BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Penelitian tentang “Kemampuan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Telaga Mendeskripsikan Alur Novel Remaja Terjemahan Tahun Ajaran 2013” belum ada. Namun, ada penelitian PTK yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Memahami Alur Cerpen Siswa Kelas VIII-1 SMP 1 Wiradesa Kabupaten Pekalongan Tahun Ajaran 2006/2007 Melalui Teknik Penyusunan Kembali Visualisasi Alur” oleh Ernita Maharani (2007). Masalah yang dikaji dalam penelitian ini ada dua yaitu: (1) bagaimana peningkatan kemampuan siswa kelas VIII-1 SMP 1 Wiradesa Kabupaten Pekalongan dalam memahami alur cerpen setelah mengikuti pembelajaran dengan teknik penyusunan kembali visualisasi alur, dan (2) bagaimana perubahan perilaku siswa kelas VIII-1 SMP 1 Wiradesa Kabupaten Pekalongan dalam pembelajaran setelah mengikuti pembelajaran dengan teknik penyusunan kembali visualisasi alur. Hasil dari penelitian ini adalah nilai rata-rata siswa sebelum dilakukan tindakan sebesar 69,90 kemudian pada siklus I terjadi peningkatan sebesar 1,93 menjadi 71,83. Selanjutnya terjadi peningkatan lagi sebesar 7.14 menjadi 78.97 pada siklus II. Sebelum diadakan kegiatan siklus I dan siklus II, siswa yang memperoleh nilai di atas rata-rata hanya 18 atau 42,86%, pada siklus I menjadi 26 siswa atau 61.90%. Peningkatan yang terjadi sebesar 19,04% dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 95.24% atau 40 siswa. Peningkatan yang terjadi sebesar 33.34%.
Penelitian di atas mempunyai relevansi dengan penelitian ini. Persamaan antara penelitian Ernita Maharani 2007 dengan penelitian ini yaitu keduanya meneliti alur pada peserta didik SMP. Perbedaanya penelitian sebelumnya berbentuk PTK, sedangkan pada penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kualitatif yaitu mengambarkan kemampuan siswa apa adanya. Objek pada penelitian sebelumnya adalah alur cerpen, sedangkan dalam penelitian ini, alur novel remaja. Perbedaan lainya dari segi metode dan jenis penelitian. 2.2 Kajian Teori 2.2.1 Hakikat Alur Alur atau plot merupakan urutan atau rangkaian kejadian atau peristiwa dalam suatu karya fiksi yang memiliki tahapan-tahapan tertentu secara kronologis. Berikut ini diuraikan hakikat alur menurut para ahli. Menurut Aminudin (1991:126) alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalani suatu cerita bisa berbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam. Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dari keseluruhan fiksi (Semi, 1988: 43). Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2005: 113), mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Sedangkan menurut Rusyana (1987:67) mengemukakan bahwa ”alur bukan sekedar urutan cerita dari A sampai
Z, melainkan merupakan hubungan sebab-akibat peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain di dalam cerita”. Foster (dalam Tuloli 2000: 19) mengemukakan plot merupakan rentetan peristiwa dalam suatu fiksi (novel dan cerpen) tersusun dalam uraian waktu dan berdasarkan hukum sebab akibat. Plot sama dengan kerangka cerita, yang menjadi susunan stuktur cerita. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa alur/plot adalah rangkaian peristiwa yang dihubungkan oleh sebab akibat peristiwa yang satu dengan yang lainnya dalam cerita. 2.2.2 Macam-Macam Alur Firdausi (2012) membagi alur atau plot menjadi tujuh macam alur, ketujuh macam alur tersebut dapat diuraikan berikut ini: a. Alur Maju (Progesi) adalah sebuah alur yang memiliki klimaks di akhir cerita dan merupakan jalinan/ rangkaian peristiwa dari masa kini ke masa lalu yang berjalan teratur dan berurutan sesuai dengan urutan waktu kejadian dari awal sampai akhir cerita, disebut juga alur krognitif tahapannya: awal, perumitan, klimaks, antiklimaks, akhir. b. Alur Mundur (Regresi) adalah sebuah alur yang menceritakan tentang masa lampau yang memiliki klimaks di awal cerita dan merupakan jalinan/ rangkaian peristiwa dari masa lalu ke masa kini yang disusun tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian dari awal sampai akhir cerita Disebut juga alur tak Krognitif Tahapannya : akhir, antiklimaks, klimaks, peruwitan, awal.
