EFEK EKSTRAK DAUN INSULIN (SMALLANTHUS SONCHIFOLIUS) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH, BERAT BADAN, DAN KADAR HIGH DENSITY LIPOPROTEIN (HDL) PADA TIKUS YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH : Hapsari Abdining Ilahi NIM: 1112103000093
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M / 1436H
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan pada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, serta umatnya. Alhamdulillahi rabbil alamin, penelitian ini akan sulit terselesaikan jika tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta segenap dosen di prodi ini yang selalu membimbing serta memberikan ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku dosen pembimbing I, yang selalu memberikan ilmu, arahan, saran, dan bimbingan kepada saya agar penelitian ini berjalan dengan sebaik-baiknya. 4. dr. Hari Hendarto, Sp.PD, Ph.D, FINASIM selaku dosen pembimbing II penelitian saya, yang selalu memberikan bimbingan dan arahan, terutama dalam penulisan laporan penelitian ini. 5. Pak Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D dan dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D selaku dewan penguji penelitian saya, untuk ilmu, waktu dan tenaga dalam memperbaiki laporan penelitian ini. 6. Kedua orang tua tercinta, Ir. Nugroho Fajar Satmoko dan Dra. Yayuk Hari Sugihartini yang selalu memberikan cinta dan kasih sayangnya, memberikan doa, nasihat, serta semangat sepanjang hidup saya. Juga pada ketiga adik kandung saya, Inayah Anugerahing Ilahi, Ilham Muhammad v
Fariz, dan Muhammad Iqra’ Fawwaz, dan untuk seluruh Keluarga besar saya yang banyak memberikan inspirasi dan semangat untuk tidak berhenti menggapai cita-cita. 7. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab (PJ) modul riset PSPD 2012, drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku PJ laboratorium Riset, Ibu Nurlaely Mida R, M.Biomed, Ph.D selaku PJ laboratorium Animal house, Ibu Endah Wulandari, M.Biomed selaku PJ laboratorium Biokimia, Ibu Zety Haryati, M.Biomed selaku PJ laboratorium Biologi yang telah memberikan izin atas penggunaan lab pada penelitian ini. 8. Untuk teman seperjuangan, Myra Patricia, Rachmah Ubat H, Miftahul Jannah S U, dan Azmi Agnia atas dukungan, kerja keras, dan kebersamaan sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Untuk sahabat saya, Rizka Chairunnisa, atas doa, semangat, dan dukungan moral. Temanteman CSS 2012 dan PSPD 2012 untuk kebersamaan yang telah mewarnai masa pendidikan saya di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Laboran yang terlibat Bu Ai, Bu Suryani, Bu Sulis, Mas Rachmadi, dan Mas Panji yang sangat membantu berlangsungnya penelitian ini. Kak Bayu dan Kak Ika PSKM yang telah membantu dalam proses pengolahan data penelitian ini. 10. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Saya menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaan laporan penelitian ini. Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Ciputat, 28 Mei 2015
Penulis vi
ABSTRAK
Hapsari Abdining Ilahi. Program Studi Pendidikan Dokter. Efek Ekstrak Daun Insulin (Smallanthus sonchifolius) terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015.
Diabetes merupakan penyakit metabolik kronik akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin. Belum ada obat yang efektif untuk mengobati penyakit ini, sehingga para peneliti mencoba untuk mengembangkan obat tradisional karena dinilai relatif lebih aman. Yacon (Samallanthus sonchifolus) merupakan tanaman asli pegunungan Andes, Amerika Selatan. Penelitian membuktikan bahwa pemberian teh yang dipadu dengan ekstrak daun yacon 2% selama 30 hari dapat menimbulkan efek hipoglikemik dan meningkatkan kadar insulin plasma pada tikus diabetes yang diinduksi STZ. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak daun insulin dengan dosis 100mg/kgBB dan 300mg/kgBB secara oral selama 28 hari terhadap kadar glukosa darah, berat badan, dan kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada tikus yang diinduksi streptozotosin. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun insulin secara signifikan berpengaruh dalam menurunkan kadar glukosa darah serta mencegah penurunan berat badan berlebih (p-value < 0,05). Akan tetapi, ekstrak Yacon tidak berpengaruh terhadap kadar HDL (p-value > 0,05). Kata kunci : Yacon, glukosa darah, HDL, DM
ABSTRACT Hapsari Abdining Ilahi. Medical Education Study Program. The effect of Insulin Leaves Extract (Smallanthus sonchifolia) on Blood Glucose, Body Weight and High Density Lipoprotein (HDL) of Streptozotocin-induced rats. 2015.
Diabetes is a group of chronic metabolic disease resulting from defects in insulin secretion and insulin action. There has been no effective drugs to treat this disease, so the clinicians are trying to develop traditional medicine as it is considered relatively safe. Yacon (Smallanthus sonchifolius syn Polymnia sonchifolia) is a native plant of the Andes, South America. A research on STZinduced diabetic rats proved that the administration of 2% yacon tea for 30 days produced a significant hypoglicemic effect and increased plasma insulin levels. This study was conducted to determine the effect of insulin leaves extract at a dose of 100mg/weight (kg) and 300mg/weight (kg) orally for 28 days on blood glucose levels, weights, and leaves of high density lipoprotein (HDL) in STZvii
induced rats. This study showed that the yacon leaves extract significantly lowering blood glucose levels and preventing excess weight losses (p-value < 0,05), but not influencing plasma HDL level (p-value > 0,05). Keywords : Yacon, blood glucose, HDL, DM
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL...................................................................................................i LEMBAR PERNYATAAN...................................................................................ii LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................iii LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iv KATA PENGANTAR............................................................................................v ABSTRAK............................................................................................................ vii DAFTAR ISI......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL................................................................................................ xi DAFTAR GRAFIK............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiii DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 3 1.3 Hipotesis ................................................................................................. 4 1.4 Tujuan Penelitian...................................................................................... 4 1.4.1 Tujuan Umum........................................................................... 4 1.4.2 Tujuan Khusus.......................................................................... 4 1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................... 5 1.5.1 Bagi Peneliti.............................................................................. 5 1.5.2 Bagi Institusi............................................................................. 5 1.5.3 Bagi Masyarakat........................................................................ 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 6 2.1 Landasan Teori......................................................................................... 6 2.1.1 Diabetes Melitus.......................................................................... 6 2.1.1.1 Definisi Diabetes Melitus...................................................6 2.1.1.2 Epidemiologi Diabetes Melitus ......................................... 6 2.1.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus ............................................. 8 ix
2.1.1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus ........................................ 10 2.1.1.5 Diagnosis Diabetes Melitus ............................................ 13 2.1.1.6 Komplikasi Diabetes Melitus ......................................... 15 2.1.1.7 Tatalaksana Diabetes Melitus ......................................... 21 2.1.2 Dislipidemia pada Diabetes Melitus ....................................... 24 2.1.3 Yacon (Smallanthus sonchifolius) .......................................... 26 2.1.4 Streptozotocin (STZ).............................................................. 29 2.2 Kerangka Konsep................................................................................... 31 2.3 Definisi Operasional............................................................................... 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................ 34 3.1 Desain Penelitian.................................................................................. 34 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................... 34 3.2.1 Waktu Penelitian...................................................................... 34 3.2.2 Tempat Penelitian.................................................................... 34 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................... 34 3.3.1 Populasi ...................................................................................... 34 3.3.2 Sampel Penelitian ...................................................................... 34 3.3.3 Kriteria Inklusi ........................................................................... 35 3.3.4 Kriteria Eksklusi ........................................................................ 36 3.4 Cara Kerja Penelitian........................................................................... 36 3.4.1 Alat penelitian ............................................................................ 36 3.4.2 Bahan Penelitian ........................................................................ 37 3.4.3 Adaptasi Hewan Sampel ............................................................ 37 3.4.4 Induksi Streptozotosin ............................................................... 37 3.4.5 Pemberian Ekstrak Daun Insulin Terhadap Tikus ..................... 38 3.4.6 Pengukuran Sampel ................................................................... 38 3.4.6.1 Berat Badan ................................................................... 38 3.4.6.2 Glukosa Darah ............................................................... 39 3.4.6.3 Kadar HDL .................................................................... 39 3.5 Alur Penelitian...................................................................................... 41 3.6 Pengolahan Data dan Analisa Data ..................................................... 42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 43 4.1 Glukosa Darah ..................................................................................... 43 4.2 Berat Badan.......................................................................................... 47 4.3 HDL .................................................................................................... 51 BAB V SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 54 5.1 Simpulan............................................................................................... 54 5.2 Saran..................................................................................................... 54 BAB VI KERJASAMA PENELITIAN........................................................... 56 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 57 LAMPIRAN......................................................................................................... 62 x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi DM berdasarkan etiologi ................................................... 10 Tabel 2.2 Gambaran klinis pasien dengan DM tipe 1 dan 2 ................................ 14 Tabel 2.3 Kriteria pra diabetes ............................................................................. 15 Tabel 2.4 Aktivitas fisik sehari-hari penyandang DM ......................................... 22 Tabel 2.5 Kadar lipid serum ................................................................................. 25 Tabel 2.6 Taksonomi yacon ................................................................................. 27 Tabel 4.1 Rata-rata gula darah seluruh sample .................................................... 43 Tabel 4.2 Rata-rata GDS hari 1 berbanding hari 28 ............................................. 45 Tabel 4.3 Rata-rata kadar GDS antar kelompok .................................................. 46 Tabel 4.4 Rasio pengukuran berat badan rata-rata selama 28 hari ...................... 49 Tabel 4.5 Rasio rata-rata berat badan hari 1 berbanding hari 28 ......................... 50 Tabel 4.6 Persentase Rasio Berat Badan Selama 28 Hari .................................... 51 Tabel 4.7 Rata-rata kadar HDL ............................................................................ 52 Tabel 4.8 Rata-rata kadar HDL antar kelompok .................................................. 53 Tabel 7.3 Rata-rata GDS Selama 28 hari ............................................................. 72
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Rata-Rata GDS (mg/dl) ...................................................................... 44 Grafik 4.2 Mann Whitney Rata-rata GDS H-28 .................................................. 47 Grafik 4.3 Persentase perbandingan berat badan dalam kurun waktu 28 hari..... 48 Grafik 4.4 Grafik rata-rata HDL .......................................................................... 52 Grafik 7.2 Uji post hoc berat badan .................................................................... 72 Grafik 7.3 Uji T-Independen Kadar HDL ........................................................... 73
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Klasifikasi DM menurut ADA ........................................................... 8 Gambar 2.2 Infiltrasi pankreas oleh sel T CD4 dan CD8 ...................................... 9 Gambar 2.3 Struktur histologi islet pankreas ....................................................... 10 Gambar 2.4 Mekanisme sekresi insulin dari sel B pankreas ................................ 11 Gambar 2.5 Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin ...................................... 12 Gambar 2.6 Alur diagnosis DM ........................................................................... 14 Gambar 2.7 Mekanise komplikasi akut DM ........................................................ 17 Gambar 2.8 Patofisiologi terjadinya nefropati pada DM ..................................... 19 Gambar 2.9 Mekanisme terbentuknya atherosclerosis ........................................ 20 Gambar 2.10 Berbagai jenis insulin beserta waktu kerjanya .............................. 24 Gambar 2.11 Kandungan yacon ........................................................................... 27 Gambar 2.12 Perbedaan kadar glukosa darah/jam ............................................... 30 Gambar 7.1 Kondisi Animal House ..................................................................... 62 Gambar 7.2 Kondisi kandang tikus ...................................................................... 62 Gambar 7.3 Proses membersihkan kandang tikus ................................................ 62 Gambar 7.4 Pengambilan darah untuk tes GDS ................................................... 62 Gambar 7.5 Tes GDS ........................................................................................... 62 Gambar 7.6 Proses pembakaran ........................................................................... 62 Gambar 7.7 Anestesi tikus menggunakan ether ................................................... 63 Gambar 7.8 Pengukuran BB menggunakan timbangan digital ............................ 63 Gambar 7.9 Pengukuran pH buffer sitrat ............................................................. 63 Gambar 7.10 Na sitrat yang akan dijadikan buffe sitrat ....................................... 63 Gambar 7.11 Penyuntikan STZ intraperitoneal ................................................... 63 Gambar 7.12 Spektrofotometer ............................................................................ 63 Gambar 7.13 Reagen kolesterol ........................................................................... 64 Gambar 7.14 HDL precipitating reagent ............................................................. 64 xii
