Jurnal
ISSN 2087-9016
SANTIAJI PENDIDIKAN (JSP) Volume 4, Nomor 2, Juli 2014, hlm. 73-133
JSP terbit dua kali setahun pada bulan Januari, dan Juli. JSP berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan kajian pustaka dalam bidang pendidikan. Susunan Organisasi Pengelola Ketua Penyunting Prof. Dr. Sang Putu Kaler Surata, MS Wakil Ketua Penyunting I Nyoman Adi Susrawan, S.Pd., M.Pd. Penyunting Pelaksana Ida Bagus Ari Arjaya, S.Pd., M.Pd. I Gde Putu Agus Pramerta, S.Pd., M.Pd. Ni Luh Putu Dian Sawitri, S.Pd., M.Pd. I Made Dharma Atmaja, S.Pd., M.Pd Pelaksana Administrasi, Distribusi & Keuangan Dra. Dewa Ayu Puspawati, M.Si. Dra. Ni Luh Sukanadi, M.Hum. Kadek Rahayu Puspadewi, S.Pd., M.Pd.
Alamat Penyunting, dan Administrasi : Kantor Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mahasaraswati Denpasar, Jalan Kamboja 11A Denpasar-Bali. Kode Pos 80000, Telp/Faks: 0361-240985; email:
[email protected] JURNAL SANTIAJI PENDIDIKAN, diterbitkan sejak Januari 2011 oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar. Penulisan Naskah JSP. Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik sesuai dengan format yang tercantum pada halaman belakang. Naskah yang masuk dievaluasi, dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan tata cara lainnya.
PRAKATA Untuk mencapai tujuan pendidikan yang tertera dalam GBHN dan harapan yang tertuang dalam penjelasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2013 dapat tercapai, pendidikan hendaknya dikelola secara profesional dengan tenaga yang profesional pula. Salah satu pemegang peranan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan adalah guru. Guru sebagai agen dalam mentransformasikan input-input pendidikan hendaknya memiliki rasa tanggung jawab dalam mempersiapkan segala perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, guru juga harus mempertimbangkan metodologi yang digunakan, termasuk alat media pendidikan yang dipakai, serta alat penilaian apa yang digunakan di dalam pelaksanaan evaluasi. Kurangnya keahlian atau keterampilan dalam memilih metode pembelajaran yang kompleks, kompleks dalam arti memiliki banyak cara, banyak inisiatif, banyak alternatif yang bersifat kreatif dan inovatif berimplikasi terhadap mutu pendidikan.
Melihat kecenderungan tersebut, maka kami
berupaya menurunkan artikel hasil penelitian dan kajian pustaka yang nantinya dapat digunakan sebagai alternatif dalam peningkatan dan pengembangan kualitas mutu pendidikan, baik yang menyangkut dalam pembelajaran bahasa, matematika, biologi, maupun dalam bidang ilmu lainnya. Kami berharap semoga pengalaman dan hasil penelitian yang terkumpulan dalam JSP edisi ini dapat menginspirasi para pendidik dalam peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Denpasar, Juli 2014 Ketua Penyunting
[i]
Jurnal
ISSN 2087-9016
SANTIAJI PENDIDIKAN (JSP) Volume 4, Nomor 2, Juli 2014, hlm. 73-133
DAFTAR ISI Halaman Prakata ……………………………………………………………............................…….
i
Daftar Isi ……………………………………………………………...........................…..
ii
Improving Speaking Skill And Developing Character Of The Students Through Collaboration Of Think-Pair-Share And The Concept Of Tri Kaya Parisudha I Komang Budiarta, Ni Wayan Krismayani..……………............................……………...
73 – 80
Efektivitas Modified Colaborative Strategic Reading Dalam Reading Class Activity Putu Ayu Paramita Dharmayanti, Dewa Ayu Ari Wiryadi Joni……............................….
81 – 87
Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Bangun Ruang Sisi Datar Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Pada Siswa Kelas VIII-I SMP Dwijendra Denpasar Tahun Ajaran 2011/2012 Ni Nyoman Maheni, I Gusti Ngurah Nila Putra…………......................................………
88 – 93
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI (Group Investigation) Terhadap Motivasi Belajar Siswa SMA Negeri 1 Kintamani Ni Wayan Budiani, I Made Diarta.......................................................................................
94 - 100
Ngayah: Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal (Perspektif Kajian Sosiologi Pendidikan) I Made Legawa.....................................................................................................................
101 – 107
Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Laporan Karya Wisata Dengan Menerapkan Metode Tugas Individual Siswa Kelas VIIIF Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tabanan Tahun Pelajaran 2012/2013 Ni Made Sueni, Ni Wayan Sri Eka Wahyuni........................................................................
108 – 111
Penggunaan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran Perkembangan Peserta Didik Untuk Mengingkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Prodi Bahasa Inggris Semester IIC FKIP – Unmas Denpasar tahun Akademik 2012/2013 Putu Sri Astuti......................................................................................................................
112 – 117
[ii]
Bajra Sandhi: Monumen Perjuangan Rakyat Bali Sumbangan Terhadap Tegaknya Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia Ida Bagus Brata...................................................................................................................
118 – 125
Menyikapi Kebertahanan Bahasa Indonesia dalam Menghadapi Globalisasi di Bali Ni Ketut Pola Rustini, I Nyoman Diarta..............................................................................
126 – 129
Petunjuk Penulisan Naskah Jurnal Santiaji Pendidikan (JSP) ............................................
130
Penulisan Daftar Pustaka Berdasarkan APA STYLE............................................................
132
[iii]
IMPROVING SPEAKING SKILL AND DEVELOPING CHARACTER OF THE STUDENTS THROUGH COLLABORATION OF THINK-PAIR-SHARE AND THE CONCEPT OF TRI KAYA PARISUDHA I Komang Budiarta, Ni Wayan Krismayani English Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education Mahasaraswati Denpasar University
[email protected]
ABSTRAK Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan yang harus selalu dilatih agar mereka dapat berkomunikasi dengan baik.Di samping itu, karakter juga merupakan salah satu hal yang sangat penting karena orang yang sukses bukan hanya karena hard skill tetapi juga soft skill.Penelitian ini ditujukan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa semester tiga Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris yaitu keterampilan berbicara dan karakter.Penelitian dilaksanakan dalam beberapa siklus penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran kolaborasi think-pair-share dengan konsep tri kaya parisudha.Setelah beberapa siklus, hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan dari pra siklus sampai siklus IV.Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran yang diterapkan telah berhasil meningkatkan keterampilan berbicara dan mengembangkan karakter disiplin, jujur, kooperatif, kreatif dan saling menghormati. Kata kunci: keterampilan berbicara, karakter, think-pair-share dan tri kaya parisudha.
[73]
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
PENDAHULUAN Hakikat pentingnya peningkatan keterampilan berbicara tidak sejalan dengan proses pembelajaran yang ada di kelas khususnya di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar (PSP Bahasa Inggris FKIP Unmas Denpasar). Para mahasiswa di dalam mata kuliah Speaking (berbicara) belum mampu mengekspresikan ide atau gagasan dalam Bahasa Inggris lisan. Sebagai contoh, mereka terkadang berhenti ditengah pembicaraan tanpa tahu harus berkata apa dan mahasiswa juga kurang berani memulai berbicara dalam bahasa Inggris. Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan yang sangat kurang dikuasai oleh mahasiswa semester III PSP Bahasa Inggris FKIP Unmas Denpasar tahun akademik 2013/2014. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi awal yang peneliti lakukan dengan mewawancarai beberapa dosen yang mengajar di semester III dan berdasarkan hasil dari mata kuliah Speaking II yang telah mereka ambil di semester II. Hasil ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran keterampilan berbicara belum berlangsung dengan maksimal. Di samping itu, banyak dosen yang mengeluh tentang bagaimana buruknya perilaku mahasiswa semester II yang sekarang menjadi semester III.
ISSN 2087-9016
dapat melakukan proses pembelajaran dengan maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini harus segera ditangani karena pendidikan karakter merupakan salah satu hal penting untuk membangun karakter peserta didik dan orang-orang yang memiliki karakter yang baik adalah para calon orang sukses. Seperti yang kita ketahui bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya diukur dari pengetahuan akademisnya atau hard skill saja tetapi juga pada soft skill salah satunya karakter. Hal ini mengisyaratkan bahwa proses pembelajaran harus dilakukan secara seimbang Namun fakta yang terlihat di kelas-kelas PSP Bahasa Inggris FKIP Unmas Denpasar, proses pembelajaran Bahasa Inggris tidak berlangsung secara seimbang. Masih banyak dosen yang hanya menekankan pemberian aspek kognitif dan psikomotorik atau hard skill kepada para peserta didik dan bahkan mengabaikan pentingnya aspek afektif atau soft skill khususnya karakter. Hal ini terjadi karena beberapa faktor dan salah satunya adalah masih kurang kreatifnya para pendidik dalam mencari dan memodifikasi teknik pembelajaran yang mampu mengakomodasi pembelajaran kedua skill tersebut.
Ketidakmampuan mereka dalam mengungkapkan ide dengan bahasa Inggris secara lisan sejalan dengan perilaku mereka yang tidak mencerminkan karakter Bangsa Indonesia yang selalu dibangga-banggakan misalnya berbicara sopan, ramah, jujur, dan lain-lain. Hal ini membuat masyarakat semakin yakin bahwa degradasi moral yang terjadi adalah bukti kegagalan pendidikan
Dalam penelitian ini, peneliti menawarkan sebuah model pembelajaran yang dimodifikasi dengan mengkolaborasikan salah satu model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan salah satu konsep kehidupan dalam Agama Hindu yaitu Tri Kaya Parisudha. Dalam model pembelajaran ini, peneliti tidak ingin mencampuri kebebasan beragama peserta didik atau subjek penelitian dan model pembelajaran ini tidak ada kaitannya dengan proses menghindukan peserta didik non-Hindu.
Degradasi moral ini juga sangat terasa di dalam kelas ketika para dosen memasuki kelaskelas di PSP Bahasa Inggris FKIP Unmas Denpasar. Para mahasiswa tidak disiplin, ketika mengerjakan ujian mereka mencontek, berkata yang tidak sopan, tidak kreatif dan lain-lain. Oleh karena itu, di beberapa kelas, dosen sering mengalami ’intimidasi’ akibat dari tingkah laku para mahasiswa yang tidak berkarakter sehingga para dosen tidak
Konsep yang ditawarkan oleh Tri Kaya Parisudha yaitu manacika: berpikir yang bersih dan suci, wacika: berkata yang benar,dan kayika: berbuat yang benar. Konsep Tri Kaya Parisudha yang dikolaborasikan dengan Think-Pair-Share, secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut: peserta didik akan dilatih untuk selalu berpikir yang baik secara individu (ThinkManacika), kemudian mereka akan berdiskusi
74
I Komang Budiarta, Ni Wayan Krismayani - Improving Speaking Skill and Developing Character.......
dengan temannya atau pasangannya (Pair-Wacika) dan diakhiri dengan membagikan gagasan hasil diskusi mereka dengan teman-teman yang lain di dalam kelas dan juga akan diharapkan berlanjut di luar kelas (Share-Kayika). Model ini diharapkan mampu mengakomodasi proses pembelajaran yang tidak hanya menekankan pada peningkatan keterampilan berbicara peserta didik tetapi juga pengembangan karakter-karakter yang mengarah pada pengembangan karakter yang baik. Selain itu, juga diharapkan dapat memberikan atmosfer yang berbeda dibandingkan dengan model pembe-lajaran konvensional yang sering diterapkan oleh para dosen yang cenderung monoton dan kaku. Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi dalam ruang lingkup peningkatan keterampilan berbicara dalam mata kuliah Speaking III dan pengembangan karakter seperti disiplin, jujur, bertanggung jawab, kreatif dan saling menghormati.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini akan dilaksanakan dalam beberapa siklus dengan dua sesi untuk setiap siklus danpada setiap sesi terdapat empat kegiatan yang saling berhubungan: Perencanaan (Planning), Aksi (Action), Observasi (Observatio), dan Refleksi (Reflection). Tempat pelaksanaan penelitian adalah PSP Bahasa Inggris FKIP Unmas Denpasar. Penelitian dilaksanakan di Kampus Soka yang berada di Jalan Soka Nomor 47. Subjek penelitian ini adalah semester IIIA yang berjumlah 30 orang (11 orang laki-laki dan 19 orang perempuan). Untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga macam instrumen penelitian yaitu tes yang terdiri dari dua jenis tes yang dinilai dengan menggunakan rubrik penilaian analitik dengan kriteria-kriteria seperti kelancaran (fluency/40 poin), pemahaman (comprehension/35 poin), tata bahasa (grammar/15 poin), dan kealamiannya (naturality/10 poin): pre-tes dan posttes, character checklisti dan kuesioner untuk
mendapatkan data pendukung. Metode pengumpulan data dilakukan dengan active participatory observation. Pre-tes diberikan sebelum proses penelitian untuk melihat kemampuan awal dalam berbicara. Setelah proses pembelajaran dilakukan, di akhir setiap siklus, diberikan post-tes yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan subjek dalam berbicara. Sedangkan character checklist diberikan di setiap akhir siklus dan digunakan untuk mendapatkan data tentang perkembangan perilaku subjek penelitian serta kuesioner yang diberikan di akhir siklusuntuk mengetahui respon mereka terhadap model pembelajaran yang diberikan.Data yang didapat kemudian dianalisa dengan menggunakan rumus nilai rata-rata dan prosentase. Untuk melihat keberhasilan penelitian tindakan kelas ini, ada dua indikator yang digunakan yaitu peningkatan keterampilan berbicara dan perkembangan karakter subjek penelitian.Untuk keterampilan berbicara, subjek penelitian harus mencapai nilai di atas 75 yang merupakan standar kelulusan minimal untuk mata kuliah speaking III. Sedangkan untuk perkem-bangan karakter subjek penelitian, penelitian akan dihentikan jika perkembangan karakter mereka sudah memenuhi prosentase minimal yaitu 50% membudaya konsisten.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian tindakan kelas merupakan cyclical proses yang dilakukan secara kontinu. Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara dan mengembangkan karakter peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran kolaborasi think-pair-share dengan konsep tri kaya parisudha. Data-data yang terkumpul dapat dideskripsikan sebagai berikut: Observasi Awal Penelitian ini didahului observasi awal terhadap subjek Untuk mendapatkan gambaran tentang keterampilan berbicara
dengan melakukan yang akan diamati. yang lebih terukur dan perkembangan
75
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
karakter subjek penelitian, pre-tes dan character checklist diberikan kepada mereka.
memuaskan karena penerapan model pembelajaran kolaborasi think-pair-share dengan konsep tri kaya parisudha sudah mampu mengubah prosentase karakter yang membudaya konsisten. Hasil ceklist karakter menunjukkan: 36,11% karakter disiplin; 25,00% karakter jujur; 29,17% karakter kooperatif 11,11% karakter kreatif dan 29,17% karakter saling menghormati.
Berdasarkan hasil perhitungan skor pre-tes didapatkan nilai rata-rata 52,33 yang dikategorikan ‘kurang’. Sedangkan untuk mengumpulkan data tentang perkembangan awal karakter peserta didik, character checklist diberikan kepada subjek penelitian.Mereka diminta untuk mengisi ceklist sesuai dengan keadaan mereka tanpa ada rekayasa. Karakter-karakter tersebut antara lain: disiplin, jujur, kooperatif, kreatif, dan saling menghormati. Berdasarkan hasil perhitungan character checklist didapat prosentase-prosentase karakter yang sudah membudaya konsisten sebagai berikut: karakter disiplin sebesar 5,56%; karakter jujur sebesar 12.50%; karakter kooperatif sebesar 1,39%; karakter kreatif sebesar 0,00%;dan 13,89% karakter saling menghormati. Prosentase ini menunjukkan bahwa kelima karakter tersebut belum membudaya konsisten dalam perilaku subjek penelitian khususnya dalam proses pembelajaran. Siklus I Siklus I terdiri dari empat langkah yang secara kontinu harus dilakukan yaitu: perencanaan, aksi, observasi, dan refleksi. Materi yang diajarkan di siklus I adalah Asking and Offering Help.Berdasarkan hasil dari pre-tes, pasangan subjek penelitian juga disiapkan. Pasangan ini diusahakan berbeda dalam konteks tingkat keterampilan berbicara dan jenis kelamin serta latar belakang sosial yang lain. Pada siklus I, subjek penelitian diberikan post-tes dan character checklistdengan hasil sebagai berikut: Post-tes I diberikan kepada semua subjek penelitian yang hadir yaitu 30 orang. Penampilan mereka dinilai dengan menggunakan rubrik penilaian.Setelah mendapatkan nilai setiap subjek, kemudian nilai rata-rata keterampilan berbicara di siklus I dihitung. Hasi perhitungan ini menghasilkan nilai rata-rata sebesar 59,63 yang dikategorikan ‘cukup’. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dari nilai rata-rata pre-tes yang hanya 52,33 (‘kurang’). Character checklist II yang diberikan kepada subjek penelitian juga menunjukkan hasil yang
76
Siklus II Siklus II tidak jauh berbeda dengan siklus I. Namun berdasarkan hasil dari siklus I, perbaikanperbaikan yang diperlukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara dan mengembangkan karakter subjek penelitian dilakukan di siklus II. Oleh karena itu, siklus II dimulai dengan merevisi perencanaan yang sudah dibuat dan materi yang diajarkan adalah Apologizing. Untuk mengumpulkan data, instrument yang telah disiapkan diberikan kepada subjek penelitian. Hasil perhitungan nilai rata-rata psot-tes II menunjukkan peningkatan keterampilan berbicara dari subjek penelitian. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata yang diikuti oleh 30 subjek penelitian yang menghasilkan angka 63,63. Meskipun nilai rata-rata yang dihasilkan masih dikategorikan ‘cukup’ namun sudah terjadi peningkatan dari pra siklus, siklus I dan siklus II. Sementara data tentang perkembangan karakter subjek penelitian character checklist menghasilkan perkembangan prosentase membudaya konsisten sebagai berikut: karakter disiplin mengalami peningkatan prosentase menjadi 51,39%; karakter jujur menjadi 45,84%; karakter kooperatif sebesar 44,44%; karakter kreatif bertambah menjadi 45,83% sedangkan karakter saling menghormati menjadi 41,67%. Prosentase ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Hasil perhitungan prosentase kuesioner menunjukkan bahwa tidak ada subjek atau 0,00% subjek memberikan respon sangat tidak setuju dengan penerapan model pembelajaran kolaborasi think-pair-share dengan konsep tri kaya parisudha; 0,31% subjek penelitian menyatakan tidak setuju; 4,59% tidak berpendapat; 38,53% setuju dengan penerapan model pembelajaran dan setengah lebih
I Komang Budiarta, Ni Wayan Krismayani - Improving Speaking Skill and Developing Character.......
subjek penelitian atau 56,57% menyatakan sangat setuju. Siklus III Meskipun hasil dari siklus II sudah menunjukkan peningkatan yang konsisten dari pra siklus sampai siklus II, penelitian tetap dilanjutkan ke siklus III.Pada siklus ini, kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada siklus sebelumnya menjadi fokus utama untuk melakukan perubahan. Perbaikan-perbaikan tersebut dibuat dalam revisi perencanaan untuk siklus III.Materi yang disampaikan di siklus III adalah agreeing and disagreeing. Untuk mendapatkan data, peneliti kembali memberikan instrument penelitian yang telah disiapkan. Post-tes III yang diberikan oleh peneliti menghasilkan nilai rata-rata sebesar 77,30.Nilai ini dikategorikan ‘baik’ dan mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya.Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan berbicara subjek penelitian meningkat cukup signifikan. Sedangkan ceklist karakter menunjukkan perkembangan karakter subjek penelitian semakin berkembang dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan prosentase karakter yang membudaya konsisten dan terus mengalami peningkatan yaitu karakter disiplin yang meningkat menjadi 65,28%; 56,94% karakter jujur; 59,72% karakter kooperatif; 52,78% karakter kreatif dan 61,11% karakter saling menghormati. Meskipun perkembangan karakter sudah memenuhi standar minimal indikator keberhasilan penelitian ini, peneliti belum memutuskan untuk menghentikan penelitian karena keterampilan berbicara subjek penelitian masih belum memenuhi standar kelulusan minimal yang ditetapkan untuk penelitian.Oleh karena itu, penelitian dilanjutkan ke siklus berikutnya yaitu siklus IV. Siklus IV Pada siklus ini tidak terjadi perubahan yang signifikan.Pada siklus IV juga terdapat empat tahapan yang harus dilalui untuk mendapatkan data yang diinginkan dalam penelitian ini. Namun berdasarkan hasil dari siklus III, perbaikanperbaikan yang diperlukan untuk meningkatkan
keterampilan berbicara dan mengembangkan karakter subjek penelitian pun dilakukan di siklus IV. Adapun materi yang diajarkan di siklus IV adalah tentang Advice and Suggestion.Pengumpulan datapun kembali dilakukan dengan memberikan post-tes, ceklist karakter dan kuesioner. Hasil perhitungan nilai rata-rata keterampilan berbicara juga menunjukkan terjadi peningkatan. Post-tes IV yang diberikan kepada subjek penelitian menghasilkan nilai rata-rata sebesar 82,90. Meskipun nilai rata-rata ini juga dikategorikan ‘baik’ seperti pada siklus sebelumnya, nilai rata-rata pada siklus IV ini meningkat dari 77,30 menjadi 82,90. Di samping itu, berdasarkan hasil analisa character checklist, perkembangan yang lebih signifikan juga terjadi pada karakter-karakter yang diamati dalam penelitian yaitu: 73,61% karakter disiplin; 62,50% karakter jujur; 66,67% karakter kooperatif; 59,72% karakter kreatif dan 66,67% karakter saling menghormati. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran yang diterapkan mampu mengembangkan karakter subjek penelitian. Untuk mendapatkan data pendukung mengenai respon subjek penelitian terhadap penerapan model pembelajaran kolaborasi thinkpair-share dengan konsep tri kaya parisudha.Dari hasil analisis data yang dihasilkan dari kuesioner, perhitungan prosentase kuesioner II menunjukkan bahwa tidak ada subjek yang memberikan respon sangat tidak setuju dan tidak setuju dengan penerapan model pembelajaran kolaborasi thinkpair-share dengan konsep tri kaya parisudha; hanya0,43% subjek penelitian yang menyatakan tidak berpendapat dan 23,58% subjek menyatakan setuju. Di samping itu subjek penelitian yang sangat setuju dengan penerapan model pembelajaran tersebut meningkat dari 56,57% menjadi 75,99%. Pembahasan Penelitian tindakan kelas ini berangkat dari permasalahan yang dihadapi oleh subjek penelitian khususnya dalam keterampilan berbicara dan karakter. Penelitian ini diperuntukkan untuk memecahkan permasalahan yaitu: bagaimana peningkatan keterampilan berbicara dan bagaimana perkembangan karakter subjek penelitian setelah
77
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
diajarkan menggunakan model pembelajaran kolaborasi Think-Pair-Share dengan konsep Tri Kaya Parisudha?
penelitian, peneliti memberikan beberapa tes yaitu pre-tes dan 4 post-tes di siklus I sampai dengan siklus IV. Hasil analisis pre-tes dan post-tes yang menunjukkan peningkatan signifikan seperti pada grafik berikut:
Peningkatan Keterampilan Berbicara Untuk peningkatan
mengetahui keterampilan
apakah berbicara
terjadi subjek
Grafik di atas menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kolaborasi think-pair-share dengan konsep tri kaya parisudha mengakibatkan peningkatan yang signifikan dalam keterampilan berbicara subjek penelitian. Hal ini dengan jelas dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata keterampilan berbicara dari subjek penelitian. Peningkatan nilai rata-rata keterampilan berbicara pada siklus IV sudah memenuhi indikator keberhasilan sehingga penelitian dapat dihentikan. Pada siklus IV, semua subjek penelitian
78
mendapatkan nilai di sama atau atas 75 yang merupakan standar kelulusan minimal untuk mata kuliah speaking. Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas ini akhirnys dihentikan di siklus IV. Perkembangan Karakter Data tentang perkembangan karakter yang diamati dari subjek penelitian dikumpulkan dengan menggunakan character checklist yang diberikan pada saat pra-siklus sampai dengan siklus IV dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
I Komang Budiarta, Ni Wayan Krismayani - Improving Speaking Skill and Developing Character.......
