RISALAH LAMELAFON INDONESIA (Refleksi tahun 2013) Oleh Ilham Nurwansah Kata Pengantar Tak terasa kita telah berada di penghujung tahun 2013. Tahun dimana segenap semangat dan asa dari seluruh penjuru nusantara bersama-sama melangkah, bersama Asosiasi Lamelafon Indonesia. Tahun 2013 kita disuguhi oleh suatu pencapaian yang tak terduga dari wilayah pulau terbesar di Nusantara, Kalimantan. Kabar baik itu datang dari tanah Banjar dan Kutai. Feri Kusmana dan Mukhlis Maman adalah oknum revitalisasi Kuriding di Banjar. Setelah berjuang bersama, alhasil telah mampu membangkitkan kembali geliat semangat tradisi yang telah terlupakan selama beberapa dekade itu di tanah Banjar, Kalimantan Selatan. Begitupun di Kutai, Kalimantan Timur yang dipelopori oleh Asfian. Ia adalah seorang musisi muda yang memiliki antusias tinggi dalam menelusuri lamelafon tradisional orang Kayan. Ia telah menemukan kembali sesuatu harta terpendam dari kekayaan budaya Dayak, yang telah terlupakan ditelan zaman. Kabar dari tanah Borneo itu bukan hanya satu-satunya kabar gembira yang didapat dari perkembangan aktivitas kita di forum ASLI. Telah kita ketahui bahwa daerah-daerah lain juga telah berkontribusi positif dalam mensuplai informasi tradisi lamelafon setempat. Nias, Sumatera Utara, Riau, Yogyakarta, Bali, Kalimantan Selatan, Jayapura, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Nusatenggara Barat, dan Jawa Barat adalah tempat lamelafon Nusantara kembali ditemukan dan diekspose pada zaman modern ini. Kita patut berterima kasih kepada orang-orang Eropa yang telah menyelamatkan artefak budaya lamelafon Nusantara dalam bentuk dokmentasi sampel. Tapi kita juga seharusnya malu, karena baru sekarang kita bergerak dan memikirkan kembali apa yang telah para leluhur kita ciptakan. Jauh setelah orang-orang Eropa membawa sampel lamelafon ke negerinya dari tahun 1800-an. Walau begitu, kita tak boleh berputus asa. Tak ada kata terlambat, selama hayat masih dikandung badan. Selama para pejuang dari penjuru Nusantara tetap melangkah bersama. Niscaya kita dapat kembali mengangkat sebuah alat musik kecil sederhana ini, dengan segala unsur tradisi pendukungnya. Sebuah langkah kecil hanya dari alat musik mungil. Tapi terkandung harapan untuk membuat langkah besar di negeri maha kaya ini… Indonesia. Langkah itu nyata! Dan telah kita rasakan bersama meski belum membahana. Hanya dengan getaran kecil, ternyata mampu 1
mempersatukan orang dari seberang pulau dengan misi yang sama. Ragam etnis, ragam budaya, ragam bahasa, ragam agama berkumpul untuk menyatukan asa dan pemikiran tentang harapan itu. Ya harapan agar Indonesia hidup damai dan sejahtera. Mungkinkah? Mari kita tetap berjuang kawan! Perjalanan ASLI selama tahun 2013 dari awal keberangkatannya dipelopori oleh orangorang unik. Tanpa mereka upaya untuk terus bergerak tampaknya sungguh sulit. Saya memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada para pelopor pergerakan ini, yaitu: Pak Asep Nata (FB:Asep Nata), adalah seorang etnomusikolog yang telah malang melintang cukup lama dalam meneliti lamelafon di Indonesia. Ia telah memiliki dokumentasi audio, visual dan beberapa sampel langka yang ia kumpulkan selama perjalanan keliling Indonesia. Ia menjadi penasihat utama dalam pengembangan sumber informasi tentang lamelafon Indonesia berdasarkan hasil pengamatan dan pengalamannya di lapangan. Inovasinya dalam membuat jenis karinding model baru menjadi inspirasi bagi kita. Bahwa kitapun diberi anugerah yang sama seperti halnya para leluhur kita terdahulu untuk memiliki daya kreasi. Kimung (FB:Kim