KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT R.A. KARTINI DAN APLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM (Studi Analisis Perspektif Gender dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Oleh :
ALI MUHLISIN NIM : 131310001900 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA 2015
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 3 Eksemplar Hal : Naskah Skripsi An. Sdr. Ali Muhlisin Kepada, Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara di Jepara Assalamu’alaikum Wr.Wb. Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya kirim naskah skripsi Saudara: Nama NIM Jurusan Judul
: ALI MUHLISIN : 131310001900 : Pendidikan Agama Islam : Konsep Pendidikan Menurut R.A. Kartini dan Aplikasinya dalam Pendidikan Islam (Studi Analisis Perspektif Gender dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang)
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqasyahkan. Demikian harap menjadikan maklum. Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jepara, September 2015 Pembimbing,
Drs. H. Akhirin Ali, M.Ag.
ii
ABSTRAK ALI MUHLISIN (NIM. 131310001900). Konsep Pendidikan Perempuan Menurut R.A. Kartini dan Aplikasinya dalam Pendidikan Islam (Studi Analisis Perspektif Gender dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang). Skripsi. Jepara : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara, 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Bagaimana konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini, (2) Bagaimana aplikasi konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dalam pendidikan Islam, (3) Apa faktor-faktor yang melatarbelakangi konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini. Jenis penelitian ini penelitian kepustakaan (library research) dengan metode kualitatif. Untuk memperoleh sumber data dalam penelitian ini digunakan teknik purposive sampling dan bersifat snowball. Pengumpulan data menggunakan metode studi dokumentasi. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode verifikasi dan metode induksideduksi. Hasil penelitian ini menunjukkan tentang : (1) Konsep dan analisis pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini. Meliputi ; menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah kewajiban setiap manusia, pendidikan untuk perempuan sangat penting bagi perempuan dalam mengurus urusan keluarga di dalam rumah, perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu menjadi pendidik pertama di lingkungan keluarga, perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu mengarahkan anak-anaknya untuk mengembangkan setiap potensi yang dimiliki agar menjadi orang yang berguna. (2) Aplikasi konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dalam pendidikan Islam. Meliputi ; menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah kewajiban setiap manusia, pendidikan untuk perempuan sangat penting bagi perempuan dalam mengurus urusan keluarga di dalam rumah, perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu menjadi pendidik pertama di lingkungan keluarga, perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu mengarahkan anak-anaknya untuk mengembangkan setiap potensi yang dimiliki agar menjadi orang yang berguna. (3) Faktor-faktor yang melatarbelakangi konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini. Meliputi ; faktor keluarga, faktor lingkungan, faktor pendidikan dan faktor agama. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi para mahasiswa khusunya bagi peremuan, para peneliti, dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU JEPARA.
iv
MOTTO
(١٠٤ : )ال ﻋﻤﺮان Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.1 (Q.S. Ali Imran : 104).
1
hlm. 79.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : CV. Nala Dana, 2007),
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk : 1. Ayah dan Ibu tercinta (Rajimin dan Sri Sutampi), yang telah membesarkanku, mengasuh dan merawat serta memberikan pendidikan kepadaku. 2. Adik-adikku tersayang (M. Saifuddin dan Siska Veronica) yang selalu memberi semangat. 3. Nenek tersayang (Sutiah) yang senantiasa mendoakanku.
vi
memberi dukungan dan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamian, penulis panjatkan puji
dan syukur
kepada Allah s.w.t. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah s.a.w. beserta keluarganya dan para sahabatnya. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penulis mampu
menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Konsep Pendidikan Perempuan Menurut R.A. Kartini dan Aplikasinya dalam Pendidikan Islam (Analisis Perspektif Gender dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang)”. Sekripsi ini adalah wujud kerja keras penulis untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Strata 1 di UNISNU Jepara. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak, baik pada tahap persiapan, penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya, khususnya kepada keluarga penulis yang senantiasa memberikan bantuan moril maupun materiil sampai terselesaikannya studi. Ucapan terima kasih serta penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan pula kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. KH. Muhtarom HM, selaku Rektor UNISNU Jepara 2. Bapak Drs. H. Akhirin Ali, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara dan selaku pembimbing yang telah banyak memberikan petunjuk dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
vii
3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara yang telah mengajarkan ilmunya. 4. Rekan-rekan mahasiswa UNISNU Jepara Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. 5. Kepada semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu dalam kesempatan terbatas ini. Mudah-mudahan segala amalan mereka diterima disisi Allah s.w.t. Amin. Semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi penulis dan dapat memberi sumbangan terhadap pengembangan ilmu pendidikan pada umumnya serta dapat memberi masukan dan motivasi bagi para pembaca, khususnya bagi mahasiswa Unisnu Jepara. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu, kritik yang sifatnya mendidik dan dukungan yang membangun senantiasa penulis harapkan. Akhir kata, semoga Allah s.w.t. senantiasa meridhai segala usaha kita dan menggolongkan kita termasuk orang-orang yang beruntung. Amin.
Jepara,
Penulis
viii
September 2015
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, pnulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi material yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan dalam penelitian ini.
Jepara,
September 2015
Penulis
ALI MUHLISIN NIM. 131310001900
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii ABSTRAK ..................................................................................................... iv HALAMAN MOTTO ................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................... vii DEKLARASI ................................................................................................. ix DAFTAR ISI .................................................................................................. x BAB I : PENDAHULUAN ------------------------------------------------------ 1 A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 5 D. Manfaat Hasil Penelitian ......................................................... 5 E. Kajian Pustaka ......................................................................... 6 F. Metode Penelitian .................................................................... 7 G. Sistematika Penulisan Skripsi .................................................. 10 BAB II : LANDASAN TEORI --------------------------------------------------- 13 A. Perempuan dalam Islam ....................................................... 13 1. Hakikat Perempuan dalam Islam ............................................. 13 2. Kewajiban dan Hak Perempuan dalam Pendidikan ................. 15
x
B. Pendidikan Islam ................................................................... 18 1. Pengertian Pendidikan Islam ................................................... 18 2. Dasar Pendidikan Islam ........................................................... 20 3. Fungsi Pendidikan Islam ......................................................... 22 C. Pengenalan Gender ............................................................... 23 1. Pengertian Gender ................................................................... 23 2. Konsep Gender ........................................................................ 25 BAB III : KAJIAN OBYEK PENELITIAN ----------------------------------- 29 A. Sejarah Kehidupan R.A. Kartini ......................................... 29 1. Keluarga R.A. Kartini .............................................................. 29 2. Keadaan Masyarakat di Sekitar R.A. Kartini .......................... 31 3. Pendidikan R.A. Kartini .......................................................... 33 4. Bacaan R.A. Kartini ................................................................ 35 5. Hasil Karya R.A. Kartini ......................................................... 36 6. Konsep Pendidikan Perempuan menurut R.A. Kartini ............ 39 BAB IV : HASIL PENELITIAN ------------------------------------------------- 10 A. Konsep dan Analisis Pendidikan Perempuan menurut R.A. Kartini ............................................................................ 40 1. Menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah kewajiban setiap manusia ......................................................................... 40 2. Pendidikan untuk perempuan sangat penting bagi perempuan dalam mengurus urusan keluarga di dalam rumah .................. 42
xi
3. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu menjadi pendidik pertama di lingkungan keluarga .... 44 4. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu mengarahkan anak-anaknya untuk mengembangkan setiap potensi yang dimiliki agar menjadi orang yang berguna .................................................................................... 46 B. Aplikasi Konsep Pendidikan Perempuan Menurut R.A. Kartini dalam Pendidikan Islam .......................................... 47 1. Menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah kewajiban setiap manusia .................................................................................... 47 2. Pendidikan untuk perempuan sangat penting bagi perempuan dalam mengurus urusan keluarga di dalam rumah ................... 49 3. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu menjadi pendidik pertama di lingkungan keluarga .... 51 4. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu mengarahkan anak-anaknya untuk mengembangkan setiap potensi yang dimiliki agar menjadi orang yang berguna 54 C. Faktor-Faktor
yang
Melatarbelakangi
Konsep
Pendidikan Perempuan Menurut R.A. Kartini .................. 57 1. Faktor Keluarga ....................................................................... 57 2. Faktor Lingkungan .................................................................. 60 3. Faktor Pendidikan .................................................................... 61 4. Faktor Agama .......................................................................... 62
xii
BAB V : PENUTUP ---------------------------------------------------------------- 64 A. Kesimpulan .............................................................................. 64 B. Saran ........................................................................................ 67 C. Penutup .................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENULIS
xiii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Semangat perjuangan R.A. Kartini demikian luar biasa. Perhatian R.A. Kartini terhadap pendidikan perempuan sangat besar. Pemikiranpemikiran R.A. Kartini tentang persamaan hak perempuan untuk memperoleh pendidikan seperti dituangkan dalam surat-surat pribadinya yang diterbitkan pada tahun 1912 oleh J.H Abendanon dan diberi judul Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) menimbulkan semangat gerakan emansipasi perempuan di Indonesia dan negeri lain.1 Emansipasi perempuan dalam memperoleh kesempatan berpendidikan, berkarier dan berpolitik dibatasi karena adanya setatus putri kerajaan yang tidak boleh ke luar dari istana dan tidak boleh bergaul dengan masyarakat di luar istana dan adanya golongan petani yang selalu ditindas oleh penjajah Belanda menjadi perhatian R.A. Kartini. Di samping itu, budaya pernikahan di bawah umur dan perkawinan paksa juga memperburuk kesempatan perempuan untuk memperoleh pendidikan dan pengajajaran yang layak.2 R.A. Kartini sendiri telah menjadi korban dari penindasan adat sebagai seorang putri adipati yang tidak mempunyai kebebasan beraktifitas di luar kadipaten. Penindasan adat yang tidak memungkinkan perempuan untuk 1
Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1993), hlm. 237-238. 2 Sitisoemandari Soeroto, Kartini (Sebuah Biografi), (Jakarta : Djambatan, 2001), hlm. 5556.
1
2
menjadi mitra sejajar laki-laki. Tetapi sebaliknya, pada saat itu perempuan adalah budak laki-laki yang telah tertanam kuat berabad-abad.3 Oleh sebab itu, R.A. Kartini bertekat kuat untuk melawan penindasan terhadap perempuan seperti yang telah dialaminya sendiri. Dalam pandangan Islam, perempuan bukanlah musuh laki-laki dan bukan budak laki-laki. Tetapi sebaliknya, perempuan adalah pelengkap lakilaki dan laki-laki adalah pelengkap perempuan.4 Laki-laki tidak bisa hidup tanpa perempuan dan perempuan membutuhkan pendamping laki-laki. Jadi laki-laki dan perempuan saling membutuhkan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan merupakan kebutuhan yang esensial bagi manusia. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya, baik potensi jasmani maupun potensi rohani. Secara konseptual pendidikan nasional mendukung gagasan tentang pendidikan terpadu sebagaimana tertuang dalam rumusan tujuan Pendidikan Nasional pada Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II pasal 3, yaitu: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan, membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
3
72.
4
Hadi Priyanto, Kartini Pembaharu Peradaban, (Semarang : Surya Offset, 2010), hlm. 71-
Abdul Halim Abu Syuqqoh, Kebebasan Wanita terjemah Chairul Halim, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hlm. xiii.
3
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.5 Rumusan keterpaduan
dalam
tersebut
jelas
mengisyaratkan
mengembangkan
kualitas
betapa
manusia
pentingnya pada
semua
dimensinya. Dalam hal ini keseimbangan antara zikir, pikir dan ikhtiar harus benar-benar diwujudkan, karena hal tersebut merupakan manifestasi iman, ilmu dan amal. Membangun manusia yang cerdas harus bersamaan dengan kemantapan keimanan dan ketaqwaan, agar kecerdasan manusia tetap dalam sikap ketundukan dan pengakuan akan keberadaan Tuhan. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan juga harus disertai dengan penanaman budi pekerti luhur, agar manusia yang berpengetahuan tetap bersikap tawadhu’ (rendah hati) sehingga terjadi keseimbangan antara kesehatan jasmani dan rohani. Dalam konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat diistimewakan. Manusia yang mampu mengotimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia di sisi Tuhan, sebagaimana firman-Nya : ...
(١١ :
)
...niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
5
SISDIKNAS, Undang-Undang Sisdiknas RI No. 20 tahun 2003, (Bandung : Fokus Media, 2003), hlm. 6.
