KERJA SAMA KELOLA SAMPAH (KELAPA): KEMITRAAN MULTIPIHAK DALAM PENGELOLAAN SAMPAH BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KOTA BOGOR UNTUK MENCAPAI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS
DISUSUN OLEH : NARISWARI KHAIRANISA NPM: 1306411152 DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2016
Nariswari Khairanisa 1306411152 Department of International Relations Title
:
KERJA
SAMA
MULTISTAKEHOLDER
KELOLA
PARTNERSHIP
SAMPAH
(KELAPA):
PROPOSAL
IN
ECO-FRIENDLY
BOGOR
TO
ATTAIN
SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS Even though climate change has become one of the most prominent ecological issue since Earth Summit in 1992, in 2016, the awareness of the critical linkage of waste management, climate change, and good governance has not yet being implemented coherently. The notion of sustainable development that is in line with the idea of Sustainable Development Goals and Indonesia Bebas Sampah 2020 seem to be implemented separately with the dichotomy of government, private sector, and civil society. So far, the most orthodox way to deal with waste is by implementing the concept of reduce, reuse, and recycle (3R) in household level in micro level and implementing the bigger scale strategy in macro level. This orthodox way has made a gap between the role of household and government in tacking global commons issue. To seek upon alternative solution for that matter, this paper brought up the issue on possible ways to implement multistakeholder partnership as effective strategy in managing waste and empowering society. This paper argues that local government holds a strong leadership in attaining sustainable development goals by means of multistakeholder partnership that involves community and private sector engagement. This multistakeholder partnership encourages the government to implement a more innovative and comprehensive governance, which focuses on the value-added of waste as opposed to the conventional waste governance, which focuses on burning and diminishing mechanism. Thus, this paper proposes the local government of Bogor to implement Kerja Sama Kelola Sampah (KELAPA), a strategy that is drawn from the maximum utility of coconut in managing the abundance of waste in cities. This strategy will highlight each and every actor’s possible contribution in terms of role, capacity, and perspective of respective actors. The implementation of this strategy should be accompanied with a social campaign to change shape household’s pattern of consumption and production to
be more socially responsible. In doing so, the local government holds a strong role in initiating, coordinating, and supervising the whole process; the civil society holds the determinant factor in the implementation of government’s rules and regulations and designation of possible innovation; the private sector holds the strong motivation in investing on sustainable economy which ensures that the process of production being implemented today does not interfere with the supply in the future. This paper implements the method of literature review upon collecting the facts and analysing the loopholes from the previous methods. The result from this research implies that the local government holds the power from the combination of legitimacy and support, public value, and operational capability on implementing the discourse of eco-friendly waste management. To conclude, this paper believes that strong partnership among important stakeholder will benefit the community in terms of political, economical, and social stability as it enables all involved stakeholders to implement global notion with local adjustments.
DAFTAR ISI HALAMAN
JUDUL
HALAMAN
PERNYATAAN
HALAMAN
............................................................................................i
PERNYATAAN
ORISINALITAS BEBAS
.................................................ii
PLAGIARISME
...................................iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................iv KATA PENGANTAR .................................................................................................v DAFTAR ISI.................................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................................3 1.3 Uraian Singkat Gagasan Kreatif ............................................................................3 1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan..............................................................................4 1.5 Metode Studi Pustaka ...........................................................................................5 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Urgensi Pengelolaan Sampah……......................................................................6 2.2 Tata Kelola Sampah Berwawasan Lingkungan....................................................7 2.3. Community-Based Waste Management ............................................................10 2.4. Kemitraan Multipihak..........................................................................................11 BAB III ANALISIS DAN SINTESIS 3.1 Peran, Kapasitas, dan Perspektif Pemerintah Lokal terhadap Pengolahan Sampah .....................................................................................................................13 3.2 Peran, Kapasitas, dan Perspektif Masyarakat Sipil terhadap Pengolahan Sampah ...................................................................................................................................15 3.3 Peran, Kapasitas, dan Perspektif Sektor Bisnis terhadap Pengolahan Sampah......................................................................................................................17 3.4 Aplikasi Kerja Sama Kelola Sampah (KELAPA) sebagai Upaya Mewujudkan Sustainable Development Goals Berbasis Kemitraan Multipihak…….......................18 BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1 Kesimpulan .........................................................................................................20 4.2 Rekomendasi.......................................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................2
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Karya Tulis ini adalah karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.
Nama
: NARISWARI KHAIRANISA
NPM
: 1306411152
Tanda tangan :
Tanggal: 8 April 2016
iii
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Saya yang bertanda tangan di bawah ini, dengan sebenarnya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggungjawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan Universitas Indonesia kepada saya. Depok, 8 April 2016
Nariswari Khairanisa .
iv
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pada tahun 2016, Kota Bogor diperkirakan menghasilkan sebanyak 530 ton sampah per hari. 1 Menurut Kepala Bidang Kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, Uju Juyono, pengelolaaan sampah di Kota Bogor masih cukup tradisional di mana timbunan sampah yang ada di Kota Bogor diperkirakan mencapai 2684 meter kubik sedangkan sampah yang terangkut baru 1800 meter kubik per hari.2 Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar sampah masih menumpuk di daerah pasar dan permukiman dan baru sebagian kecil sampah yang dikelola oleh masyarakat. Di tingkat global, Agenda 21 dari PBB yang dihasilkan dari KTT Bumi tahun 1992 di Rio de Jeneiro, Brazil merupakan salah satu acuan utama urgensi pengolahan sampah. Pada konseptualisasinya, tata kelola pengelolaan sampah berwawasan lingkungan harus melampaui pembuangan atau pengangkutan sampah dan harus menyasar akar permasalahan dengan mengubah pola konsumsi dan produksi yang kurang berkelanjutan. Tata kelola yang terintegrasi harus dapat menggabungkan
aspek
pembangunan
dan
perlindungan
lingkungan.