Core), sebagai motor penggerak pergerakan revitalisasi karinding di Jawa Barat. Ia telah menjadi pemicu inspirasi untuk ditindaklanjuti menjadi sebuah langkah yang lebih besar. Langkah di ranah nasional melalui forum ASLI ini. Ketekunannya dalam menggali informasi dan memperkenalkan kembali karinding ke tengah masyarakat Jawa Barat (khususnya Bandung) bersama team Karinding Atttack, patut kita apresiasi bersama. Lalu ada Mang Udung (FB:Hendi Ade), seorang pengrajin yang cukup memiliki andil dalam pelestarian dan pengembangan karinding. Ia mempelajari berbagai gaya permainan dari berbagai sumber. Kemampuannya dalam memainkan berbagai gaya permainan karinding telah diapresiasi oleh berbagai kalangan, termasuk dari luar negeri. Feri Kusmana (FB:Kaos Hymunk Banjarmasin), dari Banjarmasin Kalimantan Selatan adalah seorang ‘pemburu’ lamelafon Nusantara. Kini ia telah memiliki lebih dari 10 jenis lamelafon dari berbagai daerah di Indonesia. Upayanya dalam mengoleksi lamelafon Nusantara menjadi motivasi bagi kita untuk saling mempererat komunikasi dan persaudaraan antar daerah. Dengan segala keragaman yang terdapat di dalamnya. Dengan bagitu, lamelafon dapat dijadikan media untuk merekatkan semangat persatuan bangsa Indonesia. Keempat ‘oknum’ tadi menjadi inspirasi bagi saya, Ilham Nurwansah (FB:Ilham Nurwansah) untuk terus melanjutkan langkah kecil dari pembentukan forum ASLI ini. Langkah demi langkah yang telah dilalui di tahun 2013 menjadi lebih bermakna tatkala muncul ‘oknum-oknum ‘ lain dari berbagai daerah yang memberikan andil dan hawa segar. Kembali saya ucapkan 2
penghargaan yang sungguh besar bagi kawan-kawan seperjuangan senusantara. Karena mereka telah membawa angin segar yang menyatakan bahwa ‘kado titipan’ para nenek moyang kita masih ada. Dan amanat itu akan terus kita sampaikan secara estafet kepada anak cucu kita kelak. Semoga. Atas saran dari Pak Asep Nata, dengan rendah hati izinkan saya untuk menyampaikan risalah kegiatan yang telah ASLI lakukan dan pencapaian yang diraih selama tahun 2013. 1. Pembentukan Asosiasi Asosiasi Lamelafon Indonesia bermula dari dibentuknya forum grup AHMI (Asosiasi Harpa Mulut Indonesia) di Facebook yang saya buat di tahun 2012, tepatnya bulan Mei. Perubahan nama demikian berdasarkan hasil diskusi dari Pak Asep Nata, Kimung, Mang Udung dan Saya. Harpa Mulut terkesan terlalu dipaksakan dan bersandar pada istilah barat “Mouth Harp”. Penerjemahan mouth harp menjadi harpa mulut untuk istilah yang dipakai di Indonesia dirasa tidak pas pada waktu itu. Itu sebabnya dipilih alternatif nama lain yaitu Lamelafon. Lamelafon diserap dari bahasa Inggris Lamellaphone. Lamela artinya lidah, diambil dari bahasa Latin. Jadi, Lamelafon artinya adalah lidah suara atau suara yang dihasilkan oleh lidah. Pada waktu itu sebetulnya banyak nama yang diajukan. Diantaranya diambil dari beberapa nama jenis lamelafon yang ada di Indonesia. Di antranya genggong dan karinding. Tetapi kemudian, dipertimbangkan lagi bahwa nama forum ini harus bisa mencakup seluruh etnis di Indonesia. Maka dari itu penamaan dengan salah satu nama jenis dari suatu etnis sebisa mungkin dihindarkan. Tanpa sedikitpun mengurangi rasa hormat pada seluruh kelompok etnis di Indonesia. Setelah mengalami penjajakan dalam beberapa waktu, termasuk di postingan grup AHMI, akhirnya disepakati secara aklamasi bahwa nama resmi komunitas ini adalah “Asosiasi Lamelafon Indonesia” yang disingkat ASLI. Dalam bahasa Inggris disebut “Association of Indonesian Lamellophones”. Walau begitu, karena anggotanya telah lebih dari 250 orang maka nama grup di Facebook sudah tidak bisa diganti. Sesuai ketentuan umum pihak Facebook. Sehingga grup ini tetap bernama AHMI di Facebook. 