4
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 6 (Q.S. al-Mujadalah : 11) Orang yang diangkat Allah derajatnya lebih tinggi dari pada orang lain, pertama karena imannya, kedua karena ilmunya. Allah tidak akan mengangkat derajat seseorang disebabkan ia seorang laki-laki dan akan mengesampingkan seseorang karena ia perempuan. Berdasarkan ayat alQur’an di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan itu ditujukan pada semua orang baik kaum laki-laki maupun kaum perempuan. Dalam pendidikan, wanita mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendidik dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak. Pendidikan pertama kali yang diterima oleh anak adalah pendidikan dari seorang ibu. Seorang ibu dituntut untuk memberi pendidikan yang terbaik bagi anak dalam pendidikan keluarga karena ibulah yang memiliki waktu terbanyak bagi anak. Oleh sebab itu, seorang ibu harus berpendidikan yang cukup dan cerdas agar melahirkan generasi yang cerdas pula. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul “KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT R.A. KARTINI DAN APLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM (STUDI ANALISIS PERSPEKTIF GENDER DALAM BUKU HABIS GELAP TERBITLAH TERANG)”.
6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : CV. Nala Dana, 2007), hlm. 793.
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang peneliti uraikan di atas, maka masalah-masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini? 2. Bagaimana aplikasi konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dalam pendidikan Islam? 3. Apa faktor-faktor yang melatarbelakangi konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini?
C. Tujuan Penelitian Penelitian yang diajukan peneliti ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui bagaimana konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini 2. Mengetahui bagaimana aplikasi konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dalam pendidikan Islam 3. Mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini
D. Manfaat Hasil Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat utama sebagai berikut: 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan terhadap pengembangan ilmu pendidikan pada umumnya.
6
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, yaitu: a. Bagi kaum perempuan, yaitu : Sebagai bahan masukan dan motivasi untuk dapat menjadi pendidik yang baik dalam keluarga. b. Bagi peneliti,
yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan
keterampilan di bidang penelitian dan ilmu pengetahuan.
E. Kajian Pustaka Sejauh pengetahuan peneliti, tak ada satupun judul skripsi yang sama dengan judul yang peneliti ajukan. Akan tetapi, ada beberapa buku yang berkaitan dengan judul skripsi yang penulis ajukan, diantaranya : 1. Buku Habis Gelap Terbitlah Terang karya R.A. Kartini yang diterjemahkan oleh Armijn Pane, ialah buku dari kumpulan surat-surat R.A. Kartini yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda, kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya. 2. Buku Kartini dari Sisi Lain : Melacak Pemikiran Kartini tentang Emansipasi “Bangsa” yang disusun oleh Dri Arbaningsih. Buku ini memaparkan tentang jangkauan emansipasi Kartini lebih luas, yakni emansipasi “Bangsa” Jawa.
7
3. Buku Kartini (Sebuah Biografi) yang disusun oleh Sitisoemandari Soeroto. Buku ini memaparkan tentang silsilah keluarga R.A. Kartini dan menceritakn sejarah kehidupan R.A. Kartini. Buku Habis Gelap Terbitlah Terang karya R.A. Kartini yang diterjemahkan oleh Armijn Pane digunakan peneliti sebagai sumber referensi utama untuk mengetahui ide-ide dan pandangan R.A. Kartini tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan. Kemudian, buku Kartini dari Sisi Lain : Melacak Pemikiran Kartini tentang Emansipasi “Bangsa” yang disusun oleh Dri Arbaningsih digunakan peneliti sebagai referensi pendukung ide-ide dan pandangan R.A. Kartini tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan yang tertuang pada sumber referensi utama. Sedangkan Buku Kartini (Sebuah Biografi) yang disusun oleh Sitisoemandari Soeroto digunakan peneliti sebagai referensi pendukung untuk melacak silsilah keluarga R.A Kartini dan keadaan keluarganya.
F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah library research, yaitu Suatu research atau penelitian kepustakaan.7 Metode ini peneliti gunakan mengungkap data tentang pemikiran pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dengan jalan membaca,
7
Sutrisno Hadi, Metodologi Reseacrh, (Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987), hlm. 9.
8
menelaah buku-buku dan artikel yang berkaitan dengan tema penelitian ini. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dengan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi, analisis data bersifat induksi, dan hasil penelitian lebih menekankan makna dari pada generalisasi.8 2. Sumber Data Untuk memperoleh sampel sumber data dalam penelitian ini digunakan teknik purposive sampling dan bersifat snowball sampling. purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.9 Snowball sampling adalah
teknik
pengambilan sampel sumber data pada awalnya sedikit, lama-kelamaan menjadi banyak.10 Yang akan dilakukan peneliti adalah memilih buku utama kemudian mencari buku-buku pendamping yang berkaitan dengan penelitian.
8
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung : Alfabeta, 2008), hlm. 15. 9 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung : Alfabeta, 2008), hlm. 300. 10 Ibid.
9
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berasal dari kajian buku-buku yang sesuai dengan fokus penelitian. Fokus penelitian ini adalah kajian terhadap seberapa besar peran pemikiran R.A. Kartini mampu membangkitkan semangat perempuan dalam menuntut hak berpendidikan yang layak dan mampu diaplikasikan dalam pendidikan Islam yang mengarah pada tercapainya manusia yang bertakwa kepada Allah SWT atau insan kamil yang berkepribadian luhur, dengan belandaskan pada hukum-hukum Islam yang benar. Sumber data yang digunakan peneliti yaitu; Pemikiran pendidikan menurut R.A. Kartini mengunakan buku yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang karya Armijn Pane. Pendidikan Agama Islam : Upaya Pembentukan Pemikiran dan kepribadian muslim, serta dari berbagai sumber yang lain. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk
memperoleh
data-data
yang
diperlukan,
peneliti
menggunakan metode studi dokumentasi. Studi dokumentasi adalah telaah mendalam mengenai catatan peristiwa yang sudah berlaku melalui tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.11 4. Metode Analisis Data Penelitian yang bersifat kualitatif
ini menggunakan metode
analisis sebagai berikut : a. Metode Verifikasi
11
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung : Alfabeta, 2008), hlm. 329.
10
Metode verifikasi adalah metode verifikasi dilakukan dengan jalan memilah buku-buku yang menunjang dalam hubungannya dengan pemikiran R.A. Kartini tentang pendidikan perempuan, bukubuku berkaitan dengan persamaan hak perempuan dan buku-buku yang berkaitan dengan pendidikan Islam. b. Metode Induksi-Deduksi Pada setiap penelitian terdapat metode induksi-deduksi, atau sering disebut dengan siklus empiris. Induksi pada umumnya disebut generalisasi. Mengungkapkan data-data dalam jumlah tertentu secara khusus, dan atas dasar data itu menyusun sesuatu secara umum. Deduksi sering disebut eksplisitas. Mengungkapkan data secara khusus untuk menyusun sesuatu menjadi sifat-sifat yang lebih umum. Dengan kata lain analisis data induktif adalah analisis data spesifik dari lapangan menjadi unit-unit yang dilanjutkan dengan kategorisasi.12 Dalam hal juga ini digunakan analisa data secara deduktifinduktif, artinya pengupulan analisa data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data.
G. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memudahkan pembahasan, pemahaman yang jelas dalam membaca skripsi, maka disusunlah penulisan skripsi ini dengan sistematika sebagai berikut : 12
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung : Alfabeta, 2008), hlm. 335.
11
BAB I
: PENDAHULUAN Dalam hal ini dikemukakan : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, telaah pustaka, dan metode penelitian, yang meliputi : pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data.
BAB II
: LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang : pertama, perempuan dalam Islam meliputi : hakikat perempuan dalam Islam, kewajiban dan hak perempuan dalam pendidikan. Kedua, pendidikan Islam meliputi : pengertian pendidikan Islam, dasar pendidikan Islam, dan fungsi pendidikan Islam. Ketiga, pengenalan gender meliputi : pengertian gender dan konsep gender.
BAB III
: KAJIAN OBYEK PENELITIAN Pada bab ini berisi tentang pemaparan obyek penelitian yang berisi tentang sejarah kehidupan R.A. Kartini meliputi : keluarga R.A. Kartini, keadaan masyarakat di sekitar R.A. Kartini, pendidikan R.A. Kartini, bacaan R.A. Kartini, hasil karya R.A. Kartini dan Konsep Pendidikan Perempuan menurut R.A. Kartini.
BAB IV
: HASIL PENELITIAN
12
Bab ini berisi hasil penelitian dan telaah yang telah dilakukan oleh peneliti, terkait dengan konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini yang dipaparkan secara naratif deskriptif. Meliputi konsep dan analisis pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini, aplikasi konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dalam pendidikan
Islam,
dan
faktor-faktor
yang
melatarbelakangi konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini. BAB V
: PENUTUP Bab ini terdiri atas kesimpulan, saran dan penutup.
13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Perempuan dalam Islam 1. Hakikat Perempuan dalam Islam Konsep penciptaan perempuan merupakan hal yang sangat mendasar untuk dibahas. Berangkat dari hal ini, maka dapat ditarik benang merah konsep kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Al-Quran tidak menyebutkan secara rinci tentang asal-usul penciptaan perempuan, tetapi al-Quran menolak berbagai persepsi
yang membedakan diantara
keduanya.1 Al-Quran surat al-Nisa’ ayat pertama menjelaskan :
(١ : )اﻟﻨﺴﺎء... Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari jenis yang sama dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.2 (Q.S. al-Nisa’ : 1). Melalui ayat tersebut di atas, al-Quran telah mengikis pandangan masyarakat yang membedakan antara lelaki dan perempuan, terutama dalam
bidang
kemanusiaan.
Demikian
1
terlihat
bahwa
al-Quran
Ana Diana, “Perempuan Dalam Perspektif Islam”, http://anadianaazam.blogspot.com/2012/05.html, hlm. 1. 2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : CV. Nala Dana, 2007), hlm. 99.
13
14
mendudukkan perempuan pada tempat yang sewajarnya dan meluruskan pandangan yang salah terkait dengan posisi ataupun asal kejadiannya.3 Secara garis besar pandangan tentang kedudukan diri peran wanita dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian. Pertama, perempuan dipandang inferior dan komplementer terhadap laki-laki. Kedua, perempuan dipandang sepenuhnya setara dan mitra bagi laki-laki.4 Pada dasarnya walau bagaimanapun laki-laki dan perempuan adalah dua organisme sejenis tapi berbeda secara esensialnya. Pada diri masing-masing sel tubuhnya mengandung tipologi jenis kelamin, berlaku pada organ-organ tubuhnya, serta sistem syarafnya. Sebagaimana dalam hukum
ilmu
perbintangan,
hukum
psikologi
juga
tidak
bisa
dikompromikan, artinya bisa dikatakan tidak mungkin menempatkan hasrat manusia pada posisinya tanpa melihat esensi masing-masing sehingga mau tidak mau manusia harus menerima apa adanya apa yang ada pada diri mereka. Dengan kata lain bagi kaum perempuan, mereka harus mengembangkan kapabilitas mereka sesuai dengan tabiatnya dan tidak harus mengekor pada pria. Perlu di ingat, dengan tetap menjaga esensinya sebagai perempuan, mereka akan memiliki peran yang jauh lebih penting dan lebih luhur dalam hal kapabilitas membangun peradaban dari pada
3
Ana Diana, “Perempuan Dalam Perspektif Islam”, http://anadianaazam.blogspot.com/2012/05.html, hlm. 1. 4 Prof. Dr. Hj. Siti Muri’ah, Nilai-Nilai Pendidikan Islam & Wanita Karir, (Semarang : Rasail Media Group, 2011), Cet. 1, hlm. 13.
15
pria sehingga tentu perempuan tak harus meninggalkan fungsi-fungsi definitif sebagaimana yang telah ditetapkan pada mereka.5 Dalam diskursus Islam, laki-laki dan perempuan secara tegas dinyatakan setara dan harus bahu membahu dalam bentuk kemitraan yang sinergis.
2. Kewajiban dan Hak Perempuan dalam Pendidikan Islam, ketika dunia kemanusiaan berada dalam kegelapan tanpa cahaya keimanan kepada Allah s.w.t. dan kejahilan ilmu pengetahuan, telah memberikan penghargaan terhadap manusia dengan meletakkan ilmu dan pendidikan sebagai satu keperluan bagi setiap individu tanpa membedakan jenis, derajat dan umur. Dengan prinsip ini, tampaklah satu sifat khusus yang ada pada Islam sebagai sebuah agama unggul yaitu penekanan yang serius terhadap pencapaian ilmu dalam berbagai bidang.6 Dengan ciri khusus dan istimewa ini, dunia menyaksikan Islam sebagai sebuah agama dan cara hidup yang memberikan kebebasan pada perempuan untuk menuntut ilmu dan memperjuangkan keberadaanya sebagai rekan/partner kaum laki-laki dalam kehidupan yang menyeluruh. Islam tidak membedakan pendidikan anak laki-laki dan perempuan, kecuali berkaitan dengan fitrah masing-masing. Kewajiban
5
Muh. Hadi Bashori, “Perempuan dan Laki-Laki, Serupa Tapi Tak Sama”, http://m.dakwatuna.com/2013/05/07/32767/#axzz2dkS4bZHZ, hlm. 1. 6 Kamarul Azmi, Wanita dalam Dakwah dan Pendidikan, (Malaysia : Universiti Teknologi Malaysia, 2008), Cet. 1, hlm. 2.
