Hubungan Literasi Keuangan dengan Perubahan Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemberian Ganti Kerugian Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol di Desa Bongaswetan, Kabupaten Majalengka Relationship of Financial Literacy and Public Welfare Changes After Land Compensation for Toll Road Development in Bongaswetan Village, Majalengka Alfian Najib Anshori1 dan Ahsan Asjhari2
Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan Bidang Jalan dan Jembatan Jl. Gayung Kebonsari 50 Surabaya 60235 Email:
[email protected]
Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan Bidang Jalan dan Jembatan Jl. Gayung Kebonsari 50 Surabaya 60235 Email:
[email protected] Tanggal diterima: 17 November 2014; Tanggal disetujui: 20 Maret 2015
ABSTRACT Land acquisition on road project often experienced with rejection caused by community disagreement towards value of land compensation. Land acquisition could emerge community concerns about how they live in the future. It is closely related to society’s perception of the government has given compensation loss couldn’t fulfill their live needs in the future. Government used assumption that compensation could increase affected communities welfare. This article aimed to determine the change of community welfare who received land compensations. This article also aimed to determine the relationship between changes in community welfare with financial literacy. This article used land acquisition case in Bongas Wetan village, Majalengka as part of road construction Cikampek-Palimanan (Cipali). Data obtained using questionaire. Scoring analysis used to determine the change of community welfare, while the relationship between variables described by Spearman’s rho correlation. Most of them have change in, either increase (32%) or decrease (46%) and no relationship between financial literacy and community welfare. There are need for further research about determined the financial literacy indicators and other factors that could influenced communtity welfare after compensation payment. Keywords : financial literacy, welfare, land acquisition, compensation, toll road
ABSTRAK Kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan sering diwarnai dengan penolakan terhadap nilai ganti rugi yang ditawarkan. Kekhawatiran akan kesejahteraan masa depan mejadi salah satu pemicunya. Namun, pemerintah telah berupaya melakukan perhitungan yang mendekati nilai ganti kerugian yang diharapkan masyarakat. Tulisan ini berusaha mengetahui perubahan kesejahteraan masyarakat penerima uang ganti kerugian dan hubungannya dengan literasi keuangan. Kasus yang digunakan adalah pengadaan tanah di Desa Bongas Wetan, Kabupaten Majalengka sebagai bagian dari pembangunan jalan tol Cikampek-Palimanan (Cipali). Data diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada masyarakat penerima ganti kerugian. Analisis skoring digunakan untuk mengetahui besaran perubahan kesejahteraan, sedangkan hubungan antar variabel dianalisis menggunakan korelasi Spearman’s Rho. Hasilnya adalah sebagian masyarakat mengalami perubahan kesejahteraan, baik meningkat (32%) maupun menurun (46%). Selain itu, tidak ditemukan korelasi antara literasi keuangan dengan perubahan kesejahteraan. Perlu kajian lebih lanjut mengenai aspek kemampuan pengelolaan uang ganti rugi terkait dengan indikator yang digunakan serta faktor lain yang dapat mempengaruhi perubahan kesejahteraan pasca pemberian ganti rugi. Kata kunci : literasi keuangan, kesejahteraan, pengadaan tanah, ganti kerugian, jalan tol
39
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 7 No.1 April 2015, hal 1- 79
PENDAHULUAN Pembangunan infrastruktur seperti jalan tol sebagai katalis pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat harus tidak menemui banyak kendala dalam pelaksanaannya. Namun fakta yang tersedia justru sebaliknya, yaitu pembangunan jalan tol justru banyak terkendala khususnya pada kegiatan pengadaan tanah. Pada tahun 2011 Kementerian Pekerjaan Umum berencana membangun 886 km konstruksi jalan tol, 293,36 km telah berada pada tahap konstruksi sedangkan sisanya masih berada pada kegiatan pengadaan tanah (BPJT 2011).
Pengadaan tanah yang berlarut-larut tentunya akan menyebabkan keterlambatan pembangunan secara keseluruhan. Pengadaan tanah menjadi sulit dalam pelaksanaannya karena bersinggungan secara langsung dengan kepentingan dan hajat hidup masyarakat terdampak. Hal ini terkait dengan kelangsungan hidup warga yang terkena pembangunan sehingga akhirnya menimbulkan keresahan masyarakat. Semua keresahan tersebut terakumulasi menjadi penolakan terhadap nilai uang ganti rugi lahan yang ditawarkan oleh pemerintah. Opini yang terbangun di masyarakat adalah pembangunan jalan tol hanya akan menguntungkan sebagian kecil pihak, dan tidak berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di masa depan.
Kekhawatiran masyarakat terhadap kesejahteraan di masa depan menjadi faktor penting yang menjadi pemicu penolakan terhadap nilai ganti rugi yang ditawarkan. Sementara pihak pemerintah telah melakukan perhitungan berdasarkan nilai jual tanah, bangunan dan tanaman yang ditaksir oleh instansi yang berwenang di bidang tersebut. Harapannya, penilaian tersebut mendekati nilai ganti kerugian yang diharapkan masyarakat.
Berdasarkan gambaran tersebut, terdapat dua kemungkinan mengenai hal tersebut yaitu : Pertama, nilai ganti rugi tidak sesuai dengan harga lahan eksisting sehingga masyarakat tidak mendapatkan keuntungan dari adanya uang ganti rugi tersebut atau balik modal (turnover) yang harus dapat digunakan untuk membeli lahan pengganti.
Penyebab kedua adalah ketidaktahuan dan ketidakmampuan masyarakat dalam mengelola uang ganti rugi turut berperan dalam menyebabkan penurunan kesejahteraan. Kemungkinan pertama umumnya disebabkan oleh sulitnya proses negosiasi dengan masyarakat karena banyaknya penolakan pada kegiatan pengadaan tanah sehingga terjadi perbedaan nilai lahan yang telah diperhitungkan di awal dengan nilai akhir, sementara harga tanah naik cukup signifikan setiap tahunnya. Sedangkan kemungkinan kedua tentang kemampuan masyarakat dalam menggunakan mengelola keuangan belum banyak dikaji. Sehingga bahasan tentang penggunaan uang dan kaitannya dengan kesejahteraan menjadi unsur kebaruan (novelty) dalam artikel ini. Kebaruan artikel
Beberapa kajian yang membahas mengenai ganti rugi lahan dalam pembangunan jalan masih berkutat pada aspek pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah terkait dengan identifikasi masalah dan faktor penyebabnya dan cara penyelesaian masalah yang terjadi pada kegiatan tersebut (Marlijanto 2012). Sedangkan untuk kajian pasca kegiatan seperti yang telah dilakukan oleh Setianingsih (2012) lebih terkait dengan dampak kegiatan pengadaan tanah atau pembebasan lahan meliputi kepastian hukum, munculnya konflik sosial, masalah adaptasi terhadap perubahan kondisi ekonomi dan kesejahteraan, serta kondisi psikologis warga terdampak. Sementara kajian yang lebih terfokus
PROJECT LOCATION MAP CIKOPO-PALIMANAN TOLL ROAD TOTAL LENGTH 114 KM
LEGEND : CIKOPO-PALIMANAN TOLL WAY JAKARTA-CIKAMPEK FREEWAY ARTERIAL ROAD INTERCHANGE AT INTIAL STAGE PALIMANAN - KANCI TOLLWAY SERVICE AREA TYPE”A” SERVICE AREA TYPE”B”
Gambar 1. Rencana pembangunan Jalan Tol Cipali Sumber: http://www.bukaka.com/
40
Hubungan Literasi Keuangan dengan Perubahan Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemberian Ganti Kerugian Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol di Desa Bongaswetan, Kabupaten Majalengka Alfian Najib Anshori dan Ahsan Asjhari terkait kesejahteraan pasca pembangunan sebuah infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman dilakukan oleh Rianto (2012).
