REKONTRUKSI MANAJAMEN PENDIDIKAN: DARI KONSEP MENUJU INTERNALISASI NILAI-NILAI KEUNGGULAN KARAKTER Mujib Ridlwan Sekolah Tinggi Al Hikmah Tuban E-mail :
[email protected]
Abstract: The mounting number of delinquenciescommitted by the nation's children, such as radicalism, drug abuse, terrorism and corruption is a shared responsibility, especially for educators. In addition to being expected to transform the knowledge to their students, the educators should be able to make their students become individuals littered fully with a noble character. Knowledge without character could create new problems, such as corruption, violence, terrorism and so fourth. Empirically, the noble character has not been fully internalized by the nation's children following the mounting number of individuals committing violent acts, radicalism, terrorism, and any delinquency in other forms. On this stand, education is an important part in building the character of the nation's children and organizing internally the importance of education management that could make the nation's children become knowledgeable and have a noble character. Reconstructing the education management becomes a necessity to address the wishes of the people to have children with a noble character. Internalizing the values of noble character is a must. That is why, those who are knowledgeable but have no a good behavior, could easily involve in any corruption taking place everywhere, rampant terror and environment destruction. What change of management that should be done in education. As explained above, there are some changes that should be made to make students become knowledgeable littered fully with a noble character by, among others, internalizing the values of character in the exemplary of educators. Keyword: Reconstruction, management, education Pendahuluan Pendidikan menurut orang-orang Yunani yang hidup kurang lebih 500 tahun Sebelum Masehi (SM) adalah berfungsi membantu manusia menjadi manusia.1Apakah begitu terlahir dari rahim ibunya, manusia belum bisa dikatakan menjadi ‘manusia’ sehingga perlu sentuhan pendidikan agar manusia benar-benar menjadi manusia. Menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir, seseorang dapat dikatakan telah menjadi manusia bila telah memiliki nilai (sifat) kemanusiaan sifat akhlakul karimah. Sebagaimana Rasulullah Muhammad diutus ke muka bumi ini juga untuk menyempurnakan akhlak. Seperti apa orang yang sudah dianggap memiliki sifat kemanusiaan itu. Orang Yunani Lama sebagaimana dikutip Ahmad Tafsir, menjelaskan ciri-cirinya sebagai berikut:“Orangorang Yunani Lama itu menentukan tiga syarat untuk bisa disebut menjadi manusia. Syarat pertama, memiliki kemampuan dalam mengendalikan diri; kedua, cinta tanah air; dan ketiga, berpengetahuan.”
1
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusi ,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cetakan ke IV, 32.
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
137
Syarat pertama, kemampuan mengendalikan diri itu berarti tidak mudah emosi dalam menghadapi situasi apapun. Dalam situasi yang sulit sekalipun, orang yang memiliki sikap tersebut tidak mudah tersulut emosinya, berarti orang yang memiliki sikap seperti ini mampu menempatkan dirinya pada situasi sulit dan keluar dari situasi sulit dengan cara baik. Syarat kedua, cinta tanah air, itu berarti orang menempatkan dirinya menjadi “pejuang” di tanah airnya.Pejuang bukan hanya mengangkat senjata, bukti cinta tanah air, misalnya bisa dibuktikan dengan belajar dengan sungguh-sungguh dan mengabdikan hasil belajarnya untuk kepentingan bangsa dan Negara.Mengabdikan dirinya untuk kepentingan manusia, bukan hanya kepentingan dirinya. Salah satu ciri pejuang adalah jiwa dan raganya diperuntukkan bangsa. Dan syarat ketiga adalah berpengetahuan, yang berarti memiliki pengetahuan lebih untuk diri, keluarga dan masyarakat-- tidak menjadi beban masyarakat dan Negara.Pengatahuan di sini bukan hanya pengetahuan agama, juga pengetahuan yang kaitannya dengan sain. Tiga sifat kemanusian sebagaimana disampaikan masyarakat Yunani Kuno itu, masih sangat relevan untuk ditarik dan dipraktekkan dalam kehidupan sekarang ini. Mamanusiakan manusia, berarti menghargai manusia lain atau menganggap orang lain sebagaimana dirinya, seperti manusia lain yang juga harus disapa, diajak bicara dan dihargai keberadaannya. Rasulullah telah menyebut dirinya, bahwa kepentingan Allah mengutus dirinya ke muka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak terpuji.Yang dimaksud akhlak terpuji adalah akhlak yang sudah dituntunkan oleh Rasulullah melalui Al Qur’an dan Hadis Nabi. Misalnya, bagaimana cara Nabi dalam memperlakukan manusia-manusia lemah secara fisik dan lemah materi. Bagaimana Rasulullah dalam menanggapi fitnah yang menimpa dirinya, bagaimana Rasulullah dalam memimpin keluarganya, Bagaimana Rasulullah dalam bersikap terhadap anak-anak. Sekian deret akhlak yang sudah dituntukan oleh Rasulullah itulah akhlah atau yang belakangan disebut-sebut orang modern sebagai ‘karakter’. Karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, tempeamen, dan watak.Berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak.Karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi, dan skill.2 Apa yang dimaksud dengan akhlak terpuji atau karakter mulia. Menurut Masnur Muslih, orang yang berkarakter mulia adalah orang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesame lingkungan, bangsa dan Negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dengan disertai kesadaran, emosi dan motivasinya. 3 Pentingnya Pendidikan Karakter Munculnya pendidikan karakter dilatarbelakangi oleh banyaknya kejahatan di Indonesia. Kejahatan itu bisa berupa korupsi (bagi kelas-kelas menengah ekonomi ke atas), pembobolan bank baik membobol melalui ATM atau pembobolan dengan bentuk lain, 2