16
dan keutamaan mencari ilmu berlaku bagi seluruh umat Islam, baik lakilaki maupun perempuan. Tanpa memiliki ilmu pengetahuan, perempuan tidak dapat mencapai kesempurnaan fitrah dan mengembangkan kemampuan mental mereka. Tanpa ilmu juga perempuan tidak mampu menggunakan kemampuan fisik mereka dengan baik dan selanjutnya meninggikan pencapaian spiritual mereka sebagaimana kaum laki-laki. Harus diakui bahwa pembidangan ilmu pada masa awal Islam belum sebanyak dan seluas masa kita dewasa ini. Namun, Islam tidak membedakan antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya. 7 Sejarah datangnya Islam berikut sistem nilai (value system) yang dibawanya menunjukkan adanya proses terbentuknya suatu peradaban manusia secara utuh (kaffah). Salah satu pesan dari proses tersebut adalah adanya nilai-nilai Islam yang memberdayakan perempuan sebagai makhluk Tuhan yang memiliki hak, kewajiban, peran dan kesempatan yang sama dalam kehidupan di dunia ini sebagaimana kaum laki-laki.8 Salah satu hak paling penting yang diberikan Islam kepada kaum perempuan adalah hak pendidikan. Secara kuat Islam mendorong adanya pendidikan bagi perempuan baik dalam wilayah agama maupun dalam wilayah sosial. Pendidikan perempuan dan pembelajaran budaya dihargai sebagai sebuah dimensi perkembangan sosial yang integral. Tidak ada 7
Kamarul Azmi, Wanita dalam Dakwah dan Pendidikan, (Malaysia : Universiti Teknologi Malaysia, 2008), Cet. 1, hlm. 2. 8 Fihris Sa’adah, M.Ag., Reformasi Pendidikan Wanita Pada Masa Rasulullah SAW, (Semarang : Walisongo Press, 2008), Cet. 1, hlm. 2.
17
prioritas bagi laki-laki di atas perempuan sehubungan dengan hak pendidikan. Laki-laki dan perempuan sama-sama didorong untuk memperoleh pendidikan.9 Dalam kaitannya dengan hal ini Allah s.w.t. telah berfirman dalam surat al-Taubah ayat 122 :
(١٢٢ : )اﻟﺘﻮﺑﺔ Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.10 (Q.S. al-Taubah : 122). Al-Qur’an juga memandang sama antara laki-laki dan perempuan dalam hal kesempatan untuk mendapat pengetahuan. Keduanya dianjurkan agar memperdalam ilmu pengetahuan dalam rangka menghilangkan kebodohan diri dan umat yang ada disekitarnya.11 Ilmu pengetahuan dan pendidikan merupakan hal yang sangat ditekankan dalam Islam. Islam menganjurkan para pemeluknya agar mencerahkan diri dengan ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan
9
Dr. Haifa A. Jawad, Otentikasi Hak-Hak Perempuan (Perspektif Islam atas Kesetaraan Jender), (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2002), Cet. 1, hlm. 68. 10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : CV. Nala Dana, 2007), hlm. 277. 11 Prof. Dr. H. Muhibbin, MA., Pandangan Islam Terhadap Perempuan, (Semarang : Rasail Media Group, 2007), Cet. 1, hlm. 12.
18
lainnya. Islam menempatkan orang yang menuntut ilmu pengetahuan pada tempat yang sangat dihargai dan dimuliakan.12
B. Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Pengertian pendidikan Islam berangkat dari tiga kata yang populer, yaitu tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Ketiga kata tersebut telah lama digunakan, akan tetapi dalam perjalanan sejarahnya kata tarbiyah lebih banyak digunakan hingga sekarang. Meskipun ketiga kata tersebut dalam hal-hal tertentu memiliki makna yang sama, tetapi secara esensial memiliki perbedaan baik secara tekstual maupun kontekstual. Kata ( ﺗرﺑﯾﺔtarbiyah) diartikan memberi makan, memelihara, dan mengasuh. Walaupun memiliki banyak arti, tetapi pengertian dasarnya menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur dan menjaga kelestarian atau eksistensinya. Dengan demikian, proses pendidikan Islam berakar pada pendidikan yang diberikan Allah sebagai pendidikan seluruh makhluk-Nya.13 Kata ( ﺗﻌﻠﯾمta’lim) diartikan mengajar, yang mengandung pengertian
transfer
of
knowledge
(pemindahan
atau
pengiriman
pengetahuan). Oleh karena itu makna ta’lim tidak hanya terbatas pada 12
Dr. Haifa A. Jawad, Dr. Haifa A. Jawad, Otentikasi Hak-Hak Perempuan (Perspektif Islam atas Kesetaraan Jender), (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2002), Cet. 1, hlm. 59. 13 Prof. Dr. Hj. Siti Muri’ah, Nilai-Nilai Pendidikan Islam & Wanita Karir, (Semarang : Rasail Media Group, 2011), Cet. 1, hlm. 2.
19
pengetahuan yang lahiriyah, tetapi mencakup pengetahuan teoritis, mengulang secara lisan, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan, perintah untuk melaksanakan pengetahuan dan pedoman untuk berperilaku.14 Dan Kata ( ﺗﺄدﯾبta’dib) diartikan pembinaan budi pekerti, dalam devinisi ini terkandung ilmu dan amal. Jalinan ketiganya itulah yang merupakan pendidikan Islam baik formal maupun non formal.15 Dalam bahasa Inggris education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi peningkatan (to elicit, to give rise to) dan mengembangkan (to evelop, to develop). Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.16 Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan representatif (mewakili/mencerminkan disegala segi) pendidikan ialah seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan.17
14
Prof. Dr. Hj. Siti Muri’ah, Nilai-Nilai Pendidikan Islam & Wanita Karir, (Semarang : Rasail Media Group, 2011), Cet. 1, hlm. 3. 15 Prof. Drs. H. Ahmad Ludjito, dkk., (Guru Besar Bicara) Mengembangkan Keilmuan Pendidikan Islam, (Semarang : Rasail Media Group, 2010), Cet. 1, hlm. 6. 16 Muhibbin Syah, M.Ed, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : PT. Remaja Posdakarya, 2000), Cet. 5 (revisi), hlm. 10. 17 Ibid.
20
2. Dasar Pendidikan Islam Dasar pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan Islam.18 Menurut Hasan Langgulung, dasar operasional pendidikan Islam terdapat enam macam, yaitu historis, sosiologis, ekonomi, politik dan administrasi, psikologis, dan filosofis, kemudian dari yang enam itu ditambahkan lagi dengan religius oleh Dr. Abdul Mujib, M.Ag. Agar lebih sistematis, berikut ini akan dijabarkan 7 (tujuh) bagian dari dasar-dasar ilmu pendidikan Islam :19 a. Dasar Historis Dasar
historis
adalah
dasar
yang
berorientasi
pada
pengalaman pendidikan masa lalu, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan-peraturan, agar kebijakan yang ditempuh masa kini akan lebih baik. Dasar ini juga dapat dijadikan acuan untuk memprediksi masa depan, karena dasar ini memberi data input tentang kelebihan dan kekurangan kebijakan serta maju mundurnya prestasi pendidikan yang telah ditempuh. Misalnya, bangsa Arab memiliki kegemaran untuk bersastra, maka pendidikan sastra di Arab menjadi penting dalam kurikulum masa kini, sebab sastra selain menjadi identitas dan potensi akademik bagi bangsa Arab juga sebagai sumber perekat bangsa. b. Dasar Sosiologis 18 19
Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 44. Ibid.
21
Dasar sosiologis adalah dasar yang memberikan kerangka sosiobudaya,
yang mana dengan sosiobudaya itu pendidikan
dilaksanakan. Dasar ini juga berfungsi sebagai tolok ukur dalam prestasi belajar. Artinya, tinggi rendahnya suatu pendidikan dapat diukur dari tingkat relevansi output pendidikan dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. c. Dasar Ekonomi Dasar ekonomi adalah dasar yang memberikan perspektif tentang potensi-potensi finansial, menggali dan mengatur sumbersumber, serta bertanggung jawab terhadap rencana dan anggaran pembelanjaannya. Oleh karena pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang luhur, maka sumber-sumber finansial dalam menghidupkan pendidikan harus bersih, suci dan tidak bercampur dengan harta benda yang syubhat. d. Dasar Politik dan Administratif Dasar politik dan administrasi adalah dasar yang memberikan bingkai ideologis, yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan direncanakan bersama. Dasar politik menjadi penting untuk pemerataan pendidikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. e. Dasar Psikologi Dasar psikologi adalah dasar yang memberikan informasi tentang bakat, minat, watak, karakter, motivasi dan inovasi peserta
22
didik, pendidik, tenaga administrsi, serta sumber daya manusia yang lain. Dasar ini berguna juga untuk mengetahui tingkat kepuasan dan kesejahteraan batiniah pelaku pendidikan, agar mereka mampu meningkatkan prestasi dan kompetisi dengan cara yang baik dan sehat. f. Dasar Filosofis Dasar filosofis adalah dasar yang memberi kemampuan untuk memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya. Bagi masyarakat sekuler, dasar ini menjadi acuan terpenting dalam pendidikan, sebab filsafat bagi mereka merupakan induk dari segala dasar pendidikan. Sementara bagi masyarakat religius, seperti masyarakat muslim, dasar ini sekadar menjadi bagian dari cara berpikir dibidang pendidikan secara sistematik, radikal, dan universal yang asas-asasnya diturunkan dari nilai ilahiah. g. Dasar Religius Dasar religius adalah dasar yang diturunkan dari ajaran agama. Dasar ini secara detail telah dijelaskan pada sumber pendidikan Islam. Dasar ini menjadi penting dalam pendidikan Islam, sebab dengan dasar ini maka semua kegiatan pendidikan menjadi bermakna.
3. Fungsi Pendidikan Islam Fungsi pendidikan Islam adalah sebagai berikut :20
20
Ahmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 36-37.
23
b) Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenal jati diri manusia, alam sekitarnya dan mengenai kebesaran ilahi, sehingga tumbuh kemampuan membaca (analisis) fenomena alam dan kehidupan serta memahami hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Dengan himbauan ini akan menumbuhkan kreativitas sebagai implementasi identifikasi diri pada Tuhan "pencipta". c) Membebaskan manusia dari segala analisis yang dapat merendahkan martabat manusia (fitrah manusia), baik yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar. d) Mengembalikan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan kehidupan baik individu maupun sosial.
C. Pengenalan Gender 1. Pengertian Gender Dewasa ini kata gender telah menjadi salah satu agenda pembicaraan dalam diskusi dan tulisan sekitar perubahan sosial. Hampir semua uraian tentang pengembangan masyarakat memperbicangkan masalah gender. Persoalannya kata gender merupakan kata dan konsep asing, sehingga usaha penguraiannya dalam konteks Indonesia sangat rumit dilakukan. Gender termasuk kosa kata baru dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris yang berarti “jenis kelamin”. Arti ini tentunya
24
juga kurang tepat karena menyamakan gender dengan seks (jenis kelamin).21 Gender memiliki pengertian perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bukan pada tataran biologis dan kodrat Tuhan, melainkan dalam tataran sosial budaya.22 Pengertian gender versi Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Perempuan, adalah “interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin (laki-laki dan perempuan)”. Sedangkan Elaine Showalter, sebagaimana dikutip oleh Nasaruddin Umar, mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari kontruksi sosial budaya. Ia menekankannya sebagai konsep analisis yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu.23 Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa terintegrasinya alam laki-laki dan perempuan berarti tidak ada yang inferior dan superior dan kenyataan ini membuktikan bahwa konstruksi kultural merupakan transendensi dari konstruksi biologis, sehingga menghilangkan perbedaan jenis kelamin dari segi “biologis”. Karena itu “gender” adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi “non-biologis” (sosial budaya).24
21
Dr. Hj. Siti Muriah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, (Bandung : Angkasa Bandung, tanpa tahun), Cet. 1, hlm. 44. 22 Elfi Muawanah, M.Pd., Pendidikan Gender dan Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta : Penerbit Teras, 2009), hlm. 8. 23 Dr. Hj. Siti Muriah, op.cit., Cet. 1, hlm. 45. 24 Ibid., Cet. 1, hlm. 46.
