RENCANA AKSI
PANGAN DAN GIZI NASIONAL
2001-2005
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA BEKERJASAMA DENGAN WORLD HEALTH ORGANIZATION AGUSTUS, 2000
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
KATA PENGANTAR Keadaan gizi masyarakat ditentukan oleh banyak faktor yang berkaitan mulai dari produksi pangan, distribusi dan pemasaran, hingga ke tingkat konsumsi makanan dalam keluarga yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan perilaku. Oleh karena itu, perbaikan gizi harus merupakan rangkaian upaya terus menerus mulai dari perumusan masalah, tujuan yang jelas, pemilihan prioritas, penentuan strategi yang tepat, identifikasi kegiatan yang tepat, serta adanya kejelasan tugas pokok dan fungsi institusi yang berperan di berbagai tingkat administrasi. Dalam kerangka pikir inilah Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional
(RAPGN) 2001-2005 disusun. Materi yang digunakan dalam proses penyusunan
RAPGN ini antara lain meliputi Komitmen Global bidang Pangan dan Gizi; GBHN 1999-2004 dan penjabarannya dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) Pertanian dan Ketahanan Pangan serta Kesehatan; dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang pangan dan gizi. Proses penyusunan RAPGN, melibatkan berbagai fihak baik pemerintah maupun nonpemerintah meliputi instansi terkait di tingkat Pusat maupun Daerah, lembaga legislatif, perguruan tinggi, organisasi profesi, dan LSM. RAPGN ini merupakan acuan utama bagi para pengambil keputusan dalam penyusunan rencana program pangan dan gizi secara terkoordinasi baik di tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Jakarta, Agustus 2000 Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI Selaku Sekretaris I - Pengarah Tim Koordinasi Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi Tingkat Pusat
Prof. Dr. dr. Azrul Azwar, MPH
i
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
DAFTAR SINGKATAN AKG ASI Balita BBLR BBSR Deptan Depkes Depdiknas Ditjen POM DOLOG GAKY GBHN HDI IDD IKM IMT IPB IQ JPS Kadarzi KEP KEK KIA KIE Kkal KLB KUT KTA KVA Lila LSM Litbang MP-ASI Naker OPK PKG PSG PKK PPH PSKPG PUGS
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Angka Kecukupan Gizi Air Susu Ibu Bawah lima tahun Bayi Berat Lahir Rendah Berat Badan Sangat Rendah Departemen Pertanian Departemen Kesehatan Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Depot Logistik Gangguan Akibat Kurang Yodium Garis-garis Besar Haluan Negara Human Development Index Iodine Deficiency Disorders Industri Kecil dan Menengah Indeks Massa Tubuh Institut Pertanian Bogor Intelligence Quotient Jaring Pengaman Sosial Keluarga Mandiri Sadar Gizi Kurang Energi dan Protein Kurang Energi Kronis Kesehatan Ibu dan Anak Komunikasi, Informasi dan Edukasi Kilo Kalori Kejadian Luar Biasa Kredit Usaha Tani Kelompok Tani Andalan Kurang Vitamin A Lingkar Lengan Atas Lembaga Swadaya Masyarakat Penelitian dan Pengembangan Makanan Pendamping Air Susu Ibu Tenaga Kerja Operasi Pasar Khusus Pemantauan Konsumsi Gizi Pemantauan Status Gizi Pembinaan Kesejahteraan Keluarga Pola Pangan Harapan Pusat Studi Kewaspadaan Pangan dan Gizi Pedoman Umum Gizi Seimbang ii
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
SKPG SKRT SUSENAS SDM TBABS TGR TPG WUS
= = = = = = = =
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi Survei Kesehatan Rumah Tangga Survei Sosial Ekonomi Nasional Sumber Daya Manusia Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah Total Goiter Rate Tim Pangan dan Gizi Wanita Usia Subur
iii
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ i DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................. iv SAMBUTAN: Menteri Menteri Menteri Menteri
Dalam Negeri RI ....................................................................... vi Kesehatan RI............................................................................ ix Pertanian RI ............................................................................. xi Perindustrian dan Perdagangan RI ........................................... xiii
RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................... 1 I.
PENDAHULUAN..................................................................................... 3 A. Latar Belakang ................................................................................ 3 B. Tujuan Penyusunan Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional (RAPGN) 5 C. Ruang Lingkup ................................................................................ 6 D. Proses Penyusunan ......................................................................... 6 E. Pengguna ........................................................................................ 6
II.
PERAN PANGAN DAN GIZI DALAM PEMBANGUNAN ................................. 7 A. Dampak Kurang Gizi terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia ............ 8 B. Investasi Gizi dan Pembangunan Ekonomi .......................................12
III. ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI...................................................15 A. Produksi dan Ketersediaan Pangan ..................................................15 B. Mutu dan Keamanan Pangan ...........................................................19 C. Konsumsi Pangan ...........................................................................21 D. Status Gizi Masyarakat ....................................................................23 E. Ketersediaan Data tingkat Kabupaten/Kota ......................................28 IV. TUJUAN DAN SASARAN .......................................................................28 A. Tujuan Umum ................................................................................28 B. Tujuan Khusus ...............................................................................28 C. Sasaran .........................................................................................28 V.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI BIDANG PANGAN DAN GIZI ........................31 A. Kebijakan .......................................................................................31 B. Strategi ..........................................................................................32
iv
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Halaman VI. PEMANTAAPAN DAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN...........................34 A. Pemantapan Kelembagaan ..............................................................34 B. Pengembangan Kelembagaan .........................................................36 VII. PROGRAM ...........................................................................................41 A. Pengembangan Kelembagaan Pangan dan Gizi .................................41 B. Pengembangan Tenaga Pangan dan Gizi .........................................44 C. Peningkatan Ketahanan Pangan ......................................................47 D. Kewaspadaan Pangan dan Gizi ........................................................50 E. Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Kurang dan Lebih ..................53 F. Pencegahan dan Penanggulanagn Kurang Zat Gizi Mikro ...................56 G. Peningkatan Perilaku Keluarga Sadar Pangan dan Gizi ......................60 H. Pelayanan Gizi di Institusi ..............................................................64 I. Pengembangan Mutu dan Keamanan Pangan ...................................65 J. Penelitian Pengembangan Pangan dan Gizi .....................................67 LAMPIRAN ...........................................................................................71 Tabel Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001-2005 ..............................72 Tabel Produksi beberapa Komoditas pangan menurut propinsi .......................84 Tabel Ketersediaan Energi ..........................................................................85 Tabel Ketersediaan Protein ..........................................................................86 Tabel Konsumsi Energi dan Protein ..............................................................87 Peta Status Gizi Balita (Susenas 1999) Prevalensi Gizi Kurang menurut Propinsi ...............................................88 Prevalensi Gizi Buruk menurut Propinsi .................................................89 Peta GAKY ...........................................................................................90
v
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional sesuai GBHN 1999-2004, bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Indonesia Sehat 2010 merupakan visi pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan. Visi pembangunan pangan adalah terciptanya sistem kesehatan pangan yang andal dan bertumpu pada optimalisasi pemanfaatan potensi keragaman pangan. Secara garis besar beberapa perubahan paradigma tentang kebijakan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan sebagai berikut : Pertama, perubahan manajemen pemerintahan dan pembangunan yang selama
ini
sangat
diwarnai
dengan
kecenderungan
pemusatan
proses
manajemen pemerintah dan pembangunan telah kembali menjadi kebijakan dalam pola manajemen pemerintahan dan pembangunan berupa pendistribusian proses manajemen pemerintahan dan pembangunan kepada daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka daerah Kabupaten/Kota memiliki otonomi yang sangat luas. Daerah dimaksud memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan semua urusan pemerintahan kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan perintah lainnya yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Kedua, Perubahan paradigma yang menghendaki seluruh stakeholders ikut terilbat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Bersamaan dengan itu, pemerintah yang selama ini berperan sebagai penentu dan pelaku utama pembangunan berangsur-angsur berubah menjadi fasilitator, sedangkan posisi masyarakat berubah dari sekedar objek menjadi subyek pembangunan. Dunia usaha berorientasi pada pengusaha untuk memperoleh vi
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
“fasilitas” berubah menjadi pengusaha mandiri yang berorientasi pasar. Tanpa memahami kecenderungan perubahan ini, sulit bagi kita melakukan reposisi secara proaktif ke arah yang lebih baik, terutama dalam menghadapi arus perubahan global. Ketiga, perubahan paradigma dari tatanan birokrasi yang rigid (kaku) dan kurang responsif menjadi tatanan birokrasi yang profesional dan berorientasi pada pelayanan. Tatanan birokrasi yang saya sebutkan terakhir ini memerlukan kompetensi sumberdaya aparatur yang proaktif yang mampu mengintegrasikan aspek humanware (SDM) dengan technoware (Iptek) dan aspek organware (organisasi) dengan inforware (informasi). Tanpa memiliki persyaratan ini, maka akan sulit bagi aparatur pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas kinerja pelayanan publik melalui pemberdayaan masyarakat, pemerataan dan keadilan serta pendayagunaan potensi yang berbasis kebinekaan daerah. Dalam rangka menghadapi pelaksanaan otonomi daerah, maka diperlukan tenaga-tenaga yang mampu menjawab tantangan masa depan. Untuk itu peranan Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota dituntut untuk meningkatkan Sumberdaya Manusia yang lebih handal agar pelaksanaan manajemen pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan terhadap publik dapat berjalan seoptimal mungkin. Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah suatu upaya pemerintah bersama masyarakat untuk mensejahterakan bangsa. Pangan dan gizi yang cukup akan sangat memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas Sumberdaya Manusia. Dengan ketahanan pangan dan gizi yang tinggi, negara dapat menjamin suatu kestabilan sosial yang merupakan prasyarat untuk pembangunan ekonomi. Dengan kata lain bahwa terwujudnya ketahanan pangan dan gizi yang tinggi merupakan salah satu syarat tercapainya kesejahteraan rakyat. vii
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Dalam rangka mewujudkan sinkronisasi diharapkan Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001-2005, dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun program pangan dan gizi baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota, dengan penyesuaian terhadap kebutuhan dan kondisi daerah masing-masing. Menteri Dalam Negeri RI Surjadi Soedirja
viii
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumberdaya manusia. Kurang gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas, menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian. Upaya perbaikan gizi masyarakat yang dilaksanakan secara intensif selama 30 tahun terakhir telah dapat menurunkan prevalensi beberapa masalah gizi utama, khususnya Kurang Energi Protein (KEP) pada Balita dari 37.5% pada tahun 1989 menjadi 26,4% pada tahun 1999, Kurang Vitamin A (KVA) yang ditunjukkan oleh prevalensi xeropthalmia (X1b) menurun dari 1,3% pada tahun 1980 menjadi 0,3% pada tahun 1992, dan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) pada tahun 1980 secara nasional sebesar 37,2%, turun menjadi 9.8% pada tahun 1998. Anemia gizi pada ibu hamil turun dari 73% pada tahun 1986 menjadi 50.9% pada tahun 1995. Namun demikian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan baik sasaran global maupun regional
keadaan gizi di Indonesia masih jauh
ketinggalan dibandingkan dengan negara lain. Apalagi krisis yang muncul pada tahun 1997 berakibat buruk pada status gizi masyarakat.
Masalah gizi yang
perlu diprioritaskan pada masa mendatang adalah Kurang Energi Protein (khususnya gizi buruk), Anemia Gizi, GAKY dan KVA. Sedangkan kurang gizi mikro lain seperti Seng (Zn) dan Selenium (Se) serta gizi lebih diantisipasi sesuai dengan besaran masalah yang ada di daerah. Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Di tingkat rumahtangga, keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga, menyediakan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup, asuhan gizi ibu dan anak yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan perilaku, serta keadaan kesehatan anggota rumah tangga. Oleh karena itu
ix
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
penanganan masalah gizi memerlukan pendekatan yang terpadu, yang mengarah pada pemberdayaan ekonomi keluarga, peningkatan kemampuan dan ketrampilan asuhan gizi keluarga serta peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan. Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional yang berisi tujuan, sasaran, strategi dan program pangan dan gizi merupakan dokumen yang sangat penting di dalam menjamin tercapainya upaya perbaikan gizi masyarakat. Dengan Rencana Aksi Pangan dan Gizi diharapkan adanya kesamaan persepsi, visi dan misi program pangan dan gizi para penentu kebijakan dan perencana di tingkat Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat. Mudah-mudahan dengan tersusunnya perencanaan program pangan dan gizi yang baik di Kabupaten/Kota masalah gizi dapat segera diatasi. Sesuai dengan kesepakatan dunia, masalah KEP, KVA, GAKY dan Anemia harus dieliminasi minimal sepertiganya agar kualitas hidup manusia meningkat.
Menteri Kesehatan RI
Dr. Achmad Sujudi
x
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Ketahanan pangan merupakan satu pilar bagi pemantapan ketahanan nasional. Oleh karena itu GBHN 1999-2004 mengamanatkan perwujudan ketahanan pangan diletakkan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional, dan dilaksanakan berbasis pada keragaman sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal. Sektor pertanian mempunyai peran strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan tersebut khususnya dibidang produksi pangan, yang sekaligus memberdayaan masyarakat pertanian di pedesaan. Sehubungan dengan
itu
Departemen
Pertanian
merumuskan
dua
program
utama
pembangunan pertanian yaitu : (1) Peningkatan Ketahanan Pangan dan (2) Pengembangan Agribisnis. Program
Peningkatan
mengkoordinasikan
aspek-aspek
Ketahanan
Pangan
penting ketahanan
difokuskan pangan
yaitu
untuk : (1)
Ketersediaan dan cadangan pangan, (2) Distribusi dan harga pangan, (3) Keanekaragaman konsumsi pangan, dan (4) Kewaspadaan pangan, termasuk mutu dan keamanannya. Dalam hal ketersediaan pangan, kebijakan yang ditempuh adalah sejauh mungkin memenuhi kebutuhan pangan utama yang terus bertambahn dan semakin beragam dari produksi dalam negeri. Tantangan dalam meningkatkan produksi ini cukup besar, karena sumberdaya lahan dan air pemanfaatannya semakin kompetitif dengan penggunaan untuk kegiatan ekonomi lainnya, seperti industri dan pemukiman. Dalam rangka menjamin aksesibilitas seluruh warga masyarakat terhadap pangan yang cukup dengan harga terjangkau, kelancaran dan efisiensi sistem distribusi pangan serta stabilitas harga pangan pokok strategis perlu senantiasa ditingkatkan. Sistem informasi ketahanan pangan yang handal perlu terus dibangun untuk kelompok rawan pangan dan mengefektifkan penyaluran bantuan pangan serta upaya pemupukan cadangan pangan yang sesuai dengan kondisi lokal. Disamping itu insentif ekonomi dan dukungan prasarana diperlukan
xi
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
agar mampu memfasilitasi peningkatan produksi dan penyediaan pangan yang memberikan
pendapatan
layak
bagi
para
pelakunya.
Pengembangan
penganekaragaman pangan diupayakan dalam kerangka konsumsi pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, yang bersamaan dengan itu diharapkan mengurangi ketergantungan pangan pokok terhadap beras. Hal ini diupayakan dengan pengembangan teknologi yang inovatif untuk meningkatkan daya tarik dan martabat komoditas pangan lokal, agar mampu mensubtitusi komoditas pangan pokok seperti beras dan terigu. Ketahanan pangan diwujudkan bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat. Pemerintah berperan dalam perencanaan pengaturan, pengendalian dan fasilitasi agar masyarakat dapat melaksanakan dengan baik proses produksi, perdangangan/distribusi, peningkatan mutu dan keanekaragaman konsumsi, serta pengembangan sistem kewaspadaan pangan dan gizi. Sehubungan dengan itu, saya mendukung sepenuhnya upaya untuk mensinergikan buku “Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001-2005” ini menjadi acuan pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat dalam melaksanakan upaya-upaya mewujudkan ketahanan pangan sebagaimana diuraikan di atas. Semoga upaya kita semua mendapat ridho dan rakhmat dari Tuhan yang maha kuasa, dan bermakna bagi pembangunan nasional.
Menteri Pertanian RI
Muhammad Prakosa
xii
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN Saya menyambut gembira atas penerbitan buku “Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional” 2001-2005, dan penyusunan buku ini diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan bagi pengambil keputusan dalam penyusunan rencana program perbaikan gizi secara terkoordinasi baik di tingkat pusat maupun tingkat propinsi dan kabupaten. Pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat pada dasarnya mengalami suatu
mata
rantai
proses,
mulai
dari
proses
produksi,
penyimpanan,
pengangkutan, peredaran sampai ke tangan konsumen, agar keseluruhan mata rantai tersebut memenuhi persyaratan maka diperlukan sistem pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang efektif antara lain dibidang keamanan pangan, mutu dan gizi serta label dan iklan dan juga perlindungan konsumen. Dalam hal ini pemerintah sudah memulai dengan adanya UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam upaya perbaikan mutu pangan, salah satu kebijakan pemerintah telah ditempuh melalui program fortifikasi. Hal yang menggembirakan adalah program tersebut telah dilakukan oleh beberapa produsen pada berbagai produk makanan. Selanjutnya mengenai distribusi pangan bagi industri dengan skala besar pada umumnya mempunyai sistim distribusi yang baik, melalui distributor, agen dan pengencer, sehingga pangan tersebut sampai ke konsumen tetap aman dikonsumsi, sedangkan industri skala menengah dan kecil pada umumnya didistribusikan melalui agen atau bahkan dilaksanakan sendiri pada sekitar lokasi dengan waktu simpan yang relatif singkat. Dalam hal ini pembinaan dan pengawasan terpadu ditingkat propinsi dan kabupaten diperlukan secara terus menerus dan konsisten, sehingga pangan sebagai kebutuhan dasar manusia senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
xiii
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Demikian, akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memungkinkan disusunnya buku ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI
Luhut B. Pandjaitan
xiv
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kesepakatan global dalam bidang pangan dan gizi terutama World Summit for Children 1990, International Conference on Nutrition 1992 di Roma, dan World Food Summit 1996 menetapkan sasaran program pangan dan perbaikan gizi yang
harus dicapai oleh semua negara. Sasaran global tersebut sampai saat ini menjadi salah satu acuan pokok di dalam pembangunan program pangan dan gizi di semua negara, termasuk Indonesia.
Pembangunan program pangan dan gizi di Indonesia selama 30 tahun terakhir menunjukkan hasil yang positif. Analisis penyediaan pangan tahun 1999 secara makro disimpulkan bahwa persediaan energi dan protein per kapita/hari masing-masing sebesar 2890 Kkal dan 62,7 gram, telah memenuhi kecukupan yang dianjurkan. Masalah pangan baru terlihat pada tingkat konsumsi rumahtangga. Data tahun 1998 menunjukkan bahwa antara 49% sampai 53% rumahtangga di berbagai daerah mengalami defisit energi (konsumsi <70% kebutuhan energi). Defisit pangan di tingkat rumahtangga disertai distribusi pangan antar anggota keluarga yang tidak baik didasari pengetahuan/perilaku gizi yang bleum memadai berakibat munculnya masalah kurang gizi. Gambaran makro perkembangan keadaan gizi masyarakat menunjukkan kecenderungan yang sejalan. Prevalensi kurang energi protein pada balita turun dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi 26,4% pada tahun 1999. Penurunan serupa juga terjadi pada prevalensi masalah gizi lain. Prevalensi gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A dan anemia gizi pada tahun 1998 masing-masing 9,8%, 0,3% dan 50,9%. Dibandingkan dengan sasaran global yang disepakati, keadaan gizi masyarakat di Indonesia masih jauh ketinggalan. Sebagai contoh, pada tahun 2005 diharapkan terjadi penurunan prevalensi kurang energi protein menjadi 20%, gangguan akibat kurang yodium menjadi 5%, anemia gizi menjadi 40%, dan bebas masalah kebutaan akubat kurang vitamin A. Krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997 semakin memperburuk keadaan gizi masyarakat. Selama krisis ada kecenderungan meningkatnya prevalensi gizi kurang dan gizi buruk terutama pada kelompok umur 6-23 bulan. Munculnya kasus-kasus marasmus, kwasiorkor merupakan indikasi adanya penurunan ketahanan pangan tingkat rumahtangga. Upaya untuk mencegah semakin memburuknya keadaan gizi masyarakat di masa mendatang harus dilakukan segera dan direncanakan sesuai masalah daerah sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi. UndangUndang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan 1
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom, mengatur kewenangan pemerintah Daerah dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan, termasuk pembangunan di bidang Pangan dan Gizi. Iklim baru ini merupakan peluang untuk percepatan pencapaian sasaran nasional dan global. Adanya kebijakan dan strategi yang tepat, program yang sistematis mulai dari perencanaan, pelaksanaann dan pemantauan akan sangat mendukung pencapaian sasaran nasional. Sejalan dengan sasaran global dan perkembangan keadaan pangan dan gizi masyarakat, rumusan tujuan umum program pangan dan gizi 2001-2005 yaitu menjamin ketahanan pangan tingkat keluarga, mencegah dan menurunkan masalah gizi untuk mewujudkan hidup sehat dan status gizi optimal. Tujuan khusus program pangan dan gizi 2001-2005 meliputi: (a) Meningkatnya ketersediaan komoditas pangan pokok dalam jumlah yang cukup, kualitas yang memadai dan tersedia sepanjang waktu melalui peningkatan produksi dan penganekaragaman serta pengembangan produk olahan; (b) Meningkatkan penganekaragaman konsuumsi pangan untuk memantapkan ketahanan pangan tingkat rumahtangga; (c) meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik dengan menurunkan prevalensi gizi-kurang dan gizi-lebih; dan (d) Meningkatkan kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan status gizi mencapai hidup sehat. Menyadari faktor penyebab masalah gizi yang sangat komplek dan arah kebijakan desentralisasi, perlu dirumuskan strategi program pangan dan gizi. Secara spesifik strategi program pangan dan gizi 2001-2005 meliputi; (1) Pemberdayaan keluarga dan masyarakat; (2) Pemantapan Kelembagaan Pangan dan Gizi; (3) Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG); (4) Advokasi dan Mobilisasi Sosial; (5) Penerapan sanksi terhadap pelanggaran peraturan perundangan tentang pangan dan gizi termasuk fortifikasi pangan dan peraturan tentang iklan dan label pangan. Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan, aksi pangan dan gizi dijabarkan dalam 10 program yaitu (a) Pengembangan Kelembagaan Pangan dan Gizi; (b) Pengembangan Tenaga Pangan dan Gizi; (c) Peningkatan Ketahanan Pangan; d) Kewaspadaan Pangan dan Gizi; (e) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi-kurang dan Gizi-lebih; (f) Pencegahan dan Penanggulangan Kurang Zat Gizimikro; (g) Peningkatan Perilaku Sadar Pangan dan Gizi; (h) Pelayanan Gizi di Institusi; (i) Pengembangan Mutu dan Keamanan Pangan dan (j); Penelitian dan Pengembangan Pangan dan Gizi. Di bagian akhir dari dokumen setiap program diuraikan lebih rinci mencakup strategi yang lebih operasional, kelompok sasaran, kegiatan dan indikator keberhasilan.
EMPAT FAKTOR UNTUK MENCAPAI GIZI PENDUDUK YANG OPTIMAL: 1) CUKUP PANGAN, 2) POLA ASUH UNTUK KELOMPOK RAWAN, 3) HIDUP SEHAT, 4) LINGKUNGAN SEHAT 2
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
I. PENDAHULUAN
Gizi yang baik diperlukan untuk hidup sehat
A. Latar belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Indonesia Sehat 2010 merupakan visi pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan. Visi pembangunan gizi adalah “Mewujudkan keluarga mandiri
sadar gizi1 untuk mencapai status gizi masyarakat/keluarga yang optimal”. Visi pembangunan pangan adalah “Terciptanya sistem ketahanan pangan2 yang andal dan bertumpu pada optimalisasi pemanfaatan potensi produksi dan keragaman pangan nasional”. Untuk mencapai visi pangan dan gizi tersebut dibutuhkan suatu rencana aksi (plan of action) nasional yang dapat digunakan sebagai acuan untuk lembaga pemerintah dan lembaga nonpemerintah di tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota. Mengikuti komitmen global:The Global Strategy for Health for All 1981, The
World Summit for Children 1990, The World Declaration and Plan of Action for Nutrition 1992, The Forty-eight World Health Assembly 1995, World Food Summit 1996, Health for All in the Twenty-first Century 1998, yang pada khususnya kesepakatan semua negara untuk menghapuskan kelaparan dan memberikan mandat ketahanan pangan dan peningkatan gizi anak, maka Indonesia perlu menyusun secara konkrit kebijakan, strategi dan program di bidang pangan dan gizi.