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/15/KonsepPendidikan Karakter, diunduh tanggal 28 April 2014. Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 3-4 dalam Ali Muttaqin, Pendidikan Karakter di Sekolah Upaya Membangun Karakter Bangsa (Tuban, Jurnal Al Hikmah, Volome 2, Nomor 1, Maret 2012), 34. 3
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
138
misalnya hutang kepada Bank dengan jumlah miliaran rupiah tapi tidak mau mengembalikan dengan dalih perusahaannya pailit, mengambil hak orang lain tanpa seijinnya, misalnya mencuri, merampas di tengah jalan atau merampok di rumah-rumah warga, dan jenis-jenis kejahatan lain. Hampir setiap hari masyarakat Indonesia disuguhi tayangan tentang korupsi, mulai dari penangkapan terhadap orang-orang yang diduga menjadi pelaku sampai rebutan lahan garap antara Polisi dan KPK dalam menangani perkara korupsi. Korupsi memang menjadi perhatian serius pemerintah pasca pemerintahan orde baru karena korupsi dianggap sudah menggurita dan menjadi ancaman laten bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Hasil survey lembaga survey berbasis di Hongkong, Political and Economic Risk Consultancy (PERC), menyebutkan Indonesia sebagai negara paling korup di antara 16 negara se Asia Pasifik. Indonesia mencetak nilai 9,07 dari angka 10 sebagai negara paling korup yang disurvei pada tahun 2010. Nilai tersebut melonjak naik dari tahun sebelumnya dengan angka 7,69. Sedangkan posisi kedua ditempati Kamboja diikuti oleh Vietnam, Filipina, Thailand, India, China, Taiwan, Korea, Macau, Malaysia, Jepang, Amerika Serikat, Hongkong dan Australia. Mereka semua termasuk Negara paling korup dalam survey. 4 Para pelakunya (mereka yang sedang berstatus tersangka atau sudah berstatus terdakwa, dan terpidana) bukan orang-orang yang berpendidikan rendah, melainkan rerata dari meraka adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi, setidaknya sudah berstatus sarjana.Berikut catatan penulis tentang beberapa kasus korupsi yang terjadi di tanah air dalam satu dasawarsa terakhir, pertama kasus korupsi yang menghebohkan tanah air yaitu korupsi yang dilakukan oleh Gayus Halomoan Tambunan, seorang pegawai di pajak. Gayus terbukti di persidangan melakukan gratifikasi dan pencucian uang sejumlah Rp 28 miliar dan 74 miliar saat bekerja di Derktorat Jenderal Pajak.Nilai yang tidak sedikit untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kedua, kasus menimpa Presiden PKS (Partai Keadilan Sejahtera), Luthfi Hasan Ishaq (LHI) yang notabene merupakan pimpinan partai yang menggembar-gemborkan kejujuran dan beridiologi agama (Islam).Tentu ini sangat menjadi perhatian serius masyarakat Indonesia dan sekaligus menjadi pertanyaan besar, agama ditempatkan di mana? Ketiga, korupsi yang dilakukan di Kementerian Agama, mulai korupsi dana haji, pengadaan al-Qur’an, dan dana proyek pengadaan alat laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk Madrasah Aliyah dan Tsanawiyah. Lebih mencengangkan lagi, berdasarkan penelitian yang dilakukan KPK tahun 2012 dari 22 instansi pusat yang disurvey, Kementerian Agama menempati peringkat pertama instansi pusat yang paling korup. 5 Jika korupsi ini dianalogkan sebuah penyakit, maka itu merupakan penyakit yang sudah sangat kronis. Untuk proses penyembuhannya membutuhkan sejumlah ‘dokter spesialis’. Karenanya, sebelum memutuskan melakukan penyembuhan, sang dokter harus benar-benar teliti dalam mendiagnosa penyakit sang pasien. Kejatan lain akibat karakternya lemah adalah munculnya terror atau tindakan menakutnakuti orang lain, baik terror yang sifatnya tidak membiki orang lain terbunuh sebagaimana ledakan bom bunuh diri di mana-mana, tetapi memberikan rasa takut pada orang lain dengan kesengajaan merupakan tidak karakter yang tidak terpuji. 4
http://korupsi.vivanews.com/news/read dimuat kompasiana.com, penulis; Herdiansyah Hamzah, 16/1/2011 Masduri, Kontekstualisasi Teologi Hasan Hanafi Terhadap Problem Korupsi di Indonesia, Maraji’ Jurnal Ilmu Keislaman (Surabaya:Kopertais Wilayah IV, Volume 1, Nomor 1, September 2014), 161. 5
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
139
Dua contoh peristiwa kejahatan di atas merupakan akibat kurang terpujinya karakter bagi si pelaku. Yang menggelitik adalah munculnya peristiwa kajahatan yang diakibatkan oleh karakter pelaku tidak terpuji disebabkan oleh lembaga pendidikan yang dinilai tidak mampu memberikan pendidikan akhlak dengan cara baik. Lembaga pendidikan sebagai lembaga yang gagal membentuk anak didik menjadi orang-orang yang baik. Tetapi pendapat kedua membantah bahwa bukan faktor lembaga pendidikan yang membuat orang itu menjadi jahat, tetapi faktor lingkungan, misalnya beberapa kasus prilaku orang-orang yang berbuat jahat seperti korupsi, mereka saat di bangku pendidikan prilakunnya sangat baik, tetapi begitu masuk birokrat menjadi berubah jahat. Itulah pendapat yang mengatakan bahwa bukan lembaga pendidikan yang menyebabkan mereka menjadi jahat, tetapi faktor lingkungan baru (di luar lembaga pendidikan) yang membuat mereka jahat. Pendapat kedua ini juga sebagaimana pendapatnya Abraham Maslow dengan teorinya yang akrab disebut Hierarchy of Need (hirarki kebutuhan). Dalam teorinya itu, Maslow mengatakan individu berprilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pendapat Maslow ini tentu tidak langsung bersentuhan dengan lingkungan, tetapi kebutuhan manusia (selain kebutuhan fisiologis/dasar), merupakan kebutuhan yang dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya seseorang tidak akan butuh rumah mewah kalau lingkungannya tidak mendukung untuk ‘punya hasrat’ membuat trumah mewah. Orang pedalaman Irian, tidak akan membuat rumah dari tembok, ketika