Hasil analisis character checklist menunjukkan hasil yang sejalan dengan peningkatan nilai rata-rata keterampilan berbicara. Perkembangan karakter yang diamati yaitu karakter disiplin, jujur, kooperatif, kreatif dan saling menghormati dari pra siklus sampai dengan siklus IV terjadi dengan konsisten.Hal ini ditunjukkan oleh prosentase masing-masing karakter yang telah membudaya konsisten. Hal ini membuat perubahan tingkah laku subjek penelitian dalam proses pembelajaran. Perkembangan karakter yang ditunjukkan dengan peningkatan prosentase yang membudaya konsisten juga mengarah pada indikator keberhasilan penelitian ini. Sesuai dengan indikator yang telah ditentukan, penelitian akan dihentikan jika prosentase analisis ceklist karakter telah mencapai minimal 50% membudaya konsisten. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dikategorikan telah berhasil mengembangkan karakter subjek penelitian sehingga penelitian dapat dihentikan. Data pendukung yang diambil dengan menggunakan kuesioner juga menunjukkan hasil analisis yang positif. Dari hasil analisis, respon subjek penelitian terhadap penerapan model pembelajaran kolaborasi think-pair-share dengan konsep tri kaya parisudha menunjukkan bahwa mereka sangat setuju dengan penerapan model tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran tersebut mampu mengubah atmosfer pembelajaran yang ada di kelas menjadi lebih baik.
KESIMPULAN Setelah penerapan model pembelajaran kolaborasi think-pair-share dengan konsep tri kaya parisudha, hasil analisis data yang dihasilkan dari instrumen penelitian yang digunakan menunjukkan peningkatan keterampilan berbicara dari subjek penelitian. Tingkat keterampilan berbicara yang awalnya dikategorikan ‘kurang’ pada saat pra-siklus meningkat secara signifikan menjadi kategori ‘baik’ pada siklus IV.Peningkatan ini menunjukkan efektivitas dari model pembelajaran kolaborasi think-pair-share dengan konsep tri kaya parisudha. Di samping itu, model pembelajaran ini juga memberikan efek yang berbeda terhadap perkembangan karakter subjek penelitian. Karakter-
karakter yang diamati yaitu: karakter disiplin, jujur, kooperatif, kreatif dan saling menghormati berkembang secara pelan namun pasti. Hal ini ditunjukkan dengan prosentase oleh tiap-tiap karakter yang membudaya konsisten berada di atas 50% dan hal ini juga semakin meyakinkan bahwa jika hal ini terus dilanjutkan perubahan tingkah laku pada subjek penelitian akan terbentuk secara permanen. Data pendukung yang diambil dengan menggunakan kuesioner juga menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian atau kurang lebih 75% memberikan respon yang positif terhadap penerapan model pembelajaran ini. Hal ini semakin meyakinkan bahwa sebagian besar subjek penelitian sangat setuju dengan penerapan model pembelajaran ini.
DAFTAR PUSTAKA Arends, R.I. (2007). Learning to Teach (Seventh Edition). New York: the McGraw-Hill Companies. Baker, J.and Westrup, H.(2003).Essential Speaking Skill: a handbook for Englishlanguage teachers. London: Continuum International Publishing Group. Brown, H.D. (2004). Language Assessment: Principles and Classroom Practices. White Plains, NY: Pearson Education. Kayi, H. (2006).Teaching Speaking: Activities to Promote Speaking in Second Language. Nevada, USA: University of Nevada. Kementerian Pendidikan Nasional (Ditjen Mandikdasmen). (2010). Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kemendiknas Ditjen Mandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Lawtie, F. (2001). Speaking and Listening Instructional Philosophy and Teaching Suggestions. British Council: Caracas. Luoma, S. (2004).Assessing Cambridge University Press.
Speaking.UK:
79
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025.____
Akhlak Mulia Peserta Didik diambil pada 8 Maret 2013 dari http://sumberilmu.info/2009/ 01/24/tri-kaya-parisudha-sebagai-landasanpendidikan-dalam-membangun-akhlakmulia-peserta-didik
Richards, J.C. and Rodgers, T.S. (2001).Approaches and Methods in Language Teaching (2nd Edition). New York: Cambridge University Press. Suhardana, K. (2007). Dan Etika Moralitas Hindu. Surabaya: Paramita Sumber ilmu. (2013). Tri Kaya Parisudha Sebagai Landasan Pendidikan Dalam Membangun
80
Wiarto, E.D., Suryana, D.A, Sari, I., Mahmud, M., Zahri, M., Hasmawati, R., Hutauruk, R., Rona, R., Wajiyem, R.,& Rakhmat, J.(2010). Pendidikan Karakter, Kumpulan Pengalaman Inspiratif. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
EFEKTIVITAS MODIFIED COLABORATIVE STRATEGIC READING DALAM READING CLASS ACTIVITY Putu Ayu Paramita Dharmayanti, Dewa Ayu Ari Wiryadi Joni Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT The study aimed at improving the students’ reading comprehension by implementing Modified Collaborative Strategic Reading (MCSR) technique. The subject was grade eleven students of SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar, in which the amount was thirty students. There were two cycles (eight meetings), in this Classroom based Action Research. There were three instruments used: test, questionnaire, and diary. From the result of the post-test and analyzed questionnaire, it is shown that there is an increase in every meeting. This can be concluded that MCSR is effective in improving the students’ reading comprehension. Keywords: MCSR, reading comprehension
[81]
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
PENDAHULUAN Membaca adalah alat untuk memperluas pengetahuan pembaca dan membantu pembaca untuk berkomunikasi dengan orang lain. Mengingat betapa pentingnya kegiatan membaca, pengajaran membaca harus diberikan perhatian yang lebih intensif. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di kelas XI LAB SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar, diketahui bahwa nilai pelajaran reading tidak terlalu memuaskan. Hal ini disebabkan oleh metode pembelajaran reading yang diterapkan guru di kelas tersebut masih bersifat tradisional yakni guru hanya meminta siswa untuk membaca text tanpa pemahaman lebih jauh dan hanya mementikan kebenaran dalam mengucapkan kata (bahasa inggris). Melalui wawancara singkat terhadap beberapa siswa, diketahui bahwa sebagian besar siswa merasa matakuliah reading membosankan dan cara pengajarannya pun kurang menarik. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa adalah MCSR. Modifikasi Membaca Strategis Collaboratif (MCSR) adalah versi modifikasi dari Reading Strategis Collaboratif (CSR). Alasan memodifikasi CSR adalah untuk menawarkan strategi membaca yang lebih tepat. Zoghi et al. (2006) mendefinisikan bahwa CSR dibatasi oleh kisaran sempit strategi membaca seperti mengaktifkan pengetahuan sebelumnya, meringkas ide utama, dan merumuskan pertanyaan. Teori-teori yang mendasari dari MCSR adalah teori interaktif, kognitif - konstruktivis, dan perspektif konstruktivisme sosial. Implementasi MCSR berlangsung dalam tiga tahap, yang secara tradisional disebut sebagai presentasi, praktek, dan tahap produksi. Adapun empat strategi yang diterapkan yaitu (a) preview strategy, (b) fix-up strategy, (c) get-the-gist strategy, and (d) wrap-up strategy. Dengan preview strategy, siswa melakukan 2 kegiatan: brainstorming and predicting. Tujuan preview strategy adalah mengaktifkan latar belakang pengetahuan siswa tentang topik,
82
ISSN 2087-9016
membantu siswa untuk memprediksi tentang apa yang mereka akan mereka baca dan memotivasi minat siswa untuk membaca teks. Pada fix-up strategy, siswa terlibat dalam pembelajaran kooperatif. Instruktur meminta siswa untuk membentuk kelompok-kelompok kecil dengan lima anggota di setiap kelompoknya. Siswa kemudian diminta untuk membaca bahan bacaan yang dipilih sementara mereka bertindak sesuai peran yang telah ditentukan: 1. Pemimpin: Memimpin kelompok dengan mengatakan strategi apa yang harus diterapkan selanjutnya; 2. Monitor: memastikan semua orang dalam kelompok berpartisipasi; 3. Fix-up pro: memonitor pemahaman bacaan kelompok; 4. Encourager: memantau kelompok dan memberikan umpan balik; 5. Reader: Memiliki tanggung jawab membaca. Dalam menggunakan fix-up strategy siswa diharapkan untuk: (a) membaca ulang kalimat untuk menentukan kata yang tidak dikenal, (b) mencari akhiran dalam kata yang tidak dikenal, (c) memecahkan kata yang tidak dikenal, (d) mengidentifikasi struktur teks, dan (e) mengidentifikasi kata-kata penghubung. Pada langkah berikutnya, siswa beralih untuk menggunakan get-the-gist strategy dimana siswa terlibat dalam proses mengidentifikasi ide pokok, kalimat utama, dan informasi spesifik di bagian teks. Tujuan get-the-gist strategy adalah meningkatkan memori siswa tentang apa yang telah mereka baca sehingga mereka dapat menyajikan kembali hal paling penting dengan menggunakan kata-kata mereka sendiri sebagai cara untuk memastikan mereka telah memahami apa yang telah mereka baca. Dengan menggunakan wrap-up strategy, instruktur meminta siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan berikut dalam kelompok mereka setelah seluruh teks dibaca: menghasilkan pertanyaan untuk mewawancarai satu sama lain, menceritakan kembali apa yang telah dibaca berupa ringkasan; dan melakukan perdebatan pro-kontra tentang topic.tujuan wrap-up strategy adalah untuk
Putu Ayu Paramita Dharmayanti, Dewa Ayu Ari Wiryadi Joni - Efektivitas Modified Colaborative Strategic.......
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, memori dari apa yang dibaca siswa.
dan
METODOLOGI PENELITIAN Subjek penelitian adalah siswa kelas XI LAB SMA (SLUA) Saraswati 1 pada tahun ajaran 2013/2014 dengan jumlah siswa dalam kelas penelitian adalah 30 siswa.
Bahan ajar dalam penelitian ini berupa teks deskriptif dan ekspositori sesuai dengan materi ajar reading di semester dua. Selanjutnya, tim peneliti merancang SAP (Satuan Acara Perkuliahan). SAP yang dirancang merupakan SAP untuk dua siklus: dimana terdapat delapan kali pertemuan.
Penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) / Classroom Action Research (CAR). Penelitian ini termasuk kedalam Penelitian Tindakan Kelas karena peneliti berupaya untuk meningkatkan kinerjanya dalam mengajar untuk meningkatkan kemampuan siswa melalui serangkaian tindakan dalam proses belajar mengajar.
Tahapan selanjutnya adalah pembuatan soal dan kuisioner. Post-test dalam penelitian ini di lakukan di setiap akhir pertemuan. Oleh karena itu, tim peneliti menyusun soal untuk delapan kali. Satu kali post-test berisikan 10 butir soal dimana soal tersebut berupa multiple-choice test. Kuisioner yang disusun pun terdiri dari 10 butir pertanyaan yang berkenaan dengan metode yang digunakan dalam proses pembelajaran. Tahapan terakhir dalam persiapan penelitian adalah pengadaan sarana dan media ajar seperti alat tulis dan LCD.
PTK merupakan proses pengkajian suatu masalah pada suatu keals melalui siklus daur ulang dari berbagai kegiatan yang pada pokoknya terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan (planning), implementasi tindakan (implementation of the action), pengamatan (observation) dan refleksi (reflection).
Penelitian ini telah dilaksanakan dalam delapan pertemuan. Dalam pelaksanaannya, tatap muka di dalam kelas dilaksanakan sekali dalam seminggu yang dimulai dari awal bulan mei sampai dengan awal bulan juli. Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang.
Instrument yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: tes, kuisioner, dan diari. Data yang diperoleh kemudian dianalisis bersama untuk mendapatkan prosentase yang menggambarkan peningkatan pada kemampuan membaca siswa setelah diberi tindakan.
Selama proses penelitian berlangsung, kemampuan membaca siswa perlahan-lahan meningkat. Sampai pada pertemuan di akhir siklus dua, nilai post-test siswa menunjukan peningkatan yang signifikan. Hal ini menjadi pertimbangan tim peneliti untuk hanya melakukan penelitian dalam dua siklus saja.
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan penelitian di dalam kelas, tim peneliti mengadakan rapat teknis guna membicarakan persiapan yang perlu dilakukan sebelum terjun meneliti. Setelah itu peneliti membahas silabus serta materi-materi yang akan diajarkan. Sumber ajar yang dipakai bukan hanya diambil dari buku yang sudah tersedia atau yang dipakai oleh guru pengempu mata kuliah tetapi juga diambil dari sumber lainnya seperti buku luaran dan internet. Setelah mendiskusikan isi silabus dan menentukan materi yang akan diajarkan, tim peneliti bersama-sama merancang bahan ajar.
Setelah pertemuan terakhir di siklus dua berakhir, siswa diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan yang terdapat di dalam kuisioner yang telah dibuat oleh tim peneliti. Data yang diperoleh berupa nilai post-test dan hasil kuisioner akan dianalisis sehingga dapat mengungkapkan tingkat kemajuan subyek dalam kemampuan membaca bahasa Inggris serta respon mereka terhadap pengajaran membaca dalam mata pelajaran Bahasa Inggris di kelas menggunakan strategi MCSR. Ada pun hasil nilai rata-rata post test setiap pertemuan sebagai berikut:
83
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
TABEL 1. Ringkasan Nilai Rata-rata Post-Test Tiap Petemuan dan Tiap Siklus
Siklus I
II
Post-test keX1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
Nilai post-test = 5.1 = 5.8 = 6.3 = 6.7 = 7 = 7.4 = 7.7 = 8.1
Total 6
7.8
Dari hasil analisis data di atas dapat dilihat bahwa nilai membaca di setiap pertemuan makin meningkat. ada pun nilai rata-rata siswa di siklus pertama secara berturut-turut adalah 5.1; 5.8; 6.3; dan 6.7. Meski pun sudah terlihat ada peningkatan tapi peneliti merasa peningkatannya belum terlalu signifikan sehingga diadakanlah siklus kedua. Ada pun nilai rata-rata siswa di siklus kedua secara berturut-turut adalah 7; 7.4; 7.7; and 8.1. Dari ratarata siklus pertama dan siklus kedua dapat dilihat adanya perbedaan dimana rata-rata siklus ke dua jauh lebih tinggi dibandingkan siklus pertama yaitu C1 = 6 dan C2 = 7.8. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pengajaran membaca dalam bahasa Inggris menggunakan teknik MCSR dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa.
perencanaan, pemantauan diri, dan evaluasi. Hal ini didukung oleh Elkaumy (2004) yang mendefinisikan strategi metakognitif dalam tiga cara: Perencanaan, self-monitoring dan evaluasi atau berpikir tentang berpikir. Perencanaan adalah memiliki tujuan membaca dalam pikiran untuk membaca teks agar lebih selektif dan fokus pada informasi yang diinginkan. Pemantauan diri adalah mengatur proses membaca dan menggunakan strategi pada waktu yang tepat. Mengevaluasi adalah mengetahui apakah tujuan tercapai atau tidak. Sehubungan dengan menggunakan strategi pada waktu yang tepat, MCSR menggunakan strategi membaca kognitif dalam bentuk preview strategy, fix-up strategy, get-the-gist strategy, and wrap-up strategy.
MCSR. Modifikasi Membaca Strategis Collaborative (MCSR) adalah versi modifikasi dari Reading Strategis Collaborative (CSR) yang merupakan salah satu strategi membaca yang menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan strategi pemahaman bacaan (Zoghi, et.al: 2006). MCSR menggabungkan empat strategi pemahaman bacaan yang terdapat dalam CSR, yaitu, (a) preview strategy, (b) fix-up strategy, (c) get-the-gist strategy, and (d) wrap-up strategy dimana implementasinya berlangsung dalam tiga tahap, yang secara tradisional disebut sebagai tahap presentasi, tahap praktek, dan tahap produksi.
Tujuan preview strategy adalah mengaktifkan latar belakang pengetahuan siswa tentang topik, membantu siswa untuk memprediksi tentang apa yang akan mereka baca dan memotivasi minat siswa untuk membaca teks. Dalam kenyataannya di kelas, siswa sangat aktif terlibat dalam tahap ini. Siswa sangat termotivasi untuk membagi pengetahuan mereka tentang topic bacaan yang akan mereka baca. Beberapa dari mereka bahkan memberikan pengalaman pribadi tentang topic tersebut. Dalam menjelaskan kata-kata tidak jelas, frasa, atau kalimat, siswa menggunakan fix-up strategy dalam bentuk beberapa kegiatan seperti membaca kalimat untuk menentukan kata yang tidak dikenal, membaca ulang kalimat sebelum dan sesudah kata yang sulit untuk mencari petunjuk, dan mencari awalan atau akhiran dalam kata yang tidak dikenal. Sementara menggunakan fix-up strategy, siswa yang memiliki penguasaan kosakata yang kurang tetap pasif karena mereka tidak merasa yakin dengan sedikitnya jumlah kosakata yang mereka
Dalam implementasi nyata dari MCSR di kelas, perlahan para siswa bisa memahami teks dengan benar. Dalam pertemuan pertama yang diselenggarakan pada 9 Agustus 2013, strategi MCSR diperkenalkan kepada siswa dengan menjelaskan dan berlatih, sehingga mereka bisa mengerti bagaimana MCSR dilakukan. MCSR diajarkan secara metakognitif dengan prinsip
84
Putu Ayu Paramita Dharmayanti, Dewa Ayu Ari Wiryadi Joni - Efektivitas Modified Colaborative Strategic.......
miliki. Berdasarkan pengamatan yang digelar di pertemuan kedua, siswa yang memiliki penguasaan kosakata yang baik mulai menyadari peran mereka sebagai pembantu bagi siswa yang memiliki penguasaan kosakata yang kurang. Dengan menggunakan fix-up strategy, siswa yang memiliki penguasaan kosakata yang baik mampu meningkatkan kualitas kosa kata mereka. Jika awalnya mereka hanya tahu satu arti dari sebuah kata, sekarang mereka tahu beberapa arti dari sebuah kata berdasarkan konteks kalimat serta pengetahuan lainnya dari kata sebagai kelas kata, imbuhan, akar, antonim dan sinonim. Namun, siswa yang memiliki penguasaan kosakata yang kurang baik sangat terbantu dengan fix-up strategy dalam membuat arti sebuah kata dalam teks. Sehingga mereka dapat memahami teks secara keseluruhan. Akibatnya, mereka tidak mengalami banyak kesulitan dalam menemukan gagasan utama atau informasi spesifik yang terkandung dalam teks yang mereka baca dengan menggunakan get-the-gist strategy. Dalam strategi ini siswa terlibat dalam proses mengidentifikasi ide pokok, kalimat utama, dan informasi spesifik di bagian teks. Dalam menggunakan wrap-up strategy, guru meminta siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan berikut dalam kelompok mereka setelah seluruh teks dibaca: menghasilkan pertanyaan untuk mewawancarai satu sama lain, menceritakan kembali apa yang telah dibaca berupa ringkasan; dan melakukan perdebatan pro-kontra tentang topic. Tujuan wrap-up strategy adalah untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan memori dari apa yang dibaca siswa. Pada pertemuan keempat, sebagian besar siswa sudah aktif bergabung dalam kegiatan ini. Bahkan siswa yang memiliki penguasaan kosakata yang kurang termotivasi untuk berpartisipasi dalam menyumbangkan ide. Ini merupakan perbaikan sejak pertemuan sebelumnya hanya siswa yang memiliki penguasaan kosakata yang baik berpartisipasi dalam diskusi kelas. Dalam strategi MCSR, siswa diminta untuk belajar secara berkelompok. Hal ini dilakukan untuk membuat siswa merasa lebih nyaman dalam belajar. Mereka akan lebih merasa bersemangat dalam belajar kelompok dibandingkan dengan belajar secara individual. Belajar secara kelompok
memudahkan siswa untuk belajar mandiri serta berbagi ilmu dengan teman. Sementara itu, dalam proses berinteraksi dengan orang lain, proses belajar berlangsung dalam lingkungan sosial budaya melalui dialog. Hal ini sejalan dengan teori sosiokultural Vygotsky sebagaimana tercantum dalam Graves, Juel, dan Graves (2007), di mana pembelajaran berlangsung di lingkungan yang interaktif. Hal utama adalah bahwa tanpa interaksi dalam rangka membangun makna dan pemahaman, pembelajaran tidak terjadi. Berdasarkan penjelasan tersebut, dialog interaktif antara siswa-guru atau siswa-siswa dalam membangun makna sangatlah penting. Sebagai tambahan, perbandingan angka persentase dari respon total kuesioner untuk item A, B, C, dan D adalah 58.66% (berarti sangat setuju), 32.60%, (berarti setuju), 8.74% (berarti ragu-ragu) dan 0% (berarti tidak setuju ). Angka ini membuktikan bahwa perilaku siswa menunjukkan perubahan positif dalam pembelajaran membaca menggunakan MCSR dan siswa memiliki pendapat yang positif terhadap MCSR.
KESIMPULAN Melihat dari peningkatan nilai post-test siswa di setiap pertemuan, dapat disimpulkan bahwa teknik MCSR efektif untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa dalam pelajaran reading. Hal ini dikarenakan MCSR memiliki beberapa keunggulan yaitu 1. MCSR memiliki strategi membaca secara spesifik: preview strategy, fix-up strategy, get-the-gist strategy, and wrap-up strategy. 2. MCSR adalah student-centered learning 3. MCSR berlangsung dalam lingkungan sosial budaya melalui dialog dan belajar berkelompok Dari hasil kuisioner pun dapat dilihat adanya respon positif dari siswa terhadap teknik MCSR tersebut. Melihat keberhasilan penggunaan strategi MCSR dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa dalam mata pelajaran Bahasa Inggris, penulis menyarankan agar para guru Bahasa Inggris mempertimbangkan MCSR sebagai salah satu
85
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
strategy alternative yang bisa digunakan dalam pengajaran di dalam kelas.
Fan, Y.C. (2010). Implementing Collaborative Strategic Reading (CSR) in an EFL context in Taiwan. Unpublished Thesis. Retrieved on June 2012, from http://Ira.le.ac.uk/handle/ 2381/434.
PRAKATA Penulis mengucapkan terimakasih kepada beberapa pihak yang terkait dengan penelitian ini: 1. Kop. Wil. VIII Bali Nusra atas pembiayaan penelitian ini (SPP Hibah Penelitian Nomor 1294/K8/KL/2013 Tanggal 4 Juli 2013); 2. Kepala sekolah serta guru Bahasa Inggris SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar atas kerjasamanya hingga penelitian ini dapat berjalan lancar; 3. Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar serta Dekan FKIP Universitas Mahasaraswati Denpasar atas dorongan dan semangatnya.
DAFTAR PUSTAKA Barnes, Mary. (2004). The use of positioning theory in studying student participationin collaborative learning activities. Paper presented as part of the symposium“Social Positioning Theory as an Analytical Tool”at the Annual Meeting of the Australian Association for Research in Education, Melbourne, November 28-Decmber 2, 2004. Brown, H. Douglas. (1994). Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Paedagogy. San Francisco: Prentice-Hall, Inc. Brown, R, Rob Warning, and Sangrawee Donkaewbua. (2008). Incidental vocabulary acquisition from reading, reading-whilelistening, and listening to stories.Reading in Foreign Language. No. 2, 20, pp. 136-163. Burns, Paul C. et.al. (1996). Teaching Reading in Today’s Elementary Schools 6th Ed. New Jersey: Houghton Mifflin Company. Dogan, B. (2002). The effect of strategy teaching on reading comprehension motivation and retention in cooperative and traditional classeses.Unpublished Doctorate thesis, DokuzEylul University.