Pada
praktiknya, kerangka dari tindakan tersebut harus didasari oleh hierarki tujuan dan fokus pada minimalisasi sampah, maksimalisasi program daur ulang dan penggunaan kembali, maksimalisasi mekanisme pembuangan sampah, serta memperluas cakupan layanan pembuangan sampah.3 Selain itu, terdapat juga United Cities and Local Governments (UCLG) 2004 yang bertujuan memmpromosikan kemitraan kota dengan kota di seluruh dunia untuk pembangunan berkelanjutan. Keterkaitan antara isu sampah dan pemerintah kota mendapat perhatian khusus di Goal 11 dari Sustainable Development Goals
1
Achmad Sudarno, “Cara Walikota Bogor Kurangi Sampah Plastik,” diakses pada 4 April 2016, http://news.liputan6.com/read/2441610/cara-wali-kota-bogor-kurangi-sampah-plastik 2 “Kota Bogor Butuh Teknologi Pengolahan Sampah,” Pemerintah Kota Bogor, diakses pada 6 April 2016, http://kotabogor.go.id/index.php/show_post/detail/702/kota-bogor-butuh-teknologipengolahan-sampah#.VwYNihN97eR 3 “Agenda 21,” United Nations Conference on Environment and Development, 1992, diakses pada 5 April 2016, https://sustainabledevelopment.un.org/content/documents/Agenda21.pdf
2
(SDGs)
untuk
menciptakan
kota
yang
inklusif,
aman,
berketahanan,
dan
berkelanjutan. Salah satu target konkretnya yakni mereduksi dampak pencemaran lingkungan per kapita melalui perhatian khusus terhadap kualitas air dan tata kelola pengolahan sampah pada tahun 2030.4 Di tingkat nasional, pengesahan Undang Undang Nomor 18 /2008 tentang Pengelolaan Sampah telah memunculkan urgensi pengelolaan sampah dengan maksimal. Pemerintah nasional telah mengesahkan peta penanganan sampah yang mengidentifikasi serangkaian masalah sebagai berikut: 1) mayoritas kota tidak memiliki perencanaan (master plan) yang konsisten dalam penanganan sampah karena Pengelolaan Persampahan yang masih belum diformalkan, 2) Pengelolaan Persampahan belum diberikan prioritas yang cukup dalam peraturan pemerintah daerah sehingga menjadikan anggaran dana untuk pengelolaan persampahan sangat terbatas, 3) Fasilitas untuk pengumpulan, transportasi, dan penyimpanan sampah juga terbatas, dan 4) Sebagian besar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan open dumping yang menyebabkan polusi air, udara, dan bau tidak sedap. 5 Menteri Lingkungan Hidup pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Balthasar Kambuaya juga menyatakan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup saat ini sedang mendorong pemimpin kota-kota di Indonesia untuk mengelola sampah kota dengan cara 3R karena baru sekitar 7% kota di Indonesia yang menerapkan strategi tersebut. 6 Hal tersebut menunjukkan empat hal penting yang mengetengahkan signifikansi pengolahan sampah. Pertama, masalah sampah telah menjadi masalah global yang menjadi perhatian dunia seperti dibuktikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi 1992 yang menyatakan pentingnya pengolahan sampah berkelanjutan ramah lingkungan.7 Kedua, masalah sampah merupakan salah satu
4
“Sustainable Development Goals,” United Nations Secretariat, 2015, diakses pada 5 April 2016, http://www.un.org/sustainabledevelopment/cities/ 5 Badan Pembangunan Nasional, “Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap – ICCSR Sektor Limbah,” (Maret 2010): 16 6 “Surabaya Kota Percontohan Pengolahan Terbaik di Indonesia,” Mongabay, 2014, diakses pada 4 April 2016, http://www.mongabay.co.id/2014/02/27/surabaya-kota-percontohan-pengolahansampah-terbaik-indonesia/ 7 “Rio Declaration,” United Nations Conference on Environment and Development, 1992, diakses pada 4 April 2016, http://www.unep.org/documents.multilingual/default.asp?documentid=78&articleid=1163
3
tantangan terbesar bagi masyarakat urban yang harus menjadi agenda utama pemerintah kota di seluruh dunia. Ketiga, penanganan masalah sampah merupakan salah satu langkah strategis konservasi bumi dalam isu perubahan iklim karena sampah merupakan salah satu penghasil gas rumah kaca berupa metan terbesar. Keempat, penanganan masalah sampah memiliki implikasi strategis yang luas karena keterkaitannya dengan aspek hidup lain yang penting bagi masyarakat seperti kesehatan masyarakat terkait kualitas air dan udara, kesediaan energi terkait potensi sampah menjadi sumber listrik, keharmonisan sosial terkait potensi konflik yang muncul dari keterbatasan pengolahan sampah, dan lain-lain. Kegagalan tata kelola sampah dapat memicu bencana seperti longsor dan infeksi saluran pernapasan (ISPA) di Bantar Gebang 8 serta tragedi sampah di Leuwigajah yang memakan korban jiwa. Meskipun demikian, selama ini masih banyak kota yang mengelola sampah dengan cara lama dengan menimbun sampah di dalam tanah. Padahal, pemerintah Indonesia menargetkan proses daur ulang sampah sebanyak 30 persen dari sampah yang diproduksi per hari dalam lima hingga 10 tahun mendatang melalui program Indonesia Bersih.9 1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan paparan di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah, bagaimana kemitraan multipihak dapat menjadi strategi yang efektif dalam pengelolaan sampah kota sekaligus pemberdayaan masyarakat?
1.3.
Uraian Singkat Gagasan Kreatif Kerja Sama Kelola Sampah (KELAPA) merupakan sebuah gagasan pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah yang berupaya melibatkan aktor terkait melalui prinsip kemitraan multipihak. Strategi ini akan berupaya melibatkan peran pemerintah lokal, pelaku pasar, dan masyarakat sipil. Pemerintah Daerah, khususnya Pemerintah Kota, memiliki peran strategis
8
“ISPA Ancam Warga Sekitar TPA Bantar Gebang,” Suara Pembaruan, diakses pada 7 April 2016, http://www.ampl.or.id/digilib/read/ispa-ancam-warga-sekitar-tpa-bantar-gebang/43954 9 “90 Persen Sampah di Indonesia Belum Didaur Ulang,” National Geographic, diakses pada 7 April 2016, http://nationalgeographic.co.id/berita/2011/11/90-persen-sampah-di-indonesia-belum-didaurulang
4
dan signifikan untuk mengembangkan kerjasama internasional guna mengusung pembangunan berkelanjutan. Sebagai acuan, gagasan ini melihat bahwa Surabaya telah berhasil merangkul empat stakeholder utama pengolahan sampah yakni pemerintah, masyarakat sipil, dan kelompok bisnis. Pemerintah memegang peranan dalam memastikan kepemimpinan dan tata kelola bersih yang memunculkan kepercayaan dan meningkatkan kerja sama antaraktor dalam pengelolaan persampahan. Sebagai acuan tambahan, Surabaya menunjukkan bahwa kerja sama internasional
dapat
menjadi
mekanisme
yang
efektif
bagi
pemkot
untuk
menyukseskan agenda pembangunannya. Kerja sama dengan negara lain dalam mengelola sampah juga merupakan salah satu opsi strategis yang dapat dilakukan di mana Surabaya melakukan kerja sama dengan Jepang dalam hal pengolahan sampah. Sinergi antara pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah kota atau daerah, pemerintah nasional, tata kelola regional dan tata kelola global akan menjadi kunci utama keberhasilan gagasan. Tabel 1: Pemetaan Aktor Strategis
PEMERINTAH DAERAH
KELOMPOK BISNIS
MASYARAKAT SIPIL
1.4.
5
Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan penulisan ini adalah menawarkan gagasan yang solutif untuk memperbaiki tata kelola sampah yang masih didominasi oleh paradigma lama yang fokus pada mekanisme angkut, buang dan bakar, menuju tata kelola sampah yang menggunakan paradigma baru yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Dengan demikian, diharapkan tujuan dari pembangunan berklanjutan dalam Sustainable Development Goals yang digagas oleh PBB khususnya aspek lingkungan dapat dicapai karena semua komponen masyarakat lintas sektor dilibatkan untuk ikut berpartisipasi dalam sistem tata kelola sampah. Di sisi lain, tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretik dan manfaat secara praktis. Secara teoritis, manfaat dari penulisan ini adalah mengembangkan kajian pengolahan sampah dan critical linkage yang meliputi dimensi politik, ekonomi, dan sosial budaya serta melibatkan peran aktor individu, kelompok, negara, dan institusi internasional. Sementara itu, secara praktis, tulisan ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam meningkatkan efektivitas mekanisme pengolahan sampah dengan memposisikan sampah sebagai isu strategis dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
1.5.
Metode Studi Pustaka Data yang dituliskan dalam tulisan ini didapatkan melalui metode studi pustaka. Data-data dalam tulisan ini dihimpun dari berbagai sumber informasi seperti buku, jurnal, berita, dan artikel di media cetak maupun media daring. Melalui studi pustaka tersebut, penulis mendapatkan konsep – konsep yang relevan dengan topik yang ditulis, gambaran terkait permasalahan yang ada dalam tata kelola pengelolaan sampah di Indonesia, dasar bagi penulis untuk merumuskan ide – ide baru yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang ada di masyarakat.
