PENDIDIKAN GEOGRAFI DI INDONESIA MENUJU PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA Oleh: Prof. Dr. Totok Gunawan, M.S. Fakultas Geografi UGM ABSTRAK Geografi (sejarah) sebagai sumber pembentukan karakter bangsa, pendidikan geografi (jati diri geografi) membentuk watak manusia Indonesia, beberapa permasalahan penyebab jati diri bangsa memudar. Refleksi kebangsaan kembali ke jati diri bangsa Indonesia: mencetak geograf muda potensial, unggul, dan mandiri. Strategi geografi menyatukan bangsa Indonesia melalui pendidikan geografi (jati diri geografi): suatu tantangan dan peluang. Keprofesionalan pendidikan geografi (prospektif) ke depan mampu mencetak profesi-profesi geografi Indonesia (potensi geografi Indonesia) menuju abad 21 Asia. Aktualisasi dan implementasi pendidikan geografi (kontekstual) meningkatkan pengetahuan dan pemahaman geografi Indonesia secara utuh. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman geografi Indonesia kepada seluruh bangsa Indonesia menjadi dasar pembentukan karakter bangsa dan sekaligus menjadi basis kedaulatan bangsa. Pendidikan geografi berbasis sistem informasi geografi dan penginderaan jauh mampu menciptakan sistem informasi spasial digital wilayah/daerah menjadi perangkat ampuh dalam perencanaan pengembangan wilayah dan penyusunan sistem informasi lingkungan. Pendidikan geografi (jati diri geografi) menjadi syarat mutlak bagi pendidikan karakter bangsa Indonesia. Kata Kunci: Pendidikan Geografi, Karakter Bangsa, Jati Diri Geografi, Jati Diri Bangsa, Penginderaan Jauh, Sistem Informasi Geografi, Perencanaan Pengembangan Wilayah, Sistem Informasi Lingkungan.
1|Rumah Suluh
GEOGRAFI (SEJARAH) SEBAGAI SUMBER PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA Ketika Geografi Indonesia sudah tidak dikenalkan kepada bangsa Indonesia secara menyeluruh, yang paling dulu terjadi adalah buta wilayah dan/atau ketidakpedulian terhadap wilayah Indonesia yang berakhir pada kehilangan identitas diri (karakter bangsa). Sebab pada hakekatnya , geografi Indonesia menjadi induk ibu pertiwi (sentral) dan perisai diri dalam setiap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sejarah (kuno) menunjukkan bahwa pada abad XII pada zaman keemasan Kerajaan Singasari (Jawa Timur) yang dipimpin oleh Sang Raja Kertanegara telah dapat menyatukan “Wilayah Nusantara” (Negarakertagama Canto 42) yang meliputi Malaysia, Champochea, China (Champa), Philipina, dan sekitarnya. Surutnya Kerajaan Singasari kemudian diteruskan oleh Kerajaan Majapahit Yang dipimpin oleh Sang Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gadjah Mada (dengan ketenaran dalam Sumpah Palapa), walaupun tidak seluas “Wilayah Nusantara”, pengaruh budaya Kerajaan Majapahit masih membawa keharuman dan kewibawaan Bangsa Indonesia. Apabila diambil hikmahnya pemikiran kedua Raja Besar tersebut telah menjangkau wilayah geografi (Wilayah Nusantara) sebagai satu kesatuan budaya dengan tujuan membentuk karakter bangsa Indonesia. Surutnya Kerajaan Majapahit berdiri Kerajaan Mataram, bangsa Indonesia dapat dikuasai oleh penjajah asing, mulailah terpecah-pecah, terkotak-kotak, dan terkoyak-koyak oleh penjajahan Kolonialis Belanda. Dengan daya tipunya yang hebat Mataram dipecah menjadi dua, yaitu Mataram Surakarta Hadiningrat dan Mataram Ngayogyokarta Hadiningrat (pada abad XVII atau Tahun 1755). Wilayah geografi Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda telah terpetak-petak, sedikit demi sedikit, sejengkal demi sejengkal dikuasai dengan cara sebagai upah atau pengganti atas kebaikannya dalam memberikan bantuan untuk dapat mengalahkan saudaranya (bangsa) sendiri. Belanda berhasil memecah belah wilayah geografi Indonesia untuk merusak jati diri (karakter) bangsa Indonesia. Akhirnya pihak Belanda dapat menguasai 2|Rumah Suluh
