dan dihitung status air medianya (Lampiran 1). Pengukuran kadar air relatif dilakukan dengan mengambil 10 potongan melingkar dari daun yang telah berkembang penuh (daun ke-3 dari atas) dengan diameter 1 cm. Potongan-potongan daun tersebut, ditimbang bobot segarnya kemudian direndam di dalam air pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah 24 jam, potongan daun tersebut ditimbang bobot jenuhnya dan dipanaskan di dalam oven pada suhu 80 oC selama 3x24 jam. Selanjutnya ditimbang bobot keringnya dan dihitung kadar air relatifnya (Lampiran 2) (Prochazkova 2001). Pengukuran Parameter Fotosintesis Parameter fotosintesis diukur menggunakan Photosynthesis Chlorophyll Fluorescens Analyser (Qubit systems). Pengukuran dilakukan untuk menghitung maksimum efisiensi fotosintesis (Fv/Fm) dan laju reaksi fotokimia ( Photochemical Quenching ”qP”) (Genty et al. 1989). Laju fotosintesis diukur secara langsung pada hari ke-3 dan ke-6 HSP (hari setelah perlakuan) serta 3 hari setelah recovery. Pengamatan Anatomi Daun Pengamatan antomi daun dilakukan dengan dua cara yaitu pengamatan menggunakan mikroskop elektron transmisi (TEM) dan pengamatan menggunakan metode parafin. Pengamatan menggunakan mikroskop elektron transmisi bertujuan mengamati jumlah kloroplas, jumlah pati, dan bentuk kloroplas. Sedangkan pengamatan anatomi daun menggunakan metode parafin (Johansen 1940) bertujuan mengamati tebal daun pada daerah tulang daun utama, tebal daun pada daerah sel buliform, tebal daun pada daerah anak tulang daun, diameter xilem pada daerah tulang utama, diameter xilem pada daerah anak tulang daun, jumlah dan tinggi sel buliform. Preparasi Sediaan Mikroskopis Untuk Pengamatan dengan Mikroskop Cahaya. Daun ketiga tanaman (Echinochloa, alangalang, dan padi) berumur 7 minggu dipotong dengan ukuran 1 x 0.5 cm, kemudian difiksasi dalam larutan FAA (Lampiran 3) selama 24 jam. Proses dehidrasi dan penjernihan dilakukan dengan merendam sampel di dalam larutan seri Johansen I-VII (Lampiran 4),
dilanjutkan dengan proses infiltrasi parafin. Blok parafin direndam dalam larutan Gifford (Lampiran 5) selama ± 8 minggu. Selanjutnya sampel dipotong menggunakan mikrotom putar dengan ketebalan 10 µm. Kemudian, dilakukan pewarnaan rangkap yaitu safranin 2% dan fastgreen 0.5%. Preparat yang telah diwarnai diamati di bawah mikroskop. Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Sampel daun Echinochloa dan padi berumur 7 minggu, dipotong dengan ukuran 1x1 mm, dicuci menggunakan larutan bufer sodium cacodilat 0.1 M pH 7.4 sebanyak tiga kali. Selanjutnya sampel direndam di dalam larutan glutaraldehida 2.5% dalam bufer, suhu 4 oC selama 24 jam. Fiksasi dilakukan menggunakan larutan osmium tetroksida 2% dan K3Fe (CN)6 dalam bufer, suhu 4 oC, selama 2 jam. Sampel didehidrasi di dalam seri alkohol bertingkat dan diinfiltrasi dengan propilen oksida dan ditanam dalam Spurr’ resin. Sampel disayat dengan ultra mikrotom setebal 70 nm dan diwarnai dengan uranil asetat 2% di dalam etanol 50% (Bozzola & Russell 1998). Kemudian, sampel diamati menggunakan mikroskop elektron tipe JEM 1010 pada 80 kV.
