Pendahuluan Akuntansi digunakan untuk pertanggungjawaban (stewardship) dan penyediaan informasi dalam rangka pengambilan keputusan bagi pengguna (decision making). Menurut Radebaugh dan Gray, Akuntansi adalah produk lingkungan yang dipengaruhi dan mencerminkan lingkungannya (Radebaugh dan Gray, 1997: 46). ”To a large extent, accounting is a product of its environment. That is shaped by, reflects, and reinforce particular characteristics unique to its national environment”(Radebaugh dan Gray,1997:46).
Akuntansi dibentuk oleh lingkungan tempat akuntansi itu beroperasi (Gernon dan Meek, 2001). Faktor-faktor lingkungan yang membentuk akuntansi adalah
sistem hukum, budaya,
perpajakan, penyedia sumber keuangan, inflasi politik dan ekonomi (Doupnik dan Perera, 2007:32). Dampak dari akuntansi yang dibentuk oleh lingkungan tempat akuntansi itu beroperasi adalah adanya perbedaan praktik akuntansi di berbagai negara yang menjadi lingkungan akuntansi itu berkembang. Perbedaannya menurut Doupnik dan Perera (2007) meliputi perbedaan laporan keuangan yang dimasukkan dalam laporan tahunan, format laporan keuangan, tingkat detil informasi dalam laporan keuangan, terminologi, dan perbedaan dalam pengakuan, pengukuran serta pengungkapan (Doupnik dan Perera, 2007: 47). Contoh perbedaan dalam hal pengukuran adalah negara Meksiko mengharuskan mengakui biaya penelitian dan pengembangan (research and development) sebagai beban tetapi di negara Kanada dan Perancis dapat dikapitalisasi sebagai aset. Perbedaan dalam perlakuan akuntansi di berbagai negara dapat menimbulkan perbedaan yang signifikan dari angka-angka yang ditampilkan di laporan keuangan (Doupnik dan Perera, 2007: 2627). Perbedaan akuntansi di berbagai negara dapat menimbulkan permasalahan. Permasalahannya berdasarkan hasil penelitian Doupnik dan Perera yaitu seperti saat persiapan laporan konsolidasi dengan perusahaan-perusahaan di luar negeri yang masing-masing mengikuti peraturan lokal. Permasalahan kedua adalah saat memasuki pasar modal luar negeri maka perusahaan harus membuat laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi negara tempat pasar modal berada. Aspek kurangnya komparabilitas laporan keuangan juga disebabkan oleh perbedaan praktik akuntansi di berbagai negara (Doupnik dan Perera, 2007: 35-37). Perusahaan yang beroperasi secara domestik tidak terlalu mengalami masalah yang disebabkan perbedaan praktik akuntansi di berbagai negara. Permasalahan perbedaan praktik akuntansi di berbagai negara dirasakan oleh perusahaan multinasional (multinational company). 1
Pada perusahaan multinasional yang memiliki kompetensi global dengan beroperasi di berbagai negara, perbedaan praktik akuntansi akan mempengaruhi kompetisi (competitiveness). Perusahaan multinasional harus berhati-hati untuk mengkomunikasikan kinerjanya agar efektif kepada pengguna luar negeri (Gernon dan Meek, 2001: 30-31). Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan praktik akuntansi di berbagai negara sebelum periode konvergensi berdasar hasil penelitian Nobes dan Parker (2004) adalah faktor kepemilikan bisnis, sistem keuangan, warisan penjajahan, penyerbuan, sistem pajak, inflasi, tingkat pendidikan, umur dan ukuran ikatan profesi akuntan, tingkat perkembangan ekonomi, sistem hukum, sejarah, geografi, bahasa, pengaruh teori, sistem politik, keadaan sosial, agama serta kecelakaan (Nobes dan Parker, 2004: 20-29). Contoh pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap perbedaan praktik akuntansi antar negara adalah perbedaan praktik akuntansi di negara agraris dengan negara yang industrinya berkembang pesat (Radebaugh et al, 2006 : 6) dan sistem akuntansi di negara yang ekonomi sosialis berbeda dengan sistem akuntansi negara yang pasar modalnya berkembang pesat (Radebaugh et al, 2006 : 17). “Research on environmental influences in accounting systems have identified the following factors as potential causes of international differences: nature of business ownership and financial system, colonial inheritance, invasions, taxation, inflation, level of education, age and size of accountancy profession, stage of economic development, legal systems, history, geography, language, influence of theory, political systems and social climate, religion and accidents”(Nobes dan Parker , 2004: 20-29).
Upaya untuk mengatasi masalah yang disebabkan oleh perbedaan praktik akuntansi antar berbagai negara yaitu dengan membangun standar akuntansi yang dapat digunakan secara internasional (Saudagaran, 2004: 32). Berbagai negara melakukan konvergensi standar akuntansi internasional yaitu International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikembangkan oleh International Accounting Standards Board (IASB). IFRS memiliki tujuan utama mencapai laporan keuangan yang bisa dibandingkan (comparable) antar perusahaan antar negara (Buys dan Schutte, 2011: 50). IFRS perlu diadopsi oleh negara-negara dengan cara yang mirip (de jure) dan diintrepretasikan serta diaplikasikan dengan cara yang konsisten antar berbagai negara (de facto) agar tujuan komparabilitas dapat tercapai (Chand et al, 2008:111). Hal ini menjadikan penting untuk mengidentifikasi dan memperhatikan faktor-faktor dalam suatu negara yang berperan dalam penerapan IFRS dengan konsisten (Chand et al, 2008: 125). Hopwood (2000) memberikan gambaran bahwa melalui konvergensi, faktor utama yang berperan penting dalam perbedaan praktik akuntansi yaitu perbedaan isi standar akuntansi telah dihapuskan. Faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap perbedaan praktik akuntansi antar negara seperti faktor perbedaan infrastruktur, budaya, persyaratan hukum, sosial ekonomi dan 2
sistem politik serta perbedaan individu akuntan masih tetap ada. Hal ini menjadi penyebab kesamaan dan keseragaman dalam standar-standar akuntansi yang tampak dalam laporan keuangan mungkin tidak akan terjadi bahkan setelah mengadopsi IFRS (Hopwood, 2000 : 764) ”With convergence, some factors that were previously regarded to be major factors contributing to these differences, such as the content of the accounting standards, have now been eliminated. However, other factors that contribute to differences between nations, including infrastructure, culture, legal requirements, socioeconomic and political systems, and individual differences among accountants, still remain. Therefore, a complete commonality and uniformity in standards and, by inference, in financial reports may not occur even after adopting IFRSs.” (Hopwood, 2000: 764).
Parmod Chand, Chris Patel dan Ronald Day melakukan penelitian mengenai faktor-faktor penyebab perbedaan laporan keuangan setelah konvergensi IFRS di negara Australia, Selandia Baru, Fiji dan Papua Nugini tahun 2008. “Certainly there are many challenges for the IASB in attempting to transfer their accounting concepts to various countries, all of which have different business ownership and financing system, different cultures, different professional roles and differences in the level of education and experience of professional accountants. Nevertheless, we argue that the IASB and other regulators, both national and international, need to work towards reducing these differences and help facilitate the process of de facto not just de jure accounting convergence. Further research is needed to identify differences between other regions and countries in the post-convergence period, and to empirically test the interaction of the proposed factors. Until these differences across various jurisdictions are better understood and eliminated, effective convergence will just be a myth, rather than a reality” (Chand et al, 2008: 125).
Hasil penelitian Chand et al (2008) diatas menunjukkan faktor-faktor penyebab perbedaan praktik akuntansi oleh berbagai negara setelah konvergensi IFRS adalah faktor kepemilikan bisnis, sistem keuangan, budaya serta tingkat pendidikan dan pengalaman akuntan. Faktor penyebab perbedaan ini perlu dipahami dan diatasi agar mencapai konvergensi yang efektif untuk meningkatkan kualitas dan komparabilitas laporan keuangan setelah mengadopsi IFRS. Penelitian ini mengacu kepada hasil penelitian dari Parmod Chand, Chris Patel dan Ronald Day tahun 2008 bahwa budaya menjadi salah satu faktor penyebab perbedaan praktik akuntansi diberbagai negara setelah konvergensi IFRS (Chand et al, 2008: 124). Penelitian ini menggunakan faktor budaya nasional Indonesia sebagai variabel bebas. Faktor budaya digunakan dalam penelitian ini karena budaya merupakan faktor lingkungan yang paling kuat dan sangat dipertimbangkan dalam mempengaruhi sistem akuntansi suatu negara (Doupnik dan Perera, 2007: 11). Alasan berikutnya untuk menggunakan budaya adalah karena budaya dipandang sebagai software of the mind (Hofstede dan Hofstede, 2005:3).Budaya mencerminkan norma, nilai dan perilaku dari penganut budaya
3
tersebut. Akuntansi sebagai ilmu dan alat untuk mempermudah manusia pasti harus tunduk dengan cara masyarakat menjalani hidupnya karena jika tidak tunduk maka tidak akan berguna bagi masyarakat penggunanya (Ramadhan, 2012: 2). Budaya akan mempengaruhi pertimbangan (judgment) akuntan dalam proses menghasilkan laporan keuangan (Chand et al, 2008: 120). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh budaya nasional Indonesia terhadap praktik akuntansi pada perusahaan multinasional yang berada di Indonesia dalam proses konvergensi IFRS. Perusahaan multinasional digunakan dalam penelitian ini karena perusahaan multinasional merasakan dampak yang lebih besar atas perbedaan praktik akuntansi di berbagai negara (Gernon dan Meek, 2001: 30-31). Perusahaan multinasional mendapat pengaruh budaya dari 2 (dua) negara yaitu budaya negara asal (home country) dan budaya negara tempat beroperasi (host country). Walaupun terdapat dua budaya negara yang mempengaruhi perusahaan multinasional, penelitian ini membatasi budaya negara Indonesia karena perusahaan multinasional yang menjadi sampel penelitian beroperasi di Indonesia dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia diduga dipengaruhi budaya Indonesia karena harus tunduk dengan aturan akuntansi yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pengaruh budaya nasional negara asal dan negara perusahaan multinasional beroperasi terhadap praktik akuntansi perusahaan multinasional dalam periode konvergensi IFRS (tahun 2008-2012) di Indonesia kepada pemerintah dan Ikatan Akuntan Indonesia sebagai pembuat kebijakan akuntansi, para akuntan sebagai penyusun laporan keuangan dan pihak-pihak yang akan bekerja sama dengan perusahaan multinasional sebagai pengguna laporan keuangan perusahaan multinasional dalam menganalisis dan mengintepretasikan laporan keuangan perusahaan multinasional. Situasi Problematik Perusahaan multinasional yang beroperasi di berbagai negara merasakan dampak yang lebih besar terhadap perbedaan praktik akuntansi antar negara (Gernon dan Meek, 2001: 31).Laporan keuangan perusahaan multinasional juga digunakan oleh pengguna dari berbagai negara. Dampak yang dirasakan seperti saat persiapan laporan keuangan konsolidasi dengan perusahaan anak diluar negeri yang masing-masing memiliki perlakuan akuntansi berbeda dan aspek komparabilitaslaporan keuangan antar negara (Doupnik dan Perera, 2007: 35-36).International Financial Reporting Standards (IFRS) dikembangkan untuk mengatasi dampak perbedaan akuntansi antar negara (Saudagaran, 2004: 32).Konvergensi dan adopsi IFRS oleh negara-negara membuat penyebab utama perbedaan praktik akuntansi antar negara yaitu perbedaan isi standar akuntansi telah dihapuskan (Hopwood, 2000, 764).Hasil penelitian menunjukkan masih terdapat perbedaan praktik akuntansi setelah penggunaan IFRS yang disebabkan oleh perbedaan kepemilikan bisnis, sistem keuangan, 4
budaya dan tingkat pendidikandan pengalaman akuntan (Chand et al, 2008: 120-122).Budaya yang berperan sebagai programming of the mind (Buys dan Schutte, 2011) dipandang sebagai salah satu penyebab perbedaan praktik akuntansi di berbagai negara dalam konvergensi IFRS (Chand et al, 2008: 120). Rumusan Masalah Apakah budaya berpengaruh signifikan terhadap praktik akuntansi pada perusahaan multinasional di Indonesia pada periode konvergensi IFRS? Tujuan Penelitian Penelitian ini untuk memberi gambaran pengaruh budaya nasional Indonesia terhadap praktik akuntansi pada perusahaan multinasional dalam periode konvergensi IFRS kepada pemerintah, Ikatan Akuntan Indonesia, akuntan, pihak yang akan bekerja sama dengan perusahaan multinasional dan pengguna laporan keuangan perusahaan multinasional untuk dapat mengambil keputusan yang tepat dari informasi laporan keuangan perusahaan multinasional di Indonesia. Kegunaan Penelitian 1. Memberikan pemahaman pengaruh budaya terhadap praktik akuntansi pada perusahaan multinasional di Indonesia dalam periode konvergensi IFRS tahun 2008 hingga tahun 2012. 2. Memberikan gambaran bahwa akuntansi adalah produk lingkungan sehingga bermanfaat dalam menganalisis dan menggunakan laporan keuangan dengan tepat dalam periode konvergensi IFRS di Indonesia yang dimulai dengan tahap adopsi tahun 2008 hingga tahun 2010, kemudian tahap persiapan akhir tahun 2011 dan tahap implementasi mulai tahun 2012. Tinjauan Pustaka Budaya Budaya berperan untuk membentuk pola pikir, perasaan dan tindakan yang dipelajari dalam waktu kehidupan. Hofstede membuat analogi budaya dengan cara program komputer yang mengandung sebuah kesatuan peraturan yang digunakan sebagai titik referensi dan tekanan menuju level yang lebih tinggi (Hofstede, 1980:2). Budaya terdiri dari sejumlah peraturan tidak tertulis (unwritten rules) dalam interaksi sosial.Hal ini mempunyai arti bahwa budaya sebagai the collective programming of the mind yang 5
membedakan anggota suatu kelompok dengan kelompok lain (Hofstede dan Hofstede, 2005:3). Budaya juga merupakan faktor lingkungan yang paling kuat dan sangat dipertimbangkan dalam mempengaruhi sistem akuntansi suatu negara (Doupnik dan Perera, 2007 :11). Hofstede mempelopori penelitiaannya pada tahun 1970 yang bertujuan untuk mendeteksi elemen struktur budaya dengan melakukan survey terhadap para tenaga kerja perusahaan multinasional IBM yang berlokasi di lebih dari 50 negara. Hofstede membangun empat dimensi budaya
yaitu
Individualisme,
Jarak
Kekuasaan,
Penghindaran
Ketidakpastiandan
Maskulinitas.Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Hofstede dan Bond tahun 1988 terhadap budaya China menghasilkan dimensi kelima dari yaitu Orientasi Jangka Panjang (Radebaugh et all, 2006: 42). Lima subdimensi budaya yang dikembangkan oleh Hofstede adalah : 1.Individualism versus Collectivisme Individualisme (individualism) terkait hubungan antar individu dalam masyarakat. Indivualisme menggambarkan bahwa anggota masyarakat lebih mengutamakan kepentingan pribadinya. Kolektivisme (collectivism) menggambarkan masyarakat yang terintegrasi dengan kuat, bersatu padu dan loyal dalam menjalankan kehidupan masyarakat (Hofstede dan Hofstede, 2005:76). “Individualism pertains to societies in which the ties between individuals are loose: everyone isexpected to lookafter himself or herself and his or her immediate family. Collectivism as its opposite pertains to societies in which people from birth onwards are integrated into strong, cohesive ingroups which throughout people's lifetime continue to protect them in exchange for unquestioning loyalty” (Hofstede and Hofstede, 2005:76).
