memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal–soal yang berkaitan dengan menghitung luas selimut tabung, kerucut dan bola, sehingga hasil belajar siswa kelas IX tahun pelajaran 2008/2009 dalam pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung, masih sangat rendah. Akibatnya prosentase penguasaan materi soal matematika ujian nasional SMP/MTs tahun pelajaran 2008/2009 untuk menyelesaikan volum bangun ruang hanya mencapai 58,97 sedangkan untuk menyelesaikan soal tentang luas bangun ruang hanya mencapai 63,25.
intelektual peserta didik. Pembelajaran matematika harus membuat siswa senang dan berminat belajar, karena minat belajar peserta didik dapat meningkatkan hasil belajar. untuk meningkatkan pemahaman dan hasil belajar peserta didik, keaktifan siswa merupakan syarat mutlak bagi terjadinya proses belajar-mengajar yang baik. Dalam pembelajaran matematika, salah satu cara agar siswa aktif dalam kegiatan belajar-mengajar adalah dengan menggunakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Berdasarkan uraian diatas sebagai prarefleksi, dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut. 1) Siswa kelas IX-D SMP Negeri 1 Anyar mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan tabung, kerucut dan bola, sehingga hasil belajar mereka rendah. 2) Banyak hal-hal disekeliling kita yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran tabung, kerucut dan bola.
Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.
Tujuan Penelitian
Matematika merupakan alat yang dapat memperjelas dan menyederhanakan sesuatu keadaan atau situasi melalui abstraksi, idealisme atau generalisasi untuk suatu pemecahan masalah. Pentingnya belajar matematika tak lepas dari peran matematika pada segala jenis kehidupan. Matematika berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep yang bersifat abstrak. Oleh karena itu penyampaian materi pelajaran matematika harus disesuaikan dengan
Rumusan masalahan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis peningkatan hasil belajar siswa kelas IX-D SMP Negeri 1 Anyar tahun pelajaran 2009/2010 dalam materi pokok tabung, kerucut dan bola melalui implementasi pendekatan kontekstual.
Kajian Teori Pengertian Belajar. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-2, Cetakan ke-6
22
terjadi perubahan pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada diri individu yang sedang belajar. Menurut Moely (Depdiknas, 2005;6) belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan pada tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman. Selaras dengan pendapat tersebut, Sudjana mengutip pendapat Kimble yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relative permanen dan terjadi sebagai hasil pengalaman. Menurut Sumadi Suryabrata (1971) istilah belajar mengandung pengertian proses perubahan yang relative dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Definisi tersebut memusatkan perhatian kepada tiga hal, yaitu: Bahwa belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku individu. Bahwa perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Bahwa perubahan itu terjadi pada perilaku individu yang mungkin. Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa yang bersifat individu yakni terjadinya perubahan tingkah laku sebagai dampak dari pengalaman individu. Menurut Herman Hudoyo (1981: 2) belajar adalah suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan atau pengalaman sehingga mampu mengubah tingkah laku manusia dan tingkah laku ini sukar diubah dengan modifikasi yang sama. Menurut Nasution (1992 : 39) belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman sendiri. Dengan belajar maka seseorang akan mengalami perubahan tingkah laku, sehingga terjadi perubahan baik pengetahuan, sikap, ketrampilan, maupun kecakapan. Dengan kata lain
ada perbedaan tingkah laku antara sebelum dan sesudah belajar. Dengan mengadopsi beberapa pendapat tersebut disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya merupakan proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman yaitu terjalinnya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Perubahan yang dimaksud meliputi perubahan pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan, kebiasaan,dan apresiasi. Hasil Belajar. Kata hasil belajar dapat diidentifikasikan dengan kata prestasi belajar, yakni hasil yang diperoleh setelah belajar. Sebagai gambaran, berikut ini adalah pendapat tentang prestasi belajar. Sunaryo berpendapat bahwa prestasi belajar adalah kemampuan seseorang dalam menguasai sejumlah program, setelah program itu selesai. Hasil prestasi ini dilambangkan dalam bentuk angka (nilai) sehingga mencerminkan keberhasilan belajar atau prestasi siswa dalam periode tertentu.( Djaka Suherna, 2002:18 ) Belajar Bermakna. Belajar bermakna adalah proses belajar dimana informasi atau pengetahuan baru dihubungkan dengan struktur yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. (Depdiknas, 2005;11) Dengan demikian dalam suatu pembelajaran akan terjadi proses belajar yang bermakna bagi siswa, apabila konsep atau materi yang dipelajari siswa disajikan dalam bentuk yang kontekstual. Masalah kontektual adalah masalah yang terkait dengan dunia nyata siswa atau paling tidak mendekati kondisi dunia nyata. Pendekatan. Pendekatan dilihat dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi pengajaran itu dikelola adalah suatu jalan, cara, atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran. Depdiknas (2005;3)
