REVOLUSI MENTAL PEMBELAJARAN BAHASA DAERAH UNTUK MEMANTAPKAN NASIONALISME DAN JATIDIRI BANGSA Yuli Widiyono, M,Pd. Universitas Muhammadiyah Purworejo
[email protected] Abstrak Tujuan dari makalah ini adalah untuk mendeskripsikan revolusi mental pembelajaran bahasa daerah untuk memantapkan nasionalisme dan jatidiri bangsa dalam bingkai kebijakan pendidikan bahasa.Bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional memiliki kedudukan yang sangat kuat. Namun, kedudukan bahasa daerah di dalam proses pembelajaran mengalami berbagai perubahan, baik dalam hal kebijakan, maupun dalam proses pembelajaran di sekolah. Pembelajaran bahasa daerah memuat banyak nilai-nilai edukasi yang bisa diilhami dalam kehidupan sehari-hari. Pemantapan proses pembelajaran bahasa daerah, dengan didukung kebijakan bahasa diharapkan mampu membawa perubahan, baik proses mental peserta didik, maupun budi pekerti sehingga mampu memantapkan rasa nasionalis dan jatidiri bangsa melaui kearifan lokal budaya daerah.
A.
PENDAHULUAN Manusia dalam hidupnya memerlukan keberadaan bahasa sebagai alat komunikasi, karena segala macam gagasan, konsep pikiran dan ide-ide dilahirkan dengan bahasa. Manusia berinteraksi dengan sifat yang dinamis. Perkembangan interaksi masyarakat Indonesia menyesuaikan dengan tuntutan peradaban, dalam era global ditandai kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian juga, kemudahan untuk memperoleh informasi turut mempengaruhi perkembangan masyarakat Indonesia. Agar bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi, menyampaikan gagasan, ide, pendapat bagi masyarakat Indonesia, maka kebijakan tentang masalah pendidikan bahasa harus terus diupayakan dan dikembangkan untuk menunjukan identitas dan jatidiri bangsa dengan kekayan bahasa yang dimiliki menuju masyarakat yang nasionalis. Nasionalisme dapat didefinisikan rasa kebermilikan terhadap suatu bangsa.. Nasionalisme sebagai suatu gejala historis telah berkembang sebagai jawaban terhadap kondisi politik, ekonomi, dan sosial. Nasionalis dipandang sebagai semangat kebangsaan dan loyalitas yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya, dengan berbagai macam kekayaan yang ada, salah satunya adalah bahasa. Sejarah perkembangan nasionalisme di Indonesia berawal dari rasa ketidakpuasan dan kesamaan penderitaan bangsa akibat perilaku kolonialis, dan keinginan untuk bangkit dan keluar dari penjajah kolonial. Dengan rasa nasionalisme mewujudkan lahirnya sumpah pemuda, salah satunya bunyi butir ke-tiga yaitu ―kami poetra poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean bahasa Indonesia‖. Negara Indonesia sangat beragam suku, bahasa, budaya, dan agama. Peranan bahasa sangat diperlukan untuk mempersatukan bahasa. Melalui dunia pendidikan semua pengetahuan tentang sejarah, perkembangan, dan teknologi diajarkan. Dunia pendidikan sebagai wadah pembentuk karakter dan jatidiri bangsa diharapkan mampu menjaga dan terus melestarikan nilai-nilai moral, budi pekerti, dan karakter bangsa sehingga menghasilkan
40
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
masyarakat-masyarakat yang unggul. Salah satu upaya penanaman nilai karakter atau jatidiri bangsa melalui bahasa. Pemeliharaan dan pengembangan bahasa yang ada di Indonesia, terdapat dalam kebijakan pendidikan bahasa. Kebijakan pendidikan bahasa memiliki peran yang sangat penting demi menjaga kesatuan dan kedaulatan bangsa, karena bangsa Indonesia ,memiliki kekayaan bahasa yang sangat beragam. Kekayaan bahasa Daerah yang beragam sebagai dampak dari historis, geografis, kekayaan suku, adat yang membentuk jatidiri bangsa. Bahasa daerah khususnya bahasa Jawa digunakan sebagai alat komunikasi oleh masyarakat Jawa baik yang berada di pulau Jawa (DIY, Jateng, Jatim) maupun luar pulau Jawa bahkan di luar negara Indonesia, yaitu Suriname (Sudaryanto, 1992:3). Secara filosofis, bahwa bahasa Jawa memiliki kedudukan yang sangat mendasar karena bahasa Jawa tidak hanya memiliki beragam tingkatan seperti undha usuk, tingkat tutur atau unggah-ungguh. Namun, kedudukan bahasa Jawa dengan keragaman bahasa memiliki kelebihan yaitu bentuk unggah-unggah bahasa yang mengisyaratkan makna bahwa bahasa itu terdapat tingkatantingkatan