Taufik Abdullah, Peran Pendidik dalam Membentuk Karakter Peserta Didik
PERAN PENDIDIK DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK Taufik Abdullah Dosen Fskultas Ilmu Pendidikan UMMU Abstrak karakter merujuk pada ciri khas, perilaku khas seseorang atau kelompok, kekuatan moral, atau reputasi. Dengan demikian, karakter adalah evaluasi terhadap kualitas moral individu atau berbagai atribut termasuk keberadaan kurangnya kebajikan seperti integritas, keberanian, ketabahan, kejujuran dan kesetiaan, atau perilaku atau kebiasaan yang baik. Ketika seseorang memiliki karakter moral, hal inilah yang membedakan kualitas individu yang satu dibandingkan dari yang lain. Karakter juga dipahami sebagai seperangkat ciri perilaku yang melekat pada diri seseorang yang menggambarkan tentang keberadaan dirinya kepada orang lain. Upaya Pendidikuntuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah (1), menjaga hubungan pendidik dengan peserta didik. (2) memberikan pembelajaran emosional dan spiritual kepada siswa/mahasiswa dengan kontekstual, (3) Pendidik memberikan pemahaman tentang nilai-nilai seperti keadilan, rasa hormat, disiplin, dan kejujuran kepada siswa/mahasiswa pada setiap masuk kelas. (4) Siswa dan mahasiswa diberikan banyak kesempatan untuk praktekkan diluar jam pelajaran. (5) Model pembelajaran teoritis harus ditinggalkan dan lebih banyak ke action. Kata Kunci : Karakter, knowing, feeling, dan action. Pendahuluan PENDIDIKAN saat ini dihadapkan pada sejumlah problem yang bersifat makro dan mikro. Pada tataran makro, setidaknya ada dua permasalahan mendasar, yakni orientasi filosofis dan arah kebijakan. Secara tersurat, tujuan pendidikan nasional kita sungguh sangat ideal karena menjangkau semua dimensi kemanusiaan kita (religiusitas, etis, fisik, keilmuan, dan life skill), tetapi terjadi gap antara cita-cita dengan upaya dan instrumen untuk mencapai cita-cita tersebut. Implementasi pendidikan kita sering lebih menciptakakan manusia yang bertipe mekanistik daripada humanistik. Berbagai kebijakan juga seringkali mengebiri dan sengaja mengkerdilkan pendidikan. Pada tataran mikro, kita dihadapkan pada kesenjangan kualitas yang sangat jauh antar lembaga pendidikan dalam hal input
siswa, ketersediaan sarana, SDM, lingkungan, dan rusaknya karakter para siswa maupun mahasiswa di negri ini.(Moh. Yamin, 2009: 15). Hal ini disebabkan karena pendidik yang hanya mengajarkan nilai kognitif dan tidak diperdulikan pengajaran moral, (rasa hormat kepada karyawan, dosen, dan pimpinan fakultas atau universitas). pembelajaran moral tentu tidak bisa dilepaskan dari proses pendidikan dan pembelajaran yang selama ini berlangsung, yaitu pendidikan dan pembelajaran yang cenderung formalistik dan hanya mementingkan capaian nilai akademik. Rendahnya karakter menjadi perhatian semua pihak. Kepedulian pada karakter telah dirumuskan pada fungsi dan tujuan pendidikan bagi masa depan bangsa ini. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
31
JURNAL PENDIDIKAN “DODOTO”, Volume 03 No. 03, 2012 : JUNI 31 - 41
Nasional menyebutkan "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Ketentuan undang-undang tersebut dapat dimaknai bahwa pendidikan nasional mendorong terwujudnya generasi penerus bangsa yang memiliki karakter religius, berakhlak mulia, cendekia, mandiri, dan demokratis. Olehnya, pendidik harus betul-betul menanamkan nilai dan karakter yang merupakan ruh penyelenggaraan pendidikan. Maka itu, hendaknya mengembangan dan menyadarkan siswa terhadap nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan, kearifan, dan kasih sayang kepada sesama. Pendidikan karakter juga berfungsi untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan secara spesifik sesuai keyakinan agama. Setiap Pendidik hendaknya selalu diintegrasikan dengan nilai karakter pada peserta didik, sehingga menghasilkan anak didik yang berkeperibadian utuh, yang bisa mengintegrasikan keilmuan yang dikuasai dengan nilai-nilai karakter yang diyakini untuk mengatasi berbagai permasalahan hidup dan sistem kehidupan manusia. (Herman, 2006: 4-5) Perguruan tinggi merupakan lembaga akademik dengan tugas utama menyelenggarakan pendidikan dan mengembangkan ilmu, pengetahuan, teknologi, dan seni. Tujuan pendidikan, sejatinya tidak hanya mengembangkan keilmuan (teori), tetapi juga membentuk kepribadian, kemandirian, keterampilan
32
