DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM : Studi Kasus di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes
RESTI ARIESTA FESTIANI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
i
RINGKASAN RESTI ARIESTA FESTIANI. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pendapatan dan Faktor-faktor Penentu Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT. Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang sedang hangat dibicarakan di berbagai level baik lokal, regional, nasional bahkan internasional. Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong peningkatan suhu bumi. Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, berubahnya pola curah hujan dan makin meningkatnya intensitas kajadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El-Nino dan La-Nina, dan naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara. Fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman, terutama pada bawang merah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji persepsi petani di Desa Kemukten terhadap perubahan iklim, mengkaji adaptasi yang dilakukan oleh petani di Desa Kemukten sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim, mengestimasi perubahan input, output dan pendapatan petani di Desa Kemukten akibat perubahan iklim dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk melakukan perubahan pola tanam akibat perubahan iklim. Data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan secara langsung dari petani melalui wawancara dan kuesioner dan data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari buku-buku, media cetak, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Brebes, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Tegal, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Brebes, dan sumber-sumber yang relevan dengan topik yang diteliti. Sebanyak 27 orang mengetahui mengenai perubahan iklim dan 17 orang tidak mengetahui istilah perubahan iklim. Sebanyak 31 responden melakukan adaptasi berupa mengganti jenis tanaman, 5 responden memperbaiki pengolahan tanah serta 8 responden memperbanyak obat-obatan. Penggunaan input mengalami peningkatan dan penerimaan mengalami penurunan, sehingga pendapatan petani mengalami penurunan dan pendapatan rata-rata petani yang melakukan perubahan pola tanam lebih tinggi dibandingkan petani yang tidak melakukan perubahan pola tanam. Faktor yang signifikan mempengaruhi petani dalam melakukan perubahan pola tanam yaitu lama bertani dan pemahaman petani mengenai perubahan iklim, sedangkan faktor yang tidak signifikan mempengaruhi perubahan pola tanam yaitu tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan dan luas lahan pertanian. Kata kunci : perubahan iklim, curah hujan, produksi bawang merah, adaptasi, pendapatan petani
ii
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM: Studi Kasus di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes
RESTI ARIESTA FESTIANI H44070079
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2011
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pendapatan dan Faktor-faktor Penentu Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim : Studi Kasus di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
Resti Ariesta Festiani H44070079
i
Judul Skripsi
: Dampak Perubahan Ikim Terhadap Pendapatan dan Faktor-faktor Penentu Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim: Studi kasus di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes
Nama
: Resti Ariesta Festiani
NRP
: H44070079
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec NIP.19631227198811 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717199203 1 003
Tanggal Lulus :
iv
UCAPAN TERIMAKASIH Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau tunjukkan kepada penulis. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak atas bimbingan dan doanya. Dalam kesempatan ini, penulis ucapkan terimakasih kepada : 1. Kedua orangtua tercinta (Bapakku Supriyadi dan Ibuku Nurhayati), adikadikku (Tri Setyadi Badruz Z dan Alfian Didik Rizaldi) yang telah memberikan doa, dukungan, serta kasih sayang yang selalu diberikan. Semoga karya ini dapat menjadi salah satu persembahan terbaik untuk Bapak dan Ibu. 2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Pini Wijayanti, SP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan serta semangat dalam akademik selama masa perkuliahan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. 4. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen penguji utama dan Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skipsi ini. 5. Staff pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 6. Bude Siti Pujiati, Pade Agus Slamet, Om Yusuf Setiadi, Om Giri, Bulik Retno, Om Dirman, Mba Indah dan Dewi, atas bantuan, dukungan dan semangat yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian di Desa Kemukten. v
7. Bapak Rusnali selaku ketua Gapoktan Tirta Desa Kemukten dan Bapak Wirjo selaku Kepala Desa Kemukten, atas waktu, kesempatan, informasi, pelajaran dan dukungan yang diberikan selama penelitian. 8. Bapak-bapak tani di Desa Kemukten sebagai responden, atas waktu, informasi dan kesempatan yang diberikan pada penulis selama penelitian. 9. Sahabat-sahabat seperjuangan di ESL, Ratih Trianita, Raisa, Chichi Rizky, Nurul Fadillah, Fenny Kurniawati, Fachrunnisa, Norita, atas segala kebersamaan, perhatian dan persahabatan yang telah kalian berikan selama ini. 10. Sahabat-sahabat Pochan Crew, Henni Helmayanti, Ratna Puspita, Setia Wahyu C, Rahmi Khalida, Sri Wahyuni, Retno DJ, Dewi Murni dan Nia Nuzul, atas kegembiraan, keceriaan, semangat, dukungan, dan kekompakkan yang telah diberikan pada penulis selama ini. 11. Sahabat-sahabat satu bimbingan skripsi Nurul Fadillah, Fenny Kurniawati, Syifa Azizah, Maeda Niella dan Riony Rihardika P, atas masukan, semangat, dukungan dan doa dalam penyusunan skripsi. 12. Sahabat-sahabat ESL 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas semangat, kekompakkan, kebersamaan dan keceriaan yang telah diberikan bagi penulis serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semua bantuannya.
vi
KATA PENGANTAR Penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya selalu kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pendapatan dan Faktor-faktor Penentu Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes”. Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Harapan penulis semoga dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2011
Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERNYATAAN.........................................................................
i
RINGKASAN.............................................................................................
ii
KATA PENGANTAR.................................................................................
vii
DAFTAR ISI...............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xii
I. PENDAHULUAN .....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 1.3 Tujuan ................................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................................
1 4 9 10
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
11
2.1 Ekonomi Perubahan Iklim............................................................. .. 2.1.1 Pengertian Perubahan Iklim......................................................... 2.1.2 Dampak Perubahan Iklim di Bidang Pertanian ........................... 2.1.3 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tanaman Pangan ............... 2.1.4 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tanaman Hortikultura............................................................................. 2.1.5 Dampak Perubahan Ikim Terhadap Pola Tanam .......................... 2.1.6 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produktivitas....................... 2.2 Persepsi Petani Terhadap Perubahan Iklim ........................................ 2.3 Prinsip Ekonomi .................................................................................. 2.3.1 Konsep Usahatani ...................................................................... 2.3.2 Pendapatan Usahatani................................................................ 2.4 Strategi Petani Dalam Menanggulangi Perubahan Iklim .................... 2.6.1 Strategi Antisipasi .................................................................... 2.6.2 Strategi Mitigasi ....................................................................... 2.6.3 Strategi Adaptasi ...................................................................... 2.5 Penelitian Terdahulu ...........................................................................
11 11 14 15
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................
27
IV. METODE PENELITIAN .......................................................................
30
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 4.2 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 4.3 Metode Pengumpulan Data .................................................... ............ 4.4 Metode Analisis Data ............................................................ ............. 4.4.1 Analisis Persepsi Petani Terhadap Perubahan Iklim ........ ........ 4.4.2 Estimasi Perubahan Pendapan Petani Akibat Perubahan Iklim .........................................................................................
30 30 31 31 32
15 17 18 19 20 20 21 22 22 23 23 24
32 viii
4.4.3
Analisis Adaptasi yang Dilakukan Oleh Petani Terhadap Perubahan Iklim .......................................................... ........... 4.4.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani Dalam Melakukan Perubahan Pola Tanam............................. 4.4.4.1 Model Regresi Logistik................................... ........... 4.4.4.2 Pengujian Model Regresi Logistik................... ..........
34 34 34 38
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ......................................... ...........
40
5.1 Kondisi Umum Desa Kemukten............................................. .............. 5.1.1 Letak Geografis............................................................ ............... 5.1.2 Kondisi Pertanian di Desa Kemukten.......................................... 5.2 Karakteristik Umum Responden ......................................................... 5.2.1 Usia............................................................................................ 5.2.2 Pendidikan Formal Terakhir...................................................... 5.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga ................................................... 5.2.4 Pengalaman Berusahatani.......................................................... 5.2.5 Luas dan Status Kepemilikan Lahan .........................................
40 40 41 42 43 43 43 44 44
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
46
6.1 Persepsi Petani Terhadap Perubahan Iklim .......................................... 6.1.1 Persepsi Petani terhadap Suhu Udara ......................................... 6.1.2 Persepsi Petani terhadap Curah Hujan...................................... 6.1.3 Persepsi Petani terhadap Perubahan Pola Tanam ..................... 6.2 Strategi dan Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim ..................... 6.3 Estimasi Perubahan Input, Output dan Pendapatan Petani Di Desa Kemukten Akibat Perubahan Iklim ...................................... 6.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani Untuk Melakukan Perubahan Pola Tanam ....................................................
46 46 47 48 49
VII. KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................
68
7.1 Kesimpulan......................................................................................... 7.2 Saran .....................................................................................................
68 69
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
70
LAMPIRAN ..................................................................................................
73
RIWAYAT HIDUP.........................................................................................
81
51 63
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1 Harga Komoditas Bawang Merah dan Gabah Tahun 2008-Tahun 2011.................................................................................
3
2 Perubahan Pola Tanam oleh Petani di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes...................................................................
8
3 Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian………………………………...
31
4 Metode Pengolahan dan Analisis Data...................................................
32
5 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Di Kecamatan Kersana Tahun 2003-Tahun 2010....................................
42
6 Usia Responden Di Desa Kemukten Tahun 2011...................................
43
7 Pendidikan Formal Terakhir Responden Tahun 2011.............................
43
8 Jumlah Tanggungan Keluarga.................................................................
44
9 Pengalaman Berusahatani Responden.....................................................
44
10 Luas Lahan Sawah Responden...............................................................
45
11 Produksi Bawang Merah, Jagung Manis, Cabai dan Padi di Desa Kemukten Tahun 2009 dan Tahun 2010...............................................
53
12 Perbandingan Pendapatan Petani Tahun 2009 dan Tahun 2010................
55
13 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Melakukan Perubahan Pola Tanam...........................................................................
63
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1 Curah Hujan Tahunan Kabupaten Brebes Tahun 2002-2010....................
5
2 Kenaikan Suhu Rata-rata di Bumi Selama 157 Tahun Terakhir...............
12
3 Kerangka Pemikiran...............................................................................
29
4 Suhu Rata-rata di Kabupaten Brebes Selama 10 Tahun Terakhir..............
47
5 Curah Hujan Bulanan Kabupaten Brebes Tahun 2009 dan 2010...............
48
6 Adaptasi dan Strategi Petani terhadap Perubahan Iklim..........................
50
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1 Luas Panen, Status Kepemilikan dan Pola Tanam Responden Desa Kemukten Tahun 2009 dan 2010..................................................
75
2 Karakteristik Responden Desa Kemukten..............................................
76
3 Produksi Bawang Merah, Jagung Manis, Cabai dan Padi Petani Responden di Desa Kemukten..............................................................
77
4 Penerimaan Petani di Desa Kemukten Tahun 2009 dan 2010...................
79
5 Biaya Penggunaan Input Petani di Desa Kemukten Tahun 2009 Dan 2010................................................................................................
80
6 Dokumentasi Kondisi Pertanian di Desa Kemukten................................
81
xii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki jumlah penduduk kurang lebih 44 persen bermata pencaharian di sektor pertanian1. Namun demikian, kontribusi terhadap sektor pertanian terhadap pertumbuhan perekonomian semakin menurun, dimana pada tahun 2005 kontribusinya hanya 7,14 persen padahal tahun 2001 kontribusi ini mencapai 15,79 persen 2. Salah satu komoditas pertanian yaitu komoditas holtikultura yang mempunyai potensi utuk dikembangkan baik produksi maupun ekspornya serta untuk menekan impornya yang tinggi. Hal ini didukung oleh kecocokan iklim wilayah Indonesia terhadap tanaman holtikultura. Holtikultura juga merupakan salah satu komoditas yang sedang dikembangkan oleh pemerintah dalam rangka kebijakan pembangunan pertanian yang berorientasi pasar domestik dan ekspor. Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong peningkatan suhu bumi. Mengingat iklim adalah unsur utama dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan berdampak buruk terhadap keberlanjutan
pembangunan
pertanian.
Perubahan
iklim
global
akan
mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu naiknya suhu udara yang juga berdampak 1 2
http://www.deptan.go.id/psa/doc/baku_standar_bmerah_jogja.htm[diakses pada 17 November 2010] http://www.nakertrans.go.id/tkn/potret_tk.php[diakses pada 17 November 2010]
55
terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, berubahnya pola curah hujan dan makin meningkatnya intensitas kajadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El-Nino dan La-Nina, dan naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara (Las, 2007). Bawang merah merupakan komoditas yang ditanam di daerah dataran rendah dengan curah hujan yang sedikit. Terjadinya perubahan iklim akan berdampak pada pergeseran musim, yakni semakin singkatnya musim hujan namun dengan curah hujan yang lebih besar. Pola tanam juga akan mengalami pergeseran. Selain itu kerusakan pertanian terjadi karena intensitas curah hujan yang tinggi yang berdampak pada banjir dan tanah longsor serta angin. Fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman, terutama pada bawang merah. Petani perlu menambah penggunaan obat-obatan dan pupuk untuk mengatasi tanaman yang terserang hama dan penyakit tanaman, sedangkan hargaharga pupuk dan obat-obatan terus mengalami peningkatan. Pemerintah tidak memberikan subsidi untuk pupuk dan obat-obatan sehingga petani merasa dirugikan karena mereka harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli input pertanian tersebut. Banyaknya produk impor yang masuk dari Filipina dan Thailand juga sangat merugikan petani di Kabupaten Brebes karena produk import tersebut memberikan harga yang lebih murah tetapi dengan kualitas yang lebih rendah dibandingkan produk lokal atau domestik. Hal ini menyebabkan harga produk dalam negeri jatuh dan merugikan petani karena biaya penggunaan input pertanian besar terutama untuk bawang merah dan cabai.
2
Perubahan pola tanam menyebabkan terjadinya perubahan pendapatan bagi petani, karena akan terjadi perubahan komoditas pertanian yang ditanam oleh petani. Jika dalam setahun penanaman bawang merah dilakukan sebanyak 3 kali, maka setelah terjadi perubahan iklim penanaman bawang merah hanya dilakukan sebanyak 2 kali dalam setahun. Komoditas lain seperti cabai, palawija dan padi yang juga mengalami perubahan pola tanam dapat mempengaruhi pendapatan petani di Desa Kemukten, Kabupaten Brebes. Dampak adanya perubahan iklim, terutama pada 10 tahun terakhir yang menyebabkan penurunan produksi bawang merah di Kabupaten Brebes. Penurunan produksi bawang merah berpengaruh terhadap perubahan harga bawang merah dan dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa telah terjadi peningkatan harga bawang merah dan harga gabah di tingkat petani di Kabupaten Brebes dari tahun 2008 hingga awal tahun 2011. Walaupun harga bawang merah dan gabah berfluktuatif, tapi dari tahun ke tahun lebih menunjukkan pada kenaikan harga yang cukup signifikan. Hal tersebut diakibatkan karena pasokan bawang merah dan beras makin berkurang sedangkan permintaan tetap. Berkurangnya pasokan bawang merah dan beras di Kabupaten Brebes diakibatkan karena banyak petani yang mengalami gagal panen akibat rusaknya tanaman mereka yang banyak tersiram air hujan. Petani tidak memprediksikan akan turun hujan pada bulanbulan yang seharusnya musim kemarau sehingga berpengaruh juga terhadap pendapatan petani.