seluruh wilayah Indonesia, kecuali yang telah dikuasai oleh penjajah lain seperti bangsa Jepang, Portugis, dan Inggris. Cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan simpati raja-raja di Indonesia adalah dengan cara memihak yang lemah, dan dengan cara liciknya akan memberikan batuan asal ada upahnya yang berupa sebidang lahan. Bangsa Indonesia tidak sadar oleh tipu daya penjajah Belanda karena cara yang digunakan sepertinya betul-betul membantu padahal senjata yang digunakan adalah politik “memecah belah” dan/atau “adu domba” dan/atau “kambing hitam” dan/atau “sapi perahan” dan masih banyak lagi tipu muslihat yang dimilikinya. Politik “adu domba” dan politik “memecah belah”, dan lain-lainnya tersebut terus berkembang dan menjadi lahan subur bagi penjajah Belanda untuk semakin menginjak-injakkan kakinya di wilayah geografi Indonesia. Belanda dapat bertahan cukup lama hingga mencapai 3 (abad) lebih mampu bertengger dan mampu menebarkan politik “devide et impera” ke seluruh wilayah geografi Indonesia, sehingga tidak aneh apabila kelicikannya itu dapat merasuk kesanubari bangsa Indonesia, dan ekstremnya justru dapat menghasut dan membentuk karakter bangsa Indonesia hingga dalam menularkan faham kelicikan. Sejak tahun 1948 melalui Serangan 1 (satu) Mei (SO satu Mei) Pemerintah Indonesia (di Yogyakarta) dapat mengusir Belanda keluar dari Bumi Indonesia yang dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwana IX (HB IX). Hasrat yang menyala-nyala untuk mengusir penjajah Belanda, beliau (HB IX) sadar harus dapat membangkitkan jiwa bangsa Indonesia melalui pendidikan, sampai-sampai tahun 1950-an mengikhlaskan kerajaannya (Kraton Sitinggil) dan Ndalem Kapangeranan untuk mendidik bangsa Indonesia guna membakar semangat juang melawan dan mengusir penjajah dari Bumi Indonesia. Kraton Sitinggil digunakan untuk pendidikan hukum-ekonomi-sospol (HESP), Ndalem Kapangeranan di Kompleks Ngasem (Konga) untuk pendidikan Kedokteran, dan Ndalem Kapangeranan di Wijilan dan Yudonegaran untuk pendidikan sastra dan geografi. Tujuan utama pendidikan-pendidikan tersebut untuk membentuk watak manusia Indonesia agar tetap menjaga dan mempertahankan jati diri bangsa 3|Rumah Suluh
sebagai karakter bangsa Indonesia. Hal ini berlangsung hingga 10 tahunan (tahun 1960-an) Universitas Gadjah Mada (UGM) diberikan “tanah perdikan” di tengah bulak Mbarek-Sekip Utara yang dibangun sumur di tengah-tengahnya sehingga kemudian dikenal dengan kompleks Sekip-Bulaksumur sampai sekarang. Tahun 1950-an Pendidikan Geografi masih ikut Fakultas Sastra, Filsafat, dan Paedagogik kemudian tahun 1963 berdiri sendiri sebagai Fakultas Geografi UGM. Pada saat berdirinya Fakultas Geografi UGM masih harus dibantu dan diperkuat oleh ahliahli lain di luar geografi untuk mendidik dan membina geograf-geograf muda bahkan harus mengundang dari ahli asing (Belanda, India, dan lain-lain). Kita review kembali ke masa revolusi (sebelum 1945) Bung Karno dan Bung Hatta sebagai proklamator terus menerus mendengung-dengungkan bagaimana cara menjaga stabilitas dan konsistensi serta komitmen yang tinggi dalam menjujung atau mengangkat “jati diri bangsa” Indonesia. Beliau berdua berjuang terus untuk tetap mempertahankan “kedaulatan negara” agar tidak diinjak-injak oleh bangsa lain dengan cara mempertahankan wilayah Indonesia dengan semboyan “sak doemoek batoek senjari boemi” dan dalam membela negara diperjuangkan “sampai titik darah yang penghabisan”. Akhirnya dengan semboyan “merdeka doeloe oeroesan peroet (kendil) kemoedian” Bung Karno dan Bung Hata mengajak bangsa Indonesia untuk menyatakan “Proklamasi Kemerdekaan Indonesia” (Indonesia merdeka) tanggal 17 Agustus 1945. Bung Karno dalam membina dan membentuk “karakter bangsa” Indonesia sejak dari Kota Yogyakarta yang digunakan sebagai tempat memimpin Indonesia (Ibukota Negara). Begitu pedulinya terhadap pendidikan karakter bangsa kemudian diberikan oleh UGM gelar Dr. HC. Ir. Soekarno, sehingga kemudian pada tanggal 19 Desember 1959 menandatangani prasasti peresmian pembangunan Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada. Dalam perjalanan sejarah Indonesia pada Pemerintahan Presiden I RI (Bung Karno) konsep mempertahankan wilayah geografis NKRI berusaha untuk tetap dikuasai. Perjuangan Trikora (Tri Komando Rakyat) berhasil mengembalikan wilayah Irian Barat (Papua), walaupun wilayah Kalimantan (Malaysia) belum dapat dikembalikan ke NKRI. Puncak perpindahan budaya dan memudarnya jati diri bangsa terjadi pada saat peristiwa Gerakan Tiga Puluh September (Gestapu, G 30 4|Rumah Suluh
S) yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Bung Karno dilengserkan atau digantikan oleh Presiden II RI (Bung Harto) mengubah jati diri bangsa dengan cara membuka masuknya faham asing (Amerika) untuk menguasai budaya dan teknologi. Bangsa Indonesia (pemuda-pemudi) dari tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi mulai tidak mengenali wilayah geografi Indonesia. Puncak kekacauan bangsa Indonesia terjadi pada tahun 1998 melahirkan era Reformasi dan dibarengi lengsernya Bung Harto digantikan oleh Presiden III RI (Bung Habibie). Kehilangan sebagian wilayah NKRI terjadi pada saat pemerintahan Bung Habibie dengan ditandai oleh lepasnya sebagian wilayah Kepulauan Timor menjadi Negara Merdeka Timor Leste. Kekacauan demi kekacauan terjadi dengan munculnya Gerakan Aceh Merdeka (GPM), Gerakan Papua Merdeka (GPM), dan hampir saja hilangnya Keistimewaan Yogyakarta akan memicu memudarnya kesatuan dan persatuan Indonesia. Memudarnya jati diri bangsa Indonesia dan mengubah watak manusia Indonesia masih terasa hingga sekarang di era Pemerintahan Presiden 6 RI (Bung Susilo Bambang Yodoyono, SBY).
PENDIDIKAN GEOGRAFI MEMBENTUK WATAK MANUSIA INDONESIA: MENCETAK GEOGRAF MUDA POTENSIAL, UNGGUL, DAN MANDIRI Pendidikan geografi dengan karakter utamanya yang berupa “Jati Diri Geografi” menjadi senjata untuk membentuk watak manusia Indonesia dan bahkan mampu mencetak geograf-geograf muda potensial, unggul, dan mandiri. Pengetahuan dan pemahaman “Jati Diri Geografi” yang disebarluaskan kepada seluruh bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke menimbulkan rasa cinta dan rasa handarbeni wilayah NKRI secara utuh menyeluruh. Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang ditebarkan melalui pendidikan geografi Indonesia dengan prinsip “Bhineka Tunggal Ika” sebagai salah satu pilar utama akan mampu mengembalikan jiwa dan karakter bangsa kepada “Jati Diri Bangsa” Indonesia. “Jati Diri Geografi” sebagai dasar pendidikan geografi di Indonesia dapat menjadi pedoman dan/atau panduan bagi pengembangan ILMU GEOGRAFI di 5|Rumah Suluh
seluruh wilayah Indonesia. Jati Diri Keilmuan Geografi yang dapat diteladani mencakup (1) OBJEK KAJIAN: Wilayah (Region) sebagai aktualisasi pendidikan adalah Geografi Regional Indonesia, (2) PENDEKATAN KAJIAN: (a) Spasial (Keruangan), (b) Ekologikal, dan (c) Kompleks Kewilayahan, (3) PENEKANAN KAJIAN: (a) Lokasi (location), (b) Tempat (place), (c) Ruang (space), (d) Skala (scale), dan (e) Waktu (temporal), (4) DOMAIN KAJIAN: (a) Hubungan ManusiaManusia, (b) Hubungan Manusia-Lingkungan, (c) Hubungan LingkunganLingkungan, (5) ANALISIS KAJIAN: (a) Verbal, (b) Manual/Kualitatif, (c) StatistikalMatetatikal, (d) Deskriptif-Koqnitif. Bagaimana mengaktualisasikan “Jati Diri Keilmuan Geografi” tersebut adalah dengan melakukan penguasaan, pemahaman, pendalaman, dan pengimplementasian wilayah geografi Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Sebagai contoh apa yang dikemukakan dalam pidato pengukuhan profesor Muhammad Baiquni yang bertemakan “Paradigma Archipelago: Perspektif Geografi Regional Dalam Mengelola Keragaman Wilayah Kepulauan dan Kelautan Indonesia” merupakan contoh aktualisasi pendidikan Jati Diri Keilmuan Geografi di Indonesia. Ke 5 (lima) “Jati Diri Geografi” tersebut dapat digunakan sebagai deskriptor pendidikan geografi daLam mencetak watak manusia Indonesia dan untuk mengingatkan kembali “Jati Diri Bangsa” Indonesia dalam proses pembentukan kembali “Karakter Bangsa”. Peluang dan tantangan geografi Indonesia para geograf-geograf muda harus dapat mengisi dan menjawab apa dan dimana peran penting pengembangan keilmuan geografi dalam pembangunan Indonesia. Oleh karena itu tugas utama geograf-geograf muda ke depan adalah harus mengawal dan mengamalkan “Jati Diri Keilmuan Geografi” untuk membawa kiprah geografi di Indonesia (nasional) dan internasional. Tunjukkan dimana keunggulan keilmuan geografi dan tunjukkan anda sebagai geograf yang unggul di kancah para ilmuan secara mandiri sehingga geograf-geograf muda tampak menonjol dibutuhkan masyarakat luas dan pemerintah. Di era Indonesia sedang membentuk kabinet baru kepemimpinan Presiden VII RI (JOKOWI-JK) yaitu “Kabinet Indonesia Hebat” geograf-geograf muda potensial perlu mendukung sepenuhnya program-program ke depan. Geografi mempunyai senjata ampuh untuk memotong dan menjelajah 6|Rumah Suluh
wilayah daratan, kelautan, dan kedirgantaraan, yaitu keilmuan Geografi, Keilmuan Lingkungan, Keilmuan Penginderaan Jauh, dan Keilmuan Pengembangan Wilayah sebagai perangkat kuat untuk membantu program-program yang dicanangkan oleh “Kabinet Indonesia Hebat”.
STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KEILMUAN GEOGRAFI GUNA MENGANGKAT KEPROFESIONALAN PENDIDIKAN GEOGRAFI INDONESIA
Guna mengangkat keprofesionalan pendidikan geografi di Indonesia diperlukan strategi dan kebijakan pengembangan keilmuan geografi yang mendasar dan komprehensif pada setiap institusi pendidikan geografi di seluruh Indonesia. Kesepakatan mufakat dan kompromi harus dibangun secara bersama untuk membuahkan hasil penyeragaman persepsi terhadap “Jati Diri Keilmuan Geografi” yang diyakini secara nasional. Beberapa hal yang perlu disepakati bersama antarinstitusi pendidikan geografi antara lain: (1) Pemantapan kurikulum sesuai dengan kompetensi dan spesifikasi dasar serta kemampuan sumberdaya manusia pendukung; (2) Penyamaan persepsi dan pengimplementasian jati diri keilmuan geografi di Indonesia; (3) Mencetak geograf-geograf muda potensial sebagai pemimpin terdepan yang unggul dalam pemahaman kewilayahan geografi Indonesia; (4) Sosialisasi penguasaan, pemahaman, dan pendalaman informasi geografi wilayah sebagai sumberdaya pembangunan; (5) Membangun jaringan kerjasama ilmiah secara regional, nasional, dan internasional dalam Tri Darma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat). (6) Menjalin kerjasama dalam hal seminar-seminar, lokakarya (workshop) dan publikasi ilmiah tingkat regional, nasional, dan internasional. 7|Rumah Suluh
Selain beberapa hal yang dapat dilakukan seperti tersebut diatas untuk keperluan konsolidasi diperlukan wadah yang mampu menampung aspirasi masyarakat geografi Indonesia (MGI) melalui lembaga “Forum Dekan” Institusi Pendidikan Geografi di Indonesia. Tugas utama Forum Dekan antara lain menampung dan mensosialisasikan perkembangan keilmuan geografi agar tidak terjadi perbedaan (gap) yang cukup mencolok diantara pendidikan geografi satu dan pendidikan geografi yang lain di Indonesia. Kekompakan dan solidaritas antarpendidikan geografi di Indonesia harus dijaga dan dibangun untuk menepis informasi yang tersebar bahwa pendidikan geografi di Indonesia belum seragam. Suatu ide dan gagasan baru yang terlontar dalam workshop pertama yang bertema “Pengembangan Pendidikan Keilmuan Geografi” yang diadakan oleh Fakultas Geografi UGM pada tanggal 6-7 Agustus 2014 adanya wacana untuk membentuk “PROFESI GEOGRAFI INDONESIA (PGI)”. Setelah menyelesaikan pendidikan Sarjana (S1) diberikan pendidikan keprofesionalan geografi selama minimal satu tahun sehingga mendapatkan gelar PROFESI GEOGRAFI. Dalam forum seminar PIT IGI tahun 2014 ini dapat disepakati dahulu tentang ide gagasan pencetakan PROFESI GEOGRAFI, sedang persyaratan, kriteria, dan kurikulum keprofesionalan geografi dapat dipikirkan lebih lanjut.