2. Pendataan Anggota Pada awal pembentukan AHMI, waktu itu anggotanya hanya beberapa belas saja. Sebatas relasi yang saya kenal. Lalu saya perkenalkan pada pak Asep Nata, dan meminta kesediannya untuk menjadi administrator. Sejak itu permintaan keanggotaan pada grup AHMI semakin meningkat pesat. Atas upaya pak Asep, diundang pula orang-orang yang memiliki potensi informasi lamelafon dari berbagai daerah di Indonesia. Hingga tulisan ini dibuat grup Facebook AHMI telah memiliki 490 anggota dan terus bertambah. Anggota tersebut memiliki latar belakang yang berragam dan berasal dari berbagai kalangan profesi, etnis, dan usia. 3
Anggota-anggota tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kategori besar yaitu kelompok pasif dan aktif. Kelompok anggota aktif adalah anggota yang terus memberikan kontribusi baik berupa informasi baru atau tanggapan terhadap postingan lain yang telah dipublish di grup. Sedangkan anggota pasif sangat jarang, atau sama sekali tidak pernah memberikan kontribusi informasi baru atau tanggapan terhadap postingan yang telah dipublish. 3. Informasi yang didapat Apa saja informasi yang didapatkan selama berlangsungnya aktifitas di Asosiasi Lamelafon Indonesia? Tak disangka banyak informasi baru berkenaan dengan sejarah dan keberadaan lamelafon Indonesia di berbagai daerah, baik dari masa lampau sampai update terbaru. Informasi berupa keterangan tertulis dari komtentar postingan di dinding grup, foto, video hingga karya tulis ilmiah terus bertambah dalam setahun ini. Dalam tulisan ini saya paparkan beberapa informasi yang dianggap cukup penting berdasarkan jenis lamelafonnya. Informasi yang dimaksud adalah upaya dan langkah para anggota grup AHMI, beserta hasil yang telah didapatkan. Memang, sebaiknya informasi tersebut disusun berdasarkan kronologis. Tetapi mengingat waktu yang agak mendesak, dan ini adalah ‘laporan’ perdana. Maka tulisan ini saya sajikan secara sederhana saja. Sedangkan, informasi detail tentang profil instrumen yang telah didapat masih terus digali dan akan disusun dalam bahasan tersendiri kemudian. Kuriding-Kalimantan Selatan (Revitalisasi) Seperti yang telah saya sebutkan dalam pengantar tulisan ini, bahwa telah terjadi momentum yang cukup penting di Kalimantan Selatan. Yaitu kembali bergaungnya Kuriding di tanah Banjar, setelah sekian lama seolah terlupakan. Kuriding adalah jenis lamelafon yang dibuat dari bahan pelepah enau (aren) yang dimainkan dengan cara ditarik. Pemrakarsa revitalisasi Kuriding di Kalsel yaitu Fery Kusmana (FB:Kaos Hymunk Banjarmasin), dan seorang pengrajin Kuriding expert, yaitu Pak Maman Mukhlis (FB:Maman Mukhlis). Mereka dengan giat berusaha memperkenalkan kembali Kuriding ke khalayak Banjar. Upaya yang telah dilakukan di antaranya dengan memproduksi Kuriding secara masal, dan memperkenalkannya melalui toko suvenir yang dikelola oleh Fery di salah satu mall di Banjarmasin. Selain itu upaya diplomatis juga dilakukan ke pemerintah provinsi setempat melalui taman budaya, untuk memberikan perhatian serius kepada Kuriding. Dan ternyata upayanya direspon positif oleh pemda setempat. Sempat juga Kuriding bersama Fery dan Pak Mukhlis diliput dan ditayangkan oleh TVRI Kalsel. Selain di 4
televisi, telah banyak juga media cetak setempat yang memuat liputan khusus tentang Kuriding. Ini adalah prestasi yang membanggakan bagi kita, terutama bagi masyarakat Banjar. Bahwa, kuriding kini telah semakin dikenal oleh khalayak luas.