tidak melihat orang di dekatnya atau tempat kerjanya (lingkungan) membangun rumah tembok. Maslow menyebutnya manusia memiliki lima hierarki, yaitu (a) Kebutuhan fisiologis/dasar, (b) Kebutuhan akan rasa aman dan tenteram, (c) Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, (d) Kebutuhan untuk dihargai, dan (e) Kebutuhan untuk aktualisasi diri. 6 Dari lima hirarki kebutuhan yang disampaikan Maslow itu, kebutuhan “c, d, dan e” merupakan kebutuhan yang bisa memicu seseorang melakukan tindak kejahatan korupsi. Sedangkan kebutuhan “a dan b”, masih tergolong kebutuhan dasar yang bisa dipenuhi tanpa melakukan korupsi.Bukan berarti kebutuhan c, d, dan e hanya bisa dipenuhi dengan jalan korupsi. Sementara, Robert Klitgaard (1988), 7 menjelaskan, bahwa, “Perilaku haram berkembang saat pelaku memiliki kekuatan monopoli atas klien, ketika pelaku memiliki diskresi atau kewenangan yang tidak terbatas, dan ketika akuntabilitas pelaku kepada pimpinan lemah. Hal tersebut memiliki kesamaan: korupsi sama dengan monopoli ditambah diskresi, minus akuntabilitas”. Meski pendapat kedua demikian, para petinggi pendidikan sepertinya merasa perlu menjawab pendapat pertama, yang mengatakan bahwa penyebab terjadinya kejahatan dikaranakan mutu pendidikan yang tidak bagus. Pendidikan karakter memiliki tempat yang sangat penting bagi siswa, karena sekarang ini Indonesia sedang mengalami beberapa hal negatif yang perlu dilakukan rekountruksi untuk kembali membangun kejuangan warganya. Beberapa hal negative yang sering terjadi yang menjadi catatan penulis, diantaranya: menurunya semangat cinta berbangsa dan bernegara 6
Iskandar, Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru, (Jakarta: Gaung Persada Pers, 2009), 115 Ulul Albab, MS, dalam artikel yang berjudul “Model Anti Korupsi Becker dan Klitgaard, hal 4, diakses melalui website www.unitomo.ac.id diunduh 1 Januari 2014 . 7
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
140
dari warga Indonesia, dibuktikan dengan sederet catatan kekerasan akibat hanya mengedepankan kelompok dan idiologinya. Karena mempertahankan kelompok dan ideologi, tidak jarang terjadi kekerasan dilakukan dan menjatuhkan nilai-nilai kemanusiaan. Merosotnya cinta tanah air (hubbul wathon) menjadi keprihatinan bersama, karena jika tidak akan menimbulkan konflik di tingkat grassroot (akar rumput). Catatan lain mengapa pendidikan karakter menjadi penting, karena Indonesia sudah diserang dan dininabobokkan oleh minuman-minuman beralkohol, yang menyebabkan masa depan anak bangsa terancam. Ancaman terberat untuk keberlangsungan berbangsa dan bernegera, apabila pemuda sebuah Negara sudah dihinggapi dan dicandui minuman memabukkan.Tidak hanya itu, mentalitas bangsa juga mengalami kemerosotan, yang perlu untuk kembali dibangkitkan.Mentalitas bangsa itu, misalnya bagaimana orang tidak bekerja, tetapi maunya hidup enak.Ujung-ujungnya yang dilakukan masyaraat tipe ini adalah melakukan pencurian atau korupsi terhadap uang rakyat. Inilah alasan mengapa pendidikan memiliki peran penting dalam membangun karakter terhadap anak-anak bangsa.Pemerintah sendiri sebenarnya telah berupaya mendorong lembaga pendidikan untuk tampil ke depan menjadi penjaga gawang karakter calon penerus bangsa. Seperti dilakukan masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dengan Prof. M. Nuh sebagai Menteri Pendidikan Nasional-nya, pemerinntah telah mencanangkan gerakan nasional pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. 8 Pencanangan gerakan nasional pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal sekaligus menjawab hasil survey yang dilakukan oleh lembaga survey Political and Economic Risk Consultancy (PERC) dan United Nasional Development Program (UNDP) pada tahun 2001 yang menyebut Indonesia merupakan negara terburuk kualitas pendidikannya dibanding 11 negara lain dari 12 negara yang disurvey. Diantara negara-negara yang disurvey waktu itu dengan berturut-turut memperoleh nilai tertinggi sebagai berikut, Korea Selatan mendapatkan nilai terbaik dalam system pendidikan, disusul Singapura, Jepang, Taiwan, India, Cina, Malaysia, Vietnam dan Indonesia. Karenanya dalamUU RI Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, dijelaskanuntukmembentuk karakter anak didik dibutuhkan prinsip profesionalitas guru dan dosen. Guru dan dosen diharapkan memiliki komitmen untuk membentkuk karakter siswa maupun mahasiswa yang baik dalam bentuk riil meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia. 9 Untuk mewujudkan keinginan pembentukan karakter pada pendidikan siswa, tentu dibutuhkan manajamen yang baik untuk mengatur dan sekaligus mendesain mulai dari proses pembelajaran, sarana prasarana, kualitas guru, sampai pada teknik pembelajaran kepada anak didik. Peran Manajemen Pendidikan Dalam Membentuk Karakter Siswa Untuk membuat sifat kemanusiaan itu dimiliki oleh manusia, pendidikan menjadi sebuah lembaga yang menawarkan solusi itu, dengan bentuk riil berupa berupa keterampilan 8
Gerakan Nasional Pendidikan Karakter dicanangkan secara resmi oleh Menteri Pendidikan Nasional, M. Nuh pada Hari Pendidikan Nasional, 20 Mei 2010. 9 UU RI Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen (Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama, 2006), 87
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
141
