MEMBANGUN REVOLUSI MENTAL PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS Umi Sholihah Universitas Widya Dharma Klaten Abstract Recently, mental revolution has become a burning issues. The incumbent president states that mental revolution is necessary to build character of Indonesian people to overcome many problems in this country. This paper describes about a mental revolution from education‟s point of view. There are several things that have been seen as cause of education imbalance in Indonesia that led to the need for mental revolution in education; namely the students‟ achievement in school depends on the students‟ mark, the students‟ fear of the future, the teacher dominated in the learning process, and the passive students in the classroom. Some points that will discuss here are the notion of mental revolution itself, mental revolution in education, and character building in language teaching, espesially in teaching English. This paper also describes some of the character buildings which can be applied in teaching English; those are love to God; love to our nation; be able to work in group; have responsibility, politeness, awareness, and self-confidence; always be autonomous, honest, creative, and innovative. Keywords: mental revolution, character building, teaching English. Abstrak Makalah ini memaparkan tentang revolusi mental dari sudut pandang pendidikan. Di sini dibahas pengertian revolusi mental, revolusi mental di dunia pendidikan, dan pendidikan karakter dalam pengajaran bahasa, khususnya bahasa Inggris. Ada beberapa hal yang selama ini dipandang sebagai penyebab kepincangan pendidikan di Indonesia yang menyebabkan perlunya revolusi mental di dunia pendidikan, di antaranya adalah nilai / ijazah dianggap sebagai penentu masa depan, ketakutan akan masa depan, guru adalah seorang malaikat yang selalu benar, dan siswa pasif dalam pembelajaran di kelas. Makalah ini juga memaparkan beberapa pendidikan karakter yang dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa Inggris, yaitu cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa, cinta tanah air, tanggungjawab, mandiri, jujur, kerja sama, sopan santun, kepedulian, percaya diri, kreatif, dan inovatif. Kata kunci: revolusi, mental, karakter, pembelajaran, bahasa Inggris
A.
PENDAHULUAN Pertama kali mendengar kata revolusi mental, pasti akan banyak tanda tanya dalam benak kita. Apa itu revolusi mental? Mendengar kata revolusi saja ngeri rasanya. Kata revolusi mental mengingatkan kita akan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yaitu pada saat awal kemerdekaan, kemudian berakhirnya masa orde baru, dan yang terakhir pada masa kampanye bapak Jokowi yang sekarang menjadi presiden. Mungkin kita masih penasaran apa hubungan revolusi mental dengan dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran bahasa? Sepertinya akan ada banyak perubahan besar tentang mental. Kemudian apa yang salah dengan mental yang ada sebelumnya? Mengapa harus diubah?
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
67
Untuk menjelaskan rasa penasaran tersebut, di sini saya akan mencoba untuk menjelaskan secara lebih sederhana tentang revolusi mental dalam pengajaran bahasa, khususnya bahasa Inggris, sehingga harapan saya tidak ada lagi rasa ngeri bagi siapa saja yang mendengar kata revolusi mental, apalagi terlalu sulit dan tinggi membahasnya. Selain itu, bagi para pendidik (guru/dosen) bahasa, tulisan saya ini semoga bisa menjadi masukan dalam pembelajaran bahasa kepada peserta didiknya. B.
REVOLUSI MENTAL Untuk menjelaskan arti revolusi mental, kita harus tahu terlebih dahulu arti dari masing-masing kata tersebut. Ada dua kata yang membutuhkan penjelasan, yaitu revolusi dan mental. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, revolusi adalah perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang, sedangkan mental adalah bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan dan tenaga. Revolusi mental menyangkut keadaan kejiwaan, roh, spiritual, dan nilai-nilai yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang dalam sebuah ruang lingkup kecil atau bahkan sebuah negara. Istilah revolusi mental sebenarnya bukan hal baru, istilah tersebut sudah pernah disampaikan oleh presiden Soekarno. Istilah ini kemudian dikemukakan kembali oleh presiden Jokowi pada awal kepemimpinannya. Hal ini mungkin karena beliau menganggap pembangunan negara selama ini hanya fokus pada pembangunan fisik saja, pemerintah dianggap belum berhasil dalam membangun karakter bangsa. Ada beberapa contoh yang dapat kita lihat sebagai bukti bahwa mental atau karakter masyarakat Indonesia masih jauh dari yang diharapkan, diantaranya masih menjamurnya praktek KKN dan money politik; semakin banyaknya koruptor-koruptor yang hampir ada di segala bidang; banyaknya aksi kejahatan; serta lemahnya sistem pendidikan yang mungkin menjadi salah satu penyebab maraknya tawuran pelajar dan manipulasi data pendidikan bahkan ijazah. Semua masalah sosial di negara ini dianggap karena kurangnya atau lemahnya karakter masyarakat Indonesia. C.