3
Tabel 1. Harga Komoditas Bawang Merah dan Gabah di Kabupaten Brebes Tahun 2008 - Tahun 2011 No 1 2 3 4
Tahun 2008 2009 2010 2011
Bawang Merah (Rp/Kg) 7700 9000 11000 14000
Gabah (Rp/Kg) 2500 3000 3800 4400
Sumber : Deptan, 2011 3
1.2 Perumusan Masalah Permintaan bawang merah nasional sebagian besar dipenuhi oleh produksi Jawa Tengah, dimana perannya cukup besar dalam hal produksi nasional pada tahun 2009 yaitu ada di peringkat ke-2 setelah DI Yogyakarta dengan luas panen 38.280 ha, produksi sebesar 406.725 ton dan produktivitasnya sebesar 10,63 ton/ha. DI Yogyakarta berada di peringkat pertama dalam produktivitasnya sebesar 12,14 ton/ha dengan luas panen 1.628 ha dan produksi sebesar 19.763 ton. Dari data tersebut terlihat bahwa Jawa Tengah merupakan salah satu sentra produksi bawang merah terbesar dalam skala nasional. Kabupaten Brebes merupakan salah satu sentra produksi bawang merah di provinsi Jawa Tengah. Tahun 2006 Kabupaten Brebes tercatat sebagai penghasil bawang merah terbesar di provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Brebes memiliki produktivitas terbesar yaitu 11,87 ton/ha, diikuti oleh Kabupaten Magelang (11,74 ton/ha) dan Kabupaten Pemalang (9,94 ton/ha) (Badan Pusat Statistik Pusat, 2009) 4. Sektor pertanian merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan iklim, terutama tanaman bawang merah. Data dari BMKG Stasiun Klimatologi Tegal menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir suhu udara dan curah
3
4
http://database.deptan.go.id/smsharga/qryreport.asp[diakses pada 11 Januari 2011] http://jateng.bps.go.id/2006/web06bab105/web06_1050106.htm[diakses pada 20 Juni 2011]
4
hujan mengalami peningkatan walaupun fluktuatif terutama dalam 10 tahun terakhir yaitu tahun 2002-tahun 2010. Curah hujan rata-rata normal di Kabupaten Brebes adalah 1789 mm/tahun, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 3000
2082
1741
2000
2429 1909 1763
1638
1642
1685
1503
1000
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Curah Hujan Rata-rata Curah Hujan Rata-rata normal Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Meteorologi Tegal (2011)
Gambar 1. Curah Hujan Tahunan Kabupaten Brebes Tahun 2002-2010 Perubahan iklim diduga akan mempengaruhi kondisi lingkungan di Kabupaten Brebes, terutama dalam tingkat produksi bawang merah. Pola tanam bawang merah mengalami perubahan karena anomali cuaca tidak bisa ditebak. Petani harus bersikap lebih cerdas agar tidak mengalami kerugian yang semakin besar. Terbatasnya informasi yang diperoleh petani menyebabkan persepsi perubahan iklim diantara petani bawang merah menjadi berbeda, sehingga adaptasi yang dilakukan juga berbeda yang menyebabkan timbulnya berbagai macam dampak negatif terhadap tanaman bawang merah dan penurunan produktivitas. Penggunaan input seperti pupuk, obat-obatan dan bibit bawang merah mempengaruhi produktivitas bawang merah. Penggunaan pupuk yang baik akan membantu tanaman terhindar dari Organisme Perusak Tanaman (OPT), terutama
5
penggunaan pupuk organik dapat membantu mengembalikan kesuburan tanah. Obat-obatan yang digunakan seperti fungisida diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak karena jamur dan penyakit tanaman bawang merah banyak yang muncul saat musim penghujan. Selain itu, bibit bawang merah yang baik memiliki harga yang relatif mahal. Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan tinggi. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara 3001500 mm/tahun dengan intensitas sinar matahari penuh lebih dari 14 jam/hari dan suhu yang ideal untuk penanaman bawang merah adalah antara 25-30 derajat celcius (Wiyatiningsih, 2007). Oleh sebab itu, tanaman ini tidak memerlukan naungan/pohon peneduh. Bawang merah sangat cocok ditanam di daerah dengan suhu udara yang hangat atau panas, kering, dan cerah. Bawang merah yang ditanam di daerah dengan suhu udara rendah atau dingin akan membuat pertumbuhannya terhambat. Saat terjadi perubahan iklim dimana semakin singkatnya musim hujan namun curah hujannya tinggi, bawang merah tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik karena tanaman bawang merah yang tergenang banyak air, tidak akan tumbuh secara optimal. Umbi bawang merah akan berbentuk kecil sehingga kualitasnya tidak memuaskan. Curah hujan yang meningkat
juga menyebabkan penularan penyakit pada bawang merah lebih
cepat. Pertumbuhan bawang merah di Kabupaten Brebes juga dipengaruhi oleh terjadinya anomali iklim yaitu La Nina dan El Nino, dimana ketika La Nina angin panas (bagian laut yang suhunya tinggi) bergerak masuk ke arah Indonesia bagian timur dan demikian juga anginya berhembus lebih kuat ke arah Indonesia
6
sehingga laut di Indonesia meningkat suhunya, hal ini diikuti dengan penguapan yang lebih banyak dan terjadi konveksi kuat yang membentuk awan hujan (kumulus), sehingga daerah Indonesia curah hujanya di atas normal. El Nino munculnya di sekitar hari Natal (akhir Desember). Angin monsun (muson) yang datang ke Indonesia dari Asia dan membawa banyak uap air, sebagian besar juga berbelok menuju daerah tekanan rendah di pantai barat Peru – Ekuador. Akibatnya, angin yang menuju Indonesia hanya membawa sedikit uap air sehingga terjadilah musim kemarau yang panjang (Budianto, 2001). Bawang merah tidak memerlukan banyak air dalam pertumbuhannya. Dengan adanya perubahan iklim, maka dengan adanya curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan munculnya berbagai penyakit tanaman dan cepat membusuknya tanaman bawang merah. Fungisida yang beredar di pasaran belum bisa menekan perkembangan penyakit ini. Hal ini jelas akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitas bawang merah dan perubahan harga bawang merah akibat kualitas yang tidak baik yang dihasilkan petani. Penanaman bawang merah di Kabupaten Brebes terutama di Desa Kemukten juga berkurang, petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain selain bawang merah yang lebih tahan terhadap curah hujan yang tinggi seperti jagung manis. Tanaman jagung manis membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhan dan memberikan hasil produksi yang baik, sehingga jagung manis menjadi alternatif bagi petani sebagai pengganti tanaman bawang merah di saat curah hujan tinggi. Faktor-faktor iklim yang terpenting adalah jumlah dan pembagian dari sinar matahari dan curah hujan, temperatur,
kelembaban
dan
angin.
Tempat
penanaman
jagung
harus
mendapatkan sinar matahari cukup dan jangan terlindung oleh pohon-pohonan
7
atau bangunan. Bila tidak terdapat penyinaran dari matahari, hasilnya akan berkurang. Temperatur optimum untuk pertumbuhan jagung adalah antara 23 – 270 C (Ashari, 1995). Cara bertanam dan pemeliharaan tanaman jagung manis juga relatif mudah. Jumlah pupuk dan obat-obatan yang digunakan dalam menanam bawang merah tidak sebanyak yang digunakan pada bawang merah atau cabai. Hal ini akan berpengaruh pula terhadap tingkat pendapatan petani di Desa Kemukten. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi apakah perubahan iklim menyebabkan perubahan tingkat produksi dan berimplikasi terhadap perubahan pendapatan petani khususnya petani bawang merah di Kabupaten Brebes. Perubahan iklim telah mempengaruhi pola penanaman bawang merah di Kabupaten Brebes. Jika sebelumnya petani bisa menanam bawang merah sebanyak 3 kali dalam setahun, sekarang petani hanya bisa menanam 2 kali saja dalam setahun, itupun dengan resiko terjadinya gagal panen. Tabel 2 menunjukkan terjadinya perubahan pola tanam yang dilakukan oleh petani di Desa Kemukten akibat adanya perubahan iklim. Tabel 2. Perubahan pola tanam oleh petani di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes Tahun 2009 2010
Pola Tanam Bawang merah – bawang merah – cabai – bawang merah Bawang merah – bawang merah – bawang merah – Jagung manis Bawang merah – bawang merah – cabai – jagung manis Bawang merah – bawang merah – jagung manis – jagung manis
Sumber : Data Primer, 2011
Perubahan pola tanam pada tahun 2010 menyebabkan adanya perubahan penerimaan yang diperoleh dari produksi bawang merah dengan penerimaan yang diperoleh dari produksi padi, jagung manis ataupun cabai dibandingkan pada tahun 2009. Penggunaan input diantara komoditas juga pasti akan berbeda yang 8
menyebabkan perubahan pendapatan petani. Adanya penurunan produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes terutama di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana akan mengurangi persediaan bawang merah di pasaran Kabupaten Brebes bahkan di skala nasional yang menyebabkan naiknya harga bawang merah. Masuknya bawang merah impor dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan bawang merah lokal juga akan berimplikasi terhadap perubahan pendapatan petani. Keputusan petani untuk melakukan perubahan pola tanam juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pola tanam dapat berasal dari internal maupun eksternal petani. Perubahan pola tanam tersebut merupakan salah satu strategi yang dilakukan petani untuk mengantisipasi kerugian akibat perubahan iklim. Secara terperinci, masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana persepsi petani bawang merah terhadap perubahan iklim? 2. Bagaimana adaptasi yang dilakukan oleh petani bawang merah di Kecamatan Kersana sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim? 3. Bagaimana dampak perubahan iklim, khususnya perubahan curah hujan terhadap input, output dan pendapatan petani di Desa Kemukten Kecamatan Kersana, Kabupatan Brebes? 4. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi petani untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim? 1.3 Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
9
1. Menganalisis persepsi petani di Desa Kemukten terhadap perubahan iklim 2. Menganalisis adaptasi yang dilakukan oleh petani di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim. 3. Mengestimasi perubahan input, output dan pendapatan petani di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes akibat perubahan iklim relatif terhadap kondisi curah hujan normal. 4. Mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
petani
untuk
melakukan adaptasi sebagai respon akibat adanya perubahan iklim. 1.4 Manfaat Penelitian Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan maka hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai : 1. Bahan informasi bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui pengaruh perubahan iklim terhadap pertanian dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi peneliti untuk menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama kuliah. 2. Bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam mengkaji pengaruh perubahan iklim terhadap sektor pertanian yang lebih luas. 3. Bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan komoditas bawang merah terutama bagi pemerintah di Kabupaten Brebes dalam mengatasi pengaruh perubahan iklim terhadap pertanian terutama bawang merah sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Brebes.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekonomi Perubahan Iklim Bank Pembangunan Asia (ADB) menilai perubahan iklim dapat berdampak besar bagi pertumbuhan ekonomi di Asia. Hasil studi ADB baru-baru ini tentang perubahan iklim di Asia Tenggara menunjukkan, kerugian biaya total akibat perubahan iklim cukup besar. Jika tak ada yang dilakukan, maka total cost dari perubahan iklim bagi negara Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam dapat mencapai 6,7 persen dari gabungan GDP setiap tahun sampai 2100. Perekonomian yang berkelanjutan tak akan bisa berjalan apabila masing-masing negara tidak menurunkan angka emisi karbon. Penanganan dampak perubahan iklim harus berjalan dan dilakukan satu persatu secara bersama-sama5. Perubahan iklim mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, terutama di bidang pertanian yang memberikan kontribusi paling besar bagi perekonomian di Indonesia. Perubahan iklim menyebabkan adanya penurunan produksi pertanian sehingga berdampak terhadap kenaikan harga komoditas pertanian. Perubahan iklim juga memicu adanya adaptasi yang dilakukan petani terutama mengubah pola tanam. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pendapatan bagi petani. 2.1.1 Pengertian Perubahan Iklim Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia. Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi
5
http://economy.okezone.com/read/2011/06/13/213/467938/perubahan-iklim-ancam-pertumbuhan-ekonomiasia[diakses pada 20 Juli 2011]
11
dalam kurun waktu yang panjang. Perubahan iklim adalah perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah tertentu6. Istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim dengan acuan wilayah bumi secara keseluruhan. IPCC (2007) menyatakan bahwa perubahan iklim merujuk pada variasi rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau pada variabilitasnya yang nyata secara statistik untuk jangka waktu yang panjang (biasanya dekade atau lebih). Pengamatan selama 157 tahun terakhir menunjukkan bahwa suhu permukaan bumi mengalami peningkatan sebesar 0,05 oC/dekade. Selama 25 tahun terakhir peningkatan suhu semakin tajam, yaitu sebesar 0,18 oC/dekade.
Sumber : IPCC (2007)
Gambar 2. Kenaikan Suhu Rata-Rata di Bumi Selama 157 Tahun Terakhir Pemanasan global terjadi akibat dari peningkatan efek rumah kaca yang disebebakan oleh naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Semakin tinggi konsentrasi gas rumah kaca maka semakin banyak radiasi panas dari bumi yang terperangkap di atmosfer dan dipancarkan kembali ke bumi. Hal tersebut dapat 6
http://iklim.dirgantara-lapan.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=79[diakses pada 10 Oktober 2010]
12
terjadi melalui proses internal maupun ada kekuatan eksternal, atau ulah manusia yang terus menerus merubah komposisi atmosfer dan tata guna lahan. Hal ini menyebabkan peningkatan suhu di permukaan bumi. Peningkatan suhu iklim juga bisa dikarenakan peningkatan radiasi matahari, namun efeknya relatif sangat kecil. Pemanasan global adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca di atmosfer. Perubahan iklim global sebagai peristiwa naiknya intensitas efek rumah kaca yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra merah yang dipancarkan oleh bumi (Budianto, 2001). El Nino dan La Nina merupakan gejala yang menunjukkan perubahan iklim. El Nino adalah peristiwa memanasnya suhu air permukaan laut di pantai barat Peru – Ekuador (Amerika Selatan yang mengakibatkan gangguan iklim secara global). Biasanya suhu air permukaan laut di daerah tersebut dingin karena adanya up-welling (arus dari dasar laut menuju permukaan). Menurut bahasa setempat El Nino berarti bayi laki-laki karena munculnya di sekitar hari Natal (akhir Desember). Angin monsun (muson) yang datang dari Asia dan membawa banyak uap air, sebagian besar juga berbelok menuju daerah tekanan rendah di pantai barat Peru – Ekuador. Akibatnya, angin yang menuju Indonesia hanya membawa sedikit uap air sehingga terjadilah musim kemarau yang panjang. La Nina merupakan kebalikan dari El Nino. La Nina menurut bahasa penduduk lokal berarti bayi perempuan. Peristiwa itu dimulai ketika El Nino mulai melemah, dan air laut yang panas di pantai Peru – ekuador kembali bergerak ke arah barat, air laut di tempat itu suhunya kembali seperti semula (dingin), dan upwelling muncul kembali, atau kondisi cuaca menjadi normal
13
kembali. La Nina adalah kondisi cuaca yang normal kembali setelah terjadinya gejala El Nino. Perjalanan air laut yang panas ke arah barat tersebut akhirnya akan sampai ke wilayah Indonesia. Akibatnya, wilayah Indonesia akan berubah menjadi daerah bertekanan rendah (minimum) dan semua angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudra Hindia akan bergerak menuju Indonesia. Angin tersebut banyak membawa uap air sehingga sering terjadi hujan lebat. Penduduk Indonesia diminta untuk waspada jika terjadi La Nina karena mungkin bisa terjadi banjir 7. 2.1.2 Dampak Perubahan Iklim di Bidang Pertanian Dampak perubahan iklim mempengaruhi beberapa sektor ekonomi masyarakat, seperti pertanian, peternakan, perikanan, dan kurangnya cadangan air. Terlambatnya musim hujan dan naiknya intensitas hujan, membawa kerugian cukup besar bagi masyarakat. Salah satu sektor yang paling terpengaruh dengan perubahan iklim adalah sektor pertanian. Pertama, perubahan iklim akan berdampak pada pergeseran musim, yakni semakin singkatnya musim hujan namun dengan curah hujan yang lebih besar. Sehingga, pola tanam juga akan mengalami pergeseran. Kerusakan pertanaman terjadi karena intensitas curah hujan yang tinggi yang berdampak pada banjir dan tanah longsor serta angin. Kedua, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman. Ketiga, menurunnya kesejahteraan ekonomi petani 8. Dua hal diatas jelas merugikan petani dan sektor pertanian karena akan semakin menyusutkan dan menurunkan hasil pertanian yang berefek pada menurunnya pendapatan petani.
7
http://Dampak El Nino dan La Nina Terhadap Indonesia<
14
Sebab perekonomian petani bergantung pada keberhasilan panen, jika terjadi kegagalan maka petani akan rugi. 2.1.3 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tanaman Pangan Peng et al. (2004) menemukan interaksi antara variabel iklim seperti peningkatan konsentrasi CO2, peningkatan suhu, peningkatan curah hujan, kondisi cuaca yang ekstrem dengan pertumbuhan tanaman, biomasa dan hasil panen tanaman pangan. Dampak yang ditimbulkan perubahan iklim yaitu (i) peningkatan CO2 di udara meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil panen tanaman pangan. Hubungan ini terjadi karena CO2 dan udara diperlukan untuk tumbuhan dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat. Semakin bertambah CO2 maka semakin banyak karbohidrat yang diproduksi; (ii) peningkatan suhu akan menurunkan hasil panen tanaman pangan. Hal ini terjadi karena proses fotosintesis yang berlangsung memiliki batasan temperatur. Jika temperatur berada di atas batas, maka fotosintesis berhenti; (iii) peningkatan curah hujan akan meningkatkan hasil panen. Hubungan ini terjadi karena dalam proses fotosintesis tanaman membutuhkan air, curah hujan yang tinggi akan menambah persediaan air bagi tanaman pangan; (iv) peningkatan variasi cuaca dan kondisi cuaca yang ekstrem akan menurunkan hasil panen tanaman pangan. Hubungan ini terjadi karena tanaman pangan yang ditanam akan rusak jika terjadi variasi cuaca dan kondisi cuaca yang ekstrem. 2.1.4 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tanaman Hortikultura Perpaduan antara meningkatnya suhu rata-rata, siklus hidrologi yang terganggu sehingga menyebabkan musim kemarau lebih panjang dan musim hujan yang lebih intensif namun lebih pendek. Meningkatnya siklus anomali musim
15
kering dan hujan dan berkurangnya kelembaban tanah akan menganggu sektor pertanian. Curah hujan di beberapa wilayah di Indonesia diprediksikan akan meningkat sekitar 2 persen sampai 3 persen per tahun. Di Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian
Sulawesi,
Maluku
dan
Papua
curah
hujan
akan
berkurang.