(skill) dan nilai-nilai moral (akhlakul karimah). Tawaran lembaga-lembaga pendidikan ini tidak akan berjalan dengan baik atau dapat mencapai tujuannya, kecuali dengan menggunakan manajemen yang baik. Dengan manajemen yang baik, diharapkan layanan pendidikan akan terus mengalami peningkatan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Bab II, Pasal 3 yang tertulis sebagai berikut : ‘Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 10 Untuk menjawab keinginan Undang-undang tersebut di atas, diperlukan menajemen yang baik, karena tanpa manajemen yang baik, proses pendidikan dalam sebuah lembaga pendidikan tidak akan berhasil maksimal. Apa sebenarnya manajemen pendidikan, menurut Made Pidarta, manajemen pendidikan tidak bisa disamakan dengan manajamen perusahaan atau manajemen bisnis. Manajemen sekolah memiliki karakteristiknya sendiri dengan berbagai modivikasi dan spesifikasi tertentu. Begitu juga manajemen sekolah tidak sama persis dengan manajemen negara. “…..Kalau manajemen negara mengejar kesuksesan program baik rutin maupun pembangunan, maka manajemen sekolah mengejar kesuksesan perkembangan anak manusia melalui pelayanan-pelayanan pendidikan yang memadai. Dengan demikian, manajemen bisnis maupun manajemen negara tidak dapat diterapkan begitu saja dalam dunia pendidikan.”11 Dengan demikian, manajemen pendidikan sekolah alam bisa diartikan sebagai suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan berbasis alam yang bertujuan mengejar kesuksesan perkembangan anak manusia. Prof. Dr. Mujamil Qomar, menyebut, komponen dasar manajemen pendidikan sebagai berikut: 12 Pertama, mengelola personalia, yang terdiri atas guru dan pegawai serta karyawan pendukung. Dalam pengelolaan personalia bisa berbentuk perencanaan pegawai, rekrutmen pegawai, pembinaan dan pengembangan pegawai, promosi dan mutasi pegawai, pemberhentian pegawai, kompensasi, penilaian pegawai (hadiah dan sanksi.Kedua, pengelolaan kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik mulai dari awal masuk sampai tamat belajar. Ketiga, mengatur kurikulum pendidikan pendidikan, karena kurikulum merupakan satu diantara kunci sukses pendidikan. Pengelolaan personalia, bisa dilakukan, misalnya dengan meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) guru dan pegawai, misalnya dengan melibatkan ke sejumlah pelatihan atau kembali menyekolahkan ke jenjang lebih tinggi. Kualitas SDM yang baik akan sangat mempengerahui percepatan kualiatas pendidikan, termasuk dalam membentuk karakter
10
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung : Citra Umbara, 2003), 7. 11 Made Pidarta, Peranan Kepala Sekolah pada Pendidikan Dasar (Jakarta: PT Gramedia Mediasarana Indonesia, 1998), 1 12 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2007), hlm. 129
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
142
siswanya. Tidak heran, Mujamil Qomar menyebutnya, bahwa pengelolaan personalia yang baik merupakan bagian dari komponen paling dasar dalam manajemen pendidikan. Manajamen pendidikan memiliki karakteristiknya sendiri, beda dengan manajemen perusahaan atau manajemen lain. Levacic sebagaimana dikutip Ibrahim Bafadhal menyebut terdapa tiga karakteristik manajemen pendidikan, diantaranya: pertama, kekuasaan dan tanggungjawab dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan peningkatan mutu pendidikan yang didesentralisasikan kepada stakeholders sekolah. Kedua, domain manajemen peningkatan mutu pendidikan yang mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan yang mencakup kurikulum, kepegawaian, keuangan, sarana prasarana, dan penerimaan siswa baru. Ketiga, walaupun keseluruhan domain menajemen mutu pendidikan didesantralisasikan kepada sekolah-sekolah, namun diperlukan regulasi yang mengatur fungsi control pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenengan dan tanggungjawab pemerintah.13 Apakah manajemen yang baik akan mempengaruhi pembentukan karakter positif terhadap anak didik. Jika melihat aliran empirisisme (pendidikan berbasis lingkungan atau lingkungan yang mempengaruhi seseorang), maka jawabannya manajemen pendidikan yang baik akan mempengaruhi karakter terpuji bagi anak didik. Selain empirisisme, pilar pendidikan yang berfungsi sebagai tempat untuk membangun karaktermanusia adalah genitas atau keturunan yang dikenal dengan sebutan Nativisme (berhasilnya pendidikan ditentukan oleh orangtuanya).Sedangkan pilar lain, yaitu pengabungan antara nativisme dengan empirisisme atau dikenal dengan sebutan konvergensi yang dikenalkan oleh filosof asal Jerman, Louis William Stern.Itu berarti ada dua factor yang bisa mempengaruhi perilaku manusia, pengaruh keluarga dan lingkungan (bisa lingkungan sekolah, tempat tinggal dan tempat kerja). Dua hal itu merupakan keharusan bagi keluarga, dengan cara lisan dan sekaligus memberikan contoh dalam kehidupan keluarga. Kerena banyak kasus anak-anak nakal dari keluarga broken home yang kemudian ketika dewasa punya prinsip beda,--yang penting kaya tidak peduli barang siapa yang ambil--.Dalam keluarga broken home, meski orangtua sesekali memberikan nasihatnya melalui lisan tentang hal-hal yang baik, tetapi anak tidak melihat teladan pada diri kedua orangtuanya. Maka kemudian, ia mencari pelarian ke lingkungan-lingkungan yang tidak baik atau kurang baik. Ketika anak masih dalam bimbingan orangtua, teladan dan nasihat sangat penting dari kedua orangtuanya. Sebaliknya, jika anak sudah dewasa dan berkeluarga, maka antarpasangan suami-istri perlu saling mengingatkan agar tidak melanggar norma agama dan aturan pemerintah, melakukan korupsi. Dengan begitu pendidikan dalam keluarga berperan sangat penting untuk membentuk karakter siswa.14 Sementara lembaga pendidikan formal (sekolah) selain berkawajiban memberikan pengajaran juga sekaligus memberikan pendidikan.Istilah pengajaran dan pendidikan itu memiliki arti dan implikasi berbeda. Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003, istilah Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya 13
Umiarso dan Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan (Jogjakarta: IRCiSoD, 2011), 76 14 Mujib Ridlwan, Studi Korupsi dalam Kulturasi Manajamen Madrsah di Tuban, (Tuban: Jurnal Studi Keislaman Al Hikmah, Volume 5, Nomor 1, Maret 2014), 108.