6
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Urgensi Pengelolaan Sampah Isu sampah yang dianggap sebagai isu lokal memilki keterkaitan yang erat dengan agenda global dalam hal perubahan iklim, kota berkelanjutan, dan kemitraan multipihak. Berkaitan dengan agenda perubahan iklim, Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar, seusai menghadiri Konferensi ke-10 Asia Pacific Roundtable for Sustainable Consumption and Production (APRSCP) tahun 2011 di Yogyakarta menyatakan bahwa timbunan sampah juga menjadi penyebab perubahan iklim dunia kedua setelah kerusakan hutan.10 Penguraian sampah yang dibuang di tanah dapat menghasilkan cairan rembesan sampah yang ketika masuk ke dalam sistem pengairan akan mencemari air dan mengakibatkan perubahan ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, pada konsentrasi tinggi, gas ini dapat menyebabkan ledakan.11 Dalam konteks peran kota berkelanjutan, isu sampah merupakan celah strategis untuk memajukan agenda pembangunan yang mengedepankan peran pemerintah daerah sebagai aktor penting. Pembangunan daerah dalam ranah kota memiliki aspek strategis berupa sumber daya manusia, infrastruktur dan fasilitas publik, regulasi dan tata kelola. Pembangunan ini menyasar lima indikator utama berupa peningkatan efisiensi dan efektivitas birokrasi, peningkatan kualitas pelayanan publik, pengurangan praktik korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), peningkatan pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan partisipasi stakeholder.12 Menurut Castells dan Song, rekonstruksi kota harus menjalankan empat ketentuan yakni 1) melibatkan komunitas lokal dan gerakan akar rumput sebagai elemen utama, 2) menyertakan jejaring perempuan, 3) menerapkan rekonstruksi institusional berupa desentralisasi pemerintahan di berbagai tingkat dan pelibatan
10
“Sampah Picu Perubahan Iklim,” National Geographic, diakses pada 7 April 2016, http://nationalgeographic.co.id/berita/2011/11/sampah-picu-perubahan-iklim 11 “Pengertian, Jenis, dan Dampak Sampah,” Kajian Pustaka, diakses pada 7 April 2016, http://www.kajianpustaka.com/2015/02/pengertian-jenis-dan-dampak-sampah.html 12 Stephen R. Dovers, “Sustainability: Demands on Policy”, Journal of Public Policy, Vol.16, No.3 (1996): 4
7
pemerintah lokal, dan 4) mengimplementasikan struktur multinuklir yang memiliki banyak pusat.13 Pemerintah kota maupun pemerintah daerah telah semakin banyak menginisiasi aksi untuk menanggulangi sampah yang berkaitan dengan perubahan iklim namun inisiatif tersebut kerapkali dijalankan terpisah dengan kerangka kebijakan nasional.14 Oleh sebab itu, diperlukan tata kelola sampah berwawasan lingkungan yang menunjukkan sinergi antarpemerintahan tersebut. 2.2. Tata Kelola Sampah Berwawasan Lingkungan Secara mikro, upaya pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan cara Reuse, Reduce, dan Recycle (3 R) dengan kegiatan memperlakukan sampah dengan cara menggunakan kembali, mengurangi dan mendaur ulang. Reuse (menggunakan kembali) berkaitan dengan penggunaan kembali sampah secara langsung, baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain. Reduce (mengurangi) berkaitan dengan mengurangi perilaku yang menyebabkan timbulnya sampah. Recycle (mendaur ulang) berkaitan dengan memanfaatkan kembali sampah setelah mengalami proses pengolahan. ecara makro, mengatasi isu sampah di negara berkembang bisa menjadi salah satu tugas paling kompleks. Di tingkat rumah tangga dan komunitas, optimalisasi peran perempuan sebagai agen perubahan yang kegiatan kesehariannya berdekatan dengan masalah sampah dapat menentukan keberhasilan upaya pengelolaan sampah di level mikro. Tanpa sistem segregasi yang diformalkan maupun partisipasi publik yang minim, sampah-sampah umumnya berakhir di satu kontainer di lahan terbuka. Proses daur ulang biasanya terjadi di sektor informal dan dilakukan oleh para pemulung atau staf dinas kebersihan yang mencari penghasilan tambahan. Sejauh ini, salah satu tantangan besar pengolahan sampah disebabkan oleh belum adanya dokumen laporan pemantauan dan evaluasi kebijakan pengelolaan sampah yang dapat diandalkan meskipun telah ada data-data yang secara periodik diperbaharui untuk mengetahui kondisi persampahan di wilayah masing-masing.
13
Castells, Manuels, 2003. “Global Networks and Local Societies: Cities in the Information Age”, dalam Vertovec, Steven dan Darrell A. Posey (eds), 2003. Globalization, Globalism, Environments and Environmentalism: Consciousness of Connections. Oxford: Oxford University Press. 14 Jan Corfee-Morlot, Lamia Kamal-Chaoui, Michael G. Donovan, Ian Cochran, Alexis Robert, dan Pierre Jonathan Teasdale, “Cities, Climate Change and Multilevel Governance”, OECD Environmental Working Papers N° 14 (2009): 2
8
Pada tahun 2011, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup Hermin Rosita memaparkan bahwa produksi sampah di kawasan metropolitan mencapai 2.000 hingga 6.000 ton sedangkan, kota-kota besar memproduksi sekitar 1.000 hingga 3.000 ton sampah per hari dengan produksi terbesar sampah rumah tangga.15 Pada tahun 2016, daur ulang sampah baru dilakukan pada tujuh persen dari sekitar 200.000 ton sampah yang setiap hari dihasilkan di seluruh Indonesia. 16 Menurut Direktur Eksekutif Dana Mitra Lingkungan Sri Bebasari dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pansus RUU Pengelolaan Sampah, tingkat pencemaran lingkungan akibat pengelolaan sampah di Indonesia, ibarat kanker sudah memasuki stadium IV dan hanya mampu diselesaikan dengan amputasi.17 Tabel 2: Mekanisme Dasar Pengolahan Sampah
Berdasarkan tabel 2 tersebut, terdapat tiga opsi pengolahan sampah berupa dijual, dijadikan kompos, dan dibakar.
Di Bogor sendiri, meski terbilang baru
dibangun, TPS 3R ASRI yang berlokasi di Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat sudah berhasil mengolah sampah warga menjadi pupuk cair dan tenaga listrik.
15
“90 Persen Sampah di Indonesia Belum Didaur Ulang,” National Geographic, diakses pada 7 April 2016, http://nationalgeographic.co.id/berita/2011/11/90-persen-sampah-di-indonesia-belum-didaurulang 16 “Daur Ulang Baru Dilakukan pada Tujuh Puluh Persen Sampah,” Antara News, diakses pada 7 April 2016, http://www.antaranews.com/berita/449308/daur-ulang-baru-dilakukan-pada-tujuh-persensampah 17 Ibid.