sosial, dan karakter. Oleh sebab itu, berbagai program dirancang dan diimplementasikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, terutama dalam rangka pembinaan karakter. Pendidikan karakter selain bertujuan menegakkan kemartabatan peribadi sebagai individu, ia juga memiliki konsekuensi kelembagaan, yang keputusannya tampil dalam kinerja dan kebijakan lembaga pendidikan. Tanggung jawab bersifat personal, sedangkan dalam pendidikan karakter tanggung jawab itu selain merupakan tanggung jawab individual, juga memiliki demensi sosial dan komunitas ataupun tanggung jawab secara umum. Individu dalam lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab untuk mencapai sebuah lingkungan moral yang mendukung pertumbuhan individu dan semua elemen masyarakatnya.(James Arthur. 2003: 124). Siapa Itu Pendidik ? Dalam Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Bab I pasal 1 ayat 6 dinyatakan bahwa “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamog belajar, widyaiswara, tutor, istruktur, fasilitator, dan lainnya yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Selanjutnya, pendidik secara khusus dinyatakan pada bab XI pasal 39 dinyatakan dalam butir (2) pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan, dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengambdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi dan butir (3) pendidik yang mengajar pada satuan
Taufik Abdullah, Peran Pendidik dalam Membentuk Karakter Peserta Didik
pendidikan dasar dan menengah disebut Pendidikdan pendidik yang menngajar pada satuan pendidikan tinggi disebut dosen. (UU RI No 20: 2003) Undang-Undang tersebut di atas menegaskan kepada public tentang tiga hal, bahwa (1) pendidik haruslah professional melaksanakan tugasnya, (2) tugas pendidik pada satuan pendidikan dasar dan menilai peserta didik, (3) tugas pada satuan pendidikan tinggi, selai kelima hal di atas, ditambah lagi dengan melakukan pengabdian kepada masyarakat, (4) pendidik yang bertugas pada satuan pendidikan dasar dan nenengah dinamai guru, sedangkan yang di satuan pendidikan tinggi dinamai dosen. Atas pemahaman dari beberapa pengertian di atas, maka seorang Pendidik dituntut untuk bisa memaksimalkan fungsi, perannya sebagai pendidik yang berkarakter. Pendidik di beri kewenangan untuk melaksanakan peran dan fungsinya selama di sekolah atau di kampus, yaitu pengajar dan mendidik siswa atau mahasiswa yang memiliki nilai-nilai moral, emosinal dan spiritual. Pendidik Karakter Pendidikadalah orang yang telah memanggul tanggung jawab sebagai salah satu pembentuk karakter peserta didik. Sumbangan karakter Pendidik termasuk yang paling kontributif. Karena pengaruh seorang Pendidik terhadap anak didiknya hampir sebesar pengaruh orang tua terhadap anaknya. Peribahas menyebutkan “Pendidikkencing berdiri, maka murid kencing berlari” ungkapan yang sudah tidak asing bagi kita semua. Makna dari pribahasa ini menunjukkan bahwa Pendidikmengajarakan karakter baik maka Pendidikjuga harus mengikuti apa yang ia sampaikan. Pendidik adalah mereke yang berada dilingkungan sekolah maupun
perguruan tinggi. Sebagai mana undangundang nomor 14 tahun 2005 tentang Pendidikadalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, serta pendidik menengah. Menurut Suparlan (2006: 10), Pendidik adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator agar peserta didik dapat belajar dan atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, melalui lembaga pendidikan, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat atau swasta. Dengan demikian, dalam pandangan umum Pendidiktidak hanya dikenal secara formal sebagai pendidik,pengajar, pelatih, dan pembimbing tetapi juga sebagai ”social agent hired by society to help facilitate members of society who attend schools”artinya bahwa agen sosial yang diminta oleh masyarakat untuk memberikan bantuan kepada warga masyarakat dan sedang berada di bangku sekolah. Pendidik biasanya bekerja dalam batas kewenangan kelembagaannya. Setiap lembaga memiliki nilai-nilai tertentu yang harus ditaati oleh Pendidik, baik nilai yang tertulis maupun tidak tertulis. Pendidik sering berada dalam suasana pertentangan nilai-nilai karakter yang dipegang oleh pendidik artinya pengajaranya tidak menyentuh nilai karakter anak, disisi lain pendidik diharapkan dapat menerima peserta didikyang memiliki nilai yang sangat berlainan. Perbedaan umur, suku, agama, dan status sosial-ekonomi,mungkin dapat menimbulkan pertentangan dalam nilai karakter. Contoh menghormati hak-hak orang lain, dan memperbandingkan orang adalah cara yang tidak baik. Sebaliknya,
33
JURNAL PENDIDIKAN “DODOTO”, Volume 03 No. 03, 2012 : JUNI 31 - 41
