SD JUARA BANDUNG FREE SCHOOL QUALITY WITH MULTIPLE INTELLIGENCES BASED LEARNING TRIYONO SUWITO (NIM: 1608325) PROGRAM PENDIDIKAN PENGEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (
[email protected]) SD Juara Bandung is a primary school set up by charities Rumah Zakat with zakat, infaq and shodaqoh also of Corporate Social Responsibility (CSR) of the firms funds at home and abroad . This school was born as a form of social responsibility in the nation participate in advancing education by providing opportunities for children of primary school age for most people have not had the opportunity to have access to education. And also to be able to provide quality schools in the education process that can be enjoyed by people of economically disadvantaged, which has good schools tend to be expensive and can only be enjoyed by the high economic group. So the expectation is ideally outputs produced has high competitiveness. The quality of learning through the implementation transforming into three basic concepts: 1) based multiple Intelegences in the form of thematic learning and extracurricular activities. So the development of student potential not only in the cognitive domain. Method of research done in the form of descriptive kualitatif. The data required is collected through interviews, observation, and literature. In the course of the target is expected to gradually be realized. This can be seen from the indication of community interest to send their children to SD Juara and even exceed the available quota every year. Academic ability and self-development / character can be achieved fairly good Keywords: free school, quality, multiple intelegences based learning
i
PENDAHULUAN Satu diantara kebutuhan mendasar manusia adalah pendidikan, bahkan boleh dikatakan sebagai hak setiap orang untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini dijamin di dalam undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 menyatakan, “ setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.” Dan dalam ayat 2 nya , “ Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Tetapi jika menilik kondisi nyata di lapangan tentang kesempatan warga Negara Indonesia usia sekolah untuk untuk dapat mengakses pendidikan sepertinya masih menjadi sebuah permasalahan. Setidaknya terdapat dua masalah utama pendidikan di Indonesia yang masih menjadi pekerjaan rumah, yaitu pemerataan dan kualitas. Pertama, pemerataan pendidikan berkaitan dengan akses masyarakat dalam memperoleh pendidikan. Angka putus sekolah, ketidakmampuan ekonomi dalam mengakses sekolah, jarak yang jauh antara rumah dengan sekolah, kiranya masih menjadi momok yang belum ditangani dengan serius, sehingga anak usia sekolah masih sering kita lihat “berkeliaran” diluar lingkungan sekolah pada waktu-waktu dimana sekolah biasanya melaksanakan aktivitas pendidikan. Hal itu terjadi di kota-kota besar juga di daerah-daerah pingiran kota dan desa. Kedua, berkaitan dengan kualitas. Menurut Boediono, dalam suyanto (2006:11) “Berbicara kemampuan, kita sebagai bangsa nampaknya belum sepenuhnya siap benar menghadapai persaingan global di abad ke-21. Tenaga ahli kita belum cukup memadai untuk bersaing di tingkat global dunia. Dilihat dari pendidikannya, angkatan kerja kita sungguh sangat memprihatinkan. Sebagian besar angkatan kerja (53%) tidaklah berpendidikan. Mereka yang hanya berpendidikan dasar sebanyak 34%; mereka yang berpendidikan menengah 11%, dan yang telah berpendidikan tinggi (universitas) hanya 2%. Padahal tuntuntan jangka panjang mengharuskan 11% saja tidak berpendidikan; 52%berpendidikan dasar; 32% berpendidikan menengah; dan 5% berpendidikan tinggi.” Hal itu menunjukkan dengan sangat jelas, pendidikan kita secara umum belum mampu menunjukkan hasil yang menggemberikan, terutama sesuai dengan tuntutan jaman. Dalam era globalisasi kualitas outcome pendidikan perlu mengacu pada ukuran-ukuran yang bersifat internasional dan mampu melahirkan generasi yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. (Suyanto, 2006: 61&65) Perlunya keterlibatan masyarakat pada akhirnya menjadi sangat penting untuk memajukan pembangunan bangsa dan negara dalam sektor pendidikan. Selain dianggap -1-
masih kurang serius, iklim birokrasi yang rijit bahkan cenderung mempersulit akses informasi dan pelayanan bagi masyarakat luas, juga budaya kerja yang masih belum dapat diaharapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, disinyalir menjadi kendala utama yang berkontribusi terhadap lambanya penyelesaian masalah pemerataan dan kualitas pendidikan. Kontribusi yang dapat atau telah masyarakat lakukan diantaranya
berupa
sumbangsih pemikiran melalui forum-forum diskusi dan sumbangan dana secara langsung kepada masayarakat yang membutuhkan atau melalui lembaga sosial untuk kemudian disalurkan kepada masyarakat binaannya secara langsung dalam bentuk beasiswa untuk biaya pendidikan. Ada juga lembaga-lembaga sosial keagamaan yang menghimpun dana-dana sosial dan zakat, termasuk dari perusahaan yang dikenal dengan istilah dana Corporat Social Responsibility (CSR), di salurkan dalam bentuk program pengembangan layanan pendidikan secara utuh dengan mendirikan sekolah formal atau non formal. Dalam kesempatan ini, yang menjadi objek penelitian adalah SD Juara Bandung yang dirintis atau didirkan oleh Rumah Zakat Indonesia pada tahun 2007. Pendirian program layanan sekolah gratis ini merupakan pengembangan dari program pendidikan yang sudah ada sebelumnya, yaitu beasiswa. Dalam evaluasinya program beasiswa pendidikan dirasa kurang mampu memberikan perubahan secara menyeluruh, dikarenakan tidak terjadinya proses pembinaan secara komprehensif. Didirikan sekolah formal sebagai langkah alternatife dalam menyalurkan dana-dana yang terhimpun dari masyarakat kepada penerimaan manfaat (sesuai kriteria 8 asnaf zakat: 1. orang fakir 2. orang miskin 3. Pengurus zakat 4. Muallaf 5. memerdekakan budak 6. orang berhutang 7. pada jalan Allah (sabilillah) 8. orang yang sedang dalam perjalanan. QS. at-Taubah:60) yang lebih dapat memaksimalkan hasilnya. Hal utama perubahan yang diharapkan adalah merubah mustahik menjadi muzzaki, sedangkan dalam ranah sekolah perubahannya menekankan pada aspek mental dan spiritual sehingga terdapat motivasi untuk menjalani peroses kehidupan menjadi lebih baik terutama dalam ranah, pendidikan, ekonomi dan sosial Oleh Karena itu didirkannya Sekolah Dasar (SD) Juara Bandung mencoba memberikan kontribusi bagi permasalahan pendidikan yang ada berupa akses medapatkan pendidikan bagi masyarakat tidak mampu secara ekonomi. -2-
Juga
mengusung misi
sebagai sekolah berkualitas, hal ini menjadi penting dalam rangka memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa meskipun gratis (tidak dipungut biaya) tetapi layanan yang diberikan memiliki kualitas terhadap proses dan hasil. Konsep berkualitas ini diterjemahkan kedalam proses pendidikan dan pembelajaran yaitu berbasis multiple intelligensi.