Gambar 7.15 Mesin oven ..................................................................................... 64 Gambar 7.16 Mesin autoklaf ................................................................................ 64 Gambar 7.17 Tes HDL plasma ............................................................................. 64 Gambar 7.18 Sacrifice .......................................................................................... 64 Gambar 7.19 Pengambilan darah dari vena cava ................................................. 65 Gambar 7.20 Larutan sukrosa .............................................................................. 65 Gambar 7.21 Streptozotosin ................................................................................. 65 Gambar 7.22 Neraca analitik ................................................................................ 65 Gambar 7.23 Vortex ............................................................................................. 65 Gambar 7.24 Sentrifuge ....................................................................................... 65 Gambar 7.25 Penghancuran daun insulin menggunakan blender ........................ 66 Gambar 7.26 Serbuk hasil blender ....................................................................... 66 Gambar 7.27 Proses pengadukan menggunakan hot stirer .................................. 66 Gambar 7.28 Proses penyaringan ......................................................................... 66 Gambar 7.29 Evaporator ...................................................................................... 66 Gambar 7.30 Maltodextrin 250 mg ...................................................................... 66 Gambar 7.31 Proses sonde ekstrak ....................................................................... 67 Gambar 7.32 Ekstrak kering daun insulin ............................................................ 67 Gambar 7.33 Surat keterangan sehat hewan ........................................................ 68 Gambar 7.34 Surat identifikasi bahan uji ............................................................. 68
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar proses penelitian ................................................................. 61 Lampiran 2 Surat keterangan sehat hewan ........................................................... 67 Lampiran 3 Hasil determinasi/identifikasi bahan uji ........................................... 68 Lampiran 4 Perhitungan dosis .............................................................................. 69 Lampiran 5 Hasil Uji T dan post hoc ................................................................... 72 xiii
DAFTAR SINGKATAN
ABC-1
: Adenosine Triphosphate-binding Cassete transporter-1
ADA
: American Diabetes Association
AGES
: Advanced Glycosylated End Products
CETP
: Cholesterol Ester Transfer Protein
DM
: Diabetes Melitus
FOS
: Fruktooligosakarida
FPG
: Fasting Plasma Glucose
GDS
: Glukosa Darah Sewaktu
GDPT
: Glukosa Darah Puasa Terganggu
HDL
: High Density Lipoprotein
IDL
: Intermediate Density Lipoprotein
i.v
: Intravena
i.p
: Intraperitoneum
IDDM
: Insulin Dependent Diabetes Melitus
IKADAR
: Ikatan Keluarga Penderita DM Anak dan Remaja
LCAT
: Lecithin Cholesterol Acyltransferase
LDL
: Low Density Lipoprotein
LPL
: Lipoprotein Lipase
NIDDM
: Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
OGTT
: Oral Glucose Tolerance Test
PJK
: Penyakit Jantung Koroner
SR-A
: Scavenger-A
STZ
: Streptozotocin xiv
TG
: Trigliserida
TGT
: Toleransi Glukosa Terganggu
VEGF
: Vascular Endothelial Growth Factor
VLDL
: Very Low Density Lipoprotein
WHO
: World Health Organization
xv
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
(DM)
merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik
dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.1 Sedangkan menurut World Health Organization (WHO), DM didefinisikan sebagai keadaan hiperglikemia yang dapat merusak mikrovaskular, menyebabkan komplikasi makrovaskular (penyakit jantung, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer), serta menurunkan kualitas hidup manusia.2 Prevalensi DM cukup tinggi baik di negara-negara berkembang dan maju. Tingginya prevalensi DM di negara berkembang dan maju disebabkan oleh peningkatan kemakmuran dan perubahan gaya hidup penduduk negara tersebut. Perubahan gaya hidup meningkatkan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan lainlain.3 Belum tuntas Indonesia menyelesaikan masalah penyakit infeksi, epidemi penyakit tidak menular muncul sebagai penyebab utama kematian. Penyebab kematian terbesar di Indonesia telah bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Dari sepuluh penyebab utama kematian, dua diantaranya termasuk penyakit tidak menular.4 Diperkirakan terdapat ±50% dari jumlah keseluruhan penyandang diabetes yang belum terdiagnosis. Dua pertiga dari jumlah yang terdiagnosis menjalani program pengobatan DM baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Sedangkan hanya terdapat sekitar sepertiga dari jumlah pasien diabetes yang menjalani pogram pengobatan DM terkendali dengan baik glukosa darahnya.5 Angka penderita penyakit DM tipe 1 di dunia hanya sekitar 5-10% dari jumlah pasien diabetes melitus secara keseluruhan.1 Karena defek pada imunitas terhadap sel β pankreas maka DM tipe 1 lebih banyak timbul di usia muda. Di Amerika Serikat pada tahun 2007 dilaporkan terdapat 186.300 anak usia kurang dari 20 tahun yang menyandang DM tipe 1 atau 2. Angka tersebut sama dengan
2
0,2% penduduk Amerika pada kelompok tersebut. Finlandia merupakan negara dengan angka kejadian paling tinggi, sedangkan Jepang memiliki angka paling rendah.6 Jumlah pasti penyandang DM tipe 1 di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun angkanya dilaporkan meningkat akhir-akhir ini. Jumlah anak yang menderita DM tipe 1 dalam Ikatan Keluarga Penderita DM Anak dan Remaja (IKADAR) mencapai 400 orang. Banyak orang tua yang tidak mempunyai pengetahuan mengenai DM tipe 1, sehingga mereka tidak waspada penyakit tersebut. Bahkan banyak orang tua yang tidak percaya anaknya menyandang DM tipe 1 dan baru menyadari saat sakitnya sudah cukup berat.6 Non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) atau dikenal sebagai type 2 diabetes mellitus banyak terjadi pada usia >30 tahun. Penyebabnya adalah karena resistensi dan defisiensi insulin. Etiologi DM tipe 2 merupakan kombinasi dari faktor genetik yang berpengaruh pada ketidakseimbangan sekresi insulin dan resistansi insulin, serta faktor lingkungan seperti obesitas, overeating, aktivitas fisik yang kurang, stres, dan aging.7 Dari 85% kasus DM tipe 2, obesitas merupakan salah satu faktor resiko pencetus NIDDM.
8
Karena resistansi dan
sekresi insulin yang tidak seimbang juga dapat menyebabkan hiperglikemia. Kadar glukosa darah daun insulin plasma harus dikontrol dengan baik. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyakit DM. Komplikasi tersebut antara lain aterosklerosis, hipertensi, impotensi, retinopati, nefropati, hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, dan sebagainya.9 Oleh karena itu, para peneliti mencoba untuk menemukan terapi untuk penyakit DM, salah satunya menggunakan tanaman tradisional. Pada penelitian kali ini, ekstrak yang akan digunakan diambil dari daun insulin (Smallanthus sonchifolius) atau dikenal juga dengan sebutan yacon. Yacon merupakan tanaman asli pegunungan Andes, Amerika Selatan. Karena rasanya lebih manis dan rendah kalori, yacon mulai terkenal di kalangan masyarakat Jepang dan beberapa negara di dunia. Saat ini, yacon dipakai sebagai obat tradisional olah masyarakat di negara Peru. Akar tanaman yacon banyak mengandung air dan fruktooligosakarida (FOS). Keunggulan dari FOS ini yaitu tidak dihidrolisis oleh enzim pencernaan, serta meninggalkan tubuh dalam
3
keadaan tidak tercerna.10 Penelitian pada tikus diabetes membuktikan bahwa teh yang dipadu dengan ekstrak daun insulin dapat menurunkan glikemia dan meningkatkan kadar insulin plasma.11 Negri (2005) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa, penurunan kadar glukosa darah setelah pemberian ekstrak tanaman yacon kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : adanya stimulasi sel β pankreas sehingga banyak insulin yang disekresikan ke plasma darah, terjadi resistensi pada hormonhormon peningkat glukosa darah, memperbanyak jumlah dan meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, meningkatkan ambilan glukosa di jaringan maupun organ, menurunkan degradasi glikogen, menurunkan absorpsi glukosa di saluran pencernaan.12 Streptozotosin (STZ) mengandung nitrosurea yang merupakan terapi pilihan untuk karsinoma sel islet pankreas dan tumor ganas lainnya.13 Induksi STZ baik secara i.v maupun i.p bersifat toksik karena menstimulasi terjadinya endogenous chronic oxidative stress. Proses inflamasi memicu makrofag dan selsel limfosit menginfiltrasi sel pankreas. Akibatnya sel β pankreas akan mengalami nekrosis secara cepat dan ireversibel, sehingga pankreas tidak dapat menghasilkan insulin layaknya kondisi DM tipe 1.13 Peneliti akan melakukan penelitian terhadap pengaruh pemberian ekstrak daun insulin dengan dosis 100mg/kgBB/hari dan 300mg/kgBB/hari selama 28 hari terhadap berat badan, kadar kolesterol dan HDL plasma tikus yang diinduksi streptozotosin.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah efek ekstrak daun insulin (Smallanthus sonchifolius) terhadap kadar glukosa darah tikus jantan yang diinduksi STZ? 2. Bagaimanakah efek ekstrak daun insulin terhadap berat badan tikus jantan diinduksi STZ? 3. Bagaimanakah efek ekstrak daun insulin terhadap kadar HDL plasma tikus jantan yang diinduksi STZ?
4
1.3 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti membuat hipotesis sebagai berikut: 1. Ho
: Ekstrak daun Insulin tidak mempunyai efek terhadap kadar
glukosa darah tikus jantan yang diinduksi STZ. Ha
: Ekstrak daun insulin mempunyai efek terhadap kadar glukosa
darah tikus jantan yang diinduksi STZ. 2. Ho
: Ekstrak daun insulin tidak mempunyai efek terhadap berat badan
tikus jantan yang diinduksi STZ. Ha
: Ekstrak daun insulin mempunyai efek terhadap berat badan tikus
jantan yang diinduksi STZ. 3. Ho
: Ekstrak daun insulin tidak mempunyai efek terhadap kadar HDL
plasma tikus jantan yang diinduksi STZ. Ha
: Ekstrak daun insulin mempunyai efek terhadap kadar HDL
plasma tikus jantan yang diinduksi STZ.
1.4 Tujuan Penelitian
1.3.1 Umum Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui efek pemberian daun insulin dengan dosis 100mg/kgBB dan 300mg/kgBB yang diberikan selama 28 hari terhadap berat badan, kadar glukosa darah dan kadar HDL tikus DM.
1.3.2 Khusus a. Mengetahui
efek
ekstrak
daun
insulin
dosis
100mg/kgBB
dan
300mg/kgBB selama 28 hari secara oral terhadap kadar glukosa darah pada kelompok normal, diabetes, dan terapi. b. Mengetahui
efek
ekstrak
daun
insulin
dosis
100mg/kgBB
dan
300mg/kgBB selama 28 hari secara oral terhadap berat badan pada kelompok normal, diabetes, dan terapi.
5
c. Mengetahui
efek
ekstrak
daun
insulin
dosis
100mg/kgBB
dan
300mg/kgBB selama 28 hari terhadap kadar HDL plasma pada kelompok normal, diabetes, dan terapi.
1.5 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti a. Memperkaya pengetahuan tentang tanaman sebagai agen hipoglikemik tradisional. b. Memperkaya pengalaman dalam bidang penelitian desain eksperimental. c. Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang klinik. 1.4.2 Bagi Instansi a. Menambah refrensi yang ada di Fakultas Kedokteran dan Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sehingga dapat dijadikan sebagai refrensi penelitian yang lebih dalam selanjutnya. b. Meneruskan penelitian yang telah ada sebelumnya, dengan perlakuan berbeda sehingga diperoleh hasil yang lebih baik. 1.4.3 Bagi Masyarakat a. Memberikan informasi bagi masyarakat terutama pasien DM mengenai ekstrak daun insulin sebagai agen hipoglikemik alami dan menurunkan kadar lipid darah, yang dapat digunakan untuk mencegah atau pendamping terapi DM.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Diabetes Melitus 2.1.1.1 Definisi Diabetes Melitus Menurut ADA, Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.1 Sedangkan menurut WHO, DM didefinisikan sebagai keadaan hiperglikemia yang dapat merusak mikrovaskular, menyebabkan komplikasi makrovaskular (penyakit jantung, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer), serta menurunkan kualitas hidup manusia.2
2.1.1.2 Epidemiologi Diabetes Melitus Prevalensi DM cukup tinggi baik di negara-negara berkembang dan maju. Tingginya prevalensi DM di negara berkembang dan maju disebabkan oleh peningkatan kemakmuran dan perubahan gaya hidup penduduk negara tersebut. Perubahan gaya hidup meningkatkan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan lain-lain.3 Belum tuntas Indonesia menyelesaikan masalah penyakit infeksi, epidemi penyakit tidak menular muncul sebagai penyebab utama kematian. Penyebab kematian terbesar di Indonesia telah bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Dari sepuluh penyebab utama kematian, dua diantaranya termasuk penyakit tidak menular.4 Diperkirakan terdapat ±50% dari jumlah keseluruhan penyandang diabetes yang belum terdiagnosis. Dua pertiga dari jumlah yang terdiagnosis menjalani program pengobatan DM baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Sedangkan hanya terdapat sekitar sepertiga dari jumlah pasien diabetes yang menjalani pogram pengobatan terkendali dengan baik glukosa darahnya.5
7
Angka penderita penyakit DM tipe 1 di dunia hanya sekitar 5-10% dari jumlah pasien DM secara keseluruhan.1 Karena defek pada imunitas terhadap sel B pankreas, maka DM tipe 1 lebih banyak timbul diusia muda. Di Amerika Serikat pada tahun 2007 dilaporkan terdapat 186.300 anak usia kurang dari 20 tahun yang menyandang DM tipe 1 atau 2. Angka tersebut sama dengan 0,2% penduduk Amerika pada kelompok tersebut. Finlandia merupakan negara dengan angka kejadian paling tinggi,sedangkan Jepang memiliki angka paling rendah.6 Jumlah pasti penyandang DM tipe 1 di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun angkanya dilaporkan meningkat akhir-akhir ini. Jumlah anak penyandang DM tipe 1 dalam Ikatan Keluarga Penderita DM Anak dan Remaja (IKADAR) mencapai 400 orang. Banyak orang tua yang tidak mempunyai pengetahuan mengenai DM tipe 1, sehingga mereka tidak waspada penyakit tersebut. Bahkan banyak orang tua yang tidak percaya anaknya menyandang DM tipe 1 dan baru menyadari saat sakitnya sudah cukup berat.6 Beberapa tahun ke depan, angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 diperkirakan cenderung mengalami peningkatan sebanyak 2-3 kali lipat. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Begitu juga dengan IDF pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030.5 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, penduduk Indonesia berusia di atas 20 tahun diperkirakan berjumlah sekitar 133 juta jiwa. Perbandingan prevalensi DM di daerah urban dan rural yaitu sebesar 14,7% dan 7,2%, maka dapat diperkirakan jumlah penyandang DM tipe 2 pada tahun 2003 sebesar 8,2 juta jiwa di daerah urban dan 5,5 juta jiwa didaerah rural. Dan angka ini akan meningkat pada tahun 2030 dengan perkiraan jumlah penduduk Indonesia di atas usia 20 tahun sebanyak 194 juta jiwa. Maka apabila prevalensi DM tipe 2 di daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%, maka jumlah penyandang DM tipe 2 pada tahun 2030 sebanyak 12 juta jiwa di daerah urban dan 8,1 juta jiwa di daerah rural.