REVOLUSI MENTAL DI DUNIA PENDIDIKAN MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER Revolusi mental yang diharapkan di sini adalah adanya perubahan pola pikir (mindset) para pendidik dan peserta didik dalam beberapa hal yang selama ini dipandang kurang tepat dan sebagai penyebab kepincangan pendidikan di Indonesia. Hal tersebut di antaranya adalah: 1. Nilai / ijazah dianggap sebagai penentu masa depan. Sistem pendidikan di Indonesia masih menganggap penting hasil akhir berupa nilai dan ijazah sebagai syarat ketercapaian suatu kesempatan, baik untuk melanjutkan pendidikan maupun untuk mendapatkan pekerjaan. Sebagai contoh, dalam syarat penerimaan siswa di sekolah masih menggunakan batas minimal nilai ijazah, sehingga para siswa yang ingin bersekolah di sekolah tertentu melakukan segala cara agar lulus dan mendapatkan nilai yang tinggi walau sebenarnya kemampuannya tidak sesuai dengan nilainya. Sebagai akibatnya ada beberapa pihak sekolah yang memudahkan memberi nilai yang baik agar dipandang sebagai sekolah yang unggul karena dapat meluluskan siswanya 100% dengan nilai yang memuaskan. Hal ini mengakibatkan
68
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
2.
3.
4.
banyaknya pihak yang melakukan segala cara untuk bisa mencapai nilai yang tinggi dalam ujian maupun untuk mendapatkan ijazah tanpa mengikuti atau memenuhi proses belajar yang semestinya. Ketakutan akan masa depan. Selama ini banyak orang tua yang mempunyai pemikiran bahwa pekerjaan yang terbaik adalah sebagai pegawai / PNS. Mereka berharap anak-anaknya setelah lulus sekolah harus menjadi seorang pegawai. Ini yang menyebabkan pemikiran seperti poin 1 tersebut. Para orang tua beranggapan bahwa keterampilan (skill) tidaklah penting dan bisa dikuasai dengan sendirinya setelah mereka bekerja. Orang tua kurang percaya bahwa pekerjaan selain menjadi pegawai bisa membuat sukses. Mereka takut dengan masa depan anak mereka nanti jika mereka tidak menjadi pegawai. Sehingga jarang dari mereka yang membekali anak-anak mereka dengan kemampuan berwiraswasta. Hal tersebut akan mengakibatkan munculnya ketakutan baik oleh orang tua maupun anak itu sendiri jika setelah menyelesaikan pendidikannya mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang dicita–citakan. Guru adalah seorang malaikat yang selalu benar. Guru yang profesional adalah guru yang senantiasa melakukan refleksi atas apa yang telah direncanakan dan dilakukannya serta mengambil tindakan yang tepat berdasarkan hasil refleksi itu. Namun demikian kenyataan di lapangan menunjukkan lain. Dalam kaitan ini, Cochran-Smith dan Lytle (dalam Johnson, 1992: 212) mengatakan bahwa: What is missing from the knowledge base for teaching ... are the voices of the teachers themselves, the questions teachers ask, the ways teachers use writing and intentional talk in their work lives, and the interpretive frames teachers use to understand and improve their own classroom practices. Sampai saat ini dalam kegiatan belajar mengajar, masih banyak dijumpai siswa yang hanya diminta untuk menerima ilmu dan penjelasan dari guru. Sehingga siswa tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat bahkan untuk menyanggah perkataan gurunya yang dianggapnya kurang tepat dalam mengajarkan sesuatu. Bahkan ada beberapa guru yang merasa gengsi untuk mengakui kesalahan dan menerima pendapat siswanya karena merasa takut jika itu dapat menurunkan wibawanya. Siswa takut jika melawan dia akan mendapatkan nilai yang jelek, karena nilai adalah tujuan utama mereka. Hal ini mengakibatkan siswa tidak mempunyai kesempatan dan keberanian untuk mengemukakan pendapat dan bereksplorasi dengan ilmu yang diterimanya. Siswa pasif dalam pembelajaran di kelas. Seperti yang telah disampaikan pada poin nomor 3 bahwa selama ini kegiatan belajar mengajar siswa hanya sebagai penerima ilmu yang pasif. Padahal sebenarnya mengajar merupakan upaya yang dilakukan oleh guru agar siswa belajar. Dalam pengajaran, siswalah yang menjadi subjek, dialah pelaku kegiatan belajar. Agar siswa berperan sebagai pelaku, maka guru hendaklah merencanakan pengajaran yang menuntut siswa banyak melakukan aktifitas belajar. Hal ini tidak berarti siswa PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
