Jurnal
ISSN 2087-9016
SANTIAJI PENDIDIKAN (JSP) Volume 5, Nomor 1, Januari 2015, hlm. 1-84
DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi ………………...………………………….....................................................................
i
Prakata ……………………………………………….................................................................
iii
Improving The Students' Writing Skill Through Performance Assessment Anak Agung Putri Maharani................................……………............................……………...
1– 9
Pengaruh Penerapan Quantum Learning (QL) Terhadap Hasil Belajar IPA Biologi Siswa Jamilah, Deden Ismail........................................................................……............................….
10 – 17
Meningkatkan Analisis Kesalahan Mahasiswa Dalam Mengkonstruksi Konsep Trigonometri I Gusti Ayu Putu Arya Wulandari, Kadek Rahayu Puspadewi………….......................………
18 – 25
Improving Students' Speaking Competency Through Group Discussion Strategy Dewa Ayu Ari Wiryadi Joni, Putu Ayu Paramita Dharmayanti...................................................
26 – 31
Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Instrinsik Cerpen Dengan Metode Cooperative Learning Tipe Student Teams Achivement Division (STAD) Pada Siswa Kelas VIII A SMP PGRI 7 Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014 Ni Luh Putu Eka Febriani Sari, I Gusti Tuti Indrawati Ni Luh Sukanadi...............................................................................................................................
32 – 38
Hubungan Antara Berbagai Faktor Sosiodemografi dan Prestasi Belajar IPA Siswa SMP Ni Wayan Kari...............................................................................................................................
39 – 46
Penguasaan Bahasa Indonesia Yang Standar: Sebagai Prasyarat Peningkatan Profesionalisme Guru Masa Depan Dalam Dunia Pendidikan I Nyoman Suparsa...........................................................................................................................
47 – 52
Penerapan Siklus Belajar (Learning Cycle) 5E Dengan Photovoice Berbasis Etnosains Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Penebel Ni Komang Sutriasih, Dewa Ayu Puspawati................................………….......………….…...
53 – 63
[i]
Pemanfaatan Program Aplikasi Maple Sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Kalkulus I Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Mahasaraswati Denpasar Tahun Ajaran 2014/2015 Kadek Rahayu Puspadewi, I Made Dharma Atmaja...........................……............................….
64 – 70
Pembelajaran Kooperatif (STAD) Berbasis Peta Konsep Fishbone Dengan Sumber Belajar Pura Taman Ayun Terhadap Perilaku Berkelompok Siswa Ni Wayan Anik Ariati, Desak Nyoman Budiningsih, Dewa Ayu Ratnani…………........………
71 – 80
[ii]
PRAKATA Untuk mencapai tujuan pendidikan yang tertera dalam GBHN dan harapan yang tertuang dalam penjelasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2013 dapat tercapai, pendidikan hendaknya dikelola secara profesional dengan tenaga yang profesional pula. Salah satu pemegang peranan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan adalah guru. Guru sebagai agen dalam mentransformasikan input-input pendidikan hendaknya memiliki rasa tanggung jawab dalam mempersiapkan segala perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, guru juga harus mempertimbangkan metodologi yang digunakan, termasuk alat media pendidikan yang dipakai, serta alat penilaian apa yang digunakan di dalam pelaksanaan evaluasi. Kurangnya keahlian atau keterampilan dalam memilih metode pembelajaran yang kompleks, kompleks dalam arti memiliki banyak cara, banyak inisiatif, banyak alternatif yang bersifat kreatif dan inovatif berimplikasi terhadap mutu pendidikan. Melihat kecenderungan tersebut, maka kami berupaya menurunkan artikel hasil penelitian dan kajian pustaka yang nantinya dapat digunakan sebagai alternatif dalam peningkatan dan pengembangan kualitas mutu pendidikan, baik yang menyangkut dalam pembelajaran bahasa, matematika, biologi, maupun dalam bidang ilmu lainnya. Kami berharap semoga pengalaman dan hasil penelitian yang terkumpulan dalam JSP edisi ini dapat menginspirasi para pendidik dalam peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Denpasar, Januari 2015 Ketua Penyunting
[iii]
IMPROVING THE STUDENTS’ WRITING SKILL THROUGH PERFORMANCE ASSESSMENT
Anak Agung Putri Maharani Universitas Mahasaraswati Denpasar
[email protected]
ABSTRACT This undertaking research is a classroom action research which aimed at 1)investigating the improvement of the students’ writing skill after being treated by performance assessment and 2)investigating the students’ response towards the implementation of performance assessment. For the accomplishment of the research, 24II Efreshmen in English Education Study Program UNMAS Denpasar were elected as the subjects of the research. In garnering the data, performance test, analytical scoring rubric, and questionnaire were administered. The gained data was analyzed by means of qualitatively and quantitatively descriptive analysis. After performing several series of continual cycles, it was pointed out that: first, students’ mean scores of writing skill were significantly enhanced. It was proven by the mean score gained in the cycle I (74.6) which was higher than the mean score in cycle II (81.4). Both of the mean scores were higher than the mean score of the pre-test which was 67.2. Second, the positive responses from the students towards the implementation of performance assessment in writing I course were revealed. The students felt at ease to undergo learning and teaching process within the implementation of performance assessment. Key words: performance assessment, response, writing skill
ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk 1) mengetahui peningkatan kemampuan menulis siswa setelah penerapan penilain unjuk kerja dan 2) mengetahui respon siswa terhadap penerapan penilaian unjuk kerja. Subjek dalam penelitian kali ini ada 24 siswa semester II E Program studi Pendidikian Bahasa Inggris UNMAS Denpasar. Instrumen pengumpulan data yang digunakan antara lain tes unjuk kerja, rubric penilaian analitik, dan kuisioner. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif kulaitatif dan kuantitatif. Setelah menjalankan beberapa siklus, didapatkan bahwa; pertama nilai rata-rata menulis siswa meningkat secara signifikan. Hal ini dibuktikan dengan nilai rerata pada siklus pertama adalah 74.6 dan nilai rerata pada siklus kedua adalah 81.4. Kedua nilai rata-rata ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata pada saat pre-tes yakni 67.2. Kedua siswa menunjukkan respon yang positif terhadap penerapan penilaian unjuk kerja. Siswa merasa senang dalam proses pembelajaran saat diterapkannya penilaian unjuk kerja. Kata kunci: penilaian unjuk kerja, respon, kemampuan menulis [1]
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
INTRODUCTION Writing skill is one of the four skills that must be mastered by English language learners. Hook and Evans (2004) define writing as a tool for communication and it is both a skill and a means of self-expression. Writing can be regarded as a process of delivering ideas, messages, and opinions to readers by using language symbols which are agreed by the writer and the reader. Furthermore, writing is an activity that uses language as a medium of communication in which its form consists of a series of meaningful letters. A good writing composition is regarded from 5 aspects; content, organization, structure, style and diction, and mechanism which are mingled in collaboration to produce a united and coherent composition. The new trend in teaching at EFL writing classrooms is concentrating on writing processes (outlining, drafting, revising, editing, and publishing) to create a particular product, meaning that it is essential to apply an assessment that develops and encourages such trend, as assessment and teaching are two sides of a similar coin. The establishment of a good writing skill is definitely identified by implementing a comprehensive assessment on the process and product of learning. This is based on the assumption that a good product is preceded by a good process. The authentic assessment which is in favor to meaningful learning is a contextual approach based assessment on how learning is done. Authentic assessment includes an assessment of the products that students yield and the processes through which students learn. In relation to learning English as a foreign language, the authentic assessment type is more useful and powerful than 2
ISSN 2087-9016
traditional assessment which is based on multiple choice type tests, true false option tests, or solely product based assessment. Despite of its popularity, using authentic assessment in writing is uncommon in EFL contexts. Numerous English teachers are fond of applying, in contrast, the traditional assessment. To measure the students’ writing skill, teachers often ask students to write writing pieces based on the offered topics which should be accomplished within the specified time, for example within a 2 hour lesson. Writing activities in the classroom do not show meaningful learning because the writing process is not applied. Teachers also rarely provide feedback to the students’ work even though it is indefinitely realized that feedback is crucial to the continuance of their work. The scoring criteria upon the student’ writing pieces is administered without following a standard or reference. At the end of the term, students are commonly given numerical grades for their writing assignment which is a product-oriented approach. Therefore, the subjective assessment upon students is hardly preventable. According to the observation in Faculty of Teacher Training and Education (FKIP), the second semester freshmen (II E students) majoring English education mostly kept struggling in expressing their ideas into writing forms. This was due to their insufficient skill to create an English written paragraph. Meanwhile, the curriculum necessitates them to be productive and creative in writing. Most students perceived writing activities just to make a piece of writing that is carried out during the period of writing I course without pondering an on going process, inside or outside the class. Practicing at home or outside their lecture hours rarely came about in the
Anak Agung Putri Maharani - Improving The Students’ Writing Skill …..
attempt to hone their skill in writing. Copying the work of others has already persistently done indicating a lack of awareness, creativity, and motivation to yield a masterpiece by intensifying possessed competency. In relation with the assessment, most students assumed that lecturers give a subjective assessment with vague scoring reference and standard. As the result, many students were careless to create writing pieces. The mean score of the students in their pre-test was 67.2 in which located at low and unsatisfying level, indicating that the students encountered problems in writing. In overcoming the afore mentioned encountered crisis, the researchers applied the authentic assessment types, one of which is performance assessment to support the development of the students’ writing skill. Performance assessment is an assessment of students’ abilities and attitudes revealed by an accomplishment or an action. Popham (2007: 172) argues that performance assessment is an approach to measuring students’ status based on the way they complete a specified task. Simply put, performance assessment is an approach to measure the acquisition, application of knowledge and skills that demonstrate the ability of students. Students learn to naturally unleash the potency, in other words, this assessment provides opportunities for them to apply and develop ideas in the form of written English language that is meaningful to them and for those who read it. As a matter of fact, performance assessment focuses on the following: (a) application of knowledge and skills in realistic situations, (b) open-ended thinking, (c) wholeness of language, and (d) processes of learning as well as the products of these processes (El-Koumy, 2003: 8). While being assessed by means of this assessment, foreign
language learners are more involved in the assessment tasks and demonstrate their knowledge in the content-based area. Itprovides in-depth information on academic purposes and creates an environment where students are involved in activities that stimulate cognitive, analysis, and creativity. It is in accordance with Abedi (2010: 1) who states that performance assessment provides an opportunity for English language learners to demonstrate a more comprehensive picture of what they know and can do. To implement this assessment, teachers should become assured about what they will assess and how they will assess students’ performance. Therefore, threefold tightly bounded prominent components namely performance task, performance rubric, and scoring guide which represent objective attributes of genuine performance assessment are required (Popham, 2007: 174; Marhaeni, 2010: 5). Undergoing a writing classroom experience engrossing performance assessment, students are guided through required criteria in producing a writing piece. As defined by Nitko (2001: 240) performance assessment is the type of assessment that “(1) presents a hands-on task to a student and (2) uses clearly defined criteria to evaluate how well the student achieved the application specified by the learning target”. Content, organization, structure, style and diction, and mechanism are the criteria (Marhaeni, 2010: 7) which are used as the dimensions in building rubric and checklist to guide students in writing. Since students themselves need to be involved in the process of assessing their own performance (Barnes, 1999; Campbell et al., 2000; O'Neil, 1992; Santos, 1997 as stated in El-Koumy, 2003: 29), the checklist is occupied through which self-assessment and peer-assessment activities conducted. 3
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
To sum up, based on the previous elucidation, it was conducted a research on the implementation of performance assessment in the attempt to improve the II E students’ writing skill. This study was, subsequently, intended to scrutinize whether or not the writing skill of II E students can be enhanced through performance assessment. Furthermore, it was also intended to investigate the students’ response towards the implementation of performance assessment in enhancing their writing skill. RESEARCH METHOD This undertaking study was a classroom action research which aimed at improving writing skill of the II E freshmen majoring English education in FKIP UNMAS Denpasar through performance assessment. There were 24 participants, 8 males and 16 females. The research was conducted within continual cycles with four activities in each cycle namely; planning, action, observation, and reflection. To obtain the data, the instruments were performance test, scoring rubric, and questionnaire. The performance test made use five criteria (content, organization, grammar, style, and mechanism) which were adapted from Marhaeni (2005) and soon after were used into analytical scoring rubric. The scoring rubric was well built to ensure an objective and valid scoring of the performance task. The questionnaire, in contrary, consisted of 15 statements with 5 likert scales. Meanwhile, for the treatment instruments, lesson plans, writing checklist, and teaching handouts were employed. The collected data was analyzed qualitatively and quantitatively by means of descriptive statistical analysis. FINDING AND DISCUSSION Findings 4
ISSN 2087-9016
This research was done concerning the urgency of English writing skill. The collected data can be listed as follows: Pre-Test The current research was initiated by an observation involving administering performance test toward the participants. The students’ prior writing skill was identified after taking the writing performance test, of which was represented by the mean score 67.2 (categorized insufficient). The test resulted on4 participants (16.67%) passed the passing grade (>75); in contrast, 20 participants (83.33%) were below the passing grade (< 75). Cycle I The first cycle comprised 3 meetings for teaching sessions and 1 meeting for posttest session. In each meeting session, four steps were conducted, simply named plan, action, observation, and reflection. Additionally, in each meeting, it was conducted writing processes involving 5 different interconnected phases (outlining, drafting, revising, editing, and publishing. The teaching material was Logical Division of Idea Paragraph. Post-test I was administered towards all participants who were assessed by using analytical scoring rubric. The performance task that the students must do was creating a Logical Division of Idea Paragraph. The calculated means score resulted on 74.6 which was slightly below the passing score. Comparing with the pre-test result, the posttest result was better wherein several participants passed the passing score. They were 18 numbers in total or 75% of all participants under the research whose scores were greater than the passing score and 6 participants (25%) failed in going above the passing score.
Anak Agung Putri Maharani - Improving The Students’ Writing Skill …..
In the attempt to identify the participants’ response towards the implementation of performance assessment, a 15 item with 5 scale questionnaire was given. It was statistically found that 22.66 % of the participants strongly agreed, 25.98%of the participants agreed, 19.94% of the participants doubted, 21.15% of the participants disagreed, and 10.27% of the participants strongly disagreed with the implementation of performance assessment. Cycle II The cycle II was conducted to overcome the demerits of the former cycle along with to change the insufficient score of the participants into good satisfactory score. This latter cycle was attentively designed pondering both the strengths and weaknesses of the former cycle. Similarly, four meetings were carried out; 3 meetings for teaching sessions and 1 meeting for post-test session. The teaching material was Narrative Paragraph. Video was added during the class to bring new atmosphere and to stimulate the participants’ attention and learning motivation. In post-test II, the performance task was creating a Narrative Paragraph. After
conducting the second post-test, a valuable advance was obtained. The participants’ mean score on writing skill was 81.4 which categorized sufficient. In comparison with the pre-test and post-test I, almost all students exceeded the passing score. There were 20 participants(83.3%) who exceeded the passing score and only 4 participants (16.7%) whose score were equivalent to the passing score (75). Furthermore, the percentage of the students’ response also revealed valuable improvement. It was achieved that 40 % of the participants strongly agreed, 34.85% of the participants agreed, 10% of the participants doubted, 8.18% of the participants disagreed, and 6.97% of the participants strongly disagreed towards the implementation of performance assessment. Discussion Based on the result of data analysis, there were improvements in term of the students’ writing skill. The enhancements of mean scores on the students’ writing skill were displayed into threefold cohorts; pretest, cycle I, and cycle II. The enhancements are comparable which can be shown in the following tables:
Table 1.The Summary of the Mean Score on Writing Skill in Pre-Test, Cycle I, and Cycle II
Test
Mean Score
Pre-Test
67.2
Cycle I
74.6
Cycle II
81.4
In table 1, the improvement of the students’ mean scores on their writing skill were obviously seen. There were significant gradual positive changes of the mean scores in each cycle. It implies that the students’ obstacles in expressing their idea through
5
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
writing a paragraph were gradually decreased. Comparing with the mean score in the pre-test, the means score in cycle I was upgraded 7.4 points. The main score in cycle II had increased up to 6.8 points compared with the cycle I, but it was upgraded up to 14.2 points from the pre-test. The implementation of performance assessment in writing class has an impact on changes in knowledge and skills of the students. There are several reasons why performance assessment has positive impacts. As quoted from Marhaeni (2010: 6), performance assessment benefits students in language learning as follows: a) providing opportunities for students to compete with themselves and others in order to provide both real experience and understanding of what they know and what they do, b) being able to be integrated with the learning program, with the intention that the performance assessment supports the students’ learning, c) creating a more relevant learning to the real world, and d) providing complete and better information for teachers about understanding, difficulty, and students’ progress. These are in conformity with Basmantra (2011) who found that performance assessment provided a significant effect on the research participants’ writing skill which enabled them to make a good writing piece. The
ISSN 2087-9016
participants’ anxiety can be minimized because the students felt comfortable and passionate following the performance assessment process. In reality, students necessitate performance assessment based learning in order to make reliable decisions and judgments. This assessment includes selfassessment and peer assessment activities. Habituation on implementing assessment activities definitely motivates students to express a wide range of issues or experienced events into writing forms. They also learn to be honest, courageous judge, and appreciate the results of their work or others’ work. Performance assessment also encourages students to construct their own knowledge about the truthful writing rules as the result of observing, identifying mistakes in writing, and fixing those mistakes. The ability to identify various mistakes encourages students to write paragraphs more carefully in order to avoid repetition of the same mistakes when writing the next paragraph. To scrutinize the response of the students towards the implementation of performance assessment, the questionnaire was administered. It was found that the students gave positive response changes towards the implementation of performance assessment. The responses in each cycle can be described in table 2 as follows:
Table 2. The Summary of the Students’ Responses
Response (%) Cycle Cycle I Cycle II
6
Strongly Agree
Agree
Neutral
Disagree
22.66 40
25.98 34.85
19.94 10
21.15 8.18
Strongly Disagree 10.27 6.97
Anak Agung Putri Maharani - Improving The Students’ Writing Skill …..
Table 2 indicates that the students accepted performance assessment being implemented during the learning and teaching process. The students’ response to the application of performance assessment was good. It can be interpreted that performance assessment brings enjoyment for students and challenges them to learn. The performance assessment’s criteria are clear, therefore, it will be no subjective assessment. The interpretations are supported by the students’ active participation during lectures. Even, in its development, they were increasingly more creative in expressing their ideas and more cheerful when making a piece of writing. Even though performance assessment has been proved to be beneficial, its implementation certainly has constrains. Applying this assessment type spent much time and also needed attentive effort from both sides; the teacher and the students. At the beginning of the performance assessment implementation, the students needed an ample of time to produce a good paragraph. But, after several time of exercises, being guided by writing checklist, the students began to be skillful which afterward lessened the time consuming. Moreover, performance tasks may be discouraging to less able students. Passive students tended to like being spoon-fed by the teacher. They were afraid of challenging learning which requires their independence, critical thinking, and creativity to be productive. The next obstacle is the use of the writing checklist and writing components as the writing guidelines had run undeniable problematic. Students argued that the guidelines were incredibly complicated. At the beginning of using the writing checklist,
the students felt uncomfortable and had psychological barriers when they corrected and revised their work or their companions’ writing at peer assessment activity. They were hesitant in correcting someone’ work; moreover, they felt that their correction and revision were inaccurate. They were afraid if they criticized the right things. Opportunely, their opinion was gradually reduced as the result of the frequent exercises using the instruments, on campus or at home. They learned how to write well from their mistake and revision. Regarding the merits and demerits of the cycle I, the cycle II was accomplished wherein the researcher had done some revisions. First, the researchers prepared more intriguing learning media for the students. It aimed at reviving the learning enthusiasm of them. Second, the researcher re-explained and re-discussed the use of the checklist. The students were also convinced that their activities were only part of the learning process to produce great products or works. As the result, the students produced better works and felt freely revising and criticizing the work of others. The students were found more relaxed at the second cycle compared with the first cycle. Moreover, the improvement in the second cycle provides a good effect on the students’ writing skill which can be proven by the obtained mean score reached 81.4. Based on existing findings and foresaid discussion, it can be proved that performance assessment and any activities within it were able to advance the writing skill of the students as well as to bring a positive impact on the student’s psychological condition in which they became more comfortable and motivated in
7
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
learning and confidently affirming point of view. Similarly, Darling-Hammond (2006: 655) as stated in Abedi (2010: 3) indicate that performance assessments that require students to evaluate and solve complex problems, conduct research, write extensively, and demonstrate their learning in projects, and exhibitions have proven key to motivating students and attaining high levels of learning. Increasing the level of motivation is important for English students because they need encouragement and support in their academic endeavors. Performance assessment also provided transparency for the students’ assessment. Thus, applying performance assessment as an alternative assessment instead of traditional assessment may help teachers to make better judgment about students’ writing skill. CONCLUSION Conclusions Based on the research findings and discussion, it can be concluded that the students’ writing skill could be enhanced through performance assessment which was proved by the mean score at pre-test was 67.2 changed into 74.6 in the cycle I, and into 81.4 in the cycle II. The students were also found giving positive responses towards the implementation of performance assessment during their writing activities. In the cycle I, it was statistically found that 22.66 % of the participants strongly agreed, 25.98% of the participants agreed, 19.94% of the participants doubted, 21.15% of the participants disagreed, and 10.27% of the participants strongly disagreed with the implementation of performance assessment. In the cycle II, the percentage of the students’ response revealed valuable improvement. It was achieved that 40 % of the participants 8
ISSN 2087-9016
strongly agreed, 34.85% of the participants agreed, 10% of the participants doubted, 8.18% of the participants disagreed, and 6.97% of the participants strongly disagreed towards the implementation of performance assessment. Suggestions Considering the merits and demerits of this current research, suggestions are able to be proposed: 1. It is recommended for English teachers to apply performance assessment as an alternative authentic assessment in writing activity. 2. It is suggested for other researchers to conduct other studies researching participants from different levels such as students from primary schools, junior-high schools, or senior-high schools, gifted students, students at risk of academic failure, and disabled students. It would be worth exploring whether performance assessment would still be favorable to these other groups. 3. It is suggested for other researchers to compare performance assessment to other types of authentic assessments in order to consider which one provides more gains for the enhancement of the English writing skill. References Abedi, J. (2010). Performance Assessments for English Language Learners. Stanford, CA: Stanford University, Stanford Center for Opportunity Policy in Education. Retrieved from https://scale.stanford.edu/system/files/p erformance-assessments-englishlanguage-learners.pdf, downloaded on 1st of December 2012.
Anak Agung Putri Maharani - Improving The Students’ Writing Skill …..
Basmantra, I. N. (2011). The Effect of Performance-Assessment and Anxiety on Students’ Writing Competency of Grade X Students of SMA Negeri 1 Amlapura. (Unpublished thesis). Undiksha, Singaraja El-Koumy, A. S. (2003). Language Performance Assessment: Current Trends in Theory and Research; Full Professor of Teaching English as a Foreign Language .School of Education in Suez ; Suez Canal University. Retrieved from http://www.eric.ed.gov/PDFS/ED49057 4.pdf, downloaded on 3rd of October 2013. Hook Jc. and Evans B. (2004). Define Writing as A Tool for Communication. Retrieved from http://www.sil.org/lingualinks/literacy/r eferencematerials/glossaryofliteracyter ms/whatarewritingskills.htm, downloaded on 3rd of November 2014. Marhaeni, A.A.I.N. (2005). Pengaruh Asesmen Portifolio dan Motivasi Berprestasi Dalam Belajar Bahasa Inggris Terhadap Kemampuan Menulis Dalam Bahasa Inggris. Universitas Negeri Jakarta, Jakarta. Marhaeni, A.A.I.N. (2010). Pembelajaran Inovatif dan Asesmen Otentik dalam Rangka Menciptakan Pembelajaran yang Efektif dan Produktif. Undiksha, Singaraja. Nitko, A. (2001). Educational Assessment of Students. New Jersey: Merrill. Popham, W. J. (2007). Classroom Assessment: What Teachers Need to Know, 5th Edition. New York: Pearson.
9
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING (QL) TERHADAP HASIL BELAJAR IPA BIOLOGI SISWA
Jamilah, Deden Ismail Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode Quantum Learning (QL) terhadap pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Tujuan penerapan model pembelajaran QL khususnya dalam mata pelajaran ekosistem adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian true experimental dengan menggunakan pretestposttest control group design. Model pembelajaran menggunakan model pembelajaran QL. Penelitian ini dilaksanakan di SMP WISATA Sanur dengan jumlah sampel sebanyak 71 orang siswa yang terdiri dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas yang diterapkan model pembelajaran QL adalah kelas eksperimen yang berjumlah 35 siswa yang terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan. Pada penelitian ini digunakan instrumen pengumpul data berupa tes hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini, hasil belajar anak diperoleh melalui pretest dan posttest yang diberikan kepada kelas kontrol (model pembelajaran secara langsung) dan kelas eksperimen (model pembelajaran QL). Masing-masing tes terdiri dari 30 soal dengan jenis soal sama antara soal pretest dan posttest. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan sangat nyata antara hasil belajar kelas eksperimen dan kontrol (P=0,000) antara sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran QL. Selain itu,terdapat perbedaan secara sangat nyata antara hasil belajar siswa perempuan dan laki-laki pada kelas eksperimen (P=0,000). Diharapkan metode pembelajaran QL dapat digunakan oleh guru sebagai metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kata kunci: Hasil belajar, model pembelajaran quantum learning, sawah subak, desa budaya kertalangu. ABSTRACT This research aimed at finding out the effect of Quantum Learning (QL) method toward sains learning process. The purpose of implementing QL model especially in ecosystem subject was to improve students’ result of learning. This reseach was done in SMP Wisata Sanur with the number of sample 71 students for both experiment and control group. The experiment group, with 35students: 16 boys and 19 girls, was treated using QL method. The data for this research were gathered through achievement test. The achievement test was administered through pretest and post test to both experiment and control group. Each of the test consist of 30 questions in which they both have the same type. The result of this study showed that there was significant difference between learning result o experiment group and control group
[10]
Jamilah, Deden Ismail - Pengaruh Penerapan Model …..
(p=0.000) before and after the implementation of QL method. There was also significant difference between the learning result of girls and boys in experiment class (p=0.000). It is hoped that QL method can be used by all teachers as a learning method in teaching and learning process at school. Key words: learning result, quantum learning model, subak rice fields, culture village kertalangu PENDAHULUAN Sikap kurang bergairah, kurang aktif, kelas kurang berpusat pada siswa, dan kadang-kadang ada yang bermain-main sendiri di dalam kelas, merupakan masalah yang dihadapi para guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pada kenyataannya potret pembelajaran sains di tingkat SMP sederajat cenderung monoton dengan aktivitas sains yang masih rendah (Herlina, 2012). Poerwanti (2008) menyatakan bahwa hasil belajar biasanya diukur dari nilai yang diperoleh siswa. Dengan menggunakan subak sebagai media pembelajaran, diharapkan s i s w a mampu m e n g e m b a n g k a n penghargaaan yang intuitif terhadap lingkungannya, mengacu kepada nilai budaya lokal yang mendukung tindakan politis dan memperluas pemahaman intelektual para siswa (Surata, 2006). Sementara itu, quantum learning (QL) adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif di sekolah dan bisnis untuk semua tipe orang dan segala usia (Porter et al., 2011). Pada proses pembelajarannya QL mengaitkan apa yang akan diajarkan guru dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan siswa sehari-hari seperti di rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi atau akademik siswa sehingga proses belajar di kelas menjadi menyenangkan dan membuat siswa bergairah untuk belajar.