Oleh karena itu, artikel ini berusaha mengetahui dan membahas tentang bagaimana korelasi antara penggunaan uang masyarakat yang memperoleh ganti kerugian terhadap perubahan kesejahteraan dengan mengambil lokasi Desa Bongas Wetan, Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Majelengka pasca menerima ganti kerugian atas lahan untuk pembangunan Jalan Tol ruas Cikopo-Palimanan. Jalan tol yang terletak di Provinsi Jawa Barat ini memiliki panjang 116,05 kilometer dan diharapkan dapat memperpendek waktu tempuh CikopoPalimanan selama dua jam serta membuka akses yang lebih luas kepada daerah-daerah yang potensial di Jawa Barat, seperti Cikopo di Purwakarta, Kalijati, Subang, Cikedung, Kertajati dan Sumberjaya. Artikel ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan analisis lebih lanjut terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat terkena proyek pasca menerima kompensasi atas lahan yang hilang. Sehingga dapat diupayakan untuk menjaga atau bahkan meningkatkan kondisi kesejahteraan masyarakat terkena proyek ketika sebuah kegiatan pembangunan jalan tol berlangsung.
KAJIAN PUSTAKA
Pemberian ganti kerugian atas lahan Masalah ganti rugi selalu menjadi isu utama dalam sebuah kegiatan pembangunan infrastruktur. Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian dilakukan per bidang tanah, meliputi 1) tanah, 2) ruang atas tanah dan bawah tanah, 3) bangunan, 4) tanaman, 5) benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau 6) kerugian lain yang dapat dinilai (UU No 2 Tahun 2012). Bentuk Ganti Kerugian dalam pengadaan tanah diberikan dalam bentuk : 1) uang, 2) tanah pengganti, 3) permukiman kembali, 4) kepemilikan saham, atau 5) bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak (Pasal 36). Berdasarkan Keppres Nomor 55 Tahun 1993, perhitungan ganti rugi untuk tanah adalah harga tanah didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak dan Bangunan (NJOP) tahun terakhir (Pasal 15 huruf a). Di samping untuk tanah, bangunan dan tanaman, dasar perhitungan ganti ruginya adalah nilai jual bangunan dan tanaman yang ditaksir oleh instansi yang berwenang di bidang tersebut (Pasal 15 huruf b dan c).
Harga tanah sendiri dipengaruhi oleh banyak hal selain NJOP. Penilaian tanah dapat berpedoman pada hal-hal berikut yaitu: lokasi/letak tanah (strategis atau kurang strategis); status penguasaan tanah (sebagai pemegang hak yang sah/penggarap);
status hak atas tanah (hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, dan lain-lain); kelengkapan sarana dan prasarana; keadaan penggunaan tanahnya (terpelihara/tidak); faktor lain yang mempengaruhi harga tanah (Berminas 2014)
Namun faktor – faktor tersebut tidak lagi digunakan dengan adanya UU No 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. UU No. 2 Tahun 2012 menetapkan bahwa pemberian ganti rugi tidak lagi berdasarkan atas Nilai Jual Obyek Pajak dan Bangunan (NJOP) tahun terakhir, namun berdasarkan harga pasar yang ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan. Ketetapan tersebut berlaku untuk semua jenis pembangunan infrastruktur termasuk jalan tol. Dalam kegiatan pengadaan tanah selalu terjadi gejolak yang disebabkan oleh alotnya proses negosiasi nilai ganti rugi. Hal tersebut diindikasikan dengan berbagai fenomena di masyarakat seperti sikap skeptis masyarakat, adanya persepsi bahwa pengadaan tanah merupakan kesempatan untuk menjual tanah dengan harga setinggi-tingginya sehingga memicu munculnya spekulan/calo tanah. Selain itu banyaknya pihak yang terlibat dalam kegiatan pengadaan tanah menyebabkan ketidakjelasan terhadap tanggung jawab pelaksanaan kegiatan tersebut. Masyarakat beranggapan bahwa dengan uang ganti rugi tersebut dapat membeli tanah di lokasi lain sehingga dapat menjamin kesejahteraan di masa depan. Kesejahteraan masyarakat
Pemerintah selalu menetapkan kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan pembangunan. Apa yang disebut dengan kesejahteraan? UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyebutkan bahwa kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Dari definisi tersebut secara garis besar kesejahteraan adalah terpenuhinya kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan dasar tersebut meliputi kebutuhan terkait dengan kualitas hidup seperti kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan, serta sosial lainnya (BPS 2013). Sedangkan indikator-indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan meliputi tingkat pendidikan, pendapatan per kapita, kesehatan dan gizi, lingkungan sosial, infrastruktur dan layanan, lingkungan alam, lingkungan politik, tingkat pengetahuan, lingkungan ekonomi, dan kepemilikan aset. (Muflikhati et al 2010a, 2010b).
41
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 7 No.1 April 2015, hal 1- 79
Konsep kesejahteraan erat kaitannya dengan kemiskinan karena sejahtera berarti tidak miskin sehingga indikator yang digunakan pun tidak jauh berbeda. Savadogo et al (2015) mendefinisikan kemiskinan dengan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar meliputi makanan, kesehatan, uang, dan “terasing” secara sosial. Usman (2015) menggunakan indikator bantuan sosial sebagai social spending (dana yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan) untuk mengukur tingkat kemiskinan di sebuah wilayah. Indikasi tersebut sejalan dengan pemikiran Fatony (2011) bahwa selama ini pendekatan pengentasan kemiskinan yang dapat dikatakan sebagai usaha untuk membuat masyarakat tidak miskin (sejahtera) cenderung menggunakan indikatorindikator terkait pemenuhan sandang pangan, dan papan (standar kesejahteraan). Pada kasus pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman, Rianto (2012) menjelaskan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat pasca pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur adalah: 1) Pendapatan; 2) pengeluaran; 3) akses wilayah ke tempat perekonomian; 4) akses ke pelayanan publik. Konsep kesejahteraan yang diajukan oleh Rianto tersebut digunakan untuk mengetahui hubungan antara besaran uang ganti kerugian dengan kesejahteraan masyarakat penerima pada konteks pembangunan Waduk Jatigede.