Dari rencana aksi nasional ini selanjutnya dapat disusun rencana aksi daerah dengan pemikiran bahwa kebutuhan dan masalah gizi penduduk sangat bervariasi
Keluarga Mandiri Sadar Gizi adalah keluarga yang menerapkan perilaku gizi yang baik dan benar, dapat mengenali masalah gizinya sendiri, mampu mengidentifikasi potensi sumber daya yang dimiliki keluarga, mampu mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah yang ada. 2 Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. 1
3
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
antar Propinsi dan kabupaten/kota, bahkan antar kecamatan. Masalah gizi-kurang3 atau berat badan rendah yang diderita oleh lebih dari 6 juta anak balita sampai dengan akhir tahun 1999 akan berdampak negatif pada keadaan gizi dari sepertiga anak usia sekolah. Keadaan ini akan mengurangi tingkat produktivitas pada usia berikutnya. Secara nasional hasil analisis pemantauan konsumsi gizi (1995-1998) menunjukkan bahwa rata-rata asupan energi dan protein mendekati Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan: 2.150 Kkal dan 46,2 gram protein. Akan tetapi masih terdeteksi 43-50% rumahtangga masih mengkonsumsi energi kurang dari 1500 Kkal dan 32 gram protein (<70% AKG). Lebih lanjut hasil analisis ini menunjukkan bahwa krisis ekonomi memperburuk ketahanan pangan tingkat rumahtangga dengan berkurangnya konsumsi sumber pangan hewani dan juga buah-buahan. Dengan ketahanan pangan tingkat rumahtangga yang masih rendah ini, tidak heran kalau masalah kurang energi dan protein, anemia gizi, kurang vitamin A, gangguan akibat kurang yodium dan kurang zat gizi mikro lainnya masih menjadi fokus utama dalam upaya perbaikan gizi untuk masa mendatang. Deklarasi dunia di Roma “The World Declaration and Plan of Action for Nutrition, 1992” mencirikan bahwa masalah gizi berdimensi luas dan memerlukan pendekatan multisektor untuk menanggulanginya. Untuk mengurangi dan menghilangkan masalah gizi diperlukan kebijakan dan strategi yang kuat dan menyeluruh. Deklarasi Dunia 1992 ini memberikan 9 goal dan 9 strategi untuk gizi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam memformulasi rencana kerja nasional. Goal yang ingin dicapai adalah: 1. Menghilangkan kelaparan dan kematian akibat kelaparan 2. Menghilangkan berbagai jenis kelaparan dan penyakit yang berhubungan dengan kurang gizi4 sebagai akibat dari bencana alam 3. Menghilangkan masalah kurang yodium dan vitamin A 4. Mengurangi kelaparan kronis 5. Mengurangi gizi-kurang, terutama pada bayi, balita, wanita usia subur 6. Mengurangi masalah kurang zat gizi mikro lainnya, termasuk zat besi 7. Mengurangi penyakit infeksi dan non-infeksi yang erat kaitannya dengan makanan yang dikonsumsi. 8. Mengurangi berbagai masalah sosial berkaitan dengan peningkatan penggunaan ASI 9. Mengurangi keadaan kesehatan diri dan lingkungan yang tidak memadai, termasuk peningkatan penggunaan air bersih Dan strategi yang direkomendasikan adalah: Istilah gizi-kurang digunakan untuk merujuk pada masalah kurang energi protein (KEP). Khususnya pada penentuan status gizi menggunakan indeks berat badan menurut umur. Digunakan dua pengelompokan: gizi-kurang dengan berat badan rendah dan gizi-kurang dengan berat badan sangat rendah. 4 Istilah kurang gizi digunakan untuk mengartikan kekurangan gizi secara umum. 3
4
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
1. Menyatukan tujuan, kebijakan dan strategi berkaitan dengan gizi ke dalam pengembangan kebijakan dan program pembangunan nasional 2. Meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumahtangga 3. Melindungi konsumen melalui peningkatan kualitas dan keamanan pangan 4. Mencegah dan meningkatkan tata laksana penyakit infeksi 5. Mempromosikan ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) 6. Meningkatkan pola asuh untuk kelompok rawan 7. Mencegah masalah kurang zat gizi mikro 8. Mempromosikan gizi seimbang dan hidup sehat 9. Memantau, menilai dan menganalisis situasi gizi secara terus menerus. Berdasarkan uraian di atas penanggulangan masalah pangan dan gizi harus mendapatkan prioritas utama. Dalam menetapkan rencana kerja, acuan yang digunakan adalah komitmen global, tujuan/sasaran yang tertuang dalam GBHN 1999-2004, dan Propenas 2001-2005. Seiring dengan perubahan di bidang administrasi ketatanegaraan dengan diterbitkannya UU no 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU no 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan PP nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, maka diperlukan upaya-upaya yang cermat dalam penyusunan rencana pembangunan daerah. B. Tujuan Penyusunan Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional (RAPGN) Tujuan Umum: Memberikan panduan dan arahan bagi penentu kebijakan di tingkat pusat, Propinsi dan kabupaten/kota dalam menyusun rencana aksi untuk penurunan dan pencegahan masalah pangan dan gizi. Tujuan Khusus: 1. Mengembangkan wawasan penentu kebijakan dalam menilai dan menentukan masalah pangan dan gizi dan prioritas penanganannya melalui implementasi rencana kegiatan yang efektif dan efisien. 2. Meningkatkan kemampuan dalam merumuskan perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan program yang didukung oleh metodologi, standarisasi, norma dan kriteria yang dapat dipertanggung jawabkan menurut besarnya masalah pangan dan gizi di wilayah kerjanya. 3. Mempromosikan upaya menjaga kesinambungan program pangan dan gizi kepada penentu kebijakan. 4. Memantapkan keterpaduan program melalui sistem pemantauan secara terus menerus terhadap berbagai bentuk masalah pangan, efektivitas program, dan kemajuan yang dicapai sesuai dengan indikator keberhasilan. 5
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
C. Ruang Lingkup Rencana aksi ini meliputi bidang pangan dan gizi berdasarkan pada besar dan luas masalah pangan dan gizi yang mengacu pada GHBN, Propenas, serta komitmen global. Secara rinci diuraikan peran pangan dan gizi dalam pembangunan, analisis situasi pangan dan gizi. Pada bab berikutnya diuraikan tujuan umum dan tujuan khusus, kebijakan dan strategi, kelembagaan, serta program dan kegiatan. D. Proses penyusunan Penyusunan RAPGN didahului dengan pertemuan lintas sektor dan pengkajian situasi pangan dan gizi. Presentasi draft dilakukan beberapa kali dengan menerima usulan dari berbagai pihak (universitas, pemerintah, swasta, LSM, organisasi profesi dan lintas sektor terkait tingkat pusat dan propinsi). E. Pengguna Rencana aksi pangan dan gizi nasional ini ditujukan untuk penentu kebijakan di tingkat Pusat, Propinsi, kabupaten/kota, baik pemerintah, badan nonpemerintah/swasta/LSM yang akan melaksanakan program perbaikan pangan dan gizi. Rencana aksi ini diharapkan akan menjadi dokumen nasional yang menyatukan tujuan, kebijakan, strategi operasional, sasaran dan indikator keberhasilan program pangan dan gizi yang tercantum pada Propenas 2001-2005 dalam bidang pertanian, kesehatan, industri. Pada bagian akhir dari RAPGN ini disajikan tabel yang berisikan program, kelompok sasaran, indikator, strategi, kegiatan dan instansi pelaksana dari program pangan dan gizi di tingkat nasional. Setiap Propinsi, Kabupaten/Kota perlu menyusun tabel serupa berdasarkan besaran masalah pangan dan gizi yang ada di masing-masing daerah untuk menyusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah (RAPGD).
6
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
II. PERAN PANGAN DAN GIZI DALAM PEMBANGUNAN
Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia Hak setiap orang untuk memperoleh pangan yang aman dan bergizi
Pembangunan suatu bangsa pada hakekatnya adalah suatu upaya pemerintah bersama masyarakat untuk mensejahterakan bangsa. Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Dunia internasional dalam World Food Summit tahun 1996 telah menegaskan kembali hak setiap orang untuk memperoleh pangan yang aman dan bergizi, sama prinsipnya dengan hak untuk memperoleh pangan yang cukup dan hak azasi setiap manusia untuk bebas dari kelaparan. Berdasarkan hal tersebut, pemerintahan setiap negara peserta termasuk Indonesia, mempunyai komitmen untuk memenuhi kecukupan pangan bagi setiap warganya. Kecukupan pangan bagi setiap orang hanya akan dicapai apabila suatu negara atau daerah dapat mencapai suatu ketahanan pangan atau food security. Menurut Undang-Undang No.7 tahun 1996 tentang Pangan, yang dimaksud dengan ketahanan pangan adalah “kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. Secara internasional, oleh FAO (1996) ketahanan pangan diartikan bahwa semua rumah tangga mempunyai akses terhadap pangan baik secara pisik maupun ekonomi sehingga setiap keluarga tidak beresiko kekurangan gizi. Dengan pengertian diatas diketahui adanya kaitan erat antara ketahanan pangan dan status gizi masyarakat. Dalam konteks ini masalah pangan tidak cukup ditinjau dari segi produksi tetapi juga memerlukan peninjauan aspek ketersediaan pangan, keterjangkauannya terhadap daya beli, dan kestabilan harga. Sebagai contoh, sejak Indonesia mencapai swasembada beras tahun 1984, poduksi pangan khususnya beras, rata-rata nasional cukup bahkan pernah melebihi rata-rata kebutuhan penduduk. Tetapi data menunjukkan bahwa pada masa tersebut prevalensi gizi-kurang pada kelompok penduduk tertentu, terutama wanita hamil dan anak balita, masih tinggi. Dengan contoh tersebut dapat dipahami juga bahwa 7
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
dengan ketahanan pangan, masalah pangan tidak cukup hanya ditinjua pada tingkat nasional dan regional, seperti yang selama ini dilakukan, tetapi juga di tingkat daerah, kelompok masyarakat sampai tingkat keluarga. Dengan pemahaman seperti diatas, terwujudnya ketahanan pangan merupakan salah satu syarat tercapainya kesejahteraan rakyat. Salah satu tanda atau indikator kesejahteraan rakyat adalah apabila setiap orang baik laki-laki maupun perempuan, anak, dewasa dan lanjut usia, kaya dan miskin, semuanya berstatus gizi baik. Artinya mereka semuanya tercukupi kebutuhan pangannya, serta dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Mereka yang keadaan gizinya baik, adalah mereka yang terbebas dari masalah gizi yaitu masalah yang timbul akibat kekurangan gizi atau kelebihan gizi. Akibat kekurangan gizi atau kurang gizi menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit gizi-kurang, sedang akibat kelebihan gizi menimbulkna gangguan kesehatan atau penyakit gizi-lebih. Oleh karena di Indonesia masalah kekurangan gizi masih lebih besar daripada masalah kelebihan gizi, maka pembahasan dalam buku ini ditekankan pada masalah gizikurang. Sedang masalah gizi-lebih hanya disinggung seperlunya.
A. Dampak Kurang Gizi terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia Paradigma pembangunan nasional yang berorientasi global dan berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak akan terlaksana tanpa peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Salah satu indikator pengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah indeks kualitas hidup (Human Developmen Index-HDI). Tahun 2000, peringkat HDI Indonesia sangat rendah yaitu urutan ke-109 dari 174 negara. Sedangkan HDI negara-negara ASEAN berada urutan lebih tinggi , seperti Malaysia 56, Filipina 77, Thailand 67, Singapura 22, dan Brunai 25. Tiga faktor utama penentu HDI yang dikembangkan oleh UNDP adalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat. Status gizi masyarakat dapat digambarkan terutama pada status gizi anak balita dan wanita hamil. Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu bangsa yang kelompok penduduk balita dan wanita hamilnya banyak menderita gizi-kurang, maka bangsa itu akan menghadapi berbagai masalah sumber daya manusia. Masalah tersebut antara lain: 1) Tingginya angka bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) akibat ibunya menderita kurang energi dan protein waktu hamil. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita. BBLR juga dapat berpengaruh pada gangguan pertumbuah fisik dan mental anak. Gizi-buruk pada anak balita juga dapat berdampak pada penurunan tingkat kecerdasan atau IQ. Setiap anak bergizi buruk mempunyai resiko kehilangan IQ 10-13 poin. Pada tahun 1999 diperkirakan terdapat kurang lebih 1,7 juta anak bergizi buruk. Berarti terdapat 8
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
potensi kehilangan IQ sebesar 22 juta poin IQ. Potensi kehilangan IQ sebesar 50 poin IQ per orang juga terdapat pada penduduk yang tinggal di daerah rawan gangguan akibat kurang yodium (GAKY). Diperkirakan terdapat 42 juta orang tinggal di daerah rawan GAKY, sehingga dari kelompok penduduk tersebut potensi kehilangan IQ sebesar 190 juta poin IQ. 2) Banyak anggota masyarakat dewasa yang produktivitasnya rendah, karena menderita kurang zat besi. Buruh yang kurang zat besi produktivitasnya dapat menurun antara 10-30 persen dari mereka yang sehat. Kurang zat besi pada wanita hamil meningkatkan risiko kematian wanita waktu melahirkan, dan meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan juga kurang zat besi. Bayi yang kurang zat besi dapat berdampak pada gangguan bertumbuhan sel-sel otak yang kemudian hari juga dapat mengurangi IQ anak. 3) Kurang vitamin A yang juga banyak diderita anak balita selain berdampak pada resiko kebutaan juga resiko kematian balita karena infeksi. Dengan kata lain kurang vitamin A ikut berperan pada tingginya angka kematian balita di Indonesia dan berpotensi terhadap rendahnya produktivitas kerja orang dewasa karena tuna netra. 4) Secara umum gizi-kurang pada anak balita dan wanita hamil dapat menciptakan generasi yang secara fisik dan mental lemah. Generasi yang demikian akan menjadi beban masyarakat dan pemerintah. Telah dibuktikan keluarga dan pemerintah mengeluarkan biaya kesehatan yang tinggi, karena banyak warganya yang mudah jatuh sakit karena kurang gizi. Selain itu merupakan aib bangsa karena banyaknya bayi, balita, dan ibu melahirkan meninggal yang seharusnya dapat dicegah apabila keadaan gizinya baik. Mengapa banyak anak balita menderita kurang gizi. Banyak faktor menyebabkan timbulnya kurang gizi. Bagan dibawah ini menyajikan berbagai faktor penyebab kurang gizi yang diperkenalkan UNICEF dan telah digunakan secara internasional. Dari bagan ini terlihat tahapan penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita, yaitu penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah. Oleh Soekirman (2000) bagan tersebut dijelaskan sebagai berikut.
9
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Dampak
Penyebab langsung
Penyebab Tidak langsung
KURANG GIZI
Makan Tidak Seimbang
Tidak Cukup Persediaan Pangan
Penyakit Infeksi
Pola Asuh Anak Tidak Memadai
Sanitasi dan Air Bersih/Pelayanan Kesehatan Dasar Tidak Memadai
Kurang Pendidikan, Pengetahuan dan Keterampilan
Pokok Masalah di Masyarakat
Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumberdaya masyarakat
Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan
Akar Masalah (nasional)
Krisis Ekonomi, Politik, dan Sosial
Bagan 1. Penyebab Kurang Gizi
(Disesuaikan dari bagan UNICEF, 1998: The State of the World’s Children 1998. Oxford Univ. Press)
Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Timbulnya gizi-kurang tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang 10
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
gizi. Dalam kenyataan keduanya (makanan dan penyakit) secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi. Kedua, penyebab tidak langsung yaitu: ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor ini saling berhubungan. Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Demikian juga sebaliknya.
Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil
produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Sebagai contoh, air susu ibu (ASI) adalah makanan bayi utama yang seharusnya tersedia di setiap keluarga yang mempunyai bayi. Makanan ini seharusnya dapat dihasilkan oleh keluarga tersebut sehingga tidak perlu dibeli. Namun tidak semua keluarga dapat memberikan ASI kepada bayinya oleh karena berbagai masalah yang dialami ibu. Akibatnya, bayi tidak diberikan ASI atau diberi ASI dalam jumlah yang tidak cukup sehingga harus diberikan tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Timbul masalah apabila oleh berbagai sebab, misalnya kurangnya pengetahuan dan atau kemampuan, MP-ASI yang diberikan tidak memenuhi persyaratan. Dalam keadaan demikian, dapat dikatakan bahwa ketahanan pangan keluarga ini rawan karena karena tidak mampu menyediakan makanan yang baik bagi bayinya sehingga berisiko tinggi menderita kurang gizi.
Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam
hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan ketrampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak.
Pelayanan kesehatan, adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga
terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti 11
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
iimunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskemas, praktek bidan atau dokter, rumah sakit, dan persediaan air bersih. Ketidak terjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan, merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak.. Berbagai faktor langsung dan tidak langsung diatas, berkaitan dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional. Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa ketidak berdayaan masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidak tahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidak mampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Meningkatnya jumlah anak yang bergizi buruk sampai 1,7 juta anak di Indonesia, dan prevalensi gizi buruk di daerah pengungsian di NTT sebanyak 24 persen pada tahun 1998/1999 sejalan dengan meningkatnya jumlah keluarga miskin akibat krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang melanda Indonesia sejak tahun 1997, seperti digambarkan pada bagan yang diuraikan diatas.
B. Investasi Gizi dan Pembangunan Ekonomi5 Kebanyakan para ahli ekonomi berpendapat bahwa investasi ekonomi merupakan salah satu cara untuk memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Pendapat tersebut didasarkan atas adanya kaitan antara masalah gizi-kurang dengan kemiskinan seperti telah disinggung diatas. Namun demikian, perkembangan iptek gizi pada dasawarsa terakhir memungkinkan perbaikan gizi dengan lebih cepat tanpa harus menunggu perbaikan ekonomi. Beberapa negara dengan PDB (Product Domestic Bruto) yang sama ternyata mempunyai angka prevalensi gizi-kurang pada anak balita yang berbeda-beda. Zimbabwe misalnya, PDBnya lebih rendah dari Namibia, tetapi status gizi anak balitanya lebih baik. Cina, PDBnya lebih rendah dibanding negara-negara ASIA lainnya tetapi prevalensi balita gizi-kurangnya paling rendah. Perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu investasi pembangunan ekonomi. Sampai tahun 1980-an banyak ahli ekonomi dan ahli perencanaan pembangunan, termasuk Bank Dunia, mengartikan investasi dalam arti sempit. Investasi pembangunan ekonomi artinya penanaman modal untuk membangun industri barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja. Titik berat investasi adalah untuk membangun prasarana ekonomi seperti jalan, jembatan dan transportasi. Pada waktu itu jarang sekali para perencana regional dan daerah 5
Disarikan dari Soekirman (2000). Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga di Masyarakat (dalam pencetakan) 12
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
memasukkan perbaikan gizi, kesehatan dan pendidikan sebagai bagian suatu investasi ekonomi. Memasuki era tahun 1990-an, keadaan ini mulai berubah. Bank Dunia misalnya, dalam tahun 1992 menyatakan bahwa perbaikan gizi merupakan salah satu prioritas dalam memberikan pinjaman kepada negara berkembang sebagai suatu investasi pembangunan. Dinyatakan oleh Bank Dunia bahwa: "Sumber daya
yang dialokasikan untuk perbaikan gizi adalah suatu investasi dengan keuntungan jangka pendek dan jangka panjang yang nyata. Hasil investasi di bidang gizi mendukung kebijakan pinjaman Bank Dunia yang ditujukan untuk menanggulangi kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi"
Adanya keterkaitan upaya perbaikan gizi dengan pembangunan ekonomi juga dikemukakan oleh Sekretaris Jendral PBB Kofi Annan. Dalam salah satu pidatonya dikatakan bahwa "Gizi yang baik dapat merubah kehidupan anak, meningkatkan
pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, melindungi kesehatannya, dan meletakkan fondasi untuk masa depan produktivitas anak".
Perubahan kebijakan pinjaman Bank Dunia dan perhatian PBB terhadap pembangunan perbaikan gizi dibuktikan dengan meningkatnya alokasi pinjaman Bank Dunia untuk proyek-proyek perbaikan gizi di negara berkembang yang meningkat 18 kali lipat dari hanya US$50 juta tahun 1980-an menjadi US$900 juta tahun 1990-an. Sejalan dengan beberapa badan PBB yang dipelopori oleh UNICEF dalam berbagai konperensi internasional dalam tahun 1990-an merokemendasikan agar 20 persen anggaran pembangunan dari PBB (global), nasional, regional dan lokal, serta 20 persen dana negara donor, dialokasikan untuk pembangunani sektor sosial, termasuk gizi dan kesehatan. Saran alokasi anggaran pembangunan untuk sektor sosial atau pembangunan SDM ini dikenal dengan saran alokasi twentytwenty (20/20). Kebijakan baru Bank Dunia dan pernyataan Sekjen PBB pada hakekatnya memperkuat hasil riset para pakar gizi dan kesehatan mengenai adanya hubungan antara pangan, gizi, kesehatan dan pembangunan ekonomi. Mekanisme hubungan tersebut digambarkan secara sederhana oleh Martorell (1996), seorang pakar gizi dari Amerika Serikat, dalam bagan sebagai berikut:
13
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Kemiskinan Kurang
Peningkatan Produktivitas
Perbaikan Gizi, tumbuh kembang fisik & mental anak
Ekonomi Meningkat
Investasi Sektor Sosial (Gizi, Kes, Pendidikan)
Peningkatan Kualitas SDM Bagan 2 Faktor yang berkaitan dengan upaya peningkatan sumber daya manusia Dalam bagan tersebut nampak bahwa investasi di sektor sosial (gizi, kesehatan, pendidikan) akan memperbaiki keadaan gizi masyarakat yang merupakan salah satu faktor penentu untuk meningkatnya kualitas SDM. Dengan meningkatnya kualitas SDM, akan meningkatan produktivitas kerja, yang selanjutnya akan meningkatkan keadaan ekonomi. Dengan terjadinya perbaikan ekonomi maka akan mengurangi kemiskinan dan selanjutnya akan meningkatkan keadaan gizi, meningkatkan kualitas SDM, meningkatkan produktivitas dan seterusnya.
14
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
III. ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI
Analisis situasi pangan dan gizi yang dipaparkan dalam dokumen ini meliputi empat bidang yaitu: Produksi dan ketersediaan pangan, Konsumsi pangan, Mutu dan keamanan pangan dan Gizi masyarakat. Data yang digunakan dalam mengkaji situasi pangan dan gizi ini didasarkan pada data laporan sektor terkait baik yang dari hasil pemantauan berkala maupun dari hasil survei atau studi terserak yang direview dari berbagai lembaga penelitian.
A. Produksi dan Ketersediaan Pangan Secara umum selama periode 1995-1998 produksi pangan nasional cenderung menurun kecuali untuk komoditas jagung, ubi kayu dan ikan yang cenderung meningkat (Tabel 1). Permasalahan produksi pangan yang serius tampak pada komoditas pangan yang selama tahun 1995-1998 tidak mampu mencapai laju produksi 2,0%, yang berarti laju peningkatan produksi dibawah 2.0% tidak mampu mengimbangi laju peningkatan permintaan penduduk terhadap komoditas pangan yang terus berkembang. Produksi komoditas pangan yang dianggap menjadi ancaman bagi perbaikan konsumsi pangan sekaligus juga ancaman bagi pembangunan ekonomi nasional adalah kacang-kacangan terutama kedele, sayur, buah, daging, telur dan susu (Tabel 1). Penyebab utama penurunan produksi pangan tersebut adalah lemahnya kebijakan makroekonomi yang kurang berpihak pada pembangunan pangan dan pertanian.