86
Fitri, A. (2010). The effectiveness of Collaborative Strategic Reading (CSR) on the Reading Comprehension Achievement of the Fourth Semester Students of PGSD Suryalaya, West Java, Indonesia.UnpublishedThesis.Post Graduate Program of UM. Retrieved on june 2012, from http://karyai-lmiah.um.ac.id/ index.php/disertasi/article/view/8238/0 Fraenkel, Jack R and Norman E Wallen. (1990). How to Design and Evaluate Research. New York, NY : MC. Gray- Hill. Inc. Graves et.al. (2007). Teaching Reading in The 21st Century, fourth edition. USA: Pearson Education. Inc. Huang, C.Y. (2004). Think to win: An inquiry-based approach via Collaborative Strategic Reading technique to teach reading in a senior high EFL classroom. Hornby, AS. (2000). Oxford Advance Learners’ dictionary of Current English. New York: Oxford University Press. Kagan, S. (1994). Cooperative Learning. San Juan Capistrano, CA. Kemis and Tegart, (1990). The Action Research Planner. Civtoria: Deakin University Press. Klinger, J.K and Vaughn, S. (1988). Using CSR. Retrieved June 2012, from http://www.idonline.org/id in depth/teaching technique/collab reading.html. Klingner, J. K., and Vaughn, S. (1996). Reciprocal Teaching of Reading Comprehension Strategies for Students with Learning Disabilities Who Use English as a Second Language. Elementary School Journal.96, pp. 275-293. Klinger, J.K, Vaughn, S. and Schumn, J.S. (1998) .Collaborative Strategic Reading during social studies in heterogeneous fourth grade
Putu Ayu Paramita Dharmayanti, Dewa Ayu Ari Wiryadi Joni - Efektivitas Modified Colaborative Strategic.......
classroom. The elementary school journal, 99,1, pp. 3-22.
Assessment. Secon Edition. New York: Harper Collin Collage Publisher.
Klingner, J. K., and Vaughn, S. (2000). The helping behaviors of fifth-graders while using collaborative strategic reading (CSR) during ESL content classes. TESOL Quarterly, 34,pp. 69-98.
Wang, T.H. (2008). The Effect of modified Collaborative Strategic Reading on EFL learners’ Reading Comprehension. Unpublished MA dissertation, National Changhua University of Education, Changhua, Taiwan.
Klingner, J. K., Vaughn, S., Argüelles, M. E., Hughes, M. T., and Ahwee, S. (2004). Collaborative Strategic Reading: “Real world” lessons from classroom teachers. Remedial and SpecialEducation, 25, pp. 291302. Klingner, J. K., Vaughn, S., Dimino, J., Schumm, J. S., & Bryant, D. P. (2001). From clunk toclick: Collaborative Strategic Reading. Longmont, CO: Sopris West. Laufer, Batia and Jan Hulstijn. (2001). Incidental Vocabulary Acquisition in Second Language: The Construct of Task-Induced Involvement. Applied Linguistics. No.22, 1, pp. 1-26. Oxford University Press. Masidjo, Ian. (1995). Penelitian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah Yogyakarta. Kanisius. Mason, B. and Krashen, S. (1997) Extensive reading in English as a foreign language. System No. 25,1, pp.91-102. Pitts, M., White, H., and Krashen, S. (1989). Acquiring second language vocabulary through reading: a replication of the Clockwork Orange study using second language acquirers.Reading in a Foreign Language.No.5, 2, pp.271-275.
Waring, R. and Takaki, M. (2003). At what rate do learners learn and retain new vocabulary from reading a graded reader?Reading in a Foreign Language.No.15, 2, pp.130-163. Vaughn, S., and Edmonds, M. (2006). Reading Comprehension for Older Readers. Intervention in School and Clinic. No. 41, 3, pp. 131-137. Zoghi, M. (2002). Building Reading Skills Up at the Tertiary Level.Roshd FLT Journal.No. 78, 69, pp. 27-37. Zoghi, M., Hazita A. and Tg Nor Rizan, Tg. M. M. (2006). CSR II: An Instructional Technique for Reading Strategies. The Procceding of SoLLs. INTEC.07.Malaysia: Universiti Kebangsaan Malaysia. Zoghi, M., Ramlee Mustapha, and Tg Nor Rizan, Tg. (2011). The Effects of Modified Collaborative Strategic Reading (MCSR) Intervention on Reading Performance among Freshmen in Iran. Journal Teknologi (56), 23-46. Malaysia: UTM Press.
Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning theory, Research and practice.Boston: Allyn and Bacon. Walker, B.J. (1992). Diasnostis Teaching of Reading; Technique for Instructional and
87
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BANGUN RUANG SISI DATAR MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT PADA SISWA KELAS VIII-I SMP DWIJENDRA DENPASAR TAHUN AJARAN 2011/2012 Ni Nyoman Maheni, I Gusti Ngurah Nila Putra Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT This study aimed at improving the activities and achievements of students learning. This research is a Class Action Research which was done in three cycles. Based on the result of data analysis, it shows that the student learning activity score of cycle I until cycle III and category in a row are “14,897”, “19,583”, and “20,710” with category are “fairly active”, “active”, and “very active”. The result of data analisys of learning achivement, the average score, mastery learning, and absorptive ability of cycle I until cycle III in a row are “7,67”, “7,77”, and “8,25”; “53,85%”, “71,05%”, and “89,74%”; and “76,7%”, “77,7%”, and “82,5%”. The result of data analisys of implementation of the learning of cycle I until cycle III and category in a row are “79,54%”, “93,175%” and “100%” with category are “good”, “very good”, and “very good”. While for result analisys data of student response, achieving very positive category with an average score of responses student “32,13”. Thus, the application of cooperative learning type TGT in learning the math flat side geometry can improve the activities and achievements of students learning. Keywords: cooperatif learning type TGT, flat side geometry, learning activities, learning achievement, student response
[88]
Ni Nyoman Maheni, I Gusti Ngurah Nila Putra - Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa.......
PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Maka dari itu dunia pendidikan selalu mendapat perhatian serius dari pemerintah berkaitan dengan tuntutan menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berkompeten. Perubahan dan perkembangan merupakan hal yang seharusnya sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan budaya yang dimaksud adalah suatu upaya perbaikan sistem pendidikan pada semua tingkat yang secara terus menerus dilakukan sebagai tindak lanjut kepentingan masa depan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, membuka kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan belajar, dengan berbagai kesempatan belajar, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik diarahkan dan didorong ke pencapaian tujuan yang dicita-citakan. Untuk mencapai tujuan tersebut, sekolah menyelenggarakan kegiatan melalui kegiatan belajar mengajar berdasarkan kurikulum yang ditetapkan. Salah satu pembelajaran yang berkembang adalah pembelajaran matematika. Peran guru sangat penting agar tujuan pembelajaran matematika tercapai. Selama ini pembelajaran matematika masih menerapkan pendekatan konvensional yang cenderung berpusat pada guru (teacher centered). Namun yang terjadi, siswa menjad pasif, karena hanya mendengar dan mencatat penjelasan guru yang akan bermuara pada rendahnya prestasi belajar siswa. Pendekatan konvensional juga diterapkan di SMP Dwijendra Denpasar. Hal ini terungkap ketika peneliti mengadakan observasi saat guru mengajar dan diperkuat dengan wawancara dengan guru matematika kelas VIII-I SMP Dwijendra Denpasar.
Pada intinya permasalahan yang ditemui yaitu aktivitas siswa kurang yang berdampak siswa enggan untuk bertanya, siswa terkesan pasif, guru tidak pernah memberikan motivasi belajar kepada siswa, komunikasi yang terjadi satu arah, siswa kurang diberikan kesempatan untuk memecahkan masalah, dan siswa bersifat individual. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat membantu guru untuk menarik minat siswa untuk belajar serta dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa yang memungkinkan siswa berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, serta dapat menciptakan interaksi antar siswa yang mengandalkan kerja sama dan melalui kelompok kecil untuk menyelesaikan tugastugasnya. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dirancang khusus untuk mengajak siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Ciri khusus yang dimiliki dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu belajar kelompok, permainan/turnamen akademik, pemberian penghargaan, dan pemindahan (bumping). Melalui permainan/turnamen akademik, siswa diharapkan mampu bersaing atau berkompetisi untuk memperoleh skor terbaik untuk kelompoknya, selanjutnya dibagi kelompok yang memperoleh skor terbaik akan diberikan penghargaan. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa dalam Pembeajaran Bangun Ruang Sisi Datar melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT pada Siswa Kelas VIII-I SMP Dwijendra Denpasar Tahun Pelajaran 2011/2012”
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana pendekatan ini adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan secara holistik. Kemudian diolah dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2011:6).
89
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Suandhi (2006:3) menyatakan penelitian tindakan kelas dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan mutu praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Desain PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain PTK model Kemmis dan Mc. Taggart yang mengandung tiga tahap pada setiap siklusnya. Ketiga komponen tersebut adalah: (a) perencanaan, yaitu: rencana tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan, atau perubahan perilaku dan sikap sebagai solusinya, (b) tindakan dan observasi, yaitu: apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan, atau perubahan yang diinginkan dengan mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan dan dikenakan terhadap siswa, (c) refleksi, yaitu: peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan tersebut dari berbagai segi.
dengan melakukan pencatatan terhadap pelaksanaan pembelajaran.
Penelitian ini direncanakan dalam 3 siklus. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Dwijendra Denpasar yang beralamat di Jalan Kamboja No. 17, Desa Dangin puri, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar pada tahun pelajaran 2011/2012 dengan subyek penelitian siswa kelas VIII-B yang terdiri dari 39 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data aktivitas belajar siswa, data prestasi belajar siswa, data keterlaksanaan pembelajaran, data tanggapan siswa dan catatan lapangan. Data aktivitas belajar siswa dikumpulkan dengan teknik observasi berupa instrumen lembar observasi aktivitas belajar. Data prestasi belajar siswa dikumpulkan dengan teknik tes. Tes yang diberikan berupa tes objektif dan uraian. Data keterlaksanaan pembelajaran dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi yang dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung pada setiap pertemuan. Data tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dikumpulkan dengan metode korespondensi dengan instrumen berupa kuisioner atau angket. Sedangkan catatan lapangan dibuat oleh peneliti dan rekan sejawat
90
Data aktivitas belajar siswa dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif komparatif, dan digolongkan berdasarkan kriteria dari Nurkencana dan Sunartana (1992:100). Analisis hasil belajar siswa dilakukan berdasarkan atas rata-rata skor prestasi belajar siswa, ketuntasan belajar dan daya serap (Nurkencana dan Sunartana, 1992:173). Hasil perhitungan rata-rata skor prestasi belajar siswa ( ), ketuntasan belajar (KB) dan daya serap (DS) selanjutnya dikomparasikan dengan standar acuan yang ditetapkan Depdikbud, bahwa proses pembelajaran telah optimal apabila rata-rata skor prestasi elajar siswa ( ), daya serap (DS), dan ketuntasan belajar (KB) masing-masing minimal 6,50%, 65% dan 85% (Depdikbud, 1994:34). Data keterlaksanaan pembelajaran dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif komparatif, yaitu dengan menentukan persentasi keterlaksanaan pembelajaran (KP), dan selanjutnya dikomparasikan ke dalam konversi skor dengan skala lima. Data tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran bangun ruang sisi datar dianalisis secara statistik deskriptif komparatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis data aktivitas belajar siswa maka diperoleh hasil pengolahan data mengenai aktivitas belajar siswa dalam Tabel 01. Tabel 1. Hasil Analisis Data Aktivitas Belajar Siswa Siklus
I
II
III
Pertemuan 1 2 Rata-rata 4 5 Rata-rata 7 8 Rata-rata
Mean Skor Aktivitas Belajar 12,231 17,564 14,897 18,167 21,00 19,583 20,052 21,368 20,710
Predikat Cukup Aktif Aktif Cukup Aktif Aktif Sangat Aktif Sangat Aktif Sangat Aktif Sangat Aktif Sangat Aktif
Ni Nyoman Maheni, I Gusti Ngurah Nila Putra - Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa.......
Selanjutnya, hasil analisis data prestasi belajar siswa dan persentase keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 02 dan Tabel 03 berikut. Tabel 02. Hasil Analisis Data Prestasi Belajar Siswa Siklus I II III
Rata-rata Nilai Siswa ( ) 7,67 7,77 8,25
Ketuntasan Belajar (KB) 53,85% 71,05% 89,74%
Daya Serap (DS) 76,7% 77,7% 82,5%
Tabel 03. Hasil Analisis Data Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus I
II
III
Pertemuan 1 2 Rata-rata 4 5 Rata-rata 7 8 Rata-rata
Keterlaksanaan P. (%) 77,27 81,81 79,54 90,9 95,45 93,175 100 100 100
Predikat Cukup baik Baik Cukup baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik
Berdasarkan hasil analisis data tanggapan siswa, maka diperoleh skor rata-rata tanggapan siswa pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu 32, 13 dengan pedikat “sangat positif”. Pembahasan Berdasarkan hasil observasi awal di kelas VIII-I SMP Dwijendra Denpasar tahun ajaran 2011/2012 diperoleh informasi tentang aktivitas dan prestasi belajar siswa pada pembelajaran matematika belum mencapai hasil yang optimal. Hal ini ditunjukkan kurang adanya semangat dan motivasi dalam proses pembelajaran serta masih rendahnya nilai ulangan harian matematika siswa yang belum mencapai kriteria keberhasilan minimal yaitu rata-rata skor prestasi belajar siswa ( ≥ 6,5, ketuntasan belajar (KB) ≥ 85%, dan daya serap (DS) ≥ 65%. Penyebab dari rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika, antara lain: (a) proses pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru dimana guru
dalam menjelaskan materi pelajaran menggunakan metode ceramah, (b) siswa kurang bersemangat dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, karena guru kurang memperhatikan perkembangan kognitif siswa, dan (c) guru tidak pernah memberikan penghargaan untuk siswa sebagai motivasi belajar siswa. Berdasarkan hasil analisis data pada siklus I diperoleh rata-rata skor aktivitas belajar siswa ( ) 14,897 dengan predikat “cukup aktif”, rata-rata skor prestasi belajar siswa ( ) 7,67, ketuntasan belajar (KB) 53,85%, dan daya serap (DS) 76,7%. Dilihat dari , , KB dan DS, pembelajaran pada siklus I belum memenuhi kriteria minimal yang ditetapkan, yaitu belum mencapai predikat “aktif”, ≥ 6,5 , KB ≥ 85%, dan DS ≥ 65%. Belum tercapainya kriteria minimal yang ditetapkan diduga disebabkan oleh: (a) siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipr TGT, (b) ada beberapa siswa yang bermain saat guru menjelaskan materi, (c) ada beberapa siswa yang kurang aktif dalam kelompok, (d) pendekatan guru dan arahan kepada siswa saat mengerjakan LKS masih kurang intensif, (e) siswa tidak memperhatikan waktu yang tersedia dengan baik saat mengerjakan LKS atau pada saat turnamen akademik, dan (f) siswa yang pandai mendominasi dalam kelompok bekerja dan belajar. Di samping itu, belum optimal proses pembelajaran pada siklus I juga diduga disebabkan oleh belum maksimalnya penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Dimana, hal ini ditunjukkan oleh rata-rata persentase keterlaksanaan pembelajaran ( ) baru mencapai 79,54% dengan predikat “cukup baik” dari predikat minimal yang diharapkan yaitu predikat “sangat baik”. Selanjutnya, sebelum melaksanakan siklus II, perlu diadakan refleksi sebagai upaya perbaikan agar kendala-kendala yang terjadi pada sikus I tidak akan muncul lagi pada siklus II. Adapun langkahlangkah perbaikan dimaksud, meliputi: (a) guru menjelaskan kembali langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TGT, (b) memberikan teguran dan pertanyaan secara spontan kepada siswa yang bermain untuk memfokuskan perhatian siswa, (c) membimbing siswa yang kurang aktif dalam berdiskusi dan menanyakan permasalahan yang
91
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
sedang dihadapi dalam melakukan diskusi , (d) guru lebih intensif dalam memberikan bimbingan dan arahan pada tiap kelompok, (e) guru mengingatkan waktu yang tersedia kepada siswa, dan (f) guru mengingatkan siswa aturan-aturan dalam kelompok bekerja dan belajar.
kriteria minimal yang ditetapkan, prestasi belajar siswa pada dan DS mengalami peningkatan sesuai
Berdasarkan analisis data aktivitas belajar pada siklus II diperoleh 19,583 dengan predikat “sangat aktif”. Hal ini menunjukkan aktivitas belajar siswa telah mencapai kriteria minimal. Jika dibandingkan dengan pada siklus I telah terjadi peningkatan sebesar 31,45%. Sementara, berdasarkan hasil analisis data prestasi belajar siswa pada siklus II diperoleh , KB dan DS berturutturut 7,77; 71,05%; dan 77,7%. Apabila dibandingkan prestasi belajar siswa pada siklus I, nampak telah terjadi peningkatan prestasi belajar sebesar 1,30%, , KB sebesar 31,94%, dan DS sebesar 1,30%. Meskipun telah terjadi peningkatan prestasi belajar siswa dari siklus I ke siklus II, namun belum tercapainya kriteria minimal untuk KB. Dilihat dari proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, sudah mencapai kriteria minimal yaitu 93,175% dengan predikat “sangat baik”. Berdasarkan hasil observasi diperoleh bahwa belum optimalnya proses pembelajaran pada siklus II diduga disebabkan oleh: (a) siswa lebih memperhatikan temannya di kelompok lain saat melakukan turnamen akademik, dan (b) perbedaan pendapat dalam kelompok tidak didiskusikan secara langsung pada kelompok dan bertanya pada guru. Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi dilakukan refleksi sebagai upaya perbaikan agar kendala-kendala yang terjadi pada sikus II tidak akan muncul lagi pada siklus III. Adapun langkahlangkah perbaikan dimaksud, meliputi: (a) menegur siswa secara langsung agar lebih memperhatikan kegiatan turnamen di meja turnamennya sendiri, dan (b) guru lebih memperhatikan kerja siswa dalam kelompok dan memberikan bimbingan sesuai pembelajaran kooperatif. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari siklus I dan siklus II, nampak terlihat bahwa aktivitas belajar siswa terjadi peningkatan sesuai dengan
92
dengan kriteria minimal yang ditetapkan, serta keterlaksanaan pembelajaran juga terjadi peningkatan sesuai dengan kriteria minimal yang ditetapkan. Namun, pada KB belum mencapai kriteria minimal yang ditetapkan, maka dilaksanakan siklus III sebagai upaya untuk meningkatkan KB agar mencapai kriteria minimal yang ditetapkan. Berdasarkan hasil analisis aktivitas siswa, prestasi belajar siswa, dan keterlaksanaan pembelajaran, diperoleh data = 20,710; = 8,25; KB = 89,74%; DS = 82,5%; dan KP = 100%. Dari pelaksanaan tindakan pada siklus III terlihat bahwa terjadi peningkatan dan mencapai kriteria minimal yang ditetapkan. Kemudian, pada akhir pembelajaran pada siklus III dilaksanakan pengisian angket sebagai lembar tanggapan siswa dan memperoleh rata-rata skor sebesar 32,13 dengan predikat “sangat positif”. Secara keseluruhan siswa merasa senang dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT serta pemberian penghargaan menjadi salah satu motivasi siswa dalam belajar. Hasil observasi pada siklus III menunjukkan bahwa: (a) masih adanya siswa yang memperhatikan temannya di kelompok lain saat melakukan turnamen akademik dan (b) siswa merasa senang dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Berdasarkan hasil observasi tersebut menunjukkan bahwa perbaikan yang dilaksanakan sudah berhasil. Ini berarti, pembelajaran dikatakan optimal apabila aktivitas belajar siswa minimal mencapai predikat “aktif”, rata-rata nilai prestasi belajar siswa ( ≥ 6,5, ketuntasan belajar (KB) ≥ 85%,daya serap (DS) ≥ 65%, keterlaksanaan pembelajaran mencapai predikat “sangat baik”, dan tanggapan siswa mencapai predikat “positif”. Dari hasil analisis data yang diperoleh pada siklus III, maka pembelajaran pada siklus III telah optimal karena telah memenuhi semua kriteria keberhasihan minimal yang telah ditetapkan. Oleh karena pembelajaran telah optimal dan hasil yang dicapai pada siklus III ini telah memenuhi kriteria minimal, maka penelitian ini dihentikan sampai pada siklus III.
Ni Nyoman Maheni, I Gusti Ngurah Nila Putra - Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa.......
Dari uraian di atas, diperoleh bahwa semua kriteria keberhasilan minimal yang telah ditetapkan terpenuhi karena aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VIII-I SMP Dwijendra Denpasar telah mengalami peningkatan dari siklus I, siklus II, dan siklus III dimana aktivitas belajar siswa mencapai predikat “sangat aktif” dan prestasi belajar siswa telah mencapai kriteria keberhasilan minimal yang ditetapkan. Serta keterlaksanaan pembelajaran memperoleh predikat “sangat baik” dan tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT memperoleh predikat “sangat positif”. Hal ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang difokuskan untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan aktivitas dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran bangun ruang sisi datar melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada siswa kelas VIII-I SMP Dwijendra Denpasar tahun pelajaran 2011/2012 terjadi peningkatan aktivitas dan prestasi belajar serta penelitian dapat dikategorikan berhasil.
PENUTUP Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab IV, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran bangun ruang sisi datar melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada siswa kelas VIII-I SMP Dwijendra Denpasar tahun pelajaran 2011/2012. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kategori aktivitas belajar siswa dari “cukup aktif” pada siklus I menjadi “sangat aktif” pada siklus II dan siklus III, 2) Terjadi peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran bangun ruang sisi datar melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada siswa kelas VIII-I SMP Dwijendra Denpasar tahun pelajaran 2011/2012. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan rata-rata nilai siswa ( ), ketuntasan belajar (KB) dan daya serap (DS) berturut-turut dari siklus I ke siklus II dan siklus II ke siklus III sebesar “1,30%”, “31,94%” dan “1,30%”, dan “6,56%”, “26,30%” dan “6,56%”, 3) Kegiatan pembelajaran dengan
pokok bahasan bangun ruang sisi datar yang dilaksanakan di kelas VIII-I SMP Dwijendra Denpasar tahun pelajaran 2011/2012 telah sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan kategori “cukup baik” pada siklus I, kategori “sangat baik” pada siklus II, dan tetap mencapai kategori “sangat baik” pada siklus III, 4) Tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran bangun ruang sisi datar pada siswa kelas VIII-I SMP Dwijendra Denpasar tahun pelajaran 2011/2012 yaitu “sangat positif”. Berdasarkan simpulan di atas, maka saran yang dapat disampaikan sebagai berikut. 1) Kepada guru matematika di SMP Dwijendra Denpasar agar dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai alternatif dalam pemilihan model pembelajaran matematika di SMP serta dapat meningkatkan keterampilan siswa untuk berkooperatif dan berkompetisi, serta dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, 2) Kepada Kepala Sekolah khususnya di SMP Dwijendra Denpasar, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyempurnaan kurikulum sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, 3) Kepada peneliti lain yang berminat dengan penelitian ini diharapkan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dengan subjek penelitian dan pokok bahasan yang berbeda sehingga meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa dan semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi atau masukan guna mendapatkan hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Moleong, Lexy J. (2011). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nurkencana, W. dan Sunartana. (1992). Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional. Suandhi, I. W. (2006). Penelitian Tindakan Kelas (diktat tidak diterbitkan). Denpasar: Universitas Mahasaraswati Denpasar.
93
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI (GROUP INVESTIGATION) TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI 1 KINTAMANI Ni Wayan Budiani, I Made Diarta Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRAK The study was conducted to know the influence of implementing Cooperative Learning Model Group Investigation (GI) type toward students’ motivation in learning. It was done by using batur Lake Geopark as the learning site. Design of the study is Non Equivalent pretest-posttest control group. The subject was all grade ten students of SMA Negeri 1 Kintamani in academic year 2012/2013. Through systematic sampling technique, there were 21 students for control group and 20 students for experiment group. The data was gathered by using quiestionaire, and then analyzed with non parametric statistics: Mann Whitney U Test. The results showed that there is a significant influence toward students’ learning motivation after having GI, around 254.11, sd= 14.1. Keywords: cooperative learning model group investigation type, motivation, batur Lake Geopark
[94]
Ni Wayan Budiani, I Made Diarta - Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif.......
