RINGKASAN LAPORAN PRA PENILAIAN LAPANGAN SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN LESTARI (PHTL) PT. SEKATO PRATAMA MAKMUR PROPINSI RIAU
Oleh Lembaga Sertifikasi PT. TUV INTERNATIONAL INDONESIA
PENGANTAR PT. Sekato Prata Makmur telah mengajukan permohonan kepada Lembaga Sertifikasi PT TUV International Indonesia untuk di lakukan proses Sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL) dengan skema Sertifikasi Bertahap yang mengacu kepada Pedoman LEI 77 mengenai Pedoman Sertifikasi Bertahap PHPL dan Standard LEI 5000-2 mengenai Standard PHTL. Areal yang diajukan untuk dilakukan sertifikasi adalah mencakup seluruh areal kerja IUPHHK Hutan Tanaman seluas 44.735 hektar. Salah satu tahapan dari proses sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL) Standar Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) dengan skema Bertahap adalah Tahapan penapisan oleh Panel Pakar I dan penetapan keputusan penapisan yang dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi proses penilaian. Hasil dari proses penapisan oleh Panel Pakar I ini adalah untuk memutuskan apakah proses sertifikasi PHTL dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya atau tidak. Proses penapisan oleh Panel Pakar I ini berpedoman kepada Pedoman LEI 77-21 mengenai Pedoman Penapisan Panel Pakar I sertifikasi Bertahap PHTL, Pedoman LEI-77 Sistem Sertifikasi Bertahap PHPL. Pengambilan keputusan didasarkan kepada review dokumen dan pengecekan ke lapangan selama 5 hari (15 s/d 20 November 2009).
Pengumuman Publik Dengan skema Sertifikasi Bertahap, sebelum dilakukannya proses penapisan, terlebih dahulu harus dilakukan pengumuman publik untuk mengundang masukan-masukan atau input yang terkait informasi mengenai unit manajemen dari pemangku kepentingan (stakeholders) yang akan dijadikan bahan informasi untuk penilaian. Pengumuman kepada publik tentang proses sertifikasi PHTL PT SPM dilakukan dengan Pengumuman melalui media masa nasional “Kompas” dan media lokal “Riau Pos” pada tanggal 24 Oktober 2009.
Proses Penapisan Proses penapisan awal dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh kesiapan PT SPM untuk melangkah ke tahap selanjutnya. Proses penapisan dilakukan oleh tim Panel Pakar I mengacu pada Pedoman LEI 77-21, diawali dengan penelaahan dokumen-dokumen yang terkait dengan kegiatan pengelolaan hutan PT SPM
Tim Panel Pakar I dari PT TUV International Indonesia yang melakukan kegiatan penapisan awal untuk 3 aspek yang dinilai yaitu: 1. Ir. Sugijanto untuk aspek Produksi 2. Dr.Machmud Thohari, DEA. untuk aspek Ekologi 3. Dr. Ir. Pudji Mulyono, M.Si. untuk aspek Sosial 4. Riena Widiyanti , S.Hut. sebagai fasilitator
Konsultasi Publik /Forum Konsultasi Daerah Sebagai bagian dari proses penapisan pada skema Sertifikasi Bertahap, harus dilakukan konsultasi publik untuk menampung semua masukan dari pemangku kepentingan (stakeholders). Pelaksanaan konsultasi publik dilakukan di Bengkalis pada tanggal 28 Oktober 2009 bekerjasama dengan Forum Komunikasi Daerah (FKD) Riau. Kegiatan ini dilakukan dengan mengundang semua pihak yang berkepentingan dari kalangan institusi pendidikan, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), masyarakat, organisasi massa, dll.
Proses Peninjauan Lapangan Proses penapisan dilanjutkan dengan kegiatan kunjungan lapangan dilokasi Unit Manajemen pada tanggal 15 s/d 20 November 2009. Dari hasil penapisan yang mencakup penelaahan dokumen dan kunjungan lapangan serta konsultasi publik maka Tim Panel Pakar I memutuskan bahwa PT Sekato Pratama Makmur direkomendasikan ke tahap berikutnya dalam skema Sertifikasi Bertahap PHTL.
PROFIL PERUSAHAAN PT. SPM merupakan perusahaan patungan antara PT. Mapala Rabda dengan Koperasi Tani Hutan Tuah Sekato, didirikan di Pekanbaru di hadapan Notaris Darmansyah, SH, dengan Akta No. 33 tanggal 22 Maret 2002, tentang Pendirian Perusahaan Perseroan Terbatas PT. Sekato Pratama Makmur. PT. SPM saat ini bekerja pada areal konsesi sesuai dengan SK definitif yaitu SK Menteri Kehutanan No. 366/Kpts-II/2003 tanggal 30 Oktober 2003. Sesuai dengan isi SK tersebut, areal PT.SPM termasuk dalam kelompok hutan Sungai Bukit Batu seluas 44.735 ha, yang dibagi menjadi 2 blok yaitu blok Humus seluas 22.787 ha dan blok Hampar seluas 21.948 ha. Berdasarkan administrasi pemerintahan, areal kerja PT SPM berada di wilayah Kecamatan Bukit Batu dan Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis. Untuk sampai ke wilayah kecamatan tersebut, perjalanan ditempuh dari Perawang menuju ke Sungai Pakning (ibukota Kecamatan Bukit Batu) dengan waktu tempuh sekitar 2 jam, melalui akses darat dan menyeberangi sungai dengan kapal fery. Dari Sungai Pakning perjalanan dilanjutkan melintasi Desa Buruk Bakul menuju ke Desa Sukajadi, Temiang dan Api-Api dengan waktu tempuh antara 0,5 - 1 jam. Kondisi lapangan seluruh areal kerja PT. SPM pada Blok Humus maupun blok Hampar hampir seluruhnya merupakan lahan gambut (rawa) seluas 43.517 ha (97.28 %) dan hanya sebagian kecil saja merupakan lahan kering (darat) seluas 1.218 ha (2,72 %). Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 250.000 lembar Dumai (0817) dan Bagan Siapiapi (0818) serta hasil survey tanah dan lahan, topografi areal PT. SPM seluruhnya tergolong datar dengan kelerengan 0 – 8 %. Areal kerja IUPHHK-HT perusahaan terletak pada ketinggian sekitar 0-15 meter dari permukaan laut (dpl). Areal kerja PT. SPM hampir seluruhnya berupa daerah rawa bergambut. Dari beberapa pilihan yang mungkin dikembangkan pada areal tersebut, Acacia crassicarpa merupakan jenis yang paling cocok. Oleh karena itu, perusahaan memutuskan tanaman yang akan dikembangkan adalah jenis cepat tumbuh yaitu jenis Acacia crassicarpa sebagai jenis utama dan Eucalyptus sp sebagai jenis Acacia spesies lain sebatas percobaan.