69
dibebani banyak tugas. Tetapi siswa didorong untuk mengemukakan pendapat, memberikan ide, dan menghasilkan suatu produk tertentu. Walaupun banyak teori yang telah dipelajari dan dipahami oleh para guru, tetapi kenyataan dilapangan masih banyak guru yang mendominasi kegiatan pembelajaran dan enggan untuk memberikan kesempatan siswa lebih aktif dikelas dengan asumsi bahwa memberi banyak kegiatan yang membuat siswa aktif akan membuang banyak waktu sementara tuntutan materi yang harus diselesaikan masih banyak. Hal pertama dalam revolusi mental di dunia pendidikan yaitu dengan mengubah mindset yang telah membudaya di masyarakat kita. Hal-hal yang perlu diperbaiki dalam pola berpikir seluruh masyarakat Indonesia untuk mewujudkan revolusi mental di dunia pendidikan di antaranya adalah: 1. Mengutamakan proses dalam pembelajaran. Ini maksudnya adalah mengembalikan hakikat dari pendidikan itu sendiri, yaitu untuk mendapatkan ilmu yang berguna tidak sekadar nilai dan ijazah yang bisa dibuat. Jadi semua pihak, mulai dari pemerintah sampai masyarakat atau peserta didik itu sendiri harus berfikiran dan mendukung bahwa proses belajar sangatlah penting, mereka harus percaya bahwa ilmu yang mereka dapatkan di sekolah akan berguna untuk masa depan mereka nantinya. Jika mereka mendapatkan ijazah dan nilai yang baik itu hanya sebagai bonus dari kerja keras mereka dalam menuntut ilmu. Tetapi tentu saja hal ini juga harus didukung dengan peraturan dari pemerintah yang jangan memberikan syarat kelulusan atau mendapatkan pendidikan atau pekerjaan dari nilai ijazah. Mungkin lebih baik dalam proses penerimaan siswa dan pekerjaan dilakukan dengan tes sehingga kemampuan sesungguhnya akan muncul. Dengan begitu mereka tidak akan berfikiran lagi bahwa nilai / ijazah dianggap sebagai penentu masa depan. 2. Membekali anak-anak kita dengan keterampilan. Para orang tua dan pendidik di sekolah harus membekali anak-anaknya dengan keterampilan sesuai dengan bakat dan minat anak tersebut. Perlu juga ditanamkan pemikiran bahwa pekerjaan apapun itu jika kita bersungguh-sungguh melakukannya bisa menjadi sukses. Hal ini akan membuat anak-anak kita untuk semangat berkreasi membuka peluang kerja baru, sehingga tidak hanya melamar, menunggu, dan frustasi jika belum mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya. Kita para pendidik dan orang tua harus menyiapkan mental generasi kita agar lebih produktif karena di era perdagangan bebas sekarang ini persaingan dengan dari negara lain semakin ketat. Jangan sampai masyarakat kita hanya sebagai konsumen dan ―pekerja‖ dari produkproduk mereka. 3. Jadikan guru sebagai teman berdiskusi ilmu dan sekolah sebagai wadahnya. Guru merupakan ujung tombak pelaksanaan pendidikan karena gurulah yang secara langsung memimpin kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, yang menjadi inti kegiatan pendidikan. Itulah sebabnya guru dituntut memiliki kemampuan profesional yang memadai sebagai bekal untuk melaksanakan tugasnya itu (Whitehead, dalam McNiff, 1992). Guru yang profesional adalah guru yang mampu
70
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
4.