Dalam artikel ini, konsep Rianto (2012) dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan untuk mengetahui perubahan kesejahteraan sebelum dan sesudah menerima uang ganti kerugian serta hubungannya dengan literasi keuangan pada konteks pembangunan jalan tol Cipali. Dalam tulisan ini, operasionalisasi kon-sep perubahan kesejahteraan berusaha memodifikasi dengan pendekatan konsep status sosial ekonomi.
Kesejahteraan dan kemiskinan turut mempengaruhi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau status sosial ekonominya. Status sosial ekonomi ini terkait dengan stratifikasi yang ada di masyarakat. Stratifikasi merupakan perbedaan anggota masyarakat baik dari pekerjaan, kepandaian dan pengetahuan yang mengacu pada tingkat pendidikan, serta kekayaan yang dimilikinya (Soekanto dalam Rohman 2013). Status sosial ekonomi umumnya diukur berdasarkan pendidikan, pekerjaan, pendapatan atau pengeluaran, serta harta benda yang dimiliki. Sehingga definisi kesejahteraan dalam artikel ini dibatasi sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan
42
dasar berdasarkan sumber daya yang dimiliki dan ketersediaan akses ke berbagai bentuk pelayanan sosial ekonomi. Dari batasan pengertian tersebut terdapat empat aspek yang dapat digunakan sebagai ukuran kesejahteraan yakni: pekerjaan, penghasilan, kepemilikan harta (aset), dan akses ke pelayanan sosial dan ekonomi.
Modifikasi dilakukan karena aspek perubahan penghasilan dalam penelitian ini didekati dengan pertanyaan-pertanyaan seputar pengeluaran responden. Sementara aspek perubahan pekerjaan menjadi relevan dalam penelitian ini karena pengadaan tanah dapat menghilangkan pekerjaan utama ataupun pekerjaan sampingan rumah tangga responden. Kehilangan pekerjaan dapat berpotensi mengurangi kesejahteraan masyarakat. Teori Financial Literacy
Literasi keuangan (financial literacy) dapat diterjemahkan menjadi pemahaman terhadap perencanaan keuangan. Pemahaman yang dimaksud adalah pengetahuan mengenai konsep dasar keuangan, seperti perbedaan nilai nominal dan riil, nilai waktu, bunga majemuk, dan lain lain (Lusardi dalam Nababan 2012).
Literasi keuangan sendiri merupakan sebuah cara pandang atau berpikir dari seseorang untuk dapat terhindar dari masalah-masalah keuangan sehingga dapat mencapai kondisi sejahtera di masa mendatang. Van Rooij et al (2012) dalam kajian tentang penggunaan dana pensiun di AS menekankan bahwa orang yang memahami prinsipprinsip dasar penggunaan uang memiliki rencana pensiun yang lebih baik, kekayaan lebih besar dan dapat menghindari hutang. Nababan (2012) menjelaskan bahwa literasi keuangan meliputi beberapa aspek yaitu pengetahuan dasar mengenai keuangan pribadi, kepemilikan tabungan dan investasi, manajemen dalam mengatur pengeluaran, kemampuan penggunaan kredit dan hutang, serta manajemen resiko kerugian yang diderita atas tindakan terkait dengan keuangan. Seseorang dengan pemahaman keuangan yang baik tentunya tidak akan menggunakan uangnya hanya untuk kebutuhan konsumtif. Asumsi yang digunakan adalah seseorang yang memiliki literasi keuangan akan lebih sejahtera daripada orang yang tidak memiliki literasi keuangan. Lusardi dan Mitchell (2014) pun menyatakan apabila seseorang yang memiliki pengetahuan keuangan cenderung menggunakan pendapatannya untuk menabung dan sedikit untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, sehingga dapat digunakan di masa depan ketika terjadi penurunan pendapatan. Sehingga dapat dikatakan seseorang dengan literasi keuangan yang
Hubungan Literasi Keuangan dengan Perubahan Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemberian Ganti Kerugian Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol di Desa Bongaswetan, Kabupaten Majalengka Alfian Najib Anshori dan Ahsan Asjhari baik akan meningkatkan kemapanan finansial dan mengurangi masalah finansial di masa depan (Taft et al 2013).
Jappelli and Padula dalam Lusardi dan Mitchell (2014) menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara literasi keuangan dan kesejahteraan dalam satu siklus waktu tertentu. Hal serupa diungkapkan oleh Behrman, et al (2012) bahwa literasi keuangan berhubungan positif dan signifikan terhadap kesejahteraan secara akumulatif berdasarkan beberapa komponen yang diteliti seperti sekolah, pengalaman kerja, dan latar belakang keluarga. Berbagai konsep diatas dapat dianalogikan pada konteks penggunaan uang ganti kerugian pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol. Sehingga literasi keuangan dalam penelitian ini dapat diterjemahkan menjadi “Pengetahuan dan pemahaman terkait pengelolaan uang ganti kerugian yang diwujudkan dengan adanya rencana pengeluaran yang teratur, kepemilikan investasi, tabungan dan mampu mengendalikan kebutuhan konsumtif”.
dua variabel yang digunakan, yaitu variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Berdasarkan konsep yang digunakan dalam kajian pustaka, variabel bebas dalam penelitian ini adalah variabel literasi keuangan. Sementara variabel terikat dalam penelitian ini adalah perubahan kesejahteraan masyarakat penerima ganti kerugian pengadaan tanah untuk pembangunan jalan. Konsep keseluruhan artikel ini dapat dilihat dalam Gambar 2. Berdasarkan uraian diatas, variabel- variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dioperasionalkan sebagaimana terlihat pada tabel 1. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Tabel 1. Operasionalisasi Variabel dan Indikator Variabel
Indikator
Perubahan kesejahteraan
METODE PENELITIAN
Artikel ini membahas secara kuantitatif perubahan kesejahteraan yang terjadi dengan mengkuantifikasi indikator-indikatornya. Langkah awal adalah mengoperasionalisasikan konsep kesejahteraan menjadi empat aspek atau indikator, yaitu : Perubahan Pekerjaan, Perubahan Penghasilan, Perubahan Kepemilikan Harta (Aset), dan Perubahan Akses ke Pelayanan Sosial dan Ekonomi (lihat tabel 1). Sementara untuk mengetahui hubungan antar variabel, terdapat
Literasi keuangan
ISU dan ASUMSI
Asumsi: Perubahan kesejahteraan tersebut memiliki hubungan dengan literasi keuangan masyarakat (Lusardi & Mitchell, 2014)
FENOMENA AKTUAL : Pembangunan jalan tol terkendala pengadaan tanah terkait isu kesejahteraan pasca kegiatan berakhir
Sumber: Analisis
Perubahan kesejahteraan : 1) pekerjaan, 2) penghasilan, 3) kepemilikan harta (aset) dan 4) akses ke pelayanan sosial dan ekonomi
Literasi keuangan
Perubahan Penghasilan
Ordinal
Perubahan Kepemilikan Harta (Aset)
Ordinal
Perubahan Akses ke Pelayanan Sosial dan Ekonomi
Ordinal
Tingkat Penggunaan uang
Ordinal
Kepemilikan tabungan
Ordinal
Kepemilikan produk keuangan
Ordinal
Kepemilikan rencana keuangan
Ordinal
Tingkat penggunaan keuangan untuk barang konsumtif
Ordinal
METODE PENELITIAN ANALISIS KUANTITATIF MELALUI :
KONSEPTUALISASI
Variabel Bebas
Ordinal
Sumber: Analisis Teori
JUDUL ARTIKEL
Isu: Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol mempengaruhi perubahan kesejahteraan masyarakat berdasarkan besaran niai ganti
Skala
Perubahan Pekerjaan
Analisa melalui pembobotan tiap indikator melalui expert opinion
Variabel Terikat Perubahan Kesejahteraan
SARAN UNTUK KAJIAN LANJUTAN
Analisa hubungan korelasional spearman rho
KESIMPULAN
Gambar 2. Kerangka Konseptual
43
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 7 No.1 April 2015, hal 1- 79
data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner di lokasi penelitian. Penyebaran kuesioner dilakukan pada bulan September tahun 2012 dengan mengambil lokasi penelitian di Desa Bongas Wetan, Kecamatan Sumberjaya, merupakan salah satu lokasi pelaksanaan pengadaan tanah sebagai bagian dari Seksi 1 pembangunan jalan tol Cikampek – Palimanan (Cipali).