TINJAUAN PUSTAKA 1. Hak Dan Kewajiban Dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam pelaksanaan berbangsa dan bernegara, baik pemerintah maupun rakyat memilliki hak dan kewajiban yang sudah sudah diatur di dalam undang-undang, sebagai pedoman dalam terjadinya ketertiban dan keteraturan untuk terciptanya kesejahteraan masyarakat. Mengenai ranah pendidikan, beberapa pasal dan ayat berikut ini dapat dijadikan pedoman untuk terselenggaranya pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada pasal 28 C ayat 1 UUD 45, menyatakan: “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmj pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pasal 31 ayat 1 menyatakan, “ setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.” Dan dalam ayat 2 nya , “ Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Selanjutnya dalam ayat 3, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, bab IV pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa, setiap warag Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu. Diteruskan di pasal 6: ayat 1, setiap warga Negara yang berusia tujuh tahun sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. ayat 2, setiap warga Negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
-3-
Pada pasal 8 disebutkan, Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Dan di pasal 9 dinyatakan, masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 mengamanatkan agar: “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” 1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. 2. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun. (trisna-setiyaningsih.blogspot.co.id/2012) Tidak hanya pemerintah, masyarakat pun memiliki memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan
pendidikan.
Satu
diantara
alasan
masyarakat
secara
swadaya
menyelenggarakan pendidikan karena belum optimalnya peran pemerintah, khususnya untuk komunitas/kelompok masyarakat kurang mampu ekonomi dalam mengakses pendidikan (sekolah). Pendidikan pada dasarnya merupakan sarana substansial untuk membebaskan komunitas-komunitas basis masyarakat dari cengkraman sistem pemiskinan, kekerasan politik Negara dan rezim pasar bebas. Maka, pendidikan semestinya senantiasa menyentuh dimensi-dimensi pengembangan konsientiasi, pembangunan solidaritas, dan gerakan swadaya dan swabela masyarakat. (Sumardi 2005:61) Masih menurut pendapatnya, alternatif sistem pendidikan ini kita selenggarakan dan kita kembangkan atas dasar kesadaran kita bersama bahwa pada dasarnya anak-anak, remaja dan warga pinggiran sebagai subyek pelayanan, secara obyektif kita akui senantiasa mempunyai sifat-sifat: kaum pinggiran yang miskin itu ternyata tak kalah rasional dalam hal mengingat, menimbang, dan memutuskan perkara-perkara yang menyangkut harkat hidup dan martabat mereka.
-4-
2. Sekolah Gratis Sekolah oleh para ahli diterjemahkan dari Bahasa Latin yaitu skhole, scola, scolae, skhola, yang berarti waktu luang atau waktu senggang. Kegiatan dalam waktu luang adalah mempelajarai cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang mmoral (budi pekerti) dan estetika (seni). Menurut Sunarko, dalam Abdullah Idi, saat ini kata sekolah telah berubah arti menjadi suatu bangunan atau lembaga belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Menurut Abdullah Idi, sekolah sebagai organisasi adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik itu yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, dimana fungsinya sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan bernegara. Pendidikan/sekolah gratis adalah sekolah yang tidak memungut biaya kepada siswa untuk kebutuhan operasional sekolah. Dampak positif dari sekolah gratis diantaranya: a. Mampu memberikan peluang dan kesempatan bagi anak-anak yang kurang mampu untuk dapat mengenyam bangku pendidikan b. Mampu meningkatkan mutu pendidikan kedepannya c. Mampu mengurangi tingkat kebodohan, pengangguran dan kemiskinan d. Mampu menghasilkan SDM yang berkualitas. (Sawitri:witry.blogdetik.com) 3. Sekolah Berkualitas/Bermutu Terdapat empat kategori sekolah apabila dilihat dari mutu dan proses pendidikannya, yaitu: Bed school adalah sekolah yang memiliki in put yang baik atau sangat baik tetapi proses pendidikannya tidak baik dan menghasilkan out put yang tidak bermutu. Good school adalah sekolah yag memiliki, proses baik dan hasilnya (out put-nya) baik. Effective school adalah sekolah yang memiliki in put baik/kurang baik, proses pendidikannya sangat baik dan menghasilkan out put baik/sangat baik. Sedangkan excellent school adalah sekolah yang in put nya sangat baik, prosesnya sangat baik dan menghasilkan lulusan (out put) yang sangat baik.(Prof. Dr. Toto, M.Si.) Beberapa ciri sekolah berkualitas: 1. Memiliki karakteristik memandang secara komprehensif setiap potensi serta kecerdasan dari siswa, sekaligus mengembangkannya untuk mencapai potensi maksima -5-
2. Melakukan pembelajaran yang inovatif dan interaktif guna merancang munculnya kemampuan dan sikap kritis atau rasa ingin tahun siswa sesuai dengan usia pertumbuhannya 3. Menjadikan sekolah sebagai sekolah manusia. (salamsatudata.web.id/berita-pendidikan/)
4.
