saya dan beberapa teman yang lain ikut internal training Uji Kompetensi yang diadakan Citibank, tempat kami bekerja sekarang. Tapi tetap saja ada rasa deg-degan ketika mengikuti ujian ini, sama seperti ketika saya mengikuti ujian sekolah dulu. Meski ini pengalaman pertama saya ikut Uji Kompetensi, materi ujiannya menurut saya memang lebih banyak teori, soal pemahaman. Namun demikian, karena teori tersebut dikembangkan dari best practices, tentunya ilmu tersebut akan sangat bermanfaat untuk diterapkan dalam praktek sehari-hari di dunia perbankan. Memang agak klise, tapi menurut saya Uji Kompetensi ini tujuannya tak lain untuk menghasilkan SDM yang berkualitas dan memiliki kompetensi di bidang manajemen risiko dan standar profesi yang baik untuk meningkatkan SDM dan manajemen risiko di Indonesia. Untuk tes level berikutnya sih kami mengikuti apa yang dimaui kantor. Karena di Citibank sendiri Uji Kompetensi diikuti sesuai corporate level-nya. Jadi, kalau untuk corporate level seperti saya ini baru level satu saja, kalau misalnya naik jabatan, akan diikutsertakan di level selanjutnya. Semoga. #
DESEMBER 2011
19
INTERVIEW
Ir. Enny Dyah Ratnawati, MM Project Manager Indonesian Risk Professional Association (IRPA) & Instruktur di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI)
“Kami Selalu Menyelipkan Materi Manajemen Risiko”
B
aru-baru ini IRPA (Indonesian Risk Professional Association), asosiasi para profesional manajemen risiko, yang membidani pendirian Badan Sertifikasi Manajemen Risiko/BSMR- mengadakan workshop selama dua hari, 12-13 Oktober 2011, yang berjudul ”Rekstrukturisasi dan Penyelamatan Kredit yang Efektif Guna Meningkatkan Kinerja Bank“, diselenggarakan di Hotel Ibis, Arcadia, Jakarta Pusat. Pesertanya yang datang dari praktisi perbankan tersebut terlibat dalam diskusi dan sharing pengalaman dalam upaya agar
20
DESEMBER 2011
dapat mengelola rasio kredit macet (non performing loan/NPL) pada tingkat yang tidak membahayakan bagi kelanjutan bank. Dalam kesempatan tersebut, Buletin BSMR sempat berbincang-bincang dengan Ibu Enny Dyah Ratnawati, salah seorang instruktur di dalam workshop tersebut. Berikut percakapan lengkapnya: IRPA sudah sering mengadakan workshop dan seminar tentang perbankan. Sebenarnya apa tujuan dan harapan IRPA mengadakan itu semua? Kami ingin mendidikan bankirbankir supaya mereka lebih handal dalam mengelola bank tempat mereka bekerja. Ini tak lepas dari latar belakang para pengurus IRPA yang merupakan bankir-bankir handal. Jadi, kami punya berkomitmen untuk menyisihkan waktu buat mengajar, berbagi ilmu
dan pengalaman kepada bankir lainnya. Kami biasanya pakai workshopworkshop pendek, dua harian. Workshop ini semacam refreshment. Tapi sebenarnya, mereka (perserta workshop-red) sudah menguasai bidangnya. Cuma di sini seperti diingatkan kembali. Hanya saja mengingat target bank tempat mereka bekerja beda-beda kondisinya, materi pelatihannya pun bedabeda. Kadang-kadang malah tidak ada pelatihan rutin. Memang ada juga bank yang mengadakan pelatihan rutin. Meski begitu, mereka tetap perlu pelatihan publik. Kenapa? Pertama, supaya mereka bisa sharing dengan teman-teman training lainnya. Kedua, menambah wawasan, terutama kalau di antara peserta itu ada dari bank-bank lain. Yang seperti (workshop) sekarang ini, sharing dari bank lain sangat menarik, bahkan di antara bank itu sendiri. Orang yang ditempatkan di bank di daerah tentu punya pengalaman berbeda dengan orang yang ditempatkan di Jakarta. Nah, mereka sharing. Pengalaman mereka masing-masing berbeda dengan pengalaman di lapangan. Teori bisa sama, tapi implementasi bisa beda. Teori pemberian kredit misalnya, bisa sama, tapi implementasi waktu dengan klien bisa berbeda. Jadi bisa di-sharing di sini. Inilah misinya dari IRPA, meningkatkan kualitas SDM perbankan. Mengapa targetnya praktisi perbankan? Karena memang selama ini kita (IRPA) kompetensinya memang di perbankan. Walaupun tidak terlepas dari sektor lain, seperti pegadaian atau asuransi. Kebetulan yang minta pelatihan itu bankir terus. Jadi, selain workshop-workshop umum seperti yang kami adakan sekarang, kami juga mengadakan pelatihan-pelatihan ke beberapa daerah di Indonesia, seperti ke Jayapura di Papua, ke Kalimantan Timur dan sebagainya.
