RUMAHKU BUTUH PERJUANGANMU DRS.H.SUHADAK,SH,MH Ketua Pengadilan Agama Denpasar
Hanya bilik bambu tempat tinggal kita, tanpa hiasan tanpa lukisan, beratap jerami ber-alaskan tanah, tapi semua itu milik kita, memang semua itu milik kita sendiri, hanya alang-alang pagar rumah kita tanpa anyelir tanpa melati, hanya bunga bakung tumbuh dihalaman, tapi semua itu rumah kita, memang semua itu rumah kita, sendiri........ (penggalan syair lagu Rumah kita, Ahmad Albar). Itulah perumpamaan Lembaga Peradilan Agama pada awal-awal terbentuknya, tidaklah tersedia gedung yang megah seperti wujud saat ini, zaman dahulu dimanapun tempatnya yang penting sengketa hukum Islam dapat terselesaikan, di serambi masjid, di emperan rumah, di bekas garasipun jadi, gajipun seadanya katanya, ikhlas berjuang demi tegaknya hukum Islam. pokoknya dimanapun tempat yang penting bisa berjalan dan isi didalamnya menyatu, damai serta bekerja dengan ikhlas bahkan dirumah yang beratapkan jerami. Itulah kisah dari sesepuh warga Peradilan agama yang kini telah purna bhakti.1 Ketika sang pejuang ditanya, demi siapa Tuan guru berjuang? Sang pejuang menjawab demi kelanjutan penerapan hukum Islam.
Melalui lembaga apa Tuan Guru
berjuang? melalui Lembaga Peradilan Agama. Sedalam apakah kecintaan Tuan Guru dengan Peradilan Agama. Sang pejuang menjawab, “Peradilan Agama adalah rumahku tempat aku berjuang”, ketika rumahku diusik, di curi isi dalamnya tentu akan kami pertahankan, apalagi jika rumah itu dimusnahkan maka nyawa taruhannya. Kami dan para Tokoh terus berjuang untuk selalu menjaga keutuhan rumah itu bahkan terus menambah kompetensinya, kami jaga agar terus nampak indah nan menawan agar menjadi contoh bahkan menyinari rumah 1
TGH.Drs.H.Mustami’uddin Ibrahim, SH,MH, Mantan wakil Ketua Pengdilan Tinggi Agama Mataram, yang kini telah Purna Bhakti. Tentu ini senada dengan keterangan para pendahulu warga Peradilan Agama di seluruh Indonesia, yang berjiwa pejuang. Terutama dari mantan hakim honorer.
2 lainnya. Dari manakah rumah kita terbentuk dan mampukah kita mempertahankan konsistensinya? Marilah kita buka lembaran sejarah, agar segar kembali ingatan kita betapa gigih perjuangan umat Islam demi mempertahankan Peradilan Agama. Sebelum Belanda mengukuhkan kekuasaannya di Indonesia, hukum Islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah ada dan berlaku dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang disamping kebiasaan atau adat penduduk yang mendiami nusantara ini. Pada waktu VOC berdagang di nusantara, di daerah-daerah yang dikuasainya di bentuk badan-badan peradilan untuk orang-orang pribumi. Dalam statute Batavia (Jakarta) tahun 1642 disebutkan bahwa sengketa kewarisan antara orang-orang pribumi yang beragama Islam, harus diselesaikan dengan mempergunakan hukum Islam yakni hukum yang dipakai oleh rakyat sehari-hari. Untuk keperluan itu, DW Freijer diminta menyusun Compendium hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam. Setelah disempurnakan oleh para penghulu, ringkasan kitab hukum perkawinan dan kewarisan Islam ini dipergunakan oleh Pengadilan Agama dalam menyelesaiakan sengketa yang terjadi antara umat Islam di daerah-daerah yang dikuasai oleh VOC. Singkat kata, selama zaman VOC yang berlangsung lebih kurang dari dua abad yakni pada tahun 1602-1800 an, kedudukan hukum Islam tetap berlaku dan berkembang dikalangan umat islam Indonesia. Ketika pemerintahan colonial Belanda mulai melaksanakan kekuasaannya pada permulaan abad XIX, sikapnya terhadap hukum Islam mulai berubah, tetapi perubahan itu dilakukannya secara perlahan-lahan dan sistematis. Ketika kehidupan hukum Indonesia hendak ditata dan diubah menurut pola hukum Belanda, Mr.Scholten van Oud Harlem yang menjadi Ketua Mahkamah agung Belanda pada waktu itu menasehati pemerintahannya agar berhati-hati, untuk mencegah perlawanan dari umat Islam, karena hukum anak negeri dan Agama Islam dilanggar, haruslah diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar orang-orang pribumi