peserta didik harus menyadari bahwa perbedaan dan membeda-bedakan itu hal yang tidak baik. mungkin hidup dalam suasana dimana kekuatan jasmaniah merupakan cara untuk bisa menyelesaikan setiap perselisihan, sedangkan caradi luar itu dianggap sebagai cara orang yang lemah. Peran Pendidik sebagai pendidik karakter yang suda dijelaskan.Maka sangat penting Pendidik berpartisipasi untuk menjalankannyayaitu: 1. Partisipasi Pendidik di sekolah dapat di lihat upaya mereka untuk selalu mengkaji dan memahami pendidikan karakter secara benar, contohnya,Pendidik melibatkan diri dalam acara pengajianpengajian, tadarusan, mengikuti acara MTQ tingkat kota maupun provinsi, mengikuti diklat-diklat atau seminar yang berkaitan dengan pendidikan karakter. 2. Partisipasi Pendidik dalam pendidikan karakter di sekolah juga dapat dilihat dari upaya Pendidikmemberikan penanaman konsep tentang pendidikan karakter, penanaman konsep pendidikan karakterterutama pada awal pelajaran atau sebelum pelejaran di mulai atau diharuskan membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan berdoa sebelum memulai pelajaran, memberikan nasihat pada peserta didik, memberikan dorongan peserta didik untuk belajar, dan ketika akan berangkat ke sekolah hendaknya peserta didik berpamitan dulu pada orang tua, berjabat tangan dan mengucapkan salam kepada orang tua, setelah sampai di sekolah hendaknya bersalaman kepada guru, teman, maupun tamu yang berkunjung ke sekolah dan lain-lain. Pesan-pesan seperti inilah disampaikan Pendidik ketika berada di dalam kelas, pesan seperti ini
34
berulangkali disampaikan hingga peserta didik itu terbiasakan.(idealnya di terapkan tingkat SD dan SMP) 3. Partisipasi Pendidik dalam pengajaran pendidikan karakter juga bisa dilihat dari upaya Pendidikdalam pembelajaran yaitu kebanyakan peserta didik meniru sikap dan prilaku Pendidikbagi Pendidikdan peserta didik merupakan figur utama di sekolah. dilingkungan masyarakat dan di rumah. 4. Pendidikdalam pembelajaran di kelas juga dapat dilihat pingisian absensi sala satu perangkat pembelajaran yaitu buku nilai disamping memuat prestasi akademik peserta didik dan juga berisi nilai kinerja serta pengamatan terhadap karakter peserta didik, pengisian buku sebagai laporan mengenai perkembangan karakter peserta didik. Peran Pendidik sebagai pendidik karakter juga di jelaskan Ki Hajar Dewantoro yaitu:ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Ungkapan tersebut diartikan sebagai sikap pemimpin (guru) harus mampu memberi teladan kepada muridmuridnya seperti bertindak jujur dan adil. Pendidik juga harus perlu memberikan kepercayaan kepada muridnya untuk mempelajari sesuatu sesuai minat dan kemampaunnya. Pendidik hendaknya menjadi garda terdepan, memberi contoh, memberi motivator, dalam penanaman budi pekerti. Sering ada pepatah yang menyinggung pribadi guru, yaitu digugu dan ditiru. Inilah figur ideal yang didambakan setiap bangsa. Figur inilah yang menghendaki seorang Pendidik perlu menjadi suri teladan dalam aplikasi pendidikan karakter. Pendidik dapat memberikan tauladan moralitas kepada anak didik di sekolah. Moralitas tersebut
Taufik Abdullah, Peran Pendidik dalam Membentuk Karakter Peserta Didik
berhubungan dengan pembiasaan disiplin dan sopan santun yang tepat. Tutur kata dan sikap Pendidikpun mencerminkan watak seorang pendidik. (Suwardi Endraswara, 2006: 58). Menurut John Dewey (douglas. J,. Simpson, et.al), “The teacher loses the position of external boss or dicatator but takes on that of leader of group activities”. Maksud pernyataan tersebut, bahwa Pendidikdi dalam kelas tidak sebagai seorang diktator yang menggunakan cara indoktrinasi dalam penyampaian pengetahuan namun pendidik adalah seorang pemimpin yang mengemban amanah moral dihadapan peserta didiknya. Pendidikmengajarkan karakter juga mengikuti perkembangan dunia globalisasi seperti yang sebutkan oleh Jacques Delorske dalam tujuh macam ketegangan yang akan terjadi ciri dan tantangan pendidikan globalisasiyaitu: 1. Ketegangan antara global dengan lokal. 2. Ketegangan antara universal dan individual 3. Ketegangan antara tradisi dengan kemodernan 4. Ketegangan antara pertumbuhanpertumbuhan jangka panjang dan jangka pendek 5. Ketegangan antara perlunya kompetisi dengan kesamaan kesempatan 6. Ketegangan antara perluasan pengetahuan yang berlimpah ruah dengan kemampuan manusia untuk mencernakannya. 7. Ketegangan antara spiritual dengan material Faktor yang nomor tujuh itulah yang sering tanpa menyadari dunia mempunyai suatu keinginan yang sering tidak terungkapkan yang berupa cita-cita dan nilai-nilai yang kita sebut “karakter”.