8
2.1.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus
Gambar 2.1 Klasifikasi DM menurut ADA Sumber : diabetesjournals.org.5
DM merupakan salah satu bentuk gangguan toleransi glukosa. ADA bersama dengan PERKENI membagi DM berdasarkan etiologi menjadi 4 macam, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, tipe lain, dan diabetes gestasional.DM tipe 1 merupakan suatu respon autoimun terhadap protein sel islet pankreas.14 Sel T seperti CD4+, CD8+, dan makrofag menginfiltrasi islet pankreas dan mengakibatkan destruksi secara permanen.15 Destruksi secara permanen menyebabkan pankreas tidak dapat memenuhi kebutuhan hormon insulin tubuh
dengan
optimal.
Sebagai
perbandingan,
pankreas
normalnya
memproduksi insulin sebanyak 31 unit/hari, sedangkan pada kasus DM tipe 1 pankreas hanya mampu memproduksi insulin sebanyak 0-4 unit/hari.6 Oleh karena itu, DM tipe 1 disebut juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus sehubungan dengan kebutuhan terapi terhadap insulin untuk kelangsungan hidup.
9
Gambar 2.2 Infiltrasi pankreas oleh sel T CD4 dan CD8, sel B, makrofag, dan sel dendritik. Sumber : Tom L. Van Belle, et.al (2011).16
DM tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) merupakan suatu bentuk gangguan toleransi glukosa yang tidak memerlukan insulin sebagai terapi utama. Obesitas merupakan faktor resiko utama penyebab resistensi insulin yang merupakan patogenesis utama DM tipe 2. Resistensi insulin membuat glukosa darah tidak dapat disimpan ke dalam jaringan, sehingga tubuh akan cenderung melakukan glikogenolisis bahkan glukoneogenesis.1 Tujuan terapi DM tipe 2 adalah untuk mengontrol indeks glikemik, hipertensi, dan kadar lipid darah, sehingga angka morbiditas dan mortalitas berkurang.17 Tipe diabetes selanjutnya adalah DM tipe lain. Etiologi DM tipe ini bermacam-macam seperti defek genetik pada sel B pankreas pankreas, defek genetik pada kerja insulin, penyakit pada kelenjar eksokrin pankreas, endokrinopati, drug or chemical induced diabetes mellitus, dan infeksi.1 Tipe terakhir yaitu gestasional diabetes, dimana terjadi intoleransi glukosa saat kehamilan sedang berlangsung. Beberapa kasus gestasional diabetes menghilang setelah melahirkan anak, tapi beberapa kasus menunjukkan gestasional diabetes menetap bahkan setelah melahirkan anak.1
10
Tabel 2.1 Klasifikasi DM berdasarkan etiologi Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut Autoimun Idiopatik Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obat atau zat kimia Infeksi Sebab imunologi yang jarang Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Tipe 2
Tipe lain
Diabetes Melitus gestasional Sumber : PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 diIndonesia. 2011.5
2.1.1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel-sel pulau langerhans pankreas yang mempunyai dampak regulasi glukosa. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino darah serta mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut.18 Pada manusia normal, molekul nutrien hasil dari absorpsi makanan di usus halus akan menstimulasi sel B pankreas untuk menyintesis dan menyekresi insulin ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk regulasi darah.19
Gambar 2.3 Struktur histologi islet pankreas Sumber : Tortora, Gerard J., Derrickson, Bryan.Principles of Anatomy and Physiology. Edisi 12.20
11
Terdapat beberapa tipe sel yang terdapat pada sel Langerhans. Setiap sel langerhans mempunyai fungsi yang berbeda untuk menyekresikan hormon tertentu.20 Sel A berjumlah sekitar 17% yang berfungsi untuk menyekresi glukagon. Sel B berjumlah sekitar 70% dari jumlah total sel langerhans yang menghasilkan hormon insulin. Sedangkan sel D hanya berjumlah sekitar 7% dan menyekresi somatostatin suatu hormon yang identik dengan GH. Yang terakhir adalah sel F yang berfungsi untuk menyekresi pancreatic polypeptide. Sekresi insulin melalui mekanisme feedback negative antara sel pankreas dengan kadar glukosa darah. Peningkatan kadar glukosa darah akan menstimulasi sel B pankreas untuk menyintesis dan menyekresikan insulin. Glukosa akan masuk ke dalam sel B pankreas melalui GLUT-2. Kemudian glukosa akan melalui proses fosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat. Oksidasi glukosa-6-fosfat menghasilkan ATP yang akan berikatan dengan ATPsensitive K+ channel sehingga kanal ion K+ tertutup. Tingginya kadar ion K+ di dalam sel menjadikan sel tersebut terdepolarisasi. Depolarisasi akan menstimulasi pembukaan voltage-gated Ca2+ channel. Ion Ca2+ yang masuk ke dalam sel akan menyebabkan eksositosis insulin untuk diedarkan ke seluruh tubuh.18
Gambar 2.4 Mekanisme sekresi insulin dari sel B pankreas Sumber : Sherwood, Lauralee. Human Physiology From Cells to System.18
12
Mekanisme kerja insulin untuk menurunkan kadar glukosa darah adalah dengan meningkatkan ambilan glukosa dari darah untuk dipakai ataupun disimpan di dalam sel tertentu. Glukosa masuk ke dalam sel dengan cara difusi terfasilitasi melalui glucose transporter dengan bantuan insulin. Sedangkan glukosa yang berada di usus dan ginjal masuk ke dalam sel melalui transport aktif Na+.21 Setelah glukosa masuk ke dalam sel, terjadi fosforilasi dengan bantuan enzim membentuk glukosa-6-fosfat. Peran insulin dalam masuknya glukosa ke dalam sel (otot, adiposit, dan jaringan lainnya) yaitu dengan meningkatkan jumlah glucose transporter di membran sel. Insulin akan mengaktivasi Insuline sensitive receptor yang berada di membran sel untuk
meningkatkan glucose transporter dengan
bantuan enzim phopoinositide-kinase-3. Selanjutnya vesikel yang berisi molekul transporter akan berfusi dengan membran sel dan menyisipkan molekul tersebut. Kemudian, saat kerja insulin dihambat, maka molekul transporter akan endositosis dan disimpan di dalam vesikel yang ada di sitoplasma.21
Gambar 2.5 Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin Sumber : Sherwood, Lauralee. Human Physiology From Cells to System18
13
Tidak hanya metabolisme glukosa yang diregulasi oleh insulin, tetapi juga lipid, protein dan asam nukleat. Efek pada metabolime lipid yaitu insulin mencegah terjadinya lipolisis di hepar dan jaringan adiposa serta menstimulasi lipogenesis. Sedangkan efek insulin terhadap metabolisme protein dan asam nukleat yaitu menstimulasi anabolisme (sintesis protein) dan menghambat destruksi protein. Baik pada DM tipe 1 maupun 2 terjadi kondisi hiperglikemia. Pada orang normal, kondisi hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, yaitu hormon yang berperan dalam glikogenolisis dan glukoneogenesis. Akan tetapi, pada keadaan DM, kondisi hiperglikemia tidak dapat menghambat sekresi glukagon sehingga kondisi ketoasidosis lebih cepat terjadi.15 DM juga berkaitan erat dengan dislipidemia, yang ditandai dengan meningkatnya FFA (Free Fatty Acid) atau asam lemak bebas di dalam sirkulasi serta perubahan pada profil lipid darah. Pada orang normal, kadar FFA yang terlalu tinggi dikompensasi dengan peningkatan sekresi insulin. FFA yang kadarnya terlalu tinggi dalam darah dan berlangsung dalam waktu lama merupakan salah satu faktor yang berkontribusi dalam kerusakan sel B pankreas yang progresif.23
Tabel 2.2 Gambaran klinis pasien dengan DM tipe 1 dan 2. Features Age of onset Body mass Plasma insulin Plasma glucagon Plasma glucose Insulin sensitivity Therapy
Type 1 Usually less than 20 years Low (wasted) to normal Low or absent High, can be suppressed Increased Normal Insulin
Type 2 Usually greater than 30 years Obese Normal to high initially High, resistant to suppression Increased Reduced Weight loss, thiazolidinediones, metformin, sulfonylureas, insulin
Sumber : Guyton and Hall. Textbook of Medical Physiology. Edisi 11.8
2.1.1.5 Diagnosis Diabetes Melitus
DM dalam kondisi kronik bisa menyebabkan berbagai komplikasi baik penyakit mikrovaskular maupun makrovaskular. Apabila terdapat keluhan seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
14
tanpa penyebab yang jelas maka perlu dicurigai sebagai gejala penyakit DM. Selain keluhan utama, dalam anamnesis dapat dicari keluhan tambahan lainnya seperti lemah badan, kesemutan terutama di daerah perifer, penglihatan kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Gambar 2.6 Alur diagnosis DM Sumber : PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 diIndonesia. 2011.5
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Penegakan diagnosis DM bisa melalui kriteria kadar glukosa darah, FPG (Fasting Plasma Glucose), dan 75-g OGTT (Oral Glucose Tolerance Test).1 Bahan pemeriksaan berasal dari darah plasma vena. Sedangkan untuk tujuan
15
pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa dari darah kapiler menggunakan alat glukometer.5 Karena tingginya angka DM di Indonesia, maka untuk seseorang dengan resiko DM tanpa ditemukan gejala, perlu dilakukan pemeriksaan penyaring. Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menemukan pasien DM tanpa gejala klinis, serta pasien dengan gangguan toleransi glukosa. Gangguan toleransi glukosa seperti TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) dan GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) merupakan tahapan pradiabetes.
Tabel 2.3 Kriteria pra diabetes Kadar gula dara puasa (FPG) Kadar gula darah sewaktu HbA1C
100 mg/dL (5,6 mmol/L) hingga 125 mg/dL (6,9 mmol/L) 140 mg/dL (7,8 mmol/L) hingga 199 mg/dL (11,0 mmol/L) 5,7 – 6,4%
Sumber : ADA. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.1
2.1.1.6 Komplikasi Diabetes Melitus
Defisiensi insulin tidak hanya berpengaruh kepada metabolisme glukosa, tetapi juga terhadap lemak, protein, dan asam nukleat. Defisiensi insulin menyebabkan kondisi hiperglikemia. Komplikasi DM dapat digolongkan menjadi dua kategori mayor yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.3 a. Komplikasi metabolik akut Komplikasi metabolik akut penyakit DM diantaranya ketoasidosis diabetes, koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik, asidosis laktat, dan
hipoglikemia.
Hipoglikemia
lebih
sering
ditimbulkan
pada
pengobatan DM. Biasanya disebabkan karena obat oral hipoglikemik, maupun insulin.24 Hipoglikemia dibagi ke dalam beberapa kriteria yaitu : a. Hipoglikemia ringan : 60 - 70mg/dL dengan gejala minimal ataupun tanpa gejala. b. Hipoglikemia berat : < 40mg/dL dan gangguan neurologis.