3 yang beragama Islam itu dapat tetap tinggal dalam lingkungan agama dan adat istiadat mereka. Oleh karena Pengadilan Belanda tidak mampu menerapkan undang-undang agama Islam orang bumi putra itu, sehingga pada tahun 1882 dibentuklah Pengadilan Agama dengan nama yang salah yakni Priesterrad atau “Pengadilan Pendeta” di setiap tenpat pengadilan Negeri atau Landraad di Jawa dan Madura. Wewenangnya adalah penyelesaian sengketa yang berhubungan dengan hukum Perkawinan, hukum kewarisan dan wakaf. Sehingga pembentukan Pengadilan Agama pada tahun 1882 itu, sesungguhnya adalah pengukuhan sesuatu yang telah ada, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat muslim.2
Politik Cristian Snouck Hurgronye memecah persatuan umat Memang, sepanjang abad ke XIX Masehi, telah dianut pendapat bahwa di Indonesia berlaku hukum Islam bagi umat Islam. Namun pada awal abad XX, setelah Snouck Hurgranye menjadi penasehat pemerintah Hindia Belanda Urusan Islam dan Bum iputra, mulailah diserang dan digoyah pendapat yang sudah mapan itu dengan mengemukakan dalil bahwa yang berlaku untuk umat Islam di Indonesia, bukanlah hukum Islam tetapi hukum adat. Kedalam hukum adat katanya, memang telah masuk pengaruh dan unsur-unsur hukum Islam, tetapi pengaruh dan unsur-unsur itu bukanlah hukum Islam lagi, karena telah menjadi hukum adat. Pendapat ini mendapat sambutan dari kalangan penguasa Belanda yang menjalankan politik divide et impera, politik adu domba untuk mengukuhkan kekuasaannya. Yang diadu adalah hukum Islam dan hukum adat, dengan perumpamaan seperti membelah bambu, satu diinjak dan satu lagi diangkat. Akibat pendapat Snouck Hurgronye itu, yang terkenal dengan teori resepsi, yang dikukuhkan dalam pasal 134:2 IS (1929), dikembangkanlah secara sistematis berbagai teori 2
Zuffran Sabrie, Peradilan Agama dalam wadah Negara Pancasila dialog tentang RUUPA, PT Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1990, hlm. 91-92
4 tentang hukum adat yang dihadapkan kepada hukum Islam oleh tokoh-tokoh hukum adat seperti Van Vollenhoven, Betrand ter Haar dan pengikut-pengikutnya. Mulailah, pada bagian pertama abad XX ini, hukum Islam disingkirkan secara teratur dari kehidupan hukum positif ditanah air. Upaya ini mencapai puncaknya pada tahun 1937, dengan dicabutnya wewenang Pengadilan Agama di Jawa dan Madura serta Kalimantan Selatan untuk mengadili sengketa warisan menurut hukum Islam. Diluar ketiga wilayah itu, Pengadilan Agama yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1957, wewenang mengadili sengketa warisan dengan mempergunakan hukum Islam sebagai hukumnya. Mulailah timbul berbagai kepincangan dan ketidak seragaman wewenang Pengadilan Agama dalam Negara Kesatuan republic Indonesia.3 Kepincangan yang ditimbulkan oleh politik hukum pemerintahan Kolonial Belanda, dan antek-anteknya Snouck Horgronye inilah sesungguhnya yang ingin diperbaiki dengan rancangan Undang-undang Peradilan Agama. Tentu perjuangan ini, butuh tenaga, fikiran dan dana yang tidak sedikit. Hasilnya dengan keluarnya Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, maka kedudukan dan kewenangan peradilan agama menjadi nyata, yang semula sebagai quasi Peradilan, kini telah menjadi Peradilan Negara.