9
Selain itu, TPS baru ini berhasil mengolah beragam limbah menjadi barang yang bermanfaat seperti minyak jelantah. Di tangan
TPS yang statusnya belum
diserahterimakan dari Kementerian PU ke Dinas Kebersihan Pertamanan Kota Bogor, minyak jelantah berhasil disulap menjadi sabun cuci dan pelumas kendaraan bermotor.18Meskipun opsi dijual dan dijadikan kompos merupakan opsi dengan nilai tambah terbanyak, opsi tersebut masih belum lazim diarusutamakan seperti diilustrasikan oleh tabel 3 sebagai berikut. Tabel 3: Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perlakuan Memilah Sampah Mudah Membusuk dan Tidak Mudah Membusuk https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1360
Provinsi Aceh
Sampah Dipilah Dipilah dan Dipilah sebagian kemudian dimanfaatkan dibuang 5,07 13,72
Total
Sampah Tidak dipilah
18,79
81,21
Sumatera Utara
10,94
8,67
19,61
80,39
Sumatera Barat
3,67
13,80
17,47
82,53
Riau Jambi
7,48 5,83
13,40 10,28
20,87 16,10
79,13 83,90
Sumatera Selatan
5,86
17,32
23,18
76,82
Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta
6,27 5,46
12,63 10,83
18,90 16,29
81,10 83,71
4,83
18,49
23,32
76,68
4,92 3,74
15,09 10,48
20,01 14,23
79,99 85,77
Jawa Barat
14,93
15,59
30,52
69,48
Jawa Tengah DI Yogyakarta
13,37 13,07
14,04 18,19
27,41 31,26
72,59 68,74
Jawa Timur
9,91
10,01
19,93
80,07
Banten
9,24
9,18
18,42
81,58
Bali
18,11
13,07
31,17
68,83
18
“Baru Dibangun TPS 3R Sanggup Olah Sampah jadi Pupuk dan Tenaga Listrik,” Pemerintah Kota Bogor, diakses pada diakses pada 7 April 2016, http://kotabogor.go.id/index.php/show_post/detail/3353/Baru-Dibangun-TPS-3R-Asri-Sanggup-OlahSampah-Jadi-Pupuk-dan-Tenaga-Listrik#.Vwb_hBN97eQ
10
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara
9,54
8,29
17,83
82,17
19,40
10,23
29,63
70,37
5,83
9,97
15,80
84,20
6,78
17,06
23,84
76,16
5,09
15,02
20,11
79,89
5,66 6,04
23,37 28,91
29,03 34,95
70,97 65,05
Sulawesi Tengah
11,45
18,51
29,95
70,05
Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara
9,75 4,66
18,83 22,13
28,58 26,78
71,42 73,22
Gorontalo
2,83
19,41
22,25
77,75
Sulawesi Barat
5,11
15,42
20,52
79,48
Maluku Maluku Utara
2,67 2,36
12,92 14,23
15,59 16,59
84,41 83,41
Papua Barat
6,35
21,63
27,98
72,02
Papua Indonesia
4,28 10,28
12,70 13,41
16,98 23,69
83,02 76,31
Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa 1) persentase sampah yang dipilah dan sebagian dimanfaatkan memegang persentase terkecil dibandingkan dengan persentase sampah yang dipilah kemudian dibuang, 2) persentase sampah tidak dipilah memiliki persentase terbesar di seluruh provinsi di Indonesia dengan rerata 76,31% di Indonesia, dan 3) persentase sampah tidak dipilah masih berada di atas 50%. Lebih dari statistik tersebut, Merespon hal tersebut, gagasan kemitraan global dan pendekatan mulitpihak yang didasarkan oleh tata kelola berbasis komunitas pun mulai semakin diterima sebagai bagian penting kerja sama. .19 2.2 Community-Based Waste Management Belakangan ini, muncul tren di mana masyarakat di kota-kota primer maupun sekunder mulai lebih menyadari nilai ekonomi dan urgensi pengolahan sampah rumah tangga. Sebagian masyarakat Surabaya terutama kaum ibu-ibu sudah
19
“Partnership for Development, “ United Nations Economic and Social Council, 2015, diakses pada 5 April 2016, http://www.un.org/en/ecosoc/newfunct/pdf15/2015partnerships_background_note.pdf
11
semakin kreatif dalam menangani sampah anorganik tersebut dengan mendirikan bank-bank sampah untuk menampung sampah warga. Pihak pengelola bank sampah akan memberi insentif berupa sejumlah uang sesuai jumlah sampah yang disetorkan ke bank sampah itu. 20 Selain itu, pengelolaan sampah tidak hanya dilakukan pada rumah tangga saja tetapi juga dapat dilakukan di perkantoran sebagai bagian dari perwujudan eco-office. 21 Pengelolaan sampah sebaiknya dimulai di masing-masing rumah tangga dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan melalui daur ulang dan kompos. Diharapkan lebih memotivasi masyarakat
untuk
mengoptimalkan
pemanfaatan
sampah,
sehingga
bisa
mendatangkan keuntungan melalui produk-produk daur ulang. Gerakan Mulung Sampah (Gemuruh) merupakan program yang diinisiasi oleh masyarakat sipil di Bogor untuk meningkatkan intensitas pengumpulan sampah. Setiap hari, pemuda Gemuruh berkeliling dari pintu ke pintu rumah warga di delapan RT di RW 01 dan RW 02 dengan berbekal kantong plastik hitam besar dan satu gerobak pinjaman untuk mengumpulkan sampah rumah tangga setiap hari. Di tempat penampungan sementara, Gemuruh menyortir sampah organik dan anorganik dengan memisahkan sampah anorganik yang masih bisa dimanfaatkan seperti botol bekas, botol plastik, kardus, seng, atau besi hingga 20 karung atau sekitar 50-60 karung sampah per minggu. Sesuai dengan kesepakatan, setiap 100 keluarga akan membayar Rp750.000 per bulan ke Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP). 22 Kendala yang dirasakan Gemuruh hingga saat ini adalah jumlah kendaraan pengangkut yang masih kurang karena baru tersedia 106 unit dari total 150 truk yang dibutuhkan. 2.3 Kemitraan Multipihak Pada September 2015, PBB telah mengadaptasi agenda pembangunan transformatif berkaitan dengan kemitraan multipihak antara bisnis, lembaga swadaya
20
Mawan Sidarta, “Pengelolaan Sampah ala Jambangan dan Pemkot Surabaya,” diakses pada 7 April 2016, http://www.kompasiana.com/mawan.sidarta/pengelolaan-sampah-ala-jambangan-danpemkot-surabaya_566fe49fcf7a613009cac36b 21 “Peresmian Bank Sampah di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup,” Kementerian Lingkungan Hidup, diakses pada 7 April 2016, http://www.menlh.go.id/peresmian-bank-sampah-pengelolaansampah-dengan-sistem-3r-di-kantor-klh/ 22 “Membangun Desa Lewat Sampah,” Pemerintah Kabupaten Bogor, diakses pada 7 April 2016, http://kabupatenbogor.metropolitan.id/2016/02/membangun-desa-lewat-sampah/
12