Multiple Intelligences (MI) dan Kecerdasan Dalam proses pembelajaran, terdapat berbagai strategi yang dapat digunakan. Salah
satunya adalah MI, yang dicetuskan oleh Howard Gardner. Bahwa MI: “Gardner provided a mean of mapping the broad range of abilities that humans possess by grouping their capabilities into the following eight comprehensive categories or “intelligences”: 1. Linguistic, 2. Logical-mathematical, 3. Spatial, 4. Bodily-kinesthetic, 5. Musical, 6. Interpersonal, 7. Intrapersonal, 8. Naturalis.” (Thomas Amstrong, 2009:34) MI theory is not a learning theory or a specific educational approach; it must be translated into classroom practice. There is no single right way to aplly it, nor any specific way prescribed or endorsed by Howard Gardner. (Susan Baum, 2005: 7) Masih menurut Susan, MI theory definition of intelligence locates intelligence in realworld problem solving and product making and account as intelligence. In contrast to the “implied” view of intelligence of IQ test, MI Theory is based on understanding of how people’s intelligences really operate. (Susan Baum, 2005: 22) Dia menambahkan, …there is no “right” way to apply multiple intelligences theory. It is a descriptive theory of intelligence, not a pedagogical framework….not surprisingly, then, the introduction of MI theory has resulted in numerous interpretation and applications. (Susan Baum, 2005: 23) Menurut Susanto bahwa kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain. Sejalan dengan itu, Seto Mulyadi, bahwa suatu kekeliruan besar jika setiap kenaikan kelas, prestasi anak didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa. Seharusnya dunia pendidikan (sekolah) menggunakan multiple intelligences sebagai dasar untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangan yang dimiliki oleh siswa di sekolah dasar secara maksimal dan -6-
menyeluruh. Karena pada dasarnya setiap siswa dilahirkan cerdas dengan membawa potensi dan keunikan masing-masing. (Fina Fakhriyah:prosiding seminar nasional 30 Maret 2013) METODOLOGI PENELITIAN 1. Metode penelitian berupa deskriptif kualitatif, penelitian yang menekankan pada data deskripsi atau gambaran dari orang yang diamati dan diminta keterangan baik lisan atau tulisan. Proses dan makna (perspektif subjektif) lebih ditonjolka. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandau agar fokus penelitian sesuai dengan fakta dilapangan. (id.wikipedia.org/wiki/penelitian_kuaitatif) 2. Informan Informan yang diambil untuk diwawancarai adalah pelaku yang terlibat secara langsung dalam objek penelitian. Jumlah informan yang diambil sebanyak 3 orang, karena dianggap sudah mewakili kebutuhan akan informasi yang diperlukan 3. Pengumpulan Data 1. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhdap informan, yang dipandu dengan pedoman wawancara dengan bentuk pertanyaan terbuka 2. Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas objek yang akan diteliti 3. Studi Pustaka berupa pencarian teori-teori atau pendapat tertulis dalam bentuk buku, jurnal, artikel, dokumen, atau tulisan ilmiah lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 4. Lokasi Penelitian SD Juara Bandung, jalan terusan Panyileukan Taman Cipadung Indah, Soekarno Hatta Bandung 5. Deskripsi Informasi Penelitian 1. TS, Kepala Sekolah SD Juara tahun 2011-2016. Kepala Sekolah SMP Juara 2016sekarang 2. FZ, Wakasek Kurikulum SD Juara tahun 2007-2010 3. ER, Guru bahasa Indonesia tahun 2007-2009, Wakasek Kesiswaan SD Juara tahun 2009-sekarang Wawancara dilakukan selama rentang waktu tanggal 22-25 Oktober 2016 HASIL DAN PEMBAHASAN
-7-
1. Sejarah Berdirinya Sekolah Gratis SD Juara Bandung Menurut penuturan TS, SD Juara Bandung Didirikan pada tahun 2007, tepatnya pada bulan Juli. Diinisiasi oleh Rumah Zakat Indonesia (RZI) sebagai lembaga sosial non profit yang memiliki tujuan menghimpun dana-dana zakat, infaq dan shodaqoh dari seluruh masyarakat. Juga dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan swasta dan BUMN/BUMD, juga luar negeri. Rumah Zakat Indonesia memiliki tiga core progam layanan yaitu Pendidikan, Kesehatan, dan Ekonomi TS melanjutkan, berdirinya program sekolah formal SD Juara, merupakan evaluasi dari program-program pendidikan yang sudah dijalankan sebelumnya. Salah satu programnya adalah beasiswa sekolah. Dari evaluasi yang dilakukan program ini sebenarnya memberikan sumbangsih yang cukup luas dan bermanfaat, tetapi dampak perubahan yang diharapakan kurang sesuai dengan yang diharapkan. Jika harapan ideal perubahan yang diharapkan adalah merubah kondisi mustahik (penerima bantuan zakat) menjadi muzzaki (pemberi zakat), maka dalam konteks pendidikan adanya perubahan pada aspek mental dan spiritual sehingga terdapat motivasi untuk menjalani peroses kehidupan menjadi lebih baik terutama dalam ranah, pendidikan, ekonomi dan sosial. Berdasarkan keterangan FZ, pada awal berdirnya SD Juara Bandung menempati gedung serbaguna masjid al-Ikhlas di jalan Sukarajin I, Cibeunying. Gedung tersebut disekat menjadi 6 ruangan kecil dengan peruntukkan empat kelas belajar, 1 ruang guru, dan 1 ruang TPA milik DKM masjid al-Ikhlas. Target penerimaan siswa baru pada tahun ajaran pertama 2007/2008 sebanyak empat kelas, yang terdiri dari kelas 1 sampai dengan kelas 4, dengan sebaran kelas 1 sebanyak 25 siswa, kelas 2 sebanyak 16 siswa, kelas 3 sebanyak 12 siswa, dan kelas 4 sebanyak 9 siswa. Tidak mudah untuk mendapatakan siswa didaerah tersebut, selain karena dianggap sekolah baru dan dengan fasilitas gedung seadanya juga ada keraguan dari masyarakat terkait kualitas layanan yang diberikan. Stigma yang muncul dan berkembang pada saat itu adalah karena ini merupakan sekolah gratis.