Visi, Misi dan Tujuan Unit Manajemen Sebagaimana dinyatakan dalam profil perusahaan (company profile) PT Sekato Pratama Makmur, visi, misi dan tujuan pengeloloan hutan adalah:
VISI ”Menjadi perusahaan berkelas dunia yang menempatkan pengelolaan hutan lestari yang harmonis secara sosial, berkesinambungan secara ekonomi, dan dapat diterima secara lingkungan”
MISI 1. Menyelenggarakan usaha di bidang kehutanan berupa produk kayu melalui pemilihan teknologi pemanfaatan yang tepat dengan dukungan manajerial dan sumberdaya manusia yang handal dan profesional. 2. Mengelola sumberdaya hutan bersama masyarakat secara partisipatif sesuai dengan karakteristik wilayah. 3. Mendorong manfaat ekonomi dan peran serta bagi kehidupan masyarakat setempat yang tergantung kepada hutan, baik langsung maupun tidak langsung secara lintas generasi. 4. Meningkatkan mutu lingkungan hidup dengan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistem. 5. Melakukan perlindungan dan pengawetan keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya.
Kebijakan Lingkungan Kami adalah perusahaan di bidang kehutanan yang mempunyai komitmen melaksanakan pengelolaan hutan secara lestari untuk memasok kayu sebagai bahan baku pembuatan pulp PT. Indah Kiat Pulp & Paper. Kami melaksanakan perbaikan kinerja lingkungan secara berkelanjutan dengan jalan sebagai berikut : 1. Melakukan perlindungan lingkungan dengan mematuhi perundang-undangan dan peraturan lingkungan serta persyaratan lingkungan lainnya yang berlaku. 2. Melakukan pemantauan kinerja lingkungan secara terus-menerus. 3. Meningkatkan efisiensi pemakaian sumberdaya. 4. Meningkatkan kesadaran lingkungan pada semua karyawan melalui pendidikan dan pelatihan secara terus-menerus dan memberikan informasi lingkungan kepada masyarakat dan pemerintah. 5. Memelihara kesiapsiagaan dan tanggap terhadap situasi darurat 6. Meningkatkan partisipasi dan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat setempat melalui program-program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan.
Alamat Unit Manajemen Kantor Pusat Jakarta : Plaza BII Menara 2 Lt. 19 Jln. MH Thamrin No. 51 Jakarta 10350. Telp. 021-39834473, Fax. 021-39834707, 39834798 Kantor Basecamp : Base Camp Bukit Batu Area Desa Sukajadi, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis Telp :0761 - 9000200 ext. 2982, 2985 Kantor Riau : Jl. Teuku Umar No. 51 Pekan Baru Telp : 0761 – 858888
Pengurus Perusahaan Susunan Komisaris : Komisaris Utama
: Wibowo Broto Rahardjo
Komisaris
: Hartono Alpin
Komisaris
: Azra’i
Susunan Direksi : Direktur Utama
: Mulyadi Gani
Direktur
: Wisly Dwi Putra
Direktur
: Monisah
RINGKASAN HASIL PRA PENILAIAN LAPANGAN I. ASPEK PRODUKSI A. ISU KRITIS a. Kepastian status hukum kawasan masih mengandung persoalan: adanya kelompok masyarakat di Dusun Air Raja-Bukit Sembilan yang tinggal di dalam areal dan perbedaan sebagian posisi batas dengan UM sepadan. Hal ini berarti masih mengandung persoalan status hukum untuk jangka panjang. Indikator produksi yang terkait dengan isu kritis ini antara lain: indikator P1.1 dan P1.8. b. UNIT IUPHHK-HTI hanya menjadi cost center: UM tidak menikmati harga jual kayu yang mendasarkan stumpage value dan harga pasar yang fair yang menjadi salah satu penyebab tingkat rentabilitas dan kesehatan perusahaan negatif. Hal ini akan berdampak negatif kepada kelestarian SDH jangka panjang, iklim investasi bidang kehutanan nasional, para pemegang saham dan implikasi luas lainnya. Indikator produksi yang terkait dengan isu kritis ini antara lain: indikator P3.4. c. Terjadi perbedaan signifikan mengenai posisi antara batas luar berdasarkan peta areal kerja SK IUPHHK-HT dengan hasil kegiatan penataan batas dapat menjadi beban menyangkut aspek legalitas dan ketidak pastian kawasan yang berkepanjangan. Indikator produksi yang terkait dengan isu kritis ini antara lain: indikator P1.1. d. Sustainability hasil hutan jangka panjang terkait kondisi peat subsident dan ketersediaan hara (miskin hara) lahan gambut potensial terjadi penurunan riap tegakan tahunan bila tidak diikuti dengan input pupuk dan/ teknologi. Beberapa indikator yang terkait adalah P1.5, P1.6, P1.7, P2.3, P2.4, P2.5 dan P3.5. e. Ancaman kebakaran hutan cukup tinggi dan memiliki potensi dampak terhadap kerugian perusahaan. UM sudah memiliki Tim Pemadam Kebakaran yang tangguh dan mekanisme tanggap darurat, namun perlu terus dipertahankan. Indikator yang terkait adalah P1.2. B. REKOMENDASI INDIKATOR ASPEK PRODUKSI INDIKATOR
REKOMENDASI
PIHAK-PIHAK TERLIBAT
Indikator P1.1 Kepastian lahan sebagai areal hutan tanaman.