Perbedaan masyarakat yang kolektivis dan individualisme dengan beberapa kriteria yang disajikan dalam tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1 Key Differences between Collectivist and Individualist Societies. Politics and Ideas Number Collectivist 1 Collective interests prevail overindividual interests 2 Private life is invaded by group(s) 3 Opinions are predetermined by group membership 4
Laws and rights differ by group
5 6
Low per capita GNP Dominant role of the state in theeconomic system Economy based on collective interests political power exercised by interestGroups
7
Individualist Individual interests prevail over collective interests Everyone has a right to privacy Everyone is expected to have a private Opinion Laws and rights are supposed to be the same for all High per capita GNP Restrained role of the state in the economic system Economy based on individual interests Political power exercised by voters 6
Sumber: Hofstede dan Hofstede 2005:11. Tabel 1 Key Differences between Collectivist and Individualist Societies. Politics and Ideas (Continue) Number Collectivist 8 9
10 11
Press controlled by the state Imported economic theories largelyirrelevant because unablev to deal with collective and particularist interests Ideologies of equality prevail over ideologies of individual freedom Harmony and consensus in society are ultimate goals
Individualist Press freedom Native economic theories based on pursuit of individual self-interests Ideologies of individual freedom prevail over ideologies of equality Self-actualization by every individual is an ultimate goal
Sumber: Hofstede dan Hofstede 2005:11. 2. Small PowerDistance versus Large Power Distance Jarak kekuasaan memiliki makna bahwa anggota suatu organisasi atau institusi dalam suatu negara menerima ide atau gagasan bahwa kekuasaan didistribusikan secara tidak merata (Hofstede dan Bond, 1988: 10). Perbedaan masyarakat jarak kekuasaan kecil (small power distance) dan masyarakat jarak kekuasaan lebar (large power distance) dengan kriteria sekolah dan umum yang disajikan dalam tabel 2 dan kriteria politik yang disajikan dalam tabel 3 sebagai berikut: Tabel 2 Key Differences between Small and Large Power Distance Societies II: General Norm, Family, School, and Workplace Number Small power distance Large power distance 1 2
3 4 5 6 7 8
9
10 11
Inequalities among people should be Minimized There should be, and there is to some extent,interdependence between less and morepowerful people Parents treat children as equals Children treat parents as equals Teachers expect initiatives from students in class Teachers are experts who transfer impersonal truths Students treat teachers as equals More educated persons hold less Authoritarian values than less educated Persons Hierarchy in organizations means an inequality of roles, established for convenience Decentralization is popular Narrow salary range between top and bottomof organization
Inequalities among people are both expectedand desired Less powerful people should be dependent on the more powerful; in practice, less powerful people are polarized between dependence and counterdependence Parents teach children obedience Children treat parents with respect Teachers are expected to take all Initiativesin class Teachers are gurus who transfer Personal wisdom Students treat teachers with respect Both more and less educated persons Showalmost equally authoritarian Values Hierarchy in organizations reflects the existential inequality between higher- ups and lower-downs Centralization is popular Wide salary range between top and Bottomof organization 7
Sumber: Hofstede, 2011:19 Tabel 3 Key Differences between Small and Large Power Distance Societies Politics and Ideas. Small Power Distance Large Power Distance
Number 1
The use of power should be legitimate and issubject to criteria of good and evil
Might prevails over right: whoever holds thepower is right and good
2
Skills, wealth, power, and status need not go together The middle class is large All should have equal rights Powerful people try to look less powerful than they are Power is based on formal position, expertise,and ability to give rewards The way to change a political system is by changing the rules (evolution)
Skills, wealth, power, and status should go together The middle class is small The powerful have privileges Powerful people try to look as impressive asPossible Power is based on family or friends, charisma, and ability to use force The way to change a political system is Bychanging the people at the top (revolution)
3 4 5 6 7
Sumber : Hofstede, 2011:9
3.Strong Uncertainty Avoidance Societies versus Weak Uncertainty Avoidance Societies Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance) adalah tingkat anggota masyarakat merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas. Perasaan ini mendorong masyarakat untuk mengadakan
perjanjian kepercayaan untuk kepastian dan mendorong institusi untuk
mempertahankan kesesuaian. Masyarakat yang kuat dalam menghindari ketidakpastian (strong uncertainty avoidance societies) akan memelihara peraturan yang kaku dari kepercayaan dan kebiasaannya serta tidak memberikan toleransi atas penyimpangan yang terjadi. Masyarakat yang lemah dalam menghindari ketidakpastian (weak uncertainty avoidance societies) akan menjaga keadaan lebih santai yang mana dalam praktik menganggap lebih ke arah prinsip dan penyimpangan lebih mudah untuk ditoleransi. Isu pokok dari dimensi ini adalah bagaimana masyarakat bereaksi terhadap kenyataan bahwa waktu hanya berjalan satu arah dan bahwa masa depan tidak diketahui serta apakah mereka mencoba untuk mengatur masa depan atau membiarkan masa depan terjadi begitu saja (Hofstede dan Bond 1988: 11) Perbedaan masyarakat yang lemahdalam penghindaran ketidakpastian (weak uncertainty avoidance societies) dan masyarakat yang kuat dalam penghindaran ketidakpastian (strong uncertainty avoidance societies) dengan kriteria umum dan sekolah disajikan dalam tabel 4 sebagai berikut:
8
Tabel 4 Key Differences between Weak And Strong Uncertainty Avoidance Societies. General Norm, Family, School, and Workplace Number 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10
Weak uncertainty avoidance Uncertainty is a normal feature of life and each day is accepted as it comes Low stress; subjective feeling of Wellbeing Aggression and emotions should not be shown Comfortable in ambiguous situations and with unfamiliar risks Lenient rules for children on what is dirty and taboo What is different, is curious Students comfortable with openended learning situations and concerned with good discussions Teachers may say 'I don't know' There should not be more rules than is strictly necessary Time is a framework for orientation
11
Comfortable feeling when lazy; hardworking only when needed 12 Precision and punctuality have to be Learned 13 Tolerance of deviant and innovative ideas and behavior Sumber: Hofstede,2011:11
Strong uncertainty avoidance The uncertainty inherent in life is felt as a continuous threat which must be fought High stress; subjective feeling of anxiety Aggression and emotions may at proper times and places be ventilated Acceptance of familiar risks; fear of ambiguoussituations and of unfamiliar risks Tight rules for children on what is dirty and Taboo What is different, is dangerous Students comfortable in structured learning situations and concerned with the right answers Teachers supposed to have all the answers Emotional need for rules, even if these will never work Time is money Emotional need to be busy; inner urge to Work hard Precision and punctuality come naturally Suppression of deviant ideas and behavior; resistance to innovation
4.Masculinity versus Femininity Maskulinitas adalah pilihan dalam masyarakat untuk menitikberatkan pencapaian, kepahlawanan, ketegasan dan kesuksesan materi.Femininityadalah pilihan untuk menitikberatkan pada menjalin hubungan, kesederhanaan, peduli terhadap kelemahan dan kualitas hidup. Isu fundamental dari dimensi ini adalah cara dalam masyarakat untuk mengalokasikan aturan sosial berdasarkan jenis kelamin (Hofstede dan Hofstede, 2005:120). Hofstede membedakan maskulinitas dan feminitas dengan kriteria umum, keluarga dan sekolah yang disajikan dalam tabel 5 sebagai berikut:
9
Number 1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11 12 13
Tabel 5 Key Differences Between Feminine and Masculine Societies I: General Norm, Family, School, and Workplace Feminine Masculine Dominant values in society are Dominant values in society are material caring for others and preservation success and progress People and warm relationships are Money and things are important Important Everybody is supposed to be modest Men are supposed to be assertive, ambitious, and tough Both men and women are allowed to be Women are supposed to be tender and to Tender and to be concerned with take care of relationships Relationships In the family, both fathers and mothers In the family, fathers deal with facts and Deal with facts and feelings mothers with feelings Both boys and girls are allowed to cry Girls cry, boys don't; boys should fight but neither should fight back when attacked, girls shouldn't fight Failing in school is a minor accident Failing in school is a disaster Friendliness in teachers appreciated Brilliance in teachers appreciated Boys and girls study same subjects Boys and girls study different subjects Work in order to live Live in order to work Managers use intuition and strive for Managers expected to be decisive and consensus Assertive Stress on equality, solidarity, and quality of Stress on equity, competition among work life colleagues, and performance Resolution of conflicts by compromise and Resolution of conflicts by fighting them negotiation Out
Sumber: Hofstede, 2011:12 5.Short Term Orientation versus Long Term Orientation Orientasi jangka pendek (short term orientation) menitikberatkan penghormatan terhadap tradisi, penghormatan atas sosial dan status kewajiban tanpa melihat biaya, tingkat tabungan yang rendah, sedikit uang yang dikeluarkan untuk investasi, fokus untuk mendapatkan hasil dengan cepat dan
fokus terhadap sesuatu yang tampak. Orientasi jangka panjang (long term orientation)
menitikberatkan penyesuaian tradisi dengan kebutuhan modern, pembatasan terhadap penghormatan sosial dan status kewajiban, kecermatan dan penghematan dalam penggunaan sumber daya, tingkat tabungan yang tinggi, banyak dana dikeluarkan untuk investasi, kegigihan dalam pencapaian hasil secara bertahap, kesediaan untuk mendengarkan keinginan personal bawahan dalam mencapai tujuan organisasi, serta fokus terhadap kehidupan yang berbudi (Hofstede dan Bond, 1988) Hofstede dan Bond melakukan survey dan analisis mengenai dimensi budaya beberapa negara termasuk Indonesia.Nilai dimensi budaya Indonesia menurut analisis Hofstede ditampilkan pada tabel 6.
10
Tabel 6 Nilai dan Peringkat Indonesia dalam Nilai Budaya Hofstede Dimensi Budaya Nilai Peringkat Makna Indonesia Indonesia Jarak kekuasaan 78 8 hingga 9 Tidak meratanya kekuasaan di Indonesia Individualisme 14 47 hingga 48 Masyarakat Indonesia bersifat kolektif daripada individualis Maskulinitas 46 30 hingga 31 Maskulinitas di Indonesia rendah Penghindaran ketidakpastian 48 41 hingga 42 Masyarakat Indonesia memberikan toleransi
Sumber :(Hofstede dan Bond, 1988: 12) dan (Ramadhan, 2012:27) Praktik Akuntansi Akuntansi merupakan produk dari lingkungannya (Radebaugh, 1997:46) yang digunakan untuk mengkomunikasikan dan mengintepretasikan aktivis keuangan (Kustina, 2012: 70). Akuntansi dibentuk oleh lingkungan tempat akuntansi itu beroperasi (Gernon dan Meek, 2001). Faktor-faktor lingkungan yang membentuk akuntansi adalah
sistem hukum, perpajakan, penyedia sumber
keuangan, inflasi politik dan ekonomi (Doupnik dan Perera, 2007:32). Gray mengidentifikasikan empat subdimensi akuntansi yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akuntansi suatu negara yaituProfessionalism versus Statutory Control, Uniformity versus Flexibility, Conservatism versus Optimismdan Secrecy versus Transparency (Gray, 1988:8). 1.Professionalism versus Statutory Control Profesionalisme (professionalism)adalah pilihan untuk menggunakan pendapat profesional individu dan menjaga profesional pribadi.Kontrol undang-undang (statutory control)adalah pemenuhan terhadap permintaan hukum dan kendali menurut hukum. Profesionalisme merupakan dimensi nilai akuntansi yang signifikan karena akuntan perlu untuk mengadopsi perilaku yang independen dan menggunakan pertimbangan profesional sesuai yang dengan prinsip akuntansi seluruh dunia (Gray, 1988:8). 2. Uniformity versus Flexibility Keseragaman (uniformity)adalah nilai yang merefleksikan pilihan untuk menekankan praktik akuntansi yang seragam antar perusahaan dalam suatu industri dan penggunaan yang konsisten selama beberapa kurun waktu. Fleksibilitas (flexibility)adalah kesepakatan untuk menerima keadaan dari perusahaan secara individu, nilai ini terkait interpretasi yang berbeda dalam suatu kelompok, konsisten antar waktu dan kemampuan untuk dibandingkan (Gray, 1988:8)
11
3. Conservatism versus Optimism Konservatisme(conservatism)adalah nilai yang merefleksikan pilihan untuk berhati-hati dalam mengukur kemampuan dengan ketidakpastian dari peristiwa masa depan. Optimisme (optimism)adalah nilai yang merefleksikan pilihan untuk lebih optimis dan mengambil risiko (Gray, 1988:8).Konservatisme atau sikap berhati-hati dalam pengukuran aset dan pelaporan laba diterima sebagai sikap fundamental akuntan di seluruh dunia (Gray, 1988:10). 4. Secrecy versus Transparency Kerahasiaan (secrecy)adalah nilai yang merefleksikan pilihan untuk mengungkapkan informasi bisnis hanya kepada pihak yang dekat dengan manajemen dan keuangan perusahaan. Keterbukaan (transparency)adalah nilai yang merefleksikan pilihan untuk lebih terbuka, transparan, dan bertanggung jawab untuk mempublikasikan informasi kepada umum (Gray,1988:8). Dimensi ini merupakan dimensi nilai akuntansi yang signifikan karena pengaruh managemen perusahaan terhadap kuantitas informasi yang disampaikan melalui laporan keuangan kepada pihak luar (Gray, 1988:11). Perusahaan Multinasional Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang terkait dengan investasi langsung luar negeri (foreign direct investment) dan kepemilikan atau melakukan kontrol terhadap aktivitas bernilai tambah pada lebih dari satu negara (Dunning dan Lundan, 2008:3). Investasi langsung luar negeri (foreign direct investment) dapat berupa kepemilikan anak perusahaan di negara lain. Investasi langsung luar negeri (foreign direct investment) dapat berupa mengakuisisi perusahaan luar negeri yang ada atau membangun perusahaan baru di luar negeri (Doupnik dan Perera, 2007: 11). Perusahaan multinasional melibatkan 2 (dua) negara atau lebih yaitu negara asal perusahaan multinasional (home country) dan negara tujuan investasi perusahaan multinasional (host country) (Hindrayani, 2013:51). Home Country adalah negara dimana Emiten didirikan atau berdomisili secara hukum sedangkan host country adalah negara di luar home country dimana Penawaran Umum dilakukan (Bapepam-Lk, 2010). Perusahaan multinasional pada awalnya memiliki motivasi untuk mencari sumber daya (resource seeking).Pada perkembangannya perusahaan multinasional memiliki fungsi untuk mencari pasar (market seeking) yaitu memproduksi barang lalu mengirimkan kepada perusahaan anak untuk dijual di negara perusahaan anak berada.Perusahaan multinasional juga memiliki motivasi untuk 12
mencari operasi yang lebih efisien (efficiency seeking) seperti perusahaan anak memiliki keahlian khusus di bagian tertentu dari keseluruhan operasi.Perusahaan multinasional juga mengembangkan perusahaan anak untuk khusus dalam bidang tertentu seperti perdagangan, distribusi, asuransi, keuangan, penyedia layanan serta perbaikan teknologi (Nobes dan Parker, 2004: 9). Perusahaan multinasional memiliki keterlibatan dalam perekonomian yaitu meningkatkan merger dan akuisisi internasional secara tajam. Bahan baku diperjualbelikan secara internasional kemudian barang dan jasa memasuki perdagangan ekspor-impor yang nantinya lini-lini produk atau divisi perusahaan akan bergabung (merger) (Choi dan Mueller, 1997:3). Perusahaan multinasional juga memiliki peran sebagai agen pengembangan akuntansi.Perusahaan multinasional mendorong akuntansi tidak terbatas batasan negara dan standar akuntansi dapat memenuhi kebutuhan dari perusahaan multinasional (Choi dan Mueller, 1997: 47). Para ekonom menjelaskan alasan perusahaan multinasional tetap eksis. Penjelasan yang paling sering dipakai adalah Dunning’s eclectic paradigm. Dunning’s eclectic paradigm menjelaskan bahwa kecenderungan perusahaan-perusahaan untuk bersatu atau untuk meningkatkan produksi di luar negeri ditentukan oleh tiga kondisi yang saling berhubungan. Kondisi pertama adalah tingkat yang dimiliki perusahaan untuk dapat memperoleh hak istimewa mengakses aset dengan keuntungan kompetitif atas perusahaan lokal. Kondisi kedua adalah tingkat biaya transaksi relatif murah untuk perusahaan menggunakan manfaat-manfaat bagi mereka daripada melakukan lisensi atau pembelian merk (franchise) kepada perusahaan lain. Kondisi yang terakhir adalah tingkat biaya relevan dan peraturan pemerintah mendorong perusahaan menuju penempatan produksi di negara lain daripada memenuhi permintaan dengan ekspor dari negara asal (Nobes dan Parker, 2004: 10-11). Sebuah konsekuensi penting yang disebabkan oleh pertumbuhan perusahaan multinasional adalah banyak perdagangan dunia berada dalam perusahaan-perusahaan sebagaimana antar negara.Hal ini memberikan implikasi penting untuk pajak, pengendalian manajemen, dan hubunganhubungan antara perusahaan multinasional dengan negara-negara tempat mereka berada serta standar akuntansi yang bisa mencukupi kebutuhan perusahaan multinasional (Nobes dan Parker, 2004: 11). Konvergensi IFRS Konvergensi berarti menjadi mirip atau sama (to become similar or the same). Konvergensi ke IFRS dapat diartikan membuat standar akuntansi suatu negara sama dengan IFRS (Kartikahadi, 2010). 13
Tujuan dari International Financial Reporting Standards (IFRS ) adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan perusahaan mengandung informasi yang berkulitas tinggi yaitu transparan, dapat dibandingkan dan manfaat lebih besar daripada biaya (Kustina, 2012: 72). Beberapa strategi konvergensi IFRS oleh berbagai negara yaitu mengganti prinsip akuntansi berterima umum nasional dengan IFRS, mengadopsi standar demi standar IFRS sebagai prinsip akuntansi berterima umum nasional dan menghapus perbedaan antara prinsip akuntansi berterima umum nasional dengan IFRS selama itu mungkin dan praktis (Doupnik dan Perera, 2007: 100). Beberapa alternatif pengguna IFRS oleh beberapa negara adalah seluruh perusahaan, perusahaan induk untuk mempersiapkan laporan konsolidasi, perusahaan terbuka (listed company), perusahaan luar negeri yang menjual saham di pasar saham domestik dan perusahaan domestik yang menjual saham di pasar saham luar negeri (Doupnik dan Perera, 2007: 98). Manfaat adanya standar yang berlaku global yaitu IFRS adalah pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan yang berarti bahwa investor dapat membuat keputusan dengan lebih baik, perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki keputusan mengenai merger dan akuisisi serta gagasan yang timbul dalam pembuatan standar dapat disebarkan untuk mengembangkan standar global dengan kualitas tertinggi (Kustina, 2012:72). International Financial Reporting Standards(IFRS)menggunakan principles based approach daripada rules based approach. Principles based approach fokus dalam membangun prinsip-prinsip yang umum dari kerangka kerja International Accounting Standards Board (IASB). IFRS tidak memberikan panduan dengan rinci sehingga memerlukan pertimbangan profesional untuk menerapkan prinsip-prinsip umum kedalam transaksi spesifik dari perusahaan atau industri.Akuntan dan auditor dituntut untuk memahami prinsip-prinsip umum dan menggunakan pertimbangan profesional dalam menggunakan IFRS (Doupnik dan Perera, 2007: 88). Indonesia juga melakukan konvergensi IFRS. Tujuan Indonesia mengadopsi standar akuntansi internasional (IFRS) adalah mempermudah perusahaan asing yang akan menjual saham di Indonesia atau perusahaan Indonesia yang akan menjual saham di luar negeri (Kustina, 2012:73). Berikut adalah gambar proses konvergensi IFRS di Indonesia yang disajikan dalam gambar 1:
14
Tahap Adopsi (2008-2010)
1.Adopsi seluruh IFRS ke PSAK 2.Persiapan infrastruktur yang diperlukan 3.Evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yg berlaku
Tahap Persiapan Akhir (2011)
Tahap Implementasi (2012)
1.Penyelesaian persiapan infrastruktur yang diperlukan 2.Penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS
1.Penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap 2.Evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif
Sumber: Lestari, 2013 : 5 Gambar 1 Peta Konvergensi IFRS di Indonesia Dari gambar 1 dapat diketahui bahwa Indonesia mulai melakukan tahap adopsi pada tahun 2008 hingga 2010. Tahap adopsi ini berupa Indonesia mulai mengadopsi seluruh IFRS ke PSAK, mempersiapkan infrastruktur yang diperlukan dalam pelaksaan hasil adopsi IFRS dan mengevaluasi dan mengelola dampak adopsi IFRS ke dalam PSAK Indonesia. Tahap berikutnya adalah tahap persiapan akhir yang terjadi pada tahun 2011. Tahap persiapan akhir ini berupa penyelesaian infrastruktur dan memulai untuk menerapkan secara bertahap PSAK yang berbasis IFRS.Tahap terakhir berupa tahap implementasi mulai tahun 2012. Tahap implementasi ini berupa penerapan bertahap PSAK hasil mengadopsi IFRS dan mengevaluasi secara komprehensif dampak dari penerapan PSAK berbasis IFRS ini (Lestari, 2013:5). Hasil Penelitian Sebelumnya 1 Nazh Hosal Akman tahun 2011 melakukan penelitian untuk menginvestigasi apakah perbedaan dalam pengungkapan laporan keuangan yang disebabkan perbedaan budaya dapat dikurangi setelah menggunakan IFRS. Penelitiannya yang berjudul “The Effect of IFRS Adoption on Financial Disclosure: Does Culture Still Play A Role?” Penelitiannya menggunakan 498 perusahaan pada tahun 2004-2006 dari 6 (enam) negara yaitu Australia, France, Germany, Italy, Netherlands dan United Kingdom (Akman, 2011:1). “The Result indicate that the effect of culture still prevail on the amount of disclosure even after the use of IFRS. However it is also noted that, the level of financial disclosure increase in all countries examined following the adoption of IFRS. Nevertheless, finding of this study show that the use of single set of accounting standards does not completely eliminate the impact of culture on financial disclosure” (Akman, 2011:1)
15
Hasil penelitian Akman menyimpulkan bahwa budaya masih tetap memiliki peranan penting dalam praktik akuntansi walaupun menggunakan IFRS. 2. Tony Kang, Lian Fan Lee, Tee Yong Jeffry dan Joanne, Siok Wan Tay tahun 2004 melakukan penelitan yang berjudul “The Impact of Culture on Accounting Choices: Can Cultural Conservatism Explain Accounting Conservatism?”. Penelitian tersebut bertujuan untuk menguji apakah negara yang memiliki budaya yang konservatif akan memiliki praktik akuntansi yang konservatif. Sampel penelitian berjumlah 800 perusahaan yang berasal dari 21 negara selama tahun 1993-2001 (Kang et al, 2004:12). “We find strong evidence that the managers in more conservative cultural environments tend to make more conservative. Throughout the study, we have noted that accounting choices are made by managers who may be subordinates to superiors who are possibly non-accountants. Given that these managers are exposed to both business and personal risks, the managers from countries with different levels of cultural conservatism (that are likely to have different attitudes towards risk) may make different accounting choices. Our empirical evidence shows that managers from more conservative cultural environments tend to make more conservative accounting choices, ceteris paribus (e.g., non-operating accruals are lower in more conservative cultural environments “(Kang et all, 2004:12).
Hasil penelitiaan Kang et al menunjukkan bahwa manager di negara yang budaya lingkungannya lebih konservatif cenderung memilih metode akuntansi yang konservatif. Hasil ini menunjukkan bahwa budaya tetap berpengaruh signifikan terhadap praktik akuntansi 3. MartinWehrfritz, Axel Haller dan Peter Walton pada tahun 2012 melakukan penelitian yang berjudul “National Influence On The Application of IFRS- Interpretations And Accounting Estimates By German And British Accountants”. Sampel penelitian berjumlah 299 orang akuntan dari Jerman dan 82 orang akuntan dari United Kingdom. Sejumlah akuntan tersebut diberikan pertanyaan mengenai pengakuan, pengukuran dan pengungkapan untuk isu provisions, contingent assets, litigation dan warranty (Wehrfritz et al, 2012: 19) “The fact that accountants’ judgements in Germany and the UK are broadly in line in the majority of accounting decisions is, indeed, in contrast to some prior findings of predominantly national influences on accountants’ judgements under IFRS. To sum up, our findings suggest that international differences in the application of IFRS might be less significant in the field of discretionary decisions than in the use of explicit options, as shown in prior studies. Country-specific factors such as culture or institutional factors (such as the national financial system) might have lost a considerable degree of influence on the international application of IFRS over the last years” (Wehrfritz et al, 2012: 29).
