Januari 2014
Selamat Hari Natal 2013 & Tahun Baru 2014 Gatot M. Suwondo Direktur Utama
Segenap nasabah dan relasi BNI yang kami hormati, Tidak terasa bahwa tahun 2013 telah berakhir dan kini Kita telah menginjak tahun baru 2014. Berbagai dinamika baik internal maupun eksternal yang terjadi sepanjang tahun 2013 seperti tekanan inflasi tinggi akibat dampak kenaikan harga BBM bersubsidi, defisit transaksi berjalan yang terus melebar, hingga kisruh tapering-off stimulus Amerika Serikat telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2013 tertekan. Bila pada tahun-tahun sebelumnya Indonesia mampu tumbuh di kisaran 6 persen per tahun, maka pada 2013 Indonesia hanya dapat tumbuh di kisaran 5,8 persen saja. Itupun dengan tingkat inflasi yang cukup tinggi di atas 8 persen. Perlambatan ini tentunya membawa dampak bagi aktivitas masyarakat, termasuk juga dunia usaha. Di tengah perlambatan ekonomi Indonesia tersebut, industri perbankan Indonesia sebenarnya masih mampu berbangga karena menorehkan kinerja yang cukup baik. Berdasarkan data terakhir Bank Indonesia, hingga Oktober 2013, aset perbankan nasional masih mampu tumbuh hingga 17,1 persen, ditopang oleh pertumbuhan kredit sebesar 22,2 persen dan dana pihak ketiga sebesar 14,7 persen. Walaupun tidak setinggi angka pertumbuhan tahun sebelumnya, namun kinerja perbankan Indonesia ini mungkin masih jauh lebih baik bila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Namun demikian, lemahnya kondisi struktural ekonomi Indonesia mau tak mau telah mendorong pemerintah dan Bank Indonesia untuk mengambil berbagai langkah kebijakan untuk mengamankan stabilitas ekonomi ke depan; salah satunya dengan mewacanakan pengetatan pertumbuhan perbankan karena pertumbuhan yang terlalu tinggi di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu dianggap berisiko. Untuk itu, Bank Indonesia melalui serangkaian kebijakannya telah menaikkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan, menurunkan batas atas Loan to Deposit Ratio (LDR), meningkatkan nilai Loan to Value (LTV) untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR), serta melarang penyaluran KPR bagi rumah inden. Bank Indonesia juga telah menurunkan target pertumbuhan perbankan 2014 menjadi hanya di kisaran 15,3-16,6 persen untuk kredit dan 15,4-16,4 persen untuk dana pihak ketiga. Di tengah kondisi seperti itulah Kita akan menghadapi tahun 2014 yang juga merupakan tahun pemilu. Ya, di tahun 2014 ini, segenap bangsa Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi lima tahunan dengan menyelenggarakan pemilu legislatif dan eksekutif. Pesta rakyat yang sangat dinanti-nanti ini tentunya akan membawa dinamika tersendiri bagi perekonomian Indonesia di masa mendatang, termasuk juga bagi dunia perbankan. Banyak ahli berpendapat bahwa kegiatan pemilu akan memberikan sumbangan yang cukup signifikan bagi pertumbuhan ekonomi domestik, namun juga akan memberikan tantangan tersendiri bagi pertumbuhan investasi. Apapun itu, kita semua berharap bahwa tahun 2014 akan lebih baik dibandingkan tahun 2013 lalu. Akhir kata, marilah kita songsong tahun 2014 dengan segala daya dan upaya untuk menggapai harapan baru. Segala capaian yang sudah kita peroleh selama 2013 seyogyanya dapat menjadi cambuk untuk meningkatkan perolehan yang lebih baik lagi di tahun yang baru ini. Terima kasih dan selamat tahun baru 2014. Gatot M. Suwondo Direktur Utama BNI
www.bni.co.id
Januari 2014
Kontributor Tetap
……………………………………………………………….. Ryan Kiryanto Chief Economist BNI Telp: 0812-1079864 Ruddy N. Sasadara AVP Riset Bisnis & Ekonomi Telp: 0818-955033 Dedi Arianto AVP Investor Relations Telp: 0818-904400 Dr. Ir. Parulian Simanjuntak, MA Regional Chief Economist Wil. Medan Telp: 0811-604094 Edy Ariyanto, SE, Msi Regional Chief Economist Wil. Padang Telp: 0813-74010300 Prof.Dr.H. Didik Susetyo, SE, Msi Regional Chief Economist Wil. Palembang Telp: 0812-7840422 Prof.Dr. Rina Indiastuti, SE, MSIE Regional Chief Economist Wil. Bandung Telp: 0812-2379092 Dr. Alimuddin Rizal Riva’i Regional Chief Economist Wil. Semarang Telp: 0813-25359081 Dr. Rudi Purwono, SE, MSE Regional Chief Economist Wil. Surabaya Telp: 0815-9407311 Dr. Marsuki, SE, DEA Regional Chief Economist Wil. Makassar Telp: 0878-80999444 Prof.Dr. I Wayan Ramantha, MM, Ak,CPA Regional Chief Economist Wil. Denpasar Telp: 0812-3801880 Dr. Ahmad Alim Bachri, SE, MSi Regional Chief Economist Wil. Banjarmasin; Telp: 0813-55499568 Dr. Agus Tony Poputra, SE, Ak, MM, MA Regional Chief Economist Wil. Manado Telp: 0811-4301999
Ekonomi Global Ruddy N. Sasadara Riset Bisnis & Ekonomi TAPERING-OFF STIMULUS AS DAN PERLAMBATAN EKONOMI JEPANG DAN CHINA Pada tanggal 18 Desember 2013, The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk mengurangi secara bertahap pembelian obligasi (tapering -off stimulus Amerika Serikat) namun tetap mempertahankan suku bunga rendah. Pengurangan pembelian obligasi tahap pertama sebesar USD 10 miliar sehingga menjadi hanya US$ 75 miliar setiap bulannya. Keputusan pengurangan ini dilakukan setelah The Fed melihat perkembangan indikator-indikator yang menunjukkan angka yang positif dimana pada November 2013, tingkat pengangguran mencapai 7%, atau terendah dalam lima tahun terakhir. Prospek yang lebih baik bagi perekonomian dan pasar tenaga kerja ini menandai titik balik bersejarah bagi percobaan kebijakan moneter terbesar yang pernah ada. Secara lebih lanjut, The Fed akan melanjutkan kembali pengurangan pembelian aset secara terukur pada pertemuan mendatang. Langkah itu mengejutkan beberapa investor dan sempat membuat pergerakan indeks saham turun, walaupun kemudian dengan cepat berbalik positif. Begitu pula dengan harga obligasi yang juga sempat turun namun bangkit kembali. Meskipun mengurangi pembelian, The Fed tetap mempertahankan suku bunga rendah untuk meredam reaksi pasar yang terlalu besar terhadap tapering. Bank Sentral AS tersebut mempertahankan suku bunga rendah dalam jangka waktu yang lama hingga
tingkat pengangguran sekitar 6,5% dan inflasi tidak lebih dari 2,5%. Sementara itu, pimpinan The Fed Ben Bernanke akan mengakhiri masa jabatannya pada 31 Januari 2014, atau dua hari setelah penutupan pertemuan kebijakan pertama The Fed pada 28-29 Januari 2014. Calon kuat penggantinya, Janet Yellen, merupakan salah satu pihak yang mendukung kebijakan stimulus dan belum secara tegas menyatakan posisinya terhadap tapering. Namun, dalam pidatonya dihadapan senat, Yellen menyatakan bahwa The Fed masih perlu memberikan dukungan “lebih banyak” kepada ekonomi sebelum bisa kembali lagi ke pendekatan normal. Hal ini bisa diindikasikan bahwa paling tidak kebijakan stimulus The Fed sepertinya akan tetap berlanjut di bawah kepemimpinannya. Sementara itu di Jepang, pada notulen pertemuan Bank of Japan (BoJ) 20-21 November 2013 disebutkan bahwa bank sentral Jepang tersebut mengkhawatirkan fase pertumbuhan Jepang saat ini. Beberapa anggota BoJ mengkhawatirkan kontribusi pada persediaan dan penurunan upah dalam data Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang di Q3-2013, yang mengindikasikan adanya tren penurunan dalam pertumbuhan, dan bukan hanya perlambatan sementara. Hal ini menyebabkan terjadi perbedaan pandangan antar anggota BoJ mengenai fase pertumbuhan Jepang yang menyebabkan sulitnya menyatukan visi dalam memprediksi pertumbuhan Jepang tahun 2014 dalam menghadapi ancaman perlambatan ekonomi di tengah rencana kenaikan pajak konsumen di Q2-2014. Ekonomi Jepang pada Q3-2013 hanya tumbuh 0,3% (qtoq), lebih rendah dari Q2-2013 yang mencapai 0,9%. Perlambatan ini disebabkan
2
Januari 2014
oleh lemahnya angka belanja konsumen dan ekspor, ditambah lagi dengan nilai tukar yen yang menyentuh rekor terendahnya. Dengan data ekspor terakhir yang menunjukkan pemulihan, banyak analis yang memperkirakan PDB Jepang pada kuartal ini akan meningkat. Meskipun demikian, rencana kenaikan pajak dari 5% ke 8% pada April 2014 diperkirakan akan menyebabkan ekonomi berkontraksi, sehingga kebijakan pelonggaran moneter BoJ akan diuji kembali. Di China, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat di level 7,6% pada tahun 2013; sedikit dibawah pertumbuhan 2012 yang mencapai 7,7%. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tantangan yang dihadapi ekonomi China yang bertumpu pada investasi. Secara global, ekonomi dunia masih penuh ketidakpastian dan belum berhasil pulih sehingga belum dapat menghasilkan permintaan yang kuat. Sedangkan di dalam negeri, biaya tenaga kerja dan lingkungan yang tinggi menjadi tantangan bagi bisnis. Dua puluh tujuh provinsi dan kota di China telah menaikkan upah minimum rata-rata sebesar 17% pada 2013. Perkiraan pemerintah ini sejalan dengan prediksi para analis yang memprediksi pertumbuhan sebesar 7,6% - 7,7% pada 2013, yang menunjukkan laju terlemah sejak krisis keuangan Asia tahun 1997-1998. Perencana ekonomi China saat ini lebih mencari stabilitas ekonomi daripada pertumbuhan yang tinggi sebagaimana Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Keqiang berusaha untuk merestrukturisasi perekonomian China sehingga didorong oleh konsumsi dan jasa ketimbang ekspor dan investasi. (*)
“Tapering-off stimulus Amerika Serikat mengguncang pasar global walaupun kemudian berangsur pulih kembali. Sementara itu, Jepang dan China harus m enghad api perlambatan ekonomi lebih lanjut.”
Berita Domestik Ryan Kiryanto Chief Economist BKPM OPTIMIS INVESTASI AKAN TETAP BAIK DI 2014 Kepala Badan Koordinasi Pasar Modal (BKPM) Mahendra Siregar optimistis pada tahun 2014 akan banyak investor yang melirik Indonesia. Selain karena berbagai perbaikan dan insentif yang akan diberikan pemerintah, mereka umumnya datang untuk memasok kebutuhan industri yang sebelumnya sudah investasi di Indonesia. Mahendra mencontohkan masuknya perusahaan raksasa asal Korea Selatan Poco ke Indonesia, dan membentuk perusahaan patungan PT Krakatau Posco dengan PT Krakatau Steel bakal diikuti oleh perusahaan lainnya. Tak kurang dari 20 perusahaan industri terkait krakatu Poco akan masuk tahun 2014. Sayang, Mahendra tidak menjelaskan berapa nilai investasi dari perusahaan yang akan masuk tersebut. Industri yang akan masuk tersebut bermacam-macam baik industri yang berada di hilir, maupun supliernya. Kedatangan mereka nantinya akan membentuk suatu kumpulan industri yang saling terkait atau aglomerasi industri baja dalam satu kawasan.