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
143
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.Sedangkan pengajaran dipahami sebagai kegiatan yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan siswa. Pengajaran juga diartikan sebagai interaksi belajar dan mengajar. Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses yang paling mempengaruhi antara guru dan siswa. Karenanya, manajamen pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan karakter siswa. Bicara manajamen pendidikan, tidak bisa lepas dari kepemimpinan kepala sekolah, karena kepemimpinan sekolah sejatinya adalah manajamen pendidikan itu sendiri.Karenanya, perlu disampaikan dalam tulisan ini bagaimana seharusnya kepala sekolah dalam memanaj lembaga pendidikan agar melahirkan output siswa yang memiliki karakter kuat dan terpuji. Seorang pemimpin agar bisa menjadi pemimpin yang efektif harus memiliki faktorfaktor sebagai berikut : 1) karisma, 2) kepedulian, 3) komitmen, 4) kejelasan, 5) komunikatior, 6) konsisten, 7) kreatif, 8) kompeten, 9) keberanian, 10) kenekatan. 15Seorang pemimpin yang memiliki kharisma atau kemampuan, kompeten dalam memimpin suatu organisasi akan sangat membantu dalam mencapai tujuan yang diinginkan oleh organisasi tersebut. Akan tetapi kehebatan personil seorang bukanlah satu-satunya faktor penentu keberhasilan dalam kepemimpinan. Hal tersebut tidak akan berarti apabila tidak disertai dengan faktor yang lain yaitu kepedulian. Seorang pemimpin yang tidak memiliki kepedulian terhadapa kebutuhan para karyawan yang dipimpin maka akan mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan karena para bawahan juga ingin kebutuhan merka bisa terpenuhi sehingga mereka semangat dalam melaksanakan tugas. Selain itu pemimpin juga dituntut untuk memiliki komitmen yang tinggi terhadap apa yang telah menjadi kebijakannya, karena dengan adanya komitmen yang tinggi maka akan tumbuh rasa memiliki yang tinggi pula terhadap organisasi yang dipimpin dan akan berusaha untuk menjaga dan mengembangkannya.Hal lain yang mendukung untuk terciptanya kepemimpinan yang efektif adalah : kejelasan, komunikator, konseiten, kreatif, keberanian dan kenekatan. Seorang pemimpin juga harus senantiasa merespon lingkungan yang ada di sekitarnya karena seorang pemimpin harus bertanggungjawab oleh anggota organisasi itu sendiri dan juga harus bertanggungjawab terhadap masyarakat yang ada di lingkungannya. Seorang pemimpin juga harus sebisa mungkin untuk memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki oleh para anggota.Hal ini dimaksudkan agar dapat mengatasi adanya persaingan antar organisasi. Selain itu pemimpin harus dapat membina kerjasama yang baik di dalam maupun dengan organisasi yang lain, dapat mengintegrasikan berbagai macam kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut bisa tercapai apabila seorang pemimpin mampu menggunakan berbagai macam teknologi dalam organisasi serta mampu melakukan hubungan manusiawi dengan anggota organisasi lainnya. Kepribadian seorang pada dasarnya bersifat subyektif, karena berisi tentang konsep diri yang berpengaruh pada sikap dan tingkah laku yang ditampilkannya. Sedangkan kepribadian yang dimaksud dalam kepemimpinan adalah sikap dan perilaku yang dilihat oleh orang lain diluar dirinya. Sikap dan perilaku yang ditampilkan berulang-ulang yang dikategorikan sama oleh banyak orang dari seseorang, dipandang sebagai kepribadian yang bersifat obyektif atau 15
Fatah Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: CV Pustaka, 2009), 98-100
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
144
yang sebenarnya dari orang tersebut. Sikap dan perilaku itu memberi gambaran mengenai sifat-sifat khas, watak, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, minat dan perhatian, hobbi, kebiasaan dan lain-lain sebagai isi dari kepribadian seseorang. Dari sudut ajaran Islam prilaku ini menggambarkan juga tingkat atau kualitas keimanan seseorang pada Allah.Justru iman merupakan isi yang utama dalam kepribadian, karena berfungsi sebagai pengendalian sikap dan perilaku yang didasarkan oleh unsur kepribadian tersebut di atas. Sehubungan dengan itu firman Allah dalam surat al-Ankabut ayat 7, yang menjelaskan bahwa pemimpin adalah seorang manusia, yang memiliki kepribadian, yang tercermin di dalam sikap dan perilakunya dalam melaksanakan kepemimpinan. Pemimpin yang didalam kepribadiannya terhadap unsur keimanan yang tinggi sebagaimana firman Allah di atas akan selalu bersikap dan berperilaku untuk berbuat amal kebajikan. Pemimpin dalam ridha Allah yang akan menerima ganjaran lebih baik dari segala sesuatu yang pernah dikerjakannya dalam memimpin. Kepemimpinan sebagai proses menggerakkan orang lain pada dasarnya merupakan rangkaian interaksi antar manusia. Interaksi itu bersumber dari seseorang yang berani dan bersedia tampil mempelopori dan mengajak orang lain berbuat sesuatu melalui kerjasama dengan yang lain. Dengan berada di depan seorang pemimpin akan menjadi panutan, yang sikap dan perilakunya diteladani. Bersamaan itu pemimpin juga selalu mampu berada di tengah orang yang dipimpinya untuk bekerjasama dalam mewujudkan kegiatan bersama. Demikian pula pada sat pemimpin ada dibelakang orang-orang yang dipimpinya, akan berusaha memfungsikan diirnya dalam memberikan dorongan untuk berbuat sesuatu. Fungsi kepemimpinan seperti yang disebutkan di atas, dikristalisasikan dalam pepatah bahasa jawa yang sangat terkenal berbunyi :“Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. Kemampuan menjalankan fungsi kepemimpinan, sesuai dengan gaya dan tipe kepemimpinan masing-masing. Bagi pemimpin yang beriman sadarnya tidak dapat lain dari pada petunjuk atau tuntunan Allah. Untuk itulah peranan kemampuan berfikir yang memadahi guna melakukan analisa terhadap kondisi, yang hasilnmya dapat dimnafaatkan dalam efisien dan efektifitas dalam kepemimpian.Pemimpin adalah orang yang mempunyai wewenang dalam pengambilan keputusan suatu organisasi. 16 Pemimpin (leader) adalah orang yang membimbing dan mengarahkan orang lain untuk melakukan suatu tindakan. Atau dengan kata lain, seseorang dapat dikatakan pemimpin apabila orang tersebut dapat mempengaruhi tingkah laku perbuatan orang lain, agar menuruti kehendaknya, meskipun tidak ada ikatan-ikatan yang kokoh didalam suatu organisasi. Jadi pemimpin itu dapat timbul kapan saja dan dimana saja, asalkan seseorang itu sanggup dan dapat mempengaruhi orang lain yang ada di sekelilingnya.Selanjutnya dalam hal ini muncul teori kepemimpinannya. Dari uraian para pakar tersebut, dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan adalah usaha menggerakan orang lain atau bawahan yang dipimpin supaya dapat bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dianggap penting, dan orang yang menggerakan orang lain itu disebut pemimpin (leader). Menurut Suprayogo, Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas individu atau group untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang telah di 16
Hikmat, Manajemen Pendidikan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), 249.