2. Sekolah Gratis SD Juara Sebagai Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Memajukan Pendidikan Masyarakat Indonesia, adalah mereka yang lahir dan tinggal diwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai ketentuan yang berlaku dengan hak dan kewajiban yang sudah diatur dalam perundang-undangan. Hubungan dengan makalah ini adalah hak untuk
-8-
mendapatkan pendidikan. Sebagaimana tercantum dalam BAB X A tentang hak asasi manusia, sebagai hak dasar warga Negara (citizen right) Dalam pasal 28 C ayat 1 UUD 45, menyatakan: “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmj pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pasal 31 ayat 1 menyatakan, “ setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.” Dan dalam ayat 2 nya , “ Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Selanjutnya dalam ayat 3, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, bab IV pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa, setiap warag Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu. Diteruskan di pasal 6: ayat 1, setiap warga Negara yang berusia tujuh tahun sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. ayat 2, setiap warga Negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. Pada pasal 8 disebutkan, Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Dan di pasal 9 dinyatakan, masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Dari keterangan di atas dapat dicermati bahwa perudangan menyebutkan komponen yang ikut terlibat terselenggaranya pendidikan, didalamnya terdapat pemerintah, warga Negara atau masyarakat, siswa/ anak usia sekolah, yang sama-sama memiliki peran dalam penyelenggaraan pendidikan, biaya pendidikan, dan hak memperoleh pendidikan bermutu. Dan mengenai anggaran tanggung jawab terbesar ada di pundak pemerintah sebagaimana pada pasa 31 ayat 4 UUD 1945 yang mengamanatkan
agar Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekuran-kurangnya 20% untuk penyelenggaraan pendidikan. (trisnasetiyaningsih.blogspot.co.id/2012)
-9-
Tetapi dalam kenyataanya, masih banyak masyarakat usia sekolah yang belum memperoleh haknya akan pendidikan. Di banyak perempatan jalan raya Kota Bandung misalnya, masih banyak terlihat anak anak usia sekolah dasar dan bahkan pra sekolah yang berkeliaran di jam-jam sekolah. Mereka mengamen, mengasong, bahkan meminta-meminta kepada pengendara motor dan mobil disaat lampu merah menyala. Dan entah disadari atau tidak disadari mereka seolah menikmati “pekerjaan” itu yang dapat menghasilkan pundipundi rupiah yang entah berapa hasilnya dan untuk apa. Menilik kondisi tersebut, sepertinya amanat undang-undang sepertinya belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Sejatinya jika dalam undang-undang sudah disebutkan dengan jelas komponen yang memiliki kewajiban baik menyelenggarakan dan menerima, seharusnya ada aturan atau perangkat teknis yang mengontrol pelaksanaannya. Anggaplah kondisi anak jalanan tersebut adalah penyimpangan terhadap amanah undang-undang, maka seharusnya ada aparat yang menertibkan atau bahkan memberikan sangsi kepada orang tua atau yang bertanggunjawab atas anak-anak jalanan ketika tidak berada dilingkugan sekolah. Atau setidaknya ada informasi yang didapatkan apa dan kenapa mereka tidak mengikuti proses pendidikan disekolah. Dari informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan program nyata dari pemeritnah sebagai yang berkewajiban memberikan hak pendidikan. Pendidikan pada dasarnya merupakan sarana substansial untuk membebaskan komunitas-komunitas basis masyarakat dari cengkraman sistem pemiskinan, kekerasan politik Negara dan rezim pasar bebas. Maka, pendidikan semestinya senantiasa menyentuh dimensi-dimensi pengembangan konsientiasi, pembangunan solidaritas, dan gerakan swadaya dan swabela masyarakat. (Sumardi, 2005:61) Masih menurut Sumardi, “alternatif sistem pendidikan ini kita selenggarakan dan kita kembangkan atas dasar kesadaran kita bersama bahwa pada dasarnya anak-anak, remaja dan warga pinggiran sebagai subyek pelayanan, secara obyektif kita akui senantiasa mempunyai sifat: kaum pinggiran yang miskin itu ternyata tak kalah rasional dalam hal mengingat, menimbang, dan memutuskan perkara-perkara yang menyangkut harkat hidup dan martabat mereka.” Berkaca pada statement berdasar pengalaman dan pergerakan yang dilakukan Sumadi di atas, bahwa pada akhirnya tidak bias tidak, masyarakat harus ikut turun tangan/ berpartisipasi dalam memecahkan masalah pendidikan. Karena masalah-masalah seperti yang dikemukakan di atas seolah jauh asap dari api, pemerintah dirasa masih kurang fokus dan - 10 -
energi untuk mengentaskannya, hal ini terlihat dari tidak ada penanganagan signifikan jika didasarkan pada indikator berkurangnya anak-anak jalanan. Bahwa kehadiran SD Juara yang dikelola lembaga sosial atau juga bisa disebut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO) merupakan program alternatif sebagai bentuk nyata masyarakat dalam ikut serta meneyelenggarkan pendidikan. Senada dengan pendapatnya Sumardi, bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan sarana substansial untuk membebaskan komunitas-komunitas basis masyarakat dari cengkraman sistem pemiskinan, hal ini pula yang menjadi tujuan sekolah gratis SD Juara. Program ini diperuntukkan untuk masyarakat tidak mampu secara ekonomi di wilayah-wilayah terdekat. Agar dampak jangka panjangnya mereka dapat memperbaiki atau merubah nasibnya menjadi lebih baik secara ekonomi dan sosial serta mandiri. Dan tentunya selain itu ada keyakian bahwa anak-anak yang berada di kelompok masyarakat ini memiliki potensi yang berkembang dan kedepannya memiliki daya saing. Seperti yang dikemukakan TS, bahwa tujuan SD Juara didirikan adalah untuk meneydiakan fasilitas pendidikan gratis bagi fakir miskin, sesuai dengan 8 asnaf dalam ketentuan penerimaa