Kecenderungan yang akan terjadi adalah musim kemarau lebih panjang. Khusus di Pulau Jawa, perubahan musim akan sangat ekstrem dimana musim hujan akan menjadi sangat basah dan musim kering akan menjadi sangat kering dan lebih panjang. Hal ini menyebabkan Jawa menjadi rawan banjir dan kekeringan (BMKG, 2011). Tanaman bawang merah pada dasarnya tidak membutuhkan banyak air dalam pertumbuhannya. Adanya peningkatan curah hujan jelas akan sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kondisi fisik bawang merah. Tanaman bawang merah yang tergenang banyak air, tidak akan tumbuh secara optimal. Umbi bawang merah akan berbentuk kecil sehingga kualitasnya tidak memuaskan. Selain itu, curah hujan yang meningkat menyebabkan penularan penyakit pada bawang merah lebih cepat. Salah satu penyakit penting pada bawang merah yang menimbulkan banyak kerugian di beberapa sentra produksi. Penyakit penting yang menyerang tanaman bawang merah yaitu penyakit Moler, yang biasa disebut oleh masyarakat Brebes sebagai penyakit Inul, dan Bahasa Latinnya adalah Twisting Disease. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum. Gejala yang ditimbulkan oleh cendawan ini yaitu busuk pada pangkal batang, sehingga tanaman menjadi layu dan busuk kemudian tanaman mati. Penyakit Moler/Inul menyerang tanaman bawang merah pada musim hujan, sedangkan
16
pada musim kemarau penyakit ini tidak menyebabkan kerugian yang besar (Wiyatiningsih, 2007). Tanaman cabai lebih tahan panas daripada tomat dan terung. Temperatur yang cocok untuk pertumbuhannya antara 16-23oC. Kegagalan pembentukan buah tanaman cabai seperti pada tomat tergantung pada perubahan iklim menjelang pembuangan. Perubahan ini mungkin dapat menghalangi produksi tepung sari, penyerbukan/pembuahan. Beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman cabai adalah bercak daun yang disebabkan oleh cendawan patogen Alternaria solani, busuk daun oleh cendawan patogen Phytophtora infestans, mati bujang oleh cendawan patogen Pythium dan cendawan Rizhoctonia sp. Sedangkan hama yang sering menyerang cabai adalah ulat penggerek daun (Epilachna dodecastigma), ulat penggerek buah (Heliotis sp), ulat penggerek leher batang (Agrotis ypsilon), dan kutu daun (Aphis gossipii). Beberapa penyakit dan hama tersebut muncul saat musim hujan dengan curah hujan yang tinggi (Ashari, 1995). 2.1.5 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pola Tanam Pola tanam adalah suatu usaha penanaman pada suatu bidang lahan dengan mengatur pola pertanaman. Pola pertanaman adalah suatu susunan tata letak dan dan tata urutan tanaman pada sebidang lahan selama periode tertentu, termasuk di dalamnya masa pengolahan tanah dan bera (Setjana, 1983). Selanjutnya Tahir (1974) menyatakan bahwa pola tanam adalah suatu pola bercocok tanam selama setahun atau lebih dan atau kurang yang terdiri dari beberapa kali bertanam dari satu atau beberapa jenis tanaman secara bergilir, bersisipan, atau secara bertumpangsari dengan maksud untuk meningkatkan produksi usahatani atau meningkatkan pendapatan petani tiap satuan luas per satuan waktu. Pada dasarnya
17
yang perlu diperhatikan dalam perencanaan prediksi atau pengaturan pola tanam adalah bahwa semua kombinasi tanaman harus dapat memenuhi persyaratan teknis, lingkungan, ekonomi dan sosial seperti pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan sifat-sifat lahan, iklim dan memiliki komoditas yang ekonomis. Penentuan pola tanam merupakan salah satu prinsip yang digunakan petani sebagai manajer dalam mengelola usahataninya (Hernanto, 1989). Perubahan iklim yang terjadi telah mengubah pola pengusahaan tanaman (pola tanam) yang dilakukan oleh petani. Secara umum, dua provinsi di Jawa (Jawa Barat dan Jawa Timur) yang pasokan airnya lebih tersedia memiliki intensitas tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan empat provinsi lainnya di luar Jawa. Namun, di Jawa Barat dan Jawa Timur telah terjadi perubahan pola tanam, yang sebelumnya padi-padi-padi menjadi padi-padi-palawija. Hal ini mengindikasikan bahwa petnai sudah responsif terhadap adanya gejala-gejala perubahan iklim dengan menyesuaikan jenis tanaman yang mereka usahakan (Handoko et al, 2008). 2.1.6 Dampak Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Dampak perubahan iklim terhadap produktivitas (hasil panen) tanaman ternyata sangat bervariasi antar daerah. Hal ini terjadi karena produktivitas tidak saja dipengaruhi oleh perubahan iklim tersebut, tetapi juga oleh faktor lain seperti ketersediaan pupuk dan pestisida tepat waktu, atau sarana irigasi yang mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal (Handoko et al, 2008). Produktivitas padi mengalami penurunan di Jawa Barat, Sulawesi Utara dan Gorontalo serta Sumatra Utara (dengan variasi antara 1,8% hingga 20,5%); sementara di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan mengalami peningkatan (antara
18
6,2% hingga 14,3%). Produktivitas palawija juga sebagian besar mengalami penurunan, kecuali di Jawa Timur yang mengalami peningkatan. Perubahan produktivitas yang mencolok justru terjadi pada komoditas tebu. Di Jawa Barat, produktivitas tebu mengalami penurunan sebesar 25,0%, sementara di Jawa Timur mengalami peningkatan sebesar 93,9%. 2.2 Persepsi Petani Terhadap Perubahan Iklim Persepsi dalam arti sempit merupakan suatu penglihatan bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas yaitu pandangan atau pengertian bagaimana seseorang memandang atau mengerti sesuatu (Leavitt, 1978). Menurut Muchtar (1998) dalam Yuwono (2006), persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang diinformasikan sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan dimana ia berada dan dapat menentukan tindakannya. Menurut Schiffman and Kanuk (1987), setiap individu mempunyai pandangan yang spesifik dalam melihat suatu realita. Empat orang yang secara bersama-sama melihat suatu kejadian yang sama, dapat menuliskan empat macam laporan yang ditulis secara jujur tetapi isinya berbeda-beda satu sama lain. Hal ini terjadi karena bagi setiap orang realita adalah suatu fenomena yang bersifat individual tergantung dari kebutuhan, keinginan, nilai yang dipegang dan pengalaman dari individu tersebut. Jadi, bagi individu, realita bukanlah merupakan realita objektif. Cara memandang suatu kenyataan yang berbeda-beda antara individu yang satu dengan lainnya disebut persepsi.
19
Salah satu pihak yang paling terkena dampak akibat perubahan iklim adalah petani. Keterbatasan informasi yang dimiliki petani diduga menyebabkan petani memiliki persepsi tersendiri mengenai perubahan iklim. 2.3 Prinsip Ekonomi Proses produksi merupakan hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produksi atau hasil yang akan diperoleh. Hal ini disebut hubungan antara input dengan output. Selain itu, dalam menghasilkan suatu produk dapat pula dipengaruhi oleh produk yang lain, bahkan untuk menghasilkan produk tertentu dapat digunakan input yang satu maupun input yang lainnya. Prinsip-prinsip ekonomi tersebut dapat diterapkan secara luas sebab dapat menjelaskan hubungan-hubungan yang dapat menyelesaikan masalah mengenai berbagai upaya perbaikan usahatani (Suratiyah, 2006). Pengetahuan tentang ilmu ekonomi dapat memberikan dasar untuk perencanaan usahatani dan pemilihan alternatif usaha. Usahatani merupakan kegiatan untuk menghasilkan produk dengan menggunakan faktor-faktor produksi secara efisien pada sektor pertanian, perikanan atau peternakan. 2.3.1 Konsep Usahatani Menurut Vink (1984), ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya. Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yag membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan atau perikanan. Selain itu, usahatani juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan, atau
20
perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani/peternak tersebut (Prawirokusumo, 1990). Melalui produksi pertanian yang berlebih dapat diharapkan memperoleh pendapatan yang tinggi, maka usahatani harus dimulai dengan perencanaan untuk menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi pada waktu yang akan datang secara efisien sehingga dapat memperoleh pendapatan yang maksimal. Definisi tersebut juga memperlihatkan adanya pertimbangan ekonomis disamping pertimbangan teknis (Suratiyah, 2006). 2.3.2 Pendapatan Usahatani Berusahatani merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh produksi di lapangan pertanian, yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Karena dalam kegiatan itu bertindak seorang petani yang berperan sebagai pengelola, sebagai pekerja dan sebagai seorang penanam modal pada usahanya, maka pendapatan itu dapat digambarkan sebagai balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi (Soeharjo, 1972). Bagi seorang petani, analisa pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak. Analisa pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani berwujud tiga hal yaitu (a) hasil penjualan tanaman, ternak, ikan atau produk yang akan dijual, (b) produk yang dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan, (c) kenaikan nilai inventaris. Nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani berubah-ubah setiap tahun, sehingga ada perbedaan nilai pada awal tahun dengan akhir tahun perhitungan. Jika ada
21
kenaikan nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani itu, maka selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun perhitungan merupakan penerimaan usahatani (Soeharjo, 1972). Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi. Biaya tetap ini terdiri dari pajak, penyusutan alat-alat produksi, bunga pinjaman, sewa tanah dan lain-lain. Biaya variabel sifatnya berubah sesuai dengan besarnya produksi. Biaya variabel terdiri dari bibit, makanan ternak, biaya menggembala, pembelian sarana produksi, dan lain-lain (Soeharjo, 1972). 2.4 Strategi Petani Dalam Menanggulangi Perubahan Iklim 2.4.1 Strategi Antisipasi Strategi antisipasi ditujukan untuk menyiapkan strategi mitigasi dan adaptasi berdasarkan kajian dampak perubahan iklim terhadap (a) sumberdaya pertanian seperti pola curah hujan dan musim (aspek klimatologis), sistem hidrologi dan sumberdaya air (aspek hidrologis), keragaan dan penciutan luas lahan pertanian di sekitar pantai, (b) infrastruktur/sarana dan prasarana pertanian, terutama sistem irigasi, dan waduk, (c) sistem usahatani dan agribisnis, pola tanam, produktivitas, pergeseran jenis dan varietas dominan, produksi, dan (d) aspek sosial-ekonomi dan budaya. Berdasarkan kajian tersebut ditetapkan strategi yang harus ditempuh dalam upaya mengurangi laju perubahan iklim (mitigasi) melalui penyesuaian dan perbaikan aktivitas/praktek dan teknologi pertanian dan mengurangi dampak perubahan iklim terhadap sistem dan produksi pertanian melalui penyesuaian dan perbaikan infrastruktur (sarana dan prasarana) pertanian dan penyesuaian dan teknologi pertanian (adaptasi) (Las, 2007).
22
2.4.2 Strategi Mitigasi Indonesia selain sebagai emitor terbesar oksigen (O2) dari hutan dan areal pertaniannya, Indonesia juga dituding sebagai negara terbesar ketiga dalam mengemisi Gas Rumah Kaca (GRK), terutama dari sistem pertanian lahan sawah dan rawa, kebakaran hutan/lahan, emisi dari lahan gambut. Oleh sebab itu, Indonesia dituntut (sesuai dengan Kiyoto Protocol) untuk senantiasa berupaya mengurangi (mitigasi) GRK, antara lain melalui; (a) CDM (Clean Development Mechanism), (b) perdagangan karbon (carbon trading) melalui pengembangan teknologi budidaya yang mampu menekan emisi GRK, dan (c) penerapan teknologi budidaya seperti penanaman varietas dan pengelolaan lahan dan air dengan tingkat emisi GRK yang lebih rendah (Sinar Tani, 2010). 2.4.3 Strategi Adaptasi Strategi adaptasi adalah pengembangan berbagai upaya yang adaptif dengan situasi yang terjadi akibat dampak perubahan iklim terhadap sumberdaya infrastruktur dan lain lain melalui (a) reinventarisasi dan redelineasi potensi dan karakterisasi sumberdaya lahan dan air, (b) penyesuaian dan pengembangan infrastruktur pertanian, terutama irigasi sesuai dengan perubahan sistem hidrologi dan potensi sumberdaya air, (c) penyesuaian sistem usahatani dan agribisnis, terutama pola tanam, jenis tanaman dan varietas, dan sistem pengolahan tanah (Las, 2007). Proses adaptasi merupakan suatu bagian dari proses evolusi kebudayaan yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk menyesuaiakan diri atau memberi respon terhadap perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara temporal. Perubahan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap sistem adaptasi manusia adalah perubahan lingkungan yang
23
berupa bencana, yaitu kejadian yang mengancam kelangsungan hidup organisme termasuk manusia, sehingga dalam menghadapi perubahan-perubahan lingkungan akibat bencana tersebut, manusia mengembangkan pola adaptasi yang berbentuk pola-pola tingkah laku yang salah satunya adalah perubahan strategi (Mulyadi, 2005). 2.5 Penelitian Terdahulu Asikin (2010) melakukan peneltian mengenai analisis dampak perubahan iklim terhadap pendapatan petani padi di Kabupaten Cianjur. Perubahan iklim mempengaruhi kondisi lingkungan di Kabupaten Cianjur yang merupakan salah satu sentra produksi padi di Jawa Barat. Terbatasnya informasi yang diperoleh petani padi mengenai perubahan iklim menyebabkan persepsi antar petani mengenai perubahan iklim menjadi berbeda. Oleh karena itu, kajian mengenai sejauh mana persepsi petani padi terhadap perubahan iklim tersebut penting untuk dilakukan. Adaptasi petani padi terhadap perubahan iklim juga penting untuk dilakukan. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana petani padi mampu bertahan dan merespon kondisi iklim yang tidak menentu. Penelitian ini juga memberikan informasi mengenai dampak perubahan iklim terhadap tingkat pendapatan petani padi di Kabupaten Cianjur. Mayangsari (2010) melakukan penelitian terhadap tingkat kesejahteraan nelayan perahu motor tempel di Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi akibat perubahan
iklim.
