KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT SUNAN KALIJAGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh MUCH AULIA ESA SETYAWAN NIM 11112225
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2016
i
ii
KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT SUNAN KALIJAGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh MUCH AULIA ESA SETYAWAN NIM 11112225
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2016
iii
iv
v
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO
Artinya: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Q.S Al-Qalam : 4) PERSEMBAHAN 1. Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan cintai Bapak Much Baiat Abidin dan Ibu Muti‟ah Setyawati, S.Ag yang telah mendoakanku. Semoga selalu dalam limpahan kasih sayang Allah dan selalu menjadi orang tua terbaik bagi anak-anaknya dunia dan akhirat. 2. Adik-adikku M. Rafi Naufal, Ahmad Mauludin Zulfikar Rohman, Abdina Dzatun Nitaqoini dan Afra Tsaniatul Wada yang aku sayangi serta telah memberikan canda tawa. 3. Kakek Nenekku H. Abdul Majid, H. Mudjahid Nur Chamidi (alm), H. Nur Syahid, Sutarni, Hj. Siti Qomariah serta Pakde, Bude, Paklek, Bulek, seluruh keluarga besar Bani Kartowidjojo yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan dukungannya. 4. Yanuar Kusumawardani yang sabar, setia, dan membantu proses penyusunan skripsi ini. 5. Sahabat-sahabatku kelas bahasa MAN Salatiga angkatan 2012, PAI G dan PAI angkatan 2012 semuanya yang selalu memberikan semangat dan motivasi. 6. Keluarga besar SMP Negeri 1 Tengaran dan keluarga besar Dusun Pujan yang telah memberikan pelajaran hidup dalam bermasyarakat. 7. Serta seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
vii
KATA PENGANTAR Assalamu‟alaikum Wr.Wb. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut setianya. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. 4. Ibu Maslikhah, S.Ag., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing dan memotivasi dari awal masuk perkuliahan hingga akhir perkuliahan.
viii
ix
ABSTRAK Setyawan, Much Aulia Esa. 2016. Konsep Pendidikan Karakter Menurut Sunan Kalijaga. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Bahroni, M.Pd. Kata Kunci : Pendidikan Karakter, Sunan Kalijaga. Sekarang ini banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan moral dan akhlak yang dilakukan peserta didik akibat pengaruh negatif pergaulan bebas karena perkembangan zaman. Para siswa berani berkata kasar, membolos, tawuran antar pelajar, balapan liar, aksi corat-coret baju sekolah dilanjutkan konvoi saat kelulusan, berpacaran hingga kadang sampai hamil dan lain sebagainya. Pendidikan karakter merupakan salah satu cara efektif sebagai penanggulangan krisis moral dan akhlak peserta didik tersebut. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana keunikan cara penyebaran nilai-nilai luhur yang dilakukan Sunan Kalijaga di pulau Jawa. (2) Bagaimana konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga. (3) Bagaimana relevansi konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga yang terkandung dalam karya-karya dan ajarannya di era globalisasi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif karena berusaha mengumpulkan data, menganalisa, dan membuat interpretasi secara mendalam tentang pemikiran tokoh Sunan Kalijaga. Jenis penelitian ini merupakan penelitian etnografis karena mendeskripsikan suatu kebudayaaan yang bersumber dari karyakarya dan ajaran Sunan Kalijaga. Metodenya menggunakan telaah kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan di perpustakaan yang objek penelitiannya dicari lewat beragam informasi kepustakaan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menganalisis proses dan makna dari sudut pandang peneliti mengenai konsep dan pemikiran pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga, serta relevansinya dengan masa kini dengan menggunakan teori yang telah ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sunan Kalijaga merupakan tokoh yang unik, karena mampu membuat strategi dakwah yang berbeda dari pendakwah lainnya. Keunikan beliau tergambar pada saat para pendakwah lain hanya menggunakan media ceramah saja, tetapi Sunan Kalijaga mampu berdakwah dengan media seni suara, menjadi dalang, membuat gamelan dan lain sebagainya. Implementasi karya dan ajaran beliau terbukti sangat efektif dalam meyakinkan orang-orang untuk memeluk Islam dengan segala aturannya termasuk dalam berperilaku. Sunan Kalijaga mampu memasukkan nilai-nilai agama Islam dari AlQur‟an dan Hadis pada budaya dan adat yang sudah berlaku sebelumnya dengan cara mengikuti sambil mempengaruhi sedikit demi sedikit. Oleh karena itu, strategi beliau bisa relevan di zaman sekarang dengan cara mampu berinovasi, kreatif dan mentransformasikan nilai-nilai Islam dari karya dan ajaran Sunan Kalijaga secara efektif untuk menanamkan karakter terpuji yang berimbas kepada perilaku dan moral peserta didik yang berorientasi pada nilai kebaikan hidup sesuai ajaran Islam.
x
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i HALAMAN BERLOGO ........................................................................................ ii HALAMAN JUDUL.............................................................................................. iii PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iv PENGESAHAN KELULUSAN ..............................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................. vi MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii ABSTRAK ...............................................................................................................x DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................................1 B. Rumusan Masalah .................................................................................5 C. Tujuan Penelitian...................................................................................6 D. Kegunaan Penelitian ..............................................................................6 E. Metode Penelitian ..................................................................................7 1. Pendekatan Penelitian .......................................................................7 2. Sumber Data .....................................................................................7 3. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................8 4. Teknik Analisis Data ......................................................................10 F. Penegasan Istilah .................................................................................10 G. Sistematika Penulisan..........................................................................12
xi
BAB II : BIOGRAFI SUNAN KALIJAGA A. Riwayat Hidup Sunan Kalijaga ...........................................................13 1. Lahir ...............................................................................................13 2. Silsilah ............................................................................................14 3. Masa Muda .....................................................................................16 4. Masa Dewasa ..................................................................................19 5. Perkawinan .....................................................................................21 6. Masa Pendidikan ............................................................................22 7. Sebagai Guru ..................................................................................24 8. Wafat ..............................................................................................24 B. Sunan Kalijaga Sebagai Seniman dan Budayawan .............................25 BAB III : DESKRIPSI PEMIKIRAN A. Peran dan Jasa Sunan Kalijaga ............................................................28 1. Peran di Dewan Walisanga .............................................................28 2. Jasa-Jasa Sunan Kalijaga ................................................................29 B. Peran dan Ajaran Sunan Kalijaga........................................................30 1. Sebagai Budayawan........................................................................30 2. Sebagai Ahli Tata Kota ..................................................................48 3. Ajaran Lima Landasan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar.......................49 4. Ajaran Narima Ing Pandum ...........................................................50 5. Astabrata dalam Cupu Manik Astagina .........................................51 BAB IV : PEMBAHASAN A. Definisi Pendidikan Karakter ..............................................................55
xii
B. Landasan Pendidikan Karakter............................................................62 C. Tujuan Pendidikan Karakter................................................................65 D. Dimensi Pendidikan Karakter .............................................................67 E. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter ..................................................68 F. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter ...................................................70 G. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter..........................................................73 H. Urgensi Pendidikan Karakter ..............................................................77 I. Realitas Pendidikan Karakter Bagi Peserta Didik ...............................80 J. Strategi Pendidikan Karakter ..............................................................82 K. Peran Pendidikan Agama dalam Pendidikan Karakter .......................83 L. Relevansi Pemikiran Pendidikan Karakter Sunan Kalijaga di Era Globalisasi ...........................................................................................84 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan..........................................................................................88 B. Saran-Saran .........................................................................................89 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, sebab pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia. Manusia senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri (Sukardjo dan Ukim, 2009:1). Proses pendidikan inilah yang membuat lebih tinggi derajat dan kedudukan manusia dibandingkan makhluk-makhluk Allah yang lain. Melalui pendidikan itu, harapannya mampu menghasilkan manusia-manusia yang profesional dan kompeten dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Menurut Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (1) disebutkan : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-undang RI No. 20 tahun 2003:2). Dari pengertian tersebut dapat dimengerti bahwa pendidikan bertujuan membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspek baik intelektual, emosional maupun spiritual, terampil serta berkepribadian yang berakhlak mulia. Ini berarti pendidikan diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia secara tepat sesuai bidangnya, yang nantinya mampu diaktualisasikan pada kehidupan masing-masing individu 1
dengan tujuan menjadi pribadi yang aktif, produktif serta berinovasi bagi kepentingan diri dan bisa berkontribusi penuh di masyarakat. Sejalan dengan itu, fungsi pendidikan yang tertuang pada Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20, tahun 2003, Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Damayanti, 2014:9). Hal ini mengartikan berkembangnya potensi peserta didik dibarengi dengan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Upaya pengembangan pendidikan mencakup tiga hal yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif menyangkut tumbuh dan berkembangnya kecerdasan dan kemampuan intelektual. Ranah afektif menyangkut terbentuknya karakter kepribadian, dan ranah psikomotorik menyangkut keterampilan vokasional dan perilaku. Dalam dunia pendidikan menuntut adanya kurikulum. Kurikulum yang terbaru sekarang ini di Indonesia lebih menekankan pada ranah afektif yakni untuk membentuk karakter dari pribadi seseorang. Karakter memberikan arah bagaimana suatu bangsa mampu membangun sebuah peradaban besar yang kemudian mempengaruhi perkembangan dunia. Implementasi pendidikan karakter bisa dilakukan secara integrasi dalam pembelajaran. Artinya pengenalan dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik mampu diterapkan melalui proses pembelajaran baik di dalam maupun di
2
luar kelas pada semua mata pelajaran. Maka dari itu, kegiatan pembelajaran selain untuk menguasai materi yang ditargetkan, juga bisa dirancang untuk mengenal, menyadari, dan menjadikan nilai-nilai karakter pada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Materi pendidikan karakter tidak lain adalah nilai-nilai moral, baik yang bersifat universal maupun lokal kultural, baik moral kesusilaan maupun kesopanan. Dewasa ini berbagai persoalan muncul karena arus modernitas yang membuat perkembangan dunia seperti tanpa batas yang berakibat pada sisi negatifnya terjadi penyimpangan moral dan perilaku masyarakat. Budaya semacam ini ternyata menjadikan proses pendangkalan kehidupan spiritual dan sosial umat manusia. Generasi mudanya pun sudah banyak yang terjerumus ke dalam perilaku-perilaku amoral dari akibat hilangnya nilai-nilai karakter, yang seharusnya menjadi pegangan dalam berperilaku yang sesuai dengan budi pekerti luhur. Sebagai contoh, sekarang banyak siswa-siswa yang berani membolos hanya karena ingin bermain game online, play station, atau pergi ke tempat wisata disaat jam sekolah. Selain itu sering terjadi tawuran antar pelajar, balapan liar sepeda motor, aksi corat-coret baju sekolah dilanjutkan konvoi saat kelulusan, berpacaran hingga kadang sampai hamil, dan masih banyak lagi permasalahan yang timbul pada siswa di zaman modern ini. Dalam hal ini, pendidikan karakter mempunyai posisi penting, dengan harapan menjadi sebuah solusi dalam memberi pengarahan dan pengaruh positif untuk menanamkan dan membangun karakter mulia khususnya pada generasi muda agar lebih baik perilakunya di masyarakat.
3
Salah satu upaya menanamkan pendidikan karakter yakni dengan media budaya. Karena nilai-nilai pendidikan karakter merupakan nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sejak dahulu. Dalam kebudayaan itulah terdapat beragam nilai-nilai luhur yang akan membentuk suatu karakter yang kuat serta baik untuk dijadikan teladan. Kebudayaan sendiri menyangkut adanya karya sastra dan seni yang bisa dijadikan sebagai sumber pendidikan karakter. Secara langsung maupun tidak, dalam sebuah karya banyak terkandung berbagai narasi yang berisi teladan, hikmah, nasihat, ganjaran dan hukuman yang berkaitan dengan pembentukan karakter (Indianto, 2015:4). Melalui karya sastra dan seni seseorang dapat menangkap makna dan maksud dari setiap pernyataan atau pementasan, yaitu berupa nilai. Sebagaimana cerita yang biasanya sarat akan nilai dapat menjadi sumber nilai edukatif dalam membangun karakter diri manusia. Di Indonesia, khususnya di Jawa, penanaman pendidikan karakter melalui karya seni sastra dan budaya diperkenalkan oleh walisanga, yakni sembilan wali yang berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu wali yang paling populer bagi masyarakat Jawa adalah Sunan Kalijaga. Beliau banyak berdakwah menyebarkan agama Islam di Jawa khususnya daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan media kesenian. Sunan Kalijaga lebih populer dicitrakan sebagai “Sunannya rakyat” karena dalam berbagai cerita Sunan Kalijaga dikisahkan selalu dekat dengan rakyat, salah satunya memilih untuk berpakaian sama dengan orang awam meski ia sebenarnya berasal dari keluarga pejabat pada masa itu.
4
Sunan Kalijaga disebut sebagai tokoh sukses dalam menyebarkan agama Islam dengan kesenian terkenalnya yaitu wayang kulit. Sunan Kalijaga mengambil cerita-cerita dari tanah India yang dimodifikasi sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Dakwah Sunan Kalijaga dilakukan dengan menjaga kebiasaan setempat, dan tidak bersikap anti terhadap pola tingkah laku masyarakat kala itu. Jika dilihat lebih dalam sebenarnya Sunan Kalijaga mempunyai konsep dakwah yang bisa dikatakan unik, contohnya saat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dalam acara Sekaten, beliau memainkan wayang sesuai dengan keinginan masyarakat dan dibayar dengan pembacaan syahadat sebagai kesediaan untuk memeluk agama Islam. Kepopuleran nama Sunan Kalijaga juga dipengaruhi oleh beberapa karya sastra ciptaannya. Beberapa karya sastra yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga adalah Tembang Lir-ilir, Gundul-Gundul Pacul, dan Dandang Gula. Maka dengan media sastra, kiranya sangat efektif dilakukan beliau karena mudahnya menanamkan nilai-nilai karakter yang luhur kepada masyarakat saat itu. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji nilai-nilai pendidikan karakter yang diterapkan oleh Sunan Kalijaga dari berbagai warisan budaya, karya seni sastra dan ajarannya
dengan judul “KONSEP
PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT SUNAN KALIJAGA”. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana keunikan cara penyebaran nilai-nilai luhur yang dilakukan Sunan Kalijaga di pulau Jawa?
5
2. Bagaimana konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga? 3. Bagaimana relevansi konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga yang terkandung dalam karya-karya dan ajarannya di era globalisasi? C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mendeskripsikan keunikan cara penyebaran nilai-nilai luhur yang dilakukan Sunan Kalijaga di pulau Jawa. 2. Untuk mendeskripsikan konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga. 3. Untuk mendeskripsikan relevansi konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga dalam karya-karya dan ajarannya di era globalisasi. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi semua kalangan masyarakat serta kalangan para pendidik secara teoritik dan praktik antara lain sebagai berikut : 1. Secara Teoritik Dapat memberikan sumbangan pengembangan konsep pendidikan karakter dari Sunan Kalijaga yang dapat memperkaya khasanah dunia pendidikan Islam untuk digunakan dalam proses pembelajaran. 2. Secara Praktik a. Bagi mahasiswa, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi belajar pendidikan karakter khususnya mahasiswa
6
keguruan atau tarbiyah sebagai salah satu cara penguasaan dalam mendidik karakter peserta didik secara efektif. b. Bagi dosen dan institut, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi untuk menambah partisipasi dan kepedulian terhadap konsepkonsep pendidikan karakter dalam pembelajaran khususnya di lembaga pendidikan Islam. c. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan Islam dengan pendidikan karakter dalam membangun peradaban Islam melalui individu-individu yang berkualitas, profesional dan kompeten sesuai bidangnya. E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan Penelitian ini adalah pendekatan kualitatif karena berusaha mengumpulkan data, menganalisa, dan membuat interpretasi secara mendalam tentang pemikiran tokoh Sunan Kalijaga. Jenis penelitian ini merupakan penelitian etnografis karena mendeskripsikan suatu kebudayaaan yang bersumber dari karya-karya dan ajaran Sunan Kalijaga. Metodenya menggunakan telaah kepustakaan, yaitu penelitian yang dicari lewat beragam informasi kepustakaan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menganalisis proses dan makna dari sudut pandang peneliti mengenai konsep dan pemikiran pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga, serta relevansinya dengan masa kini dengan menggunakan teori yang telah ada.
7
2. Sumber Data Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yakni pengumpulan data-data dengan cara mempelajari, mendalami dan mengutip teori-teori dan konsep-konsep dari sejumlah literatur baik buku, jurnal, majalah, ataupun karya tulis lainnya yang relevan dengan topik penelitian. Penelitian ini sumber data yang dibutuhkan meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder. a. Data Primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku Menggali dan Meneladani Ajaran Sunan Kalijaga (Kajian Sejarah dan Budaya Berbasis Pendidikan Karakter) yang ditulis oleh Agus Hermawan, M.A dan buku Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa yang ditulis oleh Munawar J. Khaelany. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data informasi yang diperoleh dari sumbersumber
lain
selain
data
primer,
yang
secara
tidak
langsung
bersinggungan dengan tema penelitian yang peneliti lakukan. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah literatur yang sesuai dengan objek penelitian, baik itu teks buku, majalah, jurnal ilmiah, artikel, rekaman atau kaset, arsip, dokumen pribadi, dokumen resmi lembagalembaga dan lain sebagainya serta hasil wawancara yang terkait dengan penelitian ini.
8
3. Teknik Pengumpulan Data a. Teknik Pustaka Teknik pustaka ini menggunakan teknik library research (kepustakaan), sehingga penelitian ini menggunakan kajian terhadap buku-buku yang ada kaitannya dengan judul skripsi ini. Peneliti mengumpulkan berbagai sumber data dengan mencari data mengenai halhal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010:274). Cara menghimpun data dari berbagai literatur tersebut, diharapkan bisa melengkapi seluruh unit kajian data yang akan diteliti dan dianalisa lebih lanjut. Penelitian dilakukan dengan metode observasi non partisipan dengan mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku, artikel atau lainnya yang berkaitan. Selain itu penelitian ini termasuk jenis penelitian bibliografi, yakni dilakukan dengan mencari, menganalisis, membuat interpretasi, serta generalisasi dari fakta-fakta hasil pemikiran, ide-ide yang telah ditulis oleh pemikir dan ahli (Nazir, 1998:62). b. Teknik Wawancara Mendalam Teknik wawancara mendalam dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada informan yang mengarah pada kedalaman informasi serta dilakukan dengan tidak formal, tidak terstruktur guna menggali informasi yang lebih jauh dan mendalam (Sutopo, 2002:56-60). Teknik ini bertujuan untuk memperoleh informasi secara lengkap tentang
9
pendidikan karakter dari keturunan Sunan Kalijaga yang masih hidup atau para peneliti yang sudah meneliti sebelumnya. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Deduktif Metode deduktif adalah metode berfikir yang berdasarkan pada pengetahuan umum dimana kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus (Hadi, 1981:42). Metode ini digunakan untuk menjelaskan konsep pendidikan karakter yang merupakan salah satu isi dari kurikulum pendidikan terbaru di Indonesia. b. Induktif Metode Induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari faktafakta peristiwa khusus dan konkret, kemudian ditarik generalisasigeneralisasi yang bersifat umum (Hadi, 1981:42). Metode ini digunakan untuk membahas data tentang konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga guna ditarik kesimpulan dan dicari relevansinya dengan dunia pendidikan nasional pada masa kini. F. Penegasan Istilah Dalam penelitian ini penegasan istilah diperlukan untuk menghindari penafsiran dari judul di atas, maka penulis mencoba menjelaskan istilahistilah sebagai berikut :
10
1. Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak
suatu
objek.
