KEPEMILIKAN SAHAM SEBAGAI SALAH SATU BENTUK GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN Stock As An Alternative Compensation In Land Acquition For Road Construction Andrio Firstiana Sukma
Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan Bidang Jalan dan Jembatan Jl. Gayung Kebonsari 50 Surabaya 60235 Email:
[email protected] Tanggal diterima: 12 November 2013; Tanggal disetujui: 06 Januari 2014
ABSTRACT Land procurement for public purposes which regulated in Law No. 2/2012 aims to provide land for the implementation of development in order to improve the welfare and prosperity of the nation, state, and people with ensuring legal certainty of the rightful owner. A decent and fair compensation should be given in the land procurement. Compensation can be given in cash, land replacement, resettlement, stock or combination of 2 or more compensation forms. Nowadays, usually compensation is given by cash because of it is easy, fast, practical and cheap. However, compensation in stock considered as a promising one because it ensures income for rightful owners. Unfortunately regulation about it is not comprehensive and needs to be completed so it won’t cause a problem in the future. Through qualitative and content analysis there are some things to be clarified, namely state-owned enterprises function in land procurement, minimaum compensation for buying 1 lot of state-owned enterprises stock and the importance of involving fund manager since the beginning. Keywords : land procurement, compensation, stock, state-owned enterprises, stock lot, fund manager
ABSTRAK Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak. Pengadaan Tanah harus dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil. Ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham atau gabungan dari 2 atau lebih bentuk ganti kerugian. Kecenderungan yang terjadi selama ini yaitu ganti kerugian diberikan dalam bentuk uang dengan pertimbangan mudah, cepat, praktis dan murah. Meskipun demikian ganti kerugian dalam bentuk saham merupakan salah satu bentuk ganti kerugian yang cukup menjanjikan karena menjamin pendapatan dari pihak yang berhak. Sayangnya pengaturan mengenai hal ini masih sangat sedikit dan terbatas sehingga perlu dilengkapi agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan analisis isi (content analysis) maka terdapat beberapa hal yang perlu diperjelas yaitu fungsi BUMN dalam proses Pengadaan Tanah, nilai ganti kerugian minimal dapat digunakan untuk membeli 1 lot saham BUMN yang bersangkutan dan perlunya pelibatan Manajer Investasi sejak awal. Kata kunci : Pengadaan Tanah, Ganti Kerugian, saham, BUMN, lot saham, manajer investasi
29
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 6 No.1, April 2014, hal 1- 75 PENDAHULUAN Infrastruktur dipercaya merupakan salah satu penggerak perekonomian. Penyediaan infrastruktur yang berkualitas juga akan mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat. Salah satu infrastruktur yang mampu mendorong perekonomian adalah jalan. Sejumlah penelitian yang dilakukan menunjukkan terdapat korelasi yang sangat kuat antara penyediaan jalan dengan perekonomian baik yang bersifat makro, regional maupun individu.
Kajian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Strategis, Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2008 menyimpulkan bahwa kontribusi investasi jalan terhadap PDRB di Jawa merupakan yang terbesar di antara kawasan lainnya, yaitu mencapai 0,25% di atas rata-rata nasional yang hanya 0,15%. Tingginya kontribusi tersebut berkaitan dengan skala ekonomi dan manfaat investasi. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Budaya dan Peran Masyarakat, Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2010 juga menunjukkan bahwa infrastruktur jalan, jembatan dan pelabuhan merupakan sektor ke-PU-an yang secara agregat mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di Bali dan Nusa Tenggara Timur dengan angka multiplier sebesar 0,348.
Menyadari betapa besarnya peran jalan tersebut maka Pemerintah mendorong pembangunan jalan baik pembangunan jalan baru ataupun peningkatan jalan. Konsekuensi yang muncul adalah meningkatnya kebutuhan tanah untuk pembangunan jalan. Hal ini kemudian menjadi masalah ketika tanah tersebut tidak dimiliki oleh pemerintah. Sudah sangat banyak pengalaman di lapangan yang memperlihatkan betapa tanah merupakan masalah utama dalam pembangunan jalan. Salah satu contohnya adalah dalam pembangunan jalan akses Bandara Kualanamu-Medan yang tersendat-sendat karena sulitnya pembebasan tanah sebagaimana diuraikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Balai Litbang Sosekling Bidang Jalan dan Jembatan Tahun 2011. Permasalahan yang sering muncul adalah keengganan dari pemilik tanah untuk melepas tanahnya kepada pemerintah karena merasa kompensasi/ganti rugi yang diberikan tidak sepadan dengan harga tanah yang dilepas. Sementara di sisi lain pemerintah juga tidak bisa memaksa pemilik tanah untuk melepas tanahnya. Berdasarkan kondisi itulah maka kemudian diterbitkan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang mengatur mengenai proses pengadaan tanah
30
untuk pembangunan kepentingan umum dimana jalan merupakan salah satu kepentingan umum.
