Reformasi Sistem Pensiun PNS1 *) Agustinus Sulistyo Tri P., SE., MSi2 Abstraksi Masa pensiun adalah masa yang seharusnya menyenangkan bagi semua PNS karena menjadi masa berakhirnya pengabdian sebagai seorang abdi pemerintah. Tetapi pada kenyataannya, masa pensiun menjadi masa yang suram bagi sebagian besar PNS. Hal ini terjadi karena penghasilan PNS pada saat aktif dan pada saat pensiun sangat jauh berbeda. Tim Peneliti menemukan ada lima permasalahan mendasar dalam penyelenggaraan sistem pensiun PNS. Yaitu terkait dengan pembiayaan yang semakin membebani anggaran negara, pengelolaan dana pensiun yang tidak maksimal, lembaga pengelola dana pensiun yang tidak jelas kewenangannya, peserta yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, dan terakhir terkait manfaat pensiun yang kecil sehingga tidak mampu mensejahterakan peserta. Tim Peneliti juga memberikan solusi terkait permasalahan tersebut. Yaitu adanya (1) peserta, siapa yang berhak mendapat hak manfaat pensiun, (2) program pensiun, pembiayaan program pensiun, pengelolaan dana pensiun dan manfaat program pensiun, (3) lembaga pengelola dana pensiun.
Key words : PNS, permasalahan pensiun, solusi. *) Tulisan ini pernah dimuat dalam Info Kajian LAN pada tahun 2012 A. Pendahuluan Sistem pensiun PNS yang dilaksanakan saat ini belum mampu memberikan jaminan ketenangan bagi PNS setelah masuk masa pensiun. Hal ini terpotret dari setiap PNS yang memasuki batas usia pensiun (56 tahun) maka yang tergambar adalah kesedihan, kegelisahan dan kesulitan dalam menghadapi masa depan hidupnya. Hal ini disebabkan karena nominal nilai manfaat pensiun yang diterima setiap bulan dirasakan sangat jauh dari memadai. Nilai manfaat ini tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan setelah purna tugas. Hal ini terjadi karena nilai nominal manfaat pensiun yang diterima hanya sebesar ± 75% dari gaji pokok terakhir. Padahal pada saat aktif PNS tidak hanya menerima gaji pokok saja. Take home pay PNS pada saat masih aktif terdiri dari gaji pokok dan berbagai jenis tunjangan, misalnya tunjangan jabatan, tunjangan
1
Kajian Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur, LAN, Jakarta, Tahun 2012.
2
Peneliti Muda LAN, ditempatkan di Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur.
1
istri/suami, tunjangan anak dan sebagainya. Saat ini jumlah nominal tunjangan yang diterima jumlahnya jauh lebih besar daripada gaji pokok. Pada saat masuk usia pensiun tunjangan-tunjangan tersebut tidak diberikan lagi karena dasar perhitungan pemberian manfaat pensiun adalah pada gaji pokok. Kondisi inilah yang membuat PNS menjadi tidak nyaman pada saat masuk usia pensiun karena take home pay-nya menjadi jauh berkurang. Permasalahan lain yang muncul dalam pengelolaan pensiun adalah adanya prediksi terjadinya ledakan jumlah peserta pensiun pada tahun 2015. Harian Media Indonesia edisi 11 Pebruari 2011 menyebutkan bahwa perkiraan jumlah peserta pensiun PNS pada tahun 2015 akan menembus angka 4,7 juta hingga 4,9 juta. Bahkan pada tahun 2025 diprediksikan jumlah PNS aktif akan sama dengan jumlah peserta pensiun PNS. Konsekuensi dari bertambahnya jumlah peserta pensiun PNS ini dikhawatirkan akan membebani anggaran negara karena pemerintah harus menyiapkan anggaran sebesar Rp 54 Triliun untuk membayar pensiun para peserta ini. Pembiayaan pensiun sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian di Pasal 32 dilakukan melalui sharing payment, yaitu dari iuran PNS (sebagai pekerja) dan iuran pemerintah (sebagai pemberi kerja). Akan tetapi pemerintah saat ini belum memenuhi kewajiban iurannya. Baru iuran dari PNS yang langsung dipotong sebesar 4,75% dari gajinya dan dimasukkan dalam dana pensiun. Belum mengiurnya pemerintah berdampak tidak terbentuknya dana pensiun yang diharapkan bisa sebagai dana untuk melakukan pembiayaan dengan sistem fully funded. PT Taspen sebagai lembaga pengelola dana pensiun PNS menjadi kesulitan dalam mengembangkan dana pensiun ini. Karena dana pensiun belum terbentuk, maka pemerintah membayar langsung manfaat pensiun PNS (dengan sistem pay us you go) dengan menggunakan dana APBN. Disamping
gambaran
diatas
tersebut,
ada
kebijakan-kebijakan
populis
pemerintah yang justeru semakin memberatkan pengelolaan pensiun PNS. Sebagai contoh kebijakan pengangkatan pegawai honorer daerah menjadi PNS pada tahun 2004 2