Berdasarkan data Bina Marga, tanggal 12 Maret 2012, diketahui bahwa kebutuhan tanah di Desa Bongas Wetan adalah sejumlah 485 bidang dengan total luasan tanah mencapai 233.421 m2. Total luasan tanah tersebut meliputi juga kebutuhan untuk frontage dan relokasi jalan desa di STA 197+289. Untuk progres hingga tanggal 8 Maret 2012, telah terbebaskan 415 bidang tanah. Jumlah tersebut belum termasuk 52 bidang tanah untuk keperluan frontage. Berdasarkan jumlah populasi diatas, penentuan sampel responden menggunakan margin of error sebesar 10%, sehingga diperoleh sampel sejumlah 81 responden. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumah tangga penerima uang ganti kerugian yang diwakili oleh satu responden. Analisis Perubahan Kesejahteraan
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, terdapat dua bentuk analisis data. Untuk mengetahui perubahan kesejahteraan digunakan pembobotan melalui skor data terhadap setiap indikator dalam variabel perubahan kesejahteraan. Dengan pembobotan melalui skor tersebut, diharapkan digunakan untuk mengukur perubahan kesejahteraan antara sebelum dan setelah pemberian ganti kerugian. Pembobotan dilakukan dengan metode expert opinion. Expert opinion melibatkan 3 (tiga) orang pakar, antara lain pakar sosiologi dari FISIP UI, pakar ekonomi dari LIPI dan pakar metodologi dari UN-HABITAT yang memberi penilaian terhadap indikator-indikator penyusun variabel perubahan kesejahteraan, seperti yang terlihat dalam tabel 2. Tabel 2. Pembobotan Indikator Perubahan Kesejahteraan No
Indikator
Bobot (%)
1
Perubahan Pekerjaan
17
2
Perubahan Pendapatan
29
3
Perubahan Kepemilikan Harta (Aset)
32
4
Perubahan akses ke pelayanan sosial dan ekonomi
22
TOTAL SKOR Sumber: Expert Opinion
44
100
Nilai perubahan kesejahteraan responden yang menerima ganti kerugian diperoleh dengan memperhitungkan selisih antara nilai kesejahteraan sebelum menerima ganti kerugian dan saat ini. Sebagai gambaran, responden yang terpilih menyatakan telah menerima uang ganti kerugian pada pertengahan tahun 2008. Dengan demikian nilai kesejahteraan sebelum menerima uang ganti kerugian mencerminkan kondisi sebelum pertengahan tahun 2008. Sedangkan nilai kesejahteraan sesudah menerima uang ganti kerugian mencerminkan kondisi saat ini atau lebih tepatnya ketika kuesioner disebarkan (September 2012). Analisis perubahan kesejahteraan sendiri dijelaskan secara deskriptif. Analisis variabel financial literacy
Sedangkan analisis terhadap kemampuan pengelolaan uang (financial literacy) dilakukan dengan skoring jawaban responden berdasarkan pertanyaan–pertanyaan yang telah disusun sesuai variabel dan indikator pada Tabel 1. Hasil skoring kemudian dinyatakan dengan kategori memiliki kemampuan dan tidak memiliki kemampuan. Analisis financial literacy akan dilakukan setelah analisis perubahan kesejahteraan selesai serta telah diketahui hubungan korelasional antara financial literacy dan perubahan kesejahteraan. Analisis variabel ini berfungsi sebagai penguat kesimpulan sementara yang telah dihasilkan dari analisis korelasi. Hipotesis
Untuk mengetahui hubungan antara perubahan kesejahteraan dengan literasi keuangan masyarakat penerima ganti kerugian, digunakan analisis hubungan korelasional dengan menggunakan korelasi spearman rho dengan bantuan aplikasi SPSS. Hipotesis yang digunakan untuk mengetahui hubungan korelasi tersebut adalah sebagai berikut : H0 : tidak ada hubungan antara literasi keuangan dengan perubahan kesejahteraan
H1: ada hubungan antara literasi keuangan dengan perubahan kesejahteraan HASIL DAN PEMBAHASAN
Responden di Desa Bongas Wetan berusia antara 31-60 tahun dengan 55.6% adalah laki-laki dan sisanya perempuan. Pendidikan terakhir sebagian besar responden adalah Sekolah Dasar. Sementara hanya sedikit (14.8%) yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kondisi ini tentunya memiliki pengaruh terhadap cara pandang dan pengetahuan responden terhadap pengelolaan keuangan.