Dari kesimpulan hasil Hasil penelitian Wehrfritz et al tersebut dapat menunjukkan bahwa faktor nasional negara seperti budaya tidak lagi berpengaruh signifikan terhadap keputusan akuntan dalam praktik akuntansi di negara Jerman dan British (Wehrfritz et all, 2012:29). Kerangka Pemikiran Penelitian 16
Budaya yang berperan sebagai programming of the mind (Buys dan Schutte, 2011:50) tetap berpengaruh terhadap praktik akuntansi perusahaan multinasional dalam proses konvergensi IFRS.Budaya akan mempengaruhi pertimbangan (judgment) akuntan dalam membuat laporan keuangan (Chand et al, 2008:120). Implikasi dari akuntansi yang merupakan produk lingkungan (Radebaugh dan Gray, 1997:46) adalah praktik akuntansi perusahaan multinasional tetap dipengaruhi oleh budaya walaupun dalam proses konvergensi IFRS. Budaya digunakan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini memiliki dimensi nilai yaitu Jarak Kekuasaan (Small Power Distance versus Large Power Distance), Penghindaran Ketidakpastian
(Strong
Uncertainty
Avoidance
versus
Weak
Uncertainty
Avoidance),
Individualisme(Individualism versus Collectivisme), Maskulinitas(Masculinity versus Feminity)dan Orientasi Jangka Panjang (Long Term Orientation versus Short Term Orientation) (Hofstede dan Bond,1988). Praktik akuntansi digunakan sebagai variabel terikat memiliki dimensi nilai Profesionalisme (Professionalism versus Statutory Control), Keseragaman (Uniformity versus Flexibility), Konservatisme
(Conservatism
versus
Optimism),
dan
Kerahasiaan
(Secrecy
versus
Tranparency)(Gray, 1988:8). Hipotesis Penelitian Budaya nasional Indonesia berpengaruh signifikan terhadap praktik akuntansi perusahaan multinasional di Indonesia dalam periode konvergensi IFRS. Dasar Hipotesis: Berdasarkan hasil penelitian Parmond Chand, Chris Patel dan Ronald Day bahwa budaya menjadi faktor yang secara signifikan menyebabkan perbedaan praktik akuntansi di negara Australia, Papua Nugini, Fiji dan New Zealand setelah konvergensi IFRS. Metode Penelitian Jenis Data dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder.Data sekunder dari dimensi budaya berupa Jumlah Lini Telepon, Rasio Lini Telepon per 100 Populasi Negara, Tingkat Urbanisasi yang diperoleh dari Central Intelligence Agency (CIA) tahun 2010. Data mengenai Student Enrollment diperoleh dari Badan Pusat Statistik tahun 2012. Data Rasio Sektor Bukan Pertanian terhadap PDB, Male Employment to Total Employment, Female to Male Primary, Female to Male Secondary, Female to Male Tertiary, data Gross Fixed Investment, dan data Rasio Pengeluaran Pendidikan serta Income
Percapita diperoleh dari World Bank tahun 2013. Data berupa Paket Deregulasi Ekonomi dan Jumlah Sektor Ekonomi yang Dideregulasi diperoleh dari website Kementerian Sekretariat Negara 17
Republik Indonesia (www.setneg.go.id) tahun 2008-2012.Data sekunder dari dimensi akuntansi berupa laporan keuangan perusahaan multinasional yang telah diaudit dari tahun 2008-2012.Laporan keuangan perusahaan multinasioanal yang telah diaudit diperoleh dari Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2012. Data berdasarkan sumbernya disajikan dalam tabel 7 dibawah ini: Tabel 7 Ringkasan Data Berdasarkan Sumber Data Sumber Data Central Intelligence Agency, Jumlah Lini Telepon 2010 Rasio Lini Telepon per 100 Populasi Negara Tingkat Urbanisasi Badan Pusat Statistik, 2012 Student Enrollment Tertiary Bursa Efek Indonesia, Laporan keuangan perusahaan multinasional yang telah 2008-2012 diaudit tahun 2008-2012 World Bank,2008-2012 1.Rasio Sektor Bukan Pertanian terhadap PDB 2.Male Employment to Total Employment 3.Female to Male Primary 4.Female to Male Secondary 5.Female to Male Tertiary 6.Gross Fixed Investment 7.Rasio Pengeluaran Pendidikan 8.GNI Percapita Kementerian Sekretariat Negara 1.Paket Deregulasi Ekonomi Republik Indonesia 2.Sektor Ekonomi yang Dideregulasi (www.setneg.go.id), 2008-2012
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah 441 perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2013. Sampel penelitian diambil dengan teknik purposive sampling dengan kriteria perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2008 hingga tahun 2012 yang memiliki induk perusahaan dan subsidiary company di luar negeri dan laporan keuangannya lengkap. Pengambilan kriteria ini berdasarkan pengertian dari perusahaan multinasional yang merupakan perusahaan yang terkait dengan foreign direct investment (FDI) (Dunning dan Lundan, 2008:3), sedangkan FDI berupa kepemilikan perusahaan di luar negeri (Doupnik dan Perera, 2007: 11). Menurut Hindrayani (2013) Investasi langsung negeri (FDI) melibatkan dua budaya negara yaitu budaya negara asal investasi (home country) dan budaya negara tujuan investasi (host country) (Hindrayani, 2013:1). Dalam hal ini agar budaya nasional Indonesia dapat mencerminkan budaya negara asal (home country) dan budaya negara tujuan (host country) maka menggunakan kriteria perusahaan yang memiliki anak dan induk perusahaan di luar negeri. Perusahaan multinasional yang memiliki induk asing ketika beroperasi di Indonesia diduga dipengaruhi oleh budaya karena perusahaan multinasional harus taat terhadap peraturan di Indonesia. Sedangkan perusahaan multinasional milik Indonesia yang beroperasi di luar negeri diduga dipengaruhi budaya Indonesia karena terpengaruh budaya induk perusahaan beroperasi. Laporan keuangan yang lengkap adalah laporan keuangan 18
beserta Laporan Auditor Independen yang tersedia lengkap dari tahun 2008 hingga 2012 pada situs www.idx.co.id atau situs perusahaan masing-masing. Perusahaan yang terdaftar di BEI yang tidak memiliki induk dan anak di luar negeri sebanyak 367 perusahaan, perusahaan yang hanya memiliki induk di luar negeri sebanyak 51 perusahaan dan perusahaan yang hanya memiliki anak perusahaan di luar negeri sebanyak 9 perusahaan. Dengan demikian hanya 14 perusahaan yang memiliki induk dan anak perusahaan di luar negeri. Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013
= 441 perusahaan
Perusahaan yang tidak memiliki induk dan anak perusahaan luar negeri = 367 perusahaan Perusahaan yang hanya memiliki induk perusahaan luar negeri
= 51 perusahaan
Perusahaan yang hanya memiliki anak perusahaan luar negeri
=
Perusahaan yang memiliki anak dan induk luar negeri
= 14 perusahaan
9 perusahaan
Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan studi dokumentasi untuk mengumpulkan data penelitian.Studi dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data-data sekunder berupa data-data statistik dan laporan keuangan perusahaan multinasional yang telah di audit. Variabel-Variabel Penelitian 1 Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah budaya. Budaya sebagai variabel bebas memiliki 5 (lima) subdimensi yaitu Jarak Kekuasaan, Penghindaran Ketidakpastian, Individualism, Maskulinitas dan Orientasi Jangka Panjang (Hofstede dan Bond, 1988:11). 2 Variabel Terikat Variabel terikat penelitian ini adalah praktik akuntansi. Praktik akuntansi sebagai variabel terikat memiliki 4 (empat) subdimensi yaitu Profesionalisme, Keseragaman, Konservatisme dan Kerahasiaan (Gray, 1988:8). 3 Variabel Proksi Budaya Variabel proksi budaya disusun berdasarkan subdimensi budaya.Variabel proksi dalam penelitian ini mengacu pada proksi yang digunakan dalam penelitian Sudarwan tahun 1995 dan Ramadhan tahun 2012.
19
A. Subdimensi Budaya Jarak Kekuasaan Kekayaan suatu negara dapat digunakan untuk memprediksi jarak kekuasaan di negara tersebut. Kekayaan suatu negara memiliki hubungan negatif dengan jarak kekuasaan di negara itu. Masyarakat di negara kaya memiliki ketergantungan yang rendah terhadap kelompok yang lebih berkuasa sehingga mencerminkan jarak kekuasaan yang rendah (Hofstede, 1980). Perubahan (transformasi) dari pertanian menuju industri diperlukan oleh suatu negara untuk menciptakan kekayaan yang lebih bagi negara tersebut. Observasi dari sektor pertanian dan bukan sektor pertanian (non-agricultural sector) berkontribusi terhadap proses penciptaan kekayaan negara dapat menjadi indikator kekayaan negara berdasarkan struktur Produk Domestik Bruto (Sudarwan, 1995:70). Pertumbuhan nilai tambah sektor ekonomi Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto lebih lambat daripada sektor bukan pertanian (Barichello dan Patunru, 2009:37).Hal ini menjadi dasar variabel proksi yang digunakan adalah Rasio Sektor Bukan Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto.
Teknologi
memiliki
negara.Pengembangan
peranan
teknologi
penting dalam
yang
paling
terkini
menghasilkan kekayaan bagi adalah
teknologi
komunikasi
suatu dan
informasi.Penggunaan secara luas teknologi informasi dan komunikasi menunujukkan masyarakat yang modern secara teknologi.Penggunaan secara luas teknologi komunikasi juga dapat mendukung terdistribusinya informasi secara merata kepada seluruh masyarakat negara sehingga dapat mengatur jarak kekuasaan dalam suatu masyarakat. Telepon merupakan salah satu teknologi komunikasi yang mudah diterima masyarakat umum dan lebih bersifat tetap (permanen) (Sudarwan, 1995: 70).Sehingga variabel proksi yang digunakan adalah Jumlah Lini Telepon dan Rasio Lini Telepon per 100 Populasi Negara karena telepon dapat diterima secara umum dan permanen dalam masyarakat. Negara yang jarak kekuasaannya rendah akan memiliki lebih banyak masyarakat yang terlatih dan terdidik yang mampu menghadapi industri berteknologi tinggi (Sudarwan,1995:71) sehingga variabel proksi yang digunakan adalah Student Enrollment Tertiary. Student Enrollment Tertiary merupakan
jumlah penduduk suatu negara yang menempuh pendidikan tinggi
dibandingkan dengan total populasi negara. Variabel proksi Budaya dari subdimensi Jarak Kekuasaan beserta dasar penggunaannya yang dibedakan berdasarkan tinggi atau rendahnya jarak kekuasaan dalam masyarakat disajikan dalam tabel 8. 20
Tabel 8 Variabel Proksi Budaya Dari Subdimensi Jarak Kekuasaan dan Dasar Penggunaan Jarak kekuasaan Jarak rendah tinggi Sedikit pertanian tradisional dan lebih ke arah industri modern
kekuasaan Variabel proksi
Lebih banyak Rasio Sektor Bukan pertanian Pertanian terhadap tradisional dan PDB sedikit industri modern
Dasar penggunaan variabel proksi
Jarak kekuasaan negatif dengan (Hofstede, 1988)
memiliki hubungan kekayaan bangsa
“Value added in the Indonesia agricultural sector has grown much slower than in the nonfarm economy. From 1990 to 2005 agricultural GDP grew at only 2.3%per year (WDR, 2008), less than half the 4.8% growth in aggregate GDP over this period. Additionally, it has been one of the slower growth agricultural sector throughout developing country Asia (Barichello dan Patunru, 2009:37). Berdasarkan hasil penelitian Barichello dan Patunru (2009) bahwa pertumbuhan nilai tambah sektor pertanian Indonesia terhadap GDP lebih lambat daripada pertumbuhan sektor bukan pertanian. Hal ini menjadi dasar menggunakan Rasio Sektor Bukan Pertanian terhadap GDP.
Lebih banyak Lebih sedikit Jumlah Lini Telepon penggunaan penggunaan Ratio Lini Telepon teknologi teknologi per 100 Populasi Negara
Jarak kekuasaan memiliki hubungan negatif dengan kekayaan suatu bangsa. Kekayaan suatu bangsa dapat dilihat salah satunya dengan indikator teknologi. Pengembangan teknologi yang paling terkini adalah teknologi informasi dan komunikasi. Selain merupakan teknologi yang selalu berkembang, teknologi komunikasi dapat digunakan untuk mendistribusikan informasi kepada seluruh masyarakat sehingga dapat memperkecil jarak kekuasaan. Telepon merupakan teknologi komunikasi yang dapat diterima umum dan luas dalam masyarakat. Sedikit orang yang Student Enrollment Negara yang jarak kekuasaannya rendah terdidik dan Tertiary maka akan lebih banyak orang yang terlatih untuk berpendidikan dan terlatih didalam teknologi tinggi masyarakatnya.
Banyak orang yang terdidik dan terlatih untuk teknologi tinggi Sumber: Sudarwan, 1995:72
B. Subdimensi Budaya Penghindaran Ketidakpastian
21
Terdapat perbedaan yang signifikan antara negara Roman inheritance dengan negara Chinese speaking. Negara kategori pertama memiliki nilai penghindaran ketidakpastian yang lebih tinggi daripada negara kategori kedua. Kedua kategori negara ini memiliki satu aspek yang berbeda yaitu negara dengan Roman inheritance memiliki codified law system yang sangat detail sedangkan negara Chinese speaking hanya menyediakan prinsip umum sebagai panduan negosiasi bagi pihak yang berselisih paham (Sudarwan, 1995:73) Perbedaan yang signifikan ini menunjukkan bahwa codified law system memiliki hubungan positif dengan tingkat penghindaran ketidakpastian dalam masyarakat suatu negara. Deregulasi dapat mengindikasikan peningkatan kepercayaan pemerintah bahwa masyarakat cukup berkompeten untuk menghadapi ketidakpastian. Kebijakan deregulasi memberikan panduan secara umum kepada masyarakat. Kebijakan deregulasi adalah sebagai indikator pergerakan suatu negara menuju tingkat penghindaran ketidakpastian yang rendah sehingga variabel proksi yang digunakan untuk penghindaran ketidakpastian adalah Paket Deregulasi Ekonomi dan Sektor Ekonomi yang Dideregulasi (Sudarwan, 1995: 73). Variabel proksi dari variabel bebas penghindaran ketidakpastian beserta dasar penggunaannya dengan didasarkan pada perbedaan masyarakat yang lemah dalam penghindaran ketidakpastian dan masyarakat yang kuat dalam penghindaran ketidakpastian disajikan dalam tabel 9. Tabel 9 Variabel Proksi Budaya dari Subdimensi Penghindaran Ketidakpastian dan Dasar Penggunaan Lemah dalam Kuat dalam Dasar penggunaan variabel penghindaran penghindaran Variabel Proksi proksi ketidakpastian ketidakpastian Sedikit peraturan, Banyak peraturan, •Paket Deregulasi Ekonomi Kebijakan deregulasi adalah lebih fleksibel lebih kaku •Sektor Ekonomi yang sebagai indikator pergerakan Dideregulasi menuju tingkat penghindaran ketidakpastian yang lemah. Kebijakan deregulasi memberikan panduan secara umum (tidak terlalu detil) kepada masyarakat. Sumber: Sudarwan, 1995:74
C. Subdimensi Budaya Individualisme Kekayaan menyediakan bagi masyarakat sumber daya untuk fleksibel dalam memenuhi kebutuhannya, sedangkan kebutuhan seseorang dapat berbeda dengan kebutuhan orang lain. Perbedaan kepentingan dalam masyarakat ini mendorong masyarakat lebih individualis. Kekayaan dan pengembangan masyarakat kelas menengah dapat mengubah desa menjadi kota metropolitan. Pusat kegiatan masyarakat berpindah dari desa menuju ke pusat kota melalui urbanisaasi. Kehidupan
22
urban menjadi lebih menarik daripada kehidupan di desa sedangkan kehidupan di kota memberikan tekanan yang lebih besar untuk berkompetisi dengan orang lain guna mempertahankan kehidupan pribadinya. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan urban mempunyai hubungan positif dengan individualisme sehingga individualisme menggunakan variabel proksi Tingkat Urbanisasi (Sudarwan, 1995:74). GNI Percapita dapat digunakan sebagai indikator kekayaan suatu masyarakat negara. (Sudarwan, 1995:75). GNI Percapita diharapkan dapat digunakan untuk menjelaskan subdimensi budaya yaitu individualime. Variabel proksi dari Individualisme beserta dasar penggunaannya yang dibedakan berdasarkan tinggi atau rendahnya individualisme dalam masyarakat disajikan dalam tabel 10. Tabel 10 Variabel Proksi Budaya dari Subdimensi Individualisme dan Dasar Penggunaan Rendah dalam Tinggi dalam Variabel Proksi Dasar Penggunaan Variabel Proksi Individualisme Individualisme Sedikit perpindahan Banyak Tingkat Tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan (mobility) sosial perpindahan Urbanisasi semakin padat penduduk kota yang (mobility) sosial berdampak masyarakat di kota dituntut untuk bersaing dengan orang lain agar dapat mempertahankan hidupnya sendiri. Hal ini menggambarkan individualisme yang tinggi Kurang dalam Lebih maju GNI Percapita Kekayaan membuat orang dapat mencukupi pengembangan dalam kebutuhannya dan mengurangi ekonomi pengembangan ketergantungan dengan orang lain (fleksibel). ekonomi Kekayaaan masyarakat negara dapat digambarkan dengan GNI Percapita Sumber : Sudarwan, 1995:75
D. Subdimensi Budaya Maskulinitas Hofstede dan Bond (1988) menunjukkan bahwa maskulinitas merujuk pada kebiasaan yang agresif sedangkan feminitas merujuk pada kesederhanaan. Hofstede menyarankan bahwa nilai maskulinitas dan feminitas memiliki hubungan yang signifikan dengan keterlibatan komposisi pria dan wanita dalam aturan sosial suatu negara. Ketika lebih banyak perempuan terlibat aktif dalam kehidupan sosial maka diharapkanakan membawa dampak menuju kehidupan yang sederhana (modest social norm). Keterlibatan aktif perempuan dalam masyarakat dapat diukur berdasarkan komposisi dalam tenaga kerja dan komposisi pada level pendidikan berdasarkan gender. Ketika lakilaki lebih mendominasi maka diharapkan nilai maskulinitas menjadi tinggi (Hofstede dan Bond, 1988:11). Hal ini sebagai alasan penggunaan rasio tenaga kerja pria terhadap total tenaga kerja (Male Employment to Total Employment), rasio murid perempuan terhadap murid laki-laki di tingkat
23
sekolah dasar (Female to Male Primary), rasio murid perempuan terhadap murid laki-laki di tingkat sekolah menengah (Female to Male Secondary), rasio mahasiswi terhadap mahasiswa di tingkat perguruan tinggi (Female to Male Tertiary) sebagai variabel proksi dari maskulinitas (Sudarwan, 1995:76). Variabel proksi dari variabel bebas maskulinitas beserta dasar penggunaannya berdasarkan tinggi atau rendahnya maskulinitas disajikan dalam tabel 11.
Rendah dalam Maskulinitas Lebih seimbang kerja sama antara laki-laki dan perempuan.
Tabel 11 Variabel Proksi Maskulinitas dan Dasar Penggunaan Dasar Penggunaan Variabel Tinggi dalam Variabel Proksi Maskulinitas Proksi Kurang seimbang kerja sama antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki lebih mendominasi dalam komposisi sosial masyarakat.
1. Male Employment to Total Employment 2. Female to Male Primary 3. Female to Male Secondary 4. Female to Male Tertiary
Maskulinitas yang merupakan kebiasaan agresif memiliki hubungan signifikan terhadap keterlibatan sosial berdasarkan jenis kelamin. Keterlibatan sosial ini dapat berupa dalam pekerjaan dan level pendidikan
Sumber: Sudarwan, 1995:77
E. Subdimensi Budaya Orientasi Jangka Panjang Masyarakat yang memiliki orientasi jangka panjang memiliki kecenderungan untuk menggunakan sumber daya dengan cermat. Masyarakat dengan kecenderungan ini akan menggunakan sumber daya untuk investasi yang produktif. Persentase investasi tetap bruto terhadap Produk Domestik Bruto (percentage gross fixed investment in the gross domestic bruto) dapat mengindikasikan proporsi investasi produktif terhadap total pengeluaran. Sehingga variabel proksi yang digunakan untuk mengukur dimensi budaya orientasi jangka panjang yaitu rasio investasi tetap bruto terhadap Produk Domestik Bruto (Gross Fixed Investment) (Sudarwan, 1995:78). Masyarakat yang berorientasi jangka panjang akan cenderung melakukan investasi untuk kualitas sumber daya manusia (human investment) agar lebih produktif. Suatu organisasi yang berorientasi jangka panjang akan berkomitmen terhadap program pendidikan. Dalam organisasi negara, indikator dari komitmen terhadap pendidikan dapat dilihat melalui pola pengeluaran pemerintah. Komitmen yang tinggi akan menghasilkan rasio yang tinggi untuk pendidikan dari seluruh pengeluaran pemerintah, sehingga Rasio Pengeluaran Pendidikan digunakan untuk mengukur subdimensi budaya Orientasi Jangka Panjang (Sudarwan, 1995;78). Variabel Proksi dari variabel Subdimensi Orientasi Jangka Panjang dan dasar penggunaannya disajikan dalam tabel 12.