c. Alur Sorot balik (Flashback) adalah alur yang terjadi karena pengarang mendahulukan akhir cerita dan setelah itu kembali ke awal cerita. Pengarang bisa memulai cerita dari klimaks kemudian kembali ke awal cerita menuju akhir. Tahapannya : klimaks, antiklimaks, akhir, peruwitan, awal. d. Alur Campuran (maju-mundur) adalah alur yang diawali klimaks, kemudian melihat lagi masa lampau dan dilanjutkan sampai pada penyelesaian yang menceritakan banyak tokoh utama sehingga cerita yang satu belum selesai kembali ke awal untuk menceritakan tokoh yang lain. Disebut juga alur Maju Mundur Tahapannya: klimaks, peruwitan, awal, antiklimaks, penyelesaian. e. Alur Klimaks adalah alur yang susunan peristiwa menanjak dari peristiwa biasa meningkat menjadi penting yakni lebih menegangkan. f. Alur Antiklimaks adalah alur yang susunan peristiwanya makin menurun dari peristiwa menegangkan kemudian menjadi kendor dan berakhir dengan peristiwa biasa. g. Alur Kronologis adalah alur yang susunan peristiwanya berjalan sesuai dengan urutan waktu. Dalam alur ini terdapat hitungan jam, menit, detik, hari dan sebagainya. 2.2.3 Tahapan Alur Berikut ini diuraikan tahapan alur menurut para ahli. Tuloli (2000:20) membagi tahapan plot/alur menjadi tiga susunan peristiwa, ketiga peristiwa itu dapat dikembangkan sebagai berikut:
a. Peristiwa pertama awal meliputi: (1) Eksposisi (paparan): perkenalan tempat kejadian, waktu, topik, dan tokoh-tokoh; (2) Inciting moment (rangsangan): pengembangan problema-problema dalam peristiwa; (3) Rising action (gawatan): problema itu mulai meningkat sehingga terjadi konflik; b. Peristiwa kedua (tengah) meliputi: (1) Complication (rumitan): konflik semakin ruwet dan makin tinggi; (2) Klimaks: kerumitan mencapai puncak; c. Peristiwa ketiga (akhir) melipti: (1) Falling action (leraian): konflik menuruan, emosi yang memuncak berkurang; (2) Donoument (selesain): penyelesaian problema, ada yang berakhir dengan perceraian dan ada yang berakhir dengan kebahagian. Menurut Lubis (dalam Tarigan 2008: 156) setiap cerita biasanya dapat dibagi atas lima bagian, yaitu: a) Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan atau situasi), b) Generation circumstance (peristiwa yang bersangkut paut, yang berkait-kaitan mulai bergerak), c) Rising action (keadaan muai memuncak), d) Climax (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks), e) Denouement (pengarang memberikan pemecahan sosial dari semua peristiwa).
Nurgiyantoro membagi tahapan plot menjadi beberapa rincian lagi. Rincian yang dimaksud diuraikan pada penjelasan berikut. a)
Tahap situation (tahap penyituasian), tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembuka cerita, pemberian informasi awal, dal lain-lain yang terutama, berfungsi melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.
a)
Tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik), Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri
akan
berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Tahap pertama dan kedua pada pembagian ini, tampaknya berkesesuaian pada tahap awal pada penahapan seperti yang dikemukakan di atas. b) Tahap rising action (tahap peningkatan konflik), Konflik yang terjadi semakin mencengkam dan menegangkan. c)
Tahap climax (tahap klimaks), Konflik yang dialami pelaku mencapai titik intensitas puncak. Klimaks dalam sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama.
d) Tahap denoument (tahap penyelesaian), Pada tahap ini konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Berdasarkan pendapat para ahli tentang tahapan alur di atas, maka dalam penelitian ini peneliti memilih tahapan yang dirumuskan oleh Nurgiyantoro, karena dianggap lebih sesuai digunakan untuk mendeskripsikan alur/plot sebuah karya sastra.