Melalui
konsep,
diharapkan
akan
dapat
menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan satu istilah (Nasution, 2008:161). Dipertegas oleh Sudarminta bahwa konsep secara umum dapat dirumuskan pengertiannya sebagai suatu representasi abstrak dan umum (Sudarminta, 2002:87). 2. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000:263). Definisi lain mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Sisdiknas, 2003:9). 3. Menurut Samani dan Hariyanto (2011:41-42), karakter adalah sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. 4. Pendidikan karakter dalam penelitian ini merupakan suatu usaha yang direncanakan secara bersama yang bertujuan menciptakan generasi penerus yang memiliki dasar-dasar pribadi yang baik, baik dalam pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengarahkan peserta didik pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan
11
pada suatu nilai-nilai keluhuran. Ajaran yang berupa hal positif yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada peserta didik yang diajarnya (Samani, 2012:243). G. Sistematika Penulisan 1. Bagian Awal Bagian awal ini, meliputi : sampul, lembar berlogo, judul (sama dengan
sampul),
persetujuan
pembimbing,
pengesahan
kelulusan,
pernyataan keaslian tulisan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel dan daftar lampiran. 2. Bagian Inti BAB I
: PENDAHULUAN memuat latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan
penelitian,
kegunaan
penelitian,
metode
penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan. BAB II
: BIOGRAFI memuat riwayat hidup Sunan Kalijaga.
BAB III : DESKRIPSI PEMIKIRAN memuat pemikiran pendidikan karakter dari karya-karya dan ajaran Sunan Kalijaga. BAB IV : PEMBAHASAN memuat uraian definisi pendidikan karakter, implementasi dan relevansi pemikiran Sunan Kalijaga di era globalisasi sekarang. BAB V
: PENUTUP memuat kesimpulan dan saran.
Bagian akhir dari skripsi ini, memuat : daftar pustaka, lampiranlampiran, kuisioner wawancara dan daftar riwayat hidup penulis.
12
BAB II BIOGRAFI SUNAN KALIJAGA A. Riwayat Hidup Sunan Kalijaga 1. Lahir Sunan Kalijaga dilahirkan dari keluarga bangsawan Tuban. Ayah beliau adalah Tumenggung Wilatikta yang menjadi Adipati Tuban, sedangkan ibunya adalah Dewi Nawangrum. Riwayat lain menyebutkan bahwa Tumenggung / Adipati Wilatikta ini merupakan keturunan Ranggalawe dari kerajaan Majapahit, ia memiliki putra bernama Raden Said dan putri bernama Dewi Rasawulan dari perkawinannya dengan Dewi Anggraeni (Suwardono, 2007:11). Sunan Kalijaga lahir sekitar tahun 1400an M dengan memiliki nama kecil Raden Mas Said / Raden Mas Syahid. Sejak kecil Raden Mas Said telah diperkenalkan dengan agama Islam oleh guru agama kadipaten Tuban. Tujuannya agar nilai-nilai dasar Islam dari Al-Qur‟an dan Hadis dapat menjadi pedoman hidup beragama yang baik bagi Raden Mas Said. Selain itu, beliau juga memiliki jiwa kepemimpinan yang luar biasa serta pemberani dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi. Ia selalu menjadi pemimpin atau pencetus ide saat bergaul dengan anak-anak sebayanya. Raden Said pun anak cerdas yang sangat gesit dan lincah. Namun kelebihan yang dimilikinya itu, tidak membuat dirinya sombong. Malah sebaliknya, ia selalu rendah hati, sehingga disukai teman-temannya.
13
2. Silsilah Ada tiga pendapat yang berbeda mengenai silsilah Sunan Kalijaga. Tiga pendapat itu mengatakan bahwa Sunan Kalijaga merupakan keturunan orang Arab, China, dan Jawa asli. a. Keturunan Arab Merujuk pada buku De Hadramaut et ies Colonies Arabes Dans „l Archipel Indien yang ditulis oleh Mr. C. L. N. Van De Berg, Sunan Kalijaga merupakan keturunan Arab asli. Bahkan semua wali di Jawa merupakan keturunan Arab. berikut urutan silsilahnya : Abdul Muthalib (Kakek Rasulullah), berputra Abbas, berputra Abdul Wakhid, berputra Mudzakkir, berputra Adullah, berputra Khasmia, berputra Abdullah, berputra Madro‟uf, berputra „Arifin, berputra Hasanuddin, berputra Jamal, berputra Akhmad, berputra Abdullah, berputra Abbas, berputra Kourames, berputra Abdurrakhim, berputra (Aria Teja, Bupati Tuban), berputra Teja Laku (Bupati Majapahit), berputra Lembu Kusuma (Bupati Tuban), berputra Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban), berputra (Raden Mas Syahid) Sunan Kalijaga (Khaelany, 2014:20). b. Keturunan China Pada buku “Kumpulan Ceritera Lama” dari Kota Wali (Demak) yang merupakan karya S. Wardi diterbitkan Wahyu menuturkan bahwa Sunan Kalijaga merupakan anak orang China bernama Oei Tik Too (Bupati Tuban yang bernama Wiratikta bukan Wilatikta). Bupati inilah
14
yang kemudian mempunyai anak laki-laki bernama Oei Sam Ik, dan kemudian dikenal dengan nama Said. Sementara catatan-catatan yang diketemukan oleh Residen Poortman dari Klenteng Sam Poo Kong (1928) mengatakan bahwa banyak raja Jawa pada zaman Demak dan para wali keturunan China. Salah satunya wali keturunan China adalah Gang Si Cang yang merupakan nama lain dari Sunan. c. Keturunan Jawa Dari
keterangan
Darmosugito
(Trah
Kalinjangan)
yang
disampaikan pada seorang pembantu majalah Penyebar Semangat Surabaya yang bernama Tj M (Tjantrik Mataram) menyebutkan bahwa Sunan Kalijaga keturunan Jawa asli. Silsilah keturunan Jawanya yaitu, Adipati Ranggalawe (Bupati Tuban), berputra Ario Teja I (Bupati Tuban), berputra Aria Teja II (Bupati Tuban), berputra Aria Teja III (Bupati Tuban), berputra Raden Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban), berputra Raden Mas Said “Sunan Kalijaga” (Khaelany, 2014:21). Dari ketiga pendapat di atas manakah yang dianggap benar? Tidak ada yang dapat memberikan jawaban yang tepat, karena tidak ada catatan resmi secara lengkap yang bisa menjadi bukti konkret sebagai pegangan. Namun, sepanjang yang penulis ketahui tokoh Sunan Kalijaga merupakan orang Jawa Asli, karena silsilahnya kalau diurutkan ke atas penulis yakini bahwa hanya sampai pada raja-raja dari beberapa kerajaan di Jawa kala itu serta sumber-sumber referensi yang masyhur saat ini menyebutkan kalau Sunan Kalijaga merupakan orang Jawa.
15
3. Masa Muda Melihat adanya kesenjangan ekonomi dan sosial di lingkungan kadipaten tuban dikarenakan pemberlakuan pajak yang tinggi pada penduduk atau rakyat jelata ditambah kemarau panjang sehingga semakin memperpuruk keadaan mereka. Gelora jiwa muda Raden Said berontak dan terpanggil untuk membantu mereka. Walau Raden Said berasal dari keluarga bangsawan dia lebih menyukai kehidupan bebas yang tidak terikat adat istiadat kebangsawanan. Dia gemar bergaul dengan rakyat jelata dan segala lapisan masyarakat, sehingga lebih mengetahui seluk beluk kehidupan masyarakat Tuban yang sebenarnya. Niat untuk mengurangi penderitaan penduduk sudah pernah disampaikan kepada ayahnya. Tetapi ayahnya tidak bisa berbuat banyak dikarenakan kesibukan dan posisi yang hanya sebagai adipati bawahan Majapahit. Namun niat Raden Said tidak padam, di saat malam saat semua orang Kadipaten tertidur lelap, Raden Said mengambil sebagian hasil bumi yang telah disetorkan ke Majapahit di gudang penyimpanan. Semua itu dibagi-bagikan
kepada
rakyat
yang
sangat
membutuhkan
tanpa
sepengetahuan mereka. Lama kelamaan penjaga gudang menyadari kalau barang-barang hasil bumi yang hendak disetorkan ke pusat kerajaan Majapahit semakin berkurang. Kemudian ia merencanakan ide untuk menjebak pencuri hasil bumi di gudang dengan mengajak dua orang sebagai saksi. Dugaannya benar, malam hari berikutnya datanglah Raden Said ke gudang dan setelah mengambil barang, tak disangka di luar gudang sudah
16
ada tiga orang mencegat Raden Said yang telah membawa barang-barang dari dalam gudang. Akhirnya Raden Said dibawa beserta barang bukti ke hadapan ayahnya, dan melihat itu Adipati Wilatikta menjadi marah. Karena ini baru perbuatan pertama kali, Raden Said hanya dihukum dengan hukuman cambuk dua ratus kali pada tangan dan kemudian disekap selama beberapa hari tidak boleh keluar rumah. Sesudah hukuman itu, dia benar-benar keluar dari lingkungan istana. Bagi Raden Said hukuman ini tidak menyurutkan dirinya untuk menjadi seorang maling, bahkan kini ia juga merampok dan membegal semua orang kaya yang tinggal di Kadipaten Tuban. Tak peduli apakah jalan yang ditempuhnya benar atau keliru, yang penting orang-orang yang hidup susah terbantu olehnya. Dalam menjalankan aksinya Raden Said menggunakan topeng khusus dan berpakaian serba hitam. Sasaran perampokannya yaitu orang kaya apalagi yang pelit dan para pejabat Kadipaten yang curang dalam menggunakan jabatannya. Tapi suatu ketika perbuatannya ini ditiru oleh orang lain dan bermaksud mencelakakannya, dia adalah seorang pemimpin perampok sejati yang telah mengetahui aksi Raden Said menjarah harta pejabat kaya yang seharusnya menjadi incarannya. Pada suatu malam, Raden Said mendengar jerit tangis para penduduk desa yang kampungnya sedang dijarah perampok. Sesampainya di tempat kejadian itu, kawanan perampok segera berhamburan melarikan diri. Hanya tinggal pemimpin mereka yang sedang asyik memperkosa seorang gadis cantik. Melihat kejadian itu, Raden Said kaget karena ia melihat seseorang
17
yang berpakaian serta topeng yang serupa seperti dirinya sedang berusaha mengenakan pakaiannya kembali. Raden Said berusaha menangkap perampok itu, namun pemimpin rampok itu berhasil melarikan diri. Mendadak terdengar suara kentongan dari para penduduk yang datang ke tempat itu. Pada saat itulah si gadis yang diperkosa perampok tadi mendekati Raden Said dan menangkap erat-erat tangannya. Raden Said pun jadi panik dan bingung. Para warga menerobos masuk dan akhirnya Raden Said ditangkap dan dibawa ke rumah kepala desa. Kepala desa membuka topeng di wajah Raden Said, dan saat mengetahui siapa orang dibalik topeng itu ia jadi terbungkam. Sang kepala desa tak menyangka bahwa perampok itu adalah putra dari kepala Kadipaten Tuban. Raden Said dianggap sebagai perampok dan pemerkosa (Rahimsyah, 2008:64). Diam-diam sang kepala desa berusaha membawa Raden Said ke istana Kadipaten Tuban tanpa diketahui orang banyak. Adipati menjadi murka karena anaknya yang selama ini selalu disayang dan selalu dibela telah mencoreng nama baik keluarga sendiri. Kali ini Raden Said benar-benar diusir dan harus meninggalkan wilayah Kadipaten Tuban. Seketika itu, Raden Said betul-betul meninggalkan Kadipaten Tuban. Sang Adipati Wilatikta sangat terpukul atas kejadian ini karena Raden Said yang diharapkan dapat menggantikan kedudukannya selaku Adipati Tuban sirna sudah untuk menuju ke arah itu. Mungkin inilah ujian yang memang harus dialami oleh Raden Said sebelum menjadi seorang Wali yang dikagumi oleh seluruh penduduk tanah Jawa.
18
4. Masa Dewasa Saat Raden Said meninggalkan Kadipaten Tuban, ia terus berjalan hingga sampailah di sebuah hutan bernama hutan Jatiwangi, kawasan Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Di hutan ini Raden Said bertemu seorang lelaki tua berbaju putih yang membawa tongkat emas. Raden Said hanya mengincar bekal dan tongkat emas yang dibawa lelaki tua itu untuk dirampok. Saat Sunan Kalijaga meminta dengan paksa tongkatnya, lelaki tua itu bersikap tenang. Setelah menerima nasehat dari Sunan Bonang, Raden Said menjadi sadar bahwa yang selama ini yang dianggapnya baik dan benar ternyata salah. Raden Said menyadari kepeduliannya untuk membantu fakir miskin adalah sikap mulia, namun karena caranya dengan mencuri dan merampok orang lain, perbuatannya menjadi keliru dan berdosa. Pertemuan dengan Sunan Bonang inilah yang mengubah arah hidup Raden Said ke depan, karena memberikan pencerahan dalam hatinya. Melihat kearifan dan dalamnya ilmu agama Sunan Bonang, membuat Raden Said ingin berguru kepadanya. Sunan Bonang mau menerima Raden Said sebagai muridnya dengan syarat ia diperintahkan untuk bertapa di pinggir sebuah sungai hingga Sunan Bonang kembali lagi menemuinya. Sekembalinya Sunan Bonang untuk menemui Sunan Kalijaga, kemudian ia membangunkan Sunan Kalijaga dalam tapanya dengan mengumandangkan adzan dan Sunan Kalijaga perlahan-lahan membuka matanya. Oleh Sunan Bonang, Sunan Kalijaga dibersihkan dengan air sungai dan diberi pakaian
19
baru. Kemudian Sunan Bonang membawanya ke Ngampel Gading untuk mendapatkan pelajaran secara mendalam mengenai agama. Setelah berguru kepada Sunan Bonang, Raden Said juga pernah berguru kepada Sunan Ampel dan Sunan Giri bahkan sempat pergi ke Pasai untuk berguru serta berdakwah di Semenanjung Malaya hingga wilayah Patani di Thailand Selatan. Lebih-lebih ia juga dikenal sebagai seorang Tabib hebat yang salah satu pasiennya adalah Raja Patani. Maka dengan kepopulerannya itu, ia mendapat julukan Syekh Sa‟id atau Syekh Malaya. Di samping itu Raden Said juga dikenal sebagai Ki Dalang Kumendung di Purbalingga, Ki Sida Brangti di Jawa Barat, dan Ki Dalang Bengkok di Daerah Tegal (Hermawan, 2015:4). Raden Said duduk dalam jajaran Walisanga atau sembilan wali sebagai penyebar agama Islam di Jawa serta mempunyai gelar Sunan Kalijaga. Kata Sunan Kalijaga ini menurut beberapa sumber berasal dari perilaku Raden Mas Said yang telah diminta bertapa menjaga tongkat oleh Sunan Bonang di tepi sungai atau kali sehingga beliau akhirnya disebut Kalijaga. Namun ada juga yang menyebut istilah Kalijaga berasal dari bahasa Arab “Qadli”, dan nama aslinya “Joko Said”, jadi frase asalnya ialah “Qadli Joko Said” yang artinya Hakim Joko Said. Karena sejarah mencatat bahwa saat wilayah (perwalian) Demak didirikan tahun 1478 oleh Sunan Giri, sebagai Wali Demak waktu itu dan Sunan Kalijaga diserahi tugas sebagai Qadli. Posisi Qadli ini menjadi bukti bahwa wilayah pemerintahan ini telah menjalankan Syariah Islam. (Saputra, 2010:55-56).
20
5. Perkawinan Menurut catatan sejarah, Sunan Kalijaga memiliki tiga orang Istri, yaitu : a. Dewi Sarah Dewi
Sarah
merupakan
putri
Maulana
Ishak.
dan
dari
perkawinannya ini Sunan Kalijaga mempunyai 3 anak yaitu Raden Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rukayah dan Dewi Sofiah. b. Siti Zaenab Siti Zaenab adalah putri dari Sunan Gunungjati. Dari perkawinan ini lahirlah 5 orang anak yakni, Ratu Pembayun, Nyai Ageng Panegak, Sunan Hadi, Raden Abdurrahman, dan Nyai Ageng Ngerang. c. Siti Khafsah Siti Khafsah merupakan putri Sunan Ampel. Tetapi tidak ada keterangan secara jelas mengenai jumlah dan siapa nama putra Sunan Kalijaga dari perkawinannya dengan Siti Khafsah Ini (Khaelany, 2014:25). 6. Masa Pendidikan Dalam sejarah pendidikan Sunan Kalijaga, disebutkan bahwa ia memiliki banyak guru. Bahkan guru Sunan Kalijaga tidak hanya dari Indonesia tetapi juga dari Luar Negeri. Beberapa guru Sunan Kalijaga tersebut antara lain Sunan Bonang, Syekh Sutabris, Syekh Siti Jenar dan Sunan Gunungjati.