Salah satu yang diatur dalam UU tersebut adalah mengenai pemberian kompensasi (dalam bahasa UU disebut dengan ganti kerugian) dari pemerintah (dalam bahasa UU disebut dengan Instansi yang memerlukan tanah) kepada pemilik tanah (dalam bahasa UU disebut dengan Pihak yang Berhak). Salah satu bentuk ganti kerugian yang bisa diberikan kepada pihak yang berhak adalah dalam bentuk kepemilikan saham. Namun pengaturan lebih detil mengenai saham ini tidak dibahas lebih lanjut. Sejumlah peraturan pelaksanaan sebagai turunan dari UU Pengadaan Tanah juga tidak menjabarkan dengan jelas mengenai saham.
Ini dapat dimaklumi karena di Indonesia skema ini merupakan konsep baru dan belum dijumpai pada prakteknya. Sementara di luar negeri skema ini hanya ditemui jika pengadaan tanah dilakukan oleh perusahaan swasta bukan untuk kepentingan umum/publik. Oleh karena itu tulisan ini mencoba mengupas lebih dalam bagaimana sesungguhnya pemberian Ganti kerugian dalam bentuk saham. KAJIAN PUSTAKA
Konsep Pengadaan Tanah Mengingat pengadaan tanah sepenuhnya diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012 maka bagian ini akan menguraikan substansi UU yang dirasa penting dan terkait dengan proses pengadaan tanah.
Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Sementara pihak yang berhak didefinisikan sebagai pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah. Dimana objek pengadaan tanah ini meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai. Ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan umum pihak yang berhak. Kepentingan umum ini didefinisikan sebagai kepentingan bangsa, negara dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Kepemilikan Saham Sebagai Salah Satu Bentuk Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Andrio Firstiana Sukma Oleh karena itu tanah untuk kepentingan umum digunakan untuk pembangunan: a.
pertahanan dan keamanan nasional;
b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api; c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya; d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik; g. jaringan telekomunikasi Pemerintah;
dan
informatika
h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah; i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah; j. fasilitas keselamatan umum; k. tempat pemakaman Pemerintah Daerah;
umum
Pemerintah/
l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik; m. cagar alam dan cagar budaya;
n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa; p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/ Pemerintah Daerah;
q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; r. pasar umum dan lapangan parkir umum.
Terdapat empat tahap dalam proses pengadaan tanah yaitu tahap perencanaan, persiapan,
pelaksanaan dan penyerahan hasil seperti terlihat pada Gambar 1. Sementara instansi yang terlibat, secara garis besar hanya ada tiga instansi yaitu Instansi yang memerlukan tanah, Gubernur dan Lembaga Pertanahan. Jika digambarkan dalam bentuk bagan dapat dilihat pada Gambar 1. Ganti Kerugian dalam Pengadaan Tanah
Ganti kerugian dalam pengadaan tanah dilakukan pada tahap ketiga yaitu tahap pelaksanaan. Nilai ganti kerugian dinilai oleh penilai sebagai dasar untuk musyawarah penetapan ganti kerugian. Setelah nilai ganti kerugian disepakati antara pihak yang berhak dengan pelaksana pengadaan tanah maka barulah pemberian ganti kerugian bisa dilakukan. Selain melalui kesepakatan hasil musyawarah, nilai ganti kerugian juga bisa berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sesuai dengan Pasal 18 UU Pengadaan Tanah, ganti kerugian dalam pengadaan tanah dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Adapun yang dimaksud dengan bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak yaitu gabungan dari 2 atau lebih bentuk ganti kerugian (uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham). Hal ini sebagaimana diuraikan pada penjelasan UU Pengadaan Tanah pasal 36.
Untuk ganti kerugian dalam bentuk uang sudah dibahas dengan sangat lengkap dan detil dalam peraturan pelaksana pengadaan tanah yang meliputi Perpres No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kepala BPN No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah. Namun untuk ganti kerugian dalam bentuk selain uang tidak ada penjabaran yang lebih detil. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan keraguan
Gambar 1. Tahap Pengadaan Tanah
31
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 6 No.1, April 2014, hal 1- 75 bagi pelaksana pengadaan tanah dalam proses pemberian ganti kerugian non-uang.
Untuk pemberian ganti kerugian dalam bentuk tanah pengganti hanya disebutkan waktu untuk menyediakan tanah pengganti dibatasi paling lama enam bulan sejak penetapan bentuk ganti kerugian dan penyediaannya dilakukan oleh instansi yang memerlukan tanah. Mekanisme penyediaan tanah pengganti oleh instansi yang memerlukan tanah tidak diuraikan dengan jelas hanya disebutkan melalui jual beli atau cara lain yang disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tanpa ada penjelasan lanjutan. Sementara untuk ganti kerugian dalam bentuk permukiman kembali hanya disebutkan waktu untuk penyediaannya yang dibatasi paling lama satu tahun sejak penetapan bentuk ganti kerugian tetapi bagaimana mekanismenya tidak disinggung sama sekali.
Kemudian untuk ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham hanya dijelaskan bahwa ganti kerugian diberikan berdasarkan kesepakatan antara Pihak yang Berhak dengan Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perusahaan terbuka dan mendapat penugasan khusus dari Pemerintah GANTI KERUGIAN DALAM BENTUK UANG Instansi yang Memerlukan Tanah
Uang
Bentuk Ganti Kerugian
dengan waktu paling lama tiga bulan sejak penetapan bentuk ganti kerugian. Mekanismenya penyediaan dan pemberiannya tidak ada uraian penjelasan sama sekali.