AKTUALISASI DAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN GEOGRAFI DALAM PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN PEMAHAMAN WILAYAH GEOGRAFI INDONESIA SEBAGAI DASAR PEMBENTUKAN KARAKTER DAN KEDAULATAN BANGSA
Dalam mengaktualisasi dan mengimplementasikan pendidikan geografi guna meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang wilayah geografi Indonesia sekaligus menjadi dasar pembentukan karakter bangsa dan kedaulatan bangsa sehingga tidak mudah dihasut oleh faham-faham asing yang bertujuan menceraiberai nilai-nilai kebangsaan. Pengimplementasian “Jati Diri Keilmuan Geografi” 8|Rumah Suluh
dan aktualisasi pemahaman “peta wilayah geografi Indonesia” yang menggambarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), seperti ditunjukkan pada Gambar 1 merupakan syarat mutlak bagi pembentukan karakter bangsa dan kedaulatan bangsa Indonesia.
Gambar 1. Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (BIG, 2014)
Estafet kepemimpinan Presiden I RI hingga Presiden VI RI akhirnya menghasilkan wilayah geografi Indonesia (Gambar 1) sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus dipertahankan (sebagai harga mati) jangan sampai terulang akan kehilangan sebagian wilayah geografi Indonesia lagi. Kehilangan kepercayaan diri bangsa Indonesia harus terangkat kembali dengan kepemimpinan Presiden VII RI terpilih (JOKOWI-JK) melalui perjuangan “Kabinet Indonesia Hebat”. Salah satu program yang mendesak bagi bangsa Indonesia dalam menjaga kewibawaan dan keutuhan NKRI sebagai bangsa yang berkepribadian mandiri adalah menjaga wilayah perbatasan RI. Bangsa Indonesia harus mampu menjaga pulau-pulau terluar yang berbatasan dengan wilayah negara tetangga, baik yang berupa batas daratan (Malaysia, Timor Leste, dan
9|Rumah Suluh
Papua New Guinea) dan yang berupa batas laut/lautan (Pilippina, Singapura, Vietnam, Thailand, Palau, Australia, India). Pengimplementasian pemahaman wilayah geografi Indonesia yang berbatasan dengan 10 wilayah negara asing tersebut menjadi tugas bangsa Indonesia untuk menjaga kedaulatan negara. Pengetahuan dan pemahaman kemaritiman dan kepulauan di Indonesia harus diperkuat dan disosialisasikan ke seluruh bangsa Indonesia. Keilmuan Geografi Kewilayahan (regional geography) yang diperkuat dengan ilmu Penginderaan Jauh (remote sensing technology) dan ilmu Lingkungan (environmental sciences) merupakan perangkat kuat untuk mengaktualisasikan pemahaman dan penguasaan wilayah geografi Indonesia yang sebagaian besar berupa wilayah maritim. Kepedulian Alumni UGM terhadap permasalahan urgen tentang permasalahan kemaritiman Indonesia melalui Munas ke 12 Kagama tanggal 6-9 November 2014 di Sulawesi Utara dengan tema “Revitalisasi Negara Maritim Yang Berdaulat”. Dengan ilmu dan teknologi Penginderaan Jauh mampu menggambarkan dan menjelaskan wilayah geografi Indonesia mulai dari Sabang hingga Merauke untuk mengetahui potensi sumberdaya alam berikut kendala-kendala yang dihadapi sehingga dapat digunakan untuk pemantauan apabila terjadi kehilangan atau pencurian oleh bangsa asing. Dengan ilmu dan rekayasa Lingkungan mampu mengembalikan kerusakan dan kehilangan fungsi sumberdaya alam sebagai modal dasar pembangunan sehingga mampu menjaga keseimbangan ekosistem daratan, laut, dan atmosfer sebagai satu kesatuan ekosistem dunia khususnya di wilayah geografi Indonesia. Dengan kata lain dengan Keilmuan Geografi dengan segala ilmu-ilmu pendukungnya mampu menyatukan bangsa di wilayah NKRI.