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
145
tetapkan. 17 Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian tujuan.Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal seperti tingkat manajerial pada suatu organisasi. 18 Kepemimpinan adalah suatu kekuatan penting dalam rangka pengelolaan sehingga kemampuan pemimpin secara efektif merupakan kunci keberhasilan organisasi maka esensikepemimpinan adalah kepengikutan kemauan orang lain untuk mengikuti keinginan pemimpin.19 Mulyasa E mendifinikan Kepemimpinan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. 20 Sedangkan Muhaimin, menyebutnya, kepemimpinan adalah adanya suatu proses dalam kepemimpinan untuk memberikan pengarahan secara social kepada orang lain, sehingga orang lain tersebut menjalankan suatu proses sebagaimana diinginkan oleh pemimpin.21 Jadi, berdasarkan difinisi para tokoh di atas maka kepemimpinan menurut penulis merupakan bagian penting dari manajemen, tetapi bukan semuanya. Sebagaimana contoh para manajer harus merencakan dan mengorganisasikan, tetapi peran utama pemimpin adalah mempengaruhi orang lainuntuk mencapai tujuan yang ditetapkan dengan antusias. Ini bukti bahwa pemimpin boleh jadi manajer yang lemah apabila perencanaannya yang jelek menyebabkan kelompoknya bergerak ke arah yang salah. Mesikipun mereka dapat menggerakkan kelompok, mereka sama sekali tidak dapat menggerakkan kelompok, mereka sama sekali tidak dapat menggerakkannya ke arah pencapaian tujuan organisasi. Seseorang boleh jadi adalah pemimpin yang lemah, tetapi masih merupakan manajer yang relatif efektif, khususnya apabila ia kebutulan mengelola orang-orang yang sangat memahami pekerjaan mereka dan memiliki dorongan yang kuat untuk bekerja. Keadaan seperti ini kecil kemungkinannya, dan karenanya kita berharap agar para manajer yang istimewa memiliki kemampuan kepemimpinan yang cukup tinggi. Hal ini tergantung pada faktor manusia itu sendiri bagaimana dia mempertautkan kelompok dan memotivasinya untuk mencapai tujuan tersebut.Kepemimpinan dapat merubah yang pada awalnya hanya sebuah kemungkinan menjadi sebuah kenyataan. Peran utama seorang pemimpin adalah memengaruhi atau menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan antusias. Dengan demikian, kepemimpinan yang berhasil adalah pemimpin yang berperilaku, berketerampilan dan bertindak tepat. Para pemimpin menggunakan keterampilan yang berbeda, keterampilan yang dimaksud antara lain: keterampilan teknis, keterampilan manusiawi, dan keterampilan konseptual. Keterampilan teknis adalah merupakan pengetahuan dan ketegfdsarampilan seseorang dalam salah satu jenis proses atau teknis, keterampilan manusiawi yaitu kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain dan membina kerja tim, dan keterampilan konseptual yaitu kemampuan untuk berfikir dalam kaitannya dengan model kerangka, hubungan yang luas seperti rencana jangka panjang.
17
Imam Suprayogo, Reformasi Visi dan Misi Pendidikan Islam(Malang: STAIN Press, 2010), 160 Ach Muhyi, Teori dan Perilaku organisasi.(Malang: UMM Press, 2013), 4. 19 Wahjosumijo, Kepemimpinan kepala sekolah tinjuan teoritis dan permasalahanya (Jakarta: Grafindo, 2008),4. 20 Mulyasa E, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, Dan Implementasi.(Bandung: PT. Rosdakarya, 2004), 27. 21 Muhaimin, Manajemen Pendidikan Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana pengembangan Sekolah/madrasah. (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), 29. 18
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
146
Rekontruksi Manajamen Pendidikan: Dari Konsep Menuju Internalisasi Nilai-nilai Keunggulan Karakter Bagaimana seharusnya manajemen dilakukan agar bisa berperan membentuk karakter siswa.Manajemen perlu bergerak atau merekontruksi agar berhasil menginternasilisasi nilainilai keunggulan karakter kepada para siswa. Salah satunya dengan carauntuk memadukan manajemen pendidikan yang selama ini dipraktekkan di sekolah-sekolah umum dengan pendidikan pesantren. Manajemen pendidikan yang memadukan model pesantren dengan sekolah-sekolah umum bisa menjadi alternative. 22 Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam merekontruksi manajemen pendidikan adalah : a. Memasukkan nilai-nilai Islam dalam Kehidupan Sekolah Meski ada pendapat yang mengatakan bahwa Islam antikemajukan, tetapi tidak demikian bagi Nurcholish Madjid.Pandangan Nurcholis Madjid tentang Islam antikemajuan adalah klaim-klaim warisan kolonial yang pada masa dahulu digunakan sebagai alat untuk menghadapi sikap permusuhan non-koperatif kaum ulama, kyai, dan santrinya. 23Anggapan terhadap Islam sebagai musuh kemajuan dalam pandangan Nurcholish Madjid berarti orang itu tidak memahami keuniversalan ajaran Islam. 24 Ajaran Islam dengan jelas menunjukkan adanya hubungan organik antara ilmu dan iman. Hubungan organik itu kemudian dibuktikan dalam sejarah Islam klasik ketika kaum muslim memiliki jiwa kosmopolit yang sejati. Atas dasar kosmopolitanisme itu umat Islam membangun peradaban dalam arti yang sebenar-benarnya yang juga berdimensi universal.25 Keikutsertaan dunia pendidikan Islam secara aktif dalam pembangunan Indonesia akan menampilkan Indonesia dalam bentuk ‘baru’. Indonesia yang akan datang seperti sosok ‘santri yang canggih’. Keselarasan Indonesia dengan santri, karena pada dasarnya sosok santri itu sebagai tampilan sikap egaliter, terbuka, kosmopolit dan demokratis dan memiliki karakter terpuji.Dengan kata lain, suatu penampilan Islam modern yang menyerap secara konstruktif dan positif kehidupan modern, namun semuanya tetap dalam nilai-nilai keislaman dengan menjunjung tinggi nilai-nilai akhlakul karimah atau karakter terpuji. 26 Pendidikan karakter yang menjadi ciri pondok pesantren patut untuk dikolaborasi dengan pendidikan umum—yang memang sejak zaman orde baru disiplin ilmu itu telah dipisah-pisahkan atau bahkan diabaikan (terurama pendidikan agama).Meski sudah terbebas dari penjajah Belanda, tetapi pola pikir pemisahan pendidikan agama yang didominasi pendidikan karakter dan pendidikan umum yang didominasi oleh sain itu masih kuat mengakar pada diri masyarakat dan lembaga-lembaga pendidikan.Padahal pemerintah semasa Mentri Pendidikan M.Nuh telah mendorong pendidikan karakter masuk pada lembaga pendidikan. Pendekatan pendidikan karakter yang menjadi sasaran adalah penanaman kedisiplinan, penguatan rasa tanggung jawab, kejujuran. Menurut Hidayatullah, pendidikan karakter dapat