15
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Tabel 1. Produksi Pangan Tahun 1995 – 1998 Jenis Pangan
Produksi (000 Ton) 1995
1996
1997
1998
Laju (%)
1. Padi
49.744
51.102
49.377
49.237
-0,2
2. Palawija a. Jagung b. Ubi kayu c. Ubi jalar d. Kedelai e. Kacang hijau f. Kacang tanah
8.246 15.441 2.171 1.680 325 760
9.307 17.002 2.018 1.517 301 738
8.771 15.134 1.847 1.357 262 688
10.169 14.696 1.935 1.306 306 692
7,6 4,9 - 3,7 - 7,9 -0,8 -3,8
3. Sayur dan Buah a. Sayuran b. Buah-buahan
9.595 10.922
8.925 8.292
7.117 8.175
7.825 7.257
-6,1 -12,2
4. Daging a. Daging ternak b. Daging unggas
632 876
654 947
656 899
605 621
-1,3 -9,1
5. Telur dan Susu a. Telur b. Susu
736 433
780 441
765 424
530 375
-9,0 -4,5
6. Ikan a. Ikan laut b. Ikan darat
3.293 970
3.384 1.069
3.561 989
3.616 1.149
3,2 10.2
Sumber: Deptan (1997) dan BPS (1999)
Penurunan produksi beras cukup tajam terjadi pada tahun 1997 (49.4 juta ton) dan 1998 (49.2 juta ton) sebagai akibat penurunan luas panen dari 11,57 juta ha pada tahun 1996 menjadi 11,14 juta ha pada tahun 1997 dan penurunan produktivitas dari 4,42 ton/ha tahun 1996 menjadi 4,20 ton pada tahun 1998. Terjadinya penurunan luas panen dan produktivitas ini khususnya disebabkan oleh: (1) mundurnya musim tanam akibat musim kemarau panjang pada triwulan II tahun 1997 dan (2) meningkatnya harga sarana produksi secara tajam pada saat krisis ekonomi (1997/98) yang mengakibatkan turunnya daya beli petani terhadap sarana produksi (pupuk, obat-obatan dan pestisida, serta benih).
16
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi pangan dan menanggulangi kekeringan telah dilaksanakan, antara lain melalui rehabilitasi irigasi desa, perluasan areal tanam di daerah transmigrasi, lahan perkebunan, lahan pasang surut serta melalui penekanan kehilangan pasca panen, peningkatan penyediaan sarana produksi dan kemudahan dalam memperoleh modal melalui kredit usaha tani (KUT). Produksi pangan hewani hasil ternak (daging ternak dan unggas, serta telur dan susu) menunjukkan kecenderungan menurun selama lima tahun terakhir (Tabel 1). Menurunnya produksi daging, telur dan susu disebabkan oleh meningkatnya harga pakan dan obat-obatan sebagai akibat krisis moneter, yang mengakibatkan bangkrutnya usaha peternakan kecil dan menengah. Sejalan dengan penurunan produksi berbagai jenis pangan utama seperti yang disajikan pada Tabel 1, impor berbagai jenis pangan juga cenderung bertahan bahkan meningkat selama kurun waktu 1995-1998. Impor pangan yang cukup siknifikan dalam konteks pengurasan devisa adalah impor gandum/terigu, beras, kedele, daging, sayur dan buah (Tabel 2). Total nilai impor pangan tersebut pada tahun 1998 adalah sekitar 131 juta US dollar atau sekitar 1.2 triliyun rupiah yang setara dengan anggaran belanja Departemen Kesehatan 1999/2000 dari APBN. Situasi ketergantungan pada impor pangan ini dalam jangka panjang akan meningkatkan kerentanan pada masalah pangan dan gizi. Pada level ketersediaan, ketersediaan pangan nasional perkapita pertahun dalam kurun waktu 1995-1998 cenderung menurun untuk komoditas beras, kedele, daging, telur dan susu. Sebaliknya ketersediaan jagung, ubi kayu dan ikan relatif tetap (Tabel 3). Tabel 2. Impor Komoditas Pangan Utama Tahun 1995-1998 (000 Ton) Jenis Pangan 1. Gandum 2. Beras 3. Jagung 4. Ubi kayu 5. Kedele 6. Daging 7. Telur 8. Susu 9. Ikan/kaleng 10. Tepung ikan 11. Sayur 12. Buah
1995 4.252,3 1.807,9 969,1 0 486,9 22,1 0,7 66,1 10,9 128,9 101,2 113,6
1996 4.207,1 2.149,1 616,9 0 743,5 29,0 0,2 51,8 10,1 126,8 126,3 90,7
1997 3.669,1 1.098,0 349,7 0 800.0 33,2 0,2 48,8 12,5 116,7 107,4 175,5
1998 3.499,7 2.899,7 297,5 0 800.0 16,2 0,1 32,7 5,5 115,2 163,5 46,6
Sumber: Deptan diolah Oleh PSKPG IPB dan Kantor Meneg Pangan dan Hortikultura (1999)
17
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Tabel 3. Ketersediaan (kg/kap/th) Beberapa Komoditas Pangan Tahun 1995-1998 Jenis Pangan
1995 1996 1997 1998 1. Beras 152,1 159,8 149,1 147,2 2. Jagung 34,2 35,1 34,4 35,8 3. Ubi 57,8 61,9 60,2 56,9 kayu 11,0 11.1 9.0 6.8 4. Kedele 5,6 5,8 5,5 4,2 5. Daging 3,3 3,6 3,5 2,3 6. Telur 7,0 5,7 5,3 4,1 7. Susu 16,3 15,9 16,4 17,1 8. Ikan Sumber: Deptan diolah Oleh PSKPG IPB dan Kantor Meneg Pangan dan Hortikultura (1999)
Seiring dengan fluktuasi ketersediaan pangan, ketersediaan energi dan protein selama lima tahun terakhir (1995-1998) juga berfluktuasi, meski secara umum masih dapat memenuhi, bahkan melebihi angka kecukupan pangan yang dianjurkan menurut Widya Karya Pangan dan Gizi ke VI tahun 1998 sebesar 2550 Kalori/kapita/hari. (Tabel 4). Dari segi komposisi, secara umum ketersediaan pangan masih dapat dikatakan belum seimbang. Hal ini antara lain dicirikan oleh sangat tingginya kontribusi pangan sumber karbohidrat, tidak hanya sebagai sumber energi tetapi juga sebagai sumber protein, serta rendahnya ketersediaan pangan sumber protein, vitamin dan mineral (kacang-kacangan, pangan hewani, sayuran dan buahbuahan). Tabel 4. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein Tahun 1995-1998 Tahun
1995 1996 1997 1998
Energi Ketersediaan Tingkat (kkal/kap/hr) Ketersediaan (%)a) 3098 121,5 3193 125,2 2899 113,7 2890 113,3
Protein Ketersediaan Tingkat (g/kap/hr) Ketersediaan (%)a) 69,8 126,9 71,8 130.6 66,7 121,3 62,7 114,0
Sumber: Deptan diolah Oleh PSKPG IPB dan Kantor Meneg Pangan dan Hortikultura (1999) Keterangan : a)% terhadap angka kecukupan energi dan protein pada tingkat ketersediaan yaitu 2550 kkal/kap/hari untuk energi dan 55 gr/kap/hari untuk protein
18
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Selama kurun waktu 1995-1998, kelompok padi-padian menyumbang energi sebesar 62-66 persen, dan protein sebesar 56-61 persen (Tabel 5). Kacangkacangan sebagai kontributor protein kedua setelah beras menyumbang 19 persen dari total ketersediaan protein. Ketersediaan protein dari pangan hewani menunjukkan angka yang relatif tetap yaitu sekitar 10-11 g/org/hr. Angka tersebut belum memenuhi anjuran ketersediaan protein dari pangan hewani sebesar 15 g/org/hr yang komposisinya terdiri atas 9 g protein ikan dan 6 g protein ternak. Tabel 5. Komposisi Ketersediaan Pangan berdasarkan Kontribusi Energi dan Protein Kelompok Pangan 1995-1998 Kelompok Bahan Makanan Padi-padian Makanan berpati Gula Buah biji berminyak & kacang-kacangan Buah-buahan Sayur-sayuran Daging Telur Susu Ikan Minyak dan lemak
Kontribusi Energi (%) 1995 1996 1997 1998 62.46 63.7 66.15 64.83 6.33 6.8 7.25 6.86 5.2 5.39 5.77 4.19
Kontribusi Protein (%) 1995 1996 1997 1998 56.45 58.07 58.58 60.82 2.51 2.68 2.74 2.78 0.06 0.06 0.06 0.05
7.59
7.3
7.12
6.24
21.37
20.77
18.73
16.10
2.1 1.58 1.26 0.42 0.36 1.1 1.62
1.6 1.28 1.28 0.47 0.28 1.1 10.8
1.83 1.14 1.31 0.48 0.31 1.28 7.36
1.73 1.35 0.97 0.35 0.24 1.25 11.99
1.09 3.54 3.61 1.52 0.87 8.87 0.11
0.84 2.96 2.93 1.6 0.7 9.3 0.08
0.93 2.49 3.84 1.65 0.69 10.29 0.01
0.89 3.09 3.17 1.16 0.59 11.28 0.06
Jumlah 100,0 100,0 100,0 100.00 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Deptan diolah Oleh PSKPG IPB dan Kantor Meneg Pangan dan Hortikultura (1999)
Ketersediaan Energi dan protein per kapita per hari menurut propinsi tahun 1998 dapat dilihat pada Lampiran Tabel Ketersediaan Energi dan Ketersediaan Protein.
B. Mutu dan Keamanan Pangan Gambaran keadaan mutu dan keamanan pangan selama beberapa tahun terakhir masih menunjukkan adanya permasalahan yang diindikasikan oleh: 1. Masih adanya peredaran produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan, khususnya dalam penggunaan bahan tambahan makanan seperti pewarna berbahaya (rhodamin B, methanil yellow dan amaranth), pemanis buatan yang digunakan untuk makanan jajanan (siklamat dan sakarin), formalin dan boraks untuk mengawetkan beberapa produk pangan. 19
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
2. Dalam hal label dan iklan, hasil survei Ditjen POM Departemen Kesehatan tahun 1998/1999 menemukan sebanyak 22.5 persen dari contoh produk pangan yang diperiksa tidak memenuhi persyaratan label. Sedangkan survei pada tahun 1999/2000 menemukan sebanyak 13.70 persen produk pangan tidak memenuhi persyaratan dan informasi label kurang lengkap. Disamping label yang tidak memenuhi syarat, di pasaran masih cukup banyak ditemukan beredarnya produk pangan yang telah kedaluwarsa. 3. Masih banyak dijumpai kasus keracunan makanan. Pada tahun 1995 dilaporkan sejumlah 1.795 kasus dengan 37 korban yang meninggal. Selanjutnya pada tahun 1998 dilaporkan 1.078 kasus keracunan dengan 9 kasus yang meninggal (Tabel 6). Tabel 6. Jumlah Kasus Keracunan dan Kematian karena Ketidakamanan Pangan Tahun 1995 1996 1997 1998
Jumlah kasus keracunan 1.795 2.308 3.919 1.078
Jumlah kematian 37 31 6 9
Sumber: Profil Kesehatan Indonesia, Depkes (1996-1999)
4. Masih rendahnya tanggungjawab dan kesadaran produsen serta distributor tentang keamanan pangan yang diproduksi/diperdagangkannya, yang diindikasikan oleh masih rendahnya penerapan cara bertani yang baik, cara penanganan pangan yang baik dan cara pengolahan pangan yang baik dan pengendalian titik kritis dan analisis bahaya, dan pendistribusian yang baik. Pemeriksaan terhadap sarana produksi makanan/minuman dari 506 unit skala rumahtangga, 1818 menengah dan besar pada tahun 1999/2000 menemukan sejumlah masing-masing 44,9% dan 60,5% sarana tidak memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi. Pemeriksaan terhadap sarana distribusi produk pangan dalam hal sanitasi, bangunan dan fasilitas yang digunakan, serta produk yang dijual tahun 1999/2000 menemukan sebanyak 18,33% sarana yang tidak memenuhi syarat sebagai distributor makanan. 5. Masih kurangnya kepedulian dan pengetahuan konsumen terhadap keamanan pangan yang dicerminkan dari sedikitnya konsumen yang menuntut produsen untuk menghasilkan produk pangan dan bermutu serta klaim konsumen jika produk pangan yang dibeli tidak sesuai dengan informasi yang tercantum pada label maupun iklan.
20
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
C. Konsumsi Pangan Informasi konsumsi pangan tingkat rumahtangga diperoleh dari hasil kajian pemantauan konsumsi gizi (PKG) yang dilakukan setiap tahun oleh Direktorat Gizi Masyarakat. Kajian konsumsi energi dan protein juga dilakukan berdasarkan data Susenas tahun 1996 dan 1999 yang disajikan menurut Propinsi. Menurut hasil PKG ditemukan secara umum rata-rata konsumsi energi dan protein dari tahun 1995 sampai dengan 1998 tidak mengalami perubahan yang nyata dan berkisar antara 2.150 KKal dan 46,2 gram protein (Tabel 7). Tabel 7. Rata-rata dan tingkat kecukupan konsumsi Energi dan Protein per kapita per hari (PKG 1995-1998) Tahun 1995 1996 1997 1998
Energi Rata2 1999 1969 2050 1990
Protein %AKG 93,0 91,6 95,3 92,6
Rata2 46,0 49,5 49,9 49,1
%AKG 99,6 106,5 108,0 106,3
Ketahanan pangan tingkat rumahtangga terlihat bermasalah setelah dihitung jumlah rumahtangga yang mengkonsumsi energi kurang dari 1500 Kkal atau kurang dari 32 gram protein per kapita per hari (<70% dari Angka Kecukupan Gizi). Pada tahun 1995 terdeteksi 49% rumahtangga di wilayah perkotaan dan 53% di wilayah pedesaan mengalami defisit energi. Ada tendensi pengurangan prevalensi tahun 1996, akan tetapi rumahtangga dengan defisit energi ini meningkat lagi dari tahun 1997 ke tahun 1998. Dampak krisis terlihat pada beberapa wilayah Propinsi dari meningkatnya prevalensi rumahtangga dengan defisit eenrgi dari tahun 1997 ke tahun 1998. Masalah ketahanan pangan tingkat rumahtangga ini semakin jelas terutama pada keluarga dengan anggota rumahtangga 8 atau lebih. Pola yang sama terjadi pada defisit protein, dimana masalah ketahanan pangan sudah muncul dengan tingginya prevalensi rumahtangga defisit protein pada tahun 1995, berkurang pada tahun 1996 dan mulai meningkat lagi pada tahun 1997 dan 1998. Pola pangan penduduk Indonesia masih di warnai dengan tingginya kontribusi karbohidrat terhadap total energi yang dikonsumsi sehari-hari, dengan tendensi yang tidak berubah semenjak tahun 1995. Kontribusi protein terhadap total energi masih sekitar 9-10% semenjak tahun 1995, dengan kontribusi lemak yang cenderung cukup semenjak tahun 1995 (12-17%).
21
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Untuk zat gizi mikro, penilaian dilakukan dengan melihat gambaran umum asupan vitamin: A, B1, dan C; serta asupan mineral: Kalsium, Fosfor dan Zat Besi. Disimpulkan asupan rata-rata vitamin A sudah melebihi ketentuan Angka Kecukupan Gizi (AKG), sementara asupan Vitamin B1 hanya 50% AKG dan asupan vitamin C mendekati AKG. Sedangkan asupan mineral sangat bermasalah untuk Kalsium dan Zat besi. Asupan kalsium kurang dari 50% AKG sedangkan zat besi berkisar antara 70% AKG. Walaupun secara umum asupan rata-rata energi maupun protein tidak terpengaruh dari krisis, akan tetapi masalah ketahanan pangan tingkat rumahtangga masih cukup serius. Dari dampak krisis, terlihat adanya gejala perubahan pola pangan yang cenderung mengkonsumsi lebih banyak jenis padipadian dan berkurangnya pangan hewani dan buah-buahan. Adanya kecenderungan kurangnya asupan Vitamin B1, Kalsium dan Zat besi dari sebelum dan selama krisis, dibutuhkan intervensi segera untuk ketiga jenis zat gizi mikro tersebut. Hasil kajian terhadap data Susenas menunjukkan bahwa secara nasional rata-rata tingkat konsumsi pada tahun 1996 berturut-turut sebesar 91,8% AKG untuk energy dan 109,0% AKG untuk protein, sedangkan pada tahun 1999 sebesar 84,0% AKG untuk energi dan 97,4% AKG untuk protein. Data tingkat nasional ini menunjukkan adanya penurunan tingkat konsumsi untuk energi dan protein yang cukup bermakna (Lihat Lampiran Tabel Konsumsi Energi dan Protein Per Kapita per hari menurut Propinsi tahun 1996-1999). Hal ini sejalan dengan temuan kajian data PKG tingkat rumahtangga yang menunjukkan penurunan rata-rata konsumsi energi dan meningkatnya jumlah rumahtangga defisit energi. Pembandingan hasil PKG 1995 dan Susenas 1996 dan PKG 1998 dengan Susenas 1999 di atas masih dimungkinan karena pelaksanaan pengumpulan data kedua jenis survei tersebut terpaut 2-3 bulan. PKG biasanya dilakukan pada bulanbulan September-Oktober, dan Susenas dilakukan pada bulan-bulan JanuariFebruari.
22
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
D. Status Gizi Masyarakat Data keadaan masyarakat yang disajikan di bawah diperoleh dari hasil survei gizi nasional (vitamin A, GAKY, KEP), survei sosio-ekonomi nasional (SUSENAS), survei kesehatan rumahtangga (SKRT), dan dari survei gizi lainnya yang bersifat terserak. 1. Kurang Energi dan Protein (KEP) Data Susenas6 menunjukan data gizi-kurang menurun dari 37,5%, 35,6%, 31,6%, 29,5% dan 26,4% berturut-turut dari tahun 1989, 1992, 1995, 1998 dan 1999. Tetapi untuk kasus gizi buruk terjadi peningkatan pada tahun 1989 dari 6,3% menjadi 11,4% tahun 1995 (Lihat Gambar 1). Untuk prevalensi menurut propinsi berdasarkan Susenas 1999, dapat dilihat pada lampiran Peta Prevalensi Gizi Kurang dan Gizi Buruk pada balita menurut Propinsi. Pada tahun 1998 prevalensi gizi buruk relatif tetap dan kemudian menurun sedikit pada tahun 1999. Data ini menunjukkan bahwa sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia keadaan gizi sudah memburuk (1995). Data ini juga mengindikasikan adanya prakondisi sebagai pemicu lahirnya marasmus dan kwashiorkor pada saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Menurunnya keadaan gizi ini lebih terlihat pada kelompok anak usia 6-23 bulan. Pada tahun 1999 diperkirakan sekitar 1,7 juta balita di Indonesia menderita keadaan gizi buruk menurut berat badan dan umur. Sekitar 10% dari 1,7 juta balita ini (sekitar 170.000 balita) menderita gizi buruk tingkat berat seperti marasmus, kwashiorkor atau bentuk kombinasi marasmik-kwashiorkor. Data jumlah balita gizi buruk tingkat berat yang tercatat di Departemen Kesehatan sampai akhir 1999 berdasarkan laporan KLB-gizi buruk hanya sekitar 24.000 balita7. Ledakan gizi buruk pada saat terlanda krisis ekonomi mengisyaratkan lemahnya ketahanan pangan di rumahtangga terutama golongan miskin. Secara teoritis melemahnya ketahanan pangan dapat mengakibatkan menurunnya konsumsi zat gizi baik makro maupun mikro untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
6 7
Jahari, A. dkk. Perkembangan keadaan gizi balita pada sebelum dan selama krisis. Pusat Data dan Informasi Kesehatan. Laporan KLB Gizi buruk sampai dengan akhir 1999. 23
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
GAMBAR 1 KECENDERUNGAN KURANG ENERGI PROTEIN (GIZI-KURANG) PADA BALITA (SUSENAS 1989-1999) 40
37.5
35.6
35
31.6
30
• Berat Badan Rendah : 29.5 26.4
turun dari 37.5 % (1989) menjadi 26.4 % (1999)
25 20 15 10
11.6 6.3
7.2
1989
1992
10.1
8.1
5 0 1995
1998
1999
• Berat Badan Sangat Rendah : meningkat sejak 1995 dan turun pada tahun 1999.
Dampak KEP pada anak balita berkelanjutan pada anak usia sekolah. Hasil Survei Tinggi Badan anak Baru masuk Sekolah (TB-ABS) di lima Propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, Maluku dan Irian Jaya) pada tahun 1994 dan tahun 1998 menunjukan prevalensi gangguan pertumbuhan anak usia 5-9 tahun masingmasing 42,4% dan 37,8%. Terjadi penurunan 4,6% yang cukup berarti, tetapi secara umum, prevalensi gangguan pertumbuhan ini masih sangat tinggi8. 2. Kurang Energi Kronis (KEK) pada Dewasa Data Susenas tahun 1999 menunjukkan bahwa status gizi pada wanita usia subur (WUS) yang menderita risiko KEK (Lila <23,5 cm) sebanyak 24,2%, dimana keadaan di pedesaan sedikit lebih buruk dari perkotaan, yaitu 25,9% di pedesaan dan 22,5% di perkotaan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994. Ibu hamil yang menderita KEK berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR); diperkitakan prevalensi BBLR sebesar 10 – 14%. Hasil analisis IMT pada 27 ibukota Propinsi menunjukkan KEK pada wanita dewasa (IMT<18,5) sebesar 15,1%9. Studi terbatas di Jawa Tengah pada wanita
8 9
Dit. Gizi Masyarakat, 2000. Hasil analisis data TBABS di lima provinsi tahun 1994-1998. Dit. Gizi Masyarakat, 1999. Hasil analisis IMT di 27 Ibukota Provinsi. 24
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
usia produktif menunjukan angka KEK (IMT <18,5) meningkat 2 kali lipat diikuti dengan ibu yang menderita anemi gizi meningkat sebanyak 5%10. 3. Anemia Gizi Data anemia yang tersedia berdasarkan Survei Kesehatan Rumahtangga (SKRT 1995) menunjukkan bahwa 50,9% ibu hamil, 40,5% balita, 47,3% anak usia sekolah, 57,1% remaja puteri, 39,5% WUS, 48,9% Usia produktif dan 57,9 usia lanjut menderita anemi gizi. Sedangkan berdasarkan beberapa studi terbatas diperkirakan 30% tenaga kerja wanita menderita anemia. (Lihat tabel 7) Studi terbatas menurut survei di Jawa Barat menunjukkan prevalensi anemia gizi sebesar 62,2% pada ibu hamil. Sedangkan survei di Jawa Tengah menunjukkan prevalensi anemia gizi sebesar 57,7% pada ibu hamil dan 63,9% pada anak balita. Tabel 7 Prevalensi Anemia Gizi, Indonesia (SKRT 1995) Kelompok Umur Balita Usia sekolah 10-14 tahun 15-44 tahun 45-54 tahun 55-64 tahun >65 tahun Ibu hamil Ibu menyusui
Laki-laki 35,7 46,4 45,8 58,3 53,7 62,5 70,0
Perempuan 45,2 48,0 57,1 39,5 39,5 40,5 45,8
Total 40,5 47,3 51,5 48,9 48,9 51,5 57,9 50,9 45,1
4. Kurang Vitamin A (KVA) Walaupun pada tahun 1992 bahaya kebutaan akibat kekurangan Vitamin A mampu diturunkan secara bermakna (X1b<0,5%), tetapi 50,2% balita masih menderita KVA sub klinis (serum retinol <20 Ug/dl). Selama krisis ekonomi melanda Indonesia terdapat indikasi meningkatnya masalah kurang Vitamin A pada ibu dan balita di daerah miskin perkotaan. 5. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) Survei pemetaan nasional GAKY 1998 National menunjukkan sebanyak 9.8% anak usia sekolah menderita Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Survei ini juga menunjukkan bahwa sebanyak 653 kecamatan dikategorikan daerah 10
HKI 1999. Crisis Bulletin. Issue 7, November 1999. 25
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
endemik berat dan sedang, 1169 kecamatan dengan kategori endemik ringan, dan 2186 kecamatan non-endemik. Secara keseluruhan terdapat sekitar 73,6 juta penduduk tinggal di daerah risiko GAKY. (Lihat Lampiran Peta Prevalensi Gondok Anak Sekolah 1998 menurut Propinsi). Untuk rincian jumlah kecamatan dan jumlah penduduk berisiko GAKY dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8 Jumlah Kecamatan dan Penduduk berisiko GAKY, 1996/1998 Endemisitas Berat Sedang Ringan Non-Endemik
Kecamatan Jumlah % 354 8,8 299 7,5 1169 29,2 2186 54,5
Penduduk Berisiko Jumlah % 11.209.169 5,6 12.251.805 6,1 50.182.152 25,1 126.356.874 63,2
Sumber: Puslitbang Gizi, Hasil Survei Pemetaan GAKY, 1996/1998.