dengan fungsi yang berbeda beda. Para komunikan yang terlibat komunikasi dengan bahasa Jawa harus mempertimbangkan, memilih serta memilah bahasa yang tepat untuk berkomunikasi. Pemilihan bahasa dalam unggah-unggah tersebut secara tidak langsung akan membentuk kepribadian dan budi pekerti. Bahasa Jawa yang dilindungi dan diatur yang tertuang dalam Undang-Undang, kebijakan pemerintah mulai, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah dalam hal ini SK Gubernur, bukti bahwa bahasa Jawa memiliki kedudukan yang sangat kuat. Namun, melihat kondisi yang ada, banyak fakta yang menunjukkan bahwa bahasa Jawa sekarang ini memiliki kedudukan dan fungsi yang kurang menjanjikan. Kekhawatiran masyarakat terhadap bahasa Jawa mulai terbukti dengan penurunan kualitas penggunaan bahasa Jawa, yaitu banyak generasi muda Jawa yang mulai tidak menguasai unggah-ungguh bahasa Jawa secara baik serta pemahaman terhadap budaya Jawa yang sangat beragam serta prestise bahasa Jawa baik di mata orang Jawa maupun di mata orang lain lambat laun menjadi pudar. Penurunan kualitas tersebut disebabkan banyak pengaruh, salah satunya pengaruh globalisasi dan teknologi. Dengan perubahan zaman yang secara cepat dan perkembangan teknologi memudahkan informasi sangat mudah diterima, tanpa menilai atau menyaring semua informasi yang masuk. Dampaknya yaitu adanya perubahan dalam struktur masyarakat Jawa yang tadinya mengenal tepa slira, rasa handarbeni, ora bisa srawung marang sapadhane, lan ninggal tata luhur Jawa, andhap asor anoraga angon rasa, angon mangsa, lan nguwongake/ngajeni marang liyan. Adapun yang lebih mengkhawatirkan tidak peduli dengan norma-norma yang ada di masyarakat, norma sosial dan norma hukum negara. Mengetahui konteks bahasa Jawa yang demikian, diperlukan suatu solusi atau pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan yang serius. Alternatif pemecahan permasalahan atau upaya-upaya penanggulangan permasalahan di atas, yaitu perlu adanya kepeduliaan masyarakat dan pemerintah untuk memberikan kesempatan atau menyediakan alokasi waktu untuk pendidikan bahasa Jawa dalam pembelajaran di kelas. Namun, hal ini belum cukup tanpa dibarengi dengan proses pembelajaran yang secara akurat bisa menanamkan dan menumbuhkan mental peserta didik maupun pendidik minat terhadap PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
41
pembelajaran bahasa Jawa. Selanjutnya, akan ditawarkan kerangka pikir melalui perubahan mental pendidik dan peserta didik untuk memantapkan nasionalisme dan jatidiri bangsa melalui pembelajaran bahasa daerah. B.
PEMBELAJARAN BAHASA DAERAH Bahasa daerah adalah suatu bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah negara kebangsaan; apakah itu pada suatu daerah kecil, negara bagian federal atau provinsi, atau daerah yang lebih luas. Sedangkan defenisi bahasa daerah dalam hukum Internasional yang termuat dalam rumusan Piagam Eropa untuk Bahasa-Bahasa Regional atau Minoritas diartikan bahwa "bahasa-bahasa daerah atau minoritas" adalah bahasa-bahasa yang secara tradisional digunakan dalam wilayah suatu negara, oleh warga negara dari negara tersebut, yang secara numerik membentuk kelompok yang lebih kecil dari populasi lainnya di negara tersebut dan berbeda dari bahasa resmi (atau bahasa-bahasa resmi) dari negara tersebut (id.wikipedia.org). Bahasa daerah sebagai bentuk kekayaan budaya nasional sejalan dengan dengan UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 di dalam penjelasannya, dikatakan: ―Bahasa daerah itu adalah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup; bahasa daerah itu adalah salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi oleh negara‖. Perencanaan bahasa nasional tidak bisa dipisahkan dari pengolahan bahasa daerah. Selain itu, bahasa daerah memiliki fungsi sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, dan alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah. Masalah kedudukan dan fungi bahasa daerah yang tercantum dalam berbagai undang-undang menjadi bukti bahwa bahasa daerah perlu dijaga dan dilestarikan. Brown (2007:7) menyatakan “learning is a acquiring or getting of knowledge of a subject or a skill by study experience, or instruction‖ bahwa pembelajaran (proses) memperoleh atau mendapatkan pengetahuan tentang subjek atau keterampilan yang dipelajari, pengalaman, atau instruksi. Pembelajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relatif tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang-ulang. selanjutnya, Brown (2007:8) menjelaskan tentang karakteristik pembelajaran: 1. Pembelajaran adalah ―mendapatkan atau memperoleh‖ 2. Pembelajaran adalah retensi informasi atau keterampilan. 