RESUME PERKULIAHAN MEMFORMULASIKAN HIPOTESIS DAN KERANGKA BERPIKIR Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan Matematika
Dosen Pengampu: Dr. Heri Retnowati, S.Pd., M.Pd.
Oleh : Aprisal
(16709251019)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016
MEMFORMULASIKAN HIPOTESIS DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kerangka Pikir Kerangka pikir merupakan bagian teori dari penelitian yang menjelaskan tentang alasan atau argumentasi bagi rumusan hipotesis. Kerangka pikir menggambarkan alur pikiran peneliti dan memberikan penjelasan kepada orang lain mengapa dia mempunyai anggapan seperti yang diuraikan dalam hipotesis. Kerangka pikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertanyaan antar variabel yang akan diteliti. Kerangka pikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila dalam penelitian tersebut berkenaan dua variabel atau lebih. Apabila penelitian hanya membahas sebuah variabel atau lebih secara mandiri, maka yang dilakukan peneliti di samping mengemukakan deskripsi teoritis untuk masing-masing variabel, juga argumentasi terhadap variasi besaran variabel yang diteliti (Haryoko dalam Wagiran, 2015). Adapun proses penyusunan kerangka berpikir untuk merumuskan hipotesis adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan Variabel yang Diteliti Untuk menentukan kelompok teori apa yang perlu dikemukakan dalam menyusun kerangka berpikir untuk pengajuan hipotesis, maka harus ditetapkan terlebih dulu variabel penelitiannya. Berapa jumlah variabel apakah nama setiap variabel, merupakan titik tolak untuk menentukan teori yang akan dikemukakan. 2. Membaca Buku dan Hasil Penelitian Setelah variabel ditentukan, maka langkah berikutnya adalah membaca buku-buku dan hasil penelitian yang relevan. Buku-buku yang dibaca dapat berbentuk buku teks, ensiklopedia, dan kamus. Hasil penelitian yang dapat dibaca adalah, laporan penelitian, jurnal ilmiah, Skripsi, Tesis, dan Disertasi. 3. Deskripsi Teori dan Hasil Penelitian Dari buku dan hasil penelitian yang dibaca akan dapat dikemukakan teoriteori yang berkenaan dengan variabel yang diteliti. Seperti telah dikemukakan, deskripsi teori berisi tentang, definisi terhadap masingmasing variabel yang diteliti, uraian rinci tentang ruang lingkup setiap variabel, dan kedudukan antara variabel satu dengan yang lain dalam konteks penelitian itu. 4. Analisis Kritis terhadap Teori dan Hasil Penelitian Pada tahap ini peneliti melakukan analisis secara kritis terhadap teoriteori dan hasil penelitian yang telah dikemukakan. Dalam analisis ini peneliti akan mengkaji apakah teori-teori dan hasil penelitian yang telah ditetapkan itu betul-betul sesuai dengan obyek penelitian atau tidak, karena sering terjadi teori-teori yang berasal dari luar tidak sesuai untuk penelitian di dalam negeri.
5. Analisis Komparatif Terhadap Teori dan Hasil Penelitian Analisis komparatif dilakukan dengan cara membandingkan antara teori satu dengan teori yang lain, dan hasil penelitian satu dengan penelitian yang lain. Melalui analisis komparatif ini peneliti dapat memadukan antara teori satu dengan teori yang lain, atau mereduksi bila dipandang terlalu luas. 6. Sintesa kesimpulan Melalui analisis kritis dan komparatif terhadap teori-teori dan hasil penelitian yang relevan dengan semua variabel yang diteliti, selanjutnya peneliti dapat melakukan sintesa atau kesimpulan sementara. Perpaduan sintesa antara variabel satu dengan variabel yang lain akan menghasilkan kerangka berpikir yang selanjutnya dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis. 7. Kerangka Berpikir Setelah sintesa atau kesimpulan sementara dapat dirumuskan maka selanjutnya disusun kerangka berpikir, yaitu dapat berupa kerangka berpikir yang asosiatif/hubungan maupun komparatif/perbandingan. 8. Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir tersebut selanjutnya disusun hipotesis. Bila kerangka berpikir berbunyi “jika komitmen kerja tinggi, maka produktivitas lembaga akan tinggi”, maka hipotesisnya berbunyi “ada hubungan yang positif dan signifikan antara komitmen kerja dengan produktivitas kerja”. B. Pengertian Hipotesis Penelitian Setelah mengemukakan permasalahan serta memeriksa bahan pustaka yang berkaitan, peneliti siap untuk menyusun suatu hipotesis. Dikutip pendapat Prof. Drs. Sutrisno Hadi MA (dalam Arikunto, 2010), tentang pemecahan masalah, seringkali peneliti tidak dapat memecahkan permasalahannya hanya dengan sekali jalan. Permasalahan itu akan diselesaikan segi demi segi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk tiap-tiap segi, dan mencari jawabannya melalui penelitian yang dilakukan. Jawaban terhadap permasalahan ini dibedakan atas 2 hal sesuai dengan taraf pencapaiannya, yaitu: 1. Jawaban permasalahan yang berupa kebenaran pada taraf teoretik, dicapai melalui membaca. 