Pihak UM: Perlu segera ditindaklanjuti sampai tahap pengukuhan areal kerja oleh Menteri Kehutanan sesuai dengan hasil pelaksanaan kegiatan tata batas di lapangan. Penilai Lapangan: Lakukan uji petik pemeriksaan pal batas di lapangan dengan cermat dengan menggunakan GPS terutama di posisi batas yang kritis.
Unit Manajemen
Dinas Kehutanan Kabupaten dan Propinsi
Badan Planologi Departemen Kehutanan
Indikator P1.2 Sistem manajemen kebakaran hutan.
Pihak UM: Kebakaran hutan merupakan ancaman terbesar dalam pengelolaan HTI, dimana areal PT. SPM relatif sangat terbuka terhadap aktivitas karyawan maupun masyarakat sedangkan kebakaran hutan dapat menimbulkan dampak kerugian yang sangat besar terhadap perusahaan maka kompetensi Tim Pemadam Kebakaran yang cukup tangguh tersebut perlu terus dipertahankan atau bahkan perlu ditingkatkan terutama dalam pengendalian early warning system.
Unit Manajemen
Masyarakat
Indikator P1.4 Pengembangan manfaat hasil hutan non kayu.
Pihak UM: perlu melakukan identifikasi terhadap kebiasaan masyarakat memanfaatkan hasil hutan non kayu untuk memenuhi kebutuhannya dan melakukan upaya pengembangan dengan pola perencanaan yang lebih jelas.
Unit Manajemen
Masyarakat
Indikator P1.8 Permasyarakatan hakhak atas areal.
Penilai Lapangan: perlu digali informasi tentang kronologi terbentuknya Dusun Air Raja-Bukit Sembilan.
Penilai Lapangan
UM
Masyarakat
Pemerintahan Desa
Penilai Lapangan
UM
UM
UM
Masyarakat
Koperasi Tani Hutan
Masyarakat
Indikator P3.2 Efisiensi pemanenan dan pemanfaatan hasil hutan tanaman
Penilai Lapangan: 1) Catat/ukur perkembangan angka faktor eksploitasi dari tahun ke tahun dalam 3 – 5 tahun terakhir; 2) ambil sampel, bandingkan antara hasil pengukuran volume ITSP dengan LHP pada petak yang sama untuk dapat menghitung faktor eksploitasi
Indikator P3.4 Kesesuaian luas areal produksi efektif dengan perkiraan rentabilitas usaha/kesehatan perusahaan.
Pihak UM: 1) Perlu disusun skenario tahapan mengenai kapan perusahaan memperoleh pengembalian modal dan memperoleh keuntungan; 2) Perusahaan group (pabrik pulp dan kertas) perlu memberi apresiasi harga jual kayu yang lebih baik dan proporsional.
Indikator P3.6 Terbentuknya kemitraan usaha dengan masyarakat setempat.
Pihak UM: dalam program pemberdayaan masyarakat perlu upaya lebih intensif untuk mendorong peningkatan SDM, peluang kerja dan usaha ekonomi bagi masyarakat sekitar Penilai Lapangan: 1) lakukan wawancara dengan masyarakat tentang manfaat dan keberterimaan kerjasama usaha antara perusahaan dengan masyarakat yang telah ada sekarang dan hal-hal terkait yang menjadi harapan; 2) dalami data dan informasi tentang kemitraan usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan
dengan masyarakat, apakah dilakukan secara partisipatif, kesetaraan dan transparan Pihak UM: dokumenkan dengan baik setiap bentuk kegiatan usaha bersama dengan masyarakat sebagai individu maupun kelompok, apa yang menjadi target/tujuan, parameter yang digunakan dan laporan kemajuan capaiannya.
UM
Koperasi Tani Hutan
C. KESIMPULAN Berdasarkan hasil kegiatan penapisan PP-I (pre-assessment) aspek produksi dapat disimpulkan bahwa untuk kegiatan penilaian berikutnya dalam rangka proses sertifikasi dapat dilanjutkan dengan terlebih dahulu memperbaiki kondisi atas hal-hal yang dinyatakan sebagai faktor-faktor kritis.