zakat, infaq dan shodaqoh. Untuk menjamin ketepatan bagi penerima manfaat dari kelompok masyarakat tidak mampu ekonomi, proses penerimaan siswa baru SD Juara melalui beberapa tahap: 1. Pengumuman penerimaan siswa baru 2. Pendaftaran, pengisian formulir, dan kelengkapan berkas 3. Validasi data melalui wawancara dan kunjungan kerumah calon siswa 4. Seleksi internal 5. Pengumuman Bahwa rangkaian proses tersebut dilakukan untuk memastikan ketepatan penerima manfaat sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada donator, bukan untuk menyeleksi dari akademik, imbuhnya. Masih menurut TS, bentuk partisipasi masyarakat dalam mewujudkan SD Juara Bandung berupa, dana zakat, infak dan shodaqoh, serta dana CSR yang diperuntukkan langsung atau tidak langsung untuk program SD Juara. Dana-dana tersebut dikelola oleh rumah zakat yang kemudian di anggarakan sesuai dengan bisnis plan pengembangan program layanan Rumah Zakat Indonesia. - 11 -
Tidak hanya berupa donasi finansial, sebagai cikal bakal sekolah gratis yang dimiliki oleh Rumah Zakat Indonesia, awal berdirnya SD Juara Bandung bekerjasama dengan DKM masjid Al-Ikhlas Jl. Sukarajin I Bandung dalam hal penyediaan sarana gedung sekolah, yang awalnya merupakan gedung serba guna masjid. Seperti yang dikemukakan oleh FZ, “ini merupakan hasil kerja sama antara Masjid Al-Huda dan Rumah Zakat Indonesia pada tahun 2007. Kerja sama berlaku selama 6 tahun dan berakhir pada Juni 2013 kemudian diperpanjang 6 tahun lagi sampai 2019. Pada tahun 2008 dilakukan penambahan ruang dengan dibangunya lantai 2. Kami mempunyai 5 ruangan yang masing-masingnya berukuran sekitar 2x4 meter. Empat ruangan berfungsi sebagai ruang kelas I, II, III dan IV, yang dihuni 64 peserta didik. Sementara 1 ruangan lagi berfungsi sebagai ruang guru yang dihuni oleh 10 personil guru. Anak-anak melakukan aktivitas upacara, olah raga, hingga bermain, di area parkir masjid yang berbentuk segi tiga dimana sisi-sisinya berukuran sekitar 3 meter. Tahun demi tahun, peserta didik terus bertambah, area parkir yang difungsikan sebagai lapangan itu sudah tidak memungkinkan memuat lebih dari seratus anak. Kami sempat menyewa GOR untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan area luas. Tahun 2010 kami meminjam tanah milik B4T Kemenperin yang berada tepat di belakang sekolah untuk dijadikan lapangan. Perpustakaan untuk menampung koleksi buku sekolah pun belum tersedia.” Masih menurut FZ, setiap anak yang masuk SD Juara juga mendapatkan fasilitas pendidikan berupa 4 setel baju seragam, tas, sepatu, alat tulis, buku pelajaran,
dll.
Pemenuhan Gizi, berupa pemberian makanan bergizi yang dilakukan secara insidental. Jadi bahwa keberadaan SD Juara sebagai sekolah gratis formal nyata terlaksana, karena tidak ada sepeser uang yang keluar dari orang tua dan siswa untuk kerperluan program sekolah. Disini bukti keterlibatan masyarakat dalam rangka, meminjam istilah sumardi, “pembangunan solidaritas, dan gerakan swadaya dan swabela masyarakat” untuk turut serta memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah
pendidikan. Penyelenggaraan
pendidikan di SD Juara 90% Anggaran dibiayai oleh donatur baik retail/corporate di dalam atau luar negeri, sisanya dibiayai oleh pemerintah (melaui dana BOS dan bantuan-bantuan lainnya yang tidak mengikat). Diperkuat menurut pendapat Abdullah Idi, sekolah sebagai organisasi adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik itu yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, dimana fungsinya sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan bernegara Alamdulillah, berkat kepercayaan masyarakat (donator), pada tahun 2016 telah dirampungkan pembangunan gedung SD Juara Bandung yang berlokasi di Jl. Terusan Panyileukan RT04 RW13 Kel Cipadung Kidul Kec Panyileukan Kota Bandung
- 12 -
Total luas bangunan 1.685,922 m2, dengan rincian : a) Luas bangunan gedung : 998,922 m2 b) Luas bangunan fasilitas infrastruktur pendukung : 687 m2
Ruang Kelas 6 buah
Ruang Lab 1 buah
Ruang Front Office 1 buah
Ruang Administrasi 1 buah
Ruang Guru 1 buah
Ruang Kepala Sekolah 1 buah
Ruang Perpustakaan 1 buah
Ruang Klinik dan BP 1 buah
Ruang Penjaga dan dapur 1 buah
Ruang Kamar mandi 3 buah
Masjid
Lapang Parkir
Lapang Upacara
Tata Drainase
Area Hijau
(profil SD Juara Bandung) 3. Konsep Sekolah Gratis Berkualitas dengan berbasis Multiple Intelligences Saat itu, mungkin belum ada sekolah gratis di Kota Bandung, bahkan ditambah dengan “embel-embel” “Unggulan dan Berkualitas” (tag line SD Juara “Sekolah gratis berkualitas). Hal itu ingin menunjukkan bahwa pendirian sekolah ini tidak hanya ada dan
- 13 -
sebatas memfasilitas layanan pendidikan formal bagi siswa tidak mampu secara ekonomi, seperti yang dituturkan TS. Dengan mengusung visi dan misi sebagai berikut: Visi: “Sekolah Generasi Unggul dan Mandiri” Misi: 1. Menerapkan konsep Multiple Intellegences sehingga memunculkan dan mengembangkan seluruh potensi keunggulan pada peserta didik. 3. Membentuk peserta didik yang mampu bermanfaat bagi lingkungannya dengan menerapkan konsep contectual learning. 4. Membekali peserta didik dengan life skill yang memadai Kompetensi lulusan: 1. Memiliki Aqidah yang kokoh 2. Melaksanakan ibadah dengan benar, tanggung jawab dan penuh kesadaran 3. Berakhlaq mulia dengan meneladani sifat Rosulullah saw 4. Memiliki budaya hidup bersih dan sehat 5. Memiliki kompetensi dan kemampuan akademik yg baik 6. Gemar membaca Al-Qur’an dan hafal juz 30 7. Kreatif dan mandiri TS menjelaskan, realitas yang ada bahwa anak dari kelompok masyarakat tidak mampu cenderung memiliki sikap tidak percaya diri, kurang memiliki etika sosial, dekat dengan kekerasan baik dirumah dan lingkungan, serta rawan akan kemandirian dalam perkembangannya, menjadikan konsep SD Juara harus dapat menjawab tantangan lokalitas komunitas masyarakat tersebut.