Posco mengatakan, pihaknya ingin meningkatkan investasi di Indonesia. Kim mengatakan, sejak tahun 2011, Korsel telah menjadikan negaranegara di ASEAN menjadi target investasi terbesarnya, termasuk Indonesia. Bahkan, bukan hanya perusahaanperusahaan besar asal Korea yang menanamkan investasi di Indonesia. Selain Samsung, LG, Lotte, SK Energy, ada juga perusahaan menengah yang bergerak di bidang industri tekstil dan alas kaki turut berkontribusi pada perkembangan perekonomian dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Keberadaan aglomerasi industri baja akan meningkatkan nilai tambah industri tersebut. Selain itu, akan mengurangi impor Indonesia kedepannya. Akibatnya, akan berpengaruh positif kepada neraca transaksi berjalan. Alasannya, jika investor hanya memasarkan produknya saja di Indonesia akan merugikan perekonomian, karena impornya tetap tinggi. Selain itu, dengan membangun industri dari hulu ke hilir akan menyerap tenaga kerja cukup besar. Namun, kalaupun pembangunan industri tersebut dimulai tahun 2014 manfaatnya baru terasa lima tahun kemudian, atau paling cepat tiga tahun kemudian. Pasalnya, untuk membangun industri tersebut tidak mudah, selain harus menyiapkan infrastruktur, pemerintah juga harus menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM)-nya. Apapun logikanya, masuknya pemodal asing memberikan banyak manfaat bagi perekonomian Indonesia sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia tetap menarik sebagai negara tujuan investasi asing. (*)
Sebelumnya, Wakil Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Republik Korea, Kim Jae Hong ketika meresmikan pabrik baja terpadu Krakatau
3
Januari 2014
Pojok Regional Parulian Simanjuntak RCE Wilayah Medan REVIEW EKONOMI DAN PERBANKAN SUMATERA UTARA & ACEH DI BULAN DESEMBER 2013 Perkembangan ekonomi Sumatera Utara pada Bulan Desember 2013 belum menunjukkan pergerakan yang signifikan. Hingga saat ini Pemerintah Daerah Sumatera Utara belum berhasil memiliki saham Inalum yang diisyaratkan oleh Meneteri BUMN sebesar 30%. Hingga bulan Desember, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) masih mengusahakan bagian tersebut merupakan golden share pemerintah pusat ke Pemerintah Daerah Sumatera Utara sehingga Pemerintah Sumatera Utara tidak perlu mengeluarkan dana untuk memperolehnya karena pemerintah daerah propinsi dan Kabupaten/kota tidak memiliki dana untuk membeli saham tersebut. Sementara itu, pemerintah pusat bersikukuh agar Pemerintah Daerah Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota yang berada di dalamnya untuk membeli 30% saham tersebut. Perbedaan persepsi tersebut yang menyebabkan masih belum jelasnya kepemilikan Inalum oleh Pemerintah Daerah Sumatera Utara sehingga belum terlihat tandatanda yang menguntungkan pengambilalihan Inalum oleh Pemerintah Indonesia bagi Pemerintah Daerah Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota. Menjelang berakhirnya tahun 2013, Pemerintah Daerah Sumatera Utara beserta Legislatif berusaha menyelesaikan Ranperda APBD Sumatera Utara Tahun 2014 sebesar Rp. 8,488 triliun sehingga pengesahannya tidak lewat tahun
2013. Menjelang tutup tahun, Senin (30/12) diagendakan pengambilan keputusan mengenai APBD Sumut 2014. Agenda di satu hari itu, penyampaian laporan hasil pembahasan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumut bersama pejabat yang dihunjuk Gubsu terhadap Ranperda APBD 2014, dilanjutkan dengan pendapat akhir fraksi-fraksi dan pengambilan keputusan. Belanja daerah yang diproyeksikan pada APBD Pemprovsu 2014 senilai Rp 8,488 triliun, naik Rp 6,772 miliar dari APBD induk 2013 sebesar Rp 8,481 triliun. Anggaran belanja itu dialokasikan untuk belanja tidak langsung Rp 5,059 triliun, meliputi belanja pegawai Rp 1,264 triliun, belanja hibah Rp 1,649 triliun, belanja bantuan sosial Rp 20,519 miliar, belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintah desa Rp 1,675 triliun, belanja bantuan keuangan kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa Rp 442,723 miliar, belanja tidak terduga Rp 7,5 miliar. Sedangkan belanja langsung Rp 3,428 triliun, meliputi belanja pegawai Rp 381,246 miliar, belanja barang dan jasa Rp 1,669 triliun dan belanja modal Rp 1,377 triliun. Pemercepatan pengesahan APBD Sumatera Utara 2014 mengundang banyak pro dan kontra dari pembaca maupun pengamat ekonomi yang ada di Sumatera Utara. Sementara itu di sektor perbankan, Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan IX Sumut dan Aceh menyatakan bahwa outstanding penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sumatera Utara (Sumut) terbilang kecil yaitu tak sampai 50% dari yang tersedia sebesar Rp 6,542 triliun, atau hanya Rp 2,511 triliun, dengan jumlah debitur 395.312 orang. Jika dibanding September 2013, KUR yang disediakan
untuk Sumut sebesar Rp 6,416 triliun dengan outstanding saat itu mencapai Rp 2,491 triliun dan jumlah debitur 387.933. Berdasarkan nominal yang disediakan, Sumut merupakan provinsi urutan kelima yang mendapatkan KUR dengan nominal tinggi di Indonesia. Urutan di atas lainnya seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Deputi Direktur Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Kantor Wilayah IX Sumut dan Aceh Mikael Budisatrio, mengaku, penyaluran kredit ke UMKM baik melalui KUR ataupun perbankan diperlukan kerjasama semua pihak, baik pemerintah, perbankan, pelaku usaha dan lainnya sehingga tercipta suatu sinergi yang baik. Di Aceh, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Lhokseumawe Ahmad Farid mengatakan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh tahun 2013 melambat yakni diperkirakan hanya 4,3%, jika dibandingkan tahun 2012 dan 2011 yang tercatat sebesar 5,2%. Secara umum pertumbuhan ekonomi Aceh lebih rendah dari rata-rata nasional. sektor pertanian di Aceh mengalami penurunan disebabkan maraknya alih fungsi lahan pertanian yang dijadikan pemukiman atau tempat usaha. Di samping itu, faktor cuaca ekstrim juga ikut mempengaruhi, karena curah hujan tinggi dan bencana alam. Akibatnya pertumbuhan sektor pertanian tidak setinggi tahun sebelumnya. Sektor utama yang mengalami pertumbuhan cukup positif tahun 2013 adalah perdagangan, hotel dan restaurant (PHR). Diperkirakan masih tumbuh, namun tidak bisa mendongkrak sektor lain sehingga pertumbuhan ekonomi Aceh melambat. Terkait pertumbuhan PHR, disebutkan, optimisme sektor ini didorong masih tingginya konsumsi
4
Januari 2014
domestik walaupun tekanan dari sisi eksternal tahun 2013 relatif kuat. Konsumsi rumah tangga masih tumbuh tinggi meski ada kenaikan harga BBM. Satu hal lagi, daya beli masyarakat juga relatif stabil, sehingga mendorong perkembangan konsumsi. Di sisi lain, tingkat inflasi di Aceh khususnya di Kota Lhokseumawe pada akhir tahun 2013 diperkirakan pada kisaran 8 hingga 9%. Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan inflasi tahun 2012 yang berada di bawah 1%. Penyebab inflasi tinggi adalah beberapa faktor di antaranya kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu, selanjutnya terbatasnya pasokan beberapa komoditas komponen bergejolak terutama sub kelompok bumbu-bumbuan yang masih dipasok dari luar Aceh. Pengelolaan bahan pangan masih menjadi isu yang sangat relevan untuk dicermati, soalnya risiko inflasi dari bahan pangan diperkirakan masih cukup tinggi. Agar inflasi kembali pada nilai historis dibutuhkan koordinasi yang semakin kuat melalui tim pengendalian inflasi daerah (TPID). Komoditas penyumbang inflasi tahun 2013 sesuai dengan pendataan surplus dan defisit ada lima yakni beras, bawang merah, cabai merah, daging sapi dan daging ayam ras yang terdapat di wilayah kerja BI Lhokseumawe. Dari kelima komoditas unggulan tersebut hanya satu yang surplus di Aceh yakni beras, sedangkan lainnya defisit. Data perbankan hingga Oktober 2013 menunjukan bahwa total aset perbankan di wilayah kerja BI Lhokseumawe yang tersebar di 10 kabupaten/kota sebanyak Rp 13,12 triliun, atau tumbuh 5,63%. Sementara dana pihak ketiga tercatat sebanyak Rp 7,3 triliun atau tumbuh sekitar 6,12%. Sedangkan penyaluran kredit perbankan di wilayah kerja BI
Lhokseumawe mencapai Rp 11,68 triliun atau tumbuh 17,75%. Secara keseluruhan kinerja perbankan di wilayah kerja BI Lhokseumawe tahun 2013 lebih baik dibandingkan tahun 2012. Di samping itu pangsa kredit UMKM terhadap total kredit perbankan relatif stabil, di kisaran 30,49%. Hal ini menunjukkan tingkat kepedulian perbankan mendukung kemajuan UMKM di wilayah kerja BI Lhokseumawe cukup tinggi. Tercatat Rp 3,56 triliun kredit sektor UMKM telah disalurkan perbankan atau lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. (*)
Edi Ariyanto RCE Wilayah Padang REFLEKSI PEREKONOMIAN RIAU 2013 DAN MENILIK KE 2014 Perekonomian Riau di tahun 2013 dihadapkan pada tekanan yg tidak jauh berbeda dengan perekonomian nasional. Dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 7,8% pada tahun 2012, prediksi para ekonom cenderung optimis di tahun 2013. Berbagai pengamat dan pelaku ekonomi sangat yakin, di tahun 2013 perekonomian akan dapat tumbuh lebih ekspansif. Selain potensi dan peluang yang dimilikinya, berbagai peluang terbuka lebar bagi pembangunan Riau. MP3EI juga menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi dan menjadikan Riau sebagai sentra pertumbuhan ekonomi “growth poles” wilayah Sumatera. Di tengah perjalanan, berbagai hambatan terlihat mulai menghadang. Batal menjadi tuan rumah event olah raga terbesar negaranegara islam se-dunia “islamic solidarity games” yang tentu saja dapat mengekselerasikan konsumsi daerah seperti pelaksanaan PON di tahun sebelumnya. Anomali cuaca yang mengakibatkan pasokan bahan