Pelaksanaan komponen rancangan QL dikenal dengan singkatan “TANDUR”. “TANDUR” merupakan kepanjangan dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan (DePorter et al, dalam Wena, 2012). Berdasarkan uraian tersebut, pada penelitian ini diterapkan model pembelajaran QL, dengan tujuan meningkatkan hasil belajar siswa. QL diterapkan pada salah satu materi pelajaran biologi di kelas VII SMP WISATA Sanur, yaitu pada topik Ekosistem. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMP WISATA Sanur tahun pelajaran 2012/2013.Data dikumpulkan selama 4 bulan yaitu mulai dari tanggal 9 Januari sampai 17 April tahun 2013. Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian true eksperimental. Rancangan penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pretest-posttest control group design (Sarwono, 2008). Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran QL sedangkan pada kelas kontrol pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, dan tanya jawab. Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif berupa data tes hasil belajar siswa (skor pretest dan posttest pada kelas eksperimen
11
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
dan kelas kontrol). Tes terdiri dari 30 soal yang sudah disesuaikan dengan indikator pada pembelajaran ekosistem. Setiap soal jika dijawab dengan benar diberi skor (1), jika salah diberi skor (0), jumlah nilai skor jika benar secara keseluruhan adalah (30) untuk mendapatkan nilai test jumlah skor dibagi 3 sehingga apabila semua soal dapat dijawab dengan benar nilai testnya (10). Ketuntasan hasil belajar siswa mengikuti kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang sudah diterapkan oleh pihak sekolah yaitu sebesar 7,5. Data yang akan dianalisis adalah data yang diperoleh dari tes hasil belajar siswa dengan menggunakan uji T-TEST Dua Sampel Bebas. Sebelum analisis T-Test terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas pada data tes hasil belajar siswa. Uji Coba Tes Hasil Belajar Uji coba instrument berupa tes dilakukan kepada 40 orang siswa yang juga merupakan murid kelas VIII di SMP WISATA Sanur. Berdasarkan hasil uji coba tersebut, dari 40 soal yang terdiri dari 35 soal obyektif dan 5 soal essay berstruktur. Hasil uji validasi memutuskan sebanyak 32 soal diterima dan 8 soal yang dinyatakan gugur yaitu 5 soal obyektif dan 3 soal uraian. Masih dengan skor-skor seperti pada pengujian validitas, maka pengujian reabilitas dapat dilanjutkan. Jika koefisien reabilitas diatas 0.60 maka hasil dari angket memiliki tingkat reabilitas yang baik, atau dengan kata lain data hasil angket dapat dipercaya (Juliandi, 2007). Indeks internal 32 butir tes hasil belajar ditunjukkan oleh koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,901. Jadi keseluruhan instrument dianggap layak digunakan dalam penelitian.
12
ISSN 2087-9016
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang kurang pandai atau berkemampuan rendah (Arikunto, 2010). Untuk menganalisis daya beda butir soal digunakan rumus uji daya beda (Dantes, 2001). Kriteria soal yang baik adalah yang memiliki harga daya beda tes berkisar 0.4–0.8 (Dantes, 2001). Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawabnya, bukan dilihat dari sudut pandang guru sebagai pembuat soal. Uji tingkat kesukaran dapat dicari dengan rumus derajat kesukaran (Nurkancana, 1992). Kriteria soal yang baik adalah soal yang memiliki tingkat kesukaran berkisar antara 25% - 75%. Menurut Mehrens dan Lehman (dalam Santyasa, 2004), klasifikasi kualifikasi T.K: 0.00-0,30 adalah sukar; 0,310,70 adalah sedang; 0,71-1,00 adalah mudah (Nurkancana, 1992). Dari 30 butir soal yang digunakan memiliki tingkat kesukaran tes yaitu soal mudah 30% : sedang 40%: sukar 30%. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi umum ini meliputi deskripsi statistik dan hubungan jenis kelamin dengan hasil belajar siswa. Untuk data deskripsi statistik terdiri atas nilai rerata (mean) pretest dan posttest hasil belajar siswa, selisih nilai posttest–pretest pada kedua kelas, dan standar deviasi. Data tersebut disajikan pada tabel 1.
Jamilah, Deden Ismail - Pengaruh Penerapan Model …..
Tabel 1. Deskripsi statistik hasil belajar Variabel Rata-rata tes awal (± simpangan baku)
Eksperimen 4.94±0.649
Kontrol 4.91±0.658
Rata-rata tes akhir (± simpangan baku)
9.15±0.648
7.04±0.591
4.21
2.13
Selisih nilai tes akhir – tes awal Berdasarkan data yang tersaji pada tabel 1 terungkap bahwa terdapat perbedaan yang tidak nyata antara kelas kontrol (model pembelajaran secara langsung) dan kelas eksperimen (model pembelajaran QL). Pada kelas eksperimen rata-rata (mean) nilai pretest siswa didapat sebesar 4,94 dan posttest sebesar 9,15. Sedangkan pada kelas kontrol hasil nilai pretest siswa rata-rata sebesar 4,91 dan posttest didapat angka sebesar 7,04. Selisih kenaikan nilai test hasil belajar siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi 4,21 dibanding dengan kelas kontrol 2,13. Gambar peta pikiran yang dibuat secara berkelompok lebih bervariasi dibandingkan secara individu. Hal itu mungkin dipengaruhi oleh interaksi mereka pada saat berkelompok sehingga banyak ide yang tertuang manjadi satu gambaran peta pikiran yang menarik. Selain peta pikiran, pembuatan jurnal harian berupa catatan Tulis Susun (TS) dianggap sangat membantu siswa dalam mengingat mengulang dan mengevaluasi pelajaran. Pengujian terhadap persyaratanpersyaratan terhadap sebaran data hasil penelitian perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian hipotesis yaitu dengan uji normalitas dan homogenitas. Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov,
terungkap bahwa nilai signifikansi berada di atas taraf signifikansi (p > 0,05) untuk semua kelompok test baik pretest maupun posttest yang berasal dari kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Hal ini sesuai dengan kriteria uji normalitas, yaitu jika signifikansi yang diperoleh (p > 0,05), maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal (Sarwono, 2008). Berdasarkan ringkasan uji homogenitas levene statistik, terlihat bahwa (p > 0,05) yang artinya variansi setiap sampel sama (homogen). Berdasarkan uji prasyarat berupa uji normalitas dan homogenitas data yang telah dilakukan terlihat bahwa data hasil belajar dengan menggunakan metode QL memenuhi prasyarat sehingga pengujian hipotesa dapat dilakukan. Untuk menguji hipotesis yang diajukan digunakan uji t dua sampel bebas. Adapun hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H0 : µ1 ≤ µ2 Hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran QL kurang dari atau sama dengan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran secara langsung. Ha : µ1 > µ2 Hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran QL lebih baik daripada hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran secara langsung.
13
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
ISSN 2087-9016
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji T Dua Sampel Bebas Variabel Mean T Df Sig. Mean difference
Kelas Eksperimen 4,2095
9,237 69 0,000 2,07989
Berdasarkan hasil ringkasan hasil uji t dua sampel bebas yang disajikan pada tabel 2, terlihat bahwa nilai signifikansi hasil posttest yang diperoleh adalah (p < 0,01), dengan demikian H0 ditolak atau ada perbedaan sangat nyata antara pretes dan posttes hasil belajar siswa.
Kelas Kontrol 2,1296
Beberapa peubah seperti perbedaan jenis kelamin sangat kuat pengaruhnya terhadap nilai posttest hasil belajar siswa. Pengujian antara kedua variabel jenis kelamin dengan hasil belajar siswa antara kelas eksperimen dan kontrol menggunakan uji t dua sampel bebas. Data tersebut disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Hubungan Jenis Kelamin Dan Hasil Belajar Siswa. Variabel N Mean Df Sig. Mean difference
Kelas Eksperimen Perempuan Laki-laki 19 16 4,8246 3,4792 33 0,000 1,34539
Kelas Kontrol Perempuan Laki-laki 22 14 2,1061 2,1667 34 0,841 -0,06061
Pembahasan Dari hasil penelitian merupakan produk dari pembelajaran QL yang didesain melalui pemanfaatan sawah subak Desa Budaya Kertalangu sebagai media pembelajaran. Pada penelitian ini, hasil belajar yang dimaksud difokuskan hanya pada ranah kognitif yang diperoleh melalui pemberian tes. Hasil observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa dimana sebelumnya hasil belajar biologi siswa kelas VII SMP WISATA Sanur belum mencapai KKM (7,5). Hal ini diduga disebabkan tidak relevannya penggunaan model pembelajaran dan sumber belajar bagi siswa yang sehariharinya hanya menggunakan buku dan mendengar penjelasan guru. 14
Setelah penelitian dilakukan dan juga dilakukan analisis data, diperoleh hasil bahwa hasil belajar siswa kelas VII SMP WISATA Sanur mengalami peningkatan. Sebelum diterapkan model pembelajaran QL nilai rata-rata pretes siswa kelas eksperimen adalah 4,94 setelah mengikuti model pembelajaran QL hasil posttes menunjukkan nilai rata-rata sebesar 9,15. Peningkatan hasil belajar ini dapat terjadi karena melalui model pembelajaran QL guru melakukan kegiatan belajar mengajar dengan mengaitkan materi pembelajaran pada sebuah peristiwa, pikiran, dan penggunaan bahasa yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari siswa. Pemakaian
Jamilah, Deden Ismail - Pengaruh Penerapan Model …..
musik, games serta penggunaan berbagai metode didalam model pembelajaran QL yang disajikan secara bergantian, membuat siswa menikmati kegiatan belajarnya dan tidak merasakan belajar yang monoton. Hal ini dapat menarik minat siswa karena dalam kegiatan model pembelajaran ini selain mendapat pengalaman yang bermakna siswa akan nyaman untuk belajar, sehingga siswa menjadi berpikir positif, termotivasi, terampil dalam belajar, percaya diri sehingga hasil belajar siswapun ikut meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Porter dan Hernacki (2011) yang menjelaskan bahwa dengan belajar menggunakan QL siswa akan berpikir positif, termotivasi, menambah keterampilan belajar, kepercayaan diri dan meningkatkan hasil belajar. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Dikrullah (2011) yang menyatakan model pembelajaran QL dapat meningkatkan minat belajar siswa sehingga pada akhirnya hasil belajar siswa pun ikut meningkat Pemahaman ini juga diperkuat oleh adanya rancangan pembelajaran yang menuntut kesiapan menginformasikan data, kesiapan menjawab pertanyaan, kesiapan menerima adanya pendapat yang berbeda, dan kesiapan memberikan penguatan atau pemantapan data yang disampaikan. Melalui kegiatan presentasi kelas, siswa dihadapkan dengan kenyataan bahwa pengamatan yang dilakukan pihak lain dalam satu objek yang sama sekalipun berpotensi melahirkan perbedaan apresiasi dan perlu adanya diskusi untuk menyamakan persepsi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusno dan Susanto (2011) yang mengungkapkan bahwa pembelajaran QL lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran langsung, hal itu bisa
dilihat dengan adanya perbedaan yang signifikan dimana pembelajaran yang menggunakan QL memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding belajar dengan menggunakan pembelajaran langsung. Penelitian lain yang relevan mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Septianawati (2013), yang mengungkapkan bahwa pembelajaran menggunakan metode diskusi dengan pendekatan pembelajaran QL lebih efektif meningkatkan prestasi belajar siswa bila dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran langsung. Dengan pembelajaran yang menyenangkan diharapkan siswa menjadi termotivasi dalam belajarnya dan secara tidak langsung siswa menjadi semakin berprestasi. Untuk itu pembelajaran QL berbasis subak merupakan pembelajaran yang efektif bila diterapkan dalam proses belajar mengajar di sekolah karena di dalam pembelajarannya guru masuk ke dalam dunia siswa dengan belajar menggunakan games, musik serta mengadakan pengamatan langsung dengan lingkungan di sekitar siswa sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran QL lebih baik dibandingkan dengan metode pembelajaran langsung pada mata pelajaran IPA pokok bahasan ekosistem di SMP WISATA Sanur. Terdapat perbedaan yang sangat nyata antara hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, dimana siswa yang mendapatkan pembelajaran QL memperoleh hasil belajar yang lebih baik.
15
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan paparan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukankan simpulan sebagai berikut: Terdapat peningkatan secara, sangat signifikan (p < 0,01) artinya hasil belajar siswa kelas VII SMP WISATA Sanur tahun pada tahun ajaran 2012/2013 yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran QL serta memanfaatkan subak sawah Desa Kertalangu sebagai sumber belajar dalam pokok bahasan ekosistem lebih baik, bila dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran secara langsung.
ISSN 2087-9016
berkaitan dalam kegiatan belajar mengajar. Di samping itu, perlu digunakannya isu-isu lingkungan global dan lokal untuk menjadi bahan ajar materi di dalam kelas. Dengan begitu, diharapkan siswa dapat melakukan langkah yang konkrit dalam menangani masalah lingkungan di sekitar mereka. Peneliti menyarankan pihak lain untuk melakukakan penelitian yang sejenis dengan jumlah subjek yang lebih besar dengan menggunakan isu-isu lingkungan global dan lokal untuk menjadi bahan ajar materi di dalam kelas. Dengan begitu, diharapkan siswa dapat melakukan langkah yang konkrit dalam menangani masalah lingkungan di sekitar mereka.
Saran Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut terutama dengan tujuan khusus untuk menilai dan mengukur tingkat pendekatan seni di dalam peta pikiran dan catatan ts yang dibuat oleh siswa yang
Ucapan Terima Kasih Artikel ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang didanai dari Proyek Penelitian yang dilakukan oleh Bapak Dosen Prof. Dr. Sang Putu Kaler Surata, MSi.
Daftar Pustaka Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Dantes, N. (2001). Daya Pembeda Tes. Singaraja: P2LPTK Depdikbud. Dikrullah, D. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Quantum Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK). (Skripsi yang tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Herlina, L. (2012). “Pembelajaran Tandur Berbasis TIK Pada Materi Pengelolaan Lingkungan”. Unnes Journal of Biology Education, 1(2): 59-63.
Juliandi, A. (2007). Teknik Pengujian Validitas dan Reabilitas. Diunduh dari http://www.azuarjuliandi.com/2009/08/ 02/elearning/ pada tanggal 5 Januari 2013. Kusno & Susanto, J. (2011). Effectiveness of Quantum Learning for Teaching Linear Program at the Muhammadiyah Senior High School of Purwokerto in Central Java, Indonesia. EDUCARE: International Journal for Educational Studies, 4(1): 84–92. Diunduh dari http://www.educareijes.com/educarefiles/File/ 07.kusno.joko.ump.id.pdf pada tanggal 11 Januari 2013.
16
Jamilah, Deden Ismail - Pengaruh Penerapan Model …..
Nurkancana, W. (1992). Evaluasi Pendidikan. Bandung: Pustaka. Poerwanti, E. (2008). Asessmen Pembelajaran, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdiknas. Porter, B. D. & Hernacki, M. (2011). Quantum Learning. Bandung: Kaifa. Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Santyasa, I. W. (2004). Pengaruh Model Pembelajaran Perubahan Kognitif dan Belajar Kooperatif terhadap Remidiasi Miskonsepsi dan Hasil Belajar IPA Siswa SMU. (Disertasi yang tidak diterbitkan). Universitas Negeri Malang, Malang. Surata, S.P.K. (2006). Kegiatan Menggambar Berbasis Subak sebagai Model Pendidikan Lingkungan bagi Siswa SD di Bali. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 13 (2): 166-174. Sarwono, J. (2008). Statistik itu mudah: Panduan Lengkap Untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET. Septianawati, D. (2013). “Efektivitas Penerapan Modul Diskusi Dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dan Pendekatan Quantum Learning (QL) Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Siswa Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Lampung Tim”. Jurnal Pasca UNS, 1(2): 143-152. Wena, M. (2012). Strategi pembelajaran inovatif kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.
17
ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA DALAM MENGKONSTRUKSI KONSEP TRIGONOMETRI
I Gusti Ayu Putu Arya Wulandari, dan Kadek Rahayu Puspadewi Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kesalahan dan miskonsepsi yang secara umum terjadi ketika mahasiswa mengerjakan soal trigonometri serta hambatan yang dialami mahasiswa dalam memahami konsep trigonometri. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara dan tes tertulis. Subjek penelitian ini adalah 78 mahasiswa program studi pendidikan matematika semester 1 universitas Mahasaraswati Denpasar tahun ajaran 2014/2015. Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan instrumen pendukungnya adalah tes diagnostik. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu studi pendahuluan, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. Analisis data penelitian ini terdiri dari tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dua jenis kesalahan yang dilakukan mahasiswa yaitu kesalahan konsep dan kesalahan menggunakan data yang meliputi kesalahan dalam menerapkan rumus, kesalahan dalam menentukan nilai perbandingan trigonometri pada sudut istimewa dan di tiap-tiap kuadran, kesalahan dalam memahami materi prasyarat, kesalahan dalam menggambarkan dan menentukan nilai maksimum/minimum pada fungsi trigonometri. Sedangkan hambatan mahasiswa dalam memahami konsep trigonometri diantaranya : kurangnya pemahaman materi prasyarat mahasiswa dalam mempelajari trigonometri, kurangnya perhatian mahasiswa dalam menyimak dan mempelajari apa yang dijelaskan oleh dosen, kurangnya latihan soal yang dilakukan mahasiswa untuk mengasah dan menanamkan konsep trigonometri dengan baik. Kata kunci: konsep, trigonometri, hambatan, kesalahan siswa. ABSTRACT The purpose of this research was to analyze the mistake and misconception which happened in general when students doing the trigonometry and also the problem faced by students in understanding the concept of trigonometry. This is a qualitative research in which the data were collected through interview and written test. The subjects of this research were 78 first semester students of mathematic study program Mahasaraswati Denpasar University in the academic year 2014/2015. The main instrument used in this research was the researcher herself with the help of diagnostic test. This research was done in three phase; which are the introductory study, planning, and, implementation. The process of data analysis in this study was also done in three phase namely data reduction data display and verification for drawing the conclusion. The result of this research showed that there are two types of mistake done by the students they were misconception and mistake in using data including mistake in choosing [18]
I Gusti Ayu Putu Arya Wulandari, Kadek Rahayu Puspadewi - Analisis Kesalahan Mahasiswa …..
the formula, mistake in deciding the comparative value on special angle in each of the quadrant, mistake in understanding the prerequisite materials, mistake in drawing and determining the maximum/minimum value of trigonometry function, students’ lack of attention and understanding upon the materials explained by the lecturer, lack of practices in enhancing and understanding the trigonometry concept. Key words: concept, trigonometry, problems, mistakes PENDAHULUAN Umumnya, proses pembelajaran khususnya pada mata pelajaran matematika tidaklah selalu berjalan lancar, tapi ada kalanya mengalami hambatan-hambatan atau kesulitan–kesulitan. Hambatan ini muncul ketika peserta didik tidak mampu menyelesaikan kasus yang diberikan berupa pada pemecahan masalah, penerapan pengetahuan dan manipulasi masalah. Ketika peserta didik bertemu dengan kata-masalah, pengetahuan non-sistematis dan belum lengkap yang mereka miliki bisa menyebabkan terjadinya kesalahan konseptual (Orhun, 2002). Hal ini berarti bahwa ketika peserta didik mengembangkan masalah, menganalisis masalah, menjelaskan hasil dan mengkonfirmasikan proses yang tidak dipahami dengan baik, peserta didik keluar dari kreativitas dan cenderung menyelesaikan soal dengan cara yang kurang sesuai. Kinerja peserta didik yang buruk dalam memecahkan masalah matematika selain disebabkan karena kesulitan yang mereka hadapi saat memecahkan masalah matematika atau karena kesalahan umum yang mereka melakukan ketika memecahkan masalah dalam matematika. Mungkin juga disebabkan oleh ketidakmampuan guru untuk mendiagnosa dan mengidentifikasi kesalahan ini pada peserta didik, maupun penggunaan metode yang tidak pantas atau bahkan strategi yang digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep matematika tertentu (Oladayo
et al., 2014). Hal ini ditunjukkan dalam penelitian Alamina & Oladayo (2009) yang mengidentifikasi bahwa baik guru dan peserta didik telah menemukan kesulitan untuk mengajar dan belajar matematika. Peserta didik juga merasa sulit untuk memecahkan masalah matematika secara akurat; mereka melakukan sejumlah kesalahan saat memecahkan masalah dalam matematika. Aminu (2008) menegaskan bahwa persepsi dan sikap peserta didik terhadap matematika cenderung negatif. Lebih lanjut, Ogunkunle & Oladayo (2012) menyatakan bahwa ketidakmampuan guru untuk mendiagnosa kesalahan dan kesulitan belajar antara faktor-faktor lain mungkin memberikan kontribusi terhadap kinerja peserta didik yang buruk dalam matematika. Dalam studi lain, Ekwueme (2006) menemukan bahwa kesalahan proses dan kesulitan yang dilakukan oleh peserta didik mungkin telah berkontribusi terhadap kinerja yang buruk dalam matematika. Kesalahan yang sering dilakukan peserta didik dalam memecahkan permasalahan matematika apabila tidak segera diperbaiki baik oleh guru maupun peserta didik sendiri maka akan berdampak pada pemahaman konsep yang dimiliki peserta didik ketika mereka memasuki jenjang universitas. Salah satu mata kuliah pada Matematika yang dipelajari peserta didik di tingkat universitas adalah trigonometri.
19
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
Kesulitan belajar Matematika yang dialami peserta didik berarti juga kesulitan belajar pada bagian-bagian Matematika tersebut. Kesulitan tersebut dapat hanya satu bagian saja, dapat juga lebih dari satu bagian Matematika yang dipelajari. Ditinjau dari keragaman sub-bahasan pada trigonometri bahwa satu bahasan berkaitan dengan satu atau lebih bahasan yang lain, maka kesulitan peserta didik pada suatu bahasan akan berdampak kesulitan satu atau lebih bahasan yang lain. Hal ini menuntut dosen untuk lebih aktif dalam melakukan analisis kesalahan yang cenderung dilakukan oleh peserta didik, sehingga dosen dapat menemukan solusi terbaik dalam membantu peserta didik untuk lebih memahami dan menguasai kompetensi pada materi trigonometri. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, umumnya kesalahan peserta didik dalam memahami konsep trigonometri juga dipengaruhi oleh kemampuan pemahaman konsep yang dimiliki oleh guru mereka pada jenjang sebelumnya. Untuk itu, penting dilakukan analisis terlebih dahulu pada calon guru (dalam hal ini mahasiswa pendidikan Matematika) untuk mendeteksi seberapa jauh pemahaman mereka terhadap konsep trigonometri agar selanjutnya dapat mengajar dengan baik dan menanamkan konsep yang tepat bagi siswa mereka. Dengan adanya kenyataan tersebut, perlu dilakukan identifikasi untuk dapat mengetahui kesulitan yang dialami mahsiswa dalam memahami materi trignometri dengan menelusuri letak kesalahan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah yang terkait dengan trigonometri, sehingga mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan materi trigonometri bisa diperbaiki sehingga kesalahan yang
20
ISSN 2087-9016
sama tidak terulang lagi ketika mereka melakukan pembelajaran di kelas. METODE PENELITIAN Untuk mendapatkan data penelitian, metode pengumpulan data sebagai berikut:a) Tes tertulis, tes yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tes berbentuk uraian. Jumlah soal yang diberikan adalah 9 jenis soal yang harus dikerjakan. b) Wawancara, Wawancara yang digunakan adalah wawancara tak terstruktur, yaitu untuk menemukan informasi yang tidak baku untuk lebih mendalami suatu masalah yang menekankan pada penyimpangan, penafsiran yang tak lazim, penafsiran kembali, atau pendekatan barudalam menyelesaikan soal. Jawaban dari siswa yang diwawancarai inilah nantinya yang akan dijadikan sebagai dasar untuk menemukan faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan konsep trigonometri. c) Lembar validasi soal, Untuk mengetahui apakah instrumen yang telah dibuat oleh peneliti benar-benar valid maka instrumen harus divalidasi oleh validator. Oleh karena itu dibutuhkan lembar validasi tes untuk mengetahui valid atau tidaknya soal-soal yang telah dibuat. Data validasi soaldikumpulkan dengan cara memberikan lembar validasi soal kepada validator, yaitu dua orang dosen matematika Validator akan memberikan penilaian terhadap setiap deskriptor yang ada dalam lembar validasi soal tersebut. Analisis data dilakukan setelah pengumpulan data. Data penelitian yang terkumpul terdiri dari hasil observasi, hasil tes tertulis, hasil wawancara dan hasil catatan lapangan. Teknik analisis data mengacu pada
I Gusti Ayu Putu Arya Wulandari, Kadek Rahayu Puspadewi - Analisis Kesalahan Mahasiswa …..
pendapat Miles dan Huberman (1992) yang menyatakan bahwa kegiatan analisis data menggunakan tiga tahap, yaitu tahap reduksi data, tahap penyajian data, dan tahap penyimpulan dan verifikasi data c) Data Hasil Dokumentasi, Data hasil dokumentasi yang telah diperoleh yaitu berupa lembar jawaban mahasiswa dalam menyelesaikan soal tes yang diberikan. Dijadikan sebagai Soal
No.
bukti pengujian soal tes yang diberikan kepada mahasiswa, data ini nantinya sebagai bukti penguatan data bagi peneliti. Hasil Berdasarkan 9 jenis soal yang dikerjakan mahasiswa, dapat dideskripsikan kesalahan - kesalahan yang dilakukan mahasiswa sebagai berikut: Deskripsi Kesalahan
1.
Tentukanlah nilai perbandingan trigonometri berikut : a) Cos 1500 b) Tan 3300
a. Mahasiswa melakukan kesalahan dalam menentukan nilai dari cos 1500 dan tan 3300 b. Mahasiswa melakukan kesalahan dalam menentukan tanda (-) pada kuadran yang berbeda. c. Mahasiswa melakukan kesalahan dalam mempergunakan rumus perbandingan trigonometri untuk sudut yang berelasi secara tepat
2.
Tentukanlah nilai dari sin 2 1200 cos 2 1200 ....
a. Mahasiswa melakukan kesalahan dengan mengabaikan kuadrat baik dari fungsi sin ataupun cos. b. Mahasiswa melakukan kesalahan dalam menjumlahkan bilangan bilangan berakar dan bilangan yang tidak berakar.