24
Orientasi Pendek
Tabel 12 Variabel Proksi Budaya dari Subdimensi Orientasi Jangka Panjang dan Dasar Penggunaan Jangka Orientasi Jangka Variabel proksi Dasar Penggunaan Variabel Panjang Proksi
Konsumtif
Harapan akan hasil cepat
Hemat dalam Gross menggunakan sumber Investment daya
Fixed Masyarakat yang orientasinya jangka panjang akan cenderung menggunakan sumber daya untuk investasi produktif Tekun, harapan akan Rasio Pengeluaran Masyarakat yang berorientasi hasil bertahap tetapi Pendidikan jangka panjang akan pasti menggunakan sumberdaya untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan
Sumber: Sudarwan, 1995:79 Variabel Proksi Praktik Akuntansi A. Subdimensi Praktik Akuntansi-Profesionalisme Karakteristik dari profesionalisme adalah kecenderungan untuk menggunakan pertimbangan profesional dan menjaga agar praktik akuntansi tetap sesuai dengan aturan profesional (Gray,1988:8). Profesionalisme dalam praktik akuntansi bergantung pada kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi (Sudarwan, 1995:80). Dalam keadaan asimetri informasi, manajer diasumsikan memiliki informasi keuangan yang tidak diungkapkan ke publik, maka timbul potensi bahwa informasi dalam laporan keuangan kurang dapat dipercaya sehingga diperlukan pihak yang independen untuk menguji kualitas laporan keuangan yaitu auditor. Auditor yang profesional memberikan layanan untuk menguji mutu laporan keuangan. Auditor dapat melakukan pengujian profesional berdasarkan reputasi auditor dan tipe opini auditor atas laporan keuangan sehingga digunakan variabel proksi Tipe Auditor dan Tipe Opini Auditor untuk menilai profesionalisme dalam praktik akuntansi (Sudarwan, 1995:81).Variabel proksi dari Profesionalism dan Statutory Control berdasarkan dasar penggunaannya disajikan dalam tabel 13. Tabel 13 Variabel Proksi Praktik Akuntansi dari Subdimensi Profesionalisme beserta Dasar Penggunaan Professionalism Statutory Control Variabel proksi Dasar Penggunaan Variabel Proksi Posisi perusahaan dan Terdapat konflik Tipe Auditor Karakteristik dari profesionalisme auditor yang kepentingan antara Tipe Opini Auditor adalah pilihan untuk menggunakan independen, dan perusahaan dengan pendapat profesional. Pendapat laporan keuangan auditor profesional untuk menghasilkan yang dapat dipercaya laporan keuangan yang handal dapat diperoleh dari hasilaudit. Sumber: Sudarwan. 1995: 81-82
B. Subdimensi Praktik Akuntansi-Konservatisme 25
Konservatisme (conservatism) dalam praktik akuntansi secara umum berarti bahwa laporan keuangan diungkapkan pada nilai terendah dari aset dan pendapatan serta nilai tertinggi pada kemungkinan kewajiban dan beban. Sedangkan optimis akan lebih tinggi dalam pengakuan aset dan pendapatan serta lebih rendah dalam pengakuan dan pengukuran beban dan kewajiban. (Hendriksen dan Breda,1992 dalam Sudarwan, 1995). Beberapa alternatif pengukuran aset dapat digunakan untuk mengukur aset dari level konservatisme tertinggi sampai level konservatisne terendah sehingga variabel proksi yang digunakan dalam subdimensi konservatisme adalah Kebijakan Akuntansi terkait Aset. Tingkat konservatisme didalam laporan laba rugi dapat dilihat berdasarkan metode pengakuan dan pengukuran beban dan pendapatan sehingga menggunakan variabel proksi Kebijakan Akuntansi terkait Beban dan Pendapatan (Sudarwan, 1995:85).Variabel proksi dari Conservatism dan Optimism berdasarkan dasar penggunaannya disajikan dalam tabel 14. Tabel 14 Variabel Proksi Akuntansi dari Subdimensi Konservatisme beserta Dasar Penggunaan Conservatism Optimism Variabel proksi Dasar penggunaan variabel proksi Membebankan beban Mengakui 1.Kebijakan Akuntansi Konservatisme dalam praktik dengan lebih awal pendapatan dengan Terkait Aset akuntansi memiliki arti umum kedalam beban saat lebih cepat dan 2.KebijakanAkuntansi bahwa laporan keuangan ini dan lebih lambat mengakui beban terkait Beban dan mengungkapkan potensi nilai untuk dalam mengakui dengan lebih Pendapatan aset dan pendapatan dengan nilai pendapatan lambat rendah serta beban dan kewajiban dengan nilai tinggi
Sumber: Sudarwan,1995:85 C. Subdimensi Praktik Akuntansi-Kerahasiaan Kerahasiaan (secrecy) adalah pembatasan pengungkapan informasi mengenai perusahaan dalam laporan keuangan. Cakupan dan tingkat detail informasi dalam laporan keuangan menyediakan dasar untuk mengobservasi tingkat kerahasiaan dalam laporan keuangan. Dasar ini memimpin dalam hubungan negatif antara tingkat isi laporan keuangan dengan tingkat kerahasiaan dalam praktik akuntansi.Hal ini menjadi dasar penggunaan variabl proksi secrecy index untuk mengukur tingkat kerahasiaan. Secrecy index merupakan perbandingan antara isi laporan keungan perusahaan dengan kriteria umum isi laporan keuangan (Sudarwan,1995:88).Dasar penggunaan variabel proksi dari Secrecy versus Transparencydisajikan dalam tabel 15. Tabel 15 Variabel Proksi Praktik Akuntansi dari Subdimensi Kerahasiaan beserta Dasar Penggunaan Secrecy Transparency Variabel Proksi Dasar Penggunaan Variabel Proksi Pembatasan dalam Pengungkapan Secrecy Index Pembatasan dalam pengungkapan pengungkapan lebih banyak informasi tentang perusahaan dapat informasi perusahaan informasi membatasi informasi dalam laporan tentang cakupan dan perusahaan untuk keuangan. Pembatasan inilah indikasi tingkat detil kepentingan dari kerahasiaan dalam praktik akuntansi informasi publik Sumber: Sudarwan, 1995:88 26
D. Subdimensi Praktik Akuntansi-Keseragaman Keseragaman (uniformity) dalam praktik akuntansi mengandung makna dua hal yaitu pertama penerapan metode akuntansi yang konsisten dalam beberapa tahun oleh perusahaan dan yang kedua yaitu penggunaan metode akuntansi yang konsisten terhadap perusahaan-perusahaan lain. Hal ini menjadikan alasan penggunaan variabel proksi Keseragaman Across Series Keseragaman Times Series
dan
untuk mengukur keseragaman dalam praktik akuntansi (Sudarwan,
1995:89). Keseragaman Across Series merupakan nilai hasil perbandingan kesesuaian metode akuntansi yang diterapkan oleh suatu perusahaan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Keseragaman Times Series merupakan nilai konsistensi suatu perusahaan dalam menerapkan metode akuntansi dalam beberapa kurun waktu. Variabel proksi dari Uniformity versus Flexibility beserta dasar penggunaannya disajikan dalam tabel 16. Tabel 16 Variabel Proksi Praktik Akuntansi dari Variabel Keseragaman beserta Dasar Penggunaan Uniformity Flexibility Variabel Proksi Dasar penggunaan variabel proksi Konsistensi antar Terdapat berbagai 1.Keseragaman Across Keseragaman dalam praktik waktu dan antar alternatif metode Series akuntansi adalah konsistensi perusahaan. sehingga 2.Keseragaman Times penerapan kebijakan akuntansi oleh memungkinkan Series perusahaan dalam beberapa periode untukpraktik yang waktu dan perbandingan kebijakan berbeda akuntansi antar perusahaan. Sumber: Sudarwan, 1995:89
Metode Analisis Data Data sampel yang telah terkumpul di analisis dengan sebagai berikut : 1. Data
dari
keseluruhan
Pengelompokkan
data
variabel ke
dalam
proksi
dikelompokkan
interval
data
berdasarkan
berdasarkan
rumus
interval
data.
Sturge
yaitu
(Marhaendro, 2012:1). 2. Data keseluruhan variabel proksi budaya yang sudah didistribusikan berdasarkan interval kelas data kemudian diolah untuk mendapatkan rata-rata nilai variabel bebas budaya 3. Data keseluruhan variabel proksi akuntansi yang sudah didistribusikan berdasarkan interval kelas data kemudian diolah untuk mendapatkan rata-rata nilai variabel terikat akuntansi 4. Pengujian asumsi klasik untuk nilai rata-rata variabel bebas budaya dan variabel terikat akuntansi yang meliputi uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedasitas, dan autokorelasi
27
5. Uji pengaruh variabel bebas budaya terhadap variabel terikat akuntansi dengan menggunakan metode regresi linear sederhana dengan alat SPSS statistik 17.0 Teknik Analisis Data Data yang telah terkumpul dilakukan pengujian pengaruh dengan regresi linear sederhana dengan SPSS 17.00 untuk mengetahui pengaruh budaya terhadap praktik akuntansi perusahaan multinasional. Teknik Pemberian Nilai (Score) a.
Data yang memiliki nilai absolut yaitu Jumlah lini telepon, GNI per capita, Paket
deregulasi ekonomi, Sektor ekonomi yang dideregulasi, Keseragaman Across Times Series.. b.
Data yang memiliki nilai relatif sepertiStudent EnrollmentTertiary,Rasio Lini Telepon
per 100 Populasi Negara, Tingkat Urbanisasi, Rasio Sektor Bukan Pertanian terhadap PDB, Male Employment to Total Employment, Female to Male Primary, Female to Male Secondary, Female to Male Tertiary, Gross Fixed Investment, Rasio Pengeluaran Pendidikan, Keseragaman Across Series, dan Secrecy Index memiliki rentang nilai antara 0% hingga 100%. c.
Data yang berupa discrete value yaitu Tipe Auditor, Tipe Opini Auditor, Kebijakan
Akuntansi terkait Aset, Kebijakan Akuntansi terkait Beban dan Pendapatan diberi indeks nilai antara 1 sampai 4 sebagai berikut: A. Tipe Auditor diberi indeks nilai 4 untuk perusahaan yang diaudit oleh auditor bigfour, 3 untuk auditor nonbigfour, nilai 2 untuk auditor pemerintah dan 1 untuk tidak ada auditor. B. Tipe Opini Auditor diberi indeks nilai 4 jika mendapat opini wajar tanpa pengecualian, nilai 3 untuk wajar dengan pengecualian, 2 untuk tidak wajar dan nilai 1 untuk menolak memberi pendapat. C. Kebijakan Akuntansi terkait Aset diberikan bobot nilai 4 jika perusahaan menerapkan lower cost or market value, 3 untuk historical cost, 2 untuk current cost dan 1 untuk market value. D.Kebijakan Akuntansi terkait Pengukuran Beban dan Pendapatan diberikan bobot nilai 4 jika pendapatan diakui saat kas diterima, 3 saat produk kirim, 2 saat kontrak ditandatangani dan 1 saat produk selesai diproduksi. Perusahaan mengakui beban saat expended once as paid in advance diberi bobot nilai 4, bobot nilai 3 jika beban diakui saat expended as anticipated, 2 jika expended as legally obliged dan 1 jika expended as paid later. Ketika perusahaan mendepresiasi aset dengan sum of the years method maka diberi nilai 3, nilai 2 ketika double declining method dan nilai 1 untuk straight line method. Sumber: Sudarwan, 1995: 90-95 dan Ramadhan, 2012:60. Hasil dan Pembahasan 28
Bagian ini menyajikan hasil penelitian terhadap sampel dengan menggunakan metode penelitian yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.Pembahasan dimulai dengan hasil deskripsi dari sampel berupa gambaran budaya Indonesia dan praktik akuntansi perusahaan multinasional, hasil tabulasi silang dilanjutkan dengan hasil uji pengaruh variabel bebas Budaya terhadap variabel terikat Praktik Akuntansi beserta pembahasan implikasinya. Gambaran Budaya Nasional Indonesia Pada bagian ini menjelaskan gambaran budaya Indonesia berdasarkan subdimensi budaya beserta perbandingan rata-rata negara-negara di dunia dan ASEAN. Perbandingan variabel proksi budaya Indonesia dengan rata-rata negara-negara di dunia dan ASEANdisajikan dalam tabel 17.
Subdimensi Budaya
Jarak Kekuasaan
Penghindaran Ketidakpastian
Variabel Proksi
Tabel 17 Variabel Proksi Budaya Nasional Indonesia Minimum Maximum Mean
Mean Dunia (Bank Dunia diolah) 87.15
87.19%
17 lini 15 lini telepon telepon
21 lini telepon
13 lini telepon
Rasio Sektor Bukan 85.00% Pertanian terhadap PDB Rasio Lini Telepon 13 lini telepon per 100 Populasi Negara Jumlah Lini Telepon 30.378.000. lini telepon
86.00%
38.618.000 Lini telepon
36.579.720 Lini telepon
5.390.212 lini telepon
6.640.593 Lini telepon
Student Enrollment 21% Tertiary Paket Deregulasi 6 paket Ekonomi deregulasi
32%
25.8%
36.80%
24.96%
11 paket 8 paket deregulasi deregulasi
Data tidak tersedia
Data tidak tersedia
4 sektor
6 sektor
5 sektor
48.00% US$ 1950 66.00%
51% US$3420 68.00%
49.80% US$2590 67.00%
Data tidak tersedia 57.52% US$14577 60.26%
Data tidak tersedia 49.52% US$10787 59.20%
99.00%
104.00%
101.2%
96.88%
97.4%
99.00%
103.00%
100.8%
97.43%
98.27%
85.00%
103.00%
92.00%
104.42%
102.91%
28.00%
35.00%
31.80%
23.99%
24.86%
13.60%
19.30%
16.48%
14.65%
14.58%
Sektor Ekonomi yang Dideregulasi Tingkat Urbanisasi Individualisme GNI Per capita Male Employment to Total Employment Female to Male Primary Maskulinitas Female to Male Secondary Female to Male Tertiary Orientasi Gross Fixed Jangka Investment Panjang Rasio Pengeluaran Pendidikan
85.20%
Mean ASEAN (Bank Dunia diolah)
1. Subdimensi Budaya Jarak Kekuasaan 29
Statistik deskriptif dari subdimensi Budaya Jarak Kekuasaan (Small Power Distance versus Large Power Distance) berupa statistik deskriptif dari variabel proksi Rasio Sektor Bukan Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto, Rasio Lini Telepon setiap 100 Penduduk Indonesia, Jumlah Lini Telepon dan Student Enrollment Tertiary. Berdasarkan data penelitian yang disajikan pada lampiran 5, Indonesia mengalami nilai tertinggi kontribusi Rasio Sektor Bukan Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 86.00% yang terjadi pada tahun 2008 dan nilai paling rendah rasio ini yaitu 85% pada tahun 2009 hingga 2012 dengan nilai rata-rata sebesar 85.17%. Pada tahun 2008 menuju tahun 2009 terjadi penurunan kontribusi sektor bukan pertanian terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia yaitu dari 86% menuju 85%. Dari tahun 2009 hingga tahun 2012 Indonesia memiliki rasio kontribusi sektor bukan pertanian terhadap Produk Dometik Bruto yang tetap yaitu 85%. Nilai rata-rata Kontribusi Sektor Bukan Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia yaitu 85.20%. Indonesia memiliki nilai ratarata yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata negara di dunia yaitu sebesar 87.15% dan rata-rata ASEAN sebesar 87.19%. Sektor bukan pertanian negara-negara didunia secara rata-rata berkontribusi sebesar 87.15% terhadap PDB sedangkan sektor bukan pertanian Indonesia berkontribusi sebesar 85.20% terhadap PDB Indonesia. Berdasarkan pengolahan terhadap data yang diperoleh dari World Bank, Indonesia berada pada peringkat 117 negara berdasarkan nilai kontribusi sektor bukan pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (World Bank, 2014). Berdasarkan data penelitian yang disajikan pada lampiran 5, Rasio Lini Telepon setiap 100 Populasi Negara Indonesia yang paling tinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu 17 lini telepon setiap 100 penduduk Indonesia dan yang paling rendah terjadi pada tahun 2008 yaitu 13 lini telepon setiap 100 penduduk Indonesia. Nilai rata-rata sebesar 15 lini telepon. Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga 2010 dan mengalami penurunan dari tahun 2010 hingga 2012. Nilai rata-rata Rasio Lini Telepon Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara di dunia yaitu sebesar 21 lini telepon setiap 100 populasi negara. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN, Indonesia memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata negara ASEAN yang memiliki 13 lini telepon setiap 100 populasi negara. Berdasarkan pengolahan terhadap data yang diperoleh dari World Bank, Indonesia berada pada peringkat ke 109 dari negara-negara di dunia berdasarkan rasio lini telepon setiap 100 penduduk negara (World Bank, 2014). Berdasarkan data penelitian yang disajikan pada lampiran 5, Indonesia memiliki Jumlah Lini Telepon paling banyak yaitu pada tahun 2011 yang berjumlah 38.618.000 dan yang paling sedikit terjadi pada tahun 2008 yaitu 30.378.000 dengan nilai rata-rata sebesar 36.579.720 lini telepon. Indonesia memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi daripada rata-rata jumlah lini telepon negaranegara di dunia yaitu 5.492.335 lini telepon dan rata-rata negara ASEAN yaitu 6.640.593 lini 30
telepon. Berdasarkan data yang diperoleh dari Central Intelligance Agency, pada tahun 2012 Indonesia menduduki peringkat 8 dunia dari 220 negara yang memiliki jumlah lini telepon paling banyak (Central Intelligance Agency, 2014). Berdasarkan data penelitian yang disajikan pada lampiran 5, Student Enrollment Tertiary tertinggi Indonesia terjadi pada tahun 2012 yaitu 32% dan yang terendah pada tahun 2008 yaitu 21% dengan nilai rata-rata sebesar 25.8%. Indonesia secara rata-rata sebesar 25.8% dari total populasi Indonesia terdaftar di perguruan tinggi (tertiary education). Tertiary education broadly refers to all post-secondary education. including but not limited to universities, colleges, technical training institutes, community colleges, nursing schools, research laboratories, centers of excellence, distance learning centers, and many more—forms a network of institutions that support the production of the higher-order capacity necessary for development
(World Bank, 2014). Indonesia memiliki trend positif (meningkat) rasio Student Enrollment Tertiary dari tahun 2008-2012. Rata-rata Student Enrollment Tertiary negara-negara di dunia yaitu sebesar 36.57% dan rata-rata ASEAN sebesar 24.96%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata Student Enrollment Tertiary di Indonesia masih lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata negara-negara di dunia tetapi lebih
tinggi jika dibandingkan rata-rata ASEAN yaitu sebesar 24,96%. Berdasarkan
pengolahan terhadap data yang diperoleh dari World Bank, Indonesia berada pada peringkat 89 dunia berdasarkan rasio Student Enrollment Tertiary (World Bank, 2014). Berdasarkan rata-rata posisi Indonesia dalam interval data yang lebih rendah daripada ratarata posisi rata-rata dunia dalam interval data maka Indonesia memiliki jarak kekuasaan yang lebar. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Hofstede dan Bond bahwa Jarak kekuasaan di Indonesia cukup lebar dan kekuasaan tidak terdistribusi dengan merata (Hofstede dan Bond, 1988). 2. Subdimensi Budaya Penghindaran Ketidakpastian Statistik deskriptif Subdimensi Budaya Penghindaran Ketidakpastian (Strong Uncertainty Avoidance versus Weak Uncertainty Avoidance) berupa statistik deskriptif dari variabel proksi Paket Deregulasi Ekonomi dan Sektor Ekonomi yang Dideregulasi. Berdasarkan data penelitian yang disajikan pada lampiran 5, Pemerintah Indonesia mengeluarkan paket kebijakan deregulasi ekonomi paling banyak pada tahun 2011 yaitu 11 paket kebijakan deregulasi ekonomi dan yang terendah pada tahun 2010 dengan 6 paket kebijakan.Rata-rata kebijakan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia dari tahun 2008 sampai 2012 adalah 8 kebijakan deregulasi setiap tahunnya. Jumlah tertinggi dari sektor ekonomi Indonesia yang mengalami deregulasi yaitu pada tahun 2011 dengan 6 sektor ekonomi dan yang terendah pada tahun 2010 dengan 4 sektor ekonomi dengan nilai rata-rata adalah 5 sektor ekonomi setiap tahunnya.