16
Resiko hipoglikemia timbul ketika kadar insulin di antara dua makan dan pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan tubuh gagal menjaga kondisi fisiologis dalam usaha untuk melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman.19 Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.19 Kondisi ketoasidosis diabetes lebih sering dialami oleh pasien IDDM, akan tetapi bisa dialami oleh pasien NIDDM dibawah tekanan penyakit akut penyerta.24 KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan sampai dapat mengalami syok. Koma
hiperosmolar
hiperglikemik
non
ketotik
(HHNK)
merupakan kondisi defisiensi insulin relatif, hiperglikemia >1000mg/dL disertai peningkatan osmolalitas serum >300 mosm/kg, dehidrasi, stupor, koma progresif tanpa adanya gejala ketosis maupun asidosis.24 HHNK lebih sering ditemukan dibanding KAD, dengan onset rata-rata pada dekade ketujuh.19 Asidosis
laktat
merupakan
suatu
keadaan
dimana
terjadi
peningkatan kadar asam laktat dalam darah (≥ 2,0 mmol/L) disertai asidosis (pH ≤7,3) tanpa disertai ketosidosis. Sekitar 50% kasus asidosis laktat yang dilaporkan diakibatkan oleh penyakit DM.24 Pada keadaan normal, asam laktat bersifat tidak toksik dan dapat diproduksi oleh semua sel untuk memenuhi kebutuhan energi sel. Asam laktat dibentuk pada keadaan anaerob dan akan meningkat berlebihan pada kondisi hipoksia. Asidosis laktat dapat berujung pada kerusakan saraf dan edema serebral. Angka kematian akibat asidosis laktat cukup tinggi. Semakin tinggi kadar asam laktat dalam darah, maka semakin tinggi resiko kematian.24
17
Gambar 2.7 Mekanise komplikasi akut DM Sumber : Sherwood, Lauralee. Human Physiology From Cells to System 18
b. Komplikasi vaskular jangka panjang Hiperglikemia kronik yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan berbagai komplikasi kronik, baik mikrovaskular (nefropati diabetes, neuropati, dan retinopati) maupun makrovaskular (penyakit jantung koroner, penyakit pmbuluh darah perifer, dan stroke). Usia tua, pubertas, dan lamanya waktu terkena DM merupakan faktor resiko timbulnya komplikasi. Patogenesis dasar dari komplikasi kronik dari DM berasal dari kondisi hiperglikemia kronik yang tidak terkontrol menyebabkan
18
disfungsi endotel pembuluh darah. Disfungsi inilah yang mendasari komplikasi baik mikrovaskular maupun makrovaskular. a. Komplikasi mikrovaskular Glukosa yang terdapat dalam darah pada kondisi hiperglikemia akan dirubah menjadi sorbitol melalui jalur poliol, sehingga terjadi akumulasi sorbitol di mata. Penumpukan sorbitol di lensa akan menimbulkan katarak. Kadar glukosa yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan pembentukan produk nonenzimetik, AGES (Advanced glycosylated end products).25 Produk nonenzimatik inilah yang akan membentuk microaneurysms, suatu dilatasi pemubuluh darah karena adanya penyumbatan. Kemudian terbentuk lokus iskemik yang memicu retina meningkatkan ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF = Vascular Endothelial Growth Factor) dan memicu terjadinya neovaskularisasi. Jika neovaskularisasi terus berlanjut, maka kebutaan tak dapat dihindari akibat perdarahan vitreous.25 Komplikasi mikrovaskular kedua yaitu nefropati diabetes, yang ditandai dengan proteinuria persisten lebih dari 500mg/24 jam, tetapi sebelumnya telah didahului dengan keadaan mikroalbuminuria. Definisi mikroalbuminuria yaitu ekskresi albumin sebanyak 30-299mg/24 jam.25 Meskipun tanpa intervensi, keadaan mikroalbuminuria dapat berkembang secara progesif menjadi proteinuria bila tidak dilakukan pengobatan.26 Disfungsi endotel pada sel mesangial ginjal menyebabkan peningkatan tekanan glomerular, disertai meningkatnya matriks ekstraselular akan menyebabkan terjadinya penebalan membran basal, ekspansi mesangial dan hipertrofi glomerular.19 Area filtrasi akan berkurang. Nefron yang sehat akan melakukan kompensasi dengan meningkatkan laju filtrasi, akan tetapi kondisi ini lambat laun akan menyebabkan sklerosis di nefron tersebut.19
19
Gambar 2.8 Patofisiologi terjadinya nefropati pada DM Sumber : Sudoyo, Aru W. dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 19
Diabetes dapat mempengaruhi kinerja sistem saraf somatis dan otonom.19 Menurut ADA neuropati diabetes yaitu timbulnya gejala disfungsi saraf perifer pada penyandang diabetes tanpa ada penyebab lainnya.19 Peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis AGEs, pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC) merupakan akibat dari kondisi hiperglikemia kronik. Kemudian vasodilatasi tidak terjadi secara maksimal, sehingga aliran darah ke saraf menurun dan terjadilah neuropati diabetes.27 b. Komplikasi makrovaskular Atherosclerosis merupakan kunci utama terjadinya komplikasi makrovaskular. Atherosclerosis merupakan penebalan dinding pembuluh darah arteri. Kata atherosklerosis berasal dari bahasa Yunani, “atheros” yang berarti perekat dan “sclerosis” yang artinya penebalan.28 Hiperlipidemia
merupakan
faktor
resiko
penting
terbentuknya
atherosclerosis. Selain hiperlipidemia, faktor resiko terbentuknya atherosclerosis
yaitu
hipertensi,
merokok,
homosistein,
faktor
hemodinamik, zat racun, virus, dan reaksi imun. Faktor-faktor resiko tersebut akan menimbulkan cedera pada endotel.28
20
Gambar 2.9 Mekanisme terbentuknya atherosclerosis Sumber : Kumar, Robbins, and Cotran. Pathologic Basis of Disease.28
Saat kadar kolesterol tinggi, monosit akan menempel ke permukaan endotel kemudian bermigrasi ke dalam lapisan sel endotel. Ketika berada di lapisan subendotel, monosit yang berubah menjadi makrofag. Makrofag yang teraktivasi melepaskan radikal bebas yang akan mengoksidasi LDL. LDL teroksidasi bersifat toksik terhadap sel endotel, dan menyebabkan rusaknya endotel sehingga lapisan subendotel akan terpapar ke komponen darah. Hal tersebut akan memicu adhesi platelet dan agregasi trombosit. Platelet bersama dengan makrofag teraktivasi mengeluarkan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor), faktor pertumbuhan yang menstimulasi proliferasi otot polos, serta deposisi matriks ekstraselular. Makrofag teraktivasi akan memfagosit LDL teroksidasi sehingga terbentuklah foam cell. Hasil akhir dari proses ini yaitu terbentuknya aterosklerosis kaya akan lemak disertai fibrous cap.
21
atherosclerosis bisa terjadi di pembuluh manapun, dan apabila ruptur bisa
menyebabkan
jaringan.
sumbatan
yang
memicu
terjadinya
iskemia
19,27
Atherosclerosis di pembuluh darah besar seperti aorta, dapat menyebabkan pembentukan trombus dan melemahnya dinding arteri. Sedangkan di pembuluh darah dengan diameter sedang seperti arteri koroner dan serebral, lebih sering menimbulkan iskemia dan infark jaringan. Oleh karena itu, insidensi penyakit jantung dan stroke pada penyandang DM cukup tinggi.27
2.1.1.7 Tatalaksana Diabetes Melitus
Secara umum, tujuan utama penatalaksanaan DM yaitu meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Berdasarkan konsensus DM tipe 2 Indonesia 2011 yang diterbitkan oleh PERKENI, tujuan penatalaksanaan DM dibagi menjadi:5 Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir: turunnya tingkat morbiditas dan mortalitas DM Tentunya tujuan tersebut tidak dapat dilakukan secara mudah tanpa sistem pengelolaan secara holistik. Dalam sistem pengelolaan holistik penyandang DM, dilakukan pengendalian beberapa aspek meliputi glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid. Selain itu, pasien juga diajarkan mengenai perawatan mandiri serta perubahan perilaku.5 Pengelolaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologis. Pendekatan ini berupa terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan peyakit diabetes.18Intervensi farmakologis dilakukan ketika sasaran pengendalian secara non farmakologis belum tercapai. Pemilihan jenis terapi farmakologis disesuaikan dengan penyebab terjadinya hiperglikemia.19
22
Pola makan penyandang diabetes diatur sedemikian rupa agar asupan makanan sesuai dengan kebutuhan kalori dan gizi masing-masing individu. Perlu ditekankan pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis, jumlah kebutuhan kalori terutama pada pasien yang mendapat terapi agen hipoglikemik ataupun insulin (PERKENI, 2011).5 Tujuan utama terapi gizi medis yaitu: a. Kadar glukosa darah mendekati normal, baik FPG (Fasting Plasma Glucose), post prandial glucose, dan kadar A1c. b. Tekanan darah <130/80mmHg c. Profil lipid mendekati normal d. Berat badan senormal mungkin
Tabel 2.4 Aktivitas fisik sehari-hari penyandang DM Kurangi aktivitas Hindari aktivitas sedenter
Misalnya, menonton televisi, menggunakan internet, main game komputer
Persering aktivitas Mengikuti olahraga rekreasi dan beraktivitas fisik tinggi pada waktu liburan Aktivitas harian Kebiasaan bergaya hidup sehat
Sumber : PERKENI (2011)
Misalnya, jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda, sepak bola Misalnya, berjalan kaki ke pasar (tidak menggunakan mobil), menggunakan tangga (tidak menggunakan lift), menemui rekan kerja (tidak hanya melalui telepon internal), jalan dari tempat parkir
5
Pengendalian selanjutnya yaitu latihan jasmani yang berguna untuk menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitivitas insulin. Latihan jasmani bersifat aerobik dianjurkan bagi penyandang DM, berupa jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan yang akan dilakukan harus disesuaikan terlebih dahulu dengan usia dan tingkat kebugaran tubuh. Terapi farmakologis pada DM terdiri dari dua macam yaitu obat oral dan obat suntikan. Terapi farmakologis tidak dijalankan secara mandiri, tetapi bersamaan dengan pengaturan pola makan, dan latihan jasmani. Para
23
penyandang DM tipe 1, sesuai dengan namanya, insulin dependent diabetes mellitus, membutuhkan insulin sebagai terapi utama, dikarenakan pankreas sudah tidak mampu menghasilkan hormon insulin secara adekuat. Sedangkan pada kasus DM tipe 2, obat oral cenderung menjadi terapi utama.5 Insulin diberikan secara oral dan digunakan untuk mengendalikan glukosa darah basal. Insulin terbagi menjadi empat macam berdasarkan mekanisme kerja, yaitu:5,30
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin), contohnya yaitu aspart, glulisine, dan lispro. Insulin tipe ini onset dan waktu kerjanya lebih cepat dibandingkan insulin regular. Dapat diberikan sesudah makan apabila dibutuhkan.
Insulin kerja pendek (short acting insulin), diberikan 30 menit sebelum makan. Insulin ini biasanya diberikan kombinasi dengan insulin kerja menengah atau analog basal.
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin), preparat yang tersedia yaitu Isophane NPH dan Crystalline zinc acetate insulin.
Insulin kerja panjang (long acting insulin), contoh sediaannya yaitu glargine dan ultralente. Insulin jenis ini mempunya waktu kerja hingga 24 jam, sehingga memenuhi kebutuhan insulin basal. Insulin kerja panjang merupakan satu-satunya preparat yang tidak dapat dikombinasi dengan jenis lain.
Insulin campuran tetap (premixed insulin), merupakan campuran antara insulin kerja pendek dan menengah. Insulin tipe ini lebih cocok digunakan dengan pen injector.
24
Gambar 2.10 Berbagai jenis insulin beserta waktu kerjanya Sumber : Bangstad, HJ., dkk. Insulin Teatment in Children and adolescents with diabetes.29
2.1.2 Dislipidemia pada Diabetes Melitus
Insulin berperan penting pada metabolisme asam lemak darah melalui beberapa mekanisme yaitu: (1) Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan lemak, (2) Insulin meningkatkan transpor glukosa ke dalam jaringan lemak untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, (3) Insulin mendorong reaksi kimia untuk sintesis trigliserida, dan (4) Insulin menghambat lipolisis.18 Kondisi hiperglikemia kronik pada DM akibat defisiensi insulin absolut maupun relatif dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan organ tubuh, seperti mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.30 Istilah “dislipidemia” merujuk pada perubahan abnormal profil lipid akibat terganggunya metabolisme lipid.30 Terdapat perbedaan karakteristik profil lipid penyandang DM jika dibandingkan dengan populasi normal, seperti hipertrigliserida, kadar HDL-C yang rendah, dan peningkatan kadar LDL-C.