Target kami memang tidak melihat jumlah peserta, satu peserta pun bisa jalan. Tapi kenyataannya kan tidak cuma satu peserta, bisa lebih dari 10 orang. Seperti workshop kali ini, jumlahnya 25 orang yang datang dari berbagai bank. Ini jumlah yang pas, karena kalau kebanyakan juga tidak nyaman buat peserta. Mengapa memilih tema “Restrukturisasi & Penyelamatan Kredit yang Efeketif Guna Meningkatkan Kinerja Bank” dalam workshop kali ini? Begini, pada awal tahun bank kan targetnya mengembangkan bisnis. Account Officer (AO) digenjot untuk mengembangkan bisnis. Karena bank itu mendapatkan dana dari masyarakat, maka harus disalurkan ke masyarakat pula. Tentu pada bisnis-bisnis yang layak dibiayai, artinya secara banking itu bagus. Bagaimana sih bisnis yang layak dibiayai? Di bisnis apa saja yang masih pantas dibiayai? Apa dan mengapa?, Jadi, kami mengadakan (workshop) di portfolio bisnisnya. Kalau kita (bank) mau membiayai
DESEMBER 2011
21
INTERVIEW usaha sepatu, bisnisnya seperti apa, risiko bisnisya seperti apa dan sebagainya. Sehingga AO nya bisa memberikan dari sisi-sisi mana. Terus untuk sektor pertanian, seperti apa bisnisya? Jadi kita (IRPA) mengadakan (workshop) sampai profil bisnis masing-masing usaha tersebut. Bagaimana sesudahnya, cara membiayainya, kita mengadakan sampai hitungannya. Sehingga diharapkan seluruh peserta ini sudah bisa mengaplikasikannya di lapangan. Kalau masih bingung, mereka bisa kontak kita lewat telepon atau e-mail. Semuanya free dan dibolehkan. Malah ada peserta yang ikut pelatihan bidang lain, ikut lagi pelatihan-pelatihan seperti ini. Banyak yang seperti itu. Apa pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan peserta? Kebanyakan soal bank. Pertanyaan biasanya soal bagaimana menyikapi antara kebijakan dan implementasi di lapangan, bagaimana memecahkan masalah yang mereka temui di lapangan. Karena kami sendiri kan mengajarkan mulai dari teori, filosofi, kebijakan dan implementasinya. Jadi sudah komplit. Bagaimana komentar dari para peserta sendiri? Umumnya baik, karena kebanyakan yang sudah ikut training ikut lagi di training berikutnya. Bahkan ada yang kasih masukan ke kami. Ada juga bank-bank yang minta in-house training, seperti Bank Jabar yang go public, ingin go international, maka mereka minta in-house international management. Apa target workshop dan seminar IRPA di 2012? Kami tetap membuat workshop dua bulan sekali, juga in-house training. Memang lebih baik bila workshop jumlah pesertanya banyak karena bisa sharing. Tapi dengan in-house training, bisa lebih spesifik, karena kami bisa lebih kenal dengan para pesertanya, bisa melihat
22
DESEMBER 2011
kemampuannya, pengalamannya, sehingga lebih fun, terutama untuk bankbank pembangunan daerah. Kami akan datangi mereka, sehingga bisa memberi pelatihan dari pagi sampai sore. Mengapa dari workshop IRPA selalu diselipkan materi manajemen risiko? Yang jelas IRPA seperti memberikan sosialisasi. Tiap ada pelatihan, baik workshop maupun in-house, kami selalu menyelipkan manajemen risiko. Jadi seperti tema pembahasan restrukturisasi kredit, disitu kami juga membahas apa itu manajemen risiko di restrukturisasi kredit. Apa yang akan terjadi dengan risiko tersebut dan seperti apa risiko kredit, risiko operasional, risiko market atau pasar? Jadi, di tiap pelatihan selalu ada materi manajemen risiko, karena hidup juga selalu ada risiko. #