31
Indonesia dari tahun 2008 hingga 2010 mengalami penurunan jumlah kebijakan deregulasi. Peningkatan kebijakan deregulasi Indonesia terjadi pada tahun 2010 hingga 2011 yang kemudian dilanjutkan dengan penurunan jumlah kebijakan deregulasi ekonomi pada tahun 2012. Indonesia juga mengalami penurunan jumlah sektor yang dideregulasi dari tahun 2008 hingga 2010.Peningkatan sektor ekonomi yang dideregulasi sempat terjadi pada tahun 2011 dan kemudian terjadi penurunan kembali pada tahun 2012. Berdasarkan terjadinya penurunan secara umum terhadap jumlah kebijakan deregulasi dan sektor ekonomi yang dideregulasi maka Indonesia mengalami peningkatan penghindaran ketidakpastian dalam budayanya. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Hofstede dan Bond (1988) yang mengemukakan bahwa masyarakat Indonesia memiliki penghindaran ketidakpastian yang lemah dan memberikan toleransi. 3. Subdimensi Budaya Individualisme Gambaran budaya Indonesia melalui subdimensi Individualisme (Individualism versus Collectivisme) berupa statistik deskriptif dari data variabel proksi Tingkat Urbanisasi dan GNI Percapita. Berdasarkan data penelitian yang disajikan pada lampiran 5, tingkat urbanisasi tertinggi di Indonesia yaitu pada tahun 2012 sebesar 51% dan yang terendah pada tahun 2008 yaitu sebesar 48% dengan rata-rata sebesar 49,80. Tingkat urbanisasi Indonesia meningkat dari tahun 2008-2012. Indonesia memiliki nilai rata-rata tingkat urbanisasi yang lebih rendah daripada rata-rata dunia yang mencapai 57.52%. Rata-rata negara di dunia sebesar 57.52% dari total penduduknya melakukan urbanisasi sedangkan Indonesia sekitar 49.80% penduduk yang melakukan urbanisasi. Indonesia memiliki tingkat urbanisasi yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata negara ASEAN yaitu sebesar 49.52%. Berdasarkan pengolahan terhadap data yang diperoleh dari World Bank, Indonesia berada pada peringkat ke 130 dunia berdasarkan tingkat urbanisasinya (World Bank, 2014). Sedangkan variabel Gross National Income Per Capital Indonesia yang paling tinggi terjadi
pada tahun 2012 yaitu sebesar US$3420 dan yang terendah pada tahun 2008 yaitu US$1950 dengan ratarata sebesar adalah US$2590. Gross National Income Per Capita merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh penduduk negara yang ditambah pajak dan dikurangi subsidi kemudian dibagi dengan total populasi negara pada tengah tahun (Worldbank, 2014).Berdasarkan pengolahan data yang diperoleh dari World Bank, Indonesia memiliki rata-rata Gross National Income Per Capita yang lebih rendah daripada rata-rata dunia dan ASEAN yaitu sebesar US$14577 dan US$ 10787. Indonesia menduduki peringkat ke 131 dunia berdasarkan GNI Per Capita (World Bank, 2014). Berdasarkan rata-rata posisi Indonesia dalam interval data yang lebih rendah daripada posisi rata-rata dunia sehingga Individualisme di Indonesia cenderung rendah. Indonesia memiliki 32
kecenderungan untuk lebih kolektif daripada individualisme.. Hasil ini sesuai dengan penelitian Hofstede dan Bond(1988) dan Ramadhan (2012). 4. Subdimensi Budaya Maskulinitas Gambaran budaya melalui subdimensi Maskulinitas (Masculinity versus Femininity) terdiri dari statistik deskriptif atas variabel proksi Male Employment to Total Employment, Female to Male Primary, Female to Male Secondary, dan Female to Male Tertiary. Nilai Male Employment to Total Employment di Indonesia yang tertinggi pada tahun 2008 yaitu 68% dan yang terendah pada tahun 2009 sebesar 66% dengan nilai rata-rata sebesar 67%.. Berdasarkan data yang diolah dari World Bank, Indonesia memiliki rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata Male Employment to Total Employment negara-negara di dunia dan ASEAN yaitu sebesar 60.26% dan 59.20%. Indonesia menduduki peringkat 30 dunia berdasarkan rasio Male Employment to Total Employment (World Bank, 2014). Rasio Female to Male Primary yang tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan 104% dan yang terendah pada tahun 2008 sebesar 99% dengan nilai rata-rata sebesar 101.2%. Nilai rata-rata yang menunjukkan nilai diatas 100% menunjukkan bahwa pada tingkat pendidikan dasar (primary school) Indonesia lebih banyak didominasi oleh perempuan. Berdasarkan pengolahan data World Bank, rata-rata nilai Female to Male Primary Indonesia lebih tinggi daripada rata-rata dunia dan ASEAN yaitu sebesar 96.88% dan 97.40%. Nilai rata-rata dunia dan ASEAN yang lebih kecil dari 100% menunjukkan bahwa pada pendidikan dasar (primary school) negara-negara didunia dan ASEAN lebih banyak di dominasi oleh laki-laki. Indonesia menduduki peringkat ke 23 dunia berdasarkan rasio Female to Male Primary (World Bank, 2014) Rasio Female to Male Secondary yang paling tinggi pada tahun 2012 yaitu 103% dan yang terendah pada tahun 2008 dengan perbandingan sebesar 99% dengan rata-rata sebesar 100.8%. Nilai rata-rata Rasio Female to Male Secondary yang diatas 100% menunjukkan bahwa pada level pendidikan menengah (secondary school) Indonesia didominasi oleh perempuan. Berdasarkan pengolahan data yang diperoleh dari World Bank, Indonesia memiliki nilai rasio Female to Male Secondary yang lebih tinggi daripada nilai rata-rata dunia dan ASEAN yaitu masing-masing sebesar 97.43% dan 98.27%. Rasio ini menunjukkan bahwa rata-rata negara dunia dan ASEAN pada level pendidikan menengah (secondary school) didominasi oleh laki-laki. Hasil pengolahan terhadap data yang diperoleh dari World Bank menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 70 dunia berdasarkan nilai Rasio Female to Male Secondary (World Bank, 2014). Rasio Female to Male Tertiary Indonesia yang tertinggi pada tahun 2012 yaitu sebesar103% dan terendah pada tahun 2011 sebesar 85% dengan rata-rata sebesar 92%. Rasio nilai rata-rata Indonesia berada dibawah 100% sehingga menunjukkan bahwa pada tingkat pendidikan tinggi 33
(tertiary school) Indonesia didominasi oleh laki-laki. Berdasarkan pengolahan data yang diperoleh dari Bank Dunia, rata-rata negara-negara didunia dengan membuang nilai yang sangat ekstrim memiliki rata-rata nilai 104.42% untuk rasio Female to Male Tertiary. Indonesia memiliki nilai ratarata yang lebih rendah daripada negara-negara didunia. Indonesia juga memiliki nilai rata-rata yang lebih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN yaitu sebesar 102.91%. Berdasarkan pengolahan terhadap data yang diperoleh dari World Bank menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke 48 dunia berdasarkan rasio Female to Male Tertiary (World Bank, 2014). Berdasarkan nilai rata-rata posisi Indonesia dalam interval data yang lebih tinggi daripada nilai rata-rata dunia, maka Maskulinitas Indonesia cenderung tinggi. Hasil ini berbeda dengan hasil Hofstede dan Bond (1988) dan Ramadhan (2012) yang menyatakan bahwa Indonesia memiliki maskulinitas yang rendah (Hofstede dan Bond, 1988) dan (Ramadhan, 2012). 5. Subdimensi Budaya Orientasi Jangka Panjang Subdimensi budaya Orientasi Jangka Panjang (Short Term Orientation versus Long Term Orientation) memiliki variabel proksi Gross Fixed Investment dan Rasio Pengeluaran Pendidikan. Variabel Gross Fixed Investment merupakan rasio perbandingan investasi tetap bruto terhadap Produk Domestik Bruto. Indonesia memiliki nilai tertinggi variabel proksi ini yaitu pada tahun 2012 sebesar 35% dan nilai terendah pada tahun 2008 dengan 28% dan nilai rata-rata sebesar 31.80%. Nilai rata-rata Indonsia ini menunjukkan bahwa sebesar 31.80% dari Produk Domestik Bruto Indonesia digunakan untuk investasi produktif sepertimembangun infrastruktur dan gedung. Indonesia mengalami peningkatan rasio Gross Fixed Investment dari tahun 2008-2012. Berdasarkan pengolahan data World Bank, Indonesia memiliki nilai rata-rata Gross Fixed Investment yang lebih besar daripada nilai rata-rata dunia dan rata-rata negara ASEAN yaitu sebesar 23.99% dan 24.86%. Nilai rata-rata ini menunjukkan bahwa negara-negara didunia secara rata-rata 23.99% dari Produk Domestik Brutonya digunakan untuk investasi produktif. Indonesia menduduki peringkat ke 25 duniaberdasarkan rasio Gross Fixed Investment (World Bank, 2014). Variabel Rasio Pengeluaran Pendidikan merupakan perbandingan anggaran pemerintah untuk pendidikan dibandingkan dengan semua anggaran pemerintah Indonesia. Rasio pengeluaran pendidikan Indonesia yang tertinggi pada tahun 2012 yaitu 18.1% dan yang terendah pada tahun 2008 dengan 13.6%.Rata-rata pengeluaran untuk pendidikan Indonesia adalah 16.48%. Nilai ratarata Indonesia menunjukkan bahwa 16.48% total pengeluaran negara setiap tahunnya digunakan untuk pendidikan. Indonesia memiliki trend positif untuk komitmen terhadap pendidikan yang dicerminkan melalui Rasio Pengeluaran Pendidikan.Berdasarkan hasil data dari World Bank yang diolah, Nilai rata-rata Rasio Pengeluaran Pendidikan Indonesia lebih tinggi daripada nilai rata-rata 34
negara-negara di dunia dan negara ASEAN yang masing-masing sebesar 14.65% dan 14.58%. Negara-negara di dunia secara rata-rata mengalokasikan 14.65% dari total pengeluaran untuk pendidikan setiap tahunnya. Negara-negara anggota ASEAN secara rata-rata mengalokasikan 14.58% dari total pengeluaran untuk pendidikan. Indonesia berada pada peringkat 48 dunia berdasarkan rasio pengeluaran pendidikannya (World Bank, 2014) Berdasarkan nilai rata-rata posisi Indonesia dalam interval data yang lebih besar jika dibandingkan dengan posisi rata-rata Dunia maka masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan untuk berorientasi jangka panjang. Hasil penelitian ini tidak dinyatakan oleh Hofstede dan Bond (1988) dan Ramadhan (2012). Dari uraian mengenai deskripsi budaya di Indonesia dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki budaya yang jarak kekuasaannya tinggi, terjadi peningkatan penghindaran ketidakpastian, cenderung kolektif, maskulinitas tinggi dan memiliki orientasi jangka panjang. Gambaran Praktik Akuntansi Perusahaan Multinasional Indonesia • Profesionalisme Tabel 18 dibawah ini menjelaskan tingkat Profesionalisme dengan variabel proksinya tipe auditor yang melakukan audit eksternal perusahaan.
1. 2. 3. 4.
Tabel 18 Praktik Akuntansi Profesionalisme Frekuensi Tipe Auditor Kriteria 2008 2009 2010 2011 2012 Total Tidak ada auditor 0 0 0 0 0 0 Auditor pemerintah 0 0 0 0 0 0 Non bigfour 13 11 11 11 10 56 Bigfour 1 3 3 3 4 14
Presentase 0% 0% 80% 20%
Dari tabel 18 dapat diketahui bahwa perusahaan multinasional di Indonesia sebesar 80% atau sebanyak 56 perusahaan menggunakan jasa audit oleh auditor non big four dan 20% atau sebanyak 14 perusahaan oleh auditor big four. Dapat diketahui dari tabel 18 bahwa terjadi peningkatan penggunaan jasa audit big four oleh perusahaan multinasional dan penurunan penggunaan jasa audit non bigfour selama tahun 2008-2012. Profesionalisme dalam praktik akuntansi juga dapat diwakili oleh opini audit perusahaan dalam Laporan Audit Independen. Opini audit perusahaan multinasional dalam Laporan Audit Independen disajikan dalam tabel 19.
35
Tabel 19 Praktik Akuntansi Profesionalisme Tipe Opini Audit Kriteria
2008
2009
2010
2011
2012
Total
Presentase
1.Menolak memberi pendapat 2.Tidak wajar
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1.4
3.Wajar dengan pengecualian 4. Wajar tanpa pengecualian
0
0
0
0
0
0
0
14
13
14
14
14
69
98.6
70
100.0
Total
Sebanyak 69 perusahaan atau sebesar 98.6% perusahaan multinasional memiliki opini audit wajar tanpa pengecualian dan 1 perusahaan atau sebesar 1.4% mendapat opini audit menolak memberi pendapat. Berdasarkan terjadi peningkatan penggunaan jasa audit kantor akuntan publik bigfour oleh perusahaan multinasional dan peningkatan opini audit wajar tanpa pengecualian maka menunjukkan peningkatan profesionalisme dalam praktik akuntansi perusahaan multinasional di Indonesia. • Konservatisme Tingkat konservatisme dalam akuntansi dapat dilihat melalui cara perusahaan multinasional Indonesia dalam mengakui dan mengukur aset, pendapatan serta beban perusahaan. Tingkat konservatisme perusahaan multinasional dalam mengukur aset disajikan dalam tabel 20.Kriteria dan penilaian untuk menghasilkan rata-rata tertimbang dalam pengukuran aset disajikan didalam lampiran 1. Tabel 20 Praktik Akuntansi Konservatisme Kebijakan Akuntansi Terkait Aset
Kriteria
N
2.00 (perusahaan yang menerapkan gabungan historical cost, current cost dan market value ) 2.50 (perusahaan yang menerapkan gabungan lower cost or market, historical cost, current cost dan market value) 3.00 (perusahaan yang hanya menerapkan historical cost) 3.50 (perusahaan yang menerapkan gabungan lower cost or market dan historical cost)
11 43 13 3
Sebanyak 11 perusahaan multinasional menerapkan gabungan historical cost, current cost dan market value, 43 perusahaan menerapkan gabungan lower cost or market, historical cost, current cost dan market value,13 perusahaan menerapkan historical costdan 3 (tiga) perusahaan menerapkan gabungan lower cost or market dan historical cost dalam mengukur asetnya. Berdasarkan data penelitian yang disajikan dalam lampiran 7, nilai rata-rata tingkat konservatisme perusahaan multinasional Indonesia dalam mengukur asetnya cenderung mengalami
36
penurunan.Perusahaan multinasional setiap tahun cenderung menuju kepada praktik akuntansi yang optimis.Nilai rata-rata tingkat konservatisme tertinggi terjadi pada tahun 2008 dengan nilai 2.61 dan terendah pada tahun 2011 dengan nilai 2.5. Selain melalui pengukuran aset, tingkat konservatisme dalam praktik akuntansi perusahaan multinasional juga dapat diketahui melalui cara pengakuan dan pengukuran pendapatan dan beban perusahaan. Tingkat konservatisme melalui cara pengakuan dan pengukuran pendapatan dan beban disajikan dalam tabel 21. Kriteria dan cara penilaian untuk memperoleh nilai rata-rata tertimbang perusaahan pada konservatisme dalam pengukuran pendapatan disajikandalam lampiran 2. Tabel 21 Praktik Akuntansi Konservatisme Kebijakan Akuntansi terkait Beban dan Pendapatan Kriteria N 1.89 (Perusahaan yang menerapkan gabungan dari pendapatan diakui ketika cash received, good was 8 delivered, product produce dan pengakuan beban ketika legally obliged serta menerapkan metode depresiasi straight line) 2.00 (Perusahaan yang menerapkan gabungan dari pendapatan diakui ketika good was delivered, 18 contract signed, product produce dan pengakuan beban ketika expanse when as paid in advance dan legally obliged serta menerapkan metode depresiasi straight line) 2.17 Perusahaan yang menerapkan gabungan dari pendapatan diakui ketika contract signed, product 4 produce dan pengakuan beban ketika expanse when as paid in advance dan legally obliged serta menerapkan metode depresiasi straight line dan double decline) 2.22 Perusahaan yang menerapkan gabungan dari pendapatan diakui ketika good was delivered, 1 contract signed, product produce dan pengakuan beban ketika legally obliged serta menerapkan metode depresiasi straight line dan double decline, sum of the years digit) 2.33 (Perusahaan yang menerapkan gabungan dari pendapatan diakui ketika good was delivered, 4 contract signed, product produce dan pengakuan beban ketika expanse when as paid in advance dan legally obliged serta menerapkan metode depresiasi straight line dan double decline) 2.50 (Perusahaan yang menerapkan gabungan dari pendapatan diakui ketika cash received, good was222 delivered, contract signed, product produce dan pengakuan beban ketika expanse when as paid in advance dan legally obliged serta menerapkan metode depresiasi straight line dan double decline) 2.56 Perusahaan yang menerapkan gabungan dari pendapatan diakui ketika good was delivered, 4 contract signed, product produce dan pengakuan beban ketika expanse when as paid in advance danlegally obliged serta menerapkan metode depresiasi straight line dan double decline, sum of the years digit) 2.67 (Perusahaan yang menerapkan gabungan dari pendapatan diakui ketika good was delivered dan 6 pengakuan beban ketika expanse when as paid in advance dan legally obliged serta menerapkan metode depresiasi straight line dan double decline) 2.72 (Perusahaan yang menerapkan gabungan dari pendapatan diakui ketika cash received, good was 1 delivered, contract signed, product produce dan pengakuan beban ketika expanse when as paid in advance dan legally obliged serta menerapkan metode depresiasi straight line, double decline dan sum of the years digit) 2.83 (Perusahaan yang menerapkan gabungan dari pendapatan diakui ketika cash received,good was 2 delivered dan pengakuan beban ketika expanse when as paid in advance dan legally obliged serta menerapkan metode depresiasi straight line dan double decline)
Sebanyak 8 (delapan) perusahaan multinasional memiliki nilai rata-rata bobot tertimbang pengukuran pendapatan sebesar 1.89, 18 perusahaan sebesar 2.00, 4 (empat) perusahaan sebesar 2.33, 22 perusahaan sebesar 2.5,4 (empat) perusahaan sebesar 2.56, 6 (enam) perusahaan sebesar 2.67 dan 1 (satu) perusahaan sebesar 2.72 serta 2 (dua) perusahaan sebesar 2.83 . Nilai bobot rata37
rata tertimbang pada konservatisme pengukuran pendapatan dan beban berupa rentang nilai dari angka 1 hingga angka 4.Angka 1 menunjukkan perusahaan yang paling tidak konservatif sedangkan angkan 4 untuk perusahaan yang paling konservatif dalam mengukur beban dan pendapatannya. Berdasarkan jumlah dari rata-rata bobot tertimbang setiap tahunnya terkait pengukuran aset dan pendapatan serta beban yang disajikan dalam lampiran 7, dapat diketahui bahwa secara umum terjadi penurunan tingkat konservatisme praktik akuntansi perusahaan multinasional pada tahun 2008-2009 dan 2011-2012.Peningkatan konservatisme dialami pada tahun 2010. Indonesia mengalami penurunan tingkat konservatisme pada praktik akuntansi perusahaan multinasional di Indonesia.Penurunan tingkat konservatisme ini dapat disebabkan oleh beberapa kepentingan perusahaan dalam jangka panjang perusahaan seperti untuk mendapatkan modal dari investor maka perusahaan perlu menunjukkan kinerja bisnis dan keuangannya yang terbaik melalui laporan keuangan. Dalam keperluan menampilkan hasil kinerja bisnis perusahaan yang memiliki prospek keuntungan tinggi maka perusahaan akan menggunakan metode akuntansi yang kurang konservatif. Alasan kedua adalah banyak perusahaan yang mulai meninggalkan praktik akuntansi yang konservatif dan berpindah menuju praktik akuntansi yang optimis karena praktik akuntansi yang optimis dipandang lebih sejalan dengan tujuan standar akuntansi modern yaitu untuk memprediksi keadaan dimasa depan(future oriented) (Khairana, 2009:7). • Kerahasiaan Kerahasiaan dalam praktik akuntansi meliputi tingkat detil dan cakupan informasi keuangan perusahaan yang diungkap kepada publik melalui laporan keuangan perusahaan. Tingkat kerahasiaan dalam praktik akuntansi merupakan perbandingan informasi keuangan yang diungkapkan perusahaan dengan kriteria yang dipersyaratkan secara umum. Kriteria dan cara memperoleh Secrecy Index yang digunakan untuk mengukur kerahasiaan dalam praktik akuntansi disajikan dalam lampiran 3.