21
a. Sunan Bonang Berdasarkan beberapa sumber sejarah, Sunan Bonang sebenarnya memiliki hubungan kekerabatan yang erat dengan Sunan Kalijaga. Mengingat Sunan Ampel (Ayah Sunan Bonang) memperistri Nyi Gede Manila, yang tidak lain adalah adik Adipati Wilatikta (Ayah Sunan Kalijaga). Tapi dalam babad tanah Jawa berbagai versi menggambarkan kalau Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga tidak saling kenal sebelumnya. Inti ajaran yang diwejangkan oleh Sunan Bonang adalah sangkan paraning dumadi, yaitu suatu ilmu yang hakikatnya menerangkan : 1) Asal-usul kejadian alam semesta dan seisinya (termasuk manusia). 2) Kepergian roh sesudah kematian ragawi. 3) Hakikat hidup dan mati. b. Syekh Sutabris Menurut naskah Sejarah Banten, Sunan Kalijaga pernah berguru kepada Syekh Sutabris pada abad ke-15. Syekh Sutabris adalah guru agama yang tinggal di pulau Upih termasuk bagian kota Malaka dan terletak di sebelah utara sungai serta pulau yang ramai karena menjadi pusat perdagangan waktu itu. Awalnya Sunan Kalijaga tidak ingin berguru padanya tetapi ingin menyusul Sunan Bonang yang naik haji ke Makkah. Di pulau tersebut, Sunan Kalijaga mendapatkan perintah dari Syekh Maulana Maghribi agar kembali ke Jawa untuk membangun masjid dan menjadi penggenap wali. Sekembalinya ke Jawa, Sunan
22
Kalijaga menetap di Cirebon dan bertemu Sunan Bonang. Desa tempat bertemunya tersebut kemudian dikenal dengan nama desa Kalijaga. c. Syekh Siti Jenar Syekh Siti Jenar merupakan orang pertama di Pondok Giri Amparan Jati (Cirebon). Sebuah sumber mengatakan, bahwa sewaktu Sunan Kalijaga tinggal di Cirebon pernah belajar ilmu ilafi dari Syekh Siti Jenar. Namun kemudian Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar sendiri berguru tentang ilmu ma‟rifat dari Sunan Gunungjati selama empat tahun. d. Sunan Gunungjati Berdasarkan Hikayat Hasanuddin, bahwa kehadiran Sunan Kalijaga di Cirebon tidak lepas dari usahanya untuk menyebarkan agama Islam dan sekaligus menuntuu ilmu pada Sunan Gunungjati. Disebutkan pula bahwa Sunan Bonang Pangeran Adipati Demak dan keluarganya telah pergi mengunjungi Sunan Gunungjati untuk berguru. Demikian pula dengan Pangeran Kalijaga (Sunan Kalijaga) dan Pangeran Kadarajad (Sunan Drajad). Dikisahkan melalui berbagai naskah, Sunan Kalijaga juga diambil menantu Sunan Gunungjati. Selanjutnya Sunan Kalijaga membuka pondok pesantren di daerah kaki bukit Gunungjati (Khaelany, 2014:26-29). 7. Sebagai Guru Sunan Kalijaga adalah penganut paham sufistik yang berbasis salaf. Ia mempunyai banyak murid antara lain, Sunan Bayat, Sunan Geseng, Ki
23
Ageng Sela, Empu Supa, dan masih banyak lagi. Dalam memberikan pengajaran, Sunan Kalijaga selalu memilih kesenian dan kebudayaan Jawa sebagai sarana. 8. Wafat Sunan Kalijaga meninggal pada tahun 1586, dalam usia lebih dari 100 tahun dan dimakamkan di Kadilangu Demak. Anak keturunan beliau yang masih hidup dari Trah Pangeran Wijil juga rata-rata berumur panjang sampai 100 tahun. Ini menunjukkan bahwa masa hidup kanjeng Sunan Kalijaga itu mulai masa akhir kekuasaan Majapahit pada 1478, Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Banten, bahkan hingga Kerajaan Pajang (lahir pada 1546) serta awal kehadiran Kerajaan Mataram. B. Sunan Kalijaga Sebagai Seniman dan Budayawan Pada zaman dahulu Sunan Kalijaga dalam berdakwah menyebarkan agama Islam mempunyai cara dan strategi yang terbilang unik dan berbeda. Karena disamping bertujuan mengislamkan masyarakat jawa kala itu yang kebanyakan masih menganut kepercayaan nenek moyang, beliau mampu berpikir cerdas dengan menggunakan cara menyusupkan nilai-nilai Islam secara bertahap pada budaya yang telah berkembang saat itu. Jadi keyakinan akan sendi-sendi agama Islam bisa mudah diterima tanpa menghilangkan budaya yang telah melekat di hati masyarakat. Salah satu caranya, beliau menciptakan beberapa tembang atau suluk antara lain : 1. Lir-Ilir Lir-Ilir Lir Ilir Tandure Wus Sumilir Tak Ijo Royo-Royo Tak Sengguh Temanten Anyar
24
Cah Angon Cah Angon Penekno Blimbing Kuwi Lunyu-Lunyu Penekno Kanggo Mbasuh Dodotiro Dodotiro-Dodotiro Kumitir Bedhah Ing Pinggir Dondomono Jlumatono Kanggo Seba Mengko Sore Mumpung Padhang Rembulane Mumpung Jembar Kalangane Yo Surako Surak Hiyo 2. Gundul-Gundul Pacul Gundul-Gundul Pacul Cul, Gembelengan Nyunggi Nyunggi Wakul Kul, Gembelengan Wakul Ngglempang Segane Dadi Sak Latar Wakul Ngglempang Segane Dadi Sak Latar Setiap tembang mempunyai arti yang sarat akan pesan religius dan bernilai dakwah tentang keberadaan Islam. Selain menciptakan tembang, beliau juga berdakwah dengan memadukan seni budaya yang melekat di masyarakat. Seni tersebut diwujudkan dalam bentuk seni ukir, seni gamelan, wayang kulit, perayaan Sekaten dan Grebeg (Saputra, 2010:19). Jasa-jasa dari Sunan Kalijaga tersebut sampai sekarang masih dijaga dan dilestarikan. Salah satunya sering diadakannya pementasan wayang kulit di berbagai daerah sebagai sarana hiburan bagi masyarakat dan melestarikan agar tidak hilang tergerus zaman. Cerita pada wayang kulit yang awalnya mengisahkan lakon Ramayana dan Mahabarata, diganti lakonnya oleh Sunan Kalijaga menjadi lakon Dewa Ruci, dan Jimat Kalimasada. Dewa Ruci ditafsirkan sebagai kisah Nabi Khidir, Sedangkan Jimat Kalimasada melambangkan kalimat syahadat. Maka dari itu, Sunan Kalijaga juga menjadi pandai mendalang. Beliau sering keluar masuk kampung hanya untuk menggelar pertunjukan wayang kulit. Orang-orang yang menyaksikan pementasan wayang tidak dimintai bayaran sepeserpun, mereka hanya diminta mengucap dua kalimat syahadat. Melalui pendekatan yang
25
bertahap seperti itu, Sunan Kalijaga berpendapat masyarakat akan sedikit demi sedikit mengerti agama Islam. Pertama memeluk Islam dulu dengan syahadat selanjutnya bisa berkembang pengetahuan yang mendalam tentang Islam dengan memahami cerita yang dibawakan saat mementaskan wayang. Peninggalan karya dan ajaran Sunan Kalijaga lainnya seperti : 1. Seni Pakaian 2. Seni Suara 3. Seni dalam pembuatan Bedug atau Jidor 4. Perayaan Sekaten dan Grebeg 5. Ahli Tata Kota 6. Ahli Kenegaraan dan Strategi Sunan Kalijaga memiliki jasa besar dalam pengembangan agama Islam di Jawa. Metode dakwahnya yang menyesuaikan budaya atau kearifan lokal dapat disandingkan
secara
bersama-sama
dengan
akidah
agama
Islam.
Berkembangnya agama Islam mampu menyebar secara luas tanpa adanya konflik dan anarkisme. Masyarakat bisa menjalani hidup secara Islam seperti halnya menjalankan tradisi dan budaya yang telah dahulu melekat sebelum datangnya Islam. Ini semua merupakan hasil inovasi dan olah pikir Sunan Kalijaga yang piawai meramu pengetahuan Jawa dengan ketauhidan Islam. Popularitas beliau tak hanya dikenal di Jawa tetapi sampai dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Meski ajaran beliau telah berumur lebih dari lima abad lamanya, namun masih mampu menjadi inspirasi bagi semua orang sampai kini.
26
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN A. Peran dan Jasa Sunan Kalijaga Sunan Kalijaga mensyiarkan agama Islam menggunakan media kesenian dan kebudayaan Jawa. Oleh karena itu, beliau dikenal sebagai seorang seniman atau budayawan selain menjadi mubaligh atau pendakwah. Sebagai seorang Wali yang tersohor di Jawa, Sunan Kalijaga memiliki peran besar di dalam menyebarkan agama Islam karena beliau berjasa besar dalam strategi perjuangan, pembangunan Masjid Agung Demak, dan dunia kesenian atau kebudayaan. Serta banyak peninggalan dalam bentuk karya sastra, benda-benda pusaka, dan lain sebagainya. 1. Peran di Dewan Walisanga Seluruh anggota Dewan Walisanga yang kebanyakan sudah berusia lanjut, mereka tetap senantiasa berjuang menyebarkan agama Islam. Hal inilah yang memacu semangat Sunan Kalijaga sebagai anggota yang terbilang masih muda, untuk terus mensyiarkan agama Islam sampai ke pelosok desa. Karena dalam hal ini, ada Wali yang hanya berdakwah di daerahnya saja dengan mendirikan padepokan atau pesantren. Sungguh luar biasa kecerdasan Sunan Kalijaga sehingga mampu mencapai hasil optimal dalam syiar agama. Sunan Ampel dan Sunan Bonang merasa sangat puas atas usaha Sunan Kalijaga melaksanakan syiar Islam dengan menggunakan media kesenian dan kebudayaan Jawa sehingga bisa berjalan efektif dan relatif lebih mudah. 27
Melalui dakwah keliling sampai ke pelosok desa tersebut, membuat Sunan
Kalijaga
mampu
memahami
berbagai
lapisan
masyarakat,
menyesuaikan diri dan menyelami lika-liku kehidupan rakyat kecil. Kehadirannya di tengah-tengah masyarakat baik rakyat jelata maupun kalangan menengah ke atas, menjadikannya dikenal sebagai mubaligh anti kasta. Beliau merupakan wali yang kritis, dan mempunyai toleransi tinggi dalam pergaulan, berpandangan luas dan memiliki budi pekerti yang luhur. Kepandaian Sunan Kalijaga berdakwah bersama-sama Wali lainnya telah berhasil menarik perhatian kawan atau lawan Islam. Walaupun Islam dipeluk dalam bentuk apa pun, tetapi beliau telah berhasil mengislamkan lebih dari 75% orang Jawa saat itu. Sunan Kalijaga sangat toleran pada budaya lokal, karena menurutnya masyarakat akan menjauh bila diserang pendiriannya. Masyarakat harus didekati secara bertahap atau mengikuti sambil mempengaruhi yang merupakan langkah bijak dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Kalijaga berprinsip apabila agama Islam sudah dipahami masyarakat, dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang sedikit demi sedikit (Khaelany, 2014:34-35). 2. Jasa-Jasa Sunan Kalijaga Sebagai salah satu anggota Dewan Walisanga, Sunan Kalijaga banyak berjasa dalam strategi perjuangan dakwah Islam. Jasa-jasa beliau bisa dilihat sampai sekarang karena dipelihara dan dilestarikan, seperti masjid agung Demak yang didirikan pada tahun 1477. Salah satu tiang penyangga masjid
28
merupakan sumbangan dari Sunan Kalijaga, yang berasal dari beberapa balok yang diikat menjadi satu. Peranan Sunan Kalijaga dalam pembangunan masjid agung Demak juga sangat penting karena berjasa membetulkan arah kiblat masjid agar mengarah ke Makkah. Masjid ini mempunyai peran penting karena dulu sebagai pusat Islamisasi di Jawa termasuk daerah-daerah pedalaman. Masjid agung Demak tidak hanya berfungsi sebagai pusat ibadah, melainkan juga sebagai tempat pendidikan. Mengingat lembaga pendidikan pesantren pada masa awal ini belum menemukan bentuknya yang final atau belum sepenuhnya terorganisir dengan baik. Warisan kesenian dan budaya yang diyakini ciptaan Sunan Kalijaga diantaranya Lagu Lir-Ilir, Gamelan, Bedug atau Jidor di Masjid, Grebeg Maulud, Gong Sekaten, Wayang Kulit Purwa dan sebagainya. Warisan ini tentu saja digunakan Sunan Kalijaga sebagai sarana dan media dalam berdakwah di pulau Jawa pada abad XV dan XVI masehi. Ini mengartikan Sunan Kalijaga hidup di saat kebanyakan masyarakat beragama Hindu dan Budha waktu itu. Pada akhirnya banyak juga yang mau berpindah ke agama Islam dengan ada yang menjadi murid beliau mulai dari rakyat jelata hingga bangsawan kerajaan (Hermawan, 2015:1-2). B. Peran dan Ajaran Sunan Kalijaga 1. Sebagai Budayawan Sunan Kalijaga menggunakan budaya sebagai strategi dalam menyebarkan agama Islam di tengah masyarakat yang heterogen. Beliau
29
berhasil menerapkan beberapa jenis kebudayaan sebagai media dakwahnya, antara lain : a. Seni Suara/Suluk 1) Lir-Ilir Lir-Ilir Lir Ilir Tandure Wus Sumilir Tak Ijo Royo-Royo Tak Sengguh Temanten Anyar Cah Angon Cah Angon Penekno Blimbing Kuwi Lunyu-Lunyu Penekno Kanggo Mbasuh Dodotiro Dodotiro-Dodotiro Kumitir Bedhah Ing Pinggir Dondomono Jlumatono Kanggo Seba Mengko Sore Mumpung Padhang Rembulane Mumpung Jembar Kalangane Yo Surako Surak Hiyo Terjemahan bahasa Indonesia tembang di atas kira-kira demikian : Ayo bangun (dari tidur) tanam-tanaman sudah mulai bersemi Demikian menghijau terlihat bagaikan pengantin baru Wahai gembala ambillah belimbing itu Walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian Pakaian-pakaian yang telah koyak sisihkanlah Jahit dan benahilah untuk menghadap nanti sore Mumpung sedang terang bulan mumpung sedang banyak waktu luang Mari bersorak-sorak ayo (Hermawan, 2015:6). Bahasa tembang Lir-Ilir tempak sederhana, kosakata yang digunakan hampir semuanya ada dalam kehidupan sehari-hari. Seolaholah tembang Lir-Ilir ini membuat pendengar merasa nikmat, karena mampu memberikan rasa kesejukan dan menghibur duka lara.
30
Bahasanya yang lugas memiliki daya pesona kuat dan menyentuh lubuk hati terdalam sehingga yang mendengarkannya merasa tentram. Terdapat keselarasan dalam pilihan kata, bunyi, struktur kalimat, pembaitan, dan makna filosofi pada tembang ini. Sampai kini tembang Lir-Ilir dapat didendangkan dengan berbagai cara, model, gaya, atau cangkok dengan iringan alat musik modern ataupun tradisional. Tetapi kebanyakan sekarang dalam mendendangkan tembang Lir-Ilir dengan irama qasidah atau gaya musik Arab. Di kalangan pondok pesantren tembang Lir-Ilir biasanya dipadukan dengan salawat badar dan diiringi oleh alat musik rebana. Kebanyakan penyanyi Jawa juga bisa mendendangkan dengan iringan alat musik seperti siter, piano, biola, angklung, gendang, suling, ataupun gitar. Beberapa kelompok seni banyak yang bisa mengaransemen nada dengan gaya kontemporer yang memikat pendengar (Khaelany, 2014:183-185). Sunan Kalijaga dalam menciptakan tembang Lir-Ilir (abad 1516 M) pasti memiliki nilai adiluhung sebagai kearifan budaya. Masyarakat Jawa yang umumnya masih dipengaruhi oleh budaya dari kepercayaan lama seperti Animisme, Dinamisme, Hindu, dan Budha, maka tembang dolanan anak-anak Lir-Ilir ini digubah oleh Sunan Kalijaga agar lebih jelas makna filosofis yang mengandung nilai luhur, moral, budi pekerti sesuai ajaran Islam. Berikut makna tiap bait dari tembang Lir-Ilir :
31
a) Lir-Ilir Lir Ilir Tandure Wus Sumilir Kata lir-ilir mempunyai makna bangun, bangun, bangunlah atau dapat diartikan sadar, sadar, sadarlah yang menggambarkan ajakan kepada manusia untuk selalu bangun (sadar) dari lelapnya tidur. Tidur ini diartikan mengurus duniawi saja, setelah bangun dan sadar segeralah mencari dan menemukan petunjuk Tuhan. Setiap orang harus senantiasa menyadari akan tugas dan kewajiban hidupnya di dunia. Hidup di dunia tidak hanya mencari kebutuhan diri seperti bekerja cari uang, bersaing menduduki jabatan, berfoyafoya pergi kemanapun atau apapun itu, tetapi kewajiban untuk beribadah harus juga dikerjakan sesuai petunjuk agama. Artinya manusia haruslah beriman, bertakwa dan berbakti kepada Allah semata. Caranya dengan melakukan salat tepat waktu, berdzikir, sedekah, tolong-menolong atau melakukan hal baik yang lainnya. Hidup di dunia terasa seimbang bilamana dunia bisa didapatkan tapi tujuan ke akhirat juga tak lupa dengan selalu ingat dan dekat kepada Allah Sang Maha Pencipta. Kemudian kata tandure wus sumilir memiliki makna tanamannya sudah bersemi, yang menggambarkan tanaman padi di sawah dimana kebanyakan orang Jawa menanamnya. Ibarat tanaman padi yang sudah bersemi mengartikan keimanan, ketakwaan, dan kebaktian manusia kepada Tuhan sudah mulai tumbuh dan bersemi. Semua itu harus dijaga dan dipelihara oleh
32
setiap individu agar tetap menyala semakin lama semakin bercahaya sebagai pedoman jalan hidup dari dunia ke akhirat. Kata tandure wus sumilir ini juga bisa diartikan bahwasannya sudah tersiarlah atau tersebarlah agama Islam dari para wali ke seluruh pelosok daerah di Jawa serta makin banyaknya orang yang berpindah keyakinan dengan memeluk Islam secara penuh dari hati nurani. b) Tak Ijo Royo-Royo Tak Sengguh Temanten Anyar Tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar secara harfiah mengartikan warna hijau adalah lambang agama Islam yang saat kemunculannya bagaikan pengantin baru. Sebagai pengantin baru tentunya akan merasa bahagia dan tampak berseri-seri wajahnya menarik hati. Warna hijau juga berarti pertumbuhan dan kemudaan agama Islam yang baru dikenal masyarakat kala itu, tetapi menarik perhatian dan disambut dengan suka cita atau tidak adanya paksaan atau kekerasan. Potongan tembang ini melukiskan bahwa seorang yang telah sadar dan penuh kebaktian kepada Tuhan, hidupnya senantiasa akan bahagia dengan tampak berbinar-binar wajahnya (Khaelany, 2014:187). c) Cah Angon Cah Angon Penekno Blimbing Kuwi Istilah cah angon cah angon penekno blimbing kuwi mempunyai makna anak-anak gembala yang disuruh untuk memanjat atau memetik buah belimbing. Tembang ini tidak
33
menuliskan wahai raja, ulama, jenderal, intelektual atau apapun lainnya, melainkan bocah angon (anak gembala). Ini menunjukkan bahwa tembang ini ditujukan secara lebih kepada orang kecil sebagai kebanyakan orang di Jawa. Dari sini bisa diartikan bahwa Sunan Kalijaga tidak melihat jabatan atau pangkat seseorang untuk diajak masuk Islam, padahal beliau adalah orang besar kala itu. Setiap orang termasuk pemimpin pada awalnya juga dari rakyat kecil tapi karena bekerja keras, tekun, sabar dan diridhoi Allah kemudian bisa memiliki jabatan tinggi. Pemilihan kata yang dilakukan Sunan Kalijaga ini ditujukan pada orang kecil agar disaat menjadi pemimpin nanti bisa berlaku adil, amanah, jujur dan bertanggung jawab dalam memimpin rakyatnya. Kemudian maksud dari kata penekno blimbing kuwi secara harfiah berarti menyuruh memanjat pohon belimbing. Buah belimbing pada umumnya memiliki lima segi. Dari lima segi inilah yang menjadi simbol lima ajaran Islam pada rukun Islam. Ini mengartikan bahwa baik dalam diri individu dan bila ia menjadi seorang pemimpin, wajib baginya untuk menjalankan ajaran agama sesuai rukun Islam. Sebenarnya dari semua profesi dan jabatan baik yang pada umumnya terlihat rendah hingga yang tinggi tidak menjamin ia akan dapat pahala yang lebih di mata Allah. Tetapi kemuliaan diri setiap manusia bisa di dapat dengan keimanan dan ketakwaan yang sungguh-sungguh penuh keikhlasan hati kepada
34
Allah. Belum tentu orang yang mempunyai jabatan dan pangkat tinggi bisa dipastikan berkelakuan baik untuk dijadikan panutan, bisa saja orang kecil yang kerjanya tidak pasti, menjadi sosok yang pantas untuk ditiru atau contoh semua orang karena perangainya baik, suka menolong, jujur, dermawan, dan sifat-sifat baik lainnya. Sesungguhnya setiap orang mempunyai amanah yang diembannya sendiri-sendiri saat di dunia dan harus dipertanggungjawabkan semuanya kelak di akhirat. d) Lunyu-Lunyu Penekno Kanggo Mbasuh Dodotiro Lirik ini merupakan lanjutan lirik sebelumnya yang bermakna saat memanjat pohon belimbing tadi ada hambatan karena pohonnya licin. Pohon belimbing sendiri sebenarnya termasuk pohon yang terbilang licin bila dipanjat. Pada zaman dulu buah belimbing terkadang digunakan juga untuk mencuci pakaian karena mengandung sifat asam kuat sehingga pakaian bisa menjadi bersih kembali seperti baru. Licin melambangkan rintangan atau tantangan yang harus dihadapi setiap individu saat merealisasikan rukun Islam tersebut. Karena dalam mempertahankan dan menyebarkan ajaran agama banyak kendala yang dihadapi apalagi dulu Islam baru lahir atau mulai berkembang, tetapi dengan keyakinan yang teguh, kesabaran dan konsisten berdakwah pasti tujuan akhir mudah diraih. Bisa dilihat sekarang mayoritas penduduk Jawa banyak yang beragama Islam dan hampir setiap
35
desa pasti ada masjidnya, itu tidak lepas dari perjuangan para Wali yang dulu berdakwah. Kemudian dodot adalah sejenis pakaian tradisional yang digunakan pembesar zaman dahulu. Pakaian digunakan untuk menutupi tubuh agar terlihat sopan, indah dan menarik bila dilihat orang. Pakaian juga berarti rasa malu, harga diri, kepribadian dan tanggung jawab setiap individu. Makna simbolis pakaian di sini bisa diartikan sebagai hati manusia yang harus bersih dan suci. Bersih dan sucinya hati dinilai dari ketakwaan manusia kepada Allah dan melaksanakan lima watak utama yakni rela, tawakal, jujur, sabar dan berbudi luhur. Kebalikan dari watak tadi adalah angkara murka, malas, dengki, iri, tamak dan loba yang harus dijauhi (Khaelany, 2014:188). e) Dodotiro-Dodotiro Kumitir Bedhah Ing Pinggir, Dondomono Jlumatono Kanggo Seba Mengko Sore Selain ibarat hati, arti dodot di sini juga sebagai agama atau akhlak seseorang. Perumpamaan agama sebagai pakaian itu telah rusak di pinggirannya artinya tidak rusak total, tetapi kurang sempurna. Jadi penggalan lirik tembang ini mengisyaratkan bahwa kita dituntun untuk menyempurnakan agama atau akhlak dengan keimanan dan ketakwaan. Pandangan Sunan Kalijaga ini sejalan dengan pendapat Sri Susuhunan Mangkunegara IV yang tertuang dalam kitab Wulangreh, di mana beliau menyatakan bahwa agama ageming aji (agama merupakan pakaian yang harus dirawat).
