RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan dan struktur, serta ketersediaan fasilitas, maka dapat diketahui kondisi eksisting tapak yang akan dilestarikan. Dari ruang eksisting yang ada, maka dikembangkan suatu konsep pelestarian dengan tindakan konservasi. Ruang pada tapak dibagi dalam tiga zona, yaitu zona lindung (inti) dengan luas 1,15 ha, zona penyangga dengan luas 1, 67 ha dan zona pengembangan dengan luas 1,48 ha. Rencana penataan pada zona inti diupayakan untuk mempertahankan karakter fisik dan budaya setempat. Mempertahankan karakter fisik dan budaya dilakukan dengan menjaga bentukan dari lanskap terbangun yang ada agar tidak mengalami perubahan, pengembalian pola permukiman serta dan orientasi, seperti pada masa awalnya dulu. Untuk menata suatu permukiman maka harus diperhatikan unsur-unsur di dalam permukiman tersebut. Menurut Doxiadis dalam Goenmiandari (2010) unsur-unsur pembentuk permukiman saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Unsur-unsur permukiman itu adalah alam, manusia, kehidupan bermasyarakat, tempat berlindung dan sarana prasarana permukiman. Rencana penataan pada zona inti mempertahankan karakter fisik dan budaya yang dilakukan dengan menjaga bentukan lanskap terbangun yang ada agar tidak mengalami perubahan. Oleh karena itu, rumah-rumah yang berada di atas badan sungai sebagian masih dipertahankan karena menjadi bagian dari budaya permukiman ini. Rumah di atas badan sungai diseleksi dengan pertimbangan khusus, yakni usia bangunan di atas 50 tahun. Rumah-rumah yang berumur kurang dari 50 tahun harus direlokasi. Pertumbuhan perrmukiman yang mengarah ke arah badan sungai harus dihentikan agar tidak terjadi kepadatan bangunan dan menjauhkan dari kesan kumuh. Tindakan lain yang dilakukan dalam penataan permukiman ini adalah pengembalian pola permukiman dan arah orientasi seperti pada awalnya berdiri.
67
Ini berarti rumah-rumah yang berada di atas badan sungai akan memiliki dua muka, yakni menghadap jalan dan sungai. Hal ini dikarenakan rumah yang berada di atas badan sungai umumnya berorientasi pada jalan sehingga membelakangi sungai. Pengembalian karakter fisik dan budaya juga dilakukan dengan perbaikan bentuk fisik bangunan tradisional dengan perbaikan elemen-elemen rumah yang rusak atau hilang, Selain itu, perlu adanya upaya pengendalian perubahan bentuk arsitektur bangunan dengan dengan kerjasama berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat sekitar, Zona penyangga merupakan batas antara zona inti dengan zona pengembangan. Zona ini melindungi zona inti dari pembangunan yang kurang mendukung tindakan pelestarian. Zona ini juga diperuntukkan bagi permukiman, dengan batasan tertentu selama tidak mengganggu zona inti. Batasannya adalah dalam hal perkembangan pembangunan pada zona ini, harus mengikuti zona inti, yakni berpola linear dan berorientasi pada sungai. Zona penyangga dijadikan tempat relokasi rumah yang berada di sekitar bantaran sungai. Hal ini dikarenakan penduduk di sekitar bantaran masih penduduk asli Kuin dan zona penyangga masih memiliki nilai budaya walaupun tidak sekuat zona inti. Zona pengembangan merupakan zona terluar. Zona pengembangan dapat dikembangkan dengan syarat yang lebih longgar tetapi masih mempertimbangkan aspek sosial budaya masyarakat setempat. Zona ini diperuntukkan bagi perkembangan permukiman karena pada zona ini masih terdapat lahan terbuka. Zona ini dipisahkan oleh jalan yang diperuntukkan bagi kendaraan dengan zona penyanngga. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan yang terjadi pada zona pengembangan tidak mengganggu zona penyangga yang nantinya akan mengganggu upaya pelestarian pada zona inti. Sirkulasi yang akan direncanakan bertujuan untuk menghubungkan ruangruang yang ada dalam tapak dan dapat mengakomodasi aktivitas penduduk setempat. Sirkulasi ini direncanakan dua arah yang diklasifikasikan dalam sirkulasi darat dan sirkulasi air. Antara kedua sirkulasi ini harus ada keterkaitan agar kedua jalur sirkulasi ini dapat berfungsi secara maksimal. Salah satu pengikat antara sirkulasi darat dan air adalah adanya fasilitas dermaga. Fasilitas dermaga
68