Tugas mulia pendidikan untuk mendorong setiap orang bertindak berdasarkan tradisi-tradisi dan pendirian-pendirian mereka serta memberikan penghargaan penuh terhadap pluralisme untuk meningkatkan pikiran dan spirit mereka mencapai tingkat universal. Tidak berlebih-lebihan apabila kelangsungan hidup manusia tergantung pada bagaimana seorang pendidikmenjalankan tugas mulia sebagai pendidik. (Douglas J. Simpson, et.al, 2005: 182). Tugas mulia ini menurut Al-Ghazali adalah separu dari agama, buah dari mujahadah (usaha keras dan sungguhsungguh) para muttaqin atau orang-orang yang bertakwa di jalan Allah. Sedangkan Allah yang buruk adalah racun pembunuh dan membinasakan. Oleh sebab itu, keburukan-keburukan akhlak itu harus diobati. Jika dibiarkan maka penyakit itu akan menumpuk di dalam hati. Pendidikan karakter akan mencetak generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual namun juga cerdas secara emosional dan spiritual, sehingga dalam membangun bangsa selalu dilandasi oleh nilai-nilai universal yang bersumber dari suara hati (fitrah) manusia. Maka yang lebih penting adalah seorang pendidikagama sebagai pemberi petunjuk, dalam hymne Pendidik disebutkan “engkau sebagai pelita dalam kegelapan”. Petunjuk yang diberikan Pendidikadalah petunjuk hidup yang membangun karakter anak didik. Sedangkan karakter manusia seutuhnya yang utama adalah sadar sebagai mahluk Tuhan YME. Maka arah utama petunjuk pendidik dalam pengembangan karakter anak didik adalah petunjuk ke jalan yang mendekatkan kepada Tuhan YME atau kecerdasan spirtual. Apapun mata pelajaran atau mata kulia yang kita sampaikan pada muatan religius yang mengarahkan anak didik dengan
35
JURNAL PENDIDIKAN “DODOTO”, Volume 03 No. 03, 2012 : JUNI 31 - 41
kedekatan Tuhan YME adalah sebuah keniscayaan. Sampai di mana tingkat kemampuan penyerapan peserta didik terhadap materi pelajaran di situ pula pendidikakan mengantarkan petunjuknya ke jalan mendekati Tuhan. Ini bukan berarti kita menafikan pelajaran akademis, tetapi kembali lagi kita ingat, bahwa karakter keperibadian anak telah kita sepakati lebih utama dari pada kepandaian intelektualnya. Karena menunjukkan intelektual itu akan merusak taatanan bangsa. Menurut Al Ghazali bahwa Pendidikadalah penyebab manusia hidup yang kekal.Sebagai bahan renungan agar kita ikhalas membina karakter anak supaya lebih baik, sebagaimana ungkapan Al Ghazali adalah sebagai berikut: Wujud yang paling mulia di permukaan bumi ini adalah jenis manusia. Dan bagian yang paling mulia dari hakekat manusia adalah hatinya. Pendidikbekerja menyempurnakan, membesarkan, membersihkan, dan menggiring hati mendekat kepada Allah Swt. Maka pangkat yang manakah yang lebih terhormat daripada hamba itu menjadi perantara antara Tuhan dengan mahluk-Nya dan kelak akan digiringnya ke surga al Ma’wa. Amin. (Artikel Muhammad shobirin Saeordji). Tugas para pendidikmembentukan karakter peserta didik sudah saatnya harus dilakukan. mulaidari mata pelajaran apapun bersama-sama mendidik, menata, dan memprogramkan karakter anak didik sesuai dengan mata pelajaran masingmasing. Ikatan emosional kita sebagai orang tua harus lebih terjalin dengan erat. Boleh kita tidak hafal dengan nama anakanak didik karena jumlahnya yang banyak, tetapi kita sebagai Pendidiktidak boleh lupa dengan status orang tuanya. Imam AlGazali mengatakan, sesungguhnya orang tua itu adalah penyebab wujudnya yang sekarang dan hidup fana.