6. Masalah Kurang Zat Gizi Mikro lainnya Masalah zat gizi mikro lainnya yang sudah teridentifikasi pada beberapa lokasi adalah masalah kurang seng (Zn). Dari hasil studi skala kecil (tahun 19971999) di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Lombok ditemukan sebanyak 6-39,8% bayi menderita kurang seng. Studi lain di NTT tahun 1996 menunjukkan sebanyak 72% Ibu hamil menderita kurang seng. Sedangkan di Jawa Tengah (Satoto, 1998) ditemukan sebanyak 70% Ibu hamil menderita kurang Seng. Data terserak tersebut menunjukkan bahwa masalah kurang Seng sudah harus mendapat perhatian serius. 7. Masalah gizi di Institusi Masalah gizi seperti anemia gizi yang mengakibatkan rendahnya produktivitas kerja masih banyak ditemukan di Institusi, seperti Pabrik dan Sekolah. Demikian juga masalah KEP masih banyak cukup tinggi ditemukan dikalangan anak sekolah. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa keadaan gizi di Institusi masih belum terjangkau dengan baik oleh program. Oleh karena itu, upaya perbaikan gizi di Institusi perlu ditingkatkan. 8. Masalah Gizi-lebih Masalah gizi-lebih sudah mulai terlihat terutama di kota besar. Survei IMT pada 27 Ibukota Propinsi menunjukkan prevalensi gizi-lebih sebesar 6,8 pada lakilaki dewasa dan 13,5% pada perempuan dewasa. Sedangkan menurut Susenas 1999 prevalensi gizi-lebih pada balita sebesar 5,2%. 26
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
9. Masalah Gizi di tempat pengungsian Akhir-akhir ini banyak terjadi kerusuhan sosial ataupun bencana alam yang diikuti oleh banyak penduduk yang mengungsi. Di tempat pengungsian tidak selalu tersedia sarana dan prasarana yang memadai untuk hidup layak. Sebagai konsekuensinya, diduga akan banyak masalah yang dihadapi oleh pengungsi termasuk diantaranya masalah kesehatan dan gizi. Hasil survei cepat yang dilakukan UNICEF di lokasi pengungsian NTT tahun 1999 menunjukkan bahwa sekitar 24% anak balita menderita gizi-kurang akut (diukur dengan berat badan menurut tinggi badan). Menurut UNHCR, tingkat prevalensi sebesar ini sudah berada pada keadaan gizi yang kritis (di atas 15%). Oleh karena itu, perlu antisipasi pelayanan kesehatan dan gizi yang memiliki mobilitas cepat untuk penanganan masalah gizi yang dialami oleh para pengungsi.
E. Ketersediaan Data tingkat Kabupaten/Kota Untuk menjalankan program yang baik diperlukan perencanaan yang baik. Selanjutnya untuk membuat perencanaan yang baik diperlukan keberadaan informasi /data permasalahan pangan dan gizi yang memadai dan berkualitas di setiap tingkat administrasi. Seperti diketahui bahwa buku RAPGN ini banyak didasarkan pada data/informasi yang bersifat nasional. Sehingga informasi yang ada dalam buku ini tidak bisa digunakan untuk membuat Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah (RAPGD). Dilain pihak informasi/data yang tersedia di tingkat kabupaten/kota ke bawah, banyak yang tidak lengkap (tidak tersedia dengan baik), atau kualitasnya kurang baik. Oleh karena itu, untuk dapat menyusun RAPGD perlu dilakukan pembenahan terhadap ketersediaan data, kualitas data dan sumber informasinya. Beberapa cara untuk menanggulangi masalah ketersediaan data di atas dapat dilakukan melalui : a) Survei Cepat; b) Kajian dari hasil laporan Posyandu; c) Pembenahan sistim pencatatan dan pelaporan data.
27
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
IV. TUJUAN DAN SASARAN
A. Tujuan umum Menjamin ketahanan pangan tingkat keluarga, mencegah, dan menurunkan masalah gizi, untuk mewujudkan hidup sehat dan status gizi optimal.
B. Tujuan khusus 1. Meningkatkan ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup, kualitas yang memadai dan tersedia sepanjang waktu, melalui peningkatan produksi, produktivitas dan penganekaragaman serta pengembangan produk olahan. 2. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk memantapkan ketahanan pangan tingkat rumahtangga. 3. Meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik dengan menurunkan prevalensi gizi-kurang dan gizi-lebih. 4. Meningkatkan kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan status gizi untuk mencapai hidup sehat.
C. Sasaran Untuk mencapai tujuan tersebut, ditetapkan sasaran nasional pembangunan di bidang pangan dan gizi tahun 2001-2005. Sedangkan sasaran di tingkat daerah harus direncanakan sesuai dengan potensi daerah dan status gizi yang akan dicapai. Sasaran di tingkat nasional adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya produksi padi sebesar 2.21 persen per tahun (dari 50,07 juta ton tahun 2000 menjadi 55,85 juta ton tahun 2005) secara berkelanjutan untuk memantapkan ketahanan pangan nasional. 2. Meningkatnya produksi pangan sumber karbohidrat alternatif non-beras yang berakar pada sumberdaya dan budaya lokal : 1) jagung sebesar 7,19 persen per tahun dari 9,17 juta ton menjadi 12,87 juta ton;
28
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
2) ubikayu sebesar 2,84 persen per tahun, dari 15,53 juta ton menjadi 17,86 juta ton; 3) ubijalar sebesar 6,21 persen per tahun, dari 1,51 juta ton menjadi 2,01 juta ton 3. Meningkatnya produksi pangan sumber protein, vitamin dan mineral untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. 1) Protein nabati a) kedelai sebesar 9,70 persen per tahun, dari 1,20 juta ton menjadi 1,85 juta ton; b) kacang tanah sebesar 3,63 persen per tahun, dari 649,0 ribu ton menjadi 771,7 ribu ton; c) kacang hijau sebesar 3,65 persen per tahun, dari 262,8 ribu ton menjadi 311,9 ribu ton 2) Protein hewani a) daging sebesar 2,03 persen per tahun, dari 1,25 juta ton menjadi 1,56 juta ton; b) telur sebesar 1,93 persen per tahun, dari 537,1 ribu ton menjadi 664,2 ribu ton; c) susu sebesar 0,97 persen per tahun, dari 390,0 ribu ton menjadi 429,2 ribu ton) 3) Vitamin dan mineral a) sayuran meningkat sebesar 11,87 persen per tahun, dari 626,1 ribu ton; b) buah-buahan meningkat sebesar 18,52 persen per tahun, dari 622,8 ribu ton 4. Tercapainya konsumsi gizi seimbang dengan rata-rata konsumsi energi sebesar 2.200 kkal per kapita per hari dan protein 50 gram per kapita per hari 5. Meningkatnya ketersediaan aneka ragam pangan di tingkat wilayah dengan volume yang sesuai kebutuhan gizi masyarakat di wilayah yang bersangkutan. 6. Meningkatnya ketersediaan aneka ragam pangan di tingkat rumahtangga sesuai dengan kebutuhan pangan dan gizinya 7. Meningkatnya keanekaragaman dan kualitas konsumsi pangan masyarakat 8. Menurunnya prevalensi gizi-kurang pada anak balita dari 26,4% (1999) menjadi 20% (2005) dan gizi buruk dari 8,1% (1999) menjadi 5% (2005).
29
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
9. Menurunnya prevalensi GAKY berdasarkan TGR menjadi setinggi-tingginya 5% dan eliminasi kretin baru. 10. Menurunnya anemia gizi pada ibu hamil menjadi 40% dan kurang energi kronis (KEK) ibu hamil menjadi 20% 11. Tidak ditemukan KVA pada balita dan ibu hamil. 12. Mencegah meningkatnya prevalensi gizi-lebih pada anak balita dan dewasa menjadi setinggi-tingginya 3% dan 10% 13. Menurunnya prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) menjadi setinggitingginya 7%. 14. Meningkatnya jumlah rumahtangga yang mengkonsumsi garam beryodium menjadi 90% 15. Meningkatnya pemberian ASI eksklusif menjadi 80% 16. Meningkatnya pemberian MP-ASI yang baik mulai usia bayi 4 bulan 17. Sekurang-kurangnya 80% keluarga telah mandiri sadar gizi 18. Meningkatnya mutu dan keamanan pangan
30
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
V. KEBIJAKAN DAN STRATEGI BIDANG PANGAN DAN GIZI
Mengingat penyebab langsung maupun penyebab tidak langsung masalah gizi yang sangat kompleks, seperti terilhat pada bagan 1, maka kebijakan pangan dan gizi harus mencakup berbagai faktor dan menjangkau berbagai faktor dan menjangkau berbagai sektor yang komprehensif. Rancangan program yang tepat akan memberi kontribusi langsung pada percepatan penurunan masalah gizi, meningkatkan dampak intervensi dan meningkatkan efektivitas pendayagunaan sumberdaya. Sebagai contoh, pengalaman sektor pertanian skala kecil dengan pemberdayaan perempuan dalam kepemilikan tanah dan perolehan pendapatan disertai akses pada air bersih, pendidikan dan pelayanan kesehatan yang bermutu secara nyata telah memberikan dampak positif pada gizi masyarakat. Disamping itu program kesejahteraan sosial yang terarah pada kelompok miskin dan kelompok rawan dan peraturan perundangan yang kondusif bagi sektor swasta yang berperan serta dalam menangani masalah gizi bahkan akan meningkatkan investasi sumberdaya untuk menanggulangi masalah pangan dan gizi.
A. KEBIJAKAN 1. Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis keluarga dan kemampuan produksi, keragaman sumberdaya bahan pangan serta kelembagaan dan budaya lokal. 2. Pengembangan agribisnis Mengembangkan agribisnis komoditas pangan yang berorientasi global dengan membangun keunggulan kompetitif produk-produk daerah berdasarkan kompetensi dan keunggulan komparatif sumberdaya alam dan sumberdaya manusia daerah yang bersangkutan.
31
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
3. Pola pengasuhan Kemampuan perempuan untuk mengambil keputusan yang berdampak luas pada kehidupan seluruh anggota keluarga menjadi dasar penyediaan pola pengasuhan yang tepat dan bermutu pada anak termasuk asuhan nutrisi. 4. Desentralisasi Pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur sistem pemerintahan sendiri dan menyelenggarakan upaya penanganan masalah pangan dan gizi harus mulai dari masalah dan potensi spesifik masingmasing daerah. 5. Pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Masalah gizi mempunyai asosiasi kuat dengan Produk Domestik Bruto dan mempunyai variasi luas pada tingkat pendapatan keluarga. Pada dasarnya kemampuan daya beli pangan dan akses pelayanan sosial sangat mempengaruhi keadaan gizi masyarakat.
B. Strategi Untuk melaksanakan kebijakan pangan dan gizi akan ditempuh strategi pokok sebagai acuan pembangunan pangan dan gizi nasional maupun daerah, sebagai berikut: 1. Pemberdayaan keluarga dan masyarakat Upaya perbaikan gizi dilakukan dengan meningkatkan kemandirian melalui kegiatan yang berbasis masyarakat dengan fokus keluarga sadar gizi agar mereka dapat mengenal dan mencoba mencari penyelesaian masalah pangan dan gizi. Secara khusus perhatian harus diarahkan pada kelompok rentan yaitu bayi, anak balita, dan wanita usia subur termasuk ibu hamil dan ibu menyusui. Dalam kehidupan bermasyarakat harus timbul kepedulian pada lingkungan termasuk kebersamaan memerangi kelaparan dan peduli gizi buruk. Dengan demikian sumberdaya masyarakat dapat digali secara nasional untuk kesejahteraan sosial lingkungannya. 2. Pemantapan kelembagaan pangan dan gizi. Keberadaan lembaga yang berfungsi mengakomodasi kerjasama berbagai sektor termasuk pemerintah, swasta dan LSM sangat penting untuk mendeteksi kelemahan program yang sedang berjalan dan mengintensifkan koordinasi upaya 32
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
penanggulangannya. Dengan sinergi yang mantap diharapkan masalah pangan dan gizi diselesaikan dalam waktu cepat dan tepat sehingga ancaman penurunan kualitas SDM dimasa mendatang dapat dicegah. 3. Pemantapan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG). Pemantapan SKPG harus tetap dilaksanakan agar selalu berjalan pada setiap kondisi baik krisis maupun tidak. SKPG yang berjalan dengan baik memungkinkan akses pada informasi untuk pengambilan keputusan yang cepat dan benar, sehingga prinsip deteksi dini masalah dapat segera diantisipasi. 4. Advokasi dan mobilisasi sosial. Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atau akan diselenggarakan harus berdampak pada tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Untuk terselenggaranya pembangunan yang memberikan kontribusi positif pada kesehatan perlu dilaksanakan advokasi dan sosialisasi sehingga semua pihak yang terkait (stake holders) memahami dan mampu menjabarkan secara operasional dan terukur untuk pencapaian hasil dan dampak yang diharapkan. 5. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran peraturan perundangan tentang pangan dan gizi termasuk fortifikasi pangan dan peraturan tentang iklan dan label pangan. Berbagai regulasi harus diterapkan untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen pangan dan makanan olahan termasuk perlindungan terhadap hak asasi bayi untuk memperoleh air susu ibu. Pengawasan mutu dan keamanan pangan menjadi sangat penting agar pemerintah tegas dalam penerapan sanksi untuk melindungi masyarakat disatu pihak dan dilain pihak tetap memberikan iklim kondusif bagi produsen untuk berpartisipasi dalam penyediaan pangan dan perbaikan gizi masyarakat. 6. Peningkatan mutu dan cakupan pelayanan gizi melalui penerapan paradigma sehat dan profesionalisme petugas untuk mempercepat pencapaian Indonesia sehat 2010, Propinsi sehat, Kabupaten/Kota sehat.
33
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
..
VI. PEMANTAPAN DAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
.
A. PEMANTAPAN KELEMBAGAAN Masalah pangan dan gizi bersifat multi dimensi, oleh karena itu penanganannya harus bersifat multi sektoral dan multi disiplin: Pertanian, Kesehatan, Industri-Perdagangan, dan Pendidikan dengan pemberdayaan masyarakat termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat dan Swasta. Agar supaya pelaksanaan program pangan dan gizi berdaya guna dan berhasil guna, maka upaya tersebut perlu dilaksanakan secara terkoordinasi mulai dari penetapan kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai pada monitoring dan evaluasi. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya kelembagaan yang spesifik, dengan tugas pokok dan fungsi yang jelas, baik di pusat maupun di daerah. Kelembagaan yang diperlukan meliputi : 1. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang perumusan kebijakan; 2. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang penelitian; 3. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang pendidikan dan pelatihan; 4. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi pelaksanaan; 5. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi); dan 6. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang pendampingan dan pemberdayaan masyarakat termasuk LSM dan Swasta. Dewasa ini kelembagaan khusus yang mempunya tugas pokok dan fungsi dalam bidang penelitian, pendidikan dan pelatihan, serta pelaksanaan program telah ada dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Sedangkan kelembagaan khusus yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam bidang penetapan kebijakan serta kelembagaan yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam bidang KIE dan bidang 34
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
pendampingan/pemberdayaan masyarakat belum terwujud. Kegiatan dalam bidang penetapan kebijakan, pendampingan dan pemberdayaan masyarakat dilaksanakan oleh berbagai kelembagaan yang ada tersebut bersamaan dengan pelaksanaan fungsi dan tugas pokok masing-masing. Mengingat luasnya dan kompleknya masalah pangan dan gizi, yang akan berdampak pada pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia, maka penanganannya perlu mendapat prioritas denga seksama secara terkoordinasikan. Untuk mewujudkan hal tersebut. Dalam jangka pendek kelembagaan-kelembagaan yang perlu diberdayakan secara optimal. Agar hasil yang dicapai oleh masingmasing lembaga tersebut lebih berdaya guna dan berhasil guna, perlu dilakukan upaya pemantapan bai terhadap kelembagaan yang ada ditingkat Pusat maupun yang ada di Daerah. Upaya tersebut meliputi : 1. Penguatan tugas pokok dan fungsi 2. Penguatan sumber daya (fisik dan manusia) 3. Penguatan metode dan sistem termasuk sistem informasi. 1. Penguatan tugas pokok dan fungsi kelembagaan ditingkat Pusat : a. Peningkatan tugas dan fungsi Tim SKPG Pusat menjadi Tim Pangan dan Gizi Nasional dengan tugas pokok membantu Menteri terkait dalam merumuskan kebijakan pangan dan gizi, standarisasi, akreditasi, dan terkoordinasi dalam pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi program. b. Mengintegrasikan berbagai kegiatan dalam bidang KIE, pendampingan dan pemberdayaan masyarakat ke dalam lembaga-lembaga yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam pelaksanaan di sektor terkait, baik Pemerintah maupun Non Pemerintah. c. Penajaman tugas dan fungsi lembaga penelitian bidang pangan dan gizi untuk penyediaan data terkini bagi perumusan kebijakan. d. Penajaman tugas dan fungsi lembaga pendidikan dalam menghasilkan tenaga multi strata di bidang pangan dan gizi yang bermutu sesuai dengan kebutuhan program. 2. Penguatan tugas pokok fungsi kelembagaan di tingkat Daerah : a. Penguatan tugas pokok dan fungsi Tim Pangan dan Gizi (TPG) Daerah dalam perumusan kebijakan pangan dan gizi setempat, dan koordinasi dalam pelaksanaan program dan evaluasi.
35
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
b. Pemberdayaan lembaga penelitian dan pendidikan yang ada di daerah untuk menunjang perumusan kebijakan dan pelaksanaan program. c. Penguatan tugas pokok dan fungsi sektor terkait dalam pelaksanaan program pangan dan gizi di daerah melalui penyediaan dan peningkatan sumber daya (fisik dan manusia) sesuai misi masing-masing sektor yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat dalam rangka menuju visi yang sama.
B. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN Untuk masa mendatang dan sesuai dengan rencana pelaksanaan UU No 22 dan No 25 tahun 1999 serta PP No 25 tahun 2000 yang penerapannya akan dimulai pada tahun 2001, diperlukan pengembangan kelembagaan pangan dan gizi di Pusat maupun di Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut tugas dan fungsi kelembagaan tingkat Pusat lebih ditekankan pada perumusan kebijakan, pengembangan koordinasi, advokasi, standarisasi, sertifikasi, akreditasi, monitoring dan evaluasi serta pengaturan bantuan luar negeri. Bertolak dari pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan upaya pemantapan dan pengembangan kelembagaan dibidang pangan dan gizi yang sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut di atas, sehingga di masa mendatang kelembagaan di bidang pangan dan gizi akan meliputi 6 (enam) kelembagaan seperti telah disebutkan diatas, yaitu : Kelembagaan di bidang penetapan kebijakan, penelitian, pelaksanaan program, pendidikan dan pelatihan, KIE, dan pemberdayaan/ pendampingan masyarakat. 1. Pengembangan kelembagaan di tingkat Pusat Kelembagaan di bidang pangan dan gizi yang perlu dikembangkan adalah :
a. Kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi dalam penetapan kebijakan. Oleh karenanya perlu dibentuk suatu Instansi/Lembaga non struktural, yang berfungsi memberi nasihat dan membantu Pemerintah dalam perumusan kebijakan, mengkoordinasikan kegiatan standarisasi, sertifikasi, akreditasi, monitoring dan evaluasi. Keanggotaannya terdiri dari : (1) para pakar berbagai disiplin ilmu terkait, seperti pangan, gizi, kemasyarakatan, pendidikan, kesehatan, kependudukan, pertanian, industri, tehnologi, dll.; (2) Organisasi Profesi; (3) LSM; (4) Swasta; (5) Perwakilan sektor terkait, seperti Departemen Pertanian, Kesehatan, Pendidikan, Industri/Perdagangan, BULOG, BKKBN, dll.
36
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Tugas dan fungsi Instansi/Lembaga tersebut adalah membantu Pemerintah dalam : 1). Merumuskan kebijakan pangan dan gizi nasional, 2). Mengkoordinasikan implementasi kebijakan dan perumusan standarisasi, akreditasi,sertifikasi, monitoring dan evaluasi, 3). Mengembangan sistem informasi pangan dan gizi nasional sebagai basis indentifikasi masalah dan perumusan kebijakan pangan dan gizi nasional secara rutin, 4). Mengembangan model-model intervensi dan kaji tindak untuk pengembangan kebijakan dalam pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi. 5). Memberikan masukan bagi perumusan kebijakan pelatihan dan orientasi bagi tenaga pangan, gizi dan kesehatan. 6). Mengintegrasikan program penelitian dari berbagai pusat-pusat studi pangan, gizi dan kesehatan. Implementasi kebijakan yang dirumuskan oleh Instansi/Lembaga tersebut dilaksanakan oleh sektor-sektor terkait seperti Kesehatan, Pertanian, Industri, Perdagangan, Pendidikan, dll.
b. Kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi dalam bidang penelitian. Di samping keberadaan lembaga-lembaga penelitian yang telah dibentuk, di masa mendatang perlu dibentuk pusat-pusat studi dan pengembangan (R&D) dari berbagai bidang ilmu terkait dengan pangan dan gizi dalam satu wadah, sehingga kebijakan yang bersifat nasional mempunyai dukungan akademik yang cukup kuat.
c. Kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi KIE. Agar supaya seluruh lapisan masyarakat dapat memahami, menghayati dan melakukan tindakan yang mendukung keberhasilan program, perlu dibentuk suatu Instansi/Lembaga pemerintah yang didukung LSM, dengan tugas pokok mensosiaisasikan upaya peningkatan gizi masyarakat. Dengan demikian tugas dan fungsi Instansi/Lembaga tersebut adalah : 1). Menyebar luaskan informasi tentang pangan, gizi dan kesehatan secara luas, baik kepada institusi maupun kepada masyarakat. 2). Melakukan advokasi kepada sektor dalam pemerintah dan organisasi lain dalam bidang pangan dan gizi.
37
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
d. Kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi pemberdayaan/ pendampingan masyarakat. Keberhasilan program pangan dan gizi sangat dipengaruhi dan sangat tergantung dari peran aktif masyarat, LSM dan Swasta. Oleh karenanya kelompok tersebut perlu diberdayakan seoptimal mungkin. Untuk mewujudkan upaya tersebut perlu dibentuk Instansi/Lembaga pemerintah yang mempunyai tugas khusus dalam upaya peningkatan pemberdayaan, pembinaan dan bantuan teknis kepada masyarakat, LSM dan Swasta. 2. Pengembangan kelembagaan di tingkat Daerah. Instansi /Lembaga yang terkait dengan pangan dan gizi daerah yang telah dibentuk perlu dimantapkan dan ditingkatkan fungsinya. a. Tim Pangan dan Gizi daerah agar berfungsi sebagai instansi/lembaga yang merumuskan kebijakan pangan dan gizi daerah; mengkoodinasikan pelaksanaan program, advokasi, monitoring dan evaluasi; pengaturan bantuanbantuan serta meningkatkan upaya pemberdayaan masyarakat. b. Daerah dapat mengembangkan kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi dalam bidang KIE, pemberdayaan dan pendampingan masyarakat sesuai kebutuhan. Untuk mewujudkan kelembagaan tersebut di masa mendatang diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Pengembangan rancangan kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi dalam bidang perumusan kebijakan pangan dan gizi nasional tingkat Pusat, dan pengembangan tugas dan fungsi Tim Pangan dan Gizi Daerah. Penyusunan rancangan tersebut dilakukan oleh satu tim lintas sektor dan organisasi profesi yang terkait dengan pangan dan gizi. b. Diseminasi dan pemasaran sosial rancangan. Untuk mendapat masukan serta menampung aspirasi daerah maka rancangan tersebut perlu disebarluaskan ke berbagai pihak di pusat maupun di daerah untuk mendapatkan tanggapan dan saran-saran perbaikan. c. Pertemuan ahli. d. Pertemuan tersebut melalui suatu seminar, lokakarya yang dihadiri oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu dan profesi untuk mendapat tanggapan dan penyempurnaan. e. Perumusan akhir rancangan oleh tim penyusun. f. Pengusulan dan pengesahan rancangan. g. Rancangan selanjutnya direkomendasikan kepada Pemerintah untuk diatur dalam peraturan pemerintah dan diresmikan pembentukannya.