Perjuangan Tenaga fikiran saja tidaklah cukup Perjuangan tidaklah berhenti sampai disini, sebab dengan keluarnya Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan agama, tentu yang dibutuhkan selanjutnya adalah undang-undang hukum materiil sebagai hukum terapan Peradilan Agama, tidak semudah membalikkan tangan untuk terbitnya Undang-undang hukum terapan, terutama butuh tenaga, fikiran dan terutama Donatur demi terselenggaranya harapan umat Islam yakni Peradilan agama. Tiada rotan akarpun jadi, melalui impres nomor 1 tahun 1991 terbitlah Kompilasi
3
Ibid, hlm.93
5 Hukum Islam, sebagai alternative hukum terapan bagi hakim dalam memutuskan suatu perkara. Hasilnya Alhamdulilah kedudukan Peradilan Agama semakin eksis dan terus berkembang, Mari kita perbandingkan Perjuangan kita, dengan wadah Persatuan Guru Republik Indonesia , Ikatan Dokter Indonesia, IKAHA yang telah terbentuk pada zaman orde baru lalu sangat solit untuk memperjuangkan konsistensinya, bagi kita umat Islam sebenarnya telah membentuk PPHIM sebagai wadah perjuangan umat akan tetapi nasibnya sekarang, LA YAMUUTU WALA YAHYA. Siapakah yang berkewajiban menghidupkan ini? Kalau bukan warga kita siapa lagi, sadar atau tidak kesejahteraan hakim sangat memadai, tentu kita tahu bahwa Jerbesuki mowo beo. Kalaulah kita ingat sejarah perjuangan para sahabat, demi Islam sangat banyak sahabat yang rela berkorban sebagian hartanya, ada yang separuh hartanya, bahkan sahabat Abu Bakar rela seluruh hartanya dipakai untuk berjuang, bagi kita relakah jika satu persen saja atau kurang dari itu di sumbangkan demi perjuangan rumah kita ? kalau bukan kita siapa lagi, kalau tidak sekarang kapan lagi! Apakah rumah kita sudah aman??? Penulis ingat betul ketika Gelaran Workshop dengan judul “Pembaruan Badan Peradilan di Indonesia,” Seminar di gelar di Hotel Sahid Legi Mataram pada tanggal 27-28 Agustus 2001, Yang dilaksanakan oleh IKAHI Daerah Nusa Tenggara Barat, ketika itu salah seorang pemakalah, memberikan wacana dalam makalahnya bahwa Tingkatan Peradilan di Indonesia ada tiga yaitu Peradilan Tingkat pertama, Peradilan Tingkat Banding dan peradilan tingkat Kasasi di Mahkamah Agung. Pemakalah mewacanakan bahwa Pembaruan Badan Peradilan di Indonesia ke depan di usulkan, tidak adalagi Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Meliter, yang ada adalah Pengadilan Tingkat Pertama, terdiri dari kamar umum, Kamar Agama, Kamar Tatat usaha Negara dan kamar Meliter, begitu seterusnya di ingkat Banding juga terbentuk kamar-kamar, dan kasasi di Mahkamah agung. Reaksi keras dari umat Islam termasuk para Tuan Guru dan Penulis, yang sangat tidak setuju adanya wacana ini, Kata Tuan Guru, umat siap mati berjuang jika ini
6 terjadi. Bagaimana menurut anda??? Sepintas wacana pemakalah sangat masuk akal dan bisa di cerna dan praktis, sebagai bentuk reformasi, namun dibalik itu antek-antek snouck Hurgronye mempunyai tujuan lain, yakni ingin menggusur rumah kita supaya kerdil atau musnah sekalian. Umat Islam sangat sadar rumah kita butuh perjuangan dan sangat dibutuhkan manusia yang berjiwa pejuang yang tegas, tapi dengan cara yang santun dan terukur. Ketika menuju satu atap dari Departemen Agama menjadi satu atap di Mahkamah Agung, ada beberapa tokoh Agama kita yang merasa bimbang, akan jiwa Pejuang dari intern Pengadilan Agama, mampukah Pejuang generasi Peradilan Agama
meningkatkan
konsistensi Peradilan Agama? Alhamdulilah, Waktu telah menjawab bahwa Sembilan tahun berjalan kini para Pejuang dengan sekuat tenaga,fikiran dan pengorbanan telah membawa hasil yang sangat memuaskan umat, baik peningkatan fisik maupun kompetensinya, bahkan sumber daya manusianya telah tersisi dengan mantap, Alhamdulilah hampir sepuluh tahun berlalu, Peradilan Agama yang diisi oleh para pejuang yang tangguh mampu mengangkat derajat Peradilan Agama khususnya bahkan Mahkamah Agung pada umumnya.