masyarakat, pemerintah, PBB, dan aktor lain yang memiliki peran penting dalam implementasi agenda..23 Dalam The United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) tahun 1992, beragam kelompok sosial telah diidentifikasi sebagai mitra strategis di antaranya perempuan, anak-anak dan pemuda, masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah lokal, kamar dagang, industri dan bisnis, komunitas sains dan teknologi, serta petani. 24 Kemitraan multipihak memiliki pendekatan dari berbagai sektor dan melibatkan serangkaian aktor signifikan dalam suatu isu. Seluruh pihak harus dilibatkan dalam proses pembangunan kemitraan di tahap awal sehingga pendekatannya lebih partisipatif. Pun demikian, ketika kemitraan dijalankan, anggota yang terlibat tetap harus membuka kesempatan bagi pihak lain untuk ikut bergabung dan diperlakukan secara setara.25 Kemitraan multipihak berusaha memberikan kritik terhadap mekanisme pengelolaan sampah konvensional. Empat kritik utama merujuk pada peran mekanisme konvensional yang dianggap: 1) terlalu tersentralisasi karena solusi yang diberikan tidak memerhatikan perbedaan kebutuhan dan heterogenitas perumahan dalam tiap kota, 2) birokratis karena solusi yang sifatnya dari atas ke bawah, biasanya dicapai tanpa melibatkan partisipasi masyarakat, 3) pendekatan padatmodal karena
solusi banyak melibatkan teknologi dan peralatan canggih yang
diimpor dari negara maju, dan 4) penerapan kurang komprehensif karena hanya mempertimbangkan sektor formal dan mengabaikan keberadaan kontribusi sektor informal yang berkembang dari pengumpulan dan daur ulang sampah di negara dunia ketiga.26
23
“Partnership for Development, “ United Nations Economic and Social Council, 2015, diakses pada 5 April 2016, http://www.un.org/en/ecosoc/newfunct/pdf15/2015partnerships_background_note.pdf 24 OVERSEAS DEVELOPMENT INSTITUTE, “Multi-stakeholder Partnership Issue Paper,” Global Knowledge Partnership (2003): 2, http://www.odi.org/sites/odi.org.uk/files/odi-assets/publicationsopinion-files/2117.pdf 25 Ibid. 26 Martin Medina, “Globalization, Development, and Municipal Solid Waste Management in Third World Cities,” El Colegio de la Frontera Norte, Tijuana, Mexico (2009): 9
13
BAB III ANALISIS DAN SINTESIS
Isu sampah dapat dikaji secara strategis dari dimensi politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Selain itu, isu sampah yang dianggap sebagai isu lokal memiliki keterkaitan yang erat dengan agenda global dalam hal perubahan iklim, kota berkelanjutan, dan kemitraan multipihak. Oleh sebab itu, analisis ini akan lebih menyoroti aspek sosial politik yang terkait dengan penanganan sampah melalui perspektif
global
dengan
mengetengahkan
konsep
kemitraan
multipihak,
kepemimpinan transformatif, partisipasi publik, dan keberlanjutan kebijakan yang dimanifestasikan dalam perincian peran pemerintah lokal, masyarakat sipil, dan sektor bisnis. 3.1 Peran, Kapasitas, dan Perspektif Pemerintah Lokal terhadap Pengolahan Sampah Peran pemerintah dalam mengelola sampah merupakan elemen krusial dalam pengolahan sampah berbasis kemitraan multipihak. Pemerintah memiliki fungsi inisiasi, koordinasi, dan supervisi dalam memastikan implementasi perencanaan pengelolaan sampah. Inisiasi merupakan kemunculan gerakan yang digagas oleh pemerintah dan disosialisasikan melalui komunikasi vertikal dari pemerintah ke masyarakat. Sejauh ini, Pemerintah Kota Bogor memusatkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan pola 3R di 11 lokasi di Kota Bogor. Aplikasi diprioritaskan kepada wilayah yang belum terlayani angkutan sampah dengan tujuan meningkatkan kapasitas pelayanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan. 27 Dimulai dari pemilahan sampah mulai dari rumah tangga hingga meningkatkan peran serta masyarakat untuk menjadi pelaku utama dalam pengelolaan sampah. Salah satu contoh acuan adalah Gerakan Pungut Sampah, program yang diinisiasi oleh pemerintah daerah Bandung untuk meningkatkan efektivitas pengumpulan sampah melalui dorongan insentif.
27
“Wilayah Kota Bogor Genjot Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat dengan Pola 3R,” Pemerintah Kota Bogor, diakses pada 7 April 2016, http://kotabogor.go.id/index.php/show_post/detail/284/11-Wilayah-Kota-Bogor-GenjotPengelolaan-Sampah-Berbasis-Masyarakat-dengan-Pola-3R#.Vwb_fRN97eQ
14
Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, merupakan promotor gerakan ini. Pada tahap awal, Pemerintah Daerah menerapkan kewajiban bagi siswa untuk memungut sampah. Pada tahapan lebih lanjut, Pemerintah Daerah meningkatkan insentif dengan memberikan imbalan berupa buku saku oleh sekolah secara kolektif. Setiap hari Senin, Rabu dan Jumat, keaktifan siswa dalam gerakan pungut sampah akan dinilai di dalam buku tersebut.28 Ke depannya, Pemerintah Daerah berharap agar dorongan tersebut dapat membudayakan gerakan pungut sampah sejak dini. Koordinasi merupakan pengaturan kerja sama dengan badan lain baik di dalam maupun di luar negeri. Sejauh ini, Walikota Bogor Bima Arya bahwa menilai seluruh kota di Indonesia memiliki masalah yang hampir serupa, yaitu penanganan transportasi dan persampahan. Untuk itu, Bima mengajukan rumusan 3 K berupa Konsep, Kolaborasi dan Kepemimpinan.29 Pertama, kota yang maju adalah kota yang konsep berupa rencana dan program. Kedua, kolaborasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dengan aparatur wilayah, dengan Kepala Dinas, juga dengan LPM, RW, RT, dan PKK. Ketiga, Kepemimpinan atau Leadership yang menjadi determinan implementasi sistem. Meskipun demikian, operasionalisasi dari 3 K tersebut masih belum memiliki mekanisme spesifik dalam pengarsipan, pendokumentasian, dan publikasinya. Dalam hal ini, Salah satu koordinasi yang dapat dijadikan contoh adalah kerja sama pemerintah kota Surabaya dengan stakeholder ranah pendidikan di level lokal serta kemitraan dengan perusahaan Jepang di level global. Pertama, Walikota Surabaya, Tri Rismaharini mencontohkan program eco-school yang kini diterapkan banyak sekolah di Surabaya di mana lingkungan sekolah mulai terbebas dari sampah kantung plastis bekas makanan atau minuman karena siswa-siswinya membawa kotak makan dari rumah. 30 Kedua, Pemerintah Kota Surabaya bebas sampah juga menggencarkan upaya tersebut melalui kerja sama dengan
28
Ridwan Kamil Bikin Gerakan Pungut Sampah,” Kompas, diakses pada 7 April 2016, http://regional.kompas.com/read/2014/06/23/1114368/Ridwan.Kamil.Bikin.Gerakan.Pungut.Sampa h.Senin.Rabu.Jumat 29 “3K Kunci Jawaban Membangun Kota,” Pemerintah Kota Bogor, diakses pada 7 April 2016, http://kotabogor.go.id/index.php/show_post/detail/3155/3K-Kunci-Jawaban-MembangunKota#.VwcE_xN97eR 30 “Surabaya Jadi Percontohan Pengolahan Sampah,” Tempo, diakses pada 7 April 2016, https://m.tempo.co/read/news/2014/02/25/206557485/surabaya-jadi-percontohan-soalpengolahan-sampah
15
Pemerintah Jepang. Kota Surbaya juga mendapat hibah alat pemilah sampah yang ditempatkan
di
Sutorejo
dan
Wonorejo.