Pelabuhan
Perikanan
Nusantara
Pelabuhanratu
(PPN
Pelabuhanratu) merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang dibangun oleh pemerintah pusat guna menunjang aktivitas perikanan yang memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada di wilayah pengelolaan perikanan. PPN Pelabuhanratu
24
memiliki peranan strategis karena letaknya berada pada posisi dekat dengan daerah penangkapan (fishing ground) perairan Samudra Hindia dan akses pemasaran domestik mapun ekspor. Dengan adanya perubahan iklim, peneliti melakukan analisis dampak perubahan iklim terhadap sektor peikanan, mengestimasi besarnya perubahan tingkat kesejahteraan nelayan perahu motor tempel yang ada di Pelabuhanratu dan strategi adaptasi yang dilakukan nelayan perahu motor tempel akibat adanya perubahan iklim. Handayani (2007) melakukan penelitian terhadap budidaya tanaman bawang merah organik terhadap tingkat permintaan konsumen. Budidaya organik mendorong terbentuknya tanah dan tanaman sehat dengan melakukan praktekpraktek budidaya tanaman seperti daur ulang unsur hara, rotasi tanaman, pengolahan tanah yang tepat, serta menghindari penggunaan pupuk dan pestisida sintetik. Peralihan sistem budidaya ini disebabkan oleh tingginya penggunaan pupuk dan pestisida sintetik sehingga mengakibatkan produktivitas tanah di Indonesia menjadi makin menurun dan konsumen bawang merah sudah mulai peduli akan bahaya dari penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan, sehingga konsumen mulai menggunakan produk organik. Penelitian tersebut menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif dari kedua teknik budidaya (konvenssional dan organik), untuk membandingkan teknik budidaya yang lebih efisien atau menguntungkan, serta untuk mengetahui apakah Indonesia lebih diuntungkan memproduksi bawang merah dalam negeri atau lebih diuntungkan apabila mengimpor dari luar negeri. Sunarno (2004) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan optimalisasi pola tanam komoditas sayuran di Desa Sukatani, Kecamatan Pecet,
25
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pendapatan usahatani sayuran petani responden pada kondisi aktual menunjukkan bahwa pendapatan per hektar petani luas lebih rendah dibandingkan petani sempit. Nilai R/C rasio petani sempit lebih besar dibandingkan petani luas, hal ini menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan petani sempit lebih efisien dibandingkan petani luas. Tingkat produktivitas lahan petani sempit yang lebih besar dibandingkan petani luas disebabkan karena pemeliharaan yang dilakukan lebih intensif. Sedangkan hasil analisis optimalisasi untuk pertanian menunjukkan bahwa pola tanam yang dapat memberikan pendapatan yang optimal adalah tanaman horinso, brokoli dan wortel + bawang daun, sedangkan petani sempit adalah tanaman horinso, brokoli dan horinso. Hasil optimal petani luas lebih kecil dibanding petani sempit. Nilai R/C ratio optimal untuk petani luas juga lebih kecil dibandingkan petani petani sempit, tetapi tambahan pendapatan per hektar yang diperoleh petani luas lebih besar dibanding petani sempit. Petani luas lebih berdiversivikasi dibanding petani sempit.
26
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Perubahan iklim dengan segala penyebabnya sudah terjadi di tingkat lokal, regional maupun global. Peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) menyebabkan terjadi pemanasan global diikuti dengan meningkatnya permukaan air laut akibat pencairan es di wilayah kutub. Naiknya permukaan air laut akan menyebabkan meningkatnya energi yang terjadi dalam atmosfer, sehingga mendorong terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim yang terjadi hampir 10 tahun terakhir telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor, terutama di sektor pertanian. Salah satu dampak akibat terjadinya perubahan iklim adalah curah hujan yang tinggi. Para petani bawang di Kabupaten Brebes merupakan salah satu pihak yang merasakan pengaruh dari perubahan iklim tersebut. Kesalahan strategi dari petani menjadi tidak tepat karena cuaca yang ekstrim tidak dapat diantisipasi. Tanaman bawang merah tidak membutuhkan banyak air dan cukup mendapatkan sinar matahari dalam pertumbuhannya, sehingga pada saat terjadi perubahan iklim yang menyebabkan curah hujan meningkat akan berakibat berubahnya struktur proporsi bawang merah. Bawang merah yang ditanam dalam kondisi tempat yang teduh mengakibatkan pembentukan umbi yang tidak sempurna sehingga ukuran bawangnya menjadi kecil dan kualitas bawang merah menjadi buruk. Hal ini akan berdampak negatif terhadap produktivitas bawang merah dan menyebabkan menurunnya tingkat persaingan bawang merah lokal terhadap bawang merah impor sehingga akan berimplikasi terhadap menurunnya pendapatan petani bawang merah di Kabupaten Brebes, maka kesejahteraan
27
mayarakat di Kabupaten Brebes semakin menurun karena bawang merah merupakan komoditas unggulan dari Kabupaten Brebes dimana petani bawang merah menjadi salah satu mata pencaharian utama bagi masyarakat Kabupaten Brebes. Perubahan iklim menyebabkan terjadinya perubahan pola tanam terhadap pertanian di Kabupaten Brebes khususnya di Desa Kemukten. Jika pada tahun sebelum terjadinya perubahan iklim penanaman bawang merah dilakukan 3 kali dalam setahun, namun setelah perubahan iklim penanaman bawang merah hanya sebanyak 2 kali dalam setahun. Hal ini dilakukan sebagai salah satu adaptasi petani terhadap peningkatan curah hujan yang terjadi di Kabupaten Brebes. Penanaman palawija seperti jagung manis menjadi pilihan pengganti bagi petani. Adanya perubahan pola tanam juga berimplikasi terhadap pendapatan petani. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani saat musim penghujan lebih banyak dibandingkan dengan saat musim kering pada saat menanam bawang merah yang menyebabkan berubahnya harga bawang merah dan penerimaan yang didapat oleh petani mengalami perubahan, sehingga pendapatan petani juga mengalami perubahan. Analisis mengenai pengaruh perubahan iklim terhadap komoditas bawang merah di Kabupaten Brebes merupakan salah satu indikator seberapa pentingnya perubahan iklim terhadap pertanian di Kabupaten Brebes terutama pertanian bawang merah yang menjadi sentra utama kegiatan pertanian di wilayah Kabupaten Brebes. Kajian tentang strategi bertujuan untuk mengidentifikasi rencana yang dilakukan petani bawang merah di Kabupaten Brebes sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim, selanjutnya dilakukan analisis variabel yang
28
mempengaruhi petani dalam melakukan perubahan pola tanam sebagai akibat perubahan iklim, sehingga dari hasil penelitian dirumuskan rekomendasi kebijakan bagi stakeholder dan pemerintah Kabupaten Brebes dalam mengatasi perubahan iklim terutama terhadap komoditas bawang merah.
Kabupaten Brebes merupakan salah satu sentra produksi bawang merah tertinggi dalam skala nasional
Perubahan iklim pada tahun 2010
Sistem pengusahaan bawang merah dan tanaman lainnya
Tidak merubah pola tanam (tanpa adaptasi)
dibandingkan
Adanya perubahan pola tanam (adaptasi)
Perubahan pendapatan petani dengan adaptasi dan tanpa adaptasi
Pemahaman dan persepsi petani mengenai perubahan iklim
Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam melakukan perubahan pola tanam : Tingkat pendidikan Jumlah tanggungan keluarga Pengalaman berusahatani Pendapatan petani Luas lahan pertanian Pemahaman petani mengenai perubahan iklim
Perbandingan kinerja usahatani dan rekomendasi kebijakan
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
29
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah dengan responden adalah para petani. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive), karena Kabupaten Brebes merupakan penghasil bawang merah terbesar dalam skala nasional dan bawang merah merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Brebes yang menjadi salah satu sumber pendapatan daerah dan sumber penghasilan bagi petani bawang merah di Kabupaten Brebes. Penelitian dilakukan selama 2 bulan dan pengambilan data primer dilakukan pada bulan Maret 2011 - April 2011. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani di Kabupaten Brebes dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disediakan oleh peneliti. Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari bukubuku, media cetak, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Brebes, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Brebes, dan sumber-sumber yang relevan dengan topik yang diteliti.
30
Tabel 3. Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian Data Persepsi petani terhadap perubahan iklim Strategi petani untuk mengantisipasi perubahan iklim Perubahan penggunaan input, output dan pendapatan petani Faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam melakukan perubahan pola tanam
Jenis Primer
Sumber Petani
Primer
Petani
Primer dan Sekunder
Petani dan BPS Kabupaten Brebes
Primer
Petani
Metode Wawancara dan kuesioner Wawancara dan kuesioner Wawancara, kuesioner dan studi literatur Wawancara dan kuesioner
4.3 Metode Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan dengan metode non probability sampling secara purposive. Secara umum, sampel merupakan bagian kecil dari suatu populasi. Responden berasal dari Desa Kemukten yang ada di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes yaitu sebanyak 44 orang. Petani yang akan menjadi responden adalah petani yang telah bekerja kurang lebih 10 tahun, sehingga dapat diketahui informasi yang lebih mendalam mengenai perubahan iklim terhadap pertanian. 4.4 Metode Analisis Data Menganalisis data merupakan suatu proses lanjutan setelah dilakukannya pengumpulan data. Menganalisis data ditujukan agar data yang telah dikumpulkan dapat lebih berarti serta dapat memberikan informasi. Adanya hasil analisis terhadap data ini dapat memberikan jawaban atas perumusan masalah yang terdapat dalam perumusan ini. Langkah awal sebelum menganalisis data adalah dengan mengelompokkan data yang diperoleh dari sampling menjadi dua, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Pengolahan dan analisis data akan dilakukan
31
secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14.0 for Windows. Tabel 4. Metode Pengolahan dan Analisis Data dalam Penelitian Tujuan Menganalisis persepsi petani bawang merah terhadap perubahan iklim Menganalisis adaptasi yang dilakukan petani untuk mengantisipasi perubahan iklim Mengestimasi besarnya perubahan pendapatan petani Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam melakukan perubahan pola tanam
Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif Analisis Pendapatan Usahatani Regresi Logistik
4.4.1 Analisis Persepsi Petani Terhadap Perubahan Iklim Analisis data yang digunakan untuk mengkaji dengan menggunakan analisis deskriptif. Bentuk pertanyaan yang akan diberikan pada responden untuk mengkaji analisis tersebut berupa kombinasi pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Hal-hal yang akan ditanyakan pada responden adalah mengenai masalah perubahan iklim. Seberapa jauh para petani mengetahui mengenai perubahan iklim serta dampak-dampak yang timbul, seperti bagaimana kondisi tanaman bawang merah akibat perubahan iklim tersebut dan membandingkan dengan beberapa tahun lalu saat perubahan iklim belum terlalu dirasakan. 4.4.2 Estimasi Perubahan Pendapatan Petani Akibat Perubahan Iklim Estimasi perubahan produktivitas bawang merah melalui perubahan tingkat produksi dan perubahan pendapatan petani. Perubahan tingkat produksi bawang merah dapat dianalisis melalui data-data yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) pusat maupun pusat informasi pertanian yang ada di Kabupaten Brebes.
32
Perubahan pendapatan petani dapat diestimasi melalui analisis pendapatan usahatani. Analisis ini digunakan untuk mengukur dan membandingkan besarnya pendapatan usahatani pada beberapa komoditas yang diusahakan pada saat sebelum terjadi perubahan iklim dan setelah terjadi perubahan iklim. Analisis tersebut menggunakan bantuan tabel arus kas seperti arus penerimaan dan biaya yang digunakan. Harga yang digunakan merupakan harga yang berlaku pada saat penelitian dilakukan yaitu setelah terjadinya perubahan iklim dan harga yang berlaku pada saat sebelum terjadi perubahan iklim. Secara umum, perhitungan tingkat pendapatan dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : Pd = TR – TC TR = ∑
. Yi
TC = TFC + TVC TVC = ∑ Pd = ∑
∑
. Yi - ∑
. Xij ∑
. Xij
Keterangan : Pd : Pendapatan TR : Total Penerimaan Yi : Output tanaman i yang dihasilkan pada musim tanam tertentu Pyi : Harga output yang diproduksi TC : Total Biaya TFC : Total Biaya Tetap TVC : Total Biaya Variabel Xij : Input j yang digunakan pada tanaman i Pxij : Harga input j yang digunakan pada tanaman i Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total biaya. Penerimaan merupaka perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan didefinisikan sebagai nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Biaya total didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan 33
dalam produksi. Biaya total terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang relatif jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tetap tidak bergantung pada besarnya produksi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Hernanto, 1989). Biaya variabel jumlahnya berubah sebanding dengan besarnya produksi. Biaya yang termasuk dalam biaya variabel adalah bibit/benih, pupuk, obat-obatan dan sewa tenaga kerja. Biaya tetapterdiri dari sewa lahan, pajak, penyusutan dan bunga modal kredit. 4.4.3 Analisis Adaptasi Yang Dilakukan Oleh Petani Terhadap Perubahan Iklim Jenis analisis untuk mengkaji strategi dan inovasi yang dilakukan petani adalah dengan memberikan pertanyaan mengenai bentuk strategi dan inovasi apa yang dilakukan oleh petani akibat adanya pengaruh perubahan iklim terhadap perubahan produktivitas bawang merah serta hambatan-hambatan yang dihadapi pada saat melakukan strategi dan inovasi tersebut. 4.4.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani Dalam Melakukan Perubahan Pola Tanam 4.4.4.1 Model Regresi Logistik Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam melakukan perubahan pola tanam akibat perubahan iklim menggunakan pendekatan model regresi logistik. Model tersebut dirumuskan sebagai berikut (Pindyck dan Rubinfeld, 1998) : Pi = F(Zi) = (β0 + β1 Xi) =
=
(
)
……………
(1)
34
Dimana : Pi β₀ β₁ Xi
= peluang individu dalam mengambil keputusan = intersept = koefisien regresi = variabel bebas
Untuk melihat model pada persamaan (1) dapat diestimasi hal yang pertama dilakukan adalah mengalikan kedua sisi persamaan dengan 1 + untuk mendapatkan (1 +
)Pi = 1 ............................................................
(2)
Persamaan (2) dibagi dengan Pi dan kemudian dikurangi 1 akan menghasilkan persamaan : =
-1=
Atau dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan : =(
..................................................................
)
(3)
Persamaan (3) kemudian ditransformasi menjadi model logaritma natural sehingga menghasilkan persamaan : Zi = ln ( Dengan ln
)
................................................................ (4)
= Zi , maka persamaan (4) dapat dituliskan sebagai berikut : Zi = ln (
) = β₀ + β₁Xi
.................................................... (5)
Persamaan (5) di atas dikenal sebagai model logit atau model regresi logistik. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi petani dalam melakukan perubahan pola tanam adalah tingkat pendidikan (X1), jumlah tanggungan keluarga (X2), lama pengalaman bertani (X3), pendapatan (X4), luas lahan pertanian (X5), dan pemahaman petani mengenai perubahan iklim (X6). Berdasarkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya, maka model logit dapat dijabarkan sebagai berikut : 35
ln (
) = Zi = β₀ + β₁X1 + β2X2 + β3X3 - β4X4 + β5X5 + β6X6
Dimana : Pi = peluang kesediaan petani untuk melakukan perubahan pola tanam 1 - Pi = peluang ketidaksediaan petani untuk melakukan perubahan pola tanam Zi = keputusan petani β₀ = intersep β₁ = parameter peubah X1 X1 = tingkat pendidikan X2 = jumlah tanggungan keluarga X3 = pengalaman berusahatani X4 = pendapatan petani X5 = luas lahan pertanian X6 = pemahaman petani mengenai perubahan iklim Hipotesis dari faktor yang mempengaruhi petani dalam melakukan perubahan pola tanam akibat perubahan iklim : 1. Tingkat Pendidikan Formal Petani Pendidikan formal petani diharapkan bernilai positif. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka akan semakin mudah untuk memahami adanya perubahan iklim dan dampaknya terhadap pertanian dibandingkan dengan petani yang berpendidikan rendah, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin mudah petani dalam melakukan perubahan pola tanam akibat perubahan iklim. 2. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga petani diharapkan bernilai positif. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang harus ditanggung akan menyebabkan semakin banyak kebutuhan hidup yang harus dipenuhi sehingga tekanan untuk meningkatkan pendapatan semakin tinggi. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah tanggungan keluarga diharapkan mendorong petani untuk melakukan perubahan pola tanam.
36
3. Pengalaman Berusahatani Pengalaman berusahatani diharapkan bernilai positif. Semakin lama petani berpengalaman dalam usahatani, diharapkan petani semakin dapat memilih usahatani yang paling menguntungkan ditengah terjadinya perubahan iklim. Jika terdapat perubahan pola tanam yang dapat memberikan keuntungan dan meminimalisasi terajdinya kerugian, maka petani akan melakukan perubahan tersebut. 4. Pendapatan Petani Pendapatan petani diharapkan bernilai negatif. Petani yang berpendapatan rendah diharapkan akan lebih mudah untuk diarahkan pada perubahan pola tanam. Petani akan berusaha untuk meningkatkan pendapatannya, sehingga apabila ada sistem baru yang menawarkan pendapatan lebih tinggi petani cenderung akan melakukan perubahan pola tanam. 5. Luas Lahan Pertanian Luas lahan pertanian diharapkan bernilai positif. Semakin luas lahan yang diusahakan maka diharapkan akan mendorong petani untuk melakukan perubahan pola tanam karena dengan merubah pola tanam, petani yang memiliki lahan yang luas akan semakin banyak memperoleh keuntungan. 6. Pemahaman Petani Mengenai Perubahan Iklim Pemahaman petani mengenai perubahan iklim diharapkan bernilai positif. Semakin banyak petani yang memahami perubahan iklim, maka semakin besar keinginan petani untuk melakukan perubahan pola tanam karena dengan merubah pola tanam petani dapat mengurangi dampak kerugian yang ditimbulkan pada usahatani mereka akibat adanya perubahan iklim.