36
Dengan demikian, pakaian yang robek harus dijahit atau disulam agar utuh kembali. Ini mengandung makna bahwa iman atau agama Islam harus tetap utuh dan hendaknya dijaga agar tidak sampai rusak atau hilang dari diri setiap individu sebagai bekal menghadap Allah Yang Maha Sempurna (Khaelany, 2014:189). Sesungguhnya keimanan dan ketakwaan seseorang kepada Allah bisa menjadi guncang, menipis, dan berkurang sedikit demi sedikit. Kata Dondomono Jlumatono ini berarti seseorang harus merajut, menyulam apa yang telah rusak tersebut untuk segera diperbaiki agar sempurna. Sekarang banyak orang yang mengaku Islam tetapi hanya berucap di mulut saja, tidak bersumber dari keyakinan hati dan diwujudkan dalam tingkah laku. Bila terjadi demikian, harus ada kesadaran dan upaya menegakkan harkat martabat diri manusia sesuai tuntunan ajaran Islam. Setiap orang harus selalu mengingat Allah melaksanakan perintahnya dan menjauhi segala yang dilarang dengan penuh konsisten dan tanggung jawab agar kehidupan di dunia bisa berjalan baik menuju akhirat yang abadi. Kata mengko sore menyiratkan sebagai waktu hidup kita di dunia yang sebentar. Selagi masih diberi waktu bernafas dan masih ada kesempatan bertaubat, harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan optimis meraih hidayah Allah sebelum ajal menjemput sewaktu-waktu tanpa kita ketahui kapan datangnya.
37
f) Mumpung Padhang Rembulane Mumpung Jembar Kalangane Penggalan lanjutan tembang ini memuat pesan agar setiap manusia jangan menunda-nunda waktu selagi muda dan sehat. Disaat masih ada kesempatan dan waktu yang panjang untuk mendekatkan diri dengan beribadah kepada Allah, teruslah lakukan dan dijaga semaksimal mungkin. Sebab jika sudah terlanjur tua, sakit-sakitan, pikun atau mengidap penyakit lainnya, mustahil untuk bisa dekat dengan Allah dengan baik. Maka dari itu, gunakanlah waktu di dunia dengan baik dan benar dengan menjaga kesucian diri, berbakti, beriman dan bertakwa untuk melaksanakan tugas serta kewajiban sebagai hamba Allah yang taat. g) Yo Surako Surak Hiyo Yo surako surak hiyo menggambarkan perasaan seseorang yang sedang senang, bahagia serta rasa syukur kepada Allah. Melalui Islam semua perasaan itu dapat terwujud beriringan dalam melaksanakan lima watak di atas tadi yakni rela, tawakal, jujur, sabar dan berbudi pekerti luhur dengan ikhlas mengharap ridho Allah. 2) Gundul-Gundul Pacul Gundul-Gundul Pacul Cul, Gembelengan Nyunggi Nyunggi Wakul Kul, Gembelengan Wakul Ngglempang Segane Dadi Sak Latar Wakul Ngglempang Segane Dadi Sak Latar
Orang jawa mengartikan pacul adalah papat kang ucul (empat yang lepas) dari diri setiap orang khususnya sebagai pemimpin.
38
Artinya kemuliaan seseorang bergantung pada empat hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulut. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan dan memisahkan yang baik dan buruk. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat atau keluhan rakyat. Dan mulut digunakan untuk berkata-kata yang baik serta tidak asal bicara menyakiti rakyat. Jika keempat hal ini lepas, maka lepaslah kehormatan sebagai pemimpin. Konon tembang ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga yang memiliki arti filosofis tinggi dan mulia. Gundul adalah kepala tanpa rambut yang mengartikan bahwa kepala merupakan lambang kehormatan atau kemuliaan seseorang dan rambut adalah mahkota sebagai lambang keindahan. Jadi kepala tanpa rambut merupakan lambang meraih kehormatan yang tidak perlu adanya mahkota. Kemudian pacul diibaratkan lambang rakyat kecil dimana seorang pemimpin seharusnya mempunyai sikap dan sifat layaknya orang kecil yang mencangkul di sawah dan ladang. Yaitu seseorang yang wajib mengupayakan kesejahteraan, kemakmuran serta keadilan bagi rakyatnya. Kata gembelengan berarti besar kepala atau sombong, congkak, arogan tidak mau mendengarkan suara rakyat. Maunya menang sendiri dengan menghalalkan segala cara yang bertujuan agar ia serta kelompoknya aman berkuasa sampai akhir hayat. Atau kata lain
39
menyepelekan kepercayaan yang sudah diserahkan kepadanya sebagai pemimpin. Nyunggi wakul artinya menjunjung tinggi amanah yang dipercayakan rakyat di atas kepalanya. Amanah ini menjadi tanggung jawabnya dengan tidak bermain-main seenaknya sendiri. Akhirnya wakul ngglimpang atau amanah itu jatuh karena tidak seimbang, tidak adil dalam merealisasikannya. Segane dadi sak latar atau istilahnya nasi itu tumpah jadi tidak berguna. Jadi sia-sia amanah yang telah dipercayakan rakyat kepada pemimpin karena tidak bermanfaat bagi kesejahteraan semua orang khususnya orang kecil (Hermawan, 2015:8-9). Secara keseluruhan tembang ini menunjukkan sikap kritik rakyat kepada pemimpin yang tidak adil, sombong, dan semaunya sendiri dengan amanah yang telah diembannya dari rakyat. b. Seni Gamelan, Kenthongan dan Bedhug Menurut kebanyakan ahli kebudayaan, gamelan merupakan ciptaan Sunan Kalijaga. Nama alat-alat dalam seni gamelan banyak sekali mulai dari gong, kenong, kempul, kendang, genjur dan lainnya. Dahulu gamelan ini dipertunjukkan saat ada perayaan mauludan di halaman masjid agung Demak, yang bertujuan untuk mengundang orang-orang supaya bersama-sama datang mendengarkan ceramah Sunan Kalijaga. Adapun falsafah dari nama alat-alat gamelan antara lain yaitu : 1) Kenong, berbunyi nong...nong…nong, sekarang ditambah saron yang berbunyi ning…ning. 2) Kempul, suaranya pung…pung…pung.
40
3) Kendang, berbunyi tak ndang…tak ndang…tak ndang. 4) Genjur, yang berbunyi Nggurrr. Kesemua bunyi itu bila diurutkan mempunyai arti yang menjadi serangkaian ajakan untuk memeluk Islam. Nong ning nong ning yang berarti nong kana nong kene (di sana, di sini), pung pung berarti mumpung-mumpung masih hidup atau ada waktu, dihubungkan dengan pul pul pul berarti kumpul-kumpul, ndang ndang ndang berarti endang endang (cepat cepat) dan terakhir berbunyi nggurrr yang berarti jegur atau supaya lekas masuk ke Masjid atau masuk Islam. Sejarah pembuatan bedhug dan kenthongan berawal dari Sunan Kalijaga yang menyuruh Sunan Pandanaran (Bupati Semarang) agar membuat bedhug untuk mengundang orang-orang salat berjamaah. Falsafah bedhug berasal dari bunyinya dheng dheng dheng memiliki makna sedheng atau masjid masih muat untuk menampung para jamaah. Sedangkan kenthongan yang berbunyi thong thong thong bermakna kothong atau masjid masih kosong dan harus dipenuhi (Hermawan, 2015:10-12). c. Sekaten dan Grebeg Sesuai adat kebiasaan tiap tahun, di serambi masjid agung Demak diadakan perayaan maulid Nabi Muhammad yang diramaikan dengan rebana. Dahulu perayaan ini menggunakan gamelan yang ditempatkan di sebuah tarub di depan masjid. Gapura masjid juga dihiasi dengan bungabunga yang indah sehingga banyak yang tertarik untuk berkunjung. Para
41
wali bergantian memberikan wejangan atau nasehat yang dikemas secara menarik agar orang-orang semakin banyak masuk masjid. Akan tetapi, sebelum masuk orang-orang disuruh untuk berwudhu melalui gapura masjid. Ini mengandung simbol bahwa barang siapa yang telah berwudhu melewati gapura (berasal dari bahasa Arab Ghafur) akan diampuni segala dosanya dan dilanjutkan mengucap dua kalimat syahadat. Sekaten berasal dari kata syahadatain (dua syahadat) yang sebenarnya adalah nama dari dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga, yang sekarang bernama Kyai Sekati dan Nyai Sekati yang ditabuh pada hari tertentu. Adapun kata grebeg berasal dari kata gerebeg yang berarti mengikuti (bahasa Jawa, ndereake). Yakni mengikuti atau Sri Paduka Sultan keluar keraton menuju Masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi. Dan istilah grebeg diberikan setelah perayaan diselenggarakan di Surakarta dan Yogyakarta (Hermawan, 2015:12-13). d. Seni Wayang Sunan Kalijaga dalam berdakwah selalu menyesuaikan budaya lokal yang telah ada. Salah satunya menggunakan media wayang yang pada awalnya adalah wayang beber kuno yang mencitrakan gambar manusia secara detail, tetapi wayang tersebut diubahnya menjadi wayang kulit yang tidak terlalu mirip dengan manusia. Sunan Kalijaga sering keluar masuk perkampungan hanya untuk menggelar pertunjukan wayang dan beliau sendiri yang menjadi dalangnya. Dalang berasal dari bahasa Arab “Dalla” yang artinya menunjukkan. Ini mengartikan bahwa
42
seorang dalang sebenarnya menunjukkan kebenaran kepada para penonton. Orang-orang yang ingin menyaksikan pagelarannya tidak dipungut biaya sedikitpun, tetapi hanya disuruh mengucap mengucap dua kalimat syahadat. Lakon-lakon wayangnya yang awalnya dari lakon agama Hindu seperti Mahabarata, Ramayana dan lainnya, diganti beliau dengan lakon-lakon yang namanya mengandung makna filosofis ajaran Islam. Karakter-karakter wayangnya pun ditambah dengan memilih karakter yang bernafaskan Islam misalnya lakon punakawan. Dalam lakon punakawan tersebut terdiri dari empat tokoh yang memiliki makna sebagai berikut : 1) Semar, diambil dari bahasa Arab Simaar yang artinya paku. Maka seorang muslim harus memiliki pendirian dan iman yang kokoh bagai paku yang tertancap. 2) Petruk, berasal dari bahasa Arab Fat-ruuk yang berarti tinggalkan. Maksudnya seorang muslim wajib meninggalkan segala penyembahan kepada selain Allah atau menjauhi segala yang dilarang. 3) Gareng, diambil dari bahasa Arab Qariin yang artinya teman. Ini berarti seorang muslim harus selalu berusaha mencari teman sebanyak-banyaknya untuk diarahkan pada kebaikan. 4) Bagong, berasal dari bahasa Arab Baghaa yang artinya berontak. Maksudnya seorang muslim selalu berontak saat melihat kezaliman (Hermawan, 2015:15).
43
Dalam seni wayang Sunan Kalijaga selalu memanfaatkannya sebagai sarana pendidikan kepada masyarakat. Sebagai dalang, Sunan Kalijaga sering memberikan pesan sebagai berikut : Sing sapa ora gelem gawe becik marang liyan, aja sira ngareparep yen bakal oleh pitulungan ing liyan. Wong ala samangsa kuwasa aja dicedhaki, sebab mbilaheni, saya mundhak angkara murkane, lan meneh bakal dienggo srana menangake kang ala mau. Wong ala iku lamun kuwasa banjur sawiyah-wiyah nguja hawa napsune, lan uga ngagung-ngagungake penguwasane, mula aja nganti wong ala bisa nyekel penguwasa. Wong kang rumangsa nindakake panggawe kang kurang prayoga, nanging emoh mareni, iku aja dicedhaki, mundhak nulari. Wong ala yen bisa kuwasa, kang ala iku diarani becik, kosok baline yen wong becik kang kuwasa, kang becik iku kang ditindakake. Terjemahannya : Barang siapa tidak mau berbuat baik terhadap orang lain, janganlah mengharap akan mendapat pertolongan orang lain. Orang jahat kalau berkuasa jangan didekati, sebab berbahaya; ia akan tambah angkara murkanya, lagi pula engkau akan dipakai sebagai sarana untuk memenangkan kejahatan itu. Orang jahat kalau berkuasa akan bertindak sewenang-wenang, melampiaskan hawa nafsunya dan membanggakan kekuasaannya. Oleh karena itu, jangan sampai ada orang jahat memegang kekuasaan. Orang
yang
merasa
menjalankan
pekerjaan
yang
tidak
sepantasnya, tetapi tidak mau mengakhiri, jangan didekati, agar tidak ketularan.
44
Orang yang jahat kalau dapat berkuasa, segala yang jelek dikatakan baik, sebaliknya kalau orang baik-baik yang berkuasa, maka hal-hal yang baiklah yang dijalankan (Sulistiono, tt:42-44). e. Filosofi Ketupat Sunan Kalijaga adalah orang yang pertama kali memperkenalkan ketupat pada masyarakat Jawa. Beliau membudayakan dua kali perayaan yang disebut bakda, yaitu bakda lebaran dan bakda kupat. Sekarang umumnya masih terlihat ketupat bakda lebaran yang biasa dibuat sehari sebelum hari raya idul fitri. Kemudian istilah bakda kupat sendiri dilakukan masyarakat pada waktu itu hampir setiap rumah menganyam ketupat dari daun kelapa muda. Setelah dimasak, ketupat itu diantarkan ke rumah-rumah kerabat yang lebih tua, sebagai lambang kebersamaan dan kehormatan. Ketupat sendiri memiliki beberapa arti, diantaranya pertama mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia dilihat dari rumitnya anyaman. Arti kedua, mencerminkan kebersihan dan kesucian hati dilihat dari warna putih ketupat jika dibelah dua. Ketiga, mencerminkan kesempurnaan karena dalam hubungan pembuatannya yang dilakukan menjelang hari raya idul fitri menuju sempurnanya atau kemenangan umat muslim setelah sebulan berpuasa. Bentuk persegi pada ketupat juga mengartikan sebagai perwujudan kiblat papat limo pancer. Istilah kiblat papat limo pancer ini ada yang memaknai sebagai keseimbangan alam yakni empat arah mata angin utama timur, selatan, barat dan utara yang betumpu pada satu pusat
45
(kiblat). Seperti manusia, bila ia bisa pergi kemanapun hendaknya jangan pernah melupakan pancer (tujuan) yaitu Allah Yang Maha Esa. Makna selanjutnya dari kiblat papat limo pancer bisa diartikan juga sebagai empat macam nafsu manusia dalam tradisi Jawa yaitu marah (emosi), aluamah (nafsu lapar), supiah (memiliki sesuatu yang bagus) dan mutmainah (memaksa diri). Keempat nafsu ini adalah hal yang harus ditaklukkan selama puasa, jadi dengan memakan ketupat disimbolkan bahwa kita sudah mampu melawan dan menaklukkan empat nafsu tersebut. Kemudian ada yang mengartikan ketupat atau kupat ini sebagai akronim dari ngaku lepat (mengakui kesalahan). Itulah mengapa dalam lebaran selalu ada tradisi saling memaafkan. Berkenaan dengan arti ngaku lepat pada hari idul fitri atau lebaran di atas, istilah lain yang juga dekat adalah kata luberan, leburan dan laburan. Pertama, kata lebaran yang asalnya dari kata le‟ bar (selesai) mengartikan bahwa telah selesai menjalani ibadah puasa Ramadhan. Kedua, luberan berasal dari kata luber (meluap/melimpah) yang berkaitan dengan pemberian sesuatu kepada sesama terutama kepada orang yang tidak punya. Kurang lebih mengajak untuk bersedekah secara ikhlas
yang
bila
dikaitkan
dengan
bulan
puasa
biasanya
diselenggarakannya zakat fitrah dan infaq untuk diberikan kepada yang berhak. Ketiga, leburan (melebur/menghilangkan) maksudnya dengan mengakui kesalahan pada saat sungkeman untuk memohon maaf dari yang muda kepada yang tua atau dari anak kepada orang tuanya. Dimana
46
kesalahan yang telah dilakukan dapat melebur atau menghilang dengan adanya prosesi sungkeman tersebut. Keempat, laburan berasal dari kata labur atau sejenis kapur sebagai bahan untuk memutihkan dinding. Kebiasaan orang Jawa sebelum lebaran biasanya melabur atau memutihkan dinding agar terlihat bersih. Hal ini memberikan pesan agar manusia senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin. Jadi setelah melaksanakan proses saling memaafkan, diharapkan untuk kembali menjaga sikap dan tindakan sehingga mencerminkan budi pekerti yang baik pula (Hermawan, 2015:17-19). 2. Sebagai Ahli Tata Kota Seni bangunan tata kota di Jawa biasanya sama. Sunan Kalijaga selalu menata dengan ada istana atau kabupaten, alun-alun, satu atau dua pohon beringin dan masjid yang biasanya terletak teratur di sebelah barat alunalun. Penempatan letak tata kota tersebut mempunyai makna filosofis yaitu : a. Istana Atau Kantor Kabupaten Letak istana atau kantor kabupaten biasanya berhadapan dengan alun-alun dan pohon beringin. Kantor kabupaten pemerintahan tersebut kebanyakan menghadap ke laut dan membelakangi gunung. Ini bermakna bahwa para pemimpin harus menjauhi kesombongan, sedang menghadap ke laut artinya seorang pemimpin hendaknya berhati pemurah dan pemaaf seperti luasnya laut.