Oleh karena kondisinya seperti itu maka timbul kecenderungan untuk menghindari pemberian ganti kerugian dalam bentuk non-uang (tanah pengganti, permukiman kembali dan kepemilikan saham). Padahal secara prinsip sebenarnya tidak ada perbedaan yang mendasar antara ganti kerugian Uang dengan ganti kerugian non-uang (lihat Gambar 2.). Kesemuanya tetap harus memperoleh kesepakatan dari pihak yang berhak dan melalui musyawarah terlebih dahulu. Perbedaan utama adalah ganti kerugian dalam bentuk uang langsung diserahkan kepada pihak yang berhak sementara dalam pemberian ganti kerugian non-uang, harus ada proses mengubah uang tersebut menjadi bentuk non-uang. Digambarkan dalam bentuk bagan maka dapat dilihat pada gambar berikut:
GANTI KERUGIAN DALAM BENTUK NON-UANG
Instansi yang Memerlukan Tanah
Uang
Non-Uang
Bentuk Ganti Kerugian
Pihak yang Berhak
Pihak yang Berhak
Gambar 2. Pemberian Ganti Kerugian dalam Bentuk Uang dan dalam Bentuk Non-Uang
32
Kepemilikan Saham Sebagai Salah Satu Bentuk Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Andrio Firstiana Sukma Ganti Kerugian dalam Bentuk Saham di Luar Negeri Beberapa kasus terutama di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa membeli tanah dengan menerbitkan saham merupakan suatu hal yang sangat memungkinkan. Hal ini banyak dijumpai terutama untuk perusahaan yang masih baru dengan modal yang tidak begitu besar tetapi memerlukan lahan/tanah untuk melakukan ekspansi sebagai mana dijelaskan dalam http://smallbusiness.chron. com/obtaining-land-issuing-common-stock-71117. html. Situs tersebut juga menjelaskan bahwa terdapat keuntungan pembelian tanah dengan cara menerbitkan saham yaitu perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang sehingga uang tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan lain. Selain itu perusahaan juga terbebas dari kewajiban karena tidak ada hutang ke pihak manapun. Namun skema ini juga memiliki kelemahan. Mengingat ada saham baru yang diterbitkan maka akan ada pemilik saham baru di perusahaan. Jika harga tanah cukup mahal maka pemilik tanah bisa memiliki kepemilikan saham yang cukup signifikan di perusahaan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan skema ini adalah bahwa tanah dan saham harus dihargai dengan nilai fair pasar (Fair Market Value). Jika ternyata ada perbedaan antara harga dengan fair market value maka perbedaan ini akan dianggap sebagai bonus baik itu kepada pemilik tanah atau kepada perusahaan. Penilaian untuk tanah dan saham dapat menggunakan jasa underwriter. Setelah proses transaksi selesai kemudian dilaporkan kepada instansi yang berwenang. Untuk Amerika Serikat instansi yang menangani hal ini adalah Internal Revenue Services. Meskipun Internal Revenue Services (IRS) tidak langsung menangani hal seperti ini tetapi sebagai institusi yang berwenang maka IRS mengeluarkan beberapa pedoman untuk menghitung nilai tanah dan nilai saham berdasarkan fair market value. Untuk menghitung nilai saham terdapat empat metode yaitu: book value method, income or earning method, dividend approach, dan market method. Sementara untuk menghitung nilai tanah terdapat tiga metode yaitu: sales comparison method or market method, cost method dan income method. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Moleong (2010: 6) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dll., secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Mengingat belum ada proses pengadaan tanah yang memberikan ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham maka dengan penelitian kualitatif diharapkan dapat dilakukan antisipasi sehingga jika nanti hal ini diterapkan maka tidak menimbulkan masalah baru.
Data yang diperoleh untuk analisis dalam penelitian ini kebanyakan diperoleh dari wawancara mendalam (in-depth interview). Untuk menghindari kemungkinan munculnya key informant bias maka dilakukan triangulasi data sehingga data yang diperoleh benar-benar valid. Wawancara dilakukan terhadap informan terpilih secara purposif yang dikembangkan menjadi snowball. Terakhir untuk meyakini bahwa mekanisme tersebut bisa diterapkan maka dilakukan FGD dan workshop dengan mengundang semua stakeholder dan informan yang terkait untuk memverifikasi dan mengkonfirmasi hasil penelitian. Sejumlah informan yang turut terlibat adalah: Direktorat Bina Teknik, DitJen Bina Marga; PPK Pengadaan Tanah Solo – Mantingan I; TPT Cikopo – Palimanan I; TPT Mojokerto – Kertosono; Bidang Pendanaan – BPJT; Direktorat Penilaian – BPN; Masyarakat yang terkena proses pengadaan tanah di Desa Waru, Kebak Kramat – Kabupaten Karanganyar dan Desa Bongas Wetan, Jatiwangi – Kabupaten Majalengka; Pakar Keuangan dari School of Business and Management – ITB. Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis kualitatif yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Setelah semuanya dipelajari dan ditelaah maka kemudian dilakukan reduksi data dengan cara melakukan abstraksi, yaitu membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Setelah itu menyusunnya dalam satuan-satuan yang kemudian satuan-satuan itu dikategorisasikan sambil melakukan koding. Analisis data diakhiri dengan mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah semuanya selesai baru dilakukan penafsiran data.