makanan menjadi terganggu, mendorong kenaikan harga bahan pangan dan makanan di Propinsi Riau. Tidak sampai disitu, kenaikan harga bbm bersubsidi, bencana kabut asap, anjloknya harga komoditas CPO di pasar global, serta krisis listrik menyebabkan tekanan ekonomi menjadi lebih berat di tahun 2013. Akumulasi dari berbagai tekanan ekonomi tersebut akhirnya tercermin dari pertumbuhan ekonomi Riau tiga kuartal ekonomi, ekonomi Riau hanya mampu tumbuh sebesar 1,21% (yoy) jauh menurun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sekitar 4,5% (yoy dengan migas). Kondisi di kuartal kedua maupun ketiga tidak jauh berbeda. Jika pada triwulan II2013 mampu tumbuh sebesar 3,5% (yoy dengan migas), pada tahun ini ekonomi hanya mampu tumbuh sekitar 2,7% (yoy dengan migas) di triwulan yang sama. Di triwulan ketiga trend perlambatan terus berlanjut, dan hanya mampu tumbuh sebsar 2,4% (yoy dengan migas) jauh lebih rendah dari pertumbuhan pada periode yagn sam di tahun sebelumnya sebesar 3,9% (yoy dengan migas). Di triwulan keempat, setidaknya dengan semakin tingginya penyerapan belanja daerah di akhir tahun serta didukung oleh daya beli masyarakat yang tetap tinggi, diperkirakan perekonomian di tahun ini dapat tumbuh sekitar 7%, jauh lebih baik dari perkonomian nasional yang diperkirakan hanya mampu tumbuh dikisaran 6%. 2014 : More Pressure, More Challenging Perlu disadari bersama bahwa krisis ekonomi yang telah melanda kawasan Eropa dan Amerika lebih kurang empat tahun belakangan terlihat masih akan terus berlanjut. Krisis yang bermula pada tahun 2008 ini, merembet pada hampir sebagian besar negara-
5
Januari 2014
negara di kawasan Eropa dan Amerika menyebabkan pasar dunia terganggu. Kondisi ini secara berantai berdampak pada siklus perdagangan bahan baku, kesejahteraan pekerja dan peningkatan daya beli masyarakat. Kondisi yang sama juga terjadi di Riau. Beruntung, publikasi terkini memperlihatkan terjadi perbaikan ekonomi pada kawasan Eropa dan Amerika, memberi harapan baru terhadap peningkatan kinerja perdagangan dalam negeri dan akhirnya dapat berimbas pada membaiknya kinerja industri. Melihat pengalaman di tahun 2013, setidaknya terdapat dua catatan penting dalam menyongsong 2014. Pertama. Sebagai wilayah dengan perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia dan hampir 53% diantaranya merupakan perkebunan rakyat yang dikelola oleh rumah tangga, terdapat setidaknya sekitar satu juta kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya dari perkebunan sawit. Jika diasumsikan masing-masing rumah tangga terdapat empat orang anggota rumah tangga maka setidaknya terdapat sekitar 70% dari penduduk Riau menggantungkan hidupnya dari perkebunan sawit. Oleh karena itu, ketika harga CPO dunia mengalami kejatuhan, tidak dapat dipungkiri akan berdampak luas terhadap penurunan daya beli masyarakat dan sebaliknya jika harga CPO dapat terjaga pada tingkat yang menguntungkan, dampak multipliernya akan langsung berimplikasi pada bisnis lainnya. Sehingga di tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Riau akan berkorelasi positif terhadap pergerakan harga CPO dunia. Diterimanya CPO sebagai komoditas yang ramah lingkungan dalam APEC Ministerial Meeting memiliki makna yang sangat besar terutama bagi Propinsi Riau. Makna pertama, dengan
diakuinya CPO sebagai produk ramah lingkungan, maka terbuka pasar yang lebih luas tidak hanya untuk pasarpasar yang selama ini menjadi tujuan utama ekspor CPO Riau, tetapi lebih jauh pada pasar Amerika dan Eropa yang masih sangat besar. Kedua, penerimaan ini merupakan sebuah pengakuan internasional terhadap produk dari Indonesia untuk bisa bersaing dengan produk sejenis yang berasal dari negara lain. Dan ketiga adalah implikasi sebagai produk ramah lingkungan, CPO berhak mendapatkan tarif maksimum sebesar 5 persen sampai dengan tahun 2015 sehingga akan mampu lebih bersaing dengan produk sejenis dari negara lain. Disamping peluang tersebut, industri dan perkebunan tentunya dihadapkan pada tantangan masih rendahnya jumlah perusahaan kelapa sawit (PKS) maupun perkebunan yang sudah mendapatkan sertifikat ramah lingkungan. Secara nasional, sampai dengan akhir 2013 baru sekitar 19 perusahaan besar yang memiliki sertifikat ramah lingkungan baik ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) maupun RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil). Berbagai persoalan menyelimuti lambatnya implementasi program pemerintah ini. Walaupun pemerintah telah menetapkan hal ini dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/ Permentan/Ot.140/3/2011 dimana perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 harus sudah tersertifikasi ISPO, namun jumlah perusahaan yang mampu mendapatkan sertifikasi ini hanya segelintir. Tentunya diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk mempercepat proses ini. Pemerintah daerah, pengusaha, petani sawit, media serta instansi lainnya harus bersama-sama mendorong dan men-
jembatani sehingga semakin banyak perkebunan dan PKS di Riau yang disertifikasi menjelang tahun 2015. Disisi lain, rencana penerapan sanksi pencabutan izin usaha bagi perkebunan atau PKS yang belum disertifikasi sampai akhir 2014 tentunya bukan solusi atas kondisi ini dan hanya akan menimbulkan polemik baru pada industri kelapa sawit nasional. Kedua. Dengan segala kelebihan dan potensi yang dimiliki Riau, daerah ini menjadi salah satu incaran investasi penanam modal baik asing maupun dalam negeri. Sangat disayangkan ketika potensi ini akhirnya tidak dapat dioptimalkan karena tidak tersedianya sumber energi listrik yang cukup. Oleh karena itu tidak bisa tidak, kepastian ketersediaan pasokan listrik bagi dunia industri mesti mendapatkan jaminan dari instansi terkait. Kekurangan pasokan energi listrik harus segera diatasi. Pemadaman bergilir tidak boleh lagi terjadi dan pelayanan serta pertumbuhan tingkat elektrikasi tidak boleh melambat. Berbagai faktor lain tentunya ikut berperan dalam meningkatkan geliat ekonomi Riau di tahun 2014. Yang paling penting tentunya, rasa optimisme dan keyakinan perlu dibangun guna mewujudkan Propinsi Riau sebagai pusat perekonomian (new growth poles) di Asia Tenggara, sesuai dengan visi Riau 2020. (*)
Didik Susetyo RCE Wilayah Palembang PERKEMBANGAN EKONOMI & BISNIS SUMATERA SELATAN Perekonomian Sumatera Selatan terus tumbuh positif meski relatif moderat sebesar 6,02 % tahun 2012 dan diperkirakan sebesar 5,58% tahun 2013. Tampaknya ada perlambatan
6
Januari 2014
sedikit akibat kinerja sektor unggulan yaitu pertanian, pertambangan dan penggalian, dan sektor industri pengolahan. Pertumbuhan industri pengolahan tahun 2011 sebesar 5,7%, tahun 2012 tumbuh sebesar 6,0%, dan tahun 2013 diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,3%. Terkait dengan kinerja industri pengolahan, beberapa perusahaan di Sumatera Selatan yang akan meningkatkan produksinya adalah PT Semen Baturaja dan PT Pusri Palembang. PT Semen Baturaja Tbk menargetkan volume penjualan semen tahun 2014 bakal tumbuh signifikan seiring kenaikan kapasitas produksi semen (tribunsumsel.com, Selasa, 24 Desember 2013). Tahun 2014 perusahaan ini berharap penjualan semen bisa tumbuh 23 persen dari target tahun ini. Sekretaris Perusahaan Zulfikri Subli mengatakan bahwa sejak November 2013 perusahaan telah mengoperasikan cement mill berkapasitas 750.000 ton per tahun. Volume produksi bisa mendongkrak penjualan 2014. Semula kapasitas produksi semen milik perusahaan berkode emiten SMBR ini sekitar 1,25 juta ton per tahun, dan dengan adanya pengoperasian cement mill baru ini, kapasitas produksi semen Baturaja meningkat menjadi 2 juta ton per tahun. Tahun 2013 ini PT Semen Baturaja Tbk menargetkan bisa menjual 1,3 juta ton semen. Pada tahun 2014 perusahaan menargetkan bisa menjual 1,6 juta ton semen. Peningkatan volume produksi ini juga diyakini bakal mendongkrak penjualan semen di pasar utama Semen Baturaja, yakni Sumatra Selatan. Pabrik semen ini baru memasok 52% total permintaan semen di Sumatra Selatan sehingga optimistis penjualan semen masih dapat terserap pasar domestik dan regional. Meski pertumbuhan semen pada 2014 diprediksi bakal melambat
seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi regional, namun Zulfikri masih yakin bisa meraih kinerja yang positif. Alasannya, kebutuhan semen di pasar utama perusahaan yakni Sumatra Selatan masih cukup tinggi terutama untuk pembangunan proyek properti dan infrastruktur. Tampaknya ada indikasi perlambatan permintaan semen, namun tidak akan terlalu berpengaruh pada segmentasi pasar semen Baturaja. Hal ini terindikasi bahwa hingga kuartal III-2013 Semen Baturaja mencatat penjualan Rp 794,9 miliar, turun 3,2% dari periode yang sama 2012 sebesar Rp 821,7 miliar. Sementara itu, PT Pusri juga akan mengembangkan produk mulai tahun depan (tribunsumsel.com, Selasa, 24 Desember 2013). Pada tahun 2014 PT Pusri berencana untuk melakukan diversifikasi produk. Direktur Utama PT Pusri Ir. Musthofa mengatakan mulai tahun depan PT Pusri akan menciptakan sejumlah produk lain seperti Pupuk NPK dan pestisida. Ini sebagai bentuk keseriusan PT Pusri mendukung program pemerintah dalam menjalankan ketahanan pangan. Saat ini PT Pusri sedang membangun pabrik urea dengan teknologi energi yang lebih efisien yang diperkirakan akan berproduksi pada akhir tahun 2015. Penggunaan teknologi KBR Purifier Technology untuk Pabrik Amonia dan teknologi ACES 21 milik TOYO dan Pusri sebagai Co Licensor untuk Pabrik Urea. Kapasitas Pabrik Amonia 2.000 ton/hari (660.000 ton/tahun) dan kapasitas Pabrik Urea 2.750 ton/hari (907.500 ton/tahun). Jika pabrik Pusri II-B mulai beroperasi akan menambah produksi sebesar 457.500 ton/urea per tahun, sehingga total produksi urea Pusri menjadi 2,61 juta ton per tahun. Manajemen PUSRI melaksanakan
proyek pembangunan pabrik PUSRI IIB (Proyek PUSRI II-B) untuk mengganti Pabrik Pusri II yang sudah tidak efisien. Pabrik Pusri II-B berlokasi di Palembang, Sumatera Selatan. Sumber pendanaan proyek berasal dari 7 (tujuh) Bank Kreditur yaitu: BCA, BNI, BRI, Bank Mandiri, Bank BJB, Bank Sumsel Babel, dan Bank UOB Indonesia dengan menggunakan skema pembiayaan club deal dengan nilai Proyek Pusri II-B sebesar USD 561 juta (PT Pusri, 2013). Sejalan dengan perkembang ekonomi di Sumatera Selatan, kinerja perbankan mengalami peningkatan walau sedikit perlambatan baik dari penghimpunan DPK maupun penyaluran kredit. Sebagai ilustrasi, pangsa pasar penyaluran kredit perbankan sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai pangsa sebesar 27%; sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan sebesar 26%, dan sektor industri pengolahan sebasar 17% pada Q-3 2013. Ada indikasi peningkatan penyaluran kredit sektor pengolahan periode 2012-2013 meski ada perlambatan pada triwulan III dan IV-2013. Dampak peningkatan kegiatan industri pengolahan di Sumatera Selatan akan mendorong peningkatan potensi pasar penghimpunan DPK dan alokasi kredit perbankan, terutama mendukung pembangunan perluasan pabrik seperti proyek pabrik semen dan proyek Pusri II-B. Implikasi dari adanya perluasan pabrik industri pengolahan terutama hilirisasi yang berbasis pada komoditi karet dan CPO juga akan meningkatkan aktivitas industri pengolahan di Sumatera Selatan. Dampak program hilirisasi industri pengolahan di Sumatera Selatan relatif terbuka luas bagi perbankan, namun berbagai kebijakan yang membatasi ekspor minerba dan kebijakan