3. Retensi menggunakan sistem simpanan, memori, organisasi kognitif. 4. Pembelajaran mencakup keaktifan, berfokus pada kesadaran dan reaksi terhadap peristiwa-peristiwa di dalam maupun di luar organisme. 5. Pembelajaran relatif permanen, tetapi pembelajar dapat lupa. 6. Pembelajaran mencakup beberapa jenis praktis, mungkin penguatan secara praktis. 7. Pembelajaran adalah merubah perilaku. Suwarna (2002:21) menjelaskan pembelajaran mengandung makna bahwa subjek belajar harus dibelajarkan, bukan diajarkan. Kegiatan belajar berpusat pada siswa (learner). Pembelajar harus aktif mencari, menemukan, menganalisis, memecahkan masalah, merumuskan dan menyimpulkan suatu masalah. Pembelajaran bahasa dapat dilakukan secara
42
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
induktif dan deduktif. pembelajaran induktif yaitu pembelajaran yang menganggap bahwa pembelajar dibawa ke suasana praktis baru dan kemudian baru diarahkan untuk menemukan kaidah-kaidah bahasa target. Sebaliknya pembelajar diberi eksplanasi tentang kaidah bahasa target dan sekiranya pembelajar telah dianggap memiliki pengetahuan yang cukup, baru diarahkan kepada suasana praktik, ini merupakan pembelaaran dengan deduktif. Pembelajaran bahasa bisa tercapai setidaknya memegang kaidah-kaidah dalam pembelajaran bahasa. Suwarsih Madya (dalam Suwarna, 2002:28) menjelaskan tentang prinsip-prinsip dalam pembelajaran bahasa. kedelapan prinsip tersebut, yaitu: 1. Pembelajar akan belajar secara optimal apabila mereka diperlakukan sebagai individu dengan kebutuhan dan minatnya sendiri-sendiri. 2. Pembelajar akan belajar secara optimal apabila mereka diberi kesempatan aktif menggunakan bahasa target untuk berkomunikasi dalam berbagai kegiatan belajar mengajar. 3. Pembelajar akan belajar optimal apabila mereka banyak diaktifkan dengan belajar bahasa target yang digunakan dalam proses komunikasi, baik lisan maupun tertulis, sesuai kemampuan, kebutuhan, dan minat mereka. 4. Pembelajar akan belajar optimal apabila mereka dihadapkan pada aspek struktur verbal bahasa target dan mengkaji makna budaya yang terkandung dalam bahasa target. 5. Pembelajar akan belajar optimal apabila mereka ditunjukkan pada aspek sosial budaya penutur asli bahasa target dan pengalaman langsung dalam budaya bahasa target. 6. Pembelajar akan belajar secara optimal apabila mereka menyadari peranan dan sifat dasar bahasa dan budayanya. 7. Pembelajar akan belajar secara optimal diberi balikan yang efektif tentang kemajuan belajarnya secara kelanjutan. 8. Pembelajar akan belajar secara optimal apabila mereka diberi kesempatan untuk mengelola belajarnya sendiri. Delapan prinsip pembelajaran bahasa tersebut dapat diimplikasikan dalam pembelajaran di kelas. Masing-masing prinsip tersebut bisa dilaksanakan oleh guru atau pengajar dalam proses pembelajar yang didukung berbagai faktor. Faktor tersebut meliputi faktor eksteren dan interen pembelajar. Faktor ekstern meliputi seluruh pendukung kegiatan pembelajaran misalnya faktor guru, kegiatan suasana pembelajar, lingkungan sosial budaya. Faktor interen meliputi motivasi pembelajar, kemampuan atau kompetensi pembelajar, keaktifan dan lain-lain. Pembelajaran bahasa daerah merupakan proses kegiatan untuk memperoleh dan mendapatkan pengetahuan tentang bahasa, sastra, dan budaya yang ada di daerah-daerah. Pembelajaran bahasa daerah (khususnya Jawa) banyak menyajikan tentang unsur-unsur budaya yang ada di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Materi yang ada dalam pembelajaran bahasa Jawa banyak memuat nilai-nilai edukasi, nilai budi pekerti, dan moral yang bisa ditanamkan kepada peserta didik yang bisa diterapkan dalam kehidupan masyarakat, dan bernegara. PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