37
4.4.4.2 Pengujian Model Regresi Logistik a) Uji Likelihood Ratio Pengjian model logit dapat dilakukan secara keseluruhan atau individual. Uji likelihood ratio adalah uji secara keseluruhan model logit dimana rasio fungsi kemungkinan modelUR (lengkap) terhadap fungsi kemungkinan modelR (H0 benar). Fungsi kemungkinan tersebut adalah (Juanda, 2009) : _
G = -2ln[
_
] = 2ln[
_
_
= χ2(k-1)
= 2[ln(likelihood_ModelUR) – ln(likelihood_ModelR)] Dengan hipotesis : H0 : β1 = β2 = ….=βk H1 : minimal ada βj≠0, untuk j=1,2,3,..k Jika menggunakan taraf nyata α, hipotesis Ho ditolak (model signifikan) jika statistik G > χ2α,(k-1) dan jika H0 ditolak maka dapat disimpulkan minimal ada β≠0, dengan pengertian model regresi logistik dapat menjelaskan atau memprediksi pilihan individu pengamatan. b) Uji Wald Pengujian faktor
(βj≠0) yang berpengaruh nyata terhadap pilihannya,
perlu uji statistik lanjut. Uji signifikasi dari parameter koefisien secara parsial dapat dilakukan dengan statistik uji Wald yang serupa dengan statistik uji-t atau uji Z dalam regresi linier biasa (Juanda, 2009). Hipotesisnya adalah : H0 : βj = 0 untuk j=1,2,3,...,k H1 : β j ≠ 0
38
Statistik uji yang digunakan adalah : ^
W=
^
( )
Dimana : ^
j
= koefisien regresi ^
se ( j ) = standard error of β (galat lesalahan dari β) c) Odds Ratio Odds berarti resiko atau kemungkinan peluang kejadian sukses terhadap kejadian tidak sukses dari variabel respon. Makin besar nilai Odds maka makin besar peluang seseorang untuk mengambil keputusan, sehingga nilai Odds merupakan suatu indikator kecenderungan seseorang menentukan pilihan yang pertama. Secara matematis dapat dituliskan (Juanda, 2009) : Zi = ln
atau dapat dituliskan
Odds Ratio = Dimana : P = peluang kejadian yang terjadi 1 – P = peluang kejadian yang tidak terjadi
39
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1 Kondisi Umum Desa Kemukten 5.1.1 Letak Geografis Desa Kemukten secara administratif terletak di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13 desa yaitu Desa Kersana, Ciampel, Cigedog, Cikandang, Kubang Pari, Pende, Keradenan, Krama Sampang, Sukamaja, Sindangjaya, Jakapura, Limbangan dan Kemukten. Jumlah penduduk Kecamatan Kersana terdiri dari 31.625 jiwa penduduk laki-laki dan 31.173 jiwa penduduk perempuan. Desa Kemukten terdiri dari 26 RT dan 5 RW. Luas wilayah Desa Kemukten adalah 161.606 ha/m2. Desa Kemukten memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Desa Sengon, Kecamatan Tanjung
Sebelah Selatan
: Desa Kersana, Kecamatan Kersana
Sebelah Timur
: Desa Limbangan. Kecamatan Kersana
Sebelah Barat
: Desa Kersana, Kecamatan Kersana
Jumlah penduduk Desa Kemukten sebesar 4.493 jiwa dengan penduduk laki-laki sebesar 2.148 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 2.345 jiwa. Mayoritas penduduk Desa Kemukten adalah petani dan buruh tani. Jumlah petani di Desa Kemukten sebesar 592 jiwa dan buruh tani sebesar 787, yang lainnya adalah Pegawai Negeri Sipil, TNI dan Karyawan Swasta. Desa Kemukten memiliki suhu rata-rata 330C dan curah hujan rata-rata sebesar 8 Mm/hari pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2009 suhu udara rata-
40
rata di Desa Kemukten adalah 320C dan curah hujan rata-rata sebesar 6 Mm/hari. Hal ini menunjukkan adanya perubahan suhu dan curah hujan di Desa Kemukten yang berpengaruh terhadap kondisi lingkungan terutama kondisi pertanian di Desa Kemukten. Penggunaan lahan di Desa Kemukten berupa lahan persawahan seluas 117.640 ha/m2, lahan pemukiman seluas 36.100 ha/m2, dan lahan untuk sarana dan prasarana lainnya seluas 7.866 ha/m2. Penduduk Desa Kemukten yang mayoritas bermata pencaharian petani, hidupnya sangat bergantung terhadap pertanian. Sebagian besar petani di Desa Kemukten menanam bawang merah sebagai salah satu komoditas pertanian unggulan di Kabupaten Brebes. Kondisi lingkungan lahan yang kering dengan pancaran sinar matahari yang cukup, membuat Desa Kemukten menjadi daerah yang cocok untuk penanaman bawang merah. Perubahan suhu dan curah hujan akan mempengaruhi pertanian dan pendapatan petani di Desa Kemukten. 5.1.2 Kondisi Pertanian di Desa Kemukten Petani di Desa Kemukten pada umumnya menanam jenis komoditas tanaman yang cocok ditanam di daerah kering, seperti bawang merah, jagung, cabai dan padi sawah. Tahun 2009 luas tanam bawang merah yaitu 74 ha, padi sawah 30 ha, dan jagung 5 ha, sedangkan pada tahun 2010 luas tanam bawang merah menjadi 65 ha, padi sawah 52 ha dan jagung 11 ha. Jenis tanah sawah yang ada di Desa Kemukten yaitu sawah irigasi teknis seluas 114.140 ha/m2, sawah tadah hujan seluas 3.500 ha/m2 dan tidak ada jenis tanah tegalan. Adanya perubahan iklim antara tahun 2009 dan 2010 menyebabkan perubahan produktivitas bawang merah di tingkat desa maupun di tingkat kecamatan. Tabel 5 menunjukkan adanya perubahan luas panen, produksi dan
41
produktivitas bawang merah di Kabupaten Kersana dari tahun 2003 hingga 2010 yang menggambarkan adanya penurunan yang cukup signifikan dari tahun ke tahunnya di Kecamatan Kersana dan Desa Kemukten merupakan salah satu penyumbang produksi bawang merah terbesar di Kecamatan Kersana. Tabel 5. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2003-2010 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Luas Panen (ha) 251 230 334 400 727 639 975 480
Produksi (ton) 8088,0 2040,4 2808,5 3050,3 6090,7 7792,2 11567,6 5383,0
Produktivitas (ton/ha) 32,2 8,9 8,4 7,6 8,4 12,2 11,9 11,2
Perubahan (ton) -23,3 -0,5 -0,8 0,8 3,8 -0,3 -0,7
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kab. Brebes
5.2 Karakteristik Umum Responden Karakteristik umum responden di Desa Kemukten diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 44 orang petani yang mewakili rumah tangga. Karakteristik responden ini dilihat dari beberapa variabel yang meliputi usia, pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, lama bertani serta luas dan status kepemilikan lahan. 5.2.1 Usia Responden memiliki tingkat usia yang bervariasi yaitu dari 31 tahun hingga 67 tahun. Usia responden sebagian besar berada pada kisaran 35-45 tahun sebanyak 41% dan 46-55 tahun sebanyak 36% yang merupakan usia produktif petani. Responden dengan usia kurang dari 35 tahun sebanyak 11% dan usia lebih dari 65 tahun sebanyak 0,5%.
42
Tabel 6. Usia Responden di Desa Kemukten Tahun 2011 Usia (tahun) <35 35-45 46-55 56-65 >65
Jumlah Responden (orang) 5 18 16 3 2
Presentase (%) 11 41 36 11,5 0,5
Sumber : Data Primer (diolah), 2011
5.2.2 Pendidikan Formal Terakhir Tingkat pendidikan responden di Desa Kemukten masih tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya responden yang memiliki pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD) sebanyak 75% dan yang tidak tamat SD sebanyak 2%. Sementara yang berpendidikan terakhir SLTP dan SLTA masing-masing hanya sebanyak 14% dan 7%, sedangkan yang berpendidikan setingkat Perguruan Tinggi sebanyak 2%. Tabel 7. Pendidikan Formal Terakhir Responden Desa Kemukten Tahun 2011 Tingkat Pendidikan SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi Tidak Sekolah
Jumlah Responden (orang) 33 6 3 1 1
Presentase (%) 75 2 14 7 2
Sumber : Data Primer (diolah), 2011
5.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga Salah satu karkteristik responden adalah mewakili rumah tangga, maka dari itu, responden memiliki tanggungan keluarga. Tanggungan keluarga responden ditentukan dari jumlah anggota rumah tangga yang terdiri dari istri, anak dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama di dalam satu rumah. Berdasarkan penelitian, responden memiliki tanggungan sebanyak 1-6 orang. 43
Responden yang memiliki jumlah tanggungan di bawah 3 orang sebanyak 25%, responden yang memiliki jumlah tanggungan antara 3-5 orang sebanyak 71% dan sisanya sebanyak 4% responden memiliki tanggungan di atas 5 orang. Tabel 8. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Desa Kemukten Jumlah Tanggungan (orang) <3 3–5 >5
Jumlah Responden (orang) 11 31 2
Presentase (%) 25 71 4
Sumber : Data Primer (diolah), 2011
5.2.4 Pengalaman Berusahatani Responden umumnya telah bertani dalam kurun waktu yang relatif lama. Responden yang bertani kurang dari 10 tahun hanya sebanyak 7%, sedangkan responden yang telah lama bertani antara 10-20 tahun sebanyak 39%, antara 21-30 tahun sebanyak 41% dan sisanya sebanyak 14% telah bertani lebih dari 30 tahun. Lamanya masa bertani dapat menjadi salah satu indikator bahwa responden dapat merasakan terjadinya perubahan iklim dalam beberapa kurun waktu terakhir. Tabel 9. Pengalaman Berusahatani Responden Desa Kemukten Pengalaman Berusahtani (tahun) <10 10 – 20 21 – 30 >30
Jumlah Responden (orang) 3 17 18 6
Presentase (%) 7 39 41 14
Sumber : Data Primer (diolah), 2011
5.2.5 Luas dan Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan pertanian di Desa Kemukten oleh responden ada yang sebagai pemilik dan ada yang sebagai penyewa. Responden yang memiliki lahan sawah sendiri sebanyak 61% dan sisanya sebanyak 39% menyewa lahan pertaniannya. Luas lahan antar responden juga bervariasi. Sebanyak 34% 44
responden memiliki luas lahan kurang dari 0.20 hektar, 50% responden memiliki luas lahan antara 0.20-0.50 hektar, sedangkan 11% responden memiliki luas lahan antara 0.51-1.00 hektar dan sisanya sebanyak 5% responden memiliki luas lahan lebih dari 1.00 hektar. Tabel 10. Luas Lahan Sawah Responden di Desa Kemukten Luas Lahan Sawah (hektar) <0.20 0.20 – 0.50 0.51 – 1.00 >1.00
Jumlah Responden (orang) 15 22 5 2
Presentase (%) 34 50 11 5
Sumber : Data Primer (diolah), 2011
Uraian di atas menunjukkan bahwa karakteristik responden di Desa Kemukten adalah homogen. Hal ini terlihat dari tingkat pendidikan yang mayoritas rendah, sehingga pengetahuan serta pola berpikir antara responden yang satu dengan yang lain relatif sama. Selain itu, dilihat dari status kepemilikan dan luas lahan yang relatif sama yaitu sebagai pemilik dengan luas lahan yang sempit. Hal ini menunjukkan bahwa status sosial antar responden juga homogen. Rata-rata luas lahan responden adalah 3.817 m2 atau diantara 0.20 hektar – 0.50 hektar. Jenis petani responden digolongkan ke dalam 2 jenis yaitu petani berlahan luas dan petani berlahan sempit. Petani berlahan luas adalah petani yang luas lahannya berada di atas atau sama dengan rata-rata luas lahan seluruh petani responden. Sedangkan petani berlahan sempit adalah petani yang luas lahan garapannya di bawah rata-rata luas lahan seluruh petani responden. Luas lahan petani responden paling banyak adalah kurang dari 3.817 m2 yaitu sebanyak 29 orang atau sebesar 66% dan sebanyak 34% atau 15 orang memiliki luas lahan di atas atau sama dengan 3.817 m2.
45
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Persepsi Petani Terhadap Perubahan Iklim Perubahan iklim telah berdampak merugikan bagi petani di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes. Jumlah petani yang ada di Desa Kemukten sebanyak 592 jiwa dan peneliti mengambil 44 responden. Ada 27 (61%) petani yang memahami mengenai istilah perubahan iklim pada umumnya, sedangkan sebanyak 17 (39%) petani responden tidak mengetahui istilah perubahan iklim. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara responden yang mengatakan bahwa telah terjadi peningkatan suhu udara dan peningkatan curah hujan. Sebanyak 82% responden memulai masa tanam berasarkan kebiasaan saja yang telah berlaku sejak dulu, sedangkan sisanya sebanyak 18% saja responden yang memulai masa tanam berdasarkan musim. 6.1.1 Persepsi Petani Terhadap Suhu Udara Suhu udara normal di Kabupaten Brebes yaitu 27,50C. Suhu di Kabupaten Brebes mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,20C selama 10 tahun terakhir. Sebagian responden merasakan terjadinya perubahan suhu udara di Desa Kemukten dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari sebanyak 42 (95%) responden yang berpendapat telah terjadi peningkatan suhu udara. Penilaian responden tersebut sesuai dengan data yang didapatkan dari BMKG Stasiun Klimatologi Kota Tegal bahwa suhu udara di Kabupaten Brebes dan sekitarnya pada tahun 2010 sebesar 27,90C meningkat sebesar 0,20C dibandingkan tahun 2009 dengan suhu udara 27,70C. Sementara itu, sebanyak 2 responden (5%) saja yang tidak merasakan adanya perubahan suhu.
46
28.0 27.9
27.8 27.7
27.6 27.4
27.4
27.3 27.3
27.2
27.2
27.4
27.4 27.3 27.2
27.0
27.0 26.8 26.6 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Suhu rata-rata Suhu normal Sumber : Badan Meteorolgi Klimatologi dan Geofisika Kota Tegal, 2011
Gambar 4. Suhu Rata-rata di Kabupaten Brebes Selama 10 Tahun Terakhir 6.1.2 Persepsi Petani Terhadap Curah Hujan Jumlah curah hujan sangat mempengaruhi kondisi pertanian, karena berdampak terhadap ketersediaan air dan kondisi lahan pertanian. Jumlah curah hujan yang banyak akan berpengaruh baik terhadap tanaman yang membutuhkan banyak air, sedangkan jumlah curah hujan yang sedikit juga dapat berpengaruh baik terhadap tanaman yang tumbuh di daerah kering. Responden berpendapat bahwa mereka merasakan terjadinya perubahan curah hujan yang signifikan, terutama perubahan dari tahun 2009 dan 2010. Sebanyak 100% responden berpendapat bahwa telah terjadi peningkatan curah hujan di Desa Kemukten. Hal ini sesuai dengan data yang didapatkan dari BMKG Stasiun Klimatologi Tegal, bahwa selama kurun beberapa tahun terakhir, curah hujan di Kabupaten Brebes dan sekitarnya mengalami peningkatan, terutama antara tahun 2009 dan 2010 terjadi peningkatan curah hujan yang sangat signifikan dari curah hujan rata-rata
47
normal di Kabupaten Brebes sebesar 1789 mm/tahun. Curah hujan rata-rata tahun 2010 meningkat sebesar 925 mm/tahun dibandingkan tahun 2009 dari 1.503 mm/tahun menjadi 2428 mm/tahun. 400 361
350
Curah Hujan
300 250 200
308 255
225
287
247
186
230 251
120
134
150
167
100
84
50
197 2009
118 109
92
116 0
0
143
1
2010 74
20 8
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Meteorologi Tegal (2011)
Gambar 5. Curah Hujan Bulanan Kabupaten Brebes Tahun 2009 dan 2010 Peningkatan curah hujan tersebut dirasa sangat berpengaruh terhadap kondisi pertanian di Desa Kemukten, karena sebagian besar petani di Desa Kemukten menanam bawang merah sebagai salah satu komiditas unggulan Kabupaten Brebes. Bawang merah tidak membutuhkan banyak air dalam pertumbuhannya, maka dari itu peningkatan curah hujan akan meningkatkan penyakit tanaman terutama pada bawang merah. 6.1.3 Persepsi Petani Terhadap Perubahan Pola Tanam Perubahan
suhu
dan
curah
hujan
sangat
berpengaruh
terhadap
produktivitas pertanian. Perubahan iklim tersebut dapat berimplikasi terhadap perubahan pola tanam yang dilakukan oleh petani yang beada di Kabupaten Brebes terutama petani di Desa Kemukten. Sebanyak 82% responden pernah mengalami gagal panen sepanjang tahun 2010, saat terjadi peningkatan curah
48
hujan.