38
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Masalah pangan dan gizi bersifat multi dimensi, oleh karena itu penanganannya harus bersifat multi sektoral dan multi disiplin seperti Pertanian, Kesehatan, Industri-Perdagangan dan Pendidikan Kesehatan. Agar supaya pelaksanaan program pangan dan gizi berdaya guna dan berhasil guna, maka upaya tersebut perlu dilaksanakan secara terkoordinasi mulai dari penetapan kebijaksanaan, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai pada monitoring dan evaluasi. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya kelembagaan yang spesifik, dengan tugas pokok dan fungsi yang jelas, baik di pusat maupun di daerah. Kelembagaan yang diperlukan meliputi : 1. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang perumusan kebijaksanaan. 2. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang penelitian. 3. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang pendidikan dan latihan. 4. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi pelaksanaan Dewasa ini kelembagaan dimaksud telah ada dan telah melaksanakan fungsi dan tugas pokoknya. Namun demikian tiap lembaga belum memisahkan antara tugas penentu kebijakan dan tugas pelaksanaan serta bersifat sektoral. Di samping itu pembentukan kelembagaan masih terfokus pada bidang pelaksanaan penanganan masalah dan bidang pendukungnya yaitu penelitian, pendidikan dan pelatihan. Sedangkan pembentukan kelembagaan yang menangani penentuan kebijakan dan koordinasi pangan dan gizi belum terwujud. Sehubungan dengan masalah tersebut di atas dan mengingat bahwa program pangan dan gizi perlu dilaksananakan secara terkoordinasi, maka kelembagaan yang ada dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaannya. Agar pelaksanaan program dapat berdaya guna dan berhasil guna perlu dilakukan upaya pemantapan dan pengembangan secara bertahap baik di pusat maupun di daerah, yang mencakup : 1) Penguatan tugas pokok dan fungsi, 2) Penguatan sumber daya (fisik dan manusia), 3) Penguatan metode dan sistem termasuk sistem informasi. Penguatan tugas pokok dan fungsi di tingkat pusat meliputi : a. Penajaman tugas dan fungsi lembaga penelitian untuk penyediaan data terkini bagi perumusan kebijakan. b. Peningkatan tugas dan fungsi tim SKPG menjadi Tim Pangan dan Gizi Nasional dengan tugas pokok merumuskan kebijaksanaan dan koordinasi dalam pelaksanaan dan evaluasi program pangan dan gizi.
39
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
c. Penajaman tugas dan fungsi lembaga pendidikan dalam menghasilkan tenaga multi strata di bidang pangan dan gizi yang bermutu sesuai kebutuhan program. Penguatan tugas pokok dan fungsi di tingkat daerah meliputi : a. Penguatan tugas pokok dan fungsi Tim Pangan dan Gizi (TPG) daerah dalam perumusan kebijaksanaan program, dan koordinasi dalam implementasi program pangan dan gizi di daerah. b. Penguatan tugas dan fungsi sektor masing-masing dalam pelaksanaan program pangan dan gizi di daerah melalui penyediaan dan peningkatan sumber daya (fisik dan manusia) sesuai misi masing-masing sektor yang berbasis pemberdayaan masyarakat dalam rangka menuju visi yang sama.
40
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
VII. P R O G R A M
Program-program yang mendukung aksi pangan dan gizi disusun dengan mengacu kepada Program Pembangunan Nasional (Propenas 2001-2005) bidang Pertanian, Kesehatan dan Industri. Program-program dalam aksi pangan dan gizi ini dirancang sedemikian rupa, sehingga merupakan ramuan yang sinergis antara ketiga bidang tersebut di atas, dengan tetap memberi ruang gerak yang luas dalam implementasinya. Rincian program dimaksud adalah dapat dilhat pada Tabel 9.
A. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PANGAN DAN GIZI 1. Peningkatan Kemampuan Kelembagaan Produksi Pangan Tujuan : Meningkatkan kemampuan kelembagaan produksi pangan Strategi operasional : a) Pemberdayaan kelembagaan petani, kelembagaan penyuluhan dan kelembagaan pelayanan benih/bibit, perlindungan tanaman/hewan, pelayanan teknologi b) Pengembangan kemitraan antar lembaga produksi dan bisnis pangan. Kelompok Sasaran : a) Kelembagaan petani b) Kelembagaan penyuluhan c) Kelembagaan pelayanan usaha produksi dan agribisnis pangan. Kegiatan : a) Pelatihan petani, penyuluh, dan pengelola lembaga pelayanan usaha tani b) Penyempurnaan sistem, metode, prasarana dan sarana lembaga produksi dan pelayanan produksi pangan. c) Peningkatan kerjasama antara produsen pangan dengan pengusaha hulu dan hilir d) Peningkatan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan usaha jasa pelayanan pertanian
41
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Indikator Keberhasilan : a) Peningkatan kinerja kelembagaan produksi pangan b) Peningkatan kinerja kelembagaan pelayanan agribisnis pangan 2. Peningkatan Kinerja kelembagaan distribusi, cadangan pangan dan pemantauan situasi pangan Tujuan : Meningkatkan kinerja kelembagaan pemantauan situasi pangan
distribusi,
cadangan
pangan
dan
pangan
dan
Strategi operasional : Pemberdayaan kelembagaan pemantauan situasi pangan
distribusi
(logistik),
cadangan
Kelompok Sasaran : a) b) c) d)
Depot logistik. Tim Pangan dan Gizi. Lembaga Sosial Masyarakat, kelompok masyarakat. Lembaga Usaha Produksi dan Perdagangan Pangan.
Kegiatan : a) Peningkatan kemampuan SDM pengelola kelembagaan distribusi, cadangan pangan dan pemantauan situasi pangan b) Penyempurnaan sarana, prasarana kerja dan mekanisme kerja kelembagaan distribusi, cadangan pangan dan pemantauan situasi pangan c) Pengembangan kebijakan dan penyempurnaan tataniaga dan distribusi pangan untuk meningkatkan efisiensi perdagangan/ distribusi pangan d) Pengembangan kemampuan pengelolaan stok pangan oleh masyarakat, antara lain pengembangan lumbung desa dan hutan cadangan pangan, dsb. e) Koordinasi lintas lembaga dan lintas wilayah untuk kelancaran distribusi pangan Indikator Keberhasilan : a) Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan Sumber Daya Manusia pengelola kelembagaan distribusi pangan b) Peningkatan kemampuan membangun cadangan pangan c) Kelancaran dan efisiensi distribusi pangan antar wilayah
42
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
3. Pemantapan dan Pengembangan Kelembagaann Koordinasi Pangan dan Gizi Tujuan : Meningkatkan peran kelembagaan pangan dan gizi melalui penguatan tugas pokok dan fungsi, sumberdaya, metodologi dan sistem informasi. Strategi operasional : a) Penguatan kelembagaan dengan tugas pokok dalam bidang perumusan kebijakan b) Penguatan kelembagaan dengan tugas pokok dalam bidang penelitian c) Penguatan kelembagaan dengan tugas pokok dalam bidang pendidikan dan pelatihan d) Penguatan kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi pelaksanaan e) Penguatan kelembagaan dengan tugas pokok dalam bidang KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) f) Penguatan kelembagaan dengan tugas pokok dalam bidang pedampingan dan pemberdayaan masyarakat termasuk LSM dan swasta Kelompok Sasaran : a) Para pengambil keputusan dibidang pangan dan gizi b) Tim pangan dan gizi diberbagai tingkat Kegiatan : a) Pengembangan rancangan kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi dalam bidang perumusan kebijakan pangan dan gizi nasional tingkat pusat dan pengembangan tugas dan fungsi tim pangan dan gizi daerah. Penyusunan rancangan tersebut dilakukan oleh satu tim lintas sektor dan organisasi profesi yang terkait dengan pangan dan gizi. b) Diseminasi dan pemasaran sosial rancangan. Untuk mendapatkan masukan serta menampung aspirasi daerah maka rancangan tersebut perlu disebarluaskan ke berbagai pihak baik di pusat maupun di daerah untuk mendapatkan tanggapan dan saran-saran perbaikan. c) Pertemuan ahli d) Perumusan akhir rancangan oleh tim penyusun e) Pengusulan dan pengesahan rancangan. Rancangan selanjutnya direkomendasikan kepada pemerintah untuk diatur dalam peraturan pemerintah dan diresmikan pembentukannya.
43
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Indikator Keberhasilan : Meningkatnya peran kelembagaan pangan dan gizi di pusat dan daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam bidang: a) b) c) d) e) f)
Perumusan kebijakan Penelitian Pendidikan dan pelatihan Pelaksanaan KIE Pedampingan dan pemberdayaan masyarakat termasuk LSM dan swasta
B. PENGEMBANGAN TENAGA PANGAN DAN GIZI 1. Pemberdayaan LSM Tujuan : Meningkatkan peranan LSM dan swasta dalam penanggulangan masalah pangan dan gizi. Strategi operasional : a) Memantapkan kerja sama antara pemerintah dan LSM dalam menangani masalah pangan dan gizi. b) Meningkatkan kemampuan tenaga rofesional, LSM dan swasta dalam pencegahan dan penanggulangan masalahpangan dan gizi. c) Menggali dan memanfaatkan potensi sumber daya dari masyarakat untuk menanggulangi masalah pangan dan gizi. Kelompok Sasaran : a) LSM dan swasta yang potensil yang berkaitan dengan pangan dan gizi. b) Terbentuknya jaringan kerja sama antara pemerintah, LSM dan swasta. c) Tersedianya program kerja sama antara pemerintah, LSM dan swasta. Kegiatan : a) Sosialisasi & advokasi masalah pangan dan gizi pada seluruh LSM dan swasta. b) Menggerakkan LSM dan swasta untuk berperan serta dalam penanggulangan masalah pangan dan gizi.
44
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
c) Menggali potensi sumber daya (tenaga, sarana, dana) yang ada pada LSM dan swasta. Indikator keberhasilan : Jumlah LSM dan swasta yang berperan serta dalam penanggulangan pangan dan gizi. 2. Pelatihan tenaga pangan dan gizi Tujuan : Meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga pangan dan gizi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pangan dan gizi yang baik Strategi operasional : a) Pemantapan kerja sama berbagai institusi pelatihan dan pendidikan dalam meningkatkan jumlah dan mutu tenaga pangan dan gizi. b) Memantapkan kemampuan profesional tenaga pangan dan gizi dalam pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi. Kelompok Sasaran : a) Terbentuknya jaringan kerjasama antar institusi pendidikan, lembaga penelitian dan pengelola program gizi di pusat dan daerah b) Tersedianya program pelatihan dan pendidikan multi strata sesuai dengan kebutuhan program c) Terselenggaranya kegiatan pengembangan profesi tenaga pangan dan gizi melalui kerjasama institusi pendidikan dengan organisasi profesi. d) Tersedianya tenaga pangan dan gizi S1 di semua kabupaten dan D3 di 50% kecamatan Kegiatan : a) Penyusunan rencana kebutuhan tenaga pangan dan gizi. b) Peningkatan mutu proses belajar mengajar di institusi pendidikan tenaga pangan dan gizi c) Peningkatan kerja sama institusi pendidikan, lembaga penelitian dan pengelola program d) Peningkatan jenis peminatan program pendidikan tenaga pangan dan gizi e) Pelatihan dan seminar secara berkesinambungan f) Penyusunan standarisasi dan jabatan fungsional tenaga pangan dan gizi 45
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Indikator keberhasilan: a) Tersedianya tenaga pangan dan gizi yang memadai ditingkat pusat, propinsi, kabupaten dan kecamatan sesuai dengan ruang lingkup kerja b) Jumlah tenaga pangan dan gizi yang telah dilatih 3. Pendayagunaan tenaga pangan dan gizi Tujuan : Meningkatkan daya guna tenaga pangan dan gizi secara optimal. Strategi operasional : a) Identifikasi kebutuhan tenaga pangan dan gizi b) Meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan tenaga pangan dan gizi sesuai kebutuhan c) Pengembangan karir tenaga pangan dan gizi d) Penetapan standar tenaga profesi di bidang pangan dan gizi Kelompok Sasaran : Seluruh tenaga pangan dan gizi yang sudah ada disektor pemerintahan dan swasta Kegiatan : a) Inventarisasi tenaga pangan dan gizi di seluruh institusi yang terkait terhadap pangan dan gizi b) Menyalurkan tenaga pangan dan gizi yang belum didayagunakan c) Meningkatkan mutu dan kualitas tenaga yang sudah didayagunakan (termasuk jenjang karir) d) Menyelenggarakan latihan dan pendidikan di dalam negri dan luar negri e) Terbentuknya jaringan untuk memantau pendayagunaan tenaga pangan dan gizi Indikator keberhasilan a) Jumlah tenaga pangan dan gizi yang ikut aktif dalam penanggulangan masalah pangan dan gizi. b) Rasio tenaga pangan dan gizi yang terlatih per wilayah.
46
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
C. PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN 4. Peningkatan Produksi dan Ketersediaan Aneka Pangan Tujuan : Meningkatkan produksi dan diversifikasi ketersediaan aneka ragam pangan Strategi operasional : a) b) c) d)
Peningkatan ketersediaan pangan melalui produksi aneka ragam pangan Pemberian insentif bagi peningkatan produksi aneka ragam pangan Pengaturan sistem produksi pangan Pengembangan sistem cadangan pangan nasional dan wilayah serta sistem distribusi antar wilayah
Kelompok Sasaran : Seluruh wilayah dan lapisan masyarakat Kegiatan : a) Optimalisasi pemanfaatan lahan pertanian melalui ekstensifikasi, konservasi, intensifikasi dan rehabilitasi b) Peningkatan produksi pangan sumber karbohidrat beras dan non beras, sayuran dan buah, produk-produk peternakan, perikanan. c) Peningkatan jaminan ketersediaan sarana produksi (bibit/benih, pupuk, pestisida, alsintan, dan pakan) d) Penyempurnaan sistem tata niaga, distribusi dan pemasaran produk pangan e) Pengembangan sistem pengelolaan stok pangan tingkat nasional dan lokal termasuk pengembangan lumbung dan hutan cadangan pangan f) Pengembangan sistem penetapan harga dan tarif yang melindungi produsen dan konsumen Indikator keberhasilan : a) Peningkatan produksi aneka pangan b) Kecukupan pangan di tingkat nasional dan daerah c) Stabilisasi harga pangan
47
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
5. Pengembangan Agribisnis Komoditas Pangan Tujuan : Untuk meningkatkan dan memantapkan daya saing global produk pangan dan menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan agribisnis dan agroindustri pangan. Strategi operasional : a) Peningkatan dan pemantapan daya saing global produk pangan b) Peningkatan iklim yang kondusif bagi pengembangan agribisnis dan agroindustri pangan c) Pengembangan agribisnis yang berorientasi mutu dan nilai tambah Kelompok Sasaran : a) Komoditas pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi b) Wilayah yang mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif Kegiatan : a) Penumbuhan dan pemantapan sentra agribisnis komoditas unggulan, khususnya komoditas pangan b) Pengembangan teknologi tepat guna dan tepat usaha untuk pengolahan dan penanganan pasca panen c) Pengembangan standardisasi dan sertifikasi pangan/produk pertanian d) Fasilitasi pengembangan pasar domestik dan internasional e) Pemantapan kelembagaan dan infrastruktur untuk pembinaan dan pengawasan keamanan produk-produk pangan Indikator Keberhasilan : a) Berkembangnya sentra-sentra komoditas unggulan b) Meningkatnya nilai tambah produk-produk pangan melalui perbaikan kualitas pengolahan dan penanganan pasca panen c) Meningkatnya efektifitas pembinaan dan pengawasan, serta berkurangnya kasus pelanggaran keamanan pangan
48
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
6. Pengembangan Agroindustri Pendukung Ketahanan Pangan Tujuan : Mengembangkan Industri Kecil dan Menengah (IKM) pangan yang berbasis potensi lokal untuk menunjang ketahanan pangan. Strategi operasional : a) Melibatkan seluruh potensi lokal yang ada dengan tetap berlandaskan kepada prinsip-prinsp ekonomi dan manajerial yang handal. b) Menciptakan sinkronisasi antara potensi dan kebutuhan c) Meningkatkan nilai tambah hasil panen di pedesaan, baik untuk konsumsi langsung maupun untuk bahan baku agroindustri pangan lanjutan. d) Meningkatkan diversifikasi produk sebagai upaya penanggulangan kelebihan produksi atau kelangkaan permintaan pada periode tertentu. Kelompok Sasaran : Aparat pemerintah daerah, pengusaha, masyarakat dan lembaga-lembaga LM3 (Lembaga Mandiri dan Mengakar pada Masyarakat). Kegiatan : a) Inventarisasi potensi lokal baik sumber daya alam, sumber daya manusia, dukungan infra struktur dan faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan. Hal ini dilakukan melalui pengkajian semua potensi yang ada di tingkat lokal. b) Berdasarkan pada potensi wilayah (dilihat dari tanaman pokok pertanian dan sosial budaya) serta makanan pokok masyarakat setempat, maka dengan mudah dapat ditetapkan jenis IKM Pangan yang paling tepat. c) Setelah jenis IKM yang paling tepat dapat diidentifikasi, maka dilakukan upaya untuk mengimplementasinya. Implementasi sedapat mungkin dilakukan melalui pemberdayaan IKM Pangan yang sudah ada. d) Evaluasi impelementasi perbaikan mutu dan perumusan langkah-langkah perbaikan. Indikator keberhasilan : a) Teridentifikasinya jenis IKM Pangan yang sesuai dengan potensi lokal dan dapat mendukung ketahanan pangan. 49
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
b) Terinventarisasinya IKM Pangan yang sudah ada dan dapat diberdayakan menjadi IKM Pangan pendukung ketahanan pangan lokal. c) Jumlah IKM Pangan yang dibina dalam rangka mendukung ketahahan pangan. d) Berdirinya IKM Pangan berbasis potensi lokal yang mendukung ketahanan pangan yang kuat dan dinamis. e) Terserapnya produk-produk pertanian lokal secara kontinyu dan harga yang bersaing. f) Terjadinya nilai tambah produk pertanian di tingkat lokal.
D. KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI 1. Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi Tujuan : Meningkatkan sistem penyediaan informasi pangan dan gizi secara kontinyu dan berkala untuk pengambilan keputusan, perumusan kebijakan, perencanaan program dan evaluasi. Strategi operasional: a) Peningkatan kemampuan, ketrampilan Tim SKPG dalam menanggulangi masalah pangan dan gizi b) Meningkatkan kualitas data c) Peningkatan pemanfaatan SKPG oleh pemerintah daerah untuk penanggulangan masalah pangan dan gizi Kelompok Sasaran : Tim Pangan dan Gizi tingkat Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa Kegiatan : a) Advokasi terhadap pimpinan daerah, DPRD, lintas sektor serta lembaga swadaya masyarakat b) Pembinaan berjenjang tim pangan dan gizi c) Pelatihan tehnis untuk TPG kabupaten termasuk instrumen data prosesing d) Melakukan studi khusus berkaitan dengan pengembangan indikator e) Pengumpulan, pengolahan dan analisis data 50
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
f) Validasi dan cheking situasi pangan dan gizi g) Desiminasi informasi dan publikasi h) Pemanfaatan informasi untuk penentuan alternatif intervensi Indikator keberhasilan: a) Semua Kabupaten/kota sudah melaksanakan pemetaan, peramalan dan pengamatan situasi pangan dan gizi di wilayahnya. b) Sudah dimanfaatkannya informasi SKPG untuk pengambilan keputusan, perumusan kebijakan, perencanaan program dan evaluasi c) Tertanggulanginya masalah kerawanan pangan dan gizi buruk secara lebih dini 2. Pencegahan dan Penanggulangan Kerawanan Pangan Tujuan : Mencegah dan menanggulangi kerawanan pangan melalui sistem pemantauan pangan. Strategi operasional : a) Peningkatan efektivitas sistem pemantauan ketahanan pangan b) Pemantapan sistem penanggulangan kerawanan pangan yang lebih menekankan pada pembinaan kemandirian c) Peningkatan pendapatan, kesempatan kerja dan kemampuan berusaha. Kelompok Sasaran : a) Wilayah miskin dan rawan pangan (daerah kumuh, daerah terisolir, daerah lahan marjinal, daerah rawan kekeringan dan rawan banjir) b) keluarga rawan pangan transien (daerah terkena bencana alam dan kerusuhan). Kegiatan : a) Pengembangan indikator ketahanan pangan nasional, wilayah dan rumah tangga b) Pemantauan ketahanan pangan nasional, wilayah dan rumah tangga secara periodik dan kontinyu melalui penerapan SKPG c) Pengembangan sistem menanggulangi masalah kerawanan pangan melalui kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat.
51
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
d) Fasilitasi peningkatan pendapatan masyarakat antara lain melalui diversifikasi usaha, konsolidasi usaha kelompok, perbaikan teknik dan manajemen usaha, dukungan sarana dan pemodalan usaha. e) Optimalisasi skim penyaluran subsidi pangan seperti OPK, dsb. Indikator Keberhasilan : a) Teridentifikasinya indikator ketahanan pangan wilayah dan rumah tangga. b) Teridentifikasinya wilayah dan rumah tangga rawan pangan. c) Teratasinya masalah-masalah kerawanan pangan di tingkat wilayah dan rumah tangga. d) Berkurangnya jumlah rumah tangga rawan pangan. 3. Penanggulangan Masalah Gizi dalam Keadaan Darurat Tujuan : Memberikan pelayanan gizi yang tepat pada tempat pengungsian sebagai akibat dari gejolak sosial dan politik, bencana alam serta tempat darurat lainnya. Strategi operasional: a) Mengembangkan model intervensi gizi pada tempat pengungsian b) Mengintegrasikan pelayanan gizi dengan kegiatan intervensi lain di tempat pengungsian c) Memantapkan pemantauan dan penilaian intervensi gizi yang dilakukan pada tempat pengungsian Kelompok Sasaran: Penduduk yang terkena pengungsian khusus.
bencana
dan
penduduk
pada
tempat-tempat
Kegiatan: a) Melakukan pengumpulan data untuk kebutuhan data dasar berkaitan dengan status gizi pada setiap tempat pengungsian b) Melakukan identifikasi kelompok risiko tinggi pada tempat pengungsian c) Mengembangkan model intervensi gizi pada tempat pengungsian d) Melaksanakan pelayanan gizi di tempat pengungsian e) Pemantauan dan penilaian intervensi gizi yang dilakukan pada tempat pengungsian
52
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Indikator keberhasilan: a) Diketahuinya besaran masalah gizi pada tempat pengungsian b) Terbentuknya model intervensi untuk penduduk dalam keadaan darurat. c) Menurunnya kasus gizi-kurang di daerah pengungsian
E. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GIZI-KURANG DAN GIZI-LEBIH 1. Pencegahan dan penanggulangan KEP Tujuan : a) Menurunkan jumlah penderita dan angka kematian gizi buruk b) Meningkatkan status gizi bayi dan anak balita. Strategi operasional : a) b) c) d)
Memantapkan upaya pencegahan memburuknya kondisi gizi Pengembangan tatalaksana gizi buruk Deteksi dini BBLR Pengembangan paket pelayanan gizi yang terintegrasi dengan kegiatan lintas program dan sektor. e) Peningkatan jaringan pelayanan dan rujukan gizi. f) Meningkatkan kemandirian keluarga dalam pola asuh anak.
Kelompok Sasaran : a) Bayi b) Anak balita Kegiatan : a) Pemantauan tumbuh kembang balita dengan KMS di Posyandu, Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lain. b) Melakukan tata laksana gizi buruk c) Setiap bayi lahir, berat badan ditimbang d) Pembinaan keluarga dalam asuhan keperawatan dan gizi e) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) penyuluhan dan PMT pemulihan. f) Melakukan pelayanan gizi terpadu dengan KIA, pelayanan kesehatan dan program penanggulangan kemiskinan.