II. ASPEK EKOLOGI A. ISU KRITIS Berdasarkan atas uraian penilaian atas UM PT SPM, maka dapat diidentifikasi beberapa isu kritis aspek ekologi, yaitu sebagai berikut: a. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri PT. SPM meliputi areal seluas ± 44.735 ha. Keseluruhan areal konsesi tersebut berupa lahan gambut dalam sampai sangat dalam. UM telah menetapkan Kawasan Lindung sesuai dengan fungsi dan peruntukan kawasan hutan yang dipertahankan dan ditetapkan seluas 10.663 Ha atau 23,8 % dari total luasan areal konsesi. Areal tanaman pokok seluas 26.662 ha atau 81,30%. Dari segi ekologi, kondisi areal tanaman pokok yang seluruhnya berupa lahan gambut dalam merupakan hal yang harus diperlakukan dengan ekstra hati-hati, walaupun lahan gambut dalam tersebut tidak seluruhnya terletak di hulu sungai atau rawa. Peat subsidens atau penurunan permukaan gambut karena pembuatan kanal untuk mengatur permukaan air tanah agar tanaman dapat tumbuh memberikan potensi terjadinya genangan atau kebakaran pada musim kemarau akibat keringnya permukaan lahan gambut; Potensi terjadinya genangan atau banjir pada musim hujan dikarenakan lahan gambut yang kering tidak mampu mengikat butiran air dan menampung hujan yang turun. Indikator terkait E1.1, E1.2, E1.5, E2.2 b. Areal UM PT SPM yang berbatasan dengan kawasan HSAW berpotensi besar terhadap kemungkinan menimbulkan dampak perubahan lingkungan bagi ekosistem alam di dalam kawasan HSAW, meliputi kemungkinan adanya tekanan atau ancaman terhadap komunitas vegetasi dan kualitas air di dalam kawasan tersebut. Untuk kecukupan luas buffer zone yang ditetapkan dan pengelolaannya merupakan hal yang yang sangat penting dalam mewujudkan fungsinya sebagai daerah penyangga. Indikator terkait E1.2, E2.2
c.
Status lahan gambut sangat dalam di hulu Sungai Temuyut yang ditetapkan sebagai areal tanaman unggulan sangat rentan dari segi konsekuensi pengelolaannya. Lahan gambut sangat dalam di hulu sungai sesuai dengan kondisi kedalaman gambutnya dan keberadaan kubah gambut merupakan ekosistem yang memberikan perlindungan terhadap proses-proses kehidupan yang ada di lahan di hilirnya. Dengan demikian pengelolaannya memerlukan perlakuan khusus, oleh karenanya harus diberikan status khusus sebagai kawasan lindung yang dapat menjamin kelestarian kawasan tersebut. Untuk itu diperlukan status hukum jelas untuk kemantapannya sebagai kawasan lindung (penjelasan seperti diuraikan dalam butir rekomendasi indikator E2.2). Indikator terkait E1.1, E2.3, E2.4
d. Kondisi gambut dalam sampai sangat dalam yang ditanami tanaman pokok akan mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan pada masa yang akan datang. Keadaan ini menuntut dilakukannya upaya-upaya keras dan dengan komitmen tinggi untuk mengurangi penurunan tingkat kesuburan tersebut, apalagi bila dalam proses produksi digunakan pupuk kimia anorganik dan pestisida yang dapat menimbulkan pencemaran badan air oleh masuknya padatan tersuspensi tanah gambut. Indikator terkait E1.6 e. Masih adanya sengketa pada areal tanaman kehidupan dan areal tanaman unggulan di dusun Air Raja Bukit Sembilan mengharuskan UM mencari solusi pemecahan masalah sebaikbaiknya dengan masyarakat setempat. Indikator terkait E2.3, E2.8 f.
Keberadaan jenis-jenis vegetasi yang semula ada di areal lahan gambut telah berganti dengan tanaman pokok. Keberadaan jenis-jenis vegetasi alam setempat hanya tersisa di dalam kawasan-kawasan lindung. Dengan demikian keberadaan seluruh komunitas vegetasi alam tersebut mutlak harus dipertahankan di dalam kawasan lindung. Pemantauan yang dilakukan oleh UM belum memberikan indikasi ada/tidaknya penurunan jumlah jenis tumbuhan di dalam kawasan lindung, apalagi jenis-jenis yang dilindungi. Indikator terkait E1.8, E1.12
g. Kelola produksi yang dilakukan secara intensif menimbulkan efek pemerangkapan dan transformasi unsur hara dan bahan cemaran (pollutant). Walaupun pada saat ini fenomena tersebut belum terlihat, tetapi mengingat penggunaan bahan kimia (pupuk anorganik dan pestisida) digunakan terus menerus maka terjadinya akumulasi bahan-bahan tersebut ke dalam tanah gambut dan ke dalam badan air sangat dimungkinkan. Untuk mengevaluasi keberhasilan pengelolaan lingkungan maka keseimbangan biomassa harus dipantau secara teliti. Hal ini dapat diketahui melalui pengukuran konsentrasi dan volume aliran air yang masuk dan keluar lahan gambut. Indikator terkait E1.9, E1.11, E1.13, E1.14 h. Berdasarkan atas temuan adanya beberapa jenis satwa liar, diantaranya termasuk dilindungi/langka/terancam punah, maka areal konsesi PT SPM semula merupakan wilayah jelajah (home range) berbagai jenis satwa tersebut. Berdasarkan atas inventarisasi yang dilakukan oleh UM, jenis-jenis satwa yang dijimpai di kawasan londung diantaranya adalah
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), siamang (Hylobates syndactylus), beruang madu (Helarctos malayanus), macan dahan (Neofelis nebulosa), buaya muara (Crocodylus porosus), rangkong (Buceros rhinoceros), elang rawa (Cirus aeruginosus). Data tersebut mengindikasikan bahwa areal tanaman pokok pun dahulunya merupakan wilayah jelajah bahkan mungkin habitat berbagai jenis satwa tersebut. Kelola produksi di areal tanaman pokok akan berpengaruh terhadap kehidupan satwa-satwa tersebut karena komunitas vegetasi alam dari ekosistem gambut saat ini telah berubah menjadi jenis monokultur hutan tanaman. Untuk itu jalur-jalur lintasan satwa harus dapat diamankan dari tindakan-tindakan para pekerja atau masyarakat yang dapat mengakibatkan pergerakan satwa terganggu. Indikator terkait E2.5 B. REKOMENDASI INDIKATOR ASPEK EKOLOGI INDIKATOR
REKOMENDASI
PIHAK-PIHAK TERLIBAT
Indikator E1.1 Persentase atau rasio luas aktual kawasan lindung yang berfungsi baik yang telah ditetapkan/dikukuhkan terhadap luas ideal (seharusnya) kawasan lindung.
