Sesi II
Risiko (Risk) Risiko (kemungkinan, bahaya) kerugian, akibat yang tidak atau kurang menyenangkan dari perbuatan, usaha, dsb.
Risiko adalah akibat dari keputusan dan situasi saat ini. Diharapkan dapat dijadikan sebagai permainan/tantangan yang dapat mendatangkan nilai positif bagi perusahaan. Setiap membuat keputusan, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu keduanya membawa konsekuensi risiko
07/08/2017 Dr. Nur Hidayat, SE, ME, Ak, CA, BKP
2
Seluruh Isi Perusahaan Rentan Terhadap Risiko Produksi, meliputi: logistik, proses internal perusahaan, pemasaran, pelayanan purna jual, dsb. Supporting system, meliputi: pengelolaan keuangan, akuntansi, perpajakan, pengelolaan SDM, infrastruktur, sistem, teknologi, dsb. 07/08/2017
Dr. Nur Hidayat, SE, ME, Ak, CA, BKP
3
Risiko Bisa Terjadi Setiap Saat Transaksi Terjadi 24 jam sehari melingkari dunia Manusia Masalah SDM bisa muncul setiap saat Ekspresi SDM dalam bentuk risiko sering
tidak terduga
Reputasi Nama baik sangat sulit dibangun, tetapi
sangat gampang dihancurkan
07/08/2017
Dr. Nur Hidayat, SE, ME, Ak, CA, BKP
4
Risiko Bisa Terjadi... (lanjutan)
Investor Investor bisa merevisi kelayakan
berinvestasi di suatu perusahaan, apalagi bagi perusahaan yang sudah go public Bisa pergi setiap saat
Akuntansi & Perpajakan Kesalahan pencatatan, pengukuran,
pelaporan. Kesalahan perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan.
Dan Lain-lain.
07/08/2017
Dr. Nur Hidayat, SE, ME, Ak, CA, BKP
5
Siklus Manajemen Risiko Evaluasi pihak berkepentingan
Identifikasi Risiko
Pengukuran Risiko
Pengawasan & Pengendalian Risiko
Maping Risiko
Model Pengelolaan Risiko 07/08/2017
Dr. Nur Hidayat, SE, ME, Ak, CA, BKP
6
20-7
Identifikasi Risiko Disadari
atau tidak, ternyata hanya risiko yang teridentifikasi yang dapat dikelola. Risiko yang tidak teridentifikasi tidak dapat dikelola. Dengan demikian, betapa pentingnya mengidentifikasi risiko.
McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
20-8
Ragam & Jenis Risiko Perpajakan Perusahaan Hasil identifikasi risiko perpajakan yang sering muncul di perusahaan terdiri dari: Risiko PPh Badan Risiko PPh Pasal 21 Risiko PPN Risiko Pemotongan/Pemungutan Pihak Ketiga Risiko Pemeriksaan Risiko Keberatan Risiko Banding McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
Risiko Perpajakan Pasca TA Harta Diungkap Penuh WP Ikut
Harta Tdk Diungkap Penuh
Program TA
WP Tdk Ikut
Risiko s.d 30 Jun 2019 ?
Syarat: 1. Ada harta tambahan 2. Byr uang tebusan 3. Isi formulir & lampirannya Risiko sepanjang waktu
SKPKB + 200% utk temuan harta
SKPKB + 48% utk temuan harta antara 1985-2015 9
McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
20-10
Risiko PPh Badan Risiko PPh Badan adalah terkait dengan transaksi bisnis dan akuntansi secara keseluruhan, meliputi: Pembelian bahan baku Perhitungan HPP Pembayaran beban operasional Perhitungan penyusutan Penjualan barang/jasa Laba/Rugi perusahaan McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
20-11
Pembelian Bahan Baku
Bukti Pembelian
HPP
Penilaian Persediaan
Pembayaran Beban Operasional
Bukti Pendukung
Perhitungan Penyusutan
Metode Penyusutan
Penjualan Barang/Jasa
Bukti Pendukung
Laba/Rugi
Koreksi Fiskal
McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
20-12
Risiko PPh Pasal 21 Asal muasal munculnya risiko PPh Pasal 21 pada perusahaan cukup sederhana, yaitu karena perusahaan punya kewajiban memotong (with holding system). Kesalahan dalam pemotongan, penyetoran, dan pelaporan merupakan tanggung jawab perusahaan sebagai pemotong.
McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
20-13
variabel yang berkaitan dengan risiko PPh Pasal 21 Ada empat variabel yang berkaitan dengan risiko PPh Pasal 21: Status pegawai (tetap/tidak tetap) Kebijakan pembayaran PPh (dibayar pegawai/ditanggung perusahaan/ diberikan tunjangan) Bukti potong dan kuitansi gaji. SPT Masa dan SPT Masa Desember McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
20-14
Tetap
Status Pegawai
Tidak Tetap
Bukan Pegawai
Dibayar Pegawai
Pembayaran PPh
Ditanggung Pemberi Kerja
Gross Up McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
20-15
Kuitansi
Bukti Potong
Bukti Potong
Daftar Gaji
Januari Sd. Nopember
SPT Masa
Pembayaran Bonus/THR
Desember McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
20-16
Risiko PPN Pada dasarnya risiko PPN adalah risiko yang melekat dengan transaksi perusahaan yang berstatus PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP. Mekanisme PPN yang menganut perhitungan kredit pajak keluaran (PK) dan pajak masukan (PM) mengakibatkan adanya potensi kurang bayar (KB) atau lebih bayar (LB).
McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
20-17
Menilai Risiko PPN
Faktur Pajak Masukan
Faktur Pajak Keluaran Kurang Bayar
Lebih Bayar
McGraw-Hill/Irwin
Cacat – Tidak Dapat Dikreditkan
Sanksi Tidak Tepat Waktu
Cash Flow
Pemeriksaan
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
20-18
Risiko Pemotongan/Pemungutan Pihak Ketiga
PPh Pasal 22 Bendaharawan Tidak tepat waktu dan tercecer.
PPh Pasal 23 Kesalahan pemotongan Tidak tepat waktu dan tercecer.
PPh Pasal 4 (2) Kesalahan pemotongan Tidak tepat waktu dan tercecer.
McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
20-19
Risiko Pemeriksaan Pajak Risiko pemeriksaan melekat pada semua WP, hal ini karena sistem pemajakan Indonesia yang menganut Self Assessment. Namun demikian, bobot risiko pemeriksaan tergantung pada jenis pemeriksaannya, antara lain: Pemeriksaan Pengujian Kepatuhan Pemeriksaan Tujuan Lain. Pemeriksaan Bukti Permulaan Pemeriksaan/Penyidikan Tindak Pidana McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
STRATEGI PEMERIKSAAN PASCA TAX AMNESTY WP TIDAK IKUT TA
WP IKUT TA
Dapat dilakukan pemeriksaan atas harta dan SPT-nya
Tahun Pajak 2015 ke belakang Tahun Pajak 2016 ke depan
Pemeriksaan atas Harta Dapat Diperiksa Berdasarkan UU KUP
20
Wajib Pajak TA Kewajiban Perpajakan Tahun 2015 dan sebelumnya
WP ikut TA
Kewajiban Perpajakan Tahun 2016 sekarang
SPT PPh dan PPN sdh tidak dapat dilakukan pemeriksaan
Ditemukan harta Objek UU TA Pasal 18 ayat (1) & (3)
Jenis Pajak lain masih bisa diperiksa sepanjang belum daluwarsa peneta pan (PBB, Bea Meterai, dll)
Pemsus atas Keterangan Lain berupa Harta Bersih
SKPKB atas Harta pada masa pajak 2017, 2018, 2019, dst, saat terbit SP2
Sengketa atas SKPKB tunduk pada UU KUP
Belum jadi prioritas pemsus, namun pemeriksaan rutin berjalan seperti biasa
SK P UU KUP, PPh, dan PPN
Dapat diperiksa apabila ada IDLP, data konkret
21
Wajib Pajak – Non TA Ditemukan Harta yg diperoleh tahun 1985-2011
WP tidak ikut TA