53
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Indikator Keberhasilan: a) D/S dan N/S = 80% b) Prevalensi gizi-kurang setinggi-tingginya 20% c) Prevalensi gizi buruk setinggi-tingginya 5% 2. Pencegahan dan penanggulangan KEK Tujuan : a) Meningkatkan status gizi WUS dan ibu hamil b) Mencegah BBLR Strategi operasional : a) Deteksi dini resiko KEK b) Memantapkan upaya intervensi WUS dan ibu hamil KEK c) Peningkatan koordinasi pelayanan gizi yang terintegrasi dengan kegiatan lintas program dan sektor. d) Peningkatan jaringan pelayanan dan rujukan gizi. e) Meningkatkan kepedulian keluarga dalam kesehatan dan gizi. Kelompok Sasaran : a) WUS b) Ibu hamil dan ibu nifas Kegiatan : a) Penapisan penderita risiko KEK dan KEK melalui pengukuran LILA dan IMT b) Pelaksanaan intervensi terhadap penderita KEK melalui pendidikan gizi dan pemberian makanan tambahan c) Melakukan pelayanan gizi terpadu dengan KIA, pelayanan kesehatan dan program penanggulangan kemiskinan. d) Pembinaan keluarga dalam asuhan keperawatan dan gizi Indikator keberhasilan a) Penurunan prevalensi KEK setinggi-tinginya 20% b) Prevalensi BBLR setinggi-tingginya 7%
54
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
3. Pencegahan dan penanggulangan gizi-lebih Tujuan : Meningkatkan kualitas gaya hidup sehat di keluarga Strategi operasional : a) Mengembangkan model intervensi pada penderita gizi-lebih (misal: posyandu usila, pusat kebugaran) b) Peningkatan kualitas pelayanan pada penderita gizi-lebih c) Peningkatan koordinasi pelayanan gizi yang terintegrasi dengan kegiatan lintas program dan sektor. Kelompok Sasaran: a) b) c) d)
Balita Remaja Anak Sekolah Dewasa
Kegiatan : a) b) c) d)
Melaksanakan pemantauan secara berkala berat badan dan tinggi badan Melaksanakan promosi gaya hidup sehat Melakukan konseling gizi Melaksanakan manajemen terpadu penanganan kasus gizi-lebih dan penyakit degeneratif serta penyakit lainnya
Indikator keberhasilan: a) Menurunkan prevalensi kegemukan setinggi-tingginya 3% pada balita b) Menurunkan prevalensi kegemukan setinggi-tingginya 10% pada orang dewasa dan usila 4. Asuhan dan Konseling Gizi Tujuan : Meningkatkan kemandirian anggota keluarga dalam pelayanan gizi
55
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Strategi operasional : a) Peningkatan dan pengembangan fasilitas asuhan dan konseling gizi b) Peningkatan tata laksana asuhan dan konseling gizi c) Pemanfaatan tenaga profesional dalam asuhan dan konseling gizi Kelompok Sasaran: Anggota Keluarga Kegiatan : a) Menyusun standar tata laksana asuhan dan konseling gizi b) Melaksanakan kegiatan asuhan dan konseling gizi di setiap sarana pelayanan kesehatan c) Melaksanakan kegiatan asuhan dan konseling gizi secara profesional Indikator keberhasilan: 50% dari institusi pelayanan kesehatan telah melaksanakan asuhan dan konseling gizi dengan tenaga profesional.
F. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KURANG ZAT GIZI MIKRO 1. Pencegahan dan Penanggulangan GAKY Tujuan : a) Menurunkan jumlah penderita gondok b) Bebas kretin baru Strategi operasional : a) b) c) d)
Garam yodium untuk semua Suplementasi kapsul minyak beryodium Peningkatan koordinasi kegiatan lintas program dan lintas sektor Membuka daerah terisolir
Kelompok Sasaran : Seluruh penduduk 56
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Kegiatan : a) Pengawasan dan peningkatan yodisasi garam b) Membina petani garam c) Pemantauan garam beryodium di tingkat produsen, distributor, pasar dan masyarakat. d) Menerapkan tindakan hukum berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah yang ada. e) Promosi penggunaan garam beryodium f) Melakukan intensifikasi dan akselerasi distribusi kapsul minyak beryodium pada WUS, ibu hamil , ibu meneteki dan anak sekolah dasar di daerah endemik berat dan sedang. g) Melakukan pemetaan masalah GAKY h) Pengembangan fortifikasi yodium pada bahan makanan dan yodisasi air i) Peningkatan kualitas bahan makanan sebagai sumber zat yodium terutama bahan makanan laut. Indikator keberhasilan : a) 90% keluarga mengkonsumsi garam cukup beryodium (> 30 ppm) b) Penurunan prevalesi TGR dari 9,8 % menjadi 5 % 2. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Tujuan : a) Menurunkan penderita anemia b) Meningkatkan kualitas produktifitas dan prestasi sumber daya manusia. c) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi Strategi operasional : a) Suplementasi tablet atau sirup besi b) Meningkatkan konsumsi makanan kaya besi c) Pemasaran sosial makanan kaya zat besi terutama sumber hewani d) Fortifikasi bahan makanan dengan zat besi e) Meningkatkan kemandirian masyarakat f) Integrasi kegiatan gizi lintas program dan lintas sektor Kelompok Sasaran : a) Ibu Hamil / Ibu nifas b) Wanita Usia Subur c) Balita d) Anak usia sekolah e) Usia Lanjut 57
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Kegiatan : a) Melakukan intensifikasi dan akselerasi distribusi tablet/sirup besi pada ibu hamil dan balita b) Promosi suplementasi tablet besi kepada remaja putri, calon pengantin wanita dan tenaga kerja wanita. c) Melakukan koordinasi dan kegiatan dalam pemberian TTD dan sirup besi dengan kegiatan KIA serta pelayanan kesehatan lain. d) Mengembangkan fortifikasi zat besi melalui bahan makanan (gandum) e) Mengembangkan kegiatan penanggulangan anemia gizi pada kelompok usia lanjut Indikator keberhasilan : Menurunkan prevalensi anemia pada - bumil dan bufas dari 50,9% menjadi 40% - balita dari 40,5% menjadi 30% - WUS dari 39,5% menjadi 30% 3. Pencegahan dan penanggulangan kurang vitamin A Tujuan : a) Bebas kebutaan karena masalah kekurangan vitamin A b) Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi c) Menurunkan angka kematian dan kesakitan balita Strategi operasional : a) Suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi b) Peningkatan konsumsi makanan kaya vitamin A c) Fortifikasi bahan makanan dengan vitamin A d) Koordinasi lintas program dan lintas sektor Kelompok Sasaran : a) Bayi 6 - 11 bulan b) Anak balita 1 - 5 tahun c) Ibu nifas (< 30 hari )
58
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Kegiatan: a) b) c) d) e) f)
Akselerasi suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi ( 100.000 IU) untuk bayi dan 200.000 IU untuk anak balita. Promosi bulan kapsul vitamin A (Pebruari dan Agustus ) Pemasaran sosial sumber vitamin A alami Fortifikasi minyak sayur dengan vitamin A Kerjasama pendistribusian kapsul vitamin A bersama kegiatan immunisasi campak
Indikator keberhasilan : Prevalensi xerophthalmia (X1b < 0,33 %) 4. Pencegahan dan Penanggulangan kurang zat Gizi Mikro Lain Tujuan : Mengetahui besaran dan sebaran masalah kurang gizi mikro lain pada kelompok rentan Strategi operasional : a) Meningkatkan jaringan informasi masalah gizi mikro secara internasional dan nasional b) Survei dan penelitian c) Pengembangan program Kelompok Sasaran : a) Ibu hamil b) Bayi dan anak (6 - 24 bulan) Kegiatan : a) Mengembangkan pusat data dan informasi masalah kurang zat gizi mikro. b) Mengkaji data sekunder dari berbagai sumber c) Mengembangkan suplementasi multi gizi-mikro pada ibu hamil dan anak (6 – 24 bulan). Indikator keberhasilan: a) Teridentifikasinya masalah seng dan selenium
59
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
b) Terwujudnya model intervensi suplementasi multi gizi-mikro terutama untuk ibu hamil dan anak (6 - 24 bulan) 5. Fortifikasi pangan Tujuan : Meningkatkan mutu makanan dengan penambahan zat gizi mikro. Strategi operasional: a) Standardisasi dan regulasi fortifikasi bahan makanan b) Advokasi dan koordinasi kegiatan fortifikasi lintas sektor, lintas program dan industri Kelompok Sasaran: a) Industri Bahan Makanan b) Masyarakat Sasaran Kegiatan: a) Memilih dan menetapkan bahan makanan sebagai wahana untuk fortifikasi b) Fortifikasi bahan makanan dengan mikro nutrien sesuai standar (misal: fortifikasi gandum dengan Fe, Zn , B1 dan B6; minyak dengan vitamin A) c) Pengayaan bahan makanan dengan vitamin dan mineral Indikator keberhasilan: Terwujudnya fortifikasi Fe, Seng, Zn dan vitamin A
G. PENINGKATAN PERILAKU KELUARGA MANDIRI SADAR PANGAN DAN GIZI 1. Peningkatan diversifikasi konsumsi pangan Tujuan : Peningkatan mutu dan gizi konsumsi pangan seluruh lapisan masyarakat.
60
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Strategi operasional : a) Promosi konsumsi pangan dan gizi sesuai anjuran gizi seimbang. b) Perubahan perilaku keluarga dan masyarakat dalam konsumsi pangan gizi . c) Pemberdayaan tenaga pangan dan gizi serta masyarakat dalam promosi diversifikasi konsumsi pangan. d) Peningkatan daya beli keluarga. Kelompok Sasaran : Seluruh lapisan keluarga dan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Kegiatan : a) Sosialiasi dan advokasi tentang diversifikasi pangan dan gizi. b) Menggali teknologi tepat guna tentang pengembangan pengolahan aneka pangan olahan. c) Pelatihan gizi seimbang bagi tenaga lapang pertanian d) Penyuluhan dan promosi diversifikasi pangan dan gizi padakeluarga dan masyarakat. e) Kajian pemetaan pola diversifikasi konsumsi pangan dan gizi. f) Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan produk pangan lokal serta penganekaragaman penyediaan dan konsumsi pangan g) Koordinasi pengembangan teknologi untuk diversifikasi konsumsi pangan dan nilai tambah produk pangan Indikator Keberhasilan : a) Berkembangnya aneka ragam pangan dan gizi pada keluarga dan masyarakat. b) Perubahan perilaku konsumsi pangan dan gizi pada keluarga dan masyarakat. c) Peningkatan keragaman konsumsi pangan. 2. Pemasyarakatan Gizi Seimbang Tujuan : Meningkatkan pengetahuan dan menanamkan sikap dan perilaku guna mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi.
61
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Strategi operasional : a) Mengembangkan dan memasyarakatkan Gizi Seimbang b) Mengembangkan dan memanfaatkan teknologi KIE yang tepat guna tentang gizi seimbang pada keluarga. c) Meningkatkan kerja sama lintas sektor/program terkait dan LSM/swasta. Kelompok Sasaran : Seluruh keluarga dan masyarakat Kegiatan : a) Pengkajian tentang besaran dan sebaran perilaku gizi seimbang pada keluarga dan masyarakat. b) Mengembangkan teknologi tepat guna tentang media KIE gizi seimbang kepada keluarga dan masyarakat. c) Peningkatan sosialisasi dan advokasi kampanye gizi seimbang. d) Meningkatkan konseling pada anggota keluarga dan masyarakat. e) Pelatihan dan pendidikan program pangan dan gizi dalam pembinaan keluarga dan masyarakat. f) Mengembangkan pesan-pesan spesifik gizi seimbang yang lebih operasional dalam perbaikan gizi keluarga. g) Memantapkan kerjasama institusi, program terkait, dan masyarakat dalam promosi gizi seimbang Indikator keberhasilan : a) Jumlah % keluarga yang menerapkan perilaku gizi seimbang (% kadarzi). b) Tersedianya media KIE secara spesifik menurut kondisi daerah c) Jumlah institusi, lintas sektor dan program terkait, serta masyarakat yang sudah terlibat dalam promosi gizi seimbang. 3. Peningkatan pemberian ASI (PP-ASI) dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Tujuan : a) Meningkatkan penggunaan ASI secara ekslusif b) Meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI yang tepat waktu, sesuai dengan persyaratan gizi serta meneruskan pemberian ASI hingga anak berusia 2 tahun c) Meningkatkan status gizi anak dibawah 2 tahun.
62
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Strategi operasional : a) Meningkatkan kepedulian para pengambil keputusan, pelaksana, kelompok profesi serta masyarakat luas tentang kebijaksanaan PP-ASI ditingkat pusat, daerah serta sektor swasta/LSM. b) Meningkatkan dan menerapkan legislasi yang mendukung dan melindungi perilaku menyusui yang optimal c) Mengupayakan agar semua petugas dan sarana kesehatan mendukung perilaku menyusui yang optimal melalui penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui d) Memantapkan koordinasi lintas program, lintas sektor, LSM , swasta dan kelompok potensial tentang kebijaksanaan dan legislasi, pendidikan dan latihan, KIE, pelayanan kesehatan, pengembangan fasilitas pelayanan bagi nakerwan, partisipasi masyarakat dan riset. e) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam meningkatkan kualitas MP-ASI berdasarkan bahan makanan setempat f) Mengembangkan dan menyediakan "MP-ASI generik" yang memenuhi syarat gizi dan terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah Kelompok Sasaran: a) Ibu hamil/menyusui b) Masyarakat & anggota keluarga. c) Lembaga swadaya masyarakat, swasta, pengusaha dan organisasi profesi . Kegiatan : a) Advokasi kepada pengambil keputusan, pengusaha, LSM, organisasi profesi, kelompok potensial tentang dukungannya pada program PP ASI dan MP ASI b) Pelatihan petugas pangan dan gizi serta sektor terkait tentang PP ASI dan MP-ASI c) Meningkatkan kualitas MP-ASI berbasis pangan setempat d) Penerapan Peraturan Pemerintah tentang pemasaran susu formula dan peraturan pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang labeling dan periklanan beserta petunjuk pelaksanaanya. e) Revitalisasi Rumah Sakit sayang bayi f) Mengupayakan fasilitas yang mendukung PP ASI dan meningkatkan pelaksanaan tempat kerja sayang ibu g) Kampanye nasional PP ASI, ASI ekslusif dan MP-ASI h) Meningkatkan kerjasama dengan swasta dalam menyediakan "MP-ASI generik" yang memenuhi syarat gizi dan terjangkau oleh masyarakat golongan ekonomi lemah.
63
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Indikator keberhasilan : a) Cakupan ASI ekslusif 80% b) 50% RS melaksanakan RS sayang bayi c) Tersedianya MP-ASI generik yang terjangkau oleh masyarakat golongan ekonomi lemah. d) Jumlah keluarga yang mempunyai perilaku pemberian MP ASI yang baik (% kadarzi). H. PELAYANAN GIZI DI INSTITUSI Tujuan: Memberikan pelayanan gizi dan penyelenggaraan makanan yang berkualitas bagi masyarakat yang di institusi Strategi operasional: a) Penentuan standar, mutu serta regulasi penyelenggaraan makanan di institusi b) Penentuan standar kecukupan gizi bagi warga di institusi c) Peningkatan kualitas penyelenggaraan makanan di institusi d) Pemberdayaan pengelola dan penyelenggara di institusi e) Promosi pelayanan gizi di institusi f) Masukan materi gizi kedalam kurikulum pendidikan dan pelatihan g) Koordinasi lintas program dan lintas sektor Kelompok Sasaran : Pengelola, penyelenggara, pembina dan masyarakat yang berada di institusi, yaitu : a) b) c) d) e) f) g)
Institusi Institusi Institusi Institusi Institusi Institusi Institusi
pendidikan rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan Sosial (Panti asuhan, panti werdha dan rumah singgah, dll) tempat kerja olahraga (pusat latihan olahraga) kesehatan (Rumah sakit, Puskesmas perawatan, rumah bersalin) lain (matra, haji, transmigrasi dll)
Kegiatan : a) Menyusun dan menetapkan standar serta regulasi 64
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
b) penyelenggaraan makanan dan pelayanan gizi di intitusi c) Melaksanakan kegiatan penyelenggaraan makanan dan pelayanan gizi sesuai dengan standar (kecukupan gizi, tenaga profesional, sarana) d) Advokasi dan sosialisasi pelayanan gizi di institusi e) Melaksanakan asuhan dan konseling gizi di institusi (misal: pojok gizi di puskesmas, konseling gizi bagi atlet di pusat olahraga, pasien di rumah sakit) f) Melaksanakan kerjasama dengan lintas sektor, lintas program dan swasta dalam kegiatan pelayanan gizi di institusi g) Pelatihan dan pembinaan bagi petugas penyelenggara dan pengelola makanan (misal: kantin, warung sekolah/penjaja makanan , jasa boga, embarkasi/debarkasi haji dll). h) Pengembangan materi gizi kedalam kurikulum pendidikan, pelatihan dan penyuluhan (misal : kurikulum sekolah dasar, menengah dan sekolah lanjut tingkat atas atau materi penyuluhan gizi tenaga kerja wanita dll ) i) Pembinaan terpadu gizi institusi j) Pemantauan dan evaluasi secara periodik (misal: status gizi , penyelenggaraan,dll) Indikator keberhasilan : a) Jumlah institusi yang melaksanakan penyelenggaraan makanan sesuai dengan standar dan regulasi b) Jumlah institusi yang telah memasukkan materi gizi kedalam kurikulum pendidikan dan pelatihan I. PENGEMBANGAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN 1. Pemberdayaan Konsumen Tujuan : Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran konsumen dalam memilih pangan yang aman dan bermutu untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Kelompok Sasaran : Seluruh lapisan masyarakat sebagai konsumen Kegiatan : a) Pemasyarakatan peraturan perundang-undangan di bidang pangan.
65
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
b) Penyusunan dan penyebar luasan informasi tentang : cara memilih dan membeli makanan yang bermutu dan aman cara mengolah dan menyajikan makanan yang aman penanganan dan penyimpanan makanan yang aman memilih makanan jajanan yang sehat dan aman bagi anak sekolah. cara memahami informasi pada label dan kemasan pangan penyakit yang dapat timbul melalui makanan (Food born diseases) . c) Penyebarluasan informasi tentang cara penyampaian keluhan konsumen serta lembaga yang dapat membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pangan. Indikator keberhasilan : a) peningkatan jumlah pemanfaatan sistem dan lembaga pengaduan masyarakat ke instansi berwenang secara langsung atau melalui telepon, fax, surat atau e-mail b) peningkatan produk makanan yang memenuhi syarat c) peningkatan sarana pengolahan makanan yang memenuhi persyaratan perundang-undangan d) peningkatan sarana distribusi yang memenuhi syarat e) penurunan jumlah kasus keracunan dan penyakit yang timbul melalui makanan 2. Perbaikan Mutu dan Keamanan produk Industri Pangan Kecil dan Menengah Tujuan : Memperbaiki mutu dan keamanan produk pangan yang diproduksi oleh industri kecil dan menengah. Strategi operasional : a) Menerapkan standar mutu dan keamanan pangan secara nasional secara bertahap sesuai kemampuan daerah. b) Memperkuat mekanisme pembinaan dan pengawasan penerapan standar mutu. c) Penumbuhan kesadaran tentang pentingnya mutu dan keamanan produk, melalui penyuluhan dan praktek nyata.
66
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Kelompok Sasaran : Kelompok sasaran program ini adalah para pengusaha industri pangan kecil, menengah dan rumah tangga. Kegiatan : a) Inventarisasi produk industri pangan kecil dan menengah serta rumah tangga yang memiliki kontribusi nyata terhadap status gizi konsumen serta penilaian aspek mutu dan keamanannya. b) Identifikasi potensi bahaya yang mungkin ada pada produk-produk butir 1 sesuai dengan kondisi setempat. c) Perumusan strategi perbaikan mutu dan keamanan yang cocok untuk industri setempat. d) Impelementasi strategi perbaikan mutu dan keamanan. e) Evaluasi impelementasi perbaikan mutu dan keamanan serta perumusan langkah-langkah perbaikan jika diperlukan. Indikator keberhasilan a) Teridentifikasinya kemungkinani kemungkinan bahaya produk-produk industri pangan kecil dan menengah yang berkontribusi nyata terhadap status gizi masyarakat. b) Jumlah industri yang dibina dalam rangka perbaikan mutu dan keamanan. c) Jumlah industri yang menerapkan konsep perbaikan mutu dan keamanan. d) Jumlah kasus keracunan dalam satuan waktu tertentu. e) Pemakaian bahan-bahan tambahan pangan yang berbahaya. f) Meningkatnya mutu dan keamanan produk pangan industri kecil dan menengah yang memiliki kontribusi nyata dalam menentukan status gizi masyarakat. g) Tersosialisasinya konsep cara produksi yang baik (Good Manufacturing Practice) di kalangan industri pangan kecil dan menengah. h) Peningkatan daya saing industri pangan kecil dan menengah. J. PENELITIAN PENGEMBANGAN PANGAN DAN GIZI 1. Bidang Pangan Di bidang pangan, penelitian yang direncanakan 5 tahun mendatang meliputi: a). Penelitian terapan dan seleksi teknologi budidaya, panen dan paska panen komoditas pangan yang mampu meningkatkan produktivitas usaha tani.