KOLOM MAS ACHMAD DANIRI* & ANGELA INDIRAWATI SIMATUPANG**
*Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance **Anggota Tim Penyusun Pedoman Umum GCG
Peran Investor Mendorong Terciptanya Tata Kelola Perusahaan yang Baik
P
enerapan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) memang sangat dipengaruhi oleh para pimpinan perusahaan yang diberikan amanah Mas Achmad Daniri untuk mengelola perusahaan, yaitu Direksi dan Dewan Komisaris, yang kemudian meneruskan itikad tersebut kepada seluruh jajaran perusahaan. Namun, seperti tertulis dalam Pedoman Umum GCG Indonesia yang telah dirilis oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), untuk memastikan penerapan GCG benar terjadi, butuh peran serta Pemerintah sebagai regulator, dan juga stakeholders lainnya. Dalam konteks ini, jika kita bicara mengenai pengaruh, dapat dikatakan secara jujur bahwa stakeholders lain yang dapat memberikan tekanan khusus saat ini masih terbatas pada investor yang kemudian menjadi pemegang saham. Sementara stakeholders lain seperti karyawan, masyarakat sekitar perusahaan beroperasi masih kurang dapat memberikan tekanan kepada perusahaan untuk menerapkan GCG. Mengapa demikian? Karena perusahaan membutuhkan dana untuk operasi dan ekspansi melalui proses penawaran umum saham atau initial public offering (IPO) atau Right Issue, bagi
perusahaan tercatat. Selain itu, juga perlu untuk memastikan agar harga saham perusahaan tidak anjlok dan justru malah meningkat dan hal ini juga sangat terpengaruh oleh kondisi perdagangan saham perusahaan di bursa, yang terefleksikan dari animo investor untuk melakukan pembelian saham perusahaan. Oleh karena itu, investor dapat berperan cukup besar, dalam mendorong perusahaan-perusahaan menerapkan GCG. Apa benar seorang investor dapat membantu mendorong penerapan GCG? Jawabannya memang tidak jika investor adalah investor individual atau perorangan yang melakukan pembelian saham secara langsung yang umumnya melakukan pembelian saham dalam jumlah kecil. Investor yang memiliki peranan disini adalah investor institusional yang memiliki sumber dana cukup besar karena sumbernya berasal dari kumpulan investor individual atau institusi yang melakukan pengelolaan dana masyarakat (asset management), seperti antara lain dana pensiun, sekuritas, perusahaan yang menjual produk unitlink, serta reksadana. Karena modal yang dimiliki cukup besar, maka perdagangan saham yang dilakukan oleh institusi seperti ini dapat memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap harga saham di pasar. Cara investor institusional untuk berperan serta dalam mendorong penerapan GCG adalah dengan melakukan investasi yang bertanggung jawab. Yang dimaksud dengan investasi yang bertanggung jawab adalah dengan
DESEMBER 2011
23
KOLOM membuat kebijakan hanya akan melakukan penempatan investasi pada perusahaanperusahaan yang menerapkan GCG, dan tentu secara konsisten menerapkan kebijakan tersebut dalam melakukan investasi. Dengan cara tersebut, institusi tersebut bertanggung jawab terhadap masyarakat yang dana-nya mereka kelola, karena dana tersebut hanya di investasikan pada perusahaan-perusahaan yang memang dapat dipercaya, sehingga risiko hilangnya dana masyarakat karena penempatan yang salah menjadi lebih kecil.