PENDAHULUAN Belajar, menurut Robert Heinich dkk (2005) dalam (Benny, 2009) adalah sebuah proses pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terjadi apabila seseorang melakukan interaksi secara intensif dengan sumber-sumber belajar. Sedangkan pembelajaran menurut Walter Dick dan Lou Carey (2005) dalam (Benny, 2009) adalah rangkaian peristiwa atau kegiatan yang disampaikan secara terstruktur dan terencana dengan menggunakan sebuah atau beberapa jenis media. Selama ini dalam proses belajar mengajar di kelas, khususnya pada pelajaran biologi sering kali disampaikan dengan metode ceramah yang disertai tanya jawab. Diduga pembelajaran seperti ini menyebabkan siswa menjadi pasif, karena pembelajaran didominasi oleh guru sehingga materi pelajaran dirasakan oleh siswa sebagai beban yang harus diingat, dan dihafal, namun kurang mampu dipahami oleh siswa, sehingga minat maupun motivasi belajar siswa menjadi berkurang dalam upaya penguasaan konsep-konsep biologi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut yakni dengan menerapkan model pembelajaran yang memberikan kesempatan lebih kepada siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran, salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran Group Investigation (GI), dimana dalam pembelajaran ini salah satunya meliputi investigation yaitu melakukan pengamatan langsung pada lokasi yang akan dijadikan pembelajaran. Penggunaan media dalam proses pembelajaran di sekolah, berhubungan dengan tingkat perkembangan psikologis serta tarap kemampuan siswa yang mengikuti proses pembelajaran dapat menarik minat dan memotivasi belajar siswa (Haryanto, 2012). Hal ini sejalan dengan pendapat Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (1991) bahwa manfaat media dalam pembelajaran adalah (1) pembelajaran akan lebih menarik siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa, (2) pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehinggga dapat lebih dipahami oleh para siswa dan memungkinkan siswa mencapai tujuan
pembelajaran lebih baik, (3) dalam kegiatan belajar siswa tidak hanya mendengarkan uraian dari guru tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan maupun mendemonstrasikan sebuah materi dalam proses pembelajaran. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, tujuan penelitiaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI berbasis ekopedagogi dengan memanfaatkan Geopark Danau Batur sebagai media pembelajaran di SMA Negeri 1 Kintamani.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan eksperimen semu, karena desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan adalah Non Equivalent Pretest-Posttest Control Group Design, yaitu ada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang diberi pre-test dan post-test tetapi hanya kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe GI berbasis ekopedagogi. Subjek penelitian ini diambil tidak secara acak dari populasi tetapi seluruh subjek dari kelompok yang terbentuk secara alami (Sugiyono, 2010). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Maret 2013 di SMA Negeri 1 Kintamani. Penelitian ini ada 6 tahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe GI menurut Trianto (2007), yaitu tahap grouping (siswa membagi diri dalam kelompok), planning (siswa merencanakan tugas), investigation (siswa melakukan penyelidikan), organizing (siswa mempersiapkan tugas akhir), presenting (siswa mempersentasikan hasil kerjanya), evaluating (penilaian proses kerja). Data motivasi belajar siswa dikumpulkan melalui angket yang memuat beberapa item yang terdiri dari 4 aspek motivasi yaitu perhatian, percaya diri, relevansi dan kepuasan dengan penskoran menggunakan skala Likert, yaitu tiap item mempunyai skor maksimal 5 dan skor minimal 1. Sebelum digunakan, angket ini di uji validitas dan reliabilitas selanjutnya data dianalisis dengan uji Mann Whitney U Test.
95
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Reliabilitas
Hasil
Hasil uji reliabilitas instrument penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :
Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI berbasis ekopedagogi terhadap motivasi belajar siswa. Proses pengambilan data penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari hingga Maret 2013 yang bertempat di SMA Negeri 1 Kintamani tahun pelajaran 2012/2013. Siswa yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah siswa kelas Xg sebagai kelas kontrol yang berjumlah 21 orang dan kelas Xh sebagai kelas eksperimen dengan jumlah 20 siswa. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data motivasi belajar siswa yang terdiri dari 4 aspek motivasi yaitu Perhatian, Percaya Diri, Relevansi dan Kepuasan yang diberikan sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI berbasis ekopedagogi selama proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya data yang diperoleh diuji dengan program SPSS dan dianalisis dengan uji statistik non parametrik Mann Whitney U Test. Hasil analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Hasil Uji Validitas Uji coba angket motivasi belajar siswa yang dilaksanakan di kelas X SMA Negeri 1 kintamani. Hasil uji validitas menunjukan bahwa dari 36 item pernyataan yang diuji cobakan, 33 item dinyatakan valid (P< 0,05) sehingga soal tersebut tidak digunakan untuk uji reliabilitas. 3 item soal yang tidak valid tersebut adalah item no 10 ( S10= 0,388), no 26 (S26= 0,129) dan no 31 (S31=0,861) sehingga dinyatakan tidak valid.
96
Tabel 1. Hasil uji Reliabilitas. Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.962
33
Hasil analisis uji coba instrument menunjukkan bahwa statistik Cronbach alpha (α= 0,962) dengan jumlah item soal 33 item. Nilai α= 0,962 tergolong tinggi karena α ≥ 0,60 sehingga dapat dikatakan bahwa alat tes tersebut reliabel dan dapat digunakan. Data Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan data yang diperoleh dari angket motivasi belajar siswa untuk pernyataan positif dan negatif dari 4 aspek motivasi (perhatian, percaya diri, relevansi, dan kepuasan), diperoleh suatu gambaran respon siswa terhadap proses pembelajaran yang telah diterapkan. Skor angket motivasi belajar siswa yang diperoleh dari pretest ke posttest mengalami peningkatan baik di kelas kontrol maupun di ke kelas eksperimen. Pada data tabulasi aspek motivasi belajar siswa dengan jumlah 33 item pernyataan dapat dilihat pada tabel 2 untuk di kelas kontrol dengan jumlah siswa 21 siswa dan pada tabel 3 untuk di kelas eksperimen yang terdiri dari 20 siswa, aspek seluruhnya mengalami peningkatan.
Ni Wayan Budiani, I Made Diarta - Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif....... Tabel 2. Skor Aspek Motivasi Belajar Siswa di Kelas Kontrol No item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Aspek P (+) P (+) P (+) P (+) P (+) P (-) P (-) P (-) P (-) PD (+) PD (+) PD (+) PD (+) PD (+) PD (-) PD (-) PD (-) R (+) R (+) R (+) R (+) R (+) R (-) R (-) R (-) KP (+) KP (+) KP (+) KP (+) KP (+) KP (-) KP (-) KP (-)
SS 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 5 0 1 2 4 2 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0
S 12 12 0 12 16 4 6 8 6 4 8 8 4 0 4 4 18 6 16 10 32 8 12 8 4 28 36 48 36 28 10 2 4
Pretest R TS 27 18 39 10 24 26 36 12 48 2 42 12 39 16 39 16 45 8 54 4 45 8 42 6 40 12 36 16 36 12 27 14 27 4 45 8 24 16 33 12 24 6 36 14 36 12 42 12 33 28 33 6 21 8 21 4 18 8 27 10 33 20 24 44 30 36
Tot STS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 4 0 0 0 0 1 1 2 2 0 0 0 0 0 1 0 2 0 0 0 0
SS 0 0 5 5 5 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 5 10 10 5 0 0 0
57 61 50 60 66 58 62 63 60 62 61 62 60 53 54 49 51 60 57 57 64 58 60 62 66 67 66 73 64 65 63 71 70
S 36 32 16 20 48 36 8 2 6 36 24 60 8 24 4 24 8 2 6 2 60 40 16 0 4 52 36 44 40 52 2 0 2
Posttest R TS 18 12 24 10 27 14 33 8 18 4 33 2 24 36 30 32 33 28 30 4 33 8 3 6 42 10 30 10 21 44 24 14 20 44 18 52 24 36 21 52 12 0 21 8 33 12 30 40 27 40 18 2 33 0 15 6 33 0 30 2 24 44 36 28 27 44
Tot STS 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 2 0 0 0 0 5 1 5 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 5 10 0
66 66 62 66 75 71 68 70 67 70 65 71 60 64 70 62 77 73 71 75 82 69 61 75 71 72 74 75 83 89 75 74 73
Ket + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Keterangan: SS (sangat setuju), S (setuju), R (ragu), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju), (+) mengalami peningkatan, (-) mengalami penurunan
Tabel 3: Skor Aspek Motivasi Belajar Siswa pada Kelas Eksperimen No item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Aspek P (+) P (+) P (+) P (+) P (+) P (-) P (-) P (-) P (-) PD (+) PD (+) PD (+) PD (+) PD (+) PD (-) PD (-) PD (-)
SS 5 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 5 0 5 0 5 0
S 40 24 8 28 40 20 6 10 8 48 16 48 36 20 6 28 6
Pretest R TS 15 8 30 2 42 8 30 4 24 2 18 16 27 24 21 32 21 36 15 4 30 10 18 4 15 10 30 6 21 40 24 6 15 48
STS 0 3 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 5
Tot 68 59 58 63 67 54 59 63 65 68 57 75 62 62 67 64 74
SS 20 30 0 5 25 15 0 0 1 20 15 35 10 20 0 0 0
S 52 44 52 48 56 48 0 2 2 48 52 32 44 56 2 2 52
Postest R TS 9 0 9 0 21 0 21 0 3 0 15 0 3 56 12 40 6 44 12 0 9 2 12 2 21 0 3 2 12 60 18 44 12 0
STS 0 0 0 0 0 0 25 25 20 0 0 0 0 0 0 10 15
Tot 81 83 73 74 84 78 84 79 73 80 78 81 75 81 74 74 79
Ket (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)
97
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
R (+) R (+) R (+) R (+) R (+) R (-) R (-) R (-) KP (+) KP (+) KP (+) KP (+) KP (+) KP (-) KP (-) KP (-)
5 0 0 5 0 0 0 1 5 0 5 5 0 0 0 0
10 10 40 36 28 8 16 4 48 2 32 32 40 32 4 4
18 30 24 21 30 9 27 15 9 33 18 27 21 21 42 24
32 20 2 4 6 52 12 40 8 32 8 2 6 8 16 40
0 0 1 1 0 0 0 10 0 0 1 1 0 5 0 0
ISSN 2087-9016 65 60 67 67 64 69 55 70 70 67 64 67 67 62 62 68
25 15 25 20 15 0 0 0 5 5 15 10 5 0 0 0
28 44 48 48 44 0 0 0 52 36 36 40 44 0 0 0
24 12 9 12 18 18 12 27 18 30 24 24 24 30 12 21
0 4 0 0 0 48 32 40 0 0 0 0 4 36 56 40
0 0 0 0 0 10 40 5 0 0 0 0 0 5 10 15
77 75 82 80 77 76 84 72 75 71 75 74 77 71 78 76
(+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)
Tabel 4: Data Angket Motivasi Belajar siswa kelas Kontrol dan kelas Eksperimen Statistik N Rata-rata Standar Deviasi Skor Tertinggi Skor Terendah
Kontrol 21 224,9 21.9 252 199
Eksperimen 20 254,1 14.1 282 229
Dari data pada tabel 4. dapat diketahui nilai rata-rata dari pretest ke posttest pada kelas kontrol sebesar 224,9 dengan standar deviasi 21,9 sedangkan rata-rata motivasi belajar pada kelas eksperimen dari pretest ke posttest sebesar 254,1 dengan standar deviasi 14,1. Standar deviasi yang semakin kecil menunjukan bahwa motivasi belajar siswa semakin baik. Dari kedua tabulasi skor aspek motivasi belajar siswa yang membandingkan kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat pada gambar berikut:
98
800 600 400 200 0
Aspek
posttest
Pretest
posttest
Per
Pretest
Setelah melakukan penskoran pada angket motivasi belajar siswa, data selanjutnya akan dijumlahkan untuk membandingkan nilai yang diperoleh pada kelas kontrol dengan model pembelajaran konvensional dan kelas eksperimen dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI berbasis ekopedagogi dengan memanfaatkan Geopark Danau Batur sebagai media pembelajaran dengan mencari nilai rata-rata skor yang diperoleh siswa kelas X SMA Negeri 1 Kintamani. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 4 berikut.
Skor Motivasi
Keterangan: SS (sangat setuju), S (setuju), R (ragu), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju), (+) mengalami peningkatan, (-) mengalami penurunan.
Per Rel Kep
Gambar 01. Perbandingan skor angket motivasi belajar siswa pada kelas kontrol dengan kelas eksperimen
Berdasarkan hasil grafik diatas terjadi peningkatan skor angket motivasi belajar siswa di kelas kontrol dari hasil pretest ke posttest begitu juga di kelas eksperimen. Aspek motivasi di kelas kontrol dengan skor tertinggi ada pada aspek kepuasan baik pretest maupun postest, dengan jumlah skor pada saat pretest sebesar 539 dan pada saat postest skor seluruh aspek kepuasan sebesar 615 pada saat posttest. Skor motivasi belajar siswa di kelas eksperimen dari hasil pretest ke posttest yang mencapai jumlah skor tertinggi adalah pada aspek Perhatian dengan skor 556 pada saat pretest dan 709 pada saat posttest. Selanjutnya data angket motivasi belajar siswa dianalisis dengan uji statistic non parametrik Mann Whitney U Test dengan bantuan SPSS 16 for windows (2007). Dapat dilihat pada tabel berikut:
Ni Wayan Budiani, I Made Diarta - Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif....... Tabel 5. Hasil analisis angket motivasi belajar siswa dengan uji Mann Whitney U Test. Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp.Sig.(2-tailed)
Motivasi 17.500 248.500 -5.023 .000
Berdasarkan hasil uji analisis pada tabel 5, nilai signifikansi p sebesar 0.000 (< 0.05) maka hipotesis nol (Ho) ditolak, artinya bahwa terdapat perbedaan nilai motivasi belajar siswa di kelas kontrol dan di kelas eksperimen, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe GI terhadap motivasi belajar siswa kelas X pada pokok bahasan keanekaragaman hayati dengan memanfaatkan geopark danau batur sebagai media pembelajaran untuk SMA negeri 1 Kintamani.
PEMBAHASAN Sebelum digunakan pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan uji validitas instrument sebelum memberikan pretest dan posttest pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol, soal yang valid untuk digunakan dalam pengambilan data sebanyak 33 pernyataan dari 36 pernyataan yang dibuat. Berdasarkan analisis data motivasi belajar siswa didapat bahwa motivasi belajar siswa dari S-1 sampai S-21 mengalami peningkatan dari hasil pretest ke posttest untuk dikelas kontrol begitu juga pada kelas eksperimen. Peningkatan motivasi belajar siswa tersebut dilihat dari rata-rata motivasi belajar siswa yang diperoleh melalui angket. Pada pretest motivasi belajar siswa untuk kelas kontrol nilai rata-rata sebesar 103, 8 dan hasil post-tes sebesar 121, 1 sedangkan pada kelas eksperimen nilai rata-rata hasil pretest sebesar 115,6 dan posttest sebesar 138,5. Secara signifikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa karena nilai p adalah 0,000<0,05. Peningkatan skor motivasi belajar siswa ini disebabkan karena penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI berbasis ekopedagogi terdapat tahapan-tahapan yang dapat menumbuhkan
motivasi belajar siswa. Penelitian Praptiningsih (2012) tentang penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe GI dalam mata kuliah Ekoliterasi Ketahanan hayati (EKH) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan berbagai kemampuan akademik serta peningkatan sosial mahasiswa, karena pembelajaran kooperatif tidak hanya metode pembelajaran yang hanya sekedar berkelompok, namun merupakan pembelajaran yang memberikan dorongan berupa tugas yang bersifat kooperatif sehingga memung-kinkan terjadinya interaksi terbuka diantara anggota kelompok. Disebutkan pula dalam penelitian Putra (2006) dalam Praptiningsih (2012), tentang pengguanaan media bergambar berbasis pendekatan komunikasi bahwa penggunaan media gambar yang dikombinasikan dengan adanya komunikasi, adanya saling interaksi dapat meningkatkan daya ingat, pemahaman informasi, terpacunya siswa untuk berbicara dan mengemukakan pendapat. Hal ini dapat dilihat dari penilaian aspek motivasi yang meliputi aspek (perhatian, percaya diri, relevansi dan kepuasan) yang mengalami peningkatan dari pretest ke post-tes. Dengan adanya kesempatan siswa memanfaatkan kawasan geopark danau batur sebagai media pembelajaran, siswa dapat secara langsung belajar dari apa yang mereka lihat, sehingga materi yang mereka pelajari akan lebih mudah dipahami. Langkah-langkah yang ada pada model ini seperti mengidentifikasi topik, mengumpulkan data kemudian menarik suatu kesimpulan dari data-data tersebut dan terakhir mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Pada tahap ini tujuannya adalah memancing sejauh mana kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan apa yang mereka dapatkan dari hasil penyelidikan yang telah dilakukan dan guru hanya menjelaskan secara garis besar mengenai materi yang akan dibahas. Selanjutnya tahap evaluasi, hal ini melatih kemampuan berpikir khususnya penalaran siswa. Sehingga ketika di akhir pembelajaran diberikan tes kemampuan berfikir, mereka tidak merasa kesulitan dalam menjawab soal-soal tersebut karena kemampuan berfikir mereka sudah terlatih ketika pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Group Investigation ini.
99
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
Keanekaragaman hayati di geopark danau batur ini cocok diterapkan pada pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran ini karena materinya yang luas sehingga memudahkan siswa dalam memilih topik permasalahan yang akan mereka investigasi. Dalam penelitian ini tentunya terdapat hambatan yang dialami, hambatan tersebut adalah saat siswa di ajak melakukan pengamatan tentang keanekaragaman hayati di kawasan geopark danau batur tidak bisa dikontrol secara ketat bagaimana motivasi belajar siswa tersebut karena masih terlihat beberapa siswa malas untuk melakukan tugas yang harus mereka kerjakan pada kelompoknya masing-masing, untuk itu dalam penelitian ini harus benar-benar diawasi secara ketat bagaimana siswa bekerja dalam kelompoknya agar tidak didominasi oleh siswa yang lebih pintar, selain itu waktu yang digunakan untuk penelitian ini harus diperhitungkan dengan baik agar siswa tidak cepat bosan atau merasa jenuh.
kooperatif tipe GI dalam proses pembelajaran sebagai alternatif pembelajaran agar siswa tidak jenuh dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. 3. Diharapkan kepada siswa agar penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI ini mampu memberikan pengalaman serta mengasah keterampilan untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran agar siswa lebih terlatih dan terbiasa untuk memecahkan masalah serta meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi baik secara perorangan maupun kelompok sehingga akan memberikan dampak yang baik
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe GI berbasis ekopedagogi berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa yang dilihat dari peningkatan motivasi belajar siswa dari pretest ke posttest, dan secara signifikan berdasarkan uji Mann Whitney U Test nilai p=0,000 < 0,05 yang berarti model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation) berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa dengan memanfaatkan geopark danau batur sebagai media pembelajaran. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat diberikan yaitu: 1. Bagi sekolah agar memberikan informasi dan memotivasi tenaga kependidikan agar lebih menerapkan metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif melalui model pembelajaran kooperatif tipe GI (group investigation). 2. Disarankan bagi para guru untuk mencoba mengimplementasikan model pembelajaran
100
DAFTAR PUSTAKA Benny A. Pribadi. (2009). Langkah penting merancang kegiatan pembelajaran yang efektif dan berkualitas Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat. Haryanto. (2012). Media pembelajaran. Tersedia dalam http://belajar psikologi.com/pengertian-media-pembelajaran/. Diakses tanggal 20 juli 2013 Praptiningsih, DS., dan Surata, SPK. (2012). Efektivitas pembelajaran kooperatif terhadap peningkatan prestasi akademik, kohesi social kelas dan kohesi social kelompok bagi mahasiswa calon guru. Jurnal Santiaji Pendidikan. Vol.2 No.1 (2012) : 26-36. Sugiyono. (2010). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta. Surata, SPK. (2012). Mata kuliah ekopedagogi. Tersedia pada http://kalersurata.net/course/ info.php?id=6. Diakses tanggal 3 januari 2013. Trianto, S.Pd. (2007). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi kontruktivistik konsep, landasan teoritis-praktis dan implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.
NGAYAH: MODEL PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL (PERSPEKTIF KAJIAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN) I Made Legawa Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRAK There are eighteen values adopted by the government to build character education. Building the character education with all its values, can be done through building social and cultural values around the learners. It is as a means of local wisdom based character education. One of the local wisdoms in Bali that has something to do with character education is “ngayah”. Concept of “ngayah” is relevant in process of educating character during the teaching-learning process. It brings up moral values that are related to character education values. This will get the students involved in learning activities, especially constructing their social experiences during classroom activities.
Keywords: “ngayah”, local wisdom, character education model
[101]
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
PENDAHULUAN Dari persfektif sejarah pendidikan nasional Indonesia sejak dipolakannya model pendidikan nasional yang dimotori oleh para tokoh pendidik nasional seperti K.H. Dewantara dengan Sistem Among-nya dan tokoh lainnya di Indonesia dapat dipetik suatu konsep pendidikan yang ditujukan untuk memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme). Di era yang mengunggulkan kualitas lulusan, muncul berbagai fenomena sosial yang ditandai oleh berbagai persoalan seperti semakin banyaknya lulusan tidak terserap di dunia kerja, ketidak sesuaian lulusan dengan tuntutan stakeholder, stagnasi dunia pendidikan ketika dihadapkan dengan persoalan etika sosial, moralitas bangsa, menjamurnya perilaku kolusi, korupsi, nepotisme, maka semua sorotan ditujukan kepada kualitas luaran pendidikan. Ketidak seimbangan pelayanan dalam pembinaan dan pengembangan potensi kecerdasan dengan moral dan kreatifitas menunjukkan bahwa pendidikan berjalan timpang. Sejumlah pihak menuding sistem pendidikan tidak optimal, kurikulum kurang mengakomudasikan kepentingan stakeholders dan moralitas anak bangsa lemah bahkan buruk. Kekhawatiran semacam itu akhirnya memunculkan gerakan nasional tentang pendidikan karakter. Terselip selintas keraguan akan kemampuan anak bangsa ke depan untuk menjamin akan keberlangsungan bangsa dan negara tercinta ini. Hal ini dapat diterima karena realitas objektif persoalan bangsa dan keberlangsungan NKRI semakin tampak runyam, mengkhawatirkan dan dalam keadaan seperti itu, maka jiwa kebangsaan senantiasa dipertanyakan. Dalam keadaan seperti itu muncul kepermukaan dan akhirnya merambah kepada tanggung jawab pendidikan tentang bagaimana merevitalisasi rasa kebangsaan melalui pendidikan dengan upaya mentransformasikan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika yang disebut empat pilar kebangsaan. Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan
102
ISSN 2087-9016
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana aksi Nasional Pendidikan Karakter. 2010). Berarti pendidikan karakter mengarah kepada pembentukan kepribadian anak bangsa yang memiliki kandungan nilai-nilai nasionalisme. Doni Koesoema (dalam Suastra dkk.2010) menyatakan bahwa roh pendidikan karakter dapat menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi pendidikan karakter dapat memacu dan meningkatkan kemampuan intelektual dan akademis, di sisi lain pendidikan karakter dapat menjadi usaha mempertahankan dan pengembangan kapasitas moral peserta didik. Dalam konteks kekinian, dapat dipastikan dimensi moral menjadi dominan dipertanyakan. Dapat terjadi dalam kandungan pendidikan karakter lebih besar kandungan isinya pada pendidikan moral ketimpang dimensi kecerdasan ataupun pengetahuan. Sebagaimana tampat tersurat dalam aksi nasional mengenai pendidikan karakter diamanatkan adanya delapan belas nilai-nilai pembentuk karakter yang harus ditanamkan dan diamalkan peserta didik seperti nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan nilai tanggung jawab. Membentuk karakter peserta didik tidak cukup dengan proses pembelajaran yang hanya menumbuhkan kesediaan untuk menerima, memahami dan mengahafalkan apa yang dapat diserap dari penjelasan guru atau pendidik. Proses pembelajaran sebagai inti dari kegiatan pendidikan hendaknya dapat mendorong peserta didik untuk senantiasa aktif, kreatif dan inovatif dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu proses pembelajaran yang dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik untuk memahami makna belajar, mampu mengkonstruksi sejumlah pengalaman belajarnya serta dengan senantiasa melakukan retensi dan resistasi sepanjang proses pembelajaran berlangsung, akan dapat membentuk jati dirinya. Ngayah sebagai salah satu konsep pembentukan jati diri (karakter) yang memiliki
I Made Legawa - Ngayah: Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal.......
kandungan nilai sosio kultural ekologis untuk pencerdasan aspek kognitif, afektif dan psikomotor yang pada gilirannya dapat mewujudkan keseimbangan dalam penguasaan hardskill dan softskill. Pendidikan karakter merupakan pendidikan kebaikan, etika dan moral tidak dapat dilepaskan dengan prinsip pendidikan seumur hidup. Bahwasanya pendidikan telah dimulai sejak anak telah mengerti arti wibawa atau pengaruh (bahkan pandangan konvensional mengatakan dimulai sejak dalam kandungan). Demikian karakter itu dibentuk sejalan dengan proses sosialisasi anak. Bagaimana karakter anak dibentuk sangat ditentukan oleh nilai, norma dan karakteristik lingkungan di mana anak tersebut bersosialisasi. Ngayah adalah konsep perilaku yang berakar pada nilai budaya lokal dengan dijiwai filosofis Agama Hindu yang telah memiliki identitas, isi, dan makna khas serta karakteristik tersebut telah menjadi inti dari pribadi dan perilaku masyarakat Bali. Pendidikan bertujuan untuk membentuk pribadi mandiri, memiliki keasadaran kehidupan mikrokosmos dan makrokosmos, memahami sosio kultural bangsanya dan memiliki rasa kebangsaan serta kewargaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Melibatkan peserta didik dalam berperilaku ngayah, hasilnya tidak hanya mengasah kecerdasan intelek, tetapi juga mental dan budi pekertinya. Ngayah bermakna melakukan bhakti terhadap Tuhan melalui kerja nyata, melaksanakan tugastugas fisik- material, sosial, dan non fisik- verbal. Dengan model pendidikan seperti ini peserta didik dapat terlahir menjadi sumber daya insani yang berakhlak mulia, cerdas, terampil dan memiliki spritualitas tinggi.