47
b. Alun-Alun Alun-alun berasal dari kata Allaun yang berarti banyak macam atau warna. Diucapkan dua kali Allaun-Allaun, ini bermaksud bahwa alunalun merupakan tempat bersama sebagai simbol ratanya segenap pemimpin dan rakyatnya dalam satu tempat di pusat kota. Alun-alun biasanya berbentuk segi empat yang dimaksudkan dalam menjalankan ibadah, seseorang harus berpedoman lengkap yaitu dengan syariat, haqiqat, thariqat dan ma‟rifat. c. Pohon Beringin Pohon beringin atau waringin ini berasal dari kata waraa‟in artinya orang yang sangat berhati-hati. Orang-orang yang berkumpul di alunalun itu harus berhati-hati dalam menjaga hukum atau undang-undang yang berlaku dengan memelihara dirinya sebaik mungkin. Baik itu undang-undang negara ataupun agama yang dilambangkan dengan dua pohon beringin (Hermawan, 2015:20-21). 3. Ajaran Lima Landasan Amar Ma’ruf Nahi Munkar Pada hakikatnya Amar Ma‟ruf Nahi Munkar berarti menyuruh yang baik dan melarang yang buruk. Menurut Dr. Ali Hasbullah mendefinisikan secara bahasa, Amar ialah suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya (Umam, 1998:97). Ma‟ruf berarti semua kebaikan yang dikenal oleh jiwa manusia dan membuat hatinya tentram. Nahi menurut bahasa larangan, menurut istilah yaitu suatu lafadz yang digunakan untuk meninggalkan
48
suatu perbuatan. Sedangkan Munkar adalah lawan dari Ma‟ruf yaitu durhaka, perbuatan munkar adalah perbuatan yang menyuruh kepada kedurhakaan (Mundhur, tt:239). Secara terminologis Salman Al-Audah mengemukakan Bahwa Amar Ma‟ruf adalah segala sesuatu yang diketahui oleh hati dan jiwa tentram kepadanya atau segala sesuatu yang dicintai oleh Allah SWT. Sedangkan Nahi Munkar adalah yang dibenci oleh jiwa, tidak disukai serta sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar‟i dan akal. Sedangkan imam besar Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa Amar Ma‟ruf Nahi Munkar adalah tuntunan yang diturunkan Allah dalam kitab-kitabnya, disampaikan kepada Rasul-rasulnya, dan merupakan bagian dari syariat Islam. Adapun pengertian Amar Ma‟ruf berarti menghalalkan semua yang baik, sedangkan Nahi Munkar adalah mengharamkan segala bentuk kekejian (Taimiyah, 1995:17). Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa Amar Ma‟ruf
Nahi Munkar adalah suatu ajaran agama Islam yang bersumber dari AlQur‟an
untuk
menyuruh
melakukan
segala
perbuatan
baik
dan
meninggalkan segala perbuatan yang buruk. Sebagaimana tertuang pada firman Allah berikut :
49
Artinya : “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orangorang yang fasik”. (Q.S Ali Imran : 110) Ayat di atas menggambarkan kepada manusia bahwasannya manusia adalah umat yang terbaik yang diciptakan Allah. Kebaikan manusia dapat dilihat dari saling memberi manfaat kepada manusia yang lain. Contohnya, ketika seseorang membantu orang tua yang pikun untuk menyeberang, berarti orang tersebut telah melakukaan Amar Ma‟ruf. Contoh lain, ketika seorang pemimpin ingin memberantas korupsi, maka pemimpin tersebut telah ber-Nahi Munkar. Begitu pentingnya manusia harus Melakukan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar karena makna yang terkandung sangat rasional agar kita terus melakukan yang baik serta menghindari semua yang buruk dalam perbuatan. Berawal dari penjelasan yang bersumber dari Al-Qur‟an di atas, Sunan Kalijaga mengembangkan makna Amar Ma‟ruf Nahi Munkar menjadi lima landasan yang terdiri dari prasaja, prayoga, pranata, prasetya dan prayitna. Pengembangan ini dilakukan beliau pada saat berdakwah menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat Jawa agar mudah memahaminya. Pertama, prasaja yaitu hidup sederhana atau hidup selayaknya saja tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Kedua, prayoga adalah mengamalkan yang baik-baik bisa menjadi contoh oleh masyarakat dan teladan hidup konsep kepemimpinannya. Ketiga, pranata yakni menghormati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Keempat, prasetya merupakan tanggung
50
jawab, konsisten, setia, menepati janji dan mempunyai tekad kuat terhadap sesuatu. Prinsipnya adalah kedisiplinan, jadwal dan rencana yang tersusun rapi harus ditepati dan dipenuhi. Dengan kata lain, mampu menghargai kesempatan yang telah diberikan dan waktu yang tersedia. Kelima, prayitna adalah sikap berhati-hati dalam melaksanakan tugas. Kehati-hatian dan kewaspadaan adalah sesuatu yang mutlak harus dimiliki manusia sebagai upaya meminimalisir datangnya bencana atau kerugian. Semua landasan itu menurut penulis dapat dilakukan apabila kita mampu melatih diri melalui olahraga, olah pikir dan olah rasa dengan keyakinan yang sungguh-sungguh. 4. Ajaran Narima Ing Pandum Sikap narima ing pandum merupakan sikap yang khas pada budaya Indonesia. Sikap narima ing pandum diuraikan menjadi narima/nerimo yang berarti menerima. pandum/pandom/pendulum artinya takdir. Jadi narima ing pandum adalah sikap menerima takdir atau ketentuan Allah. Sebagaimana firman Allah :
Artinya : “Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-(Nya), dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menentukan keadaan makhlukmakhluk itu dengan ketentuan takdir yang tepat”. (Q.S Al-Furqan : 2) Ayat di atas menggambarkan secara jelas bahawa tiap-tiap makhluk ciptaan Allah sudah mempunyai takdirnya sendiri-sendiri. Sebagai manusia hendaknya selalu bersyukur dari apa yang dimiliki diri sendiri, dengan tidak
51
ingin mempunyai segala sesuatu dari apa yang dimiliki orang lain. Semua yang diturunkan kepada tiap-tiap makhluk sudah ada kadar dan batasnya masing-masing dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ajaran Walisanga terutama dari Sunan Kalijaga yang menjelaskan sikap narima ing pandum tercermin dalam lima sikap. Pertama, rela artinya melakukan sesuatu dengan tidak mengharapkan imbalan apapun dari orang lain. Firman Allah :
Artinya : “Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam(162) Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (kepada Allah)(163)”. (Q.S Al-An‟am : 162-163) Sikap rela atau ikhlas di ayat tersebut memberikan pengertian kepada manusia agar mau berserah diri kepada Allah dari apa yang sudah ditakdirkan. Keikhlasan diri dapat tercermin pada perilaku yang selalu menerima apapun keadaannya, meski tidak sempurna baik dari segi fisik, kejiwaan, intelektual dan lain sebagainya dan tidak mengharap imbalan dari sikap ikhlasnya itu kepada orang lain. Kedua, narima, artinya merasa cukup dan bersyukur dengan apa yang di dapat serta tidak mengharapkan sesuatu milik orang lain. Firman Allah :
Artinya : “Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku”. (Q.S Al-Baqarah : 152) 52
Bersyukur merupakan sifat penting tetapi sering disepelekan karena sebagian orang selalu merasa ingin lebih dari siapapun. Keinginan seperti hendaknya dijauhi agar hubungan sesama manusia dapat hidup harmonis saling membantu dan saling membutuhkan. Keahlian tiap-tiap manusia pasti berbeda, maka dengan perbedaan ini seharusnya disikapi dengan bijaksana tanpa adanya permusuhan. Ketiga, temen maksudnya bertanggung jawab dari amanah yang sudah diberikan Allah dengan segala sesuatu yang dikerjakan atau diucapkan. Firman Allah :
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (Q.S AlBaqarah : 58) Ayat di atas mengartikan kepada manusia terutama seorang pemimpin untuk selalu mengedepankan amanah yang diembannya. Sikap tanggung jawab dengan setia pada ucapannya dan memperjuangkan hak-hak secara adil akan membuahkan hasil merata antar sesama. Oleh karena itu, amanah masing-masing individu, akan dipertanggungjawabkan sesuai perbuatan yang dilakukan semasa hidupnya di akhirat kelak. Keempat, sabar artinya memiliki hati yang lapang atau menerima dengan sepenuh hati apapun yang terjadi. Sikap sabar dalam realisasinya
53
masih sulit dilakukan setiap manusia karena kebanyakan orang tidak mau mengalah kepada orang lain dan selalu mengedepankan emosi dahulu daripada berpikir untuk menahannya. Selama hidup di dunia manusia sudah ditakdirkan akan mengalami manis dan pahitnya kehidupan dengan berbagai cobaan. Firman Allah :
Artinya : “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Q.S Al-Baqarah : 155) Ayat di atas menggambarkan cobaan yang akan dialami setiap manusia baik itu ketakutan, kelaparan, kurangnya harta, makanan dan apapun itu. Kesabaran dapat diibaratkan sebagai jamu yang pahit dan hanya kuat diminum oleh orang yang kokoh pribadinya serta akan membuat dirinya semakin kuat dan sehat. Maka dari itu, individu seharusnya mampu menjunjung tinggi sikap sabar dalam menerima takdir Allah. Kelima, budi luhur artinya memiliki sikap bijaksana dalam berperilaku. Sebagaimana akhlak Nabi Muhammad yang harus dijadikan contoh suri tauladan bagi seluruh umat manusia. Firman Allah :
Artinya : “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Q.S Al-Qalam : 4) Ayat tersebut menjelaskan bahwa pada diri Rasulullah telah ada contoh-contoh perilaku yang sesuai ajaran Islam. Berbagai perilaku 54
Rasulullah telah banyak disebutkan dalam Al-Qur‟an dan Hadis yang menyadarkan kepada kita bahwa seharusnya kita wajib meniru perilaku yang terpuji dan meninggalkan perilaku yang tercela tersebut. Semua itu menurut penulis sebagai hasil atas ketentuan takdir yang telah ditetapkan Allah sejak lama, namun harus ada juga usaha setiap individu untuk mengubah dan selalu menjunjung tinggi perilaku yang berlandaskan Islam. Sebenarnya lima sifat itu bersumber dari ajaran agama Islam yaitu rela dari ridha atau ikhlas, narima dari qanaah, temen dari sifat amanah, sabar dari kata shabar dan budi luhur adalah akhlaqul karimah (Hermawan, 2015:2425). 5. Astabrata dalam Cupu Manik Astagina Astabrata merupakan pedoman hidup dari zaman dulu yang bertujuan agar masyarakat hidup sejahtera. Asta berarti delapan dan Brata berarti tindakan. Jadi Astabrata dapat diartikan sebagai delapan macam tindakan. Astabrata ini diambil dari inti sari wasiat Cupu Manik Asta Gina atau merupakan pegangan hukum bagi para dewa pada zaman nenek moyang dahulu. Banyak orang atau pemimpin yang salah paham, dengan berusaha mempunyai
delapan
rupa
dalam
wujud
asli
astabrata
tersebut.
Sesungguhnya delapan hal tersebut sekedar kiasan, dimana seseorang harus mengetahui dan mengambil makna filosofis yang terkandung pada astabrata. Penjelasan tentang astabrata ini secara mudah dijelaskan dan digambarkan dalam wujud sebagai berikut :
55
a. Wanita Wanita artinya seorang perempuan yang elok, cantik dan siapapun ingin memilikinya. Maka yang dimaksud dengan wanita ini adalah suatu keindahan dan sebuah cita-cita yang tinggi. Agar cita-cita itu tercapai, maka orang itu perlu berusaha sekuat tenaga dengan belajar, tirakat dan lainnya. Sebagaimana seorang pemuda yang ingin memiliki seorang gadis yang cantik. b. Garwa Garwa adalah jodoh, suami istri atau sehati. Garwa sering diartikan sebagai sigaraning nyawa atau belahan jiwa. Jadi dalam hal ini garwa mengandung arti bahwa setiap orang harus dapat menyesuaikan diri, bisa bergaul dengan siapapun. Semua dianggap kawan, mencintai sesama dengan tidak membeda-bedakan orang. Orang lain dianggap garwa atau teman sehidup semati sehingga hidup di dunia akan menjadi rukun dan damai. c. Wisma Wisma artinya rumah atau tempat berlindung. Rumah adalah tempat yang berisi aneka barang dengan ruangan yang luas berpetakpetak. Demikianlah, setiap orang hendaknya bersifat seperti rumah. Yaitu dapat menerima siapapun dan membutuhkan perlindungan, sanggup menyimpan dan mengatur segala sesuatu sesuai porsinya.
56
d. Turangga Turangga adalah kuda tunggangan yang kuat dan bagus. Kuda ini biasanya bisa berlari cepat, pelan dan bisa berjalan sambil menari-nari. Sebaliknya kuda tunggangan juga bisa berlari tak menentu karena bergantung dengan orang yang memegang talinya. Demikian halnya manusia, bila jiwa dapat menguasai dan mengatur diri, maka pergaulan hidup kita akan teratur dengan baik atau dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. e. Curiga Curiga artinya keris atau sejenis senjata tajam. Maka perlu setiap orang terutama pemimpin harus memiliki persenjataan hidup yang lengkap. Senjata tersebut adalah kepandaian, keuletan, ketangkasan dan yang lain. Begitu pula dengan pikiran, yang harus tajam dan mampu berpikir tepat agar dapat bertindak tepat pula kepada masyarakat yang dipimpinnya. f. Kukila Kukila artinya burung atau burung perkutut yang biasanya dipelihara oleh masyarakat Jawa untuk didengarkan suaranya yang merdu menentramkan sanubari. Demikian pula dengan perkataan yang keluar dari mulut hendaknya enak didengar, lemah lembut, dan menentramkan orang lain yang mendengarkannya. Setiap kata yang keluar harus tegas dan bersifat memperbaiki serta membangun agar orang yang mendengar dapat terpikat.
57
g. Waranggana Waranggana adalah penari ronggeng, dimana penari ini menari di tengah kerumunan orang bersama seorang lelaki. Ada empat penari lelaki lainnya di setiap penjuru yang seakan-akan ikut menggoda waranggana ini agar memalingkan wajahnya dari lelaki yang di tengah. Makna yang tersirat dari tarian ini adalah apabila dalam usaha meraih cita-cita yang mulia (waranggana), pasti akan banyak dijumpai godaan yang mencoba menghalang-halangi pencapaian cita-cita tersebut. h. Pradangga Pradangga artinya gamelan, bunyi-bunyian yang lengkap. Terdiri dari kendang, gender, gambang, penerus, rebab, suling, kenong, kempul dan gong dimana bunyinya berbeda-beda. Alat gamelan tersebut kalau dipukul akan selaras bunyinya, terdengar merdu, enak didengar dan dapat menentramkan jiwa. Tetapi sebaliknya kalau semua dipukul tanpa menggunakan aturan akan menjadi bising. Demikianlah diibaratkan suatu masyarakat yang jumlahnya sangat banyak dengan bermacam-macam sifat dan budi perangainya. Bila mereka bertindak sendiri-sendiri menurut kehendaknya masing akan menjadi kacau. Tetapi kalau dapat diatur, masing-masing individu dengan perannya yang beda-beda akan mampu mewujudkan simbiosis mutualisme atau saling membutuhkan satu sama lain. Dengan begitu kehidupan akan selaras, harmonis dan bermanfaat bagi kesejahteraan bersama (Purwadi, 2015:191-197).