salah
satu
managemen
Beetle
Nishihara.Co.Ltd, Kichiro Eguchi menyatakan bahwa pemerintah Jepang telah melakukan investasi sebesar 30 juta Yen untuk membantu Surabaya mengatasi sampah. 31 Supervisi merupakan teknik pencocokan antara gagaasan konseptual dan praktik kontekstual. Sejauh ini, dalam melaksanakan fungsi supervisi, Pemerintah Daerah Bogor baru mengeluarkan Peraturan Pemerintah no 81 tahun 2012 yang mengatur pengelolaan sampah rumah tangga di mana harus ada pemilahan sampah mulai dari tingkat rumah tangga dengan cara 3R. Berdasarkan Peraturan Daerah no 9 tahun 2012, Pengelolaan sampah terbagi menjadi dua, yaitu 3R dan Penanganan (pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir). Meskipun demikian, belum ada peraturan yang lebih spesifik terhadap pihak utama yang umumnya melakukan penanganan sampah seperti pemulung. Dalam hal ini, dukungan terhadap pemulung dapat diberikan melalui legalisasi profesi pemulung dan pengesahan legislasi nasional untuk mendukung aktivitas daur ulang di tingkat negara. Dengan demikian, pemerintah dapat berperan penting dalam dua aspek berikut: 1) mendukung pembentukan usaha kecil menengah dan koperasi yang diprakarsai pemulung serta mendorong legislasi nasional yang memfasilitasi upaya pemulung untuk mengorganisasi kelompoknya, dan 2) memberikan akses bagi organisasi berbasis komunitas mendapatkan utang untuk menyediakan pelayanan tata kelola sampah.32 Sebagai acuan, pengolahan sampah berteknologi tinggi di TPA Benowo merupakan salah satu pionir yang menjadi barometer pengolahan sampah di Indonesia. TPA Benowo memiliki menunjukkan kolaborasi yang kuat antara manusia dengan teknologi modern. Pemilahan sampah yang bisa dan tidak bisa didaur ulang dilakukan manusia sedangkan pengolahan sampah yang sudah dipilah menjadi
31
“Bentuk Pemilahan Sampah di Jepang yang Diterapkan di Surabaya,” Detik News, diakses pada 7 April 2016, http://news.detik.com/berita/3038026/begini-bentuk-pemilahan-sampah-di-jepang-yangditerapkan-di-surabaya 32 C. Visvanathan dan Ulrich Glawe, “Domestic Solid Waste Management in South Asian Countries – A Comparative Analysis,” Paper Presented at 3 R South Asia Expert Workshop, 30 August - 1 September, 2006 Kathmandu, Nepal
16
listrik dan bahan bangunan dilakukan oleh alat berteknologi modern. Berbeda dengan pengolahan sampah sistem sanitasi lenfil di mana sampah hanya ditumpuk dan dipisahkan air limbahnya, pengolahan sampah ini bertujuan mewujudkan hasil nol sampah agar tidak diperlukan lahan baru untuk mengolah sampah. 33 Pada praktiknya, pemerintah daerah juga dapat melakukan studi banding untuk melihat contoh penerapan ekonomi sirkuler di negara Asia Timur seperti Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan. Promosi ‘pengadaan hijau’ berupa pembentukan peraturan terkait promosi pengadaan barang dan jasa ramah lingkungan oleh negara maupun entitas lain dapat menjadi salah satu fokus kajian.34 3.2 Peran, Kapasitas, dan Perspektif Masyarakat Sipil terhadap Pengolahan Sampah Dari pihak masyarakat sipil, pengelolaan sampah merupakan isu strategis dalam kajian pembangunan. Pengelolaan sampah merupakan salah satu indikator kemajuan sebuah peradaban karena mampu merefleksikan tingkat efisiensi kegiatan produksi dan konsumsi sebuah masyarakat modern. Pemilahan sampah ke dalam kategori sampah basah dan sampah kering telah memberikan celah bagi masyarakat untuk memanfaatkan nilai ekonomi dari sampah sisa produksi. Dalam hal ini, terdapat perkembangan paradigma dalam pengelolaan sampah. Paradigma lama melihat sampah sebagai objek yang perlu disingkirkan dan tidak lagi memiliki kebermanfaatan sementara paradigma baru lebih memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan kembali. Pada subbab ini, yang dimaksud dengan masyarakat sipil akan mencakup masyarakat lokal serta lembaga swadaya masyarakat. Melalui implementasi inisiasi, koordinasi, dan supervise pemerintah, masyarakat sipil dapat berperan sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam mewujudkan visi Indonesia Bebas Sampah 2020 dan Goal 11 SDGs yang menargetkan pengelolaan sampah terpadu untuk mewujudkan kota layak huni. Selain itu, masyarakat sipil dapat memanfaatkan
33
“TPA Benowo Jadi Contoh Pengolahan Sampah Nasional,” Tribun News, diakses pada 7 April 2016, http://www.tribunnews.com/regional/2014/06/13/tpa-benowo-jadi-contoh-pengolahan-sampahnasional 34 C. Visvanathan, Radha Adhikari, dan A. Prem Ananth, “3R PRACTICES FOR MUNICIPAL SOLID WASTE MANAGEMENT IN ASIA,” Kalmar ECO-TECH ́07 and The Second Baltic Symposium on Environmental Chemistry KALMAR, SWEDEN, November 26-28 (2007): 8
17
kekuatan jaringan dan informasi untuk mengoptimalisasi kapasitasnya dalam mengarusutamakan diskursus pengolahan sampah berkelanjutan. Dalam kerangka konseptual konstruktivis, masyarakat sipil memiliki andil besar dalam memengaruhi keseimbangan tatanan di antara agen dan struktur di mana norma yang diterapkan struktur dapat memengaruhi perilaku agen dan sebaliknya. Guna menekan volume limbah pasar dan dapur warga yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, dan Super Depo Sutorejo. Berbagai cara dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya, termasuk dengan menggandeng beberapa pihak dalam melaksanakan gagasan tersebut. Salah satunya adalah BJSC community. Komunitas yang berdiri sejak tahun 2013 ini, digawangi oleh sembilan anak muda yang masih duduk di bangku kuliah. 3.3 Peran, Kapasitas, dan Perspektif Kelompok Bisnis terhadap Pengolahan Sampah Dari pihak kelompok bisnis, sampah dapat dijadikan modal produksi yang dapat menghasilkan nilai tambah sehingga beberapa kelompok bisnis memiliki peran krusial sebagai penggerak pemanfaatan nilai ekonomi sampah untuk menjalankan kemitraan yang berkelanjutan. Kapasitas sebagai aktor-aktor yang mampu memaksimalkan nilai tambah dar sampah. Perspektif perekonomian yang tidak hanya mengejar keuntungan material tapi juga dampak sosial melalui model bisnis sociopreneur. Salah satu contohnya adalah pembentukan Waste4Change, sebuah bisnis start-up yang diinisiasi oleh Greeneration Indonesia dan ecoBali Recycling untuk merespon