NGAYAH AKTUALISASI NILAI BUDAYA HINDU Nilai ngayah memberikan keyakinan manusia akan kebesaran Tuhan dalam menciptakan bhuwana agung dan bhuwana alit dengan segala isinya. Nilai tersebut akan memberikan ide tentang nilai hidup sosial dan nilai partisipasi. Nilai hidup sosial membangkitkan semangat hidup bersama dan saling memerlukan satu sama lain. Sedangkan nilai
partisipasi mengandung makna sebagai pengembang semangat kebersamaan. Ngayah sebagai salah satu nilai spiritual keagamaan bersifat hakiki dan fungsional dalam kehidupan masyarakat Bali. Nilai ngayah memberikan keyakinan manusia akan kebesaran tuhan dalam menciptakan bhuwana agung dan bhuwana alit dengan segala isinya. Nilai tersebut akan memberikan ide tentang nilai hidup sosial dan nilai partisipasi. Nilai hidup sosial membangkitkan semangat hidup bersama dan saling memerlukan satu sama lain. Sedangkan nilai partisipasi mengandung makna sebagai nilai semangat kebersamaan dan berfungsi penyesuaian terhadap kemajuan lingkungan yang ada. “Manusia yang hidup dengan simbol-simbol (animal symbolicum) agama, bahasa, historisitas, seni, ilmu pengetahuan akan membuat eksistensi dirinya penuh dengan makna. Mengapa? Karena manusia akan menjalaninya sesuai dengan pandangan hidup serta keyakinannya yang berada pada kebudayaan manusia” (Ernst Cassirer, dalam Meliono. 2004). Nilai spiritualitas keagamaan sebagaimana diungkapkan di atas merupakan sebuah nilai budaya yang masih berupa potensi dasar yang ada pada setiap orang. Sebagaimana suatu kecerdasan dimiliki oleh seseorang masih merupakan sebuah potensi yang perlu diaktualisasikan untuk menjadi suatu prestasi. Nilai budaya sebagai wujud kebudayaan yang berada pada lingkaran paling dalam, merupakan pusat yang menjiwai kehidupan seluruh kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Ngayah sebagai suatu bentuk aktualisasi dari suatu nilai kebudayaan. Ngayah sebagai tindakan yang mengandung cita-cita, kebajikan dan sikap hidup dari pelaksananya. Dalam hal mana cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup memiliki makna yang sangat besar bagi kesejahteraan hidup manusia. Demikian pula dengan kegiatan ngayah dipahami sebagai tindakan yang didasari oleh kesadaran akan tanggung jawab, pengabdian yang tulus ikhlas kepada Tuhan, dan tindakan ngayah dipercaya dapat membawa dirinya kepada kesejahteraan hidupnya. Kesadaran bermaknakan keinsyapan seseorang atas perbuatannya. Keinsyafan diri untuk melakukan pengabdian secara tulus kepada kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
103
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
“Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan antara lain kepada Raja, cinta, kasih sayang, hormat, atau suatu ikatan dan semua dilakukan dengan iklas”. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa Pengabdian kepada Tuhan:” penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, dan itu merupakan perwujudan tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Kuasa”( Prasetya. 1998).
Karyam karma samacara,Asakto hy ācaran karma,Param āpnoti purusah (Bhagawdgita. Bab III. Ayat 19). Dapat diartikan secara bebas sebagai berikut; oleh karena itu laksanakanlah segala kerja, sebagai kewajiban tanpa terikat (pada akibatnya), sebab kerja yang bebas dari keterikatan bila melakukan perkerjaan itu orang itu akan mencapai (tujuan) yang tertinggi. Kesadaran ini sepatutnya ditransformasikan kepada peserta didik melalui proses pendidikan sosial, aksi sosial, unjuk kerja, untuk kemudian peserta didik dapat memetik dan menikmati hasilnya. Melalui interaksi sosial siswa (pesertra didik) bersosialisasi dengan menghargai perbedaan (pendapat, sikap, kemampuan, prestasi) dan berlatih untuk bekerja sama, mengembangkan empatinya sehingga dapat mengembangkan saling pengertian dengan menyelaraskan pengetahuan dan tindakannya (Masnur Muslich. 2008).
Aktualisasi nilai budaya Hindu dalam tindakan ngayah membentuk etos kerja yang dinamis dan memiliki prinsip-prinsip spiritualitas yang tinggi, berorientasi kepada kemuliaan Ida Sang Hyang Widhi yang menciptakan semua yang ada dan kesejahteraan bagi kehidupan manusia sebagai ciptaan Tuhan. “Etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja tertentu” (Sinamo. 2005). Lebih lanjut dikatakan oleh Sinamo:”Setiap manusia memiliki spirit sukses, roh keberhasilan, yaitu motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan. Spirit inilah yang mengejawantahkan menjadi perilaku khas seperti kerja keras, disiplin, teliti, tekun, integritas, rasional, bertanggungjawab melalui keyakinan, komitmen, dan penghayatan atas paradigma kerja seperti kerja adalah rahmat, kerja adalah amanah, kerja adalah ibadah. Dengan ini orang berproses menjadi manusia kerja yang positif, kreatif, dan produktif” Sedangkan Anoraga mengartikan bahwa: “etos kerja adalah suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau satu umat terhadap kerja. Jika melihat kerja sebagai hal yang luhur untuk eksistensi manusia, maka etos kerja itu akan tinggi. Sebaliknya kalau melihat kerja sebagai hal tak berarti maka etos kerja dengan sendirinya rendah” (Anoraga. 2005). Seperti itulah ngayah sebuah bentuk aktualisasi nilai yang hidup dan mengakar pada masyarakat Bali yang memberi spirit di dalam melakukan pekerjaan. Perilaku kerja yang penuh integritas moral Hindu, spirit Hindu seperti bekerja dengan tekun tanpa mengharap banyak akan hasil yang diperoleh lebih-lebih untuk kepentingan yang bersifat individual, patut dikedepankan oleh masyarakat Bali. Sebagaimana diungkapkan dalam seloka sebagai berikut: “Tasmād asaktah satatam,
104
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidik senantiasa untuk meng-up to date tindakan pelayanan kepada peserta didik, mengelola kegiatan pembelajaran (tindakan pendidikan) yang terukur untuk mencapai kompetensi yang disasar.
INTERNALISASI NILAI NGAYAH SEBAGAI STRATEGI PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI TEORI BELAJAR SOSIAL Internalisasi Pendidikan
Nilai
Ngayah
Dalam
Proses
Sejalan dengan disain induk pendidikan karakter sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik, maka dipandang bahwa penerapan konsep Ngayah urgen untuk diterapkan. Ada sejumlah nilai yang dapat dipetik dari perilaku ngayah seperti: 1. Semangat berkorban (Yadnya) mengandung makna terbentuknya peribadi yang mengutamakan tindakan untuk memberi dari pada meminta atau berbuat untuk kepentingan orang lain ketimbang kepentingan diri sendiri. Dalam konteks pembelajaran diri maka perenungan dan pengkajian tentang nilai-nilai kejuangan para pejuang kemerdekaan tanpa mengenal lelah, tanpa berharap hasil perjuangan untuk dapat dinikmati tetapi
I Made Legawa - Ngayah: Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal.......
2.
3.
4.
5.
6.
semua diperuntukkan bagi anak bangsa sebagai penerus cita-cita dan perjuangannya. Adanya kesungguhan disertai ketulusan tanpa banyak berharap akan imbalan yang diperoleh dari perbuatannya itu. Dalam konteks pembelajaran diri, maka subjek belajar seperti ini akan memiliki etos kerja (belajar) yang tinggi, bersikap terbuka dan senantiasa giat untuk mengetahui sesuatu untuk menyempurkan dirinya. Adanya kesadaran akan kewajiban untuk melakukan sesuatu tindakan yang diperuntukkan bagi keteraturan bersama untuk mewujudkan kesejahteraan sosial (masyarakat). Ada suatu dedikasi dan loyalitas untuk mengabdikan diri, melibatkan diri sebagai bagian dari kebersamaan. Dalam dimensi sosial; hubungan sosial yang bersifat horizontal menumbuhkan rasa kewargaan yang tinggi dalam kehidupan multikultural. Religius; ngayah sebagai tindakan yang mengandung dimensi sosioreligiuskultural, maka tidak saja dalam hubungan horizontal tetapi juga dapat menumbuhkan tindakan yang berdimensi vertikal dalam hubungannya dengan berkehidupan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Suatu keyakinan akan adanya kekuatan yang menentukan kualitas hidup manusia. Dalam kehidupan bersama yang multikultural dan multidimensional dalam mengkelola kehidupan, maka warna karakter yang dapat mengakomodir berbagai ragam warna memberi pembinaan untuk senantiasa dapat adaptif dengan lingkungan. Nilai etika dan estetika sebagai upaya untuk membudayakan manusia dapat dibentuk dari perilaku ngayah. Olah budi yang dikonstribusi dari kemampuan cipta, rasa dan karsa dapat melahirkan karya yang bernuansa moral, tata kelakuan yang santun, budi pekerti yang sopan, cerdas dalam mengatasi permasalahan, arif bijaksana, memiliki kemampuan menyajikan hasil karya, komunikasi yang menarik, bersimpati yang dapat melahirkan keharmonisan nada kehidupan kesejahteraan sosial.
Sejumlah nilai ngayah sebagaimana diilustrasikan tersebut di atas, dapat dirumuskan sebagai Pengembangan Karakter Bangsa (PKB) dalam proses pembelajaran. Sehingga upaya perenungan, pengkajian (internalisasi) terhadap nilai-nilai kehidupan sebagaimana berkembang di seputar lingkungan peserta didik dapat memberi warna dalam mempolakan karakter peserta didik.
PENDEKATAN MODEL SEBAGAI IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR SOSIAL Apabila dicermati lebih mendalam mengenai karakteristik nilai ngayah sebagaimana diungkapkan sebelumnya, maka tampak nyata bahwa nilainilai tersebut dapat tumbuh dan berkembang dalam diri peserta didik (seseorang) jika yang bersangkutan mengalami proses sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik dari berbagai segi kehidupan bersama. Dalam proses sosial akan terjadi interaksi sosial di antara peserta didik. Ketika interaksi sosial telah terjalin, maka akan terjadi saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam konteks pembelajaran strategi ini dapat digolongkan dalam strategi pembelajaran langsung (direct intruction). Strategi pembelajaran langsung akan lebih berarti untuk mencapai sasaran belajar melalui penerapan teori sosial. Teori sosial memungkinkan peserta didik dapat terlibat langsung untuk mengambil keputusan. Melalui proses pendidikan ini peserta didik akan memperoleh dua macam pengetahuan yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif memberi pengalaman kepada peserta didik belajar dan melatih kemampuan berpikir untuk mencermati fenomena, fakta sosial, masalah dan isu-isu sosial yang ada di lingkungannya serta merumuskannya dengan rangkaian kata yang tersusun secara benar. Sedangkan pengetahuan prosedural menekankan kepada keterampilan peserta didik untuk dapat melakukan suatu dengan langkah-langkah kerja yang benar, maka kecermatan, keberhati-hatian, keberanian bertindak dan mengambil keputusan akan terbina dalam menepati prosedur yang benar. Berarti melalui proses belajar seperti ini peserta didik akan ditunut untuk berkepribadian cerdas, terampil, jujur dan bertanggung jawab. Kepribadian
105
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
tersebut telah ada dalam nilai budaya Bali tentang “Satya” yaitu satya hredaya (komit terhadap pikiran), satya wacana (komit terhadap ucapan) dan satya laksana (komit terhadap tindakan). Dalam strategi pembelajaran (tindakan pendidikan) seperti itu, upaya pembentukan pembiasaan dan peniruan oleh peserta didik mengenai perilaku tertentu menjadi kunci keberhasilan. Oleh karenanya menurut Arent dan Albert Bandura sangat diperlukan adanya sumber panutan atau pola acuan agar dapat terbentuk pribadi berkarakter sebagaimana diharapkan. Sumber acuan tersebut sebagai pemodelan tingkah laku (teori modeling) diharapkan dapat menjadi sumber nilai yang diambil alih (diinternalisasi) oleh peserta didik. Peserta didik akan melakukan pengamatan terhadap perilaku orang-orang yang ada disekitarnya. Model tingkah laku pendidik yang seperti apa patut ditunjukan atau dikedepankan ketika bersosial dengan peserta didik. Secara filosifis perilaku yang benar dan baiklah patut ditunjukkan pendidik, karena perilaku tersebut secara etis menjadi sendi-sendi pembentukan pribadi yang berkarakter. Perilaku yang sebaiknya dapat dikembangkan oleh pendidik melalui teori pemodelan tingkah laku adalah mendidik peserta didik untuk menjadi observer yang teliti untuk mengamati perilaku sosial seseorang apalagi terhadap perilaku yang sangat kompleks. Mencatat dan mendiskusikannya serta mensimulasikan semua simpulan yang diperoleh. Membiasakan peserta didik untuk melakukan resistasi dan retensi sebagai upaya kritis untuk mendapatkan jawaban atau formulasi tindakan yang tepat dengan melakukan refleksi dan mengakitkan hasil pengamatannya dengan pengalaman atau hasil simpulan terdahulu. Selanjutnya tindakan produktif menjadi muara dari keseluruhan proses pembelajaran sosial dengan harapan peserta didik dapat mengkontruksi dan merekontruksi pengalaman-pengamalan yang diproleh dalam proses sosialisasinya, sehingga pengalaman-pengalaman baru dapat dibangun dengan prosedur yang benar.
106
ISSN 2087-9016
TRI PUSAT PENDIDIKAN SEBAGAI WAHANA PENERAPAN PENDEKATAN MODEL Tri Pusat Pendidikan adalah tiga kawasan atau lingkungan dimana proses pendidikan berlangsung sehingga lingkungan tersebut harus mengandung karakteristik tindakan pendidikan. Tindakan pendidikan adalah seluruh upaya yang dilakukan pendidik untuk maksud mengarahkan anak mencapai kedewasaan. Tindakan tersebut dilakukan melalui proses pergaulan (pergaulan pendidikan) antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu yang disebut tujuan pendidikan. Karakteristik dari tindakan Pendidikan adalah hendaknya tindakan tersebut dilakukan dengan sadar atau sengaja untuk mencapai kesejahteraan umat manusia, bertanggung jawab untuk mengantarkan peserta didik mencapai tujuan pendidikan, adanya persamaan perasaan antara pendidik dengan anak didik (rasa kasih sayang yang sesungguhnya, ketulusan, pengabdian pendidik untuk menghamba kepada sang anak dan bertujuan artinya tindakan pendidik terarah dan terikat kepada tujuan pendidikan. Karakteristik tindakan pendidik sebagai model perilaku yang sepantasnya ditunjukkan kepada peserta didik. Karena proses penyadaran untuk melahirkan manusia dewasa yang memiliki karakter sebagaimana diharapkan dilalui lewat sosialisasi peserta didik di tiga lingkungan pendidikan tadi. Oleh karena itu ketiga lingkungan yang disebut Tri Pusat Pendidikan dipandang sebagai wahana untuk mengimplementasikan pendekatan model tersebut. Ada alasan kuat mengapa tri pusat pendidikan tersebut dikatakan sebagai wahana yang tepat untuk menerapkan pendekatan model, karena peserta didik senantiasa bersosialisasi di tiga lingkungan tersebut. Ketiga lingkungan tersebut harus memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan misi pendidikan. lingkungan keluarga (peran orang tua) sebagai pendidik kodrati untuk memberikan pendidikan sejak awal dengan penuh cinta kasih sebagai peletak dasar terbentuk karakter pada diri peserta didik. Sehingga pendidikan keluarga disebut sebagai pendidikan pertama dan utama. Lingkungan sekolah sebagai pendidikan formal dimana pendidik memang
I Made Legawa - Ngayah: Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal.......
memiliki tanggung jawab formal untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai kehidupan sehingga mampu melahirkan sumber daya insani yang tidak saja cerdas, terampil juga beretika, bermoral dan memiliki spritualitas tinggi. Selanjutnya lingkungan masyarakat sebagai sumber belajar yang secara nyata menyuguhkan berbagai fenomena yang secara langsung dapat diamati oleh peserta didik.
PENUTUP Pendidikan karakter sudah dimulai sejak usia dini pada peserta didik dimulai dari lingkungan yang paling dekat dan mengisinya dengan nilainilai dan norma kehidupan yang ada di lingkungan anak. Karakter yang disejajarkan dengan kepribadian, ataupun watak terbentuk melalui proses sosialisasi. Proses sosialisasi sebagai proses pembelajaran diri untuk berusaha mencari, menemukan, menerima dan mengambil alih norma dan nilai kehidupan yang ada di sekitar peserta didik. Peserta didik menerima pengaruh, mendapatkan asupan ilmu pengetahuan dan bimbingan dari pendidik (orang dewasa yang ada di lingkungannya apakah guru, orang tua dan tokoh masyarakat) yang dapat membentuk karakternya. Pembentukan karakter sangat kuat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar di mana anak tersebut tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu tatanan nilai sosial budaya setempat akan memberi konstribusi yang sepantasnya menjadi dasar pertimbangan dalam pembentukan karakter bangsa. Sebagaimana ngayah memiliki sejumlah nilai-nilai sosial budaya yang dapat memberi dasar kuat untuk membentuk karakter peserta didik. Keterlibatan langsung peserta didik dalam pendidikan karakter melalui kegiatan ngayah akan memberi kesempatan luas untuk mengamati perilaku nyata dari orang disekitarnya. Pendekatan model menjadi pendekatan lebih bermakna untuk membentuk karakter, mengingat poserta didik berinteraksi sosial dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Konskuensi dari hal tersebut pendidik harus mampu menunjukkan diri sebagai panutan bagi peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA Anon. (2011). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Pedoman Sekolah. Jakarta: CV.Bina Dharma Putra Anoraga, Pandji. (2005). Psikologi Kerja. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta. Chotimah, Husnul,Yuyun D. (2009). StrategiStrategi Pembelajaran untuk Peneliutian Tindakan Kelas. Malang: Surya Pena Gemilang Publishing. Djamarah. Syaiful Bahri, Aswan Zain. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Penerbit Renika Cipta. Gunawan.A.H. (2000). Sosiologi Pendidikan,Suatu Analisis Sosisologi Tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hamalik, Oemar. (2010). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Sinar Grafika Offset. Koentjaraningrat. (2002). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan. Legawa, I Made. (2001). Ngayah Sebagai Aktualisasi Diri Menuju Dharma. Denpasar: Wiyata Mandala. Maran, Rafael Raga. ( 2000). Manusia & Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya dasar. Jakarta. PT. Adi Mahasatya. Muslich, Masnur. (2008). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontesktual. Jakarta: Bumi Aksara. Soelaiman. M. Munandar. (1998). Dinamika Masyarakat Transisi. Yogyakarta: PT. Pustaka Belajar Offset Sinamo.Jansen Hulman. (2005). Guru Etos Kerja. Cakrawala. Pikiran Rakyat Cyber Media. Suastra, I Wayan dkk. (2010). Pengembangan Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Singaraja: Undiksha
107
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS LAPORAN KARYA WISATA DENGAN MENERAPKAN METODE TUGAS INDIVIDUAL SISWA KELAS VIIIF SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 3 TABANAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Oleh : Ni Made Sueni Ni Wayan Sri Eka Wahyuni
ABSTRACT Teaching Indonesian should comprise a set of skills. One of the skills is a report writing skill through direct observation in the classroom. It can be seen, from the preliminary observation, that the students have difficulty in writing the report. This happens because the teachers do not give students the chance to work alone. This study is aimed to describe the increasing ability in writing skills by applying individual task of VIIIF Grade Student of Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tabanan in academic Year 2012/2013. This research was conducted at Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tabanan with study subjects was 50 people of VIII F grade students. At the beginning of the study it was showed that 50 % of students received less than 70 which are used as the standard minimum of completeness per individual. The result in pre cycle was 65.80 then in the first cycle increased with an average value of 72.20, and in the second cycle increased to 85. Thus, through the method of writing individual task, ability of the student in writing field trip report was increased.
[108]
Ni Made Sueni, Ni Wayan Sri Eka Wahyuni - Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Laporan.......
PENDAHULUAN Menulis laporan karya wisata merupakan salah satu media bahasa Indonesia ragam formal dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, bahasa Indonesia yang digunakan harus sesuai dengan aturan atau kaidah yang berlaku. Keterampilan berbahasa Indonesia terdiri atas empat aspek yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat aspek tersebut saling berkaitan sehingga tidak akan mungkin pengajarannya terlepas sama sekali satu dengan yang lainnya (Tarigan,1986:1). Penga-jaran bahasa Indonesia berpolakan pada pendekatan komunikatif. Artinya, siswa dituntut pula mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku, terutama yang digunakan dalam forum resmi atau formal, baik dalam bentuk lisan maupun tertulis. Sejak pelajaran Bahasa Indonesia tercantum dalam kurikulum, sub pelajaran keterampilan menulis sudah diajarkan. Itu berarti, keterampilan menulis telah diajarkan sejak lama dengan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan kurikulum. Ketika pelajaran bahasa Indonesia menggunakan kurikulum 1968 dan 1975, pembelajaran menulis diajarkan dengan pendekatan struktural. Demikian juga ketika pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan kurikulum 1994, yang dilaksanakan dengan pendekatan komunikatif. Dalam kurikulum berbasis kompetensi pun pembelajaran menulis mendapat tempat yang cukup dalam pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti masalah menulis khususnya menulis laporan karya wisata. Dengan hal di atas, maka berdasarkan penjajakan awal yang dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tabanan bahwa kemampuan siswa dalam menulis laporan ternyata masih kurang, yaitu dengan nilai rata-rata di bawah 70 yaitu 65,80. Hal ini kemungkinan terjadi karena siswa merasa bosan dan kurang bersemangat mengikuti pembelajaran, suasana pembelajaran kurang mendukung atau kekeliruan dalam menerapkan metode pembelajaran. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru lebih banyak berteori dan kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih banyak berlatih di dalam
menggunakan bahasa Indonesia, khususnya menulis laporan. Berdasarkan kenyataan ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti masalah tersebut dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Laporan Karya Wisata Dengan Menerapkan Metode Tugas individual Siswa Kelas VIII F Sekolah Menengan Pertama Negeri 3 Tabanan Tahun Pelajaran 2012/2013. Yang menjadi masalah dalam Penelitian ini adalah Seberapa besarkah peningkatan kemampuan menulis laporan karya wisata siswa kelas VIIIF Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tabanan tahun pelajaran 2012/2013 setelah menerapkan metode tugas individual? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui/ mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis laporan karya wisata siswa kelas VIII F Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tabanan tahun pelajaran 2012/2013 setelah menggunakan metode tugas individual.
METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas yang bermaksud untuk meningkatkan kemampuan menulis laporan karya wisata siswa kelas VIIIF Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tabanan melalui metode tugas individual. Tindakan yang dilakukan adalah menulis laporan karya wisata melalui metode tugas individual. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan rancangan model kemmis yang terdiri dari 4 langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus dengan rancangan tindkan seperti berikut. Rancangan penelitian tindakan kelas : Siklus I Refleksi awal Perencanaan tindakan I Pelaksanaan Tindakan I Observasi dan Evaluasi I Refleksi I Siklus II Perencanaan tindakan II Pelaksanaan Tindakan II Observasi dan Evaluasi II Refleksi Siklus II Memutuskan Tindakan terbaik. Data penelitian ini dikumpulkan dengan metode tes/ tugas dan observasi. Tes/ tugas digunakan untuk mendapatkan data tentang kemampuan menulis laporan karya wisata siswa.