7
Januari 2014
menutup investasi asing untuk perkebunan belum menambah pembangunan industri hilir. Beberapa hal penyebab belum tertariknya investor untuk hilirisasi industri pengolahan antara lain: (1) proses birokrasi perizinan usaha masih membutuhkan waktu lama dan biaya tidak resmi relatif mahal, (2) kualitas infrastruktur dan pasokan energi belum memadai, (3) iklim bisnis daerah belum didukung oleh keamanan berinvestasi, dan (4) ketersediaan lahan untuk bangun pabrik pada zona tertentu tidak didukung oleh RTRW yang ada. (*)
Rina Indiastuti RCE Wilayah Bandung PROYEK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI AREA BNI WILAYAH BANDUNG Realisasi pertambahan infrastruktur jalan tol dan bandara memasuki Tahun 2014 praktis belum terjadi, k a r e n a m a si h d a la m p r o se s pembangunan. Namun demikian, dengan telah dimulainya pembangunan proyek telah memunculkan signal positif prospek ekonomi dan bisnis di wilayah terbangunnya infrastruktur tersebut. Berikut ini disampaikan perusahaan dan nilai proyek serta kemajuan pembangunan infrastruktur di area BNI wilayah Bandung. 1. Cirebon dan sekitarnya Pembangunan jalan tol Cipali sejak Januari 2013 dan dijadwalkan selesai 2015, akan menghubungkan Cikampek dengan Palimanan mulai memberikan signal pertumbuhan ekonomi wilayah Majalengka, Indramayu, Kuningan dan K ot a Cire b on. Se lain se dan g dibangunnya jalan tol Cipali, beroperasinya jalur kereta api Jakarta-Cirebon dan Bandung-Cirebon telah memudahkan mobilitas pebisnis dan wisatawan. Rencananya, jalan tol
Cipali dikoneksikan dengan bandara internasional Kertajati. Diperkirakan Kota Cirebon akan menjadi urutan kedua kota dengan densitas bisnis di Jawa Barat, setelah Bandung. PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) menangani pembangunan jalan tol Cipali sepanjang 116 km dengan nilai kontrak sebesar Rp7,7 triliun. Dari n i lai pr oye k t er sebu t, por si pendanaan perseroan sebesar 45 persen atau Rp3,46 triliun. 2. Sukabumi dan sekitarnya Pembangunan ruas Jalan Tol CiawiSukabumi, yang merupakan bagian proyek jalan tol trans Jawa, sudah dimulai sejak pertengahan 2013 dan pengadaan tanah hingga akhir 2013 su d a h m e n c a pa i 4 0 pe r se n . Pembangunan jalan tol ini diharapkan akan mengurangi kemacetan pada sejumlah titik rute Jakarta-Bandung melalui puncak serta wilayah Sukabumi dan sekitarnya. Panjang jalan Tol Ciawi-Sukabumi mencapai 54 kilometer, dimulai dari akses Ciawi Tol Jagorawi hingga Sukaraja Kota Sukabumi, yang keseluruhannya dibagi menjadi 4 seksi, yakni Seksi I, Ciawi Cigombong (15 Km), Seksi II Cigombong-Cibadak (12 Km), Seksi III Cibadak-Sukabumi Barat (14 Km) dan Seksi IV Sukabumi Barat-Sukabumi Timur (13 Km). Bentang jalan tol tersebut melewati 4 kawasan di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Sukabumi dan Kabupaten Sukabumi. PT Trans jabar Toll adalah pemegang konsesi pengusahaan Jalan Tol CiawiSukabumi. Kebutuhan dana untuk pengadaan lahan untuk 54 km mencapai Rp789 miliar. Sedangkan nilai investasinya mencapai Rp7,7 triliun.
dijadwalkan selesai tahun 2016 bersamaan dengan proses pembangunan bandara Kertajati di Majalengka. Jika pembangunan jalan tol Cisumdawu rampung maka jarak tempuh Bandung – Sumedang menjadi 15 menit dari yang saat ini memerlukan 2 jam. Pelaksanaan konstruksi Seksi II RancakalongSumedang proyek pemerintah, dikerjakan oleh joint operation Shanghai Construction Group, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), dan PT Waskita Karya dengan komposisi pekerjaan sebesar 70%, 20%, dan 10% dengan nilai kontrak Rp 1,02 triliun. Pembiayaan proyek berasal dari pinjaman LN sebesar USS 100 juta, sisanya US$ 11 juta dari APBN tahun 2012-2014. Sedangkan Seksi I dan Seksi III-VI nantinya dig ara p oleh swa sta me lalu i skema public private partnership (PPP). Sebagai penutup, 1. Prospek ekonomi di wilayah Pantura menjadi semakin tinggi pada 2015 dengan kemudahan akses jalan tol Cipali yang me n gh ubun g ka n Ma j a le ng k a, Indramayu, Kuningan dan Cirebon dan akses kereta api dari Bandung dan Jakarta. Dengan posisi Cirebon sebagai destinasi wisata yang akan menguatkan prospek usaha jasa di Cirebon melengkapi berkembangnya industri di area sekitarnya. 2. Masih berlangsungnya pembangunan proyek infrastruktur dengan nilai cukup besar di tiga kawasan tersebut diatas merupakan potensi disasarnya dukungan perbankan terhadap perusahaan penggarap proyek. (*)
3. Bandung dan sekitarnya Pe m ba n g u n a n t ol C i le u n y i Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) sudah dimulai Januari 2012 dan
8
Januari 2014
Alimuddin Rizal Riva’i RCE Wilayah Semarang MENYONGSONG JAWA TENGAH YANG LEBIH SEJAHTERA DAN BERDIKARI Pergantian Kepala daerah sebenarnya tidak serta merta merubah visi pemerintahan dalam membangun wilayahnya, karena setiap wilayah dibangun sudah memiliki sebuah rencana strategis baik itu jangka panjang (RPJP), menengah (RPJMD) maupun jangka pendek (Rencana operasional). Jawa Tengah (Jateng) yang baru saja melaksanakan pergantian Gubernur-pun mengalami hal tersebut, dimana Gubernur terdahulu mengusung Jargon “Bali Ndeso Mbangun Desa”, sedangkan Gubernur terpilih saat ini mengusung Jargon “Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi”, yang kemudian dijadikan “warna” orientasi pembangunan sang Gubernur. Sepanjang periode 2008-2013, pemerintah merencanakan pembangunan ekonomi, sosial, politik dan budaya berbasis membangun desadesa/wilayah yang potensial dengan orientasi membangun keunggulan setiap daerah dengan program “one village - one product”, dan sampai dengan akhir 2013 program ini belum selesai. Sementara itu, Gubernur yang baru Ganjar Pranowo meningkatkan fokus pada “Mboten Korupsi dan Mboten Ngapusi” yang artinya disamping menggali potensi Jawa Tengah di segala sektor, Gubernur juga hendak memprioritaskan bahwa para aparatur Pemerintahan (kususnya) dan masayarakat (umumnya) untuk bersikap Jujur atau menjalankan praktik pemerintahan yang bersih (Good Governance). Dengan slogan "Bali Ndeso Mbangun Deso", Provinsi Jawa Tengah memiliki
visi "Terwujudnya Masyarakat Jawa Tengah Yang Semakin Sejahtera". Untuk mewujudkannya, adapun misi Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut: 1. Mewujudkan Pemerintahan yang bersih dan profesional serta sikap responsif aparatur; 2. Pembangunan ekonomi kerakyatan berbasis pertanian, UMKM dan industri padat karya; 3. Memantapkan kondisi sosial budaya yang berbasiskan kearifan lokal; 4. Pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi secara berkelanjutan; 5. Peningkatan perwujudan pembangunan fisik dan infrastruktur; 6. Mewujudkan kondisi aman dan rasa aman dalam kehidupan masyarakat Selama periode tersebut, jika dikaji dari pertumbuhan PDRB per-sektor berdasarkan Lapangan Usaha, maka Jawa Tengah cukup baik dalam pertumbuhan ekonominya. Berdasarkan Lapangan Usaha terlihat bahwa pada tahun 2012 perekonomian Jawa Tengah dapat tumbuh mencapai 6,3% dan semua sektor mengalami pertambahan pertumbuhan yang positif. Nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah selama tahun 2008 – 2012 mengalami peningkatan secara positif: PDRB Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2008 sebesar Rp.362,939 Triliun meningkat menjadi Rp.556,480 Triliun pada tahun 2012, sedangkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2008 sebesar Rp.168,034 Triliun, meningkat menjadi Rp.210,848 Triliun pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan pertumbuhan PDRB Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan selama kurun waktu 5 (lima) tahun dari tahun 2008–2012 semakin meningkat, dimana tahun 2008 sebesar 5,5%, menjadi sebesar 6,3% di tahun 2012. Sementara untuk triwulan III tahun
2013 mencapai 5,8%, meskipun terdapat beberapa kendala alam dan dampak kebijakan pemerintah yang terkait dengan penggunaan lahan. Pertumbuhan ekonomi Jateng masih cukup baik; pada tahun 2012 berada pada peringkat empat setelah DKI, Jatim dan Bali, dan diatas Pertumbuhan Nasional. Sementara laju inflasi di Jateng cenderung fluktuatif, dan pada pada tahun 2012 mencapai 4,24%, sedangkan tahun 2013 tingkat inflasi Jateng mengalami fluktuasi yang sangat tinggi pada bulan Juli 2013 mencapai 3,41% dengan laju inflasi sebesar 8,27% (yoy). Kondisi ini tidak terlepas dari pengaruh situasi ekonomi nasional (baik yang berkaitan dengan kebijakan moneter maupun fiskal) dan situasi ekonomi global. Dilihat dari sisi PDRB Pengeluaran, maka nampak bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga masih lebih besar dibanding dengan pengeluaran lainnya yaitu mencapai antara 47,28% s.d 56,46% sepanjang 2008-2013, sementara pengeluaran untuk investasi tumbuh dan meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan utamanya adalah yang terkait dengan program MP3EI dari pemerintah pusat. Bila dilihat dari eksporimpor, maka kondisi neraca perdagangan Jateng ini masih tidak menyenangkan, karena pertumbuhan ekspor Jateng ke luar negeri masih tertinggal oleh peningkatan impor dari luar negeri sepanjang lima tahun ini. Namun, demikian upaya yang dilakukan oleh pemangku kepentingan di Jawa Tengah untuk meningkatkan ekspor terus dilakukan, terutama untuk produk-produk hasil pertanian, industri pengolahan, industri kreatif, tekstil dan produk-produk unggulan Jateng lainnya. (*)
9
Januari 2014