(1) merencanakan program belajar-mengajar, (2) melaksanakan dan memimpin kegiatan belajar-mengajar, (3) menilai kemajuan kegiatan belajar-mengajar, dan (4) menafsirkan serta memanfaatkan hasil penelitian kemajuan belajar-mengajar dan informasi lainnya bagi penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajarmengajar (Soedijarto, 1993). Tidaklah mudah menjadi seorang guru yang ideal dan profesional. Berdasarkan UU No.14 tahun 2005 pasal 20, guru berkewajian untuk: a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran, b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran, d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika, e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Dibutuhkan komitmen, konsistensi dan ketahanan mental yang betul-betul menjadi motif terpenting untuk menjadi seorang guru, mengingat tugas dan kewajibannya yang luar biasa bobot kerjanya. Mendorong siswa untuk aktif di kelas. Sejalan dengan poin nomor 3 diatas, diharapkan guru dapat memilih kegiatan belajar mengajar sebanyak mungkin melibatkan siswa secara efektif baik fisik maupun mental demi peningkatan mutu hasil belajar.
Untuk membangun karakter seseorang apalagi merubah pola pikirnya tidaklah mudah. Salah satu cara yang dianggap mampu memperbaiki pola pikir dan karakter seseorang yaitu dengan memberikan pendidikan karakter. Akan sulit merubah karakter masyarakat yang sudah terlanjur terbudaya. Sebenarnya karakter merupakan bagian dari keseharian, membentuk karakter harus dimulai dari dini. Jadi yang sangat berperan dalam membangun karakter seseorang adalah keluarga. Akan tetapi kita tidak bisa melakukannya di semua keluarga tanpa kesadaran setiap anggota keluarga tersebut. Salah satu solusi yang tepat adalah memberikan pendidikan karakter di sekolah-sekolah. Untuk itu pemerintah menggagas untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah dengan tujuan bisa membangun dan memperbaiki karakter bangsa. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa membangun karakter merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan begitu, fitrah setiap anak yang dilahirkan suci bisa berkembang optimal. Menurut Prof. Notonagoro, perilaku manusia terkait erat dengan kodrat dan eksistensinya sebagai makhluk mono-pluralis, bahwa manusia selain merupakan makhluk individual juga makhluk sosial yang menyadari kodratnya sebagai makhluk Tuhan (Supadjar, 1995: 16). Dengan kata lain, kodrat manusia adalah menyadari hakekat kemanusiaannya.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
71
Oleh karenanya ada tiga pihak yang mempunyai peran penting dalam pembentukan karakter yaitu, keluarga, sekolah, dan komunitas. Sudikan (Doyin, 2009: 3) menyatakan bahwa pembelajaran sebaik apapun tanpa memasukkan nilai kemanusiaan dengan sendirinya akan mengalami degradasi makna yang luar biasa, sebab bagaimanapun lembaga pendidikan adalah tempat penanaman bibit bagi kekuatan moral dan kehidupan generasi muda di masa mendatang. Dengan pendidikan karakter, diharapkan anak mampu melakukan kebajikan, dan terbiasa melakukannya serta berpenampilan sigap, energik dan berkarakter kuat. Pendidikan karakter yang penting ditanamkan pada anak diantaranya adalah: 1. Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya; 2. Tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian; 3. Kejujuran; 4. Hormat dan santun; 5. Kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama; 6. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; 7. Keadilan dan kepemimpinan; 8. Baik dan rendah hati; 9. Toleransi, cinta damai, dan persatuan. Adanya pendidikan karakter di sekolah-sekolah telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, yang berbunyi ―Tujuan Pendidikan Nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab‖. Salah satu program pemerintah dalam mewujudkan pendidikan karakter adalah dengan mencanangkan kurikulum baru, yaitu kurikulum 2013 yang menekankan pada pendidikan karakter. Tema Pengembangan Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat menghasilkan insan indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Hal ini sesuai dengan Permendikbud No. 70 tahun 2013, kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. D.