Pemeriksaan atas SPT PPh & PPN tidak dapat dilakukan SPT PPh dan PPN sdh daluwarsa Penetapan
SKPKB atas Harta pada masa pajak 2017, 2018, 2019 saat terbit SP2 Objek UU TA Pasal 18 ayat (2) & (4)
Penetapan atas PPN & PPh tahun 1985 - 2011 sudah tidak dapat ditetapkan lagi
Objek UU TA Pasal 18 ayat (2) & (4)
Pemeriksaan karena Ditemukan data Harta Bersih
SKPKB atas Harta Tahun 2012-2015
SPT PPn dan PPh belu daluwarsa penetapan
Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan
Ketetapan atas PPN & PPh tahun 2012-2015 masih dapat ditetapkan
Ditemukan Harta yg diperoleh tahun 2012-2015
SPT Masa Pajak/ Tahun Pajak 2016
Pemsus atas Keterangan Lain berupa Harta Bersih
Berlaku UU Perpajakan
Dilakukan Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan
Sengketa atas SKPKB tunduk pada UU KUP
13
22
FOKUS PEMERIKSAAN TERHADAP WP IKUT & TIDAK IKUT TAX AMNESTY INDUSTRI PENUNJANG INFRASTRUKTUR (Pemasok Industri Konstruksi)
WP TIDAK IKUT TA
INDUSTRI PERTAMBANGAN, PERKEBUNAN, PERIKANAN
TAHUN PAJAK PRIORITAS 2013, 2014, 2015
WP IKUT TA
Seluruh WP ikut TA (965.983 WP)
SPT MASA/TAHUN PAJAK 2016
INDUSTRI DIGITAL (telekomunikasi, e-commerce, provider internet, dll)
WP yg Memperoleh Fasilitas Perpajakan (Tax Holiday, Tax Allowance, WP yg telah mendapatkan Pengembalian Pendahuluan 17C, 17D KUP dan pasal 9 ayat (4c) UU PPN)
WAJIB PAJAK GRUP DAN AFILIASI
WP TAX GAP TINGGI
WP Lainnya berd. Pertimbangan Dirjen Pajak
1
Tidak terjadi Perubahan Perilaku Kepatuhan Pasca TA
2
Uang Tebusan Relatif Kecil dibandingkan Omset
3
Terus Menerus menerima Restitusi PPN
4
Terdapat Data Konkret/IDLP
5
Terdapat Potensi Pajak yang Tinggi 23
+
Fokus Pemeriksaan WP Pasca-TA
12
a. Fokus Pemeriksaan Nasional terdiri dari: 1) Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak; 2) Industri Penunjang Infrastruktur (pemasok industri konstruksi); 3) Industri Digital (telekomunikasi, e-commerce, provider internet, dan lain-lain); 4) Wajib Pajak grup dan afiliasi; 5) Industri pertambangan, perkebunan dan perikanan; 6) Wajib Pajak yang memperoleh fasilitas perpajakan (Wajib Pajak memperoleh Tax Holiday, Tax Allowance, dan/atau fasilitas perpajakan lainnya), termasuk Wajib Pajak yang telah mendapatkan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (sesuai Pasal 17C dan Pasal 17D Undang-Undang KUP serta Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN); 7) Diprioritaskan terhadap Wajib Pajak dengan tax gap tinggi berdasarkan parameter terukur dengan data dan informasi baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai Kebijakan Pemeriksaan (SE-06/PJ/2016);
+
Fokus Pemeriksaan WP Pasca-TA 8) Tahun Pajak yang dilakukan pemeriksaan diprioritaskan untuk Tahun Pajak 2013, 2014 dan 2015; dan/atau 9) Wajib Pajak sektor lainnya berdasarkan pertimbangan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. b. Fokus Pemeriksaan Kanwil DJP terdiri dari: 1) Fokus Pemeriksaan Nasional; 2) Fokus Pemeriksaan sesuai dengan sektor usaha yang dominan di wilayah kerja Kanwil DJP tersebut; dan/atau 3) Fokus Pemeriksaan sesuai dengan sektor usaha lainnya berdasarkan pertimbangan Kepala Kanwil DJP. c. Fokus pemeriksaan KPP terdiri dari: 1) Fokus Pemeriksaan Nasional; 2) Fokus Pemeriksaan Kanwil DJP; dan/atau 3) Fokus Pemeriksaan sesuai dengan sektor usaha yang dominan di wilayah kerja KPP tersebut