Sebagaimana
diungkapkan Sumardi: “Kami sebut pendidikan alternatif karena juga sedang mencari solusi dari ketidakmampuan sistem pendidikan nasional terutama yang menyangkut sistem pendidikan dasar dan menengah pada sekolah-sekolah formal, yang de facto sejak zaman orde baru belum atau tidak mampu menyentuh kebutuhan harkat hidup dan hak-hak asasi sebagian besar anak-anak dan remaja pinggiran (miskin) di tanah air….Sistem pendidikan formal sekarang ini dapat dikatakan telah didesain lebih sebagai sistem pendidikan kolonialisme baru sebagaimana tampak pada kurikulum, biaya, jadwal, lokasi, fungsi, dan status sekolah - 14 -
sekolah formal, yang cenderung lebih menguntungkan anak-anak dan remaja yang berasal dari kelas menengah ke atas yang de facto sudah berkecukupan.” (Sumardi, 2005:60) Dari penjabaran di atas dapat terlihat keseriusan pendirian SD Juara Bandung, adalah solusi dua arah dari permasalahan pendidikan yang dimunculkan dalam latar belakang makalah ini yaitu pemerataan dan kualitas. Memang pada kenyataannya sekolah-sekolah negeri pada umumnya sebatas memberikan layanan pendidikan formal yang set of curriculum-nya cenderung mengabaikan “kebutuhan dasar” masyarakat penerima layanan pendidikan. Sehingga hanya sebagian kecil yang mampu bertransformasi menjadi lebih baik dari output sekolah yang ada. Sedangkan sekolah negeri “favorit” (sebuah kata untuk menunjukkan sekolah yang diperebutkan oleh masayarakat) dan swasta yang mampu melakukan inovasi dan fasilitas pendidikan memadai, cenderung menseleksi kemampuan akademik dan finansial. Sehingga lagi-lagi sebagian besar anak-anak dan remaja pinggiran tidak dapat mengaksesnya Implementasi dari visi-misi dan kompetensi lulusan SD Juara Bandung salah satunya adalah pembelajaran berbasis Multiple Intelligences. Konsep ini dicetuskan oleh seorang ahli psikolog perkembangan dari Harvard, Howard Gardner, pada tahun 1983.
Teori
tersebut
menyatakan
bahwa
manusia
memiliki
beberapa
“kecerdasan”….Gardner menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang memiliki nilai pada minimal satu budaya. (Rika Sukmana:allaboutmi.wordpress.com/2009) Terdapat 8 kecerdasan yang dikelompokkan oleh Gardner, seperti dalam buku MI The Classroom, Gardner provided a mean of mapping the broad range of abilities that humans possess by grouping their capabilities into the following eight comprehensive categories or “intelligences”: 1. Linguistic, 2. Logical-mathematical, 3. Spatial, 4. Bodily-kinesthetic, 5. Musical, 6. Interpersonal, 7. Intrapersonal, 8. Naturalis. (Thomas Amstrong, 2009:38) Menurut ER dan TS, konsep ini dianggap tepat dikembangkan di SD Juara jika didasarkan pada latarbelakang siswa. Karena jika hanya mengejar akademis saja maka akan cukup besar tenaga yang harus dikeluarkan dan output yang dihasilkan belum tentu diperoleh dengan maksimal. Masih menurut TS dan ER,
- 15 -
“selama 9 tahun berjalan SD Juara, memang belum memiliki pola baku penerapan MI dalam konteks pembelajaran mata pelajaran. Selama ini proses pembelajaran dikemas dalam format tematis, didalam prosesnya MI baru diberikan. Misalnnya pembelajaran sosial tentang menentukan arah mata angin, setelah diberi pengetahuan awal tentang arah mata angin, siswa diajak kelapangan untuk mempraktekkannya. Siswa diberi instruksi “3 langkah menuju barat, 7 langkah menuju tenggara, 2 langkah ke utara dan seterusnya. Hal ini mungkin sangat tepat bagi siswa yang memiliki kecerdasan spasial dan bodi kinestetik. Pernah juga siswa diajak ke taman untuk pengenalan konsep naturalis. Implmentasi MI ini lebih banyak dikembangkan di kegiatan ekstrakurikuler. Ekskul yang kami miliki:1, English Club, 2. Futsal, 3. Pencak Silat, 4. Kaligrafi, 5. Pramuka, 6. Perkusi, 7. Gamelan. Tepat tidak implemetasi MI dapat dipadankan dengan penjelasan Munif Chatib dalam buku “sekolahnya manusia” (Munif Chatib, 2009:107-109) “hasil penelitian yang saya lakukan pada 2003 terhadap sekolah-sekolah di Indonesia yang menerapkan MI dapat disimpulkan bahwa sekolah tersebut terjebak pada pemahaman MI adalah bidang studi…pemahaman yang benar harus bermula dari pengertian sejarah “penemuan” MI yang awalnya merupakan teori kecerdasan dalam ranah psikologi. Ketika ditarik ke dunia edukasi MI menjadi sebuah strategi pembelajaran…berupa rangkaian aktivitas belajar yang merujuk pada indicator hasil belajar yang sudah ditentukan dalam silabus.” Dengan penjelasan di atas sepertinya apa sudah diterapkan, meskipun menurut TS dan ER belum maksimal, dapat dikatakan sudah bisa menterjemahkan MI dengan benar yaitu sebagai strategi belajar. Terlihat dari proses-proses belajar yang