UM harus mengidentifikasi areal tepi dari HSAW untuk mengetahui adanya kondisi yang sangat rentan pada areal-areal tersebut terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya atau tekanan-tekanan dari luar kawasan, meliputi kemungkinan adanya tekanan atau ancaman terhadap komponen kimia fisik lingkungan dan biologi dari kawasan tersebut, dan sebaliknya ancaman yang datang dari dalam kawasan terhadap aktifitas dan kehidupan masyarakat secara sosial ekonomi.
UM
UM
Proses pengukuhan setiap kawasan harus melibatkan partisipasi pihak-pihak terkait termasuk masyarakat.
Pemerintahan Desa
Pemda (Kec dan Kab)
Areal gambut dalam (kubah) yang saat ini dikukuhkan dengan status sebagai areal Tanaman Unggulan tidak mempunyai landasan hukum untuk dilindngi, padahal areal kubah gambut sangat rentan dari ancaman perubahan lingkungan di sekitarnya. Untuk menjamin perlindungannya maka pengukuhannya harus diperuntukkan sebagai kawasan gambut dalam. Untuk itu areal tersebut harus disesuaikan statusnya dengan istilah yang ada di dalam SK. Menhut No.361/Kpts-Ill 2003, yaitu sebagai Kawasan Lindung Gambut Dalam sehingga mempunyai status hukum jelas untuk kemantapannya sebagai kawasan lindung.
UM
Dinas Kehutanan Kabupaten dan Propinsi
Departemen Kehutanan
Berdasarkan atas PerMenhut nomor P.21/Menhut-II/2006 yang berbunyi tanaman pokok yang menghasilkan hasil hutan kayu atau tanaman tahunan/pohon yang menghasilkan hutan bukan kayu atau gabungan dari keduanya dan dikelola dalam skala usaha yang ekonomis
UM
Indikator E1.2. Perencanaan penataan areal produksi efektif berdasarkan kesesuaian dan kemampuan lahan serta kelangsungan fungsi tata air.
oleh masyarakat melalui pola kemitraan dengan perusahaan pemegang ijin IUPHHK-HT, maka UM PT SPM sudah termasuk dalam kriteria ini. Tindakan yang diperlukan adalah UM harus menjamin implementasi pengelolaan usaha IUPHHK-HT melalui pola kemitraan dengan sebaik-baiknya (lihat rekomendasi aspek sosial S2.8 dan S2.9). Indikator E.1.3 Persentase atau rasio tanda batas aktual kawasan lindung dan areal produksi efektif (kesesuaian dan kemampuan lahan dan kelangsungan fungsi tata air) terhadap tanda batas seharusnya.
UM harus melakukan pemeliharaan secara reguler pada tata batas setiap kawasan lindung.
Indikator E.1.4 Rasio atau persentase tanda batas kawasan lindung yang berfungsi baik terhadap tanda batas seharusnya (ideal).
Penataan batas pada Kawasan Tanaman Unggulan di blok Hampar dan pada Kawasan Tanaman Kehidupan harus dilakukan segera.
UM
UM
UM
Penataan batas areal produksi dengan kawasan lindung agar segera dilakukan secara lengkap dan harus disertai dengan berita acara pelaksanaan yang lengkap dan jelas.
Pemasangan papan-papan nama pada kawasan-kawasan yang telah dikukuhkan agar ditertibkan sesuai dengan nama baku kawasan lindung menurut peraturan yang ada. Pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan lindung harus dilakukan dengan melibatkan tenaga dari bagian Lingkungan
Indikator E.1.5 Perancangan dan penerapan sistem silvikultur yang dapat mengendalikan erosi di areal tebangan atau produksi.
Penerapan upaya-upaya untuk mengurangi dampak penggunaan alat-alat berat saat pemanenan terhadap terjadinya erosi tanah dengan penyerakan serasah dan kulit pohon secara merata pada areal bekas tebang harus selalu dievaluasi efektifitasnya.
UM
Indikator E.1.6 Perubahan tingkat kesuburan tanah (fisik dan kimia), termasuk pencemarannya akibat kegiatan produksi.
Percobaan penanaman LCC desmodium pada petak-petak percobaan agar terus dievaluasi supaya secepatnya dapat diputuskan langkah selanjutnya. Apabila penanaman desmodium ini tidak menimbulkan dampak negatif, maka supaya segera diperluas petak penanamannya.
UM
Indikator E1.7 Persentase perubahan erosi tanah pada areal produksi.
Pengukuran dan pemantauan peat subsidence dan water level harus terus dilakukan secara terarur dan akurat.
UM
Indikator E1.8 Persentase perubahan
UM harus melakukan pemantauan terus menerus secara teratur untuk mengetahui
UM
atau hilangnya struktur dan jenis vegetasi pada kawasan lindung.
adanya perubahan struktur dan jenis vegetasi atau adanya jenis-jenis vegetasi yang hilang pada kawasan lindung, sehingga diperoleh data dalam seri waktu. Pemantauan harus menggunakan metode baku yang dapat diuji secara ilmiah.