Dan di lain pihak, perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa juga menjadi lebih memberi perhatian terhadap penerapan GCG karena dengan menerapkan GCG secara konsisten, saham mereka menjadi lirikan investor dan masuk dalam daftar saham yang “desirable” atau ingin dimiliki oleh investor, lebih jauh hal ini akan menaikan nilai saham yang secara tidak langsung juga menaikan nilai perusahaan. Tentu untuk bisa menerapkan investasi yang bertanggung jawab dibutuhkan usaha tambahan oleh investor institusional, karena harus ada fungsi di dalam
24
DESEMBER 2011
institusi tersebut yang bertanggung jawab melakukan analisis secara berkesinambungan terhadap penerapan GCG perusahaan-perusahaan target dengan menggunakan acuan yang benar sebagai dasar penerapan GCG. STRATEGI CalPERS Strategi seperti yang dikemukakan di atas bukan sesuatu yang mustahil jika memang sudah menjadi sebuah itikad dalam melakukan investasi yang bertanggung jawab, dalam mengelola dana masyarakat. Sebagai contoh, CalPERS (California Public Employees’ Retirement System) adalah suatu organisasi pengelola dana pensiun yang dibentuk pada tahun 1932 di Amerika untuk mengelola manfaat pensiun dan kesehatan bagi pegawai negeri di negara bagian California. Jika melihat fungsinya, kurang lebih, CalPERS bisa kita sejajarkan dengan Taspen atau Jamsostek di Indonesia. Dan saat ini CalPERS memiliki lebih dari 1,3 juta anggota dengan total dana kelolaan senilai 218 miliar dollar AS per Oktober 2010. CalPERS percaya bahwa penerapan GCG akan memberikan kinerja investasi yang lebih baik, dan dalam upaya melindungi investornya (nasabah yang dikelola dananya oleh CalPERS), maka institusi tersebut hanya mau melakukan penempatan investasi pada perusahaan yang telah “lulus seleksi” penerapan GCG. CalPERS melakukan review terhadap kinerja perusahaan tersebut, melihat indikator pengembalian (investment return) untuk periode 1, 3 dan 5 tahun terakhir dan melakukan pembandingan dengan indeks umum dan spesifik untuk industri terkait.
Kemudian CalPERS juga melakukan kesadaran tinggi bagi investor institusional review terhadap indikator governance dalam menerapkan investasi yang seperti antara lain independensi dewan, bertanggung jawab. mekanisme pengangkatan anggota dewan, kompensasi eksekutif, keragaman ALTERNATIF LAIN kemampuan anggota dewan, pelaksanaan Pilihan lain adalah dengan manajemen risiko, serta isu terkait menggunakan data hasil analisis pihak tanggung jawab sosial dan lingkungan ketiga yang dapat dipercaya mengenai pada perusahaan. Perusahaan yang gagal tingkat penerapan GCG perusahaanmemenuhi standar penilaian, tidak akan perusahaan target. Pilihan ini pun bukan dijadikan target investasi. tidak memiliki kendala, karena saat ini Bukan hanya itu, CalPERS juga belum ada penilaian secara menyeluruh mengumumkan dalam websitenya terhadap penerapan GCG di perusahannama-nama perusahaan yang masuk perusahaan yang sahamnya terdaftar di dalam daftar yang lolos sensor penerapan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dilakukan GCG dan nama-nama perusahaan yang secara berkala, konsisten, dan tersedia dikeluarkan dari daftar tersebut karena datanya di publik. dianggap sudah tidak lagi menerapkan Di sini sebenarnya kesempatan GCG. Daftar ini pun diperbaharui secara berkala. Kini saatnya bagi investor untuk melakukan