3.
a. Mahasiswa melakukan kesalahan karena 24 . Jika A sudut tidak menyadari bahwa baik nilai sin ataupun 7 cos hanya berada pada rentang -1 sampai 1. lancip, maka tentukan nilai sinA + b. Mahasiswa mengerjakan soal dengan tidak cosA jelas Diketahui tan A=
4.
Diketahui sebuah segitiga ABC dan siku-siku di titik C, 300 , dan panjang sisi AB = 30 cm, maka tentukan panjang AC.
a. Mahasiswa melakukan kesalahan dalam menggunakan rumus yang sesuai b. Mahasiswa melakukan kesalahan dalam memahami maksud dari soal
5.
Hitunglah luas segilima beraturan jika diketahui panjang sisinya masing-masing adalah 5 cm.
a. Mahasiswa melakukan kesalahan dalam menginterpretasikan soal. b. Tidak menjawab sama sekali c. Mahasiswa melakukan kesalahan dalam menggunakan rumus yang sesuai
6.
Gambarlah grafik dari fungsi:
a. Mahasiswa tidak bisa menentukan batasan pada sumbu y. b. Mahasiswa tidak bisa membedakan mana bentuk gambar kurva atau garis lurus pada trigonometri
a)
y 4 sint untuk t [0,2 ]
b)
y sin t untuk t [
3 2
,
2
]
21
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
Soal
No.
Deskripsi Kesalahan a. Mahasiswa belum bisa menentukan nilai positif atau negatif pada perbandingan trigonometri di tiap-tiap kuadran b. Mahasiswa belum bisa menentukan bentuk lain dari cosecan dan secan c. Mahasiswa belum bisa menentukan nilai perbandingan trigonometri pada sudut-sudut istimewa.
7.
8.
Selesaikan soal berikut: a. Tuliskan tan cot dalam sin cos , bentuk dan kemudian sederhanakan bentuk tersebut! b. Tuliskan (1 cos )(1 sec ) dalam bentuk sin dan cos , kemudian sederhanakan bentuk tersebut! Tentukanlah nilai a! b = 10 A 0 120 c=5 a
9.
C
Tentukanlah nilai a! C b = 12
A
30 0
c=8
a. Mahasiswa melakukan kesalahan dalam menyederhanakan bentuk sec. b. Mahasiswa mengalami hambatan dalam menyederha-nakan bentuk 1 cos 2
a. Mahasiswa belum bisa menentukan perbedaan antara segitiga siku-siku dan segitiga lainnya. b. Mahasiswa belum bisa menyamakan penyebut c. Mahasiswa melakukan kesalahan dalam mengalikan nilai negatif dan nilai negatif d. Mahasiswa masih mengalami kendala dalam menyederhanakan bentuk identitas trigonometri
B
a
B
Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan verifikasi atau pengecekan data diperoleh jenis-jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada materi trigonometri beserta faktor penyebabnya adalah sebagai berikut: (a) Kesalahan konsep yang terdiri atas (i) Kesalahan dalam 22
ISSN 2087-9016
menerapkan rumus. Berdasarkan hasil analisis tes dan wawancara, dapat diketahui bahwa sebagian mahasiswa belum bisa mengingat dan memahami rumus trigonometri dengan tepat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya perhatian mahasiswa ketika dosen ataupun guru sebelumnya ketika menjelaskan konsep trigonometri. Sedangkan penyebab lainnya
I Gusti Ayu Putu Arya Wulandari, Kadek Rahayu Puspadewi - Analisis Kesalahan Mahasiswa …..
dikarenakan mahasiswa kurang teliti dalam memahami maksud soal sehingga rumus yang digunakan berbeda dengan rumus yang diinginkan pada soal. Salah satu contohnya terdapat pada jawaban mahasiswa pada soal nomor 7, dimana sebagian mahasiswa menggunakan rumus yang tidak sesuai dengan apa yang diketahui yaitu dengan menyederhanakan bentuk sin 1200 ke dalam bentuk sin (900+300) = sin 300 . Padahal rumus yang benar berdasarkan bentuk tersebut adalah sin (900+300) = cos 300. (ii) Kesalahan dalam menyamakan penyebut Berdasarkan hasil analisis tes dan wawancara, dapat diketahui bahwa sebagian mahasiswa ada yang memang belum memahami konsep menyamakan penyebut dan sebagian lainnya disebabkan karena kurang telitinya mahasiswa dalam membuat jawaban. Padahal menyamakan penyebut adalah salah satu materi prasyarat yang harus dikuasai mahasiswa dalam mempelajari matematika tingkat lanjut. (iii) Kesalahan dalam menyederhanakan bentuk trigonometri. Berdasarkan hasil analisis tes dan wawancara, dapat diketahui bahwa sebagian mahasiswa sebenarnya sudah memahami konsep dasar trigonometri, hanya saja mahasiswa terlalu terburu-buru dalam menyelesaikan soal dan kurang melakukan refleksi terhadap jawaban yang telah dibuatnya. Salah satu kesalahan yang dilakukan oleh sebagian mahasiswa adalah pada soal nomor 8, tampak bahwa mahasiswa melakukan beberapa kesalahan. Kesalahan yang paling nampak terlihat adalah (1) mahasiswa belum bisa menyederhanakan tan bentuk yang seharusnya bisa sin dan bukan disederhanakan menjadi cos sin cos , 2) mahasiswa belum bisa menyederhanakan bentuk cot yang
seharusnya bisa disederhanakan menjadi 1 1 dan bukan . tan sin cos (3) mahasiswa belum bisa menyederhanakan bentuk sec yang seharusnya bisa 1 disederhanakan menjadi . cos (4) mahasiswa belum bisa memahami bahwa bentuk sin cos 1 , 1 cos 2 2 cos . (iv) Kesalahan dalam menjumlahkan bilangan berakar dengan bilangan tak berakar. Berdasarkan hasil tes dan wawancara, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian mahasiswa belum bisa memahami apakah bilangan berakar jika dijumlahkan dengan bilangan tak berakar akan menghasilkan bilangan berakar atau tidak. (v) Kesalahan dalam menentukan nilai perbandingan trigonometri pada sudut-sudut istimewa. Berdasarkan hasil tes dan wawancara, dapat disimpulkan bahwa sebagian mahasiswa masih belum bisa menghafal dan mengingat nilai-nilai fungsi trigonometri dengan baik pada sudut-sudut istimewa. Hal ini mungkin saja disebabkan oleh kurangnya latihan soal yang dipelajari oleh mahasiswa sehingga belum mampu mengingat dengan baik nilai fungsi trigonometri tersebut. (vi) Kesalahan dalam menentukan nilai positif atau negatif dari fungsi trigonometri pada masing-masing kuadran. Tipe kesalahan yang kedua adalah kesalahan menggunakan data. Berdasarkan hasil tes dan analisis wawancara, dapat diketahui bahwa sebagian mahasiswa salah dalam memahami apa yang diketahui dan disesuaikan dengan rumus yang digunakan. Adapun beberapa kesalahan yang dilakukan pada tipe ini adalah: (i) Kesalahan dalam menentukan gambar fungsi pada trigonometri.
23
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
Berdasarkan hasil tes dan analisis wawancara, dapat diketahui bahwa sebagian mahasiswa dalam menggambar grafik fungsi sinus masih menggunakan data yang terlalu sedikit dengan jarak antara satu data dengan yang lainnya berada pada rentang yang sangat lebar, sehingga hal ini belumlah cukup untuk memprediksikan bentuk grafik yang sesungguhnya. (ii) Kesalahan dalam menentukan batasan pada sumbu y. Berdasarkan hasil tes dan wawancara. Dapat disimpulkan bahwa sebagian mahasiswa masih belum dapat menentukan nilai batasan pada sumbu y. Hal ini disebabkan karena kekurangtelitian mahasiswa dalam membuat tabel dan memasukkannya ke dalam grafik. (iii) Kesalahan dalam menentukan rentang/ batasan nilai dari sinus dan cosinus. (iv) Berdasarkan hasil tes dan wawancara. dapat disimpulkan bahwa sebagian mahasiswa masih belum dapat menentukan batasan sinA, tampak bahwa mahasiswa menganggap bahwa nilai dari sin A adalah 24 dan nilai dari cos A adalah 7 berdasarkan pada rumus sin A 24 dari tan A . Padahal nilai sin cos A 7 dan cos masing-masing berada pada rentang 1 sampai 1. Kesimpulan Berdasarkan kajian teori yang didukung oleh hasil penelitian serta mengacu pada tujuan penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Jenis pertama kesalahan yang yang dilakukan oleh mahasiswa meliputi kesalahan dalam menerapkan rumus, kesalahan dalam menyamakan penyebut, kesalahan dalam menyederhanakan bentuk trigonometri, kesalahan dalam menjumlahkan bilangan berakar dengan bilangan tak berakar, kesalahan dalam menentukan nilai 24
ISSN 2087-9016
perbandingan trigonometri pada sudut-sudut istimewa, kesalahan dalam menentukan nilai positif atau negatif dari fungsi trigonometri pada masing-masing kuadran, dan kesalahan dalam memahami materi prasyarat. Sedangkan jenis kedua kesalahan yang dilakukan mahasiswa yaitu kesalahan menggunakan data yang meliputi : kesalahan dalam menentukan gambar fungsi pada trigonometri, kesalahan dalam menentukan batasan pada sumbu y, kesalahan dalam menentukan rentang/ batasan nilai dari sinus dan cosinus. Adapun faktor penghambat mahasiswa dalam memahami konsep trigonometri diantaranya : kurangnya pemahaman materi prasyarat mahasiswa dalam mempelajari trigonometri, kurangnya perhatian mahasiswa dalam menyimak dan mempelajari apa yang dijelaskan oleh dosen, kurangnya latihan soal yang dilakukan mahasiswa untuk mengasah dan menanamkan konsep trigonometri dengan baik. Saran Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah bisa mengetahui letak kesalahan mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soal tentang trigonometri beserta penyebab terjadinya kesalahan-kesalahan tersebut. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan mahasiswa tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi dosen dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar yang lebih baik dan bisa menghasilkan caloncalon guru yang kompeten di bidang matematika khususnya pada materi trigonometri.
I Gusti Ayu Putu Arya Wulandari, Kadek Rahayu Puspadewi - Analisis Kesalahan Mahasiswa …..
Daftar Pustaka Alamina, J. I. & Oladayo, C. E (2009). Performance of students exposed to two teaching strategies in mathematics. International Journal of Arts, Physical. Management and Social Science (IJAPMS). 6(3&4), 78-84. Ekwueme, C.O. (2006). Process errors and teachers’ characteristics as determinants of secondary school students’ academic achievements in senior secondary certificate examination in mathematics in Nigeria. (Unpublished Ph.D thesis). University of Nigeria, Nsukka.
Ogunkunle, R. A. & Oladayo. (2012). Diagnosis and remediation of common errors in senior secondary school mathematics in Rivers State. Journal of Science and Technology, 8(5), 339 – 350. Oladayo. (2014). Application of Laboratory and Cooperative Forms of Pedagogy in Reducing Students’ Difficulties in Trigonometry. Journal of International Academic Research for Multidisciplinary Impact Factor 1.393, ISSN: 2320-5083, Volume 2, Issue 7, August 2014.
25
IMPROVING STUDENTS’ SPEAKING COMPETENCY THROUGH GROUP DISCUSSION STRATEGY
Dewa Ayu Ari Wiryadi Joni, Putu Ayu Paramita Dharmayanti Language Education Study Program The Faculty of Teacher Training and Education Program University of Mahasaraswati Denpasar
[email protected]
ABSTRACT This classroom action research was done to find the effectiveness of Group discussion toward speaking ability of the sophomore students in English Education Study Program, Faculty of Teacher training and Education Mahasaraswati Denpasar University in the academic year 2012/2013. The subjects of this study were 42 students. In gathering the data, the researcher used some valid and reliable instruments namely, performance assessment, questionnaire, and diary. The data gathered showed that the first mean score of the students was 70.60. After being taught through group discussion strategy the mean score in cycle one became 71.60. Then it was continued in cycle two which revealed the mean score of 79.01. The calculation of the questionnaire showed that the percentage of each item was 55.2%, 33.33%, 9.76% and 1.68%. The result proved that group discussion strategy has improved the speaking skill of the students and also able to change the students’ behavior, attitude and motivation into a positive one. Key words: group discussion, speaking skill ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) dimana peneliti meneliti efektivitas penggunaan teknik pengajaran group discussion terhadap kemampuan berbicara mahasiswa semester II di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Mahasaraswati Denpasar tahun pelajaran 2012/2013, yang terdiri dari 42 orang. Untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan beberapa instrument yang valid dan reliable, yakni penilaian kinerja, kuesioner, and diari. Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa skor refleksi awal mahasiswa rendah yaitu 70,60. Setelah diajarkan melalui group discussion strategi, skor rata-rata dari siklus I meningkat menjadi 71,01. Kemudian dilanjutkan ke siklus II sehingga skor rata-rata mahasiswa lebih meningkat menjadi 79,01. Selain itu, hasil perhitungan kuesioner menunjukkan prosentase masing-masing item yaitu 55,26%, 33,33%, 9,76% dan 1,68%. Ini membuktikan bahwa penerapan group discussion strategi dapat meningkatkan kemampuan berbicara mahasiswa serta mengubah tingkah laku, sikap dan motivasi mahasiswa ke arah yang positif. Kata kunci: diskusi kelompok (group discussion), kemampuan berbicara
[26]
Dewa Ayu Ari Wiryadi Joni, Putu Ayu Paramita Dharmayanti - Improving Students’ Speaking …..
INTRODUCTION As observed in FKIP University of Mahasaraswati Denpasar, most of the students majoring English had found difficulties to speak in English spontaneously. This was due to the deficiency of English proficiency. The students admitted that they found it difficult to focus while at the same time giving appropriate response impulsively. Additionally, they felt anxious to express themselves in English because of the probable mistakes they might do. However, this was not in line withthe syllabus used. Based on the syllabus, the students need to apply their knowledge of English in active/produtive skills in the form of interactive discussion. This deficiency might occur because of certain reasons involved in the teaching – learning process of speaking. One of them is the teaching strategy applied in the process. Most teachers are expected to use teaching strategies which focus on the communicative activities (Canale in Celce-Murcia, 1991). These activities are able to direct students’ speaking competencyto communicate real world information. Hence, many experts believe that communicative learning may encourage communicative activities, which will automatically improve students’ speaking competency. In addition, as the syllabus preferred, the speaking competency is obviously needed when getting involved in the discussion session. They need to deliver the information, answer the oral questions, give examples, give comment or opinion, etc. These not only will improve students’ speaking competency, but also develop their critical thinking and meaningful learning experience (Berkowitz and Holt, 2008).
Hence, to improve the students’ speaking competency as well as their critical thinking, the teacher must apply teaching strategy which employs these important aspects of meaningful learning experience through communicative activities. One of the strategies that can be used is group discussion strategy. Group discussion strategy consists of three stages, namely brainstorming, grouping and discussion. This strategy basically can be applied in many learning subjects. Particularly in teaching speaking competency, group discussion is beneficial. This is due to its essential advantages which provide such classroom environment that supports the enhancement of students’ speaking competency. It mainly makes use of English as the main language and the material is inductively taught. Thus, the teacher may use teaching aids in the teaching – learning process. Therefore, this present study aims at improving students’ speaking competency through group discussion strategy, particularly to the second semester students of English Department FTTE Unmas Denpasar in academic year 2012/2013. This study is also intended to check the students’ response toward the implemetation of this strategy. RESEARCH METHODS This study belonged to classroom action research design, which used two cycles in the process. Each cycle consisted of four interrelated activities, such as planning, action, observation and reflection. Before doing cycle I, the researcher, who acted as the teacher, carried out pre-test to know the preliminary extent of students’ speaking competency. This was done to know the 27
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
comparison of students’ speaking competency after and before the treatment. After cycle I was accomplished, the
ISSN 2087-9016
researcher conducted cycle II. The complete elucidation can be seen as follows:
CYCLE I
CYCLE II
Planning I
Revised Planning II
Action I
Action II
Observation I
Observation II
Reflection I
Reflection II
Figure 1. Figure of Classroom Action Research According to the figure above, it could be generally seen thatin the planning I in cycle I, the researcher prepared lesson action plans based on the syllabus, teaching material, teaching aids, speaking performance test, and questionnaires. After being well-prepared, she taught the students based on the lesson action plans in action I. The class was conducted once in a week. During the process, she did observation I, in which she observed the speaking activities taken place as well as the students’ response, attitude and behavior. She noted the sequences, commentary and important points occured in the instruction. In the end of the teaching-learning process, she conducted post-test or reflection I to assess the students’ speaking improvement. She grouped the students first, then told them to perform a presentation in the front of class. She emphasized to the students that eventhough they performed in groups, their scores were taken individually. However, she gave additional points to those who were involved more in discussion session. After finishing conducting cycle I, she found certain issues which needed fixation. She found that she gave less
28
compliment to the students, which then affected their motivation, attitude and behavior toward the process. The students had become less concerned with their speaking competency. In addition, she noted that during the process, the students found difficulties during brainstorming session. The cued questions were quite obscure because most students hardly had experiences of and lack of background knowledge of the field. Regarding of these matter, the researcher then revised the lesson action plans for cycle II. She modified the teaching material and teaching aids, which were made more interesting and daily-life-linked. FINDINGS AND DISCUSSION The data of this study were collected from three respective research instruments. They were speaking performance test, questionnaires and teacher’s diary. The speaking performance test was administered using speaking rubric which was adapted from Council of Europe in Luoma (2004). This speaking rubric consisted of four components, such as pronunciation, fluency, grammar and vocabulary. Each of these
Dewa Ayu Ari Wiryadi Joni, Putu Ayu Paramita Dharmayanti - Improving Students’ Speaking …..
components was given range from 5 to 1. The summary of the findings of students’
speaking performance test could be seen below:
Grand Mean 80 75
70.6
71.01
Pre-test
Cycle I
79.01
70
65 Cycle II
Figure 2. The summary of students’ speaking performance test The figure of summary of the findings above indicated the significant changing of grand mean scores of students’ speaking competency between the pre-test and the post-tests of each cycle. In the pretest, the grand mean score of speaking performance test gained by the students was 70.6. It was considerably lower than the grand mean score obtained in cycle I, which was 71.01. It meant that there was a slight improvement of students’ speaking competency. Whereas the grand mean score of students’ speaking competency was increased in cycle II, which was 79.01. The difference between the grand mean score of cycle I and of cycle II was 8. This grand mean score of cycle II was significantly higher than both of pre-test and of cycle I. It revealed that there was a valuable increase of students’ speaking in cycle II compared to cycle I. This was apparent because cycle II was the revised version of cycle I. Some points of cycle I were noticed and noted during the observation session in teacher’s diary, then adjusted in cycle II. The results of this study demonstrated that students’ speaking competency was improved after being
taught with group discussion strategy. This was in line with the study conducted by Kusmayarti (2009), which showed that group discussion strategy could improve students’ speaking competency. In addition, the current findings were tied in with the advantages of group discussion strategy, which demanded the students to be able to deliver their ideas and opinions related to the topics given (Killen, 1996). In group discussion strategy, any ideas and opinions conveyed were appreciated and remarked, which would be considered the whole group’s opinion. Every student must have expressed their thoughts since the importance of employing the group discussion strategy was having the consensus done, which meant that the quantity was more crucial than the quality of the ideas and opinions. However, the students must have remained to think critically and creatively of the topics given (Berkowitz and Holt, 2008). As for the students, who were less involved during the activities, were given encouragement and motivation to be able to communicatetheir ideas and opinions by
29
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
avoiding giving them negative critics but supportive compliment (Orlich et. al., 2007). Beside the results of the students’ speaking performance test, the researcher also found the findings of the questionnaires. They were arranged based on the blue print of questionnaires which focused on the positive changing of
ISSN 2087-9016
students’ attitude, behavior and response. Each of these elements was itemized in the form of statements and scored based on the Likert’s scale of 4-1, in which A=4 (strongly agree), B=3 (agree), C=2 (disagree), and D=1(strongly disagree). The results of the questionnaires could be seen as follows:
Questionnaires 100.00%
55.26%
33.33%
9.76%
1.68%
item B
item C
item D
0.00% item A
questionnaires
Figure 3. The summary of the results of questionnaires Based on the figure above, it could be seen that there were 55.26% students strongly agreed with, 33.33% students agreed with, 9.76% disagreed with, and 1.68% strongly disagreed with the use of group discussion strategy in teaching speaking competency. There was an observable gap among those groups of students. It showed the changing of motivation, attitude and behavior towards the teaching of speaking competency through group discussion strategy. This present result explained that the students had altered their motivation, attitude and behavior positively that affected themselves to be active learners. As found in study carried out by Bond in Orlich et. al. (2007), group discussion strategy encouraged the students to be more aware of the importance of learning, thus they would be active language learners. Moreover, the findings of this study showed that group discussion strategy created such atmosphere that could build an 30
opened, active, and critical classroom environment. It was because in learning speaking competency, group discussion strategy stipulated the students’ involvement to be part of the group. It was also strengthened by the duty of verbalizing the ideas and opinions had (Olmstead in Orlich et. al., 2007). Additionally, through group discussion strategy, the students’ knowledge related to the topic was deepened and they could share experiences, or even face controversial situation among the group members which required mature solution (Killen, 1996). Blackwell (1998) also suggests the language researchers to employ group discussion strategy to increase students’ achievement in language lesson. He emphasizes that the use of group discussion strategy can improve the students’ interest and motivation in teaching-learning process.
Dewa Ayu Ari Wiryadi Joni, Putu Ayu Paramita Dharmayanti - Improving Students’ Speaking …..
CONCLUSION Based on the findings of the study and the discussion of the findings above, it can be concluded that the use of group discussion strategy could improve the second semester students’ speaking competency of FKIP FTTE Unmas Denpasar. It could be seen from the findings of the data whether the data taken from the tests or from the questionnaires. This strategy could also enhance and build the Reference Berkowitz and Holt. (2008). Techniques for Leading Group Discussions. Blackwell, G. (1998). Group Discussion Techniques in a Technical Course. Electrical Engineering Technology Purdue University West Lafayette. Celce-Murcia, M. (1991). Teaching English as a Second or Foreign Language (2 nd Ed). New York: Heinle & Heinle Publishers. Luoma, S. (2004). Assessing Speaking. Cambridge: Cambridge University Press.
students’ motivation, attitude and behavior in the process. ACKNOWLEDGEMENTS The writer would like to acknowledge her deep gratitude to LPPM Unmas Denpasar for the funding on this research. She also would like to thank her reviewers for their constant support so that this writing comes into its accomplisment form.
Killen, R. (1996). Effective Teaching Strategies: Lessons from Research and Practice. Wentworth Falls: Social science Press. Kusmayarti, S., E. (2009) Improving English Speaking Ability through Classroom Discussion for Students of MA NU BANAT Kudus in Academic Year 2008/2009. (Unpublished Thesis).