HASIL Kadar Air Media/ Status Air Media Perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap nilai KAM ketiga tanaman (Echinochloa, alang-alang, dan padi) (Gambar 1). Pada tanaman Echinochloa dan padi, nilai KAM mulai turun pada hari ke-6 perlakuan cekaman kekeringan. Sedangkan pada tanaman alang-alang, nilai KAM turun mulai hari ke-3 sampai hari ke-6 perlakuan cekaman kekeringan. Nilai KAM ketiga tanaman naik kembali pada hari ke-9 setelah dilakukan rewatering. Nilai rata-rata KAM ketiga tanaman pada hari ke-6 perlakuan cekaman kekeringan, yaitu 14.36%. Nilai KAM tertinggi setelah 6 hari perlakuan cekaman kekeringan, yaitu terdapat pada tanaman Echinochloa yaitu 15.55% dan KAM terendah terdapat pada tanaman padi sebesar 13.4%.
4
Nilai KAM (%)
Echinochloa
Alang-alang
50
50
50
40
40
40
30
30
30
20
20
20
10
10
10
0
0 3
6
Padi
Kontrol Stres
0
9
3
6
9
3
6
9
Hari Perlakuan
Gambar 1 Nilai KAM tanaman Echinochloa, alang-alang, dan padi yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan dan kontrol (recovery dilakukan pada hari ke-9). Laju Pertumbuhan Secara umum pertumbuhan ketiga tanaman (Echinochloa, alang-alang, dan padi) baik tinggi tanaman, jumlah daun maupun anakan bertambah dari minggu ke minggu hingga diberi perlakuan cekaman kekeringan. Akan tetapi, pertumbuhan vegetatif ketiga tanaman berhenti dan tidak mengalami pertambahan setelah diberi perlakuan cekaman kekeringan. Perlakuan cekaman kekeringan yang diberikan selama 6 hari memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap laju pertumbuhan ketiga tanaman. Perlakuan cekaman kekeringan tidak berpengaruh terhadap tinggi, jumlah daun, dan anakan tanaman
Echinochloa (Tabel 1) namun berpengaruh nyata terhadap tinggi dan jumlah daun tanaman alang-alang dan padi (Tabel 1). Semua spesies tidak menunjukkan penurunan jumlah anakan akibat stres (Tabel 1). Keadaan tanaman yang mendapatkan cekaman kekeringan berbeda dengan tanaman kontrol, yaitu tanaman menjadi layu, warna daun menjadi agak kekuningan, mengkerut dan kering, serta warna batang menjadi kecoklatan dan mengering. Cekaman kekeringan selama 6 hari menyebabkan tidak bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, dan anakan. Selain itu, pertambahan jumlah daun dan anakan juga terhambat akibat cekaman kekeringan.
Tabel 1 Tinggi tanaman, jumlah daun, dan anakan tanaman Echinochloa, alang-alang, dan padi yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan dan kontrol Tanaman Echinochloa Alang-alang Padi
Tinggi tanaman (cm) Kontrol Stres 113.70a 111.00a 72.70a 60.25b 81.30a 75.00b
Jumlah daun
%P 2.37 17.12 7.74
Kontrol 11.00a 9.50a 12.40a
Stres 10.30a 6.00b 10.00b
%P 6.36 36.84 19.35
Jumlah anakan Kontrol 3.60a 2.30a 6.10a
Stres 2.60a 1.60a 4.40a
%P 27.77 30.43 27.86
Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata secara T-test pada taraf 5%
%P:%Penurunan
Kadar Air Relatif Perlakuan cekaman kekeringan yang diberikan selama 6 hari menyebabkan penurunan KAR daun secara nyata. Tanaman Echinochloa dan alang-alang masih memiliki KAR yang tinggi pada 3 hari cekaman kekeringan. Namun KAR menurun secara nyata pada 6 hari setelah perlakuan cekaman kekeringan (Gambar 2). KAR kembali meningkat setelah tanaman disiram kembali.