25
Oleh karena itu, watak sosial dan budaya selalu mengalami perubahan dalam sejarah, gender juga berubah dari waktu ke waktu, dari satu tempat ke tempat yang lain. Sementara jenis kelamin sebagai kodrat Tuhan dan tidak mengalami perubahan dengan konsekuensi-konsekuensi logisnya. Dengan demikian gender menyangkut aturan sosial yang berkaitan dengan jenis kelamin manusia laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis dalam hal alat reproduksi antara laki-laki dan perempuan memang membawa konsekuensi fungsi reproduksi yang berbeda (perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui; laki-laki membuahi dengan spermatozoa). Jenis kelamin biologis inilah merupakan ciptaan Tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan dan berlaku sepanjang zaman.
2. Konsep Gender Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil. Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini sering sekali mencampur adukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati (gender).25
25
Herien Puspitawati, “Konsep Teori dan http://ikk.fema.ipb.ac.id/v2/images/karyailmiah/gender.pdf, hlm. 1.
Analisis
Gender”,
26
Perbedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada manusia perempuan dan laki-laki untuk membangun gambaran relasi gender yang dinamis dan tepat serta cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Secara umum adanya gender telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana manusia beraktivitas. Sedemikian rupanya perbedaan gender ini melekat pada cara pandang kita, sehingga kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri biologis yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki. Kata “gender” dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Gender dipahami sebagai suatu konsep mengenai peran laki-laki dan perempuan di suatu masa dan kultur tertentu yang dikonstruksi secara sosial. Gender sebagai konsep yang mengacu pada peran dan
27
tanggungjawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.26 Memahami konsep gender harus dimulai dengan pemahaman terhadap perbedaan antara kata “gender dan seks”. Konsep gender adalah sesuatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural dengan aspek-aspek nonbiologis lainnya, misalnya perempuan itu identik dengan aspek feminitas/nisaiyah seseorang yaitu cantik, lemah lembut, emosional, keibuan, dan sebagainya. Gender memiliki ciri pensifatan yang dapat dipertukarkan. Artinya ada pria yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan-perubahan bisa saja terjadi kapan saja dan dimana saja. Sedangkan pria dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa, dan seterusnya. Jadi perkembangannya lebih menekankan aspek maskulinitas/rujuliah atau feminitas seseorang. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain dan dari tempat yang satu ke tempat yang lain, itulah yang dikenal dengan “konsep gender”.27 Dengan demikian gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya gender bervariasi dari satu 26
Elfi Muawanah, M.Pd., Pendidikan Gender dan Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta : Penerbit Teras, 2009), hlm. 7. 27 Dr. Hj. Siti Muriah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, (Bandung : Angkasa Bandung, tanpa tahun), Cet. 1, hlm. 46.
28
tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan budaya setempat. Namun demikian, kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi indikator kepantasan dalam berperilaku yang akhirnya berujung pada pembatasan hak, akses, partisipasi, kontrol dan menikmati manfaat dari sumberdaya dan informasi. Akhirnya tuntutan peran, tugas, kedudukan dan kewajiban yang pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan dan yang tidak pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan sangat bervariasi dari masyarakat satu ke masyarakat lainnya. Ada sebagian masyarakat yang sangat kaku membatasi peran yang pantas dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, misalnya tabu bagi seorang laki-laki masuk ke dapur atau mengendong anaknya di depan umum dan tabu bagi seorang perempuan untuk sering keluar rumah untuk bekerja. Ada juga sebagian masyarakat yang fleksibel dalam memperbolehkan laki-laki dan perempuan melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya perempuan diperbolehkan bekerja sebagai kuli seperti mencangkul di ladang/sawah, sedangkan sebagian laki-laki beradu di meja judi. 28
28
Herien Puspitawati, “Konsep Teori dan http://ikk.fema.ipb.ac.id/v2/images/karyailmiah/gender.pdf, hlm. 2.
Analisis
Gender”,
29
BAB III KAJIAN OBYEK PENELITIAN
A. Sejarah Kehidupan R.A. Kartini 1. Keluarga R.A. Kartini SILSILAH KELUARGA SOSRONINGRAT1 R.M.A.A. Sosroningrat – Bupati Jepara
Garwo Ampil : M.A. Ngasirah
Garwo Padmi : R.A. Maryam
1
R.M. Slamet
Lahir 15 Juni 1873
3
R.A. Sulastri
2
R.M. Busono
Lahir 11 Mei 1874
6
R.A. Rukmini
4
R.M. Kartono
8
R.A. Kartinah
5
R.A. Kartini
7
R.A. Kardinah
9
R.M. Muljono
10
R.A. Sumatri
11
R.M. Rawito
Lahir 10 April 1877 Lahir 21 April 1879 Lahir 1 Maret 1881 Lahir 26 Desember 1885 Lahir 11 Maret 1888 Lahir 16 Oktober 1892
Lahir 9 Januari 1877 Lahir 4 Juli 1880 Lahir 3 Juni 1883
Pada skema di atas terlihat jelas urutan putra dan putri R.M.A.A. Sosroningrat, serta dari istri mana mereka dilahirkan. Di bawah ini disajikan kesebelas nama putra dan putri beliau R.M.A.A. Sosroningrat.
1
-
Anak pertama : R.M. Slamet
-
Anak kedua : R.M. Busono, bergelar P.A. Sosrobusono, Bupati Ngawi
Sitisoemandari Soeroto, Kartini Sebuah Biografi, (Jakarta : Djambatan, 2001), Cet. 6,
hlm. 4.
29
30
-
Anak ketiga : R.A. Sulastri, menikah dengan R. Cokrohadisosro, Patih Kendal
-
Anak keempat : R.M. Kartono, bergelar R.M.P. Sosrokartono terkenal sebagai “Ndoro Sosro”
-
Anak kelima : R.A. Kartini, menikah dengan R.A.A. Joyoadiningrat
-
Anak keenam : R.A. Rukmini, menikah dengan R. Santoso
-
Anak ketujuh : R.A. Kardinah,
menikah dengan R.M.A.A.
Reksonegoro, Patih Pemalang, kemudian menjadi Bupati Tegal -
Anak kedelapan : R.A. Kartinah, menikah dengan R. Dirjoprawiro
-
Anak kesembilan : R.M. Mulyono
-
Anak kesepuluh : R.A. Sumatri, menikah dengan R. Sosrohadikusumo
-
Anak kesebelas : R.M. Rawito Adapun cerita sekitar R.A. Kartini dan ayah beliau serta “Tiga
Serangkai” : Kartini – Rukmini – Kardinah. Ketiganya merupakan “Tiga Saudara” yang tidak terpisahkan dan selalu bekerja sama sampai saat Kardinah menikah. Kepada putra putri Sosroningrat lainnya juga diberikan perhatian semestinya. Beberapa diantara mereka tidak banyak yang diketahui. kartini pun tidak menyebut nama serta peranan mereka dalam surat-suratnya. Raden Ajeng Kartini, beliau adalah cucu Pangeran Ario Tjondronegoro, Bupati Demak yang terkenal suka kemajuan. Beliaulah Bupati pertama yang mendidik anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan dengan pelajaran barat. Beberapa tahun sebelum beliau wafat,
31
berpesan “anak-anakku, jika tidak mendapat pelajaran, engkau tidak akan mendapat kesenangan, turunan kita akan mundur, ingatlah”.2 Sepeninggal beliau, namanya masih juga disebut-sebut orang dengan hormatnya. Meskipun demikian majunya, tetapi pendidikan anakanak perempuan masih sedikit jika dibandingkan dengan anak laki-laki yang diberi kesempatan untuk belajar lebih banyak sesuai yang mereka inginkan. Kartini lahir di Mayong pada tanggal 21 April 1879 Kabupaten Jepara. Beliau anak yang kelima dari sebelas bersaudara kandung dan tiri. Saudara sulungnya ialah R.M. Sosroningrat, kemudian Pangeran A. Sosrobusono, yang menjadi Bupati Ngawi, kemudian Raden Ayu Tjokroadisosro, dan Drs. R.M. Sosrokartono. Adik-adik R.A. Kartini ialah R.A. Rukmini yang kemudian menjadi R.A. Santoso (Kudus), R.A. Kardinah yang kemudian menjadi R.A. Reksonegoro, yang menjadi Bupati Tegal, R.A. Kartinah yang menjadi R.A. Sosrohadikusumo, dan R.M. Sosrorawito.3
2. Keadaan Masyarakat di Sekitar R.A. Kartini Masyarakat disekeliling R.A. Kartini sudah mulai tergoyang dari akarnya, yang tumbuh di dalam tanah adat istiadat dan agama. Ke dalam masyarakat itu sudah datang pengaruh Barat, menjadi pendorong dan
2
Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), Cet. 26, hlm. 2. 3 Ibid., hlm. 8.
32
teladan dalam berbagai perkara. Pihak yang tua suka akan pengajaran dan apa yang datang dari Barat agar dapat maju dan berkembang. Tetapi hendaknya yang diambil hanya yang dianggap penting dan perlu.4 R.A. Kartini telah memperoleh pendidikan Barat, menghendaki adat istiadat dan agama diubah dengan segera. Adat istiadat pada saat itu tidak memperbolehkan perempuan berpendidikan dan tidak diperbolehkan bekerja di luar rumah, menduduki jabatan di dalam masyarakat maupun pemerintahan. Perempuan hendaknya bersedia dinikahkan dengan pilihan orang tuanya, karena hanya pernikahan itulah yang boleh dicita-citakan oleh anak perempuan pada saat itu.5 Perempuan jika sudah berumur dua belas tahun ditutup di dalam rumah, tidak lagi diberi kebebasan mendapatkan pendidikan. Perempuan hanya diwajibkan mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya. Dengan demikian, banyak kewajiban yang dibebankan kepada perempuan dalam urusan rumah tangga tetapi hak-hak untuk mendapat pengajaran tidak ia dapatkan.6 Lepas dari pingitan, Kartini diminta oleh orang tuanya untuk menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sebelumnya telah menikah dan memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini sehingga ia diberi kebebasan dan didukung mendirikan 4
Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), Cet. 26, hlm. 8. 5 Ibid., hlm. 15 6 Ibid., hlm. 16.
33
sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang. Dari pernikahannya dengan bupati Rembang, Kartini dikaruniai seorang putra pertama sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Empat hari kemudia setelah melahirkan, R.A. Kartini wafat pada tanggal 17 September 1904 diusia 25 tahun dan dimakamkan di Desa Bulu Kecamatan Bulu Kabupaten Rembang.7
3. Pendidikan R.A. Kartini Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, perempuanperempuan di negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti kaum laki-laki bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami. R.A. Kartini hanya sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat sekolah dasar. Setelah tamat E.L.S, Kartini pun dipingit sebagaimana kebiasaan atau adat-istiadat yang berlaku, dimana setelah seorang perempuan tamat sekolah di tingkat sekolah dasar, perempuan tersebut harus menjalani masa pingit sampai tiba saatnya untuk menikah. Sejak saat itu, Kartini pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan perempuan bangsanya. Pada tanggal 8 Agustus 1900 R.A. Kartini berkenalan dengan Mr. Abendanon dan istrinya yang kemudian 7
Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), Cet. 26, hlm. 14.
34
cita-cita R.A. Kartini banyak terbimbing oleh Mr. Abendanon dan istrinya. Selain membaca R.A. kartini juga gemar menulis karangan dalam majalah dan surat kabar. Kerap kali ia mendapat permintaan untuk mengarang. R.A. Kartini berkeinginan untuk belajar ke negeri Belanda bersama Rukmini saudaranya karena mendapat beasiswa belajar disana, namun setelah bertemu dengan Mr. Abendanon pada tanggal 25 Januari 1903, R.A. Kartini mendapat nasehat untuk tidak pergi ke Belanda karena akan merusak cita-citanya. R.A. Kartini juga berkeinginan untuk pergi ke Betawi (Jakarta) sekolah dokter, juga berkeinginan pula masuk sekolah guru di Betawi (Jakarta) supaya dapat menjadi guru yang lebih baik di sekolah anak perempuan yang akan didirikannya nanti. R.A. Kartini juga bercita-cita ke Mojokerto belajar menjadi vroedvrouw (bidan).8 Namun cita-citanya untuk belajar di Betawi (Jakarta) harus ia urungkan karena R.A. Kartini akan dinikahkan oleh orang tuanya. Disamping itu, Mr. Abendanon juga memberi nasehat untuk tetap bersemangat mendirikan sekolah sendiri. Maka oleh R.A. Kartini dan adiknya Kardinah mulai mendirikan sekolah.9 Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Semuanya itu diberikan secara gratis tanpa memungut biaya. Berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan sekalipun. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah di
8
Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), Cet. 26, hlm. 12. 9 Ibid., hlm. 14.