31
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGANALISIS UNSUR INTRINSIK CERPEN DENGAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS VIII A SMP PGRI 7 DENPASAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Ni Luh Putu Eka Febriani Sari, I Gusti Ayu Tuti Indrawati, dan Ni Luh Sukanadi Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen dengan metode Cooperative Learning tipe STAD dan untuk mengetahui langkah-langkah yang tepat dalam penerapan metode Cooperative Learning tipe STAD. Penelitian ini dirancang dalam bentuk penelitian tindakan kelas (classroom action research). Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMP PGRI 7 Denpasar yang berjumlah 36 siswa. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan tes hasil menganalisis unsur intrinsik cerpen siswa yang dinilai dengan menggunakan tes uraian penilaian kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen dan observasi untuk mengamati aktivitas dan prestasi siswa dalam menganalisis unsur intrinsik cerpen. Data dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Cooperative Learning tipe STAD dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan menganalisis unsur intrinsic cerpen dengan metode Cooperative Learning tipe STAD, hai ini dapat dilihat dari rata-rata hasil kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen siswa pada tes prasiklus sebesar 50 dengan kategori hampir cukup, siklus I sebesar 60 dengan kategori cukup, siklus II sebesar 70 dengan kategori lebih dari cukup, dan siklus III sebesar 90 dengan kategori baik sekali. Selain itu, dari penelitian ini diketahui bahwa langkah-langkah metode Cooperative Learning tipe STAD yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen, sebagai berikut: (1) penyampaian tujuan dan motivasi, (2) pembagian kelompok, (3) presentasi dari guru, (4) kegiatan belajar dalam tim, (5) kuis (evaluasi), dan (6) penghargaan prestasi tim. Kata kunci : Unsur intrinsik cerpen, Cooperative Learning tipe STAD ABSTRACT This study aims to determine the increase in the ability to analyze short story intrinsic elements through the use of STAD cooperative learning methods and to determine the appropriate steps in the application of the method STAD Cooperative Learning. This study was designed in the form of classroom action research. The subjects in this study were 36 students of class VIII A SMP PGRI 7 Denpasar. The data in this study were collected by analyzing the test results of students' intrinsic elements of a short story that was assessed by using the description of the fit test to analyze the intrinsic elements of stories and observations to observe the activities and achievements of the students in analyzing the intrinsic elements of the short story. [32]
Ni Luh Putu Eka Febriani Sari, I Gst. Ayu Tuti Indrawati, Dra. Ni Luh Sukanadi-Peningkatan Kemampuan…
Data were analyzed with descriptive analysis method. The results showed that the method STAD Cooperative Learning can be used to improve the ability to analyze a short story intrinsic elements, this matter can be seen from the average of the results of analyzing the elements of the intrinsic ability of students on tests of short stories by 50 with category pre-cycle nearly enough, the first cycle of 60 with enough categories, with the second cycle of 70 categories more than enough, and the third cycle at 90 with excellent category. In addition, from this research note that the steps STAD cooperative learning method that can be used to improve the ability to analyze the intrinsic elements of the short story, as follows: (1) the delivery of the goals and motivation, (2) the division of the group, (3) the presentation of the teacher, (4) learning activities in teams, (5) quiz (evaluation), and (6) the team achievement award. Keywords: intrinsic element of the short story, STAD Cooperative Learning PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran akan melibatkan siswa secara langsung dalam mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. untuk menentukan maju tidaknya sebuah pendidikan, metode pembelajaran menempati posisi yang sangat penting. Berbagai jalan coba diterapkan untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu dan mampu bersaing dengan negara-negara lainnya. Salah satunya adalah penggunaan metode-metode pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini metode pembelajaran tentunya mempunyai peranan yang sangat penting, karena bagaimanapun juga metode pembelajaran merupakan salah satu pilar utama sebagai penunjang yang akan menentukan berhasil atau tidaknya seorang guru dalam mengajar. Dalam proses pembelajaran di kelas, metode pembelajaran yang diterapkan adalah pembelajaran aktif yang melibatkan mental, fisik maupun sosial. Untuk membuat suasana belajar yang lebih menyenangkan dan kondusif, siswa perlu diberikan pembelajaran yang mengaitkan dunia nyata siswa, sehingga secara tidak
langsung terjadi hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Tentu ini akan menjadi pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dan siswa pun dengan mudah memahami materi pembelajaran tersebut. Selain faktor siswa, faktor guru juga sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Pada proses pembelajaran guru sepatutnya menerapkan metode pembelajaran yang tepat, agar siswa lebih tertarik dan termotivasi demi peningkatan prestasi belajar siswa. Guru sebagai tenaga pendidik mempunyai tujuan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah yaitu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dapat menarik minat siswa untuk belajar, memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat, serta dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa sehingga siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Sebab dengan suasana belajar menyenangkan yang bersifat melibatkan siswa dalam dunia nyata dan mampu membuat siswa lebih aktif serta kritis akan berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal, salah satunya melalui pengajaran sastra. 33
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
Pengajaran sastra dalam dunia pendidikan dimasukkan ke dalam pelajaran bahasa Indonesia. Sastra merupakan karya seni kreatif yang memiliki unsur keindahan atau estetis yang perlu dilestarikan dan dikembangkan sehingga perkembangannya mengikuti perkembangan zaman. Selain itu, pengajaran sastra akan membentuk kemampuan berimajinasi, karena sastra itu mengandung unsur keindahan, baik dari segi bentuk dan isinya yang dituangkan dalam media bahasa. Memperkenalkan lebih jauh kepada siswa tentang kesusastraan merupakan hal yang sangat diperlukan untuk membangun sastra tersebut, sehingga siswa pun tahu tentang sastra. Berbicara mengenai karya sastra, salah satunya adalah cerpen atau cerita pendek merupakan sebuah karya sastra yang menceritakan tentang satu sisi kehidupan manusia, di mana dalam karya sastra ini kejadian yang diceritakan serba singkat, baik pengenalan karakter pelakunya maupun jalan ceritanya. Dalam cerpen banyak mengangkat tentang nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat yang kemudian dikemas menjadi sebuah cerita yang menarik dan penuh konflik. Pada umumnya cerpen merupakan salah satu materi pokok dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam memahami dan menganalisis unsur intrinsik cerpen, siswa harus mengenali apa saja unsur intrinsik dalam sebuah cerpen. Mengingat pentingnya kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen maka guru dituntut untuk meningkatkan proses belajar mengajar dengan memilih metode pembelajaran yang efektif, menarik, efisien, dan bervariasi. Karena tanpa metode pembelajaran yang tepat maka proses belajar mengajar tidak akan dapat terealisasi dengan baik. 34
ISSN 2087-9016
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru bahasa Indonesia di kelas VIII A SMP PGRI 7 Denpasar, diketahui bahwa kemampuan siswa masih kurang dalam menangkap dan menerima pelajaran bahasa Indonesia di kelas terutama dalam menganalisis unsur intrinsik cerpen, hal ini berdampak pada rendahnya prestasi belajar siswa. Menurut data yang diperoleh dari guru tersebut bahwa rata-rata nilai kelas untuk mata pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VIII A SMP PGRI 7 Denpasar dalam tes sumatif pada semester I yaitu 65. Ini menunjukan bahwa prestasi belajar siswa masih tergolong rendah karena ratarata nilai kelas masih di bawah standar minimal 75, sesuai dengan standar acuan yang ditetapkan Depdikbud, yaitu rata-rata nilai kelas ≥ 75. Di lain pihak dari siswa juga diperoleh informasi bahwa siswa tidak begitu senang terhadap pelajaran bahasa Indonesia, mereka menganggap bahwa bahasa Indonesia adalah suatu pelajaran yang sulit dan membosankan. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas bersangkutan, ada dua poin yang diamati antara lain yaitu cara guru mengajar di kelas, dan kondisi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan di kelas VIII A SMP PGRI 7 Denpasar pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung diketahui bahwa dari cara guru mengajar terdapat suatu permasalahan, di mana cara mengajar guru masih kurang bervariasi, kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru sehingga peran siswa pasif. Guru belum mampu mendorong semangat siswa untuk belajar dan guru hanya menyampaikan materi dan tidak berusaha untuk mengaktifkan siswa.
Ni Luh Putu Eka Febriani Sari, I Gst. Ayu Tuti Indrawati, Dra. Ni Luh Sukanadi-Peningkatan Kemampuan…
Sedangkan dari kondisi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran terlihat bahwa: (1) siswa terlihat bosan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, hal ini ditandai dengan kurang semangatnya siswa dalam proses pembelajaran berlangsung, serta terdapat beberapa siswa yang kurang memperhatikan penjelasan guru, (2) siswa terlihat tegang saat diperhatikan oleh guru walaupun maksud guru memperhatikan ialah membantu kesulitan siswa, (3) siswa kurang mendapat kesempatan untuk berdiskusi dalam proses pembelajaran, siswa hanya duduk, mendengar, mencatat dan menghafal materi yang disampaikan guru, (4) kurangnya motivasi siswa dalam mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh guru, disebabkan guru kurang memperhatikan siswa yang masih berada dalam tahap berpikir konkret dan tidak memanfaatkan perkembangan kognitif siswa. Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka perlu suatu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa dalam menganalisis unsur intrinsik cerpen salah satunya dengan menerapkan metode Cooperative Learning tipe Student Teams Achivement Division (STAD). Metode Cooperative Learning STAD menggunakan suatu konsep kerja kelompok yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal sehingga proses pembelajaran lebih menyenangkan dan siswa tidak merasa bosan. Metode Cooperative Learning tipe STAD berfungsi untuk mengajak peserta didik berpikir secara mendalam, di mana siswa
dihadapkan pada suatu masalah yang sifatnya problematik untuk dibahas dan dipecahkan. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui peningkatan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen siswa melalui metode Cooperative Learning tipe STAD, 2) untuk mengetahui langkah-langkah yang tepat dalam penerapan metode Cooperative Learning tipe STAD untuk meningkatkan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Niff (dalam Suandhi, 2006 : 2) memandang PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk memperbaiki kurikulum, pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar, dsb. PTK juga memiliki karakteristik yang khas, yakni: adanya tindakan (actions) tertentu untuk memperbaiki PBM di kelas (Suandhi, 2006 : 8). Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah PTK model Kurt Lewin yang mengandung empat komponen pada setiap siklusnya. Keempat komponen yaitu: (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing) dan penilaian (evaluation), dan (4) refleksi (reflecting). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMP PGRI 7 Denpasar tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 36 siswa. Setiap siklus dalam penelitian ini dilaksanakan berdasarkan hasil dari refleksi setelah satu tindakan dilaksanakan. Untuk mengetahui kemampuan awal siswa, maka 35
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
dilaksanakan tes awal. Penelitian tindakan kelas ini rencananya akan dilakukan hingga siklus ke N. Adapun target yang ingin dicapai adalah 80. Instrumen tes yang diperlukan terdiri atas tes diagnostik yang digunakan untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa, tes siklus I, tes siklus II, tes siklus III untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa. Tes yang digunakan adalah tes esai. Jumlah tes sebanyak 7 item dengan rentangan nilai 1-10. Jadi, apabila siswa dapat menjawab semua soal dengan benar, nilai maksimal yang mereka peroleh adalah 100. Analisis menggunakan metode analisis deskriptif terhadap kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen melalui metode Cooperative Learning tipe STAD yang didapatkan dari hasil tes. Hasil tes diolah dengan menggunakan keberhasilan belajar secara individu dan klasikal. Penskoran hasil tes masing-masing siswa dianalisis dengan norma absolut skala seratus. Skala seratus adalah skala yang bergerak antara nol sampai seratus. Skala seratus disebut juga skala persentil. Setelah mengetahui nilai masing-masing siswa, selanjutnya secara klasikal dapat dicari nilai rata-ratanya HASIL PENELITIAN Penelitian tindakan kelas ini dilakukan oleh peneliti dalam 3 siklus, di mana untuk mengetahui kemampuan dasar siswa, peneliti melakukan tes awal sebelum siklus 1 dilaksanakan. Hasil tes awal yang dilaksanakan pada hari Senin, 17 Maret 2014, menunjukkan adanya peningkatan hasil rata-rata nilai maupun hasil belajar siswa. Ini dapat dilihat dari hasil yang diperoleh siswa dalam setiap siklus mulai
36
ISSN 2087-9016
dari tes awal, siklus I, siklus II, dan siklus III. Hasil tes awal dari 36 siswa mencapai nilai rata-rata 50 dengan rincian siswa yang memperoleh nilai 60 dengan kategori cukup sebanyak 6 siswa (16,67%), nilai 50 dengan kategori hampir cukup sebanyak 26 siswa (72,22%), dan nilai 40 dengan kategori kurang sebanyak 4 siswa (11,11%), sehingga kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen pada tes awal dikelompokkan dalam kategori hampir cukup. Pada siklus I dilakukan dua kali pertemuan di mana pertemuan pertama Rabu, 19 Maret 2014 untuk pelaksanaan pembelajaran dan pertemuan kedua Rabu, 02 April 2014 untuk pelaksanaan tes akhir siklus. Dari 36 siswa mencapai nilai ratarata 60 dengan rincian siswa yang memperoleh nilai 70 dengan kategori lebih dari cukup sebanyak 4 siswa (11,11%), nilai 60 dengan kategori cukup sebanyak 30 siswa (83,33%), dan nilai 50 dengan kategori hampir cukup sebanyak 4 siswa (5,56%), sehingga kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen pada tes awal dikelompokkan dalam kategori cukup. Berdasarkan rincian data pada tes siklus I ini belum mencapai ketuntasan. Oleh karena itu, kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen dengan metode Cooperative Learning tipe STAD perlu dilanjutkan ke tahap siklus II. Pelaksanaan siklus II dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, yaitu pertemuan pertama pada Senin, 07 April 2014 dengan memberikan pembelajaran menganalisis unsur intrinsik cerpen dengan metode Cooperative Learning tipe STAD, pertemuan kedua pada Senin, 14 April 2014
Ni Luh Putu Eka Febriani Sari, I Gst. Ayu Tuti Indrawati, Dra. Ni Luh Sukanadi-Peningkatan Kemampuan…
untuk mengevaluasi kemampuan siswa menganalisis unsur intrinsik cerpen dengan metode Cooperative Learning tipe STAD. Dari 36 siswa mencapai nilai rata-rata 70 dengan rincian siswa yang memperoleh nilai 80 dengan kategori baik sebanyak 3 siswa (8,33%), nilai 70 dengan kategori lebih dari cukup sebanyak 26 siswa (72,22%), dan nilai 60 dengan kategori cukup sebanyak 7 siswa (19,44%), sehingga kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen pada tes siklus II dikelompokkan dalam kategori lebih dari cukup. Berdasarkan rincian data pada tes siklus II ini belum mencapai ketuntasan. Oleh karena itu, kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen dengan metode Cooperative Learning tipe STAD perlu dilanjutkan ke tahap siklus III. Pelaksanaan siklus III dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, yaitu pertemuan pertama pada Rabu, 16 April 2014 dengan memberikan pembelajaran menganalisis unsur intrinsik cerpen dengan metode Cooperative Learning tipe STAD, pertemuan kedua pada Senin, 21 April 2014 untuk mengevaluasi kemampuan siswa menganalisis unsur intrinsik cerpen dengan metode Cooperative Learning tipe STAD. Dari 36 siswa mencapai nilai rata-rata 80 dengan rincian siswa yang memperoleh nilai 100 dengan kategori istimewa sebanyak 4 siswa (11,11%), nilai 90 dengan kategori baik sekali sebanyak 21 siswa (58,33%), dan nilai 80 dengan kategori baik sebanyak 11 siswa (30,56%), sehingga kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen pada tes siklus III dikelompokkan dalam kategori baik sekali. Berdasarkan rincian data pada tes siklus III ini telah mencapai ketuntasan. Oleh karena itu, kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen dengan metode Cooperative Learning tipe STAD sudah
dapat dikatakan meningkat dan penelitian dihentikan sampai pada siklus III. Kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen dengan metode Cooperative Learning tipe STAD siswa kelas VIII A SMP PGRI 7 Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014 terjadi peningkatan pada setiap siklus mulai dari tes prasiklus atau tes awal, siklus I, siklus II, dan siklus III dengan rincian sebagai berikut: 1. Hasil tes awal peningkatan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen dari 36 siswa memperoleh nilai rata-rata mencapai 50 dengan kategori hampir cukup. 2. Hasil siklus I peningkatan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen dari 36 siswa memperoleh nilai rata-rata mencapai 60 dengan kategori cukup. 3. Hasil siklus II peningkatan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen dari 36 siswa memperoleh nilai rata-rata mencapai 70 dengan kategori lebih dari cukup. 4. Hasil siklus III peningkatan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen dari 36 siswa memperoleh nilai rata-rata mencapai 90 dengan kategori baik sekali. Langkah - langkah metode Cooperative Learning tipe STAD yang diterapkan telah dapat meningkatkan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas VIII A SMP PGRI 7 Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014. Langkah-langkah tesebut sebagai berikut: (1) penyampaian tujuan dan motivasi, (2) pembagian kelompok, (3) presentasi dari guru, (4) kegiatan belajar dalam tim, (5) kuis (evaluasi), dan (6) penghargaan prestasi tim. Dengan demikian, penelitian ini dapat dikatakan berhasil dan sesuai target yang diinginkan penulis dengan menerapkan 37
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
langkah-langkah metode Cooperative Learning tipe STAD yang dapat dilihat pula dari nilai tes awal, siklus I, siklus II, dan siklus III yang mengalami peningkatan pada setiap siklus. PENUTUP Dari hasil temuan-temuan yang telah dipaparkan penulis pada bagian-bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, metode Cooperative Learning tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen siswa, hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil tes awal sebesar 50, siklus I sebesar 60, siklus II sebesar 70, dan siklus III sebesar 90. Kedua, Langkah-langkah metode Cooperative Learning tipe STAD sebagai berikut: penyampaian tujuan dan motivasi,pembagian kelompok, presentasi dari guru, kegiatan belajar dalam tim, kuis (evaluasi), dan penghargaan prestasi tim. Pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan pada siswa kelas VIII A SMP PGRI 7 Denpasar tahun pelajaran 2013/2014 ini ada beberapa saran yang dapat dipergunakan untuk mengefektifkan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada umumnya dan pembelajaran menganalisis unsur intrinsik cerpen pada khususnya, yaitu: Daftar Pustaka Nurkancana, W. & Sunartana, P.P.N. (1992). Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional. Riyanto, Y. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
38
ISSN 2087-9016
1. Bagi guru, untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam menganalisis unsur intrinsik cerpen, sebagai guru hendaknya menggunakan metode pembelajaran yang tepat dan benar agar siswa mampu menganalisis unsur intrinsik cerpen dengan baik, serta dapat meningkatkan mutu pengajaran bahasa Indonesia khususnya dalam menganalisis unsur intrinsik cerpen sehingga guru mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. 2. Perpustakaan sekolah adalah tempat ilmu pengetahuan yang hendaknya lebih dilengkapi dengan sarana buku yang memadai, karena akan dapat merangsang minat baca siswa di perpustakaan. 3. Bagi siswa, sebaiknya lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. 4. Bagi penulis lain yang berminat melakukan penelitian mengenai Cooperative Learning tipe STAD diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan subyek penelitian dan pokok bahasan yang berbeda serta mengadakan improvisasi-improvisasi dalam pelaksanaannya di lapangan sehingga mampu meningkatkan kemampuan belajar siswa dan memajukan praktik pendidikan di Indonesia.
Suandhi, I W. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. (diktat tidak diterbitkan). Universitas Mahasaraswati Denpasar, Denpasar. Trianto. (2011). Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser.
HUBUNGAN ANTARA BERBAGAI FAKTOR SOSIODEMOGRAFI DAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA SMP
Ni Wayan Kari Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Bangli
ABSTRAK Survey ini dilakukan untuk mengukur korelasi antara sosio-demografis dan hasil belajar dalam mata pelajaran IPA siswa sekolah menegah pertama. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 7 SMPN 3 Bangli Bali dimana lima dari sepuluh kelas (pada tahun aaran 2014/2015) dipilih sebagai sampel. Data dikumpulkan melalui observasi data yang tertera pada raport siswa sebelumnya. Variabel sosio-demografis termasuk pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, kelas siswa, jenis kelamin, hobi dalam hal seni maupun olahraga. Sementara itu, nilai ujian tengah dan akhir semester digunakan sebagai indikator hasil belajar siswa. Data dianalisis secara deskriptif (dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang) dan inferensial (menggunakan chi-square test). Hasil analisis menunjukkan bahwa kelas siswa dan hobi dibidang olahraga memiliki hubungan yang signifikan (p=0.000) terhadap hasil belajar mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas faktor sosio-demografis tidak berpengaruh terhadap hasil bejar IPA. Kata kunci: pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, kelas, seni, olahraga, ujian tengah dan akhir semester.
ABSTRACT The survey was conducted to measure the correlation between socio-demographic and learning performance in natural science lesson of middle school students. The population was students from 7th grade of SMPN3 Bangli Bali, in which five of ten classes (2014/2015 school year period) were chosen as sample. Data were collected through observation of student dataform that has utilized to their rapport, previously. Socio-demographic variables included parent education, parent occupation, and student class, gender, hobby in art and sport. Meanwhile the values of midterm and final exams were used as indicators of student learning performance. The researcher analyzed data descriptively (in the form of frequencies table and cross tabulation) and inferentially (chi-square test). The result showed that only student class and hobby in sport have significantly (p=0,000) correlation with their learning performance. These may indicate that majority of socio-demographic factors are not influencing student learning performance in natural science lesson. Key words: education, occupation, gender, class, art, sport, midterm and final exams
[39]
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi (Haryanto, 2012). Pembelajaran merupakan bantuan dan bimbingan yang diberikan pendidik agar terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, keterampilan, serta pembentukan sikap dan kepercayaan diri pada peserta didik. Pembelajaran dilakukan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yaitu hal-hal yang ingin dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan. Tujuan pembelajaran dapat berupa aspek kognitif (pengetahuan), afektif (keterampilan), maupun psikomotor (sikap). Namun secara umum tujuan utama dari pembelajaran yang berlangsung selama ini adalah tujuan kognitif yaitu prestasi belajar peserta didik. Prestasi belajar merupakan keberhasilan perubahan tingkah laku peserta didik terhadap penguasaan terhadap pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan dalam suatu mata pelajaran (Rahmah, 2013). Prestasi belajar pada umumnya ditunjukkan dengan nilai tes atau ulangan berupa angka yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pembelajaran, karena pembelajaran merupakan proses, sedangkan prestasi belajar merupakan hasil dari proses pembelajaran tersebut. Prestasi belajar merupakan ukuran keberhasilan yang diperoleh siswa selama proses belajarnya. Prestasi belajar siswa sangat ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari individu 40
ISSN 2087-9016
siswa itu sendiri antara lain faktor fisiologis (bersifat fisik), intelegensi, bakat, minat, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu peserta didik. Faktor eksternal yang berpengaruh antara lain lingkungan keluarga (perhatian dan ekonomi keluarga), dan lingkungan sekitar siswa (lingkungan sekolah dan sosial) (Simanjuntak, 2013). Faktor internal maupun eksternal saling terkait dalam mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Banyak penelitian yang telah mengungkapkan pengaruh faktor internal dan eksternal tersebut terhadap prestasi belajar siswa. Namun terdapat faktor internal dan eksternal lainnya dari siswa yang menarik untuk dikaji lebih jauh. Berbagai faktor internal dan eskternal tersebut dikenal sebagai sosiodemografi, yaitu faktor-faktor sosial yang berhubungan dengan faktor kependudukan. Beberapa faktor sosial adalah tingkat pendidikan, pendapatan dan tingkat kesehatan. Sedangkan usia, jenis kelamin, hobi merupakan faktor demografi. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat hubungan antara faktor sosiodemografi (faktor ekternal dan faktor internal) terhadap prestasi belajar IPApeserta didik kelas VII SMPN 3 Bangli Tahun Pelajaran 2014/2015. Adapun hipotesis penelitian adalah terdapat hubungan yang bermakna antara faktor sosiodemografi dan prestasi belajar IPA siswa SMP Negeri 3 Bangli. METODE PENELITIAN Waktu, Populasi dan Sampel Penelitian yang dilaksanakan mulai awal Oktober sampai akhir November 2013 menggunakan populasi seluruh kelas VII SMP Negeri 3 Bangli Tahun Ajaran 2014/2015. Dengan sampel yang diambil
Ni Wayan Kari - Hubungan Antara Berbagai Faktor …..
secara acak yaitu 5 kelas dari 10 kelas VII, dimana kelas bersifat heterogen baik jenis kelamin maupun kemampuan akademik peserta didik. Adapun kelas yang dijadikan sampel yaitu kelas A(29 orang); B(32 orang); C( 32 orang); D(31 orang);dan E(30 Orang). Rancangan dan Teknik Pengumpulan Data Rancangan penelitian menggunakan metode survey terhadap peserta didik SMP Negeri 3 Bangli. Data dikumpulkan dengan melakukan observasi terhadap data pribadi siswa yang digunakan untuk pengisian biodata pada buku Raport. Data tersebut mencakup nama peserta didik , nama orang tua, jenis kelamin,pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, kegemaran kesenian dan pilihan olah raga yang digemari. Data sosiodemografi yang dianalisis mencakup jenis kelamin (1=Laki-laki, 2=perempuan); pendidikan orang tua (1= SD; 2 = SMP ; 3 = SMA; 4=Perguruan Tinggi; 5=Tidak sekolah); pekerjaan orang tua (1=PNS; 2=Swasta; 3= Wiraswasta; 4=Pekerjaan lainnya) pilihan di bidang seni (1=Tari; 2=Tabuh; 3=Menyanyi; 4= Kesenian lainya seperti menggambar, musik, melukis); bidang olahraga yang digemari (1=lari; 2=Bulu Tangkis; 3=Sepak Bola; 4 =Olah raga yang lain seperti ; atletik, bola voly, tenis meja, danpencak silat). Sedangkan data prestasi menggunakan hasil ulangan tengah semester (UTS) ganjil dan nilai ulangan akhir semester (UAS) ganjil tahun pelajaran 2014/2015. Kedua nilai tersebut masing-masing dikelompokan menjadi empat katagori (1=rendah; 2=sedang; 3=tinggi; 4= sangat tinggi) dengan rentangan nilai(1=≤ 30; 2= 31-52; 3 = 53-74; 4 ≥ 75).
Analisis Data Setelah data ditabulasikan, selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik. Analisis deskriptif menggunakan tabel frekuensi, dan tabulasi silang. Analisis statistik memakai analisis chi square untuk menganalisis ada tidaknya hubungan yang bermakna antara variabel sosiodemografi (tingkat pendidikan orang, pekerjaan orang tua, kelas siswa, jenis kelamin siswa, kegemaran dalam bidang olah raga, dan kesenian) dengan variabel prestasi belajar IPA (nilai UTS dan UAS). Tingkat korelasi dinyatakan bermakna jika diperoleh nilai p<0,05, yang berarti dari 100 kali melakukan analisis kemungkinan kesalahannya kurang dari lima kali. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Sosiodemografi perempuan (57,1%), dan laki-laki (42,2 %). Lebih dari separuh orang tua laki-laki (54,5%) berpendidikan SMA, sisanya orang tua laki-laki SD (14,9%); SMP (14,9%); perguruan tinggi (12,3%); dan tidak sekolah (2,3%)Sedangkan hanya sekitar sepertiga dari siswa yang orang tua perempuannya berpendidikan SMA (29,2%), SMP (28,6%); SD (26,6%); perguruan tinggi (9,7%) dan yang tidak sekolah (5,8%).Pekerjaan orang tua laki-laki meliputi PNS (18,8%); swasta (22,1%); wiraswasta (20,1%); pekerjaan lainya (38,3%) dan 1 orang tidak mengisi pekerjaan. Pekerjaan ibu terdiri atas PNS (6,5%); swasta (7,8%); wiraswasta (21,4%); pekerjaan lainnya (61,7%); (1,9%) tidak mengisi jenis pekerjaannya.
41
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
ISSN 2087-9016
Hubungan antarvariabel Dari analisis yang telah dilakukan hanya dua aspek yang menunjukkan hubungan yang bermakna, yaitu hubungan kelas dengan nilai UTS (p=0,010) dan kegemaran dalam bidang olah raga dengan nilai UTS (p=0,018), sedangkan jenis kelamin, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan kegemaran terhadap kesenian berhubungan tetapi tidak nyata.
Kesenian yang dipilih oleh peserta didik yaitu seni tari (20,8%); tabuh (9,7%); menyanyi (29,9%); kesenian lainya (29,9%) bahkan ada peserta didik yang tidak mengisi pilihan kesenian yang digemari. Untuk kegemaran dibidang olah raga adalah lari (1,9%); bulu tangkis (27,9%); sepak bola (16,2%); olah raga lainnya (27,9%) serta peserta didik yang tidak memilih sebanyak (20,8%).
Tabel 1. Hubungan antara kelas dengan nilai UTS siswa Nilai UTS (%) Kelas (%) ≤ 30 31 – 52 53 – 74 ≥ 75 VIIA VII B VII C VII D VII E
14 16 18 28 0
38 9 45 34 3
Hubungan yang bermakna antara kelas dan nilai UTS siswa (Tabel 1) kemungkinan disebabkan persentase siswa kelas VIIE yang cenderung memperoleh nilai UTS berbeda dibanding siswa kelas yang lain. Pada katagori nilai UTS lebih kecil dari 30, tidak terdapat siswa kelas E yang mendapat nilai demikian, sebaliknya hampir sepertiga siswa kelas D mendapatkan nilai UTS lebih rendah dari 30. Demikian pula persentase siswa kelas E yang memperoleh nilai UTS dalam katagori 31-52 hanya 3 persen, jauh lebih kecil dibanding 45 persen siswa kelas B yang mendapatkan nilai UTS
31 50 24 21 74
17 25 12 17 23
dalam katagori tersebut. Sebaliknya hampir tiga dari empat siswa kelas E (74%) memperoleh nilai UTS dalam katagori 53-74, yang berarti sekitar empat kali lebih banyak dibanding siswa kelas D (21%). Hubungan yang bermaknaantara olah raga yang digemari siswa dengan nilai UTS (Tabel 2) kemungkinan disebabkan pada katagori nilai UTS lebih kecil dari 30, persentase siswa yang memilih sepakbola sebagai olahraga kegemaran sekitar lima kali lebih banyak dibanding siswa lain yang tidak memiliki olahraga kegemaran.
Tabel 2. Hubungan antara olah raga yang digemari dengan nilai UTS Olah Raga (%) 1. Bulutangkis 2. Sepak bola 3. Lainnya(mis pencak silat) 4. Tidak memilih 42
≤ 30 14 24 21 5
Nilai UTS (%) 31 – 52 53 – 74 23 44 24 32 26 40 30 42
≥ 75 19 20 14 23
Ni Wayan Kari - Hubungan Antara Berbagai Faktor …..