43
C. 1.
NASIONALISME Pengertian Nasionalisme Nasionalisme diartikan sebagai semangat kebangsaan dan loyalitas yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya. Nasionalisme tidak bisa dilepaskan dari negara. Ada dua macam teori pembentuk negara, yakni teori kebudayaan dan teori negara. Teori kebudayan mengatakan bahwa negara terbentuk atas dasar kesamaan kebudayaan. Sedangkan teori negara mengatakan sekelompok orang yang memiliki kesadaran dan kemauan untuk bergabung menjadi satu dalam suatu negara yang berdaulat dengan tidak menjadikan kebudayaan tertentu menjadi syaratnya (Suhartono, 2001:7). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:954) definisi tentang nasionalisme yaitu paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri. Nasionalisme merupakan kesadaran keanggotaan di suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa. Nasionalisme yang berdasarkan pandangan kuno menyebutkan adanya penyatuan dari unsur-unsur: (1) rasa kekeluargaan, (2) hubungan yang erat dengan sekelompok orang dengan orang lain atau suatu perasaan asing dari kelompok lain, dan (3) rasa terikat pada suatu kekuasaan (Denny J.A, dalam Darwin Une, 2010: 177). Pengikat dari unsur-unsur tersebut adalah adat, dongeng mitos, dan terpenting adalah bahasa yang sama. Selanjutnya hilang ikatan nasionalisme kuno dikarenakan oleh beberapa sebab misalnya, tumbuhnya peradaban yang menuntut cara hidup baru dari pengembara, dari berburu, menjadi menetap dan bertani, kemudian melakukan organisasi hingga muncul persatuan dengan keluarga atau suku yang lain. Tersebarlah kelompok-kelompok kesukuan secara cepat dan besar-besaran dengan damai, tetapi saat tertentu adanya penaklukan suku yang besar terhadap suku yang kecil, kemudian berdirilah dinasti dan timbul masyarakat feodal. Kesetiaan suku diganti dengan kesetiaan kepada dinasti. Lebih lanjut, nasionalisme modern kemudian berkembang untuk mewujudkan prinsip orang dan bangsa sama-sama memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Menurut Denny J.A (200 dalam Darwin Une (2010:177) nasionalisme modern berarti sepenuhnya bebas dalam hubungannya dengan negara-negara lain, sekaligus bangsa harus memberi kebebasan kepada warganya. Sedangkan Hans, (1984) dalam Darwin Une 2010:177) nasionalisme modern baru nyata dengan kedudukan Inggris memimpin Eropa pada abad ke 17. Berbeda dengan Maarif (1989: 20) yang mengemukakan bahwa munculnya sekelompok negara-negara kuat di Eropa abad ke 16, seperti Inggris, Prancis, Spanyol, Portugal dan lain sebagainya lebih merupakan ambisi para raja dan bukan menandakan munculnya nasionalisme. Menurut Kartodirdjo (dalam Darwin Une 2010:180) bahwa prinsip nasionalisme adalah kesatuan, maka teknologi sosial diarahkan untuk memicu integrasi. Oleh karena itu nasionalisme menuntut kesetiaan atau penyerahan diri seseorang kepada masyarakatnya dan lebih luas lagi kepada bangsa dan negaranya. Dari pengertian nasionalisme di atas dapat disimpulkan bahwa nasionalisme merupakan suatu paham atau ideologi suatu kelompok yang dilakukan secara sadar dengan
44
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
kemauan untuk menjaga, memelihara, dan bergabung menjadi negara yang berdaulat dengan menjunjung tinggi identitas sejarah, bahasa, dan budayanya. 2.
Identitas Nasional Indonesia Nasionalisme di Indonesia mempunyai kaitan erat dengan kolonialisme Belanda yang sudah beberapa abad lamanya berkuasa di bumi Indonesia. Abdulgani (1964) mengatakan bahwa ―Nasionalisme Indonesia sebagai reaksi terhadap kolonialisme‖, karena apa yang dikehendaki oleh bangsa Indonesia melalui suatu kebangkitan adalah untuk mau melenyapkan bentuk kekuasaan penjajah (Darwin Une, 2010:180). Nasionalisme Indonesia muncul sebagai reaksi dari kondisi sosial, politik, dan ekonomi akibat penjajahan yang dilakukan kaum kolonialis. Gerakan nasionalisme Indonesia pada awal abad XX tidak bisa dipisahkan dari praktik kolonialisme sebab keduanya merupakan sebab akibat. Pergerakan nasionalisme timbul akibat adanya sistem pendidikan yang ditanamkan oleh para penjajah. Melalui pendidikan muncul kaum terpelajar yang pada akhirnya menjadi motor atau penggerak nasionalisme. Ide-ode yang muncul pada masa pergerakan nasional terbatas hanya pada golongan bangsawan atau kalangan terpelajar. Beberapa pendapat yang dikutip oleh Kansil (1990) mengatakan bahwa ―nasionalisme mempunyai tujuan untuk melenyapkan tiap-tiap bentuk kekuasaan penjajah dan mencapai suatu keadaan yang memberi tempat untuk perkembangan merdeka bangsa Indonesia‖. Selain itu Bouman mengatakan bahwa ―Nasionalisme Indonesia adalah perasaan menjadi anggota masyarakat besar yaitu bangsa Indonesia, tetapi syarat mutlak untuk mencapai maksud itu ialah dengan melenyapkan sistim kolonialisme yang menekan bangsa Indonesia dalam keadaan buruk‖. Dari beberapa pendapat ini, tampaknya ada persamaan konsep yaitu nasionalisme lebih bersifat sosiopsikologis (Darwin Une, 2010:180). Munculnya