35
Rembang di samping sekolah di Jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah.
4. Bacaan R.A. Kartini R.A. Kartini mulai masuk pingitan pada tahun 1892, ketika ia berumur 12,5
tahun.
Ia harus meninggalkan segala apa
yang
menyenangkan di sekolah. R.A. Kartini sudah dianggap cukup besar untuk tunduk pada adat istiadat dan harus dipingit di dalam rumahnya tanpa ada hubungan dengan dunia luar sampai
nanti
ada laki-laki
yang
meminangnya.10 Sebenarnya hati kecil Kartini memberontak, keinginannya untuk bebas terbelenggu oleh tebalnya dinding kediaman orang tuanya. Namun, ia berusaha menghibur diri. Kartini mampu berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satu sahabat penanya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima Leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun
10
Efatino Febriana, Kartini Mati Dibunuh : Membongkar Hubungan Kartini dan Freemason, (Yogyakarta : Navila Idea, 2010), Cet. 1, hlm. 32.
36
kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie.11 Beberapa buku yang di baca oleh R.A. Kartini sebelum berumur 20 tahun di antaranya Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus, romanfeminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek, dan Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata), sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner. 12 Dari hasil membaca, Kartini mulai mengutip beberapa kalimat hingga akhirnya ia mengirimkan buah pemikirannya ke beberapa majalah berbahasa Belanda, di antaranya De Hollandsche Lelie. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
5. Hasil Karya R.A. Kartini Setelah meninggalnya Kartini, surat-surat R.A. Kartini kemudian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku. Apa yang terdapat dalam buku itu sangat berpengaruh besar dalam mendorong kemajuan
11
Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas, “Kartini”, http://id.wikipedia.org/wiki/kartini, hlm. 2. 12 Phie, “Kartini dan Belenggu Pingitan”, http://asree84.wordpress.com/2011/04/21/kartinibelenggu-pingitan/, hlm. 1.
37
perempuan Indonesia karena isi tulisan tersebut telah menjadi sumber motivasi perjuangan bagi kaum perempuan Indonesia di kemudian hari. Hasil karya R.A. Kartini, diantaranya : a. Habis Gelap Terbitlah Terang Buku Habis Gelap Terbitlah Terang “Door Duisternis tot Licht” oleh Empat Saudara, disajikan dalam bahasa Melayu dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang Boeah Pikiran” pada tahun 1922. Armijn Pane, tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” diterbitkan kembali dalam format yang berbeda dengan buku-buku terjemahan dari “Door Duisternis Tot Licht” oleh Armijn Pane pada 1938. Hasil karya R.A. Kartini "Habis Gelap Terbitlah Terang" Diterbitkan oleh Balai Pustaka Jakarta, cetakan pertama diterbitkan tahun 1945, dan kemudian tahun 2008 telah diterbitkan cetakan kedua puluh lima dan kedua puluh enam. b. Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904 Buku lain yang berisi terjemahan surat-surat Kartini adalah “Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904”. Penerjemahnya adalah Joost Cote. Buku “Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904” memuat 108 surat-surat Kartini kepada Nyonya Rosa Manuela Abendanon-Mandri dan suaminya J.H. Abendanon.
38
Termasuk di dalamnya : 46 surat yang dibuat Rukmini, Kardinah, Kartinah dan Soematrie. c. Surat-Surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya Surat-surat Kartini juga diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno. Sulastin menerjemahkan ”Door Duisternis Tot Licht” di Universitas Leiden, Belanda, tahun 1972. Salah seorang dosen pembimbing di Leiden meminta Sulastin untuk menerjemahkan buku kumpulan surat-surat Kartini. Kemudian pada 1979 buku “Door Duisternis Tot Licht” terjemahan Sulastin Sutrisno versi lengkap diterbitkan. d. Kartini Surat-Surat kepada Ny. R.M. Abendanon-Mandri dan Suaminya Oleh Sulastin Sutrisno pada akhir tahun 1987, memberi gambaran baru tentang Kartini lewat buku Kartini Surat-surat kepada Ny. R.M. Abendanon-Mandri dan suaminya. e. Panggil Aku Kartini Saja Selain berupa kumpulan surat, bacaan yang lebih memusatkan pada pemikiran Kartini juga diterbitkan. Salah satunya adalah buku “Panggil Aku Kartini Saja” karya Pramoedya Ananta Toer. f. Aku Mau… Feminisme dan Nasionalisme Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903 : Sebuah buku kumpulan surat kepada Stella Zeehandelaar periode 1899-1903. Isinya memperlihatkan wajah lain Kartini. Koleksi surat Kartini itu dikumpulkan Dr. Joost Coté, diterjemahkan dengan judul
39
“Aku Mau … Feminisme dan Nasionalisme”. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903. “Aku Mau …” adalah moto Kartini.
6. Konsep Pendidikan Perempuan menurut R.A. Kartini a. Menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah kewajiban setiap manusia. Sebagaimana surat R.A. Kartini kepada Ny. Abendanon, tanggal 4 September 1901. b. Pendidikan untuk perempuan sangat penting bagi perempuan dalam mengurus urusan keluarga di dalam rumah. c. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu menjadi pendidik pertama di lingkungan keluarga. d. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu mengarahkan anak-anaknya untuk mengembangkan setiap potensi yang dimiliki agar menjadi orang yang berguna.
Apa yang sudah dilakukan R.A. Kartini sangatlah besar pengaruhnya kepada kebangkitan bangsa ini. Mungkin akan lebih besar dan lebih banyak lagi yang akan dilakukannya seandainya Allah memberikan usia yang panjang kepadanya. Namun Allah berkehendak lain. Mengingat besarnya jasa Kartini pada bangsa ini maka atas nama negara, pada pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Pertama Republik
40
Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
41
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Konsep dan Analisis Pendidikan Perempuan menurut R.A. Kartini 1. Menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah kewajiban setiap manusia. R.A. Kartini juga mengajarkan untuk menuntut ilmu tetapi tidak lupa untuk mengamalkan ilmu tersebut. Hal ini dapat dilihat dari surat R.A. Kartini kepada Ny. Abendanon, tanggal 4 September 1901 : Pergilah, usahakanlah, wujudkanlah cita-citamu. bekerjalah bagi kehidupan di hari kemudian. Kerjalah untuk kebahagiaan beriburibu orang yang tertindas di bawah hukum yang tidak adil dan paham-paham yang palsu tentang mana yang benar mana yang salah. Pergilah, pergilah menderita dan berjuang, tetapi usahakanlah untuk kepentingan yang abadi. 1 Sesungguhnya ilmu adalah cahaya dan petunjuk, sedangkan kebodohan adalah kegelapan dan kesesatan. Pelajarilah apa yang telah Allah turunkan kepada rasul-Nya yaitu al-Quran. Belajarlah dari para ulama karena ulama sesungguhnya adalah pewaris para nabi. Sedangkan para nabi tidak mewariskan harta benda. Mereka hanya mewariskan ilmu maka barang siapa yang berpegangan kepadanya berarti ia telah mendapatkan bagian yang banyak dari warisan mereka. Islam tidak membiarkan umatnya dalam kebodohan apa pun bentuknya. Islam justru menuntut umatnya untuk menjadi umat yang melandaskan segala pikiran perbuatan dan tindak tanduknya di muka bumi
1
Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), Cet. 26, hlm. 125.
41
42
ini dengan ilmu. Jadi hal yang tidak terbantahkan kewajibannya menuntut ilmu bagi seorang muslim dan muslimah. Orang yang berbuat tanpa ilmu pasti tersesat dan bahkan bisa menyesatkan. Tidaklah mungkin akan sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Tidak mungkin sama orang yang berjalan dikegelapan dengan cahaya di tangannya sebagai penerang jalan dengan orang yang berjalan di kegelapan tanpa cahaya menerangi jalannya.2 2. Pendidikan untuk perempuan sangat penting bagi perempuan dalam mengurus urusan keluarga di dalam rumah. Ibu sebagai “tiang rumah tangga” amatlah penting bagi terselenggaranya rumah tangga yang sakinah yaitu keluarga yang sehat dan bahagia, karena ibulah yang mengatur, membuat rumah tangga menjadi surga bagi anggota keluarga, menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi bagi suaminya. Untuk mencapai ketentraman dan kebahagian dalam keluarga dibutuhkan istri yang shalihah, yang dapat menjaga suami dan anak-anaknya, serta dapat mengatur keadaan rumah. Hubungan mereka adalah hubungan cinta kasih (mawaddah wa rahmah).3 R.A. Kartini telah banyak membawa perubahan bagi kemajuan pendidikan kaum perempuan di Indonesia. Kartini mengajarkan bahwa seorang perempuan harus mempunyai pemikiran jauh ke depan. Jejak perjuangan R.A. Kartini adalah perjuangan agar perempuan bisa 2
Berita Islami Masa Kini, “Kewajiban Menuntut Ilmu dan Mengamalkannya”, http://beritaislamimasakini.com/kewajiban-menuntut-ilmu-dan-mengamalkannya.html, hlm. 1. 3 Fihris Sa’adah, M.Ag., Reformasi Pendidikan Wanita Pada Masa Rasulullah SAW, (Semarang : Walisongo Press, 2008), Cet. 1, hlm. 30.
43
mendapatkan pendidikan yang layak. Bukan perjuangan untuk emansipasi di segala bidang. R.A. Kartini menyadari, perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan. Agar dapat menjalankan perannya dengan baik, perempuan harus mendapat pendidikan yang baik pula.4 Sebagaimana surat R.A. Kartini kepada Tuan Anton dan Nyonya, tertanggal 4 Oktober 1902 : Kami di sini meminta, memohon dengan sangat supaya diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidup ini, melainkan karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya : menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.5 Peran dan tugas perempuan dalam keluarga secara garis besar dibagi menjadi peran perempuan sebagai ibu, perempuan sebagai istri, dan anggota masyarakat. Perempuan harus menguasai cara atau teknik memainkan peran atau melaksanakan tugasnya, disesuaikan dengan setiap situasi yang dihadapinya. Sebagai
ibu, pendidik
anak-anak
perempuan harus
mengetahui porsi yang tepat dalam memberikan kebutuhan-kebutuhan anaknya, yang disesuaikan dengan tahap perkembangannya. Sikap maupun perilakunya harus dapat dijadikan contoh bagi anak-anaknya. Sebagai seorang istri, wanita harus menumbuhkan suasana yang harmonis, tampil bersih, memikat dan mampu mendorong suami untuk hal-hal yang positif. 4
Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), Cet. 26, hlm. 20. 5 Ibid., hlm. 198.
44
Sebagai anggota masyarakat, perempuan diharapkan peran sertanya dalam masyarakat. Seorang ibu terkadang juga aktif dalam kegiatan sosial bahkan ikut menyangga ekonomi keluarga (perempuan karier). Dengan demikian, perempuan dalam rumah tangga sangat penting dalam mengasuh dan mendidik anak-anak serta menangani urusan rumah tangga.6 3. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu menjadi pendidik pertama di lingkungan keluarga. Ibu juga merupakan pendidik paling utama dalam pembentukan kepribadian anak, serta sarana untuk memenuhi mereka dengan berbagai sifat mulia, ibu harus bekerja keras mendidik anak dan mengawasi tingkah laku mereka dengan menanamkan dalam benak mereka berbagai perilaku terpuji serta tujuan-tujuan mulia. Konsep pendidikan ini tercantum dalam surat R.A. Kartini kepada Tuan Anton dan Nyonya, tertanggal 4 Oktober 1902 : Bukan sekolah itu saja yang mendidik hati sanubari itu, melainkan pergaulan di rumah terutama harus mendidik pula! Sekolah mencerdaskan pikiran sedang kehidupan di rumah tangga membentuk watak anak itu. Ibulah yang menjadi pusat kehidupan rumah tangga, dari pada ibu itulah dipertanggungjawabkan kewajiban pendidikan anak-anak yang berat itu : yaitu bagian pendidikan yang membentuk budinya, jagalah supaya ia cakap kelak memikul kewajiban yang berat itu.7
6
Fihris Sa’adah, M.Ag., Reformasi Pendidikan Wanita Pada Masa Rasulullah SAW, (Semarang : Walisongo Press, 2008), Cet. 1, hlm. 32. 7 Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), Cet. 26, hlm. 199.