Pembahasan Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan diperoleh hasil yaitu terdapat hubungan nyata (p = 0,000) antara kelas dengan hasil UTS peserta didik kelas VII SMP Negeri 3 Bangli. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perolehan prestasi belajar peserta didik pada masing-masing kelas. Presentase perolehan hasil UTS mata pelajaran IPA paling tinggi diperoleh kelas VII E dengan presentase nilai kategori sangat tinggi (23%), tinggi (74%), sedang (3%) dan rendah (0%). Sedangkan presentase paling rendah diperoleh kelas VII D dengan presentasi nilai pada kategori sangat tinggi (17%), tinggi (21%), sedang (34%), dan rendah (28%). Berdasarkan observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran pada semester ganjil, diamati bahwa kelas VII E memiliki rata-rata prestasi belajar yang lebih baik daripada kelas lainnya dikarenakan kelas ini disiplin dalam proses pembelajaran. Siswa di kelas VII E menyimak dengan baik setiap penjelasan maupun demonstrasi yang diberikan oleh guru, selain itu mereka memiliki kreatifitas yang lebih dalam mengerjakan tugas, dan kemampuan berinteraksi yang baik seperti bertanya dan menjawab pertanyaan dalam kegiatan diskusi. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Widiastuti (2008) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif antara kedisiplinan dengan prestasi belajar peserta didik dengan nilai korelasi sebesar 0,237. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa aspek kedisiplinan yang mempengaruhi adalah ketertiban terhadap aturan, mengikuti pelajaran dengan tertib, bersikap jujur, serta bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya. Prestasi belajar IPA siswa kelas VII SMP Negeri 3 Bangli juga dipengaruhi oleh
kegemaran olahraga peserta didik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis data menggunakan chi square dengan taraf signifikansi (0,018), yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara kegemaran olahraga peserta didik dengan prestasi belajar IPA. Presentase perolehan nilai UTS IPA paling tinggi justru diperoleh siswa yang tidak memilih kegemaran olahraga, dengan presentase pada kategori sangat tinggi (23%), tinggi (42%), sedang (30%), dan rendah (5%). Sedangkan presentase perolehan nilai UTS IPA paling rendah pada siswa yang memilih olahraga sepak bola, dengan presentase kategori sangat tinggi (20%), tinggi (32%), sedang (24%), dan rendah (24%). Tingginya prestasi belajar IPA pada peserta didik yang tidak memiliki kegemaran olahraga dipengaruhi oleh faktor psikologis dari internal peserta didik tersebut. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seseorang yang akan mempengaruhi prestasi belajar peserta didik tersebut. Faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik antara lain minat, bakat, motivasi, dan intelegensi. Masing-masing siswa memiliki minat dan bakat yang berbeda-beda, peserta didik yang memiliki minat terhadap kegiatan fisik seperti olahraga cenderung akan memiliki prestasi lebih baik dalam bidang tersebut. Karena secara tidak langsung minat seorang peserta didik mempengaruhi motivasi dan intensitasnya dalam belajar sesuai dengan minat yang dimiliki. Demikian juga pada hasil penelitian ini yang menunjukkan terdapat hubungan yang tidak nyata antara kegemaran seni dengan nilai UTS IPA peserta didik, hal ini juga dikarenakan faktor psikologis yaitu minat dan bakat siswa yang 43
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
cenderung mengarah ke seni bukan minat akademik. Sedangkan peserta didik yang memang memiliki minat dalam bidang profesional (keilmuan) cenderung akan menunjukkan prestasi dalam bidangnya, salah satunya terhadap mata pelajaran IPA. Hasil analisis data menunjukkan bahwa jenis kelamin, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua berhubungan tetapi tidak nyata terhadap prestasi belajar IPA peserta didik kelas VII SMP Negeri 3 Bangli. Hasil penelitian Firmanto (2013) mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan prestasi belajar antara laki-laki dan perempuan atau dengan kata lain bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan prestasi belajar, dengan taraf signifikasi (p=0,10). Aspek kecerdasan merupakan karakteristik yang utama pada peserta didik laki-laki sebagai faktor internal dalam pencapaian prestasi belajar, sedangkan pada peserta didik perempuan selain kecerdasan, aspek task commitment (komitmen terhadap tugas) merupakan aspek yang juga berperan penting dalam perolehan prestasi belajarnya. Selain faktor-faktor internal prestasi belajar peserta didik juga sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa lingkungan keluarga, sekolah, dan sosial. Lingkungan keluarga merupakan faktor eksternal yang paling berpengaruh dalam perkembangan peserta didik karena keluarga merupakan orang terdekat peserta didik. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang tidak nyata antara pendidikan dan pekerjaan orangtua terhadap prestasi belajar peserta didik , pendidikan terakhir orangtua peserta didik kelas VII SMP Negeri 3 Bangli sebagian besar (29,2%) merupakan lulusan SMA. Sedangkan pekerjaan ayah sebanyak (38,3%) dan ibu (61,7%) merupakan pilihan pekerjaan lainnya yang sebagian besar 44
ISSN 2087-9016
berprofesi sebagai petani maupun buruh. Namun tidak terdapatnya hubungan antara pekerjaan dan pendidikan orangtua terhadap prestasi belajar peserta didik memberikan implikasi positif bahwa siswa tetap memiliki motivasi belajar yang tinggi di luar pengaruh eksternal orangtua. Hasil penelitianini bertolak belakang dengan hasil penelitian oleh Saifi dan Mehmod (2008), yang menyimpulkan bahwa pendidikan orang tua berpengaruh penting dalam pencapaian pendidikan anak-anak mereka. Teknologi Informasi dan fasilitas meningkatkan kinerja peserta didik, dengan status sosial ekonomi yang stabil membawa kenyamanan, sikap positif dari lingkungan yang sehat yang mengarah ke prestasi akademik yang tinggi dibandingkan siswa lainnya. Namun, pada dasarnya dukungan dan pengaruh keluarga terutama orangtua bukan semata-mata hanya berupa kestabilan ekonomi yang mampu memberikan fasilitas pendukung belajar anaknya, namun dampak yang lebih besar kepada prestasi belajar seorang peserta didik adalah dengan adanya dukungan secara moril berupa perhatian dan motivasi dari orangtua. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Iftiqah (2013), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang singnifikan antara perhatian orang tua terhadap motivasi belajar, dimana perhatian orang tua merupakan kunci dari keberhasilan anak baik prestasi belajar di sekolah dan di luar sekolah. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian sosiodemografi sebelumnya, seperti hasil penelitian Rita dan Kusumawati (t.t.) yang menemukan beberapa variabel demografi tidak mempengaruhi sikap dan perilaku dalam menggunakan kartu kredit. Penelitian lain juga mendapatkan beberapa faktor sosiodemografi (umur dan
Ni Wayan Kari - Hubungan Antara Berbagai Faktor …..
pendidikan formal) tidak berhubungan intensi wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak, sebaliknya jenis kelamin berhubungan nyata, wajib pajak perempuan cenderung melakukan penghindaran wajib pajak lebih rendah dibanding laki-laki (Lasmana dan Tjaraka, 2011). Demikian pula Umar (2013) menemukan hubungan yang bermakna antara usia dan jenis kelamin bermakna terhadap resiko otitis media akut (yaitu penyakit telinga yang paling sering terjadi di Indonesia), tetapi lingkungan dan pendapatan memiliki tidak bermakna dengan penyakit tersebut. KESIMPULAN Dari analisis yang telah dilakukan hanya dua aspek yang menunjukkan hubungan bermakna yaitu hubungan kelas dengan nilai UTS dan olah raga yang digemari dengan nilai UTS. Sedangkan jenis kelamin, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan kegemaran terhadap kesenian berhubungan tetapi tidak nyata. Hal ini mengindikasikan terdapat faktor lain yang nampaknya lebih berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Untuk itu disarankan mengkaji faktor tersebut seperti sikap dan motivasi belajar siswa. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kepala sekolah, gurudan peserta didik SMP Negeri 3 Bangli, yang telah memberikan izin, pembinaan, bantuan sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. Daftar Pustaka Firmanto, A. (2013). Kecerdasan, kreativitas, task commitment dan jenis kelamin sebagai prediktor prestasi hasil belajar siswa. Jurnal Sains dan Praktik
Psikologi, 1(1):26-36. Diunduh dari http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jsp p/article/view/1342/1436, pada tanggal 12 Desember 2014. Haryanto. (2012). Pengertian dan tujuan pembelajaran. Diunduh dari http://belajarpsikologi.com/pengertiandan-tujuan-pembelajaran/, pada tanggal 12 Desember 2014. Iftiqah, R. (2013). Pengaruh perhatian orang tua terhadap motivasi belajar siswa. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan dan Konseling, 85-93. Diunduh dari http://download.portalgaruda.org/article .php?article, pada tanggal 14 Desember 2014. Lasmana, M.S. & Tajaraka. (2011). Pengaruh moderasi sosio demografi terhadap hubungan antara moral-etika pajak dan tax avoidance pajak penghasilan wajib pajak badan di KPP Surabaya. Majalah Ekonomi, XXI (2): 185-197. Diunduh dari journal.lib.unair.ac.id/index.php/ME/art icle/download/867/862, pada tanggal 31 Desember 2014. Rahmah, Z. (2013). Belajar, prestasi belajar, dan faktor yang mempengaruhi. Diunduh dari http://zillahrahmah.blogspot.com/2013/ 07/normal-0-false-false-false-en-us-xnone.html, pada tanggal 12 Desember 2014. Rita, R.M., & Kusumawati (tanpa tahun). Pengaruh variable sosiodemografi dan karakteristik finansial terhadap sikap, norma subjektif dan control perilaku menggunakan kartu kredit (Studi pada pegawai di UKSW Salatiga). Diunduh dari http://repository.uksw.edu/bitstream/han dle/123456789/49/ART_Maria Rio 45
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
Rita_Pengaruh variabel text.pdf?sequence, pada Desember 2014.
sosio_Full tangal 31
Saifi, S. & F. Mehmood. (2008). Pengaruh status sosial ekonomi terhadap prestasi siswa. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/132168739/ Pengaruh-Status-Sosial-EkonomiTerhadap- Prestasi-Siswa, pada tanggal 7 Desember 2014. Simanjuntak, W. (2013). Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Diunduh dari http://edukasi.kompasiana.com/2013/05 /22/faktor-faktor-yang-mempengaruhiprestasi-belajar-558299.html, pada tanggal 20 Desember 2014. Umar, S. (2013). Prevalensi dan faktor risiko otitis media akut pada anak-anak di Kotamadya Jakarta Timur. (Tesis yang tidak dipublikasi). Universitas Indonesia, Jakarta. Diunduh dari lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351621SP-Sakina%20Umar.pdf, pada tanggal 31 Desember 2014. Widiastuti, T.L. (2008). Hubungan antara kedisiplinan dengan prestasi belajar Siswa SMA Santo Bernandus Pekalongan. Diunduh dari http://eprints.unika.ac.id/1, pada tanggal 30 November 2014.
46
ISSN 2087-9016
PENGUASAAN BAHASA INDONESIA YANG STANDAR: SEBAGAI PRASYARAT PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU MASA DEPAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN
I Nyoman Suparsa Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Profesionalisme seorang guru merupakan angan-angan sekaligus harapan dan cita-cita. Untuk menjadi seorang guru yang professional dituntut untuk mempunyai ketrampilan belajarmengajar, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap anak didiknya. Di samping itu, seorang guru yang profesional dituntut untuk menguasai dan memahami materi yang diajarkan yang mengacu kepada kurikulum, silabus, satuan acara pelajaran, dan selalu membuat dan menerapkan RPP. Walaupun guru itu sudah menguasai dan memahami hal di atas belum tentu juga guru dapat disebut professional. Dikatakan demikian, karena guru dalam menyampaikan materi yang diajarkan kepada siswa sangat sulit dipahami dan dimengerti. Hal ini disebabkan oleh bahasa yang digunakannya tidak baik. Lafalnya tidak standar, pilihan katanya tidak tepat yang kadang-kadang menyebabkan ambiguitas makna, kalimatnya tidak efektif yang menyebabkan salah interpretasi. Oleh karena itu, seorang guru yang ingin menjadi professional, tidak hanya harus meguasai materi yang diajarkan tetapi juga harus menguasai dan memahami bahasa standar yang digunakan sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya.. Lafalnya harus baik, pilihan katanya harus tepat sehingga tidak menimbulkan ambiguitas makna. Kalimat yang digunakan harus efisien dan efektif. Dengan adanya keseimbangan antara penguasaan materi yang diajarkan yang mengacu kepada kurikulum, silabus, satuan acara pelajaran, dan RPP juga harus mampu menyampaikan materi itu dengan bahasa Indonesia yang standar, niscaya dapat diciptakan guru yang professional di bidang proses pembelajarannya. Anak didik dapat memahami materi pelajaran yang diberikan guru. Kata Kunci: penguasaan bahasa, bahasa standar, profesinalisme guru,
ABSTRACT Teacher professionalism is a dream, hope, and expectation. To be a professional teacher it is and obligation to have teaching and learning skill both for themselves and their students as well. Besides, a professional teacher is also a must to master the materials which should be align with the syllabus, learning focus, and always create and implement lesson plan. Even though teacher master all those things above, it cannot be considered directly as a professional teacher. Sometime, students struggle in understanding the materials explained by the teacher. This may due to incorrect pronunciation, improper diction which results in ambiguity, ineffective sentence which cause misinterpretation. Therefore for a teacher to be considered a professional, it is not enough to only master the materials but also master the best way todeliver
[47]
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
ISSN 2087-9016
the materials using a standard acceptable language. It should have correct pronunciation and have good diction to avoid ambiguity. The sentence should also be effective and efficient. With the balance between material mastery and a good delivery hopefully it will create a real professional teacher that will help the students in understanding the materials. Key word: language mastery, standard language, teacher professionalism
PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, pemerintah dituntut untuk menyediakan guruguru yang professional di setiap bidang mata pelajaran atau semua mata pelajaran jika guru itu adalah guru kelas. Namun, kemampuan pemerintah untuk menyediakan hal itu sangat terbatas. Dalam keterbatasan itu, sejalan dengan tingkat kemajuan ekonomi masyarakat, masyarakat yang telah berstatus sebagai guru telah berupaya sendiri menjadikan dirinya sebagai guru yang professional. Sedang sebagian dari guru yang sudah berstatus professional di bidangnya dan sebagian lagi belum. Guru-guru yang sudah professional itu, tersebar pada sekolahsekolah favorit, baik swasta maupun negeri. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kelulusan yang dicapai oleh sekolah-sekolah itu. Guru dikatakan professional jika guru itu piawai mentransfer ilmunya kepada anak didiknya dengan tetap mengacu kepada kurikulum, silabus, SAP, dan RPP. Untuk dapat menstranfer ilmunya kepada anak didik, guru harus dapat menyajikannya dengan bahasa yang standar. Masalahnya sekarang adalah apakah guru-guru yang professional di bidangnya itu sudah mampu mengajar menggunakan bahasa yang standar? Untuk sebagian mungkin sudah dan sebagian belum. Sebagian guru yang sudah
48
professional di bidangnya tetapi belum mampu mengajar dengan bahasa yang standar, penyampaian materi pelajarannya sangat sulit dipahami. Guru seperti itu adalah guru yang pandai untuk dirinya sendiri tetapi tidak membuat anak didik menjadi pintar. Guru-guru seperti inilah yang perlu meningkatkan kemampuan dalam menggunakan bahasa yang standar. Penguasaan Bahasa Indonesia sebagai Salah Satu Prasyarat menjadi Guru Profesinal Masa Depan Seperti telah dikemukakan di atas, untuk menjadi guru yang professional tidak cukup hanya menguasai materi yang diajarkan yang mengacu kepada kurikulum, silabus, SAP, dan RPP tetapi dia harus mampu menstransfernya dengan baik kepada anak didiknya. Untuk dapat mentransfer materi pelajaran itu dengan baik, maka seorang guru dituntut untuk mampu menguasai dan menggunakan bahasa yang standar, khususnya bahasa Indonesia yang standar, baik lisan maupun tulisan. .Bahasa Indonesia yang standar itu harus mampu sebagai bahasa pengantar ketika guru mengajar materi pelajaran di kelas. Sebab, bahasa standar itu adalah bahasa yang lugas, bahasa yang efektif, bahasa yang tidak ambiguitas, bahasa yang mengacu kepada kaidah-kaidah bahasa yang standar. Standardisasi bahasa yang digunakan dalam mengajar meliputi masalah ejaan,lafal,
I Nyoman Suparsa - Penguasaan Bahasa Indonesia …..
pilihan kata, tatabahasa yang mencakup frasa, klausa, kalimat, dan alinea. Setiap kita mengajar harus senantiasa harus menggunakan ejaan yang standar, pilihan kata yang tepat, frasa, klausa, kalimat, dan alinea yang tepat. Sistem Ejaan Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia sudah mempunyai sistem ejaan yang standar, yaitu Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Sistem ejaan itu sudah mulai diberlakukan Sejak tahun 1972, yang sasaran utama adalah bahasa tulis di samping juga untuk bahasa lisan. Walaupun sudah sejak lama diberlakukan, tidak semua guru mampu menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan itu. Hal ini disebabkan oleh belum adanya kesadaran/ keinginan untuk membaca sitem ejaan itu. Di samping itu, tidak semua guru mempunyai buku system ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Oleh karena itu, wajarlah jika tidak semua guru mampu menguasai dan menggunakan bahasa Indonesia dengan mengacu kepada system ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah harus menyedia dan menyebarkan buku system ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan ke seluruh sekolah-sekolah yang ada di tanah air. Dengan adanya buku itu, diharapkan guru mau atau ada keinginan untuk mendalami dan menguasai system ejaan itu dengan baik sehingga dapat ditransfer kepada anak didiknya.
Lafal yang Standar Ketika guru itu berbicara/ mengajar di kelas, dia harus mampu berbicara atau menggunakan bahasa Indonesia lisan (lafal) yang standar. Bahasa Indonesia memang belum mempunyai lafal yang standar karena kamus besar bahasa Indonesia belum mencantumkan bagaimana kata-kata itu harus dilafalkan (pronounciations). Walaupun demikian, bukan berarti bahasa Indonesia tidak mempunyai lafal yang baik. Bahasa Indonesia sudah mempunyai lafal yang baik. Lafal yang baik ini, baik konsonan maupun vokal akan menjadi acuan utama dalam pembentukan lafal yang standar. Lafal yang baik dalam bahasa Indonesia ini mengacu kepada hasil penelitian fonologi yang dilakukan oleh Hans Lapoliwa (1981). Fonologi itu merupakan suatu cabang linguistik atau ilmu bahasa yang menyelidiki tentang sistem bunyi bahasa Indonesia. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah menentukan system bunyi bahasa dan juga ortografi atau huruf-huruf yang ada dalam bahasa itu. Untuk lebih jelasnya, maka perhatikanlah sistem bunyi bahasa Indonesia yang baik yang akan menjadi cikal bakal sistem bunyi bahasa Indonesia yang standar, baik konsonan maupun vokal (Lapoliwa, 1981:12—35).
49
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
ISSN 2087-9016
Tabel 1. Bagan Konsonan Bahasa Indonesia Cara Artikulasi
1. Hambat B 2.
B 3. Frikatif TB B 4. Afrikat TB 5. B 6. Nasal B 7. Lateral
B
8. Tril
B
Tempat Artikulasi Labial Dental/ Alveolar (Alveolar-)Palatal Velar Glotal p t k b d g f s š x h z c j m n ŋ ň l r w y
9. Aproksiman B Tabel 2. Bagan Vokal Bahasa Indonesia Posisi Lidah
TB Depan
Tinggi
i
Tengah
e
Bawah
Sebagai ilustrasi, jika kita melafalkan kata yang mengandung bunyi [f] maka harus dilafalkan sebagai bunyi yang labial frikatif tidak bersuara, dan tidak boleh dilafalkan sebagai labial hambat tidak bersuara. Misalnya kata sifat harus dilafalkan sebagai [sifat] bukan [sipat]. Demikian juga halnya dengan bunyi vokal. Dalam setiap pengucapkan bunyi yang terdapat dalam kata-kata, frasa-frasa, klausa-klausa, dan kalimat-kalimat yang diucapkan harus mengacu kepada bagan konsonan dan vokal bahasa Indonesia di atas. Sebab, lafal inilah yang nantinya harus diacu dalam pembentukan lafal bahasa Indonesia yang standar.
50
Pusat
B Belakang u
E
o
a
Pilihan Kata yang Tepat Dalam menjelaskan suatu materi pelajaran, guru harus mampu menggunakan pilihan kata yang tepat. Sebab, dengan menggunakan pilihan kata yang tepat, anak didik akan dapat memahami materi pelajaran itu dengan baik dan cepat. Mereka tidak memerlukan waktu yang lama untuk menafsirkan atau menginterpretasikan apa yang ingin disampaikan oleh guru. Singkat kata, anak didik tidak akan menginterpretasikan secara berbeda apa yang ingin disampaikan oleh guru. Jadi, pilihlah kata yang mempunyai satu makna kata yang satu makna kata yang tepat, makna kata yang tidak ambiguitas.
I Nyoman Suparsa - Penguasaan Bahasa Indonesia …..
Untuk mengatasi kesalahan dalam menginterpretasikan hal yang dibicarakan oleh guru, guru dan juga anak didik harus senantiasa rajin membaca kamus bahasa Indonesia, kamus sinonim bahasa Indonesia. Apabila hal itu dilakukan, maka anak didik istimewa guru akan terindar dari kesalahan dalam memilih kosa kata. Misalnya, kapan kita menggunakan kata bisa dan kapan kita menggunakan kata dapat? Kata bisa mengandung makna yang ambiguitas, yaitu dapat dan racun. Dalam mengajar kita harus menggunakan kata dapat karena kata dapat mempunyai makna dapat tidak mempnuyai makna racum. Demikian juga dalam berbicara kita harus menggunakan kata berbicara atau mengatakan dan tidak boleh mengatakan bilang atau ngomong. Oleh karena, kedua kata itu tidak standar.
pelaku aspek tindakan. Misalnya sudah saya makan bukan saya sudah makan. Demikian juga dalam membuat kalimat. Dalam membuat kalimat guru tidak boleh mengawali kalimatnya dengan mengemukakan kata preposisi atau kata depan. Sebab, hal itu menyebabkan fungsi subjek tidak jelas dan masih banyak hal atau contoh yang dibicarakan dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia itu. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi guru yang profesional untuk tidak dapat mentransfer ilmunya kepada anak didiknya dengan baik. Harus ada keseimbangan antara penguasan materi pelajaran, cara belajarmengajar dengan bahasa yang digunakan sebagai bahasa pengantar. Keseimbangan itulah yang sebenarnya disebut sebagai guru yang professional.
Tata Bahasa Indonesia yang Standar
PENUTUP
Guru harus mampu menguasai dan menggunakan frasa, klausa, kalimat (tata bahasa) yang standar dalam bahasa Indonesia. Untuk dapat menggunakan tata bahasa yang standar dalam bahasa Indonesia, anak didik teristimewa guru senantiasa harus rajin membuka-buka dan membaca secara intensif buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Tata bahasa baku ini sudah mulai diterapkan Sejak tahun 1988, tepatnya pada peringatan Hari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1988. Buku ini sudah wajib dimiliki oleh setiap buku atau setidaktidaknya perpustakaan sekolah memilikinya.
Untuk menjadi guru yang professional masa depan, tidak cukup hanya mengetahui dan menguasai materi pelajaran yang sesuai dengan kurikulum, silabus, SAP, dan RPP tetapi guru harus mempunyai kemampuan menggunakan bahasa Indonesia yang standar dalam menyampaikan materi pelajarannya kepada para anak didiknya. Kedua-duanya harus seiring dan sejalan. Semoga dan terima kasih.
Sebagai contoh kecil dalam menggunakan frasa dalam bahasa Indonesia guru harus mengacu pada pola Aspek pelaku tindakan dan bukan mengacu kepada pola
Daftar Pustaka Azis, W. A. (ed.). (2008). Metode dan Model-model Mengajar. Bandung: Alfabeta. Lapoliwa, H. (1981). A Generative Approach to The Phonology of Bahasa
51
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
Indonesia. Canberra: Research School of Pacific Studies Department of Linguistics The Australian National University. Moeliono, A. M. (Penyuntung Penyelia) (1988). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Perum Balai Pustaka. Sneddon, J. N. (1996). Indonesian Reference Grammar. Brisbane: Allen and Unwin Pty Ltd. Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis. Jakarta: Prestasi Pustaka.