Kegagalan
panen
tersebut
diakibatkan
oleh
hujan
yang
turun
berkepanjangan, sehingga menyebabkan sawah mereka kebanjiran serta banyaknya hama dan penyakit tanaman yang muncul saat musim penghujan. Hal ini memicu terjadinya perubahan pola tanam oleh petani. Jika pada tahun 2009 petani bisa menanam bawang merah sebanyak 3-4 kali dalam setahun, pada tahun 2010 petani hanya bisa menanam 2 kali saja dalam setahun. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi besarnya kerugian akibat gagal panen saat curah hujan mengalami peningkatan, karena biaya yang digunakan untuk memproduksi bawang merah relatif mahal. 6.2 Strategi dan Adaptasi Petani Terhadap Perubahan Iklim Adaptasi memaksimalkan kemungkinan pendapatan yang diterima petani dan produksi pertanian akibat perubahan iklim. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 64% telah melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim, sedangkan sisanya sebanyak 36% tidak melakukan adaptasi dan strategi apapun terhadap perubahan iklim. Adaptasi yang dilakukan responden didasarkan atas pengalaman selama bertani. Bentuk adaptasi dan strategi tersebut antara lain merubah pola tanam berupa mengganti jenis tanaman (70%) dengan tanaman yang lebih tahan terhadap curah hujan yang tinggi, memperbanyak obat-obatan (18%), dan memperbaiki pengolahan tanah (12%) dengan memberikan perlakuan yang lebih intensif.
49
12%
mengganti jenis tanaman
18%
70%
memperbanyak obatobatan memperbaiki pengolahan tanah
Sumber : Data Primer (diolah), 2011
Gambar 6. Adaptasi dan Strategi Petani Terhadap Perubahan Iklim Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui adaptasi terbesar dari petani dalam menghadapi adanya perubahan iklim yaitu dengan mengganti jenis tanaman. Jika petani menanam bawang merah sebanyak tiga kali dalam setahun, maka dengan adanya perubahan iklim dengan meningkatnya curah hujan petani hanya menanam bawang merah hanya sebanyak dua kali dan jenis tanaman diganti menjadi tanaman jagung manis karena menurut petani, jagung manis lebih tahan terhadap curah hujan yang tinggi. Selain itu, dengan adanya perubahan iklim maka petani juga melakukan perubahan pola tanam untuk mengantisipasi terjadinya adanya kerugian yang lebih besar. Menurut responden selain kurangnya informasi, faktor yang menghambat responden dalam melakukan adaptasi dan strategi adalah karena kekurangan modal. Responden yang mampu secara finansial dapat mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman dengan pemberian obat-obatan yang harganya relatif mahal. Harga obat-obatan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun juga merupakan faktor penghambat bagi petani, sedangkan produksi pertanian makin menurun karena banyaknya serangan hama dan penyakit pada tanaman mereka. Terbatasnya adaptasi dan strategi yang dapat dilakukan responden menunjukkan
50
bahwa peran pemerintah sangat diperlukan dalam mengatasi dampak dari perubahan iklim tersebut. Peran pemerintah tersebut antara lain, memberikan pinjaman lunak dan kredit pertanian, memberikan penyuluhan mengenai perbahan iklim, pengembangan sarana dan prasarana penunjang adaptasi, larangan produk impor, dan lain-lain. 6.3 Estimasi Perubahan Input, Output dan Pendapatan Petani di Desa Kemukten Akibat Perubahan Iklim Perubahan pola tanam oleh petani terjadi karena adanya perubahan iklim dengan tujuan untuk mengurangi tingkat kerugian dan memperoleh pendapatan yang optimal. Untuk mengetahui tingkat pendapatan petani diperlukan data mengenai biaya input produksi dan penerimaan usahatani. Karena terjadi perubahan pola tanam di tahun 2009 dan 2010, maka terjadi perubahan terhadap biaya input produksi yang digunakan dan penerimaan usahatani yang didapatkan. Input yang digunakan dalam usahatani di Desa Kemukten antara lain benih, pupuk kandang, pupuk urea, KCl, TSP, ZA, insektisida, fungisida, peralatan pertanian (cangkul, sekop, ember, dan lain-lain), plastik penutup, tenaga kerja serta sewa lahan bagi petani penyewa. Analisis usahatani pada penelitian ini dilakukan dalam dua jenis usaha menurut golongan kepemilikan lahan yaitu petani pemilik dan petani penyewa. Perbandingan usahatani dapat dilakukan melalui estimasi dengan membuat satuan luas yang sama yaitu ke luasan satu hektar. Penggunaan input produksi akan dibedakan ke dalam dua periode yaitu penggunaan input produksi pada tahun 2009 dan penggunaan input produksi pada tahun 2010 sesuai dengan pola tanam yang dilakukan oleh petani serta penggunaan input dibedakan berdasarkan petani yang melakukan perubahan pola tanam dan yang tidak melakukan perubahan pola tanam pada tahun 2010 saat
51
telah terjadi perubahan iklim. Jumlah penggunaan input terutama obat-obatan meningkat pada tahun 2010 yaitu pada saat terjadinya perubahan ikim yang sangat signifikan. Penggunaan obat-obatan mencapai tiga kali lipat dari biasanya pada saat hujan terus menerus di tahun 2010 dan harga dari beberapa input pertanian juga mengalami peningkatan. Output yang dihasilkan oleh petani pada saat terjadi perubahan iklim mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena pada saat musim penghujan petani di Desa Kemukten yang sebagian besar adalah petani bawang merah, tidak dapat menanam bawang merah secara berkelanjutan tiap tahun seperti pada saat musim 2009 dimana curah hujan mendekati curah hujan normal, padahal petani menghasilkan penerimaan terbesar dari output bawang merah. Petani mengurangi intensitas menanam bawang merah pada saat musim hujan untuk mengurangi adaya dampak kerugian yang ditimbulkan akibat kegagalan penen bawang merah. Maka dari itu, petani di Desa Kemukten sebagian besar mengganti pola tanam mereka dari menanam tiga kali bawang merah dalam setahun menjadi dua kali saja atau bahkan satu kali. Agar tetap mendapatkan penghasilan dari usahataninya, petani pada umumnya mengganti tanaman bawang merah dengan jagung manis yang lebih tahan terhadap curah hujan yang tinggi. Output yang diterima petani dari bawang merah dan jagung manis tentunya berbeda.
52
Tabel 11. Produksi Bawang merah, Jagung manis, Cabai dan Padi di Desa Kemukten Tahun 2009 dan Tahun 2010 Komoditas
Tahun 2009
Tahun 2010
Produksi
Luas Panen
Produktivitas
Produksi
Luas Panen
Produktivitas
(ton)
(ha)
(ton/ha)
(ton)
(ha)
(ton/ha)
Bawang Merah
259,80
47,87
5,43
150,29
34,46
4,36
Jagung Manis
35,05
5,97
5,87
97,80
15,34
6,38
Cabai
51,70
9,43
5,49
44,40
9,81
4,53
4,20
0,80
5,25
5,20
1,28
4,06
Padi
Sumber : Data Primer (diolah), 2011
Produksi bawang merah pada tahun 2010 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2009. Selisih antara keduanya sebesar 109,51 ton dan Luas Panen bawang merah juga mengalami penurunan sebesar 13,41 hektar karena petani banyak yang mengurangi penanaman bawang merah saat curah hujan tinggi pada tahun 2010. Begitu juga untuk komoditas cabai yang juga mengalami penurunan produksi pada tahun 2010 sebesar 7,3 ton, sedangkan jagung manis dan padi mengalami peningkatan produksi pada tahun 2010 masingmasing sebesar 62,75 ton dan 1 ton dibandingkan pada tahun 2009. Luas panen Jagung manis juga mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 9,37 hektar. Jagung manis dan padi mengalami peningkatan produksi pada tahun 2010 karena jagung manis dan padi lebih tahan terhadap curah hujan yang tinggi sehingga petani lebih memilih untuk menanam jagung manis dan padi daripada bawang merah atau cabai. Produktivitas bawang merah, cabai dan padi mengalami penurunan pada tahun 2010 dibandingkan pada tahun 2009, tetapi jagung manis mengalami peningkatan produktivitas pada tahun 2010 karena petani responden lebih banyak menanam jagung manis pada tahun 2010 dibandingkan pada tahun 2009.
53
Pendapatan petani merupakan selisih antara penerimaan dikurangi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi. Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai yang diterima dari produksi usahatani atau output dikalikan dengan harga penjualan produk. Pendapatan petani responden pada tahun 2009 berbeda dengan pendapatan petani responen pada tahun 2010. Hal ini terjadi karena responden melakukan perubahan pola tanam dan hanya beberapa saja yang tidak melakukan perubahan pola tanam, maka jumlah penerimaan dan penggunaan input pertanian juga berbeda.
54
Tabel 12. Perbandingan Pendapatan Petani Responden Per Hektar di Desa Kemukten Tahun 2009 dan Tahun 2010 Serta Perbandingan Pendapatan Petani yang Melakukan Perubahan Pola Tanam dan Tidak Melakukan Perubahan Pola Tanam No
Pola Tanam Tahun 2009 (Dasar)
Jumlah Responden
I
BM-BM-BM-CB
23
Pendapatan Rata-rata Petani (Rp/ha)
36.485.186
Pola Tanam Tahun 2010
BM-BM-BM-CB BM-BM-JM-CB BM-BM-JM-JM Lainnya
Pendapatan Rata-rata Petani (Rp/ha) II
BM-BM-BM-JM
12
Pendapatan Rata-rata Petani (Rp/ha) III
Lainnya
9
Jumlah Responden
44
36.485.186 34.013.417
34.013.417 30.211.111
Berubah
Tetap
1
Pendapatan Petani (Rp/ha)
32.750.000 88.516.692
13 3 6
36.089.333 28.999.250 46.588.819
BM-BM-BM-JM
3
12.305.000
BM-BM-JM-JM
3
39.041.000
BM-BM-CB-JM
3
28.490.000
Lainnya
3
19.306.000 24.785.500
Lainnya
9 31
31.122.600
13
Sumber : Data Primer (diolah), 2011
Keterangan : BM = Bawang Merah CB = Cabai
JM = Jagung Manis PD = Padi
55
Pendapatan petani rata-rata pada tahun 2010 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan tahun 2009. Hal ini terjadi karena adanya perubahan iklim yang menyebabkan menurunnya jumlah produksi dan perubahan pola tanam. Penggantian jenis tanaman juga mempengaruhi berubahnya pendapatan petani karena penerimaan yang diperoleh petani dari produksi tanaman yang berbeda juga akan berbeda. Melalui perbandingan petani yang melakukan perubahan pola tanam dan yang tidak melakukan perubahan pola tanam, dapat diketahui berubahnya pendapatan petani akibat perubahan pola tanam. Pola tanam dasar I pada tahun 2009 adalah bawang merah-bawang merahbawang merah-cabai, pada tahun 2010 petani responden ada yang memutuskan untuk tetap menggunakan pola tanam dasar dan ada juga yang memutuskan untuk merubah pola tanam. Jumlah responden yang memutuskan untuk tidak merubah pola
tanam dasar I sebanyak satu responden. Dia memutuskan untuk tidak
mengganti pola tanam karena sudah terbiasa menggunakan pola tanam tersebut di setiap tahunnya. Produksi bawang merah menurun sebesar 54,76 ton atau menurun 21,08%, harga bawang merah meningkat dari Rp 8.500/kg pada tahun 2009 menjadi Rp 10.000. Penerimaan petani mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar Rp 4.394.814 atau meningkat 6,11% dibandingakan pada tahun 2009 (dapat dilihat pada Lampiran 4). Biaya penggunaan input pada tahun 2010 juga mengalami peningkatan sebesar Rp 8.130.000 atau meningkat sebesar 22,99% dibandingkan tahun 2009 (dapat dilihat pada Lampiran 5), sehingga pendapatan petani menurun sebesar 16,88%.
56
Petani responden yang memutuskan untuk mengubah pola tanam dasar I pada tahun 2010 sebanyak 22 responden. Sebanyak 13 orang petani memutuskan untuk mengubah pola tanam dasar I menjadi bawang merah-bawang merahjagung manis-cabai. Pendapatan petani setelah melakukan perubahan pola tanam ini menjadi meningkat sebesar Rp 52.031.506. Hal ini terjadi karena petani responden mengganti komoditas bawang merah menjadi jagung manis yang dianggap lebih tahan terhadap curah hujan yang tinggi. Produksi jagung manis meningkat pada tahun 2010 sebesar 50 ton atau meningkat 142,65% namun harga jagung manis menurun dari Rp 3.500/kg menjadi Rp 1.500/kg atau menurun 57,14%. Produksi cabai menurun sebesar 7,3 ton atau menurun 14,12% pada tahun 2010 dan harga cabai meningkat menjadi Rp 15.000/kg dibandingkan pada tahun 2009 sebesar Rp 12.000/kg atau meningkat 20%. Penerimaan petani meningkat sebesar Rp 37.592.092 atau meningkat 52,32% dan biaya penggunaan input menurun sebesar Rp 14.439.414 atau menurun 40,82% karena biaya penggunaan input serta tenaga kerja untuk jagung manis lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya penggunaan input pada bawang merah (dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5). Pendapatan petani meningkat sebesar 93,14%. Sebanyak 3 orang petani responden memutuskan untuk mengubah pola tanam dasar I pada tahun tahun 2009 menjadi bawang merah-bawang merahjagung manis-jagung manis. Pendapatan petani mengalami penurunan sebesar Rp 395.853. Hal ini dikarenakan harga jagung manis mengalami penurunan dari Rp 2.500/kg pada tahun 2009 menjadi Rp 1.500/kg pada tahun 2010. Penerimaan petani menurun sebesar Rp 7.274.833 atau menurun 10,68% dan biaya penggunaan input juga menurun sebesar Rp 7.274.833 atau menurun 20,57%
57
(dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5), sehingga pendapatan petani meningkat sebesar 9,89%. Sebanyak 6 petani responden yang memutuskan untuk mengubah pola tanam dasar I menjadi pola tanam yang lainnya, selain yang telah disebutkan juga mengalami penurunan pendapatan sebesar Rp 7.485.936 atau menurun 20,52% karena beberapa petani yang telah mengganti pola tanam juga masih ada yang mengalami kerugian akibat gagal panen. Pola tanam dasar II pada tahun 2009 adalah bawang merah-bawang merah-bawang merah-jagung manis. Jumlah responden yang memutuskan untuk tidak melakukan perubahan pola tanam pada tahun 2010 sebanyak 3 orang. Produksi bawang merah mengalami penurunan sebesar 54,76 ton atau menurun 21,08%. Harga bawang merah tetap sebesar Rp 8.500/kg. Penerimaan petani menurun sebesar Rp 20.448.473 atau menurun 36,22% dan biaya penggunaan input meningkat Rp 1.259.944 atau meningkat 5,62% (dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5). Pendapatan petani menurun sebesar Rp 21.708.417 atau menurun 41,84%. Sebanyak 3 petani responden memutuskan untuk melakukan perubahan pola tanam pada tahun 2010 menjadi bawang merah-bawang merahjagung manis-jagung manis. Pendapatan petani mengalami peningkatan sebesar Rp 5.027.583. Hal ini dikarenakan produksi jagung manis meningkat sebesar 12,75 ton atau meningkat 36,38%. Harga jagung manis meningkat dari Rp 1.500 menjadi Rp 2.500. Penerimaan petani menurun sebesar Rp 5.679.473 atau menurun 10,06% namun biaya penggunaan input juga mengalami penurunan sebesar Rp 10.707.056 atau menurun 47,72% (dapat dilahat pada Lampiran 4 dan 5), sehingga pendapatan petani meningkat sebesar 37,66%.