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-2, Cetakan ke-6
23
Contoh pendekatan-pendekatan dalam pengajaran matematika antara lain: CBSA, kontekstual, induktif, deduktif, spiral, pemecahan masalah, dan sebagainya. Pendekatan Kontekstual. Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang di milikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan demikian hasil pembelajaran dapat diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Pendekatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan faham pembelajaran yang memandang pentingnya dorongan dan keterlibatan siswa untuk mampu menghubungkan konsep yang dipelajari dengan aplikasi dalam kehidupan nyata keseharian yang dialami. Dalam pengajaran kontekstual, tugas utama guru adalah memperluas persepsi peserta didik sehingga makna atau pengertian itu menjadi mudah ditangkap dan tujuan pembelajaran segera dimengerti. Dalam CTL belajar terjadi hanya ketika siswa memproses informasi atau ilmu pengetahuan baru dengan suatu cara masuk akal bagi jalan pikirannya sendiri. Dalam pendekatan kontekstual pembelajaran direncanakan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memecahkan persoalan melalui kegiatan yang merefleksikan kejadian sebenarnya dalam kehidupan. Clifford dan Wildson (Depdiknas:2005:20) mendiskripsikan karakteristik CTL sebagai berikut.
dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu : Konstruktivisme (Constructivism) Bertanya (Questioning) Menemukan (Inquiry) Masyarakat belajar (Learning Community)
Pemodelan ( Modeling ) Refleksi ( Reflection ) Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment ) Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas. Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja dan kelas dengan keadaan yang bagaimanapun juga. (Sungkowo).
Penerapan pendekatan kontekstual dalam kelas secara garis besar, menurut Sungkowo adalah sebagai berikut: 1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi pengetahuan dan ketrampilan barunya ! 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic ! 3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya ! 4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok) ! 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajarannya ! 6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan ! 7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara !
Pendekatan Kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa yang dimilikinya Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-2, Cetakan ke-6
24
Objek Tindakan Penelitian Sebagai subyek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX-D SMP 1 Anyar tahun pelajaran 2009/2010, Guru dan observer. Adapun jumlah siswa kelas IXD adalah 42 siswa yang terdiri dari 24 siswa putra dan 18 siswa putri.
Hasil dan Pembahasan Siklus I. Pembahasan yang diuraikan di sini berdasar atas hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian yang dilanjutkan dengan kegiatan refleksi. Dari hasil pengamatan siklus I diperoleh temuan antara lain guru masih ragu-ragu dalam melaksanakan pembelajaran kontekstual, hal ini disebabkan karena guru belum terbiasa menggunakan pendekatan kontekstual. Dari hasil refleksi pada siklus I, ditemu-kan antara lain sebagai berikut: a. Aspek konstruktivisme. Pada pertemuan pertama pembelajaran siklus I, sebagian besar siswa masih belum bisa berpikir secara kritis, mereka belum bisa membangun pemahamannya sendiri, hal ini disebabkan karena pembelajaran yang dialami siswa selama ini adalah pembelajaran tradisional, mereka terbiasa menerima pengetahuan dari guru bukan mengkonstruksi sendiri. Pada pertemuan kedua dan ketiga sedikit demi sedikit siswa sudah mulai bisa berpikir kritis. b. Aspek Inquiry. Pada pembelajaran siklus I, siswa masih banyak mengalami kesulitan dalam menemukan sendiri, hal ini disebabkan karena pembelajaran yang dialami siswa selama ini adalah pembelajaran tradisional, mereka terbiasa menerima konsep-konsep dan fakta-fakta secara utuh. c. Aspek Questioning (bertanya) Pada pembelajaran siklus I, sebagian