52
ISSN 2087-9016
PENERAPAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E DENGAN PHOTOVOICE BERBASIS ETNOSAINS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 PENEBEL
Ni Komang Sutriasih dan Dewa Ayu Puspawati Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keterampilan proses sain siswa dengan penerapan model Learning Cycle 5E, dan untuk menganalisis perbedaan hasil photovoice siswa yang mengikuti pembelajaran dengan penerapan metode Learning cycle 5E dibandingkan dengan metode konvensional. Desain penelitian ini menggunakan perbandingan Intact Group yang dilaksanakan di SMAN 1 Penebel mulai dari bulan Januari sampai Maret. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi keterampilan proses sain dan rubrik penilaian hasil photovoice. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan tes Mann Whitney U menunjukkan bahwa terdapat efek yang signifikan dari penerapan Learning cycle 5E terhadap keterampilan proses sain siswa (Z=-5.258, p<0.05). Dimana keterampilan proses sain siswa menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara model pembelajaran dan terdapat perbedaan hasil antara siswa yang belajar menggunakan Learning cycle 5E dibandingkan kelas konvensional (Z=-2.233, p<0.05). Hasil rata-rata photovoice siswa yang belajar menggunakan Learning cycle 5E (70.0) lebih tinggi dari siswa yang belajar secara konvensional (53.0). Kesimpulan dari penelitian ini adalah learning cycle 5E mampu meningkatkan keterampilan proses sain siswa dan mampu meningkatkan hasil photovoice siswa. Kata kunci: Learning Cycle 5E, photovoice, keterampilan proses sain ABSTRACT The purpose of the study was to determine the science process skills of students with Learning Cycle 5E model application, and to analyze the differences between the results photovoice grade students who followed the Learning Cycle 5E with conventional learning. This research is apparent in the design of Intact Group Comparison held in SMAN 1 Penebel from January to March 2014. Technique using a data collection sheet science process skills of observation and assessment rubrics photovoice results. The results obtained using the Mann Whitney U test results showed that there was a significant effect of the Learning Cycle 5E model of science process skills students (Z= -5.258, p<0.05). That is, the science process skills of students showed no significant difference between the model of learning, and (2) there are significant differences in the results of students’ photovoice between classes that follow the Learning Cycle 5E with conventional learning (Z= -2.233 , p<0.05) . Average results photovoice students who use the Learning Cycle 5E (70.0) is greater than the students who used conventional learning (53.0). [53]
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
ISSN 2087-9016
The conclusion of this study is the Learning Cycle 5E can improve students science process skills and can deliver maximum results in the manufacture of photovoice. Keywords: Learning Cycle 5E, photovoice, science process skills PENDAHULUAN Pembelajaran biologi diharapkan tidak hanya untuk penguasaan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip saja tetapi melibatkan siswa secara langsung melalui pengalaman belajar yang memuat keterampilan proses untuk menemukan nilai baru sebagaimana ilmuwan menemukan pengetahuan (Devi, 2010). Proses pembelajaran biologi di SMA Negeri 1 Penebel dilaksanakan secara klasikal dengan menggunakan metode seperti metode ceramah, diskusi, pengamatan, dan demonstrasi serta telah menggunakan media dalam penunjang proses pembelajaran. Namun penerapan metode dan penggunaan media masih kurang inovatif. Hal ini terlihat kurangnya pemanfaatan teknologi, serta kurang diintegrasikan dengan pengetahuan lokal sehingga hasilnya belum maksimal. Selain hal tersebut sebagian siswa masih pasif dalam kegiatan pembelajaran dan kurang berani bertanya maupun mengajukan pendapat. Sehingga siswa belum memaksimalkan keterampilan-keterampilan dasar yang dimiliki dalam usaha pencarian suatu ilmu pengetahuan. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan proses adalah model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) 5E yang selanjutnya disebut dengan Learning Cycle 5E (Fajaroh & Dasna, 2008). Learning Cycle 5E merupakan model pembelajaran sains yang beorientasi pada pembelajaran kontruktivis, yaitu siswa belajar secara aktif untuk membangun
54
konsep dan pengetahuannya secara mandiri melalui pengalaman nyata (Darma, 2007). Penerapan Learning Cycle 5E diintegrasikan dengan teknologi dan etnosains. Aspek teknologi dalam pembelajaran adalah penggunaan kamera digital, sedangkan aspek etnosains yang digunakan adalah lanskap budaya subak. Integrasi antara teknologi dan etnosains dapat dikembangkan ke dalam suatu media yang inovatif yaitu photovoice (Surata, 2013). Photovoice merupakan media yang dapat digunakan dalam pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok dan mengembangkan daya kreativitasnya melalui teknik dan fotografi tertentu, dengan menggunakan pesan visual diikuti dengan narasi untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran (Nelson & Christensen, 2012). Model Learning Cycle 5E yang diintergrasikan dengan photovoice, diharapkan memberikan pengaruh yang positif terhadap keberhasilan dalam memahami materi serta meningkatkan keterampilan proses sains. Di samping itu, diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang aktif, kreatif, dan dapat memotivasi siswa dalam menemukan suatu konsep dalam pembelajaran serta memberikan kesempatan siswa untuk mengaplikasikan materi, membangun pengetahuannya, dan bekerja dalam kelompok sehingga dapat meningkatkan keterampilan proses sainsnya.
Ni Komang Sutriasih, Dewa Ayu Puspawati - Penerapan Siklus Belajar …..
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (Quasi Experimental) dengan rancangan intact group comparison (Setyosari, 2010). Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Penebel yang berjumlah 6 kelas. Untuk menentukan sampel penelitian menggunakan teknik simple random sampling yang dilakukan dengan cara diundi, sehingga di dapat kelas X-3 sebagai kelas eksperimen dan X-6 sebagai kelas kontrol. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Penebel dan area Lanskap Budaya Subak Penatahan, Kabupaten Tabanan yang berlangsung dari bulan Januari 2014 – Maret 2014. Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen adalah penerapan Learning Cycle 5E dengan photovoice berbasis etnosains sedangkan pada kelas kontrol hanya diberikan pelakuan penggunaan media photovice berbasis etnosains dengan model pembelajaran konvensional. Proses pembelajaran dilaksanakan secara berkelompok, yang diawali dengan pemilihan kelompok menggunakan jejaring sosial sehingga kelompok bersifat heterogen baik dari jenis kelamin maupun kemampuannya. Pelaksanaan proses pembelajaran dilaksanakan di dalam kelas dan di luar kelas, di dalam kelas kegiatan siswa adalah belajar mengenai materi dunia tumbuhan kemudian siswa diberikan materi mengenai photovoice dan lanskap budaya subak. Sedangkan kegiatan siswa di luar kelas di laksanakan di area Lanskap Budaya Subak Penatahan, kegiatan siswa adalah mencari gambar/foto secara berkelompok sesuai topik yang diberikan berkaitan dengan materi dunia tumbuhan. Pengamat melakukan pengamatan dan penilaian terhadap keterampilan proses
sains siswa yang di kumpulkan dengan rubrik keterampilan proses sains (KPS). Adapun KPS siswa yang diamati yaitu mengobsevasi, membuat hipotesis, merumuskan masalah, melakukan pengamatan, menganalisis data, mengomunikasikan hasil pengamatan, dan menarik kesimpulan (Rustaman, 2003). Hasil akhir photovoice dinilai dengan rubrik penilaian hasil photovoice yang terdiri dari 5 aspek yaitu spesifikasi, komposisi, visual, kualitas gambar, dan narasi (Zleim, 2012). Data KPS dan hasil photovoice dianalisis secara kuantitatif menggunakan uji Mann Whitney U. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan KPS dan hasil photovoice siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Analisis Keterampilan Proses Sains (KPS) Siswa KPS siswa dinilai dengan melakukan pengamatan terhadap 7 aspek meliputi observasi (Ob), membuat hipotesis (Hi), merumuskan masalah (Rm), melakukan pengamatan (Pm), menganalisis data (Ad), mengomunikasikan hasil pengamatan (Khp), dan menarik kesimpulan (Ks). Berdasarkan penilaian yang diamati Observer, terdapat perbedaan jumlah skor dari ketujuh aspek KPS siswa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Kelas eksperimen memperoleh jumlah skor KPS siswa 393, sedangkan kelas kontrol 299. Ditinjau dari perbandingan distribusi frekuensi dapat disajikan seperti Tabel 1.
55
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
ISSN 2087-9016
Tabel 1. Perbandingan Distribusi Frekuensi antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol No
Interval
Kategori
1 2 3
19 – 24 13 – 18 7 – 12
Tinggi Sedang Rendah
Jumlah Si swa Eksperimen
Persentase (%)
Jumlah Siswa Kontrol
Persentase (%)
10 11 0
47,62 52,38 0
0
0 71,43 28,57
Ditinjau dari jumlah skor aspek-aspek KPS siswa yang diamati, terdapat perbedaan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Jumlah skor aspek-aspek KPS siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingan
15 6
kelas kontrol. Perbandingan jumlah skor aspek-aspek KPS siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dibuat histogram seperti disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Histogram Perbandingan Jumlah Skor Aspek-spek Keterampilan Proses Sains Siswa antara Kelas Eksperimen dengan Kelas Kontrol Keterangan: Observasi(Ob), Membuat Hipotesis (Hi), Merumuskan Masalah (Rm), Melakukan Pengamatan (Pm), Menganalisis Data(Ad), Mengkomunikasikan Hasil pengamatan (Khp), dan Menarik Kesimpulan (Ks). Dari hasil perbandingan jumlah skor KPS siswa, diperkuat oleh hasil uji Mann Whitney U yang menunjukkan adanya perbedaan nyata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol dengan signifikansi sebesar (Z=-5,258; p=0,000). Hal tersebut menunjukan bahwa hipotesis alternatif
56
pertama dalam penelitian ini yang menyatakan penerapan Learning Cycle 5E dengan photovoice berbasis etnosains berpengaruh terhadap keterampilan proses sains siswa kelas X SMA Negeri 1 penebel diterima.
Ni Komang Sutriasih, Dewa Ayu Puspawati - Penerapan Siklus Belajar …..
(KG), dan Narasi (N). Penilaian hasil photovoice siswa dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol oleh empat Observer. Perbandingan penilaian hasil photovoice antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol berdasarkan nilai median dari empat observer dapat dilihat pada Tabel 2.
Analisis Perbedaan Hasil Photovoice Siswa Siswa secara berkelompok membuat photovoice yang menjadi tugas utama mereka. Hasil photovoice dinilai dengan melakukan pengamatan terhadap lima aspek penilaian meliputi Spesifikasi (S), Komposisi (K), Visual (V), Kualitas Gambar
Tabel 2. Perbandingan Penilaian Skor Hasil Photovoice Siswa antara Kelas Eksperimen dengan Kelas Kontrol
Kelompok
S S
A
3.0
B
4.0
C
4.0
D
4.0
Ʃ
15.0
3
K K
3
3.0
4
Eksperimen K
V
V
3
3.0
3
3.0
3
3.0
1
15.0
3
3.0
2
2.5
V
2
2.5
3.0
4 1
3.5 14.5
3 1
4.0 13.5
4 1
3.0 12.0
3 1
4.0 15.0
4
18.5
1
11.0
70.0
1
3.0
7
3 1
3.0 10.5
3 1
3.0
3.0 10.5
3
3
N
2.0
3
3.0
3.0
12.0
1
3
N
Ʃ
Ʃ
1
2
13.0
1
3.0
3
KG
K
11.0 2
3.0
3
V
4 4.0 4 3.0 3 3.0 3 4.0 4 18.0 1 2.0 2 2.0 2 2.0 2 3.0 32.0
18.5
1
K
Kontrol
1
4.0
4
S
K
3
3.0
3
Ʃ
S
15.0
3.5
3
N
Ʃ
3.0
4.0
4
KG
N
2.0
14.0
9.0
53.0
3 1
2 9
1 5
Keterangan: Spesifikasi (S), Komposisi (K), Visual (V), Kualitas Gambar (KG), Narasi (N), Jumlah Skor (Ʃ)
Dari hasi perbandingan tersebut, terlihat jumlah skor hasil photovoice siswa kelas eksperimen lebih tinggi yaitu 70,0 dibandingkan dengan kelas kontrol dengan jumlah skor yaitu 53,0. Ditinjau dari segi kelompok, kelompok kelas eksperimen memperoleh skor lebih tinggi dibandingkan kelompok kelas kontrol, kecuali kelompok A pada kelas eksperimen memperoleh skor yang sama dengan kelompok B pada kelas kontrol. Sedangkan jika ditinjau dari aspekaspek penilaian hasil photovoice terlihat kelas
eksperimen memperoleh skor lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol, kecuali aspek kualitas gambar memperoleh skor yang sama antara kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Dari hasil perbandingan jumlah skor penilaian hasil photovoice siswa, diperkuat dengan hasil uji Mann Whitney U yang menunjukkan perbedaan hasil photovoice dengan signifikan (Z = -2,233, p =0,026). Sehingga hipotesis alternatif kedua dalam penelitian ini yang menyatakan ada
57
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
perbedaan hasil photovoice siswa antara kelas yang menerapkan Learning Cycle 5E dengan kelas yang tidak menerapkan Learning Cycle 5E dapat diterima. PEMBAHASAN Pengaruh Learning Cycle 5E terhadap Keterampilan Proses Sains (KPS) Siswa Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh jumlah skor keseluruhan KPS siswa dan jumlah skor setiap aspek KPS siswa kelas eksperimen cendrung lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, begitu pula dilihat berdasarkan distribusi frekuensi, dimana kelas eksperimen 47,62% memperoleh skor kategori tinggi dan 52,38% kategori sedang, sedangkan kelas kontrol hanya 71,43% mendapat nilai kategori sedang dan sisanya 38,57% mendapat nilai kategori rendah. Hal tersebut dikarenakan kelas eksperimen memiliki keterampilan proses sains lebih baik karena menerapkan model Learning Cycle 5E, dimana siswa dapat mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berfikir, pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa melalui penyelidikan dan penemuan untuk memecahkan masalah, kemudian siswa dapat mengungkapkan konsep yang sesuai dengan pengalamannya dan menggunakan pemahaman yang telah diperoleh untuk memecahkan permasalahan lain yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan Darma (2007), yang menyatakan bahwa pengetahuan bukan hanya berupa seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat,
58
ISSN 2087-9016
melainkan manusia harus mengkontruksi pengetahuan tersebut dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam pembelajaran dengan Learning Cycle 5E siswa aktif bertanya, menjawab, mengerjakan tugas yang diberikan, dan berdiskusi untuk memecahkan permasalahan dan menemukan konsep sendiri bersama kelompoknya sehingga kegiatan yang dilakukan mampu meningkatan KPS siswa dalam pembelajaran. Selain hal tersebut keunggulan model Learning Cycle 5E karena adanya unsur penemuan (inquiry) didalamnya, dimana siswa sendiri yang melakukan aktivitas belajarnya secara berkelompok, melakukan penyelidikan atau pengamatan, mengajukan hipotesis, merumuskan masalah, menganalisis data hasil temuannya, mengkomunikasikan hasil temuannya dan menarik kesimpulan. Sehingga dapat megembangkan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor siswa secara optimal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pramawati, dkk (2011), yang menyatakan bahwa model siklus belajar (Learning Cycle) mampu meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Selain itu meningkatnya KPS siswa juga dipengaruhi oleh proses kegiatan pembelajaran yang menarik dan komunikatif sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar. Penggunaan media yang inovatif berupa photovoice, mampu membangkitkan rasa ingin tahu dan memotivasi siswa untuk membuat hasil yang sebaik-baiknya. Pembuatan photovoice dilakukan secara berkelompok sehingga dapat mengkolaborasikan ide-ide kreatif melalui diskusi kelompok terkait dengan materi yang
Ni Komang Sutriasih, Dewa Ayu Puspawati - Penerapan Siklus Belajar …..
dibahas. Hal ini sesuai dengan penelitian Perry (2009), yang menyatakan penggunaan media photovoice merupakan pembelajaran yang berbasis teknologi yang praktis, sederhana, dan efektif untuk meningkatkan pemahaman serta mengembangkan interaksi sosial siswa. Dalam penulisan kesan dan pesan, sebagian besar siswa mengungkapkan penggunaan photovoice dalam pembelajaran merupakan suatu metode baru bagi mereka, selain itu menggunakan gambar dalam pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan mudah dimengerti. Di samping penggunaan media yang inovatif serta melibatkan partisipasi aktif siswa, pembelajaran juga harus kondusif dan menyenangkan agar siswa tidak merasa jenuh. Pembelajaran berbasis etnosains merupakan salah satu inovasi dalam membelajarkan siswa mengenai materi biologi dengan menggunakan areal subak sebagai objek pembelajaran sekaligus dapat mengenalkan kebudayaan yang mereka miliki. Pembelajaran di areal lanskap budaya subak Penatahan membuat pembelajaran siswa lebih menyenangkan karena dilakukan di luar kelas, siswa dapat mengetahui contohcontoh tumbuhan yang terdapat di areal subak yang berkaitan dengan materi dunia tumbuhan, materi pembelajaran akan mudah diingat dan dipahami dengan melihat objek asli, serta dapat mengenalkan subak bukan hanya sebagai kebudayaan, melainkan sebagai media dalam pembelajaran biologi. Hal ini didukung oleh penelitian Atmojo (2012), yang menyatakan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan etnosains yaitu menggunakan konsep lingkungan dan budaya, khususnya budaya
lokal sebagai sumber belajar membuat hasil belajar siswa lebih bermakna dan mampu meningkatkan keterampilan proses sains. Sedangkan pada kelas kontrol, pembelajaran dilakukan secara klasikal tanpa penerapan Learning Cycle 5E sehingga pembelajaran ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Pada model pembelajaran ini, walaupun sudah menggunakan media yang inovatif, namun proses belajar tetap berpusat pada guru (teacher centered), termasuk dalam kegiatan lapangan yang dilakukan sehingga peran siswa menjadi lebih terbatas karena hanya menerima informasi dari guru. Temuan yang diperoleh selama penelitian pada kelas kontrol yaitu: (1) kemampuan merumuskan hipotesis masih kurang dipahami secara benar oleh siswa. Siswa belum mampu mewujudkan gambaran hipotesis yang benar-benar dapat diuji dan sejalan dengan rumusan masalah yang diajukan, (2) dalam menggunakan alat dan bahan yang ada siswa cenderung tidak cermat dan tidak sigap. Siswa masih belum mampu mengeksplorasi dan menemukan jawaban atas permasalahan yang diajukan dengan mamanfaatkan alat dan bahan yang tersedia, (3) kemampuan menganalisis data masih belum optimal karena siswa belum secara optimal menggunakan teori, prinsip, maupun persamaan yang relevan untuk menganalisis permasalahan sehingga menghasilkan solusi masalah tersebut, (4) kemampuan siswa dalam menyampaikan hasil temuannya masih belum optimal karena keterampilan berkomunikasi di depan umum masih kurang. Setelah diuji dengan Mann Whitney U diperoleh signifikansi (p=0,000) pada jumlah skor keseluruhan KPS siswa,
59
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
yang berarti terdapat perbedaan nyata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penerapan Learning Cycle 5E dengan photovoice berbasis etnosains berpengaruh terhadap KPS siswa kelas X SMA Negeri 1 Penebel. Perbedaan Hasil Photovoice Siswa Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diperoleh jumlah skor penilaian hasil photovoice kelas eksperimen lebih tinggi yaitu 70,0 dibandingkan kelas kontrol yaitu 53,0. Hal ini disebabkan kelas eksperimen menerapkan Learning Cycle 5E yang memberikan kesempatan siswa berpartisipasi aktif untuk melakukan kegiatan dalam pembuatan photovoice secara mandiri, mulai dari pengambilan gambar sampai pemberian narasi pada gambar sesuai ide dan kreatifitas berdasarkan hasil diskusi kelompok, sehingga siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan yang diperoleh secara langsung. Pernyataan ini sesuai dengan pernyataan Soebagio, dkk (2001) yang menyatakan Learning Cycle merupakan suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa dalam menemukan konsep sendiri atau memantapkan konsep yang dipelajari, mencegah terjadinya kesalahan konsep, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan konsep-konsep yang dipelajari pada kondisi baru. Sedangkan pada kelas kontrol proses pembelajaran hanya berpusat pada guru sehingga peran serta siswa dalam pembuatan photovoice terbatas, karena hanya menerima informasi guru. Berdasarkan pada setiap aspek penilaian hasil photovoice kelas eksperimen
60
ISSN 2087-9016
memperoleh jumlah skor lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, kecuali pada aspek kualitas gambar (KG) yang mencakup kualitas gambar, fokus, dapat dimengerti, dan mengandung unsur artistik, memperoleh jumlah skor sama yaitu 12,0. Dalam photovoice kualitas gambar tidak menjadi hambatan karena teknik fotografi tidak terlalu diutamakan. Adapun tujuan utama pembuatan photovoice adalah membelajarkan siswa untuk berpikir secara kritis, dan bukan ditekankan pada kualitas gambar yang dihasilkan. Hal ini sesuai pernyataan Strauss, et al, (2003). Ditinjau dari segi kelompok, kelompok pada kelas eksperimen mempunyai skor lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pada kelas kontrol kecuali, pada kelompok A pada kelas eksperimen mempunyai skor sama dengan kelompok B pada kelas kontrol. Hal tersebut terlihat pada pengamatan yang dilakukan, partisipasi masing-masing anggota kelompok pada kelas eksperimen lebih antusias dalam mengerjakan apa yang menjadi tugas masingmasing individu dalam kelompok dan kesadaran anggotanya dalam berpartisipasi aktif melakukan diskusi dengan kelompoknya dalam kegiatan, sehingga tugas yang mereka kerjakan lebih optimal. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi, dkk. (2013) menggunakan photovoice dalam pembelajaran kooperatif tipe GI dapat mengembangkan aspek perilaku berkelompok siswa, sehingga dapat melatih siswa untuk berpatisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan kelompok pada kelas kontrol anggota kelompok kurang aktif dalam partisipasi kelompok, sehingga photovoice dikerjakan seadanya tanpa usaha
Ni Komang Sutriasih, Dewa Ayu Puspawati - Penerapan Siklus Belajar …..
maksimal serta tidak terlihat kerjasama antar anggotanya. Adapun kendala yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain: (1) siswa belum terbiasa dalam pembelajaran Learning Cycle 5E, (2) siswa masih belum memahami langkah-langkah dalam pembuatan photovoice. Sehingga dalam menerapkan model Learning Cycle 5E dengan photovoice guru model berusaha maksimal menjelaskan secara detail serta memberikan contoh sebuah photovoice dalam pembelajaran khususnya materi biologi. Setelah dilakukan uji statistik Mann Whitney U diperoleh signifikansi (p = 0,026) pada jumlah skor penilaian hasil photovoice, yang yang berarti terdapat perbedaan nyata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Hasil tersebut sekaligus menyimpulkan bahwa ada perbedaan hasil photovoice antara kelas yang menerapkan Learning Cycle 5E dengan kelas yang tidak menerapkan Learning Cycle 5E di kelas X SMA Negeri 1 Penebel. PENUTUP Simpulan Adapun simpulan dari penelitian ini adalah penerapan Learning Cycle 5E dengan photovoice berbasis etnosains berpengaruh sangat nyata (p<0,001) terhadap keterampilan proses sains siswa kelas X SMA Negeri 1 Penebel serta ada perbedaan nyata (p<0,05) hasil photovoice antara kelas yang menerapkan Learning Cycle 5E dengan kelas yang tidak menerapkan Learning Cycle 5E di kelas X SMA Negeri 1 Penebel.
Saran Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1) Diharapkan model Learning Cycle 5E dengan photovoice berbasis etnosains dapat dijadikan salah satu model pembelajaran alternatif biologi dalam mengembangkan dan meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Learning Cycle 5E akan lebih baik digunakan pada konsep yang bersifat konkrit agar siswa dapat menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari; 2) Diharapkan kepada guru untuk menerapkan model pembelajaran yang berbasis etnosains yang memanfaatkan lingkungan dan budaya, khususnya budaya lokal sebagai sumber belajar sehingga dapat membangun proses pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan; 3) Diharapkan bagi peneliti selanjutnya melakukan penelitian sejenis dengan menggabungan penilaian KPS dan penilaian hasil photovoice siswa serta mengembangkan variabelvariabel yang lebih bervariasi sehingga dapat menambah inovasi pembelajaran dalam dunia pendidikan. DAPTAR PUSTAKA Atmojo, S.E. (2012). Profil keterampilan proses sains dan apresiasi siswa terhadap profesi pengerajin tempe dalam pembelajaran IPA berpendekatan etnosains. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. 1 (2), 115-122. Diunduh dari http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ jpii/article/view/2128/2229 pada tanggal 23 Desember 2013.
61
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
Darma. (2007). Manajemen Prestasi Belajar. Jakarta:Rajawali Press Devi, K.P. (2010). Keterampilan proses dalam pembelajaran IPA. Diunduh dari http://www.p4tkipa.net/modul/Tahun2010/B ERMUTU/MGMP/Keterampilan%20Pr oses%20dalam%20Pembelajaran%20IP A.pdf. Dewi, I.K., Puspawati, D.A., & Ismail, D. (2013). Pengaruh model pembelajaran Kooperatif tipe group ivestigation (GI) dengan media photovoice berbasis lanskap budaya subak terhadap perilaku berkelompok siswa SMP Ambarawati Tampaksiring. Jurnal Santiaji Pendidikan, 3(2), 134-149. Fajaroh. & Dasna W. (2008). Pembelajaran dengan model siklus belajar (learning cycle). Diperoleh dari http://www.scribd.com/doc/52631513/L earning-Cycle. Diakses tanggal 28 Nopember 2013 Nelson, E., & Christensen, K. (2012). In the middle: how our students experience learning at school and beyond. Diunduh dari www.teacherswork.ac.nz/journal/.../nels on.pdf, pada tanggal 16 Desember 2013. Perry, B. (2009). Creating a cultural of community in online courses. Diunduh dari http://auspace.anthabascau.ca/handle/21 49/2159, pada tanggal 16 November 2013.
62
ISSN 2087-9016
Pramawati, L., Suryawati, E., & Fauziah, Y. (2011). Penerapan model pembelajaran siklus(learning cycle) untuk meningkatkan keterampilan proses dan hasilbelajar sains siswa kelas VII-5 SMP Kartika 1-5 Pekan Baru tahun ajaran 2011/2012. [PDF Dokumen]. Diunduh dari http://repository.unr.ac.id/bitstream/123 45679/1226/1/jurnal%20liza%20prama wati%20s.pdf, pada tanggal 25 Oktober 2013. Rustaman, N.Y. (2003). Assesment pendidikan IPA [PDF Dokumen]. Diunduh dari http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI .PENDIDIKAN_IPA/19501231179032NURYANI_RUSTAMAN/Asesmen_pe ndidikan_IPA.pdf. pada tanggal 25 November 2013. Setyosari, P. (2012). Metodelogi penelitian pendidikan danpengembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Soebagio, Soetarno, & Wiwik H. (2001). Penggunaan Daur Belajar Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran dan Pemahaman Konsep Sel Elektrolisis Pada Siswa Kelas III SMU Negeri 2 Jombang. Media Komunikasi Kimia. Jurnal Ilmu Kimia dan Pembelajarannya. Diunduh dari http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikel6955 696FAF31FE0DF80809D2E8BEEC35. pdf, pada tanggal 1 Januari 2014.
Ni Komang Sutriasih, Dewa Ayu Puspawati - Penerapan Siklus Belajar …..
Strauss, R., Mofidi, M., Sandler, S., Wiliamson, R., Brian, A.Carl, S. & et al. (2003). Reflective learning in community-based dental education. Diunduh dari http://depts.washington.edu/ccph/pdf_fil e/1234.pdf, pada tanggal 25 November 2013.
Surata, S.P.K. (2013). Lanskap budaya subak. Denpasar: UNMAS PRESS. Zleim, J. (2012). Rubric photovoice. Diunduh dari http://www.rcampus.com/rubricshowc.c fm?code=Q4X87B&sp=true, pada tanggal 25 Oktober 2013.