urgensi
akan
pengelolaan
sampah
yang
lebih
baik
di
Indonesia. Waste4Change menawarkan solusi untuk berbagai kebutuhan terkait isu persampahan dengan menjalankan fungsi bank sampah yang didukung oleh tenaga profesional di bidangnya. Dengan tagline “Responsible Waste Management”, misi Waste4Change adalah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang peduli terhadap sampahnya sehingga mau mengelolanya secara bertanggung jawab.35
35
“Sejarah Waste4Change,” Waste4Change, diakses pada 7 April 2016, http://waste4change.com/our_story
18
3.4 Strategi Kerja Sama Kelola Sampah (KELAPA) sebagai Upaya Mewujudkan Sustainable Development Goals Berbasis Kemitraan Multipihak Strategi
KELAPA
dapat
dimanifestasikan
dengan
membentuk
forum
koordinasi yang menekankan peran penting pemerintah yang visioner untuk mensinergikan unsur-unsur di masyarakat untuk mendukung kebijakan melalui kepemimpinan politik. Penulis berargumen bahwa pemerintah dapat menargetkan celah-celah strategis dalam memaksimalkan strategi KELAPA melalui pemanfaatan tiga elemen krusial berupa 1) legitimasi dan dukungan, 2) public value, dan 3) kapabilitas operasional. Gambar 4 Skema Kunci Strategi KELAPA LEGITIMASI DAN DUKUNGAN
PUBLIC VALUE
KAPABILITAS OPERASIONAL
Pertama, legitimasi dan dukungan berkaitan dengan bagaimana kekuatan untuk menerapkan peraturan yang melandasi kemitraan multipihak dijalankan secara konsekuen. Secara de jure, pemerintah kota memiliki otoritas yang relatif lebih besar dalam merumuskan dan menerapkan peraturan yang bersifat mengikat bagi masyarakat maupun kelompok bisnis. Contohnya, di kota-kota di Indonesia, pemerintah merupakan pihak yang memiliki otoritas untuk menerapkan sanksi bagi pihak yang membuang sampah sembarangan, misalnya wacana denda Rp 500.000 di Bogor 36 dan ancaman pidana tiga tahun penjara dan denda maksimal Rp
36
“Bogor Akan Terapkan Sanksi Buang Sampah Sembarangan,” Berita Satu, diakses pada 7 April 2016, http://www.beritasatu.com/megapolitan/268157-bogor-akan-terapkan-sanksi-buang-sampahsembarangan.html
19
50.000.000 di Surakarta 37 . Meskipun demikian, secara de facto, berangkat dari kerangka pikir postmodernisme, kekuatan untuk melakukan perubahan tidak selalu terpusat dari pemerintah melainkan dapat terdifusi di masyarakat. Mengacu pada Michel Foucault, kekuatan dapat dikonstruksikan melalui bentuk pengetahuan, pemahaman saintifik, dan ‘kebenaran’ di mana ‘kebenaran’ merupakan tipe wacana yang diterima dan diakui kebermanfaatannya melalui praktik institusional.38 Dengan demikian, power (daya) dan empowerment (pemberdayaan) yang mendasari legitimasi dan dukungan dalam mengelola sampah sangat mungkin didapatkan dari kerja sama antara pemerintah dan masyarakat melalui wacana yang disebarkan dan diinternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, public value berkaitan dengan upaya mengakomodasi kepentingan masyarakat dan visi pemerintah dengan kampanye yang mampu menyajikan wacana dan representasi yang tepat. Membangun kesadaran di level akar rumput melalui kampanye dan gerakan sosial yang efektif dan efisien. Berdasarkan paparan sebelumnya, pemerintah memiliki peluang terbesar dalam menjalin kemitraan berorientasi ke dalam (inward) dan ke luar (outward) serta melakukan koordinasi dalam konseptualisasi multilevel governance. Kemitraan yang berorientasi ke dalam dapat dilakukan denga bekerja sama dengan pihak akademisi maupun praktisi untuk mengidentifikasi sektor strategis di Bogor sedangkan kemitraan yang berorientasi ke luar dapat dilakukan melalui kemitraan dengan kota yang sudah memiliki mekanisme pengolahan sampah mumpuni di luar negeri. Ketiga, kapabilitas operasional merupakan kesempatan bagi sektor bisnis untuk memanfaatkan sekaligus menjaga sumber daya yang ada di sebuah daerah. Hal ini dapat ditingkatkan dengan mengkapitalisasi sampah menjadi barang dengan nilai ekonomi maupun bahan bakar, dan menjaga sumber air yang menunjang keberlangsungan Kota Bogor itu sendiri. Nilai strategis Kota Bogor yang dilewati dua buah sungai yang besar yaitu Sungai Ciliwung di sebelah Timur dan sungai Cisadane di sebelah Barat dapat dipertahankan jika fungsi inisiasi, koordinasi, dan supervisi benar-benar dijalankan.
37
“Buang Sampah ke Sungai Awas Masuk Penjara,” Republika, diakses pada 7 April 2016, http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/03/17/o462pj384-buang-sampah-kesungai-awas-masuk-penjara 38 Michel Foucault, Discipline and Punish: The Birth Of A Prison (London: Penguin, 1991), 112.
20
BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1. Simpulan Pengolahan sampah yang menerapkan strategi kemitraan multipihak merupakan gagasan alternatif yang perlu mengalami pengarusutamaan karena strategi ini dapat mencapai kepentingan lokal, nasional, maupun global secara sinergis. Pada praktiknya, penerapan KELAPA dapat meningkatkan tingkat kelayakhunian sebuah kota di tingkat lokal, mencapai visi Indonesia Bebas Sampah 2020 di tingkat nasional, dan mencapai Sustainable Development Goals butir 11 yang menekankan pentingnya kota yang berkelanjutan. Hal ini menunjukkan implikasi strategis yang luas dari keterkaitan konseptual dan praktikal antara sampah dengan aspek kehidupan masyarakat. 4.2. Rekomendasi Momentum 70 tahun kemerdekaan Indonesia dapat dijadikan pemicu dalam membangun semangat merdeka dari risiko bencana yang diakibatkan oleh kelalaian dalam
tata
kelola
sampah.
Tata
kelola
yang
terintegrasi
harus
dapat
menggabungkan aspek pembangunan dan perlindungan lingkungan yang mengacu pada Agenda 21, visi Indonesia Bebas Sampah, dan kepentingan lokal. Pada praktiknya, kerangka dari tindakan tersebut harus didasari oleh hierarki tujuan dan fokus pada minimalisasi sampah, maksimalisasi program daur ulang dan penggunaan kembali, maksimalisasi mekanisme pembuangan sampah, dan memperluas cakupan layanan pembuangan sampah.