58
BAB IV PEMBAHASAN A. Definisi Pendidikan Karakter Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat. Proses pemindahannya dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya : 1. Melalui Pengajaran Yaitu proses pemindahan nilai dan norma berupa (ilmu) pengetahuan dari seorang guru kepada murid dari suatu generasi ke generasi selanjutnya. 2. Melalui Pelatihan Yakni pelaksanaan dengan jalan membiasakan seseorang melakukan pekerjaan tertentu untuk memperoleh keterampilan mengerjakan suatu pekerjaan (Ali, 2003:180). Melalui dua cara di atas, biasanya proses mendidik di rasa mudah dan efektif untuk diajarkan dari seseorang kepada orang lain. Merujuk pada proses pendidikan tersebut, lembaga pendidikan Indonesia sekarang ini menerapkan pendidikan karakter yang lebih ditekankan dalam kurikulum terbaru. Kurikulum terbaru yang mulai dilaksanakan pada tahun 2013, pendidikan karakternya diimplementasikan melalui proses pengajaran pada lembaga pendidikan. Proses pengajaran tersebut dirasa efektif karena sekolah merupakan lingkungan yang ideal kedua dalam menanamkan karakter dari pendidik kepada peserta didik. 59
Pendidikan karakter dari karya dan ajaran Sunan Kalijaga juga menggunakan proses pengajaran karena pada masa itu dakwah Islam beliau mengarah pada pengajaran agama dengan menggunakan berbagai media, yang merupakan interpretasi dari proses pendidikan seorang guru kepada muridnya. Meskipun tidak terlihat seperti cara mengajar guru di kelas, tetapi lingkungan belajarnya langsung berada di sebuah area umum dan terbuka seperti halaman masjid, misalnya saat berdakwah melalui pertunjukan wayang. Realita di masyarakat sekarang, kebanyakan terjadi krisis moral yang mengkhawatirkan seperti mengkonsumsi narkoba, seks bebas, tawuran, balapan liar, dan sebagainya. Harus ada solusi yang efektif dan efisien untuk menuntaskan jumlah kasus dari kenakalan remaja. Salah satunya dengan mendidik karakter anak atau siswa pada setiap lembaga pendidikan dengan syarat harus ada peran aktif dari berbagai pihak baik orang tua, guru dan lingkungan. Sejarah Islam sekitar 1400 tahun lalu, Nabi Muhammad juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk menyempurnakan akhlak dan mengupayakan pembentukan karakter yang baik (Majid & Andayani, 2013:2). Di tahun 1990-an, Thomas Lickona melalui karyanya The Return of Character Education memberikan kesadaran di dunia pendidikan secara umum tentang konsep pendidikan karakter sebagai konsep yang harus digunakan dalam dunia pendidikan. Inilah awal kebangkitan pendidikan karakter menjadi lebih dikembangkan oleh banyak orang di dunia. Husen, dkk. (2010:9-10) dalam Suwardi (2011:24) telah mengidentifikasi pengertian karakter dari beberapa bahasa. Pengertian karakter dalam bahasa
60
latin disebut character yang berarti instrument of marking, kemudian dalam bahasa Perancis disebut charessein yang berarti to engrove yang artinya mengukir, sedangkan dalam bahasa Jawa disebut watek yang berarti ciri wanci. Dalam bahasa Indonesia disebut watak yang berarti sifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, tabiat dan perangai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyebut istilah “karakter” yang artinya sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain: tabiat, watak. Menurut Suyanto sebagaimana dikutip oleh Zubaedi, (2011:11), karakter adalah “cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara”. Secara lengkap karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari (Samani & Hariyanto, 2014:43). Dengan demikian penanaman karakter merupakan keharusan yang dilakukan pendidik dengan cara mengarahkan peserta didik kepada hal positif yang dapat berpengaruh pada perilakunya. Sebagaimana didefinisikan Ryan dan Bohlin dalam Majid (2013:11) bahwasannya karakter mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good) dan melakukan kebaikan (doing the good). Ketiga unsur ini sering dirangkum dalam pendidikan karakter sebagai sederet sifat-sifat baik yang harus
61
ditanamkan dengan optimal. Pendidikan karakter telah menjadi gerakan pendidikan untuk mendukung pengembangan sosial, emosional, dan etik para siswa. Upaya ini harus dilakukan proaktif baik oleh sekolah, masyarakat maupun pemerintah sebagai cara menyadarkan dan mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etik seperti kepedulian, kejujuran, kerajinan, tanggung jawab, menghargai diri sendiri dan orang lain. Berkaitan dengan karakter ada beberapa istilah yang sering disebut, seperti nilai, budi pekerti, akhlak, moral, dan etika yang menjadi bagian tak terpisahkan dengan istilah karakter. Masing-masing istilah tersebut memiliki sumber dan maknanya sendiri. Ada persamaan dan perbedaan antara nilai, budi pekerti, akhlak, moral dan etika. 1. Nilai Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia nilai berarti sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Menurut Richard Eyre & Linda (1995:xxiv) nilai yang benar dan diterima secara universal adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif bagi yang menjalankannya maupun orang lain. Lebih lanjut Richard menjelaskan bahwa nilai adalah suatu kualitas yang dibedakan menurut : a. kemampuannya untuk berlipat ganda atau bertambah meskipun sering diberikan kepada orang lain; dan b. kenyataan atau (hukum) bahwa makin banyak nilai diberikan kepada orang lain, makin banyak pula nilai serupa yang dikembalikan dan diterima dari orang lain. Richard 1995 (dalam Majid 2013:43-44) mengelompokkan nilai-nilai universal ke dalam dua kategori,
62
yaitu nilai nurani dan nilai memberi. Masing–masing nilai tersebut terdiri dari enam unsur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Kategori Nilai Nilai-Nilai Nurani Nilai-Nilai Memberi (Siapa Kita) (Yang Kita Berikan) Kejujuran Keberanian Cinta Damai Keandalan Diri, Potensi Kemurnian, Kesucian Setia, Dapat Dipercaya Hormat, Sopan Cinta, Kasih Sayang Peka, Tidak Egois Baik Hati, Ramah Adil, Murah Hati Tiap nilai di atas diwujudkan dengan sikap yang menunjukkan siapa kita atau yang kita berikan. Dua hal tersebut saling mengisi, saling mendukung, dan saling memperkuat. Menunjukan siapa kita dan tindakan memberi bukan hanya menguji nilai-nilai kita, tetapi juga suatu cara untuk mengajarkan dan menularkan semua itu kepada orang lain. 2. Budi Pekerti Secara etimologis budi pekerti dapat dimaknai sebagai penampilan diri yang berbudi. Budi berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat kesadaran, dan pekerti berarti kelakuan. Secara operasional, budi pekerti dapat dimaknai sebagai perilaku yang tercermin dalam kata, perbuatan, pikiran, sikap dan perasaan, keinginan dan hasil karya. Dalam hal ini budi pekerti diartikan sebagai sikap atau perilaku sehari-hari, baik individu, keluarga maupun masyarakat yang mengandung nilai-nilai untuk dilakukan 63
dan dianut dalam bentuk jadi diri, nilai persatuan dan kesatuan, integritas dan berkesinambungan dalam suatu sistem nilai moral yang menjadi pedoman perilaku manusia untuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3. Akhlak Secara etimologis akhlak berasal dari bahasa Arab jama‟ dari khuluqun yang menurut logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat (Ya‟qub, 1983:11). Secara terminologis akhlak adalah suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Pengertian lainnya akhlak ialah keadaan batin seseorang yang menjadi sumber lahirnya perbuatan di mana perbuatan itu lahir dengan mudah tanpa memikirkan untung dan rugi. Jadi bila orang yang berakhlak baik akan melakukan kebaikan secara spontan tanpa pamrih. Begitupun sebaliknya, bila orang berakhlak buruk akan melakukan keburukan dengan spontan tanpa memikirkan akibat bagi dirinya maupun yang dijahati. Dari penjelasan akhlak di atas, maka akhlak terbagi menjadi dua bagian. Pertama adalah akhlak yang baik atau mulia yang dinamakan akhlaq al-karimah/akhlaq al-mahmudah dan akhlak yang buruk disebut akhlaq al-mazmumah. 4. Moral Moral berasal dari bahasa latin yakni „mores‟, kata jamak dari „mos‟ yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Ajaran moral adalah ajaran tentang bagaimana manusia harus hidup dan berbuat agar menjadi manusia yang baik. Moral merupakan
64
sistem nilai atau konsensus sosial tentang motivasi, perilaku dan perbuatan tertentu dinilai baik atau buruk (Budiningsih, 2004:24). Moral harus sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia yang baik dan yang wajar. Istilah moral senantiasa mengacu kepada baik buruknya perbuatan manusia. Intinya moral adalah perbuatan manusia dengan ukuran baik buruk, dengan tujuan membentuk karakter diri manusia. 5. Etika Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat atau kebiasaan baik yang tetap. Etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu atau ilmu tentang kajian formal tentang moralitas. Teori etika adalah gambaran rasional mengenai hakikat, dasar perbuatan serta keputusan yang benar dalam menentukan prinsip dari perbuatan dan keputusan tersebut secara moral diperintahkan dan dilarang (Fakhry, 1996:15). Intinya, etika merupakan objek perilaku manusia dengan ukuran baik dan buruk dari persepsi manusia dengan tujuan pembentukan karakter manusia. Memperhatikan definisi di atas, dapat disimpulkan persamaan dan perbedaan antara nilai, budi pekerti, akhlak, moral dan etika dalam tabel berikut : Tabel 4.2 Perbedaan dan Persamaan Nilai, Budi Pekerti, Akhlak, Moral dan Etika
ISTILAH Nilai
PERBEDAAN SUMBER Persepsi Manusia
UKURAN Perilaku Baik dan Buruk
65
PERSAMAAN TUJUAN Membentuk Karakter
Budi Pekerti Akhlak Moral
Etika
Persepsi Manusia Al-Qur‟an dan As-Sunnah/ Wahyu Persepsi Manusia Persepsi Manusia Menurut Adat dan Kebiasaan
Perilaku Baik Baik dan Buruk Menurut Allah Baik dan Buruk Baik dan Buruk Menurut Adat dan Kebiasaan
Dari paparan yang sudah banyak diuraikan di atas, menurut Megawangi (2004:95) pendidikan karakter dapat diartikan sebuah usaha untuk mendidik anak-anak
agar
dapat
mengambil
keputusan
dengan
bijak
dan
mempratikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi positif kepada lingkungannya. Pengertian lain dari Gaffar (2010:1) sebagaimana dikutip Rukhayati (2011:60) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. Jadi bisa disimpulkan bahwa definisi pendidikan karakter ialah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikiran, dan perbuatan untuk memberikan keputusan baik atau buruk. Penanaman karakter hendaknya dilaksanakan secara efektif tidak hanya kepada peserta didik, tetapi juga para guru, pegawai, orang tua hingga masyarakat sekitar untuk menjadi insan kamil.
66
B. Landasan Pendidikan Karakter Landasan pendidikan karakter, diantaranya ada landasan filsafat manusia, landasan filsafat pancasila, landasan filsafat pendidikan, landasan filsafat religius, landasan filsafat sosiologis, landasan filsafat psikologis dan landasan filsafat teoritik pendidikan karakter.
1. Landasan Filsafat Manusia Secara filosofis landasan filsafat manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan belum selesai atau dilahirkan dalam keadaan belum jadi. Manusia ketika dilahirkan berwujud anak manusia tetapi belum tentu dalam proses perkembangannya menjadi manusia yang sesungguhnya. Manusia dalam proses perkembangan dan pertumbuhannya memerlukan bantuan agar menjadi insan kamil. 2. Landasan Filsafat Pancasila Landasan filsafat pancasila menyebutkan manusia yang ideal adalah manusia pancasilais, yaitu menghargai nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial. Nilai-nilai Pancasila tersebut yang seharusnya menjadi pedoman dalam pendidikan karakter di Indonesia. 3. Landasan Filsafat Pendidikan Landasan filsafat pendidikan menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya bertujuan mengembangkan kepribadian utuh dan mencetak warga negara yang baik. Seseorang yang kepribadian utuh digambarkan dengan terinternalisasikannya nilai-nilai dari berbagai dunia makna (nilai), yaitu
67
simbolik (ritual keagamaan dan matematika), empirik (ilmu pengetahuan alam dan sosial), estetik (kesenian), etik (pendidikan moral, budi pekerti, adab dan akhlak), sinoptik (pendidikan agama, sejarah dan filsafat) dan sinnoetik (pengalaman personal). Nilai-nilai tersebut diyakini dapat menjadikan seseorang berkarakter baik. 4. Landasan Religius Landasan religius menjelaskan bahwa manusia adalah ciptaan Allah dalam agama dan sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia. Manusia baik adalah manusia yang secara jasmani dan rohani sehat dan dapat melaksanakan berbagai aktivitas hidup yang berkaitan dengan peribadatannya kepada Allah. Manusia yang baik adalah manusia yang bertakwa dengan menghambakan diri kepada Allah dengan jalan patuh terhadap ajaran-ajaran-Nya. 5. Landasan Sosiologis Landasan sosiologis menjelaskan dimana manusia Indonesia hidup dalam masyarakat heterogen yang terus berkembang. Manusia berada di tengah-tengah masyarakat dengan suku, etnis, agama, golongan, status sosial dan ekonomi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus hidup berdampingan dan bergaul menyesuaikan diri dengan bangsabangsa lain. Upaya pengembangan karakter dilakukan dengan cara saling menghargai dan toleran tanpa adanya diskriminasi atau tidak membedakan satu sama lain sebagai hal mendasar.
68
6. Landasan Psikologis Penjelasan dari landasan psikologis di sini memaparkan bahwa karakter
dapat
interpersonal
dan
dideskripsikan
dari
dimensi-dimensi
interaktif.
Dimensi
intrapersonal
intrapersonal, terfokus
pada
kemampuan atau upaya manusia untuk memahami diri sendiri. Dimensi interpersonal secara umum dibangun atas kemampuan diri untuk mengenali perbedaan dalam suasana hati, temperamen, motivasi dan kehendak pada semua orang di sekitarnya. Dimensi interaktif adalah kemampuan manusia dalam berinteraksi sosial dengan sesama secara bermakna. 7. Landasan Teoritik Pendidikan Karakter Landasan teoritik pendidikan karakter menyebutkan teori-teori yang berorientasi pada Behavioristik atau dapat dikatakan perilaku seseorang sangat ditentukan oleh kekuatan eksternal, yang mana perubahan perilaku tersebut bersifat mekanistik. Deskripsi landasan teoritik pendidikan karakter dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter pada dasarnya merupakan proses menghadirkan nilai-nilai dari berbagai dunia nilai (simbolik, empirik, etik, estetik, etik, sinnoetik dan sinoptik) sehingga dengan nilai-nilai tersebut pada diri peserta didik akan mengarahkan, mengendalikan dan mengembangkan kepribadian secara utuh yang terwujud dengan ciri-ciri karakter pribadi yang baik (Wiyani, 2013:32). C. Tujuan Pendidikan Karakter Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
69
mencerdaskan kehidupan bangsa, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sesuai tujuan pendidikan nasional tersebut pada intinya pendidikan karakter bertujuan membentuk bangsa yang berakhlak mulia, tangguh, toleran, berilmu pengetahuan, kompetitif, berkembang dinamis dan lainnya dengan penuh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan pancasila. Tujuan pendidikan karakter adalah : 1. Memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah). 2. Mengoreksi perilaku anak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan karakter yang diajarkan. 3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama (Narwanti, 2011:17). Zubaedi (2012:18) berpendapat bahwa pendidikan karakter secara terperinci memiliki lima tujuan, yaitu : 1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa. 2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
70
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. 4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan. 5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, persahabatan dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi penuh kekuatan. Pendidikan karakter bertujuan meningkatkan mutu penyelenggara dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter anak secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan norma dan nilai yang ada. Melalui pendidikan karakter diharapkan anak mampu secara mandiri menggunakan
dan
meningkatkan
pengetahuannya,
mengkaji
dan
menginternalisasi karakter serta akhlak mulia yang terwujud dalam perilaku sehari-hari. Adanya pendidikan karakter ini harus diwujudkan dalam tindakan nyata, di sini ada unsur proses pembentukan nilai dan sikap yang didasari pada pengetahuan. Pada dasarnya, pendidikan sebagai proses alih nilai mempunyai tiga sasaran yaitu : 1. Pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang mempunyai keseimbangan antara kemampuan kognitif dan psikomotorik di satu pihak serta kemampuan afektif di pihak lain. Dalam hal ini pendidikan dapat diartikan
bahwa
pendidikan
akan
71
menghasilkan
manusia
yang
berkepribadian, tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang luhur, serta mempunyai wawasan, sikap kebangsaan dan memupuk jati dirinya. 2. Menjadikan manusia tunduk dan memancarkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan untuk melaksanakan ibadah menurut keyakinan dan kepercayaan masing-masing, berakhlak mulia, serta senantiasa menjaga harmoni hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam. 3. Dapat mentransformasikan tata nilai yang mendukung proses industrialisasi dan penerapan teknologi, seperti penghargaan atas waktu, etos kerja tinggi, disiplin, kemandirian, kewirausahaan dan (Muslich, 2011:137). Dengan demikian tujuan pendidikan karakter pada intinya harus menjadi fasilitas penguatan dan pengembangan nilai-nilai yang terwujud dalam perilaku anak baik ketika proses sekolah maupun setelahnya. Pendidikan karakter di lembaga pendidikan jangan sampai hanya menjadi dogmatisasi nilai, tetapi mampu menjadi sebuah proses yang membawa peserta didik untuk paham dan merefleksi suatu nilai menjadi penting sebagai perwujudan perilaku sehari-hari. D. Dimensi Pendidikan Karakter Setiap manusia dalam hidupnya pasti mengalami perubahan atau perkembangan, baik perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut perubahan fisik, maupun perubahan yang berhubungan dengan aspek psikologi. Perubahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam manusia (internal) atau yang berasal dari luar (eksternal). Faktor-faktor tersebut akan menentukan apakah proses perubahan manusia mengarah pada hal-hal yang bersifat positif ataukah sebaliknya. Perubahan ini bergantung bagaimana
72
proses interaksi antara potensi dan sifat alami yang dimiliki manusia dengan kondisi lingkungan, sosial budaya, pendidikan dan alam. Kementerian pendidikan nasional pada tahun ajaran 2010/2011 telah merintis penyelenggaraan pendidikan karakter pada 125 satuan pendidikan yang tersebar di 16 kabupaten/kota pada 16 provinsi di Indonesia. Pendidikan karakter diterapkan pemerintah, mengingat perkembangan karakter pada setiap individu berbeda. Pengaruh perbedaannya disebabkan oleh faktor bawaan dan faktor lingkungan. Sebagai contoh bila ada anak yang dari kecil sudah ditanamkan sifat dan sikap kebaikan, maka ke depannya akan menjadi orang yang memiliki nilai-nilai kebajikan dalam hidup dan begitupun sebaliknya. Pendidikan karakter mengemban misi untuk mengembangkan watak-watak dasar yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik. Di Indonesia pendidikan karakter didasarkan pada sembilan pilar karakter dasar yaitu (1) cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya; (2) tanggung jawab, disiplin dan mandiri; (3) jujur; (4) hormat dan santun; (5) kasih sayang, peduli dan kerja sama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah; (7) keadilan dan kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati; (9) toleransi, cinta damai dan persatuan (Zubaedi, 2012:72). E. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter Fathurrohman (2013:124) mengemukakan beberapa batasan atau deskripsi nilai-nilai pendidikan karakter antara lain :
73
1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Allah, meliputi Pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan ajaran agamanya. 2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri, meliputi sikap jujur, bertanggung jawab, sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, mandiri, dan cinta ilmu. 3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama, meliputi : a. Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain yaitu sikap tahu, mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban diri atau orang lain. b. Patuh pada aturan-aturan sosial atau yang berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum. c. Menghargai karya dan prestasi orang lain yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain. d. Santun yaitu sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. e. Demokratis yaitu cara berpikir, bersikap dan menghargai hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, meliputi sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitar, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan
74
alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 5. Nilai kebangsaan, meliputi cara berpikir, bertindak dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya. F. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter Pendidikan karakter tidak dapat dikembangkan secara cepat, tetapi harus melewati suatu proses yang panjang, cermat dan sistematis. Pendidikan karakter harus dilakukan bertahap atau dari anak sejak dini hingga dewasa. Terlebih pada dunia pendidikan perlu adanya persiapan-persiapan seperti perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran serta dibutuhkan pendidikpendidik yang berkompeten, profesional dan berkepribadian baik. Setidaknya, berdasarkan pemikiran psikolog Kohlberg (1992) dan ahli pendidikan dasar Marlene Lockheed (1990), terdapat empat tahap pendidikan karakter yang perlu dilakukan, yakni (a) tahap “pembiasaan” sebagai awal perkembangan karakter anak, (b) tahap pemahaman dan penalaran terhadap nilai, sikap, perilaku dan karakter siswa; (c) tahap penerapan berbagai perilaku dan tindakan siswa dalam kenyataan sehari-hari; dan (d) tahap pemaknaan yaitu suatu tahap refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku yang telah mereka pahami dan lakukan dan bagaimana dampak dan kemanfaatannya dalam kehidupan baik bagi dirinya maupun orang lain. Jika seluruh tahap ini telah dilalui, pengaruh pembentukan karakter peserta
75
didik akan berdampak secara berkelanjutan (Majid & Andayani, 2013:108109). Character education quality standards merekomendasikan 11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebagai berikut : 1.
Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
2.
Mengidentifikasi
karakter
secara
komprehensif
supaya
mencakup
pemikiran, perasaan, dan perilaku. 3.
Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk membangun karakter.
4.
Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
5.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang baik.
6.
Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.
7.
Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri dari para siswa.
8.
Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama.
9.
Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.
10. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.
76
11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa (Majid & Andayani, 2013:109). Koesoema (2011:145) berpandangan bahwa prinsip pendidikan karakter adalah : 1. Karaktermu ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau kamu yakini. 2. Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu. 3. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan dengan cara-cara yang baik. 4. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan bagi dirimu. Kamu dapat memilih patokan sendiri yang lebih baik bagi mereka. 5. Bayaran bagi mereka yang mempunyai karakter baik adalah kamu menjadi pribadi yang lebih baik. Ini akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk dihuni. Dalam Islam ada beberapa tindakan Rasulullah yang bisa dijadikan prinsip teladan oleh pendidik untuk menanamkan rasa keimanan dan akhlak kepada anak, antara lain : 1.
Fokus.
2.
Pembicaraan yang tidak terlalu cepat.
77
3.
Senantiasa mengulang dari ucapan-ucapannya bila lawan bicaranya belum paham.
4.
Mengajak untuk mengasah otak dan menggerakkan potensi pikiran.
5.
Memahami perbedaan.
6.
Memperhatikan kognitif, emosional dan kinetik.
7.
Memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak.
8.
Menumbuhkan kreatifitas anak.
9.
Mau berbaur dengan semua lapisan masyarakat bahkan makan bersama.
10. Aplikatif (Majid & Andayani, 2013:111). G. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi berasal dari empat sumber yaitu : 1. Agama Bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaan masing-masing. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Karenanya, nilai-nilai pendidikan karakter harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. 2. Pancasila Negara Indonesia berdiri atas prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam pasal-pasal yang terdapat dalam
78
UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur berbagai bidang kehidupan seperti politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang baik yaitu negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara Indonesia. 3. Budaya Sebagai
manusia
yang
hidup
bermasyarakat
tidak
menutup
kemungkinan pasti kehidupannya didasari nilai-nilai budaya yang diakui di masyarakat tersebut. Nilai budaya ini dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa khususnya di Indonesia. 4. Tujuan Pendidikan Nasional Tujuan pendidikan nasional dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjadi dasar dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
79
mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab” (Zubaedi, 2012:73-74). Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Pada buku desain pendidikan karakter konsepsi dan aplikasinya dalam lembaga pendidikan karya Zubaedi (2012:74-76) menyebutkan bahwa dalam pendidikan karakter ada 18 indikator nilai yang terkandung, berikut penjelasannya : Tabel 4.3 Indikator Nilai Karakter NO
NILAI
DESKRIPSI Sikap
dan
perilaku
yang
patuh
dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, 1
Religius
toleran terhadap pelaksanaan ibadah dan hidup rukun dengan agama lain. Perilaku
yang
didasarkan
pada
upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu 2
Jujur
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
3
Toleransi
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
80
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan 4
Disiplin
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-
5
Kerja Keras
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Berpikir
6
Kreatif
dan
melakukan
sesuatu
untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
7
Mandiri
pada orang lain dalam menyelesaikan tugastugas. Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang
8
Demokrasi
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Sikap dan perilaku yang selalu berupaya untuk
9
Rasa Ingin
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
Tahu sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar. Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang
10
Semangat
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
Kebangsaan atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11
Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan
81
kesetiaan,
kepedulian
dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
12
Menghargai Prestasi
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat
dan
mengakuinya,
serta
menghormati keberhasilan orang lain. Tindakan yang memperlihatkan rasa senang 13
Bersahabat/
berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan
Komunikatif orang lain. Sikap,
14
Cinta Damai
perkataan
dan
tindakan
yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Kebiasan menyediakan waktu untuk membaca
15
Gemar
berbagai bacaan yang memberikan kebijakan
Membaca bagi dirinya. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
16
Peduli
kerusakan
lingkungan
alam
di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
Lingkungan untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
17
Peduli Sosial
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
82
membutuhkan. Sikap
dan
perilaku
seseorang
untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang 18
Tanggung
seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri,
jawab masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.
H. Urgensi Pendidikan Karakter Pentingnya pendidikan karakter ini merupakan persoalan yang harus dilakukan yang bagi sebuah bangsa dan Negara khususnya di Indonesia dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dari dulu, sekarang dan masa yang akan datang. Fakta-fakta sejarah telah banyak memperlihatkan bukti bahwa kekuatan dan kebesaran suatu bangsa pada hakikatnya berpangkal pada kekuatan karakter yang menjadi tulang punggung bagi setiap bentuk kemajuan bangsa tersebut. Oleh karena itu, usaha mendidik karakter sangat diperlukan, karena dapat menahan kemerosotan karakter setiap individu. Pendidikan karakter akan membuat seorang anak mempunyai akhlak mulia, meningkatkan kualitas akademiknya dan juga dapat meningkatkan mutu karakter generasi sekarang dan yang akan datang. Hubungan antara keberhasilan pendidikan karakter dengan keberhasilan akademik dapat menumbuhkan suasana sekolah yang menyenangkan dan proses belajar mengajar yang kondusif. Fathurrohman (2013:117) mengemukakan yang perlu dilakukan dalam kaitan pentingnya pendidikan karakter bagi anak didik adalah dengan pembinaan akhlak. Akhlak terpuji merupakan nilai ibadah dan sekaligus
83
merupakan tujuan yang sangat mendasar dalam hidup manusia sehari-hari, berikut penjelasannya : 1. Akhlak Adil Adil adalah memberikan setiap hak kepada pemiliknya tanpa memihak, membeda-bedakan di antara mereka atau bercampur tangan yang diiringi hawa nafsu. 2. Akhlak Ihsan Ihsan adalah berbuat baik dengan ikhlas dalam beramal dan tanpa diiringi riya‟. Sedangkan ihsan dalam pergaulan maksudnya adalah bergaul yang baik dengan semua orang. 3. Akhlak Kasih Sayang Kasih sayang merupakan akhlak terpuji yang berasal dari kelembutan hati seseorang. Kelembutan dalam hati tersebut dihubungkan untuk melemahkan rasa sakit ketika terasa oleh indra. Kasih sayang dapat diwujudkan dari diri individu ke sikap tubuh dengan bentuk yang nyata. Kasih sayang itu tidak terbatas kepada manusia saja, tetapi kepada seluruh alam, misalnya binatang, tanaman, maupun benda-benda mati. 4. Akhlak Malu Malu merupakan akhlak yang paling menonjol dan yang paling berperan dalam menjaga diri dari segala keburukan. Adapun manfaat sikap malu adalah dapat mengajak kepada kebaikan dan menjauhkan dari keburukan. Sikap malu tak akan menghambat seseorang untuk berkata benar, menyuruh kebaikan dan melarang keburukan.
84
5. Akhlak Jujur Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya atau sesuai kenyataan. Pentingnya kejujuran dalam pendidikan karakter diri seseorang, berakibat banyak manfaat yang bisa diperoleh, antara lain : a. Peserta didik mampu mengatasi masalah pribadinya sendiri. b. Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain. c. Dapat
memotivasi
peserta
didik
dalam
meningkatkan
prestasi
akademiknya. d. Meningkatkan suasana sekolah yang aman, nyaman, menyenangkan serta kondusif untuk proses belajar mengajar yang efektif. I. Realitas Pendidikan Karakter Bagi Peserta Didik Pendidikan karakter sekarang ini masih belum menunjukkan tanda-tanda kualitasnya dan belum bisa memperkuat moralitas anak. Selain itu pendidikan karakter juga belum dapat dilaksanakan secara optimal, baik oleh pemerintah maupun lembaga dan pelaku pendidikan. Secara umum, ada empat kelemahan yang menyebabkan pendidikan karakter belum optimal yaitu : 1. Guru belum memahami sepenuhnya bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai karakter pada masing-masing materi pelajaran. Ketika mencantumkan nilai karakter saat penyusunan silabus dan RPP terkesan asal-asalan yang penting bunyi nilai karakter atau formalitas semata. 2. Silabus dan RPP hanya sebagai formalitas, maka dalam proses pembelajaran tetap menjalankan secara konvensional sesuai gaya guru masing-masing dan tidak mencerminkan pelaksanaan dari silabus dan RPP, sehingga pesan
85
untuk menanamkan nilai karakter tidak terealisasikan dengan baik dan optimal. 3. Masih kuatnya orientasi pendidikan hanya pada dimensi pengetahuan (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan sikap. Hal ini menyebabkan peserta didik mengetahui banyak hal, namun kurang memiliki sistem nilai, sikap, minat maupun apresiasi secara positif terhadap apa yang diketahuinya. 4. Kuatnya asumsi bahwa jika aspek perkembangan kognitif dikembangkan secara benar maka aspek afektif akan ikut berkembang juga. Asumsi ini salah, maka agar pengembangan afektif bisa secepat perkembangan kognitif, pengalaman pembelajaran afektif harus diberikan sama banyaknya dengan pengalaman pembelajaran kognitif (Nur, 2015:43-44). Empat kelemahan dalam pendidikan karakter di atas dapat disimpulkan bahwa karakter peserta didik belum dikembangkan secara optimal dalam proses pembelajaran di sekolah. Karakter peserta didik belum bisa dikatakan baik jika dalam proses belajar mengajarnya tidak baik. Sebagai guru seharusnya menjadikan peserta didik memiliki budi pekerti yang baik tetapi realitasnya peserta didik tidak diperlakukan dengan baik. Misalnya, seorang guru hanya memberi pembelajaran dari segi kognitif saja, sehingga anak didik belum mampu mengerti seperti apa harus bersikap dan bertindak dari pengetahuan yang didapat tersebut. Peserta didik menjadi kurang terarah, jadi lebih sering melakukan hal-hal yang negatif daripada hal yang positif.
86
Selain dari pihak guru, pihak orang tua atau keluarga juga berperan penting dalam menjadikan karakter peserta didik terutama di rumah. Misalnya menanamkan dengan memberi contoh nyata sikap-sikap yang baik dalam berinteraksi dengan ayah, ibu, kakek, nenek dan sebagainya. Faktor lingkungan peserta didik juga bisa sangat berpengaruh dalam membentuk karakter. Lingkungan yang baik akan berpengaruh baik dan lingkungan yang buruk akan berpengaruh buruk. Maka sebagai orang tua atau siapapun yang mempunyai tanggung jawab menjaga dan mengawasi pergaulan anak, harus selalu memperhatikan tingkah laku anak setiap hari. Harus berani mendekati dan bicara kepada anak, meskipun itu hanya basa-basi. Tetapi dengan sikap perhatian orang tua pada anaknya misalnya dengan mendengarkan curhat, akan menjalin hubungan harmonis dan kebahagiaan antar anggota keluarga bisa dicapai. Perkembangan zaman yang semakin maju, harus disikapi dengan kehati-hatian dan selektif dalam membangun karakter anak. Berbagai kegiatan anak terutama dengan fasilitas yang mendukung seperti HP dan Laptop, setiap hari harus dicek agar hal-hal negatif dari barang tersebut bisa diatasi. Anak yang sudah terbiasa memahami moralitas dan mengedepankan akhlak atau budi pekerti sesuai dengan aturan dan norma, kehidupannya akan berjalan dengan baik, damai, sejahtera dan bahkan bisa menjadi teladan bagi anak lainnya. J. Strategi Pendidikan Karakter Ada tiga tahapan strategi yang harus dilalui dalam pendidikan karakter, yaitu :
87
1. Moral Knowing / Learning To Know Langkah pertama ini ada beberapa tujuan yang harus dicapai dalam penguasaan pengetahuan teantang nilai-nilai. Antara lain siswa harus mampu : a. Membedakan nilai-nilai akhlak mulia dan akhlak tercela serta nilai-nilai universal. b. Memahami secara logis dan rasional. c. Mengenal sosok Nabi Muhammad sebagai figur teladan akhlak mulia. 2. Moral Loving / Moral Feeling Tahapan ini akan menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Sasaran seorang guru adalah dimensi emosional, hati atau jiwa, bukan lagi akal atau logika. Untuk mencapai tahapan ini guru bisa memasukinya dengan kiah-kisah yang menyentuh hati, atau modelling. Dengan tahap ini siswa diharapkan mampu menilai diri sendiri (muhasabah). 3. Moral Doing / Learning To Do Tahapan terakhir ini merupakan puncak untuk mempraktikkan nilainilai akhlak mulia dalam perilaku sehari-hari. Siswa menjadi penyayang, sopan, ramah, hormat, jujur, disiplin, adil dan seterusnya. Nilai-nilai tersebut harus dijaga dan dievaluasi karena akan berjalan terus dengan pembiasaan dan pemotivasian (Majid & Andayani, 2013:112-113).
88
K. Peran Pendidikan Agama dalam Pembentukan Karakter Hakikat pendidikan dari kacamata Islam adalah menumbuhkan dan membentuk kepribadian agar menjadi manusia yang sempurna, berbudi luhur dan berakhlak mulia. Bagi seorang muslim pendidikan harus didasarkan pada Al-Qur‟an yang telah berisi segala macam peraturan dan perintah, baik perbuatan yang harus dijalankan atau ditaati maupun perbuatan yang harus dijauhi. Sebagaimana firman Allah :
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (Q.S An-Nahl : 90) Pada ayat di atas sudah jelas tertulis bahwasannya manusia disuruh untuk berbuat kebaikan dan melarang perbuatan yang keji atau keburukan. Ayat tersebut juga bisa dihubungkan dalam ranah pendidikan, dimana manusia harus mengambil pelajaran dari hal baik dan buruk. Meski agama memiliki pola hubungan vertikal sedangkan pola hubungan pendidikan adalah horizontal, tetapi itu tidak menjadi halangan dalam menyatukan konsep pendidikan dari segi agama. Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan pengajaran nilainilai dasar yang dapat diterima oleh masyarakat yang beradab atau beragama apapun. Sesungguhnya pendidikan karakter bukan sekedar hubungan horizontal antara individu dengan individu tetapi juga hubungan vertikal
89
dengan Allah yang dipercaya dan diimani. Integrasi pendidikan agama dan pendidikan karakter merupakan suatu keharusan yang sesuai pancasila sebagai dasar hidup bersama dalam masyarakat yang beranekaragam seperti Indonesia. Nilai-nilai agama dan nilai demokrasi bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan. Jika pemahaman secara utuh dalam integrasi nilai-nilai tersebut, dapat memberikan sumbangan yang efektif bagi penciptaan masyarakat adil, sejahtera menuju impian bersama. Pendidikan agama merupakan dukungan dasar bagi keutuhan pendidikan karakter yang mengandung nilai-nilai luhur dan mutlak kebaikan dan kebenarannya (Rukhayati, 2011:66-69). L. Relevansi Pemikiran Pendidikan Karakter Sunan Kalijaga di Era Globalisasi Berbagai macam karya dan ajaran Sunan Kalijaga yang telah dijelaskan di bab III. Berikut akan diuraikan secara ringkas makna filosofis yang terkandung dari karya dan ajaran beliau tentang pendidikan karakter yang relevan untuk diterapkan di era globalisasi sekarang ini khususnya di Indonesia. Dalam wawancara penulis dengan narasumber Bapak Agus Hermawan, ada beberapa penjelasan singkat yang penulis kemukakan mengenai pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga yang ada pada karya dan ajarannya. Tembang Lir-Ilir bermakna sebagai ajaran syariat untuk menjalankan ajaran Islam sesuai isi dari rukun Islam. Pelaksanaan pendidikan karakter sesuai tembang Lir-Ilir pada intinya menyuruh untuk beriman, religius, berbudi
90
pekerti luhur, sabar, ikhlas, rela dan lainnya sebagai orientasi melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Kemudian pada tembang GundulGundul Pacul mempunyai makna khususnya bagi para pemimpin hendaknya melaksanakan tugas dengan adil, amanah, tanggung jawab serta dapat mengayomi rakyat yang dipimpinnya. Karya seni gamelan, kenthongan dan bedhug mempunyai falsafah agama yang tinggi dengan tujuan mengimani Allah tanpa menyekutukan-Nya. Perayaan sekaten dan grebeg juga berorientasi untuk mengajak kepada kebaikan yakni memeluk Islam dengan ikhlas, sadar sepenuh hati. Kemudian seni wayang menggambarkan sikap dan sifat seseorang untuk mempunyai pendirian yang kuat, beriman, memperbanyak teman dengan jalan kebaikan serta berontak jika ada kezaliman. Kemudian karya Sunan Kalijaga pada Ketupat mengandung filosofi untuk selalu sedekah atau membantu orang lain. Ketupat juga mengartikan pada diri untuk sadar, bahwa manusia mempunyai dosa atau kesalahan dan senantiasa memohon maaf kepada Allah setiap waktu. Sunan Kalijaga membuat bidang tata kota sedemikian rupa sangat dalam makna filosofisnya. Penataan masjid yang biasanya di sebelah barat alun-alun mendiskripsikan bahwa manusia harus ingat Allah. Penataan kantor pemerintahan mengajarkan diri untuk bersikap pemurah, pemaaf dan menjauhi kesombongan.
Adanya
alun-alun
menandakan
bahwa
manusia
harus
berpedoman lengkap yaitu dengan syariat, haqiqat, thariqat dan ma‟rifat. Ditanamnya pohon beringin bermaksud untuk selalu berhati-hati dalam menjaga hukum atau undang-undang yang berlaku. Kemudian ajaran Amar
91
Ma‟ruf Nahi Munkar mempunyai makna bahwa segala perbuatan yang baik harus ditegakkan dan yang buruk ditinggalkan dengan berpedoman pada lima istilah prasaja, prayoga, pranata, prasetya dan prayitna. Ajaran Narima Ing Pandum bermakna sikap ikhlas, menerima, amanah, sabar dan berbudi luhur dengan didasari ketakwaan menerima takdir Allah baik atau buruk. Ajaran Astabrata Cupu Manik Astagina, Sunan Kalijaga mengajarkan untuk berpedoman pada delapan ajaran yang terkandung. Ajaran tersebut berisi tindakan yang harus diingat serta diterapkan dengan sungguh-sungguh untuk mengetahui baik buruk kehidupan di dunia ini. Inti dari Astabrata Cupu Manik Astagina berisi tentang godaan hawa nafsu yang digambarkan seorang wanita, persatuan dan kesatuan antar individu tanpa membeda-bedakan, mampu mengatur dan memiliki sesuatu sesuai porsinya, mempunyai pegangan hidup yang kuat, mempunyai keahlian atau bakat yang harus dimanfaatkan dengan baik dan ditularkan, berkata lemah lembut tanpa emosi, harus bertekad kuat dalam meraih cita-cita, serta saling mengisi kehidupan dunia dengan selaras, harmonis menuju kehidupan kekal di akhirat. Ini semua dapat dijadikan referensi sifat dan sikap hidup teladan bagi manusia khususnya umat Islam di Indonesia di masa kini dan mendatang. Implementasi ajaran Sunan Kalijaga sarat dengan nilai dakwah yang bersumber kepada Al-Qur‟an dan Hadis, sehingga bisa relevan dalam menerapkan nilai-nilai moral dan akhlak. Penerapan pendidikan karakter dari karya dan ajaran Sunan Kalijaga dapat berjalan efektif, jika dalam mendidik bisa mengemas, memodifikasi dan menstranformasikan nilai-nilai ajaran beliau
92
yang sesuai dengan kondisi sekarang. Pada dasarnya ajaran Sunan Kalijaga memuat ajaran tasawuf akhlaki, maka dakwahnya lebih menekankan pada akhlak seorang sufi untuk memperbaiki perilaku dalam mendekatkan diri kepada Allah. Hikmah dan teladan yang dapat diambil dari kehidupan Sunan Kalijaga antara lain, harus berpikir kreatif, sabar, inspiratif dan jenius. Menjadi orang harus amanah terutama sebagai pemimpin. Saat menjadi dai atau pendakwah harus mempunyai sikat ulet, tangguh dan ikhlas. Terakhir, tidak langsung menerima jabatan sebagai raja atau kepala pemerintahan meskipun berasal dari keluarga pejabat tinggi tetapi harus melalui musyawarah bersama.