Berbeda dengan tanaman Echinochloa dan alang-alang, tanaman padi mengalami penurunan nilai KAR sejak hari ke-3 perlakuan cekaman kekeringan dan naik kembali 3 hari setelah dilakukan rewatering. Nilai KAR tertinggi setelah 6 hari perlakuan cekaman kekeringan terdapat pada tanaman alang-alang yaitu 76.24%, sedangkan KAR terendah terdapat pada tanaman padi yaitu 54.73%.
5
Echinochloa
Alang-alang 120
90
90
90
60
60
60
30
30
30
Nilai KAR (%)
120
0
0
0 3
6
3
9
Kontrol Stres
Padi
120
6
9
3
6
9
Hari Perlakuan
Gambar 2 Nilai KAR tanaman Echinochloa, alang-alang, dan padi yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan dan kontrol (recovery dilakukan pada hari ke-9).
Parameter Fotosintesis Pengukuran parameter fotosintesis dilakukan terhadap maksimum efisiensi fotosintesis (Fv/Fm) dan laju reaksi fotokimia (photochemical quenching ”qp”). Perlakuan cekaman kekeringan secara umum menurunkan nilai Fv/Fm tanaman Echinochloa, alang-alang, dan padi (Gambar 3). Ktiga tanaman tersebut, mengalami penurunan nilai Fv/Fm pada hari ke-6 perlakuan cekaman kekeringan. Setelah diberi air kembali Fv/Fm meningkat kembali hampir sama dengan tanaman kontrol, kecuali pada tanaman padi. Penurunan tertinggi terdapat pada tanaman padi, yaitu sebesar 48.04% dan terendah pada tanaman alang-alang, yaitu
Echinochloa
Nilai Fv/Fm
0.8
sebesar 21.81%. Perlakuan cekaman kekeringan memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap nilai qP ketiga tanaman tersebut (Gambar 4). Pada tanaman Echinochloa dan padi, perlakuan cekaman kekeringan secara nyata menurunkan nilai qP. Sedangkan pada tanaman alang-alang, nilai qP dari tanaman yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol. Penurunan nilai qP yang nyata pada tanaman Echinochloa dan padi terjadi akibat cekaman kekeringan dan mengalami peningkatan kembali pada hari ke9 setelah dilakukan rewatering. Kontrol Stres
Alang-alang
0.8
0.8
0.6
0.6
0.6
0.4
0.4
0.4
0.2
0.2
0.2
0
0
0 3
6
9
Padi
3
6
Hari Perlakuan
3
9
6
9
Gambar 3 Nilai maksimum efisiensi fotosintesis (Fv/Fm) tanaman Echinochloa, alang-alang, dan padi yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan dan kontrol (recovery dilakukan Echinochloa
Alang-alang
Padi
1.2
1.2
1
1
1
0.8
0.8
0.8
0.6
0.6
0.6
Nilai qP
1.2
0.4
0.4
0.4 3
6
9
3
6
Hari Perlakuan
pada hari ke-9).
Kontrol Stres
9
3
6
9
Gambar 4 Nilai laju reaksi fotokimia (qP) tanaman Echinochloa, alang-alang, dan padi yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan dan kontrol (recovery dilakukan pada hari ke-9).