109
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
Sedangkan observasi digunakan untuk mendapatkan data tentang perhatian dan perilaku siswa dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan hitungan di atas, maka dapatlah ditentukan skor standar yang diperoleh oleh masingmasing siswa. Rentangan skor mentah dan skor standar yang digunakan untuk mengukur kemampuan menulis laporan karya wisata adalah seperti tabel berikut.
Aspek-aspek yang dinilai dalam menulis laporan karya wisata adalah sebagai berikut. Tabel 1. Aspek-aspek Penilaian NO 1 2 3 4
Aspek-aspek yang dinilai Keruntutan dan kelengkapan isi laporan (5W+1H) Bahasa laporan menarik dan mudah dipahami Sistematika laporan Ketepatan ejaan Jumlah
Tabel 4. Rentangan Skor Mentah dan Standar Bobot 25 25 25 25 100
Observasi dilakukan langsung dalam proses pembelajaran. Hal-hal yang di observasi adalah sebagai berikut. Tabel 2. Hal-hal yang diobservasi NO 1 2 3 4 5
Aspek-aspek yang dinilai Perilaku dan sikap siswa dalam menerima pelajaran Perhatian siswa dalam pembelajaran Motivasi siswa dalam pembelajaran Kreativitas siswa selama pembelajaran Interaksi dalam pembelajaran
Setelah data terkumpul, kemudian dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Langkah-langkah dalam menganalisis data adalah: 1. Menetukan Skor Maksimal Ideal (SMI) 2. Mengubah skor mentah menjadi skor standar. Teknik yang digunakan adalah dengan mengversikan skor mentah ke dalam pedoman konversi PAP Skala 100 3. Membuat pedoman konversi Tabel 3. Pedoman konversi PAP Skala 100 (dalam persen/%) Tingkat Penguasaan 95 % - 100% 85 % - 94 % 75 % - 84 % 65 % - 74 % 55 % - 64 % 45 % - 54 % 35 % - 44 % 25 % - 34 % 15 % - 24 % 5 % - 14 % 0% - 4%
110
Skor Standar 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Skor Mentah 95 - 100 85 - 94 75 - 84 65 - 74 55 - 64 45 - 54 35 - 44 25 - 34 15 - 24 5 - 14 0-4
Skor Standar 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Standar ketuntasan minimal per individu yang diberlakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tabanan adalah 70 dan tuntas secara klasikal adalah 75%.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil Penelitian Sebelum Tindakan Tindakan ini dilakukan dengan memberikan tugas kepada siswa untuk membuat laporan karya wisata. Tugas tersebut diperiksa kemudian dianalisis, dengan perolehan nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 55. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh adalah 65,80 dengan kategori cukup (belum tuntas). Itu berarti, dari 50 orang siswa baru 25 orang (50%) yang memiliki standar ketuntasan minimal, dan sisanya perlu dicarikan alternatif pembelajaran yang bisa meningkatkn kemampuan siswa. Hasil Penelitian Tindakan Siklus I Pada siklus I ini, siswa diberikan tugas menulis laporan karya wisata dengan menerapkan metode tugas individual. Berdasarkan analisis data, diperoleh hasil bahwa nilai tertinggi diperoleh oleh 7 orang siswa dengan skor standar 80 dan terendah
Ni Made Sueni, Ni Wayan Sri Eka Wahyuni - Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Laporan.......
adalah 60 diperoleh oleh 17 orang siswa. Nilai ratarata kelas yang diperoleh adalah 72,20. Dengan demikian, terjadi peningkatan 6,4 (12,8%). Hasil tersebut belum memenuhi kriteria ketuntasan secara klasikal yang telah ditentukan. Hasil Penelitian Tindakan Siklus II Prosedur tindakan siklus II sama dengan yang dilakukan pada siklus I, hanya lebih ditekankan pada penyempurnaan hasil tindakan siklus I. Pada siklus II ini, nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90, diperoleh oleh 25 orang siswa, nilai 80 diperoleh oleh 25 orang siswa, tidak ada siswa yang memperoleh nilai di bawah ketuntasan minimal. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 85,00 dengan kategori baik sekali(semua tuntas). Hasil observasi pada siklus II ini adalah dengan metode tugas individual siswa lebih fokus pada pekerjaannya, suasana pembelajaran lebih serius, reaksi siswa lebih postif dan siswa lebih aktif melakukan aktivitasnya. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa pembelajaran yang menggunakan metode tugas individual dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis laporan karya wisata. Hal ini terbukti dari hasil yang diperoleh pada prasiklus adalah dengan ratarata 60,80, pada siklus II meningkat menjadi 72,20, kemudian pada siklus II semua siswa dikatakan tuntas dengan rata-rata nilai yang diperoleh siswa adalah 85 peningkatannya cukup siginifikan. Dengan metode tugas individual, siswa menjadi lebih serius belajar dan lebih aktif melakukan tugasnya.
SIMPULAN Berdasarkan analisis hasil dan pembahasan yang dilakukan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode tugas individual dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis laporan karaya wisata. Hal ini terbukti dari hasil yang diperoleh selalu mengalami peningkatan dari siklus ke siklus berikutnya. Perolehan nilai rata-rata dari pra siklus 60,80, kemudian pada siklus I
meningkat menjadi 72,20, pada siklus II meningkat lagi menjadi 85. Dengan hasil tersebut disarankan kepada guru-guru pengajar bahasa Indonesia agar menggunakan metode yang tepat dalam pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan. Di samping itu, variasi metode pembelajaran perlu diterapkan untuk mencapai hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA Agung, A.A. Gede.(1999). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Singaraja: STKIP Singaraja. Arikunto, Suharsimi. (1992). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bandung: Bina Aksara. Aryana. (2006). Kurikulum Berbasis kompetensi; Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung: Rosda. Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Hamid, St. TT. Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Surabaya: Pustaka Dua Hadi, Sutrisno. (1996). Statistik Dasar. Jakarta: Gajah Mada Press. Nurkencana dan Sumartana. (1986). Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Purnamadewi, Indah. (2011). Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Laporan Studi Banding Dengan Media Foto Berseri Melalui Metode Tugas Individual Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 1 Tabanan Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2010/2011. (Skripsi). Tabanan: IKIP Saraswati Tabanan Utari, Ni Made Dwi. (2010). Upaya Meningkatkan Kemampuan Menggunakan Bahasa Indonesia Yang Baik Dan Benar Dalam Menulis Surat Dinas Melalui Metode Tugas Individual Siswa Kelas VIII H Sekolah Menengan Pertama Negeri 1 Kediri Tabanan Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2010/2011. (Skripsi). Tabanan: IKIP Saraswati Tabanan.
111
PENGGUNAAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK UNTUK MENGINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PRODI BAHASA INGGRISSEMESTER IIC FKIP – UNMAS DENPASAR TAHUN AKADEMIK 2012/2013 Putu Sri Astuti Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT This research is motivated by: (1) low student achievement; (2) low activity of student learning; (3) learning methodless attractive, making it less motivating for studentstolearn; (4) the students sometimes difficult to understandand developa concept that they never experienced directly. The purpose of this research is to improve student achievement using process skills approach and improve students learning activities through processs kills approach. Subjects were students of second semester C English Education Study Program Guidance and Counseling Unmas Denpasar with 40 students. Data collection method used is an essay test to determine student achievement. Data were analyzed with descriptive statistical analysis methods. The research method used was action research as much as 2 cycles. Each cycle with the basic steps: planning, acting, observing, reflecting, with arevised actionis always used to find a better and accurate results. The analysis shows an increasing in learning outcomes of second semester C English Study Program FKIP Unmas Denpasar students with the initial mean 1,97 which is in low catagory, the first cycle is 2,45 in the medium catagory, and 3,125 point at the second cycle which is in high catagory, and the student learning activities with the subject of development of students are also increasing. Therefore in this class action research, process skills approach is proven that it can incrases the students learning achievment. Keywords: Process Skills Approach and Learning Achievement
[112]
Putu Sri Astuti - Penggunaan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran.......
PENDAHULUAN Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI pasal 14 “Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi” Jenjang pendidikan dasar terdiri dari SD dan SLTP, jenjang pendidikan menengah yaitu SMA dan SMK, dan jenjang pendidikan tinggi yaitu, Sekolah Tinggi, Akademi, Institut, dan Universitas. Pendidikan tinggi khususnya FKIP adalah merupakan LPTK yang memproduksi calon guru yang profesional untuk itu penanaman konsep sangat penting. Penanaman konsep dalam pembelajaran perkembangan peserta didik sangat berhubungan dengan penerapan pendekatan keterampilan proses di mana mahasiswa harus dapat memahami konsep-konsep yang diberikan dalam proses pembelajaran. Diharapkan konsep tersebut nantinya akan melekat terus pada diri mahasiswa sebagai pengetahuan awal dalam memahami tumbuh kembangnya peserta didik. Oleh karena mata kuliah perkembangan peserta didik untuk dipahami oleh mahasiswa apabila terjadi kesalahan pada konsep yang diberikan akan berakibat sangat fatal dan akan sangat sulit untuk mengubah konsep yang telah melekat pada diri mahasiswa. Sebuah konsep akan lebih dapat dipahami oleh mahasiswa apabila melihat, melakukan, dan menemukan masalah tersebut seperti istilah learning by doing yang artinya belajar sambil melakukan. Namun dalam kenyataannya, mahasiswa hanya menerima informasi tentang materi yang lebih banyak bersifat teoritis dan mahasiswa belajar dengan cara menghafal yang mengakibatkan materi tersebut mudah untuk dilupakan. Demikian juga dengan presetasi dan aktivitas dalam pembelajaran yang ditunjukan oleh mahasiwa kurang maksimal. Untuk itu cara mengajar seperti itu harus ditinggalkan karena dengan kegiatan pembelajaran teoritis (verbal) menghasilkan produk tanpa mengajarkan proses. Kondisi ini disebabkan karena, dosen kurang memahami atau kurang persiapan dalam mengajarkan proses pada mahasiswa. Kemampuan mahasiswa hanya dalam aspek kognitif atau pengetahuan saja bila dilihat dari keterampilannya dalam berinteraksi dengan temantemannya. Hal itu terjadi karena proses pembe-
lajaran lebih banyak bersifat teoritis dan hapalan. Untuk itu diperlukan kemampuan dosen mengemas sistem pembelajaran agar siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran dari proses menemukan masalah, mencari solusi, hingga dapat menemukan sebuah konsep. Pendekatan yang sesuai dengan penanaman konsep dalam perkembangan peserta didik adalah pendekatan keterampilan proses. Pendekatan ini telah dikenal oleh dosen namun dalam proses pembelajaran belum sepenuhnya dipergunakan. Dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses mahasiswa memiliki keterampilan dalam menemukan suatu konsep dan akhirnya bermuara pada tingkat hasil belajar mahasiswa. Mahasiswa akan lebih memahami materi bila terlihat langsung yang ada pada kerucut pengalaman Edgar Dale berada pada tingkat paling bawah. Dalam kerucut pengalaman Edgaar Dale ada 11 tingkatan pengalaman belajar dari tingkat yang paling konkret sampai yang paling abstrak. Pengalaman langsung merupakan pengalaman belajar yang paling kongkret. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas diadakan penelitian tindakan kelas dengan judul: Penggunaan Pendekatan Keterampilan Proses Dalam Pembelajaran Perkembangan Didik Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UNMAS Denpasar Tahun 2012/2013. Adapun masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah pendekatan keterampilan proses dalam meningkatkan dapat prestasi belajar mahasiswa semester IIC program studi Bahasa Inggris FKIP Unmas Denpasar tahun akademik 2012/2013? (2) Bagaimanakah pendekatan keterampilan proses dalam meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa semester genap program studi Bahasa Inggris FKIP Unmas Denpasar tahun akademik 2012/2013?
METODE PENELITIAN A.
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Penelitian Tindakan kelas (classroom action research) adalah suatu bentuk
113
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu dengan tujuan meningkatkan hasil belajar di kelas secara profesional. Rancangan penelitian tindakan kelas
dilaksanakan dengan berpedoman pada PTK dari Kemmis dan Mc.Taggart. Model PTK seperti dalam buku Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ( Suyanto, 1997) adalah sebagai berikut. 1
1
4
4
2 2
3
3 Gambar 01 Model PTK 2 Siklus Keterangan : 1. Tahap rencana 2. TahapTindakan 3. Tahap Observasi 4. Tahap Refleksi
Penelitian tindakan kelas pada penelitian inidilaksanakan dua siklus dan tiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu rencana, tindakan, observasi dan refleksi.Setiap siklus terdiri dari 3 pertemuan. Dalam penelitian ini setiap pertemuan dilaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses B.
Subyek Penelitian
Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah mahasiswa semester II C Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unmas Denpasar tahun akademik 2012/2013 yang berjumlah 40 orang. C.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dan tiap siklus terdiri dari empat tahap.Prosedur penelitian adalah sebagai berikut. SIKLUS I 1. Rencana a. Menyiapkan bahan ajar untuk menyusun skenario pembelajaran seperti satuan acara perkuliahan (SAP), silabus, buku sumber, buku penunjang yang relevan serta sarana yang lain b. Menyiapkan skenario pembelajaran yang akan digunakan dalam mengajar
114
c. Menyiapkan media yang akan digunakan seperti LCD dan internet 2. Tindakan a. Persiapan 1) Menyusun skenario pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar, hasil belajardan indikator yang akan diajarkan 2) Menyiapkan media yang akan digunakan 3) Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes essay b. Pelaksanaan 1) Melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan jadwal dan rencana pembelajaran yang sudah disiapkan 2) Setiap pertemuan menggunakan pendekatan keterampilan proses. c. Observasi Pada akhir proses pembelajaran dilakukan penilaian terhadap hasil belajar dengan menggunakan tes essay yang sudah disiapkan. d. Refleksi Setelah kegiatan evaluasi dilakukan, penelitian mengkaji dan merenungkan hasil penelitian terhadap pelaksanaan tindakan pada
Putu Sri Astuti - Penggunaan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran.......
siklus I dengan tujuan untuk mengetahui hambatanhambatan atau masalah-masalah yang dialami serta memikirkan pemecahannya. Kemudian dilanjutkan pada siklus II dengan menggunakan tindakan yang sama.
Penerapan teknik ini dilakukan dengan mencari persentase hasil belajar mahasiswa yang kemudian dikonversikan dengan pedoman PAP skala 5 seperti tabel di bawah ini Tabel 01 Pedoman PAP Skala 5
D.
Instrumen dan Teknik pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini menggunakan metode tes dan observasi, yang dimaksud dengan metode tes adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan oleh seorang atau sekelompok orang yang di tes (tes tee), (AAGede Agung, 1999). Kegunaan metode tes adalah untuk memperoleh data tentang hasil belajar perkembangan peserta didik .Alat pengumpul data menggunakan lembar tes. Sedangkan metode observasi adalah mcara untuk mengamati partisipasi mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran E.
Analisis data
Analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif kuantitatif yaitu menyusun data secara sistematis dari yang besar ke yang kecil atau sebaliknya untuk ditarik suatu simpulan. Teknik deskriftif kuantitatif adalah suatu teknik yang menggunakan paparan sederhana yang berkaitan dengan angka dan persentase mengenai mengenai obyek yang diteliti, sehingga memperoleh kesimpulan umum. Data hasil observasi berupa aktifitas siswa dalam pembelajaran. Selanjutnya untuk memperoleh atau mencari nilai rata-rata digunakan rumus sebagai berikut: fx M = _____ N
Persentase 90-100 80-89 65-79 55-64 0-54
Nilai A B C D E
Katagori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Kurang Sangat Kurang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Dari pelaksanaan penelitian diperoleh data tentang peningkatan hasil pelajar dan aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran mata kuliah Perkembangan Peserta Didik melalui Pendekatan Ketrampilan Proses dengan obyek sasaran Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Inggris semester II C tahun akademik 2012/2013, dengan prosedur yang sesuai dengan tahapannya. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus pembelajaran, siklus I yaitu peningkatan hasil belajar perkembangan peserta didik dan aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran dan siklus II ditekankan perbaikan berdasarkan pada kegagalankegagalan yang ditemui pada siklus I. Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan memberikan tes awal pada hari Rabu 12 Juni 2013 sebelum dilaksanakan tindakan pembelajaran , maka di peroleh hasil sebagai berikut dalam tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 Analis data Hasil Tes Awal dalam Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik No.
(1) 1. 2. 3. 4. 5.
Katagori
(2) Sangat Tinggi Tinggi Sedang Kurang Sangat Kurang
Skor Standar (x) (3) 4 3 2 1 0
Frekuensi (f)
Jumlah Nilai (fx)
Persen (%)
Rata-rata nilai
(4) 0 10 18 12 0
(5) 0 30 36 12 0
(6) 0% 25% 45,5 30%
(7)
40
78
100%
78 40 = 1,95 (Kurang)
115
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
Berdasarkan tabel tersebut diperoleh hasilnya 1,95 termasuk katagori kurang dari standar yang ditetapkan untuk itu, dilakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses dalam meningkatkan hasil pembelajaran perekembangan peserta didik yang dilaksanakan dalam dua siklus
Selanjutnya siklus I dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 19 Juni 2013, ada peningkatan dari tes awal sebelum tindakan dengan pencapaian nilai rata-rata 2,45 katagori sedang. Adapun hasil analisis data tes kemampuan dalam pembelajaran perkembangan peserta didik dengan keterampilan pendekatan proses pada Mahasiswa semester 2 C di Prodi Bahasa Inggris adalah sebagai berikut.
Tabel. 3 Analisis Data Hasil Tes kemampuan Pembelajaran Perkembangan Peserta Didik dengan Pendekatan Keterampilan proses Mahasiswa Semester II C Prodi Bahasa Inggris Pada Siklus I No.
(1) 1. 2. 3. 4. 5. `
Katagori
(2) Sangat Tinggi Tinggi Sedang Kurang Sangat Kurang
Skor Standar (x) (3) 4 3 2 1 0
Frekuensi (f)
Jumlah Nilai (fx)
Persen (%)
Rata-rata nilai
(4) 4 15 15 6 0
(5) 16 45 30 6 0
(6) 10% 37,5% 37,5% 15%
(7)
40
97
100%
Pada hasil tes siklus I melalui pendekatan keterampilan proses dalam peningkatan hasil belajar perkembangan peserta didik secara klasikal menunjukkan katagori sedang. Hal ini terlihat dari rata-rata nilai mencapai 2,45 dan belum memenuhi nilai standar yang ditetapkan yaitu sebesar 3.
97 40 = 2,45 (Sedang)
kemampuan pembelajaran perkembangan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses pada mahasiswa semester 2 C Prodi Bahasa Inggris FKIP Unmas Denpasar secara klasiskal menunjukkan peningkatan katagori tinggi, untuk itu dapat dilihat pada table berikut.
Kemudian dilanjutkan pelaksanaan siklus II pada hari Rabu, 26 Juni 2013, dimana hasil tes Tabel. 4 Analisis Data Hasil Tes kemampuan Pembelajaran Perkembangan Peserta Didik dengan Pendekatan Keterampilan proses Mahasiswa Semester II C Prodi Bahasa Inggris Pada Siklus II No.
(1) 1. 2. 3. 4. 5.
Katagori
(2) Sangat Tinggi Tinggi Sedang Kurang Sangat Kurang
Skor Standar (x) (3) 4 3 2 1 0
Frekuensi (f)
Jumlah Nilai (fx)
Persen (%)
Rata-rata nilai
(4) 10 15 15 0 0
(5) 40 45 30 0 0
(6) 25% 37,5% 37,5% 0%
(7)
40
97
100%
Pembahasan Berdasarkan hasil analisis pada tes awal, siklus I dan siklus II seperti yang telah disajikan di atas dapat di katakan bahwa hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan yang signifi-
116
125 40 = 3,125 (Tinggi)
kan yaitu angka rata-rata awal siklus 1,95 katagori kurang, siklus I 2,45 katagori sedang dan siklus II nilai rata-rata 3,125 katagori tinggi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penggunaan pendekatan keterampilan proses
Putu Sri Astuti - Penggunaan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran.......
dalam pembelajaran perkembangan peserta didik untuk semester 2 C prodi bahasa inggris FKIP Unmas Denpasar tahun akademik 2012/2013 cendrung meningkatkan hasil belajar
perkembangan peserta didik mahasiswa.Untuk peningkatan itu, dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
SIMPULAN DAN SARAN
menggunakan pendekatan keterampilan proses; (2) kepada mahasiswa dalam mempelajari suatu konsep hendaknya aktif menemukan dan mengalami langsusng permasalahan tersebut.
Simpulan Pendekatan Keterampilan Proses dapat meningkatkan hasil Pembelajaran Perkembangan Peserta Didik pada mahasiswa semester 2 C Prodi Bahasa Inggris FKIP Unmas Denpasar tahun akademik 2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang diperoleh: (1) Tes Awal mahasiswa yang diteliti nilai rata-rata 1,95 katagori kurang, siklus I nilai rata-rata 2,45 katagori sedang dan siklus II nilai rata-rata 3,125 katagori tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran perkembangan peserta didik dapat meningkatkan hasil belajar dan aktvitas pembelajaran secara signifikan. Saran Berdasarkan hasil yang dicapai pada penelitian ini maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. (1) kepada dosen diharapkan selalu aktif dan kreatif dalam merancang skenario pembelajaran dengan
DAFTAR PUSTAKA Agung AA. Gede.(1998). Pengantar Evaluasi Pengajaran. Singaraja: Sekolah Tinggi Keguruandan Ilmu Pendidikan. -------------------, (1999).Metodologi Penelitian Pendidikan Singaraja: Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Arikunto. (2006) . Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Angkasa. H. Sunarto dkk. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Mulyasa. (2005). Menjadi Profesional. Bandung: Rosdakarya.
Guru yang PT Remaja
117
BAJRA SANDHI: MONUMEN PERJUANGAN RAKYAT BALI SUMBANGAN TERHADAP TEGAKNYA KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Ida Bagus Brata Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT Bali as one of the battle ground against the colonizer holds many historic value. To commemorate the patriots’ virtue that was given for Indonesia, a monument called Bajra Sandhi was built. There are archieves about the virtues of Balinese patriots before and after the Independence Day. The monument is expected to give benefits for the sake of improving appreciation of the young generations in experiencing patriotic values that are inherited. The monument is the identity and the symbol of togetherness and as a media of communication between the post generations to the next generation. The track records of the patriots that are documented are a kind of guidance in developing and preserving the unity of the nation for the future. Key words: Bajra Sandhi, identity, patriotic
[118]
Ida Bagus Brata - Bajra Sandhi: Monumen Perjuangan Rakyat Bali.......
PENDAHULUAN Pada era globalisasi dewasa ini muncul suatu kecenderungan terjadinya kesamaan atau homogenitas budaya antara suatu daerah atau negara yang satu dengan negara yang lainnya. Batas-batas antar negara menjadi kabur. Dalam konteks ini setiap individu atau masyarakat tentu tidak ingin kehilangan jati diri atau tercerabut dari akar budaya yang dimilikinya. Identitas dari suatu kelompok etnik tertentu tampaknya dapat ditelusuri dari tradisi yang dimiliki oleh kelompok etnik yang bersangkutan (Giddens, 2003; Tilaar, 2009). Menelusuri tradisi suatu etnik tertentu tidak dapat dipisahkan dari sejarah. Gunawan Wiradi (2002:iii) menulis sejarah adalah “kuburan”, namun tanpa sejarah kita tidak pernah ada. Dapat saja kita berusaha melupakan sejarah, tetapi kita tidak bisa meninggalkan sejarah, karena sejarah berlanjut bersama kehidupan kita. Dari sejarah kita belajar menyadari kesalahan, dan bersama sejarah kita mengarungi masa depan. Sehubungan dengan itu, maka pemahaman terhadap sajian seluruh perjuangan para pahlawan Bali sebelum maupun setelah kemerdekaan, yang merefleksikan identitas etnik Bali sebagai bagian dari bangsa Indonesia menjadi sangat penting. Pulau Bali merupakan salah satu basis perjuangan melawan penjajah. Pemberian penghargaan atas jasa-jasa para pejuang ini diwujudkan dengan dibangunnya monumen Perjuangan Rakyat Bali, untuk mengabadikan jiwa perjuangan rakyat Bali dari masa ke masa dan mewariskan semangat patriotisme dalam wujud rela berkorban, cinta tanah air, cinta persatuan dan kesatuan, cinta perdamaian kepada generasi penerus bangsa dan tetap komit menjaga keutuhan NKRI. Monumen Perjuangan Rakyat Bali yang merefleksikan suatu perjuangan merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, merupakan pengejawantahan jati diri sekaligus sebagai wujud sumbangan rakyat Bali dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. Di samping merefleksikan jati diri atau identitas suatu kelompok etnik (Bali), Monumen Perjuangan Rakyat Bali juga memiliki nilai dan makna informatif, simbolik, estetik, dan ekonomi.