Variabel proksi
Min
Max
Secrecy Index
.02
.70
Tabel 22 Praktik Akuntansi Kerahasiaan Mean Mean Mean Mean 2008-2012 2008 2009 2010 .0849 0.092 0.167 0.078
Mean 2011 0.073
Mean 2012 0.066
Secrecy Index memiliki nilai minimum 0,02 dan nilai maksimum 0,70 dan nilai rata-rata sebesar 0.0849 dengan nilai standar deviasi sebesar 0.08782.Nilai rata-rata tertimbang Secrecy Indexsetiap perusahaan memiliki rentang nilai dari 0 hingga 1. Ketika suatu perusahaan memiliki Secrecy Index0 (nol) bahwa perusahaan itu mengungkapkan informasi bisnis perusahaan secara
38
keseluruhan dari yang dipersyaratkan. Tingkat kerahasiaan semakin mendekati nilai 0 (nol) maka semakin lengkap dan detail pengungkapan informasi bisnis perusahaan Dalam tabel 22 dapat diketahui bahwa secara umum terjadi penurunan rata-rata Secrecy Index.Penurunan Screcy Index dapat menandakan bahwa praktik akuntansi perusahaan multinasional bergerak menuju praktik akuntansi yang semakin transparan.Perusahaan-perusahaan multinasional secara transparan mengungkapkan informasi keuangannya kepada publik melalui laporan keuangan perusahaan. Semakin detil dan lengkap informasi yang diungkapkan perusahaan multinasional bahkan terdapat informasi yang pengungkapannya bersifat sukarela. Penyebab terjadi penurunan kerahasiaan atau peningkatan transparansi dalam praktik akuntansi dapat disebabkan karena era globalisasi yang melanda dunia dewasa ini, telah membawa berbagai pengaruh dan perubahan kepada lingkungan dunia usaha secara global.Keadaan ini menimbulkan suatu tanggung jawab baru bagi perusahaan secara konsisten mengadakan hubungan baik dengan pihak-pihak di luar perusahaan. Pada kondisi demikian, informasi dan komunikasi menjadi sangat berperan dalam upaya untuk menunjukkan kinerja dan menjaga reputasi perusahaan serta mengkomunikasi strategi perusahaan kepada publik dalam jangka panjang perusahaan (Arzyanti, 1996:1) • Keseragaman Keseragaman dalam praktik akuntansi diperlukan untuk dapat mempermudah dalam membandingkan laporan keuangan antar waktu dan antar perusahaan.Keseragaman yang terkait dengan konsistensi dan komparabilitas merupakan hal yang signifikan dalam praktik akuntansi. Keseragaman dalam praktik akuntansi meliputi keseragaman antar perusahaan (across series) dan keseragaman antar waktu (times series).Keseragaman antar perusahaan (across series) disajikan dalam tabel 23.Cara memperoleh nilai rata-rata tertimbang keseragamanacross series disajikan dalam lampiran 4.
Keseragaman Across Series Keseragaman Time Series
Tabel 23 Praktik Akuntansi Keseragaman Mean Mean Mean Min Max Mean 2008 2009 2010 64 86 78 77.43 77.86 77.43 81
100
97
98
99
97
Mean 2011 76.93
Mean 2012 80.14
94
93
39
Variabel terikat keseragaman melalui variabel proksi keseragaman antar perusahaan (across series) memiliki nilai minimum 64% dan nilai maksimum 86% serta memiliki nilai rata-rata 78%.Nilai rata-rata tertimbang keseragaman antar perusahaan memiliki rentang nilai dari 0 hingga 100%.Semakin tinggi nilai keseragaman atau semakin mendekati 100% maka perusahaan itu memiliki praktik akuntansi yang semakin seragam dengan perusahaan-perusahaan lain sehingga semakin dapat diperbandingkan (comparable). Semakin rendah nilai keseragaman Across Series Perusahaan dapat mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut semakin sulit untuk dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain. Secara umum rata-rata indeks Keseragaman Across Series selama tahun 2008-2012 memiliki trend positif walaupun penurunan sempat terjadi pada tahun 2010 dan 2011. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa keseragaman antar perusahaan meningkat sehingga dapat meningkatkan komparabilitas. Keseragaman antar waktu (times series) memiliki nilai minimum 81 dan nilai maksimum adalah 100 dengan nilai rata-rata sebesar 97 yang berarti bahwa rata-rata perusahaan multinasional melakukan perubahan praktik akuntansinya sebanyak 3 kali dalam satu tahun. Nilai rata-rata keseragaman Time Series selama tahun 2008 hingga 2009 terjadi peningkatan keseragaman antar waktu. Penurunan keseragaman antar waktu terjadi dari tahun 2009 hingga tahun 2012. Berdasarkan rata-rata keseragaman antar waktu dan antar perusahaan, selama tahun 2082012 secara umum terjadi peningkatan keseragaman dalam praktik akuntansi perusahaan multinasional.Peningkatan keseragaman dalam praktik akuntansi dapat disebabkan karena adanya tuntutan dari BAPEPAM-LK untuk mengharuskan praktik akuntansi yang konsisten terhadap seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan untuk meningkatkan komparabilitas laporan keuangan antar perusahaan multinasional (Bapepam-LK, 2012). Dapat disimpulkan dari uraian diatas mengenai praktik akuntansi di Indonesia bahwa praktik akuntansi perusahaan multinasional Indonesia selama tahun 2008-2012 terjadi peningkatan profesionalisme dan keseragaman serta penurunan konservatisme dan kerahasiaan. Uji Asumsi klasik 1. Uji Normalitas Uji Normalitas digunakan untuk menguji apakah data berdistribusi secara normal. Indikator data berdistibusi normal adalah rasio Skewness dan rasio Kurtosis berada di antara -2 (negatif dua) dan +2 (positif dua) (Setyadharma, 2010: 2).Rasio Skewness sebesar -1.373 dan rasio Kurtosis
40
sebesar -0.351.Rasio Skewness dan rasio Kurtosis berada pada rentang -2 (negatif dua) hingga +2 (positif dua) sehingga keseluruhan data berdistribusi normal.Asumsi Normalitas terpenuhi. 2. Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah model regresi berganda terdapat korelasi antar variabel bebas.Multikolinearitas dapat diketahui dengan indikator Variance Inflation Factor (VIF). Ketika nilai VIF lebih kecil dari 10 (sepuluh) maka tidak terjadi multikolinearitas sehingga model reliabel (Suliyanto,2009). Hasil pengujian multikolinearitas menunjukkan bahwa nilai VIF sebesar 1 (satu) sehingga tidak terjadi multikolinearitas 3.Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah terdapat varians dalam model yang tidak sama (konstans). Tidak terjadi gejala heteroskedastisitas ketika nilai p-value > 0.05.(Suliyanto,2009). P-value sebesar 0.511 sehingga lebih besar dari 0.05.Hal ini menjadi dasar bahwa tidak terjadi gejala heteroskedasitas. 4.Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel pengganggu pada suatu periode akan berkorelasi dengan variabel pengganggu pada periode lain. Autokorelasi diuji dengan cara nilai Durbin Watson kemudian nilai Durbin Watson dibandingkan dengan tabel Durbin Watson yang akan menghasilkan nilai Durbin Watson berada disuatu area (Suliyanto,2009). Nilai Durbin Watson sebesar 2.236 berada pada rentang nilai antara 1.64 dan 2.36 sehingga tidak terjadi masalah Autokorelasi. Hasil Uji Tabulasi Silang Pada bagian hasil uji tabulasi silang ini menyajikan hasil uji 1 variabel proksi dari variabel bebas dengan 1 variabel terikat. 1. Variabel Paket Deregulasi Ekonomi dengan Tipe Opini Audit Tabel 24 menunjukkan hasil uji tabulasi silang antara variabel proksi Jumlah Paket Kebijakan Deregulasi Ekonomi dengan Tipe Opini Audit subdimensi
Budaya
Penghindaran
Ketidakpastian
yaitu hasil uji tabulasi silang dari
dengan
subdimensi
Pratik
Akuntansi
Profesionalisme.
41
Tabel 24 Hasil Uji Tabulasi Silang Paket Deregulasi Ekonomi dengan Tipe Opini Audit Paket Deregulasi Ekonomi Tipe Opini Audit
6.00
8.00
9.00
1.0Menolak memberi pendapat
0
1
4.0 Wajar tanpa pengecualian
14
27
11.00
0 14
Total 0
1
14
69
Dari tabel 24 dapat kita ketahui bahwa semakin banyak paket kebijakan deregulasi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia maka semakin menghasilkan opini audit wajar tanpa pengecualian. 2. Variabel GNI Percapita dengan Tipe Opini Audit Tabel 25 menyajikan hasil uji tabulasi silang antara GNI percapita dengan Tipe Opini Audit yang merupakan variabel proksi Budaya dari subdimensi Individualisme dengan praktik akuntansi dari subdimensi Profesionalisme. Tabel 25 Hasil Uji Tabulasi Silang GNI Percapita dengan Tipe Opini Audit GNI Percapita Tipe Opini Menolak pendapat Wajar Pengecualian
1950
2160
2500
2920
3420
memberi
0
1
0
0
0
tanpa
14
13
14
14
14
Hasil uji tabulasi silang GNI Percapita dengan Tipe Opini Audit menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai GNI Percapita maka semakin tinggi profesionalisme yang ditunjukkan dengan opini audit wajar tanpa pengecualian. 3. Variabel Male Employment to Total Employment dengan Tipe Opini Audit Tabel 26 menyajikan hasil uji tabulasi silang antara variabel proksi Male Employment to Total Employment dengan Tipe Opini Audit . Variabel proksi Male Employment to Total Employment merupakan variabel proksi dari variabel laten bebas Maskulinitas dan Tipe Opini Audit merupakan variabel proksi dari variabel laten terikat Profesionalitas. Tabel 26 Hasil Uji Tabulasi Silang Male Employment to Total Employment dengan Tipe Opini Audit Male Employment to Total Employment Tipe Opini Audit 0.45 0.61 0.62 0.67 1.0 Menolak memberi pendapat 1 0 0 0 4.0 Wajar tanpa pengecualian 13 28 14 14
Dari tabel 26 dapat diketahui bahwa semakin tinggi rasio Male Employment to Total Employment maka semakin baik laporan audit perusahaan multinasional yaitu dengan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian. 42
4. Variabel Rasio Anggaran Pendidikan dengan Tipe Opini Audit. Tabel 27 menyajikan hasil uji tabulasi silang antara Rasio Anggaran Pendidikan dengan Tipe Opini Audit. Rasio Anggaran Pendidikan merupakan variabel proksi dari variabel laten Budaya dengan subdimensi Orientasi Jangka Panjang sedangkan Tipe Opini Audit dari variabel proksi dari akuntansi dengan subdimensi Profesionalitas Tabel 27 Hasil Tabulasi Silang Rasio Anggaran Pendidikan dengan Tipe Opini Audit Opini Audit 1.00(disclamer of opinion) 4.00 (unqualified opinion) Total
Rasio Anggaran Pendidikan 15.00 16.10 16.40 0 0 0 14 14 14 14 14 14
13.60 0 14 14
Total 19.30 1 13 14
1 69 70
Seluruh perusahaan mendapat opini audit wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) pada rasio anggaran pendidikan 13.60 % hingga 16.40%. Pada rasio anggaran pendidikan terhadap anggaran pemerintah 19.30% terdapat 1 perusahaan yang mendapat opini menolak memberi pendapat (disclamer opinion). 5. Variabel Rasio Student Enrollment Tertiary dengan Tipe Opini Audit Tabel 28 menyajikan hasil uji tabulasi silang antara Rasio Student Enrollment Tertiary dengan Tipe Opini Audit. Rasio Student Enrollment Tertiary
merupakan variabel proksi dari
variabel laten Budaya dengan subdimensi Jarak Kekuasaan sedangkan Tipe Opini Audit dari variabel proksi praktik akuntansi dengan subdimensi Profesionalitas.. Tabel 28 Hasil Uji Tabulasi Silang antara Rasio Student Enrollment Tertiary dan Tipe Opini Audit Student Enrollment Tertiary 21.00 Opini
Menolak memberi Pendapat Wajar tanpa pengecualian
Total
25.00
27.00
32.00
Total
1
0
0
0
1
27
14
14
14
69
28
14
14
14
70
Hasil uji tabulasi silang menunjukkan bahwa semakin tinggi Rasio Student Enrollment Tertiary maka semakin mendapat opini audit wajar tanpa pengecualian. Hasil Uji Pengaruh Variabel Budaya terhadap Variabel Akuntansi Budaya dihipotesiskan berpengaruh signifikan terhadap praktik akuntansi perusahaan multinasional di Indonesia. Sehingga hipotesis dirumuskan sebagai berikut: H0 = Budaya tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik akuntansi H1 = Budaya berpengaruh signifikan terhadap praktik akuntansi
43
Tabel 29 menyajikan hasil uji pengaruh budaya terhadap praktik akuntansi perusahaan multinasional di Indonesia Tabel 29 Hasil Uji Pengaruh Budaya Terhadap Praktik Akuntansi Perusahaan Multinasional di Indonesia Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
4.295
.283
Budaya
-.124
.065
Standardized Coefficients Beta
T
-.226
Sig.
15.168
.000
-1.912
.060
a. Dependent Variable: Akuntansi
Nilai Signifikan yaitu 0.060 lebih besar dari nilai p-value 0.05 sehingga menjadi dasar penolakan H1.Penolakan H1 ini memberikan implikasi bahwa budaya tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik akuntansi perusahaan multinasional di Indonesia. Budaya tidak berpengaruh signifikan pada perusahaan multinasional di Indonesia pada periode konvergensi IFRS. Hasil Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian (Akman, 2011) dan (Kang et al, 2004) yang menyatakan bahwa budaya tetap berpengaruh signifikan pada praktik akuntansi setelah konvergensi IFRS. Hasil Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian (Wehrfritz et al, 2012) yang menyatakan bahwa budaya tidak lagi berpengaruh signifikan terhadap praktik akuntansi. “With increasing globalization of the marketplace, international investors need access to financial information based on harmonized accounting standards and procedures. Investors constantly face economic choices that require a comparison of financial information. Without harmonization in the underlying methodology of financial reports, real economic differences cannot be separated from alternative accounting standards and procedures. Harmonization is used as a reconciliation of different points of view, which is more practical than uniformity, which may impose one country’s accounting point of view on all others. Organizations, private or public, need information to coordinate its various investments in different sectors of the economy. With the growth of international business transactions by private and public entities, the need to coordinate different investment decisions has increased. Especially the multinational companies spend enormous money for preparing and auditing their accounting reports according to the different national regulations. For these multinational companies the aspects of maximizing the profit is significantly more important than the consideration of national interest or the geographical position. Because of this there is a demand for creating such accounting systems which are evaluating the holder’s economic results equally” (Beke, 2011: 26) “Standardization of accounting systems has tended to follow the integration of the markets employed by the accounts. The present impetus for global accounting standards follows the accelerating integration of the word economy. The global accounting standards would enable the world’s stock markets to become more closely integrated. The more closely world’s stock markets approach a single market, therefore, the lower should be the transaction costs for investors and the cost of capital for firms in that market. The differences in international reporting practice prior to IFRS constituted a palpable barrier to efficient international investment, monitoring and contracting” (Beke, 2011:33).
44
Dari uraian hasil penelitian Jeno Beke diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab berkurangnya pengaruh dominasi faktor kepentingan suatu negara dan posisi geografis perusahaan seperti pengaruh budaya terhadap praktik akuntansi adalah adanya kebutuhan akan integrasi dunia secara global. Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan untuk dapat mengkoordinasi dan mengintegrasi informasi keuangan secara internasional yang menindaklanjuti percepatan integrasi ekonomi menuju pasar dunia tunggal maka perusahaan multinasional akan mengurangi dominasi faktor nasional negara dan geografisnya dalam praktik akuntansi agar dapat terjadi integrasi dunia yang efektif. “Furthermore, the results show a remarkable variability in the responses amongst survey participants in the same country. This means that common cultural factors might be less influential in the application of common accounting rules, whereas other personal characteristics of the decision maker that were not controlled for in our study (e.g.psychological characteristics) might be more relevant” (Wehrfritz et al, 2012: 29)
Selain kebutuhan untuk integrasi informasi menuju percepatan integrasi dunia ekonomi dan pasar tunggal, karakteristik pribadi akuntan dipandang sebagai lebih relevan dalam mempengaruhi praktik akuntansi daripada budaya. Budaya Indonesia memiliki unsur jarak kekuasaan yang tinggi, cenderung kolektif, maskulinitas yang tinggi dan berorientasi jangka panjang. Ketika masyarakat Indonesia memiliki jarak kekuasaan tinggi, pengurangan dominasi pengaruh budaya dapat dilakukan dengan cara penegakan standar akuntansi oleh pembuat kebijakan akuntansi. Ketika kecenderungan untuk maskulinitas yang tinggi dan memiliki orientasi jangka panjang maka perusahaan multinasional akan cenderung mengurangi dominasi pengaruh budaya dalam praktik akuntansinya sehingga memiliki praktik akuntansi yang berlaku global dan secara internasional agar dapat mengembangkan bisnisnya dalam jangka panjang. Tabel 25 berikut menyajikan kemampuan budaya dalam menjelaskan praktik akuntansi perusahaan multinasional di Indonesia Tabel 30 Kemampuan Budaya dalam Menjelaskan Praktik Akuntansi Model 1
R
R Square .226a
Adjusted R Square .051
Std. Error of the Estimate
.037
.44583
45
Tabel 30 Kemampuan Budaya dalam Menjelaskan Praktik Akuntansi Model
R
R Square .226a
1
Adjusted R Square .051
Std. Error of the Estimate
.037
.44583
a. Predictors: (Constant),budaya
Penelitian ini menggunakan nilai Adjusted R Square untuk menjelaskan kemampuan budaya dalam memprediksi praktik akuntansi. Berdasarkan nilai Adjusted R Square tabel 31, budaya dapat menjelaskan praktik akuntansi perusahaan multinasional pada periode konvergensi IFRS sebesar 3.7% dan 96.3% dari budaya dijelaskan oleh variabel-variabel bebas lainnya. Kesimpulan Nilai budaya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap praktik akuntansi perusahaan multinasional di Indonesia dalam periode konvergensi IFRS. Hal ini disebabkan karena kebutuhan akan integrasi informasi dalam menghadapi ekonomi global dapat mengurangi pengaruh budaya sebagai faktor nasional terhadap praktik akuntansi perusahaan multinasional di Indonesia. Implikasi Terapan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budaya tidak lagi berpengaruh signifikan terhadap praktik akuntansi memberikan implikasi terapan sebagai berikut: 1. Pembuat kebijakan standar akuntansi Praktik akuntansi tidak lagi dipengaruhi signifikan oleh faktor budaya sehingga untuk meningkatkan kualitas dan komparabilitas laporan keuangan perusahaan multinasional, pembuat kebijakan dapat member pengaruh melalui penegakkan (enforcement) standar akuntansi. 2. Penyusun laporan keuangan (akuntan) Dalam menyusun laporan keuangan harus menggunakan praktik akuntansi yang berlaku global.Akuntan menyusun laporan keuangan perusahaan multinasional sesuai standar akuntansi yang diterima secara internasional dengan konsisten dan tanpa pengaruh dominasi budaya negara tempat perusahaan multinasional beroperasi. 3. Pengguna laporan keuangan perusahaan multinasional (users) Laporan keuangan antar perusahaan multinasional dapat dibandingkan dengan lebih baik.Pengguna dapat memahami laporan keuangan dengan lebih tepat karena penyusunan laporan keuangan lebih didasarkan pada standar akuntansi daripada budaya setempat. Saran Penelitian Berikutnya Peningkatan atau perbaikan penelitian berikutnya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
46
1.