36
Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pendidikan moral atau karakter sudah menjadi tugas para pendidikyang telah diamanatkan oleh undang-undang. Pendidikan karakter bertujuan memfasilitasi peserta didik agar mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji, menginternalisasi, mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri peserta didik serta mengimplementasikan perilaku seharihari, dalam berbagai konteks sosial budaya yang berbhineka sepanjang hayat. (Imam Al Ghazali, 2003: 190). Eksistensi Pendidik dalam Menanamkan Pendidikan Karakter Peserta Didik Pendidik mengembangkan pendidikan karakter pada peserta didik. Makapendidik sebagai instruktur, fasilitator, dan kolaborator. Sebagai instruktur pendidik memberikan tugas atau perintah kepada peserta didik untuk mengimplementasikan pendidikan karakter. Pendidik menjadi kata kunci untuk mewujudkan pendidikan karakter. Pendidik sebagai orang yang dipercaya dan diteladani oleh murid harus memberikan contoh karakter yang kuat. Hal ini, akan menjadi dasar yang kuat bagi seorang pendidikuntuk membentuk karakter peserta didiknya. Dengan demikian, akan terwujud filosofi Pendidik dipercaya dan ditiru (diteladani). Akan tetapi apabila perilaku Pendidiktidak dapat menjadi teladan bagi peserta didiknya tetapi justru menjadi “tontonan”. Santoso menegaskan bahwa tujuan setiap pendidikan yang murni adalah menyusun harga diri yang kukuh-kuat dalam jiwa pelajar, supaya mereka kelak dapat bertahan dalam masyarakat. Selanjutnya dijelaskana pula bahwa
Taufik Abdullah, Peran Pendidik dalam Membentuk Karakter Peserta Didik
pendidikan bertugas mengembangkan potensi individu semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuannya, sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, disiplin, tanggung jawab. Merujuk pemikiran di atas, berarti pembentukan karakter dan watak menjadi salah satu tanggung jawab dan tugas seorang Pendidik dalam mendidik peserta didiknya. Pendidik mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pembelajaran karakter secara baik oleh peserta didik yaitu: (1) Pendidik harus memahami dan melaksanakan kurikulum sekolah serta menguasai pelajaran yang di berikan, (2) Pendidikharus memiliki daftar dan jadwal mengajar, (3) Pendidikharus membuat persiapan program pembelajaran harian (perangkat pembelajaran) harian, mingguan dan semester, (4) Pendidikwajib memberikan ulangan harian sekurangkurangnya tiga kali setiap semester, (5) Pendidik wajib ikut berusaha menyelamatkan perkembangan kehidupan karakter peserta didik, dari tindak kriminal berupa perkelahian (tawuran) dan penyalagunaan narkoba, (6) Pendidik wajib mengutamakan tugas dan kewajiban sekolah dimana ia menjadi pendidik tetap, (7) Pendidik wajib menjadi contoh pengembangan karakter yang baik dan dapat diteladanai dalam tingkah laku, tutur kata dan penampilan, (8) Pendidik wajib melaksanakan tugasnya dengan tertib, rapih dan penuh tanggung jawab, (9) Pendidik wajib menjunjung tinggi nama dan martabat profesinya, (10) Pendidik wajib menjunjung tinggi visi dan misi sekolah serta mengimplemtasikannya. Pendidik merupakan fakor pertama dan utama yang akan menentukan kemajuan dan kemunduran sebuah pendidikan. Oleh karena itu, untuk dapat menjadi pendidikan yang maju dan berkarakter, maka tenaga kependidikan
yang ada hendak juga benar-benar memenuhi kualifikasi sebagai seorang pendidik yang memiliki kapasitas keilmuan, komprehensif di bidangnya, memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi serta professional. Dengan adanya tenaga kependidikan seperti ini diharapkan proses kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar yang dapat menghasilkan output yang berkualitas. Pendidik juga memiliki makna “dan ditiru” (dipercaya dan dicontoh) secara tidak langsung juga memberikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya. Oleh karena itu, profil dan penampilan seharusnya memiliki sifatsifat yang dapat membawa peserta didiknya ke arah pembentukan karakter yang kuat. Maka seorang Pendidik harus menjadi teladan bukan sekadar memberi teladan dan menjadi contoh bukan sekadar memberi contoh. Kesadaran kreatif dan berkarakter yang menjadi contoh dan teladan harus dimiliki oleh pendidik TK, SD, SMP/MTs, SMA/MA/K sampai tingkat perguruan tinggi. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut harus dilakukan secara bersamasama antara dinas pendidikan, pemerintah, stakeholder pendidikan, dan semua elemen bangsa untuk menundukkan bersama lembaga pendidikan lainya memikirkan kepentingan bangsa dan generasi penerus serta merumuskan pendidikan karakter bangsa. Murqon Hidayatullah (2010: 30) yaitu (1) penyebutkan bahwa pendidik berperilaku menarik, terutama tanpak pada penampilan wajah yang berseri-seri, selalu tersenyum setiap bertemu dengan muridnya. Kondisi ini mencerminkan karakter pendidikyang memiliki peribadi yang baik, (2) mampu berkomunikasi dengan baik. Ucapannya enak di dengar,
37
JURNAL PENDIDIKAN “DODOTO”, Volume 03 No. 03, 2012 : JUNI 31 - 41
jelas (pesan tersampaikan dengan tepat), menyejukkan, memotivasi, dan memberikan inspirasi, walaupun dalam konteks tertentu pendidikbisa berkata tegas, (3) semua aktifitasnya dilaksanakan dengan sepenuh hati. Perasaan dan emosi, bahkan secara spritual pendidikmelibatkan diri secara penuh dalam melaksanakan tugasnya, (4) selalu memberikan pelayanan maksimal. Pendidik selalu peduli dan proaktif dalam memberikan pelayanan kepada peserta didiknya. Pendidik Harus Refleksi Diri Dalam Undang-undang No 14 tahun 2005 bahwa kedudukan pendidik sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis,serta bertanggung jawab. Seorang pendidik harus profesional dalam pekerjaannya. Ini berarti menjadikan atau mengembangkan suatu bidang pekerjaan atau jabatan secara profesional. Hal ini menunjukkan pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan kriteria-kriteria profesi yang terusmenerus berkembang sehingga tingkat keahlian tingkat tanggung jawab (etika profesi), serta perlindungan terhadap profesi terus menerus disempurnakan. Dalam prosesprofesionalismeini adalahpendidikyang memiliki produktivitas kerjayang tinggi serta mutu pembentukan karakter peserta didik dan mahapeserta didik semakin lama semakin baikserta kompetitif.(H.A.Tilaar, 2002: 86) Profesionalisme pendidik merupakan bidang pekerjaan khsusus
38
yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: 1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, 2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, 3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, 4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, 5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, 6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, 7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat, 8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas Profesional, 9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan pendidik (Winarno Surakhmad, 2009: 297) Ary Ginanjar mengatakan, betapa pentingnya pendidikan karakter setelah mempelajari ilmunya. Hal ini didukung pemikiran para samurai di Jepang yaitu Wasa dan Do. Wasa artinya skill sedangkan Do artinya The way of life (prinsip hidup) yang dikenal Bushido. Pemikiranpemikiran tersebut dapat direalisasikan apabila dosen membelajarkan mahapeserta didik dengan kreativitas berimbang antara hardskill (ahli dan bekerja keras) dan landasan karakter yang kuat. Oleh karena itu, dibutuhkan pendidik selalu menjadi inspirator bagi peserta didik/mahapeserta didiknya. Dosen harus menjadi pionir teladan bagi mahapeserta didik di perguruan tinggi. Seoarang dosen memiliki tugas dan tanggung jawab tidak jauh seperti seorang guru. Akan tetapi, seorang dosen memiliki tanggung jawab untuk menjadi pionir taladan bagi maha peserta didik dan masyarakat dalam
Taufik Abdullah, Peran Pendidik dalam Membentuk Karakter Peserta Didik