Ruddy Purwono RCE Wilayah Surabaya EVALUASI KINERJA EKONOMI MAKRO JAWA TIMUR 2013 DAN PROYEKSI 2014 Jawa Timur sebagai provinsi dengan kontribusi PDRB terhadap PDB nasional terbesar kedua (triwulan III2013 sebesar 15,02%) setelah DKI Jakarta (triwulan III-2013 sebesar 16,58%) mempunyai jumlah penduduk lebih besar daripada Malaysia dan angkatan kerjanya lebih besar daripada gabungan Brunei, Timor Leste, Singapore dan Laos. Adapun 3 sektor yang memberikan kontribusi terbesar kumulatif s/d triwulan III2013 adalah Perdagangan, Hotel dan R e st a u r a n ( 3 1 , 0 8 % ) , I n d u s t r i Pengolahan (26,24%), dan Pertanian (15,95%). Sedangkan persentase konsumsi rumah tangga terhadap PDRB Jawa Timur menurut penggunaan pada triwulan III-2013 yaitu 66,99%. Pada triwulan III-2013 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mencapai 6,49%, angka ini mengalami penurunan dibandingkan pada periode sebelumnya yaitu triwulan I-2013 dan triwulan II-2013 masing-masing sebesar 6,62% dan 6,97%. Meskipun mengalami penurunan, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur triwulan III-2013 ini masih tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Pada tahun 2013 proyeksi pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dikisaran angka 6,5-7,0%. Inflasi Jawa Timur pada November 2013 mencapai 7,53% (yoy) atau 6,94% (ytd), lebih rendah dari angka nasional. Dalam 4 tahun terakhir, Jawa Timur mampu menjaga inflasi dalam koridor inflasi yang ditetapkan Bank Indonesia. Diharapkan inflasi tahun 2013 berada dalam kisaran 7,07,75% yang masih di bawah inflasi nasional. Upaya pengendalian inflasi
ini adalah untuk menjaga daya beli masyarakat Jawa Timur. Kinerja investasi di Jawa Timur pada semester I-2013, realisasi investasi untuk PMA sebesar Rp 14,64 triliun (10,0% kontribusi Jawa Timur terhadap kinerja PMA secara nasional), PMDN sebesar Rp 19,51 triliun (32,2% kontribusi Jawa Timur terhadap kinerja PMDN secara nasional) dan Investasi Daerah sebesar Rp 33,93 triliun. Sehingga realisasi investasi semester I-2013 dibanding semester I-2012 terjadi peningkatan sebesar 11,86%. Jawa Timur terus melakukan penguatan infrastruktur melalui penambahan peningkatan struktur dan kapasitas in fra struktur se perti Program K e m a n t a p a n J a l a n t e r m a su k pembangunan Jalan dan Jembatan Lintas Selatan, Transportasi Laut seperti pembangunan pelabuhan termasuk normalisasi Alur Pelayaran Barat Surabaya dan pembangunan Pelabuhan Laut Teluk Lamong, Perhubungan Udara seperti perluasan Bandara Juanda Surabaya dan menjadikan bandara internasional untuk Bandara Abdul Rachman Saleh di Malang, Perkeretaapian dengan pembangunan double track lintas B oj on e g or o - Su r a ba y a . De n g a n penguatan infrastuktur ini maka diharapkan investasi di Jawa Timur terus meningkat. Kinerja perdagangan Jawa Timur pada semester I-2013, ekspor barang dan jasa (luar negeri sebesar Rp 114 triliun dan antar daerah sebesar Rp 163 triliun) dan impor barang dan jasa (luar negeri Rp 123 triliun dan antar daerah Rp 131 triliun). Ekspor barang dan jasa dengan negara tujuan adalah Jepang, Afrika Selatan, Amerika Serikat, China, Malaysia dan lain-lain. Selama Januari-September 2013 dibanding Januari-September
2012 ekspor untuk sektor pertanian naik 10,59%, industri turun 5,65% dan pertambangan turun 9,57%. Import dengan negara tujuan adalah China, Amerika Serikat, Jepang, Argentina, Thailand, dan lain-lain. Selama Januari-September 2013 dibanding Januari-September 2012 impor barang konsumsi naik 12,73%, barang baku/ penolong turun 2,99% dan barang modal naik 31,68%. Perdagangan barang dan jasa Jawa Timur masih surplus sebesar Rp 29 triliun yang di dukung oleh kinerja ekspor antar daerah. Untuk memperkuat dan memperluas kinerja perdagangan antar daerah maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur membentuk kantor perwakilan dagang di 15 provinsi (tahun 2012) dan tambahan lagi sebanyak 9 kantor (tahun 2013). Pada tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur diproyeksikan pada kisaran 6,7% - 7,1%. Motor penggerak adalah dari Konsumsi Rumah Tangga yang berasal dari peningkatan income dan peningkatan kelas menengah, investasi meningkat yang berasa l dari pengua tan infrastruktur dan peningkatan kinerja perdagangan terkait membangun kekuatan supply chain antar daerah. Untuk inflasi, pada tahun 2014 diproyeksikan 5,5%-6,5%, hal ini lebih ban yak terkait iklim yan g berpengaruh pada ketersediaan barang (pertanian). (*)
Marsuki RCE Wilayah Makassar PEREKONOMIAN SULSEL TETAP MENJANJIKAN DI 2014 Perlambatan ekonomi nasional diprediksi masih akan terjadi pada 2014 mendatang, namun masih banyak kalangan yakin bahwa hal tersebut tidak akan berpengaruh besar pada perekonomian Provinsi Sulawesi
10
Januari 2014
Selatan (Sulsel) khususnya. Ekonomi Sulsel memegang peranan penting di KTI, khususnya dalam perekonomian Sulampua (Sulawesi, Maluku, dan Papua), yakni mencapai 35,7%. Di tengah kesulitan ekonomi global dan nasional yang masih terjadi, arah pertumbuhan ekonomi Sulsel masih baik selama dua tahun berturut-turut. Misalnya pada 2012, ekonomi Sulsel tumbuh 8,37%, sementara pada 2013, ekonomi Sulsel masih diproyeksikan tumbuh 7,8%-8,2%. Langkah pemerintah daerah untuk memperkuat pembenahan infrastruktur ekonomi seperti sarana transportasi dan energy, serta mendorong partisipasi aktif dunia usaha dalam kegiatan berusaha adalah faktor penting dan cukup baik untuk mendukung realisasi prospek ekonomi Sulsel tetap menjanjikan pada tahun 2014 nanti. Meski demikian, Gubernur Sulsel memperkirakan bahwa pada triwulan pertama 2014, ekonomi Sulsel akan mengalami penurunan meski tak terlalu signifikan. Namun dia menjanjikan akan berusaha mengejar pada di triwulan ketiga karena adanya masa panen-panen besar terjadi atas beberapa komoditas unggulan Sulsel, seperti komoditas coklat. Seiring dengan pernyataan Gubernur tersebut, beberapa pengamat ekonomi daerah memproyeksikan pula bahwa pertumbuhan ekonomi Sulsel di 2014 diprediksi tidak akan secemerlang 2013. Pertama, hal ini dimungkinkan karena laju perekonomian di Sulsel tidak terlepas dari kondisi perkonomian Indonesia yang akan mengalami pelemahan pertumbuhan. Kenyataan ini tidak terlepas dari dampak eksternal kebijakan ekonomi moneter Amerika (tapering policy), yang akan mendorong adanya capital outflow, kemudian memberi
efek negatif pada pasar modal dan uang di Indonesia yang mengakibatkan nilai kurs rupiah volatilitasnya cukup tinggi dan nilainya cenderung semakin melemah. Kedua, keadaan ini diperparah karena persoalan internal Indonesia dimana hampir 80% komponen industrinya membutuhkan bahan baku impor. Sehingga semakin tinggi target pertumbuhan ekonomi nasional, maka semakin tinggi pula posisi neraca impor, yang membuat semakin banyak kebutuhan dolar, akibatnya Neraca perdagangan akan semakin defisit. Dalam konteks ekonomi Sulsel pada saat krisis 1998-1999, krisis secara nasional tidak serta merta memukul kondisi perekonomian Sulsel, oleh karena ada beberapa produk ekspor daerah ini adalah sektor unggulan yang justru memperoleh manfaat besar, karena meningkatnya penerimaan hasil ekspor milik masyarakat kebanyakan, yang dijual dalam harga dollar US, seperti coklat, hasil tambang dan beberapa hasil perikanan dan perkebunan lainnya. Hanya kini masalahnya berbeda, karena kebanyakan hasil produk ekspor unggulan Sulsel tersebut sudah tidak dinikmati lagi secara utuh oleh masyarakat Sulsel, karena sebagian besar kegiatan sektor unggulan tersebut telah diusahakan oleh pihak-pihak dari luar Sulsel bahkan pihak asing, sehingga dampaknya bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Sulsel sudah semakin kecil. Siklus perekonomian global yang belum menentu pada 2014 kiranya perlu diamati oleh para pelaku ekonomi secara seksama dan berhati-hati jika tidak ingin terimbas oleh krisis yang belum menentu arah penyelesaiannya. Selain itu, perlu memperhitungkan adanya beberapa regulasi
pemerintah pusat yang jika diberlakukan jelas akan menekan kemampuan ekonomi masyarakat Sulsel khususnya, seperti jika diberlakukannya kebijakan pelarangan ekspor bahan baku pertambangan pada awal Januari 2014. Termasuk perlunya mengantisipasi kemungkinan akan dinaikkannya kembali suku bunga kebijakan BI, BI Rate, pada semester awal 2014 guna mengatisipasi inflasi dan gejolak nilai tukar rupiah yang semakin lemah, yang mana hal tersebut akan menaikkan suku bunga pinjaman dan selanjutnya akan menekan kemampuan pelaku usaha di Sulsel khususnya dalam meningkatkan bisnisnya. Oleh karena itu, pemerintah daerah Sulsel bersama dengan pemangku kepentingan lainnya, utamanya BI dan asosiasi dunia usaha di Sulsel perlu melakukan beberapa kebijakan strategis yang bersifat implementatif, sehingga segera dapat mempercepat perbaikan infrastruktur yang belum terealisasi, kemudian berupaya agar biaya logistik dapat ditekan lebih murah, serta dapat menstabilkan harga-harga komoditas kebutuhan dasar masyarakat agar dapat terjangkau, dan terutama agar dapat mendorong pelaku usaha bergerak lebih cepat dalam menjalankan dan memperluas bisnisnya. (*)
I Wayan Ramantha RCE Wilayah Denpasar PENGUATAN DOLAR AMERIKA UNTUNGKAN EKONOMI BALI Meningkatnya BI rate yang telah berlangsung hampir delapan bulan, bukannya mampu mengerem konsumsi atau meningkatkan simpanan masyarakat di bank. Simpanan masyarakat per Oktober 2012 yang tumbuh sebesar 38 persen, hustru turun dengan pertumbuhan hanya 13 persen hingga Oktober 2013. Di ten-
11
Januari 2014
gah kondisi biaya hidup yang kian naik, masyarakat Bali tampaknya masih memilih untuk mempertahankan pola konsumsi dengan mengurangi simpanan. Padahal, suku bunga dana baik tabungan, giro dan deposito sudah bergerak naik seiring dengan kenaikan BI rate. Fakta di atas juga mengandung arti, bahwa kenaikan suku bunga acuan hingga 7,5 persen, ternyata kurang mampu menahan laju inflasi (demand inflation), karena permintaan barang konsumsi tidak mengalami penurunan yang signifikan. Pada sisi lain, karena pemenuhan konsumsi banyak berasal dari impor, maka defisit neraca perdaganganpun sulit dibendung. Keadaannya menjadi lebih parah, karena kondisi itu terjadi di tengah menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah. Impor yang lebih tinggi dibanding ekspor, akan memicu kebutuhan dolar yang lebih banyak dibanding yang kita dapat. Ujung-ujungnya rupiah tidak akan kunjung menguat. Kenaikan suku bunga dana, berarti kenaikan harga pokok kredit bagi dunia perbankan. Karena pada umumnya sumber dana perbankan rata-rata 82 persen berasal dari simpanan pihak ketiga. Sementara dari sisi penyaluran kredit, bank tidak serta-merta dapat menaikkan suku bunga pinjamaan yang diberikan, apalagi secara proporsional dengan kenaikan suku bunga dana. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan bank sebelum mengambil kebijakan menaikkan suku bunga kredit. Salah satu yang paling rentan adalah kredit macet. Beberapa hasil penelitian empirik dari waktu ke waktu sebagian besar menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga pinjaman selalu disertai oleh kenaikan persentase kredit bermasalah. Pada kondisi seperti ini, para