22
Muhaimin, manajamen pendidikan,... 121 Muhaimin, Manajamen Pendidikan....,122 24 Ibid., 24 25 Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta, Paramadina, cet ke-2, 1992), 24 26 Nurcholis Madjid, Dialog Keterbukaan (Jakarta: Paramadina, 1980), 212 23
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
147
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya, menanamkan kedisiplinan, keteladanan, pembiasaan penciptaan suasana kondusif.27 Sikap disiplin adalah bagian dari karakter baik atau terpuji seseorang. Guru dalam hal ini bisa memberikan motivasi atau sekaligus memberikan contoh sebagai teladan kepada anak didiknya untuk berperilaku disiplin. Disiplin bisa dalam bentuk disiplin waktu, misalnya bagaimana guru memberikan contoh siswanya untuk masuk kelas tepat waktu dan keluar kelas juga pada waktu yang tepat.Disiplin mengerjakan tugas, yaitu setiap ada tugas dikerjakan dengan baik dan sepenuh hati.Tugas yang diabaikan atau tidak dikerjakan, itu artinya tidak disiplin. Guru menjadi motivator sekaligus contoh bagi siswanya untuk berlaku disiplin. Aspek lain terkait karakter adalah keteladanan. Teledan berarti memberikan contoh baik kepada orang lain. Guru yang menjadi panutan kepada siswanya memberikan contoh-contoh tindakan baik kepada seluruh siswanya. Inilah kalau dalam bahasa Jawa, Guru disamaartikan dengan ‘digugu lan ditiru’(diperhatikan dan diikuti). Konsekwensinya, guru harus berbuat baik, karena tindakan guru menjadi perhatikan dan ditiru oleh siswanya. Selain itu, internalisasi nilai-nilai keunggulan karakter juga bisa dilakukan dengan caramenempatkan kembali ilmu pengetahuan dan teknologi ke dalam daerah pengawasan nilai agama, moral dan etika. Karena pada prinsipnya, asal mula semua cabang ilmu pengetahuan adalah berpangkal pada ilmu agama. Ketika para intelektual muslim mampu mengembangkan dan mengislamkan ilmu pengetahuan modern itu, dunia Islam akan dapat mencapai kemakmuran dalam berbagai bidang, seperti yang dicontohkan pada masa Islam klasik. Saat ini umat Islam hanya menyaksikan bekas-bekasnya saja.28 Dengan menyadari kondisi umat Islam, di mana tingkat pendidikan modern rata-rata diseluruh dunia, masih lebih rendah dari bangsa-bangsa lain, maka untuk menuju ke arah masa depan umat Islam dalam merespon tantangan zaman itu harus terlebih dahulu dengan menangkap pesan dalam kitab suci. Upaya ini merupakan bagian dari keinginan untuk menemukan kembali pengetahuan baru yang merupakan tujuan sejati intelektual Islam. 29 b. Keindonesiaan Lebih jauh lagi, modernisasi pendidikan diharapkan mampu menciptakan suatu lembaga pendidikan yang mempunyai identitas kultural yang lebih sejati sebagai konsep pendidikan masyarakat Indonesia baru yang di dalamnya juga akan ditemukan nilai-nilai universalitas Islam yang mampu melahirkan suatu peradaban masyarakat Indonesia masa depan. Di sisi lain, lembaga ini juga mencirikan keaslian indigenous Indonesia, karena secara kultural terlahir dari budaya Indonesia yang asli. Konsep ini adalah upaya modernisasi dengan tegas dan jelas berlandaskan platform kemodernan yang berakar dalam keindonesiaan dengan dilandasi keimanan.Pondok pesantren diharapkan dapat memberikan responsi atas tuntutan era mendatang yang meliputi dua aspek, universal dan nasional.Aspek universal yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi.Sedangkan dalam skala nasional yaitu pembangunan di Indonesia. Untuk yang terakhir ini, bahkan peran pondok pesantren semakin besar dalam menentukan suatu pola pembangunan yang bersifat 27
Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), 39 28 Nurcholis Madjid dalam Yasmadi…, 126 29 Nurcholis Madjid, Islam Doktrin.., 485-486
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
148
“indigenous”, asli sesuai aspirasi bangsa Indonesia sendiri, karena pondok pesantren adalah sebuah lembaga sistem pendidikan-pengajaran asli Indonesia yang paling besar dan mengakar kuat.30 Pondok pesantren dinilai mampu menciptakan dukungan sosial bagi pembangunan yang sedang berjalan.Sebab, pembangunan adalah suatu usaha perubahan sosial.Tujuannya adalah perbaikan dan peningkatan kehidupan secara keseluruhan. c. Keilmuan Persoalan mendasar yang terjadi hampir merata di dunia pendidikan kaum muslim kontemporer adalah terpisahnya lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki konsentrasi dan orientasi yang berbeda. Ada lembaga yang menitikberatkan orientasinya pada “ilmu-ilmu modern” dan di sisi lain ada lembaga yang hanya memfokuskan diri pada “ilmu-ilmu tradisional”. Realitas kelembagaan pendidikan ini lebih dikenal dengan dualisme pendidikan. Modernisasi pendidikan dalam pondok pesantren modern pada prinsipnya menghilangkan dualisme pendidikan tersebut. Kedua bentuk lembaga ini sama-sama memiliki sisi positif yang patut dikembangkan dan juga mempunyai kelemahan yang sama sekali harus dibuang dan ditinggalkan. Usaha modernisasi tertuju pada upaya untuk mengkompromikan kedua lembaga ini dengan memadukan sisi baik antara keduanya, sehingga pada gilirannya akan melahirkan sistem pendidikan yang ideal. Sistem pendidikan seperti ini disebut dengan sistem pendidikan Indonesia menuju kearah titik temu atau konvergensi.Usaha ini berawal pada perpaduan unsur-unsur keilmuan. Sejarah pendidikan Islam telah menunjukkan bahwa keseimbangan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia terdapat pada masa kejayaan dan kegemilangan Islam itu.Seperti diungkap oleh Hasan Langgulung, pakar pendidikan, keseimbangan ini tidaklah hilang kecuali pada zaman kelemahan.Jadi kelemahan dan kemunduruan umat Islam bukan karena Islam, tetapi karena menjauhi Islam. 31Artinya, umat Islam ketika itu tidak mau lagi menerima ilmu-ilmu modern yang bersumber dari Barat. Dengan demikian, sistem pendidikan “baru” ini mengacu pada perpaduan kedua disiplin keilmuan tersebut. Oleh karena itu, dunia pendidikan Islam harus memodernisasi diri guna mengejar ketertinggalannya, dan untuk memenuhi tuntutan teknologi di masa depan. Institusi pendidikan Islam di masa mendatang mestinya tidak terkonsentrasi penuh pada bidang kajian Islam saja, lebih dari itu institusi pendidikan tersebut juga menaruh perhatian yang tinggi pada penguasaan bidang matematika, fisika, kimia dan biologi (MIPA).Bidang ini diperlukan untuk meningkatkan daya saing umat Islam demi menyongsong era teknologi dan era globalisasi mendatang.32 Ide pemikiran ini tertuju pada upaya untuk memasukkan kurikulum “umum” yang selama ini diterapkan di dunia pendidikan umum ke dalam pendidikan Islam yang telah memiliki kurikulum tersendiri, sehingga yang akan terjadi nantinya kombinasi dua bentuk unsur keilmuan dalam skala yang utuh. Konsep tersebut pada dasarnya juga merupakan usaha untuk mengkompromikan sistem pendidikan modern dengan sistem pendidikan tradisional. Oleh karena itu, konsep 30