pergerakan nasional dipelopori oleh Budi Utomo pada tanggal 2 Mei 1908. Dengan semangat perjuangan yang dipelopori oleh Budi Utomo mampu mendongkrak semangat para pemuda Indonesia. Pendidikan berperan penting dalam menumbuhkan nasionalisme. Sampai pada perjuangan para pemuda Indonesia dengan melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Lahirnya sumpah pemuda melahirkan identitas negara yang beragam dengan memegang semboyan Bhineka Tungal ika. Unsur-unsur identitas nasional Indonesia meliputi perbedaan suku bangsa. Suku bangsa pada dasarnya merupakan golongan sosial yang khusus dan bersifat akritif (ada sejak lahir) yang sama golongannya umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa dan kelompok etnis dengan tidak kurang dari 300 dialek bahasa. Populasi penduduk Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 225 juta dari jumlah tersebutdiperkirakan separ. uhnya beretnis Jawa, sisanya terdiri dari etnis-etnis yang mendiami kepulauan di luar Jawa. Agama dan kepercayaan di Negara Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang memegang teguh ajaran agama. Agama yang bertumbuh kembang di Indonesia meliputi Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghuchu. Dari agama dalam kepercayaan tersebut, Islam merupakan agama yang dianut mayoritas oleh bangsa Indonesia. Harus diakui bahwa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
45
kehidupan agama yang pluralistik pada awalnya dapat hidup serasi dan seimbang dengan lebih menekan pada sifattoleransi dan menghormati. Kekayaan Negara Indonesia yang memberikan ciri atau identitas yaitu kebudayaan. Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat (modal-modal). Pengetahuan secara kolektif digunakan oleh pendukungpendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan.yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan (pedoman) untuk bertindak dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. Intinya adalah kebudayaan merupakan patokan nilai-nilai etika dan moral baik yang tergolong sebagai ideal atau yang seharusnya (world view) maupun yang operasional dan aktual di dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa sebagai identitas nasional tercermin bahwa bahasa menunjukan identitas bangsa, pemahaman jatidiri bangsa menggunakan konsep kebudayaan atau kultur masyarakat yang sangat variatif atau perbedaan antar etnis butuh pemahaman tentang faktor sosial budaya. Upaya mencerdaskan kehidupan berbangsa perlu terus dilakukan dalam berbagai sektor kehidupan dengan mengoptmalkan potensi dan pemanfaatan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Pengoptimalan potensi bahasa Indonesia mengandung makna ganda, yaitu pemantapan norma bahasa yang dibarengi pemerkayaan kosakata berikut peristilahannya. Diupayakan melalui pemanfataan sumber-sumber di luar bahasa Indonesia, baik yang terdapat dalam bahasa daerah dan bahasa asing. Bahasa Indonesia tetap digunakan sebagai media yang efektif untuk menjelaskan tata peristilahan bahasa daerah dan asing. Interferensi leksikal daerah sering memberikan pengaruh terhadap pemakaian bahasa nasional, hal tersebut tentunya memberikan ciri atau identitas penutur (Moeliono, 2000) D. JATIDIRI BANGSA DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN BAHASA Jati diri atau yang lazim juga disebut identitas merupakan ciri khas yang menandai seseorang, sekelompok orang, atau suatu bangsa. Jika ciri khas itu menjadi milik bersama suatu bangsa, hal itu tentu menjadi penanda jati diri bangsa tersebut. Seperti halnya bangsa lain, bangsa Indonesia juga memiliki jati diri yang membedakannya dari bangsa yang lain di dunia. Jati diri itu sekaligus juga menunjukkan keberadaan bangsa Indonesia di antara bangsa lain. Salah satu simbol jati diri bangsa Indonesia itu adalah bahasa, dalam hal ini tentu bahasa Indonesia. Hal itu sejalan dengan semboyan yang selama ini kita kenal, yaitu ―bahasa menunjukkan bangsa‖. Setiap bahasa pada dasarnya merupakan simbol jati diri penuturnya, begitu pula halnya dengan bahasa Indonesia juga merupakan simbol jati diri bangsa (Mustakim, dalam http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1123). Jati diri bangsa adalah pandangan hidup yang berkembang di dalam masyarakat yang menjadi kesepakatan bersama, berisi konsep, prinsip, dan nilai dasar yang diangkat menjadi dasar negara sebagai landasan statis, ideologi nasional, dan sebagai landasan dinamis bagi bangsa yang bersangkutan dalam menghadapi segala permasalahan menuju cita-citanya (Muammad Hidayatullah,2009). Jatidiri merupakan terjemahan identity adalah suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas, sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas yang lain. Kualitas yang menggambarkan suatu
46
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