pengelola bank harus betul-betul cermat terhadap seluruh komponen yang menentukan laba-ruginya. Efisiensi biaya “produksi” tidak langsung (overhead cost), wajib dilakukan di tengah kondisi di mana seharusnya bank memerlukannya dalam jumlah yang lebih besar untuk merayu dana masyarakat. Tugas pokok bank sebagai lembaga intermediasi dana, akan tetap teruji berat pada tahun 2014 nanti, manakala suku bunga acuan tidak kunjung diturunkan oleh rapat dewan Gubernur BI. Pengelola bank dituntut pintar untuk mencari pendapatan di luar bunga kredit, seperti pendapatan jasa perbankan (fee based income), di tengah suasana bisnis sektor riil yang masih mengendor. Berat memang, tapi pil pahit harus ditelan agar perekonomian nasional di tahun politik yang akan datang tidak sampai terganggu. Bagi perekonomian Bali yang sebagian besar ditunjang oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, kondisi ini cukup menguntungkan. Penguatan nilai tukar dolar Amerika terhadap rupiah menguntungkan sub sektor hotel dan restoran yang sebagian besar tarifnya menggunakan mata uang dolar. Demikian juga pada sub sektor perdagangan, karena sebagaian perdagangan Bali tertuju untuk pasar ekspor, maka kenaikan nilai tukar dolar Amerika yang semula ada pada kisaran Rp 9.000 berubah menjadi Rp 12.000 pada akhirnya menguntungkan posisi perdagangan luar negeri pulau dewata. (*)
Ahmad Alim Bachri RCE Wilayah Banjarmasin PENGEMBANGAN POTENSI CAR TERMINAL PELABUHAN TRISAKTI BANJARMASIN Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan memiliki daya tarik yang tinggi bagi para investor, khususnya investor yang berasal dari Jepang. Hal ini dibuktikan dengan kedatangan investor asal Jepang yang merupakan petinggi perusahaan pelayaran yang berafiliasi dengan Astra, PT. Toyo Fuji Serasi Indonesia, untuk peninjauan fasilitas perhubungan atau pelabuhan di Kalimantan Selatan sekaligus observasi potensi kerjasama pelabuhan trisakti. Secara statistik, pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan dari tahun ke tahun yang mengalami peningkatan rata-rata 6% pertahun merupakan faktor yang menarik perhatian investor. Hal yang berhubungan langsung dengan pertumbuhan ekonomi tersebut terutama ditujukan pada fasilitas penunjang perekonomian Kalimantan Selatan seperti pelabuhan Trisakti yang merupakan pintu gerbang perdagangan dan ekonomi bagi Provinsi Kalimantan Selatan dan sebagian Provinsi Kalimantan Tengah. Saat ini arus kendaraan yang masuk melalui pelabuhan Trisakti mencapai 3.000 unit per bulan yang didominasi oleh mobil keluarga seperti mobil van dan sedan. Tentunya hal ini menarik untuk dikembangkan car terminal sekaligus bekerjasama dengan produsen kendaraan roda empat tersebut PT. Toyo Fuji Shipping Company merupakan perusahaan yang bergerak di bidang ekspedisi kendaraan mobil sehingga konsep pengembangan yang direncanakan, yaitu car terminal,
12
Januari 2014
akan dibangun di tiga lokasi di pelabuhan trisakti dengan luas 9.300m2. Untuk menunjang rencana tersebut, PT Pelindo III Banjarmasin berencana membangun pelabuhan baru seluas 500 Hektare di area eks PT Gunung Meranti yang akan dikerjasamakan dengan pemerintah daerah Kota Banjarmasin. Rencana ke depan pelabuhan tersebut akan digunakan untuk pelayaran bongkar muat non peti kemas, seperti bulk cargo dan Ro-ro. Pelabuhan baru tersebut juga akan diintegrasikan dengan zona industri, dan akan dilengkapi dengan sistem pembangkit listrik tersendiri. Pelabuhan baru akan dibagi dalam beberapa kawasan meliputi 100 hektare untuk Port Principal Facilities yang berupa dermaga dan fasilitas bongkar muat lainnya serta 400 Hektare untuk Port Associated Industries dan zona usaha lainnya. Pengembangan terminal peti kemas Pelabuhan Trisakti Banjarmasin oleh PT Pelindo III ini akan menghabiskan dana senilai Rp 375 miliar. Pelindo III cabang Banjarmasin bersama dengan pemerintah Kalimantan Selatan merancang peningkatan pelayanan perhubungan laut, seperti Pengembangan dan pembangunan pelabuhan Banjarmasin (Trisakti – Martapura Baru - Besirih) yang saat ini sudah mulai pengembangan pembangunan dermaga petikemas. Keberadaan Pelindo III cabang Banjarmasin sebagai operator pelabuhan sangat berperan penting dalam mendukung transportasi nasional; selain pelabuhan merupakan pintu gerbang keluar masuknya barang, juga sebagai tempat bertemunya transportasi antarmoda. Terlebih lagi di kawasan Kalimantan, karena sampai sekarang Kalimantan dirasa kurang dalam sektor sarana
transportasi. Sektor transportasi memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan Kalimantan yaitu: 1). Sebagai penunjang terhadap peningkatan kegiatan pada sektor-sektor lain, dan 2). Sebagai pendorong untuk membuka keterisolasian daerah-daerah. Transportasi merupakan kekuatan yang membentuk wajah dan perkembangan suatu daerah atau wilayah dalam jangka panjang. (*)
Agus Tony Poputra RCE Wilayah Manado PROYEKSI EKONOMI PROVINSI DI AREA KERJA BNI 46 WILAYAH MANADO TAHUN 2014 Tahun 2014 yang merupakan tahun Pemilu telah meningkatkan ketidakpastian perekonomian Indonesia. Pemilu kali ini memiliki makna strategis sebab akan terjadinya penggantian pimpinan nasional. Penggantian ini menimbulkan spekulasi di kalangan dunia usaha mengenai kebijakan ekonomi dan politik seperti apa yang akan dijalankan pemimpin baru. Kondisi yang kurang kondusif ini diperparah oleh belum adanya kandidat kuat yang telah diusung partai politik untuk menjadi Calon Presiden 2014-2019. Besarnya spekulasi yang ada membuat kebanyakan pengusaha terutama berskala menengah-besar dan besar mengambil sikap wait and see sehingga dapat melemahkan kinerja ekonomi Indonesia di tahun 2014 walaupun di sisi lain belanja pemilu diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks regional, dampak pemilu dapat berbeda antara suatu daerah dengan daerah lainnya. Berkaca dari pemilu sebelumnya, untuk provinsi-provinsi di area kerja BNI 46 Wilayah Manado yang mencakup Su-
lawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara (Suluttenggo-Malut), perhelatan pemilu umumnya memberikan kontribusi berkisar 0,1-0,2% terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi tersebut. Hasil ini dapat terulang sepanjang kondisi keamanan pada rangkaian pemilu bersifat kondusif. Dampak tindakan wait and see dari pengusaha berskala menengah-besar dan besar kurang memberikan dampak terhadap perekonomian Suluttenggo-Malut sebab sebagian besar perekonomian provinsi-provinsi tersebut dijalankan oleh pengusaha berskala menengah dan kecil serta aktivitas pemerintah. Pada tahun 2014, perekonomian Sulawesi Utara (Sulut) diperkirakan dapat tumbuh pada kisaran 7,6-7,9%. Pertumbuhan tersebut diantaranya akan didorong oleh realisasi pembangunan Tol Manado-Bitung Tahap I serta persiapan pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Merah, Bitung. Di sisi lain, Sulawesi Tengah (Sulteng) diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dimana berada pada kisaran 11,4-11,7%. Sumber pertumbuhan Sulteng diperkirakan berasal dari persiapan pembangunan KEK Palu dan persiapan beroperasinya kegiatan tambang Gas Sonoro-Donggi di Kabupaten Banggai. Untuk perokonomian Provinsi Gorontalo, pada tahun yang sama diproyeksikan dapat tumbuh pada kisaran 7,4-7,7%. Selanjutnya perekonomian Maluku Utara (Malut) diperkirakan tumbuh 6,7-7,0%. Pertumbuhan-pertumbuhan yang relatif tinggi ini kemungkinan besar terjadi jika pemilu berlangsung dengan aman. Hal yang perlu menjadi catatan penting adalah yang berkaitan dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM
13
Januari 2014
Nomor 20 Tahun 2013 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral. Bila Permen yang berisikan larangan ekspor tambang mentah tersebut benarbenar direalisasikan pemerintah pada tahun 2014, maka dapat memberikan pengaruh negatif yang cukup signifikan terhadap perekonomian Sulteng dan Malut lewat sisi ekspor jika perusahaan tambang di kedua provinsi tersebut tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut. Ini disebabkan lebih dari 80% ekspor kedua provinsi berupa bahan tambang, terutama Nikel. Namun demikian, kebijakan ini dalam jangka menengah dapat memberikan nilai tambah lebih tinggi bagi kedua provinsi ini bila hilirisasi hasil tambang dilakukan. Dari aspek kestabilan harga, keempat provinsi tersebut diperkirakan akan mengalami inflasi di bawah 6% dimana lebih rendah dibanding tahun ini. Hal ini didasarkan pada pertimbangan, bahwa inflasi tahun 2013 telah relatif tinggi sehingga memiliki peluang terjadi penyesuaian kembali pada tahun 2014. Juga, diperkirakan tahun 2014 pemerintah tidak akan menaikan harga BBM Subsidi mengingat kebijakan tersebut sangat riskan dalam tahun pemilu. Faktor yang kemungkinan dapat mendorong inflasi tahun 2014 adalah pelemahan nilai tukar rupiah. Namun pelemahan rupiah di sisi lain dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di SulttenggoMalut karena dapat meningkatkan nilai ekspor produk perkebunan dan perikanan. Dengan demikian pengaruh pelemahan Rupiah dapat bersifat ambigu bagi perekonomian Sulttenggo -Malut. Berdasarkan uraian di atas, pada dasarnya perekonomian SuluttenggoMalut di tahun 2014 tidak berbeda jauh dengan tahun 2013 sepanjang pemilu berlangsung aman. Ini membu-
tuhkan kearifan politikus dan kelompok masyarakat untuk memaknai pemilu sebagai “pesta demokrasi,” bukannya ajang untuk melakukan tindakan destruktif. (*)
Insight Ridwansyah Yusuf Achmad1 MENCIPTAKAN KEMBALI KERJASAMA EKONOMI INDONESIA -BELANDA MASA DEPAN Babak baru kerjasama bilateral Indonesia-Belanda telah dimulai melalui kunjungan Perdana Menteri Mark Rutte ke Indonesia pada tanggal 20-22 November 2013 lalu. Rombongan yang terdiri dari 2 menteri, 15 CEO dari perusahaan multinasional, serta perwakilan dari 106 perusahaan tersebut fokus pada pembahasan beberapa sektor seperti pertanian, hortikultura, pengolahan makanan, manajemen air, infrastruktur dan kesehatan. Ekonom dari kedua negara berharap agar kunjungan ini dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperkuat hubungan politik antar kedua negara tersebut. Pada akhir kunjungan, telah disetujui 10 perjanjian government-togovernment dan 17 kerjasama bisnis. Saat ini, volume perdagangan Indonesia dengan Belanda mencapai US$ 5,5 miliar di 2012 dengan Indonesia mencatatkan surplus, dan Belanda tercatat sebagai investor terbesar ke lima di Indonesia dengan nilai investasi mencapai US$ 1 miliar. Indonesia dan Belanda memiliki keterikatan yang unik akibat sejarah yang dimiliki. Dunia mengetahui bahwa Indonesia dahulu pernah dijajah oleh Belanda selama lebih dari 3 abad, namun kondisi sudah berubah drastis saat ini. Kekuatan ekonomi
