PERANAN JEMBATAN TIMBANG OTO (JTO) LUBUK BUAYA DALAM MENDUKUNG PENDAPATAN ASLI DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT
JURNAL
Disusun Oleh: ILHAM ERIANTO NPM:10.1000.5600.004
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG 2015
0
PERAN JEMBATAN TIMBANG OTO (JTO) LUBUK BUAYA DALAM MENDUKUNG PENDAPATAN ASLI DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT OLEH: ( Ilham Erianto.10.1000.56000.04, Fakultas Hukum Tamansiswa Padang) ABSTRAK Kurangnya pengawasan dalam UU No.22 Tahun 2009 dan belum keluarnya Perda tentang kelebihan Tonase di Sumbar, membuat maraknya pungutan liar yang dilakukan petugas jembatan timbang. Timbulnya pungutan liar di Jembatan Timbang Oto adalah akibat kelebihan muatan yang telah di tentukan, akibatnya sopir truk terpaksa memberikan sejumlah uang kepada petugas supaya bisa tetap diizinkan lewat walaupun melanggar batas tonase. Sopir truk yang memaksa untuk melewati jalan raya dengan beban yang berlebihan yang mana dapat mempengaruhi umur/ketahanan jalan. Secara umum fungsi jembatan timbang yakni memantau keluar masuknya barang dan kelalaian kendaraan serta infrastruktur jalan. Permasalahan yang timbul yaitu Bagaimanakah Peran Jembatan Timbangan Oto (JTO) Lubuk Buaya dalam mendukung Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Barat? Apakah saja kendala di Jembatan Timbangan Oto (JTO) Lubuk Buaya dalam mendukung Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Barat? Bagaimana cara mengatasi kendala di Jembatan Timbangan Oto (JTO) Lubuk Buaya dalam mendukung Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Barat?. Metode penulisan menggunakan metode yuridis sosiologis yang bersifat deskritif dengan menggunakan analisis kuantitatif. Hasil penelitian yang berkaitan dengan peran Jembatan Timbangan Oto (JTO) Lubuk Buaya Dalam Mendukung Pendapatan Asli Daerah Sumatera Barat yaitu kelebihan muatan pada kendaraan dapat mengakibatkan dampak kerugian, yang berdampak juga pada PAD Sumatera Barat antara lain kerusakan jalan, kerusakan kendaraan, keselamatan dan kelancaran lalu lintas, polusi udaran dan polusi suara. Adapun kendala yang ada di Jembatan Timbang Oto Lubuk Buaya yaitu faktor hukum itu sendiri, faktor penegak hukum, faktor pungutan liar, faktor sarana, faktor masyarakat dan kebudayaan. Cara mengatasi kendala di Jembatan Timbangan Oto (JTO) Lubuk Buaya dalam mendukung Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Barat antara lain peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan operasional jembatan timbang, Penataan sistim pelaporan data operasional Jembatan Timbang, Penetapan mekanisme dan prosedur Sumber Daya Manusia yang akan di tempatkan di jembatan timbang. Dari hasil penelitian ini hendaknya Pejabat yang berwenang dilingkungan departemen Perhubungan agar menghilangan budaya pungli di Jembatan Timbang Oto, agar Pendapatan di JTO masuk ke PAD.
i
I. PENDAHULUAN Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tertib Pemanfaatan Jalan dan Retribusi Pengendalian Kelebihan Muatan, yang telah dibatalkan dalam Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 248 Tahun 2004 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota Tahun 2004.1 Sebagai payung hukumnya maka Gubenur Sumatera Barat mengelurkan Surat Edaran Nomor 500/267a/Perek-2011 tertanggal 31 Maret 2011 tentang Tonase, mulai berlaku efektif tanggal 1 Juli 2011. Bagi muatan yang lebih 25 persen dari ketentuan pembatasan dikenakan tilang denda sebesar Rp 250 ribu. Berdasarkan Surat Edaran Gubenur Sumatera Barat tersebut, batas maksimal muatan dan Jumlah Berat Izin (JBI) truk yang melintas di wilayah Sumatera Barat terbagi dalam tiga kategori.2 1. Kendaraan engkel bermuatan 4.650 kg dengan Jumlah Berat Izin 8.250 kg. 2. Kendaraan engkel bermuatan 7.150 kg dengan Jumlah Berat Izin 13.300kg. 3. Kendaraan tronton 12.000 kg dengan Jumlah Berat Izin 20.950kg. Rencana DPRD Sumatera Barat menyusun Ranperda tentang Timbang Oto dan Tonase mesti berimplikasi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Surat Edaran Gubenur tentang Tonase masih terlalu lemah, untuk itu perlu diperkuat dalam bentuk Perda, yang aturannya perlu dipertegas tidak hanya bagi pemilik kendaraan , tetapi juga petugas yang terlibat di dalamnya. Lemahnya pengawasan dan sanksi hukum membuat petugas Jembatan Timbang Oto melakukan pungutan liar (pungli). Menurut Anggota Komisi III DPRD Sumbar Novrizon menilai, Ranperda Timbang Oto dan Tonase diperlukan untuk menertibkan angkutan jalan raya, disamping itu aturan diharapkan membuka peluang Pendapatan Asli Daerah, diperkirakan dana yang bisa terkumpul dari retribusi dan denda bisa mencapai Rp 10 miliar per tahun.3 Budaya pungli di Jembatan Timbang Oto (JTO) sudah berlangsung sejak lama. Menurut Novrizon setiap JTO bisa memungut Rp 1,5 miliar per bulan.4 Di Sumbar ada sembilan JTO yang aktif berarti Rp 1,5 miliar x 9 = Rp 13,5 miliar per bulan. Jika di kalkulasikan per tahun berarti Rp 13,5 miliar x 12 bulan = Rp 162 miliar per tahun masuk kantong pribadi. Jika dana ini dilegalkan akan mendukung PAD Sumatera Barat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu modal dasar Pemerintah Daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu usaha guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dari pemerintah tingkat atas (subsidi). Optimalisasi penerimaan Pendapata Asli Daerah hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah dengan meningkatkan kualitas layanan