Hubungan Literasi Keuangan dengan Perubahan Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemberian Ganti Kerugian Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol di Desa Bongaswetan, Kabupaten Majalengka Alfian Najib Anshori dan Ahsan Asjhari Dilihat dari fungsinya, lahan responden yang terbebaskan pada kasus di Desa Bongaswetan didominasi oleh lahan hunian (67.9%) dan responden pun sebagian besar telah memiliki status hak milik resmi berupa SHM dan SPPT atas lahan mereka. Dengan banyaknya lahan hunian yang terbebaskan, maka banyak responden yang telah direlokasi/berpindah atau membeli hunian baru di tempat lain dengan uang ganti rugi yang didapat. Perubahan Kesejahteraan
Berdasarkan operasionalisasi konsep, terdapat empat indikator yang digunakan untuk menunjukkan perubahan kesejahteraan masyarakat sebelum dan sesudah menerima ganti kerugian pengadaan tanah untuk pembangunan jalan, yaitu pekerjaan, penghasilan, kepemilikan harta (aset) dan akses ke pelayanan sosial dan ekonomi. Dari keempat indikator tersebut, berikut hasil analisis terhadap kondisi kesejahteraan responden di Desa Bongas Wetan : 1. Perubahan Pekerjaan
Indikator pekerjaan pada penelitian ini kemudian lebih dipertajam untuk melihat perubahan pekerjaan utama dan sampingan kepala keluarga, serta perubahan pekerjaan utama dan sampingan pendamping kepala keluarga. 1.1. Perubahan pekerjaan kepala keluarga
Dari hasil analisis data terhadap indikator perubahan pekerjaan, diketahui bahwa sebagian besar kepala keluarga di Desa Bongas Wetan penerima uang ganti kerugian sebelum adanya kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan Tol Cipali memiliki mata pencaharian yang bertumpu pada sektor pertanian. Kondisi tersebut diketahui bahwa 60.5% pekerjaan utama kepala keluarga sebelum pengadaan tanah untuk pembangunan
Tol Cipali di Desa Bongas Wetan adalah berprofesi menjadi petani, baik petani penggarap, baik di lahan sendiri maupun di lahan milik orang lain (45.7%) maupun buruh tani (14.8%). Sementara 17.3% dari responden menjawab bahwa pekerjaan utama kepala keluarga sebelum menerima ganti kerugian adalah sebagai buruh bangunan. Hanya sedikit responden yang menyatakan bahwa pekerjaan utama keluarga adalah sebagai wiraswasta (membuka warung, ojek, bengkel, dll), karyawan swasta (pegawai kantor swasta, buruh pabrik, dll) atau bahkan tidak memiliki pekerjaan utama.
Selain itu, diketahui juga bahwa mayoritas atau sejumlah 66.7% kepala keluarga sebelum pengadaan tanah tidak memiliki pekerjaan sampingan. Hanya sedikit responden yang menyatakan bahwa pekerjaan sampingan kepala keluarga sebagai buruh bangunan (16.0%), petani penggarap (9.9%), buruh tani (3.7%), dan wiraswasta (3.7%).
Pada tahun 2012 atau empat tahun setelah menerima uang ganti kerugian, komposisi pekerjaan utama kepala keluarga tidak banyak mengalami perubahan yang berarti. Namun terdapat penurunan jumlah petani penggarap sebagai pekerjaan utama sebesar 1.26% dan pekerjaan sampingan sebesar 3.73% bagi kepala keluarga. Penurunan sebesar 2.5% juga terjadi pada jumlah buruh tani sebagai pekerjaan utama kepala keluarga sebagai buruh tani sebagai pekerjaan utama. Peningkatan yang mencolok terlihat pada perubahan pekerjaan utama kepala keluarga sebagai buruh bangunan. Pada tahun 2012 terdapat kenaikan sebesar 7.39% kepala keluarga yang menjadi buruh bangunan dari 17.3% menjadi 24.7%. Terdapat kemungkinan bahwa semakin berkurangnya lahan
Tabel 3. Deskripsi Responden
No.
Usia
%
Gender
%
Pekerjaan
%
1
<30
3,7
Laki-laki
55,6
Petani
45,7
2
31-40
34.6
Perempuan
44,4
buruh tani
3
41-50
27,2
4
51-60
5
>60
Pendidikan terakhir
%
Fungsi Lahan
%
Status Lahan
%
Tamat/Tidak tamat SD
85,2
Hunian
67,9
Girik/ Letter C
2,5
14,8
SMP/ Sederajat
12,3
Tempat usaha
2,5
SKPT
18,5
buruh bangunan
17,3
SMA/ Sederajat
2,5
Sawah/ kebun
29,6
SHM
16,0
27,2
wiraswasta
9,9
SPPT
60,5
7,4
PNS
0,0
AKte Jual Beli (AJB)
2,5
6
Ibu rumah tangga
6,2
7
Karyawan swasta
6,2
Sumber : Diolah Dari Data Primer
45
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 7 No.1 April 2015, hal 1- 79
pertanian akibat pembangunan jalan tol membuat sebagian petani mencari penghasilan sebagai buruh bangunan.
Perubahan juga terlihat pada bertambahnya kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan sampingan. Dari tabel 4 terlihat bahwa terdapat kenaikan sebesar 3.67% kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan sampingan. 1.2. Perubahan pekerjaan pendamping kepala keluarga
Perubahan pekerjaan pendamping kepala keluarga menjadi salah satu indikator yang diperhitungkan dalam penelitian ini. Peran pekerjaan yang diemban oleh pendamping kepala keluarga dianggap penting diperhitungkan untuk menghitung kesejahteraan suatu rumah tangga.
Berdasarkan olah data diketahui bahwa pada sebagian besar pendamping kepala keluarga sebelum menerima uang ganti kerugian tidak memiliki pekerjaan, baik pekerjaan utama (77.8%) maupun sampingan (93.8%). Hanya sedikit pendamping keluarga sebelum menerima uang ganti kerugian yang memiliki pekerjaan utama maupun sampingan. Itupun berkisar pada pekerjaan pada sektor pertanian dan wiraswasta informal. Kondisi tersebut tidak mengalami banyak perubahan yang signifikan seperti yang terlihat pada tabel 5.
Tabel 5 juga menujukkan terjadinya peningkatan jumlah pendamping kepala keluarga yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan sebelumnya banyak responden sebagai pendamping kepala keluarga tidak memiliki pekerjaan, kemudian ditambah dengan responden yang harus kehilangan pekerjaan karena kehilangan sumber daya yang dimiliki baik pertanian maupun non pertanian. 2. Perubahan Penghasilan
Perubahan penghasilan rumah tangga penerima uang ganti kerugian di Desa Bongas Wetan dihitung dengan menjumlahkan total penghasilan yang diperoleh oleh kepala keluarga dan pendampingnya, baik sebelum menerima ganti kerugian, yakni sebelum pertengahan tahun 2008, maupun pada saat dilakukan penyebaran kuesioner atau sesudah menerima ganti kerugian. Berdasarkan hasil olah data, meskipun tipis, namun terdapat kecenderungan peningkatan prosentase penghasilan. Hal tersebut terlihat dari berkurangnya persentase rumah tangga penerima ganti kerugian sebesar 2.5% yang memiliki penghasilan kurang dari 1 juta rupiah pada saat ini jika dibandingkan sebelum sebelum tahun 2008. Sebagaimana terlihat pada tabel 6, rumah tangga penerima uang ganti kerugian dengan penghasilan lebih dari 3 juta rupiah pada saat ini mengalami peningkatan sebesar 3.7% jika dibandingkan sebelum tahun 2008.