Analisis kualitatif ini dilengkapi dengan content analysis (analisis isi), yang digunakan terutama untuk melakukan analisis terhadap 2 peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar Pengadaan Tanah, yaitu UU No. 2 Tahun 2012 dan PerPres No. 71 Tahun 2012. Analisis isi muncul dari ketertarikan peneliti atas data yang ditampilkan.
33
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 6 No.1, April 2014, hal 1- 75 Secara umum, analisis isi berupaya mengungkap berbagai informasi di balik data yang disajikan. Analisis isi dapat didefinisikan sebagai teknik mengumpulkan dan menganalisis isi dari suatu teks. “Isi” dalam hal ini dapat berupa kata. Analisis isi dilakukan terutama untuk memahami secara komprehensif mengenai proses pengadaan tanah dan mengapa muncul alternatif pemberian ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham.
dengan ganti kerugian dalam bentuk non-uang, penjelasan dan uraiannya sangat sedikit. Bahkan pada beberapa poin bisa menimbulkan multi intepretasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengalaman di lapangan menunjukkan banyak dijumpai uang yang sangat banyak tersebut habis dengan cepat untuk penggunaan yang tidak perlu dan tidak mendesak. Akibatnya masyarakat yang terkena Pengadaan Tanah malah mengalami penurunan kesejahteraan. Hal ini terutama bagi mereka yang tempat usahanya (sawah, toko, kebun, dll) terkena proyek. Ini disebabkan karena jika rumah yang terkena proyek maka mereka akan menyegerakan untuk mencari rumah baru karena merupakan kebutuhan utama.
Selain itu untuk ilustrasi konsep awal saham digunakan analisis kuantitatif sehingga dapat menjelaskan bagaimana konsep saham sebagai salah satu bentuk ganti kerugian non-uang. Kepemilikan Saham sebagai Salah Satu Bentuk Ganti Kerugian non-uang Ganti kerugian dalam proses Pengadaan Tanah sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 36 dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali atau kepemilikan saham (Gambar 3.). Berdasarkan penjelasan tersebut maka pemberian ganti kerugian dapat dipilah menjadi dua bagian utama yaitu ganti kerugian dalam bentuk uang dan ganti kerugian dalam bentuk nonuang. Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya untuk pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang tidak ada permasalahan berarti karena peraturan pelaksana sudah menguraikan dengan sangat rinci bagaimana prosesnya. Namun berbeda
Sampai dengan tulisan ini dibuat, belum pernah dijumpai pemberian ganti kerugian dalam bentuk selain uang. Ini bisa dipahami karena pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang lebih mudah, sederhana, cepat dan lebih pasti. Namun di balik segala kemudahan tersebut pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang juga menyimpan bom waktu terutama jika pihak yang berhak tidak bijaksana dalam pengelolaan keuangannya.
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan tersebut, maka timbul usulan agar ada proses edukasi terutama yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan sehingga meskipun tempat usaha mereka terkena proyek tetapi pendapatan mereka tetap terjamin. Ide ini lah yang kemudian mendorong timbulnya ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan
Gambar 3. Bentuk Ganti Kerugian dalam Pengadaan Tanah
34
Kepemilikan Saham Sebagai Salah Satu Bentuk Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Andrio Firstiana Sukma Tabel 1. Perbandingan Ganti Kerugian Uang dan non-uang No.
Bentuk Ganti Kerugian
Kelebihan Pelaksana Pengadaan Tanah • Mudah dilakukan
1.
Uang
Kekurangan Pihak yang Berhak
• Dapat langsung dimanfaatkan
Pelaksana Pengadaan Pihak yang Berhak Tanah • Minim tanggung jawab
• Tidak diperlukan prosedur tambahan
• Perlu usaha tambahan mencari lokasi pengganti
• Tidak diperlukan monitoring dan evaluasi
2.
Non-Uang
• Bertanggung jawab terhadap kondisi dan penghidupan dari Pihak yang Berhak
• Tanpa pengelolaan yang baik dapat habis dengan cepat
• Kondisi sebelum • Sulit untuk dilakukan dan sesudah Pengadaan Tanah • Diperlukan peraturan tambahan tetap sama • Tidak perlu usaha tambahan mencari lokasi pengganti
• Perlu waktu untuk pemanfaatannya
• Wajib dilakukan monitoring dan evaluasi
Sumber: Hasil Analisis
saham. Sebagaimana diketahui bahwa konsep saham adalah terdapat sejumlah investor yang memberikan modal untuk suatu usaha dan ketika usaha tersebut menghasilkan keuntungan maka investor tersebut turut menikmati keuntungan yang diperoleh secara proporsional berdasarkan modal yang disetor. Dalam kasus Pengadaan Tanah maka masyarakat memberikan tanah sebagai modal kepada badan usaha. Badan usaha ini sendiri merupakan gabungan dari berbagai investor baik swasta maupun pemerintah (Gambar 4.).
Meskipun ganti kerugian diberikan dalam bentuk saham tetapi sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Kepala BPN No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah pasal 32 ayat (5) nilainya harus sama dengan nilai ganti kerugian dalam bentuk uang.