13
+
Fokus Pemeriksaan WP Pasca-TA
14
• Setelah berlaku UU TA, sesuai SE-17/PJ/2017, DJP membedakan antara kebijakan dan strategi pemeriksaan terhadap – Wajib Pajak yang telah mengikuti Pengampunan Pajak maupun – Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak. • Prioritas pemeriksaan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak dilakukan terlebih dahulu terhadap Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak. • Kebijakan dan strategi pemeriksaan untuk Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak adalah : a) Wajib Pajak dapat diperiksa untuk masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang belum daluwarsa penetapan; b) dalam hal Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak sedang dilakukan pemeriksaan maka pemeriksa pajak sekaligus melakukan penelusuran harta (asset tracing) untuk menemukan harta Wajib Pajak yang belum dilaporkan pada SPT Tahunan PPh dalam rangka pelaksanaan Pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak;
+
Fokus Pemeriksaan WP Pasca-TA
15
c) Asset tracing dapat menggunakan data dan/atau informasi yang berasal dari Sistem Informasi DJP maupun berdasarkan kondisi lapangan, yang menunjukkan Wajib Pajak mempunyai harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh; d) apabila pada saat pemeriksaan diperoleh data dan/atau informasi berupa harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pemeriksa Pajak harus memproduksi data tentang harta yang belum dilaporkan tersebut dan dikirimkan kepada Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan; dan e) apabila KPP memperoleh data dan/atau informasi berupa harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh baik yang berasal Sistem Informasi DJP maupun berdasarkan kondisi lapangan data dan/atau informasi berupa harta tersebut setelah dilakukan penelitian, digunakan sebagai dasar untuk mengusulkan pemeriksaan khusus berdasarkan keterangan lain berupa data Harta Bersih sebagaimana dimaksud dalam UU TA dan aturan pelaksanaannya.
+
Fokus Pemeriksaan WP Pasca-TA
16
• Strategi pemeriksaan untuk Wajib Pajak yang mengikuti TA a) KPP tidak dapat memeriksa kewajiban WP s.d. Tahun pajak 2015, tapi masih dapat melakukan penelusuran harta (asset tracing) yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPH untuk harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya b) KPP masih dapat melakukan pemeriksaan atas kewajiban perpajakan untuk jenis pajak PBB) dan/atau Bea Meterai untuk masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang belum daluwarsa penetapan. c) Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi harta dari asset tracing, setelah melakukan penelitian, KPP harus menindaklanjuti data tersebut dengan melakukan pemeriksaan khusus berdasarkan keterangan lain berupa data Harta Bersih sebagaimana dimaksud dalam UU TA dan aturan pelaksanaannya.