63
PEMANFAATAN PROGRAM APLIKASI MAPLE SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR KALKULUS I MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR TAHUN AJARAN 2014/2015
Kadek Rahayu Puspadewi dan I Made Dharma Atmaja Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk (1) meningkatkan prestasi belajar mahasiswa pada perkuliahan Kalkulus I melalui pemanfaatan program aplikasi Maple, (2) meningkatkan motivasi belajar mahasiswa pada perkuliahan kalkulus I melalui pemanfaatan program aplikasi Maple, dan (3) mendeskripsikan tanggapan mahasiswa terhadap pemanfaatan program aplikasi Maple pada perkuliahan kalkulus I. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang berlangsung dalam tiga siklus. Subyek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester IA Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Mahasaraswati Denpasar pada tahun akademik 2014/2015 sebanyak 17 orang. Data prestasi belajar mahasiswa dikumpulkan dengan tes essay. Data motivasi belajar dan respons mahasiswa dikumpulkan dengan menggunakan angket. Keseluruhan data dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan program aplikasi Maple mampu meningkatkan prestasi dan motivasi belajar mahasiswa pada perkuliahan kalkulus I. Hal ini ditandai dengan peningkatan persentase kelulusan nilai A atau B yaitu dari 52,9% pada siklus I, 64,7% pada siklus II, dan 70,6 pada siklus III, serta dengan adanya peningkatan rata-rata skor motivasi belajar dari 74,1 (kategori rendah) pada saat observasi awal menjadi 111,1 (kategori tinggi) pada akhir siklus III. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa respons mahasiswa terhadap pembelajaran sebesar 65,88 yang berada pada kategori positif. Kata kunci: program aplikasi Maple, prestasi belajar, motivasi belajar ABSTRACT The purpose of this research were to 1) improve the student’s achievement in study of Calculus I by using Maple Application Program, 2) improve the student’s motivation in study of Calculus I by using Maple Application Program, and 3) describe the student’s response by using of Maple Application Program in study of Calculus I. The research was a classroom action research with three-cycle. The subjects of this research were all IA students of mathematics study program at Mahasaraswati University in academic year 2014/2015 with 17 people. The data of student’s achievement were collected using an essay test. The data of student’s motivation and student’s response were gathered through questionnaire. All of the data were analyzed by descriptive statistics. Research findings showed that, by using of Maple Application Program can improve the student’s achievement and the student’s motivation in
[64]
Kadek Rahayu Puspadewi, I Made Dharma Atmaja - Pemanfaatan Program Aplikasi Maple …..
study of Calculus I. It seen from the improvement of student’s achievement based on the percentage of students who can get A or B remark in cycle I : 52,9%, in cycle II=64,7%, and in cycle III :70,6% . The improvement also seen from the average score of student’s motivation from 74,1 (low categorize) become 111,1 (high categorize). Furthermore, there was a positive response of students by using the Maple Application Program in study of Calculus I by 65,88 pint which included in a positive category. Key words: Maple application program, students’ achievement, student’s motivation. PENDAHULUAN Materi Kalkulus I merupakan materi yang sangat esensial karena merupakan materi prasyarat bagi beberapa mata kuliah selanjutnya seperti mata kuliah Kalkulus II, Analisis Vektor, Persamaan Differensial, dan Statistika Matematika. Hal ini berarti bahwa keberhasilan mahasiswa pada perkuliahan kalkulus I akan sangat berpengaruh terhadap prestasinya pada perkuliahan selanjutnya. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pemanfaatan media komputer sangat membantu dalam pembelajaran matematika karena dalam prakteknya seringkali melibatkan perhitungan matematis yang rumit. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, telah berkembang beberapa program aplikasi matematika seperti Maple, Mathematica, dan MatLab yang dapat membantu mahasiswa dalam mengeksplorasi materi matematika. Penguasaan konsep-konsep khususnya pada materi kalkulus I akan dipermudah jika dalam pembelajarannya memanfaatkan program-program aplikasi. Karenanya, pemanfaatan program aplikasi dalam perkuliahan kalkulus I sudah seharusnya mendapat suatu perhatian yang serius bagi tenaga pengajar. Namun kenyataannya, belum ada upaya untuk memanfaatkan suatu program aplikasi dalam proses pembelajaran Kalkulus I di Jurusan Pendidikan Matematika
Universitas Mahasaraswati Denpasar. Berdasarkan hasil wawancara pada 25 april 2014 dengan 6 orang mahasiswa (mahasiswa semester II, IV, dan VI) yang pernah mengambil mata kuliah kalkulus I diperoleh informasi bahwa para pengajar telah memanfaatkan komputer dalam perkuliahan kalkulus I namun hanya sebatas pemanfaatan power point dan belum pernah memanfaatkan program-program aplikasi. Hasil temuan di atas diduga merupakan salah satu faktor rendahnya prestasi dan motivasi belajar mahasiswa. Dari data prestasi belajar kalkulus I selama tiga tahun terakhir diperoleh banyaknya mahasiswa yang lulus dengan nilai A atau B berturut-turut yaitu 94,73%, 68,08%, 63,63%. Sedangkan banyaknya mahasiswa yang lulus dengan nilai C berturut-turut yaitu 5,26%, 31,9%, 36,36%. Data tersebut menggambarkan adanya penurunan prestasi belajar mahasiswa, semakin sedikit yang memperoleh nilai A atau B dan sebaliknya semakin banyak yang memperoleh nilai C. Rendahnya motivasi mahasiswa dapat dilihat dari hasil refleksi perkuliahan kalkulus I pada tahun 2013 dimana sebagian besar mahasiswa enggan untuk berlatih soalsoal di rumah. Hal ini diduga karena selama perkuliahan mahasiswa seringkali menemukan perhitungan matematis yang rumit sehingga setelah selesai perkuliahan, mereka enggan melakukan pengulangan
65
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
materi ataupun berlatih mengerjalan soal yang ada pada buku ajar apalagi soal yang bersumber dari buku lainnya. Mereka hanya berlatih saat diberikan tugas saja. Soal yang mana yang diberikan tugas, hanya soal yang itu saja yang mereka kerjakan. Dan mereka pun tidak mampu untuk mengecek apakah jawaban yang mereka kerjakan benar atau tidak karena buku terkadang tidak menyediakan kunci jawaban dari masalah yang diberikan. Dan jikapun tersedia kunci jawaban biasanya hanya disediakan untuk nomor tertentu saja. Bertolak dari hal di atas, adanya penurunan prestasi belajar Kalkulus I sejak tiga tahun terakhir dan rendahnya motivasi belajar mahasiswa sudah seharusnya pendapatkan perhatian yang serius. Hal ini menjadi landasan penelitian ini sangat mendesak untuk dilakukan, yaitu penelitian untuk memotivasi mahasiswa dalam meningkatkan prestasi belajar kalkulus I melalui pemanfaatan progam aplikasi matematika. Adapun program aplikasi yang dipilih adalah program aplikasi Maple. Maple merupakan suatu paket program Sistem Komputer Aljabar (Computer Algebra System) yang dapat dioperasikan untuk melakukan perhitungan matematis melalui ekspresi simbol (Andre Heck, 1993). Sebagai suatu Sistem Komputer Aljabar, Maple memiliki beberapa keunggulan diantaranya 1) Maple merupakan program yang interaktif yang memungkinkan komputasi matematika dengan melibatkan simbol-simbol, 2) Maple memuat paketpaket matematika yang siap pakai dalam jumlah yang cukup banyak sehingga Maple unggul dalam pengerjaan matematika, dan 3) Maple dapat digunakan sebagai bahasa pemrograman sehingga pengguna dapat mengimplementasikan algoritma matematika baru. 66
ISSN 2087-9016
Sebagai suatu perangkat lunak Sistem Komputer Aljabar, Maple banyak menyediakan fasilitas khusus dalam bidang kalkulus yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran Kalkulus I. Fasilitas yang dimaksud, misalnya, mencari penyelesaian persamaan dan pertidaksamaan, menggambar fungsi eksponen, fungsi trigonometri, fungsi logaritma dan fungsi hiperbolik, menentukan nilai ekstrim, uji kekontinuan fungsi, menentukan limit dan turunan suatu fungsi, fasilitas animasi dan beberapa fasilitas lainnya. Dengan tersedianya fasilitas-fasilitas tersebut serta beberapa keunggulan lainnya maka Maple dapat dijadikan sebagai suatu pilihan alternatif pendukung perkuliahan kalkulus I melalui kegiatan praktikum. Ariawan (2004) telah memanfaatkan Maple dalam pembelajaran Kalkulus I. Hasil yang diperoleh adalah penggunaan program Maple pada perkuliahan kalkulus dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar. Suarsana (2007) juga telah memanfaatkan Maple pada perkuliahan Aljabar Linear I dan hasilnya adalah motivasi dan prestasi belajar mahasiswa dapat ditingkatkan. Tanggapan mahasiswa terhadap pemanfaatan Maple pun berada dalam kategori positif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam penyempurnaan proses pembelajaran di Jurusan Pendidikan Matematika khususnya terkait dengan perkuliahan Kalkulus I. Di samping itu, mahasiswa calon guru akan memperoleh bekal tambahan yang sangat bermakna tentang pemanfaatan program aplikasi Maple yang nantinya dapat mereka aplikasikan saat menjadi guru dikemudian hari.
Kadek Rahayu Puspadewi, I Made Dharma Atmaja - Pemanfaatan Program Aplikasi Maple …..
Metode Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester IA Jurusan Pendidikan Matematika tahun ajaran 2014/2015 yang mengambil mata kuliah kalkulus I. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang berlangsung dalam 3 siklus. Masing-masing siklus dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan. Prosedur penelitian untuk masing-masing siklus mencakup 4 tahapan yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi (Kemmis and Taggart, 1990). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi tes prestasi belajar, motivasi belajar, dan tanggapan mahasiswa terhadap pemanfaatan program aplikasi Maple pada perkuliahan Kalkulus I. Data prestasi belajar mahasiswa dikumpulkan melalui tes prestasi belajar yang disusun dalam bentuk tes essay sedangkan data motivasi belajar dan tanggapan mahasiswa terhadap pemanfaatan program aplikasi Maple diperoleh dengan menggunakan angket. Keseluruhan data akan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Data prestasi belajar mahasiswa dianalisis dengan statistik deskriptif dengan menggunakan teknik konversi skor sebagai berikut. Tabel 1. Konversi Skor Prestasi Belajar Skor
Nilai
Kategori
85 Skor 100
A
Lulus
70 Skor 85
B
Lulus
55 Skor 70
C
Lulus
40 Skor 55
D
Tidak lulus
0 Skor 40
E
Tidak lulus
Rata-rata skor motivasi belajar dan respons mahasiswa dikonversi ke dalam kriteria yang ditentukan pada tabel 2.2 berikut. Tabel 2. Kriteria Penggolongan Motivasi Belajar Matematika Skor
M i 0,5.SDi M M i 1,5.SDi
Kategori Sangat tinggi Tinggi
M i 0,5.SDi M M i 0,5.SDi
Cukup
M i 1,5.SDi M M i 0,5.SDi
Rendah Sangat rendah
M M i 1,5.SDi
M M i 1,5.SDi
(dimodifikasi dari Ratumanan dan Theresia, 2003) Dengan : 1 2 (skor Mean Ideal ( M i ) = maksimum ideal + skor minimum ideal) Standar Deviasi
Ideal
( SDi )
=
1 (skor maksimum ideal + skor minimum 6 ideal)
Dalam penelitian ini ditetapkan 2 indikator keberhasilan penelitian. Dengan kata lain penelitian ini dianggap berhasil bila mampu mencapai kedua indikator berikut: 1. Indikator keberhasilan peningkatan prestasi belajar bila persentase mahasiswa lulus dengan nilai A atau B minimal 70%. 2. Indikator keberhasilan peningkatan motivasi belajar mahasiswa yaitu apabila motivasi belajar mahasiswa berada pada kategori tinggi.
67
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian Data Hasil Prestasi Belajar Matematika Adapun data prestasi belajar matematika pada siklus I, II, dan III disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3. Data Prestasi Belajar Pada Siklus I, II, dan III
Siklus I II III
Jumlah Nilai 1176 1218 1264
Ratarata Nilai 69,2 71,6 74,4
Persentase dengan Nilai A atau B 52,9% 64,7% 70,6%
Data Hasil Motivasi Belajar Matematika Rata-rata skor motivasi belajar matematika pada refleksi awal adalah 74,1 yang secara kualitatif tergolong kategori “rendah”. Pada siklus III diperoleh rata-rata skor motivasi belajar sebesar 111,1 yang secara kualitatif tergolong kategori “tinggi”. Data Hasil Respons Mahasiswa Terhadap Pembelajaran Rata-rata skor respons mahasiswa adalah sebesar 65,88 yang secara kualitatif tergolong kategori “positif”. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa prestasi belajar matematika mahasiswa pada akhir siklus I belum memenuhi indikator keberhasilan penelitian yang ditentukan yakni persentase kelulusan dengan nilai A atau B hanya 52,9%. Belum tercapainya keberhasilan sesuai dengan yang diharapkan pada akhir siklus I diduga disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, program aplikasi Maple merupakan sesuatu yang baru bagi mahasiswa. Berhadapan 68
ISSN 2087-9016
dengan sesuatu yang baru tentu membutuhkan waktu untuk penyesuaian. Pada pelaksanaan siklus I ini mahasiswa masih terlihat sangat lamban dalam mengoperasikan Maple. Kedua, minimnya diskusi antar mahasiswa. Karena masingmasing mahasiswa memiliki laptop maka dalam pembelajaran mahasiswa menggunakan laptop mereka secara mandiri. Hal ini ternyata membuat minimnya interaksi yang terjadi antar mahasiswa. Saat mahasiswa menemui kesulitan maka mereka kesulitan untuk memecahkan karena mereka memfokuskan pada pekerjaan masing-masing. Melihat hambatan yang terjadi pada siklus I maka saat pelaksanaan siklus II peneliti melakukan perbaikan tindakan dengan meminta mahasiswa untuk menggunakan 1 laptop untuk dua orang. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan diskusi antar mahasiswa sehingga ketika menemui kesulitan anggota kelompok dapat saling berbagi. Perbaikan tindakan yang dilaksanakan pada siklus II ternyata secara kuantitas dapat meningkatkan prestasi belajar matematika. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata yang diperoleh yang sebelumnya 69,2 menjadi 71,6. Meski mengalami peningkatan, persentase kelulusan dengan nilai A atau B masih belum mencapai kriteria yang diharapkan yaitu baru mencapai 64,7%. Melalui kegiatan observasi yang dilakukan selama pelaksanaan tindakan siklus II, belum tercapainya kategori yang diharapkan dari penelitian ini disebabkan oleh enggannya mahasiswa untuk memanfaatkan fasilitas Help. Fasilitas ini sebenarnya sangat membantu jika mahasiswa menemukan kesulitan dalam mengoperasikan Maple.
Kadek Rahayu Puspadewi, I Made Dharma Atmaja - Pemanfaatan Program Aplikasi Maple …..
Perintah-perintah dalam menu Help dapat diganti sesuai dengan keperluan. Selain menemukan hambatan, pada siklus ini mahasiswa terlihat sudah mulai menikmati program aplikasi yang mereka pelajari. Waktu untuk belajar kalkulus sering menjadi tidak terasa karena meraka asyik menggunakan program Maple. Seringkali mereka harus mengerjakan soal-soal di rumah karena terbatasnya waktu untuk praktikum. Bercermin dari pelaksanaan siklus II, pada siklus III peneliti semakin sering untuk mengingatkan mahasiswa untuk memanfaatkan fasilitas Help yang ada pada Maple disamping juga mahasiswa dapat bertanya langsung kepada peneliti. Dan hasilnya, pada akhir siklus III terjadi peningkatan rata-rata nilai prestasi belajar mahasiswa yang mencapai 74,4 dengan persentase kelulusan nilai A atau B sebesar 70,6%. Persentase yang melebihi kategori yang ditetapkan menandakan penerapan pembelajaran berbantuan program aplikasi Maple pada pembelajaran kalkulus I dapat meningkatkan prestasi belajar matematika. Selama pembelajaran kalkulus, 2 sks digunakan untuk belajar teori dan 1 sks untuk praktek dengan Maple. Awalnya mahasiswa memang merasa beban karena berhadapan dengan sesuatu yang baru. Tetapi, dengan seringnya latihan, seringnya mendapat bimbingan, seringnya memanfaatkan fasilitas Help yang telah menyediakan sintak-sintak program Maple, lama kelamaan mahasiswa mampu memanfaatkan program ini dalam membantu mereka menyelesaikan soal-soal matematika. Saat pembelajaran mahasiswa melakukan pengecekan terhadap jawaban soal-soal yang telah mereka kerjakan saat belajar teori. Mereka pun sering tersenyum
karena Maple menyelesaikan soal lebih cepat bahkan sangat cepat dibandingkan dengan yang mereka lakukan. Dengan melakukan pengecekan jawaban terhadap apa yang telah dikerjakan membuat mahasiswa lebih percaya diri. Di samping melakukan pengecekan, mereka pun sering mencoba soal-soal yang belum mereka temukan solusinya. Seperti mahasiswa “A” yang awalnya tidak mengetahui gambar grafik suatu fungsi tertentu. Ia pun mencoba dengan bantuan Maple. Dan dengan sangat cepat, Maple pun mengeluarkan hasil grafik fungsi yang ia belum ketahui. Dengan bantuan Maple mahasiswa dapat memvisualisasikan objek-objek yang abstrak dalam matematika. Hal ini sangat membantu mereka dalam memahami konsep matematika. Pemahaman konsep yang lebih baik tentu akan berdampak pada prestasi belajar yang lebih baik pula. Hasil penelitian mengenai motivasi belajar mahasiswa pada akhir siklus III sudah memenuhi indikator keberhasilan yakni sebesar 111,1 yang tergolong dalam kategori ”tinggi”. Pembelajaran dengan diselingi praktek membuat mahasiswa tidak merasa jenuh dalam belajar. Merasakan kebermanfaatan program Maple ini membuat mereka semakin termotivasi untuk belajar. Hasil penelitian mengenai respons mahasiswa terhadap pembelajaran yang diterapkan berada pada kategori positif yaitu sebesar 65,88. Hal ini berarti bahwa mahasiswa menerima tindakan yang diberikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariawan (2004) yang telah memanfaatkan Maple dalam pembelajaran Kalkulus I. Hasil yang diperolehnya adalah penggunaan program Maple pada perkuliahan kalkulus dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar.
69
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
Suarsana (2007) juga telah memanfaatkan Maple pada perkuliahan Aljabar Linear I dan hasilnya adalah motivasi dan prestasi belajar mahasiswa dapat ditingkatkan. Secara umum tindakan pada penelitian ini telah mampu mengatasi permasalahan penelitian. Prestasi serta motivasi belajar mahasiswa mengalami peningkatan dan telah mencapai indikator yang ditetapkan. Mahasiswa pun merespons secara positif atas tindakan yang dilakukan selama pembelajaran kalkulus I. Dengan kata lain, penelitian tindakan kelas yang dilakukan sudah berhasil. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulakan sebagai berikut. 1. Prestasi belajar matematika mahasiswa meningkat. Hal ini dilihat dari (1) rata-rata nilai prestasi belajar matematika siswa mengalami peningkatan sebesar 69,2 pada siklus I, 71,6 pada siklus II dan 74,4 pada siklus III, (2) persentase kelulusan dengan nilai A atau B sebesar 52,9% pada siklus I, 64,7% pada siklus II, dan 70,6% pada siklus III. 2. Motivasi belajar matematika mengalami peningkatan. Pada awalnya sebesar 74,1 yang tergolong rendah, menjadi sebesar 111,1 yang tergolong “tinggi”. 3. Respons mahasiswa terhadap tindakan yang dilaksanakan tergolong dalam kategori “positif” yaitu sebesar 65,88.
70
ISSN 2087-9016
Saran-Saran Beberapa saran yang dapat diberikan terkait dengan penelitian ini adalah: 1. Penggunaan program aplikasi Maple dapat dimanfaatkan pada mata kuliah matematika yang lainnya seperti Statistika, Trigonometri, Geometri, dan lain sebagainya 2. Pemanfaatan program-program aplikasi sangat penting dilakukan karena sangat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai calon guru baik dalam memahami perkuliahan yang sedang ditempuh maupun sebagai bekal tambahan yang bisa diaplikasikan saat menjadi guru dikemudian hari. Daftar Pustaka Ariawan, I P. W. (2004). Efektivitas Pemanfaatan Program Maple dalam Perkuliahan Kalkulus. (Laporan Penelitian yang tidak dipublikasi). IKIP N Singaraja, Singaraja. Heck, A. (1993). Introduction to Maple. New York: Springer Verlag. Kemmis & Taggart. (1990). The Action Research Planner. Civtoria: Deakin University Press. Ratumanan, T. G. & Theresia L. (2003). Evaluasi Hasil Belajar yang Relevan Berbasis dengan Kurikulum Kompetensi. Surabaya: Unesa University Press. Suarsana, I M. (2007). Pemanfaatan Program Aplikasi Maple Sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Mahasiswa Pada Perkuliahan aljabar Linear I. Jurnal IKA Universitas Pendidikan Ganesha, Volume 8 No. 2 September 2010.
PEMBELAJARAN KOOPERATIF (STAD) BERBASIS PETA KONSEP FISHBONE DENGAN SUMBER BELAJAR PURA TAMAN AYUN TERHADAP PERILAKU BERKELOMPOK SISWA
Ni Wayan Anik Ariati, Desak Nyoman Budiningsih, dan Dewa Ayu Ratnani Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Pada umumnya para guru masih menggunakan metode ceramah pada saat proses pembelajaran, sehingga siswa menjadi pasif dalam mengikuti proses pembelajaran. Hasil observasi di SMA Widhya Bata Mengwi menunjukkan bahwa interaksi sosial atau perilaku siswa dalam berkelompok masih rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diperlukan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan perilaku berkelompok siswa, yaitu dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis peta konsep tipe fishbone dengan areal pura Taman Ayun sebagai sumber belajar Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh model pembelajaran kooperatif STAD terhadap perilaku berkelompok siswa. Jenis penelitian ini adalah Pre eksperimental dengan rancangan One Group Pretest Posttest dengan jumlah sampel 32 siswa dibagi menjadi 6 kelompok dengan teknik pengambilan Sampling Jenuh.Teknik pengumpulan data dengan cara observasi. Kriteria pengamatan perilaku berkelompok yaitu Partisipasi dalam Kelompok, Pembagian Tanggung Jawab, Kualitas Interaksi dan Peranan Anggota dalam Kelompok. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan uji Wilcoxon Matched Pairs. Uji Wilcoxon Matched Pairs yaitu untuk menguji apakah ada perbedan pengaruh atau tidak terhadap ketrampilan perilaku kelompok antara sebelum dengan sesudah diterapkannya pembelajaran Kooperatif tersebut.Penelitian dilaksanakan di SMA Widhya Brata Mengwi dari tanggal 9 Januari – 14 Maret 2013.Dari hasil statistik deskriptif hasil posttest lebih tinggi dibandingkan hasil pretest. Dari hasil analisis uji Wilcoxon Matched Pairs yang didapat bahwa nilai Z sebesar – 2,207 dengan taraf signifikan yang diperoleh 0,027 < α 0,05 yang membuktikan bahwa model pembelajaran kooperatif STAD berbasis peta konsep fishbone dengan sumber belajar Pura Taman Ayun berpengaruh terhadap perilaku berkelompok siswa kelas X SMA Widhya Brata. Kata kunci :Kooperatif STAD, perilaku berkelompok, peta konsep,taman ayun, keanekaragaman hayati.
ABSTRACT In general, the teachersstilluse lecturing method during the learning process, so thatstudents becomepassivein participating in the learningprocess. Observations in SMA Widhya Bata Mengwi shows that social interaction or behavior of students in the group is low. To overcome these problems it is necessary learning strategies that can improve the behavior of groups of students, namely the STAD cooperative learning based concept map fishbone-type 71
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
ISSN 2087-9016
with Taman Ayun temple area as a source of learning. The purpose of this study was to determine the effect of STAD cooperative learning model upon the behavior of a group of students. This is a pre-experimental research which designed as one group Pretest Posttest with a sample of 32 students divided into 6 groups with decision-sampling technique.Data collection techniques by observation. Criteria for Participation behavioral observations are grouped in Group Division of Responsibility, Quality Interaction and Role in the Group Members. The data analysis technique used is descriptive statistics and Wilcoxon Matched Pairs. Wilcoxon Matched Pairs Test is to test whether or not there are different of influence on behavioral skills between the groups before the study after the implementation of the Cooperative. The experiment was conducted at the high school Widhya Brata Mengwi from the date of January 9 to March 14 2013. From the descriptive statistics posttest results was higher than the pretest results. From the analysis of Wilcoxon Matched Pairs learned that the Z value of - 2.207 with significance level obtained 0.027 <α 0.05, which proves that the STAD cooperative learning model based on concept map fishbone with learning resources Taman Ayun affect the behavior of a group of students of class X SMA Widhya Brata. Keywords: Cooperative STAD, group behavior, concept maps, garden swing, biodiversity.
PENDAHULUAN Pembelajaran adalah proses interaksi yang dilakukan oleh guru dan siswa di dalam maupun di luar kelas dengan menggunakan berbagai sumber belajar sebagai bahan kajian (Dharsana, 2002). Pada umumnya pembelajaran di sekolah belum optimal dalam pencapaian tujuan. Salah satu faktornya adalah penggunaan pendekatan pembelajaran yang kurang tepat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Alasannya karena waktu yang terbatas, dan para guru biasanya masih menggunakan metode ceramah pada saat proses pembelajaran. Sekarang ini peran guru menjadi kunci keberhasilan dalam misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Sehingga guru seharusnya dapatmengatur, mengarahkan, dan menciptakan suasana kondusif dan interaktif yang dapat mendorong siswa agar dapat berpartisipasi aktif di dalam kelas.
72
Namun kenyataannya di lapangan berbeda, hasil observasi awal yang dilakukan di SMA Widhya Brata Mengwi sebagian besar siswa masih menganggap mata pelajaran Biologi merupakan pelajaran yang cukup sulit. Hal itu disebabkan karena proses belajar mengajar yang dilaksanakan di dalam kelas masih berpusat pada guru (Teacher Centered Learning). Peran serta siswa dalam kegiatan belajar mengajar masih kurang, siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Para peserta didik tidak memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang dapat mengakibatkan pengetahuan siswa mengenai pelajaran Biologi kurang. Interaksi antar siswa dan interaksi antar siswa dengan guru cenderung rendah, dikarenakan guru tidak pernah mengelompokkan siswa dalam mendiskusikan suatu permasalahan yang mengakibatkan perilaku berkelompok siswa menjadi rendah pada mata pelajaran Biologi.
Ni Wayan Anik Ariati, Desak Nyoman Budiningsih, Dewa Ayu Ratnani - Pembelajaran Kooperatif …..