Memperbaiki variabel proksi budaya dengan cara menambahkan rasio pengeluaran kesehatan terhadap Produk Domestik Bruto untuk subdimensi budaya orientasi jangka panjang, rasio pengguna internet setiap 100 populasi negara untuk subdimensi budaya jarak kekuasaan, rasio wanita terhadap pria yang berkarir di level pemerintahan untuk variabel subdimensi maskulinitas.
2.
Meningkatkan jumlah industri yang diteliti
3.
Memisahkan dengan jelas pengaruh budaya home country dan pengaruh budaya host country
Keterbatasan Penelitian Pada data Jumlah Lini Telepon karena disebabkan data tidak tersedia lengkap, sehingga beberapa data Jumlah Lini Telepon didapat dengan hasil perkalian dari jumlah penduduk Indonesia dengan data Rasio Lini Telepon per 100 populasi Negara sehingga mengurangi keakuratan data. Data variabel proksi dari Male Employment to Total Employment diperoleh dari lebih dari 1 (satu) sumber sehingga mengurangi keakuratan data disebabkan kemungkinan cara hitung data yang berbeda antar sumber. Daftar Pustaka Akman,N.H.2011. The Effect of IFRS Adoption on Financial Disclosure: Does Culture Still Play A Role? American International Journal of Contemporary Research Vol. 1 No.1; July 2011.http://www.aijcrnet.com/journals/Vol._1_No.1_July_2011/2.pdf. Diakses: 30 September 2014.
Arzyanti, G.,1996.Hubungan Masyarakat : Sebuah Studi Kasus Mengenai Keterbukaan Informasi Dikaitkan dengan Kegiatan Penyebaran Informasi di PT Garuda Indonesia.Universitas Indonesia.http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-90862.pdf. Diakses 03 Juli 2014 Badan Pusat Statistik. 2012.Statistik Indonesia.Jakarta, Badan Pusat Statistik Republik Indonesia,http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=28 ¬ab=1.Diakses tanggal 25 Juli 2014. Bapepam dan LK, 2010.Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus Dalam Rangka Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas.Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.http:http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/regulasi_pm/draft_peraturan_pm/dra ft/draft_ix.c.2_equity.pdf. Diakses: 15 Juli 2014. Bapepam dan LK. 2012. Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik.Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/regulasi_pm/draft_peraturan_pm/draft/Dr aft-Revisi-VIII.G.7.pdf. Diakses 04 Juli 2014. Barichello,R dan A. Patunru. 2009. Agriculture in Indonesia: Lagging Performance and Difficult Choices. The magazine of food, farm, and resources issues 2nd Quarter 2009. Agricultural & Applied Economics Assosiation. Beke, Jeno. 2011. How Can International Accounting Standards Support Business Management?.International Journal of Management and Business Research Vol 1, No 1, March 2011. http://ijmbr.yolasite.com/resources/2.pdf. Diakses 30 September 2014. Buys, P.W. dan D. Schutte. 2011.A Consideration of IFRS Education And Acceptance From Culturally Diverse Background: A South African Perspective.International Business & Economics Research JournalVol 10, No12December.The Clute 47
Institute.http://www.cluteinstitute.com/ojs/index.php/IBER/article/view/6649. Diakses tanggal 25 Juli 2014 Bursa Efek Indonesia, 2013, Laporan Keuangan, Jakarta, Indonesia.http://www.idx.co.id/idid/beranda/perusahaantercatat/laporankeuangandantahunan.aspx Cahyati, A.D. 2011.Peluang Manajemen Laba Pasca Konvergensi IFRS: Sebuah Tinjauan Teoritis dan Empiris.JRAK Vol.2, No.1, Januari, Universitas Islam Malang.http://ejournalunisma.net/ojs/index.php/jrak/article/viewFile/61/59. Diakses: 03 Juli 2014 Central Intelligence Agency. 2010. The World Factbook. United States of America https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/fields/2212.html. Diakses: 03 Juli 2014 ----------. 2014. The World Factbook. United States of America. http:// https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/rankorder/2150rank.html. Diakses 05 Juli 2014. Chand, P., C. Patel, dan R. Day, 2008. Factors Causing Differences In The Financial Reporting Practices In Selected South Pacific Countries In The Post–Convergence Period.Asian Academy of Management Journal, Vol. 13, No. 2, 111–129, July.Asian Academy of Management.Penerbit University Sains Malaysia.http://web.usm.my/aamj/13.2.2008/AAMJ%2013.2.6.pdf. Diakses: 03 Juli 2014. Choi, F.D.S dan G.G. Mueller. 1997.Akuntansi InternasionalEdisi 2. Salemba Empat. Jakarta. Doupnik, T dan H. Perera. 2007.International Accounting Edisi 1. MC Graw Hill. New York. Dunning, J.H dan S.M. Lundan.2008 Multinational Enterprises And The Global Economy Second Edition, Edward Elgar Publishing, UK. Gernon, H dan G.K.Meek. 2001.Accounting: An International Perspective Fifth Edition, MC Graw Hill, New York. Gray, S.J. 1988. Towards a Theory of Cultural Influence on the Development of Accounting Systems Internationally.Abacus. Vol 24 issue 1, pages 1-15, March 1988.The University of Sidney. http://www.acis.pamplin.vt.edu/faculty/tegarden/5034/handouts/Gray-Abacus1988.pdf . Diakses: 22 Juli 2014. Hindrayani, A. 2013.Investasi Langsung Luar Negeri dan Pertumbuhan Ekonomi. Universitas Sebelas Maret.http://eprints.uns.ac.id/1136/1/2009-4533-1-PB.pdf. Diakses: 04 Juli 2013 Hofstede, G. 1980.Culture Consequence:International Difference in Work Related Value.Sage Publications Inc. London. ------------1990.Cultures and Organizations: Software of The Mind, Mc-Graw-Hill, London. Hofstede, G dan M.H.Bond. 1988. The Confucius Connection: From Cultural Roots To Economic Growth. Organizational Dynamic jilid 16, terbitan 4, halaman 5-21, Elsevier Science Publishing Company, Inc. http://www2.seminolestate.edu/falbritton/Summer%202009/FHI/Articles/Hofstede.confuciou s%20connection%20120505%20science%20direct.Pdf . Diakses: 04 Juli 2014. Hofstede, G., dan G.J. Hofstede. 2005. Cultures and Organizations: Software of The Mind Second Edition. Mc Graw Hill.NewYork. Hofstede, G. 2011. Dimensionalizing Cultures: The Hofstede Model in Context. Online Readings in Psychology And Culture Unit 2, Subunit 1, Chapter 8. The Berkeley Electronic Press.http://scholarworks.gvsu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1014&context=orpc. Diakses 23 Juli 2014. Hofstede, G. National Culture Indonesia. http://geert-hofstede.com/indonesia.html. Diakses 02 Juli 2014. Hopwood, A. G. 2000. Understanding Financial Accounting Practice.Accounting, Organizations and Society, 25(2000), 763–766.University of Oxford.http://elmu.umm.ac.id/file.php/1/jurnal/A/Accounting,%20Organizations%20and%20 Society/Vol25.Issue8.Nov2000/3191.pdf. Diakses:10 Juli 2013 48
Kang, T., L.F.Lee., T.Y. Jeffrey.NG.,J.S.W.Tay.2004. The Impact of Culture on Accounting Choices: Can Cultural Conservatism Explain Accounting Conservatism? Singapore Management University.http: nk.library.smu.edu.sg/cgi/viewcontent.cgi?article=1274&context=soa_research. Diakses: 30 September 2014. Kartika, T.R.2001. tanpa judul. Institute Pertanian Bogor, http://repository.mb.ipb.ac.id/1020/4/r18_05-TipriRoseKartika-pendahuluan.pdf. Diakses: 03 Juli 2014 Kartikahadi, H., 2010. Tinjauan Kritis Penerapan Standar Akuntansi: Dulu Dan Sekarang.Economics Business & Accounting Review,Vol III, No 1, April 2010; hal 7, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.http://lib.yai.ac.id/index.php?p=show_detail&id=9695. Diakses 01 Juli 2014. Khairana, N. 2009. Analisis Eksistensi Literatur. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126272-6551-Analisis%20eksistensi-Literatur.pdf. Diakses 22 Juli 2014. Kustina, K. T., 2012. Dampak Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) Bagi Pelaporan Akuntansi di Indonesia.Jurnal Ilmiah Manajemen & Akuntansi STIE Triatma Mulya (Ketut Tanti Kustina 70-82) Vol 17,No. 2 Edisi Desember 2012, Universitas Pendidikan Nasional Denpasar. http: jurnal.triatmamulya.ac.id/index.php/JMNA2012/article/download/34/35. Diakses: 03 Juli 2014 Lestari, Y.O.2013. Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) dan Manajemen Laba di Indonesia.EL-MUHASABAVol 2, No 2; 07-2011, Universitas Islam Negeri Maulana http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/elMalik Ibrahim Malang, muhasaba/article/view/2365. Diakses tanggal 20 Juni 2014. Marhaendro, A.S.D. 2012. Penyajian Data. Universitas Negeri Yogyakarta.http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PENYAJIAN%20DATA.pdf. Diakses:30 September 2014. Nobes, C dan R.Parker., 2004, Comparative International Accounting Eight Edition.Prentice Hall, London. Radebaugh, L.H dan S.J.Gray.1997.International Accounting And Multinational Enterprises Fourth Edition. Wiley and Sons Incorporated.US. Radebaugh, L. H, S.J. Gray, dan E.L.Black. 2006.International Accounting And Multinational Enterprises 6thEdition. John Wiley and Sons.US. Ramadhan, A.W. 2012. Pengaruh Dimensi Nilai Budaya Terhadap Dimensi Nilai Akuntansi.Jurnal Universitas Diponegoro.http://eprints.undip.ac.id/35311/1/Skripsi_17.pdf. Diakses 01 Mei 2014 Saudagaran, S, M. 2004.International Accounting A User Perspective Edisi 1.Thomson South Western, US. Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2012. Produk Hukum. Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta. http: www.setneg.go.id. Diakses: 01 Juni 2014 Setyadharma, A. 2010.Uji Asumsi Klasik Dengan SPSS 16.0.Universitas Negeri Semarang.http://akuntansi.unnes.ac.id/wp-content/uploads/2010/05/Uji-Asumsi-Klasikdengan-SPSS-16.0.pdf. Diakses: 30 September 2014. Sudarwan, 1995.The Dynamic Relationship Between Culture and Accounting: An Emperical Examination Of The Indonesian Setting.Ann Arbor, Mich. : UMI. Case Western Reserve University. http://rave.ohiolink.edu/etdc/view?acc_num=case1057949264. Diakses: 01 Mei 2014 Suliyanto, 2009. Uji Asumsi Klasik.http://management-unsoed.ac.idUji-asumsi-Klasik_20091.ppt. Diakses 01 Juli 2014. 49
Wehrfritz, M., A. Haller dan P. Walton. 2012. National Influence On The Application of IFRS– Interpretations And Accounting Estimates by German And British Accountants.University of Regensburg.Jerman.http://www-wiwi-test.uni-resenburg.de/images/institute/bwl/haller/ Application_of_IFRS_A_cross-national_survey_10.4.2012.pdf. Diakses: 30 September 2014. World Bank. 2014.Indicator of Education.The World Bank Group. http://data.worldbank.org/indicator/SE.ENR.PRIM.FM.ZS. Diakses: 04 Juli 2014
50
No 1 2 3 4
5 6
Lampiran 1 Desain Konservatisme Kebijakan Akuntansi Terkait Aset Measurement method Applied Indeks score Indeks score Yes/No Yes No The lower of cost or Yes 4 0 market Historical cost Yes 3 0 Current cost (higher Yes 2 0 than historical cost) Market value (higher No 1 0 than historical and current cost) Total score Conservatism index Sumber: Sudarwan, 1995
Indeks score computed 4 3 2 0
9 9/3=3
Lampiran 1 menyajikan Desain Konservatisme Kebijakan Akuntansi Terkait Aset.Desain ini digunakan untuk mengukur tingkat konservatisme perusahaan multinasional dalam mengukur aset perusahaannya.Kriteria metode pengukuran disusun dari metode pengukuran yang paling konservatif yaitu the lower of cost or market hingga metode pengukuran yang paling tidak konservatif yaitu market value. Perusahaan dapat menerapkan beberapa metode pengukuran yang berbeda dalam setiap kategori aset yang dimilikinya, sehingga tingkat konservatisme perusahaan dalam mengukur asetnya dihitung dengan bobot tertimbang dari keseluuhan metode pengukuran yang digunakan. Cara penggunaan desain ini sebagai berikut a. Apabila perusahaan menerapkan metode The Lower Cost or Market yang merupakan metode yang paling konservatif maka dalam index score computed diberi nilai 4, apabila tidak menerapkan metode lower cost or market maka dalam index score computed diberi nilai 0. b. Apabila perusahaan menerapkan metode Historical cost dalam index score computed diberi nilai 3, apabila tidak menerapkan Historical cost maka dalam index score computed diberi nilai 0 c. Apabila perusahaan menerapkan metode Currentcost dalam index score computed diberi nilai 2, apabila tidak menerapkan diberi nilai 0 d. Apabila perusahaan menerapkan metode Market value dalam index score computed diberi nilai 1, apabila tidak menerapkan Market value maka dalam index score computed diberi nilai 0 e. Kemudian jumlah nilai dari index score computed dibagi dengan jumlah metode yang diterapkan perusahaan akan menghasilkan Conservatism Index yang akan merupakan ukuran tingkat konservatisme perusahaan multinasional dalam mengukur asetnya
51
No 1 2 3 4
Lampiran 2 Desain Konservatisme Kebijakan Akuntansi terkait Pendapatan dan Beban Method Aplied (Yes/No) Index score Index Score Computed 1. Revenue recognition Cash received No Yes 4, no 0 0 Good/services Yes Yes 3, no 0 3 delivered Contract signed No Yes 2, no 0 0 Good or service Yes Yes 1, no 0 1 produced Subtotal 4
No
Method 2. Cost allocation 1. Expended once as paid in advance Expended as 2. anticipated Expended as 3. legally obliged/incurred Expended as paid 4. later
Aplied (Yes/No)
Index Score
No
Yes 4, no 0
0
No
Yes 3, no 0
0
Yes
Yes 2, no 0
2
No
Yes 1, no 0
0
Subtotal No
Method 3. Depreciation method 1 Sum of the years method 2 Double declining 3 Straight line
Index Score Computed
Aplied (Yes/No) Yes Yes Yes Subtotal
2 Index Score
Index Score Computed
Yes 3, No 0
3
Yes 2, No 0 Yes 1, No 0
2 1 6
Average Index Conservatisme= (4/2) +(2/1) + (6/3) ) = 2 3 Sumber : Sudarwan, 1995
Desain Konservatisme Kebijakan Akuntansi Terkait Pendapatan dan Beban digunakan untuk mengukur tingkat konservatisme perusahaan multinasional untuk mengukur beban dan pendapatannya, Cara menggunakan desain konservatisme terkait pendapatan dan beban sebagai berikut: A. Apabila perusahaan menerapkan pendapatan diakui ketika Cash received diberi nilai maka pada index score computed diberi nilai 4, pengakuan saat good/ service delivered nilai 3, pengakuan saat contract signed diberi nilai 2 dan saat good or service prodeuced nilai 1.Kemudian index score computed dijumlah dan dibagi dengan jumlah metode yang digunakan perusahaan untuk mengakui pendapatannya
52
B. Apabila perusahaan mengakui beban pada saat Expended once as paid in advance maka index score computed diberi nilai 4,Expended as anticipateddiberi nilai 3, Expended as legally obliged/incurred diberi nilai 2 dan beban diakui saat Expended as paid laterdiberi nilai 1. Kemudian index score computed dijumlah dan dibagi dengan jumlah metode yang digunakan perusahaan untuk mengakui bebannya C. Apabila perusahaan menerapkan metode depresiasi Sum of the years digit maka diberi nilai 3 pada index score computed, metode Double decliningdiberi nilai 2, dan metode Straight linediberi nilai 1. Kemudian index score computed pada metode depresiasi dijumlah dan dibagi dengan jumlah metode depresiasi yang digunakan perusahaan D. Menghitung Average Index Conservatism dengan cara membuat rata-rata index score computed pengakuan pendapatan, index score computed pengakuan beban, dan index score computed pengakuan metode depresiasi yang digunakan untuk mengukur konservatisme perusahaan dalam mengakui beban dan pendapatannya.