ini berada pada tiga titik, yakni di depan pasar apung serta di depan masjid dan makam Sultan Suriansyah. Sirkulasi darat diklasifikasikan lagi menjadi sirkulasi kendaraan dan sirkulasi yang diperuntukkan bagi pejalan kaki. Sirkulasi yang diperuntukkan bagi kendaraan tidak dibangun membelah zona inti. Hal ini dimaksudkan agar keberadaan jalan darat tidak mengubah pola permukiman dan arah orientasi rumah pada sungai. Jalur kendaraan memisahkan zona penyangga dan zona pengembangan. Akses ini, merupakan pintu masuk utama melalui jalur darat. Sirkulasi pejalan kaki merupakan jalur sirkulasi yang diperuntukkan untuk mengakomodasi aktivitas penduduk. Selain untuk mengakomodasi penduduk setempat, sirkulasi yang ada juga diharapkan dapat membentuk suatu jalur interpretasi bagi pengunjung. Sedangkan sirkulasi pejalan kaki yang direncanakan berupa jalan setapak untuk memperkuat nuansa tradisionalnya. Sirkulasi air merupakan jalur sirkulasi yang menggunakan sungai sebagai sarana transportasinya. Sikulasi melalui sungai ini direncanakan menjadi akses utama memasuki kawasan ini. Fasilitas dermaga direncanakn pada tiga titik, yaitu dermaga yang berada di pasar apung dan tepat di depan masjid dan makam Sultan Suriansyah. Penempatan dermaga ini bertujuan untuk mengintegrasi kegiatan pasar apung yang menjadi aktivitas budaya di Kampung Kuin. Perencanaan dermaga yang tepat berada di depan masjid dan makam Sultan Suriansyah karena kedua bangunan ini merupakan landmark dari kawasan ini. Selain itu, pembuatan dermaga di sepanjang sungai juga untuk mencegah terbentuknya permukiman liar di atas badan sungai. Selain panambahan dermaga, fasilitas transportasi sungai pun harus diperbaiki. Perlu adanya sarana angkutan publik yang menarik minat pengguna agar transportasi air ini dapat berfungsi maksimal. Pengembangan sistem transportasi ini akan berpengaruh terhadap sistem ekonomi di sungai dan dapat mengurangi biaya untuk infrastruktur jalan. Rencana vegatasi direncanakan menggunakan vegetasi asli kawasan ini, yaitu pohon rambai (Baccaurea motlryana) dan pohon jingah (Gluta renghas) yang merupakan vegetasi asli pada kawasan ini. Penanaman vegetasi diutamakan
69
pada daerah bantaran sungai yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi ekologis sungai. Vegetasi ini ditanam menyebar di sekitar daerah bantaran dengan dominansi vegetasi asli. Pemulihan kawasan bantaran sungai dengan pengadaan ruang terbuka hijau yang difokuskan pada daerah-daerah yang rentan yang dimaksudkan untuk memperbaiki fungsi ekologis sungai. Ruang terbuka hijau juga diletakkan diantara massa bangunan dan di depan bangunan tradisional asli untuk memberi tampilan yang baik dari arah sungai. Ruang terbuka juga difungsikan sebagai tempat berinteraksi warga dan sebagai dermaga publik. Selain untuk memperbaiki kondisi ekologis sungai dan memperbaiki penampilan visual, vegetasi juga digunakan sebagai pembatas antara zona inti dengan zona penyangga. Penanaman vegetasi sebagai pembatas antara zona inti dengan zona penyangga dimaksudkan menekan pengaruh luar agar tidak mempengaruhi zona inti. Selain pengadaan ruang terbuka hijau di bantaran sungai, dilakukan pula perbaikan sanitasi. Perbaikan sanitasi lingkungan ini menggunakan teknik baru dengan masih mempertimbangkan kebiasaan masyarakat dalam berinteraksi dengan sungai. Rencana penataan sanitasi ini dilakukan dengan cara mempertahankan pola sanitasi lama menggunakan batang atau jamban tetapi dengan sistem pengolahan yang telah dikembangkan yaitu sistem perpipaan dengan septic tank komunal. Septick tank komunal merupakan suatu sistem sanitasi untuk menyaring limbah domestik agar tidak mencemari lingkungan Instalasi pengelolaan limbah ini dilakukan dengan sistem perpipaan yang menghubungkan septic tank dari lebih dari 200 rumah yang ada yang kemudian disalurkan ke bak penampungan yang terletak di dekat dermaga pasar apung. Tangki penampungan limbah ini terdiri dari dua jenis. Pertama adalah tangki penampungan limbah padat dengan volume 400 m³ dan yang kedua adalah tangki penampungan lumpur dengan volume 300 m³ yang yang diisi dengan batu kali untuk menyaring limbah yang kemudian hasil penyaringan dari limbah inilah yang dapat dibuang langsung ke sungai.