Kuriding (dok. ASLI) Saat ini produksi kuriding tetap dilakukan oleh Pak Mukhlis dengan dukungan Fery. Kuriding dipasarkan kepada masyarakat umum sebagai alat musik tradisional Banjar. Pemasarannya cukup baik dan menarik, dengan kemasan layaknya suvenir modern. Kuriding bahkan telah dipesan hingga ke Perancis. Beberapa video juga telah diunggah oleh Fery ke internet untuk lebih memperkenalkan Kuriding. Beberapa di antaranya dapat dilihat di tautan berikut ini: http://www.youtube.com/watch?v=Ngo8lWNTixo Genggong – Bali (Primadona) Genggong Bali tampaknya masih menjadi primadona para peneliti asing. Deidre Morgan, sempat memposting tautan tesisnya tentang Genggong ini. Bahasannya terutama pada kajian musikal genggong sebagai sebuah ansambel. Di dalam grup ASLI sebelumnya telah ikut aktif juga seorang pembuat dan seniman genggong Bali. Ia adalah Nyoman Suwida (FB:Nyoman Suwida). Genggong yang dibuatnya telah mencapai pasaran internasional. Bali sebagai tujuan atraksi wisata Indonesia menjadi faktor utama dikenalnya genggong secara luas di dunia. Beberapa genggong Nyoman juga telah menjadi koleksi ASLI, dengan beberapa sampel rekaman audio. Menurut keterangan Nyoman, di Bali terdapat banyak kelompok kesenian penampil genggong. Selain untuk ditampilkan dalam pergelaran khusus seni, pada beberapa kesempatan tak jarang juga ditampilkan di hotel-hotel sebagai daya tarik wisata Bali. Nyoman bersama kelompoknya telah membuat beberapa rekaman ansambel genggong dan dikompilasi menjadi album musik tradisi.