1
Menteri Dalam Negeri, 2004, Kepmen Pembatalan Perda Data 2002-2004, H. 17. Aswandi Munir, 2011, Pembatasan Tonase, Untuk Siapa, Harian Haluan, Padang. 3 Novrizon, 2013, Aturan Tonase Mudah Dimanipulasi, DPRD:Perlu Diperdakan, Posmetro Padang, edisi 17 April 2013. 4 Novrizon, 2013, Pungli di Jembatan Timbang Heran, Tidak Pernah Berhenti, Haluan, Edisi 14 Februari 2013. 2
1
publik.5 Menurut Halim permasalahan yang dihadapi daerah pada umumnya berkaitan dengan penggalian sumber-sumber pajak dan retribusi daerah yang merupakan salah satu komponen dari PAD masih belum memberikan konstribusi signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan.6 Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah. Hal tersebut dapat mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Peranan Pendapatan Asli Daerah dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat kecil dan bervariasi antar daerah, yaitu kurang dari 10% hingga 50%. Sebagian besar wilayah Provinsi dapat membiayai kebutuhan pengeluaran kurang dari 10%. Berkaitan dengan hal-hal yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk memilih judul tentang Peranan Jembatan Timbang Oto (JTO) Lubuk Buay dalam Mendukung Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Barat. II. PEMBAHASAN 1. Jembatan Timbang a. Pengertian Peranan Jembatan Timbang Peranan adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peranan didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan Peranan yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peranan tersebut.7. Menurut Stres peranan terjadi jika suatu struktur sosial, seperti keluarga menciptakan tuntutan-tuntutan yang sangat sulit, tidak mungkin atau tuntutan-tuntutan yang menimbulkan konflik bagi mereka yang menempati posisi dalam struktur sosial masyarakat.8 Sebagai upaya pengawasan dan pengamanan prasarana dan sarana lalu lintas dan angkutan jalan digunakan alat penimbangan yang dapat menimbang kendaraan bermotor sehingga dapat diketahui berat kendaraan beserta muatannya (PP No. 43 Tahun 1993). Alat penimbangan tersebut berupa jembatan timbang yang keberadaannya merupakan salah satu kebijakan untuk melindungi kerusakan jalan akibat muatan lebih serta untuk keselamatan lalu lintas. Alat penimbangan yang dipasang secara tetap tersebut dilengkapi dengan fasilitas penunjang dan dioperasikan oleh pelaksana penimbangan. Fasilitas penunjang yang dimaksud antara lain : 1. gedung operasional; 2. lapangan parkir kendaraan; 3. fasilitas jalan keluar masuk kendaraan; 4. gudang penyimpanan barang; 5
Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen keuangan daerah, Andi, Yogyakarta, H.
20. 6
Abdul Halim, 2007, Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah, Salemba 4, Jakarta, H. 3. 7 Friedman Marilyn M, 1992, Family Nursing. Theory & Practice. 3/E, Debora Ina R.L. 1998 ( alih bahasa ), EGC, Jakarta, H. 286 8
Ibid. H. 287
2
5. lapangan penumpukan barang; 6. bangunan gedung untuk generator set; 7. pagar; 8. perambuan untuk maksud pengoperasian. Penyelenggaraan penimbangan terhadap muatannya (PP No.43 Tahun 1993) meliputi : 1. penentuan lokasi 2. pengadaan, pemasangan dan/atau pembangunan 3. pengoperasian 4. pemeliharaan
berat
kendaraan
beserta
Jembatan timbang adalah seperangkat alat untuk menimbang kendaraan barang/truk yang dapat dipasang secara tetap atau alat yang dapat dipindahpindahkan (portable) yang digunakan untuk mengetahui berat kendaraan beserta muatannya digunakan untuk pengawasan jalan ataupun untuk mengukur besarnya muatan pada industri, pelabuhan ataupun pertanian.9 b. Fungsi Jembatan Timbang Berdasarkan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional, segala ketentuan mengenai jembatan timbang yang meliputi penetapan lokasi dan pengelolaan jembatan timbang serta penetapan standar batas maksimum muatan dan berat kendaraan pengangkutan barang merupakan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom. Penyelenggaraan penimbangan pada jembatan timbang menjadi tanggung jawab Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang pengoperasiannya dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas. (Perda Jateng No. 4 Tahun 2001) tentang Tarif Ijin Dispensasi Kelebihan Muatan. Sedangkan fungsi dan misi jembatan timbang meliputi : 1. menjaga jalan dari kerusakan akibat beban muatan; 2. memantau kendaraan angkutan barang dan penempatan muatan; 3. sebagai sarana pengumpulan data lalu lintas untuk proses perencanaan dan pengendalian transportasi b.1. Fungsi Pemantauan Hal ini dilakukan untuk melihat gelagat atau tren lalu-lintas angkuta barang dan kelebihan muatan. Tentu saja dengan perkembangan yang pesat jenis kendaraan, maka jembatan timbang yang lama tidak mampu lagi memantau lalu lintas angkutan barang dewasa ini, karena jembatan timbang lama memiliki kapasitas rendah dan timbangan yang pendek. b.2. Fungsi Pengawasan Lalu-lintas angkutan barang perlu diawasi tonasenya dan jenis barangnya, agar Pemerintah dapat mengawasi permintaan dan Penawaran dari barang tersebut. b.3. Fungsi Penindakan 9
http://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_timbang, diakses pada tanggal 25 Desember
2013
3