2.2.4 Cara Menentukan Alur Alur sering juga disebut dengan istilah plot atau jalan cerita. Schmitt dan Viala (1982: 62) menyatakan bahwa alur merupakan serangkaian dari tindakan, keadaan, situasi, dan kejadian yang dialami oleh para pelaku dalam suatu cerita. Alur mengandung hubungan antarperistiwa yang memiliki sebab akibat (logis), tidak sekedar berurutan secara kronologis saja. Oleh karena itu, dalam menentukan alur sebuah novel, hal yang harus dilakukan pertama kali adalah mencari unsur terkecilnya, yaitu sekuen. Sekuen secara umum adalah bagian dari teks yang membentuk hubungan keterkaitan yang berada pada cerita inti. Sekuen sendiri berasal dari urutan potongan-potongan cerita yang diwujudkan melalui tahapan-tahapan dalam perkembangan cerita. Dalam menentukan sekuen, perlu diperhatikan dua kriteria, yaitu: (1) harus berpusat pada satu titik fokus, yang memiliki pengamatan terhadap satu atau objek yang sama atau satu pandangan yang sama terhadap objek yang berbedabeda dan (2) sekuen harus membentuk koherensi waktu dan ruang, peristiwa terjadi pada tempat dalam satu periode kehidupan seseorang, atau kejadiankejadian yang memiliki kesamaan ide (Schmitt & Viala,1982: 27). Berdasarkan hubungan antarsekuen tersebut, Barthes (1981: 15-16) mengemukakan bahwa ada dua fungsi sekuen, yaitu fonction cardinale (fungsi utama) dan fonction catalyse (fungsi katalisator). Satuan-satuan yang memiliki fungsi utama dihubungkan berdasarkan hubungan sebab-akibat atau hubungan logis. Fungsi inilah yang memiliki peran utama dalam mengarahkan jalan cerita. Satuan katalisator berfungsi menghubungkan cerita yang lain, mempercepat,
memperlambat, melanjutkan kembali, merangkum, mengantisipasi, dan kadangkadang membingungkan pembaca. Oleh sebab itu perlu diperhatikan faktor pengembangan alur. Menurut Tuloli (2000: 25-27) dalam menentukan sebuah plot atau alur di pengaruhi oleh beberapa faktor pengembangan plot atau alur sebagai berikut: a. Kebolehjadian atau Plausibilitas Cerita hendaknya meyakinkan pembaca sehingga masuk akal sesuai dengan logika cerita. Sesuatu yang dapat diterima akal manusia dalam cerita harus diukur dari dalam cerita itu sendiri. Sebab cerita adalah karya kteatif yang imajiner. Logika dalam dapat ditinjau dari hubungan kasual, mencerminkan kehidupan yang realitas imajiner, atau hubungan waktu dan tempat. Hal itu mungkin dilihat dari situasi tokoh, latar, perwatakan, peristiwa, tingkah laku dan lain-lain. b. Tegangan (suspense) Pembaca tertarik bahkan sangat merasa tegang dengan kelanjutan peristiwa yang menimpa seorang tokoh. Ada rasa ingin tahu terhadap penyelesaian masalah yang dihadapi tokoh, apalagi tokoh yang mendapat simpati dari pembaca. Tegang inilah yang mengikat pembaca untuk harus mengikuti jalan cerita sampai selesai. Tegang mungkin disebabkan oleh: (1) masalah siapa, apa, dan bagaimana hal itu terjadi, (2) peristiwa yang tidak terlelakkan dalam sesuatu perjalanan cerita.
c. Kejutan (Surprise) Peristiwa
dalam
karya
sastra
kadang-kadang
menyimpang
atau
bertentangan dengan harapan atau dengan kita. Hal itu dalam karya sastra dikenal dengan kejutan. Kejutan ini bisa terjadi dalam berbagai tataran struktur karya sastra, seperti pada peristiwa, penokohan gaya bahasa, juga penyelesaian dalam suatu konflik. ) Sesuatu yang bersifat bertentangan itu dapat menyangkut berbagai aspek pembangun karya fiksi, misalnya sesuatu yang diceritakan, peristiwaperistiwa, penokohan-perwatakan, cara berpikir-berasa-bereaksi para tookoh cerita, cara pengucapan dan gaya bahasa, dan sebagainya (Nurgiyantoro, 2012: 136). d. Kebetulan (Tiba-tiba) Faktor kebetulan ini sering dapat mengembangkan plot cerita. Hal-hal kebetulan itu sebenarnya tetap direncanakan oleh pengarang untuk melanjutkan peristiwa-peristiwa dalam fiksi. Faktor kebetulan juga bisa mempengaruhi terjadinya perubahan nasib tokoh. Kadang-kadang perubahan itu tidak dapat dilihat dari unsur sebab akibat misalnya tokoh yang dari awalnya jahat pada suatu situasi tertentu tiba-tiba menjadi sangat baik, karena sautu faktor tertentu. Dengan kata lain, ada pertautan makna secara logis merupakan suatu hal yang tak dapat dihilangkan
begitu
saja.
Plot
dalam
hal
ini,
justru
berfungsi untuk
menghubungakan antar berbagai peristiwa dan konflik tersebut dalam suatu wadah, ikatan, kesatuan, sehingga seluruhnya menjadi padu dan koherensif.