58
Sebanyak 3 petani responden mengubah pola tanam dasar II pada tahun 2009 menjadi bawang merah-bawang merah-cabai-jagung manis pada tahun 2010. Harga cabai tetap sebesar Rp 8.000/kg pada tahun 2010 dengan produksi yang relatif menurun. Penerimaan petani menurun sebesar Rp 1.451.806 atau menurun 2,57% dan biaya penggunaan input mengalami peningkatan sebesar Rp 4.071.611 atau meningkat 18,15% (dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5), sehingga pendapatan petani menurun sebesar 20,72%. Sebanyak 3 petani responden yang memutuskan untuk mengubah pola tanam selain yang telah disebutkan juga mengalami penurunan pendapatan sebesar Rp 14.707.417 atau menurun 43,24%. Pola tanam dasar III yang dilakukan oleh petani responden di Desa Kemukten adalah jenis pola tanam yang bervariasi namun selain bawang merahbawang merah-bawang merah-cabai dan bawang merah-bawang merah-bawang merah-jagung manis. Penerimaan petani mengalami penurunan sebesar Rp 9.088.667 atau menurun sebesar 16,09% dan biaya penggunaan input mengalami penurunan sebesar Rp 10.000.156 atau menurun 38,08% (dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5) sehingga pendapatan petani mengalami peningkatan sebesar 21,99%. Biaya penggunaan input rata-rata mengalami peningkatan pada tahun 2010 karena beberapa input pertanian mengalami peningkatan harga. Tahun 2009 harga bibit bawang merah sebesar Rp. 15.000 per kilogram, cabai sebesar Rp 125.000 per botol, jagung manis sebesar Rp 140.000 per kilogram dan padi Rp 5.000 per kilogram dan pada tahun 2010, harga bibit bawang merah sebesar Rp 25.500 per kilogram, cabai sebesar Rp 140,000 per botol, jagung sebesar Rp 150.000 per kilogram dan padi sebesar Rp 5.900 per kilogram. Biaya pembelian bibit yang
59
terbesar adalah biaya untuk pembelian bibit bawang merah, karena walaupun harga per kilogramnya murah, tetapi dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Area lahan seluas 1.600 m2 dibutuhkan bibit bawang merah sebanyak 2,5 kwintal sedangkan untuk bibit cabai, jagung manis dan padi masing-masing adalah 2 botol bibit cabai, 5 kg bibit jagung manis dan 55 kg bibit padi. Jenis pupuk yang digunakan petani terdiri pupuk kimia dan pupuk kandang. Pupuk kimia yang digunakan antara lain pupuk Urea, TSP, KCl, dan ZA. Pupuk kimia diperoleh petani dari toko-toko pertanian yang ada di Desa Kemukten. Harga rata-rata pupuk Urea sebesar Rp 1.200 per kilogram, TSP sebesar Rp 2.000 per kilogram, KCl sebesar Rp 1.100 per kilogram, dan ZA sebesar Rp 1.200 per kilogram. Pupuk yang digunakan petani selain pupuk kimia adalah pupuk kandang yang diperoleh dari kotoran ternak ayam yang sudah diolah terlebih dahulu menjadi kompos. Petani membeli pupuk kandang dari pedagang di Desa Kemukten yang khusus menjual pupuk kandang. Harga rata-rata pupuk kandang sebesar Rp 1.000 per kilogram. Petani menggunakan obat-obatan dalam memelihara tanamannya dari gangguan serangan hama dan penyakit. Obat-obatan tersebut berupa insektisida untuk mencegah dan mengatasi serangan hama tanaman dan fungisida untuk mencegah dan mengatasi serangan jamur dan penyakit tanaman. Kecuali untuk tanaman padi menggunakan obat herbisida. Jenis obat-obatan yang digunakan petani antara lain Antrakol, Dursban, Buldox, Bamex dan Kondosep. Harga obatobatan pada tahun 2009 mengalami peningkatan pada tahun 2010. Tahun 2009, harga insektisida rata-rata sebesar Rp 90.000 per kaleng, fungisida sebesar Rp 65.000 per kilogram dan herbisida sebesar Rp 30.000 per kaleng sedangkan pada
60
tahun 2010, harga insektisida rata-rata sebesar Rp 135.000 per kaleng, fungisida sebesar Rp 67.500 per kilogram dan herbisida sebesar Rp 30.000 per kaleng. Selain terjadi peningkatan harga, jumlah penggunaan obat-obatan juga meningkat di tahun 2010, karena terjadi hujan yang terus menerus sehingga penyemprotan dilakukan lebih banyak untuk mengatasi hama dan penyakit tanaman yang semakin banyak muncul karena hujan. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari tenaga kerja dalam dan luar keluarga yang terdiri dar tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja pria dan wanita berbeda. Upah tenaga kerja pada tahun 2009 berbeda dengan upah tebaga kerja pada tahun 2010. Upah tenaga kerja pria pada tahun 2009 yaitu Rp 25.000 per orang dan upah tenaga kerja wanita Rp 15.000 per orang, namun pada tahun 2010 terjadi peningkatan upah tenaga kerja yaitu upah tenaga kerja pria menjadi Rp 30.000 per orang dan upah tenaga kerja wanita sebesar Rp 20.000 per orang. Upah tenaga kerja yang tersebut belum termasuk makanan dan rokok yang diberikan kepada buruh tani yang disewa. Biaya lain yang dikeluarkan petani adalah biaya untuk pembelian peralatan pertanian. Peralatan tersebut antara lain cangkul, ember, sekop, tangki, tambang dan plastik. Harga rata-rata cangkul sebesar Rp 40.000 , ember sebesar Rp 5.000 , sekop sebesar Rp 5.000 , tangki sebesar Rp 40.000 , tambang sebesar Rp 2.000 per meter dan plastik penutup sebesar Rp 19.000 per kilogram. Peralatan pertanian tersebut dapat digunakan dalam jangka waktu antara dua sampai tiga tahun sehingga petani tidak perlu membelinya lagi di tahun berikutnya. Jumlah rata-rata penggunaan input produksi petani penyewa lebih besar dibandingkan dengan petani pemilik. Hal ini terjadi karena sewa lahan tiap
61
tahunnya lebih besar daripada pembayaran pajak lahan oleh petani pemilik, sehingga petani pemilik lebih diuntungkan daripada petani penyewa. Selain itu, pola tanam pada tahun 2010 lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2009 karena pada saat terjadi peningkatan curah hujan, petani melakukan berbagai adaptasi untuk mengatasi terjadinya kerugian dengan mengubah pola tanam. Biaya sewa lahan pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp 3.000.000 per tahun dan biaya peralatan pertanian yaitu sebesar Rp 932.000 per tahun. Biaya pajak lahan sebesar Rp 16.000 per tahun. Biaya sewa lahan dan pajak lahan mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp 3.500.000 dan Rp 17.500. Petani juga tidak membeli peralatan pertanian karena masa pakai peralatan pertanian cukup lama yaitu antara 2-3 tahun. Petani juga hanya memiliki peralatan pertanian tersebut dalam jumlah yang sedikit karena buruh tani umumnya membawa sendiri peralatan yang dibutuhkan. Bawang merah dan cabai merupakan komoditas unggulan dari warga Brebes terutama Desa Kemukten karena kedua komoditas tersebut dapat menghasilkan penerimaan yang besar bagi petani. Harga jual bawang merah dan cabai relatif tinggi dibandingkan dengan jagung manis ataupun padi. Apalagi pada saat permintaan yang tinggi dari konsumen dan kualitas yang bagus dari bawang merah dan cabai. Saat terjadi perubahan iklim, petani mengubah pola tanam mereka dengan mengganti komoditas bawang merah dengan jagung manis atau padi. Maka dari itu, penerimaan petani responden rata-rata mengalami penurunan yang cukup signifikan.
62
6.4 Identifikasi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Petani Untuk Melakukan Perubahan Pola Tanam
Responden
Perubahan iklim yang terjadi berpengaruh besar terhadap kondisi lingkungan di Indonesia di berbagai bidang terutama di bidang pertanian. Perubahan iklim tersebut ditandai dengan meningkatnya suhu dan curah hujan. Kondisi tersebut pasti akan mempengaruhi pertanian di Indonesia yang sangat bergantung pada iklim. Berbagai macam adaptasi dilakukan oleh petani untuk mengantisipasi adanya kerugian akibat perubahan iklim diantaranya merubah pola tanam dengan mengganti jenis tanaman, memperbanyak penggunaan obat-obatan dan memperbaiki pengolahan tanah. Petani responden di Desa Kemukten melakukan adaptasi dengan cara mengubah pola tanam, walaupun ada beberapa petani yang masih belum melakukan perubahan pola tanam. Perubahan pola tanam tersebut akan mengurangi dampak kerugian petani akibat kegagalan panen yang disebabkan oleh perubahan iklim, sehingga apabila semakin banyak petani yang melakukan perubahan iklim dapat diprediksi petani tidak akan mengalami kerugian yang lebih besar. Sub-sub bab ini akan dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan perubahan pola tanam terutama dari faktor internal dan eksternal petani. Faktor-faktor yang diduga berpenganruh terhadap pengambilan keputusan petani dianalisis menggunakan model regresi logostik. Variabel independen yang menjadi faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah tingkat pendidikan (X1), jumlah tanggungan keluarga (X2), pengalaman berusahatani (X3), pendapatan (X4), luas lahan pertanian (X5), dan pemahaman mengenai perubahan iklim (X6). Variabel dependen dalam model ini adalah keputusan petani untuk melakukan
63
perubahan pola tanam yang bernilai ”satu” dan keputusan petani untuk tidak melakukan perubahan pola tanam yang bernilai ”nol”. Pengolahan model regresi logistik menggunakan program Minitab 14.0 for Windows. Tabel 15. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Melakukan Perubahan Pola Tanam dengan Model Regresi Logistik Predictor
Coef -9,1698 0,6133 2,5226
Z -1,65 0,63 1,88
P 0,099 0,530 0,060
Constant Tingkat Pendidikan Jumlah Tanggungan Keluarga 2,2369 2,03 0,043 Pengalaman Berusahatani -1,3703 -1,13 0,257 Pendapatan 0,4508 0,40 0,693 Luas Lahan 3,3543 2,08 0,038 Pemahaman Petani Log-Likelihood = -11.936 Test that all slopes are zero: G = 14,685, DF = 6, P-Value = 0,023 Uji Goodness Of-Fit Test Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Odds Ratio 1,85 12,46 9,37 0,25 1,57 28,63
Chi-Square DF P 20,070 29 0,891 17,281 29 0,958
7,9458 8 0,439
Sumber : Data Primer (diolah), 2011
Keterangan
: Signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Model regresi logistik yang didapat dari model dapat dituliskan sebagai berikut : Zi = -9.17 + 0.613X1 + 2.522X2 + 2.237X3 - 1.370X4 + 0.451X5 + 3.354X6 Pengujian keseluruhan model regresi logistik dapat dilakukan dengan melakukan uji G yang menyebar menurut sebaran Chi-square (χ2). Pengujian dapat dilakukan dengan membandingkan antara nilai G dengan nilai χ 2 tabel pada taraf nyata (α) tertentu dengan derajat bebas k-1, namun jika menggunakan paket program Minitab dapat dilihat dari nilai P. Berdasarkan hasil olahan data di atas didapatkan nilai Log-Likelihood sebesar -11,928 menghasilkan nilai G sebesar 14,702 dengan nilai P yaitu 0,040. Nilai P dibawah taraf nyata lima persen
64
(α=5%), maka dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan petani untuk melakukan perubahan pola tanam. Pada uji kebaikan model atau Goodness-of-Fit dengan melihat pada metode Pearson, Deviance, dan Hosmer-Lemeshow, nilai P untuk ketiga model tersebut adalah lebih besar dari taraf nyata lima persen (α=5%) sehingga model layak untuk digunakan. a) Variabel yang Signifikan Ada dua variabel yang signifikan dalam model regresi logistik ini, yaitu variabel lama bertani dan variabel pemahaman petani mengenai perubahan iklim. Variabel lama bertani signifikan secara statistik pada taraf nyata lima persen dengan nilai P sebesar 0,043. Nilai Odds Ratio sebesar 9,37 yang berarti setiap tambahan satu tahun lama bertani, peluang petani untuk melakukan perubahan pola tanam 9,37 kali lebih tinggi dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan perubahan pola tanam, cateris paribus. Variabel lama bertani bernilai positif artinya semakin lama petani yang bekerja di bidang usahatani maka peluang petani untuk melakukan perubahan pola tanam semakin besar. Petani yang lebih lama bertani pasti akan memiliki pengalaman yang banyak juga, maka akan lebih banyak strategi dan adaptasi yang dilakukan saat terjadi perubahan iklim dibandingkan dengan petani yang belum lama pengalaman bertaninya. Petani responden di Desa Kemukten telah memiliki pengalaman berusahatani lebih dari 10 tahun pada umumnya sehingga sebagian besar dari petani responden tersebut lebih bisa melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim khususnya merubah pola tanam untuk mengurangi adanya kerugian akibat gagal panen.
65
Variabel pemahaman petani mengenai perubahan iklim signifikan secara statistik pada taraf nyata lima persen dengan nilai P sebesar 0,038. Nilai Odds Ratio sebesar 28,63 yang berarti setiap penambahan satu orang petani yang memahami perubahan iklim, peluang petani untuk melakukan perubahan pola tanam 28,63 lebih tinggi dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan perubahan pola tanam, cateris paribus. Variabel pemahaman petani mengenai perubahan iklim bernilai positif artinya semakin bertambah satu tingkat pemahaman petani mengenai perubahan iklim, maka peluang petani untuk melakukan perubahan pola tanam semakin besar. Petani responden di Desa Kemukten pada umumnya telah memahami adanya perubahan iklim. Sebanyak 61% responden paham mengenai adanya perubahan iklim. Mereka mendapatkan informasi dari media cetak maupun media elektronik dan mereka juga bisa merasakan sendiri adanya perubahan tersebut sehingga petani responden yang semakin paham dengan adanya perubahan iklim lebih memiliki respon untuk melakukan adaptasi khususnya merubah pola tanam. b) Variabel yang Tidak Signifikan Variabel yang tidak signifikan berdasarkan hasil olahan data adalah variabel tingkat pendidikan (X1), jumlah tanggungan keluarga (X2), pendapatan (X4), dan luas lahan pertanian (X5). Variabel tingkat pendidikan tidak signifikan karena memiliki nilai P sebesar 0,530 yang lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata lima persen, sehingga pengaruh tingkat pendidikan dapat diabaikan secara statistik. Kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa bukan hanya petani yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA dan Perguruan Tinggi saja yang melakukan perubahan pola tanam, tetapi petani yang berpendidikan terakhir SD
66
dan SLTP juga melakukan perubahan pola tanam. Jumlah tanggungan keluarga tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai P sebesar 0,060 yang lebih besar dari taraf nyata lima persen, sehingga pengaruh jumlah tanggungan dapat diabaikan secara statistik. Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa tidak ada kecenderungan jumlah tanggungan keluarga tertentu baik pada petani yang melakukan perubahan pola tanam dan petani yang tidak melakukan perubahan pola tanam. Variabel pendapatan tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai P sebesar 0,257 yang lebih besar dari taraf nyata lima persen, sehingga dapat diabaikan secara statistik. Hasil nyata di lapangan menunjukkan bahwa masih ada bebarapa petani yang pendapatannya menurun walaupun sudah melakukan perubahan pola tanam. Variabel luas lahan pertanian tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai P sebesar 0,693 yang lebih besar dibandingkan taraf nyata lima persen, sehingga variabel luas lahan dapat diabaikan secara statistik. Petani responden di Desa Kemukten tidak memperhatikan luas lahan yang mereka miliki dalam menentukan keputusan untuk melakukan perubahan pola tanam. Petani responden di Desa Kemukten yang merasakan adanya perubahan suhu tidak semua melakukan perubahan pola tanam. Variabel peningkatan curah hujan dan peningkatan suhu tidak dimasukkan ke dalam model karena semua petani responden merasakan peningkatan curah hujan dan peningkatan suhu.
67
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 1) Petani responden di Desa Kemukten sebagian besar sudah mengetahui istilah mengenai perubahan iklim secara umum. Hanya 17 orang dari 44 responden yang tidak mengetahui tentang perubahan iklim walaupun mereka merasakan adanya perubahan iklim. 2) Sebagian besar petani responden melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Jenis adaptasi yang paling banyak dilakukan petani berupa melakukan perubahan pola tanam dengan mengganti jenis tanaman bawang merah menjadi jagung manis yang lebih tahan terhadap curah hujan yang tinggi, menggeser waktu tanam, memperbanyak penggunaan obat-obatan dan memperbaiki pengolahan lahan sawah. Sebanyak 31 petani responden melakukan adaptasi berupa merubah pola tanam, sebanyak 5 petani responden memperbaiki pengolahan lahan sawah dan sebanyak 8 petani responden memperbanyak penggunaan obat-obatan. 3) Perubahan iklim di Desa Kemukten ditandai dengan peningkatan suhu dan curah hujan yang menyebabkan terjadinya hujan yang berkepanjangan sepanjang tahun 2010 jika dibandingkan tahun 2009 dimana curah hujan mendekati curah hujan normal di Kabupaten Brebes. Pendapatan petani di Desa Kemukten mengalami penurunan akibat adanya perubahan iklim. Petani yang melakukan adaptasi khususnya merubah pola tanam memikili pendapatan yang lebih tinggi pada umumnya dibandingkan dengan petani yang tidak melakukan adaptasi.