besar siswa masih belum berani bertanya walaupun mereka belum jelas, mereka masih nampak ragu-ragu dalam menyampaikan gagasan secara lisan, hal ini bukan tidak mungkin jika kesalahan ada pada gurunya, yaitu kurang jelas dalam memberikan penjelasan kepada siswa, dan kurang memberikan dorongan kepada siswa. d. Aspek Masyarakat belajar (Learning Community). Pada pertemuan pertama siklus I masih banyak kelompok yang belum bisa bekerja sama antar anggota, hal ini disebabkan mereka belum terbiasa belajar dengan berkelompok, sehingga proses diskusi tidak bisa berjalan dengan lancar. Hal tersebut juga disebabkan karena pembentukan kelompok berdasar tempat duduk ternyata kurang efektif, sehingga terdapat beberapa kelompok yang anggotanya terdiri siswa yang kemampuannya kurang dan juga terdapat kelompok yang anggotanya terdiri dari siswa-siswa yang cerdas. Penampilan siswa dalam menyajikan hasil diskusi kelompok masil nampak ragu-ragu dan malu, akibatnya suara kurang keras dan cenderung seperti menerangkan kepada dirinya sendiri. Siswa penyaji kurang berani memandang teman-temannya. Hal ini disebabkan oleh kurang terbiasanya siswa tampil didepan kelas. Siswa lain belum berani mengajukan pertanyaan atau memberi tanggapan atas penyajian teman-temanya. Secara keseluruhan prosentase keaktifan siswa baru mencapai 69,17 %. e. Aspek Permodelan (Modeling). Pada pertemuan satu siklus I dengan materi menghitung luas tabung, guru memberikan permodelan dengan menunjukkan cara membuat jaring-jaring tabung dengan menggunakan alat peraga. Pada pertemuan kedua siklus I dengan
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-2, Cetakan ke-6
25
materi menghitung luas kerucut, guru memberikan permodelan dengan menunjukkan cara membuat jaring-jaring kerucut dengan menggunakan alat peraga, sedangkan pada pertemuan tiga siklus I dengan materi menghitung luas bola, guru meminta dua siswa maju kedepan untuk mendemonstrasikan cara mencari rumus luas bola. f. Aspek Refleksi. Pada setiap akhir pertemuan, siswa diberi kesempatan melakukan refleksi.Pada siklus pertama siswa bingung bagaimana cara membuat reflaksi, namun dengan bimbingan guru, siswa pada akhirnya terbiasa membuat refleksi pada setiap akhir pertemuan dengan mencatat hal-hal seperti: apa yang dipelajari hari ini, kesulitan yang dialami hari ini, merespon kejadian dan pengalaman yang dialami dalam pembelajaran hari in, membuat jurnal, karya seni maupun hasil diskusi kelompok. Dalam melakukan refleksi siswa juga mengisi angket refleksi yang disediakan oleh guru. g. Aspek Penilain yang sebenarnya ( Authentic Assasement ). Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran dan setiap akhir siklus. Penilaian selama proses pembelajaran dilakukan dengan memberi pertanyaan secara lisan atau berupa kuis, menilai kegiatan diskusi dan laporannya, menilai persentasi dan penampilan siswa, menilai tugas PR, tugas mengerjakan LKS, mengerjakan soal-soal latihan dan lain-lain. Sedangkan penilaian setelah proses pembelajaran dilaksanakan setiap akhir siklus secara tertulis. Berdasarkan hasil tes pada akhir siklus I, jumlah siswa yang tuntas belajar adalah 30 siswa dan siswa yang belum tuntas belajar adalah 14 siswa, sehingga prosentase ketuntasan belajar yang dicapai adalah 68,18%. Hal ini menunjukkan
bahwa pada siklus I ketuntasan belajar secara klasikal belum tercapai, karena kelas dikatakan tuntas belajar jika kelas tersebut terdapat 85% sisa yang tuntas belajar. Oleh karena itu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual harus diulang pada siklus II. Siklus II. Hasil pengamatan pada siklus II menunjukkan bahwa guru tidak lagi ragu-ragu dan lebih percaya diri dengan kemampuannya dalam pengelolaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Dari hasil refleksi pada siklus II, ditemukan antara lain sebagai berikut. a. Aspek konstruktivisme. Pada pembelajaran siklus II, siswa sudah terbiasa berpikir kritis, mereka sudah bisa membangun pemahamannya sendiri dari pengalamanpengalaman barunya berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, mereka sudah bias mencari solusi dari permasalahan yang diajukan oleh guru. b. Aspek Inquiry. Dengan bimbingan guru pada pembelajaran siklus II, siswa sedikit demi sedikit sudah mulai bisa menemukan sendiri melalui proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman dengan menggunakan ketrampilan berpikir kritis. c.Aspek Questioning (bertanya). Pada pembelajaran siklus II guru lebih mengembangkan sifat keingintahuan siswa dengan mengajukan beberapa pertanyaan sehingga sebagian besar siswa tidak lagi malu untuk bertanya baik pada teman dalam kelompoknya maupun pada guru. Keberanian siswa dalam bertanya maupun memberikan tanggapan atas hasil diskusi kelompok juga meningkat. d. Aspek Masyarakat belajar (Learning Community). Pada pembelajaran siklus II, pembentukan kelompok tidak lagi ber-