25
Tabel 2.5 Kadar lipid serum Lipid TC, mg/dL HDL-C, mg/dL
Optimal/diinginkan < 200 ≤ 60 (faktor resiko negatif)
LDL-C, mg/dL
Borderline 200 – 239 40–59 (♂) 50-59 (♀) 130-159
Resiko tinggi ≥ 240 < 40 (♂) < 50 (♀) 160-189 tinggi ≥ 190 sangat tinggi 200-449 tinggi ≥ 500 sangat tinggi
< 100 optimal (100-129 diinginkan) TG, mg/dL < 150 150-199 Apo B, mg/dL < 90 (pasien dengan resiko CAD, termasuk diabetes) < 80 (pasien dengan CAD atau diabetes dan ≥ 1 faktor resiko) Ket: TC, total cholesterol; HDL-C, high density lipoprotein cholesterol; LDL-C, low density lipid cholesterol; TG, triglyceride; apo, apolipoprotein Sumber : Paul SJ, et al. AACE guidelines (2012).31
Lipid bersifat tidak larut dalam air, oleh karena itu dibutuhkan suatu protein yang dinamakan apolipoprotein atau apoprotein yang jika bergabung dikenal dengan nama lipoprotein. Setiap lipoprotein terdiri atas kolesterol (bebas atau ester), trigliserida, fosfolipid, dan apoprotein. Terdapat tiga jalur metabolisme lipoprotein yaitu:19 a. Jalur Metabolisme Eksogen Trigliserida dan kolesterol, baik yang berasal dari makanan maupun kolesterol hepar, akan diserap melalui mukosa usus halus dan dirubah menjadi kilomikron. Di dalam saluran limfe, trigliserida dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas dapat disimpan di adiposit dalam bentuk trigliserida. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserida akan menjadi kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati.19 Asam lemak bebas yang disimpan dalam bentuk trigliserida dalam hepar nantinya akan menjadi bagian dari VLDL, sehingga dalam keadaan resistensi insulin VLDL kaya akan TG atau VLDL besar (enriched triglyceride) b. Jalur Metabolisme Endogen
26
VLDL merupakan trigliserida dan kolesterol yang disekresikan dalam sirkulasi. VLDL akan mengalami hidrolisis menjadi intermediate density lipoprotein (IDL) dengan bantuan enzim LPL. IDL akan mengalami hidrolisis menjadi LDL, suatu lipoprotein yang kaya akan kolesterol. Sebagian kolesterol akan dibawa ke hati dan jaringan steroidogenik, sementara sebagian lagi akan mengalami oksidasi di makrofag melalui reseptor scavenger-A (SR-A). Makrofag yang didalam berisi kolosterol teroksidasi disebut sebagai foam cell.19 c. Jalur Reverse Cholesterol Transport HDL nascent merupakan partikel kecil miskin kolesterol yang akan mengambil
kolesterol
transporteryang
bebas
disebut
di
dalam
adenosine
makrofag
melalui
triphosphate-binding
suatu cassete
transporter-1 (ABC-1). Kolesterol kemudian akan mengalami proses esterifikasi oleh enzim lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT). Sebagian kolesterol ester akan dibawa ke hati, sementara sebagian yang lain akan dipertukarkan dengan trigliserida dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). HDL yang miskin kolesterol ini mudah dikatabolisme oleh ginjal, sehingga jumlahnya menurun dalam darah.19
2.1.3 Yacon (Smallanthus sonchifolus)
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya,
diabetes mellitus
merupakan penyakit metabolik yang memiliki banyak komplikasi. Penyakit ini akan menimbulkan masalah yang sangat serius apabila tidak ditangani dengan baik. Saat ini, terdapat dua macam jenis obat, insulin dan antidiabetik oral, yang digunakan untuk mencegah timbulnya komplikasi penyakit DM. Akan tetapi, belum ada obat yang efektif untuk mengobati penyakit ini. Oleh karena itu, para ahli mencoba untuk mengembangkan obat antidiabetes tradisional yang dinilai relatif lebih aman.32 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, obat antidiabetes yang berasal dari ekstrak tanaman mempunyai nilai
27
efektivitas lebih baik, mengurangi resiko terjadinya efek samping, dan harga jual lebih murah.33
Tabel 2.6 Taksonomi yacon berdasarkan Integrated Taxonomic Information System (ITIS) Kingdom Subkingdom Infrakingdom Superdivision Division Subdivision Class Superorder Order Family Genus Species
Plantae Viridiplantae Streptophyta Embryophyta Tracheophyta Spermatophytina Magnoliopsida Asteranae Asterales Asteraceae Polymnia Polymnia sonchifolia Sumber : ITIS.34
Gambar 2.11 Kandungan yacon Sumber : Yacon [Smallanthus sonchifolia (Poepp. et Endl.) H. Robinson] chemical composition and use – a review. 36
28
Yacon
(Samallanthus
sonchifolus
syn
Polymnia
sonchifolia)
merupakan tanaman asli pegunungan Andes, Amerika Selatan. Yacon digunakan sebagai obat tradisional di negara Peru. Tanaman ini mempunyai rasa yang lebih manis dan rendah kalori. Oleh karena itu, yacon menjadi popular di kalangan masyarakat Jepang dan beberapa negara dunia. Akar tanaman yacon banyak mengandung air dan fruktooligosakarida (FOS), dikenal sebagai oligofruktosa, yang dapat ditemukan pada banyak tanaman. Keunggulan dari FOS ini yaitu tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan di saliva dan saluran pencernaan, serta meninggalkan tubuh dalam keadaan tidak tercerna. Penelitian pada tikus diabetes membuktikan bahwa teh yang dipadu dengan daun yacon dapat menurunkan glikemia dan meningkatkan kadar insulin plasma.12 Penurunan kadar glukosa darah setelah pemberian ekstrak tanaman yacon kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : adanya stimulasi sel B pankreas sehingga banyak insulin yang disekresikan ke plasma darah, terjadi
resistensi
pada
hormon-hormon
peningkat
glukosa
darah,
memperbanyak jumlah dan meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, meningkatkan ambilan glukosa di jaringan maupun organ, menurunkan degradasi glikogen, menurunkan absorpsi glukosa di saluran pencernaan.13 Akan tetapi, efek hipoglikemik tidak berhubungan dengan penurunan asupan makanan maupun gangguan penyerapan glukosa di saluran pencernaan.37 Selain itu, ekstrak yacon cukup aman digunakan. Rentang terapi cukup besar. Angka kejadian toksisitas akut pada tikus diabetes yang diberi ekstrak hydro-ethanolicyacon secara oral sangat rendah. Meskipun pada dosis tinggi, 5.000 mg/kgBB, tidak ada kematian atau perubahan lainnya (perubahan kepribadian, postur, exploratory movements, kesadaran, dan abdominal contortions) yang ditemukan.37 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aybar, et.al (2001) dikemukakan bahwa terjadi penurunan signifikan kadar glukosa plasma tikus normal yang mendapat terapi ekstrak daun insulin baik secara i.p maupun gastric tube (sonde).12 Pada penelitian tersebut, dilakukan perbandingan antara tikus kelompok normal dan kelompok kontrol, yang mendapat terapi
29
larutan salin isotonis. Kadar basal glukosa plasma kelompok kontrol yaitu 1,14 ± 0,10 g/l, dan tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara kedua kelompok.Berbeda dengan kelompok kontrol, kadar glukosa plasma kelompok normal yang mendapat injeksi ekstrak yacon 10% 4ml/kgBB secara i.p mulai menurun 1 jam setelahnya, dan mencapai angka terendah dalam waktu 3 jam (0,7 ± 0,14 g/l). Kemudian kadar glukosa plasma akan normal kembali dalam waktu 6 jam setelah terapi. Sedangkan pada tikus kelompok normal yang mendapat terapi ekstrak yacon 10% 8ml/kgBB melalui sonde, kadar plasma glukosa mulai menurun setelah 2 jam dan kembali normal pada waktu 7 jam setelah terapi.
(A)(B)
(C)
Ket: (A) Kelompok kontrol dengan terapi larutan salin isotonis, (B) Kelompok normal dengan terapi ekstrak yacon 10% 4ml/kgBB i.p., (C) Kelompok normal dengan terapi ekstrak yacon 10% 8ml/kgBB g.t.
Gambar 2.12 Perbedaan kadar glukosa darah/jam Sumber : Aybar, et al. HypoglicemicEffect of the Water Extract of Smallanthus sonchifolius (Yacon) Leaves in Normal and Diabetic Rats.11
2.1.4 Streptozotosin (STZ)
Pada percobaan ini tikus percobaan dikondisikan layaknya mengidap DM tipe 1. Ada beberapa cara yang yang dapat dilakukan untuk menciptakan kondisi tersebut.38Pertama, yaitu dengan mengangkat 90-95% pankreas, sehingga sel-sel Langerhans yang tersisa menjadi hipertrofi untuk memenuhi kebutuhan insulin (1). Kedua, yaitu dengan menyuntikkan bahan kimia seperti STZ atau aloksan, yang akan menginfiltrasi sel β pankreas dan menyebabkan degenerasi (2). Kemudian,dapat dilakukan penyuktikan ekstrak hipofisis anterior (3).
30
Streptozotosin (STZ; N-nitro turunan dari glukosamin) secara alami terdapat dalam tubuh, campuran dalam pembuatan antibiotik spektrum luas, dan mempunyai sifat toksik terhadap pankreas.38 Streptozotosin atau streptozosin atau Izostazin atau Zanosar (STZ) mengandung nitrosourea, yang mana nitrosourea merupakan terapi pilihan untuk karsinoma sel islet pankreas dan tumor ganas lainnya.13 dikenal sebagai synthetic antineoplastic agent yang digunakan banyak digunakan dalam pengobatan kanker37. Induksi STZ baik i.v maupun i.p bersifat toksik karena menstimulasi terjadinya endogenous chronic oxidative stress.39 Proses inflamasi memicu makrofag dan sel-sel limfosit menginfiltrasi islet pankreas. Akibatnya sel β pankreas akan nekrosis secara cepat dan ireversibel, sehingga pankreas tidak dapat menghasilkan insulin layaknya kondisi DM tipe 1.13 Bedasarkan protokol yang diterbitkan oleh Animal Models of Diabetic Complication Consortium (AMDCC), dosis STZ yang disuntikkan yaitu sebanyak 50mg/kgBB.38 Beberapa penelitian sebelumnya dikatakan bahwa dosis STZ antara 25-100mg/kgBB yang diinjeksi melalui intravena dapat menyebabkan hiperglikemia akibat kerusakan sel β pankreas.40 Dalam jurnal yang sama juga dikatakan bahwa kondisi klinis diabetes dapat terlihat 2-4 hari setelah injeksi STZ 60mg/kgBB secara i.v maupun i.p. Sebelum injeksi STZ, tikus dipuasakan selama 4-6 jam sebelumnya.38 Namun, beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa tikus dipuasakan selama 12 jam sebelumnya.40 STZ dilarutkan ke dalam buffer sitrat 0,05M pH 4,5 setelah preparasi injeksi selesai dilakukan, karena STZ mudah mengalami degenerasi dalam waktu 15-20 menit jika berbentuk larutan. Injeksi larutan pada tikus menggunakan jarum berukuran 25g. Sebelumnya tikus dianestesi menggunakan ether. Saat injeksi, tikus dipegang dengan posisi dorsal menggunakan satu tangan. Lokasi injeksi disterilisasi menggunakan kapas alkohol.38,40
31
2.2 Kerangka Konsep Streptozotosin (STZ) Masuk ke sel β pankreas via GLUT 2 Metabolisme Nitrite oxide
Formasi ROS
Berikatan dengan ironcontaining aconitase inhibiting enzyme
Stress oksidatif mitokondria Konsumsi O2 menurun
Menghambat siklus kreb
Menghambat akonitas Kerusakan DNA irreversibel
Smallanthus sonchifolius Mengandung fenol & fruktooligosakarida
Produksi ATP berkurang
Gangguan sekresi insulin Menghambat
1. Meningkatkan sekresi insulin 2. Meningkatkan sensitifitas reseptor insulin
Defisiensi insulin Glikogenolisis hepar
Gangguan uptake glukosa ke sel
Hiperglikemia Gangguan filtrasi di ginjal
Sel-sel tubuh kekurangan glukosa
Osmosis diuresis Polifagia Poliuria
Glukosuria Dehidrasi
Lipolisis Asam lemak darah
Anabolisme protein Muscle wasting
Ketosis Asidosis metabolik Kematian
Weight loss
32
2.3 Definisi Operasional
No Variabel Cara ukur 1. Kadar glukosa Darah didapat dari ekor darah tikus yang disayat sedikit pada bagian distal. 2. Kadar HDL Didapatkan melalui plasma tikus menggunakan precipitating reagent HDL dan reagen kolesterol. Absorbansi dibaca menggunakan alat spektrofotometer 3. Berat badan Diukur berat badan selama pemberian ekstrak
Alat ukur Glukometer
Skala ukur Numerik
Spektrofotometer
Numerik
Timbangan berat badan digital
Numerik
34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah desain eksperimental.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1. Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan pada bulan September 2014 sampai dengan bulan Februari 2015. 3.2.2. Tempat Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Animal House, Laboratorium
Farmakologi,
Laboratorium
Biokimia,
dan
Laboratorium Biologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Kertamukti No.05, Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Hewan percobaan yang digunakan yaitu tikus putih jantan strain Sprague-Dawley berumur 2-3 bulan, dengan rentang berat badan 192337 gram yang diperoleh dari Departemen Patologi Institut Pertanian Bogor (IPB). Pencahayaan ruangan cukup. Hewan percobaan mendapat makanan cukup dengan penggantian makanan dilakukan sehari sekali. Minuman diganti sebanyak dua kali sehari untuk mencegah dehidrasi hewan percobaan. 3.3.2 Sampel Penelitian Pada penelitian ini, hewan percobaan akan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok N (Nomal) sebagai kontrol negatif, kelompok D (diabetes), kelompok D + Ss 100mg (terapi ekstrak yacoon 100mg/dL), dan kelompok D + Ss 300mg (terapi ekstrak yacoon 300mg/dL). Kelompok kontrol negatif terdiri dari tikus normal tanpa diinduksi
35
STZ maupun ekstrak. Sedangkan kelompok terapi ekstrak terdiri dari tikus DM yang mendapat salah satu terapi ekstrak yacon 100mg/kgBB atau 300mg/kgBB selama 28 hari Untuk menentukan jumlah sampel pada setiap kelompok penelitian, digunakan rumus Mead’s Equation Formula. Rumus ini digunakan ketika parameter antar kelompok sulit untuk diketahui maupun tidak diketahui sama sekali. E=N–B–T E
= Error Component (10-20)
N
=Jumlah individu percobaan (sampel) dalam semua
kelompok(dikurang 1) B
= Blocking Component (dikurang 1)
T
= Jumlah kelompok terapi (dikurang 1)
E=N–B–T
E=N–0–T
E=N–O–T
20 = N – 0 – T
10 = (N-1) – (T-1)
20 = (N-1) – (T-1)
10 = (N-1) – (4-1)
20 = (N-1) – (4-1)
10 = N – 4
20 = (N-1) - 3
N = 14
20 = N - 4 N = 24
N 14 – 24 kemudian dibagi menjadi 3 kelompok dengan jumlah yang sama. Didapatkan jumlah sampel adalah 4 - 6.
3.3.1 Kriteria Inklusi
Tikus kontrol negatif : tikus jantan strain Sprague dawley dengan glukosa darah sewaktu < 200mg/dL.
Tikus kontrol positif dan terapi : tikus jantan strain Sprague dawley yang diinduksi STZ dengan glukosa darah sewaktu >250 mg/dL.
36
3.3.2 Kriteria Eksklusi
Tikus mati
Tikus sakit
Tikus jantan strain Sprague dawley yang diinduksi STZ dengan glukosa darah sewaktu <250mg/dL setelah dilakukan 3 kali pengukuran GDS dengan rentang waktu 3 hari.
3.4. Cara Kerja Penelitian 3.4.1 AlatPenelitian Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Adaptasi dan pemeliharaan Kandang tikus, tempat makan, tempat minum, dan alat kebersihan. b) Menghitung BB harian Timbangan digital dan stoples. c) Menghitung kadar GDS Silet, korek api, glukometer merek Easy touch, strip glukosa merek Easy touch, kapas, alcohol swab,stoples anestesi tikus, dan sarung tangan tebal. d) Pembuatan ekstrak yacoon dan pemberian ekstrak ke tikus percobaan Neraca analitik, valcon tube, alat sonde, spuit 3 cc, vortex, dan kulkas. e) Sacrifice Minor set, meja operasi, tissue, jarum pentul, toples untuk anestesi, insenerator, tabung EDTA, tabung eppendrof, spuit 3 cc, kulkas suhu -800C, sentrifuge,termos es, ice box, kantong plastik, dan beker glass. f) Menghitung kadar HDL darah Micropipet, microtube, spektrofotometer, sentrifuge, stopwatch , tabung reaksi, kulkas suhu 40C, autoklaf, beker glass, dan rak tabung.