Indikator E1.9 Persentase perubahan kuantitatif (debit sungai), kontinuitas (ketersediaan air yang konstan) dan kualitas (kandungan bahan kimia, padatan, suspensi) di badan-badan air terhadap ukuran standar yang telah ada yang disebabkan oleh aktivitas unit manajemen.
Hasil pemantauan kuantitatif air sungai (debit sungai) dan kualitas air harus diimplementasikan sebaik-baiknya untuk memperbaiki sistem kelola produksi, sehingga mengurangi laju penurunan tinggi muka air tanah dan penurunan debit sungai.
UM
Indikator E1.10 Penerapan sistem/pola pemanfaatan lahan dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan tegakan hutan tanaman yang dapat mempengaruhi kondisi kualitas lahan dan fungsi tata air.
UM harus melakukan penanaman tanaman penutup tanah yang dapat mencegah penurunan kualitas tanah, dan yang dapat berfungsi juga untuk menjaga kelembaban tanah dan menghambat pertumbuhan gulma di semua lokasi yang terbuka, areal produksi yang terbuka, dengan jenis-jenis yang sesuai dengan lingkungan setempat.
UM
Indikator E1.11 Kegiatan perlindungan tanah terhadap erosi dan pencemaran tanah dan air (sebagai contoh: penggunaan pestisida, herbisida, dan pupuk ramah lingkungan).
Penggunaan pestisida, herbisida, dan pupuk kimia oleh petugas lapangan harus diawasi sebaik-baiknya agar tidak terjadi pencemaran ke dalam badan-badan air.
UM
UM
Bangunan gudang agar direnovasi atau disediakan bangunan khusus gudang penyimpanan bahan-baha kimia yang sesuai dengan persyaratan lingkungan dan kesehatan petugasnya. Demikian pula tata cara penyimpanan bahan-bahan kimia dalam gudang harus dilakukan secara tepat, dengan sistem pencatatan yang rapih dan sistematis.
UM
UM harus terus melakukan pemantauan kemungkinan terjadinya perubahan struktur pohon dan komposisi vegetasi pada kawasan lindung, dan melakukan pengayaan jenis-jenis vegetasi sebagai sumber pakan satwa.
UM
Indikator E1.12 Kegiatan pemeliharaan dan rehabilitasi struktur dan komposisi jenis hutan (vegetasi) kawasan lindung.
Penanaman tanaman penutup tanah harus segera dilakukan setelah pembukaan lahan (land clearing), dan pada tempat-tempat terbuka lain setelah tidak difungsikan.
Indikator E1.13 Sistem penanganan limbah untuk menjaga kelestarian kualitas lahan dan fungsi tata air.
SOP yang berkaitan dengan penanganan limbah harus diimplementasikan secara cermat.
UM
UM harus merehabilitasi gudang tempat penyimpanan bahan kimia dan menyediakan tempat khusus penyimpanan sementara limbah B3 sebelum dikirim keluar.
UM
Indikator E1.14 Penggunaan bahan kimia yang mungkin dapat mencemari air.
Buat SOP tentang penyimpanan dan penggunaan bahan kimia dan implementasikan secara cermat.
UM
Indikator E1.15 Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam sistem pola pemanfaatan lahan yang ramah lingkungan.
UM harus dapat mengembangkan peluangpeluang usaha bagi masyarakat sekitar berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya hutan yang ada.
UM
Masyarakat
Pemerintahan Desa
Peningkatan keterampilan masyarakat harus terus dilakukan dalam rangka pemberdayaan mereka. UM harus melakukan pencatatan secara teratur hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan tingkat pemanfaatannya, untuk mengevaluasi kekurangan yang ada dan dapat dicarikan upaya penangulangannya.
Indikator E2.1 Persentase luas aktual kawasan lindung (plasma nutfah, habitat flora/fauna khas/unik dan atau langka, koridor satwa, zona penyangga, dan sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat) yang berfungsi baik dan yang telah dikukuhkan di lapangan terhadap luas ideal (seharusnya) kawasan lindung.
Berdasarkan atas PerMenhut nomor P.21/Menhut-II/2006 yang berbunyi tanaman pokok yang menghasilkan hasil hutan kayu atau tanaman tahunan/pohon yang menghasilkan hutan bukan kayu atau gabungan dari keduanya dan dikelola dalam skala usaha yang ekonomis oleh masyarakat melalui pola kemitraan dengan perusahaan pemegang ijin IUPHHK-HT, maka UM PT SPM sudah termasuk dalam kriteria ini. Tindakan yang diperlukan adalah UM harus menjamin implementasi pengelolaan usaha IUPHHK-HT melalui pola kemiitraan dengan sebaik-baiknya (lihat rekomendasi aspek sosial S2.8 dan S2.9).
UM
Masyarakat sekitar
Indikator E2.2 Penataan areal unit manajemen yang didasarkan pada kepentingan konservasi flora/fauna, perlindungan tegakan hutan tanaman, dan sumberdaya hutan yang sangat berguna bagi masyarakat lokal.