Ini artinya ketika Penilai melakukan penilaian besarnya ganti kerugian harus memperhatikan kerugian lain yang dapat dinilai sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum pasal 65 ayat (2). Dalam Penelitian yang dilakukan oleh Balai Litbang Sosekling bidang Jalan dan Jembatan tahun 2012 untuk menilai besarnya Ganti Kerugian selain menghitung aspek fisik juga harus dihitung aspek non fisik yaitu: 1) Actual Cost; 2) Indemnity Factorial; 3) Extra Ordinary Indemnity; dan 4) Allowance Indemnity. Dengan demikian maka biaya administrasi untuk proses pembelian saham sudah tercakup dalam nilai ganti kerugian tersebut.
Gambar 4. Saham dalam Pengadaan Tanah
35
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 6 No.1, April 2014, hal 1- 75 Ilustrasi Konsep Awal Saham dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka saham dijadikan sebagai salah alternatif pemberian ganti kerugian dengan pertimbangan bahwa saham menjamin pendapatan pihak yang berhak. Berikut ini adalah contoh ilustrasi dan penghitungan bagaimana saham dapat menjamin pendapatan pihak yang berhak meskipun tempat usaha mereka sudah terkena proyek. Ilustrasi yang akan dijelaskan pada sub-bab ini sepenuhnya merupakan usulan penulis dengan mengacu pada uraian dan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya. Diketahui bahwa pada suatu tempat akan dibangun jalan tol di mana jalan tol tersebut akan melewati sejumlah sawah yang dimiliki oleh masyarakat. Maka modal untuk pembangunan jalan tol secara garis besar dapat dibagi sebagai berikut: 1.
Tanah berdasarkan trase jalan tol tersebut
2. Konstruksi jalan tol dari mulai pematangan lahan hingga terbangunnya jalan tol
Berdasarkan kedua hal tersebut maka disepakati bahwa untuk tanah akan disediakan oleh masyarakat dengan nilai investasi sebesar Rp. 100 Juta. Sementara untuk biaya konstruksi akan ditanggung oleh Pemerintah dengan nilai investasi sebesar Rp. 400 juta. Setelah jalan tol tersebut terbangun maka selama 30 tahun konsesi, jalan tol tersebut akan berada di bawah penguasaan masyarakat dan pemerintah dengan porsi penguasaan dibagi berdasarkan saham. Adapun saham yang akan diterbitkan dan dibagi adalah sebanyak 500 lembar saham. Maka harga saham untuk setiap lembarnya dapat dihitung sebagai berikut: Jumlah Total Modal
Jumlah Lembar Saham Rp. 500 juta 500 lembar
=
= Harga per lembar Saham Rp. 1 juta per lembar
Berarti harga per lembar saham adalah Rp. 1 juta.
Jumlah kepemilikan saham untuk masing-masing pemilik dapat dihitung sebagai berikut:
Modal yang ditanamkan
Harga per lembar saham
= Jumlah Kepemilikan Saham
Untuk masyarakat, jumlah kepemilikan saham dihitung sebagai berikut:
36
Rp. 400 juta = 400 lembar saham RP. 1 juta per lembar
Selama 30 tahun masa konsesi, PT. Jasa Marga ditunjuk menjadi operator jalan tol melalui system bagi hasil sebagai berikut:
• Pemilik jalan tol (Masyarakat dan Pemerintah) mendapatkan 87,5 % dari laba bersih. • Operator jalan tol (PT. Jasa Marga) mendapatkan 12,5 % dari laba bersih.
Berdasarkan rencana bisnis (business plan) diperkirakan jalan tol tersebut akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 2 juta setiap bulan. Maka pembagian hasil adalah sebagai berikut: • Operator (PT. Jasa Marga)
12,5% × Rp. 2 juta= Rp. 250 ribu
• Pemilik (Masyarakat dan Pemerintah)
87,5% × Rp. 2 juta = Rp. 1,75 Juta
Laba sebesar Rp. 1,75 juta yang diperoleh pemilik ini maka harus dibagi lagi antara masyarakat dan pemerintah dengan rumus sebagai berikut:
Saham yang dimiliki × Laba untuk Pemilik = Laba yang Jumlah Total saham diperoleh
Dengan demikian maka laba untuk pemilik (masyarakat dan pemerintah) yaitu sebagai berikut: • Masyarakat
100 lembar × Rp. 1,75 juta = Rp. 350 ribu 500 lembar
• Pemerintah
400 lembar × Rp.1,75 juta = Rp.1,4 Juta 500 lembar
Berdasarkan ilustrasi tersebut di atas maka masyarakat akan mendapatkan laba sebesar Rp. 350 ribu setiap bulan selama masa konsesi. Jika dihitung future value, maka setelah 30 tahun, masyarakat akan mendapatkan + Rp. 190 juta (asumsi inflasi 8% per tahun). Nilai ini meningkat hampir dua kali lipat daripada harga tanah awal. Kendala Awal dalam Penerapan Saham sebagai Bentuk Ganti Kerugian dalam Pengadaan Tanah
Meskipun konsep awal saham terlihat cukup menjanjikan namun ternyata pelaksanaannya belum tentu seperti yang direncanakan. Terdapat beberapa kendala yang menyebabkan ilustrasi di
Kepemilikan Saham Sebagai Salah Satu Bentuk Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Andrio Firstiana Sukma atas tidak bisa berjalan. Kendala utama adalah harga tanah yang terlalu rendah. Jika dibandingkan dengan keseluruhan biaya untuk konstruksi fisik, maka harga tanah tidak mencapai 1% dari biaya konstruksi.