+
Fokus Pemeriksaan WP Pasca-TA
17
• Kebijakan pemeriksaan untuk Wajib Pajak yang mengikuti TA 1. Wajib Pajak dapat dilakukan pemeriksaan untuk masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak setelah akhir tahun pajak terakhir sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak. 2. Pelaksanaan pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan sesuai dengan tata cara pemeriksaan sebagaimana diatur dalam UndangUndang di bidang perpajakan dan aturan pelaksanaannya. 3. Di dalam pelaksanaan pemeriksaan, selain memperhatikan ketentuan pada huruf b, pemeriksa pajak juga harus memperhatikan antara lain: a. Pasal 14 UU TA jo Pasal 45 PerMenkeu No. 118/PMK.03/2016 terkait pengaturan mengenai perlakuan penyusutan atau amortisasi atas harta tambahan dan perlakuan pembukuan atas saldo laba ditahan; b. Pasal 15 UU TA jo Pasal 24 PerMenkeu No. 118/PMK.03/2016 terkait pengaturan mengenai perlakuan pembebasan PPh final atas pengalihan harta tambahan sampai dengan tanggal 31 Desember 2017
+
Fokus Pemeriksaan WP Pasca-TA
18
c. Pasal 16 UU TA jo Pasal 35 PerMenkeu No. 118/PMK.03/2016 terkait pengaturan mengenai: 1) perlakuan kompensasi rugi fiskal dalam SPT untuk bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir ke bagian tahun pajak atau tahun pajak berikutnya; 2) perlakuan kompensasi kelebihan pembayaran pajak dalam SPT Masa PPN untuk masa pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir ke masa pajak berikutnya; dan/atau 3) perlakuan atas pembetulan SPT untuk masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir yang dilakukan setelah Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku.
+
Fokus Pemeriksaan WP Pasca-TA
19
d. Pasal 17 Undang-Undang Pengampunan Pajak jo Pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 terkait pengaturan mengenai kedudukan surat ketetapan pajak, surat keputusan, dan putusan yang terbit sebelum Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan maupun yang terbit setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan; e. Kesesuaian antara nilai harta bersih yang diungkapkan dengan tambahan atas saldo laba ditahan dalam neraca bagi Wajib Pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan; f. Kesesuaian antara penghasilan yang dilaporkan dalam SPT setelah SPT tahun terakhir dengan tambahan harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan yang berpotensi menjadi sumber penghasilan atau menjadi sumber biaya
20-32
Risiko Pengajuan Keberatan Pengajuan keberatan walaupun merupakan hak WP yang dapat dimanfaatkan untuk memperjuangkan keadilan, namun demikian tetap mengandung risiko. Risiko yang melekat dengan pengajuan keberatan adalah, adanya kemungkinan keputusan keberatan yang berbeda:
Diterima Diterima Sebagian Ditolak Ditambah Jumlah Pajak Terutang
Keputusan keberatan akan menimbulkan sanksi yang dapat mengganggu cash flow perusahaan.
McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
20-33
Risiko Pengajuan Banding Sama halnya dengan pengajuan keberatan, pengajuan banding walaupun merupakan hak WP yang dapat dimanfaatkan untuk memperjuangkan keadilan, namun demikian tetap mengandung risiko. Risiko yang melekat dengan pengajuan banding, adalah adanya sanksi yang berat apabila banding ditolak. Sanksi 100% Pengurusan yang panjang dan menyita waktu. Biaya-biaya lain selain sanksi.
McGraw-Hill/Irwin
© 2005 The McGraw-Hill Companies, Inc., All Rights Reserved.