UM harus meninjau ulang status areal tanaman unggulan di hulu Sungai Temuyutd untuk ditetapkan sebagai kawasan lindung gambut dalam.sesuai dengan keberadaan kubah gambut. Status sebagai kawasan lindung dibutuhkan untuk memberi jaminan perlindungannya dan untuk kemantapannya sebagai ekosistem rentan yang harus dilindungi. Walaupun lahan kubah gambut Sungai Temuyutd tersebut telah ditetapkan sebagai bagian dari skema Cagar Biosfer Giak Siam Raya sebagai zona inti. Perlu diingat bahwa di dalam konsep cagar biosfer, zona inti harus
UM
Masyarakat sekitar
mempunyai status sebagai kawasan dilindungi (seperti contoh dalam suatu lansekap luas yang terdapat Taman Nasional dan kawasan di sekitarnya, maka apabila ditetapkan sebagai cagar biosfer maka sebagai zona inti adalam kawasan Taman Nasional yang secara hukum terjamin perlindungannya). UM harus segera menyelesaikan sengketa pada areal tanaman kehidupan dan areal tanaman unggulan di dusun Air Raja Bukit Sembilan sebaik-baiknya dengan masyarakat setempat.
UM
Indikator E2.3 Persentase luas aktual kawasan lindung (plasma nutfah, habitat flora/fauna khas/unik dan atau langka, koridor satwa, zona penyangga, dan areal tanaman kehidupan yang dimanfaatkan oleh masyarakat) yang telah ditata secara baik di lapangan terhadap luas ideal (seharusnya) kawasan lindung.
UM harus segera melakukan deliniasi dan penataan batas areal tanaman kehidupan. Demikian pula selanjutnya agar dilakukan penanaman dengan jenis-jenis tanaman kehidupan.
UM
Indikator E2.4 Terjaminnya/terpeliharan ya keamanan kawasan lindung (plasma nutfah, habitat flora/fauna khas/unik dan atau langka, koridor satwa, zona penyangga, dan sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat).
Perlindungan dan pengamanan kawasan lindung harus dilakukan bersama-sama dengan petugas dari bagian lingkungan secara reguler berdasarkan atas pedoman SOP-F-010-02 yang di dalamnya mencakup kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan lindung.
UM
Indikator E 2.5 Kekayaan jenis satwaliar di areal produksi.
Untuk melengkapi teknik pencatatan keberadaan satwa liar di areal produksi maka UM harus membuat formulir pencatatan satwa liar di areal produksi, yang mudah dikerjakan oleh petugas lapangan.
UM
Indikator E2.6 Sistem informasi sumberdaya hutan (lokasi, potensi, teknik budidaya, teknik pemanenan, dll).
UM harus segera membangun sistem informasi sumberdaya hutan dan mensosialisasikan kepada masyarakat lokal sehingga mereka dapat memanfaatkan sumberdaya alam hayati secara baik dan benar dalam jangka panjang
UM
Masyarakat sekitar
Indikator E2.7 Kegiatan pengendalian
UM harus terus mengimplementasikan secara reguler panduan sistem peringatan dini
UM
UM harus menyiapkan SOP tentang pemanfaatan kawasan lindung bagi masyarakat.
hama, penyakit dan gulma dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan (sebagai contoh dengan menggunakan predator alaminya), sehingga tidak mengganggu/ mengubah ekosistem alami yang ada di dalam areal unit manajemen
(early warning system) hama dan penyakit tanaman untuk mengantitisipasi terjadinya serangan.
Indikator E2.8 Keberadaan sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal.
UM
UM supaya melakukan penanaman jenisjenis tanaman yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat, misalnya pohon buahbuahan, tanaman obat-obatan, yang ditanam di kawasan lindung, areal tanaman kehidupan.
UM
Masyarakat sekitar
UM harus mengembangkan komoditaskomodits hutan lain yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dan sistem kerjasamanya, termasuk pemberdayaan masyarakat di bidang pelestarian lingkungan.
UM
Masyarakat sekitar
UM harus mulai menyiapkan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama dan penyakit tanaman yang secara potensial dapat menyerang.
C. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dokumen, tinjauan lapangan, dan diskusi dengan UM telah diperoleh gambaran isu-isu pokok sebagai faktor kritis, dan hasil penilaian sementara terhadap berbagai indikator aspek ekologi sebagaimana telah diuraikan di atas. Atas dasar hal tersebut di atas, Panel Pakar I aspek Ekologi menyatakan proses sertifikasi PHTL PT Sekato Pratama Makmur dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya.
III. ASPEK SOSIAL A. ISU KRITIS Mengacu pada hasil pra-penilaian lapangan (penapisan) terhadap aspek sosial unit manajemen PT SPM dapat dikemukakan bahwa faktor kritis untuk aspek sosial adalah : a. Kemantapan kawasan/status areal pemanfaatan hutan PT SPM belum terjamin statusnya secara mantap. Dalam areal kawasan konsesi Blok Hampar terdapat areal yang telah dihuni dan dimanfaatkan oleh warga masyarakat. Permasalahan pemanfaatan lahan oleh masyarakat di dalam kawasan hutan tanaman tersebut sampai saat ini belum dapat diatasi oleh unit manajemen dan masih perlu penanganan dan partisipasi berbagai pihak terkait dalam upaya penyelesaiannya. Indikator yang terkait adalah S1.1 dan S2.1. b. Areal kerja PT SPM telah dilakukan tata batas luar dan telah temu gelang, namun belum dikukuhkan oleh Menteri Kehutanan dan dalam peta areal kerja belum
menampilkan/menggambarkan kondisi penutupan dan/atau pemanfaatan lahan sekitarnya sesuai kondisi riil lapangan. Indikator yang terkait adalah S1.1, c. Belum optimalnya kemitraan usaha antara perusahaan dengan masyarakat melalui lembaga Koperasi Tani Hutan (KTH) Tuah Sekato, sehingga kinerja koperasi belum dapat memuaskan harapan para anggotanya. Indikator yang terkait adalah S1.4, S2.3, S2.8 dan S2.9. d. Pelaksanaan dan monitoring terhadap mekanisme pengelolaan konflik, khususnya dalam mengatasi permasalahan konflik lahan dengan masyarakat dan keterlibatan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan terhadap hal tersebut. Indikator yang terkait adalah S2.2 dan S2.7. e. Belum efektifnya program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh unit manajemen diakibatkan oleh adanya beberapa hambatan dan keterbatasan yang dihadapi oleh unit manajemen. Indikator yang terkait adalah S1.4, S2.3, S2.8 dan S2.9. B. REKOMENDASI INDIKATOR ASPEK SOSIAL INDIKATOR
REKOMENDASI
PIHAK-PIHAK TERLIBAT
Indikator S1.1
Perlu dilakukan langkah-langkah strategis dan bijaksana dalam rangka memantapkan status areal kawasan hutan, terutama menyangkut areal yang digunakan oleh komuniti setempat (khususnya di lokasi Dusun Air Raja, Bukit Sembilan) dan reposisi berkaitan dengan tata batas kawasan konsesi yang belum “clear dan clean” dengan areal di sekitarnya. Areal konsesi yang sudah menjadi pemukiman masyarakat sebaiknya dienclave atau dikeluarkan dari areal konsesi dengan mengacu pada ketentuan dan perundangan yang berlaku.