67
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
b). Penelitian terapan dan seleksi teknologi pengolahan pengepakan penyajian aneka ragam produk-produk pangan c). Penelitian terapan dan seleksi prototipe alat dan mesin prapanen dan paska panen produk-produk pangan d). Penelitian terapan dan seleksi instrumen pelayanan sosial ekonomi sistim usaha pertanian berbasis komoditas pangan. 2. Bidang Gizi Di bidang Gizi, penelitian yang direncanakan 5 tahun mendatang diarahkan untuk: a. Bidang Penelitian Teknologi Pendidikan Gizi 1). Peningkatan penelitian tentang pedoman umum gizi seimbang (PUGS); 2). Peningkatan penelitian tentang pemberdayaan masyarakat dalam upaya perbaikan gizi; 3). Peningkatan penelitian tentang gaya hidup dan kaitannya dengan status gizi gizi untuk kelompok tertentu 4). Peningkatan penelitian tentang kesadaran masyarakat terhadap perilaku gizi baik; dan 5). Peningkatan penelitian pengembangan pesan-pesan gizi kepada masyarakat b. Bidang Penelitian Epidemiologi dan SKPG 1). Penyusunan desain penelitian gizi masyarakat 2). Peningkatan penelitian konsumsi zat gizi 3). Peningkatan penelitian penentuan stat. gizi secara epidemiologis 4). Peningkatan penelitian ttg alat ukur antropometri 5). Penyusunan modul pelatihan penentuan status gizi 6). Penyusunan modul pengolahan & analisis data penilaian status gizi 7). Peningkatan penelitian ttg sistem kewaspadaan pangan dan gizi 8). Penyusunan pedoman umum pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi; dan 9). Penyusunan metoda sederhana untuk pemantauan status gizi c. Bidang Penelitian Teknologi Makanan dan Potensi Gizi 1). Peningkatan peningkatan 2). Peningkatan 3). Peningkatan 4). Peningkatan
penelitian di bidang teknologi pengolahan pangan dan mutu gizi pangan penelitian di bidan bioteknologi pangan penelitian di bidang keamanan pangan penelitian tentang komposisi zat gizi pangan; dan
68
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
5). Peningkatan penelitian di bidang tatalaksana gizi dan makanan dalam upaya kesehatan kuratif d. Bidang Penelitian Gizi Masyarakat 1). Peningkatan penelitian untuk identifikasi besarnya masalah gizi pada masyarakat khusus 2). Peningkatan penelitian tentang faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya masalah gizi 3). Peningkatan penelitian gizi untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat khusus 4). Pengembangan model intervensi gizi bagi masyarakat khusus 5). Pengembangan modul intervensi gizi untuk kelompok masyarakat pengungsi, industri & anak balita penderita gizi buruk 6). Standardisasi instrumen pengukur tumbuh-kembang kelompok umur tertentu seperti anak balita, ibu hamil, anak sekolah, dan manula; dan 7). Peningkatan penelitian gizi klinis pada kelompok masyarakat tertentu e. Bidang Penelitian Biokimia dan Fisiologi Gizi 1). Peningkatan penelitian zat gizi makro dan zat gizi mikro 2). Peningkatan penelitian tentang angka kecukupan gizi 3). Standardisasi biokimia gizi untuk identifikasi masalah gizi makro dan mikro 4). Pengembangan indikator biokimia gizi 5). Mewujudkan laboratorium rujukan untuk vitamin A, yodium, zat gizi mikro dan trace elements 6). Peningkatan penelitian di bidang absorpsi dan bioavilabilitas zat gizi mikro
69
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
Tabel 9 Rincian Program Aksi Pangan dan Gizi Nasional No Program A Pengembangan Kelembagaan Pangan dan Gizi
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Sub Program Peningkatan Kemampuan Kelembagaan Produksi Pangan Peningkatan Kinerja Kelembagaan Distribusi, Cadangan Pangan dan Pemantauan Situasi Pangan Pemantapan dan Pengembangan Kelembagaan Koordinasi Pangan dan Gizi Pengembangan Tenaga Pemberdayaan LSM Pangan dan Gizi Pelatihan Tenaga Pangan dan Gizi Pendayagunaan Tenaga Pangan dan Gizi Peningkatan Ketahanan Peningkatan Produksi dan Ketersediaan Aneka Pangan Pangan Pengembangan Agribisnis Komoditas Pangan Pengembangan Agroindustri Pendukung Ketahahanan Pangan Kewaspadaan Pangan Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi dan Gizi Pencegahan dan Penanggulangan Kerawanan Pangan Penanggulangan Masalah Gizi dalam Keadaan Darurat Pencegahan dan Pencegahan dan Penanggulangan KEP Penanggulangan Pencegahan dan Penanggulangan KEK Gizi Kurang dan Gizi lebih Pencegahan dan Penanggulangan Gizi lebih Asuhan dan Konseling Gizi Pencegahan dan Pencegahan dan Penanggulangan GAKY Penanggulangan Kurang Pencegahan dan Penanggulangan Anemi Gizi Zat Gizi Mikro Pencegahan dan Penanggulangan Kurang Vitamin A Pencegahan dan Penanggulangan Zat Gizi Mikro Lain Fortifikasi Pangan Peningkatan Perilaku Peningkatan Diverisifikasi Konsumsi Pangan Keluarga Mandiri Sadar Pemasyarakatan Gizi Seimbang Pangan dan Gizi Peningkatan Pemberian ASI dan MP-ASI Pelayanan Gizi di Pelayanan Gizi di Institusi Pendidikan Institusi Pelayanan Gizi di Rutan/Lapas Pelayanan Gizi di Institusi Sosial Pelayanan Gizi di Tempat Kerja Pelayanan Gizi Olah Raga Pelayanan Gizi di Institusi Kesehatan Pelayanan Gizi Matra Pengembangan Mutu Pemberdayaan Konsumen dan Keamanan Pangan Perbaikan Mutu dan Keamanan Produk Industri Pangan Kecil dan Menengah Penelitian Pengembangan Bidang Pangan Pangan dan Gizi Bidang Gizi
70
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000
LAMPIRAN
71
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
PROPINSI Aceh Sumut Sumbat Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKI Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sutera Sulsel Maluku Irian Jaya Indonesia
TABEL KETERSEDIAAN ENERGI Per Kapita - Per Hari Menurut Propinsi (Total, Nabati, Hewani) Tahun 1998 * K E T E R S E D I A A N TAHUN 1998 TOTAL NABATI HEWANI KKal/Kap/Hari % a) KKal/Kap/Hari % b) KKal/Kap/Hari % b) 4,585.0 179.8 4,530.0 98.8 55.0 1.2 3,145.0 123.3 3,059.0 97.3 85.0 2.7 2,529.0 99.2 2,380.0 94.1 149.0 5.9 2,312.0 90.7 2,240.0 96.9 73.0 3.2 5,414.0 212.3 5,317.0 98.2 97.0 1.8 4,175.0 163.7 4,096.0 98.1 78.0 1.9 2,647.0 103.8 2,581.0 97.5 66.0 2.5 2,530.0 99.2 2,359.0 93.2 172.0 6.8 2,224.0 87.2 2,161.0 97.2 63.0 2.8 3,223.0 126.4 2,790.0 86.6 433.0 13.4 2,733.0 107.2 2,663.0 97.4 70.0 2.6 3,362.0 131.8 3,294.0 98.0 69.0 2.1 3,416.0 134.0 3,121.0 91.4 295.0 8.6 2,988.0 117.2 2,923.0 97.8 65.0 2.2 2,574.0 100.9 2,491.0 96.8 83.0 3.2 2,271.0 89.1 2,170.0 95.6 101.0 4.4 3,553.0 139.3 3,398.0 95.6 154.0 4.3 2,436.0 95.5 2,288.0 93.9 148.0 6.1 2,260.0 88.6 2,079.0 92.0 181.0 8.0 2,876.0 112.8 2,706.0 94.1 170.0 5.9 2,445.0 95.9 2,160.0 88.3 285.0 11.7 5,891.0 231.0 5,776.0 98.0 115.0 2.0 2,024.0 79.4 1,786.0 88.2 238.0 11.8 2,888.0 113.3 2,802.0 97.0 86.0 3.0
Keterangan : Sumber data = Deptan * N B M Propinsi 1998 a) % Kecukupan Energi terhadap tingkat ketersediaan 2550 Kkal/Kap/hari b) % terhadap total
85
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26
PROPINSI Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKI Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sutera Sulsel Maluku Irian Jaya Indonesia
TABEL KETERSEDIAAN PROTEIN Per Kapita - Per Hari Menurut Propinsi (Total, Nabati, Hewan) Tahun 1998 * KETERSEDIAAN TOTAL NABATI HEWANI Gr/Kap/Hari % a) Gr/Kap/Hari % b) Gr/Kap/Hari % 65.1 118.4 59.4 91.2 5.6 0.0 0 0.0 0 55.5 100.9 10.3 18.6 45.2 58.5 106.4 40.1 68.5 18.3 49.8 90.5 41.6 83.5 8.2 53.4 97.1 41.1 77.0 12.3 82.3 149.6 72.6 88.2 9.7 61.1 111.1 54.5 89.2 6.7 70.1 127.5 44.8 63.9 25.4 50.4 91.6 42.1 83.5 8.3 68.7 124.9 58.5 85.2 10.2 76.2 138.5 70.1 92.0 6.1 76.9 139.8 70.5 91.7 6.4 79.1 143.8 62.8 79.4 16.2 87.1 158.4 77.9 89.4 9.2 0.0 0 0.0 0 48.2 87.6 39.1 81.1 9.1 48.3 87.8 35.6 73.7 12.6 78.3 142.4 56.5 72.2 21.8 54.4 98.9 36.5 67.1 17.9 59.9 108.9 39 65.1 21 67.1 122.0 42.7 63.6 24.4 76.3 138.7 39.5 51.8 36.8 159.2 289.5 144.6 90.8 14.6 0.0 0 0.0 0 60.5 110.0 24.6 40.7 35.9 62.7 114.0 52.5 83.7 10.2
b) 8.6 0.0 81.4 31.3 16.5 23.0 11.8 11.0 36.2 16.5 14.8 8.0 8.3 20.5 10.6 0.0 18.9 26.1 27.8 32.9 35.1 36.4 48.2 9.2 0.0 59.3 16.3
Keterangan : Sumber data = Deptan * N B M Propinsi 1998 a) % Kecukupan protein terhadap tingkat ketersediaan 55 Gr/Kap/hari b) % terhadap Total
86
TABEL KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN Per Kapita - Per Hari Menurut Propinsi Tahun 1996 - 1999 ENERGI NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
PROPINSI Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKI Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sutera Sulsel Maluku Irian Jaya Indonesia
1996 1999 1996 Kkal/Kap/Hari % a) Kkal/Kap/Hari % a) Gr/Kap/Hari 2113.8 96.1 2,043.0 92.9 57.3 2046.1 93.0 1,961.0 89.1 56.9 2250.9 102.3 2,030.0 92.3 58.4 2092.4 95.1 1,910.0 86.8 56.5 2161.5 98.3 1,919.0 87.2 56.1 2123.6 96.5 1,891.0 86.0 56.1 2118.8 96.3 1,894.0 86.1 55.1 2081.8 94.6 1,894.0 86.1 53.2 1985.1 90.2 1,860.0 84.5 58.1 2119.3 96.3 1,889.0 85.9 58.9 1887.1 85.8 1,751.0 79.6 50.5 1972.9 89.7 1,755.0 79.8 51.5 1850 84.1 1,720.0 78.2 48.7 2210.1 100.5 2,076.0 94.4 58.1 2001.2 91.0 1,875.0 85.2 54.2 2058.4 93.6 1,746.0 79.4 53.3 2055.5 93.4 1,915.0 87.0 54.2 2187.8 99.4 2,004.0 91.1 61.7 2119.7 96.4 1,915.0 87.0 58.6 2053.7 93.4 1,768.0 80.4 57.3 2121.9 96.5 2,028.0 92.2 55.8 2246.7 102.1 1,974.0 89.7 57.5 2178.7 99.0 1,953.0 88.8 59.3 2114.8 96.1 1,967.0 89.4 58.7 1901.8 86.4 1,620.0 73.6 48.9 1988.3 90.4 1,736.0 78.9 44.7 2019.8 91.8 1,849.0 84.0 54.5
PROTEIN % b) 114.6 113.8 116.8 113.0 112.2 112.2 110.2 106.4 116.2 117.8 101.0 103.0 97.4 116.2 108.4 106.6 108.4 123.4 117.2 114.6 111.6 115.0 118.6 117.4 97.8 89.4 109.0
1999 Gr/Kap/Hari 52.4 52.7 51.5 50.3 47.1 47.1 48 46.3 51.9 50.2 45.8 45.3 45.8 55.1 49.5 44 50 55.1 50.6 47.7 54.3 48.6 52.4 54.1 39.1 40.8 48.7
% b) 104.8 105.4 103.0 100.6 94.2 94.2 96.0 92.6 103.8 100.4 91.6 90.6 91.6 110.2 99.0 88.0 100.0 110.2 101.2 95.4 108.6 97.2 104.8 108.2 78.2 81.6 97.4
Keterangan : Sumber data = Deptan Diolah dari data Susenas 1996 dan 1999 a) % Angka kecukupan energi pada tingkat konsumsi yaitu 2200 Kkal/Kap/hari b) % Angka kecukupan protein pada tingkat konsumsi yaitu 50 Kkal/Kap/hari
87
TABEL RENCANA AKSI PANGAN DAN GIZI NASIONAL (RAPGN) 2001-2005 No.
Program
Kelompok Sasaran
Indikator
Strategi
Kegiatan
Pelaksana
A. Pengembangan Kelembagaan Panga dan Gizi 1. Peningkatan kemampuan
- Kelembagaan petani
kelembagaan produksi
- Kelembagaan penyuluhan
pangan
- Kelembagaan pelayanan
- Peningkatan kinerja kelemba gaan produksi pangan - Peningkatan kinerja Kelemba
- Pemberdayaan kelembagaan petani, kelembagaan penyuluhan - Pemberdayaan kelembagaan
- Pelatihan SDM petani, penyuluh dan
- Bulog
tani
- LSM
usaha produksi dan agri
gaan pelayaan agribisnis
pelayanan benih/bibit, perlindungan - Penyempurnaan sistem, metode, pra
bisnis pangan
pangan
tanaman/hewan, dan pelayanan teknologi - Pengembangan kemitraaan
- Pertanian
pengelola lembaga pelayanan usaha
- Menpan
sarana dan sarana lembaga produksi dan pelayanan produksi pangan. - Peningkatan kerja sama antara pro
antar lembaga produksi dan
dusen pangan dengan pengusaha
bisnis pangan.
hulu dan hilir. - Penigkatan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan usaha jasa pelayanan pertanian.
2. Peningkatan kinerja ke
- Depot logistik
- Peningkatan pengetahuan
- Pemberdayaan kelembagaan distri
lembagaan distribusi,
- Tim Pangan dan Gizi
dan ketrampilan sumber daya
cadangan pangan dan pe
- Lembaga sosial
manusia pengelola kelembaga
- Pemberdayaan cadangan pangan
an distribusi pangan
- Pemberdayaan sistem pemantuan
mantauan situasi pangan
masyarakat
- Lembaga usaha produksi dan perdagangan pangan
- Peningkatan kemampuan membangun cadangan pangan - Kelancaran dan efisiensi dis tribusi pangan antar wilayah
busi (logistrik)
situasi pangan
- Peningkatan kemampuan SDM penge lola kelembagaan distribusi, cadangan
- Bulog - Pertanian
pangan dan pemantauan situasi pangan - Perindag - Penyempurnaan sarana, prasaranan
- Kesehatan
kerja dan mekanisme kerja kelembaga an distribusi, cadangan pangan dan pemantauan situasi pangan. - Pengembangan kebijakan dan penyem purnaan tata niaga dan distribusi pangan untuk meningkatkan efisiensi perdagangan/ distribusi pangan. - Pengembangan kemampuan penge lolaan stok pangan oleh masyarakat, antara lain pengembangan lumbung desa dan hutan cadangan pangan,
81
No.
Program
Kelompok Sasaran
Indikator
Strategi
Kegiatan
Pelaksana
dan sebagainya. - Koordinasi lintas lembaga dan lintas wilayah untuk kelancaran distribusi pangan. 3. Pemantapan dan pengembangan - Para pengambil Kelembagaan koordinasi pangan dan gizi
Meningkatnya peran kelembagaan - Penguatan kelembagaan dengan
- Pengembangan rancangan
keputusan dibidang
pangan dan gizi di pusat dan daerah tugas pokok dalam bidang
kelembagaan yang mempunyai
pangan dan gizi
yang mempunyai tugas pokok
tugas dan fungsi dalam bidang
- Tim pangan dan gizi di berbagai tingkat
dan fungsi dalam bidang : a. Perumusan kebijakan b. Penelitian c. Pendidikan dan Pelatihan
perumusan kebijakan - Penguatan kelembagaan dengan
nasional tingkat pusat dan
penelitian
pengembangan dan fungsi tim
- Penguatan kelembagaan dengan
d. Pelaksanaan
tugas pokok dalam bidang
e. KIE
pendidikan dan pelatihan
f. Pedampingan dan pemberdayaan masyarakat termasuk LSM dan swasta
perumusan kebijakan pangan gizi
tugas pokok dalam bidang
- Penguatan kelembagaan dengan
pangan dan gizi daerah - Desiminasi dan pemasaran sosial rancangan - Pertemuan ahli
tugas pokok dan fungsi pelaksanaan - Perumusan akhir rancang oleh - Penguatan kelembagaan dengan tugas pokok dalam bidang KIE - Penguatan kelembagaan dengan
tim penyusun - Pengusulan dan pengesahan rancangan
tugas pokok dalam bidang pedampingan dan pemberdayaan masyarakat termasuk LSM dan swasta B. Pengembangan Tenaga Pangan dan Gizi 1. Pemberdayaan LSM
LSM, swasta dikota
Meningkatnya jumlah LSM dan
dan desa yang potensil
swasta yang berperanserta dalam
pemerintah dan LSM serta swasta
pangan dan gizi pada seluruh LSM
- Kesehatan
penanggukangan pangan dan
dalam menanggulangi masalah
dan swasta.
- Pertanian
gizi
- Memantapkan kerja sama antara
pangan dan gizi - Meningkatkan kemampuan tenaga profesional, LSM dan swasta dalam pencegahan
- Sosialisasi dan advokasi masalah
- Menggerakkan LSM dan swasta untuk
- Bappeda
- Universitas
berperan serta dalam penanggulangan
- LSM
asalah pangan dan gizi
- Swasta
- Menggali potensi sumber daya
91
No.
Program
Kelompok Sasaran
Indikator
Strategi
Kegiatan
dan penanggulangan masalah
(tenaga,sarana dan dana) yang
pangan dan gizi
ada pada LSM dan swasta.
Pelaksana
- Menggali dan memanfaatkan potensi sumber daya dari masyarakat untuk menanggulangi masalah pangan dan gizi 2. Pelatihan tenaga pangan dan gizi
Seluruh tenaga pangan dan gizi
- Tersedianya tenaga pangan
- Pemantapan kerja sama berbagai
- Terbentuknya jaringan kerja sama
- Institusi pendidikan
dan gizi di tingkat propinsi
institusi pelatihan dan pendidikan
antar institusi pendidikan lembaga pe-
kabupaten, kecamatan
dalam meningkatkan jumlah dan
nelitian dan pengeelola program pangan - LSM
- Jumlah tenaga pangan dan gizi yang terlatih.
mutu tenaga pangan dan gizi - Pemantapan kemampuan profesional tenaga pangan dan gizi dalam pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi.
- Institusi pelatihan
dan gizi. - Tersedianya program pelatihan pangan dan gizi multi strata sesuai dengan kebutuhan program - Pengembangan profesi tenaga pangan dan gizi melalui kerja sama institusi pendidikan dengan organisasi profesi
3. Pendayagunaan tenaga pangan dan gizi
Seluruh tenaga pangan dan gizi.
- Jumlah tenaga pangan dan gizi yang ikut aktif dalam penanggulangan masalah pangan dan gizi - Ratio tenaga pangan dan gizi yang terlatih per wilayah - Meningkatnya kualitas pelayanan dibidang pangan dan gizi yang terlatih per wilayah
- Identifikasi kebutuhan tenaga pangan dan gizi. - Meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan tenaga pangan dan gizi sesuai kebutuhan - Pengembangan karir tenaga pangan dan gizi. - Menetapkan standard tenaga profesi dibidang pangan dan gizi
- Inventarisasi tenaga pangan dan gizi diseluruh institusi yang terkait dengan dengan pangan dan gizi
- Institusi pemerintah, - Lembaga pendidikan
- Menyalurkan tenaga pangan dan gizi yang belum didayagunakan - Peningkatan mutu dan kualitas tenaga yang sudah didayagunakan (termasuk jenjang karir) - Menyelenggarakan pelatihan, pendidikan dalam negeri maupun luar negeri - Terbentuknya jaringan untuk memantau pendayagunaan tenaga pangan dan gizi
101
No.
Program
Kelompok Sasaran
Indikator
Strategi
Kegiatan
Pelaksana
C. Peningkatan Ketahanan Pangan 1. Peningkatan produksi dan ketersediaan aneka pangan
- Daerah pertanian - Komoditas utama : padi, palawija, pangan
- Meningkatnya produksi beras secara kontinyu - Meningakatnya produksi
- Memantapkan ketersediaan
- Optimalisasi pemanfaatan lahan
- Pertanian
pangan melalui peningkatan
pertanian melalui ekstensifikasi,
- Dep. PU
produksi aneka ragam pangan
konservasi, intensifikasi dan reha
- BPN
bilitasi
- Perindag
asal ternak, perikanan,
aneka pangan lokal untuk
sayur dan buah
memenuhi konsumsi dan
cadangan pangan nasional dan
substitusi import (padi,
distribusi antar wilayah.
sumber karbohidrat non beras,
- Koperasi
- Mengatur sistem produksi
pangan asal ternak, perikanan,
- Eksplorasi
- Kelembagaan Pangan lokal - Keluarga tani
palawija, kacang-kacangan
- Mengembangkan sistem
pangan asal ternak, peri
dan pengadaan pangan untuk
kanan, sayur dan buah
memberi insentive bagi pe-
- Stabilisasi harga
- Peningkatan produksi pangan
sayur dan buah. - Peningkatan jamiman keterse-
ningkatan produksi padi dan
diaan sarana produksi (bibit/benih,
aneka ragam pangan
pupuk, pestisida, alsintan dan
- Bulog
Kelautan dan Perikanan
pakan) - Penyempurnaan sistem tata niaga, distribusi dan pemasaran produk pangan. - Pengembangan sistem pengelolaan stok pangan tingkat nasional dan lokal termasuk pengembangan lumbung dan hutan cadangan pangan. - Pengembangan sistem penetapan harga dan tarif yang melindungi produsen dan konsumen. 2. Pengembangan agribisnis komoditas pangan
- Komoditas pangan yang - Berkembangnya sentramempunyai nilai ekonomi tinggi - Wilayah yg mempunyai
sentra komoditas unggulan - Meningkatnya nilai tambah produk-produk pangan
keunggulan kompotitif
melalui perbaikan kualitas
dan komparatif
pengolahan dan penanganan
- Peningkatan dan pemantapan daya saing global produk pangan - Peningkatan iklim yang kondusif bagi pengembangan agribisnis dan agroindustri pangan - Pengembangan agribisnis yang
- Penumbuhan dan pemantapan
- Pertanian
sentra agribisnis komoditas unggulan
- Perindag
khususnya komoditas pangan
- Kesehatan
- Pengembangan teknologi tepat guna
- Swasta
dan tepat usaha untuk pengolahan dan penanganan pasca panen
111
No.
Program
Kelompok Sasaran
Indikator pasca panen
Strategi berorientasi mutu dan nilai tambah
- Meningkatnya efektifitas
Kegiatan
Pelaksana
- Pengembangan standarisasi dan sertifikasi pangan/produk pertanian
pembinaan dan pengawasan
- Fasilitasi pengembangan pasar
serta berkurangnya kasus pe
domestik dan internasional
langgaran keamanan pangan
- Pemantapan kelembagaan dan infra struktur untuk pembinaan dan pengawasan keamanan produk-produk pangan
3. Pengembangan agroindus tri pendukung ketahanan pangan
- Aparat pemerintah daerah
- Teridentifikasinya jenis IKM
- Melibatkan seluruh potensi lokal
- Inventarisasi potensi lokal baik sumber
- Perindag
pangan yang sesuai dengan
yang ada dengan tetap berlandas
daya manusi, dukungan infra struktur dan- Tingkat
- Pengusaha
potensi lokal dan mendukung
kan kepada prinsip-prinsip eko-
faktor-faktor lain yang harus dipertimbang Kabupaten
- Masyarakat dan
ketahanan pangan
nomi dan manajerial yang handal
kan. Hal ini dilakukan melalui pengkajian
Lembaga LM3
- Terinventarisasinya IKM pangan yang sudah ada dan dapat diberdayakan menjadi
- Menciptakan sinkronisasi antara potensi dan kebutuhan
semua potensi yang ada di tingkat lokal - Berdasarkan pada potensi wilayah
- Meningkatkan nilai tambah hasil
(dilihat dari tanaman pokok pertani-
IKM pangan pendukung
panen di pedesaan, baik untuk
an dan sosial budaya) serta makan-
ketahannan pangan lokal
konsumsi langsung maupun untuk
an pokok masyarakat setempat,
bahan baku agroindustri pangan
maka dengan mudah dapat ditetap-
- Jumlah IKM pangan yang dibina dalam rangka mendukung ketahanan pangan
lanjutan - Meningkatkan diversifikasi produk
kan jenis IKM Pangan yg sudah ada - Evaluasi implementasi perbaikan
- Berdirinya IKM pangan berbasis
sebagai upaya penanggulangan
perumusan langkah-langkah per -
potensi lokal yang mendukung
kelebihan produksi atau kelang-
baikan
ketahanan pangan yang kuat
kaan permintaan pada periode
dan dinamis
tertentu
- Terserapnya produk-produk lokal secara kontinyu dan harga yang bersaing - Terjadinya nilai tambah produk pertanian di tingkat lokal
121
No.
Program
Kelompok Sasaran
D. Kewaspadaan Pangan dan Gizi 1. Pemantapan Sistem Kewaspa- Tim Pangan dan Gizi daan Pangan dan Gizi tingkat Propinsi - Tim Pangan dan Gizi tingkat Kabupaten - Tim Pangan dan Gizi tingkat Kecamatan - Tim Pangan dan Gizi tingkat Desa
2. Pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan
Indikator
Strategi
Kegiatan
- Semua kabupaten/kota sudah
- Peningkatan kemapuan, ketrampilan
- Advokasi terhadap pimpinan daerah, DPRD,
melaksanakan pemetaan, pera malan dan pengamatan situasi pagan dan gizi di wilayahnya - Sudah dimanfaatkannya informasi SKPG untuk pengambilan keputu san, perumusan kebijakan, perencanaan program dan evaluasi. - Tertanggulanginya masalah kera wanan pangan dan gizi buruk secara lebih dini
Tim SKPG dalam menanggulangi ma salah pangan dan gizi - Peningkatan pemanfaatan SKPG oleh pemerintah daerah. - Meningkatkan kualitas data
lintas sektor serta lembaga swadaya masy rakat Pembinaan berjenjang tim pangan dan gizi Pengumpulan, pengolahan dan analisis data Melakukan studi kasus berkaitan dengan pengembangan indikator . Pelatihan teknis untuk Tim Pangan dan Gizi Kabupaten termasuk instrumen data prose sing. Desiminasi informasi dan publikasi Pemanfaatan informasi untuk penentuan alternatif intervensi
- Wilayah miskin dan rawan pangan (daerah kumuh, daerah terisolir, daerah lahan marginal, daerah rawan kekeringan dan rawan banjir) - Keluarga rawan pangan transien (daerah terkena bencana alam dan keru suhan, dll) -
Teridentifikasinya indikator ketahanan pangan wilayah dan rumah tangga Teridentifikasinya wilayah dan rumah tangga rawan pangan Teratasinya masalah kera wanan pangan ditingkat wilayah dan RT Berkurangnya jumlah RT rawan pangan
-
- Peningkatan efektifitas sistem pemantauan ketahanan pangan - Pematapan sistem penanggu langan kerawanan pangan yang lebih menekankan pada pembinaan kemandirian - Peningkatan pendapatan ,kesempatan kerja dan kemampuan berusaha
3. Penanggulangan masalah gizi- Penduduk yang terkena - Diketahuinya besaran masalah - Menyediakan data dasar masalah dalam keadaan darurat bencana dan penduduk gizi pada tempat pengungsian, gizi pada tempat pengungsian. pada tempat tempat - Terbentuknya model intervensi - melakukan indentifikasi kelompok pengungsian khusus. untuk penduduk dalam keadaan risiko tinggi pada tempat - Penduduk korban darurat pengungsian kerusuhan - Mengembangkan model intervensi gizi pada tempat pengungsian. - Melakukan pemantauan dan penilaian intervensi gizi yang di lakukan pada tempat pengungsian E. Pencegahan dan
Pelaksana -
Kesehatan Pertanian Bappeda Tim Pangan dan Gizi BKKBN LSM Universitas Bulog Dagri
- Pengembangan indikator ketahanan - Pertanian pangan nasional, wilayah danRT - Kesehatan - Pemantauan ketahanan pangan - Perindag nasional, wilayah, dan RT secara - Diknas periodik dan kontinyu melalui pene- Dagri rapan SKPG - PKK - Pengembangan sistem menanggu- Lintas Sektor langi masalah kerawanan pangan melalui kerjasama pemerintah,swasta dan masyarakat - Fasilitasi peningkatan pendapatan masyarakat an.melalui diversifikasi usaha, konsolidasi usaha kelompok, perbaikan teknik dan manajemen usaha, dukungan sarana dan permo dalan usaha - Optimalisasi skema penyaluran subsidi pangan - Melakukan pengumpulan data untuk kebu- Bappeda tuhan data dasar berkaitan dengan status- Kesehatan gizi pada setiap tempat pengungsian - Pertanian - Mengembangkan model intervensi gizi pada - LSM tempat pengungsian - Universitas - Bulog - Dagri
131
No.