Apa yang disajikan dalam monumen dapat memiliki nilai informasi, sehingga menjadi daya tarik bagi masyarakat atau wisatawan untuk mengetahui lebih jauh. Di samping sajian, bentuk monumen yang memiliki nilai estetika juga menjadi daya tarik bagi masyarakat atau wisatawan. Kunjungan masyarakat atau wisatawan ke monumen akan dapat membuka kesempatan kerja/berusaha bagi masyarakat sekitar.
PEMBAHASAN Bentuk Monumen Perjuangan Rakyat Bali Monumen Perjuangan Rakyat Bali dibangun di areal bagian selatan Niti Mandala, tepatnya di lapangan Puputan Margarana Renon Denpasar. Monumen ini berdiri anggun di tengah lapangan hijau yang biasanya digunakan oleh masyarakat untuk olah raga seperti: sepak bola, bola basket, bola voli atau joging di pagi hari atau pada sore hari. Arsitektur monumen ini sangat unik, mengambil bentuk menyerupai bajra (genta), yaitu peralatan yang digunakan oleh pendeta Hindu dalam mengantarkan upacara keagamaan. Hal ini juga merupakan simbol ikatan antara purusa (lakilaki) dan predana (perempuan) yang menciptakan kemakmuran sesuai dengan epik Mahabarata, yang bercerita tentang perjuangan para Dewa dan Daitya untuk mendapatkan tirta amerta, dengan jalan memutar Gunung Mandara di Ksirarnawa. Adapun pesan moral dari kisah pemutaran Mandaragiri ini adalah dengan gigih dan sungguh-sungguh menggali nilai-nilai sejarah untuk dijadikan sebagai modal dasar pembangunan nasional. Monumen Perjuangan Rakyat Bali ini menjadi simbol perjuangan rakyat Bali untuk menghormati para pahlawan, serta menjadi lambang persemaian pelestarian jiwa perjuangan rakyat Bali dari generasi ke generasi dan dari masa ke masa. Di samping itu monumen ini juga sekaligus menjadi lambang semangat untuk mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari 17 anak tangga yang ada di pintu utama masuk monumen, 8 buah tiang agung sebagai penyangga monumen, dan monumen dibangun menjulang dengan ketinggian 45 meter.
119
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
Apabila angka ini dirangkai, maka akan didapat angka keramat 17 – 8 – 45, yaitu angka yang merupakan titik kulminasi perjuangan rakyat Indonesia untuk meraih kemerdekaannya dari tangan penjajah.
masa Bali kuno, masa Bali madya, masa penjajahan, dan masa perjuangan merebut kemerdekaan.
Bangunan Monumen Perjuangan Rakyat Bali berbentuk horizontal dan vertikal. Secara horizontal susunan bangunan monumen mengacu pada konsep Tri Mandala yaitu: 1) nista mandala (jaba sisi), yaitu pelataran luar yang dilengkapi dengan jalan setapak, pertamanan, tempat duduk, dan untuk kegiatan olah raga; 2) madia mandala (jaba tengah) yaitu sebuah pelataran yang dikelilingi pagar bangunan dilengkapi pintu gerbang (pintu masuk) pada keempat sisi arah mata angin; 3) utama mandala (jeroan), merupakan inti bangunan di sini terdapat gedung utama yang dikelilingi oleh telaga, jalan setapak dan bale bengong yang berdiri di setiap sudut. Secara vertikal bangunan Monumen Perjuangan Rakyat Bali mengacu pada konsep Tri Angga yaitu: 1) nistaning utama mandala (nistaning angga) yaitu lantai gedung monumen yang paling bawah. Di lantai ini terdapat ruang informasi, ruang pameran, ruang rapat, ruang perpustakaan, toko cinderamata, dan toilet. Di tengah lantai ini terdapat telaga yang diberi nama puser tasik dengan delapan tiang agung; 2) madianing utama mandala (madianing angga) yaitu lantai tengah yang dimanfaatkan sebagai penempatan 33 unit diorama yaitu sebagai tempat dipajangnya miniatur perjuangan rakyat Bali dari jaman prasejarah sampai Bali mengisi kemerdekaan; 3) utamaning utama mandala (utamaning angga) yaitu lantai teratas yang difungsikan sebagai ruang peninjauan dan tempat merenung sambil menikmati panorama yang ada di sekitar monumen. Masa Awal Kehidupan Orang Bali Hingga Sejarah Perjuangan Rakyat Bali Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pada madyaning utama mandala (lantai tengah) monumen ini, terdapat 33 unit diorama yang menggambarkan adegan proses masa kehidupan orang Bali hingga sejarah perjuangan rakyat Bali. Sejarah kehidupan masa lampau orang Bali diawali dari masa prasejarah, masa sejarah,
120
Penggambaran diorama dengan tiga dimensi diharapkan akan memudahkan setiap pengunjung yang berbeda baik dari segi umur, dan jenjang pendidikan untuk memahami alam, situasi, dan kondisi yang menggambarkan keadaan pada saat peristiwa itu terjadi. Di samping itu setiap tampilan diorama dilengkapi dengan penjelasan singkat mengenai peristiwa sejarah yang terjadi di kala itu. Secara kronologis adegan-adegan dalam diorama dibagi menjadi 33 (Dinas Kebudayaan Provinsi Bali UPT. Monumen Perjuangan Rakyat Bali, 2013), diawali dari kehidupan masa prasejarah Bali, seperti berikut. 1) Bali pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan (3000 SM). Pulau Bali sekitar satu juta tahun yang lalu, diperkirakan telah dihuni oleh manusia purba yang disebut Homo Erectus. Manusia purba yang mendiami pulau Bali ketika itu digambarkan memiliki pola hidup berpindah-pindah (nomaden) dari suatu daerah ke daerah lain yang memiliki sumber makanan dan air. 2) Bali pada Masa Perunagian (2000 SM). Masa perunagian diperkirakan diawali sekitar 2500 tahun yang lalu. Ciri utama pada masa ini, diperkirakan manusia sudah hidup menetap. Contoh penting peninggalan jaman ini yaitu teknologi pembuatan tembikar dari tanah liat dan teknologi melebur logam. Kehidupan mereka lebih teratur, karena diduga telah mengenal sistem pembagian kerja. Peralatan yang mendu-kung jaman ini yaitu dengan ditemukannya nekara perunggu seperti yang tersimpan di Pura Penataran Sasih Desa Pejeng Gianyar. Fungsi dari nekara ini diperkirakan sebagai sarana upacara untuk memanggil hujan. 3) Stupika dan Prasasti Sukawana (778 M). Penemuan stupika tanah liat yang berisi mantra-mantra Budha ditemukan di sekitar Desa Pejeng dan Desa Bedulu Gianyar. Hal ini diperkuat dengan penemuan prasasti dari bahan tembaga yang berangka tahun 804 caka (882 M), yaitu prasasti Yumopakatao yang berisi perintah para pemimpin masyarakat kepada
Ida Bagus Brata - Bajra Sandhi: Monumen Perjuangan Rakyat Bali.......
4)
5)
6)
7)
alim ulama agama Budha untuk mendirikan bangunan-bangunan suci keagamaan. Prasasti ini tersimpan di Pura Desa, Desa Sukawana Kecamatan Kintamani Bangli. Rsi Markandeya (abad 8 Masehi). Rsi Markandeya adalah seorang guru suci yang berasal dari pegunungan Dieng Jawa Tengah yang melalui tapa semadinya memeroleh petunjuk untuk melakukan perjalanan suci ke arah timur. Dalam ekspedisi pertama ini banyak pengikut Sang Maha Rsi yang jatuh sakit dan meninggal, kemudian beliau memutuskan untuk kembali ke Jawa Dwipa untuk melakukan semedi mohon petunjuk. Pada ekspedisi kedua dengan pengikut ± 400 orang kemudian sampai di Gunung To Langkir (gunung Agung). Dalam semedinya Rsi Markendeya mendapat petunjuk bahwa untuk menghindarkan para pengikutnya dari petaka, maka Sang Guru suci membangun sebuah tugu dengan menanam Panca Datu (lima jenis logam), seperti emas, perak, besi, kuningan, dan tembaga disertai upacara butha yadnya (korban suci). Di tempat inilah dibangun pura yang diberi nama Besukih atau Basukian yang artinya tempat suci. Sri Kesari Warmadewa (914 M). Sri Kesari Warmadewa adalah salah seorang keturunan dari dinasti Warmadewa yang bergelar Adipati yang memerintah Bali pada tahun 914 Masehi. Gunapriya Dharmapatni dan Suaminya Dharmodayana Warmadewa (986 – 1011 M). Kehidupan ketatanegaraan jaman kekuasaan raja ini berjalan baik, tenteram, dan nyaman. Peristiwa terpenting pada masa pemerintahan Sri Ratu Gunapriya Dharmapatni yaitu kedatangan seorang pendeta dari Jawa Timur bernama Empu Kuturan yang nantinya ikut menata tata pemerintahan, agama, dan adat istiadat di Bali. Konsep Kahyangan Tiga dari Empu Kuturan (abad 11 M). Empu Kuturan adalah seorang pendeta dari Jawa Timur datang ke Bali pada masa pemerintahan Sri Ratu Gunapriya Dharmapatni. Pada pesamuan agung yang diadakan di Desa Bedulu Gianyar (Pura Samuan Tiga), Empu Kuturan memperkenalkan konsep Kahyangan Tiga dan paham Tri
Murti yang menyatukan berbagai aliran agama atau sekte-sekte yang ada pada waktu itu. Jasa dari Empu Kuturan sampai dewasa ini di Bali dikenal pura Kahyangan Tiga sebagai tempat pemujaan Tri Murti, yaitu Pura Desa sebagai stana Dewa Brahma, Pura Puseh sebagai stana Dewa Wisnu, dan Pura Dalem sebagai stana Dewa Siwa. 8) Kehidupan Banjar (abad 11 M).. Pada masa pemerintahan Dalem Ketut Ngulesir yang berstana di Gelgel, penataan kehidupan banjar semakin ditingkatkan. Untuk lebih meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan di antara warga masyarakat maka setiap bulan diselenggarakan paruman agung para prajuru banjar dengan memperbincangkan masalah adat dan kesejahteraan masyarakatnya. 9) Sistem Subak (abad 11 M). Sri Aji Anak Wungsu menggantikan kakanda Marakata Pangkaja sebagai raja dinasti Warmadewa di Bali sekitar abad 11 M. Sistem ketatanegaraan dan kehidupan kemasyarakatan yang sudah ada dilanjutkan. Hutan dibuka untuk dijadikan lahan pertanian. Tanah atau lahan pakraman dibagi-bagikan kepada masyarakat. Pada masa ini sistem subak diperkenalkan dengan membangun empelan (bendungan/dam), membuat telabah (saluran air), penataan sistem tembuku (bangunan bagi), dan penggalian awungan (terowongan). Agar tata kehidupan subak dapat berjalan teratur, maka dibuatkan awig-awig (peraturan) menyangkut pembagian air, ayahan (kewajiban sebagai anggota subak), termasuk masalah kertha (sanksi). 10) Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten (tahun 1338 M). Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten atau Sri Gajah Waktra yang disebut juga Sri Dalem Bedahulu merupakan generasi terakhir dari raja-raja wangsa Warmadewa yang berkuasa di Bali. Pada masa pemerintahan Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten giat membangun tempattempat pertapaan. Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten juga memberi otonomi kepada desadesa untuk mengurus kehidupan rakyat pada wilayahnya masing-masing. 11) Penobatan Sri Kresna Kepakisan (1347 – 1350 M). Keberhasilan ekspedisi Gajah Mada dari Majapahit di Bali, maka dinobatkanlah Sri
121
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
12)
13)
14)
15)
122
Kresna Kepakisan seorang keturunan Brahmana dari Daha, Kediri sebagai penguasa Bali dan membentuk dinasti Dalem. Pembangunan Pura Dasar Gelgel (abad 14 M). Pada tahun 1380 Masehi Dalem Ketut Ngulesir putra Dalem Ketut Kresna Kepakisan dinobatkan sebagai raja menggantikan kakaknya. Untuk mempersatukan semua lapisan masyarakat di Bali, Dalem Ketut Ngulesir memerintahkan untuk membangun Pura Dasar Gelgel. Dalem Waturenggong (1460–1550 M). Dalem Waturenggong menggantikan kedudukan ayahnya Dalem Ketut Ngulesir sebagai raja tahun 1460 Masehi. Berkat kebijaksanaan para pendahulunya, Dalem Waturenggong dapat menyelenggarakan roda pemerintahan dengan aman dan tentram. Keadaan ini menyebabkan tradisi kesusastraan keraton Majapahit dan kediri dalam kondisi yang dinamis. Runtuhnya kerajaan Majapahit tahun 1478, beberapa kepustakaan Majapahit berhasil di bawa ke Bali. Pada masa ini diperkirakan kesusastraan Bali mencapai puncak keemasan. Danghyang Nirartha (1489 M). Kehadiran Danghyang Nirartha di Bali mengajarkan konsepsi Parama Wisesa (keesaan Tuhan), menata sesana (tata kehidupan masyarakat), dan membangkitkan kesusastraan. Perjalanannya di Bali merupakan bagian dari tirta yatra (perjalanan suci) beliau dari Gunung Ijen Jawa Timur. Kehadiran beliau di tanah Bali disambut baik, terlebih lagi karena keahlian yang dimiliki oleh sang guru suci begitu lengkap, maka raja Dalem Waturenggong memberikan tempat di Kerajaan Gelgel. Dengan keahlian dalam ilmu agama, pemerintahan, peperangan, dan kesusastraan, beliau sangat berperan dalam mendorong kemajuan peradaban masyarakat Bali. Masa Kejayaan Kerajaan-Kerajaan di Bali (abad 17 – 19 M). Akibat tuntutan perubahan yang semakin kuat, maka pusat pemerintahan yang semula ada di Gelgel (Swecapura) kemudian dipindahkan ke Istana Semarapura di Klungkung. Kuatnya pengaruh kerajaan Klungkung terhadap wilayah seluruh Bali, memunculkan pusat-pusat kerajaan baru pada
ISSN 2087-9016
abad 17 – 19 Masehi yang berorientasi dan menempatkan kerajaan Klungkung sebagai sesuhunannya (asal mula). 16) Patih Jelantik Merobek Surat Gubernur Jenderal (1846 M). Pada tahun 1846 Masehi, Patih Kerajaan Buleleng I Gusti Ketut Jelantik menolak penghapusan Hak Tawan Karang di hadapan raja Klungkung I Dewa Agung Putera dan utusan Belanda dengan merobek surat berisi tuntutan agar Hak Tawan Karang dihapus menggunakan ujung kerisnya. 17) Perang Jagaraga (1848 – 1849 M). Dengan mempertimbangkan berbagai hal, terutama sebagai siasat, maka raja Buleleng I Gusti Made karangasem pada 9 Juli 1846 mau menandatangani pernyataan takluk terhadap Belanda, agar Belanda tidak memberikan perhatian terhadap kegiatan Buleleng. Diamdiam raja I Gusti Ketut Karangasem dan Patihnya I Gusti Ketut Jelantik menyusun strategi supit urang (capit udang) di Desa Jagaraga. Pada tanggal 7 Maret 1848 Belanda mendatangkan pasukan dari Batavia untuk menggempur benteng Jagaraga melalui pantai Sangsit di bawah pimpinan Mayor Jenderal Van Der Wijck dan Overste Van Swieten. Pada serangan pertama banyak prajurit Belanda yang gugur. Pada serangan yang kedua 15 April 1849 di bawah pimpinan Jenderal Michiels dan Overste De Brau yang melakukan penyerangan dari arah depan dan belakang supit urang mengakibatkan laskar Patih Jelantik terkepung dan mundur ke arah timur ke arah Karangasem dengan maksud mencari bantuan, namun Patih Jelantik gugur dan perlawanan secara gigih tetap dilanjutkan di bawah pimpinan Jero Jempiring istri Patih Jelantik. 18) Perang Kusamba (1849 M). Setelah Buleleng takluk atas Belanda, sudah diperkirakan yang menjadi sasaran berikutnya adalah kerajaan Klungkung. Pada waktu itu Klungkung diperintah oleh I Dewa Agung Putra Kusamba yang menggantikan kedudukan ayahandanya. Di bawah pimpinan Jenderal Michiels, pasukan Belanda mendarat di Padangbai tanggal 18 Mei 1849. Pada tanggal 24 Mei 1849 Belanda menyerang Puri Kusamba, di garis pertahanan
Ida Bagus Brata - Bajra Sandhi: Monumen Perjuangan Rakyat Bali.......
19)
20)
21)
22)
23)
sepanjang Bukit Wates dan Goa Lawah terjadi pertempuran antara prajurit Belanda yang bersenjata lengkap dan modern berhadapan dengan laskar Kusamba yang dipimpin oleh I Dewa Agung Putra Kusamba dan Anak Agung Made Sangging. Merasa kalah dalam persenjataan, Laskar Kusamba mundur sambil melakukan politik bumi hangus utuk menghilangkan jejak dari kepungan Belanda. Perlawanan Rakyat Banjar (1868 M). Sejak kekuasaan Belanda atas kerajaan Buleleng, selama itu rakyat Bali selalu mengadakan perlawanan. Pada tanggal 16 September Belanda berlabuh di pantai Temukus untuk menyerang Banjar. Puputan Badung (1906). Pada tanggal 20 September 1906, di pagi-pagi buta kota Denpasar dihujani tembakan meriem oleh Belanda dari pantai Sanur. Karena demikian masalahnya, Raja Badung beserta pengikutnya bertekad untuk melakukan perlawanan sampai titik darah penghabisan. Raja Badung, prajurit, dan pengikutnya gugur dalam pertempuran sengit itu. Persiapan Sagung Wah Melawan Belanda (1906). Kerajaan Badung jatuh ke tangan Belanda tanggal 20 September 1906, Belanda melanjutkan penyerangan ke Tabanan. Saudara perempuan raja yang bernama Sagung Wah melarikan diri ke Desa Wangaya Gede di kaki Gunung Batukaru. Dari desa ini Sagung Wah menyusun kekuatan untuk menghadapi Belanda. Namun karena kalah dalam persenjataan, akhirnya Sagung Wah dapat ditangkap dan dibuang ke Lombok. Puputan Klungkung (1908). Puputan Klungkung diawali oleh peristiwa perang Gelgel yang meletus tanggal 18 April 1908. Pihak Gelgel mengalami kekalahan dan melalui Residen Liefrinck, pemerintah Belanda pernah mengajak raja Klungkung membuat perjanjian, namun ditolaknya. Penolakan ini menyebabkan tanggal 21 April 1908 Belanda mengerahkan angkatan lautnya dari pantai Jumpai, sehingga pecah perang yang sangat sengit. Bangkitnya Organisasi Pemuda (1923 – 1928). Sekolah mulai didirikan di Bali sebagai bagian
24)
25)
26)
27)
dari tuntutan politik etis. Hal ini menimbulkan kesadaran akan betapa pentingnya pendidikan. Berawal dari kesadaran itu, beberapa golongan pelajar berinisiatif mendirikan berbagai organisasi sosial yang bertujuan memajukan masyarakat Bali dalam bidang pendidikan. Bali di Bawah Fasisme Jepang (1942 – 1945). Pada tanggal 19 Februari 1942 tentara Jepang mendarat di Pantai Sanur Bali untuk mengusir penjajah Belanda. Dalam menghadapi sekutu dalam Perang Asia Timur Raya, sebagian besar penduduk diwajibkan menanam kapas dan jarak untuk mendukung logistik perang. Sementara para pemuda diajak bergabung dalam Pembela Tanah Air (PETA) untuk diberi latihan kemiliteran, yang dipusatkan di Tangsi Banyumala Buleleng. Menyebarluaskan Berita Proklamasi (1945). Berita tentang kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta, tidak segera diketahui oleh seluruh lapisan rakyat Bali. Kedatangan Mr. I Gusti Ketut Pudja dari Jakarta tanggal 23 Agustus 1945 dengan mandatnya sebagai Gubernur Sunda Kecil, secara resmi menyampaikan berita kemerdekaan yang telah diproklamirkan oleh dua tokoh pendiri bangsa dengan mengatasnamakan rakyat Indonesia. Pusat Komando Pemuda Republik Indonesia (September 1945). Setelah secara pasti rakyat Bali mengetahui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, maka segera dibentuk Badan-Badan Perjuangan yang dimotori pemuda pelajar, seperti: Ikatan Siswa Sekolah Menengah (ISSM), Angkatan Muda Indonesia (AMI), dan Pemuda Republik Indonesia (PRI) dengan tokoh-tokohnya. Semua badan perjuangan yang ada di kota Denpasar bermarkas di selatan alun-alun Puputan Badung dan diberi nama Pusat Komando PRI (Pemuda Republik Indonesia). Dari gedung inilah segala koordinasi kegiatan perjuangan dikendalikan untuk menghadapi kedatangan Belanda dan sekutu. Peristiwa Bendera di Pelabuhan Buleleng (27 Oktober 1945). Pada tanggal 27 Oktober 1945 dengan bantuan dari pemuda Tabanan dan Badung, Anang Ramli diperintahkan oleh
123
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
28)
29)
30)
31)
32)
124
Made Putu menurunkan bendera Belanda dan menggantikan dengan Bendera Merah Putih. Mengetahui hal itu, tentara Belanda dari kapal Abraham Griijn menembaki pemuda yang mengakibatkan gugurnya I Ketut Merta pemuda dari banjar Liligundi. Pertempuran Laut di Selat Bali (1946). Pada tanggal 4 Maret 1946, rombongan ALRI yang dipimpin oleh Kapten Markadi memberi komando agar anak buahnya menembak Belanda karena merasa terdesak. Akhirnya pertempuran laut antara pasukan ALRI dengan Belanda tidak dapat dihindari. Serangan Terhadap Tangsi NICA (1946). Pada tanggal 18 April 1946 diadakan rapat di Pagutan Kuta untuk merencanakan serangan terhadap tangsi NICA yang ada di Kayumas Kreneng dan Satria. Pembentukan Dewan Perjuangan Rakyat Indonesia Sunda Kecil (1946). Sesuai dengan perintah dari Markas Besar Tentara, tanggal 6 April 1946 diadakan rapat di Munduk Malang yang dihadiri oleh wakil-wakil dari PRI, TRI, PESINDO. Dalam pertemuan ini disepakati untuk membentuk Markas Besar Umum Dewan Perjuangan Rakyat Indonesia Sunda Kecil (MBU DPRI SK) di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai. Pertempuran Tanah Aron (1946). Sebagai bagian perang gerilya, induk pasukan DPRI memutuskan melakukan long march dari Munduk Malang menuju Gunung Agung. Pasukan induk yang dipimpin langsung oleh I Gusti Ngurah Rai tiba di Tanah Aron. Kontak senjata tidak dapat dihindarkan hingga pukul 15.00 sore. Dalam pertempuran itu 82 tentara NICA tewas. Pasukan pimpinan I Gusti Ngurah Rai tidak ada yang menjadi korban, dan pasukan bergerak ke arah Buleleng. Pertempuran Margarana/Puputan Margarana (1946). Tanggal 19 November 1946 penghubung pejuang melaporkan bahwa tentara Belanda sedang menuju Marga. Pada tanggal 20 November 1946, pada pagi hari pasukan Ciung Wanara yang telah mendapat tambahan personil menyiapkan pertahanan di sela-sela tanaman jagung persawahan Uma Kaang. Akan tetapi tiba-tiba NICA melakukan serangan
ISSN 2087-9016
udara dari pesawat intai Pipercub. Karena posisi pertahanan yang telah terbuka, maka Pasukan Ciung Wanara dengan mudah dibombardir melalui serangan darat dan udara. Pertempuran berlangsung dari pukul 12.00 – 17.00 sore mengakibatkan seluruh pasukan Ciung Wanara gugur, kecuali pejuang yang bernama Gusti Konolan berhasil diselamatkan rakyat. 33) Bali dalam Mengisi Kemerdekaan (1950 – 1975). Pada Konfrensi Meja Bundar (KMB) tanggal 27 Desember 1949, Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS), dan tanggal 17 Agustus 1950, RIS diubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada tanggal 14 Agustus 1958 pemerintahan di Bali dipisahkan dari Provinsi Nusa Tenggara menjadi Daerah Tingkat I Bali.