45
Siapakah yang akan menyangkal bahwa perempuan memegang peranan penting dalam hal pendidikan moral pada masyarakat. Dialah orang yang sangat tepat pada tempatnya. Ia dapat menyumbang banyak (atau boleh dikatakan terbanyak) untuk meninggikan taraf moral masyarakat. Alam sendirilah yang memberikan tugas itu padanya. Sebagai seorang ibu, perempuan merupakan pengajar dan pendidik yang pertama. Dalam pangkuannyalah seorang anak pertamatama belajar merasa, berpikir dan berbicara, dan dalam banyak hal pendidikan pertama ini mempunyai arti yang besar bagi seluruh hidup anak.8 Tangan ibulah yang dapat meletakkan dalam hati sanubari manusia unsur pertama kebaikan atau kejahatan, yang nantinya akan sangat berarti dan berpengaruh pada kehidupan selanjutnya. Tidak hanya itu, dikatakan bahwa kebaikan ataupun kejahatan itu diminum bersama susu ibu. Dan bagaimanakah ibu Jawa dapat mendidik anak kalau ia sendiri tidak berpendidikan. R.A. Kartini sangat menghargai pendidikan dan pentingnya peranan kaum perempuan dalam hal pendidikan moral dan perletakan dasar watak dan kepribadian anak didik. Pendidikan harus dimulai sedini mungkin, dan ini mesti harus dilakukan oleh seorang ibu. Jelaslah kiranya
8
Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), Cet. 26, hlm. 60.
46
melalui pendidikan kaum perempuan, R.A. Kartini ingin menjangkau tujuan yang lebih jauh, ialah pendidikan watak seluruh anak bangsa.9 Perhatian R.A. Kartini dalam hal pendidikan di sekolah berjalan beriringan dengan perhatiannya terhadap pendidikan dalam keluarga. R.A. Kartini menginginkan agar kaum perempuan memiliki kemampuan dalam mendidik anak-anaknya.10 Dalam hal ini pemikiran R.A. Kartini, sangatlah sinkron dengan Tri pusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan asas pendidikan sepanjang hayat. Yaitu sinkronisasi antara ketiga pusat pendidikan, yakni lingkungan keluarga, lingkungan perguruan dan lingkungan masyarakat.11 4. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu mengarahkan anak-anaknya untuk mengembangkan setiap potensi yang dimiliki agar menjadi orang yang berguna. Surat R.A. Kartini kepada Tuan Anton dan Nyonya, tertanggal 4 Oktober 1902 : Tahulah kiranya sekalian ibu, apa yang sebenarnya diterimanya, bila ia dikaruniai bahagia perempuan yang sebesar-besarnya : kemewahan ibu! Bersama-sama dengan menerima anak itu diterimanyalah kewajiban untuk membentuk masa yang akan datang. Aduhai, jelas dan teranglah kiranya tergambar dihadapan matanya, kewajiban yang dipertanggungjawabkan oleh keibuannya kepada dirinya. Dia mendapat anak itu bukanlah untuk dirinya sendiri, anak itu wajib dididiknya untuk keperluan keluarga besar, yang anak itu menjadi anggotanya kelak, keluarga yang sangat besarnya yang dinamai masyarakat itu! 9
Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), Cet. 26, hlm. 60. 10 Ibid, hlm. 59. 11 Said Suhil Achmad, “Pengantar Pendidikan. Kegiatan 4” http://saidsuhilachmad.yolasite.com/resources/Kegiatan_4%20PP.pdf, hlm. 1.
47
Karena itulah kami minta pendidikan dan pengajaran bagi anakanak gadis.12 Pendidikan merupakan hal penting. Pendidikan akan mengangkat derajat dan martabat bangsa. “Dari semenjak dahulu kemajuan perempuan itu menjadi pasal yang penting dalam usaha memajukan bangsa”, “Kecerdasan pikiran penduduk Bumiputra tiada akan maju dengan pesatnya, bila perempuan itu ketinggalan dalam usaha itu”, “Perempuan jadi pembawa peradaban.”
13
Surat R.A. Kartini kepada Nona
Zeehandelaar tanggal 9 Januari 1901. Bagi R.A. Kartini, mendidik perempuan merupakan kunci peradaban. Perempuan yang menjadi ibu memiliki peran besar dalam pendidikan
anak-anaknya.
Pemerintah
berkewajiban
meningkatkan
kesadaran budi perempuan, mendidik perempuan, memberi pelajaran perempuan, dan menjadikan perempuan sebagai ibu dan pendidik yang cakap dan cerdas.14
B. Aplikasi Konsep Pendidikan Perempuan menurut R.A. Kartini dalam Pendidikan Islam 1. Menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah kewajiban setiap manusia. Tak sekedar pendidikan bagi perempuan, R.A. Kartini juga berbicara tentang pendidikan pada umumnya. Tanpa mengurangi sikap
12
Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), Cet. 26, hlm. 199. 13 Ibid, hlm. 97. 14 Ibid., hlm. 200.
48
kritis terhadap R.A. Kartini, pemikiran pendidikan R.A. Kartini sebagaimana dipaparkan di atas relevan untuk tetap diperhatikan. Pendidikan memang selalu penting bagi kemajuan bangsa. Sebagaimana dikatakan R.A. Kartini, semoga pendidikan dapat membangun kesadaran anak-anak bangsa. Melalui pendidikan, anak-anak memenuhi panggilan budi dalam masyarakat terhadap bangsa yang akan mereka kemudikan. Tuntutlah ilmu karena ia merupakan kemuliaan di dunia dan akhirat dan pahala yang terus-menerus sampai hari kiamat. Firman Allah dalam surat al-Mujadalah ayat 11 yang artinya “niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”15 Renungkanlah sejenak firman Allah surat al-Zumar ayat 9
(٩ : )اﻟﺰﻣﺮ
Katakanlah : "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”16 (Q.S. al-Zumar : 9). Sesuai dengan ayat tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa ada perbedaan yang sangat mendasar antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berilmu mampu mengambil pelajaran dari apa yang telah ia alami sebelumnya. Sedangkan orang yang 15
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : CV. Nala Dana, 2007), hlm. 793. 16 Ibid., hlm. 660.
49
bodoh adalah mereka yang mengetahui kebenaran akan tetapi ia tak mau untuk mengamalkan atau mereka memang tidak mengetahui kebenaran serta tidak mau berusaha mengetahuinya. Kesempurnaan manusia apabila mereka mempunyai 2 hal pokok yakni, ilmu dan amal sebagai wujud implementasi atas ilmu yang ia miliki. Ilmu bisa disebut ilmu jika diamalkan. Sebab tidak ada ilmu yang berguna tanpa amal dan tidak ada amal yang bermanfaat tanpa ilmu.17 2. Pendidikan untuk perempuan sangat penting bagi perempuan dalam mengurus urusan keluarga di dalam rumah. Perempuan yang berkualitas ialah perempuan yang secara individu terkait dengan pemberdayaan dirinya di dalam keluarga. Hubungannya dengan anak, dapat dikatakan kualitas ibu menentukan kualitas anaknya. Jika ingin melakukan perubahan besar terhadap kualitas anak perempuan atau kualitas ibunya, hal ini di mulai dengan melakukan perubahan pada paradigma cara mendidik anak-anak di rumah. Terutama pada anak laki-laki karena ia nanti akan menjadi bapak atau suami. Bagaimana ia memperlakukan istrinya sehingga kelak istrinya dapat menjadi ibu yang berkualitas. Begitu juga berlaku pada anak perempuan, bagaimana ia mendidik anak perempuannya, sehingga ia menjadi anak yang berkualitas.18
17
Dr. H. Didiek Ahmad Supadie (eds), Pengantar Studi Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), Rev. 1, hlm. 257. 18 Aninditya Nafianti, S. Kg., “Kualitas Ibu Menentukan Kualitas Anak”, http://www.fimadani.com/kualitas-ibu-menentukan-kualitas-anak/, hlm. 2.
50
Dalam kontek ibu berkualitas secara individu, pertama adalah ibu sebagai seorang hamba Allah. Cermin kepribadiannya akan tampak dari bagaimana hubungan kedekatan dia dengan Allah s.w.t. Hal ini akan terpancar dan menetes kepada anak-anaknya dan itu adalah cahaya Allah. Artinya pancaran keimanan ibunya akan terpancar juga pada anakanaknya. Kedua adalah ibu sebagai seorang yang berilmu (berpendidikan). Dengan cara membedakan kata-kata pintar dan cerdas. Pintar belum berarti cerdas namun cerdas sudah pasti pintar. Cerdas yang dimaksudkan di sini yaitu cerdas mengelola dirinya, mengatur waktunya dan cerdas menekan orang lain untuk menuntun mereka dalam kebaikan kemudian merajutnya menjadi sebuah kekuatan besar membangkitkan bangsa ini untuk mendapatkan ridha Allah. Ketiga adalah berkualitas dari sisi fisik yaitu sehat badannya. Jangan sampai potensinya besar tetapi sering sakit. Hal ini tidak dapat dimanfaatkan oleh orang lain atau umat. Berkualitas dari sisi fisik akan menopang kualitas keimanan dan ilmu yang ada untuk dapat melakukan aktifitas-aktifitas beramal. Karya dari suatu pemikiran hanya akan dapat dibuktikan ketika kita beramal. Jika ketiga hal ini sudah ada dalam diri seorang perempuan maka ia akan berusaha menjadikan anak-anaknya dan suaminya seperti dirinya.
51
Karena orang-orang yang cerdas menginginkan lingkungan yang ada di sekelilingnya cerdas pula, minimal untuk anak-anaknya.19 3. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu menjadi pendidik pertama di lingkungan keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab yang sangat besar atas terselenggaranya pendidikan. Orang tua (terlebih seorang ibu) merupakan pendidik pertama dan utama. Dikatakan pertama karena di tempat inilah anak
mendapatkan
pendidikan
mendapatkan pendidikan
untuk
pertama
kalinya
sebelum
yang lainnya. Dikatakan utama karena
pendidikan dari tempat ini mempunyai pengaruh yang dalam bagi kehidupan anak di kemudian hari. 20 Allah s.w.t. berfirman dalam surat al-Nisa’ ayat 9 :
(٩ : )اﻟﻨﺴﺎء
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.21 (Q.S. al-Nisa’ : 9). Allah mengingatkan agar orang tua tidak meninggalkan anak yang lemah di kemudian hari, baik itu lemah iman, lemah akal, lemah pikiran, lemah fisik, ataupun lemah mental. Hal ini jelas sangat berkaitan
19
Aninditya Nafianti, S. Kg., “Kualitas Ibu Menentukan Kualitas Anak”, http://www.fimadani.com/kualitas-ibu-menentukan-kualitas-anak/, hlm. 3. 20 Dra. Hj. Nur Uhbiyati dan Drs. H. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997), Cet. 1, hlm. 251. 21 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : CV. Nala Dana, 2007), hlm. 101.