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES, 1996), 87-89 31 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Mutiara Sumber Widia, 1992), 117 32 Nurcholis Madjid dalam Yasmadi….,134
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
149
keterpaduan (keislaman, keindonesiaan, dan keilmuan) di atas, merupakan solusi dalam rangka menyikapi munculnya splitpersonality, sebagai akibat dari tidak kompleksnya unsur keilmuan dalam pendidikan. Kesimpulan Menurunnya karakter terpuji bagi anak-anak bangsa, merupakan tanggungjawab bersama, terutama bagi para pendidik.Satu sisi pendidikan diharuskan memberikan pengetahuan kepada anak didiknya, tetapi satu sisi pendidik juga dituntut mampu mengantarkan anak didinya menjadi orang-orang yang memiliki karakter terpuji. Pengetahuan tanpa dibarengai dengan karakter terpuji, maka akan menimbulkan masalah baru, misalnya korupsi, kekerasan, dan terorisme. Hipotesa ini tidak terlalu salah, ketika secara empiris dibuktikan bahwa para koruptor, pelakukan kekerasan, dan teroris adalah mereka orang-orang yang berpengatahuan luas atau rerata sarjana.Maka yang salah adalah ketika pengetahuan mereka bertambah, tidak diberangi dengan penambahan internalisasi nilai-nilai karakter terpuji. Karena pendidikan menjadi bagian yang bertanggung jawab dalam hal ini, maka perlu ada perubahan manajemen dalam pendidikan untuk mengantarkan siswanya menjadi siswa yang berpengetahuan luas dan berkarakter terpuji. Seperti apa perubahan manajamen pendidikan yang seharusnya dilakukan oleh pendidikan. Sebagaimana dijelaskan di atas, ada beberapa perubahan yang harus dilakukan manajamen pendidikan untuk mengantarkan siswany memiliki pengetahuan luas dan berkarakter terpuji, diantaranya: Pertama; internalisasi nilai-nilai Islam dalam Kehidupan Sekolah. Tentu internalisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan siswa ini tidak mudah, tetapi setidak ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam proses internalisasi itu, diantaranya, pendidikan menjadi teladan. Teladan dalam hal apa saja, mulai cinta tanah air, teladan dalam disiplin waktu, hidup bersih, hidup santun dan seterusnya. Guru bukan sekedar mentransformasi pengetahuan, tetapi sekaligus menjadi pelaku pengetahuan yang disampaikan. Misalnya, ketika kepada sekolah menerima bantuan dana dari pemerintah, maka yang ditunjukkan kepada khalayak adalah prinsip jujur dalam penggunaan anggaran. Contoh ini jauh lebih penting dari hanya sekedar mentransformasikan pengetahuan tentang ‘jujur itu penting’. Guru melarang zina, maka tidak boleh guru melakukan perbuatan pencabulan. Teladan inilah yang tidak dan sulit ditemukan di lembaga-lembaga pendidikan umum.Karenanya, manajamen pendidikan perlu melakukan rekontruksi manajemen yang tidak hanya mentransformasikan pengetahuan, tetapi sekaligus menjadi pelaku pengetahuan. Daftar Rujukan Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi revisi cetakan ke 14, Jakarta: Rineka Cipta, 2010. E, Mulyasa,Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, Dan Implementasi, Bandung: PT. Rosdakarya, 2004. Hidayatullah,Furqon, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangs, Surakarta: Yuma Pustaka, 2010. Hikmat,Manajemen Pendidika, Bandung: CV Pustaka Setia, 2009
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
150
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/15/KonsepPendidikan Karakter, diunduh tanggal 28 April 2014. http://korupsi.vivanews.com/news/read dimuat kompasiana.com, penulis; Herdiansyah Hamzah, 28/4/2014 Iskandar, Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru, Jakarta: Gaung Persada Pers, 2009. J. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi Cetakan ke IV, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993. Langgulung,Hasan.Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Mutiara Sumber Widia, 1992. Madjid,Nurcholis, Islam Doktrin dan Peradaba, Jakarta: Paramadina, cet ke-2, 1992. Masduri, Kontekstualisasi Teologi Hasan Hanafi Terhadap Problem Korupsi di Indonesia, Maraji’ Jurnal Ilmu Keislaman, Surabaya:Kopertais Wilayah IV, Volume 1, Nomor 1, September 2014. Muhaimin, Manajemen Pendidikan Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana pengembangan Sekolah/madrasah, Jakarta: Prenada Media Group, 2009. Muhyi,Ach,Teori dan Perilaku organisasi, Malang: UMM Press, 2013. Muslich, Masnur, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Muttaqin, Ali,Pendidikan Karakter di Sekolah Upaya Membangun Karakter Bangsa, Tuban: Jurnal Al Hikmah, Volome 2, Nomor 1, Maret 2012. Pidarta, Made, Peranan Kepala Sekolah pada Pendidikan Dasar, Jakarta: PT Gramedia Mediasarana Indonesia, 1998. Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta : Penerbit Erlangga, 2007. Ridlwan, Mujib, Studi Korupsi dalam Kulturasi Manajamen Madrsah di Tuban, Tuban: Jurnal Studi Keislaman Al Hikmah, Volume 5, Nomor 1, Maret 2014. Steenbrink, Karel A, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta: LP3ES. 1996. Sugiono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2009. Suprayogo, Imam,Reformasi Visi dan Misi Pendidikan Islam, Malang: STAIN Press, 2010. Syaodih Sukmadinata, Nana, Metode Penelitian Pendidikan, Cetakan ke VI, Bandung: PT Remaja Rosdakarya kerjasama Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2010. Tafsir, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Edisi revisi cetakan ke IV, 2010. Undang-Undang Republik Indonesia, No. 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen, Jakarta: Ditjen Pendidikan Islam Departemen Agama. Undang-Undang Republik Indonesia, No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung : Citra Umbara. Wahjosumijo, Kepemimpinan kepala sekolah tinjuan teoritis dan permasalahanya, Jakarta: Grafindo, 2008.
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014