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS. Belajar sesungguhnya merupakan sebuah kegiatan mental yang berlangsung dalam pikiran manusia sehingga terjadi perubahan tingkah laku, dan itu tergantung pada skemata yang telah dimiliki seseorang, bahwa pengetahuan, seperti konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan keterampilan lain itu saling bertautan dan tidak sekedar tersusun secara hierarkis (Yuwono, 2007: 22). Belajar bukan sekedar mengingat, tetapi juga mengembangkan kepekaan afektif. Berdasarkan hal tersebut, belajar bahasa adalah sebuah proses aktif, dinamis, dan
72
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
berkesinambungan, yang tidak lagi menekankan aspek pengetahuan semata, tetapi juga menekankan aspek implementasi dan manfaat. Sebuah pembelajaran yang mengedepankan pendekatan komunikatif yaitu belajar menggunakan bahasa untuk berkomunikasi (Widdowson, 1987: 48). Cara mendidik perlu diarahkan dari pengetahuan diskusif (discursive knowlegde) ke pengetahuan praktis (practical knowlegde). Artinya, membentuk karakter bukan hanya pembicaraan teori-teori etika yang abstrak, tetapi bagaimana membuat teori-teori tersebut mempengaruhi tindakan sehari-hari. Pendidikan diarahkan menuju transformasi di tataran kebiasaan. Pendidikan mengajarkan keutamaan yang merupakan pengetahuan praktis. Berikut beberapa penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran bahasa, terutama bahasa Inggris: 1. Cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa Wujud cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa bisa dilakukan dengan cara mengajak siswa berdoa terlebih dahulu sebelum memulai pelajaran. Dengan berdoa, siswa diajarkan untuk berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan yang diberikan sehingga dapat belajar. Banyak anak-anak usia sekolah yang tidak bisa bersekolah karena tuntutan biaya. Dengan menyadari bahwa dapat belajar merupakan salah satu anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa maka peserta didik akan lebih bersungguh-sungguh dan memanfaatkan waktu belajarnya se-efektif mungkin. Mereka tidak akan bermalas-malasan, dan bersekolah tidak hanya sebagai formalitas, ―datang, duduk, diam, pulang‖. 2. Cinta tanah air Para pendidik, khususnya bahasa Inggris harus menanamkan kepada peserta didiknya tujuan dari pembelajaran bahasa Inggris. Jangan diberi pemahaman dan iming-iming bahkan membandingkan bahwa bahasa Inggris lebih bagus dari bahasa Indonesia. Para pendidik harus memberi pemahaman bahwa belajar bahasa asing, salah satunya adalah bahasa Inggris, penting bukan karena bahasa tersebut lebih baik dari bahasa kita sendiri, tetapi bahasa tersebut dapat digunakan sebagai cara kita untuk lebih tahu ilmu dan teknologi dari negara lain karena bahasa Inggis adalah bahasa internasional dan sebagian besar referensi ilmu hampir disegala bidang disajikan dalam bahasa Inggris. Sehingga ilmu yang kita dapat nantinya dapat kita gunakan untuk membangun dan memajukan negara kita. Untuk itu, dalam pembelajaran bahasa Inggris harus ditanamkan rasa cinta tanah air kepada peserta didiknya. 3. Tanggung-jawab Berikan latihan yang mendorong peserta didik untuk bertanggung-jawab. Misalnya kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Beri tugas masing-masing anggota kelompok untuk membawa atau membuat sesuatu yang akan digunakan untuk pembelajaran pertemuan berikutnya. Tekankan kepada mereka bahwa mereka harus melaksanakan tugas mereka masing-masing karena itu menjadi tanggung jawab mereka. Bila salah satu tidak melaksanakan tugasnya maka pembelajarannya tidak akan berhasil sempurna.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
73
4.
5.
6.
7.
8.