52
dengan ibu. Karena anak melekat erat pada ibunya secara fisik, maupun secara psikis. Kehidupan dalam keluarga merupakan titik awal untuk menuju kehidupan bernegara. Anak yang terlahir dalam keluarga yang terdidik tentu akan berbeda nilainya dibandingkan anak tanpa perhatian orang tuanya, khususnya ibu. Hal ini karena secara psikologis perempuan memiliki sifat kasih sayang yang tinggi. Seorang perempuan, mampu mencetak generasi penerus bangsa. Ini berarti perempuan menjadi central dalam menentukan keberhasilan suatu bangsa. Berawal dari pendidikan di keluarga, perempuan mulai mendidika anak-anaknya.22 Berikut adalah beberapa hal yang harus ditekankan seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya : a. Akidah Pengetahuan yang pertama kali di kenalkan ke anak-anak kita adalah tauhid, yakni upaya sang anak untuk mengetahui dan meyakini akan adanya Tuhan. Mereka harus memahami siapa yang memberinya kehidupan dan yang menciptakan mereka. Akidah merupakan faktor yang paling utama dalam kehidupan ini. Jelas Islam lebih memprioritaskannya. Karena akidah merupakan fundamental. Oleh karenanya, dilandasi oleh akidah yang kuat, anak mengerti akan kebenaran dan dasar akidah tidak akan goyah 22
Bink Bintang, “Peran Perempuan http://www.kompasiana.com/bink_bintang/peran-perempuan-dalampendidikan_5519ff5aa33311011db659a1, hlm. 1.
dalam
Pendidikan”,
53
di tengah liarnya aliran-aliran yang menyimpang yang muncul ke permukaan. Anak harus diperkenalkan akidah secara ijmali (global) terlebih dulu, yakni tentang rukun iman dan aqoid 50. b. Akhlak Anak balita memiliki tingkat kecerdasan yang cukup tinggi untuk menangkap sesuatu di lingkungannya. Kepekaan dan daya tangkap yang dimiliknya mampu meniru apa yang dilihat olehnya. Perilaku yang baik dari orang tua dalam keseharian bisa menjadi faktor utama dalam pengembangan karakter dan kpribadian yang baik si balita. Mulai dari hal kecil, semisal membiasakan mengucapkan salam ketika hendak pergi dan bersalaman dengan orang tua, membaca basmalah sebelum makan, mengggunakan tangan kanan ketika mengambil dan memegang sesuatu. Akhlak merupakan sebuah karakter yang melekat dalam hati, kebiasaanlah yang akan membentuknya. Maka, kondisi yang harmonis dalam lingkungan keluarga diharapkan sekali demi terbentuknya generasi yang bermoral dan bermartabat. c. Ibadah Ibadah adalah hal yang paling urgen dalam menjalin komuniksi dengan sang Ilahi Rabbi, disamping kita juga tidak boleh mengesampingkan kehidupan sosial. Ibadah yang paling mendasar adalah pengenalan tentang sholat di usia dini dan diperlukan juga
54
pembelajarang yang intens sejak dini. Dengan tujuan melatih supaya terbiasa dan tidak terlalu berat ketika sudah dewasa. Perhatian orang tua diharapkan tidak hanya fokus pada pendidikan umum, pendidikan agama juga haru bisa diimbangi untuk membentuk generasi yang berakidah, berakhlakul karimah dan taat beribadah. Diatas merupakan pondasi umum untuk mendidik anak, diharapkan bisa mencetak generasi yang berkpribadian Islami. Di samping itu, pendidikan lainnya juga diperlukan.23 4. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu mengarahkan anak-anaknya untuk mengembangkan setiap potensi yang dimiliki agar menjadi orang yang berguna. Orang tua (terlebih ibu) dan keluarga memainkan bagian yang sangat penting dalam setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak dan berpengaruh terhadap hasil dari setiap keputusan pendidikan. Atas dasar itulah diyakini bahwa keluarga merupakan suatu tempat kelahiran yang sesungguhnya dari suatu keunggulan. Artinya bahwa pengasuhan dalam keluarga merupakan tempat awal dari setiap usaha melakukan bimbingan dan pendidikan bagi optimalisasi perkembangan. Lebih jauh lagi diakui bahwa kehadiran orang tua sungguh berpengaruh terhadap kemampuan fisik, emosi, sosial, intuisi, dan kognitif.24
23
Bink Bintang, “Peran Perempuan dalam Pendidikan”, http://www.kompasiana.com/bink_bintang/peran-perempuan-dalampendidikan_5519ff5aa33311011db659a1, hlm. 2. 24 Dra. Hj. Nur Uhbiyati dan Drs. H. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997), Cet. 1, hlm. 246.
55
Apa yang nampak dari perilaku yang muncul pada seorang individu seringkali mengikuti apa yang telah dilakukan orang tua sebelumnya. Selama orang tua tetap konsisten dengan perilakunya, keadaan masyarakat dan pengaruh luar yang begitu kerasnya tidak akan mampu mengkontaminasi perilaku anak secara langsung. Demikian pula selama orang tua itu peduli dan penuh perhatian terhadap bakat-bakat yang dimiliki anaknya, maka bakat-bakat itu akan mengalami perkembangan yang berarti. Dengan demikian perhatian orang tua, akan sangatlah berarti bagi pengembangan bakat-bakat yang dimiliki oleh anaknya. Untuk dapat memberikan perhatian yang memadai, setiap orang tua yang anaknya berpotensi unggul perlu mengetahui semua jenis karakteristik lebih detil. Kehadiran anak berbakat di tengah-tengah keluarga adalah suatu anugerah yang tidak selalu diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang, sehingga sangat patut disyukuri, bukan dikufuri. Wujud mensyukurinya, orang tua berkewajiban menerima kehadirannya secara positif dengan memberikan lingkungan yang kondusif dan bermakna bagi pertumbuhan dan perkembangan bakat anak-anaknya. Peran orang tua dalam mengembangkan bakat anak adalah sebagai berikut : a. Orang tua sebagai pendidik (educator), artinya orang tua dalam proses pendidikan anak dapat memainkan peran dalam pembentukan pribadi dan moral, bahkan meletakkan dasar-dasar dalam kecakapan hidup.
56
b. Orang tua sebagai guru, artinya bahwa orang tua dalam kehidupan sehari-hari dapat memainkan peran untuk melakukan kegiatan belajar, apakah itu kegiatan membaca, menulis, maupun berhitung, sehingga anak-anak memiliki kesiapan untuk melakukan aktivitas belajar sebagaimana yang dikehendaki di sekolah. c. Orang tua sebagai motivator, artinya bahwa orang tua dapat memotivasi anak dan mendorongnya baik langsung maupun tidak langsung, sehingga membuat anak-anak itu menyukai kegiatan belajar dan bekerja. d. Orang tua sebagai supporter, artinya bahwa orang tua seharusnya mampu memberikan dukungan baik moril maupun materiil yang sangat diperlukan anak untuk melakukan kegiatan belajar baik di rumah maupun kepentingannya di sekolah. Dukungan yang deberikan hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip pedagogis, sehingga benarbenar
dukungannnya
lebih
bermakna
bagi
pertumbuhan
dan
perkembangan anak. e. Orang tua sebagai fasilitator, artinya bahwa orang tua seharusnya mampu menyisihkan waktu, tenaga, dan kemampuannya untuk menfasilitasi segala kegiatan anak dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya. Orang tua dapat menciptkan lingkungan yang kondusif bagi terciptanya kegiatan belajar dan bermain bagi anak di rumah, sehingga memungkinkan semua kebutuhan anak untuk tumbuh dan berkembang dapat dicapai dengan mudah.
57
f. Orang tua sebagai model, artinya bahwa orang tua seharusnya menjadi contoh dan teladan di rumah dalam berbagai aspek kecakapan dan perilaku hidupnya, sehingga anak-anak dapat mengikuti hal-hal baik di rumah.25
C. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Konsep Pendidikan Perempuan Menurut R.A. Kartini Pemikiran R.A. Kartini banyak dipengaruhi oleh keadaan dari peradaban di sekitar yang akhirnya membentuk suatu paradigma dalam pikirannya. Secara umum pengertian paradigma adalah seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam
kehidupan
sehari-hari.26
Ada
empat
faktor
dominan
yang
mempengaruhi pemikiran-pemikiran R.A Kartini, yaitu sebagai berikut : 1. Faktor Keluarga Keluarga adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah 25
Prof. Dr. Rohmat Wahab, M.Pd., MA, “Peranan Orang Tua dan Pendidik dalam Mengoptimalkan Potensi Anak Berbakat”, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/rochmat-wahab-mpd-ma-dr-prof/perananorangtua-dan-pendidik-dalam-mengoptimalkan-potensi-anak-berbakat.pdf. hlm. 2. 26 Dr. H. Didiek Ahmad Supadie (eds), Pengantar Studi Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), Rev.1, hlm. 1.
58
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain di dalam perannya masing-masing
dan
menciptakan
serta
mempertahankan
suatu kebudayaan.27 Peranan
keluarga
besar
sekali
pengaruhnya
terhadap
perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembangan yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya. Di dalam keluarga diajarkan nilai-nilai positif yang bertujuan menjaga keutuhan berlangsungnya suatu keluarga, Pola pikir seseorang yang berasal dari keluarga yang syarat dengan sistem nilai positif, dipastikan akan lebih unggul dari keluarga yang tidak atau kurang membangun sistem nilainya. Kepribadian anak pada kemudian hari tergantung dari bagaimana ia berkembang dan dikembangkan oleh lingkungan hidupnya, terutama oleh lingkungan keluarganya. Lingkungan keluarga berperan besar karena merekalah yang langsung atau tidak langsung terus-menerus berhubungan dengan anak, memberikan perangsangan (stimulasi) melalui berbagai corak komunikasi antara orang tua dengan anak. Faktor keluarga terutama
27
Cristian Counseling Center Indonesia, “Faktor Pribadi, Keluarga, dan Lingkungan Sosial Sebagai Penyebab Timbulnya Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotik”, http://c3i.sabda.org/faktor_pribadi_keluarga_dan_lingkungan_sosial_sebagai_penyebab_timbulny a_kenakalan_remaja_dan_penyalahgunaan_narkotik, hlm. 1.
59
sifat dan keadaan sangat menentukan arah perkembangan masa depan para peserta didik yang mereka lahirkan.28 Keluarga yang ideal ialah keluarga yang memberikan dukungan kuat kepada anaknya untuk mendapatka pendidikan.29 R.A. Kartini sebagai gadis bangsawan putri Bupati Jepara Raden Mas Adipati Aria (R.M.A.A) Sosroningrat, tidak diperbolehkan menikmati pendidikan yang lebih tinggi sebagaimana saudara lakilakinya. R.A. Kartini hanya diijinkan sekolah sampai E.L.S. (Europese Lagere School) di Jepara, sekolah rendah pada masa itu. Sebab sebagai gadis Bangsawan Jawa sejak usia 12 tahun harus dipingit sampai nanti disunting oleh sesama bangsawan untuk dijadikan Raden Ayu (R.A.). Sebagaimana surat R.A. Kartini kepada Stella Zeehandelaar, 23 Agustus 1900.30 ....jalan kehidupan gadis Jawa itu sudah dibatasi dan diatur menurut pola tertentu. Kami tidak boleh punya cita-cita. Satusatunya impian yang boleh kami kandung ialah hari ini atau esok dijadikan istri seorang pria yang kesekian!...31 Dari surat R.A. Kartini tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bahwa tradisi Jawa membatasi ruang lingkup bagi perempuan, khususnya dalam hal memperoleh pendidikan.
28
Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : PT Remaja Posdakarya, 2000), Cet. 5 (revisi), hlm. 45. 29 Dra. Hj. Nur Uhbiyati dan Drs. H. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997), Cet. 1, hlm. 237. 30 Dri Arbaningsih, Kartini dari Sisi Lain Melacak Pemikiran Kartini tentang Emansipasi “Bangsa”, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2005), Cet. 1, hlm. 23. 31 Ibid, hlm. 24.
60
2. Faktor Lingkungan Yang dimaksud lingkungan ialah sesuatu yang berada diluar diri dan mempengaruhi perkembangannya. Dan yang dimaksud lingkungan sekitar ialah meliputi semua kondisi dalam dunia ini dengan cara-cara tertentu
mempengaruhi
tingkah
laku
manusia,
pertumbuhan,
perkembangan kecuali gen-gen.32 Alam sekitar merupakan salah satu faktor dari faktor-faktor pendidikan yang ada. Dengan demikian alam sekitar merupakan faktor penting bagi pelaksanaan pendidikan. Namun demikian, faktor alam sekitar jelas berbeda apabila dibandingkan dengan faktor pendidikan. Kedua faktor ini diakui ada persamaan yaitu keduanya mempunyai pengaruh pada pertumbuhan, perkembangan dan tingkah laku peserta didik. Disamping itu diakui pula ada perbedaan, pengaruh alam sekitar merupakan pengaruh belaka, tidak tersimpul unsur tanggung jawab di dalamnya. Faktor alam sekitar sangat berpengaruh, meliputi alam sekitar yang baik dan alam sekitar yang tidak baik. Sedangkan faktor pendidikan yang secara sadar dan bertanggung jawab menuntun dan membimbing anak ke tujuan pendidikan yang diharapkan.33 Pada surat-surat R.A. Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi lingkungan sosial masa itu, terutama tentang kondisi 32
Dra. Hj. Nur Uhbiyati dan Drs. H. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997), Cet. 1, hlm. 234. 33 Dra. Hj. Nur Uhbiyati dan Drs. H. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997), Cet. 1, hlm. 235.
61
perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Beliau ingin perempuan Jawa memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar.34 3. Faktor Pendidikan Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan. Hal ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang terdidik. Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan. Pendidikan pertama kali yang kita dapatkan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Pendidikan adalah solusi terbaik untuk membentuk pola pikir yang unggul.35 Pada zaman kehidupan R.A. Kartini, kondisi pendidikan Bumiputra sangat memprihatinkan, khususnya bagi kaum wanita. Anakanak di bawah usia 12 tahun masih diperbolehkan mengikuti pelajaran di sekolah. Namun setelah di atas 12 tahun, mereka tidak diperbolehkan lagi belajar di luar rumah.36
34
Dri Arbaningsih, Kartini dari Sisi Lain Melacak Pemikiran Kartini tentang Emansipasi “Bangsa”, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2005), Cet. 1, hlm. 27. 35 Prof. Dr. Umar Tirtarahardja dan Drs. S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005), Cet. 2, hlm. 40. 36 Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), Cet. 26, hlm. 5.