37
3.4.2 Bahan Penelitian Bahan utama untuk penelitian ini merupakan hibah dari penelitan dengan tema yang sama tetapi berbeda dalam pemberian dosisnya. Daun insulin (Smallanthus sonchifolius) yang diperoleh dari Bursa Bibit
Yogyakarta
sebanyak
2
kg.
Daun
insulin
kemudian
dideterminasi di LIPI Kebun Raya Bogor. Kemudian dilanjutkan proses ekstraksi oleh peneliti sebelumnya di laboratorium Riset dan laboratorium PDR. Selanjutnya hasilnya diolah labih lanjut menjadi ekstrak kering daun insulin di PAU Institut Pertanian Bogor. Daun insulin yang semula sebanyak 2 kg, hanya 750 gram saja yang dilakukan proses ekstraksi kemudian menyusut jumlahnya saat telah menjadi ekstrak kering, yaitu sekitar 250 gram. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk penginduksian tikus diabetes adalah STZ, buffer sitrat 0,05M pH 4,5, reagen HDL darah merk Sclavo, reagen kolesterol merk Slavo, larutan NaCl 0,9%, sukrosa 10%, dan ether, dan aquades steril.
3.4.3
Adaptasi Hewan Sampel Proses adaptasi sampel dilakukan selama 14 hari di laboratorium Animal house. Adaptasi sampel dilakukan baik terhadap tempat tinggal, dan pemberian makanan dan minuman.
3.4.4
Induksi Streptozotosin Sebelum diinduksi STZ, tikus dipuasakan selama ±16 jam pada hari ke-15. Kemudian tikus diinduksi STZ dengan dosis
55mg/kgBB
secara intraperitoneal. Dalam 24 jam pertama setelah diinduksi STZ, hewan diberi makan dan air minum yang cukup. Tikus disonde dengan larutan sukrosa 10% untuk mencegah kematian akibat hipoglikemi fatal. Pengukuran kadar glukosa darah sewaktu dilakukan pada hari ke5 setelah induksi STZ, darah diambil dari ekor tikus. Tikus dengan kadar glukosa darah sewaktu >250mg/dl dimasukkan dalam penelitian ini. Tikus dengan kadar glukosa darah sewaktu <250mg/dL ditunggu
38
selama 3 hari untuk dilakukan pengecekan GDS ulang. Batas pengecekan GDS untuk penentuan tikus percobaan mengidap DM sebanyak 2 kali dengan rentang waktu 3 hari.
3.4.5 Pemberian Ekstrak Daun Insulin Terhadap Tikus Setelah tikus dinyatakan mengidap DM eksperimental, dilanjutkan dengan pemberian ekstrak daun insulin (Smallanthus sonchifolius) selama 28 hari dengan dosis 100mg/kgBB/hari dan 300mg/kgBB/hari. Ekstrak daun insulin diberikan menggunakan alat sonde secara oral menggunakan spuit 3cc. Ekstrak daun insulin diganti setiap 3 hari sekali dan disimpan dalam kulkas. Pembuatan ekstrak daun insulin dilakukan di Laboratorium MPR.
3.4.6 Pengukuran Sampel 3.4.6.1 Berat Badan Berat badan tikus diukur menggunakan timbangan berat badan digital. Pengukuran BB awal dilakukan sebelum diinduksi STZ, kemudian setelah dinyatakan DM hingga waktu sacrifice. Tujuan dilakukan pengukuran berat badan dengan metode tersebut yaitu untuk mendapatkan hasil perbandingan berat badan tikus DM sebelum dan sesudah diberikan ekstrak.
3.4.6.2 Glukosa Darah Tikus Pengambilan darah dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu satu kali saat sebelum penyuntikan STZ, dan sisanya dilakukan setiap minggu setelah tikus didiagnosis mengidap DM. Pengukuran dilakukan pada hari ke-1, hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21, dan hari ke-28. Kadar glukosa darah yang diukur merupakan glukosa darah sewaktu tikus. Untuk mengurangi rasa sakit, hewan percobaan di bius dalam stoples yang dilapisi kapas pada bagian dasarnya, yang sebelumnya telah
39
ditambahkan larutan ether. Stoples ditutup dan tunggu hingga tikus terlihat lemas. Setelah itu, ujung ekor tikus disayat sedikit menggunakan silet hingga mengeluarkan darah. Usahakan darah yang keluar cukup ketika diteteskan ke strip glukosa. Teteskan darah pada glucose strip yang telah dipasang pada glucometer, tunggu beberapa detik, kemudian dilakukan pencatatan hasil. Kemudian lakukan desinfeksi menggunakan alcohol swab dan korek api.
3.4.6.3 Kadar HDL Kadar HDL diukur menggunakan reagen merek Sclavo. Pada waktu pelaksanaan sacrifice, darah tikus diambil menggunakan spuit 3cc dan jarum berukuran 26G dari vena cava inferior jantung. Untuk mencegah koagulasi, darah dimasukkan ke dalam tabung EDTA dan disimpan dalam ice box. Kemudian darah tikus dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5000rpm selama 10 menit. Dengan menggunakan micropipet, plasma dipindahkan ke tabung eppendrof, sedangkan komponen darah lainnya dibuang. Sebelum pemeriksaan HDL, plasma disentrifuge. Kemudian masukkan sample (plasma tikus, aqades, dan standar) ke dalam tabung reaksi sebanyak 100µL. Tambahkan dengan HDL precipitating reagent sebanyak 10µL dan campurkan dengan menggunakan mikropipet. Lakukan sentrifugasi 3000rpm (1000xg) selama 15 menit untuk mendapatkan supernatan. Pisahkan
supernatan
dari
presipitat
menggunakan
mikropipet. Kemudiaan masukkan sample (supernatan plasma, aquades, dan standar) ke dalam tabung reaksi sebanyak 12,5µL. Tambahkan reagen kolesterol sebanyak 500µL campurkan dan inkubasi selama 10 menit dalam
40
suhu ruangan (20-250C). Kemudian baca absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 580nm.
Rumus menghitung kadar HDL : Kadar HDL =
x conc stdn x 1,1
41
3.5 Alur Penelitian Persiapan alat dan bahan penelitian Adaptasi tikus (H1-H14)
Injeksi blanko & pengukuran BB (H15)
Pengukuran BB
Injeksi STZ & pengukuran BB (H15)
Kontrol negatif (N)
Pemilihan sample (H19) Pengukuran BB
Pengukuran GDS
GDS >250mg/dL
Diabetes + yacoon 100mg/dL (DM + Y100)
Kontrol positif (DM)
Diabetes + yacoon 300mg/dL (DM + Y300)
GDS < 250mg/dL Pengecekan ulang GDS Kriteria eksklusi
Waktu eksperimen sonde ekstrak kelompok D+Y100 dan D+Y300
Pengukuran BB (H19-H27)
Pengukuran GDS (H25, 32,39,46)
Sacrifice (H47) Pengukuran kadar HDL Pengolahan data
42
3.6 Pengolahan Data dan Analisa Data Dalam pengambilan data untuk penelitian ini, dilakukan eksperimen langsung terhadap tikus jantan strain Sprague-Dawleydengan berat badan 192-337 gram, yang telah diberi perlakuan sebelumnya berupa injeksi STZ dan ekstrak yacoon (Smallanthus sonchifolius). Ditambah dengan pencarian literatur dan melakukan peninjauan pustaka untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh ekstrak daun insulin terhadap berat badan, kadar glukosa darah dan HDL plasma. Setelah data terkumpul, dilanjutkan dengan pengolahan data secara komputerisasi yaitu dengan program SPSS versi 16.0.
43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Glukosa Darah
Tabel 4.1 Rata-rata gula darah seluruh sample
Sampel N D D+Ss 100 mg D+Ss 300 mg
Hari1 83.3±10.5 481.3±98.2 539.3±36.8 519±51
GDS Mean±SD (mg/dL) Hari7 Hari14 Hari21 116.8±12 94.3±17.3 117.5±12.6 532.8±91.2 521±102.4 531.5±26.3 541.5±58.9 416±223.9 490.3±91.4 556.5±48.7 586.5±15.6 565±30.1
Hari28 103.3±7.5 600±0 494.5±71.5 517.5±81
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui perbedaan kadar rata-rata glukosa darah sewaktu (GDS) di antara empat kelompok tikus selama 28 hari. Pengecekan glukosa darah dilakukan sebanyak lima kali. GDS kelompok normal hari pertama hingga hari ke-28 masih dalam rentang normal yaitu di bawah angka 200mg/dL. Kelompok diabetes mengalami peningkatan yang mencolok hingga mencapai batas tertinggi yang dapat diukur oleh glukometer yaitu 600mg/dL. Pada kelompok D+Ss 100 mg, GDS rata-rata mengalami penurunan dibandingkan hari pertama, meskipun rentang normal GDS belum dapat tercapai. Sedangkan GDS rata-rata pada kelompok D+Ss 300 mg terjadi fluktuasi, meskipun pada hari ke28 mengalami penurunan yang tidak signifikan.
44
700
GDS (mg/dL)
600 500 400 300 200 100 0 Hari 1
Hari 7 N
Hari 14 D
D+Ss 100 mg D+ Ss100 Kelompok Sampel
Hari 21
Hari 28
D+Ss 300 mg D+Ss300
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100 mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300 mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)
Grafik 4.1 Rata-Rata GDS (mg/dL) Konsensus DM tipe 2 Indonesia tahun 2011 menyatakan bahwa jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. Hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan yaitu GDS kelompok diabetes mengalami peningkatan hingga mencapai batas maksimum kadar glukosa yang bisa diukur oleh glukometer, yaitu 600mg/dL Berdasarkan tabel 4.1 terlihat perbedaan penurunan GDS pada dua kelompok terapi. Kelompok yang mendapat terapi ekstrak daun insulin 100mg/dL mengalami penurunan GDS lebih baik. Angka GDS terendah (416mg/dL) dicapai pada hari ke-14. Sedangkan pada kelompok terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB hanya mengalami penurunan ±1,5mg/dL. Glukosa darah meningkat hingga hari ke-21 dan baru mengalami penurunan pada hari ke-28. Perbedaan efek terapi kedua kelompok tersebut menunjukkan bahwa bahan aktif membutuhkan waktu untuk mencapai konsentrasi maksimum dalam tubuh untuk bereaksi dan menimbulkan efek.36
45
Tabel 4.2 Rerata GDS hari 1 berbanding hari 28 Sampel
Hari 1 ± SD
N D D+Ss 100 mg D+Ss 300 mg
83.3 ± 10,5 481.3 ± 98,2 539.3 ± 36,8 519 ± 51
% Hari 1 berbanding Hari 28 Hari 28 ± SD (Hari 28-Hari 1)/Hari1*100% 103.3 ± 7,5 24% (naik) 600 ± 0 24,7% (naik) 494.5 ± 71,5 8,3% (turun) 517.5 ± 81 0,3% (Turun )
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4).
Kedua kelompok yang mendapat terapi ekstrak daun insulin mengalami penurunan kadar GDS dibandingkan hari pertama yang ditunjukkan oleh tabel 4.2. Kelompok yang mendapat terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB cenderung mengalami penurunan kadar glukosa darah sebanyak 8,3% dari hari pertama pengukuran. Sedangkan kelompok dengan
terapi
ekstrak daun
insulin
300mg/kgBB hanya mengalami penurunan sebesar 0,3%. Berbeda dengan kelompok diabetes dan normal yang masing-masing mengalami peningkatan kadar glukosa darah sebesar 24,7% dan 24%. Simonovska et al. (2003), dalam penelitiannya mengemukakan bahwa, pelarut
yang
digunakan
dalam
pembuatan
ekstrak
tanaman
secara
kualitatif/kuantitatif mempengaruhi bahan aktif ekstrak tersebut.38 Baroni et al. (2008), menemukan bahwa ekstrak daun insulin yang dilarutkan dalam etanol dengan dosis 400mg/kgBB selama empat belas hari secara oral, dapat menurunkan glukosa darah secara signifikan pada tikus kelompok diabetes (59%) dan tikus normal (28%).36 Sedangkan penelitian lain yang dilakukan menyatakan bahwa ekstrak daun insulin dosis 300mg/kbBB yang dilarutkan dalam aquades steril selama empat belas hari secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan (347,75±59,6 mg/dL) jika dibandingkan dengan kelompok diabetes (536,25±42,46 mg/dL), meskipun tidak dapat mencapai rentang normal jika dibandingkan dengan kelompok normal (130,6±8,11 mg/dL).41 Penurunan kadar glukosa yang dihasilkan oleh ekstrak daun insulin disebabkan oleh adanya stimulasi terhadap sintesis dan sekresi insulin, serta hambatan degradasi insulin.11 Molekul asam benzoat yang terkandung dalam daun insulin berfungsi untuk menghambat insulinase, hormon yang ditemukan di hepar
46
dan ginjal yang bertanggung jawab terhadap degradasi insulin, dan meningkatkan efek insulin.11 Penelitian lain mengemukakan bahwa terdapat beberapa mekanisme ekstrak daun insulin dalam menurunkan kadar glukosa darah: peningkatan sekresi insulin melalui stimulasi sel β pankreas, resistensi terhadap hormon glukagon, peningkatan jumlah dan sensitivitas reseptor insulin, dan yang terakhir ialah peningkatan uptake glukosa oleh jaringan dan organ, serta penurunan absorpsi glukosa di saluran cerna.12
Tabel 4.3 Rata-rata kadar GDS antar kelompok Sampel N
Mean ± SD 103± .6
D
533.3±41.8
D+Ss 100 mg
496.3±44.9
D+Ss 300 mg
548.9±28.6
P.value
0.015
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)
Kemudian dialukan uji Anova untuk mengetahui signifikasi perbedaan antar kelompok. Tahap pertama yaitu uji normalitas, dan diketahui bahwa data tidak terdistribusi normal, sehingga harus dilakukan transformasi data. Transformasi data juga tidak menunjukkan data terdistribusi normal sehingga dilakukan uji Kruskal Wallis. Setelah dilakukan uji Kruskal Wallis, didapatkan p value 0,015 (normal p < 0,05)yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ratarata di antara kelompok normal, diabetes, diabetes dengan terapi daun insulin 100mg/kgBB dan diabetes dengan terapi daun insulin 300mg/kgBB.