2. Jawaban permasalahan yang berupa kebenaran pada taraf praktik, dicapai setelah penelitian selesai, yaitu setelah pengolahan terhadap sumber data. Sehubungan dengan pembatasan pengertian tersebut maka hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis dibuat karena dua alasan: (1) hipotesis yang mempunyai dasar kuat menunjukkan bahwa peneliti telah mempunyai cukup pengetahuan untuk melakukan penelitian dibidang itu, dan (2) hipotesis memberikan arah pada pengumpulan dan penafsiran data;
hipotesis dapat menunjukkan kepada peneliti. prosedur apa yang harus diikuti dan jenis data apa yang harus dikumpulkan. C. Fungsi dan Kegunaan Hipotesis 1. Fungsi Hipotesis a) Untuk menguji teori b) Untuk mendorong teori c) Untuk menerangkan fenomena sosial 2. Kegunaan Hipotesis a) Memberikan kejelasan sementara tentang gejala-gejala serta mempermudah perluasan pengetahuan dalam suatu bidang. b) Memberikan suatu pernyataan hubungan yang langsung dapat diuji dalam penelitian. c) Memberikan arah kepada penelitian. d) Memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penyelidikan. D. Ciri-Ciri Hipotesis Yang Baik Ary, D, dkk (1982) (dalam Wagiran) mengemukakan ciri hipotesis yang baik 1. Hipotesis harus memiliki daya penjelas. 2. Hipotesis harus merupakan hubungan yang diharapkan diantara variabelvariabel. 3. Hipotesis harus dapat diuji. 4. Hipotesis hendaknya konsisten dengan pengetahuan yang sudah ada. 5. Hipotesis hendaknya dinyatakan sesederhana mungkin. Tuckman, B (1982) (dalam Wagiran) menyebutkan ciri hipotesis yang baik, terutama dalam bidang pendidikan adalah: 1. A hypothesis should be based on a sound rationale. 2. Hypothesis provides a reasonable explanation. 3. States as clearly and concisely as possible the expected relationship between two variables and defines those variables in operational, measurable term. 4. Defined hypothesis must be (and will be if well formulated and stated) testable. E. Macam-Macam Hipotesis Peneltian 1. Hipotesis Penelitian a) Hipotesis Induktif adalah hipotesis yang formulasinya didasarkan atas generalisasi hasil dari serangkaian observasi yang telah dilakukan di lapangan atau di bidang ilmu yang bersangkutan.
b) Hipotesis Deduktif adalah hipotesis yang formulasinya didasarkan atas generalisasi hasil dari serangkaian studi teori atau studi kepustakaan. 2. Hipoetsis Statistik a) Hipotesis nihil atau biasa juga disebut hipotesis, karenanya biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik. Diberi notasi atau simbol dengan (H0). b) Hipotesis Alternatif adalah lawannya hipotesisi nol, yang menyatakan adanya hubungan antara dua fenomena yang diteliti (variabel bebas dengan variabel terikat), diberi notasi atau simbol dengan (HI). F. Bentuk-Bentuk Perumusan Hipotesis Berdasarkan Rumusan Masalah 1. Hipotesis Deskriptif. Hipotesis deskriptif merupakan jawaban sementara terhadap masalah deskriptif, yaitu yang berkenaan dengan variabel mandiri. Contoh: rumusan masalah: a) Bagaimana gambaran latar belakang profesional guru di SMP N 1 Yogyakarta? b) Seberapa baik gaya kepemimpinan di Prodi Magister Pendidikan Matematika ? Hipotesis: a) Guru SMP N 1 Yogyakarta pada umumnya berlatar belakang sarjana yang sudah memiliki kompetensi yang sesuai dengan profesionalisasinya. b) Gaya kepemimpinan di Prodi Magister Pendidikan Matematika telah mencapai 70 % dari yang diharapkan. 2. Hipotesis Komparatif (Perbedaan). Hipotesis komparatif merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah komparatif. Pada rumusan ini variabelnya sama tetapi populasi atau sampelnya yang berbeda, atau keadaan itu terjadi pada waktu yang berbeda. Contoh : rumusan masalah: a) Adakah perbedaan persepsi antara mahasiswa lulusan mahasiswa lulusan S2 terhadap penampilan Dosen Penelitian di dikelas ? b) Adakah perbedaan kemampuan kreativitas matematis kelas kontrol dengan siswa pada kelas eksperimen? Hipotesis: a) Ada perbedaan persepsi antara mahasiswa lulusan mahasiswa lulusan S2 terhadap penampilan Dosen Penelitian dikelas.