gaya/strateginya sudah memperhatikan aspek kecerdasan didalam MI. Adapun ekskul dianggap sebagai ranah penerapan MI yang lebih lengkap bagi siswa SD Juara, tidak bisa dikatakan sepenuhnya keliru, jika dikontraversikan dengan pernyataan Chatib, MI adalah strategi belajar. Sepertinya pendapat Susan Baum dapat menjadi landasan, bahwa MI dapat diterjemahkan dalam berbagai cara, “MI theory is not a learning theory or a specific educational approach; it must be translated into classroom practice. There is no single right way to apply it, nor any specific way prescribed or endorsed by Howard Gardner… MI Theory definition of intelligence locates intelligence in real-world problem solving and product making and account as intelligence. In contrast to the “implied” view of intelligence of IQ test, MI Theory is based on understanding of how people’s intelligences really operate…There is no “right” way to apply multiple intelligences theory. It is a descriptive theory of intelligence, not a pedagogical framework….not surprisingly, then, the
- 16 -
introduction of MI theory has resulted in numerous interpretation and applications”. (Susan Baum, 2005:7&22- 23) Jika MI menitikberatkan pada strategi pembelajaran, mungkin dapat diterjemahkan dalam praktiknya bagaimana seorang guru dapat memberikan kenyamanan, kesenangan, kegembiraan dalam proses belajar dan inti dari itu adalah bagaimana setiap siswa pasca belajar dapat menemukan sesuatu yang baru dan berguna bagi kehidupannya dalam menghadapi tantangan dengan bekal kecerdasan yang dimilikinya. Sehingga proses pembelajaran bukan lagi menerapkan gaya, meminjam istilah Paulo Freire, “banking system”…dimana murid adalah celengannya dan guru adalah penabungnya. Yang terjadi bukanlah proses komunikasi, tetapi guru menyampaikan pernyataan-pernyataan dan “mengisi tabungan” yang diterima, dihafal, dan diulangi dengan patuh oleh para murid. (Paulo Freire, 2000:50) Target dari kecerdasan yang diharapkan adalah kemampaun dalam membaca masalah yang dihadapai, kemudian mampu memecahkannya, sehingga bermanfaat bagi orang disekitarnya. Menurut Seto Mulyadi, bahwa suatu kekeliruan besar jika setiap kenaikan kelas, prestasi anak didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa. Seharusnya dunia pendidikan (sekolah) menggunakan multiple intelligences sebagai dasar untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangan yang dimiliki oleh siswa di sekolah dasar secara maksimal dan menyeluruh. Karena pada dasarnya setiap siswa dilahirkan cerdas dengan membawa potensi dan keunikan masing-masing (Fina Fakhriyah:prosiding seminar nasional 30 Maret 2013) Jadi sudahkah SD Juara dikatakan berkualitas?. Untuk menjawabnya diperlukan sebuah parameter/ukuran sekolah yang dikatakan berkualitas. Terdapat empat kategori sekolah apabila dilihat dari mutu dan proses pendidikannya, yaitu: bed school (sekolah yang buruk), good school (sekolah yang baik), effective school (sekolah effektif), dan excellent school (sekolah unggul). Bed school adalah sekolah yang memiliki in put
yang baik atau sangat baiktetapi proses pendidikannya tidak baik dan
menghasilkan out put yang tidak bermutu. Good school adalah sekolah yag memiliki, proses baik dan hasilnya (out put-nya) baik. Effective school adalah sekolah yang memiliki in put baik/kurang baik, proses pendidikannya sangat baik dan menghasilkan out put baik/sangat baik. Sedangkan excellent school adalah sekolah yang in put nya sangat baik, prosesnya - 17 -
sangat baik dan menghasilkan lulusan (out put) yang sangat baik.(Prof. Dr. Toto Tobroni, M.Si.) Beberapa ciri sekolah berkualitas: 1. Memiliki karakteristik memandang secara komprehensif setiap potensi serta kecerdasan dari siswa, sekaligus mengembangkannya untuk mencapai potensi maksima 2. Melakukan pembelajaran yang inovatif dan interaktif guna merancang munculnya kemampuan dan sikap kritis atau rasa ingin tahun siswa sesuai dengan usia pertumbuhannya 3. Menjadikan sekolah sebagai sekolah manusia. (salamsatudata.web.id/berita-pendidikan/ciri-ciri-sekolah-yang-berkualitas) Berdasarkan pemaparan Toto Tobroni, SD Juara sepertinya sudah dapat dikatakan sekolah sekolah berkualitas. Dengan masuk kedalam kategori Effective school. Dan dari ciri-cirinya kecerdasan siswa sudah dipandang secara komprehensif sesuai dengan MI, juga proses/strategi pembelajarannya sudah inovatif dan interaktif. Kualitas tersebut pun dapat diukur dari kepuasan penerima manfaat dan kompetensi lulusannya. 