Lagipula permasalahan yang menghambat dalam proses Pengadaan Tanah bukanlah karena pemerintah atau BUJT (Badan Usaha Jalan Tol) tidak memiliki kemampuan untuk membayar tanah tetapi lebih disebabkan birokrasi dalam penentuan harga tanah. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku bahwa ketika harga tanah sudah ditetapkan sebesar X rupiah maka tidak boleh ada perubahan harga. Kendala lainnya adalah hanya jalan tol yang bisa menerapkan konsep ilustrasi di atas. Ini disebabkan hanya jalan tol yang harus membayar untuk melewatinya sementara jalan umum lainnya tidak membayar. Padahal konsep saham hanya bisa diterapkan jika ada pendapatan yang diperoleh. Berkaitan dengan pendapatan tersebut juga terdapat kendala lainnya yaitu jaminan keuntungan. Pada ilustrasi tersebut diasumsikan pendapatan tetap setiap bulan sebesar Rp. 2 Juta padahal pada kenyataannya keuntungan sangat fluktuatif bergantung pada kendaraan yang melintas. Ini artinya harus ada sistem yang memungkinkan terutama bagi masyarakat untuk mengakses laporan keuangan dari operator jalan tol tersebut.
Usaha Milik Negara yang berbentuk perusahaan terbuka dan mendapat penugasan khusus dari pemerintah.
Dengan demikian maka saham yang dimaksud disini bukanlah saham dari suatu Badan Usaha tetapi merupakan saham dari BUMN yang sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan demikian maka Pihak yang Berhak akan terus mendapatkan pendapatan meskipun masih dalam masa idle time atau ketika masa konsesi sudah berakhir. Laporan keuangan dari BUMN tersebut juga dapat dengan mudah diakses karena sudah tercatat di BEI. Lembaran saham yang akan diperoleh oleh Pihak yang Berhak juga sudah jelas karena akan sesuai dengan harga saham per lembar BUMN tersebut. Namun meskipun demikian bukan berarti Perpres tersebut tidak menimbulkan kendala baru. Pernyataan Pasal 80 ayat 1 Perpres No. 71 Tahun 2012 dan pasal 32 ayat 1 Peraturan Kepala BPN No. 5 Tahun 2012 berpotensi menimbulkan multitafsir. Apalagi tidak adanya penjelasan. Menurut penulis, terdapat 2 definisi dari pasal tersebut yaitu: 1.
Ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham diberikan oleh BUMN yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia melalui pelepasan sejumlah sahamnya yang setara dengan nilai ganti kerugian yang nominalnya sama dengan nilai yang ditetapkan oleh Penilai. Ini dilakukan jika BUMN yang bersangkutan tersebut juga merupakan instansi yang memerlukan tanah
2.
Ganti Kerugian Kepemilikan Saham menurut Peraturan Perundang-Undangan tentang Pengadaan Tanah
Ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham diberikan oleh BUMN yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia melalui penjualan sejumlah saham yang setara dengan nilai ganti kerugian yang nominalnya sama dengan nilai yang ditetapkan oleh Penilai. Ini dilakukan jika BUMN yang bersangkutan mendapat penugasan khusus dari pemerintah untuk memberikan ganti kerugian dalam bentuk saham.
Berdasarkan konsep awal penerapan saham dan kendala yang terjadi maka UU Pengadaan Tanah mencoba mengambil jalan tengah dengan tetap menggunakan konsep saham sebagaimana ilustrasi yang sudah dijelaskan di awal dan mengurangi kendala yang muncul dalam penerapannya. Oleh karena itu dalam Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang merupakan peraturan pelaksana dari UU Pengadaan Tanah disebutkan bahwa ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham diberikan oleh Badan
Kedua definisi tersebut memiliki konsekuensi yang berbeda. Definisi pertama artinya ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham hanya bisa dilakukan jika Pengadaan Tanah dilakukan oleh BUMN. Jika yang melakukan Pengadaan Tanah bukan BUMN maka tidak bisa dilakukan pemberian ganti kerugian dalam bentuk saham. BUMN ini juga haruslah merupakan BUMN yang sudah tercatat di BEI. Definisi ini berarti BUMN memiliki fungsi sebagai provider. Contoh dari kasus ini yaitu ketika PT. Telkom (Persero) memerlukan tanah untuk pengembangan jaringan telekomunikasi maka
Kendala berikutnya adalah berkaitan dengan waktu dimana untuk jalan tol terdapat masa sebelum jalan tol tersebut beroperasi (lebih dikenal dengan istilah idle time). Pada masa ini belum ada pendapatan yang diperoleh. Terkait waktu juga ada masa konsesi yang perlu diperhatikan. Laba yang diperoleh oleh masyarakat akan terhenti ketika masa konsesi berakhir. Serta satu lagi yang perlu diperhatikan adalah pembagian antara pemilik dan operator. Untuk jalan tol biasanya operator juga merupakan pemilik jalan tol selama masa konsesi.