70
Keterangan: 1. WC 2. Tangki Penampungan 3. Tangki Penyaring Lumpur
Gambar 41. Konstruksi Septick Tank Komunal (Sumber: Putra, 2004)
Keseluruhan dari rencana penataan lanskap ini dapat dilihat dalam rencana blok (Gambar 42) dan rencana tapak (Gambar 43) dan gambar segmentasi yang terdiri dari segmen 1, 2, 3 dan 4 (Gambar 44, 45, 46 dan 47)
73
74
75
76
77
Gambar 48. Tampak Potongan A-A’
Gambar 49. Tampak Potongan B-B’
Gambar 50. Ilustrasi Rumah Tepi Sungai
Gambar 51. Ilustrasi Orientasi Rumah di Atas Badan Sungai
78
Gambar 52. Ilustrasi Dermaga di Depan Masjid Sultan Suriansyah
Gambar 53. Ilustrasi Kegiatan Jual Beli di Sungai
Gambar 54. Ilustrasi Penanaman Vegetasi Pada Bantaran Sungai
79
Gambar 55. Ilustrasi Bak Penampungan Septick Tank Komunal
Program Perbaikan Sungai Sungai memiliki peranan penting bagi masyarakat di Kampung Kuin. Sungai harus mendapatkan perhatian dalam tindakan pelestarian karena sungai juga memiliki nilai tradisional yang tinggi. Sungai merupakan sumber kehidupan masyarakat karena sungai tidak hanya digunakan sebagai sarana transportasi tetapi sungai juga digunakan untuk aktivitas perdagangan. Aktivitas perdagangan di Sungi Kuin yang sudah berlangsung ratusan tahun ini juga menjadi ciri khas kawasan ini. Tindakan pelestarian sungai dilakukan dengan upaya konservasi dengan pendekatan ekologi. Pelestarian sungai dimaksudkan untuk mendukung upaya pelestarian kawasan pemukiman tradisional ini. Mengembalikan fungsi sungai, baik fungsi ekologis maupun fungsi budayanya merupakan program yang harus dilakukan dalam upaya pelestarian Sungai Kuin. Hal ini dikarenakan fungsifungsi yang ada mulai luntur seiring dengan perkembangan zaman. Pengembalian fungsi ekologis sungai dilakukan dengan pengembalian daerah bantaran sebagai ruang terbuka. Bantaran difungsikan sebagai ruang terbuka hijau selain dimaksudkan untuk menahan laju erosi juga menjadi sarana taman lingkungan bagi masyarakat sekitar. Hal ini berarti rumah yang berada di sekitar bantaran atau badan sungai harus direlokasi pada zona yang masih memungkinkan adanya penambahan pemukiman seperti pada zona penyangga. Tetapi, dalam hal ini rumah yang berusia di atas 50 tahun masih dipertahankan karena merupakan bagian dari budaya. Masjid dan musholla yang berada di atas
80
badan sungai juga tetap dipertahankan karena masjid dan dan musholla juga menjadi ciri khas Kota Banjarmasin yang juga dijuluki kota seribu masjid, hanya saja orientasinya harus tetap menghadap sungai. Tindakan lain yang dilakukan adalah pengerukan dasar sungai secara berkala untuk mengambil sampah dan endapan lain di dasar sungai agar tidak terjadi pendangkalan sungai. Pengembalian fungsi budaya dilakukan dengan melestariakan tradisi berperahu yang mulai terkikis dengan adanya jalan darat. Keberadaan sungai dioptimalkan sebagai sarana transportasi dan menjadikan pasar apung sebagai identitas kawasan. Tindakan untuk mengoptimalkan penggunaan sungai sebagai sarana transportasi adalah tidak adanya jalan darat yang diperuntukkan bagi kendaraan yang membelah zona inti dan menambah titik yang dijadikan dermaga, seperti di depan pasar apung dan Masjid Sultan Suriansyah. Hal lain yang perlu dilakukan adalah tidak boleh dibangunnya pasar darat agar budaya pasar apung tidak terkikis. Sedangkan program perbaikan sungai yang didasarkan pada kualitas sungai dijelaskan pada Tabel 8.
Tabel 8. Program Perbaikan Sungai Berdasarkan Zonasi Kualitas Sungai Zona kualitas sungai Baik
Program perbaikan sungai • Penambahan signage mengenai sampah di tepian sungai untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sungai. • Pengadaan fasilitas kebersihan seperti tempat sampah. • Pengadaan dermaga sebagai view point. • Pembuatan undang undang
Sedang
• Pengadaan fasilitas kebersihan untuk mengubah prilaku masyarakat. • Pengadaan sistem kebersihan sungai dengan sistem jaringan. • Penambahan signage mengenai sampah di tepian sungai.untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sungai • Pembuatan undang undang
Buruk
• Pengerukan sungai secara berkala untuk mengurangi sampah dan sedimentasi. • Pengembalian fungsi bantaran sebagai jalur hijau • Pembuatan undang undang • Pembangunan turab di sepanjang sungai untuk mencegah erosi