74
Mandiri, jujur Dalam mengerjakan tugas tertulis, ujian atau ulangan harian sampaikan kepada mereka agar mengerjakannya secara mandiri dan jujur. Jangan menyontek, meniru temannya, membuka hp, dll. Beri reward atau pujian kepada mereka jika mereka bisa melaksanakannya. Begitu juga beri sangsi kepada mereka yang curang, misalnya walau nilai bagus tapi menyontek beri nilai kurang atau nol. Sangsi bukan berarti harus dengan memarahi. Dengan memberi sangsi yang tegas maka mereka tidak akan mengulanginya lagi. Kerja sama Memberi kegiatan yang banyak menuntut siswa untuk berinteraksi dengan temantemannya. Misalnya dengan membentuk kelompok diskusi atau tugas. Dengan bekerja kelompok dan membagi tugas akan membangun kerja sama antar siswa untuk menyelesaikan tugasnya. Sopan dan santun Latih peserta didik sikap sopan dan santun dengan cara meneladaninya. Karena teladan sangat efektif daripada sekedar menasehati. Tunjukkan perilaku sopan dan santun kita sebagai pendidik sehingga mereka akan menirukan dan sungkan jika tidak bertindak atau berperilaku yang tidak sopan di depan kita. Pada awalnya mungkin mereka hanya berperilaku di depan kita saja, kemudian dilingkungan sekolah saja, lama-kelamaan mereka akan terbiasa bersikap sopan dan santun di lingkungan manapun mereka berada. Misalnya ajari mereka meminta ijin waktu masuk kelas, ijin meninggalkan kelas, ijin bertanya dan menjawab pertanyaan. Ajari mereka ungkapanungkapan berbahasa Inggris yang tepat yang dapat digunakan untuk meminta ijin. Ajari juga mereka perilaku yang sopan terhadap guru, orang yang lebih tua, dan teman-temannya. Ingatkan bahwa sikap mengejek, mengolok-olok, dan merendahkan orang lain, khususnya temannya yang berkekurangan, baik fisik, ekonomi, atau latar belakang keluarganya itu tidak baik. Kepedulian Ajari siswa untuk lebih peka dan peduli terhadap orang lain dan lingkungan sekitar. Beri tugas-tugas sederhana yang dapat memupuk rasa kepedulian, misalnya minta siswa mengantar temannya yang sakit ke UKS, menjenguk temannya yang sakit usai sekolah, membuang sampah pada tempatnya, atau memberi tugas membuat prakarya dari bahan-bahan bekas sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Percaya diri, kreatif dan inovatif Memilih metode atau kegiatan yang dapat membuat siswa percaya diri, kreatif, dan inovatif. Contohnya memberi tugas prakarya, membuat postcard, poster, menulis surat dalam bahasa Inggris, kemudian meminta mereka untuk mempresentasikan karya mereka di depan kelas.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
E.
PENUTUP Walaupun kita percaya bahwa beberapa hal di atas adalah benar tapi masih ada saja di antara lingkungan kita bahkan kita sendiri yang mempercayainya hanya sebatas teori semata, yang dalam kenyataannya kita juga masih kembali pada pemikiran semula. Ya itulah revolusi mental, tidak akan terlihat hanya dalam beberapa hari, bulan, atau tahun. Namanya mengubah mental adalah hal yang sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama dan harus terus menerus, sehingga hasilnya akan dapat terlihat pada beberapa puluh tahun yang akan datang. Kita sebagai pendidik harus terus bersemangat berjuang dalam revolusi mental ini untuk membentuk mental yang lebih baik para peserta didik kita, sehingga nantinya setelah siswasiswa kita telah masuk di dunia kerja bahkan menjadi orang-orang penting di negeri ini mereka akan dapat mengemban amanah dan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan negaranya. REFERENSI Depdikbud, 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Doyin, Mukh. 2009. Cara (Pengalaman) Saya Mengajarkan Sastra. Semarang: Bandungan Institute. Supadjar, Damardjati. 1995. Filsafat Manusia. Yogyakarta: Fakultas Filsafat. Widdowson, H.G. 1987. “The Teaching of English as Communication”, The Communicative Approach to Language Teaching”. Ed. C.J. Brumfit and K. Johnson. Oxford: Oxford University Press Yowono, Sudikan. 2007. Problematika Pembelajaran Apresiasi Sastra dan Solusinya. Surabaya: Lembaga Penerbit Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
75