melaksanakan tri darma perguruan tinggi. Dengan demikian, peran dosen di perguruan tinggi harus memiliki citra inspiratif dan berkarkater. (Furqon, 2009). Guru/dosen harus selalau berkarya dan mengimplementasikannya kepada peserta didik melalui pembelajaran, kepada masyarakat melalui penelitian dan pengabdian. Dengan demikian, tidak boleh ada rantai terputus antara pendidikdalam pembentukan karakter generasi muda di masa yang akan datang. (Hidayatullah, 2010:18) Pendidik diumpamakan tokohtokoh yang membentuk karakter pelajar dan mahapeserta didik. Selain itu, pendidikjuga yang memberikan senjata berupa “ilmu” sebagai “pedang” untuk mengubah dunia. Berbicara senjata untuk mengubah dunia ini harus belajar pada para Samurai. Para Samurai memiliki senjata yang disebut Katana atau Pedang. Pedang yang tajam tentu mengerikan dan berbahaya jika dimiliki oleh orang yang tidak bermoral. Pedang menjadi tidak berbahaya ketika pemegangnya mempunyai sifat yang disebut Bushido, yaitu amanah, pengasih, santun, sopan, mulia, hormat, dan lain-lain. Apabila para pelajar dan sarjana lulusan Indonesia memiliki sikap dan perilaku seperti para Samurai, yakinlah bahwa pendidikan karkater akan dapat segera terwujud.(Ary ginanjar Agustian, 2001). Kita lihat salah satu contoh cerita tentang karakter dosen yaitu kita simak dibawah ini: kenapa yang ikut kelas saya banyak sekali?? Hampir 75% peserta didik yang mengambil mata kuliah X, ikut kelas saya, bukannya mata kuliah X di buka 2 kelas??? Kenapa ga pilih kelas yang sebelah saja?? Hmmmmm….. Dengar dua kabar burung, dua dosen ini punya karakter yang berbeda. Yang satu “enak”, yang satu lagi “tidak enak”. Karena peserta didik adalah
manusia, pasti pilih yang enak donk… Makanya kelas si dosen enak meledak….banyak peserta didiknya. Cerita diatas adalah salah satu contoh problematika karakter yang terjadi pada pendidik. sudah cukup bagi kita untuk merasakan karakter dua dosen yang berbeda. Dari sisi penilaian dua dosen atau Pendidiksangatlah berberbeda yaitu ada yang subjektif dan objektif. Karakter dosen atau siswa sifatnya sangat personal (tergantung peribadi masing-masing pendidik). Berdasarkan pengalaman penulis menjadi mahapeserta didik secara umum karakter dosen dan Pendidikbisa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu : 1.
2.
3.
Mengajar enak, baik, nilai bagus, dan bagus di dengar Perfect pendidik!!! Menyampaikan ilmunya dengan baik, dan penilaiannya juga baik… ilmunya dapat, nilainya juga dapat lainnya. Mengajar tidak baik, tapi nilai bagus Ini tipe pendidik yang mengajarnya kurang dipahami oleh peserta didiknya, banyak faktor, misal dosennya memang kurang baik menyampaikan materi atau memang malas membagi ilmu. Tetapi nanti ujung-ujungnya indah. Entah soal ujiannya di buat mudah, atau standard nilainya dibuat rendah, sehingga kemungkinan mahapeserta didiknya nilainya sangatlah tinggi Mengajar enak, nilai tidak baik Tiga karakter ini, sebetulnya mendekati standard dosen ideal, terkadang dosen yang memang berkarakter adil (kalau nilai ujian mu jelek ya nilai mu jelek, begitu pula sebaliknya). Oleh karena itu, pada saat kuliah, dosen tipe ini akan berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menyampaikan materi dengan
39
JURNAL PENDIDIKAN “DODOTO”, Volume 03 No. 03, 2012 : JUNI 31 - 41
baik, sehingga mahapeserta didiknya bisa mudah memahami dan mendapatkan ilmunya. 4. Mengajar tidak baik, nilai baik, Nah ini tipe dosen yang tidak baik. Sudah mengajar kurang mudah dipahami, nilanya pun pelit sekali. Diantara empat karakter pendidik ini, yang paling favorit pastilah dosen atau Pendidikyang nomor 1. Dan pasti yang paling tidak disukai adalah karakter dosen yang nomor 4. Nah, antara nomor 2 dan 3 ini lah yang membedakan mahapeserta didik pencari nilai dan pencari ilmu. Bila dihadapkan pada pilihan nomor 2 dan 3, saya yakin sebagian besar mahapeserta didik, pasti akan memilih yang nomor 2, kasarnya begini, halaltidak peduli dapat ilmu atau tidak, yang penting saya dapat nilai A. Hanya sedikit mahapeserta didik yang memilih dapat nilai baik karena memang saya mengasuh mata kuliah tersebut. Karakter pendidik sangat menentukan kualitas mahapeserta didik nantinya. Menjadi dosen atau pendidikyang terlalu baik (mudah memberikan nilai A) bisa jadi malah menjerumuskan maha peserta didiknya. Para pendidik adalah mesin pencetak generasi muda. Makin baik mesin pencetaknya (dosen atau guru), makin baik pula hasil cetakannya (mahapeserta didiknya). Peran pendidik sangat besar dalam mewujudkan pendidikan karakter. Pendidik harus memiliki karakter kuat dan cerdas terlebih dahulu baru membentuk karakter pelajar dan maha peserta didiknya. Bagaimana dengan Pendidik? Marilah kita refleksi bersama-sama, kemudian niatkan dalam hati untuk refleksi dan mengubah diri untuk berpartisipasi dalam mewujudkan pendidikan karakter untuk anak cucu kita. (Karso Mulyo, 2009: 4-5).