Anatomi Daun Pengamatan Sediaan Mikroskopis dengan Mikroskop Cahaya. Pengamatan terhadap stabilitas karakter anatomi dilakukan terhadap sampel daun 6 hari setelah perlakuan cekaman kekeringan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan cekaman kekeringan terhadap struktur jaringan daun. Pengukuran tebal daun dilakukan terhadap tiga daerah pada daun, yaitu tebal daun di daerah tulang utama, daerah sel buliform, dan anak tulang daun. Secara umum perlakuan cekaman kekeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tebal daun ketiga tanaman baik tebal daun di daerah tulang utama, daerah sel buliform maupun anak tulang daun (Tabel 2). Selain ketebalan daun, pengamatan anatomi dilakukan juga terhadap diameter xilem di daerah tulang utama dan daerah anak tulang daun. Hasil analisis statistik, perlakuan cekaman kekeringan tidak berpengaruh terhadap diameter xilem di daerah tulang utama ketiga tanaman (Tabel 3). Berbeda dengan diameter xilem di daerah tulang utama, diameter xilem di daerah anak tulang daun yang diberi perlakuan cekaman kekeringan, secara umum cenderung menurun meskipun tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol pada ketiga tanaman (Tabel 3). Perlakuan cekaman kekeringan tidak nyata menurunkan atau meningkatkan jumlah dan tinggi sel buliform ketiga tanaman (Tabel 4), sama halnya dengan tebal daun dan diameter xilem (Tabel 3). Pengamatan Sediaan Mikroskopis dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengamatan sediaan menggunakan mikroskop elektron hanya dilakukan pada tanaman Echinochloa dan padi. Hal ini dilakukan untuk membandingkan kedua kelompok tanaman, yaitu padi sebagai tanaman C3 dan
Echinochloa sebagai tanaman C4 dalam keadaan cekaman kekeringan. Perlakuan cekaman kekeringan cenderung meningkatkan jumlah kloroplas sel mesofil tanaman Echinochloa dan padi meskipun tidak berbeda secara statistik (Tabel 5). Namun, perlakuan cekaman kekeringan secara nyata meningkatkan jumlah kloroplas sel seludang pembuluh tanaman Echinochloa (Tabel 5 dan Gambar 5). Selain itu, perlakuan cekaman kekeringan juga berpengaruh terhadap jumlah pati dalam kloroplas sel mesofil tanaman Echinochloa dan padi serta jumlah pati dalam kloroplas sel seludang pembuluh tanaman Echinochloa. Tanaman yang diberi perlakuan cekaman kekeringan memiliki jumlah pati yang lebih banyak dibanding tanaman kontrol (Tabel 6, Gambar 5, dan 6). Jumlah pati dalam kloroplas sel mesofil tanaman Echinochloa yang diberi perlakuan cekaman kekeringan meningkat lima kali dari tanaman kontrol, sedangkan jumlah pati dalam kloroplas sel seludang pembluh meningkat tiga kali dari tanaman kontrol. Jumlah pati dalam kloroplas sel mesofil tanaman padi yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan meningkat sembilan kali dari tanaman kontrol (Tabel 6). Bentuk koloroplas sel mesofil tanaman Echinochloa yang diberi perlakuan cekaman kekeringan cenderung hampir sama dengan tanaman kontrol (Gambar 5a dan 5b). Begitu pula pada kloroplas sel seludang pembuluh, tidak ada perbedaan bentuk antara tanaman yang diberi perlakuan cekaman kekeringan dengan kontrol (Gambar 5c dan 5d). Akan tetapi, terdapat perbedaan sebaran kloroplas sel seludang pembuluh tanaman Echinochloa antara yang diberi perlakuan cekaman kekeringan dan kontrol. Kloroplas tanaman yang mengalami stres karena jumlanya lebih banyak, sebaran kloroplasnya lebih padat daripada tanaman kontrol (Gambar 5c dan 5d).
Pada tanaman padi memiliki perbedaan bentuk kloroplas sel mesofil antara tanaman yang diberi perlakuan cekaman kekeringan dan kontrol (Gambar 6a dan 6b). Bentuk kloroplas tanaman kontrol (Gambar 6a) agak lonjong dan tersebar agak jarang, sedangkan pada tanaman yang diberi perlakuan cekaman
kekeringan (Gambar 6b) kloroplas cenderung berbentuk bulat tidak beraturan dan terletak lebih berdekatan antara satu kloroplas dengan lainnya. Sel seludang pembuluh tanaman padi tidak memiliki kloroplas (Tabel 5 dan Gambar 6c).