yang menambah jumlah PNS di Indonesia dan menambah jumlah peserta pensiun. Kondisi inilah yang menyebabkan pada tahun 2015 diprediksikan terjadi ledakan jumlah pensiun, yaitu sebelas tahun setelah pengangkatan pegawai honorer. Hal ini terjadi karena mayoritas pegawai honorer yang diangkat adalah pegawai yang sudah senior (berusia lanjut) sehingga masa kerjanya kurang lebih hanya 10 tahun sudah masuk usia pensiun. Padahal masa mengiur selama masa kerja mereka belum memenuhi syarat untuk bisa memperoleh manfaat pensiun. Kondisi ini terjadi karena kebijakan pemerintah menerapkan defined benefit (manfaat pasti) dalam program pensiun PNS. Kebijakan populis lainnya adalah kebijakan kenaikan gaji yang sama bagi PNS aktif maupun peserta pensiun PNS. Pemberian kenaikan gaji memang menyenangkan bagi semua pihak tetapi bagi pengelola pensiun ini tentu menjadi beban tersendiri. Menurut perhitungan PT Taspen, kenaikan manfaat pensiun bagi peserta pensiun yang sesuai dan wajar adalah sebesar ± 2,5% saja (best practise). Sementara kebijakan pemerintah menaikkan manfaat pensiun dengan nilai yang sama dengan gaji PNS aktif akan memperbesar beban anggaran mereka. Apalagi para peserta pensiun pada kenyataannya sudah tidak aktif bekerja lagi, artinya sudah tidak aktif mengiur lagi. Bahkan secara perhitungan anggaran seharusnya pengelolaan gaji PNS dan manfaat pensiun dipisahkan. Gaji dikelola dalam APBN sementara manfaat pensiun dikelola dalam dana pensiun. Selain itu tidak ada hubungan keterkaitan diantara gaji dan manfaat pensiun. Selain itu jumlah nominal manfaat pensiun yang kecil juga disebabkan karena premi atau iuran yang dibayar oleh PNS juga kecil. Sehingga apabila mengharapkan nominal manfaat pensiun besar maka preminya pun harus besar. Apakah PNS mau membayar premi yang besar dengan memotong gaji mereka? Dalam hal ini diperlukan perubahan sistem pensiun PNS yang komprehensif, baik dari aspek kelembagaan pengelola pensiun, peran masing-masing pihak yang terkait, program pensiun dan lain sebagainya.
3
B. Kebijakan Sistem Pensiun PNS Kebijakan pensiun PNS merupakan salah satu wujud dari penerjemahan amanat UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, khususnya di Pasal 32. Dimana disebutkan salah satu bentuk kesejahteraan yang diberikan kepada PNS adalah jaminan pensiun. Amanat ini kemudian ditindaklanjuti dengan diterbitkannya UndangUndang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai Pada esensinya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 berisi dan mengatur hal-hal yang mendasar mengenai pensiun. Kebijakan yang terdiri dari 35 Pasal dan telah diimplementasikan selama 4 dekade (diundangkan pada 8 Agustus 1969) belum pernah dilakukan penyesuaian/perubahan, walaupun kebijakan pokok mengenai kepegawaian telah mengalami perubahan secara massif. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969, pensiun diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas jasa-jasa pegawai negeri selama bertahun-tahun bekerja dalam dinas pemerintah (Pasal 2). Disebutkan bahwa, menjamin hari tua adalah kewajiban setiap orang sehingga pemerintah mewajibkan setiap Pegawai Negeri menjadi peserta dari sesuatu badan asuransi sosial yang dibentuk oleh pemerintah. Disamping itu, pemerintah juga memberikan sumbangannya kepada Pegawai Negeri karena pensiun bukan saja sebagai jaminan hari tua, tetapi juga sebagai balas jasa pemerintah kepada Pegawai Negeri. Iuran pensiun Pegawai Negeri dan sumbangan pemerintah tersebut dipupuk dan dikelola oleh badan asuransi sosial. Selama belum terbentuk lembaga yang berfungsi menyelenggarakan Dana Pensiun, kewajiban tersebut ditangani langsung oleh pemerintah (Pasal 3). 4
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun Kebijakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 berkaitan dan merupakan tindak lanjut dari kebijakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969, Pasal 2 dan UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 Pasal 10 dan penjelasannya, pensiun diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas jasa-jasa Pegawai Negeri. Amanat dari klausul inilah yang mendasari ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992. Pada pokoknya, kebijakan ini mengatur tentang organisasi dan pengorganisasian lembaga penyelenggara Dana Pensiun, sehingga kebijakan ini menjadi pedoman bagi setiap organisasi, baik milik pemerintah maupun swasta. Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
11
Tahun
1992,
bentuk
penyelenggaraan Dana Pensiun terdiri dari Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Bentuk penyelenggaraan Dana Pensiun bagi Pegawai Negeri termasuk dalam jenis DPPK yang diselenggarakan oleh PT. Taspen dan PT. ASABRI. Dana pensiun yang dihimpun dari organisasi penyelenggara berasal dari iuran peserta yang terdiri dari iuran pemberi kerja dan peserta; atau iuran pemberi kerja (pasal 15 ayat (1)). Komponen tersebut menjadi bagian dari kekayaan Dana Pensiun dan menjadi sumber bagi penyelenggaraan program dan pemberian manfaat pensiun. Adapun hak atas manfaat pensiun diatur dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 yang selanjutnya diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 28).