Tabel 4. Perubahan Pekerjaan Kepala Keluarga Sebelum Menerima Uang Ganti Kerugian dan Saat Ini Jenis Pekerjaan
Sebelum menerima uang ganti kerugian
Sesudah menerima uang ganti kerugian
Pekerjaan utama (%)
Pekerjaan sampingan (%)
Pekerjaan utama (%)
Pekerjaan sampingan (%)
Petani penggarap
45.7
9.9
44.4
6.2
Buruh Tani
14.8
3.7
12.3
3.7
Buruh Bangunan
17.3
16
24.7
14.8
Wiraswasta
9.9
3.7
8.6
4.9
Karyawan Swasta
6.2
0
6.2
0
Tidak bekerja
6.2
66.7
3.7
70.4
Total
100
100
100.0
100.0
Sumber : Diolah Dari Data Primer
Tabel 5. Perubahan Pekerjaan Pendamping Kepala Keluarga Sebelum dan Sesudah Menerima Uang Ganti Kerugian Jenis Pekerjaan
Sebelum menerima uang ganti kerugian Pekerjaan utama (%)
Pekerjaan sampingan (%)
Sesudah menerima uang ganti kerugian Pekerjaan utama (%)
Pekerjaan sampingan (%)
Petani
7.4
0
7.4
0.0
Buruh Tani
7.4
3.7
7.4
0.0
Wiraswasta
7.4
2.5
6.2
2.5
Tidak bekerja
77.8
93.8
79.0
97.5
Total
100.0
100.0
100.0
100.0
Sumber : Diolah Dari Data Primer
46
Hubungan Literasi Keuangan dengan Perubahan Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemberian Ganti Kerugian Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol di Desa Bongaswetan, Kabupaten Majalengka Alfian Najib Anshori dan Ahsan Asjhari Tabel 6. Perubahan Penghasilan Sebelum dan Sesudah Menerima Uang Ganti Kerugian Kategorisasi penghasilan (Rp)
Tabel 7. Perubahan Kepemilikan Aset Sebelum dan Sesudah Menerima Uang Ganti Kerugian
Sebelum menerima uang ganti kerugian (%)
Sesudah menerima uang ganti kerugian (%)
Kategorisasi kepemilikan harta/ aset (Rp)
Sebelum menerima uang ganti kerugian (%)
Sesudah menerima uang ganti kerugian (%)
< 1 juta
38.3
35.8
≥ 200 juta
14.8
8.6
≥ 1 juta - < 2 juta
33.3
32.1
≥ 100 juta sd < 200 juta
7.4
12.3
≥ 2 juta - < 3 juta
22.2
22.2
≥ 50 juta sd < 100 juta
9.9
8.6
≥ 3 juta
6.2
9.9
< 50 juta
67.9
70.4
Total
100
100
Total
100.0
100.0
Sumber : Diolah Dari Data Primer
Sumber : Diolah Dari Data Primer
3. Perubahan kepemilikan harta (aset)
Dalam konteks penelitian di Desa Bongas Wetan, perhitungan terhadap akses ini menjadi relevan mengingat 72.8% responden mengalami relokasi atau pindah tempat tinggal. Relokasi tersebut tidak dapat dihindari mengingat rumah tempat tinggal responden terbebaskan untuk pembangunan jalan tol Cipali. Berdasarkan data yang diolah, alasan responden yang terelokasi untuk memilih lokasi yang baru, cukup beragam. Sebanyak 24.7% responden menyatakan alasan pemilihan lokasi yang baru karena keterjangkauan harga tanah/rumah dengan uang ganti kerugian yang diterima. Alasan lain pemilihan lokasi yang baru adalah bahwa mereka pindah di tanah atau rumah yang telah mereka miliki sebelumnya (19.8%), dekat dengan keluarga (21%), dan lokasi yang baru memiliki karakteristik lingkungan yang sama dengan lokasi lama (7.4%).
Dari olah data terhadap perubahan kepemilikan harta atau aset yang dimiliki oleh rumah tangga penerima uang ganti kerugian di Desa Bongas Wetan, diketahui bahwa terdapat kecenderungan perubahan jika dibandingkan antara kondisi pada tahun pertengahan 2008 dengan pada saat kuesioner disebarkan. Sebelum menerima uang ganti kerugian, sebagian besar rumah tangga di desa tersebut memiliki akumulasi harta kurang dari 50 juta rupiah. Terhitung, prosentase untuk kategori ini adalah sebesar 67.9%. Pada tahun 2012, angka tersebut ini mengalami peningkatan prosentase sebesar 2.5%. Peningkatan sesudah menerima uang ganti kerugian sebesar 4.9% juga terjadi pada rumah tangga yang memiliki akumulasi harta ≥100 juta – < 200 juta rupiah. Kondisi berbeda ditunjukkan pada kategori rumah tangga dengan kepemilikan harta lebih dari 200 juta rupiah yang mengalami penurunan sebesar 6.2% jika dibandingkan kondisi sebelum menerima uang ganti kerugian. Penurunan juga terjadi pada kategori kepemilikan harta ≥ 50 juta - < 100 juta, yaitu sebesar 1.2%. Perubahan kepemilikan harta atau aset tersebut dapat dilihat pada tabel 7. 4. Perubahan akses ke layanan sosial dan ekonomi
Indikator terkait akses ini ditujukan untuk melihat sejauh mana perubahan yang ditimbulkan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol mempengaruhi daya jangkau terhadap pelayanan sosial dan ekonomi yang penting bagi rumah tangga penerima uang ganti kerugian. Akses ke layanan sosial antara lain meliputi kantor pemerintahan (tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/ kota), sekolah (SD, SMP, SMU), dan kesehatan (puskesmas, rumah sakit). Sementara akses ke layanan ekonomi antara lain meliputi bank, kawasan industri/pabrik, jalur transportasi (jalan raya), pasar tradisional, pusat perbelanjaan modern, dan lokasi/tempat kerja.
Berdasarkan hasil olah data diketahui bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap indikator akses ke layanan sosial dan ekonomi. Seluruh responden menyatakan bahwa akses ke layanan sosial dan ekonomi, baik sebelum maupun sesudah terelokasi masih dalam jangkauan, karena berada dalam jarak kurang dari 10 kilometer. Banyaknya responden yang tidak menjawab (27,2%) disebabkan oleh tidak adanya alasan khusus ketika memilih lokasi tempat tinggal baru atau memiliki jawaban yang tidak relevan dengan kriteria yang ditetapkan. Temuan menarik pada kasus ini adalah responden berpindah dengan inisiatif sendiri sehingga pemerintah tidak perlu menyediakan lokasi baru untuk relokasi. Hal ini terungkap dalam hasil wawancara baik dengan responden maupun tokoh lokal bahwa responden berpindah ke satu lokasi yang sama atas permintaan sendiri. Hubungan Perubahan Kesejahteraan dengan literasi keuangan Empat aspek yang dinilai dalam mengukur kesejahteraan berkontribusi terhadap nilai akhir kesejahteraan tersebut. Sehingga terjadinya
47
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 7 No.1 April 2015, hal 1- 79
peningkatan atau penurunan kesejahteraan harus dipandang dari keempat aspek tersebut. Berdasarkan data-data yang dihasilkan dari setiap indikatornya, diketahui bahwa perubahan kesejahteraan rumah tangga penerima uang ganti kerugian untuk pembangunan jalan Tol Cipali di Desa Bongas Wetan cukup beragam. Dari analisis diketahui bahwa 46% dari responden rumah tangga penerima uang ganti kerugian untuk kondisi pada saat dilakukan penyebaran kuesioner mengalami Perubahan Kesejahteraan Menurun, jika dibandingkan sebelum menerima uang ganti kerugian. Sedangkan 32% responden rumah tangga penerima uang ganti kerugian mengalami Perubahan Kesejahteraan Meningkat. Sementara untuk rumah tangga penerima uang ganti kerugian yang tidak mengalami perubahan kesejahteraan antara sebelum dan sesudah menerima uang ganti kerugian atau Perubahan Kesejahteraan Tetap adalah sebesar 22%. Hasil analisis terhadap perubahan kesejahteraan diatas kemudian diuji korelasi dengan variabel
literasi keuangan. Secara statistik, hasil analisis korelasi menggunakan spearman rho dapat dilihat pada tabel 8.