Tiap jalur atau ruas jalan mempunyai kelas jalan, yang berarti kemampuan daya dukung jalan berdasarkan Keputusan Menteri. Untuk menjaga kerusakan jalan perlu dilakukan penindakan berdasarkan berat tonase yang diijinkan, berikut toleransinya, di mana kendaraan bermotor tidak boleh melebihi muatan, pada jaringan jalan masing-masing pulau berikut ini. Dengan ketentuan ini, maka kendaraan yang melebihi muatan akan ditindak sesuai dengan ketetntuan yang berlaku. c. Jenis-Jenis Jembatan Timbang c.1. Jembatan timbang konvensional Jembatan timbang konvensional terdiri dari suatu platform untuk menimbang seluruh kendaraan beserta muatannya, sehingga dibutuhkan platform sepanjang 10 meter sehingga keseluruhan as roda truk rigid dapat berada dalam platform, sedang untuk gandengan dan tempelan biasanya ditimbang terlebih dahulu truk penarik kemudian baru dilakukan penimbangan terhadap kereta gandengan atau kereta tempelannya. c.2. Jembatan timbang sumbu Jembatan timbang sumbu adalah timbangan yang menimbang muatan sumbu, dimana masing-masing sumbu ditimbang satu persatu kemudian untuk mengetahui berat keseluruhan truk dilakukan perjumlahan. c.3. Jembatan timbang portabel Merupakan timbangan yang bisa dipindah-pindahkan, dapat berupa timbangan untuk masing-masing roda atau untuk seluruh kendaraan sekaligus. c.4. Jembatan timbang modern Sehubungan dewasa ini konfigurasi kendaraan dan arus lalu-lintas yang tinggi, maka diperlukan jembatan timbang modern. Jembatan timbang modern ini harus secara otomatis menimbang kendaraan yang lewat, yaitu dengan timbangan elektronik digital yang terkomputerisasi, artinya secara otomatis kendaraan akan ditimbang secara keseluruhan dan batas-batas toleransi pelanggaran yang diijinkan. Misalnya, secara bertahap pelanggaran akan dikurangi dimulai toleransi kelebihan muatan 70%, kemudian 50%, selanjutnya 30%, dan seterusnyat. Hal ini dimungkinkan dengan program komputer secara bertahap diubah. Di Indonesia, sebenarnya akan dimulai pada Jembatan Timbang Losari (Cikampek). d. Fasilitas Jembatan Timbang Fasilitas jembatan timbang umumnya terdiri atas: 1. Komplek jembatan timbang dan diberi pagar keliling 2. Jalur keluar-masuk kendaraan yang akan ditimbang 3. Platform jembatan timbang 4. Bangunan operasional jembatan timbang, yang terdiri atas: ruang operator timbangan, ruang administrasi, ruang kepala, WC/Kamar Mandi, Ruang istirahat petugas, ruang rapat, dapur, gudang genset atau peralatan. Untuk jembatan timbang yang jauh dari kota, maka diperlengkapi dengan mess petugas. Selain itu juga ada fasilitas olah raga (badminton/pimpiong), tempat ibadat (mushola, kapel). Selanjutnya untuk memenuhi penegakkan hukum, maka di dalam komplek jembatan timbang
4
tersebut tersedia gudang atau pelataran penumpukan untuk menyimpan barang kelebihan muatan yang ditindak. e. Tata Cara Penimbangan dan Perhitungan Berat Muatan Menurut KM. 5 Tahun 1995 penimbangan kendaraan beserta muatannya dilakukan dengan tata cara sebagai berikut : 1. Penimbangan kendaraan beserta muatannya dan penimbangan terhadap masing-masing sumbu. 2. Perhitungan berat muatan dilakukan dengan cara mengurangi hasil penimbangan kendaraan beserta muatannya dengan berat kendaraan yang telah ditetapkan dalam buku uji. 3. Kelebihan berat muatan dapat diketahui dengan cara membandingkan berat muatan yang ditimbang dengan daya angkut yang diijinkan dalam buku uji atau plat samping kendaraan bermotor 4. Kelebihan muatan pada tiap-tiap sumbu dapat diketahui dengan cara membandingkan hasil penimbangan setiap sumbu dengan muatan terberat pada kelas jalan yang dilalui. 5. Kelebihan berat muatan atau muatan pada tiap – tiap sumbu sebesar 5 % dari yang ditetapkan dalam buku uji, tidak dinyatakan sebagi pelanggaran. 6. Kelebihan muatan untuk masing-masing jenis mobil barang ditetapkan berdasarkan konfigurasi sumbu yang dapat diberikan Ijin Dispensasi Kelebihan Muatan Mobil Barang setinggi-tingginya sebesar 30% dari daya f. Jumlah Berat yang Diizinkan (JBI) Jumlah berat yang diizinkan disingkat JBI adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui; Jumlah berat yang dijinkan semakin besar kalau jumlah sumbu kendaraan semakin banyak. Atau dapat diformulasikan: JBI=BK+G+L, dimana BK adalah berat kosong kendaraan; G adalah berat orang (yang diijinkan); L adalah berat muatan (yang diijinkan). Pada tabel berikut ditunjukkan JBI untuk jalan Kelas II dengan muatan sumbu terberat 10 ton dan untuk jalan dengan muatan sumbu terberat 8 ton unuk berbagai konfigurasi sumbu kendaraan. Table 1: Jumlah Berat yang diizinan (JBI) dan Toleransi Muatan Lebih Konfigurasi JumlahSumbu Jenis Kendaraan JBI Kelas II JBI Kelas III sumbu 1-1 2 Truk Engkel 12 ton 12 ton 1-2 2 Truk Besar 16 ton 14 ton 1 - 2.2 3 Truk Tronton 22 ton 20 ton 1.1 - 2.2 4 Truk 4 sumbu 30 ton 26 ton 1 - 2 - 2.2 4 Trailer 34 ton 28 ton 1 - 2.2 - 2.2 5 Trailer 40 ton 32 ton 1 - 2.2 - 2.2.2 6 Trailer 43 ton 40 ton Sumber: Ditjen Perhubungan Darat
5
g. Jumlah Berat Broto (JBB) Jumlah Berat Bruto atau JBB (bahasa Inggris: Maximum Gross Vehicle Weight = GVW) adalah jumlah berat kendaraan beserta muatannya. JBB (GVW) biasanya dihitung dari berat muatan sumbu dengan konfigurasi kendaraan. Oleh sebab itu, untuk kendaraan tempel dan gandeng, dikenal istilah JBKB atau GCVW. Biasanya angka ini diperlihatkan pada label keur (plat pengujian) yang ada di samping kendaraan, disebut sebagai JBI (jumlah Berat Yang Diizinkan) atau JBKI (Jumlah Berat Kombinasi Yang Diizinkan), dan diberikan setelah kendaraan mengalami proses pengujian dari pihak LLAJ. h. Muatan Sumbu Terberat(MST) Muatan sumbu terberat adalah jumlah tekanan maksimum roda terhadap jalan, penetapan muatan sumbu terberat ditujukan untuk mengoptimalkan antara biaya konstruksi dengan effisiensi angkutan. Muatan sumbu terberat untuk masing-masing kelas jalan ditunjukkan dalam daftar berikut: Table 2: Daftar muatan sumbu terberat untuk masing-masing kelas jalan. No