saat ini justru bergerak ke arah Indonesia sebagai salah satu Emerging Market yang sangat potensial, sementara Belanda justru tengah berjuang menjaga keseimbangan ekonominya serta zona Euro sebagai dampak dari krisis 2008. Dalam hal pendapatan domestik bruto (PDB), PDB Indonesia mencapai US$ 873 miliar di tahun 2012, sementara PDB Belanda sedikit lebih rendah, yaitu US$ 773 miliar di tahun yang sama. Pada pertengahan 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,81% sementara Belanda justru mengalami kontraksi sebesar 0,2%. Lebih lanjut, kelas menengah Indonesia yang semakin berkembang telah menyebabkan Indonesia menjadi lebih tahan terhadap goncangan global, sementara di Belanda justru yang terjadi adalah kebalikannya. Namun demikian, kendati zona Euro tengah mengalami depresi, Belanda justru tercatat mengalami surplus perdagangan terbesar dengan nilai mencapai US$ 198 miliar. Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu ekonomi berkembang yang berpotensi menjadi pemain global di pasar dunia. Bisa dikatakan bahwa saat ini merupakan momen yang sangat tepat bagi para ekonom Indonesia untuk menemukan kembali (reinvent) pendekatan ekonomi dengan Belanda. Saat ini Indonesia relatif tidak memiliki ketergantungan yang signifikan dengan Belanda, sementara sebaliknya Belanda justru tengah membutuhkan dukungan dari Indonesia untuk memperkuat stabilitas ekonomi negaranya. Karena itu, hubungan yang sejajar dan berorientasi ke depan tentunya dapat dibentuk sebagai dasar kerjasama ekonomi yang lebih lanjut. Salah satu isu utama kerjasama ekonomi Indonesia-Belanda adalah
14
Januari 2014
terkait finalisasi fokus perjanjian Indonesia-zona Eropa dalam IndonesiaEuropean Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). Perpanjangan atau ekstension dari perjanjian ini akan memungkinkan dan memudahkan Indonesia untuk mengekspor sumber daya alam strategis seperti CPO ke Belanda dan negara-negara Eropa lainnya, dimana berbagai pertemuan dan diskusi untuk mempermulus wacana tersebut telah dilakukan. Indonesia sendiri saat ini tercatat sebagai produsen CPO terbesar dunia dengan produksi mencapai 31 juta metrik ton; namun demikian Indonesia juga dihadapkan pada masalah sosial dan lingkungan yang menyebabkan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara Eropa menjadi sulit. Terdapat tiga strategi yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia dan pihak swasta: Pertama, dengan membentuk agensi market intelligence khusus yang memungkinkan korporasi Indonesia untuk berhubungan dagang dan berinvestasi dengan Belanda, begitu pula sebaliknya. Tugas utama agensi ini adalah mengumpulkan data terkini mengenai dinamika pasar di kedua negara tersebut (Indonesia dan Belanda), serta menyampaikannya pada partner bisnis dan investor. Sebagai contoh, saat ini Belanda tengah mencari upaya untuk berinvestasi lebih besar di sektor energi dan keuangan selain pengembangan infrastruktur besar-besaran. Agensi ini dapat dibentuk serupa dengan pusat promosi untuk impor dari negara berkembang atau Center for the Promotion of Imports from developoing countries (CBI) yang saat ini telah dibentuk oleh kementrian luar negeri Belanda. Kedua, Indonesia dapat belajar dari
Belanda tentang cara-cara untuk mengembangkan global value chain. Jika kita mau membedah struktur ekonomi Belanda, kita akan menemukan bahwa perekonomian negara tersebut banyak bergantung pada aliran perdagangan dunia. Statistik menunjukkan bahwa impor dan ekspor Belanda masing-masing mencapai sekitar US$ 501 miliar dan US$ 554 miliar per tahun. Untuk mendukung hal tersebut, Belanda mengembangkan strategi global value chain yang komprehensif untuk menghubungkan bahan mentah (raw materials) dari negara berkembang, industri pengolahan yang maju di Belanda, serta para pembeli prospektif di seluruh dunia. Mereka juga memiliki sistem pelabuhan yang canggih yang terpusat di Schipol Airport dan Port of Rotterdam; dimana Indonesia juga menggunakan pelabuhanpelabuhan tersebut sebagai entry point produk-produk Indonesia ke Eropa. Lebih jauh lagi, salah satu kunci sukses lainnya bagi Belanda dalam pengembangan global value chain adalah kerjasama triple-helix antara pemerintah, sektor swasta dan dunia pendidikan/universitas. Sebagai contoh, dalam sektor makanan berbasis pertanian (agri-food), pemerintah Belanda mendirikan sebuah kota khusus (agro-city) dimana perusahaan swasta dapat mendirikan bisnisnya di sini. Perusahan-perusahaan tersebut kemudian berkerjasama mengembangkan lelang independen sebagai hub bagi penjualan produk-produk mereka ke pasar dunia. Untuk mendukung industri tersebut, berbagai penelitian mengenai industri agrifood juga dilakukan oleh universitasuniversitas yang ada di Belanda. Ketiga, dengan jalan menjembatani investor dari kedua negara demi terciptanya kerjasama investasi. Kunjun-
gan perdana menteri Mark Rutte bersama dengan rombongan besarnya merupakan salah satu contoh strategi yang efektif untuk menghubungkan sektor swasta Indonesia dan Belanda. Tentunya merupakan tantangan bagi Indonesia untuk fokus pada dua aspek: (i) memikirkan bagaimana membawa aliran dana (financial inflow) lebih banyak lagi dari Belanda ke Indonesia melalui intensifikasi ekspor, dan (ii) sebagai bagian dari intensifikasi ekspor, memikirkan bagaimana caranya untuk beralih dari ekspor bahan mentah menjadi produk olahan. Untuk itu, pemahaman terhadap teknologi canggih mutlak dibutuhkan untuk meningkatkan competitve advantage Indonesia. Terakhir, artikel ini juga memberikan saran mengenai peran strategis perbankan dalam membentuk ulang (re-shaping) kerjasama ekonomi Indonesia dengan Belanda: (i) Bank mendukung pembentukan modal (capital formation) melalui penyediaan sumber daya finansial yang dibutuhkan bagi pengembangan ekonomi, (ii) Bank dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi melalui penciptaan kredit dan mempromosikan investasi pada investor, serta (iii) membangun badan promosi ekspor (export promotion cell) untuk membantu mendorong ekspor dari suatu negara dengan jalan menyediakan informasi mengenai perdagangan dan ekonomi secara umum. (*) 1
) Penulis adalah seorang Research Fellow di Indonesia Strategic Institute dengan fokus pada international political economy, global governance, serta global value chain and production network. Penulis memperoleh gelar M.A. in Development Studies dari Erasmus Universities Rotterdam dan saat ini berbasis di Belanda.
[email protected].
15
Januari 2014
Analisis Pasar Saham & Kinerja BUMN INDEKS SAHAM GLOBAL
01 – 30 Desember 2013 Indeks saham global bergerak dalam pola yang berbeda dengan indeks saham kawasan regional di bulan Desember ini. Indeks saham global cenderung membentuk pola uptrend sementara indeks saham kawasan regional bergerak dalam pola melemah atau downtrend.
Sepanjang bulan Desember indeks saham kawasan global bergerak menguat bahkan indeks Dow Jones mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada bulan ini. Indeks saham semakin merangkak naik menjelang penutupan tahun. Kenaikan ini dipicu oleh keputusan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed yang menentukan pemangkasan paket stimulus berupa pembelian surat berharga dari USD 85 juta menjadi USD 75 juta (tapering off) mulai Januari 2014. Keputusan ini dinilai memberikan
kepastian bagi pelaku pasar modal terlebih disertai dengan membaiknya data makro ekonomi Amerika Serikat seperti turunnya jumlah penerima tunjangan pengangguran untuk pertama kalinya menjadi 338.000 orang dari yang diperkirakan 345.000 oleh para analis. Selain itu, penjualan ritel AS yang naik 2,3% dari awal November hingga 24 Desember 2013 menunjukkan daya beli Amerika cukup baik. Data ekonomi dari Jepang pun turut memberikan sentimen yang positif bagi pergerakan indeks saham Nikkei Jepang. Data ekonomi Jepang yang
Dow Jones
FTSE
S&P
Nikkei
16
Januari 2014
baru saja dirilis antara lain nilai tukar mata uang Yen yakni melemah dan data inflasi Jepang per November mencapai 1,2%. Perlemahan mata uang Yen memegang peranan penting bagi kehidupan ekonomi Jepang karena sebagian besar perekonomian Jepang bersandar pada kegiatan ekspor. Melemahnya mata uang Jepang akan memposisikan barangbarang dari Jepang terlihat lebih murah dan menarik sehingga mendorong negara lain untuk membeli dari Jepang. Sementara kenaikan inflasi di Jepang ini sesuai dengan agenda dari Perdana Menteri Jepang karena kenaikan harga-harga menunjukkan per-
baikan konsumsi dan akan meningkatkan produksi di negara setempat. Selain itu, pernyataan dari IMF pada penghujung tahun yang memproyeksikan pertumbuhan dunia yang lebih tinggi memberikan optimisme bagi investor dan mendorong indeks saham di Amerika, Eropa dan Jepang merangkak naik.
INDEKS SAHAM DI REGIONAL Berseberangan dengan pergerakan indeks saham global, indeks saham kawasan regional bergerak perlahan ke titik yang lebih rendah. Hal ini terlihat sangat jelas terutama pada
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Strait Times
indeks saham Thailand. Pergolakan politik di negeri gajah putih ini memberikan sentimen yang negatif bagi para investor sehingga para investor lebih memilih untuk melepas saham di negeri gajah putih tersebut dan indeks saham Thailand terkoreksi. Pola pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)Indonesia bergerak tidak berbeda dengan di Thailand. Investor tampak masih ragu untuk berinvestasi pada emitten Indonesia. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh kewaspadaan terhadap tantangan ekonomi Indonesia ke depan. Dengan keputusan tapering off, mata uang rupiah berpontensi terus terkoreksi.
Thailand
Hang Seng
17
Januari 2014
seperti yang tertuang dalam laporan riset dari Morgan Stanley dimana menempatkan Indonesia sebagai fragile five selain Brazil, Turki, Afrika Selatan dan India.