UM
Dinas Kehutanan
Kepastian status areal pemanfaatan hutan.
Indikator S1.4 Peluang kerja terbuka bagi seluruh warga komuniti. Indikator S2.1 Unit manajemen mempertimbangkan terjadinya dampak sosial budaya pada komuniti.
Kabupaten & Propinsi
Badan Planologi Dephut
Masyarakat
Pemerintah
Unit manajemen perlu membuka peluang kerja lebih banyak bagi warga komuniti dengan tetap memperhatikan kualitas dan profesionalisme kerja yang diberlakukan oleh unit manajemen.
UM
Masyarakat
Pemerintahan Desa
Unit manajemen perlu mempertimbangkan terjadinya dampak sosial budaya pada komuniti akibat adanya operasionalisasi oleh unit manajemen di sekitar kawasan konsesi
UM
Indikator S2.2 Ada kompensasi terhadap penggunaan atau kerusakan sumberdaya milik warga komuniti. Indikator S2.3 Penambahan ragam sumber ekonomi bagi warga komuniti.
Indikator S2.7 Bekerjanya mekanisme pengelolaan konflik
Indikator S2.8 Tercipta dan terpeliharanya produktivitas usaha warga komuniti. Indikator S2.9 Besarnya kontribusi unit manajemen dalam pertumbuhan ekonomi di kawasan unit manajemen.
Unit manajemen perlu memberikan kompensasi/ganti rugi yang adil dan disetujui bersama warga komuniti atas terjadinya kerusakan hak milik atau sumber daya warga komuniti akibat adanya operasionalisasi oleh unit manajemen.
UM
Masyarakat sekitar
Unit manajemen perlu mengupayakan agar sumber mata pencaharian makin bervariasi sebagai akibat adanya kegiatan pengusahaan hutan dan ada dukungan unit manajemen sehingga pendapatan ekonomi rumah tangga warga komuniti meningkat.
UM
Masyarakat
Pemerintahan Desa
Agar mekanisme pengelolaan konflik dapat bekerja dengan baik dan efektif, dalam prosedur penyelesaian konflik perlu melibatkan semua pihak (stakeholders) dengan partisipasi secara jujur, adil dan beradab.
UM
Masyarakat
Pemerintahan Desa
Unit manajemen harus terus mengupayakan agar terjadi pengembangan perekonomian komuniti sehingga produktivitas usaha warga meningkat secara signifikan terutama melalui program kemitraan.
UM
Pemerintahan Desa
Kontribusi unit manajemen dalam pertumbuhan ekonomi di kawasan unit manajemen perlu ditingkatkan, terutama bagi perkembangan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan melalui program kemitraan.
UM
Masyarakat
Pemerintahan Desa
Koperasi Tani Hutan/Masyarakat
C. KESIMPULAN Berdasarkan kegiatan pra-penilaian lapangan (penapisan) yang dilakukan Panel Pakar I terhadap unit manajemen PT Sekato Pratama Makmur (PT SPM) Propinsi Riau untuk semua indikator yang terkait dengan aspek sosial, maka disimpulkan bahwa unit manajemen PT SPM dengan luas areal 44.735 Ha sesuai dengan kondisi di lapangan dan permasalahan sosial yang terjadi pada saat ini, maka direkomendasikan mengikuti proses selanjutnya sertifikasi PHTL bertahap (Phased certification) dengan mengacu pada Pedoman LEI 77-23.
KEPUTUSAN Pra-penilaian lapangan sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari Unit Manajemen PT SEKATO PRATAMA MAKMUR Propinsi Riau. Berdasarkan hasil penilaian serta temuan-temuan dan rekomendasi yang telah dilakukan oleh Panel Pakar I yang mendapatkan tugas melaksanakan pra-penilaian lapangan untuk Aspek Produksi, Ekologi dan Sosial, maka Tim Panel Pakar I memutuskan bahwa Unit Manajemen PT. Sekato Pratama Makmur dengan luas areal 44.735 hektar dinyatakan memenuhi syarat untuk melanjutkan proses sertifikasi ke tahap berikutnya, Sertifikasi Bertahap PHTL Standard LEI 50002. Rekomendasi rekomendasi setiap aspek dari keputusan ini harus ditindaklanjuti oleh Unit Manajemen sebelum melangkah ke proses selanjutnya.
Jakarta, Desember 2009 Tim Panel Pakar I :
Ir. Sugijanto Aspek Produksi
Dr. Machmud Thohari, DEA Aspek Ekologi
Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi Aspek Sosial