37
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 6 No.1, April 2014, hal 1- 75 dalam hal ini PT. Telkom (Persero) menjalankan fungsi sebagai provider.
Sementara definisi kedua memiliki arti bahwa ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham dapat dilakukan oleh instansi apa saja asalkan ketika ada pihak yang berhak meminta ganti kerugian dalam bentuk saham kemudian instansi tersebut meminta salah satu BUMN yang tercatat di BEI menyediakan sahamnya untuk dibeli oleh pihak yang berhak. Definisi ini berarti BUMN memiliki fungsi sebagai arranger. Contoh dari kasus ini yaitu dalam Pengadaan Tanah untuk pembangunan jalan tol, terdapat pihak yang berhak meminta ganti kerugian dalam bentuk saham, kemudian Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum meminta PT. Jasa Marga (Persero) menyediakan sahamnya untuk dibeli oleh pihak yang berhak maka dalam hal ini PT. Jasa Marga (Persero) menjalankan fungsi sebagai arranger. Secara ringkasnya fungsi dari kedua BUMN ini dapat dilihat pada Gambar 5. dan Gambar 6. Ketidakjelasan Pengaturan Ganti dalam bentuk Kepemilikan Saham
Kerugian
Konsekuensi dari adanya 2 definisi mengenai ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham dapat menimbulkan kebingungan dalam pelaksanaannya. Namun sebenarnya ketidakjelasan tersebut bukan hanya adanya multitafsir saja, tetapi juga bagaimana teknis proses pelaksanaannya di lapangan. Berbeda dengan ganti kerugian dalam bentuk uang yang dijabarkan dengan sangat rinci, untuk ganti kerugian dalam bentuk saham yang Intansi yang memerlukan tanah/BUMN
diatur hanya waktu pelaksanaannya yang dibatasi maksimal tiga bulan terhitung sejak penetapan bentuk ganti kerugian oleh pelaksanaan Pengadaan Tanah.
Salah satu keunikan dari saham apalagi untuk perusahaan yang sudah tercatat di BEI adalah pembeliannya tidak mudah. Terdapat prosedur yang harus dipenuhi. Salah satu yang paling jelas adalah pembelian saham minimal harus mencapai 1 lot saham. Saat ini 1 lot saham adalah 500 lembar saham. Kemudian pembelian saham hanya bisa dilakukan jika ada proses permintaan dan penawaran (supply and demand). Ketika ada permintaan tetapi penawaaran tidak ada maka tidak akan terjadi transaksi jual beli saham. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah harga saham yang sangat fluktuatif. Dalam hitungan menit saja harga saham bisa naik dan turun dengan sangat cepat. Terakhir proses jual beli saham memerlukan waktu yang agak lama. Transaksi mungkin terjadi hari ini tetapi penyelesaian administrasinya mungkin bisa memakan waktu hingga tiga hari kerja setelah transaksi dilakukan (Anoraga & Pakarti 2001). Beberapa kondisi seperti itulah yang sepertinya belum diantisipasi dalam peraturan perundangundangan pengadaan tanah. Oleh karena itu agar pemberian ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham bisa benar-benar dilakukan maka ada beberapa hal yang perlu dilengkapi seperti: bagaimana proses penentuan harga saham, berapa lot saham minimal yang bisa dibeli, siapa yang harus dilibatkan dalam penentuan harga saham, dan yang terpenting yaitu siapa yang bertanggungjawab dalam proses pemberian ganti
Tanah dan Bangunan Saham
Gambar 5. BUMN dengan Fungsi Provider
Gambar 6. BUMN dengan Fungsi Arranger
38
Pihak yang Berhak
Kepemilikan Saham Sebagai Salah Satu Bentuk Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Andrio Firstiana Sukma kerugian dalam bentuk Kepemilikan Saham
Penanggung Jawab Pemberian Ganti Kerugian dalam Bentuk Kepemilikan Saham Penanggung jawab yang dimaksud disini adalah siapa yang harus melakukan proses pemberian ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham setelah ditetapkan oleh pelaksana pengadaan tanah. Perpres No. 71 Tahun 2012 menyebutkan bahwa “pemberian ganti kerugian dilakukan oleh Instansi yang memerlukan tanah (Badan Usaha Milik Negara)”. Ini artinya terdapat dua institusi yang bertanggungjawab yaitu Instansi yang memerlukan tanah dan BUMN.
Dengan demikian maka harus ada kejelasan dari fungsi BUMN, apakah BUMN tersebut menjalankan fungsi sebagai provider atau BUMN tersebut menjalankan fungsi sebagai arranger. Lebih mudah jika BUMN tersebut menjalankan fungsi provider karena pada kondisi tersebut maka BUMN tersebut juga merupakan instansi yang memerlukan tanah sehingga tanggung jawab pemberian ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham sepenuhnya berada pada BUMN tersebut.