Kelas Jalan
MST
1
Kelas I
Belum ditetapkan
2
Kelas II
10 Ton
3
Kelas III
8 Ton
Sumber : Ditjen Perhubungan Darat Berdasarkan table 2 di atas Muatan Sumbu Terberat ditentukan dengan pertimbangan kelas jalan terendah yang dilalui, kekuatan ban, kekuatan rancangan sumbu dan GVW atau jumlah yang diperbolehkan yang ditetapkan oleh pabrikan. Penghitungan Muatan Sumbu Terberat menggunakan prinsip kesetimbangan momen gaya. Muatan Sumbu Terberat pada kendaraan dengan konfigurasi 1.1 umumnya terletak pada sumbu belakang,sehingga sumbu depan menjadi titik awal momen sehingga dapat diformulasikan menjadi:
q = jarak dari Sumbu pertama (As roda depan) ke titik berat muatan; L = Load atau muatan dalam kg; a = jarak wheelbase atau As roda depan sampai dengan As roda belakang; S2 = Berat timbangan sumbu kedua(belakang)dalam kg.
2. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Pengertian pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
6
Menurut Warsito Pendapatan Asli Daerah “Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah”. 10 Sedangkan menurut Mardiasmo Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah adalah penerimmaann daerah dari sector pajak daerah,retribusi daerah, hasil perusaahaan milik daerah, hasil pegelolaan daerah yang dipisahkaan dan lain-lain Pendaapatan Asli Daerah yang sah.11 Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang Iebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi daham kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah.12 Sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu bahwa pendapatan daerah dalam hal ini pendapatan asli daerah adalah salah satu sumber dana pembiayaan pembangunan daerah pada kenyataannya belum cukup memberikan sumbangan bagi pertumbuhan daerah, hal ini mengharuskan pemerintah daerah menggali dan meningkatkan pendapatan daerah terutama sumber pendapatan asli daerah. Menurut UU No.33 Tahun 2004 Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi. b. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam upaya memperbesar peran pemerintah daerah dalam pembangunan, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai kegiatan operasionah rumah tangganya. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa pendapatan daerah tidak dapat dipisahkan dengan belanja daerah, karena adanya
10
Warsito, 2001, Manajemen otonomi daerah: membangun daerah berdasar paradigma baru, CLoGAPPS, Diponegoro University, H. 128. 11 Mardiasmo, 2002, akutannsi sector Publik ,Andy, Yogyakarta , H. 132. 12 Mamesa, 1995, Sistem Administrasi Keuangan Daerah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, H. 30.
7
saling terkait dan merupakan satu alokasi anggaran yang disusun dan dibuat untuk melancarkan roda pemerintahan daerah. 13 Sebagaimana halnya dengan negara, maka daerah dimana masing-rnasing pemerintah daerah mempunyai fungsi dan tanggung jawab untuk meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan rakyat dengan jalan melaksanakan pembangunan disegala bidang sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa “Pemerintah daerah berhak dan berwenang menjalankan otonomi, seluas-Iuasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan”. (Pasal 10). Adanya hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan Kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, merupakan satu upaya untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi daerahnya dengan mengelola sumber-sumber pendapatan daerah secara efisien dan efektif khususnya Pendapatan asli daerah sendiri. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengisyaratkan bahwa Pemerintah Daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri diberikan sumber-sumber pedapatan atau penerimaan keuangan Daerah untuk membiayai seluruh aktivitas dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan makmur. Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) sebagaimana datur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, yaitu: 1) Hasil pajak daerah; Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah disamping retribusi daerah. Pengertian pajak secara umum telah diajukan oleh para ahli, misalnya Rochmad Sumitro yang merumuskannya “Pajak lokal atau pajak daerah ialah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra, seperti Provinsi, Kotapraja, Kabupaten, dan sebagainya”.14 Sedangkan Siagin merumuskannya sebagai, “pajak negara yang diserahkan kepada daerah dan dinyatakan sebagai pajak daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dipergunakan guna membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik”.15 Dengan demikian ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat diikhtisarkan seperti berikut: a) Pajak daerah berasal dan pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah; b) Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang; c) Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-undang dan/atau peraturan hukum Lainnya;
13
Rozali Abdullah, 2002, Pelaksanaan otonomi luas dan isu federalisme sebagai suatu alternatif , Rajagrafindo Persada, Jaakartaa, H. 78. 14
Rochmad Sumitro, 2004, Azaz Dan Dasar Perpajakaan, Refika Aditama, Bandung, H.
15
Sondang. P Siagin, 2005, Administrasi Pembangunan, Bumi Aksaraa, Jakarta, H. 70.