1. Memiliki Aqidah yang kokoh, 2. Melaksanakan ibadah dengan benar, tanggung jawab dan penuh kesadaran, 3. Berakhlaq mulia dengan meneladani sifat Rosulullah saw, 4. Memiliki budaya hidup bersih dan sehat, 5. Memiliki kompetensi dan kemampuan akademik yg baik, 6. Gemar membaca AlQur’an dan hafal juz 30, 7. Kreatif dan mandiri. Untuk mengetahui ketercapaian tersebut, mungkin testimony orang tua siswa dapat dijadikan patokan, seperti yang disampaikan oleh 0rang tua dari Shalma, Kelas 3, “Assalamualaikum Wr Wb. Saya orang tua murid sangat berterima kasih selama ini kegiatan di SD Juara sangat baik, banyak sekali perkembangan yang maju. Saya bersyukur anak saya sekolah di SD Juara ini. Saya pun sangat berterima kasih kepada semua pihak terutama donatur yang sangat sekali membantu. Amin” Dan orang tua Alief, Kelas 2, “Di Indonesia dibutuhkan fasilitas pendidikan yang bagus baik dari segi kurikulum, guru maupun sarana. Saya melihat dan merasakan sendiri di SD Juara sudah terpenuhi kebutuhan tersebut. Terima kasih kepada donatur dan semua pihak yang telah berkontribusi atas terselenggaranya SD Juara ini.” (dokumen profil SD Juara Bandung) - 18 -
Parameter lainnya yang dapat diukur lebih konkret adalah tingkat kemampuan lulusan dalam menghafal al-quran terus meningkat, untuk tahun 2016, yang mampu menghafala juz 30 sebanyak 80% siswa. Dan perbandingan penerimaan siswa baru setiap tahunnya terus meningkat, dengan rasio 1:3-4 orang. Walau bagaimana pun, prestasi sekolah tentulah mejadi harapan, baik dalam akademik maupun non-akademik. Tentunya dengan tidak mengorbankan siswa (psikologis/mental, fisik) dalam prosesnya. Mungkin prestasi yang diraih SD Juara berikut ini bukanlah hal besar jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah lainnya. Tetapi dapat dijadikan sebagai “cenderamata” buat para aktivis pendidikan akan harapan yang dapat kita berikan, khususnya kepada masyarakat kurang mampu secara ekonomi, bahwa dengan pendidikan yang tepat semua mampu menunjukkan potensinya. Sebagaimana yang diungkapkan Seto Mulyadi di atas. Berikut beberapa prestasi yang pernah di raih siswa-siswi SD Juara Bandung: 1. Juara 1 Spelling Bee se –Bandung Raya 2. Juara 3 Futsal dan top score AIS Cup se-Jabar 3. 2 Perak dan 5 Perunggu Pencak Silat se-Jabar 4. Juara 1 Kaligrafi se-Jabar 5. Juara Umum Pramuka Putra se-Bandung Raya 6. Juara 3 Perkusi Nasional dan Finalis aksi anak bangsa di RCTI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bahwa masyarakat dapat dan telah berpartisipasi dalam ikut serta memajukan pendidikan khususnya dalam memecahkan masalah penyediaan akses pendidikan gratis dan berkualitas bagi masyarakat tidak mampu secara ekonomi, dengan dukungan finansial dana atau material. Dalam sisi kualitas, SD Juara Bandung sudah mampu mengimplementasikan multiple Intelligencies dengan baik meskipun belum maksimal. Hal ini terlihat dari proses pembelajaran yang memperhatikan komponen kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa, sehingga pembelajaran dapat lebih memberikan kenyamanan, kesenangan, dan kegembiraan,. Bagi pemerintah (pusat dan daerah) perlu memiliki keseriusan dalam menangani permasalahan pemerataan (akses) pendidikan bagi semua lapisan masyarakat Bagi para pendidik, perlu adanya perubahan dalam strategi pembelajran sehingga setiap keunikan siswa dapat dihargai berdasarkan kecerdasan yang mereka miliki. - 19 -
REFERENSI Amstrong, Thomas. Multiple Intelligence In The Classroom. 2009: ASCD, Virginia USA Baum, Susan.Viens, Julie. and Slatin, Barbara. Intelligences in the Elementary Classroom (A Teacher’s Toolkit). 2005, Teacher College Press, New York Chatib, Munif. Sekolahnya Manusia. 2009: Mizan Pustaka, Bandung Fakhriyah, Fina. prosiding seminar nasional 30 Maret 2013 Freire, Paulo. Pendidikan Kaum Tertindas. 2000: LP3KS, Jakarta Idi, Abdullah. Sosiologi Pendidikan (Individu, Masyarakat, dan Pendidikan). 2011: Grafindo Persada: Jakarta Rika Sukmana:allaboutmi.wordpress.com/2009/02/19/apa-itu-multiple-intelligences-mi/ Sawitri:witry.blogdetik.com/www.sekolahdaasar.net/2010/01/aplikasi-kebijakan-sekolahgratis.html?m=1 salamsatudata.web.id/berita-pendidikan/ciri-ciri-sekolah-yang-berkualitas Sumardi, Sandyawan I. Melawan Stigma Melalui Pendidikan Alternatif. 2005: Grasindo, Jakarta Suyanto, Prof. Ph.D. Dinamika Pendidikan Nasional (Dalam Peraturan Dunia Global). 2006: PSAP Muhammadiyah, Jakarta Tobroni, Toto. Prof. Dr. M.Si. (tobroni. Staff.umm.ac.id/2010/11/25/teori-teori-tentang-mutusekolah/) sisiedukasi.blogspot.com/2015/05/kumpulan-permendiknas-undang-undang-dan.html trisna-setiyaningsih.blogspot.co.id/2012/12/hak-dan-kewajiban-pemerintah-dalam.html www.teoripendidikan.com/2014/06/contoh-skripsi-bab-iv-hasil-penelitian.html?m=1 dokumen: Profil SD Juara Bandung, PPT
- 20 -