5
Genggong Bali (dok. ASLI) Pikon-Wamena (Festival tahunan) Dari Indonesia timur, juga tak kalah membangakan. Pikon atau dalam sebutan lainnya adalah Lunggik dari daerah dataran tinggi Wamena, Irian Jaya, telah menjadi daya tarik wisatawan sejak lama. Bersamaan dengan Festival tahunan di Lembah Baliem, diadakan juga perlombaan kecakapan permainan Pikon oleh orang-orang Dani. Fery berkesempatan untuk mendapatkan beberapa buah Pikon dari Frans Rumbiak (FB: Frans Rumbiak), seorang fotografer asal Wamena. Pikon yang kini masih dibuat oleh orang-orang di Wamena ternyata telah lebih berkembang dari yang kita kira. Bahan dasar pikon pada mulanya dibuat dari sejenis bambu. Tetapi ternyata kini pikon tidak dibuat dari bahan alami saja, bahkan ada juga yang dibuat dari logam. Seperti tampak pada foto yang diambil oleh Fery Kusmana berikut ini :
Pikon Logam dan Bambu (dok. ASLI) 6
Sampai saat ini pikon dapat dipastikan masih dilestarikan oleh orang-orang Dani di dataran tinggi Wamena. Bahkan mungkin di daerah Irian Jaya lainnya. Bila ingin melihat pikon dimainkan oleh ahlinya, silahkan berkunjung ke Festival Lembah Baliem. Genggong Onou-Kampar, Riau (Kepenasarana Seorang Sarjana) Ya, berkat rasa penasaran yang besar dari seorang sarjana di Riau, Taufiq Yendra Pratama (FB: Taufiq Yendra) akhirnya Genggong Onou dapat kembali tampil di khalayak luas. Ia berhasil mempertahankan skripsinya mengenai profil dan keberadaan genggong dari daerah Kampar ini. Hasil penelitiannya kemudian dikabarkan ke kawan-kawan di grup ASLI. Pak Asep Nata juga turut memberi masukan dalam upaya penelusuran Genggong Kampar yang dilakukan Taufiq.
Skripsi tentang Genggong Kampar (dok. ASLI) Tak cukup hanya melakukan pengamatan dan penelitian saja, Taufiq juga berupaya untuk membuat kembali (reproduksi) Genggong Kampar ini. Ayo lanjutkan perjuanganmu, Fiq! Kita sama-sama bangkitkan lagi Genggong Kamparmu!
7
Proses Pembuatan Genggong Kampar (Dok. ASLI)
Tung & Ketong-Kalimantan Timur (Dari Pedalaman Orang Dayak) Dalam penelusuran Pak Asep Nata ke daerah Kalimantan Timur sekitar tahun 2005, Ia menjumpai lamelafon khas orang Banuaq. Ia sempat pula mengabadikannya dalam bentuk foto. Upaya ini kini dilanjutkan oleh seorang musisi muda setempat yaitu Asfian Nur Gusprada (FB: Asfian Nur Gusprada). Setelah berkonsultasi cukup lama dengan ASLI (terutama pak Asep Nata), Ia kemudian berupaya menelusuri lamelafon dari Kaltim. Dari penelusurannya yang cukup sulit, ia mendapatkan informasi dan sampel dua jenis lamelafon dari dua kelompok etnis yang berbeda, yaitu Tung dan Ketong. Keduanya tidak dipasarkan secara bebas, karena untuk mendapatkannya harus mencarinya ke daerah pedalaman orang Dayak.
Tung pada suku Kayan Mekaam sub Bahau Busaang (dok. ASLI) 8
Ketong milik suku Dayak Tunjung-Benuaq (Dok. ASLI)
Upaya yang dilakukan oleh Asfian tentunya layak untuk kita acungi jempol. Ternyata masih ada generasi muda yang mau susah paya mendapatkan sampel dan keterangan tentang lamelafon dari Dayak. Walau agak sulit ditemukan, jenis lamelafon dari Kalimantan Timur dapat dipastikan masih ada. Hanya saja apakah masih akan tetap bertahan? Itu yang menjadi kekhawatiran kita. Untuk itu Asfian telah mencoba untuk membuat replikanya. Selain itu, upaya untuk mengangkat Tung dan Ketong juga terus dilakukan olehnya. Genggong Jambi-Jambi (Mulai Dipasarkan) Wawan Hasan (FB:Wawan Hasan), ialah yang mulai memasarkan Genggong dari Jambi secara luas di internet. Jenis lamelafon dari pulau Sumatera ini terbuat dari bahan bambu lokal. Dimainkan dengan cara ditoel. Saat ini genggong yang dibuat oleh Wawan telah ditala dengan nada kromatik. Genggong jenis ini hingga sekarang tetap diproduksi baik untuk keperluan musikal maupun untuk suvenir khas Jambi.