jatidiri bersifat unik, khas, yang mencerminkan pribadi individu atau entitas dimaksud. Jatidiri akan mempribadi dalam diri individu atau entitas yang akan selalu nampak dengan konsisten dalam sikap dan perilaku individu dalam menghadapi setiap permasalahan (Surya Harahap, 2009). Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa jatidiri bangsa merupakan ciri khas yang melekat pada suatu identitas seorang atau kelompok orang mempunyai ciri pembeda yang melekat mencerminkan identitas atau entitas suatu bangsa. E.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN BAHASA Kebijakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:190) adalah (1) kepandaian, kemahiran kebijaksanaan; (2) rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dari dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak (pemerintahan, organisasi dsb.); pernyataan, cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran. Kebijakan pendidikan bahasa adalah kebijakan suatu pemerintahan untuk mengatur masalah pendidikan dinegaranya. Perencanaan bahasa adalah satu set yang sangat kompleks yang melibatkan kegiatan persimpangan dua sangat berbeda dan berpotensi bertentangan tema satu bahwa 'yang berarti umum untuk semua kegiatan kami dengan bahasa, dan lainnya semiotika juga, tema lain yang dari 'desain'. Jika kita mulai dari perbedaan luas antara sistem yang dirancang dan sistem berkembang, maka perencanaan bahasa berarti memperkenalkan proses desain dan desain fitur ke dalam sistem (yaitu bahasa) yang secara alami berkembang (Halliday dalam Wright, 2004:1). Lebih lanjut, Kekuatan kebijakan bahasa negara untuk menghasilkan hasil yang diharapkan adalah sangat dibatasi oleh berbagai struktur sosial, politik dan ekonomi yang sosiolinguistik biasanya tidak diperhatikan, meskipun konsekuensi mereka yang mendalam dan jauh lebih penting daripada bahasa kebijakan itu sendiri (Ó Riagáin dalam Wright, 2004:2). Pendidikan merupakan upaya sadar untuk menyiapkan sumber daya manusia sehingga memiliki potensi menghadapi kenyataan di masa datang. Hal itu selaras dengan pernyataan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional nomor 2 tahun 2003 pasal 1 ayat (1) dan (2). Menurut ayat (1) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian dirinya, masyarakat,bangsa dan negara. Sedangkan menurut ayat (2) pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Pengertian Kebijakan Pendidikan menurut kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan Negara atau kebijakan publik pada umumnya. kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik yang mengatur khusus regulasi berkaitan dengan penyerapan sumber, alokasi dan distribusi sumber, serta pengaturan perilaku dalam pendidikan. Kebijakan pendidikan (educational policy) merupakan keputusan berupa pedoman bertindak baik yang bersifat sederhana maupun kompleks, baik umum maupun khusus, baik terperinci maupun PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
47
longgar yang dirumuskan melalui proses politik untuk suatu arah tindakan, program, serta rencana-rencana tertentu dalam menyelenggarakan pendidikan (Arif Rohman 2009: 108). Kebijakan bahasa (language policy) mengacu pada tujuan yang menyangkut bahasa, politik, dan masyarakat yang mendasari usaha kegiatan para perencana bahasa. Kebijakan bahasa lebih menggambarkan pendapat dan sikap masyarakat tentang bahasa yang hidup di dalamnya. Sikap dan nilai itu didasari oleh sejumlah nilai budaya tertentu. Kebijakan bahasa di Indonesia, Bahasa Indonesia, mengenai bahasa daerah dan Asing digunakan untuk tujuan tertentu. Berdasarkan kedudukannya memiliki fungsi sosial, yakni (1) sebagai bahasa resmi kenegaraan atau resmi kedaerahan, (2) fungsinya bahasa dalam pendidikan, (3) sebagai bahasa antargolongan, (4) sebagai bahasa kebudayaan di bidang ilmu, teknologi, seni. Landasan kebijakan bahasa daerah di Indonesia dapat diurai dari beberapa keputusan yang diambil oleh bangsa Indonesia sebagai berikut. 1. UUD 1945 Bab XIII Pasal 32 (2) dinyatakan bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. 3. Kebijakan tentang bahasa juga tercemin dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan tentang bahasa pengantar, khususnya dalam pendidikan. Pada BAB VII mengatur tentang Bahasa Pengantar yaitu Pasal 33 (1) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu. 4. Pada pasal 37 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta perguruan tinggi wajib memuat bahasa. 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 tahun 2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah 6. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 64/KEP/2013 tentang Mata Pelajaran Bahasa Jawa sebagai Muatan Lokal Wajib di Sekolah/Madrasah. 7. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Bahasa , Sastra, dan Aksara Jawa. 8. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 tahun 1992 tentang Pembinaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Bali 9. Surat Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Timur No. 188/188/KPTS/013/2005 tentang pembelajaran bahasa Jawa di SD, SMP, SMA, dan SMK. F.