Sehingga, hasil analisis investasi yang bertanggung jawab, bukan saja hal mereka bisa dilihat oleh ini merupakan refleksi dari penerapan GCG, publik, dan dapat memiliki namun juga mendorong penerapan GCG dampak antara lain, perusahan-perusahaan di Indonesia. menunjukkan pemenuhan tanggung jawab fidusia mereka kepada para investor/nasabah Pemerintah untuk dapat turut serta yang dananya dikelola. mendorong penerapan GCG, selain Selanjutnya daftar tersebut dapat melalui penerbitan peraturan. Dengan digunakan sebagai acuan oleh investor lain melakukan penilaian terhadap penerapan dalam memilih perusahaan target investasi. GCG di perusahan yang sahamnya Jika daftar tersebut digunakan sebagai terdaftar di BEI minimal setiap tahun acuan oleh pihak lain, tentunya perusahaan dan mempublikasikannya, akan sangat yang masuk daftar akan senang, tapi tidak membantu percepatan dan konsistensi demikian dengan perusahaan yang tidak penerapan GCG di Indonesia, melindungi masuk daftar atau bahkan dikeluarkan investor, serta dapat memberikan dampak dari daftar, karena berarti publik dapat positif dalam menjaga kestabilan dan menilai ada sesuatu yang tidak baik dalam keamanan pasar modal di Indonesia. pengelolaan perusahaan tersebut, serta Jadi ini saatnya bagi investor untuk bisa mengakibatkan menurunnya harga melakukan investasi yang bertanggung saham di pasar. jawab, bukan saja hal ini merupakan Kendala dalam meniru aktivitas refleksi dari penerapan GCG, namun juga CalPERS adalah kebijakan tersebut tentu mendorong penerapan GCG perusahanakan menambah biaya operasional, perusahaan di Indonesia. # yang mungkin menjadi kurang menarik * Ketua KNKG, ** Anggota Tim Penyusun bagi sebagian institusi, sehingga butuh Pedoman-Pedoman Governance KNKG
DESEMBER 2011
25
SEKITAR SERTIFIKASI
Mengapa Harus Ada Sertifikasi Manajemen Risiko? Dunia perbankan dapat dikatakan sebagai salah satu sektor yang terdepan dalam menerapkan manajemen risiko. Salah satu alat ukur seorang bankir memahami manajemen risiko adalah telah mengikuti sertifikasi manajemen risiko. Oleh: Amrih H. Aminanto
S
enyum mengembang di bibir Raden Nuralita Pratika. Bersama beberapa teman satu kantornya di Citibank, Jakarta, gadis manis berkerudung yang biasa disapa Rara baru saja usai mengikuti Uji Kompetensi yang diadakan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR), medio November 2010 lalu. Wajah sumringahnya seakan pertanda bahwa dirinya bisa mengerjakan semua materi ujian hari itu. “Begitu saya membaca soal-soalnya, dalam hati saya bilang, ‘oh ini sih nggak jauh beda dengan materi internal training di kantor’. Deg-degan pun hilang, Alhamdulillah saya bisa mengerjakan soal dengan tenang, tentu sambil mengingat-ingat pelatihan yang diberikan sebelumnya. Untuk level 1 seperti saya memang banyak soal hapalan teori, karena merupakan dasar, terutama ditujukan untuk memberikan pemahaman dasar kepada peserta, seperti saya ini,” ujar Rara yang mengikuti Uji Kompetensi level I ini. Menurutnya, Uji Kompetensi tetap penting karena bagaimanapun juga risiko tetap ada di semua pekerjaan, apalagi di perbankan. “Paling tidak, dengan mengikuti Uji Kompetensi yang pertama ini menambah pengalaman saya dan menambah pengetahuan tentang manajemen risiko,” papar Rara yang berharap dalam Uji Kompetensi tersebut dirinya bisa lulus dengan nilai terbaik.