7
Tabel 2 Tebal daun daerah tulang utama, daerah sel buliform, dan daerah berkas pembuluh tanaman Echinochloa, alang-alang, dan padi yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan dan kontrol Tanaman Echinochloa Alang-alang Padi
Tulang Utama (µm) Kontrol Stres 190.00 168.33 124.58 130.00 119.86 120.00
%P 11.40 -4.35 -0.11
Sel Buliform (µm) Kontrol Stres 128.17 119.00 93.67 83.67 58.00 62.00
%P 7.15 10.67 -6.89
Anak Tulang Daun (µm) Kontrol Stres 127.33 112.00 95.67 89.50 68.67 70.83
%P 12.03 6.44 -3.14
Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata secara T-test pada taraf 5%
%P=%penurunan
Tabel 3 Diameter xylem tulang daun utama dan anak tulang daun tanaman Echinochloa, alangalang, dan padi yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan dan kontrol Tanaman Echinochloa Alang-alang Padi
Tulang Daun Utama (µm) Kontrol Stres 32.64 29.44 30.00 33.19 28.68 27.85
%P 9.80 10.63 2.89
Anak Tulang Daun (µm) Kontrol Stres 8.42 6.50 6.58 5.08 6.83 6.25
%P 22.80 22.79 8.49
Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata secara T-test pada taraf 5%%. %P=% penurunan
Tabel 4 Jumlah dan tinggi sel buliform tanaman Echinochloa, alang-alang, dan padi yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan dan kontrol Tanaman Echinochloa Alang-alang Padi
Jumlah Sel Buliform Kontrol Stres 9.77 9.56 13.94 15.33 10.34 12.95
%P 2.14 -9.97 -25.24
Tinggi Sel Buliform (µm) Kontrol Stres 35.20 35.65 25.90 25.34 21.05 20.97
%P -1.27 2.16 0.30
Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata secara T-test pada taraf 5%. %P=% penurunan
Tabel 5 Jumlah kloroplas sel mesofil tanaman Echinochloa dan padi serta jumlah kloroplas sel seludang pembuluh tanaman Echinochloa dan padi yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan (1) dan kontrol (0).
Σ Kloroplas Sel Mesofil
Tanaman Echinochloa Padi
Kontrol
Stres
5.2 5.4
5.8 5.8
%P
-11.53 -7.40
Σ Kloroplas Sel Seludang Pembuluh Kontrol 5.4a 0
Stres 7.8b 0
%P -44.44 0
Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata secara T-test pada taraf 5%. %P= % penurunan
8 Tabel 6 Jumlah pati sel mesofil tanaman Echinochloa dan padi serta jumlah pati sel seludang pembuluh tanaman Echinochloa dan padi yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan (1) dan kontrol (0) Σ Pati Kloroplas Sel Mesofil
Tanaman Echinochloa Padi
Kontrol 1.2a 0.6a
Stres 5.8b 5.4b
%P -383.33 -170.00
Σ Pati Kloroplas Sel Seludang Pembuluh Kontrol 6a 0
Stres 16.2b 0
%P -800.00 0
Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata secara T-test pada taraf 5%. %P= % penurunan
a
c
b
d
Gambar 5 Struktur kloroplas tanaman Echinochloa hasil mikroskop transmisi elektron dengan perbesaran 3000x. Kloroplas sel mesofil tanaman kontrol (a), kloroplas sel mesofil tanaman yang mengalami cekaman kekeringan (b), kloroplas sel seludang pembuluh tanaman kontrol (c), dan kloroplas sel seludang pembuluh tanaman yang mengalami cekaman kekeringan (d). Kloroplas (K), mitokondria (Mt), pati (P), sel seludang pembuluh (Ss), dan dinding sel (ds).
a
b
c
Gambar 6 Struktur kloroplas tanaman padi hasil mikroskop transmisi elektron dengan perbesaran 3000x. Kloroplas sel mesofil tanaman kontrol (a), kloroplas sel mesofil tanaman yang mengalami cekaman kekeringan (b), dan kloroplas sel seludang pembuluh tanaman kontrol (c). Kloroplas (K), mitokondria (Mt), pati (P), sel epidermis (Se), dan dinding sel (ds).