HUBUNGAN PEMBELAJARAN BAHASA DAERAH, NASIONALISME, DAN JATIDIRI BANGSA SERTA KEBIJAKAN PENDIDIKAN BAHASA 1. Bahasa daerah sebagai Jatidiri dan Identitas Jatidiri atau yang lazim juga disebut identitas merupakan ciri khas yang menandai seseorang, sekelompok orang, atau suatu bangsa. Jika ciri khas itu menjadi milik bersama suatu bangsa, hal itu tentu menjadi penanda jati diri bangsa tersebut. Seperti halnya bangsa
48
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
lain, bangsa Indonesia juga memiliki jati diri yang membedakannya dari bangsa yang lain di dunia. Jati diri itu sekaligus juga menunjukkan keberadaan bangsa Indonesia di antara bangsa lain. Salah satu simbol jatidiri masyarakat Jawa adalah bahasa, dalam hal ini tentu bahasa Daerah. Hal itu sejalan dengan semboyan yang selama ini kita kenal, yaitu ―bahasa menunjukkan bangsa‖. Setiap bahasa pada dasarnya merupakan simbol jati diri penuturnya, begitu pula halnya dengan bahasa daerah juga merupakan kekayaan budaya nasional dan merupakan simbol jati diri bangsa. Oleh karena itu, bahasa daerah harus senantiasa dijaga, kita lestarikan, dan secara terus-menerus harus kita bina dan kita kembangkan agar tetap dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana komunikasi modern. Melalui kebijakan bahasa, esksisteni bahasa daerah akan tetap terjaga. Lebih-lebih dalam era global seperti sekarang ini, jati diri suatu bangsa menjadi suatu hal yang amat penting untuk dipertahankan agar bangsa kita tetap dapat menunjukkan keberadaannya di antara bangsa lain di dunia. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam masyarakat. Bahasa menjadi alat untuk melalukan interaksi komunikasi dalam hal menyampaikan gagasan, ide, atau pendapat dengan pengetahuan bahasa yang dimiliki, dal hal ini masyarakat pemilik bahasa itu sendiri. Jika bahasa dipakai oleh pemilik bahasa maka jelas bahwa bahasa menunjukan atau menandai masyarakat pemakainya (bangsa), dan adanya bahasa karena masyarakat (bangsa) itu memakainya. Jadi, adanya bangsa dan bahasa itu saling berhubungan atau menentukan. Sebagai contoh masyarakat Jawa berbahasa Jawa, masyarakat Batak berbahasa Batak, negara Indonesia berbahasa Indonesia, negara Cina berbahasa Cina, Negara Jepang berbahasa Jepang, Negara Perancis berbahasa Perancis, Rusia berbahasa Rusia. Bangsa Indonesia sangat kaya dengan aneka suku bangsa yang masing-masing memiliki karakter sendiri, termasuk di dalamnya bahasa yang digunakan secara umum setiap suku bangsa terbagi atas dua kelompok yaitu Kelompok pertama; suku bangsa yang memiliki bahasa lisan dan tulis (aksara) misal: suku Jawa, Bali dan Batak. Kelompok kedua; suku bangsa yang hanya memiliki bahasa lisan saja misalnya;suku Dayak, Bajar, dan lain-lain. Bahasa di pakai sebagai sarana berinteraksi antar manusia melalui peristiwa sumpah pemuda, para tokoh pemuda dan berbagai latar belakang suku kebudayaan menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia yaitu bahasa yang mempersatukan seluruh elemen masyarakat etnis dan suku bangsa yang hidup di wilayah kepulauan nusantara. Bahasa sebagai nasionalisme dan jatidiri bangsa tercermin bahwa bahasa menunjukan identitas bangsa, pemahaman jatidiri bangsa menggunakan konsep kebudayaan atau kultur masyarakat yang sangat variatif atau perbedaan antar etnis butuh pemahaman tentang faktor sosial budaya. Upaya mencerdaskan kehidupan berbangsa perlu terus dilakukan dalam berbagai sektor kehidupan dengan mengoptmalkan potensi dan pemanfaatan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Pengoptimalan potensi bahasa Indonesia mengandung makna ganda, yaitu pemantapan norma bahasa yang dibarengi pemerkayaan kosakata berikut peristilahanya. Diupayakan melalui pemanfataan sumber-sumber di luar bahasa Indonesia, baik yang terdapat dalam bahasa daerah dan bahasa asing. Bahasa Indonesia tetap digunakan sebagai media yang efektif untuk menjelaskan tata peristilahan bahasa daerah dan asing. Interferensi leksikal
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
49
daerah sering memberikan pengaruh terhadap pemakaian bahasa nasional, hal tersebut tentunya memberikan ciri atau identitas penutur. 2.