S1 dengan Metodologi siswa pada
S1 dengan Metodologi
b) Tidak terdapat perbedaan kemampuan kreativitas matematis siswa pada kelas kontrol dengan siswa pada kelas eksperimen. 3. Hipotesis Asosiatif (Hubungan). Hipotesis asosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif, yaitu yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Contoh : rumusan masalah: a) Bagaimana pengaruh kompetensi profesional guru terhadap kinerja guru? b) Bagaimanakah hubungan antara intelegensi dengan prestasi belajar ? Hipotesis: a) Latar belakang kompetensi profesional berpengaruh positif terhadap kinerja sekolah. b) Ada hubungan antara intelegensi dengan prestasi belajar. G. Kekeliruan Yang Terjadi dalam Pengujian Hipotesis. Sugiyono, 2001 menyatakan bahwa dalam menaksir populasi berdasarkan data sampel kemungkinan akan terdapat dua kesalahan, yaitu: 1. Kesalahan Tipe I adalah suatu kesalahan bila menolak hipotesis nol (Ho) yang benar (seharusnya diterima). Dalam hal ini tingkat kesalahan dinyatakan dengan a (baca alpha). 2. Kesalahan tipe II, adalah kesalahan bila menerima hipotesis yang salah (seharusnya ditolak). Tingkat kesalahan untuk ini dinyatakan dengan b (baca beta). Kekeliruan yang Terjadi Dalam Pengujian Hipotesis Kesimpulan dan Keputusan Terima Hipotesis Tolak Hipotesis
Keadaan sebenarnya Hipotesis Benar Hipotesis salah Tidak Membuat Kesalahan tipe I Kesalahan Kesalahan tipe II Tidak membuat kesalahan
Misalnya: peneliti menetapkan kesalahan α=1% berarti bahwa jika kita menerapkan kesimpulan penelitian kita, akan ada penyimpangan sebanyak 1%. Besar kecilnya resiko kesalahan kesimpulan ini tergantung dari keberanian peneliti, atau kesediaan peneliti mengalami kesalahan tipe I. Kesalahan tipe I ini disebut taraf signifikasi pengetesan, artinya kesediaan yang berwujud besarnya probabilitas jika hasil penelitian terhadap sampel akan diterapkan pada populasi. Besarnya taraf signifikansi ini pada umunya sudah diterapkan terlebih dahulu misalnya 0,15; 0,5; 0,01, dan sebagainya. Pada umunya untuk penelitian-penelitian di bidang ilmu pendidikan digunakan taraf signifikansi 0,05 atau 0,01, sedangkan untuk peneliti obat-obatan yang risikonya menyangkut jiwa manusia, diambil 0,005 atau 0,001, bahkan mungkin 0,0001. Apabila peneliti menolak hipotesis atas dasar taraf signifikansi 5% berarti sama dengan menolak hipotesis atas dasar taraf kepercayaan 95%,
artinya apabila kesimpulan tersebut diterapkan pada populasi yang terdiri dari 100 orang, akan cocok untuk 95 orang dan bagi 5 orang lainnya terjadi penyimpangan. H. Cara menguji Hipotesis Secara umum hipotesis dapat diuji denga dua cara, yaitu mencocokkan dengan fakta, atau dengan mempelajari konsistensi logis. Dalam menguji hipotesis dengan mencocokkan fakta, maka diperlukan percobaan-percobaan untuk memperoleh data. Data tersebut kemudian kita nilai untuk mengetahui apakah hipotesis tersebut cocok dengan fakta tersebut atau tidak. Cara ini biasa dikerjakan dengan menggunakan disain percobaan. Jika hipotesis diuji dengan konsistensi logis, maka si peneliti memilih suatu desain di mana logika dapat digunakan, untuk menerima atau menolak hipotesis. Cara ini sering digunakan dalam menguji hipotesis pada penelitian yang menggunakan metode noneksperimental seperti metode deskriptif, metode, sejarah, dan sebagainya. I. Penelitian Tanpa Hipotesis Salah satu pertanyaan yang mungkin muncul pada penelitian berkaitan dengan hipotesis adalah, apakah semua penelitian harus berhipotesis? Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini kita tidak boleh berpikir pada hal yang benar dan tidak benar secara mutlak. Ada dua alternatif jawaban dan masing-masing mendasarkan diri pada argumentasi yang kuat.
Pendapat pertama mengatakan, semua penelitian pasti berhipotesis. Semua peneliti diharapkan menentukan jawaban sementara, yang akan diuji berdasarkan data yang diperoleh. Hipotesis harus ada karena jawaban penelitian juga harus ada, dan butir-butirnya sudah disebut dalam problematika maupun tujuan penelitian. Pendapat kedua mengatakan, hipotesis hanya dibuat jika yang dipermasalahkan menunjukkan hubungan antara dua variabel atau lebih. Jawaban untuk satu variabel yang sifatnya deskriptif, tidak perlu dihipotesiskan. Penelitian eksploratif yang jawabannya masih dicari dan sukar diduga, tentu sukar ditebak apa saja, atau bahkan tidak mungkin dihipotesiskan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Wagiran. (2015). Metodologi Penelitian Implementasi). Yogyakarta: Deepublish Publisher.
Pendidikan
(Teori
dan