Setetes Nila dapat merusak susu sebelangah Ibarat mendupak air di dulang, tujuannya ingin membersihkan air namun justru kena muka sendiri bahkan keluarga sendiri kena basah. Jerih payah para Pejuang Peradilan Agama pada era pertama, kedua dan ketiga saat ini, tidaklah semulus yang di bayangkan. Mungkin kita ini tinggal terima manisnya dan tinggal menikmati gaji besar dan fasilitas yang sangat memadai dengan ruangan ber AC dengan perangkat tehnologi yang canggih, tanpa ingat perjuangan para pendahulu kita. Terkadang kita tidak menyadari dimanakah kita berada, dirumah sendiri atau di rumah orang lain. Genteng rumah kita yang bocor, tapi malah melapor tetangga bahwa
7 genteng kita bocor, Saluran air kita yang perlu diperbaiki, malah meminta orang lain untuk memperbaikinya, tapi anehnya yang diperbaiki bukan rumah kita, malah rumah kita di lempari batu ibaratnya. mungkin prinsip mereka siapapun terkena lemparan yang penting aku puas, prinsip inilah yang sudah seharusnya dihindari oleh keluarga kita terutama yang telah diberi modal cukup. Jika menurut pendapat kita bahwa rumah kita perlu di perbaiki, sebaiknya dimusyawarahkan apa masalahnya, beri tahu sang pemilik. utarakan pendapatnya, melalui jalur yang hirarki di lembaga kita, kalau kita di lingkungan Peradilan Agama, tentu kepada Ketua, atau KPTA atau bawas MARI, bukan lembaga lainnya. mungkin maksudnya para progresif dan visioner baik, tapi akibatnya yang malu kita sendiri apalagi menjadi kosumsi public dan menjadikan tanda Tanya, hal ini dapat meresahkan para pejuang dan para pendahulu. Masih adakah antek-antek snouck Hurgronye saat ini, tentu jawabnya masih banyak, bahkan telah menyusup dikeluarga kita, walau tidak terasa. Mereka-mereka tidak rela jika peradilan Agama maju, Alhamdulilah, Alloh swt. selalu membentengi kita, semakin digoyah konsistensi dan kompetensinya, Peradilan Agama semakin kokoh. Mengapa kokoh, karena sang pejuang masih kompak dan menyatu dalam satu komando alias samikna wa’atokna, tentu kita generasi berikutnya, Janganlah terlena atau bahkan masuk dalam perangkapnya akibatnya nama Peradilan Agama tercoreng karena isi didalamnya hancur karena ulah warga kita sendiri naudzu billah min dzalik. Sebagai warga Peradilan Agama Penulis sangat bersyukur, kini Peradilan Agama 90 % gedungnya sudah memadai, administrasinya juga semakin hari semakin meningkat bahkan dapat menyinari dan menjadi contoh lingkungan Peradilan lainnya, tinggal generasi berikutnya, mampukah mempertahankan eksistentensi seperti sekarang ini, meraih lebih
8 mudah dari pada mempertakannya, semua tak lepas dari motivasi dan bimbingan para pejuang dan para pimpinan Pengadilan Agama di seluruh nusantara, semoga terus meningkat. Harapan penulis tentu semua warga Peradilan Agama, sangat diharapkan untuk bersatu padu meningkatkan kinerja
dengan baik, tiada orang yang sempurna, semut
diseberang lautan jelas kelihatan, tapi gajah dipelupuk mata tiada keliahatan, instruspeksi diri sangat perlu, mawasdiri lebih perlu lagi mari kita watawa saubil hakki watawa Shoubis shobri, yuuk Fastabkul khoirot, siapa lagi yang memperbaiki rumah kita kalau bukan kita sendiri, rumahku butuh perjuanganmu kata Tuan Guru Mataram. Jika ada kata yang salah atau kurang berkenan sebagai orang yang lemah, terlalu dangkal ilmu yang penulis miliki dan masih minim pengalaman, mohon maaf, semga ada manfaatnya amin. ====================================