Program Penanggulangan Gizi Kurang dan Gizi Lebih 1. Pencegahan dan penang gulangan KEP
2. Pencegahan dan penang gulangan KEK
3. Pencegahan dan penanggulangan gizi lebih
Kelompok Sasaran
Indikator
- Bayi - Anak balita
- D/S dan N/S = 80% - Prevalensi gizi kurang setinggi-tinnginya 20% - Prrevalesi gizi buruk setinggi-tingginya 5 %
- WUS - Ibu hamil dan ibu nifas
- Penurunan prevalensi KEK setinggi-tingginya 20% - Prevalensi BBLR setinggitingginya 7%
-
Balita Anak sekolah Remaja Dewasa
- Menurunkan prevalensi kegemukan setinggi-tingginya 3 % pada balita - Menurunkan prevalensi ke gemukan setinggi-tingginya 10% pd orang dewasa usila
Strategi - Memantapkan upaya pencegahan memburuknya kondisi gizi - Pengembangan tata laksana gizi buruk - Deteksi dini BBLR - Pengembangan paket pelayanan gizi yg terintegrasi dengan kegiatan lintas program dan sektor - Peningkatan jaringan pelayanan dan rujukan gizi - Meningkatkan kemandirian keluarga dalam pola asuh anak - Deteksi dini resiko KEK - Memantapkan upaya intervensi WUS dan ibu hamil KEK - Peningkatan koordinasi pelayanan gizi yg terintegrasi dengan kegiatan lintas program dan sektor - Peningkatan jaringan pelayanan dan rujukan gizi - Meningkatkan kepedulian keluarga dalam kesehatan dan gizi - Mengembangkan model intervensi pada penderita gizi lebih (misal : posyandu usila, pusat kebugaran) - Peningkatan kualitas pelayanan pada penderita gizi lebih -
4. Asuhan dan konseling gizi
Anggota keluarga
50% dari institusi pelayanan kesehatan telah melaksanakan asuhan dan konseling gizi dengan tenaga profesional
-
-
Kegiatan - Pemantauan tumbuh kembang balita dengan KMS di posyandu, puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lain - Melakukan tata laksana gizi buruk - Setiap bayi lahir berat badan ditimbang - Pembinaan keluarga dalam asuhan keperawatan dan gizi - Pemberian makanan tambahan (PMT) penyuluhan dan PMT pemulihan - Melakukan pelayanan gizi terpadu dengan KIA, pelayanan kesehatan dan program penanggulangan kemiskinan - Penapisan penderita resiko KEK dan melalui pengukuran LILA dan IMT - Pelaksanaan intervensi terhadap penderita KEK melalui pendidikan gizi dan pemberian makanan tambahan - Melakukan pelayanan gizi dengan KIA, pelayanan kesehatan dan program penanggulangan miskin - Pembinaan keluarga dalam asuhan keperawatan dan gizi
- Melaksanakan pemantauan secara berkala berat badan dan tinggi badan - Melaksanakan promosi gaya hidup sehat - Melakukan konseling gizi - Melaksanakan manajemen terpadu Peningkatan koordinasi pelayanan penanganan kasus gizi lebih dan gizi yang terintegrasi dengan penyakit degeneratif serta penyakit kegiatan lintas program dan sektor lainnya Menyusun standar tatalaksana - Menyusun standar tatalaksana asuhan asuhan dan konseling gizi dan konseling gizi Melaksanakan kegiatan asuhan - Melaksanakan kegiatan asuhan dan dan konseling gizi disetiap sarana konseling gizi disetiap sarana pelayanan kesehatan pelaynan kesehatan Melaksanakan kegiatan asuhan - Melaksanakan kegiatan asuhan dan dan konseling gizi secara profesional konseling gizi secara profesional
Pelaksana -
Kesehatan Pertanian BKKBN Depdagri Organisasi profesi LSM Pemberdayaan Wanita - Litbang - Perguruan Tinggi
-
Pertanian Perindag PKK Kesehatan Diknas Lintas sektor Kesehatan LSM Swasta Masyarakat Organisasi profesi
-
Kesehatan LSM Organisasi profesi BKKBN Swasta
F. Pencegahan dan Penanggulangan Zat Gizi
141
No.
Program Mikro 1. Pencegahan dan penanggulangan GAKY
2. Pencegahan dan penanggulangan anemia gizi
Kelompok Sasaran
Indikator
Strategi
Kegiatan
Seluruh penduduk
- 90% keluarga mengkonsumsi garam cukup beryodium (>30ppm) - Penurunan prevalensi TGR dari 9,8% menjadi 5%
- Garam yodium untuk semua - Suplementasi kapsul minyak beryodium - Peningkatan koordinasi kegiatan lintas program dan lintas sektor - Membuka daerah terisolir
-
Kesehatan Perindag Koperasi Dagri PKK Organisasi profesi LSM
-
Menurunkan prevalensi anemia: - Bumil dan bufas dari 50,9% menjadi 40% - Balita dari 40,5% men jadi jadi30% 30% WUS -WUSdari dari39,5% 39,5%men men
-
-
Kesehatan Perindag Agama BKKBN Diknas Sosial Dagri
Ibu hamil/ibu nifas WUS Balita Anak usia sekolah Usia lanjut
-
- Pengawasan dan peningkatan yodisasi garam - Membina petani garam - Pemantauan garam beryodium ditingkat produsen, distributor, pasar, dan masyarakat - menerapkan tindakan hukum berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah yang ada - Promosi penggunaan garam beryodium - melakukan intensifikasi dan akselerasi distribusi kapsul minyak beryodium pada WUS, ibu hamil, ibu meneteki dan anak sekolah dasar di daerah endemik berat dan sedang - melakukan pemetaan masalah GAKY - Pengembangan fortifikasi yodium pada bahan makanan dan yodisasi air - Peningkatan kualitas bahan makanan sebagai sumber zat yodium terutama bahan makanan laut Suplementasi tablet/sirup besi - Melakukan intensifikasi dan akselerasi Meningkatkan konsumsi makanan distribusi tablet/sirup besi pada bumil kaya besi dan balita Pemasaran sosial makanan kaya - Promosi suplementasi tablet besi pada zat besi terutama sumber hewani remaja putri, catin, dan nakerwan Fortifikasi bahan makanan dengan - Melakukan koordinasi dan kegiatan zat besi dalam pemberian TTD dan sirup Meningkatkan kemandirian besi dengan kegiatan KIE serta masyarakat pelayanan kesehatan lain Integrasi kegiatan gizi lintas program - Mengembangkan fortifikasi zat besi program dan lintas sektor besi melalui bahan makanan (gandum) - Mengembangkan kegiatan penanggulangan anemia gizi pada kelompok usia lanjut
Pelaksana
151
No.
Program
Kelompok Sasaran
Indikator
Strategi
3. Pencegahan dan penanggulangan vitamin A
- Bayi (6-11 bulan) - Anak balita (1-5 th) - Ibu nifas (<30 hr)
Prevalensi xeropthalmia (X1b<0,33%)
- Suplementasi kapsul Vit. A dosis tinggi - Peningkatan konsumsi makanan kaya Vit. A - Fortifikasi bahan makanan dengan Vit. A - Koordinasi lintas program dan lintas sektor
4. Pencegahan dan penanggulangan kurang gizi mikro lain
- Ibu hamil - Bayi dan anak (624 bulan)
- Teridentifikasinya masalah seng dan selenium - Terwujudnya model intervensi suplementasi multi gizi mikro terutama untuk ibu hamil dan anak (6 - 24 bulan)
- Meningkatkan jaringan informasi masalah gizi mikro secara internasional dan nasional - survei dan penelitian - Pengembangan program
5. Fortifikasi pangan
- Industri bahan makanan (garam,mie, minyak) - Masyarakat sasaran
Terwujudnya fortifikasi Fe, Seng, Zn dan vit A
- Standardisasi dan regulasi fortifikasi bahan makanan - Advokasi dan koordinasi kegiatan fortifikasi lintas sektor, lintas program dan industri
- Seluruh wilayah - Seluruh lapisan masya rakat
- Meningkatnya keragaman - Peningkatan produksi dan peketersediaan dan konsumsi ngembangan aneka pangan pangan olahan (non beras dan makanan - Berkembangnya aneka ragam tradisional) pangan pokok olahan pengganti - Pengembangan pendidikan gizi beras seimbang mencakup penyuluhan - Perubahan perilaku konsumsi dan promosi pangan menuju PUGS - Pemberdayaan masyarakat dalam - Peningkatan keragaman penyuluhan diversifikasi konsumsi konsumsi pangan pangan - Pengembangan teknologi dalam
Kegiatan
Pelaksana
- Akselerasi suplementasi Kapsul Vit. A dosis tinggi (100.000 IU) untuk bayi dan 200.000 IU untuk anak balita - Promosi bulan kapsul Vit. A (Pebruari dan Agustus) - Pemasaran sosial sumber Vit. A alami - Fortifikasi minyak sayur dengan Vit. A - Kerjasama pendistribusian kapsul Vit. A bersama kegiatan imunisa si campak - Pengembangan pusat data dan informasi masalah kurang zat gizi mikro - Mengkaji data sekunder dari berbagai sumber - Mengembangkan suplementasi multi gizi mikro pada ibu hamil dan anak (6 - 24 bulan) - Memilih dan menetapkan bahan makanan sebagai wahana untuk fortifikasi - Fortifikasi bahan makanan dengan mikronutrient sesuai standar (misal : fortifikasi gandum dengan Fe, Zn, B1 dan B6, minyak dengan Vit. A) - Pengayaan bahan makanan dengan vitamin dan mineral
-
Kesehatan Perindag Swasta PKK Dagri
-
Kesehatan Swasta Organisasi profesi LSM
-
Kesehatan Perindag Swasta Dagri Organisasi profesi BUMN
- Pengembangan pengolahan aneka pangan khususnya pangan olahan non beras dan makanan tradisional - Pelatihan gizi seimbang bagi tenaga penyuluh lapangan - Penyuluhan dan promosi gizi seimbang bagi kelompok tani dan masya rakat - Kajian pemetaan pola diversifikasi konsumsi pangan serta kecenderungnya - Peningkatan peran serta masyarakat
-
LSM/swasta. Pertanian Kesehatan Perindag Diknas PKK Dagri
G. Peningkatan Perilaku Keluarga Mandiri Sadar Pangan dan Gizi 1. Peningkatan diversifikasi konsumsi pangan dan gizi
161
No.
Program
Kelompok Sasaran
Indikator
Strategi
Kegiatan
rangka diversifikasi pangan
-
2. Pemasyarakatan gizi seimbang
3. Peningkatan pemberian ASI dan MP-ASI
Seluruh keluarga dan masyarakat
-
Bayi Balita Ibu hamil Ibu menyusui
- umlah keluarga yang menerapkan perilaku gizi seimbang (% kadarzi) - Tersedianya media KIE secara spesifik menurut kondisi daerah - Jumlah institusi, sektor dan program terkait yang telah terlibat dalam promosi gizi seimbang
- Peningkatan persentase pemberian ASI eksklusif menjadi 80% - Peningkatan pemberian MP-ASI yang berkualitas mulai umur 4 bulan
dalam pengembangan produk pangan lokal serta penganekaragaman penyediaan dan konsumsi pangan Koordinasi pengembangan teknologi untuk diversifikasi konsumsi pangan dan nilai tambah produk pangan Pengkajian besaran & sebaran perilaku gizi seimbang. Kampanye , sosialisasi dan advokasi Pelatihan dan pendidikan tenaga Mengembangkan media dan pesanpesan spesifik yang tepat guna Kerja sama lintas sektor dan lintas program, LSM / swasta. Meningkatkan mutu pelayanan gizi keluarga melalui puskesmas, posyandu dan lain-lain.
- Pengembangan dan pemasyarakatan gizi seimbang . - Mengembangkan teknologi KIE tepat guna tentang gizi seimbang pada keluarga. - Meningkatkan kerja sama lintas program, lintas sektor, LSM/ swasta. - Mengembangkan mutu pelayanan gizi keluarga. - Memantapkan kelembagaan kadarzi. - Peningkatan kerjasama pelayanan kesehatan, industri dan tenaga kerja - Kerjasama pemerintah, swasta dan industri dalam pengembangan MP-ASI - Peningkatan KIE melalui media massa
-
- Penentuan standar mutu serta regulasi penyelenggaraan makanan - Penenuan standar kecukupan gizi bagi warga di Institusi - Peningkatan kualitas penyelenggaraan makanan banyak di institusi - pemberdayaan pengelola dan penyelenggara di institusi
- Menyusun dan menetapkan standar serta regulasi penyelenggaraan makanan dan pelayanan gizi di institusi - Melaksanakan kegiatan penyelenggaraan makanan dan pelayanan gizi sesuai dengan standar (kecukupan gizi, tenaga profesional, sarana) - Advokasi dan sosialisasi pelayanan
-
- Peningkatan Rumah sakit dan tempat kerja sayang ibu - Peningkatan peran organisasi wanita - Peningkatan kualitas MP-ASI yang terjangkau daya beli masyarakat - Pengembangan industri MP-ASI di tingkat propinsi dan kabupaten - Peningkatan kampanye penggunaan ASI ekslusif dan MP-ASI - Pengawasan dan monitoring pembuatan dan penggunaan susu formula - advokasi terhadap pengambil keputusan, masyarakat industri, LSM dan media massa
Pelaksana
- Lintas program - lintas sektor terkait - LSM/swasta.
-
Kesehatan Swasta Pertanian PKK Perindag Hukum dan Perundang Undangan - LSM - Organisasi profesi
H. Pelayanan Gizi di Institusi - Institusi pendidikan - Institusi rumah tahan an & Lembaga pemasyarakatan - Institusi Sosial (panti asuhan,wredha,rumah singgah dll) - Institusi tempat kerja - Institusi olahraga (pusat pelat.olahraga)
- Jumlah institusi yang melaksanakan penye lenggaraan sesuai dengan standar dan regulasi - Jumlah institusi yang telah memasukkan materi gizi kedalam kurikulum pendidikan dan pelatihan
171
No.
Program
Kelompok Sasaran - Institusi kesehatan (rumah sakit, puskesmas perawatan,rumah besalin) - Institusi lain (matra haji, transmigrasi dll)
I.
Pengembangan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Pemberdayaan Konsumen
2. Perbaikan Mutu dan Keamanan Pangan Produk Industri Pangan Kecil dan Menengah
Indikator
Strategi - Promosi pelayanan gizi di institusi - pengembangan materi materi kedalam materi pendidikan dan pelatihan - koordinasi lintas program dan lintas sektor
Seluruh lapisan masyarakat - Peningkatan jumlah pemanfaatan sistem dan lembaga pengaduan masyarakat ke instansi berwenang - Peningkatan produk makanan yang memenuhi syarat - Peningkatan sarana pengolahan makanan yang memenuhi syarat perudang-undangan - Peningkatan sarana distribusi yang memenuhi syarat - Penurunan jumlah kasus keracunan dan penyakit yang timbul melalui makanan Para pengusaha industri - Teridentifikasinya kemungkinan kecil menengah dan bahaya produk-produk industri rumah tangga yang berkontribusi dengan status gizi masyarakat - Jumlah industri yang dibina - Jumlah industri yang menerap kan konsep perbaikan mutu dan keamanan - Jumlah kasus keracunan - Pemakaian bahan tambahan pangan berbahaya
Kegiatan
Pelaksana
gizi di institusi - Melaksanakan asuhan dan konseling gizi di institusi (pojok gizi di puskesmas, konseling gizi bagi atlet di pusat olahraga, pasien di rumah sakit) - Melaksanakan kerjasama dengan lintas sektor, lintas prgram dan swasta dalam kegiatan pelayanan gizi di institusi - Pelatihan dan pembinaan bagi petugas penyelenggara dan pengelola makanan (misal: kantin, warung sekolah/penjaja makanan, jasa boga, embarkasi/ debarkasi haji dll)
- Pemasayarakatan peraturan perundang-undangan bidang pangan. - Penyusunan dan penyebarluasan informasi tentang : cara memilih, membeli, menglah, menyajikan, penyimpanan dan penanganan makanan yang aman. - Cara memahami informasi pada label dan kemasan pangan, penyakit yang timbul melalui makanan. - Penyebarluasan informasi tentang penyampaian keluhan konsumen dan lembaga yang dapat membantu menyelesaikan masalah. Menerapkan standar mutu dan keamanan pangan secara nasional dan bertahap Memperkuat mekanisme pembinaan dan pengawasan penerapan standar mutu Penumbuhan kesadaran tentang pentingnya mutu dan keamanan produk melalui penyuluhan dan praktek
- Inventarisasi produksi pangan - Identifikasi potensi bahaya Perumusan strategi perbaikan mutu dan keamanan pangan - Implementasi strategi perbaikan mutu dan keamanan - Evaluasi implementasi
181
No.
Program
Kelompok Sasaran
Indikator
Strategi
Kegiatan
Pelaksana
- Meningkatnya mutu dan keamanan produk pangan industri - Tersosialisasinya konsep cara produksi yang baik - Peningkatan daya saing industri J.
Penelitian dan Pengembangan Pangan dan Gizi 1. Bidang pangan
2. Bidang Gizi
- Penelitian penerapan dan seleksi teknologi budidaya, panen dan pasca panen komoditas pangan yang mampu meningkatkan produktivitas tani - Penelitian penerapan dan seleksi teknologi pengolahan pengepakan penyajian aneka ragam pangan produk-produk pangan. - Penelitian penerapan dan seleksi Prototipe alat dan mesin pra panen dan pasca panen produk pangan - Penelitian penerapan dan seleksi Instrumen pelayanan sosial ekonomi sistem usaha pertanian berbasis komoditas pangan - Penelitian teknologi pendidikan gizi - Penelitian epidemiologi dan SKPG - Penelitian teknologi makanan dan potensi gizi - Penelitian gizi masyarakat - Penelitian biokimia dan fisiologi gizi
191
PREVALENSI GIZI KURANG PADA BALITA MENURUT PROPINSI, SUSENAS 1999 11 12 64
14 13
61 15 17
72
62 16
<15%
63 18
15-19.9%
73 74
82
33 35 34
Provinsi DI Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung
81
31 32
>=20%
Kode 11 12 13 14 15 16 17 18
71
Prev 15.18 17.58 19.74 16.28 18.19 15.30 15.10 15.95
Kode 31 32 33 34 35 51 52 53
Provinsi DKI-Jkt Jabar Jateng DI Jogja Jatim Bali NTB NTT
51
52 53
Prev 12.71 17.40 19.12 12.05 18.26 11.84 22.22 23.09
Kode 61 62 63 64 71 72 73 74
Provinsi Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra
Prev
Kode Provinsi 23.15 81 Maluku 19.54 82 Papua 21.97 18.04 11.86 21.10 20.10 17.18
Prev 15.31 15.59
Sumber : Depkes, 1999 88
PREVALENSI GIZI BURUK PADA BALITA MENURUT PROPINSI, SUSENAS 1999 11 12 64
14 13
61 15 17
72
62 16
63 18
<5% 5-9.9%
32
35
>=10%
Prev
Sumber : Depkes, 1999
73
10.95 11.36 7.55 8.40 9.69 5.93 9.82 8.46
82
33 51
34
Provinsi DI Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung
81
74 31
Kode 11 12 13 14 15 16 17 18
71
Kode 31 32 33 34 35 51 52 53
Provinsi DKI-Jkt Jabar Jateng DI Jogja Jatim Bali NTB NTT
52 53
Prev 5.72 6.16 5.42 3.58 7.78 3.98 10.64 10.13
Kode 61 62 63 64 71 72 73 74
Provinsi Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra
Prev
Kode Provinsi 11.48 81 Maluku 7.56 82 Papua 8.23 7.57 8.24 7.23 9.01 5.63
Prev 7.34 9.67
89
Prevalensi Gondok Anak Sekolah di Indonesia 1998 Menurut Propinsi 11 12 64
14 13
61 15 17
16
63 18
73 74
82
31 32
33 35
51
34
20-29.9 %
11 12 13 14 15 16 17 18
81
%
5 - 19.9 %
> 30
72
62
Keterangan < 5
71
52 53
%
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Seleatan Bengkulu Lampung
5.4% 6.7% 20.5% 1.1% 3.7% 7.3% 7.9% 11.9%
31 32 33 34 35 51 52 53 54
Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Timor Timur
2.0% 4.5% 4.4% 6.1% 1 6.3% 12.0% 19.7% 38.1% 21.4%
61 62 63 64 71 72 73 74
Kalimatan Barat Kalimatan Tengah Kalimatan Selatan Kalimatan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara
2.3% 8.1% 1.7% 3.1% 3.0% 16.5% 10.1% 24.9%
81 Maluku 82 Papua
33.3% 13.0%
90
TABEL PRODUKSI BEBERAPA KOMODITAS PANGAN MENURUT PROPINSI (Kg/kap/thn) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
PROPINSI D.I. Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Irja INDONESIA
Beras a) 222.6 179.5 246.6 63.8 131.6 139.6 149.7 163.7 1.4 160.5 177.7 132.3 161.2 168.9 220.7 60.2 137.8 127.5 249.5 71.3 73.3 154.5 302.0 108.1 11.5 18.8 155.6
Jagung a) 18.3 47.4 12.9 10.8 11.3 12.6 39.7 161.7 0.01 9.1 51.0 50.6 83.2 32.1 18.1 135.9 9.7 5.1 10.8 5.2 53.3 16.7 98.8 50.3 5.1 4.3 44.1
Ubi Kayu a) 17.3 38.7 20.2 15.8 51.8 67.7 61.0 376.9 0.1 45.3 105.8 213.3 94.4 59.0 27.9 68.9 31.1 53.7 39.3 37.7 31.0 22.7 66.2 102.7 88.0 22.2 74.5
KOMODITAS Kedele a) Daging Ternak a) 18.9 2.8 2.2 1.7 2.4 3.1 1.1 2.1 4.5 2.2 2.6 1.8 3.4 1.3 5.3 1.1 0.0 4.0 2.0 2.4 6.8 2.0 24.3 3.4 12.5 3.5 8.6 22.9 30.3 1.9 0.8 2.9 1.6 3.5 2.2 0.4 3.7 2.2 1.3 4.4 4.6 8.2 2.3 4.3 6.6 2.8 4.1 3.3 1.1 2.5 6.9 3.0 6.2 3.0
Daging Unggas a) 5.6 5.6 4.0 3.9 2.0 3.0 2.9 3.8 1.4 2.9 4.1 4.4 3.7 2.6 1.0 2.7 4.5 0.9 3.2 2.9 1.8 3.7 2.5 4.6 1.8 1.1 3.4
Ikan Laut b) 28.7 25.9 19.8 58.4 12.2 19.2 11.9 16.1 7.8 4.2 10.2 0.5 9.4 50.4 20.2 17.9 15.9 29.3 33.4 30.5 45.6 43.3 34.4 89.5 156.7 66.1 17.9
Ikan Darat b) 3.1 3.1 5.7 3.7 3.4 3.7 2.9 7.1 0.1 5.2 2.4 2.5 4.4 1.1 2.9 0.2 6.8 23.4 22.9 21.3 2.6 1.5 14.2 9.7 0.1 2.2 4.8
Keterangan : a) Diturunkan dari Angka Produksi Tahun 1999 (Produksi dibagi jumlah penduduk tiap propinsi tahun 1999) b) Diturunkan dari Angka Produksi Tahun 1997 (Produksi dibagi jumlah penduduk tiap propinsi tahun 1997) 84
We are guilty of many errors and many faults, but our worst crime is abandoning the children, neglecting the fountain of life. Many of the thing we need can wait, the child can not. Right now is the time, his bones are being formed, his blood being made, and his sense are being developed. To him we can not answer tomorrow, his name is
TODAY!!!!
- Gabriel Mistral