Kondisi akan menjadi sulit ketika BUMN menjalankan fungsi sebagai arranger. Ini disebabkan ketika ada pihak yang berhak meminta ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham maka instansi yang memerlukan tanah harus meminta izin terlebih dahulu kepada Kementerian BUMN untuk menugaskan BUMN yang sudah tercatat di BEI membantu proses Pengadaan Tanah. Setelah ada BUMN yang ditugaskan maka proses selanjutnya kemudian dilakukan sepenuhnya oleh BUMN yang ditugaskan tersebut. Ini artinya secara keseluruhan tanggung jawab berada di instansi yang memerlukan tanah tetapi tanggung jawab kegiatan utamanya berada di BUMN. Perlu diperhatikan adalah proses ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham dibatasi paling lama tiga bulan. Penentuan Lot Saham
Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya bahwa pembelian minimal saham bagi perusahaan yang sudah terdaftar di BEI adalah sebanyak 1 lot. Berkaitan dengan hal tersebut maka pemberian ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham hanya bisa dilakukan jika nilai ganti kerugian yang akan diterima oleh pihak yang berhak setidaknya mencukupi untuk membeli 1 lot saham BUMN yang terpilih. Namun yang perlu diperhatikan adalah setelah dilakukan penetapan bentuk ganti kerugian
oleh pelaksana pengadaan tanah maka proses pembelian saham harus diprioritaskan untuk didahulukan sebagai langkah antisipasi kenaikan harga saham. Proses Pembelian Saham
Proses pembelian saham termasuk penentuan waktu transaksi dilakukan dan besar serta jumlah saham sepenuhnya diserahkan kepada manajer investasi (MI). Penunjukan MI menjadi penting karena MI dianggap sebagai pihak ketiga yang netral dan bebas kepentingan. Melalui MI diharapkan akan terjadi optimasi keuntungan kepada pihak yang berhak dimana harapannya pembelian saham dilakukan ketika kondisi pasar sedang menjelang bullish (Bullish adalah istilah dalam bursa saham untuk menjelaskan kondisi ketika harga saham sedang naik. Hin 2008.) dan bukan pada kondisi bearish (Bearish adalah istilah dalam bursa saham untuk menjelaskan kondisi ketika harga saham sedang turun. Hin 2008.) atau pada puncak bullish (Puncak bullish adalah istilah dalam bursa saham untuk menjelaskan ketika harga saham sedang sangat tinggi tetapi dalam waktu dekat akan turun. Hin 2008). Fungsi MI ini juga sebagai perantara/ broker untuk membeli saham di Pasar Modal karena hanya broker yang bisa membeli saham dan bukan investor individu (pihak yang berhak). KESIMPULAN
Ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham merupakan salah satu bentuk ganti kerugian dalam pengadaan tanah yang bisa menjamin pendapatan dari pihak yang berhak. Ini merupakan salah satu terobosan yang cukup berani dan cukup baik dari pemerintah. Meskipun demikian masih terdapat sejumlah kekurangan terutama pada peraturan pelaksana yang berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari. Oleh karena itu diperlukan sejumlah hal sebagai pelengkap dari peraturan yang telah ada.
Pertama yaitu harus diperjelas fungsi BUMN dalam proses pengadaan tanah tersebut apakah sebagai provider atau sebagai arranger. Fungsi yang berbeda maka yang harus dilakukan juga berbeda. Yang berikutnya yaitu ganti kerugian dalam bentuk saham hanya bisa dilakukan jika nilai ganti kerugian yang akan diterima oleh pihak yang berhak dapat dibelikan minimal 1 lot saham BUMN yang bersangkutan. Kemudian manajer investasi harus dilibatkan sejak awal sebagai pihak ketiga yang dianggap netral sekaligus juga sebagai pihak yang akan mengurusi proses transaksi jual beli saham.
39
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 6 No.1, April 2014, hal 1- 75 DAFTAR PUSTAKA Anoraga, P dan P. Pakarti. 2001. Pengantar Pasar Modal. Semarang: PT. Rineka Cipta [Balai Litbang Sosekling Bidang Jalan dan JembatanKementerian PU]. 2012. Laporan Akhir Penyusunan Konsep Pedoman Kompensasi NonUang untuk Pengadaan Lahan Infrastruktur Jalan, [Balai Litbang Sosekling Bidang Jalan dan Jembatan-Kementerian PU]. 2012. Laporan Akhir Penyusunan Konsep Pedoman dan Uji Lapangan Pembebasan Lahan untuk Pembangunan Infrastruktur Jalan, [Balai Litbang Sosekling Bidang Jalan dan JembatanKementerian PU]. 2011. Laporan Akhir Penelitian Model Kompensasi Non-Uang untuk Infrastruktur Jalan. [Departemen PU]. 2008. Laporan Akhir Kajian Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang PU untuk Mendorong Pengembangan Ekonomi, Pusat Kajian Strategis. Hin, L. Thian. 2008. Panduan Berinvestasi Saham, Edisi Terkini. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya Peraturan Kepala BPN No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
40
[Pusat Litbang Sosial, Ekonomi dan LingkunganKementerian PU]. 2010. Laporan Akhir Penelitian Peran Pembangunan Infrastruktur Ke-PU-an terhadap Peningkatan Sosial Ekonomi Masyarakat di Nusa Tenggara. Situmorang, Parluhutan et all. 2010. Jurus-Jurus Berinvestasi Saham untuk Pemula. Jakarta: PT. Trans Media Pustaka Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum http://smallbusiness.chron.com/obtaining-landissuing-common-stock-71117.html(accessed February 28, 2014)