PEMBAHASAN Respon Pertumbuhan dan Fisiologi Tanaman C3 dan C4 terhadap Perlakuan Cekaman Kekeringan Cekaman merupakan segala bentuk perubahan kondisi lingkungan yang mengakibatkan tanggapan tumbuhan menjadi lebih rendah daripada tanggapan optimum (Salisbury & Ross 1992). Salah satu jenis cekaman tersebut adalah cekaman kekeringan yang berkaitan dengan ketersediaan air yang merupakan salah satu faktor pembatas bagi fungsi normal tanaman (Passarakli 2002). Pada kondisi lingkungan tertentu, tanaman dapat mengalami defisit air. Defisit air berarti terjadi penurunan gradien potensial air antara tanah, akar, daun, dan atmosfer sehingga laju transpor air dan hara menurun (Taiz & Zeiger 2002). Air memegang peranan penting bagi tanaman. Kandungan air pada tanaman akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dan salah satunya ialah kandungan air tanah itu sendiri (Taiz & Zeiger 2002). Secara umum, perlakuan cekaman kekeringan nyata menurunkan nilai KAM ketiga tanaman (Gambar 1). Besarnya tingkat penurunan nilai KAM berbeda antara ketiga tanaman. Hal tersebut mungkin terjadi karena secara ekologi habitat ketiga tanaman tersebut berbeda. Tanaman padi yang secara ekologi memang beradaptasi baik pada lingkungan yang basah. Menurut Hamim (2003), tanaman Echinochloa merupakan gulma padi sawah yang secara ekologi lingkungan tumbuhnya sama dengan padi. Walaupun demikian tanaman Echinochloa memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam lingkungan yang kering. Tanaman alang-alang justru memiliki habitat yang berbeda dengan tanaman Echinochloa dan padi. Tanaman alang-alang hidup di daerah yang biasa terpapar sinar matahari dan lahannya kering (Kostermans et
al. 1987), sehingga tanaman alang-alang lebih dapat beradaptasi dan tahan terhadap cekaman kekeringan. Hamim (2005) mengatakan bahwa cekaman kekeringan menyebabkan kelayuan pada semua tanaman dan penurunan KAM pada gandum, kale, dan Amaranthus caudatus hingga mencapai 20 hingga 25%, sedangkan KAM pada Echinochloa masih 40%. Terdapat perbedaan respon pertumbuhan antara ketiga tanaman terhadap perlakuan cekaman kekeringan. Perbedaan respon tersebut tampak pada perbedaan besaranya persentase penurunan laju pertumbuhan. Hasil analisis pada tabel 1, menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan penurunan dan terhentinya laju pertumbuhan ketiga tanaman. Penurunan laju pertumbuhan tersebut lebih jelas terlihat pada tanaman alang-alang, dimana tanaman tersebut memiliki persen penurunan paling tinggi diantara ketiga tanaman baik tinggi tanaman, jumlah daun maupun anakan. Menurut Taiz dan Zeiger (2002), cekaman kekeringan dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Pada kondisi lingkungan defisit air, terjadi penurunan gradien potensial air antara tanah, akar, daun, dan atmosfer sehingga laju transpor air dan hara menurun. Penurunan ini akan mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan tanaman, terutama pada jaringan yang sedang tumbuh (Kramer & Boyer 1995). Penghambatan pertumbuhan ini di antaranya, yaitu tidak bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, dan anakan dari ketiga tanaman tersebut. Cekaman kekeringan dapat menyebabkan terjadinya penurunan laju pertumbuhan tanaman karena adanya penurunan laju fotosintesis, rendahnya potensial air, dan menurunnya tekanan turgor (Niyogi 1999). Perlakuan cekaman kekeringan yang terjadi pada fase vegetatif juga berpengaruh negatif terhadap indeks luas daun, perkembangan tunas baru, dan nisbah tajuk-akar (Kramer