47
* * *
*
#
* 600
GDS (mg/dl)
500 400 300 200 100 0 N
D
D+Ss 100 mg
D+Ss 300 mg
H-28 Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4), * = p<0,05, # = p>0,05
Grafik 4.2 Mann Whitney Rata-rata GDS H-28
Uji Mann Whitney dilakukan untuk melihat signifakasi antar kelompok. Berdasarkan grafik 4.2 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan di antara kelompok D dengan kelompok D+Ss 100mg maupun D+Ss 300mg. Hal ini menunjukkan bahwa baik daun insulin dosis 100mg dengan 300mg cenderung * memiliki efek untuk menurunkan kadar glukosa darah (p<0.05). Sedangkan
kelompok D+Ss 100mg dan D+Ss 300mg tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0.05).
4.2 Berat Badan Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari selama 28 hari setelah tikus dinyatakan DM. Pengukuran berat badan menggunakan timbangan digital. Terdapat empat kelompok sampel pada penelitian ini. Kelompok pertama merupakan tikus normal sebagai kontrol negatif. Kelompok kedua merupakan
48
tikus diabetes sebagai kontrol positif. Kemudian kelompok ketiga merupakan tikus diabetes yang mendapat terapi ekstrak daun insulin melalui oral dengan dosis 100mg/kgBB selama 28 hari. Kelompok terakhir merupakan tikus diabetes yang mendapat terapi ekstrak daun insulin melalui oral dengan dosis 300mg/kgBB selama 28 hari. 140
BB (% g)
120 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Hari N
D
D+ Ss 100 mg
D+ Ss 300 mg
Ket : N= kelompok normal (n=4), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)
Grafik 4.3 Persentase Perbandingan Berat Badan Dalam Kurun Waktu 28 Hari Berdasarkan grafik 4.3 dapat diketahui presentase perbandingan berat badan di antara empat kelompok tikus. Pada kelompok normal terjadi peningkatan berat badan rata-rata secara simultan mulai hari pertama hingga hari ke 28. Sedangkan untuk tiga kelompok lainnya mengalami penurunan. Kelompok diabetes mengalami penurunan BB rata-rata selama 28 hari tetapi tidak sebaik kelompok tikus dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB. Sedangkan, untuk kelompok tikus dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB mempunyai presentase rata-rata berat badan terendah dibanding tiga kelompok lainnya. Tabel 4.3 menunjukkan presentase perbandingan berat badan tikus kelompok normal sejak hari pertama hingga hari ke-28 percobaan. Selama 28 hari didapatkan peningkatan berat badanrata-rata sebesar 8,5% dari kondisi awal. Sedangkan pada kelompok diabetes, terjadi penurunan berat badan rata-rata sebesar 8,8%. Berdasarkan grafik 4.3 dapat kita ketahui bahwa beberapa hari
49
tertentu sempat terjadi peningkatan BB, akan tetapi angka peningkatan tidak naik secara signifikan.Pada orang normal, kondisi hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, yaitu hormon yang berperan dalam glikogenolisis dan glukoneogenesis. Akan tetapi, pada keadaan diabetes melitus,
kondisi
hiperglikemia tidak dapat menghambat sekresi glukagon.14 Glukagon akan memberikan sinyal ke hepar dan jaringan otot baik untuk memecah glikogen menjadi glukosa maupun protein menjadi glukosa. Hal inilah yang menyebabkan penurunan berat badan pada penyandang DM.43
Tabel 4.4 Rasio pengukuran berat badan rata-rata selama 28 hari
Sampel
Hari 1±SD
N D D+Ss 100 mg D+Ss 300 mg
267±46,79 223.75±19,51 228.5±12,71 231.3±42,73
% selama 28 hari Hari 28±SD Hari 28/Hari 1*100% 289.8±31,81 204.1±21,88 216.7±15,20 205.1±24,74
108,5 91,2 94,8 88,6
% selisih (Hari 28-Hari 1)/Hari 1*100% 8,5(naik) 8,8(turun) 5,2 (turun) 11,4 (turun)
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)
Jika dibandingkan dengan kelompok diabetes, maka tikus dengan pemberian terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB memiliki berat badan rata-rata yang lebih baik. Selama 28 hari, tikus yang mendapat terapi ekstrak daun insulin mengalami penurunan berat badan rata-rata sekitar 5,2%. Hal ini mungkin dikarenakan adanya peningkatan stimulasi sintesis dan sekresi insulin yang akan mendorong penyerapan bahan-bahan makanan menjadi glikogen, trigliserida, dan protein.11 Penurunan berat badan paling signifikan terjadi pada tikus yang mendapat terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB yaitu sebanyak 11,4% jika dibandingkan dengan kelompok diabetes. Tabel 4.5 menunjukkan rasio rata-rata berat badan pada hari 1 jika dibandingkan dengan hari 28. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan berat badan saat hari 28 pada kelompok normal sebesar 16,9% dari berat badan awal (hari 1). Penurunan berat badan terbanyak terjadi pada kelompok D+Ss 300 mg sebesar 15,1%, diikuti oleh kelompok diabetes (13,9%). Sedangkan
50
kelompok D+Ss 100 mg tidak mengalami penurunan berat badan secara signifikan (9,4%) jika dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Tabel 4.5 Rasio rata-rata berat badan hari 1 berbanding hari 28 % H1 berbanding H28 Sampel
Hari 1±SD
N D D+Ss 100 mg D+Ss 300 mg
267±46,79 223.75±19,51 228.5±12,71 231.3±42,73
Hari 28±SD
Hari 28/Hari 1*100%
312±58,43 192,8±23,3 207±10,09 196,3±31,4
116,9 86,2 90,5 84,9
% selisih (Hari 28-Hari 1)/Hari1*100%
16,9% (naik) 13,9% (turun) 9,4% (turun) 15,1% (turun)
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)
Penelitian yang dilakukan oleh Sari, dkk (2015) menyatakan bahwa ekstrak daun insulin dosis 300 mg/kgBB yang diberikan selama empat belas hari dapat menaikkan berat badan sebanyak ± 7,73 %.41 Penelitian lain yang menggunakan ekstrak akar yacon yang diberikan secara oral menunjukkan hasil peningkatan berat badan kelompok diabetes yang diberikan terapi.44 Untuk mengetahui nilai signifikasi perbedaan antar kelompok, maka dilakukan uji One-Way Anova menggunakan software SPPS versi 16. Tahap pertama peneliti melakukan uji normalitas. Tabel Shapiro-Wilk digunakan pada uji ini dikarenakan jumlah sampel < 50. Dari hasil uji normalitas diketahui bahwa data terdistribusi normal. Kemudian untuk memenuhi asumsi uji Anova dilakukan uji homogenitas, hasil uji homogenitas menunjukan data homogen oleh karena itu pada variabel ini dilakukan uji statatistik dengan menggunakan uji Anova. Uji homogenitas menghasilkan p value 0,743 (p >0,05) yang menunjukkan bahwa data terdistribusi secara homogen. Setelah data diketahui telah terdistribusi secara normal dan homogen, dilakukan uji Anova. Berdasarkan uji Anova didapatkan p value <0,05 yang menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata berat badan yang bermakna antar kelompok.
51
Tabel 4.6 Persentase Rasio Berat Badan Selama 28 Hari Sampel N D D+ Ss 100 mg D+ Ss 300 mg
Mean±SD 91,2±3,6 108,5±4,9 94,9±3,3 89,3±6,3
Homogenitas
Anova
0.743
0.000
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+ Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)
Untuk mengetahui kelompok mana saja yang berbeda, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji post hoc, seperti yang ditunjukkan oleh tabel 4.6. Dari hasil uji post hoc menunjukan kelompok yang berbeda adalah kelompok sampel normal dengan sampel diabetes tanpa terapi, sampel normal dengan sampel diabetes terapi daun insulin 100 mg, serta sampel normal dengan sampel diabetes terapi daun insulin 300 mg .
4.3 HDL
HDL memiliki peran yang penting dalam mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ke hepar untuk didegradasi. Kondisi dislipidemia menyebabkan kadar lipid dalam darah, sehingga terjadilah peningkatan kebutuhan metabolisme. Sebagian kolesterol yang diangkut oleh HDL akan dibawa ke hati, sedangkan sebagian yang lain akan dipertukarkan dengan trigliserida dari VLDL dan IDL. HDL yang miskin kolesterol ini mudah dikatabolisme oleh ginjal, sehingga jumlahnya menurun dalam darah.18 Efek ekstrak daun insulin terhadap kadar HDL belum diketahui secara pasti dikarenakan minimnya jumlah penelitian. Sebuah studi menyatakan bahwa, kadar inulin yang terkandung dalam ekstrak yacon dapat meningkatkan kadar HDL-c serum sebesar 35%.45 Peningkatan kadar HDL tersebut disebabkan oleh penurunan kadar lipoprotein, kolesterol total, dan triasilgliserol. Sedangkan studi lain menyatakan bahwa ekstrak yacon tidak memiliki efek yang bermakna terhadap kadar HDL.46
52
Tabel 4.7 Rata-rata kadar HDL Sampel N D D+Ss 100 mg D+Ss300 mg
Mean±SD (mg/dl) 110,1±24,3* 152,3±61,3 205,6±59,4 138,3±35,7
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)
Berdasarkan grafik 4.7 dapat diketahui rata-rata kadar HDL pada hari ke 28 sampel diabetes yang mendapatkan terapi daun insulin 300 mg mempunyai kadar lebih rendah bila dibandingkan dengan sampel yang mendapatkan terapi daun insulin 100 mg setelah perlakuan. Hal tersebut dapat terlihat pada grafik di bawah ini:
HDL ( mg/dl)
300.0
200.0
100.0
0.0 N
D
D+Ss 100 mg
D+Ss 300 mg
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)
Grafik 4.4 Grafik rata-rata HDL
Untuk mengetahui perbedaan rata-rata kadar HDL tiap kelompok maka dilakukan uji Anova, Dikarenakan jumlah sampel pada penelitian ini< 50 maka untuk melihat kenormalan data digunakan tabel Shapiro – Wilk. Setelah dilakukan uji normalitas diketahui bahwa data terdistribusi secara normal. Kemudian untuk memenuhi asumsi uji Anova dilakukan uji homogenitas, hasil uji homogenitas menunjukan data homogen. Setelah itu dilakukan uji statatistik Anova.
53
Tabel 4.8 Rata-rata kadar HDL antar kelompok Sampel N D D+Ss 100 mg D+Ss300 mg
Mean±SD (mg/dl) 110,1±24,3 152,3±61,3 205,6±59,4 138,3±35,7
Homogenitas
P. value
0,479
0,125
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)
Dari tabel 4.8 dapat diketahui p value pada uji Anova p ≥ 0.05, hal ini menunjukan tidak ada perbedaan rata-rata kadar HDL antarkelompok. Oleh karenaitu, tidakdilakukanujilanjutan post hoc. Seperti penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Oliveira (2013) ekstrak daun insulin tidak terdapat pengaruh yang bermakna terhadap kadar HDL.47
54
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan dan uji statistik pada penelitian ini, maka peneliti dapat menyimpulkan:
Glukosa darah akhir pada semua kelompok tikus mengalami penurunan setelah pemberian ekstrak daun insulin dosis 100mg/kgBB dan 300mg/kgBB selama 28 hari jika dibandingkan dengan kelompok diabetes tanpa terapi. Terdapat perbedaan bermakna antar kelompok dengan pvalue 0,015. Dapat diketahui bahwa ekstrakdaun insulin dosis 100mg/kgBB cenderung memiliki efek yang lebih baik untuk menurunkan kadar glukosa darah dengan presentase penurunan sebesar 7,9%.
Pemberian estrak daun insulin (Smallanthus sonchifolius) dengan dosis 100mg/kgBB dan 300mg/kgBB selama 28 hari dapat mencegah penurunan berat badan meskipun tidak dapat menaikkan berat badan jika dibandingkan dengan kelompok normal. Terdapat perbedaan bermakna antar kelompok dengan p-value 0,000. Ekstrak daun insulin dosis 100mg/kgBB cenderung mempunyai efek yaang lebih baik dalam mencegah penurunan berat badan .
Terdapat perbedaan kadar HDL pada semua kelompok tikus setelah pemberian ekstrak daun insulin dosis 100mg/kgBB dan 300mg/kgBB selama 28 hari. Namun, perbedaannya tidak bermakna secara statistik (pvalue 0,125) .
5.2 Saran Bagi peneliti selanjutnya :
Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang efek ekstrak daun insulin dengan waktu yang lebih lama dan sampel yang lebih banyak.
55
Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang efek ekstrak daun insulin menggunakan pelarut yang berbeda untuk mendapatkan efek terapi yang lebih baik.
Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang efek ekstrak daun insulin dengan membandingkan beberapa dosis, agar mendapatkan efek terapi terbaik untuk penyakit DM.