Untuk itu strategi pembelajaran Kooperatif tipe Student Team AchievementDivision (STAD) dengan media peta konsep (Concept mapping) tipe Fishbone dengan menggunakan lingkungan luar Pura Taman Ayun sebagai sumber belajar pada Pokok Bahasan Keanekaragaman Hayati. Pembelajaran Kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran Kooperatif (Slavin, 2009). Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerapan Pembelajaran KooperatifTipe STAD Berbasis Peta Konsep fishbone dengan Areal Pura Taman Ayun Sebagai Sumber Belajar Pada Materi Keanekaragaman Hayati Terhadap Perilaku Berkelompok Siswa Kelas X SMA Widhya Brata”. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: ”Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis peta konsep fishbone dengan areal Pura Taman Ayun sebagai sumber belajar pada materi keanekaragaman hayati berpengaruh terhadap perilaku berkelompok siswa kelas X SMA Widhya Brata ? Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijabarkan
penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut: “Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD berbasis peta konsep fishbone dengan areal Pura Taman Ayun sebagai sumber belajar pada materi Keanekaragaman Hayati terhadap perilaku berkelompok Siswa Kelas X SMA Widya Brata”. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah Eksperimen yaitu Pre Eksperimental Designs, dengan rancangan One- Group Pretest-Posttest Design. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Widhya Brata, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung pada tanggal 9 Januari sampai 14 Maret 2013. Populasi dan. Sampel penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Widhya Brata yang berjumlah 32 orang dengan teknik pengambilan sampel Sampling Jenuh, yang artinya seluruh anggota populasi dijadikan sebagai sampel. Prosedur Penelitian Adapaun rincian dari masing-masing langkah dalam prosedur penelitian adalah sebagai berikut. 1. Observasi terhadap rancangan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas dan diskusidengan guru mata pelajaran biologi. 2. Merancang perangkat pembelajaran berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, lembar kerja siswa (LKS) dan lembar observasi perilaku berkelompok siswa. 3. Mengadakan validasi perangkat berupa rubrik penilaian perilaku berkelompok siswa, yang bertujuan untuk mengetahui
73
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
validitas rubrik sebelum melakukan penelitian. 4. Memberikan pretest kepada siswa dengan mengelompokkan siswa di dalam kelas sebelum diberi perlakuan dengan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD berbasis peta konsep Fish bone.
ISSN 2087-9016
5. Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis peta konsep fishbone di areal Pura Taman Ayun dan memberikan posttest kepada siswa. Sintak pembelajaran Kooperatif tipe STAD dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sintak Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Fase Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase 2 Menyajikan atau menyampaikan informasi Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Fase 5 Evaluasi Fase 6 Memberikan penghargaan
Kegiatan Guru Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan. Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempesetasikan hasil kerjanya. Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Sumber: Ibrahim (2002)
6. Menganalisis data perilaku berkelompok siswa antara sebelum dan setelah diberi perlakuan, untuk menguji apakah hipotesis yang telah diajukan diterima atau ditolak Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data perilaku berkelompok yaitu dengan cara observasi. Menurut Hadi (1986), mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses
74
yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Data perilaku berkelompok dilakukan dengan penyebaran rubrik penilaian kepada timobserver. Yang berperan sebagai observer antara lain : 2 orang teman sejawat, dan peneliti berperan sebagai guru model. Adapun kriteria pengamatan perilaku berkelompok yaitu Partisipasi dalam Kelompok (PK), Pembagian Tanggung Jawab (PTJ), Kualitas Interaksi (KI) dan
Ni Wayan Anik Ariati, Desak Nyoman Budiningsih, Dewa Ayu Ratnani - Pembelajaran Kooperatif …..
Peranan Anggota dalam Kelompok (PDK) Surata (2009). Teknik Analisis Data Data perilaku berkelompok siswa dianalisis dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon Matched Pairs. Uji Wilcoxon Matched Pairs merupakan uji yang digunakan untuk menganalisis hasil pengamatan yang berpasangan dari dua data.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Perilaku berkelompok siswa dinilai dengan melakukan pengamatan terhadap aspek Partisipasi dalam Kelompok (PK), Pembagian Tanggung Jawab (PTJ), Kualitas Interaksi (KI) dan Peranan Anggota dalam Kelompok (PDK). Tiap aspek dari data perilaku berkelompok diuji dengan menggunakan uji deskriptif. Adapun hasil analisis deskriptif untuk perilaku berkelompok ditinjau dari setiap aspeknya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis deskriptif perilaku berkelompok ditinjau dari setiap aspeknya No 1
Aspek yang diamati Partisipasi dalam kelompok (PK)
Peningkatan skor 14 %
2
Pembagian tanggung jawab (PTJ)
19 %
3
Kualitas Interaksi (KI)
4%
4
Peranan anggota dalam kelompok (PDK)
26 %
Dari hasil analisis yang terdapat pada Tabel 2 didapatkan bahwa persentase peningkatan tertinggi ada pada aspek Peranan Anggota dalam Kelompok (PDK) yaitu 26%, dan persentase peningkatan terendah ada pada aspek Kualitas Interaksi (KI) yaitu 4%.
Sedangkan apabila pengamatan dilakukan pada masing-masing kelompok dengan melihat perbandingan skor nilai pada pretest dan posttest pada aspek partisipasi dalam kelompok (PK) dapat dilihat pada Gambar1.
Gambar 1. Perbandingan skor antar kelompok pada aspek Partisipasi dalam Kelompok (PK) pada saat pretest dan posttest Dari Gambar 1 di atas, terlihat bahwa pada saat pretest kelompok D memiliki
jumlah skor tertinggi yaitu (10), sedangkan skor terendah dimiliki oleh kelompok B,C
75
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
dan E yaitu (8). Sedangkan pada saat posttest terlihat bahwa kelompok A dan B memiliki skor tertingi yaitu (11), sedangkan skor terendah dimiliki oleh kelompok C dan D yaitu (9).
ISSN 2087-9016
Sedangkan apabila pengamatan dilakukan pada aspek Pembagian Tanggung Jawab (PTJ) pada masing-masing kelompok perbandingan skor antara pada saat pretest dan posttest dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Perbandingan skor antar kelompok pada aspek Pembagian Tanggung Jawab (PTJ) pada saat pretest dan posttest Dari Gambar 2. di atas dapat dilihat bahwa pada saat pretest kelompok A dan F memiliki skor tertingi yaitu (9) dan kelompok B dan C memiliki skor terendah yaitu (6). Sedangkan pada saat posttest kelompok C memiliki skor tertinggi yaitu (11) dan kelompok D memiliki skor terendah yaitu (7)
Sedangkan apabila dilakukan pengamatan disetiap kelompok pada aspek Kualitas Interaksi (KI), perbandingan skor antara pretest dan posttest dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Perbandingan skor antar kelompok pada aspek Kualitas Interaksi (KI) pada saat pretest dan posttest Dari Gambar 3 diatas, terlihat bahwa pada saat pretest kelompok A, B dan C memiliki skor tertinggi yaitu (9) dan kelompok F memiliki skor terendah yaitu (6). Sedangkan pada saat posttest kelompok D memiliki skor tertinggi yaitu (10) dan kelompok E memiliki skor terendah yaitu (7).
76
Apabila dilakukan aspek Peranan Anggota (PDK) dimasing-masing perbandingan skor pretest dilihat pada Gambar 4.
pengamatan pada dalam Kelompok kelompok maka dan posttest dapat
Ni Wayan Anik Ariati, Desak Nyoman Budiningsih, Dewa Ayu Ratnani - Pembelajaran Kooperatif …..
Gambar 4. Perbandingan skor antar kelompok pada aspek Peranan Anggota dalam Kelompok (PDK) pada saat pretest dan posttest. Dari Gambar 4. di atas, dapat dilihat bahwa pengamatan pada aspek Peranan Anggota dalam Kelompok pada masing masing kelompok terlihat bahwa pada saa pretest kelompok A dan E memiliki sko tertinggi yaitu (9) dan skor terendah dimilik oleh kelompok B,C dan F yaitu (6) Sedangkan untuk post-test kelompok D memiliki skor tertinggi yaitu (10) dan skor terendah dimiliki oleh kelompok B yaitu (8). Tabel 3. Hasil Analisis Uji Wilcoxon Matched Pairs Test Statistics
PosttestPretest
Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis yang terdapat pada Tabel 3 didapatkan niai Z sebesar -2.207 dan jika dilihat dari nilai signifikansi Asymp. Sig yaitu 0,027 < α (α = 0,05). Dengan demikian dapat diambil keputusan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya bahwapembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis peta konsep fishbone dengan sumber belajar lingkungan Pura Taman Ayun berpengaruh terhadap perilaku berkelompok siswa diterima. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang didapat, menunjukkan
Hasil Analisis Uji Hipotesis -Setelah diuji menggunakan statistik deskriptif, t selanjutnya akan dilakukan uji rhipotesis dengan menggunakan uji Wilcoxon Matched i Pairs. Dalam hal ini Ha diterima apabila . nilai signifikan yang didapatkan< α (α = 0,05) Z
-2,207a
Asymp. Sig. (2tailed)
0,027
bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis peta konsep fishbone dengan sumber belajar Pura Taman Ayun dapat mempengaruhi perilaku berkelompok siswa kelas X SMA Widhya Brata Mengwi. Dilihat dari hasil uji hipotesis yang didapat dengan menggunakan Uji Wilcoxon, nilai signifikansinya 0,027 < 0,05, dalam penelitian ini perilaku berkelompok siswa pada saat posttest lebih tinggi dibandingkan pada saat pretest, ini berarti bahwa perilaku berkelompok siswa dipengaruhi oleh model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis peta konsep fishbone dengan sumber belajar Pura Taman Ayun. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran Kooperatif tipe STAD 77
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
merupakan model pembelajaran yang: (1) dapat membantu siswa dalam menemukan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan orang lain, (2) dengan belajar kelompok, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan khususnya materi pelajaran yan sedang dipelajari berkat bantuan temannya, (3) memberikan kuis atau tes diharapkan dapat memotivasi siswa untuk berusaha lebih baik dalam bentuk tim/kelompok sehingga terjalin kerjasama yang baik antar anggota tim/kelompok. Model pembelajaran kooperatif STAD berpengaruh terhadap perilaku berkelompok siswa hal ini karena didukung melalui pembuatan peta konsep untuk memancing siswa dalam meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas melalui perilaku berkelompok sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hariyati (2012), yaitu dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui peta konsep tipe tulang ikan, dapat meningkatkan hasil belajar biologi bila dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan uji yang dilakukan dengan melihat persentase setiap aspeknya pada Tabel 4, aspek Peranan Anggota dalam Kelompok (PDK) meningkat dari pretest keposttest sebesar 26%. Hal ini karena (1) untuk mencapai tujuan bersama yang tidak dapat dicapai secara individu. (2) dalam kelompok seseorang dapat terpenuhi kebutuhannya dan mendapatkan keuntungan sosial seperti rasa bangga, rasa memiliki dan dimiliki, cinta, pertemanan, dan sebagainya. Besarnya anggota kelompok akan mempengaruhi interaksi dan keputusan yang dibuatnya (Coker, 2011).Untuk aspek yang memiliki persentase peningkatan terendah dimiliki oleh aspek Kualitas 78
ISSN 2087-9016
Interaksi (KI) yaitu 4%. Hasil ini didukung oleh pendapat Syaodih (2009), yang mengemukakan bahwa penggolongan anggota dalam suatu kelompok, bila kelompoknya mayoritas maka pengambilan keputusannya akan sangat efektif, sebaliknya bila kelompok minoritas, maka seringkali terjadi kekecewaan, karena merasa tidak diperhatikan. Skor pada saat posttest lebih tinggi daripada saat pretest. Hal ini didukung oleh penelitian Kardiasari (2012), bahwa ada perbedaan pengaruh antara penerapan model pembelajaran Kooperatif Jigsaw Modifikasi dan konvensional terhadap keterampilan perilaku kelompok siswa, dilihat dari nilai setiap aspek kelompoknya maka kelompok eksperimen lebih tinggi nilainya daripada nilai kelompok kontrol. Dengan adanya kerjasama antara anggota kelompok dalam menyelesaikan tugas-tugas Kooperatif tipe STAD seperti menjawab LKS, dan membuat peta konsep maka akan tertanam rasa kebersamaan antar anggota tim yang nantinya mampu menumbuhkan rasa saling membutuhkan pada anggota lain sehingga pada setiap aspek yang diamati dalam perilaku berkelompok dapat terus meningkat yang disebabkan oleh model pembelajaran Kooperatif tipe STAD memiliki pengaruh dalam membentuk perilaku berkelompok siswa. Hasil penelitian Ekayanti (2010), menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif pada pengajaran Biologi menunjukkan adanya peningkatan perilaku anggota dalam kelompok dan perilaku berkelompok mahasiswa berdasarkan pada masing-masing aspek sosial dari siklus I ke siklus II” Areal Pura Taman Ayun sebagai sumber belajar juga ikut mempengaruhi perilaku berkelompok siswa, karena dalam hal ini areal Pura Taman Ayun dapat
Ni Wayan Anik Ariati, Desak Nyoman Budiningsih, Dewa Ayu Ratnani - Pembelajaran Kooperatif …..
dijadikan sebagai sumber belajar. Pembelajaran yang dilakukan di areal Pura Taman Ayun dapat memberikan pengalaman nyata dan langsung kepada siswa. Karena dengan belajar di areal Pura Taman Ayun terdapat banyak Keanekaragaman Hayati, sehingga siswa dapat melihat langsung jenisjenis Keanekaragaman Hayati yang terdapat di areal Pura Taman Ayun dan dapat menuangkan ide-ide kreatifnya melalui peta konsep. Menurut Sari (2013), yang menyatakan bahwa ada beberapa manfaat jika lingkungan dijadikan sebagai sumber belajar. Manfaat tersebut sebagai berikut : (1) menumbuhkan aktivitas belajar siswa, (2) membantu siswa untuk mengamati lingkungan akan menambah keseimbangan dalam belajar, (3) membantu perkembangan fisik siswa, (4) membantu perkembangan aspek keterampilan sosial, dan membantu perkembangan intelektual Dari uraian pembahasan yang dipaparkan para pendidik diharapkan mampu merubah kebiasaan lama dalam proses pembelajaran misalnya dengan melakukan pembelajaran dilingkungan sekitar untuk mewujudkan siswa yang berprestasi, mampu melatih tigkah laku, bertanggung jawab pada setiap tugasnya, serta mampu bekerja sama dengan orang lain secara positif. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan,makadapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis peta konsep fishbone dengan sumber belajar areal Pura Taman Ayun berpengaruh nyata (p=0,027) terhadap perilaku berkelompok siswa. Dilihat dari hasil analisis uji hipotesis yang didapat yaitu dengan taraf signifikan 0,027 <α = 0,05. Dilihat dari analisis deskriptif pada aspeknya yaitu hasil posttest siswa lebih tinggi dibandingkan pada
saat pretest, serta persentase peningkatan paling tinggi yaitu pada aspek Peranan Anggota Dalam Kelompok (PDK) yaitu 26% dan persentase terendah yaitu pada aspek Kualitas Interaksi (KI) sebesar 4%. Saran Berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai pada penelitian ini dapat disarankan sebagai berikut : 1. Bagi siswa diharapkan untuk lebih giat lagi dalam mengikuti proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah serta mampu bekerja sama dalam tim untuk menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru, sehingga dapat berinteraksi sosial dengan baik. 2. Bagi Guru diharapkan mampu mengembangkan model pembelajaran inovatif lainnya dan melakukan pembelajaran dilingkungan sekitar untuk mewujudkan siswa yang berprestasi, mampu bekerjasama dengan orang lain, dan mampu melatih tingkah laku. 3. Bagi Sekolah diharapkan untuk menerapkan model pembelajaran yang inovatif dan kreatif pada mata pelajaran Biologi dan mata pelajaran lainnya karena dengan adanya model pembelajaran yang inovatif dan kreatif mampu memberikan motivasi siswa dalam belajar sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.
Daftar Pustaka Coker. (2011). Materi PDB V. Diunduh dari http://agungpermadicoker.blogspot.com/2011/10/perilakuberkelompok.html. Pada tanggal 24 November 2012. Dharsana.(2002). Belajar dan pembelajaran: teori, filsafat kognitif,
79
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
konstruktivisme, behaviorisme. IKIP Negeri Singaraja. Ekayanti, N. W. (2010). Upaya peningkatan perilaku anggota dalam kelompok dan perilaku berkelompok dalam pembelajaran ekoliterasi berbasis pembelajaran kooperatif tipe kelompok investigasi pada mahasiswa pendidikan biologi semester II tahun akademik 2008/2009. Paper dipublikasikan pada Jurnal Santiaji Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar, Jilid 1, No. 2 tahun 2011. Diunduh pada tanggal 13 Februari 2013 dari http://www.unmas.ac.id/. Hariyati, J. (2012) Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif STAD (Student Teams – Achievement Divisions) melalui peta konsep terhadap hasil belajar biologi siswa semester genap SMA negeri 1 Petang. (Skripsi yang tidak dipublikasi). Unmas Denpasar, Denpasar. Kardiasari, N.L. (2012) Penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw modifikasi melalui leason study terhadap ketrampilan perilaku berkelompok dalam materi jaringan tumbuhan dan jaringan hewan siswa kelas XI IPA SMA Dharma Praja Badung Tahun Pelajaran 2011/2012). (Skripsi yang tidak dipublikasi). Unmas Denpasar, Denpasar. Sari, R. A. (2013) Lingkungan sebagai sumber belajar. Diunduh dari http://dzestrindi.wordpress.com/2013/03/ 13/lingkungan-sebagai-sumber-belajar/ pada tanggal 27 Juni 2013. 80
ISSN 2087-9016
Slavin, E. (2009). Cooperative learning teori, riset dan praktik. Bandung: Nusa Media. Surata, S. P. K. (2009). Rubrik pengamatan perilaku berkelompok. (Rubrik tidak dipublikasikan). Universitas Mahasaraswati Denpasar, Denpasar
PETUNJUK PENULISAN NASKAH JURNAL SANTIAJI PENDIDIKAN (JSP) Adapun ketentuan penulisan naskan Jurnal Santiaji Pendidikan (JSP) adalah sebagai berikut. 1. Artikel yang ditulis untuk JSP meliputi artikel hasil penelitian dan artikel kajian pustaka dalam bidang pendidikan. Naskah diketik satu setengah spasi, (kecuali abstrak, tabel, keterangan gambar, histogram dan kepustakaan diketik dalam satu spasi), dengan batas 3,5 cm dari margins kiri, 3 cm masing-masing dari margins kanan, atas dan bawah. Naskah maksimum 12 halaman A4, diketik dalam program Microsoft Word for Windows, huruf Times New Roman ukuran 12 poin. Sebanyak 2 eksemplar naskah cetak, dan satu buah soft copy (CD) yang memuat berkas naskah tersebut dikirimkan ke alamat penyunting pelaksana. 2. Judul singkat (tidak lebih dari 16 kata), jelas, informatif dan ditulis dengan huruf besar (kecuali nama ilmiah), posisi di tengah-tengah, ukuran 14 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian, dan sub-bagian dicetak tebal atau tebal miring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI) Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri) Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri) 3. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik, dan ditempatkan di bawah judul artikel. Jika penulis terdiri atas lebih dari empat orang, yang dicantumkan pada judul artikel adalah nama penulis utama, sedangkan nama penulis lainnya ditulis pada catatan kaki halaman pertama naskah. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail untuk memudahkan komunikasi. 4. Penulisan abstrak ditulis dengan menggunakan bahasa Inggris untuk artikel bahasa Indonesia, dan bahasa Indonesia untuk artikel bahasa Inggris. Abstrak tidak lebih 200 kata. Pada pojok kiri bawah dari abstrak ditulis kata kunci (key words), tidak lebih dari 5 kata. 5. Susunan naskah hasil penelitian terdiri atas: (1) judul, (2) baris kepemilikan (nama pengarang dan lembaga penulis), (3) abstrak, (4) kata kunci, (5) pendahuluan, (6) metode penelitian, (7) hasil penelitian dan pembahasan, (8) penutup (simpulan dan saran), (9) daftar pustaka. Selanjutnya, susunan naskah kajian pustaka, terdiri atas (1) judul, (2) baris kepemilikan (nama pengarang dan lembaga penulis), (3) abstrak, (4) kata kunci, (5) pendahuluan, (6) pembahasan, (7) penutup (simpulan dan saran), (8) daftar pustaka. 6. Setiap awal paragraph diketik menjorok lima ketukan dari margins kiri. Setiap tabel, grafik, histogram, sketsa dan gambar (foto) diberi nomor urut, judul singkat dan jelas, dibuat pada satu halaman (tidak terpotong). Hasil yang ditulis dalam tabel tidak perlu diulang dalam bentuk lainnya (misalnya histogram atau grafik). 7. Untuk tata nama (nomenklatur) dan tata istilah, penulis harus mengikuti cara penulisan baku, untuk istilah asing ditulis miring kecuali abstrak.
81
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2015
ISSN 2087-9016
8. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang diutamakan adalah sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi) atau artikel penelitian dalam jurnal ilmiah. 9. Pengutipan pendapat orang lain dalam teks memakai sistem Nama-Tahun. Contoh kutipan langsung, Lansing et al. (2002:3); kutipan tidak langsung: Lansing et al. (2003). 10. Penulisan daftar pustaka terdiri atas (1) nama pengarang, (2) tahun terbit, (3) judul buku, (4) tempat terbit, (5) nama penerbit yang disusun berdasarkan abjad. Berikut ini beberapa contoh penulisan daftar pustaka. PENULISAN DAFTAR PUSTAKA BERDASARKAN FORMAT APA STYLE Gaya penulisan daftar pustaka menurut APA (American Psychological Association) adalah gaya yang mengikuti format Harvard. Beberapa ciri penulisan daftar pustaka dengan APA style adalah: 1. Tanggal publikasi dituliskan setelah nama (-nama) pengarang. 2. Referensi di dalam isi tulisan mengacu pada item di dalam daftar pustaka dengan cara menuliskan nama belakang (surname) pengarang diikuti tanggal penerbitan yang dituliskan di antara kurung. 3. Urutan daftar pustaka adalah berdasarkan nama belakang pengarang. Jika suatu referensi tidak memiliki nama pengarang maka judul referensi digunakan untuk mengurutkan referensi tersebut di antara referensi lain yang tetap diurutkan berdasarkan nama belakang pengarang. 4. Daftar pustaka tidak dibagi-bagi menjadi bagian-bagian berdasarkan jenis pustaka, misalnya buku, jurnal dan sebagainya. 5. Judul referensi dituliskan secara italic. Jika daftar pustaka ditulis tangan maka judul digarisbawahi.
82
PENULISAN DAFTAR PUSTAKA BERDASARKAN APA STYLE
Buku Forouzan, B.A., & Fegan, S.C. (2007). Data communications and networking (4th ed.). New York: McGraw-Hill. Artikel Jurnal Tseng, Y.C., Kuo, S.P., Lee, H.W., & Huang, C.F. (2004). Location tracking in a wireless sensor network by mobile agents and its data fusion strategies. The Computer Journal, 47(4), 448–460. Paper yang Diterbitkan di dalam Proceeding Fang, Q., Zhao, F., & Guibas, L. (2003). Lightweight sensing and communication protocols for target enumeration and aggregation. In M. Gerla, A. Ephremides, & M. Srivastava (Eds.), MobiHoc ’03 fourth ACM symposium on mobile ad hoc networking and computing (pp. 165–176). New York, NY: ACM Press. Halaman Web Banks, I. (n.d.). The NHS Direct healthcare guide. Retrieved on May 7th, 2013 from http://www.healthcareguide.nhsdirect.nhs.uk Encyclopedia Bergmann, P. G. (1993). Relativity. In The New Encyclopedia Britannica. (Vol. 26, pp. 501508). Chicago, IL: Encyclopedia Britannica Disertasi Abstrak Yoshida, Y. (2001). Essays in urban transportation. Dissertation Abstracts International, 62, 7741A. Disertasi (Terpublikasi) Lastname, F. N. (Year). Title of dissertation. (Doctoral dissertation). Retrieved from Name of database. (Accession or Order Number) Disertasi (Tidak Terpublikasi) Lastname, F. N. (Year). Title of dissertation. (Unpublished doctoral dissertation). Name of Institution, Location. Dokumen Pemerintah National Institute of Mental Health. (1990). Clinical training in serious mental illness (DHHS Publication No. ADM 90-1679). Washington, DC: U.S. Government Printing Office. Artikel dalam Koran Parker-Pope, T. (2008, May 6). Psychiatry handbook linked to drug industry. The New York Times. Interview, Email, dan Komunikasi Personal Lainnya (Sugiyono, komunikasi personal, 28 Mei 2013). Gambar Bergerak Wijaya, & Wulandari. (18 Juni 2012). Englsih ABC. Indonesia: Venus studio. Gambar Bergerak atau Rekaman Video yang tersedia secara Terbatas, Nasional dan Internasional Wijaya, & Wulandari. (2012). Englsih ABC. Indonesia: Venus studio. Siaran TV atau Cerita Bersambung Wijaya, & Wulandari. (2012). Englsih ABC. Anton. Jakarta, Indonesia: Venus studio.
83
Salah Satu Episode Serial TV Wijaya, & Wulandari. (2012). Englsih FUN. Anton. Jakarta, Indonesia: Venus studio. Rekaman Lagu Taupin, B. (1975). Someone saved my life tonight. Pada Captain fantastic and the brown dirt cowboy. London, England: Big Pig Music Limited. Abstrak Paterson, P. (2008). How well do young offenders with Asperger Syndrome cope in custody?: Two prison case studies [Abstrak]. British Journal of Learning Disabilities, 54-58. Artikel dari Koran Parker-Pope, T. (6 Mei 2011). Psychiatry handbook linked to drug industry. The New York Times. Diunduh dari http://well.blogs.nytimes.com Buku Elektronik Davis, J. Familiar birdsongs of the Northwest. Tersedia di http://www.powells.com Dokumen dalam bentuk Web atau BAB dalam Buku Online Engelshcall, R. S. (1997). Pada A century of growth in America. Diunduh dari http://httpd.apache.org/docs/1.3/mod/mod_rewrite.html Ulasan Buku Online (Online Book Review) Zacharek, S. (27 April 2008). Natural women [Ulasan Buku Girls like us]. Diunduh dari http://www.nytimes.com/2008/04/27/books/review/Zachareckpagewanted=2 Online Interview Butler, C. (Interviewer) & Stevenson, R. (Interviewee). (1999). Oral History 2 [Interview transcript]. Diunduh dari Johnson Space Center Oral Histories Project Web site: http:// www11.jsc.nasa.gov/history/oral_histories/oral_histories.htm PDF dan PowerPoint Hallam, A. Duality in consumer theory [PDF document]. Retrieved from Lecture Notes Online Web site: http://www.econ.iastate.edu/classes/index.html Roberts, K. F. (1998). Federal regulations of chemicals in the environment[PowerPoint slides]. Retrieved from http://siri.uvm.edu/ppt/40hrenv/index.html Perangkat Lunak Komputer (Computer software) Hayes, B., Tesar, B., & Zuraw, K. (2003). OTSoft: Optimality Theory Software (Version 2.1) [Software]. Tersedia di http://www.linguistics.ucla.edu/people/hayes/otsoft/ Blog Post J Dean. (7 Mei 2011). When the self emerges: Is that me in the mirror?. Diunduh dari http://www.spring.org.uk/the1sttransport Audio Podcast Bell, T., & Phillips, T. (2008, May 6). A solar flare. Science @ NASA Podcast. Podcast diunduh dari http://science.nasa.gov/podcast.htm Video Podcast Scott, D. (Producer). (2007, January 5). The community college classroom. Adventures in Education. Podcast diunduh dari http://science.nasa.gov/podcast.html
84