Genggong Jambi (dok. ASLI) 9
Karena ditala dengan nada kromatik, genggong Jambi ini sempat digunakan untuk mengisi aransemen musik oleh Kimung.
Druri-Nias (Awal Kebangkitan) Sangat menarik ketika membahas Druri dari Nias ini. Dokumen foto yang erada di Belanda menunjukkan bentuk Druri yang terbuat dari pelepah enau. Hingga saat ini belum dapat ditelusuri Druri enau ini. Menurut Brian Laso Harefa (FB:Briann Laso Harefa), seorang musisi muda dari Nias yang mulai fokus menelusuri Ndrui, terdapat dua jenis Druri. Jenis yang pertama terbuat dari bahan logam. Tersebar di daerah utara Nias. Sedangkan jenis yang kedua berbahan pelepah enau. Berasal dari daerah selatan. Berikut ini saya tampilkan foto terbaru dari kedua jenis druri Nias ini.
Druri berbahan Logam, dari daerah utara (dok. ASLI) Sehubungan dengan keterbatasan waktu dan upaya penelusuran ke daerah selatan Nias, saya dan Fery Kusmana mencoba mereplikasi druri berbahan enau. Bersumber pada dokumen foto di Museum Pusakan Nias, dan Tropenmuseum Belanda. Berikut ini hasil rekonstrksi Druri enau. Cara memainkannya bisa dilihat di tautan ini: http://www.youtube.com/watch?v=gLXX5fgoTzQ 10
Rinding-Yoyakarta (Tetap Bertahan) Di wilayah selatan Yogyakarta, tepatnya di desa Beji, Gunung kidul, hingga kini masih bisa ditemui jenis lamelafon yang disebut Rinding. Meski tidak dibuat secara masal, tetapi Rinding cukup mampu bertahan di daerahnya. Bapak Sugimo Diharjo, adalah warga setempat yang tetap membuat dan memainkan Rinding. Setelah dupayakan oleh Fery, didapatkan kontak person beliau. Dengan demikian, bila ada yang ingin memesan Rinding bisa menghubungi ASLI untuk kemudian dipesankan.
Rinding Gunung Kidul (Dok. ASLI) Video Rinding juga telah diunggah ke Youtube. Dapat dilihat di tautan berikut: http://www.youtube.com/watch?v=ctlefkr5M1c Karombi-Toraja (Penantian Lama) Penantian Fery Kusmana, sang pemburu lamelafon akhirnya membuahkan hasil. Setelah menanti beberapa bulan memesan ke seorang kawan di daerah Toraja, Karombi kini menjadi bagian dari koleksi keluarga lamelafon Indonesia. Fery menyatakan untuk mendapatkan Karombi harus dibayar dengan harga yang cukup tinggi. Karena lokasi tempat pembuatannya sangat jauh dan bergunung-gunung.
Karombi Toraja (Dok. ASLI)
11
Untuk melihat bagaimana Karombi dimainkan di Tana Toraja, dapat dilihat tautan berikut ini http://www.youtube.com/watch?v=CpZ-ktSFG9I Kayori-Kaili (Serumpun) Lamelafon yang serumpun dari Sulawesi Lainnya adalah Kayori dari daerah Kaili. Ini adalah koleksi dari pak Asep Nata dalam penelusurannya beberapa tahun lalu. Beberapa waktu lalu, Kayori ini sempat diduplikasi oleh pak Maman Mukhlis atas usaha Fery. Berikut ini tampilan fotonya.
Kayori (kiri), dan hasil duplikasinya (Dok. ASLI) Rekaman audio Kaili telah diunggah oleh pak Asep Nata di tautan berikut: http://www.youtube.com/watch?v=fEbssHPZjAA Karinding-Jawa Barat (Semakin Terkuak) Upaya Kimung dalam menelusuri Karinding di Jawa Barat sangat kita apresiasi. Hingga kini ia telah mengumpulkan data-data yang cukup lengkap tentang karinding. Baik dari sejarah, foto, video dan keterangan pendukung lainnya. Temuan-temuan baru itu akan ia kompilasi dalam sebuah buku yang diharapkan terbit pada tahun 2014. Kita tunggu saja buku tulisan Kimung tentang Karinding Priangan ini.