93
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka kesimpulan penelitian ini adalah : 1. Keunikan nilai-nilai luhur Sunan Kalijaga tergambar pada saat mensyiarkan agama Islam kala itu, dimana para pendakwah lain hanya menggunakan media verbal atau dengan ceramah saja, tetapi Sunan Kalijaga mampu menggunakan media dakwah Islam seperti seni suara/tembang, menjadi dalang, ahli tata kota, membuat gamelan, kenthongan, bedhug dan lain sebagainya. Media beliau tersebut terbukti sangat efektif dalam meyakinkan orang-orang untuk memeluk Islam termasuk peraturan dalam berperilaku. Sunan Kalijaga mampu merubah semua bentuk kehidupan masyarakat kala itu karena konsep dakwahnya menyesuaikan budaya dan adat yang sudah berlaku sebelumnya, atau bisa dibilang mengikuti permintaan masyarakat yakni dengan cara mengikuti sambil mempengaruhi sedikit demi sedikit. Keunikan konsep pendidikan Islam beliau lainnya tercermin pada saat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dalam acara Sekaten, dimana beliau memainkan wayang sesuai dengan keinginan masyarakat dan dibayar dengan pembacaan syahadat sebagai kesediaan untuk memeluk agama Islam tanpa minta bayaran uang. 2. Konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga terdapat pada makna karya dan ajarannya. Melalui proses pengajaran, Sunan Kalijaga mencoba 94
menanamkan pendidikan karakter kepada masyarakat bersamaan dengan berdakwah menyebarkan agama Islam. Tujuan Sunan Kalijaga selain merubah keyakinan masyarakat untuk memeluk Islam, beliau juga menyusupkan nilai-nilai terpuji yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadis untuk mendidik karakter seorang muslim. Nilai-nilai terpuji tersebut terdapat pada ajaran beliau, misalnya dalam ajaran Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. Beliau mengembangkan ajaran tersebut dengan yang mengajak untuk selalu hidup sederhana, berbuat baik dengan sesama, menaati peraturan, tanggung jawab dan berhati-hati. Ajaran Narima ing Pandum juga bermakna untuk menerima takdir Allah baik atau buruk, bersikap ikhlas, bersyukur, amanah, adil, sabar, kerja keras, dan bijaksana. Tembang Lir-Ilir juga bernilai religius karena akan menunjukkan sikap yang patuh terhadap agama yang dianut. Tembang Gundul-Gundul Pacul mengajarkan untuk peduli sosial karena sebagai pemimpin itu harus peduli kepada rakyatnya dan masih banyak lagi karya dan ajaran beliau yang bernilai karakter baik. 3. Konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga yang terkandung dalam karya-karya dan ajarannya bisa relevan di era globalisasi. Implementasi pendidikan karakter tersebut terdapat dari makna nilai-nilai karya
dan
ajaran
beliau
harus
bisa
dikemas,
dimodifikasi
dan
ditransformasikan sesuai dengan kondisi sekarang. Sunan Kalijaga mengambil ajaran tasawuf akhlaki yang lebih menekankan pembentukan akhlak seseorang sebagai bentuk perbaikan perilaku dalam mendekatkan
95
diri kepada Allah. Sebagai contoh ajaran Sunan Kalijaga tentang filosofi ketupat sebagai simbol permohonan maaf, misalnya ada peserta didik yang berkelahi dengan temannya. Sebagai guru harus mampu melerai serta memberi contoh langsung, misalnya menyuruh berjabat tangan serta bergantian minta maaf dengan ikhlas agar tidak ada dendam. Perbuatan seperti itulah terkandung nilai yang terpuji yaitu menyadari kesalahan dan memohon maaf kepada orang lain agar hidup rukun cinta damai. Selain itu, nilai-nilai pendidikan karakter dari karya dan ajaran Sunan Kalijaga sangat banyak antara lain adanya sikap religius, kerja keras, toleransi, komunikatif, mampu berpikir kreatif, peduli sosial, sabar, dan bertanggung jawab terutama sebagai pemimpin. Pembelajaran dari hidup Sunan Kalijaga sangat banyak yang dapat dijadikan teladan khususnya oleh generasi muda penerus bangsa Indonesia. Karakter Sunan Kalijaga tersebut menunjukkan bahwa ia merupakan seorang pendakwah, budayawan, pendidik dan ahli politik yang patut untuk diteladani semua orang. B. Saran-saran 1. Untuk lingkungan keluarga, yang merupakan tahap pertama bagi pendidikan seorang anak membuat keluarga menjadi sarana yang paling tepat untuk memberikan penanaman karakter-karakter baik dengan optimal. Karena sebagian besar waktu anak dihabiskan dalam lingkungan keluarga, sehingga sebagai orang tua hendaknya lebih peka untuk memahami, mau mendengarkan curhat dan membantu memberi solusi terbaik terhadap persoalan anak. Pendidikan karakter orang tua kepada anak ini penting,
96
mengingat perilaku dan perkataan orang tua merupakan hal pertama yang dilihat dan dicontoh anak. Oleh karena itu, pengoptimalan dan keefektifan mendidik karakter anak seharusnya dimulai dari keluarga dengan cara bijaksana dan sikap konsisten kepedulian orang tua. 2. Untuk lembaga pendidikan, yang menjadi tempat pendidikan kedua mempunyai peran yang besar dalam proses menanamkan karakter pada anak dengan tidak hanya secara teoritis namun secara aplikatif. Penanaman karakter pada peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan sekolah baik dalam kegiatan akademik maupun ekstrakurikuler. Cara ini akan lebih efektif dan bermanfaat bagi kehidupan peserta didik dalam menghadapi tantangan di luar sekolah ke depannya. 3. Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan nyata, dimana anak harus menghadapi berbagai perbedaan dan permasalahan yang terjadi serta harus mampu mencari solusinya secara mandiri. Perlu adanya kerja sama antar anggota masyarakat dalam memberikan pembelajaran hidup bermasyarakat kepada anak. Dengan adanya kerja sama akan tercipta kehidupan masyarakat yang aman, nyaman dan kondusif, sehingga berbagai pelanggaran dan tindakan-tindakan negatif dapat ditangani bahkan dapat dicegah dengan baik.
97
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud. 2003. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Budiningsih, Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta : Asdi Mahasatya. Damayanti, Deni. 2014. Panduan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta : Araska. Eyre, Richard & Linda. 1995. Mengajar Nilai-Nilai Kepada Anak. Jakarta : Gramedia. Fakhry, Majid. 1996. Etika dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Fathurrohman, Pupuh, AA Suryana, & Fenny Fatriany. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung : PT Refika Aditama. Gaffar. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Islam. Makalah Pada Workshop Pendidikan Karakter Berbasis Islam. Yogyakarta. Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM Jogjakarta. Hermawan, Agus. 2015. Menggali dan Meneladani Ajaran Sunan Kalijaga (Kajian Sejarah dan Budaya Berbasis Pendidikan Karakter). Kudus : LPSK Kudus. Hidayah, Nur. 2015. Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan Islam. Skripsi Tidak Diterbitkan. Salatiga : Jurusan Pendidikan Agama Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga. Husen, Achmad, dkk. 2010. Model Pendidikan Karakter Bangsa : Sebuah Pendekatan Pembelajaran Monolitik di Universitas Negeri Jakarta. Jakarta : UNJ. Indianto, Dimas. 2015. Pendidikan Karakter Menurut Sunan Kalijaga. Tesis Tidak Diterbitkan. Yogyakarta : Program Studi Pendidikan Islam Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
98
Khaelany, Munawar J. 2014. Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa. Yogyakarta : Araska. Koesoema, Doni. 2011. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta : Grasindo. Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter, Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa. Bogor : Indonesia Heritage Foundation. Mundhur, Ibnu. tt. Lisan al Arab Jilid XI. Beirut : dar al Shodir. Muslich, Mansur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta : Bumi Aksara. Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter Pengintegrasian 18 Nilai Dalam Mata Pelajaran. Yogyakarta : Familia. Nasution, 2008. Teknologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara. Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Purwadi. 2015. Sufisme Sunan Kalijaga. Yogyakarta : Araska. Rahimsyah. 2008. Kisah Walisongo. Surabaya : Mulia Jaya. Rukhayati, Siti. 2011. Internalisasi Pendidikan Karakter. AtTarbiyah, 21(4):58. Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2014. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Saputra, Jhoni Hadi. 2010. Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga. Demak : Pustaka Media. Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Dasar. Jakarta : Gramedia. Sukardjo dan Ukim. 2009. Landasan Pendidikan : Konsep dan Aplikasinya. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
99
Sulistiono. tt. Kanjeng Sunan Kalijaga. Demak : Pelangi Publishing. Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press. Suwardi. 2011. Metode Evaluasi Pendidikan Karakter. AtTarbiyah, 21(2):20. Suwardono. 2007. Kisah Sunan Kalijaga. Bandung : CV. Nuansa Aulia. Taimiyah, Ibnu. 1995. Etika Beramar Ma‟ruf Nahi Munkar. Jakarta : Gema Insani Press. Tim Penyusun. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Umam, Khairul dan A Ahyar Aminuddin. 1998. Usul Fiqih II. Bandung : Pustaka Setia. Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Beserta Penjelasannya. 2003. Bandung : Citra Umbara. Wiyani, Novan Ardy. 2013. Membumikan Pendidikan Karakter di SD. Yogyakarta : AR-Ruzz Media. Ya‟qub, Hamzah. 1983. Etika Islam. Bandung : CV. Diponegoro. Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. 2012. Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta : Kencana. Zuchdi, Darmiyati, dkk. 2013. Pendidikan Karakter Konsep Dasar dan Implementasi di Perguruan Tinggi. Yogyakarta : UNY Press.
100
101
102
103
PERTANYAAN WAWANCARA MENGENAI KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT SUNAN KALIJAGA P : Apa pengertian budaya secara lengkap? Dan apakah budaya bisa menjadi media mendidik karakter seseorang? N : Menurut Prof. Koentjaraningrat bahwa budaya adalah hasil cipta, rasa dan karya manusia. Budaya tentu saja bisa menjadi media untuk mendidik karakter karena hasil budaya seperti lagu, puisi, pidato/ceramah, cerita, pakaian dan lain sebagainya. Hasil budaya tersebut tentunya mudah diterapkan melalui beberapa tahapan dan proses dari sosialisasi berlanjut internalisasi kemudian invitasi. P : Apa saja karya dan ajaran Sunan Kalijaga yang berisikan pendidikan karakter? N : sepengetahuan narasumber yang telah menelaah dan meneliti dari berbagai sumber referensi yang masyhur, karya Sunan Kalijaga yang berisikan pendidikan karakter adalah Tembang Lir-Ilir tentang ajaran syariat rukun Islam, Tembang Gundul-Gundul Pacul tentang kepemimpinan. Kemudian ajaran Sunan Kalijaga seperti filosofi Kupat, Gamelan, Wayang, Bedhug, dan lainnya merupakan sebuah bentuk pengajaran yang memuat ajaran bermakna akhlak. P : Apa saja makna dari karya dan ajaran Sunan Kalijaga yang relevan untuk menerapkan pendidikan karakter sekarang ini? N : karya Sunan Kalijaga yang relevan dan bermakna dalam menerapkan pendidikan karakter misalnya Tembang Lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul yang mengajarkan bagaimana menjalankan syariat rukun Islam dengan baik serta menjadi pemimpin yang baik. Nilai ajaran Sunan Kalijaga sarat akan nilai dakwah yang isinya lebih banyak fokus pada perilaku manusia. Implementasi ajaran Sunan Kalijaga untuk sekarang ini dilakukan dengan cara mentransformasikan sesuai perkembangan zaman yang tetap bersumber kepada Al-Qur‟an dan Hadis sehingga sudah relevan. P : Apakah bisa efektif untuk menerapkan pendidikan karakter melalui karya dan ajaran Sunan Kalijaga sekarang ini? N : saya kira bisa efektif, tinggal bagaimana kita mengemas, memodifikasi dan mentransformasikan nilai ajaran Sunan Kalijaga sesuai dengan kondisi sekarang. Misalnya Tembang Lir-ILir sekarang ini yang sering dibawakan oleh Kyai Kanjeng tetap diminati masyarakat. Masyarakat sekarang suka media sosial berbasis internet, jadi bisa memasukkan pendidikan karakter lewat itu.
104
P : Bagaimana implikasi pendidikan karakter dari Sunan Kalijaga di era globalisasi? N : Al-Qur‟an dan Sunah Nabi sebagai sumber utamanya dapat diafiliasikan dengan budaya lokal / setempat. Ajaran Sunan Kalijaga yang memuat ajaran Tasawuf Akhlaki, secara pelan-pelan akan masuk dan diamalkan sehingga sedikit mengurangi degradasi moral bangsa. P : Apakah ada ajaran Sunan Kalijaga yang tertulis di teks/buku asli? dan masih ada sampai sekarang? Beliau benar-benar membuat atau hanya mengubahnya sebagai media dakwah? N : Masih ada, tetapi berhubung bertuliskan Jawa kuno dan hanya bisa dilihat oleh ahli waris saja atau orang tertentu. Sunan Kalijaga adalah wali yang kreatif, inovatif dan kaya akan ide mencipta. Rata-rata karyanya yang terkenal sekarang beliau sendiri yang menciptakan. P : Apa penjelasan rinci mengenai Dewan Walisanga? Sebuah komunitas / apa? kalau iya kenapa berganti-ganti orang yang kalau dijumlah sebenarnya lebih dari 9 orang? Dan apakah benar kesembilan wali itu pernah bertemu dlm 1 waktu? N : Sebutan dewan wali asalnya dari kita sendiri yang menyebutnya. Ada empat periode wali yang komposisi 9 orang secara bergantian dipertanyakan karena wafat, kembali ke Arab dll. Bisa saja bertemu jika ada yang usianya panjang dan masih 1 periode. Poster-poster yang menggambarkan Walisanga sekarang ini hanya yang tokoh-tokoh Wali termasyhur. P : Apakah waktu itu ada syarat khusus bila ingin menjadi Wali? Mengingat sebenarnya para Wali itu saling bergantian pada tiap-tiap generasi? N : Ya pasti ada, menjadi Nabi / Rasul adalah hak prerogatif Allah yang tidak bisa diikhtiari, tetapi untuk menjadi Wali bisa diikhtiari dengan menempuh jalan ketakwaan, riyadhoh dan berakhlak mulia. Untuk penggantian Wali, diputuskan lewat sidang Walisanga apakah layak atau tidak. P : Apa saja Karomah yang konon pernah ditunjukkan secara langsung oleh Sunan Kalijaga? N : 1. Membaca Al-Qur‟an di Demak tetapi bisa didengar di Tuban. 2. Membuat Soko Tatal tiang masjid agung Demak. 3. Menentukan arah kiblat masjid Demak. P : Dimana saja penyebaran agama Islam yang dilakukan Sunan Kalijaga semasa hidupnya? N : Sunan Kalijaga disebut juga sebagai syekh Malaya / berkelana, jadi sebagian besar daerah di pulau Jawa khususnya di Jawa Tengah dan Barat pernah disinggahi beliau. Tempat persinggahan Sunan Kalijaga tersebut, sekarang biasa disebut Petilasan yang jumlahnya banyak tersebar. 105
P : Mengapa strategi penyebaran ajaran Islam harus dilakukan Sunan Kalijaga sedikit demi sedikit? Apa tidak berdosa bila masyarakat kala itu bisa memeluk Islam tetapi masih melakukan adat / kebiasaan lama dari agama hindu/budha? N : Adanya sinkretisme dan akulturasi budaya sengaja dilakukan Sunan Kalijaga, mengingat agama Hindu-Budha sudah ada. Sunan Kalijaga berprinsip bahwa seiring bertambah iman dan pahamnya masyarakat tentang Islam, maka bid‟ah, khurafat lama-kelamaan akan ditinggalkan dan nyatanya itu berhasil. P : Bagaimana keunikan cara penyebaran nilai-nilai luhur yang dilakukan Sunan Kalijaga di pulau Jawa? Bisa berikan contoh keunikannya? N : Ibarat seorang guru / dosen, Sunan Kalijaga dapat berperan sebagai apa saja mulai dari Dalang, Mubaligh, Tukang Pencari Rumput dan lain-lain. Peran yang banyak itulah dipakai berbagai media seni budaya seperti Wayang, Gamelan atau lainnya di saat yang lain hanya berceramah. P : Apakah foto Sunan Kalijaga yang sekarang ini di buku-buku dan internet merupakan foto asli beliau? Kalau iya apa bukti otentik yang dapat menguatkan bahwa itu foto asli? N : Foto yang terdapat pada poster-poster sekarang ini hanyalah ilustrasi gambar Walisanga, karena di abad itu belum ada foto termasuk Wali yang lain. P : Apa saja teladan yang dapat dipetik dari kehidupan Sunan Kalijaga untuk dijadikan pedoman hidup masyarakat Jawa khususnya orang Islam? N : Teladan yang dapat diambil dari seorang Tokoh Sunan Kalijaga, antara lain : 1. Seorang yang kreatif, sabar, inspiratif dan jenius. 2. Seorang yang amanah dengan menjaga tongkat selama 3 tahun. 3. Seorang Da‟i yang ulet, tangguh dan ikhlas. 4. Seorang Wali besar, meskipun berasal dari keluarga bangsawan tetapi tidak mau menggantikan ayahnya menjadi bupati.
Keterangan : P = Penanya N = Narasumber (Bapak Agus Hermawan, M.A.)
106
Proses Wawancara dengan Bapak Agus Hermawan, S.Pd.I.,M.A.
Foto Bersama dengan Bapak Agus Hermawan, S.Pd.I.,M.A., Selaku Narasumber
107
DAFTAR NILAI SKK Nama
: Much Aulia Esa Setyawan
NIM
: 111-12-225
Dosen PA
: Maslikhah, S.Ag., M.Si.
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
108
109
110
111