53
No
1
2
3
4
5
6
7
Lampiran 3 Desain Secrecy Index Laporan Keuangan Perusahaan Possible disclosure Applicability Actual disclosure (yes= 1, no=0) (Dislosure =1 No disclosure = 0) CASH Total cash Restricted cash Subtotal ACCOUNT RECEIVABLES Gross amount Allowance for bad debt Basis for allowance of bad debt Type of receivables Subtotal MARKETABLE EQUITY SECURITIES Aggregrate cost Market value Unrealized gain/loss Net realized gain/loss Method of determining cost Change in the valuation allowance account Subtotal FINANCIAL INSTRUMENT Face, contract or principal amount Credit and market risk Cash requirement Related accounting policy Subtotal INVENTORY Basis for valuation Cost flow assumption Classes of inventory Provision for inventory loss Amount of provision for loss Net inventory Sub total Fixed asset Basis for valuation Clasification by nature/function Depreciation method by class Depreciation expense Accumulated depreciation by class Net ammount of fixed asset Subtotal LEASING-LESSOR Nature of leasing agreement Future minimum lease payment for each of the next five years Future lease minimum payment in aggregate Contingental rental and amount
1 1 2
1 1 2
1 1 1 1 4
1 0 1 1 3
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
1 1 0 1 3
1 1 0 1 3
1 1 1 1 1 1 6
1 1 1 0 0 1 4
1 1 1 1 1 1 6
1 1 1 1 1 1 6
0 0
0 0
0
0
0
0
54
Lampiran 3 Desain SecrecyIndexLaporan Keuangan Perusahaan Lanjutan No Possible disclosure Applicability Actual disclosure (yes= 1, no=0) (Dislosure =1 No disclosure = 0) 8 LONG TERM INVESTMENT A. Marketable equity securities Aggregate cost 1 1 Market value 1 1 Unrealized gain/loss 1 1 Net realized gain/loss 1 1 Basis for determining cost 1 1 Change in valuation allowance 1 0 Subtotal 6 5 B. Marketaable debt securities Basis for valuation 1 1 Amount of any writedown 1 0 Cause of any writedown 1 0 Unrealized gain /loss 1 1 Net amount 1 1 Sub total 5 3 C. Investment under equity method Name of each investee 1 1 % of ownership of common stock of 1 1 each investee Accounting policy 1 1 Accounting treatment for the different 1 1 between carrying amount each investment and its underlying equity in the investee net assets Quated aggregrate market price 1 0 Disclosure of material effect of 1 0 investment in each investee Subtotal 6 4 D. Other investment Basis of accounting 1 1 Effect on stockholder equity or income 1 1 statement Subtotal 2 2 9 Intangibles Description of the nature of the assets 1 1 Amortization method 1 1 Amortization period 1 1 Amortization expense 1 1 Accumulated amortization 1 1 Net amount 1 1 Subtotal 6 6 10. Current liabilities Amount by class of liability 1 1 Agregrate amount of liability 1 1 Subtotal 2 2
55
Lampiran 3 Desain SecrecyIndex Laporan Keuangan Perusahaan Lanjutan No Possible disclosure Applicability Actual disclosure (yes= 1, no=0) (Dislosure =1 No disclosure = 0) 11 DEFERED TAX ASSET/LIABILITY Description of asset/liability 1 1 Amount of asset/liability 1 1 Clasification into current/non current 1 0 Subtotal 3 2 12 NOTE PAYABLE AND DEBT Interest rate by class 1 1 Maturity by class 1 0 Covenent and other restriction 1 1 Troubled debt restructuring 0 0 Extinguished debt by repayment 1 0 Extinguished debt by defeasance 0 0 Convertion features 0 0 Aggregat amount 1 1 Subtotal 5 3 13 Contingencies and commitment Nature of contingencies 1 1 Likelihood of contingencies 1 0 Estimated amount 1 1 Subtotal 3 2 14 Pension Description of pension plan 1 1 Accounting and funding policy 1 1 Net periodic pension cost amount 1 1 Net pension asset/liability 1 1 Subtotal 4 4 15 Other post retirement benefit Description of the benefit 1 1 Accounting and funding benefit 1 1 Net periodic cost 1 1 Benefit liability 1 1 Disclosure of matter significant to 1 0 company Subtotal 5 4 16 Leases-lesee Nature of leasing arrangement 0 0 Gross amount of lease asset by class 0 0 Future lease minimum payment in for 0 0 each in the next five years Contingental rental and amount paid 0 0 Subleases 0 0 Subtotal 0 0
56
No
17
18
19
20
Lampiran 3 Desain Secrecy IndexLaporan Keuangan Perusahaan Lanjutan Possible disclosure Applicability Actual disclosure (yes= 1, no=0) (Dislosure =1 No disclosure = 0) STOCKHOLDER EQUITY A. Capital stock Par or assigned value 1 1 % of shares 1 1 % of shares held in treasury 0 0 Term of preffered stock 0 0 Change in number of shares 1 1 Change in equity account 1 1 Liquidation value pf preferred stocks 0 0 Voting right 1 0 Cumulative devidends in arrears 1 1 Prices, exercise, expiration dates of 0 0 warrants Additional paid in capital by source 0 0 Discount/premium on stock 1 1 Subtotal 7 6 B. Retained earnings Nature, cause and amount of retained 1 1 earning Changes in retained earning 1 1 Restriction on retained earning 1 0 Nature and effect of prior period 0 0 adjustment on income statement Subtotal 3 2 Income taxes The difference between taxes and book 1 1 based income tax Current tax expense and benefit 1 1 Deferred tax expense and benefit 1 1 Loss carryforward benefit, amount and 1 0 expiration dates Tax rates 1 1 Subtotal 5 4 Income allocation Continuing operations 1 1 Discontinued operations 1 1 Extraordinary items 0 0 Cumulative effect of accounting 0 0 changes Prior period adjustments 0 0 Subtotal 2 2 Continuing operation Revenue by class 1 1 Expense by class 1 1 Subtotal 2 2
57
Lampiran 3 Desain SecrecyIndexLaporan Keuangan Perusahaan Lanjutan No Possible disclosure Applicability Actual disclosure (yes= 1, no=0) (Dislosure =1 No disclosure = 0) 21 Extraordinary item Net of tax amounts 0 0 Nature of items 0 0 Subtotal 0 0 22 Discontinued operations Assets and operation segregated 1 0 Gain or losses for disposal 1 1 Expected loss of future disposal 0 0 Subtotal 2 2 23 Foreign Currency Exchange gain or loss 1 1 Change in cumulative translation 0 0 adjustment Significants change in foreign operations 1 0 Disclosure of foreign operation/customer 1 1 Subtotal 3 2 24 Business combination and consolidation Nature and policy of combination and 1 1 consolidation Intercompany elimination 1 1 Subtotal 2 2 25 Earning per shares Earnings per common stock 1 1 Fully diluted earning per shares 0 0 Convertion stock that would affect primary 0 0 earning per shares Sale of common or common equivalent 0 0 stock Subtotal 1 1 26 General A. accounting changes Nature and justification of the changes 1 1 Cumulative effects 1 1 Proforma effect on net income and earning 1 1 per shares Effect of new accounting principal on 1 1 current or future income Subtotal 4 4 B. Related Parties Nature of relationship 1 1 Amount due to or from related parties 1 1 Term or matter of settlement 1 1 Subtotal 3 3 C. Nonmonetery transaction Nature of transaction 0 0 Gain or loss 0 0 Basis of accounting for assets transferred 0 0 Subtotal 0 0 58
Lampiran 3 Desain Secrecy IndexLaporan Keuangan Perusahaan Lanjutan
Disclosure index= Actual disclosure Applicable disclosure Disclosure index = (2/2)+ (3/4)+ (3/3)+ (4/6) + (6/6) + (5/6) + (3/5) + (4/6) + (2/2) + (6/6) + (2/2) + (2/3) + (3/5) + (2/3) + (4/4) + (4/5) + (6/7) + (2/3) + (4/5) + (2/2) + (2/2) + (2/2) + (2/3) + (2/2) + (1/1) + (4/4) + (3/3) = 0.81 Secrecy index = 1- 0.81= 0.19 Sumber : Sudarwan, 1995
Desain ini digunakan untuk mengukur tingkat kerahasiaan dalam praktik akuntansi. Cara menggunakan desain disclosure index Laporan Keuangan Perusahaan (Y5) a.
Apabila perusahaan mampu untuk mengungkapkan informasi keuangan yang terdapat dalam lampiran 3 maka diberi nilai 1 pada kolom applicability, dan ketika tidak mampu diberi nilai 0. Contoh perusahaan yang tidak mampu mengungkapkan informasi keuanganya adalah ketika perusahaan tidak memiliki leasing maka perusahaan tidak mampu mengungkapkan informasi keuangannya terkait leasing.
b.
Apabila perusahaan mampu dan mengungkapkan informasi keuangan pada lampiran 3 maka diberi nilai 1 pada kolom actual disclosure, ketika perusahaan mampu tetapi tidak mengungkapkan maka diberi nilai 0.
c.
Dislosure index diperoleh dengan cara membagi total actual disclosure dengan applicability disclosure.
d.
Secrecy index yang digunakan untuk mengukur tingkat kerahasiaan diperoleh dengan cara 1 dikurangi disclosure index.
59
Metode Akuntansi
Pengukuran aset The lower of cost or market Historical cost Current cost Market Value
Lampiran 4 Desain Keseragaman Across Series Jumlah Jumlah Aplikasi oleh perusahaan yang perusahaan yang perusahaan menerapkan tidak (Ya atau Tidak) metode menerapkan metode 4
10
Ya
10/14
14 5 3
0 9 11
Ya Tidak Tidak
14/14 9/14 11/14
11
Tidak
11/14
6
Ya
8/14
0
Ya
14/14
6
8
Ya
6/14
14
0
Ya
14/14
6
8
Ya
6/14
6
8
Ya
6/14
Metode depresiasi Sum of the 3 years digit Double 8 declining balance Straight line 14 Pengakuan pendapatan Cash received later Good/ service delivered Contract signed Good or service produced
Nilai index
Pengakuan beban Expended once 5 9 Ya 5/14 as paid in advance Expended as 4 8 Ya 4/14 anticipated Expended as 14 0 Ya 14/14 legally obliged/incured Expended as 3 11 Tidak 11/14 paid later Sumber: Sudarwan, 1995 1.Cara menggunakan desain perbandingan metode akuntansi terhadap perusahaan-perusahaan lain: Sampel dikelompokan menjadi kelompok yang menerapkan suatu metode dan kelompok yang tidak menerapkan suatu metode
60
2.Kemudiaan suatu perusahaan jika tergolong masuk ke kelompok yang menerapkan suatu metode mendapat nilai dengan cara jumlah perusahaan yang menerapkan dibagi dengan total perusahaan
61
Lampiran 5 Data Variabel Bebas Tahun Variabel 2008 Rasio Sektor Bukan Pertanian terhadap PDB
2009
2010
2011
2012
86%
85%
85%
85%
85%
Rasio Lini Telepon per 13% 100 Populasi Negara
15%
17%
16%
15%
Jumlah Lini Telepon
30.378.000
37.960.000
37.959.600
38.618.000
37.983.000
Lini telepon
Lini telepon Lini telepon
Lini telepon
Lini telepon
21
24
25
27
32
Paket Deregulasi Ekonomi 9
8
6
11
8
Sektor Ekonomi yang Dideregulasi
5
5
4
6
5
Tingkat Urbanisasi
48
49
50
51
51
GNI Percapita
US$ 1.950
US$ 2.160
US$ 2.500
US$ 2.920
US$ 3.420
Male Employment to Total Employment
68%
66%
67%
67%
67%
Female to Male Primary
99
99
104
104
100
Female to Male Secondary
99
100
101
101
103
Female to Male Tertiary
91
94
87
85
103
Gross Fixed Investment
28
31
32
33
35
asio Pengeluaran Pendidikan
13.6
19.3
16.4
15
18.1
Student Tertiary
Enrollment
Sumber: 1.World Bank, 2008-2012 (http://data.worldbank.org/indicator/IT.MLT.MAIN.P2) 2.Central Intelligence Agency, 2010 (https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/fields/2212.html) 3. Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia,2008-2012 (http://www.setneg.go.id/index.php?catname=UU&catid=1&tahun=0&Itemid=42&option=com_perunda ngan&task=&act=) 4. Badan Pusat Statistik, 2012 (http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=28¬ab=1)
62
Lampiran 6 Data Variabel Terikat Profesionalisme Kode perusahaan
Tahun 2008
2009
2010
2011
2012
Auditor opini Auditor Opini Auditor Opini Auditor opini Auditor Opini BBCA
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
BIPP
3
4
3
4
3
4
3
4
3
4
BMSR
3
4
3
4
3
4
3
4
3
4
BNBR
3
4
3
4
3
4
3
4
3
4
CENT
3
4
3
4
4
4
3
4
4
4
CTRA
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
DEWA
3
4
3
4
3
4
3
4
3
4
ELTY
3
4
3
4
3
4
3
4
3
4
INDX
3
4
3
4
3
4
3
4
3
4
ISAT
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
KPIG
3
4
3
4
3
4
3
4
3
4
MIRA
3
4
3
1
3
4
3
4
3
4
MLPL
3
4
3
4
3
4
3
4
3
4
SUGI
3
4
3
4
3
4
3
4
3
4
Kode perusahaan
Kode kolom Auditor Kode kolom Opini
BBCA : PT Bank Central Asia Tbk 3= Auditor nonbigfour 1= disclamer BIPP : PT Bhuwanatala Indah Permai Tbk 4= Auditor bigfour 4= unqualified opinion BMSR : PT Bintang Mitra Semestaraya Tbk BNBR : PT Bakrie & Brothers Tbk CENT : PT Centrin Online Tbk CTRA : PT Ciputra Dvelopment Tbk DEWA: PT Darma Henwa Tbk ELTY : PT Bakrieland Development Tbk INDX : PT Tanah Laut Tbk ISAT : PT Indosat Tbk KPIG : PT MNC Land Tbk MIRA : PT Mitra International Resources Tbk MLPL : PT Multipolar TBK SUGI : PT Sugih Energy Tbk
63
Lampiran 7 Data Variabel Terikat Konservatisme Kode
Tahun 2008 Y3
BBCA
2009 Y4
Y3
2010 Y4
Y3
2011 Y4
Y3
2012 Y4
Y3
Y4
2
2.5
2
2.5
2
2.5
2
2.5
2
2.5
BIPP
2.5
2.5
2.5
2.5
2.5
2.5
2.5
2.5
2.5
2.5
BMSR
2.5
2.17
2.5
2.56
3
2.56
2.5
2.72
3
2
BNBR
2.5
2.5
2.5
2.33
3
2.33
2.5
2.5
2.5
2.5
CENT
2.5
2
2.5
2
2.5
2
2.5
2
2.5
2
CTRA
2.5
1.89
2.5
2
2.5
1.89
2.5
1.89
2.5
2.17
DEWA
3.5
2.5
3
2.5
3
2.5
3
2.5
2.5
2.17
ELTY
2.5
1.89
2.5
1.89
2.5
1.89
2.5
1.89
2.5
1.89
INDX
3.5
2.67
3.5
2.33
2.5
2.67
2.5
2.67
3
2.33
ISAT
2.5
2
2.5
2
2.5
2
2.5
2
2.5
2.17
KPIG
2
2.22
2
2.56
2
2.5
2
2
2.5
2
MIRA
2.5
2.67
2.5
2
3
2.67
3
2.83
2.5
2.56
MLPL
2.5
2.5
2.5
2.5
3
2.5
2.5
2.83
2.5
2.5
3
2
3
2
3
2.67
2.5
2.67
2.5
2
SUGI Rata-rata
2.29
2.26
2.37
2.39
2.26
64
Kode perusahaan
Lampiran 8 Data Variabel Terikat Kerahasiaan Secrecy index 2008
2009
2010
2011
2012
PT Bank Central Asia Tbk
0.04
0.04
0.03
0.03
0.02
PT Bhuwanatala Indah Permai Tbk
0.21
0.21
0.20
0.20
0.17
PT Bintang Mitra Semestaraya Tbk
0.04
0.04
0.03
0.04
0.02
PT Bakrie & Brothers Tbk
0.03
0.02
0.02
0.03
0.05
PT Centrin Online Tbk
0.1
0.7
0.09
0.11
0.11
PT Ciputra Dvelopment Tbk
0.1
0.7
0.09
0.04
0.11
PT Darma Henwa Tbk
0.13
0.08
0.07
0.07
0.07
PT Bakrieland Development Tbk
0.14
0.1
0.1
0.1
0.09
PT Tanah Laut Tbk
0.12
0.12
0.12
0.1
0.05
PT Indosat Tbk
0.07
0.05
0.03
0.03
0.04
PT MNC Land Tbk
0.1
0.07
0.11
0.11
0.06
PT Mitra International Resources Tbk
0.08
0.09
0.08
0.06
0.05
PT Multipolar TBK
0.05
0.05
0.06
0.05
0.03
PT Sugih Energy Tbk
0.09
0.07
0.06
0.06
0.05
65
Kode
Lampiran 9 Data Variabel Terikat: Keseragaman Keseragaman Across Series Keseragaman Times series
perusahaan 2008
2009
2010
2011
2012
2008
2009
2010
2011
2012
BBCA
71.00
74.00
70.00
74.00
73.00
97.00
100.00 89.00
95.00
99.00
BIPP
77.00
80.00
78.00
77.00
79.00
99.00
100.00 98.00
96.00
92.00
BMSR
85.00
73.00
72.00
80.00
70.00
99.00
100.00 99.00
94.00
96.00
BNBR
64.00
75.00
80.00
78.00
76.00
99.00
99.00
97.00
93.00
92.00
CENT
85.00
76.00
84.00
84.00
86.00
99.00
100.00 99.00
81.00
92.00
CTRA
77.00
80.00
76.00
76.00
79.00
99.00
98.00
96.00
92.00
91.00
DEWA
64.00
75.00
78.00
82.00
81.00
99.00
99.00
99.00
93.00
93.00
ELTY
85.00
74.00
76.00
75.00
79.00
97.00
100.00 97.00
93.00
93.00
INDX
71.00
74.00
71.00
75.00
79.00
99.00
99.00
99.00
99.00
93.00
ISAT
85.00
79.00
84.00
84.00
86.00
97.00
99.00
95.00
94.00
87.00
KPIG
80.00
79.00
86.00
80.00
79.00
98.00
100.00 96.00
89.00
92.00
MIRA
85.00
85.00
81.00
65.00
86.00
99.00
100.00 98.00
96.00
92.00
MLPL
77.00
85.00
70.00
78.00
83.00
97.00
99.00
100.00 97.00
SUGI
78.00
81.00
78.00
69.00
86.00
99.00
100.00 100.00 100.00 95.00
97.00
66
Lampiran 10 Daftar Sampel Nomor Perusahaan Induk perusahaan Anak perusahaan 1 PT Bank Central Asia UOB Kay Hian Private Limited for BCA Finance limitedTbk Farindo Investment-Singapura Hongkong 2
PT Bhuwanatala Indah UBS AG Singapore S/A Safire BIP Holdings Permai Tbk Capital PTE.LTD-Singapura International Pte LtdSingapura
3
PT Bintang Mitra Credit issue AG Singapore Trust- Bittlestone Capital Inc. Semestaraya Tbk Singapura (BCI) –British
4
PT Bakrie & Brothers Credit Suise AG Singapore Branch Bakrie Tbk S/A Bright Venture PTE Ltd- Finance Singapura Belanda
5
PT Centrin Online Tbk
6
PT Ciputra Dvelopment Credit Suisse AG Singapura Trust Tbk A/C Client-Swiss
7
PT Darma Henwa Tbk
8
PT Bakrieland CGMI 1 Client Development Tbk Account-Amerika
9
PT Tanah Laut Tbk
Equtorex SDN BHD-Malaysia
10
PT Indosat Tbk
Ooredoo Asia PTE. LTD-Singapura
Radical Rancak Sdn Bhd-Malaysia Indosat Palapa Company B.V.Amsterdam Belanda
11
PT MNC Land Tbk
UBS A Singapore Non-Treaty Omnibus Account-Singapura
GLD Investment PTE LTD-Singapura
12
PT Mitra International Morgan Stanley & Co INTL PLC – Resources Tbk Client AC- British
13
PT Multipolar TBK
Clover Universal Enterprise LtdBritish Virgin Islander
Zurich Assets International LtdAfrika
Cyport islander
Safekeeping
Limited-British
International company -
Clover Universal Enterprise LtdSingapura Longfield Entreprises Limited- British Virgin Island Prove Energy Investments Ltd.British Virgin IslandUK BLD Investment Pte. Ltd.-Singapura
Sabre Systems InternationaSingapura
Virgin
Link Technology Services Pte. Ltd.Singapura 14 PT Sugih Energy Tbk Goldenhill Energy Fund-Singapura Elnusa Tristar Ramba LimitedBritish Virgin islander Sumber : Pelaporan Kepemilikan diatas 5% per tanggal 15 Apr 2013 dari www.idx.co.id yang merupakan laporan keseluruhan pemegang saham perusahaan yang melebihi 5% kepemilikan, kemudian dipilih yang merupakan pemegang saham yang paling besar (mayoritas) dengan dasar mengontrol perusahaan secara signifikan dan Laporan keuangan perusahaan 67
Lampiran 11 Sampel Berdasarkan Bidang Usaha Utama Jumlah
No
Bidang usaha utama
Persentase
1
Jasa Perbankan
1
7%
2
Property dan Real Estate
3
21%
3
Perdagangan dan Penyertaan
1
7%
4
Komputer and Servis
2
14%
5
Developer and Pembangunan Real Estate
3
7%
6
Jasa Internet dan solusi IT
1
7%
7
Jasa Telekomunikasi
1
7%
8
Transportasi
1
7%
9
Pertambangan
1
7%
Jumlah
14
100%
68
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
:
Eridani
NIM
:
232010091
Alamat Asal
:
Sunda Asri No 14 RT 18/07 Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah
Judul Skripsi
:
Pengaruh Budaya Terhadap Praktik Akuntansi Multinasional Periode Konvergensi IFRS di Indonesia.
Riwayat Pendidikan :
Perusahaan
SDN Banaran 1. Lulus tahun 2005 SMP N 1 Sragen.Lulus tahun 2008 SMA N 1 Sragen.Lulus tahun 2010 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.Lulus tahun 2014
Riwayat Seminar
:
National Seminar on Accounting 2011”Penyusunan Laporan Keuangan berbasis SAK 2010”. Penyelenggara Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Tanggal 5 April 2011. National Seminar on Accounting 2011 “Penyusunan Laporan Keuangan Berdasarkan SAK ETAP” Penyelenggara Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Tanggal 6 April 2011. Seminar Nasional “Green Accounting Wujud Kepedulian Akuntan Dalam Pembangunan Indonesia Yang Berkelanjutan”Penyelenggara: Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret, Surakarta tanggal 24 November 2012.
Riwayat Kompetisi
:
Juara II Lomba Karya Tulis Tingkat Nasional “Sustainable Development Strategy For A Better Indonesia” Penyelenggara : Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tanggal : 22-24 November 2012. Judul Karya Tulis: Apakah UKM Mampu Melakukan CSR?. Babak Final “Accounting Competition For Colleges Student” Penyelenggara : Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tanggal : 22-24 November 2012 Babak Final Lomba Karya Tulis Tingkat Nasional “Seminar Akuntansi Konvergensi IFRS & Accounting Student Conference” Penyelenggara: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. Tanggal: 15 September 2013. Judul Karya Tulis : Peran Akuntansi dalam Mendukung Strategi Bersaing UMKM (Studi Kasus pada LPK Yeti English Course dan Rumah Belajar Margi Alit)
69