60
8
d) Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik; 2) Hasil retribusi daerah; Sumber pendapatan daerah yang penting lainnya adalah retribusi daerah. Pengertian retribusi daerah dapat ditetusuri dan pendapat-pendapat para ahli, misalnya Panitia Nasrun merumuskan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagal pembayaran pemakalan atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah balk Iangsung maupun tidak Iangsung”.16 Dari pendapat tersebut di atas dapat diikhtisarkan ciri-ciri pokok retribusi daerah, yakni: a) Retribusi dipungut oleh daerah; b) Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang Iangsung dapat ditunjuk; c) Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau mengenyam jasa yang disediakan daerah; 3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Kekayaan daerah yang dipisahkan berarti kekayaan daerah yang dilepaskan dan penguasaan umum yang dipertanggung jawabkan melalui anggaran belanja daerah dan dimaksudkan untuk dikuasai dan dipertanggungjawabkan sendiri. 4) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b) Jasa giro; c) Pendapatan bunga; d) Keuntungan seIisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dan penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. III. HASIL PEMBAHASAN A. Peranan Jembatan Timbang Oto (JTO) Lubuk Buaya dalam Mendukung Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Barat Pemerintahan Propinsi Sumatera Barat terhitung tanggal 1 Juli 2011 memberlakukan penerapan pembatasan tonase kendaraan angkutan barang. Ketentuan dalam Surat Edaran Gubernur Sumatera Barat, batas maksimal muatan dan JBB (jumlah berat yang dibolehkan) di jalan-jalan di Sumatera Barat ada 3 kategori. 1. Kendaraan engkel yang muatan kendaraannya 4.650 kg, Jumlah Berat Izin (JBI) kendaraan 8.250 kg. 2. Kendaraan engkel dengan muatan kendaraan 7.150 kg, Jumlah Berat Izin (JBI) 16
Josef Kaho Riwu, 2005, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI, RajaGrafindo Perkasa, Jakarta, H. 171.
9
kendaraan 13.300 kg 3. Kendaraan tronton dengan muatan kendaraan sebesar 12.000 kg, Jumlah Berat Izin (JBI) kendaraan 20.950 kg. TableI 3 : Jenis Kendaraan yang masuk ke JTO Lubuk Buaya. No. Jenis Gambar Jumlah perhari 1
Pick up
223
2
Mobil box
142
3
Truk roda 4
142
4
Truk roda 6
159
5
Truk roda 6 lebih
65
Sumber : Hasil pengamatan (2014) Berdasarkan table di atas, tahun 2014 angkutan barang yang dibawa dengan mobil pick up dan truk melalui Jembatan Timbang Lubuk Buaya menurun 4,01 persen dibandingkan dengan tahun 2013. Mobil Pick up yang masuk melalui jembatan timbang rata-rata perhari sebanyak 223 kendaraan. Mobil box yang masuk melalui jembatan timbang rata-rata perhari sebanyak 142 kendaraan . Truk roda 4 yang masuk melalui jembatan timbang rata-rata perhari sebanyak 142 kendaraan. Truk roda 6 yang masuk melalui jembatan timbang rata-rata perhari sebanyak 159 kendaraan. Dan Truk roda 6 lebih yang masuk melalui jembatan timbang rata-rata perhari sebanyak 65 kendaraan . Berikut data jenis kendaraan yang masuk ke JTO Lubuk Buaya dari Juli 2012 sampai 2014, Sebagian dari kendaraan yang terjaring tidak diizinkan untuk masuk ke Kota Padang dan diharuskan untuk kembali ke daerah asal muatannya.
10
Dalam operasi pembatasan muatan, ada dua kategori pelanggaran yang akan mendapatkan tindakan. Muatan truk yang melebihi kapasitas 5 sampai 25 persen akan mendapat surat tilang. Jika kelebihan muatan mencapai 25 persen ke atas, maka truk tersebut tidak diizinkan melanjutkan perjalanan dan disuruh untuk kembali ke tempat asal barang tersebut dimuat.
Tabel 4 : Jumlah Tilang di JTO Lubuk Buaya 2012-2014 Tahun Jumlah Kendaraan Jumlah Tilang
Dana (Rp)
2012
274.250 kendaraan
147.125 tilang
29.425.000.000
2013
273.712 kendaraan
156.856 tilang
31.371.200.000
2014
263.160 kendaraan
151.580 tilang
30.316.000.000
Total
811.122 kendaraan
455.561 tilang
91.112.200.000
Sumber : JTO Lubuk Buaya Berdasarkan table di atas jumlah kendaraan yang masuk JTO Lubuk Buaya selama tiga tahun berjumlah 811.112 jenis kendaraan, dengan jumlah tilang sebanyak 455.561 tilang, dan sisanya sebanyak 355.561 dikembalikan ke daerah asalnya karena tonase melebihi 30% dari daya angkut. Besar kelebihan mutan setiap jenis kendaraan bervariasi, dengan besar tilang sebesar Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu. Jika diambil rata-rata setiap kendaraan jumlah besar tilang di JTO Lubuk Buaya Rp 200.000,00. maka setiap tahun jumlah dana yang di dapat oleh JTO Lubuk Buaya sebesar Rp 200.000 x 147.125 = Rp 29.425.000.000 tahun 2012. Tahun 2013 sebesar Rp 200.000 x 156.856 = Rp 31.371.200.000 dan tahun 2014 sebesar Rp 200 x 151.580 = Rp 30.316.000.000. Jadi selama tiga tahun JTO Lubuk Buaya berperan menambah Pendapatan Daerah sebesar 91.112.200.000 milyar. Menurut Ketentuan dalam Surat Edaran Gubernur Sumatera Barat, kelebihan muatan untuk masing-masing jenis mobil barang ditetapkan berdasarkan konfigurasi sumbu yang dapat diberikan Ijin Dispensasi Kelebihan Mobil Barang setinggi-tingginya sebesar 30% dari daya angkut yang ditetapkan dalam Buku Uji Berkala. Pemberian ijin dispensasi kelebihan muatan mobil barang tersebut dikenakan retribusi sebagai berikut : 1. Angkutan barang umum dengan kelebihan muatan di atas 5 % sampai dengan 15 % dikenakan retribusi sebesar Rp. 15,00 per kilogram. 2. Angkutan barang umum dengan kelebihan muatan di atas 15% sampai dengan 30% dikenakan retribusi sebesar Rp.20,00 per kilogram. Berkaitan dengan kebijaksanaan Pemerintah dalam menanggulangi muatan lebih melalui penetapan kelas jalan antara lain:
11
1. Kep. Menhub No. KM 55 tahun 1999 tentang Penetapan Kelas Jalan di Pulau Jawa. 2. Kep. Menhub No. KM 1 tahun 2000 tentang Penetapan Kelas Jalan di Pulau Sumatera. 3. Kep. Menhub No. KM 13 tahun 2001 tentang Penetapan Kelas Jalan di Pulau Sulawesi. 4. Kep. Menhub No. KM 1 tahun 2003 tentang Penetapan Kelas Jalan di Pulau Kalimantan. Dalam kaitannya dengan pelanggaran muatan lebih, angkutan barang dengan muatan sampai dengan batas faktor keselamatan 25 % dari JBI dapat dilakukan pengaturan melalui Peraturan Daerah dengan klasifikasi pelanggaran sebagai berikut : a) Pelanggaran tingkat I : > 5 % - 15 % dari JBI b) Pelanggaran tingkat II : > 15 % - 25 % dari JBI c) Pelanggaran tingkat III : > 25 % dari JBI Untuk pelanggaran tingkat III dikenakan sanksi pidana disertai dengan perintah pengembalian kendaraan ke tempat asal (tidak boleh melanjutkan perjalanan) yang harus dilaksanakan pada jembatan timbang pertama dari tempat asal pemberangkatan angkutan barang agar perjalanan kembali tidak terlalu jauh. Dalamhal apabila kendaraan yang melakukan pelanggaran tidak mau atau tidak mampu kembali ke tempat asal, maka Operator/pengemudi (crew) harus menurunkan muatannya dengan segala resiko yang harus ditanggungnya, dilakukan dengan persyaratan dan tata cara/prosedur. Dari hasil pengamatan, pemberlakuan mekanisme jembatan timbang ini dalam rangka mewujudkan ketertiban muatan, sehingga bagi kendaraan yang kelebihan muatan saat melintas di jembatan timbang maka akan dikenakan denda. Denda bukan bertujuan untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun semata-mata untuk mengatur ketertiban muatan dan memberikan efek jera bagi pengemudi truk serta perusahaan yang dengan sengaja menjalankan kendaraan dengan muatan lebih. Namun di lapangan pengemudi kendaraan tidak jera dan justru memilih membayar denda saat kendaraan melintasi jembatan timbang. Penjatuahan sanksi denda atas kelebihan di atas jembatan timbang tidak menimbulkan efek jera, justru terindikasi menjadikan pungutan liar (pungli) menjadi semakin marak. Bahkan pungutan liar ini seakan menjadi budaya antara oknum petugas dengan pengemudi kendaraan. Kondisi ini akan merugikan PAD dan jika berlanjut negara akan dirugikan karena uang sanksi pelanggaranjustru masuk ke kantong pribadi para oknum petugas jembatan timbang. Peranan Jembatan Timbang Oto dalam menertibkan kelebihan muatan pada kendaraan dapat berdampak pada PAD Sumatera Barat antara lain : 1. Retribusi jalan Kelas jalan yang dilewati kendaraan tidak mampu menahan beban berat dari yang kerlebihan muatan tersebut. Kerusakan jalan ini jelas sangan merugikan keuangan daerah karena harus mengeluarkan anggaran tambahan untuk perbaikan dan pemeliharaan jalan. Selain itu, kerusakan jalan juga sangat membahayakan karena dapat menimbukan kecelakaan bagi pengendara bermotor lainnya seperti mobil dan motor.
12
2. kerusakan kendaraan Kerusakan kendaraan bermotor menyangkut umur operasi kendaraan. 3. keselamatan dan kelancaran lalu lintas Untuk keselamatan lalu lintas terdapat batasan dimensi kendaraan yaitu lebar maksimum 2,5 m, tinggi maksimum 4,2m atau lebih kecil dari 1,7 x lebar kendaraan, panjang maksimum kendaraan tunggal 12 m, sedangkan untuk kendaraan rangkaian gandeng 18 m. B. Kendala di Jembatan Timbangan Oto (JTO) Lubuk Buaya dalam mendukung Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Barat . a. Tidak ada Gudang Penyimpanan Gudang penyimpanan di Jembatan Timabang Oto berguna untuk menyimpan barang hasil sitaan dari kelebihan muatan. Tidak adanya gudang penyimpanan kelebihan muatan barang, sehingga setiap oknum petugas jembatan timbang dan pengendara yang melanggar tonase memiliki alasan pembenaran untuk bermain mata dan menerapkan pungutan liar karena tidak adanya tempat atau gudang penampung barang hasil sitaan. b. Faktor Penegak Hukum Faktor ini erat kaitannya dengan prilaku nyata penegak hukum yaitu tidak optimalnya operator Jembatan Timbang Contoh kasusnya, truk melakukan pelanggaran kelebihan muatan, muatan truk adalah pelet (makanan Ikan) yang dibawa dari Pakan Baru menuju Padang. Selama perjalanan dari Pakan Baru menuju Padang, aman-aman saja, baru di Jembatan timbang Lubuk Buaya truk tersebut kena tilang. Atau bahkan sebaliknya, truk yang mengangkut muatan berupa semen dari Padang menuju Medan, di Jembatan Timbang Lubuk Buaya kena Tilang. c. Tidak ada Kamera Pengawas atau CCTV Tidak adanya kamera pengawas atau CCTV yang bisa dikontrol oleh Dinas Perhubungan dan LLAJ Pusat. d. Pungutan Liar (Pungli) Lemahnya pengawasan dan sanksi hukum membuat petugas Jembatan Timbang Oto melakukan pungutan liar (pungli). Menurut Anggota Komisi III DPRD Sumbar Novrizon menilai, Ranperda Timbang Oto dan Tonase diperlukan untuk menertibkan angkutan jalan raya, disamping itu aturan diharapkan membuka peluang Pendapatan Asli Daerah, diperkirakan dana yang bisa terkumpul dari retribusi dan denda bisa mencapai Rp 10 miliar per tahun. Budaya pungli di Jembatan Timbang Oto (JTO) sudah berlangsung sejak lama. Menurut Novrizon setiap JTO bisa memungut Rp 1,5 miliar per bulan. Di Sumbar ada sembilan JTO yang aktif berarti Rp 1,5 miliar x 9 = Rp 13,5 miliar per bulan. Jika di kalkulasikan per tahun berarti Rp 13,5 miliar x 12 bulan = Rp 162 miliar per tahun masuk kantong pribadi. Jika dana ini dilegalkan akan mendukung PAD Sumatera Barat.