12
Karinding dari daerah Rawa Bogo, Bandung. Berumur sekitar 150 tahun (Dok. ASLI) Slober-Lombok (Kiriman kawan) Sempat grup ASLI mendapat kiriman informasi berharga tentang Slober dari Palmer Keen (FB: Palmer Keen), seorang Amerika yang menjadi pengajar bahasa di Bandung. Dalam kunjungannya ke Lombok Timur ia mendokuemntasikan Slober dalam bentuk fotografi dan rekaman audio. Informasi yang ia tambahkan juga berupa deskripsi cukup detail tentang Slober ini.
Slober Lombok Timur (dok. ASLI) Untuk mendengar rekaman audio Slober yang diusahakan oleh Palmer, silahkan klik tautan ini https://soundcloud.com/palmerkeen/grup-slober-gubug-jero-slober
13
Rinding Madura-Madura (Hadiah Akhir Tahun) Bulan Desember tahun ini mendapat kejutan dari Madura. Rinding asal Madura yang sempat dianggap telah punah ternyata muncul di Facebook. Ini adalah upaya pak Asep Nata yang memposting foto Rinding dari kawannya, Raden Mas Hewodn (FB:Raden Mas Hewodn), orang Malang. Rinding Madura sebelumnya sempat terdokumentasikan oleh Tropenmuseum Belanda beberapa dekade lalu. Tapi baru sekarang dapat ditemui lagi. Mas Hewodn mengaku belum begitu mahir memainkan dan membuatnya, karena pemain ahlinya, Mah Sati (keturunan Madura) telah meninggal dunia. Meski begitu ada secercah harapan bahwa Rinding di Madura akan kembali hidup. Lanjutkan Mas Hewodn! Kami mendukungmuuuhhh!
Rinding Madura (Dok. ASLI)
Penutup Sesungguhnya masih banyak hal-hal yang didapatkan selama ASLI bergerak di tahun 2013. Hubungan dengan pihak-pihak internasional,terutama dengan museum-museum di Belanda juga terus dilakukan hingga sekarang. Selain itu, sempat juga saya dan pak Asep Nata diundang untuk berbagi pengalaman seputar langkah-langkah ASLI. Dalam acara peluncuran buku yang diadakan oleh Kimung, di Bandung. Responnya sangat baik. Berbagai pertanyaan terlontar kepada ASLI dan pada intinya sangat antusias untuk mendukung apa yang selama ini kita lakukan. Tulisan ini hanya sedikit merangkum semangat kawan-kawan kita di daerah. Semoga menjadi gambaran untuk menambah motivasi kita dalam berjuang. Perjuangan kita baru dimulai, dan semoga tak akan putus di tengah jalan. Harapan besar menunggu di depan. Harapan untuk sama-sama berkumpul dalam suatu event. Mengikatkan lebih erat persaudaraan dalam keragaman Indonesia. Bersama-sama tak harus sama. Jaya Lamelafon Indonesia! 14
Saya menghaturkan permohonan maaf sebesar-besarnya bila ada pihak yang belum disebutkan dalam risalah ini. Karena keterbatasan waktu. Terima kasih kepada seluruh member grup Asosiasi Lamelafon Indonesia yang selaman ini telah aktif berbagi. Tak lupa kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menciptakan keragaman dan kekayaan yang tak terhingga. Atas berkat-Nya, kita dapat melangkah bersama. Merakit asa. Cag! Cianjur-Bandung, 31 Desember 2013 Ilham Nurwansah
Asosiasi Lamelafon Indonesia www.lamelofonindonesia.wordpress.com
[email protected]
15