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-2, Cetakan ke-6
26
dasar atas tempat duduk terdekat tetapi didasarkan pada kemampuan dan kecerdasan siswa yang dibagi secara merata, sehingga kemampuan siswa dalam bekerja sama, berkomunikasi semakin meningkat. e. Aspek Permodelan (Modeling). Pada pertemuan 1 siklus II, guru memberi cintoh cara menghitung volum tabung, dan pada pertemuan 2, guru memberi contoh cara menghitung volum kerucut, sedang pada pertemuan ketiga, guru meminta 2 siswa untuk mendemonstrasikan cara membuktikan rumus volum bola dengan menggunakan alat peraga. f. Aspek Refleksi. Pada setiap akhir pembelajaran pada siklus II, siswa sudah terbiasa melakukan refleksi dengan mengisi angket refleksi dan juga dengan mencatat semua kejadian, kesulitan yang dialami siswa pada pembelajaran hari ini. g. Aspek Penilain yang sebenarnya (Authentic Assasement ). Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran dan setiap akhir siklus. Penilaian selama proses pembelajaran dilakukan dengan memberi pertanyaan secara lisan atau berupa kuis, menilai kegiatan diskusi dan laporannya, menilai persentasi dan penampilan siswa, menilai tugas PR, tugas mengerjakan LKS, mengerjakan soal-soal latihan dan lain-lain. Sedangkan penilaian setelah proses pembelajaran dilaksanakan setiap akhir siklus secara tertulis.
sentasi kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa keaktifan siswa semakin meningkat, sehingga prosentase keaktifan siswa mencapai 90,83 %. Keaktifan siswa adalah salah satu hal yang menyebabkan hasil belajar bisa meningkat. Dari hasil analisis tes pada akhir siklus II menunjukkan bahwa jumlah siswa yang tuntas belajar adalah 38 siswa, sehingga prosentase ketuntasan secara klasikal mencapai 86.36 %, hal ini menunjukkan bahwa pada siklus II, kelas sudah dapat dikatakan tuntas belajar, karena sudah memenuhi indikator keberhasilan. Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil tes dapat dievaluasi bahwa langkah-langkah yang telah diprogramkan dan dilaksanakan mampu mencapai tujuan seperti yang ditetapkan dalam penelitian ini. Dengan demikian penggunaan pendekatan kontekstual dalam proses belajar mengajar khususnya mata pelajaran matematika pada materi pokok tabung, kerucut dan bola pada kelas IX-D SMP 1 Anyar pada tahun pelajaran 2009/2010, dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian penelitian tindakan kelas dalam penelitian ini dapat dikatakan berhasil.
Berdasar hasil pengamatan siswa pada siklus II menunjukkan bahwa lebih dari 75% siswa sudah melakukan kegiatan matematis seperti menghitung, menggambar, mengamati, mencatat, membuat kesimpulan. Sebagian besar siswa juga sudah berani bertanya, saling menjelaskan antara anggota kelompok, berani menyampaikan gagasan dan berani member tanggapan pada hasil preJurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-2, Cetakan ke-6
27
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan. Dari seluruh kegiatan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan di kelas IX-D SMP Negeri 1 Anyar, dapat disimpulkan bahwa melalui implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-D SMP 1 Anyar pada materi pokok tabung, kerucut dan bola . Saran. Berdasarkan pengalaman selama melaksanakan penelitian tindakan kelas Di kelas IX-D SMP 1 Anyar, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut. 1. Karena pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa, maka diharapkan para guru pada umumnya, khususnya guru matematika dalam melaksanakan pembelajaran juga menggunakan pendekatan kontekstual. 2. Semua guru di SMP Negeri 1 Anyar dalam melaksanakan pembelajaran, diharapkan juga menggunakan pendekatan kontekstual agar hasil belajar siswa lebih meningkat.
Buku Rujukan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), 2006. Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar Matematika SMP-MTs. Jakarta: Depdiknas Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika Buku 2. Jakarta : Depdiknas Departemen Pendidikan Nasional, 2005 Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika Buku 3. Jakarta : Depdiknas Departemen Pendidikan Nasional, 2004, Buku Siswa PelajaranMatematika Kelas IX Edisi 2, Jakarta Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Edisi 1, Jakarta : Binatama Raya. Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Edisi 2, Jakarta : Binatama Raya. Junaedi Dedi, dkk, 1999. Penuntun Belajar Matematika 3 Untuk SLTP. Bandung: Mizan Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer, Bandung: Universittas Pendidikan Indonesia . Suyitno, Amin. 2006. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Penyusunnan Skripsi Bahan Perkuliahan Prodi Matematika Fakultas MIPA (Petunjuk Praktis), Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-2, Cetakan ke-6
28