13
Pungutan yang dilakukan petugas jembatan timbang kepada sopir truk sebesar dua puluh ribu rupiah sebagai uang perdamaian17. Hal ini diakui Anton dan beberapa sopir truk lainnya ketika melukukan wawancara di beberapa rumah makan yang menjadi pangkalan truk disepanjang jalan lintas Lubuk Buaya.
d. Tidak ada Alarm Peringatan Tidak adanya alarm peringatan bagi setiap kendaraan yang terdeteksi memiliki kelebihan muatan ketika melewati jembatan timbang. e. Faktor Sarana Tidak optimalnya jembatan timbang ini bila dihubungkan dengan ajaran Soerjono Soekanto, mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, termasuk kepada faktor ketiga yaitu faktor sarana. Faktor sarana adalah, tanpa adanya sarana tertentu maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung lancar, dimana jembatan Timbang Lubuk Buaya yang lama hanya bisa menimbang maksimum 20 ton berat kendaraan berikut muatanya, bagaimana mau menimbang berat lebih dari 20 ton. f. Faktor Masyarakat dan kebudayaaan Faktor ini berkaitan erat dengan tingkat kepatuhan dan kesadaran hukum masyarakat, terutama dalam berlalu lintas, dimana penegakan hukum harus senantiasa diawasi, bila tidak ada pengawasan maka dianggap tidak ada hukum. 1.Pelanggaran terhadap jaringan Lintas Jaringan lintas adalah merupakan kumpulan dari lintas-lintas yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan barang. Mobil angkutan barang tertentu (Peti kemas, bahan berbahaya, alat berat) yang telah ditetapkan jaringan lintasnya hanya dapat dioperasikan melalui jaringan lintas yang bersangkutan. 2. Prinsip Ekonomi Para pedagang mempergunakan jasa angkutan salah satu cara untuk mendapatkan keuntungan. Tidak jarang, para pedagang menginginkan agar barang yang dimasudkan pedagang cepat sampai berada di tempat tujuan dengan jumlah banyak, yang nanti barang tersebut dapat di simpan di gudang milik pedagang tersebut,dengan maksud agar dapat menghemat biaya pengangkutan. g. Faktor Hukum itu Sendiri Faktor hukum itu sendiri dalam hal ini dibatasi pada Undang–Undang saja, yaitu Undang–Undang dalam arti materil adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan di buat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah, Undang–Undang tidak berlaku surut, Undang–Undang yang dibuat penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula, Undang–Undang yang bersifat khusus mengensampingkan Undang–Undang yang bersifat umum, Undang– Undang yang berlaku belakangan membatalkan Undang–Undang yang terlebih dahulu. 17
Anton, Sopir Truk, wawancara Pribadi, Lubuk Buaya, 11 Oktober 2014, Pukul 12:10.
14
Mengenai jembatan timbang Pemda Sumbar mengeluarkan Perda Sumbar No.1 Tahun 2004 tentang Tertib Pemanfaatan Jalan dan Retribusi Pengendalian Kelebiahn Muatan Propinsi Sumbar, dimana dalam Perda ini menyatakan bahwa untuk kelebihan muatan yang di izinkan 30 % dari jumlah berat muatan yang diizinkan dalam buku uji. Perda Sumbar No.1 Tahun 2004 telah dibatalkan oleh Mentri Dalam Negeri berdasarkan keputusan No.248 Tahun 2004 yang ditetapkan tanggal 24 Desember 2004, dengan dasar hukum karena bertentangan dengan Undang– Undang No. 34 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, karena untuk pembiayaan prasarana jalan sudah dilakukan pemungutan kepada pengguna jalan melalui pajak kendaraan bermotor. C. Cara Mengatasi Kendala di Jembatan Timbangan Oto (JTO) Lubuk Buaya Dalam Mendukung Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Barat 1. Dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) 1.a. Peningkatan kualitas dan kuantitas petugas jembatan timbang 1.b. Penetapan kualifikasi petugas jembatan timbang 1.c. Peningkatan kompetensi petugas jembatan timbang 1.d. Melaksanakan pendidikan dan latihan (diklat) petugas jembatan timbang 2. Dari Manajemen Pengawasan pengelolaan jembatan timbang, yang meliputi 2.a. Peningkatan pengawasan (Sistim Kontrol) terhadap Pelaksanaan operasional jembatan timbang. 2.b. Peningkatan Kualitas pengawasan (Quality control) terhadap pelanggaran kelebihan muatan angkutan barang di jembatan timbang. 2.c. Penataan sistim pelaporan data operasional Jembatan Timbang; 2.d. Penetapan mekanisme dan prosedur (recruitment procedure) Sumber Daya Manusia yang akan di tempatkan di jembatan timbang. 2.e. Penerapan sistem keselamatan kerja petugas jembatan timbang. 2.f. Memasang kamera pengawas atau CCTV yang bisa di kontrol oleh Dinas Perhubungan dan LLAJ. 3. Peralatan dan fasilitas, yang meliputi 3.a. Peningkatan daya fungsi peralatan jembatan timbang. 3.b. Pemenuhan fasilitas utama dan fasilitas penunjang jembatan timbang. 3.c. Peningkatan perawatan peralatan jembatan timbang. 3.d. Menyediakan gudang tempat menyimpan kelebihan muatan. 3.e. Memasang alarm peringatan kelibihan muatan 4. Dari Segi kinerja dalam penegakan hukum di jembatan timbang, yang meliputi 4.a. Peningkatan upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran kelebihan muatan angkutan barang. 4.b. Tindak lanjut penegakan hukum terhadap pelanggaran lebih simple dan transparan.