26
DESEMBER 2011
Dunia perbankan dapat dikatakan sebagai salah satu sektor yang terdepan dalam menerapkan manajemen risiko. Bank Indonesia (BI) sebagai regulator yang mengawasi industri ini memang mewajibkan setiap pengurus dan pejabat bank umum untuk memiliki sertifikat Manajemen Risiko. Sekedar informasi, BI telah mengeluarkan peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Sertifikat Manajemen Risiko tahun 2005. Sampai saat ini peraturan
tersebut telah mengalami perubahan sebanyak dua kali. PBI pertama dengan Nomor: 7/25/PBI/2005 tentang Sertfikasi Manajemen Risiko bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum. Kemudian muncul PBI Nomor 8/9/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/25/ PBI/2005 tentang Sertifikasi Manajemen Risiko bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum. Adapun yang terakhir PBI Nomor 11/19/PBI/2009 tentang Sertifikasi Manajemen Risiko bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum. Inti dalam beleid tersebut, BI mewajibkan pengelola bank umum—lokal maupun asing—memiliki sertifikat kompetensi manajemen risiko. Untuk mendapatkan sertifikat tersebut, para bankir harus melalui berbagai ujian, yang salah satunya diselenggarakan oleh BSMR. Program Sertifikasi BSMR Salah satu alat ukur seorang bankir memahami manajemen risiko adalah telah mengikuti sertifikasi manajemen risiko. Sertifikasi ini mulai dilaksanakan di Indonesia sejak 17 Desember 2005 oleh BSMR, lembaga sertifikasi profesi yang pertama kali menyelenggarakan uji kompetensi manajemen risiko bagi para bankir. Program sertifikasi manajemen risiko perbankan ini terdiri atas lima tingkat, yang didasarkan pada jenjang jabatan dan struktur organisasi bank. Setiap bankir, pengurus dan pejabat bank yang bekerja pada seluruh bank umum di Indonesia, wajib mengikuti ujian sertifikasi ini. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan dan corporate governance bank. Menurut Gayatri Rawit Angreni, Ketua Umum Indonesian Risk Professional Association (IRPA) seluruh pengelola bank—mulai dari komisaris, direktur, hingga para pejabat yang terkait dengan manajemen risiko, seperti unit kepatuhan, auditor internal, supporting risk taking unit,
core risk taking unit, dan risk management unit—harus sudah memiliki sertifikat yang dimaksud. Sertifikat itu harus sesuai dengan aset bank yang bersangkutan, apakah bank beraset di bawah Rp1 triliun hingga lebih dari Rp10 triliun. Sebab, semakin besar banknya, maka tingkat kompleksitasnya semakin tinggi. “Tentu saja level yang dipersyaratkan juga akan semakin tinggi. Misalnya, kepala divisi di Bank BRI, dia harus memiliki sertifikat manajemen risiko tingkat empat. Tapi, kalau kepala divisi manajemen risiko di sebuah BPD yang asetnya di bawah Rp 10 triliun, tidak harus sampai level empat, cukup sampai tingkat dua saja,” sambung Gayatri yang juga Ketua Dewan Penasehat BSMR. BSMR sendiri saat ini menyelenggarakan beberapa program sertifikasi manajemen risiko, yakni program reguler, program eksekutif dan program penyegaran. Sertifikasi Manajemen Risiko Program Reguler diselenggarakan secara berjenjang dari Tingkat I sampai dengan Tingkat V di mana penilaian dilaksanakan dalam bentuk tes tertulis. Tingkatan dikategorikan berdasar jenjang jabatan dan struktur organisasi bank. Adapun pelaksanaan sertifikasi secara umum mencakup unit kompetensi diantaranya; kemampuan mengidentifikasi, mengukur, memantau, mengendalikan, dan memantau berbagai resiko yang dihadapi sektor perbankan, seperti; risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko lainnya. Materi uji kompetensi disusun berdasarkan silabus program standar profesi manajemen risiko dan kode etik yang telah mendapat pengakuan baik nasional maupun internasional. Adapun Sertifikasi Manajemen Risiko Program Eksekutif diselenggarakan guna menyikapi kondisi riil bahwa proses