RISIKO KETERBUKAAN INFORMASI KEUANGAN
34
TENANG
TIDAK PERLU
TAKUT 35
TIDAK PERLU KHAWATIR
AKSES INFORMASI KEUANGAN INI HANYA UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN, TIDAK UNTUK KEPENTINGAN LAIN PEMERINTAH/DJP AKAN MELINDUNGI KEAMANAN DAN KERAHASIAAN DATA NASABAH SESUAI DENGAN KETENTUAN UU PERPAJAKAN DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
HANYA PEJABAT DJP TERTENTU YANG MENDAPATKAN AKSES DAN TERDAPAT SANKSI PIDANA BAGI YANG MEMBOCORKAN TIDAK SEMUA DATA NASABAH WAJIB DILAPORKAN SECARA OTOMATIS KEPADA DJP KARENA AKAN DITETAPKAN BATASAN (THRESHOLD)
36
TIDAK PERLU KHAWATIR
SEPANJANG DANA NASABAH BESERTA PENGHASILAN YANG MENJADI SUMBER ATAS DANA NASABAH TERSEBUT TELAH DILAPORKAN KE DALAM SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN, TENTUNYA TIDAK AKAN ADA MASALAH DALAM HAL PERPAJAKAN MASYARAKAT TELAH DIBERIKAN KESEMPATAN UNTUK MENGIKUTI AMNESTI PAJAK, SEHINGGA DANA NASABAH SEHARUSNYA SUDAH TIDAK TERDAPAT PERMASALAHAN PERPAJAKAN LAGI BAGI YANG TIDAK IKUT AMNESTI DAN BELUM MELAPORKAN SALDO REKENING DENGAN BENAR DALAM SPT TAHUNAN MASIH DAPAT MELAKUKAN PEMBETULAN BAGI YANG BELUM MELAPORKAN SPT TAHUNAN DAPAT SEGERA MENYAMPAIKAN SPT TAHUNAN YANG MENCANTUMKAN SALDO REKENING YANG DIMILIKI
37
SIFAT PEMBERIAN INFORMASI KEUANGAN Pasal 2 dan Pasal 4 PERPU
OTOMATIS PELAPORAN informasi keuangan yang dikelola selama satu tahun kalender secara otomatis (TANPA DIMINTA) Pasal 2 ayat (2) huruf a PMK
PERMINTAAN DJP Pemberian informasi keuangan berdasarkan PERMINTAAN DJP Pasal 2 ayat (2) huruf b PMK
38
SUBJEK PELAPOR/ PEMBERI INFORMASI
39
SUBJEK PELAPOR Pasal 2 ayat (1) PERPU
LEMBAGA KEUANGAN PELAPOR
SUBJEK Lembaga Keuangan (LK) yang Perbankan/Pasar Modal/ Perasuransian menjalankan usaha sebagai: • Lembaga Jasa Keuangan/LJK • Lembaga KUSTODIAN, • LJK Lainnya • Lembaga SIMPANAN, Yang diawasi OJK selain 3 sektor di atas • Perusahaan ASURANSI, • Entitas Lain • Entitas INVESTASI. Contoh: Koperasi simpan pinjam, Pialang Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (1) PMK
berjangka
Laporan Otomatis Ditjen Pajak
Informasi keuangan
40
OTOMATIS: PERATURAN PERPAJAKAN Pasal 19 (4) PMK
REKENING KEUANGAN YANG WAJIB DILAPORKAN Sektor Perbankan (simpanan): • yang dimiliki oleh orang pribadi, dengan agregat saldo paling sedikit Rp1 Miliar; • yang dimiliki oleh entitas, tanpa batasan saldo minimal; Sektor Perasuransian (polis): nilai pertanggungan paling sedikit Rp1 Miliar; Sektor Perkoperasian (simpanan): dengan agregat saldo paling sedikit Rp1 Miliar. Sektor Pasar Modal (efek) dan Perdagangan Berjangka Komoditi (deposit margin): tanpa batasan saldo minimal. 41
OTOMATIS: PERATURAN PERPAJAKAN Pasal 19 (1) PMK
LAPORAN INFORMASI KEUANGAN PALING SEDIKIT MEMUAT
SPT PPH TAHUNAN
Laporan Informasi Keuangan
1. Identitas pemegang rekening keuangan 2. Nomor rekening keuangan 3. Identitas lembaga keuangan 4. Saldo/nilai rekening keuangan pada akhir tahun kalender 5. Penghasilan terkait rekening keuangan 42
SUBJEK PELAPOR LEMBAGA KEUANGAN NONPELAPOR (KHUSUS INTERNASIONAL)
entitas pemerintah, organisasi internasional, atau bank sentral dana pensiun tertentu kontrak investasi kolektif yang dikecualikan trust tertentu entitas lain yang berisiko rendah untuk digunakan dalam penghindaran pajak Pasal 5 ayat (2) & Lampiran I.A.2 PMK
43
Terima Kasih Dr. Nur Hidayat, SE, ME, Ak, CA, BKP
07/08/2017
Dr. Nur Hidayat, SE, ME, Ak, CA, BKP
44