PENDIDIKAN GEOGRAFI (JATI DIRI GEOGRAFI) MENJADI SYARAT MUTLAK BAGI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA INDONESIA
10 | R u m a h S u l u h
Akhirnya dapat diambil sarinya bahwa sebagai “Landasan Filosofi” berlandaskan sejarah geografi (kuno) telah ditanamkan oleh pendahulupendahulu bangsa Indonesia sejak abad XII (Kerajaan Singasari) yang dapat menyatukan wilayah geografi Indonesia menjadi “Wilayah Nusantara” dan masih dapat diteruskan hingga abad XVI (Kerajaan Majapahit) dengan sedikit pelepasan wilayah, serta mulai memudar karakter kebangsaan Indonesia mulai abad XVII dengan ditandai pecahnya wilayah Mataram menjadi dua, yaitu Mataram Surakarta Hadiningrat dan Mataram Ngayogyokarta Hadiningrat. Pada zaman Revolusi Bung Karno dan Bung Hatta sekuat tenaga dengan gagah berani memimpin bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945). Selama 20 tahun (1945-1965) Bung Karno mengalami pasang-surut dengan pembantu-pembantunya mempertahankan “Jati Diri Bangsa” untuk menjaga keutuhan “Kedaulatan Bangsa dan Negara” dari hasutan-hasutan internal (bangsa Indonesia) maupun eksternal (bangsa asing). Selama 32 tahun (19661998) Bung Harto dengan bingar-bingar membuka politik luar negeri memutar 180 derajat dengan filosofi Bung Karno dengan tidak perlu mempertahankan “Jati Diri Bangsa” dan dengan tidak malu-malu menjual “Kedaulatan Bangsa dan Negara” Indonesia. Dengan mengintruksikan “Kebijakan Impor” pangan dari pada “Kebijakan Memproduksi Sendiri” sehingga mengalirlah barang-barang impor dan mematikan (membunuh) barang-barang produksi sendiri, akibatnya adalah terjadinya pembodohan dan pengangguran bangsa Indonesia. Selama 15 tahun (1999-2014) estafet Kepemimpinan Presiden RI (III-VI) begitu tertatih-tatih untuk mengembalikan “Jati Diri Bangsa” dan keutuhan “Kedaulatan Bangsa dan Negara” diluar keberhasilan-keberhasilan pembangunan yang lain yang terlihat kamuflase merupakan hasil kinerja bangsa Indonesia, namun sebenarnya dibelakang layar adalah bukan tangan-tangan bangsa Indonesia. Dengan tidak terasa “Jati Diri Bangsa” Indonesia telah memudar dan keutuhan “Kedaulatan Bangsa dan Negara” Indonesia telah terkoyak-koyak terbuka di depan mata telah terampas hak kemerdekaan bangsa Indonesia dalam segala hal dan segala lini pembangunan. Peluang dan Tantangan ke depan (2014-2019) Presiden RI VII Terpilih (JOKOWI-JK) harus dapat menyusun strategi dan kebijakan 11 | R u m a h S u l u h
untuk menyelamatkan bangsa Indonesia dari keterpurukan dan kemerosotan moral bangsa. Perguruan Tinggi Indonesia (PTI) sudah mulai menyadari kebutuhan untuk mencetak “Manusia Mandiri” sebagai “Landasan Empiris” dengan cara membangun kurikulum berbasis kepemimpinan (managerial dan leaderships) dan kewirausahaan (enterpreunerships) serta keahlian-keahlian ketrampilan (soft skill) dan keahlian-keahlian terapan (applied sciences). Pendidikan geografi dengan “Jati Diri Keilmuan Geografi” mampu memenuhi kebutuhan untuk mencetak “Manusia Mandiri”. Seorang Kepala Wilayah yang akan memimpin wilayahnya seharusnya mampu menguasai sebaran potensi sumberdaya alam dan lingkungan wilayah yang dipimpinnya. Dengan alasan tersebut maka sudah selayaknya apabila “Pendidikan Geografi” menjadi syarat mutlak bagi pendidikan karakter bangsa Indonesia. Pemerintah Indonesia sudah melupakan prinsip “link and match”, sangat disayangkan apabila penempatan pegawai (sarjana) tidak sesuai dengan kompetensi dan spesifikasi dasar sehingga banyak yang tidak menguasai pekerjaannya. Dengan model penempatan pegawai (sarjana) yang tidak sesuai dengan kompetensi dan spesifikasi lulusan (the wrong man on the right place) akan membuat tidak percaya diri (minder) dan akhirnya tidak dapat menjadi “Manusia Mandiri”. Karakter bangsa Indonesia yang masih berbasis kepentingan golongan (koalisi partai) masih agak jauh untuk menggapai cita-cita bangsa Indonesia untuk mencetak konsep kebersamaan. Jiwa persatuan dan kesatuan bangsa yang diikrarkan pada setiap upacara kenegaraan walaupun diucapkan seribu kali pun selama jiwa dan raga kita tidak bersatu selamanya tidak akan tercapai cita-cita mempertahankan kedaulatan bangsa Indonesia.
PERWUJUDAN PANDANGAN MASA DEPAN BANGSA DAN NEGARA: MENUJU PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA Pembentukan karakter bangsa yang dimanifestasikan ke dalam “Mencetak Manusia Mandiri” bangsa Indonesia diperlukan “landasan Ideologi” Visi dan Misi sebagai pedoman yang dipakai sebagai landasan berpijak. 12 | R u m a h S u l u h
VISI Visi mencetak “Manusia Mandiri” adalah membangun bangsa (manusia) yang berpendirian kuat (teguh), berpandangan dan berpikiran maju (visioner), menjadi pemimpin yang tegas dan cerdas, berdedikasi dengan berkepribadian luhur dan berjiwa Pancasila, serta selalu berpihak kepada kepentingan rakyat.