DESEMBER 2011
27
SEKITAR SERTIFIKASI sertifikasi manajemen risiko yang dilakukan secara berjenjang memerlukan waktu sehingga kebutuhan meningkatkan kemampuan operasional bank umum dalam pengelolaan risiko tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Dalam upaya memenuhi kebutuhan sumberdaya yang memiliki kompetensi dan keahlian dalam bidang manajemen risiko maka diselenggarakan Sertifikasi Manajemen Risiko Program Eksekutif bagi pengurus bank umum yang bersifat pembekalan pengetahuan dan ketrampilan secara komprehensif di bidang manajemen risiko. Program ini bersifat fast track yang diperuntukkan bagi Komisaris dan Direksi Bank Umum. Sertifikat yang diperoleh hanya berlaku sementara, dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan Program Sertifikasi Manajemen Risiko yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/19/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang Sertifikasi Manajemen Risiko bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum. Program ini berbentuk pelatihan lanjutan di bidang manajemen risiko berupa kursus, seminar, lokakarya, atau bentuk lain yang dapat dipersamakan dengan itu. Pemegang sertifikat Program Eksekutif wajib melakukan konversi ke Sertifikat Program Regular sesuai dengan aturan mengenai ukuran dan kompleksitas usaha bank. Proses konversi dilakukan selambatlambatnya sampai dengan tanggal 3 Agustus 2010. Selain itu persyaratan wajib lainnya bagi para pemilik sertifikat eksekutif bagi direksi dan komisaris adalah mengikuti Penyegaran Program setidaknya satu kali dalam dua tahun sesuai dengan Amandemen PBI No 8/9/PBI/2006. Pelaksanaan mengenai Penyegaran Program Eksekutif diatur lebih lanjut dalam Peraturan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko Nomor 2/2/PBSMR/2008 Tentang Penyelenggaraan Penyegaran Program Eksekutif.
28
DESEMBER 2011
Sedangkan Penyegaran Program Sertifikat Manajemen Risiko adalah suatu program pelatihan lanjutan di bidang manajemen risiko berupa kursus, seminar, lokakarya, atau bentuk lain yang dapat dipersamakan dengan itu, yang dianggap dapat meng-update pengetahuan pemegang sertifikat terhadap perkembangan terkini dalam manajemen risiko. Pelaksanaan Penyegaran Program Sertifikat Manajemen Risiko dapat diselenggarakan oleh Penyelenggara Pendidikan sebagai organisasi atau institusi yang memiliki kemampuan dan memenuhi criteria untuk menyelenggarakan Penyegaran Program Sertifikasi Manajemen Risiko. Di luar ketiga program tadi, BSMR juga menyelenggarakan Program Training on Trainer bagi training provider. Training Provider adalah sebuah lembaga atau instansi yang menyelenggarakan pendidikan atau pelatihan di bidang manajemen risiko. Lembaga ini dapat berasal dari training centre perbankan maupun instansi pendidikan biasa lainnya. Training Provider diharuskan menjunjung tinggi loyalitas profesi di bidang manajemen risiko perbankan serta bekerja sesuai dengan kewenangan dan sesuai dengan aturan yang diberikan oleh BSMR. Lantas apa benefit bagi bankir mengikuti ujian sertifikasi seperti sudah disebutkan di atas? “Yang pasti, jenjang karirnya akan meningkat. Sebab, sertifikat itu bisa menjadi bargaining power bagi bankir untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi. Apalagi, jika dia lulus dengan nilai bagus. Jadi, sertifikat ini sama seperti ijazah. Namun, tentu saja perjalanan karir itu juga tergantung dari banyak faktor, di antaranya pengalaman dan integritas sang bankir. Meski pintar, kalau motivasinya rendah, tentu performance-nya tidak akan meningkat,” pungkas Gayatri. #