21
REFERENSI SUMBER PUSTAKA Badan Pembangunan Nasional. “Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap – ICCSR Sektor Limbah.” (Maret 2010): 1-40 Castells, Manuels. 2003. “Global Networks and Local Societies: Cities in the Information Age”. dalam Vertovec. Steven dan Darrell A. Posey (eds). 2003. Globalization. Globalism. Environments and Environmentalism: Consciousness of Connections. Oxford: Oxford University Press. Corfee-Morlot, Jan et al. “Cities. Climate Change and Multilevel Governance”. OECD Environmental Working Papers N° 14 (2009): 2 Dovers, Stephen R. “Sustainability: Demands on Policy”. Journal of Public Policy. Vol.16. No.3 (1996): 4 Foucault, Michel. Discipline and Punish: The Birth Of A Prison (London: Penguin. 1991). Medina, Martin. “Globalization. Development. and Municipal Solid Waste Management in Third World Cities.” El Colegio de la Frontera Norte. Tijuana. Mexico (2009): 9 Visvanathan, C. dan Ulrich Glawe. “Domestic Solid Waste Management in South Asian Countries – A Comparative Analysis.” Paper Presented at 3 R South Asia Expert Workshop. 30 August - 1 September. 2006 Kathmandu. Nepal Visvanathan, C., Radha Adhikari, dan A. Prem Ananth. “3R PRACTICES FOR MUNICIPAL SOLID WASTE MANAGEMENT IN ASIA.” Kalmar ECO-TECH ́07 and The Second Baltic Symposium on Environmental Chemistry KALMAR. SWEDEN. November 26-28 (2007): 8 OVERSEAS DEVELOPMENT INSTITUTE. “Multi-stakeholder Partnership Issue Paper.” Global Knowledge Partnership (2003): 2. http://www.odi.org/sites/odi.org.uk/files/odiassets/publications-opinion-files/2117.pdf SUMBER DARING “3K Kunci Jawaban Membangun Kota.” Pemerintah Kota Bogor. diakses pada 7 April 2016. http://kotabogor.go.id/index.php/show_post/detail/3155/3K-Kunci-JawabanMembangun-Kota#.VwcE_xN97eR “90 Persen Sampah di Indonesia Belum Didaur Ulang.” National Geographic. diakses pada 7 April 2016. http://nationalgeographic.co.id/berita/2011/11/90-persen-sampahdi-indonesia-belum-didaur-ulang “Agenda 21.” United Nations Conference on Environment and Development. 1992. diakses pada 5 April 2016.https://sustainabledevelopment.un.org/content/documents/Agenda21.pdf “Baru Dibangun TPS 3R Sanggup Olah Sampah jadi Pupuk dan Tenaga Listrik.” Pemerintah Kota Bogor. diakses pada diakses pada 7 April 2016. http://kotabogor.go.id/index.php/show_post/detail/3353/Baru-Dibangun-TPS-3R-AsriSanggup-Olah-Sampah-Jadi-Pupuk-dan-Tenaga-Listrik#.Vwb_hBN97eQ “Bentuk Pemilahan Sampah di Jepang yang Diterapkan di Surabaya.” Detik News. diakses pada 7 April 2016. http://news.detik.com/berita/3038026/begini-bentuk-pemilahansampah-di-jepang-yang-diterapkan-di-surabaya “Bogor Akan Terapkan Sanksi Buang Sampah Sembarangan.” Berita Satu. diakses pada 7 April 2016. http://www.beritasatu.com/megapolitan/268157-bogor-akan-terapkansanksi-buang-sampah-sembarangan.html
22
“Buang Sampah ke Sungai Awas Masuk Penjara.” Republika. diakses pada 7 April 2016. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/03/17/o462pj384-buangsampah-ke-sungai-awas-masuk-penjara “Daur Ulang Baru Dilakukan pada Tujuh Puluh Persen Sampah.” Antara News. diakses pada 7 April 2016. http://www.antaranews.com/berita/449308/daur-ulang-barudilakukan-pada-tujuh-persen-sampah “Kota Bogor Butuh Teknologi Pengolahan Sampah.” Pemerintah Kota Bogor. diakses pada 6 April 2016. http://kotabogor.go.id/index.php/show_post/detail/702/kota-bogorbutuh-teknologi-pengolahan-sampah#.VwYNihN97eR 1 “ISPA Ancam Warga Sekitar TPA Bantar Gebang.” Suara Pembaruan. diakses pada 7 April 2016. http://www.ampl.or.id/digilib/read/ispa-ancam-warga-sekitar-tpa-bantargebang/43954 “Membangun Desa Lewat Sampah.” Pemerintah Kabupaten Bogor. diakses pada 7 April 2016. http://kabupatenbogor.metropolitan.id/2016/02/membangun-desa-lewatsampah/ “Partnership for Development. “ United Nations Economic and Social Council. 2015. diakses pada 5 April 2016. http://www.un.org/en/ecosoc/newfunct/pdf15/2015partnerships_background_note.pd f “Pengertian. Jenis. dan Dampak Sampah.” Kajian Pustaka. diakses pada 7 April 2016. http://www.kajianpustaka.com/2015/02/pengertian-jenis-dan-dampak-sampah.html “Peresmian Bank Sampah di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup.” Kementerian Lingkungan Hidup. diakses pada 7 April 2016. http://www.menlh.go.id/peresmianbank-sampah-pengelolaan-sampah-dengan-sistem-3r-di-kantor-klh/ “Rio Declaration.” United Nations Conference on Environment and Development. 1992. diakses pada 4 April 2016. http://www.unep.org/documents.multilingual/default.asp?documentid=78&articleid=1 163 “Ridwan Kamil Bikin Gerakan Pungut Sampah.” Kompas. diakses pada 7 April 2016. http://regional.kompas.com/read/2014/06/23/1114368/Ridwan.Kamil.Bikin.Gerakan. Pungut.Sampah.Senin.Rabu.Jumat “Sampah Picu Perubahan Iklim.” National Geographic. diakses pada 7 April 2016. “Sejarah Waste4Change.” Waste4Change. diakses pada 7 April 2016. http://waste4change.com/our_story Sidarta, Mawan. “Pengelolaan Sampah ala Jambangan dan Pemkot Surabaya.” diakses pada 7 April 2016. http://www.kompasiana.com/mawan.sidarta/pengelolaansampah-ala-jambangan-dan-pemkot-surabaya_566fe49fcf7a613009cac36b Sudarno, Achmad. “Cara Walikota Bogor Kurangi Sampah Plastik.” diakses pada 4 April 2016. http://news.liputan6.com/read/2441610/cara-wali-kota-bogor-kurangi-sampahplastik “Surabaya Jadi Percontohan Pengolahan Sampah.” Tempo. diakses pada 7 April 2016. https://m.tempo.co/read/news/2014/02/25/206557485/surabaya-jadi-percontohansoal-pengolahan-sampah http://nationalgeographic.co.id/berita/2011/11/sampahpicu-perubahan-iklim “Surabaya Kota Percontohan Pengolahan Terbaik di Indonesia.” Mongabay. 2014. diakses pada 4 April 2016. http://www.mongabay.co.id/2014/02/27/surabaya-kotapercontohan-pengolahan-sampah-terbaik-indonesia/ “Sustainable Development Goals.” United Nations Secretariat. 2015. diakses pada 5 April 2016. http://www.un.org/sustainabledevelopment/cities/
23
“TPA Benowo Jadi Contoh Pengolahan Sampah Nasional.” Tribun News. diakses pada 7 April 2016. http://www.tribunnews.com/regional/2014/06/13/tpa-benowo-jadi-contohpengolahan-sampah-nasional “Wilayah Kota Bogor Genjot Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat dengan Pola 3R.” Pemerintah Kota Bogor. diakses pada 7 April 2016. http://kotabogor.go.id/index.php/show_post/detail/284/11-Wilayah-Kota-BogorGenjot-Pengelolaan-Sampah-Berbasis-Masyarakat-dengan-Pola3R#.Vwb_fRN97eQ
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka mengikuti seleksi Mahasiswa Berprestasi Utama Tahun 2016 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, akan sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Dra. Nurul Isnaeni, MA selaku pembimbing penyusun dalam proses penulisan karya ini 2. Etty Kusfriati selaku Ibu penyusun yang selalu membimbing dan menyemangati penulis dalam proses penulisan 3. Cazadira Fediva Tamzil selaku mentor sekaligus senior penulis yang telah memotivasi dan menginspirasi penulis untuk mengikuti seleksi Mahasiswa Berprestasi Utama 4. Lidwina Pradipta Putri dan Regina Anjani Karissaputri selaku teman baik yang memberikan semangat dan memotivasi penyusun dalam proses ini. Tujuan karya tulis ilmiah ini adalah menawarkan gagasan yang solutif untuk memperbaiki tata kelola sampah yang masih didominasi oleh paradigma lama menuju tata kelola sampah yang menggunakan paradigma baru yang berwawasan lingkungan
dan
berkelanjutan.
Dengan
demikian,
diharapkan
tujuan
dari
pembangunan berklanjutan dalam Sustainable Development Goals yang digagas oleh PBB terkait aspek lingkungan dapat dicapai karena semua komponen masyarakat lintas sektor dilibatkan untuk ikut berpartisipasi dalam sistem tata kelola sampah. Penyusun sepenuhnya menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar tulisan ini dapat dikembangkan menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan dan bantuan semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan dapat berguna bagi seluruh pihak yang terkait di dalamnya maupun pembaca.
Depok, 8 April 2016 Nariswari Khairanisa
v