Hasil analisis korelasi pada tabel 8 terlihat bahwa kedua variabel hampir tidak memiliki korelasi ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang bernilai 0,061 dan nilai koefisien signifikansi >0,05. Hal tersebut berarti H0 diterima dan H1 ditolak yaitu tidak adanya korelasi antara kepemilikan kemampuan pengelolaan keuangan atau literasi keuangan dengan kondisi kesejahteraan pasca pemberian ganti kerugian atas lahan pada kasus pengadaan tanah untuk responden di Desa Bongas Wetan. Hasil ini didukung pula dengan data yang tersaji pada tabel 9. Hasil analisis pada tabel 9 menunjukkan 28,4% dari total responden mengalami peningkatan kesejahteraan pasca pemberian ganti rugi namun tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan financial literacy.
Secara lebih mendalam, Gambar 5 menjelaskan fenomena 28,4% responden atau 23 responden Perubahan Kesejahteraan
22%
32%
46% Tempat relokasi ditentukan Dekat keluarga Karakteristik hampir sama Terjangkau dengan uang ganti rugi Sudah punya lahan di lokasi baru Tidak menjawab
tetap
penurunan
peningkatan
Gambar 4. Perubahan Kesejahteraan Penerima Uang Ganti Kerugian di Desa Bongas Wetan
Gambar 3. Alasan Responden Terelokasi untuk Memilih Lokasi Yang Baru
Sumber : Diolah Dari Data Primer
Sumber : Diolah Dari Data Primer
Tabel 8. Hasil Analisis Korelasi Menggunakan Spearman Rho
Skor literasi keuangan Spearman’s rho Kesejahteraan sesudah Sumber : Diolah Dari Data Primer
48
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Skor literasi keuangan
Perubahan Kesejahteraan
1,000
,061
.
,592
81
81
Correlation Coefficient
,061
1,000
Sig. (2-tailed)
,592
.
81
81
N
Hubungan Literasi Keuangan dengan Perubahan Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemberian Ganti Kerugian Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol di Desa Bongaswetan, Kabupaten Majalengka Alfian Najib Anshori dan Ahsan Asjhari yang tidak memiliki kemampuan literasi keuangan namun mengalami peningkatan kesejahteraan. Terlihat bahwa aspek pekerjaan dan kepemilikan aset cenderung tetap tidak mengalami perubahan berarti dan tidak berkontribusi terhadap perubahan kesejahteraan. Pada aspek pekerjaan, responden tidak mengelami perubahan pekerjaan dan cenderung tetap. Perubahan pekerjaan yang terjadi lebih kepada kepemilikan pekerjaan sampingan, misalnya sebelumnya tidak memiliki pekerjaan sampingan, kemudian setelah memperoleh ganti rugi akhirnya memiliki pekerjaan sampingan baru. Hal yang sama terjadi pada aspek perubahan kepemilikan aset yang cenderung tetap. Peningkatan nilai aset terjadi karena sebagian responden menggunakan uang ganti rugi untuk membeli barang konsumtif terutama sepeda motor. Selain sepeda motor, responden juga membeli tempat tinggal baru karena terelokasi dengan nilai yang tidak jauh berbeda dengan tempat tinggal yang lama. Sedangkan penurunan kepemilikan aset terjadi lebih karena responden kehilangan sebagian lahannya.
Terdapat fenomena menarik berdasarkan data diatas, dimana aspek pekerjaan untuk responden yang tidak memiliki kemampuan literasi keuangan namun mengalami peningkatan kesejahteraan sebagian besar tidak mengalami perubahan atau Tabel 9. Perubahan Kesejahteraan Berdasarkan Tingkat Literasi Keuangan Peningkatan
Penurunan
Tetap
Tingkat literasi keuangan tinggi
3,70%
3,70%
3,70%
Tingkat literasi keuangan rendah
28,40%
41,98%
18,52%
Sumber : Diolah Dari Data Primer
tetap. Namun, kondisi tersebut dibarengi dengan peningkatan aspek penghasilan. Hal tersebut dapat terjadi diantaranya disebabkan oleh faktor inflasi yang menyebabkan peningkatan nominal dari pendapatan perbulan responden. Hal tersebut dapat dikarenakan oleh lamanya selisih waktu antara pembayaran uang ganti kerugian hingga penyebaran kuesioner yang mencapai 4 tahun.
Analisis yang telah dilakukan diatas menandakan tidak adanya pengaruh literasi keuangan terhadap kondisi kesejahteraan pasca pemberian ganti rugi. Hasil ini bertentangan dengan hasil kajian dari Lusardi dan Mitchell (2014) yang mengungkapkan seseorang dengan pengetahuan pengelolaan keuangan tentunya akan memiliki masa depan yang lebih baik. Hasil kajian Brown dan Graf (2013) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa literasi keuangan berkorelasi kuat terhadap kesejahteraan pada kasus penggunaan dana pensiun.
Perbedaan kasus memungkinkan terjadinya perbedaan pada hasil penelitian karena respon yang berbeda dari para responden. Sehingga dapat dikatakan, pada kasus kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan, literasi keuangan bukan faktor utama yang mempengaruhi kondisi kesejahteraan penerima uang ganti kerugian di Desa Bongas Wetan. Faktor-faktor seperti usia, tingkat pendidikan, status sosial, dan lainnya diduga turut mempengaruhi perubahan kesejahteraan penerima uang ganti kerugian. Kajian lain yang mendukung dugaan ini pernah dilakukan oleh Andrew dan Linawati (2014) yang menyebutkan adanya hubungan signifikan antara perilaku pengelolaan keuangan dengan faktor demografi seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan seorang karyawan. Taylor (2011) menjelaskan kemampuan pengelolaan keuangan
39,1% 60,9%
0,0%
43,5% 73,9% 17,4%
8,7%
60,9%
21,7% PEKERJAAN
8,7%
39,1%
17,4% PENGHASILAN Penghasilan
ASET Penurunan
AKSES tetap
Gambar 5. Perbandingan tingkat kesejahteraan pada setiap aspek Sumber : Diolah Dari Data Primer
49
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 7 No.1 April 2015, hal 1- 79
dapat ditentukan oleh beberapa faktor kunci seperti usia, kesehatan, ukuran rumah tangga, lamanya berumah tangga, dan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh anggota keluarga. Sedangkan aspek usia dan pekerjaan berpengaruh sangat signifikan. Faktor adanya pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan keuangan juga turut berperan dalam kondisi keuangan seseorang. Carlin dan Robinson (2012) mengungkapkan seseorang yang dilatih secara singkat untuk mengelola keuangan dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam masalah keuangan di masa depan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis disimpulkan sebagai berikut:
data,
dapat
1. Tidak ada korelasi antara literasi keuangan dalam mengelola uang ganti rugi (financial literacy) dengan perubahan kesejahteraan yang terjadi kepada responden penerima uang ganti rugi.