MISI (1) menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang mendukung dan mendorong pendidikan sebagai basis pengembangan budaya dan teknologi inovatif dan kreatif; (2) mendukung kepemimpinan yang berpandangan ke maju (visioner) membangun pendidikan yang konseptual dan kontekstual berbasis sistemik, adaptif, dan dinamis berwawasan lingkungan, berkelanjutan, dan berbasis masyarakat; (3) mencetak jiwa pemimpin yang mempunyai ketegasan dalam pengambilan keputusan secara cerdas dan berani menghadapi resiko atas keputusannya tanpa keraguan mencermunkan pertanggungjawaban; (4) mengemban tugas mendasarkan hatinurani, jiwa, dan pribadi luhur dan berwibawa, berasas tunggal Pancasila sebagai landasan ideologi dalam setiap pemahaman, pendalaman, dan tindakan dalam pengamalan bagaikan seluas daratan, sedalam lautan, dan setinggi langit; (5) mengutamakan semua kepentingan pendidikan karakter bangsa diatas kepentingan golongan (partai) tidak memilah-milah atas nama masyarakat apapun dan dimanapun sebagai aset sumberdaya manusia Indonesia yang berkelanjutan. Untuk mendukung perwujudan masa depan bangsa dan negara yang berjiwa dan berkepribadian sesuai dengan asas tunggal Pancasila dengan kesadaran diri (internally driven) dan jiwa pendidikan yang menjadi agen (driving force), masyarakat Indonesia mampu merajut (merakit) masa lalu dan menapak masa depan mendukung Program Kabinet Indonesia Hebat (201413 | R u m a h S u l u h
2019). Melalui pendidikan karakter bangsa Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menyusun Garis besar Haluan Pendidikan (GBHP) sebagai pedoman jajaran eksekutif dalam menjalankan proses pembelajaran berbasis pada Undang-Undang Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 64 tentang Statuta UGM. Dengan telah ditetapkannya Statuta UGM kemudian dirinci ke dalam Organisasi Tata Kelola (OTK) Majelis Wali Amanat (MWA) memperjelas bagaimana dan kemana pendidikan menapak. Bagaimana UGM melalui pendidikan geografi mencetak “Manusia Mandiri” dalam pembentukan karakter bangsa dalam rangka menapak perwujudan masa depan, antara lain: (1) menapak pendidikan geografi UGM “Kekeluargaan” : sistem pendidikan dan pembelajaran menggunakan paradigma baru dengan menekankan lebih kepada “Kebebasan Akademik” agar anak didik lebih profesional, cerdas, dan berani mengutarakan pendapat serta peka (respon) terhadap fenomena yang terjadi tercermin dalam jiwa “Manusia Mandiri” yang tidak mudah terpengaruh budaya asing yang masuk; (2) menapak pendidikan geografi UGM “Berkebudayaan” : sistem pendidikan dan pembelajaran diarahkan kepada paradigma baru yang menunjukkan sebagai “Pusat Kebudayaan” agar anak didik lebih tampak menjiwai dan menjadi ujung tombak pengembang kebudayaan serta melekat pada jiwa “Manusia Mandiri” yang tidak mudah dikaburkan dan dikuasai oleh budaya asing yang masuk; (3) menapak pendidikan geografi UGM “Berperadaban” : sistem pendidikan dan pembelajaran diarahkan kepada paradigma baru yang menunjukkan sebagai “Manusia Beradab” agar tercermin pada anak didik sebagai “Manusia Mandiri” yang lebih arif dan bijaksana agar mampu melawan peradaban asing yang masuk yang tidak sesuai dengan peradaban bangsa Indonesia; (4) menapak pendidikan geografi UGM “ Ber Jati Diri Manusia (Bangsa)” : sistem pendidikan dan pembelajaran diarahkan untuk memperkuat dalam pengamalan “Jati Diri Geografi” agar anak didik sesuai dengan kompetensi 14 | R u m a h S u l u h
dan spesifikasi lulusan yang mempunyai (a) memiliki kesamaan persepsi, sikap, dan perilaku, (b) memiliki rasa tanggungjawab yang sama dalam menjunjung tinggi kedaulatan dan martabat bangsa Indonesia, (c) memiliki jiwa kekeluargaan, kebudayaan, peradaban sebagai ciri khas kompetensi lulusan pendidikan geografi, (d) memegang prinsip pendidikan kerakyatan tidak membeda-bedakan calon mahasiswa (multi-entry) menghasilkan anak didik yang bersifat pruralitas dalam mencetak “Manusia Mandiri” yang berwawasan kebangsaan (nation competitiveness). Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) lebih khusus UGM sebagai PTNBH harus berani mengambil langkah maju dalam menetapkan kebijakan dan strategi dalam “Mencetak Manusia Mandiri” Universitas Gadjah Mada (M3UGM). Kementerian P dan K harus menjadi sektor depan (leading sector) membuat “Nota Kesepakatan” bersama kementerian terkait sebagai partnership, baik dalam pengembangan pendidikan spesialis atau pun profesional termasuk dalam pendanaan. Kebijakan dan strategi mempertahankan penempatan kompetensi lulusan harus didasarkan pada prinsip “link and match” agar lulusan (output) pendidikan tinggi sesuai dengan outcome yang tepat sasaran meletakkan posisi sesuai dengan bidang kerja (placed the right man in the right place). Kesempatan terakhir yang diharapkan bangsa Indonesia hanya melalui pendidikan geografi untuk mengubah karakter bangsa yang telah memudar (saat ini) untuk mengubah mental dan moral (revolusi mental) bangsa Indonesia. Fakultas Geografi UGM sanggup dan siap sebagai fakultas pembina untuk bersama-sama membenahi kurikulum pendidikan geografi di Indonesia guna memantapkan “Jati Diri Keilmuan Geografi” untuk menyamakan persepsi dalam pemahaman dan pendalaman pendidikan keilmuan geografi. Kebijakan dan strategi untuk mewujudkan masa depan pendidikan geografi yang unggul dan siap pakai (profesional) harus dimiliki oleh setiap industri pendidikan geografi sebagai ujung tombak pembangunan nasional Indonesia. Aktualisasi dan pengimplementasian keilmuan geografi harus mampu mencapai ke lapisan bawah, masyarakat pedesaan membutuhkan uluran tangan 15 | R u m a h S u l u h
para sarjana untuk masuk desa (Program Sarjana Masuk Desa, SMD). Masyarakat pedesaan memerlukan bimbingan dan arahan praktek yang baik dan benar (best practices) agar tidak mudah terprovokasi oleh program-program asing (import) yang sebenarnya hanya mencetak “Manusia Ketergantungan” yang bertujuan pembodohan masyarakat. Bangsa Indonesia akan kehilangan momentum dan generasi penerus akibat otak manusia bangsa Indonesia telah dicuci oleh budaya asing yang diimpor ke bumi Indonesia yang sebenarnya tidak sesuai dengan jiwa dan pribadi budaya bangsa Indonesia. Pesan utama untuk perwujudan masa depan bangsa dan negara Indonesia dalam pembentukan karakter bangsa yang telah memudar dan mampu mengubah pemikiran manusia dengan cara yang luar biasa (begitu cepat) harus dilawan dengan cara revolusi mental dengan cara yang cepat/luar biasa yang bersifat di luar cara-cara biasa (extraordinary manner). Oleh karena itu melalui PIT IGI ke XVII dengan tema “Potensi Geografi Indonesia Menuju Abad 21 Asia” saya mengajak para geograf dari Sabang sampai Merauke untuk bersatu padu secara serentak menyuarakan pembaruan pemikiran (revolusi mental) untuk meninggalkan budaya impor kembali kepada budaya berdikari untuk “Mencetak Manusia Mandiri” Bangsa Indonesia (M3 Bangsa Indonesia), “Amin ya robbal alamin”. SEMOGA GEOGRAFI INDONESIA TETAP JAYA DAN UNGGUL DI INDONESIA (NUSANTARA).
REFERENSI Gunawan, T., 2008a. Substansi dan Kompetensi Pembelajaran Geografi. Seminar Nasional. PIT - IGI, Jurusan Geografi Unimed. Medan. Gunawan, T., 2008b. Geografi dan Kiprahnya di Indonesia. Kuliah Umum. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
16 | R u m a h S u l u h
Gunawan, T., 2009. Peranan Geografi Dalam Menyatukan Indonesia. Kuliah Umum. FIS-UNY. Yogyakarta. Gunawan, T., 2010. Peran profesional Geografi Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Kuliah Umum. PIT-IGI. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta. Gunawan, T., 2012. Peran Guru Geografi Dalam Membentuk Geograf Muda Indonesia. PIT-IGI. Jurusan Geografi Universitas Negeri Padang. Padang. Gunawan, T., 2013. Refleksi Kebangsaan: Kembali Ke Jati Diri Manusia Indonesia: Mencetak Manusia Mandiri. Seminar Nasional Kebangsaan. Kembali Kepada Jati Diri Bangsa. Edisi Khusus, JEC. Putaran IX. Yogyakarta. Gunawan, T., 2014. Jati Diri Keilmuan Geografi. Seminar Internal. Memantapkan Jati Diri Keilmuan Geografi. Dies ke 51 Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
17 | R u m a h S u l u h