Latar belakang hal tersebut didasari oleh besarnya nilai potensial impor dan masih lemahnya potensi perdagangan ekspor Indonesia. Selain itu, tantangan inflasi yang terbuka lebar pada tahun yang akan datang. Hal ini
Demikian dengan IHSG yang berang-
sur turun. IHSG memulai perjalanannya pada titik 4.322 yang merupakan titik tertinggi dalam sebulan dan menutup bulan Desember ini pada titik 4.274 sehingga selama sebulan IHSG melemah -1,1%. IHSG
Pergerakan Beberapa Harga Saham Perbankan Bank
Closing Price
IHSG / JCI BNI
Mandiri
BRI
BCA
Niaga
Danamon
BTN
2-Dec-2013
4,250
7,700
7,700
9,800
980
3,825
980
4,322
3-Dec-2013
4,200
7,850
7,600
9,800
980
3,825
960
4,289
4-Dec-2013
4,075
7,650
7,500
9,650
980
3,725
950
4,241
5-Dec-2013
3,925
7,600
7,350
9,550
970
3,675
950
4,217
6-Dec-2013
3,900
7,300
7,150
9,500
960
3,650
940
4,181
9-Dec-2013
3,900
7,650
7,300
9,400
970
3,700
930
4,214
10-Dec-2013
3,975
7,850
7,250
9,800
960
3,650
930
4,276
11-Dec-2013
3,975
7,800
7,350
9,850
970
3,700
940
4,272
12-Dec-2013
3,850
7,650
7,150
9,650
960
3,625
930
4,212
13-Dec-2013
3,825
7,700
7,000
9,500
940
3,650
930
4,175
16-Dec-2013
3,800
7,500
6,800
9,350
930
3,550
920
4,126
17-Dec-2013
3,900
7,850
6,950
9,500
930
3,950
920
4,182
18-Dec-2013
3,900
7,700
7,100
9,450
930
3,775
900
4,196
19-Dec-2013
3,925
7,950
7,100
9,550
940
3,825
900
4,232
20-Dec-2013
3,900
8,000
6,850
9,250
940
3,750
880
4,196
23-Dec-2013
3,900
7,850
7,000
9,500
920
3,700
840
4,190
24-Dec-2013
3,900
7,800
7,000
9,450
930
3,700
840
4,203
27-Dec-2013
3,900
7,650
7,150
9,400
910
3,775
850
4,213
30-Dec-2013
3,950
7,850
7,250
9,600
920
3,775
870
4,274
Growth
-7.1%
1.9%
-5.8%
-2.0%
-6.1%
-1.3%
-11.2%
-1.1%
Average Transaction
>> Volume [Thousand]
16,954
16,983
26,936
9,162
242
2,382
6,964
15,087
>> Value [Rp Million]
67,507
130,862
193,120
87,317
230
8,893
6,233
36,037
Valuation Ratio
>> PER
8.5
10.7
8.4
17.1
5.4
9.0
6.5
19.5
>> PBV
1.6
2.2
2.4
3.9
0.9
1.2
0.8
2.4
18
Januari 2014
tidak menutup bulan terakhir dalam setahun pada titik yang terendah, titik terendah terjadi pada pertengahan bulan atau pada 4.126 sebelumi rapat Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat digelar. Spekulasi yang beredar sebelum rapat Dewan Gubernur Bank Sentral AS mengenai tapering off memuncak dan bagi negara-negara yang mempunyai dampak negatif dari kebijaksanaan ini menjadi negara yang dijauhkan para investor. Investor asing masih melepas saham emitten Indonesia karena total akumulasi nilai bersih penjualan investor asing pada IHSG mencapai Rp 5,27 triliun atau 36,5% lebih tinggi daripada nilai penjualan bersih asing sebulan sebelumnya, Rp 3,86 triliun.
Perbankan Mayoritas saham perbankan berhasil ditutup pada zona merah pada hari terakhir perdagangan tahun ini. Seperti saham Bank Tabungan Negara (BBTN), Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank CIMB Niaga (BNGA), Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan Bank Danamon (BDMN) dan Bank Tabungan Negara (BBTN) untuk perlemahan sebesar -11,8%, -7,1%, -6,1%, -5,8%, dan -1,3%. Sementara saham Bank Mandiri (BMRI) masih berhasil ditutup pada teritori hijau. Secara fundamental saham perbankan masih mampu membukukan kenaikan laba bersih yang cukup baik di tahun ini ditunjang performa yang baik pada kwartal tiga pertama dalam setahun. Namun demikian, sektor perbankan akan melalui tahun 2014 dengan sejumlah tantangan yang cukup berarti. Tantangan tersebut terutama dari sisi makro ekonomi. Keputusan tapering off akan berpotensi melemahkan mata uang Rupiah serta
meningkatnya tekanan inflasi dikhawatirkan dapat menurunkan kualitas aset perbankan. Oleh sebab itu, Investor memilih untuk melepas saham perbankan. Untuk saham BMRI yang masih mampu menutup menguat, ini berkaitan dengan aksi korporasi yang mengakuisisi InHealth Insurance. Pandangan potensi pertumbuhan industri asuransi Indonesia yang masih besar memberikan sentimen positif bagi BMRI dengan aksi korporasi BMRI tersebut.
Infrastruktur Saham dalam sektor ini turut bergerak variatif dengan penutupan yang lebih tinggi terjadi pada saham PT Indosat (ISAT) untuk kenaikan 3,1% sementara untuk PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM) dan PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) ditutup melemah 2,3% dan -8,7%. Masing-masing saham sektor infrastruktur telekomunikasi mengalami technical rebound dan correction yakni saham ISAT yang telah lama melemah kembali dikumpulkan sementara saham TLKM yang sudah lama menguat mulai dilepas. Investor masih memilih untuk berinvestasi dalam jangka waktu yang terbatas dan segera merealisasikan keuntungan yang telah terbentuk dari investasi yang pernah dilakukan. Hal ini dilakukan karena masih belum adanya katalis fundamental yang menguatkan dasar keputusan investasi. Sedikit berlainan pada saham PGAS masih melalui bulan Desember ini dengan sentimen bearish. Hal ini terkait dengan ketentuan pemerintah yang mewajibkan pipa distribusi PGAS dibuka untuk perusahaan gas lainnya. Kebijaksanaan ini dikhawatirkan
kalangan investor akan memangkas pendapatan korporasi PGAS. Oleh sebab itu, investor memilih untuk melepas saham PGAS dan menyebabkan PGAS masih melanjutkan koreksinya pada bulan ini.
Konstruksi Saham sektor ini berhasil menutup minggu ini pada zona merah. Penurunan yang dalam terjadi pada saham PT Waskita Karya (WSKT) dengan penurunan sedalam -15,6% diikuti oleh PT Adhi Karya (ADHI), PT Wijaya Karya (WIKA) dan PT Pembangunan Perumahan (PTPP) sebesar -12,7%, 11,7% dan -5,7%. Potensi kenaikan tekanan inflasi menjadi salah satu tantangan Indonesia di tahun 2014. Harga material pembangunan akan turut berpontensi naik dan ini akan menaikan biaya dan ongkos bagi sektor konstruksi. Selain itu, sebagai sektor yang capital intensive dimana untuk pendanaannya banyak dibantu dari perbankan. Dengan kenaikan bunga pinjaman dari perbankan, terlebih lagi potensi untuk kenaikan bunga pinjaman pun terbuka, maka memberikan pandangan bagi investor bahwa sektor konstruksi akan mengalami kenaikan tidak hanya biaya produksi juga biaya pendanaan. Kenaikan biaya-biaya ini akan menurunkan pertumbuhan laba bersih sektor konstruksi dan mendorong investor memilih untuk menjual saham sektor konstruksi.
Pertambangan Saham sektor pertambangan ditutup beragam dimana saham PT Bukit Asam (PTBA) dan PT Aneka Tambang (ANTM) ditutup lebih rendah -15% dam -13,5% sementara untuk saham PT Timah (TINS) ditutup pada harga
19
Januari 2014
yang sama dengan awal bulan Rp 1.600. Meski IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia akan membaik di tahun 2014 namun pernyataan tersebut masih belum menkonfirmasi akan adanya perbaikan konsumsi bahan tambang. Terlebih lagi pengetatan ekspor barang tambang mineral dan batu bara menambah sentimen yang negatif pada sektor ini. Pera-
turan ini membatasi perusahaan untuk mengekspor barang tambang mentah dan mewajibkan perusahaan tambang mengolahnya menjadi barang yang mempunyai nilai tambahan. Seperti bijih besi harus sudah dilebur dan dijual dalam bentuk batangan.
berkurang dan tentunya pendapatan yang melemah serta laba bersih yang menipis. (*)
Dampak dari peraturan ini menjadikan perusahaan pertambangan akan mengalami volume penjualan yang
Pergerakan Harga Saham BUMN Berbagai Sektor INFRASTRUCTURE
CONSTRUCTION
MINING
Closing Price TLKM
ISAT
PGAS
WIKA
ADHI
PTPP
WSKT
PTBA
TINS
ANTM
2-Dec-2013
2,200
4,025
4,900
1,790
1,730
1,230
480
12,000
1,600
1,260
3-Dec-2013
2,150
3,875
4,900
1,780
1,750
1,200
475
11,700
1,580
1,220
4-Dec-2013
2,100
3,875
4,875
1,740
1,720
1,160
465
11,700
1,590
1,260
5-Dec-2013
2,050
4,100
4,875
1,730
1,700
1,140
460
11,750
1,590
1,260
6-Dec-2013
2,000
4,075
4,850
1,690
1,670
1,140
460
11,650
1,640
1,250
9-Dec-2013
2,025
4,100
4,825
1,680
1,680
1,140
455
11,600
1,610
1,240
10-Dec-2013
2,025
4,050
4,850
1,640
1,650
1,130
455
11,550
1,630
1,260
11-Dec-2013
2,100
4,000
4,875
1,660
1,640
1,140
460
11,750
1,660
1,250
12-Dec-2013
2,075
4,000
4,750
1,660
1,640
1,150
455
11,600
1,640
1,220
13-Dec-2013
2,075
3,975
4,625
1,640
1,600
1,140
445
11,650
1,610
1,180
16-Dec-2013
2,075
3,975
4,475
1,620
1,570
1,150
430
11,250
1,600
1,130
17-Dec-2013
2,050
3,950
4,525
1,620
1,580
1,160
430
11,200
1,610
1,140
18-Dec-2013
2,075
4,000
4,600
1,650
1,600
1,170
430
11,250
1,600
1,170
19-Dec-2013
2,125
4,000
4,575
1,620
1,550
1,170
425
11,100
1,570
1,140
20-Dec-2013
2,100
4,000
4,500
1,600
1,510
1,150
415
10,600
1,560
1,040
23-Dec-2013
2,075
3,900
4,500
1,550
1,470
1,140
405
10,350
1,510
1,020
24-Dec-2013
2,125
4,000
4,475
1,570
1,480
1,150
405
10,300
1,560
1,080
27-Dec-2013
2,125
4,050
4,400
1,580
1,510
1,150
405
10,200
1,570
1,080
30-Dec-2013
2,150
4,150
4,475
1,580
1,510
1,160
405
10,200
1,600
-11.7%
-12.7%
Growth
-2.3%
3.1%
-8.7%
-5.7%
-16%
-15.0%
0.0%
1,090 -13.5%
Average Transaction
>> Volume [Thousand]
102,756
14,855
25,372
19,338
14,756
18,476
44,376
3,356
5,984
14,504
>> Value [Rp Million]
225,088
55,311
123,483
33,637
25,925
22,249
22,093
39,994
9,554
19,981
Valuation Ratio
>> PER
14.0
(9.6)
12.6
18.6
11.3
19.3
25
13.5
42.9
22.4
>> PBV
3.6
1.3
4.1
3.4
2.1
3.3
1.85
3.4
1.8
0.8
20