15
5. Lingkungan pada jembatan timbang, yang meliputi 5.a. Meminimalisir pengaruh antrian dan manuver kendaraan terhadap arus lalu lintas dengan memperluas areal parkir jembatan timbang; 5.b. Meminimalisir pengaruh lokasi jembatan timbang terhadap tingkat kecelakaan lalu lintas dengan memperlebar akses dan mengatur masuk/ keluar kendaraan. 6. Dampak Jembatan Timbang meliputi 6.a. Peningkatan sosialisasi kepada para pengusaha dan pengemudi angkutan, bahwa mengangkut muatan lebih sebenarnya sangat merugikan, selain akan mempecepat kerusakan kendaraan, menurunkan kecepatan dan frekuensi perjalanan juga menggangu serta membahayakan keselamatan lalu lintas; 6.b. Koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait untuk melakukan penelitian dampak beban muatan lebih angkutan barang terhadap tingkat kerusakan jalan, kerusakan kendaraan, kerugian akibat perlambatan arus lalu lintas, kecelakaan lalu lintas dan lain-lain. 7. Dari Segi Kewenangan/Legalitas meliputi 7.a. PU mengatur pembangunan jalan secara nasional sesuai dengan MST dan dimensi kendaraan yang beroperasi di indonesia. Perindustrian mengatur spesifikasi dan dimensi kendaraan yang disesuaikan dengan kondisi dan kelas jalan. Perdagangan mengatur import kendaraan dengan dimensi dan berat sesuai kemampuan jalan Kepolisian mengatur dan melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran angkutan barang di setiap ruas jalan dan, Perhubungan mengatur dan melaksanakan pengawasan dan penertiban di jembatan timbang.
IV. PENUTUP 1. Jumlah kendaraan yang masuk JTO Lubuk Buaya selama tiga tahun berjumlah 811.12 jenis kendaraan, dengan jumlah tilang sebanyak 455.561, dan 355.561 dikembalikan ke daerah asalnya karena tonase melebihi 30% dari daya angkut. Selama tiga tahun JTO Lubuk Buaya berperan menambah Pendapatan Daerah sebesar 91.112.200.000 milyar. 2. Kendala di Jembatan Timbangan Oto (JTO) Lubuk Buaya dalam mendukung Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Barat faktor hukum itu sendiri, faktor penegak hukum, faktor pungutan liar, faktor sarana, faktor masyarakat dan kebudayaan. 3. Cara mengatasi kendala di Jembatan Timbangan Oto (JTO) Lubuk Buaya dalam mendukung Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Barat antara lain peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan operasional jembatan timbang, Penataan sistim pelaporan data operasional Jembatan Timbang, Penetapan mekanisme dan prosedur Sumber Daya Manusia yang akan di tempatkan di jembatan timbang.
16
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdul Halim, 2007, Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah, Salemba 4, Jakarta Bintoro Tjokroamidjojo, 1984, Penngantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta Josef Kaho Riwu, 2005, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta Jhon Elliott, 1991, Action Research for Educational Change, Open University Press, Inggris Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen keuangan daerah, Andi, Yogyakarta _________, 2002, akutannsi sector Publik ,Andy, Yogyakarta Mamesa, 1995, Sistem Administrasi Keuangan Daerah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Rozali Abdullah, 2002, Pelaksanaan otonomi luas dan isu federalisme sebagai suatu alternatif , Rajagrafindo Persada, Jakarta Rochmad Sumitro, 2004, Azaz Dan Dasar Perpajakaan, Refika Aditama, Bandung Riduwan, 2005, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan peneliti Pemula, Alfabeta, Bandung Suharsimi Arikunto, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta Sondang. P Siagin, 2005, Administrasi Pembangunan, Bumi Aksaraa, Jakarta Warsito, 2001, Manajemen otonomi daerah: membangun daerah berdasar paradigma baru, CLoGAPPS Diponegoro University.Semarang B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintah Daerah Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Menteri Dalam Negeri, Kepmen Pembatalan Perda Data 2002-2004 C. Lainnya Internet : http://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_timbanghttp://id.wikipedia.org/wiki/Jem batan_timbang, diakses pada tanggal 25 Desember 2013 Media Kajian dan Informasi Tata Ruang Indonesia, Berbagai Langkah yang Telah Dilakukan Oleh Pemerintah Dalam Rangka Perbaikan Kinerja Penanganan Jembatan Timbang, edisi minggu 07 April 2013 Aswandi Munir, 2011, Pembatasan Tonase, Untuk Siapa, Harian Haluan, Padang Novrizon, 2013, Aturan Tonase Mudah Dimanipulasi, DPRD:Perlu Diperdakan, Posmetro Padang, edisi 17 April 2013. Novrizon, 2013, Pungli di Jembatan Timbang Heran, Tidak Pernah Berhenti, Haluan, Edisi 14 Februari 2013.
17