PENUTUP Monumen Bajra Sandhi merupakan salah satu wujud fisik, sebagai bentuk penghargaan generasi muda terhadap jasa-jasa para pahlawan bangsanya, terutama yang berasal dari Bali dalam merebut, mempertahankan, dan sekaligus dalam mengisi kemerdekaannya. Apa yang telah disumbangkan oleh para pejuang sesungguhnya adalah pondasi yang telah dibangun oleh generasi terdahulu, yang di dalamnya terimplikasi suatu ikatan batin dan tanggung jawab moral yang harus dilanjutkan oleh generasi muda sebagai generasi penerus bangsa dalam mengisi kemerdekaan dengan komitmen tetap menjaga tegaknya kedaulatan NKRI.
DAFTAR PUSTAKA Dinas Kebudayaan Provinsi Bali UPT. 2013. Buku Panduan Monumen Perjuangan Rakyat Bali. Giddens, Anthony. 2003. Living in a PostTraditional Society (Penerjemah Ali Noer Jaman ) Jakarta: IRCiSoD. Tilaar, H.A.R. 2009. Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia Tinjauan dari
Ida Bagus Brata - Bajra Sandhi: Monumen Perjuangan Rakyat Bali.......
Perspektif Ilmu Pendidikan. PT. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Penyusun. 1980. Sejarah Bali. Denpasar: Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
125
MENYIKAPI KEBERTAHANAN BAHASA INDONESIA DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI DI BALI Ni Ketut Pola Rustini dan I Nyoman Diarta Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRAK Indonesian is the official language of Indonesia in which the existence should be preserved by its own users because it is a part of living culture. Indonesian is a symbol of social and cultural value which bond to its society. It is one of the cultural treasures which can be developed to set the standard of national language. Seeing the rapid development in Bali to a more modern community, the people tend to be multilingual. Therefore there is a challenge for the existence of Indonesian in Bali especially in this global era. Ways to cope with this challenge is for the users to have positive attitude that is to be proud using Indonesian in speaking, to be loyal in using Indonesian and to be responsible in using the language appropriate with the context of the usage. Key words: Indonesian, existence
[126]
Ida Bagus Brata Ni Ketut Pola Rustini, I Nyoman Diarta - Menyikapi Kebertahanan Bahasa Indonesia.......
PENDAHULUAN Tantangan kehidupan global yang kita hadapi saat ini mengharuskan kita untuk lebih memperkuat jati diri dan karakter sebagai suatu bangsa.Terkait dengan hal tersebut, bahasa Indonesia memegang peranan yang amat penting dalam pendidikan karakter. Dengan mencintai bahasa Indonesia berarti juga mencintai bangsa Indonesia karena pada hakekatnya juga merupakan simbol indentitas bangsa. Masyarakat Bali sedang mengalami perubahan (transformasi) yang sangat cepat. Perubahan itu adalah perubahan dari masyarakat agraris dengan tanah sebagai tumpuan dan modal utama kehidupan dan penghidupan bergeser menjadi masyarakat industri yang bertumpu pada jasa produk dan pasar. Perubahan struktur antara lainkultural dan agraris menjadi industri telah mengubah dan memperbaharui banyak segi, bentuk dan isi kebudayaan masyarakat. Perubahan global yang amat pesat ini jelas menciptakan jaringan interaksi dan komunikasi verbal yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian masyarakat Bali dituntut untuk menguasai dan menggunakan lebih dari satu bahasa. Bali mengalami suatu perkembangan menuju masyarakat yang lebih modern, baik di bidang sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.Bali yang terkenal dengan kebudayaannya sejak tahun 1920, merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia. Pengembangan daerah-daerah wisata dan sarana-sarana penunjang pariwisata seperti hotelhotel dari kelas melati sampai bintang lima, restoran, toko seni, cinderamata, dan lain-lain, terjadi hampir di seluruh kabupaten (Mantra,1990). Dalam pengembangan pariwisata, masyarakat Bali memperlihatkan perilaku responsif dan partisipatif memperlihatkan interaksi yang dinamik dan positif antara masyarakat Bali dengan pariwisata. Profesi masyarakat sebelumnya sebagian besar sebagai petani, dan sebagian kecil sebagai nelayan, pegawai negeri, dan pedagang, dan sebagian besar memiliki profesi yang terkait dengan pariwisata, seperti terkait dengan promosi, akomodasi, transportasi, rekreasi, pengadaan souvenir, penyedian fasilitas dan jasa-jasa lainnya.
Situasi seperti itu berdampak pada meningkatnya interaksi antara masyarakat Bali dengan wisatawan dari manca negara (Badan Pusat Statistik Propinsi Bali dalam Angka, 1998 ; 37, Geria : 17-18).127 Hubungan antara pariwisata dengan kebudayaan, khusus kebudayaan Bali menjadi semakin terbuka terhadap pariwisata dan modernisasi, dan terjadi komunikasi antarbudaya. Interaksi antara wisatawan dengan masyarakat Bali bersifat saling mengharapkan. Wisatawan mengharapkan kepuasan yang bersifat estetis, yaitu menikmati kebudayaan Bali, dan di pihak masyarakat.Bali memperoleh manfaat ekonomis dari kegiatan ini.Namun, dalam perkembangan selanjutnya, interaksi tersebut tidak hanya pada faktor ekonomi saja, tetapi meluas sampai ke komunikasi yang berdampak sosial-budaya masyarakat Bali. Salah satu dampak sosial budaya melalui komunikasi lintas budaya yang terkait erat dengan kajian ini adalah dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat yang berkecimpung dalam dunia pariwisata.Dampak sosial ini menciptakan perubahan pada struktur sosial masyarakat Bali, seperti sikap, pola hidup, dan karakter masyarakat. Kontak bahasa dan kontak budaya tidak dapat dihindarkan pada komunikasi dunia pariwisata. Kontak bahasa dan budaya pada masyarakat heterogen menyebabkan masyarakatnya berdwibahasa. Dalam berkomunikasi melibatkan lebih dari satu bahasa sehingga terjadi pilihan bahasa.Konsekuensi pemilihan dan pemakaian bahasa adalah bertahan atau bergesernya bahasa yang ada dalam masyarakat bahasa itu.Kondisi bertahan atau bergesernya sebuah bahasa adalah akibat dari pilihan bahasa dalam jangka panjang atau paling tidak tiga generasi dan bersifat kolektif (dilakukan oleh semua anggota kelompok tutur). Bahasa Indonesia (BI) merupakan bahasa resmi di Indonesia yang kelangsungan hidupnya terus dipelihara oleh masyarakat pemakainya karena merupakan bagian daripada kebudayaan Indonesia yang hidup. Bahasa Indonesia merupakan lambang nilai sosial budaya yang mencerminkan dan terikat pada kebudayaan yang hidup di kalangan
127
Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, Juli 2014
ISSN 2087-9016
masyarakat pemakainya, bahasa Indonesia juga merupakan kekayaan budaya yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan dan pembakuan bahasa nasional.
merupakan yang amat penting bagi keberhasilan usaha pemertahanan sebuah bahasa dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal dari masyarakat pemilik bahasa yang lebih dominan secara ekonomis dan politis memiliki pengaruh yang lebih besar. Kebanggaan linguistik dapat dibangkitkan dari kekhasan-kekhasan yang dimiliki oleh bahasa itu (Wijana, 2006, 90).
Berdasarkan latar belakang dan pemikiran di atas, maka masalah yang akan dibicarakan adalah kuantitas dan kualitas yang menandai kebertahanan bahasa Indonesia dalam beberapa segi kehidupan sosial budaya masyarakat penuturnya. Kebertahanan itu akan dapat dilihat pada leksikal dan gramatikal bahasa Indonesia . Untuk lebih jelasnya permasalahan dalam penelitian adalah seperti berikut ini ,”Sejauhmanakah pengaruh bahasa asing terhadap kalimat-kalimat dalam bahasa Indonesia “? Dan bagaimanakah caramenyikapi kebertahanan bahasa Indonesia dalam globalisasi di Bali.
PEMBAHASAN a)
Pengaruh Bahasa Daerah maupun Bahasa Asing dalam Kalimat-kalimat Bahasa Indonesia pada Globasasi di Bali
Bali merupakan daerah pariwisata sudah tentu memiliki aneka bahasa atau multilingual. Bahasa Indonesia kini menghadapi tantangan yang cukup berat untuk mempertahankan eksistensinya. Tantangan dari luar menghadapkan bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa asing. Tantangan dari dalam adalah faktor internal bahasa Indonesia itu sendiri yang memiliki tingkatan problematika tersendiri,yang sering dijadikan alasan untuk mengabaikan, atau meniadakan sama sekali. Semua tantangan tersebut sifatnya hanyalah semu belaka. Problem sesungguhnya ada pada orang Bali itu sendiri, sikap orang Bali terhadap bahasa Indonesia yang kurang positif.
Dalam pemertahanan bahasa, kelompok tutur itu secara kolektif menentukan untuk melanjutkan memakai bahasa yang sudah biasa dipakai.Ketika kelompok tutur mulai memilih bahasa baru di dalam ranah yang semula diperuntukkan bagi bahasa lama, itulah mungkin merupakan tanda bahwa pergeseran sedang berlangsung. Jika para warga itu ekabahasawan dan secara kolektif tidak menghendaki bahasa lain, mereka jelas mempertahankan pola penggunaan bahasanya. Adanya perubahan atau stabilitas penggunaan bahasa awalnya adalah kontak antara sesama anggota masyarakat bahasa pertama (B1), setelah adanya perubahan hidup berkomunikasi dengan masyarakat lain dengan menggunakan bahasa kedua (B2) atau dwibahasa. Lalu adanya persaingan dalam penggunaan bahasa pemakai bahasa pertama (B1) akan terdesak karena kepentingan oleh bahasa ketiga (B3), maka terjadilah anekabahasa. Dengan adanya perkembangan seperti itu, maka bahasa pertama (B1) akan bergeser atau punah.
b)
Kebanggaan berbahasa (linguistic pride), di samping kesadaran akan norma (awareness of norm) dan loyalitas bahasa (language loyality)
Di samping itu pemakai bahasa Indonesia harus mengingat situasi kebahasaan yang dihadapinya yaitu situasi resmi. Situasi kebahasaan resmi menuntut pemakai bahasa Indonesia harus
128
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menyikapi kebertahanan bahasa Indonesia dalam globalisasi di Bali.
Pemakai bahasa Indonesia harus memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia,antara lain : 1) Merasa Bangga memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional Sebagai bangsa Indonesia merasa beruntung telah memiliki bahasa resmi maupun bahasa nasional bahasa Indonesia. 2) Kesetiaan terhadap bahasa Indonesia Setia dalam menjaga ciri-ciri khas bahasa Indonesia agar tidak mendapat pengaruh dari bahasa daerah maupun bahasa asing yang tidak diperlukan. 3) Bertanggung jawab terhadap perkembangan bahasa Indonesia Maju mundurnya perkembangan bahasa Indonesia semua berada di tangan bangsa Indonesia.
Ida Bagus Brata Ni Ketut Pola Rustini, I Nyoman Diarta - Menyikapi Kebertahanan Bahasa Indonesia.......
mampu menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaedah-kaedahnya atau bahasa Indonesia baku.Karena dengan mengetahui situasi tersebut perkembangan baik bahasa daerah, bahasa Indonesia maupun bahasa asing akan dapat berkembang seiramasesuai dengan tujuan Politik Bahasa Nasional.Bahasa Indonesia tidak menutup kemungkinan mendapat pengaruh dari bahasa daerah maupun bahasa asing untuk memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia tetapi harus mendapat persetujuan dari pemakai bahasa Indonesia.
PENUTUP Simpulan Bali adalah daerah tujuan wisata yang perkembangannya sangat pesat serta bahasa menyertainya.Pengaruh bahasa daerah maupun bahasa asing sangat banyak masuk ke dalam bahasa Indonesia .Hal itu terjadi baik secara leksikal maupun gramatikal dalam bahasa Indonesia. Dalam menghadapi kehidupan global saat ini mengharuskan kita untuk lebih memperkuat jati diri dan karakter sebagai suatu bangsa.Terkait dengan hal tersebut,bahasa Indonesia memegang peranan yang amat penting dalam pendidikan karakter. Dengan mencintai bahasa Indonesia berarti juga mencintai bangsa Indonesia karena pada hakekatnya juga merupakan simbol indentitas bangsa. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh pemakai bahasa Indonesia harus memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia.Sikap tersebut yaitu pertama bangsa Indonesia harus merasa bangga telah memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Kedua pemakai bahasa Indonesia harus setia terhadap bahasa Indonesia dengan cara menggunakan sesuai dengan kaedahkaedahnya.Dan yang ketiga bangsa Indonesia harus bertanggung jawab perkembangan bahasa Indonesia.
Saran Harapan penulis agar bangsa Indonesia sebagai pemakai dan pemilik bahasa Indonesia harus bersikap positif terhadap bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis.
DAFTAR PUSTAKA Fishman, J. (1965). Who Speaks,What Language, to Whom, and When dalam Holmes, J, and Pride; J.B, (ed) 1995, 1-32. Great Britain: Hazel Witson & Viney Ltd. Fishman, J. (1972). The Sociology of Language: An Interdisplinary Sosial ScienceApproach to Sociolinguistics. Rowley Mass: Newbury House. Geria,
I Wayan. (1993). Model Interaksi Kebudayaan dan Industri Pariwisata pada Masyarakat Bali: dalam Kebudyaan dan Kepribadian Bangsa.
Geria, I Wayan, (1995).Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan Lokal, Nasional, Global :Bunga Rampai Antropologi Pariwisata, Denpasar : Upada Sastra. Halim, Amran. (1980). Politik Bahasa Nasional. Jakarta : Balai Pustaka. Halliday, MAK. (1978). Language as Sosial Semiotic. London : Edward Arnold. Holmes.(1996) An Introdduction to Sociolinguistics. London: Longman. Jendra, I Wayan dkk.(1980). Latar Belakang Sosial Budaya Bahasa Bali. Jakarta: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah; Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jendra, I Wayan.(1980). Pengantar Ringkas Sosiolinguistik, Seri I, Denpasar : Penelitian Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Sastra Universitas Udayana.
129
PETUNJUK PENULISAN NASKAH JURNAL SANTIAJI PENDIDIKAN (JSP) Adapun ketentuan penulisan naskan Jurnal Santiaji Pendidikan (JSP) adalah sebagai berikut. 1.
Artikel yang ditulis untuk JSP meliputi artikel hasil penelitian dan artikel kajian pustaka dalam bidang pendidikan. Naskah diketik satu setengah spasi, (kecuali abstrak, tabel, keterangan gambar, histogram dan kepustakaan diketik dalam satu spasi), dengan batas 3,5 cm dari margins kiri, 3 cm masing-masing dari margins kanan, atas dan bawah. Naskah maksimum 12 halaman A4, diketik dalam program Microsoft Word for Windows, huruf Times New Roman ukuran 12 poin. Sebanyak 2 eksemplar naskah cetak, dan satu buah soft copy (CD) yang memuat berkas naskah tersebut dikirimkan ke alamat penyunting pelaksana.
2.
Judul singkat (tidak lebih dari 16 kata), jelas, informatif dan ditulis dengan huruf besar (kecuali nama ilmiah), posisi di tengah-tengah, ukuran 14 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian, dan sub-bagian dicetak tebal atau tebal miring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian
PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI) Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri) Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri) 1.
Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik, dan ditempatkan di bawah judul artikel. Jika penulis terdiri atas lebih dari empat orang, yang dicantumkan pada judul artikel adalah nama penulis utama, sedangkan nama penulis lainnya ditulis pada catatan kaki halaman pertama naskah. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail untuk memudahkan komunikasi.
2.
Penulisan abstrak ditulis dengan menggunakan bahasa Inggris untuk artikel bahasa Indonesia, dan bahasa Indonesia untuk artikel bahasa Inggris. Abstrak tidak lebih 200 kata. Pada pojok kiri bawah dari abstrak ditulis kata kunci (key words), tidak lebih dari 5 kata.
3.
Susunan naskah hasil penelitian terdiri atas: (1) judul, (2) baris kepemilikan (nama pengarang dan lembaga penulis), (3) abstrak, (4) kata kunci, (5) pendahuluan, (6) metode penelitian, (7) hasil penelitian dan pembahasan, (8) penutup (simpulan dan saran), (9) daftar pustaka. Selanjutnya, susunan naskah kajian pustaka, terdiri atas (1) judul, (2) baris kepemilikan (nama pengarang dan lembaga penulis), (3) abstrak, (4) kata kunci, (5) pendahuluan, (6) pembahasan, (7) penutup (simpulan dan saran), (8) daftar pustaka.
4.
Setiap awal paragraph diketik menjorok lima ketukan dari margins kiri. Setiap tabel, grafik, histogram, sketsa dan gambar (foto) diberi nomor urut, judul singkat dan jelas, dibuat pada satu halaman (tidak terpotong). Hasil yang ditulis dalam tabel tidak perlu diulang dalam bentuk lainnya (misalnya histogram atau grafik).
5.
Untuk tata nama (nomenklatur) dan tata istilah, penulis harus mengikuti cara penulisan baku, untuk istilah asing ditulis miring kecuali abstrak.
6.
Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang diutamakan adalah sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi) atau artikel penelitian dalam jurnal ilmiah.
7.
Pengutipan pendapat orang lain dalam teks memakai sistem Nama-Tahun. Contoh kutipan langsung, Lansing et al. (2002:3); kutipan tidak langsung: Lansing et al. (2003).
130
8.
Penulisan daftar pustaka terdiri atas (1) nama pengarang, (2) tahun terbit, (3) judul buku, (4) tempat terbit, (5) nama penerbit yang disusun berdasarkan abjad. Berikut ini beberapa contoh penulisan daftar pustaka.
PENULISAN DAFTAR PUSTAKA BERDASARKAN FORMAT APA STYLE Gaya penulisan daftar pustaka menurut APA (American Psychological Association) adalah gaya yang mengikuti format Harvard. Beberapa ciri penulisan daftar pustaka dengan APA style adalah: 1.
Tanggal publikasi dituliskan setelah nama (-nama) pengarang.
2.
Referensi di dalam isi tulisan mengacu pada item di dalam daftar pustaka dengan cara menuliskan nama belakang (surname) pengarang diikuti tanggal penerbitan yang dituliskan di antara kurung.
3.
Urutan daftar pustaka adalah berdasarkan nama belakang pengarang. Jika suatu referensi tidak memiliki nama pengarang maka judul referensi digunakan untuk mengurutkan referensi tersebut di antara referensi lain yang tetap diurutkan berdasarkan nama belakang pengarang.
4.
Daftar pustaka tidak dibagi-bagi menjadi bagian-bagian berdasarkan jenis pustaka, misalnya buku, jurnal dan sebagainya.
5.
Judul referensi dituliskan secara italic. Jika daftar pustaka ditulis tangan maka judul digarisbawahi.
131
PENULISAN DAFTAR PUSTAKA BERDASARKAN APA STYLE Buku Forouzan, B.A., & Fegan, S.C. (2007). Data communications and networking (4th ed.). New York: McGraw-Hill. Artikel Jurnal Tseng, Y.C., Kuo, S.P., Lee, H.W., & Huang, C.F. (2004). Location tracking in a wireless sensor network by mobile agents and its data fusion strategies. The Computer Journal, 47(4), 448– 460. Paper yang Diterbitkan di dalam Proceeding Fang, Q., Zhao, F., & Guibas, L. (2003). Lightweight sensing and communication protocols for target enumeration and aggregation. In M. Gerla, A. Ephremides, & M. Srivastava (Eds.), MobiHoc ’03 fourth ACM symposium on mobile ad hoc networking and computing (pp. 165–176). New York, NY: ACM Press. Halaman Web Banks, I. (n.d.). The NHS Direct healthcare guide. Retrieved on May 7th, 2013 from http://www.healthcareguide.nhsdirect.nhs.uk Encyclopedia Bergmann, P. G. (1993). Relativity. In The New Encyclopedia Britannica. (Vol. 26, pp. 501508). Chicago, IL: Encyclopedia Britannica Disertasi Abstrak Yoshida, Y. (2001). Essays in urban transportation. Dissertation Abstracts International, 62, 7741A. Disertasi (Terpublikasi) Lastname, F. N. (Year). Title of dissertation. (Doctoral dissertation). Retrieved from Name of database. (Accession or Order Number) Disertasi (Tidak Terpublikasi) Lastname, F. N. (Year). Title of dissertation. (Unpublished doctoral dissertation). Name of Institution, Location. Dokumen Pemerintah National Institute of Mental Health. (1990). Clinical training in serious mental illness (DHHS Publication No. ADM 90-1679). Washington, DC: U.S. Government Printing Office. Artikel dalam Koran Parker-Pope, T. (2008, May 6). Psychiatry handbook linked to drug industry. The New York Times. Interview, Email, dan Komunikasi Personal Lainnya (Sugiyono, komunikasi personal, 28 Mei 2013). Gambar Bergerak Wijaya, & Wulandari. (18 Juni 2012). Englsih ABC. Indonesia: Venus studio. Gambar Bergerak atau Rekaman Video yang tersedia secara Terbatas, Nasional dan Internasional Wijaya, & Wulandari. (2012). English ABC. Indonesia: Venus studio. Siaran TV atau Cerita Bersambung Wijaya, & Wulandari. (2012). English ABC. Anton. Jakarta, Indonesia: Venus studio. Salah Satu Episode Serial TV Wijaya, & Wulandari. (2012). English FUN. Anton. Jakarta, Indonesia: Venus studio.
132
Rekaman Lagu Taupin, B. (1975). Someone saved my life tonight. Pada Captain fantastic and the brown dirt cowboy. London, England: Big Pig Music Limited. Abstrak Paterson, P. (2008). How well do young offenders with Asperger Syndrome cope in custody?: Two prison case studies [Abstrak]. British Journal of Learning Disabilities, 54-58. Artikel dari Koran Parker-Pope, T. (6 Mei 2011). Psychiatry handbook linked to drug industry. The New York Times. Diunduh dari http://well.blogs.nytimes.com Buku Elektronik Davis, J. Familiar birdsongs of the Northwest. Tersedia di http://www.powells.com Dokumen dalam bentuk Web atau BAB dalam Buku Online Engelshcall, R. S. (1997). Pada A century of growth in America. Diunduh dari http://httpd.apache.org/docs/1.3/mod/mod_rewrite.html Ulasan Buku Online (Online Book Review) Zacharek, S. (27 April 2008). Natural women [Ulasan Buku Girls like us]. Diunduh dari http://www.nytimes.com/2008/04/27/books/review/Zachareckpagewanted=2 Online Interview Butler, C. (Interviewer) & Stevenson, R. (Interviewee). (1999). Oral History 2 [Interview transcript]. Diunduh dari Johnson Space Center Oral Histories Project Web site: http:// www11.jsc.nasa.gov/history/oral_histories/oral_histories.htm PDF dan PowerPoint Hallam, A. Duality in consumer theory [PDF document]. Retrieved from Lecture Notes Online Web site: http://www.econ.iastate.edu/classes/index.html Roberts, K. F. (1998). Federal regulations of chemicals in the environment[PowerPoint slides]. Retrieved from http://siri.uvm.edu/ppt/40hrenv/index.html Perangkat Lunak Komputer (Computer software) Hayes, B., Tesar, B., & Zuraw, K. (2003). OTSoft: Optimality Theory Software (Version 2.1) [Software]. Tersedia di http://www.linguistics.ucla.edu/people/hayes/otsoft/ Blog Post J Dean. (7 Mei 2011). When the self emerges: Is that me in the mirror?. Diunduh dari http://www.spring.org.uk/the1sttransport Audio Podcast Bell, T., & Phillips, T. (2008, May 6). A solar flare. Science @ NASA Podcast. Podcast diunduh dari http://science.nasa.gov/podcast.htm Video Podcast Scott, D. (Producer). (2007, January 5). The community college classroom. Adventures in Education. Podcast diunduh dari http://science.nasa.gov/podcast.html
133
134