2. Responden di Desa Bongas Wetan, Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Majelengka sebagian besar mengalami perubahan kesejahteraan, baik meningkat (32%) maupun menurun (46%). Sedangkan 22% responden tidak mengalami perubahan kesejahteraan. 3. Peningkatan signifikan terjadi pada aspek kepemilikan aset bernilai kurang dari 200 juta rupiah.
Kegiatan pengadaan tanah di Desa Bongaswetan tentunya telah mempertimbangkan nilai ganti kerugian yang sesuai meskipun tidak merubah tingkat kesejahteraan. Sehingga merujuk pada kesimpulan yang telah dirumuskan, maka perlu kajian lebih lanjut pada kasus pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol terhadap faktorfaktor lain seperti lamanya waktu sosialisasi awal dengan pemberian ganti rugi yang berpotensi mempengaruhi perubahan kesejahteraan pasca pemberian ganti rugi lahan serta perlakuan (positioning) yang berbeda terhadap faktor-faktor tersebut. Faktor kemampuan mengelola uang ganti rugi pun diduga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti tingkat pendidikan dan usaha penyelenggara kegiatan pengadaan tanah untuk memberikan pemahaman lebih baik tentang pengelolaan uang sederhana kepada masyarakat penerima ganti rugi. Selain itu, dapat juga dilakukan perbandingan analisis perubahan kesejahteraan dengan menggunakan lingkup yang lebih luas atau tipologi lokasi yang berbeda (perkotaan).
50
Ucapan terima kasih Terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Balai, Kepala Seksi Litbang, dan rekan – rekan tim penelitian yang telah membantu atas terlaksananya penelitian ini.
Daftar Pustaka
Andrew V., Linawati N. 2014. Hubungan Faktor Demografi dan Pengetahuan Keuangan Dengan Perilaku Keuangan Karyawan Swasta di Surabaya. FINESTA 02 (02), 2014, 35-39. Surabaya: Universitas Kristen Petra Ayunda N. P. 2013. Perumusan Indikator dan Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Masyarakat: Desa Sukasari, Kecamatan Purwasari, Kabupaten Karawang. Jurnal Ilmiah Universitas Bakrie 1 (04) p.viii-ix Behrman, J. R., et al. 2012. How Financial Literacy Affects Household Wealth Accumulation. The American Economic Review, 102 (3) pp. 300304 Berminas, S.F. 2014. Proses Negosiasi Dalam Penetapan Ganti Rugi Pengadaan Tanah Guna Kepentingan Umum (Studi Kasus Pada Proyek TOL Ungaran-Bawen). Journal of Polictic and Government. Semarang: Universitas Diponegoro BPJT. 2011. Peluang Investasi Jalan Tol di Indonesia. Kementerian Pekerjaan Umum. Jakarta. BPS, 2013. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013. Brown G., Graf R. 2013 . Financial Literacy and Retirement Planning in Switzerland. Numeracy: 6 (2), Article 6. University of South Florida Carlin, B. I., Robinson D. T. 2012. Financial Education and Timely Decision Support: Lessons from Junior Achievement. The American Economic Review, 102 (3), Papers And Proceedings Of The One Hundred Twenty Fourth Annual Meeting Of The American Economic Association, pp. 305-308. American Economic Association. URL: http://www.jstor.org/ stable/23245547 Fatony A. 2011. Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Berbasis Participatory Poverty Assessment: Kasus Yogyakarta. Sosiokonsepsia, 16 (02), 123-142. Nababan D., Sadalia I. 2012. Analisis Personal Financial Literacy Dan Financial Behavior. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Jurnal USU www.jurnal.usu.ac.id/index. php/jmim/article/download/651/pdf Lusardi. A, O.S. Mitchell. 2014. The Economic Importance of Financial Literacy: Theory and Evidence Journal of Economic Literature 2014, 52(1), 5–44
Hubungan Literasi Keuangan dengan Perubahan Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemberian Ganti Kerugian Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol di Desa Bongaswetan, Kabupaten Majalengka Alfian Najib Anshori dan Ahsan Asjhari Keppres nomor 55 tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Marlijanto. 2012. Konsinyasi Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di Kabupaten Semarang). Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang Muflikhati I., Nurmayanti N., Alfiasari. 2010a. Analisis Tingkat Kesejahteraan, Sikap, Perilaku, Dan Tingkat Kepuasan Keluarga Sasaran Program Konversiminyak Tanah Ke Lpg Di Kota Bekasi. Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen., Agustus 2010, p : 114 - 121 3 (2) Muflikhati et al. 2010b. Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga: Kasus Di Wilayah Pesisir Jawa Barat. Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen 3 (1) Januari 2010, p : 1-10 Rianto., N. 2012. Uji Coba Instrumen Pengukuran Perubahan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pembebasan Lahan Untuk Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum Dan Pemukiman. Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum. 4 (3), 197-206, Jakarta Rohman, Abid. 2013. Stratifikasi Sosial Dalam AlQur’an. Jurnal Sosiologi Islam, 3 (1) April 2013 . Surabaya: Universitas Islam Negeri Savadogo et al. 2015. Using A Community-Based Definition Of Poverty For Targeting Poor Households For Premium Subsidies In The Context Of A Community Healthinsurance In Burkina Faso. Bio Medical Central Public Health Journal (dapat diakses di: http://www. biomedcentral.com/1471-2458/15/84) Setianingsih, Dwi. 2012. Dampak Sosial Pembebeasan Tanah Proyek Pembangunan Infrastruktur untuk Kepentingan Umum. Tesis. Depok: Universitas Indonesia Taft, M. K. et al. 2013. The Relation Between Financial Literacy, Financial Wellbeing and Financial Concerns. International Journal of Business and Management; 8 (11), 63-75. Taylor M. 2011. Measuring Financial Capability and its Determinants Using Survey Data. Social Indicators Research 102 (2) June 2011; 297314. Usman. 2014. Efektivitas Program Keluarga Harapan (PKH) dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan (Suatu Studi di Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo). Jurnal Administrasi Publik- ejournal.unsrat.ac.id UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Van Rooij M.C.J., Lusardi A., Alessie R.J.M. 2012. Financial Literacy, Retirement Planning And Household Wealth. The Economic Journal. 122 (560) conference papers; 449-478
51