40
PENUTUP Dari kajian diatas maka ditarik kesimpulanya adalah pendekatan komprehensif efektif untuk meningkatkan baik capaian akademik maupun aktualisasi nilai-nilai target yang diintegrasikan dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor berikut. (1) Pendidikan karakter diintegrasikan dalam semua pembelajaran sehingga menumbuhkan tanggung jawab semua pendidik untuk mengembangkan karakter subjek didik. (2) Metode yang digunakan bersifat komprehensif, yaitu perpaduan dua metode tradisional (inkulkasi nilai dan keteladanan), dan dua metode kontemporer (fasilitasi nilai dan pengembangansoft skills) sehingga dapat mengatasi masalah secara lebih tuntas. (3) Program pendidikan bersifat intrakurikuler, dan ekstrakurikuler sehingga intensitas pendidikan karakter cukup tinggi. (4) Proses pendidikan melibatkan partisipasi orang tua (seharusnya dibentuk Komite Pendidikan Karakter, guna membangun kerja sinergis antara lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat. (4) Pendidikankarakter disertai pengembangan kultur lembaga pendidikan sehingga terjadi pembentukan habit berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral. (5) Pimpinan lembaga pendidikan harus memiliki kepemimpinan moral (dapat dijadikan teladan, bertanggung jawab, disiplin, memiliki rasa kekeluargaan, demokratis, dapat berkomunikasi secara efektif, memiliki perhatian terhadap masalah moral, dan taat beribadah). Permasalahannya adalah masih sifat ego dengan maunya masing-masing dengan turut mempengaruhi cara pandang dan orentasi nilai karakter dalam melihat sesuatu yang global. Orentasi tersebut bisa dikatagori menjadi empat (1) Nilai karakter etis, mendasari pandangannya
Taufik Abdullah, Peran Pendidik dalam Membentuk Karakter Peserta Didik
pada ukuran baik atau buruk, (2) Nilai karakter yang pragmatis, mendasari pandangannya pada berhasil atau gagal, (3) Nilai karakter sensorik, yang mendasari pandangan mereka pada
menyenangkan atau membahagiakan, (4) Nilai karakter yang mendasari pandangan hidupnya pada pahala atau dosa atau halal dan haramnya sesuatu.
DAFTAR PUSTAKA Agustin, Ary ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun kecerdasan Emosi dan spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient berdasarkan 6 rukun Iman dan 5 rukun Islam. Jakarta: Arga Douglas J. Simpson, et.al. 2005. John Dewey and The Art of Teaching. California: Sage. Hidayatullah, M. Furqon. 2010. “Revitalisasi Nilai-nilai Kepahlawanan dalam Membentuk Karakter Bangsa”. Makalah Seminar Internasional, 10 November 2010 di FKIP UNS. ______________.2009. PendidikSejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas. Surakarta: Yuma Pustaka. Tilaar, H.A.R. 2002. Pendidikan untuk masyarakat Indonesia baru. Jakarta: Grasindo Herman. 2006. Budaya sekolah di SMA Bantul Negeri 1 kasihan. Tesis magister, UNY, Yogyakarta Al-Ghazali, Imam. 2003. Ringkasan Ihya’ Ulumiddin (terjemahan). Surabaya: Gitamedia Press. Arthur, James . 2003. Education with Character, the moral economy of schooling. New York AS: 11 New Fetter Lane, London EC4P 4EE Bohlin, E Karen. 2005. Teaching Character Education through Literature.London And New York: USA and Canada by Routledge Falmer Mulyo, Karso.2009. Membangun Karakter Bangsa Melalui Pembelajaran Konteksual. http://agupenajateng.net/2009/06/06/ Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Endraswara, Suwandi. 2006. Budi Pekerti Jawa. Yogyakarta: Buana Pustaka
41