62
R.A. Kartini juga berharap memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar, R.A. Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Beliau menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat peraturan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tidak dikenal dan harus bersedia dimadu.37 4. Faktor Agama Faktor yang paling dominan mempengaruhi pola pikir adalah sistem kepercayaan atau keyakinan seseorang (belief system). Bukti sangat kuat bahwa sistem keyakinan memberikan pengaruh yang paling dominan terhadap pola pikir seseorang. Belief System atau sistem kepercayaan, atau sistem keyakinan, juga mampu mengarahkan seseorang untuk memberikan pelayanan terbaik kepada semua orang yang berurusan dengannya, baik itu masyarakat, atasan, bawahan, atau kolega. Seseorang yang mempunyai mental senang, ikhlas, dan antusias dalam melayani, berkeyakinan bahwa semua itu ia lakukan semata karena ia ingin bermanfaat bagi manusia lainnya.38 Agama diharapkan mampu mengikat kerukunan umat manusia dimanapun berada. Kerukunan yang diharapkan adalah kerukunan intern umat beragama dan antar umat beragama. Akan tetapi pada kenyataannya, 37
Dri Arbaningsih, Kartini dari Sisi Lain Melacak Pemikiran Kartini tentang Emansipasi “Bangsa”, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2005), Cet. 1, hlm. 26. 38 Arsega, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Pikir”, https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=615970481746615&id=509537262389938, hlm. 1.
63
banyak sekali orang yang mengatasnamakan agama justru membuat kekacauan dan permusuhan.39 R.A. Kartini juga mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi R.A. Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah dan bersedia untuk dimadu.40 Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan R.A. Kartini dalam
surat-suratnya
adalah
kritik
terhadap
agamanya.
Ia
mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Beliau juga mengungkapkan tentang pandangan : Dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. “Agama harus menjaga kita dari pada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat manusia atas nama agama itu!”41
39
Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), Cet. 26, hlm. 51. 40 Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), Cet. 26, hlm. 5. 41 Ibid., hlm. 51.
64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Pada bab ini penulis memaparkan beberapa kesimpulan berkaitan dengan konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dan aplikasinya dalam pendidikan Islam (analisis perspektif gender dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang). Beberapa item yang dapat diambil dari isi skripsi ini sebagai berikut : 1. Konsep dan Analisis Pendidikan Perempuan menurut R.A. Kartini a. Menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah kewajiban setiap manusia. Sebagaimana surat R.A. Kartini kepada Ny. Abendanon, tanggal 4 September 1901. b. Pendidikan untuk perempuan sangat penting bagi perempuan dalam mengurus urusan keluarga di dalam rumah. c. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu menjadi pendidik pertama di lingkungan keluarga. d. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu mengarahkan anak-anaknya untuk mengembangkan setiap potensi yang dimiliki agar menjadi orang yang berguna. 2. Aplikasi Konsep Pendidikan Perempuan menurut R.A. Kartini dalam Pendidikan Islam
64
65
a. Menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah kewajiban setiap manusia. Kesempurnaan manusia apabila mereka mempunyai 2 hal pokok yakni, ilmu dan amal sebagai wujud implementasi atas ilmu yang ia miliki. Ilmu bisa disebut ilmu jika diamalkan. Sebab tidak ada ilmu yang berguna tanpa amal dan tidak ada amal yang bermanfaat tanpa ilmu. b. Pendidikan untuk perempuan sangat penting bagi perempuan dalam mengurus urusan keluarga di dalam rumah. Kualitas ibu secara individu, pertama adalah ibu sebagai seorang hamba Allah. Kedua adalah ibu sebagai seorang yang berilmu (berpendidikan). Ketiga adalah ibu yang berkualitas dari sisi fisik yaitu sehat badannya. c. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu menjadi pendidik pertama di lingkungan keluarga. Orang tua (terlebih seorang ibu) merupakan pendidik pertama dan utama. Allah mengingatkan agar orang tua tidak meninggalkan anak yang lemah di kemudian hari, baik itu lemah iman, lemah akal, lemah pikiran, lemah fisik, ataupun lemah mental. Beberapa hal yang harus ditekankan untuk mendidik anak, pertama tentang Akidah, kedua tentang akhlak, dan yang ketiga tentang ibadah. d. Perempuan mempunyai kodrat menjadi seorang ibu harus mampu mengarahkan anak-anaknya untuk mengembangkan setiap potensi yang dimiliki agar menjadi orang yang berguna.
66
Orang tua (terlebih ibu) dan keluarga memainkan bagian yang sangat penting dalam setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak dan berpengaruh terhadap hasil dari setiap keputusan pendidikan. Peran orang tua dalam mengembangkan bakat anaknya adalah pertama orang tua sebagai pendidik (educator), kedua orang tua sebagai guru, ketiga orang tua sebagai motivator, keempat orang tua sebagai supporter, kelima orang tua sebagai fasilitator, keenam orang tua sebagai model.
3. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Konsep Pendidikan Perempuan Menurut R.A. Kartini a. Faktor Keluarga Faktor keluarga terutama sifat dan keadaan sangat menentukan arah perkembangan masa depan para peserta didik yang mereka lahirkan. Keluarga yang ideal ialah keluarga yang memberikan dukungan kuat kepada anaknya untuk mendapatka pendidikan. b. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan merupakan pengaruh belaka, tidak tersimpul unsur tanggung jawab di dalamnya. Sedangkan faktor pendidikan yang secara sadar dan bertanggung jawab menuntun dan membimbing anak ke tujuan pendidikan yang diharapkan. c. Faktor Pendidikan
67
Di zaman R.A. Kartini, bagi anak perempuan di bawah usia 12 tahun masih diperbolehkan mengikuti pelajaran di sekolah. Namun setelah di atas 12 tahun, tidak diperbolehkan bersekolah. d. Faktor Agama Pandangan R.A. Kartini : Dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. Agama harus menjaga kita dari pada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat manusia atas nama agama. B. Saran Dari uraian diatas penulis melihat banyak hal yang mungkin untuk disesuaikan dengan konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dan aplikasinya dalam pendidikan Islam (analisis perspektif gender dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang), sehubungan dengan praktik pendidikan yang dikembangkan selama ini. 1. Sebagai institusi pendidikan terutama dalam proses pembelajaran harus tercipta demokrasi dan persamaan dalam pengajaran tanpa adanya diskriminasi dan ketidakadilan pada kelompok tertentu. Seperti apa yang dicita-citakan R.A. Kartini. 2. Sebagai seorang guru, pendidikan tidak membeda-bedakan peserta didik, laki-laki maupun perempuan, kaya maupun miskin, semuanya memiliki hak yang sama untuk belajar. Dan pendidikan tidak hanya pada intelektual tetapi juga harus pada etika (akhlak).
68
3. Pelaku pendidikan Islam harus mampu menerapkan prinsip-prinsip kesetaraan dan kebebasan sesuai dengan nilai-nilai ajaran al-Qur'an. C. Penutup Perempuan merupakan kunci kemajuan bangsa, jika baik perempuan dalam suatu bangsa maka ia menjadi penentu kemajuan bangsa, namun bila buruk budi pekertinya maka buruk pula keadaan bangsa tersebut.
69
DAFTAR PUSTAKA A. Jawad, Haifa, Otentikasi Hak-Hak Perempuan (Perspektif Islam atas Kesetaraan Jender), Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2002, Cet. 1. Ahmad Saebani, Beni, dan Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia, 2009. Ahmad Supadie, H. Didiek, (eds), Pengantar Studi Islam, Jakarta : Rajawali Pers, 2011, Rev.1. Ahmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005. Arbaningsih, Dri, Kartini dari Sisi Lain Melacak Pemikiran Kartini tentang Emansipasi “Bangsa”, Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2005, Cet. 1. Arsega, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Pikir”, https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=615970481746615 &id=509537262389938. Azmi, Kamarul, Wanita dalam Dakwah dan Pendidikan, Malaysia : Universiti Teknologi Malaysia, 2008, Cet. 1. ______, Berita Islami Masa Kini, “Kewajiban Menuntut Ilmu dan Mengamalkannya”, http://beritaislamimasakini.com/kewajiban-menuntutilmu-dan-mengamalkannya.html. ______, Bink Bintang, “Peran Perempuan dalam Pendidikan”, http://www.kompasiana.com/bink_bintang/peran-perempuan-dalampendidikan_5519ff5aa33311011db659a1. Cristian Counseling Center Indonesia, “Faktor Pribadi, Keluarga, dan Lingkungan Sosial Sebagai Penyebab Timbulnya Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotik”, http://c3i.sabda.org/faktor_pribadi_keluarga_dan_lingkungan_sosial_sebag ai_penyebab_timbulnya_kenakalan_remaja_dan_penyalahgunaan_narkotik ______, Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : CV. Nala Dana, 2007.
70
Diana,
Ana,
“Perempuan
Dalam
Perspektif
Islam”,
http://anadianaazam.blogspot.com/2012/05.html. Djoened Poesponegoro, Marwati, dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1993. Hadi Bashori, Muh., “Perempuan dan Laki-Laki, Serupa Tapi Tak Sama”, m.dakwatuna.com. Hadi, Sutrisno, Metodologi Reseacrh, Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987. Halim Abu Syuqqoh, Abdul, Kebebasan Wanita terjemah Chairul Halim, Jakarta : Gema Insani Press, 2001. Uhbiyati, Hj. Nur, dan H. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam 1, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997, Cet. 1. Ludjito, H. Ahmad, dkk., (Guru Besar Bicara) Mengembangkan Keilmuan Pendidikan Islam, Semarang : Rasail Media Group, 2010, Cet. 1. Muawanah, Elfi, Pendidikan Gender dan Hak Asasi Manusia, Yogyakarta : Penerbit Teras, 2009. Muhibbin, H., Pandangan Islam Terhadap Perempuan, Semarang : Rasail Media Group, 2007, Cet. 1 Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana, 2008. Mulyasa, E, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005, Cet. 1. Muri’ah, Hj. Siti, Wanita Karier dalam Bingkai Islam, Bandung : Angkasa, TT. Nafianti, Aninditya, “Kualitas Ibu Menentukan Kualitas Anak”, http://www.fimadani.com/kualitas-ibu-menentukan-kualitas-anak/. Pane, Armijn, Habis Gelap Terbitlah Terang / R.A. Kartini, Jakarta : Balai Pustaka, 2008, Cet. 26.
71
Priyanto, Hadi, Kartini Pembaharu Peradaban, Semarang : Surya Offset, 2010. Sa’adah, Fihris, Reformasi Pendidikan Wanita Pada Masa Rasulullah SAW, Semarang : Walisongo Press, 2008, Cet. 1. ______, SISDIKNAS, Undang-Undang Sisdiknas RI, Bandung : Fokus Media, 2003. Soeroto, Sitisoemandari, Kartini (Sebuah Biografi), Jakarta : Djambatan, 2001. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), Bandung : Alfabeta, 2008. Suhil
Achmad, Said, “Pengantar Pendidikan Kegiatan 4”, http://saidsuhilachmad.yolasite.com/resources/Kegiatan_4%20PP.pdf.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Posdakarya, 2000, Cet. 5 (revisi). Tirtarahardja, Umar, dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005, Cet. 2. Wahab, Rohmat, “Peranan Orang Tua dan Pendidik dalam Mengoptimalkan Potensi Anak Berbakat”, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/rochmat-wahab-mpdma-dr-prof/peranan-orangtua-dan-pendidik-dalam-mengoptimalkanpotensi-anak-berbakat.pdf.
72
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama
: Ali Muhlisin
Tempat dan Tanggal Lahir
: Jepara, 31 Januari 1989
Jenis Kelamin
: Laki- Laki
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Ds. Ujungwatu, RT 03 RW 02 Kecamatan Donorojo Kabupaten Jepara
Orang Tua
:
a. Ayah
: Rajimin
b. Ibu
: Sri Sutampi
Pendidikan formal
:
1. SD N 05 Banyumanis Donorojo Jepara, lulus tahun 2001 2. MTs. As Syafi’iyah Banyumanis Donorojo Jepara, lulus tahun 2004 3. MA Madarijul Huda Kembang Dukuhseti Pati, lulus tahun 2007. 4. Masuk Fakultas Tarbiyah UNISNU Jepara tahun 2008
Jepara, September 2015 Hormat Saya, Penulis
ALI MUHLISIN