68
4) Faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk melakukan perubahan pola tanam adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama bertani, pendapatan, luas lahan pertanian, dan pemahaman mengenai perubahan iklim. Faktor yang signifikan mempengaruhi petani dalam melakukan perubahan pola tanam yaitu lama bertani dan pemahaman petani mengenai perubahan iklim, sedangkan faktor yang tidak signifikan mempengaruhi perubahan pola tanam yaitu tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan dan luas lahan pertanian. 7.2 Saran 1) Diperlukan sosialaisasi mengenai perubahan iklim kepada seluruh lapisan masyarakat baik secara langsung dan tidak langsung dan perlu diberikannya solusi untuk menanggulangi kerugian yang dirasakan petani akibat adanya perubahan iklim, salah satunya yaitu dengan diadakannya Sekolah Lapang Perubahan Iklim di Kabupaten Brebes. 2) Pemerintah beserta stakeholder lainnya harus membantu petani dalam menyediakan sarana dan prasarana khususnya bawang merah yang memerlukan modal besar dan memberikan sosialisasi mengenai perubahan pola tanam pada masyarakat untuk mengurangi kerugian akibat perubahan iklim. 3) Pemerintah dan stakeholder harus memberikan subsidi pupuk dan obat-obatan karena pada saat perubahan iklim, petani lebih banyak membutuhkan pupuk dan obat-obatan sedangkan harganya semakin meningkat.
69
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, Sumeru. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penebar Swadaya. Jakarta. Asikin, Zainal. 2010. Analisis Dampak Perubahan Iklim terhadap Pendapatan Petani Padi di Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan . Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kota Tegal. 2011. Curah Hujan dan Suhu Kabupaten Brebes. Tegal. Budianto, AI. 2001. Pengaruh Perubahan Iklim Global Terhadap Negara Kepulauan Indonesia, dalam Rajagukguk, E dan Ridwan K, Jakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura. 2011. Data Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Kab. Brebes. Brebes. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain [penerjemah]. Erlangga. Jakarta. Handayani, Siswi. 2007. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Bawang Merah melalui Pertanian Organik di Desa Wanasari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah [Skripsi]. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Handoko, Sugiarto Y, Syaukat Y. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim Dan Produksi Pangan Strategis : Telaah kebijakan independen dalam bidang perdagangan dan pembangunan. Kemitraan. Bogor. Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Intergovernmental Panel on Climate Change,1995. Climate Change 1994. IPCC. Cambridge University Press. London. Juanda, B. 2009. Ekonometrika I. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kementerian Lingkungan Hidup. 1992. Dampak Perubahan Iklim. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup. 2007. Peyebab Perubahan Iklim. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Leavitt, HJ. 1978. Psikologi Manajemen, terjemahan dari: Managerial Psychology Fourth Edition. Zarkasi M [penerjemah]. Erlangga. Jakarta.
70
Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional. 2003. Landasan Ilmiah Perubahan Iklim. Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional.Bandung. Las, Irsal. 2007. Srategi dan Inovasi Antisipasi Perubahan Iklim. Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian. Jakarta. Mayangsari, Nissa. 2010. Analisis Dampak Perubahan Iklim terhadap Tingkat Kesejahteraan Nelayan Perahu Motor Tempel di Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mulyadi, S. 2005. Ekonomi Kelautan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Peng, Shaobing, et al. 2004. Rice Yields Decline With Higher Night Temperature From Global Warming. Proceedings Of National Academy Of Science Of The United States Of Amerika. Pindyck S, Robert dan Daniel L. Rubinfeld. 1998. Econometrics Models and Economic Forecast, Fourth Edition. Singapore : McGraw-Hill International Edition. Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu Usahatani. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta. Schiffman, L. G. And Kanuk, L.L. (1987). Consumer Behaviour. Third Edition, Prentice Hall-International Editions. New Jersey, USA. Setjana. 1983. Perkembangan dan Penerapan Pola Tanam dan Pola Usahatani dalam Usaha Intensifikasi (Proyek BIMAS). Risalah Lokakarya Teknologi dan Dampak Pola Tanam Usahatani, Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Sinar Tani. 17 September 2010. hal.16. ’Upaya yang Dilakukan Petani Untuk Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim’. Soeharjo, A. 1972. Analisa Pendapatan. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sunarno. 2004. Analisis Pendapatan dan Optimalisasi Pola Tanam Komoditas Sayuran di Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propoinsi Jawa Barat [Skripsi]. Program Ekstensi Manajemen Agribisnis. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institu Pertanian Bogor. Bogor. Suratiyah, Ken. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Tahir. 1974. Hubungan Iklim dan Pertanian. Warta Pertanian No. 30.
71
Vink, G. J. 1984. Dasar-Dasar Usahatani di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Walpole, Ronald E. 1992. Pengantar Statistika. Edisi Ketiga. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wiyatiningsih, Sri. 2007. Kajian Epedermis Penyakit Moler pada Bawang Merah. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Yuwono, S. 2006. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatra Selatan [tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
72
LAMPIRAN
73
Lampiran 1. Luas Lahan, Status Kepemilikan, dan Pola Tanam Petani Responden di Desa Kemukten Tahun 2009 dan Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Nama Rusnali Carudin Lijo Sakwad Tono Mulyadi Wija Samad Taroni Ratmani Daryono Sukardi Ali Tarjono Sumarto Warnadi Tarwad Raswan Nurrohim Suwandi Hj. Ahmad S Katab Warjan Sukardi Dasmin Durman Castra Rohman Tarjoni Cahyono Karmen Draup Tarmad Sunarto Trisno Kurdi Wasjum
Status pemilik penyewa penyewa pemilik penyewa pemilik penyewa penyewa pemilik penyewa pemilik pemilik pemilik penyewa pemilik pemilik penyewa pemilik pemilik pemilik pemilik pemilik penyewa penyewa pemilik pemilik pemilik pemilik penyewa penyewa pemilik pemilik pemilik pemilik penyewa pemilik pemilik
Luas 3200 4800 5000 3200 1600 5000 5000 15000 5000 2400 1600 1600 3200 1600 1600 1600 3200 1600 1600 2400 2500 1600 2500 2500 4800 1600 2500 10000 10000 6400 5000 10000 1600 7200 1600 1600 5000
PT tahun 2009 BM-BM-CB-BM BM-BM-BM-JM BM-BM-JM-JM BM-BM-BM-JM BM-BM-JM-JM BM-BM-BM-CB BM-BM-CB BM-BM-BM-JM BM-BM-BM-CB BM-BM-BM-BM BM-BM-JM-PD BM-BM-BM-CB BM-BM-CB-BM BM-BM-BM-PD BM-BM-BM-CB BM-BM-BM-CB BM-BM-JM-CB BM-BM-BM BM-BM-BM BM-BM-CB-BM BM-BM-CB-BM BM-BM-BM-CB BM-BM-BM-JM BM-BM-BM-JM BM-BM-CB-BM BM-BM-BM-CB BM-BM-BM-JM BM-BM-BM-CB BM-BM-BM-CB BM-BM-CB-BM BM-BM-BM-JM BM-BM-JM-BM BM-BM-BM-JM BM-BM-CB-BM BM-CB-BM-BM BM-BM-CB-BM BM-BM-CB-BM
PT tahun 2010 BM-BM-CB-JM BM-BM-BM-JM BM-BM-JM-JM BM-BM-BM-JM BM-BM-JM-PD BM-BM-CB-JM BM-BM-CB BM-BM-JM-JM BM-BM-JM-JM BM-BM-(-)-BM BM-BM-JM-JM BM-BM-JM-CB BM-BM-CB-JM BM-BM-JM-JM BM-BM-JM-CB BM-BM-JM-CB (-)-BM-BM-JM BM-JM-BM BM-JM-BM BM-JM-BM-(-) BM-BM-CB-JM CB-BM-BM-CB BM-BM-JM-CB (-)-BM-(-)-(-) BM-BM-(-)-CB BM-BM-JM-CB BM-CB-BM-JM BM-BM-(-)-(-) BM-CB-BM-CB BM-BM-CB-JM BM-JM-BM-JM BM-JM-BM-CB BM-JM-BM-JM BM-BM-BM-CB BM-JM-BM-JM JM-BM-CB-BM BM-BM-CB-JM
74
38 39 40 41 42 43 44
Ratono Ridwan Carsan Daryono Tumeri Waan Taswadi
pemilik penyewa pemilik pemilik penyewa penyewa penyewa
3200 3750 3200 4800 3200 1600 1600
BM-BM-BM-JM BM-BM-CB-BM BM-BM-BM BM-CB-PD BM-BM-BM-JM BM-BM-BM-JM BM-BM-JM-CB
BM-CB-BM-PD BM-BM-JM-JM BM-BM-PD BM-CB-PD (-)-BM-(-)-JM BM-BM-BM-JM BM-BM-JM-CB
Lampiran 2. Karakteristik Responden Di Desa Kemukten No
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Rusnali Carudin Lijo Sakwad Tono Mulyadi Wija Samad Taroni Ratmani Daryono Sukardi Ali Tarjono Sumarto Warnadi Tarwad Raswan Nurrohim Suwandi Hj. Ahmad S Katab Warjan Sukardi Dasmin Durman Castra Rohman Tarjoni
Usia 41 31 50 52 31 50 35 44 33 50 41 67 48 43 38 44 44 46 38 45 45 51 46 34 52 59 60 40 43
Pendidikan Terakhir SD SLTP SD SD SD SD SD SD SLTP SD SD SD SD SD SMA SD SLTP SD SMA SLTP SD SD SD SD SD SD SD S2 SD
Jml Tnggungan 2 2 1 2 3 5 2 5 2 1 5 2 4 3 3 3 4 4 4 4 5 6 2 3 1 5 3 6 4
Lama bertani 25 9 30 29 7 30 14 10 11 30 25 48 30 25 15 20 15 26 4 25 29 40 15 10 30 30 30 15 20
75
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Cahyono Karmen Draup Tarmad Sunarto Trisno Kurdi Wasjum Ratono Ridwan Carsan Daryono Tumeri Waan Taswadi
55 45 43 66 48 34 50 53 48 60 40 42 36 50 48
SD SD SD SD SD SD SMA SD SD SD SLTP SLTP SD SD
3 3 3 1 4 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3
31 12 21 45 40 14 20 29 34 52 26 20 20 10 27
Lampiran 3. Produksi Bawang Merah, Jagung Manis, Cabai, dan Padi Per Hektar Petani Responden di Desa Kemukten
No
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Rusnali Carudin Lijo Sakwad Tono Mulyadi Wija Samad Taroni Ratmani Daryono Sukardi Ali Tarjono Sumarto Warnadi Tarwad Raswan Nurrohim
Produksi Tahun 2009 (Ton) Produksi Tahun 2010 (Ton) Bawang Jagung Bawang Jagung Merah Manis Cabai Padi Merah Manis Cabai Padi 6.5 0 4.1 0 5 2.5 3 0 6.5 2.5 1.5 0 7 2.5 1.1 0 3.2 3.2 0 0 2.7 2.7 0 0 4.5 2 0 0 4.5 1 0 0 4.5 2.7 0 0 4.5 1.5 0 1.2 11.5 0 2 0 5 4 0 0 4 0 1 0 3.5 0 1 0 7.8 1.85 0 0 3.89 6.1 0 0 6.5 0 1.5 0 3.6 4 0 0 14.5 0 0 0 3.2 0 0 0 3 0 4.1 1.5 2 1.2 0 1.2 5.5 0 0.8 0 3.6 3 1.2 0 5 0 1.5 0 3 1.2 1.1 0 5 0 0 1.4 1.7 1.9 0 0 4.6 0 1 0 2.2 1.5 1 0 4.6 0 1 0 2.2 1.5 1 0 3 2.5 1.5 0 2.65 1.4 0 0 5 0 0 0 2.2 9 0 0 5 0 0 0 2.2 9 0 0
76
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Suwandi H. Ahmad S Katab Warjan Sukardi Dasmin Durman Castra Rohman Tarjoni Cahyono Karmen Draup Tarmad Sunarto Trisno Kurdi Wasjum Ratono Ridwan Carsan Daryono Tumeri Waan Taswadi Jumlah
4.5 4 5.5 4.5 4 5.2 6 3.8 7 6.3 6 10.3 4.5 6 8.5 6 4.7 12 4.9 15 5 2.2 6.7 4 3 259.8
0 0 0 1.3 0 0 0 0 0 0 0 2 7 2.2 0 0 0 0 1.6 0 0 1.7 1.3 1.2 2 35.05
2 2 1.5 0 0 1 0 1 10 5 1 0 0 0 1 0.5 1 4.5 0 0.2 0 0 0 0 1 51.7
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.3 0 0 0 4.2
3.2 2.5 3.3 2.9 2 2.5 4 1.3 4 4 4 4.3 3.6 4 6.25 3 2.7 7.5 2.7 3.5 3.4 2.4 2.2 3.7 2.7 150.29
2 1 0 1.3 0 0 1 1.5 0 0 1 4 2.4 3.5 0 3.2 1.5 5 3.4 6 0 1.5 2.1 1.2 2.2 97.8
0 0.5 1.2 0.3 0 1.5 1 0 0 1.5 1 5 18.6 0 1.5 0 1.5 0 0.8 0 0 0 0 0 0.6 44.4
77
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.6 0 1.2 0 0 0 0 5.2
Lampiran 4. Penerimaan Petani di Desa Kemukten Tahun 2009 dan Tahun 2010 Serta Penerimaan Berdasarkan Perubahan PolaTanam Tahun 2010 PT tahun 2009 1 BM-BMBM-CB
No
Responden 23
TR (Rp/hektar/ tahun) 71.855.186
PT tahun 2010 BM-BM-JMCB BM-BM-JMJM
Berubah pola tanam
Tidak berubah pola tanam
13
109.447.278
3
64.184.500 1
2 BM-BMBM-JM
12
Lainnya BM-BM-JM56.451.806 JM BM-BM-CBJM
6
76.250.000 66.900.000
3
50.772.333
3
55.000.000 3
Lainnya 3 Lainnya Jumlah
9 44
56.471.667 184.778.659
TR (Rp/hektar/ tahun)
3 31
9 13
36.003.333 33.467.500 47.383.000 539.407.944
78
Lampiran 5. Biaya Penggunaan Input Petani di Desa Kemukten Tahun 2009 dan 2010 Serta Biaya Penggunaan Input Berdasarkan Perubahan Pola Tanam
No
PT tahun 2009
1 BM-BMBM-CB
TC (Rp/hektar/ tahun)
Responden 23
35.370.000
PT tahun 2010 BM-BM-JMCB BM-BM-JMJM
Berubah pola tanam
Tidak berubah pola tanam
13
20.930.586
3
28.095.167 1
2 BM-BMBM-JM
12
Lainnya BM-BM-JM22.438.389 JM BM-BM-CBJM
6
43.500.000 37.900.000
3
11.731.000
3
26.510.000
Lainnya 26.260.556 Lainnya 84.068.945
3
3 3 Lainnya Jumlah
9 44
TC (Rp/hektar/ tahun)
31
9 13
23.698.333 14.161.000 16.260.000 80.629.333
79
Lampiran 6. Dokumentasi Kondisi Pertanian di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes
80
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Brebes, Jawa Tengah pada tanggal 3 Oktober 1989. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Supriyadi dan Ibu Nurhayati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 01 Jatibarang Kidul yang lulus pada tahun 2001, setelah itu penulis menamatkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 01 Slawi tahun 2004, penulis juga menamatkan pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 01 Slawi tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2007. Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis melanjutkan studi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi, diantaranya anggota KSR-PMI IPB pada tahun 2007, Ketua Divisi Dana Usaha OMDA Tegal pada tahun 2008, Staf Divisi Media dan Hubungan Eksternal BEM FEM IPB pada periode 2008-2009, Bendahara II ESL 44. Penulis juga tercatat sebagai anggota Resource and Environmental Economics Student Association (REESA) Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selain itu, penulis pun aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan baik lingkup Fakultas maupun Institut.
81