56
BAB VI KERJASAMA PENELITIAN Penelitian ini merupakan bagian kerjasama penelitian mahasiswa dan kelompok penelitian diabetes dan regenerasi pankreas PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dibiayai oleh Kementerian Agama Republik Indonesia dibawah bimbingan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr. Hari Hendarto, Sp.PD, Ph.D, FINASIM.
57
DAFTAR PUSTAKA
1. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. J. Diabetes Care. 2012. Volume 35:S66-74. 2. World Health Organization. Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate hyperglycemia. Geneva: World Health Organization; 2006. 3. Sylvia AP, Lorraine MW. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2012. p.1263. 4. Nurlaili HKP, Muhammad AI. Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM Tipe 2 dengan Rerata Gula Darah. J. Berkala Epidemiologi. 2013 Sept; 2(1):234-243. 5. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI; 2011. 6. Arman P, Herqutanto. Diabetes Melitus Tipe 1 : “Penyakit Baru” yang Makin Akrab dengan Kita. Maj. Kedokteran Indonesia. 2009 Oct; 59(10):455-458. 7. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. New Delhi: Elsevier In; 2006. 8. Kohei K. Patophysiology of Type 2 Diabetes Mellitus and Its Treatment Policy. JMAJ. 2010 jan/feb; 53(1):41-46. 9. BÖlchshazy GV, Jakus J, Jenei V, Stadler K and Somogyi A. Increased nitric oxide levels as an early sign of premature aging in diabetes. Free. Rad. Biol. Med., Oxford. 2003; 35: 1240-1251. 10. H Satoh, MT Audrey N, A Kudoh, T Watanabe. Yacon diet (Smallanthus sonchifolius, Asteraceae) improves hepatic insulin resistance via reducing Trb3 expression in Zucker fa/fa rats. J. Nutrition and Diabetes., Macmillan. 2013; 70: 1-6. 11. Manuel JA, Alicia NSA, Alfredo G, Sara SS. Hypoglicemic Effect of the Water Extract of Smallanthus sonchifolius (Yacon) Leaves in Normal and Diabetic Rats. J. Ethnopharmacol. 2001; 74: 125-132.
58
12. Negri, Giuseppina. Diabetes Melito: Plantas e Princípios Ativos Naturais Hipoglicemiantes. Rev. Bras. Cienc. Farm.2005; 41: 121-142. 13. Muhammad Z, Syed NN. Effects of STZ Induced Diabetes on the Relative Weights of Kidney, Liver, and Pancreas in Albino Rats: Coparative Study. International Journal Morphology. 2010; 28(1): 135-142. 14. Ozougwu, JC, Obimba KC, Belonwu CD, Unakalamba CB. The Pathogenesis and Patophysiology of Type 1 and Type 2 Diabetes Mellitus. J. Physiology and Patophysiology. 2013 Sept; 4(4): pp. 46-57. 15. Kathleen MG. Type 1 Diabetes : Pathogenesis and Prevention. CMAJ. 2006 July; 175(2): 165-170. 16. Tom LVB, Ken TC, Mathias GVH. Type 1 Diabetes : Etiology, Immunology, and Therapeutic Strategies. Physiol review. 2011; 91: 79118. 17. Redmon B, Caccamo D, Flavin P, Michels R, O’Connor P, Roberts J, et al. Diagnosis and Management of Type 2 Diabetes Mellitus in Adults. Institue for Clinical System Improvement. 2014. Available from: www.icsi.org 18. Lauralee S. Human Physiology From Cells to System. Edisi 7. Brooklyn CA: Brooks/Cole. 2010. p. 714-726. 19. Aru WS, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta: Interna Publishing; 2012. 20. Gerard JT, Bryan D. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. River street: John Wiley & Sons. Inc; 2009. p. 669-673. 21. William FG. Review of Medical Physiolgy. 20th ed. San Fransisco: McGraw Hill; 2001. p. 445. 22. Deniz U, Adem K, Selina A, Altunkaynak, B.Zuhal A, Serap Y. Insulin Hormone : Mechanism and Effects on the Body and Relationship with Central Nervous System. Dickle Medical Journal. 2012; 39(2): 310-315. 23. CA Carrera B, J.M. Martinez M. Pathophysiology of Diabetes Mellitus Type 2 : Beyond the Duo “Insulin Resistance Secretion-Deficit”. Nutr. Hosp. 2013; 28(2): 78-87.
59
24. Howard F, P.J Palumbo, Acute complication of Diabetes. Available from: http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/america/pdf/chapter13.pdf 25. Michael JF. Microvascular and Macrovascular Complication of Diabetes. J. Clinical Diabetes. 2008; 26(2): 77-83. 26. Kim CD, Francesco C, Daniela T, Jeremy A, Knut DJ. Microvascular and macrovascular complications associated with diabetes in children and adolescents. Pediatric diabetes. 2009; 10(2): 195-203. 27. Emanuel R, Howard MR, editor. Essentials of Rubin’s Pathology. 5th ed. Lippincott Williams & Wilkins; 2009. 28. Vinay K, Ramzi SC, Stanley LR. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Volume 2. Jakarta: EGC; 2012. 29. Hans JB, Thomas D, Larry D, Przemyslawa JC, Tatsuhiko U, Ragnar H. Insulin Teatment in Children and adolescents with diabetes. Pediatric diabetes. 2012; 10(12): 82-89. 30. Amir KD, Ranjit D, Aela S, Siddharta C, Ashok KP, Achintya M, et al. The Prevalence of Dyslipidemia in Patients with Diabetes Melitus of Ayurveda Hospital. Journal of Diabetes & Metabolic Disorders. 2014; 13:58. 31. Jellinger, Paul S., dkk. 2012. American Association of Clinical Endocrinologist Guidelines for Management of Dyslipidemia and Prevention
of
Atherosclerosis.
Available
from:
https://www.aace.com/files/lipid-guidelines.pdf
32. Agoes A. Pengobatan Tradisional di Indonesia. Medika. 1991; 17(8): 632. 33. Chandra R, Gupta RK, Kesari AN, Murthy PS, Tandon V dan Watal G. Hypoglycemic and antidiabetic effect of ethanolic extract of leaves of Annona squamosa L. in experimental animals. J. Ethnopharmacol., Lausanne. 2005; 99: 75-81. 34. Anonim. Polymnia Sonchifolius Taxonomy. ITIS. Available from: http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc h_value=505917. Diakses pada tanggal 4 April 2015.
60
35. Lachman J, Fernandez EC, Orsak M. Yacon [Smallanthus sonchifolius (Peopp. Et Endl.) H. Robinson] Chemical Compostion and use – a riview)]. Plant Soil Environ. 2013; 49(6): 283-290. 36. Silmara B, Fumie SK, Silvana MCA, Roberto KNC, Ciomar ABA. Effect of crude extracts of leaves Smallanthus sonchifolius (yacon) on glycemia in diabetic rats. Rev. Bras. Cienc. Farm. 2008; 44(3): 1-9. 37. Akbarzadeh A, Norouzian D, Mehrabi MR, Jamshidi S, Farhangi A, Allah V, et al. Induction of Diabetes by Streptozotocin in Rats. Indian Journal of Clinical Biochemistry. 2007; 22(2):60-64. 38. Frank B, editor. Low Dose Streptozotocin Induction Protocol (Mouse). Animal Models of Diabetic Complication Consortium. 39. Sachin A. Shreesh KO, Divya V. Characterisation of Streptozotocin Induced Diabetes Mellitus in Swiss Albino Mice. Global Journal of Pharmacology. 2009; 3(2): 81-84 40. Mahmoud AA, Zuhair BI, Khaled RA, Sami AA, Mohamed KA, Jaafar A, et al. Induction of Diabetes Mellitus in Rats Using Intraperitoneal Streptozotocin : A Comparison between 2 strains of rats. European Journal of Scientific Research. 2009; 32(3):398-402. 41. Simonovska B, Vovk I, Andrensek S, Valentova K, Ulrichova J. Investigation of phenolic acids in yacon (Smallanthus sonchifolius) leaves and tubers. J. Chromatogr. A, Amsterdam, 2003; 1016, p. 89-98. 42. Flori RS, Hari H. Insulin Leaves (Smallanthus sonchifolius) Dry Extract Improves Blood Glucose and Lipid Profile in Aloxan-Induced Rat. Asian Jr. Of Microbiol. Biotech. Env. 2015: 17(1): 1-4 43. Cooperstein SJ, Lazarow A, Watkins D. Effect of alloxan on permeability of
pancreatic
islet
tissue
in
vitro.
2008.
Available
from
:
http://ajplegacy.physiology.org/cgi/content/abstract/207/2/436 44. Natalia CH, Stella MH, Susana BG, Sara SS. Hypolipidemic effect of Smallanthus sonchifolius (yacon) roots on diabetic rats. J. ChemicoBiological interaction. 2011; 194: 31-39. 45. Voet, D Voet JG, Pratt CW. Fundamentos de Bioquimica. Artmed, Porto Alegre. 2011; pp. 931.
61
46. Examine [Inetrnet]. Gregory L, dbarvinok, Kurtis F. Yacon : Summary (All Essential Benefits/Effects/Facts & Information). 2015. [cited 2015 Jun 7]. Available from: http://examine.com/supplements/Yacon/ 47. Gilberto OV, Camila PB, Ana AHF. Improvement of biochemical parameters in type 1 diabetic rats after the roots aqueous extract of yacon [Smallanthus sonchifolius (Poepp.& Endl.)] treatment. J. Food and Toxicology. 2013; 59: 256-260.
62
LAMPIRAN 1 Gambar Proses Penelitian
Gambar 7.1 Kondisi Animal House
Gambar 7.4 Pengambilan darah untuk tes GDS
Gambar 7.2 Kondisi kandang tikus
Gambar 7.5. Tes GDS
Gambar 7.3 Proses membersihkan kandang tikus
Gambar 7.6 Proses pembakaran
63
Gambar 7.7 Anestesi tikus menggunakan ether
Gambar 7.8 Pengukuran BB menggunakan timbangan digital
Gambar 7.9 Pengukuran pH buffer sitrat
Gambar 7.10 Na sitrat yang akan dijadikan buffer sitrat
Gambar 7.11 Penyuntikan STZ intraperitoneal
Gambar 7.12 Spektrofotometer
64
Gambar 7.13 Reagen Kolesterol
Gambar 7.16 Mesin autoklaf
Gambar 7.14 HDL precipitating reagen
Gambar 7.17 Tes HDL plasma
Gambar 7.15 Mesin oven
Gambar 7.18 Sacrifice
65
Gambar 7.19 Pengambilan darah dari vena cava
Gambar 7.22 Neraca analitik
Gambar 7.20 Larutan Sukrosa
Gambar 7.23 Vortex
Gambar 7.21 Streptozotosin
Gambar 7.24 Sentrifuge
66
Gambar 7.25 Penghancuran daun insulin menggunakan blender
Gambar 7.28 Proses penyaringan
Gambar 7.26 Serbuk hasil blender
Gambar 7.29 Evaporator
Gambar 7. 27 Proses pengadukan menggunakan hot stirer
Gambar 7.30 Maltodextrin 250 mg
67
Gambar 7.31 Proses sonde ekstrak
Gambar 7. 32 Ekstrak kering daun insulin
68
LAMPIRAN 2 SURAT KETERANGAN SEHAT HEWAN
Gambar 7.33 Surat keterangan sehat hewan
69
LAMPIRAN 3 HASIL DETERMINASI / IDENTIFIKASI BAHAN UJI
Gambar 7.34 Surat identifikasi bahan uji
70
LAMPIRAN 4 PERHITUNGAN DOSIS
1. Induksi Streptozotocin (STZ)
Dari hasil pengukuran BB tikus, rerata BB adalah 250 gram. Jika tikus 260 gram, STZ yang dibutuhkan sebanyak :
x= = 14,3 mg per tikus dengan BB 260 gram. Setiap hari tikus yang disuntik adalah 14 ekor, maka = 14 ekor x 14,3 mg = 200,2 mg
STZ akan dimasukkan seminimal mungkin dengan kadar 0,1 mL buffer. Jika yang dibutuhkan 200,2 mg STZ, maka buffer yang dibutuhkan adalah:
x= x = 3,64 mL buffer per 14 tikus
2. Pemberian ekstrak Smallanthus sonchifolius a. Dosis 100mg/kgBB
Untuk 20 ekor tikus = 20 x 300 g (BB) x Dilarutkan dalam aquades steril:
x= x = 6 mL
= 600 mg
71
Jadi, untuk melarutkan 600 mg ekstrak daun insulin dibutuhkan aquades sebanyak 6 mL.
b. Dosis 300mg/kgBB
Untuk 20 ekor tikus = 20 x 300 mg (BB) x
=1200 mg
Dilarutkan dalam aquades steril
x= x = 12 mL Jadi, untuk melarutkan 1200 mg ekstrak daun insulin dibutuhkan aquades sebanyak 12 mL.
72
LAMPIRAN 5 HASIL UJI STATISTIK
# *
250.0
#
HDL ( mg/dl)
200.0
#
#
150.0 100.0 50.0 0.0 N
D
D+Ss 100 mg D+Ss 300 mg
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4), * = p<0,05, # = p>0,05
Grafik 7.1 Uji T-Independen Kadar HDL
Grafik 7.2 Uji post hoc berat badan
73
Tabel 7.3 Rata-rata GDS Selama 28 hari Sampel N D D+Ss 100 mg D+Ss 300 mg
Hari 1 83.3 481.3 539.3 519
Hari 28 103 533.3 496.3 548.9
% Selama28hari (Hari 28-Hari 1)/Hari1*100% 23,6% (naik) 10,8% (naik) 7,9 % (turun) 5,8% (naik)
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)