Hubungan Penbelajaran Bahasa Daerah, Kebijakan Pendidikan Bahasa dengan Nasionalisme dan Jatidiri Bangsa Pembelajaran bahasa daerah (Jawa) sekarang ini telah mengalami perubahan yang signifikan. Hal tersebut tampak adanya perubahan kebijakan, bahwa bahasa Jawa wajib diajarkan sampai ke sekolah menengah atas. Perubahan tersebut juga tampak pada proses pembelajaran, yaitu melalui strategi atau metode yang modern dan inovatif, pendidik menyampaikan informasi kepada peserta didik. Harapan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran, nilai-nilai yang terkandung pada materi bahasa Jawa bisa menumbuhkan minat, karakter, budi pekerti, dan rasa nasionalis serta jatidiri sebagai masyarakat Jawa yang merupakan bagian dari bangsa Indonesia. Kebijakan bahasa (language policy) mengacu pada tujuan yang menyangkut bahasa, politik, dan masyarakat yang mendasari usaha kegiatan para perencana bahasa. Kebijakan bahasa lebih menggambarkan pendapat dan sikap masyarakat tentang bahasa yang hidup di dalammnya. Sikap dan nilai itu didasari oleh sejumlah nilai budaya tertentu. Kebijakan bahasa di Indonesia, menyangkut bahasa Indonesia, mengenai bahasa Daerah dan Asing digunakan untuk tujuan tertentu. Landasan kebijakan bahasa di Indonesia tercermin dalam ikrar Sumpah Pemuda, Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32 ayat 2, pasal 36 tentang bahasa negara adalah bahasa Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Penjelasan rinci mengenai bahasa Negara dalam UU No 24 tahun 2009, menjelaskan bagian umum bahasa, penggunaan bahasa Indonesia, pengembangan pembinaan dan perlindungan bahasa Indonesia, peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional, dan bagian terakhir yaitu lembaga bahasa. Kebijakan tentang bahasa juga tercemin dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan tentang bahasa pengantar, khususnya dalam pendidikan. Peraturan Presiden RI Nomor 16 Tahun 2010, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 tahun 2007, Keputusan Gubernur yang mengatur ketetapan dan pengembangan bahasa daerah. Karakteristik negara Indonesia ditinjau dari historis, bahasa, dan budaya memberikan pengaruh yang besar terhadap pembinaan dan pengembangan pendidikan. Dalam hal kebijakan pendidikan bahasa, mulai dari bahasa daerah, bahasa nasional, dan bahasa asing diatur dalam perundang-undangan berdasarkan pada sejarah, karakteristik bangsa yang mempunyai keanekaragaman bahasa daerah, suku, budaya menunjukkan nasionalisme dan jatidiri bangsa. Hal tersebut menunjukan bahwa di dalam kebijakan bahasa di Indonesia terkandung nilai-nilai nasionalisme dan jatidiri bangsa. G.
SIMPULAN Bahasa merupakan alat komunikasi manusia dalam suatu interaksi. Manusia berinteraksi dengan sifat yang dinamis seiring dengan itu, bahasa harus menyesuaikan
50
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
dengan tuntutan kondisi masyarakat penggunanya. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia dalam suatu interaksi. Manusia berinteraksi dengan sifat yang dinamis seiring dengan itu, bahasa harus menyesuaikan dengan tuntutan kondisi masyarakat penggunanya. Bahasa mempersatukan seluruh elemen masyarakat etnis dan suku bangsa yang hidup di wilayah kepulauan nusantara, serta mampu mengungkap nilai-nilai jatidiri bangsa. Bahasa menunjukan jatidiri dan identitas bangsa. Bangsa Indonesia dengan kekayaan bahasa daerah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, merupakan bukti bahwa bangsa Indonesia dikenal dengan Negara dengan keanekaragaman bahasa. Keanekaraman bahasa tersebut semua telah diatur dalam Undang-undang, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur. Perubahan mental pembelajaran bahasa daerah (Jawa) bisa dilakukan melalui dukungan kebijakan pemerintah yang menyangkut bahasa. Proses pembelajaran untuk membina peserta didik dapat dilakukan mulai dari membuka pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, evaluasi, dan menutup pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Chaer. 2007. Linguistik umum. Jakarta: Rineka Cipta Anton, M. Moeliono,. 2000. ―Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam era globalisasi” (Hasan Alwi, Dendy Sugono, dan A. Rozak Zaidan (Ed.). Jakarta: Pusat Bahasa Arif Rohman. (2009). Politik ideologi pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Asep Ahmad Hidayat. 2009. Filsafat bahasa. Bandung: Rosda Brown, H. Douglas. 2007. Prinsiples of language learning ang teaching. United States of America: Pearson Chaedar Alwasilah. 2007. Filsafat bahasa dan pendidikan. Bandung: Rosda Darwin Une. 2010. ―Perkembangan nasionalisme di Indonesia dalam perspektif sejarah‖ dalam Journal Inovasi, volume 7 nomor 1, 2010. Bandung:IMPAG. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Empat. Jakarta: Balai Pustaka Halliday & Hasan R. 1985. Language, context, and text: aspect of language in a socialsemiotic perspective. Victoria: Deakin University Hasan Alwi. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Muhammad Hidayatullah, 2012. ―Pancasila sebagai jatidiri bangsa” dalam http://muringkay.blogspot.com/2012/10/pancasila-sebagai-jati-diri-bangsa.html. diakses tanggal 1 September 2015. Mustakim. Bahasa sebagai identitas bangsa. dalam http: //badanbahasa.kemdikbud.go.id/ lamanbahasa/artikel/1123. Di unduh tanggal 31 Desember 2014.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
51
Suparno. 1993. Dasar-dasar linguistik. Yogyakarta: Mitra Gama Widya Surya Harapa. 2009. “Jatidiri bangsa” dalam http: //lppkb.wordpress.com/2009/03/23/ pancasila-6/. Diunduh tanggal 4 September 2015. Suhartono.2001.Sejarah pergerakan nasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Thomas, L. and Wareing, S. 1999. ―Language, Society and Power” (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Wright, Sue. 2004. Language policy and language planning from nationalism to globalisation. New York: Plalgrave Macmillan
52
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