C. Kajian Telaahan Kebijakan Sistem Pensiun PNS (Kajian LAN Tahun 2011)
5
Kajian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur, Lembaga Administrasi Negara pada tahun 2011 dengan judul Kajian Telaahan Kebijakan Sistem Pensiun PNS berhasil mengidentifikasi temuan dalam beberapa aspek, antara lain :
1. Aspek Kebijakan Tim menemukan bahwa kebijakan terkait sistem pensiun PNS saat ini belum maksimal mengatur implementasi sistem pensiun. Sehingga dalam implementasinya terjadi masalah. Sebagaimana dijelaskan didepan bahwa ada dua sistem yang dianut dalam pembiayaan pensiun PNS di Indonesia, yaitu pay as you go dan fully funded. Akan tetapi dalam praktiknya kedua sistem ini tidak jelas pelaksanaannya. Prasyarat untuk bisa melaksanakan salah satu atau kedua sistem tersebut belum bisa dipenuhi. Apabila menggunakan sistem pembiayaan pay as you go, kekuatan anggaran negara tidak mampu. Demikian juga apabila menggunakan sistem fully funded, anggaran yang diperlukan tidak/belum tersedia. Kondisi ini terjadi karena sharing contribution antara PNS dan pemerintah tidak dilakukan. Selama ini yang memberikan iuran hanya PNS sementara pemerintah sebagai pemberi kerja belum melaksanakan kewajibannya untuk mengiur. Selain itu, Tim juga menemukan bahwa konsideran kebijakan yang dipakai sudah tidak relevan lagi. Undang-Undang kepegawaian yang dijadikan konsideran sudah mengalami beberapa kali perubahan, yaitu sejak Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 dan saat ini sedang dalam proses perubahan menjadi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Perubahan kebijakan kepegawaian ini tentu saja ikut berpengaruh pada kebijakan sistem pensiun PNS.
2. Aspek Anggaran Tim menemukan fakta bahwa beban anggaran negara untuk membiayai pensiun PNS semakin lama semakin besar. Data yang dilansir oleh Dirjen Anggaran 6
Kementerian Keuangan sebagaimana dikutip oleh LAN (2011) menunjukkan bahwa pada tahun 2007, alokasi anggaran untuk pembiayaan pensiun PNS adalah sebesar Rp 23.239,8 (milyar rupiah), dan pada tahun 2011, jumlah tersebut meningkat hampir mencapai tiga kali lipatnya, yaitu sebesar Rp 51.167,0 (milyar rupiah). Hal ini terjadi karena semakin banyaknya pensiunan PNS yang semakin meningkat masa hidupnya sehingga masa pembayaran manfaat pensiunannya semakin panjang. Besarnya alokasi anggaran untuk pembayaran pensiun ini juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menaikkan gaji pensiunan setiap kali ada kenaikan gaji PNS. Pada tahun 2000, gaji PNS terendah adalah Rp 135.000,-. Gus Dur pada tahun 2001 menaikkan gaji PNS menjadi Rp 500.000,- atau sebesar 270%. Kondisi ini berdampak signifikan pada kekuatan anggaran nasional karena pemerintah tidak hanya membayar gaji PNS aktif, tetapi juga pensiunan. Para pensiunan yang masa mengiurnya sudah habis, menerima manfaat yang lebih panjang dan besar. Selain kebijakan tersebut diatas, kebijakan pemerintah untuk memberikan gaji ke-13 baik kepada PNS aktif maupun pensiunan juga membebani anggaran nasional (LAN, 2011). Demikian juga dengan kebijakan pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS juga berdampak pada peningkatan anggaran pensiun. Hal ini disebabkan karena mayoritas tenaga honorer yang diangkat sudah berusia lanjut sehingga masa kerjanya singkat.
3. Aspek Kelembagaan Dalam aspek kelembagaan Tim menemukan fakta bahwa PT Taspen sebagai lembaga pengelola pensiun PNS belum mempunyai kewenangan yang maksimal. PT Taspen selama ini dianggap sebagai penyedia atau sponsor program pensiun dan tunjangan hari tua (THT) bagi PNS. Padahal kedudukan PT Taspen hanya sebagai juru bayar program pensiun dan THT PNS. PT Taspen hanya sebagai lembaga yang mengadministrasikan uang pensiun dan THT PNS. Karena PT Taspen tidak diberi kewenangan dalam mengontrol dana tersebut. 7
Kondisi ini berdampak pada tidak maksimalnya pengelolaan dana yang dikumpulkan. PT Taspen tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan investasi terhadap dana yang dikumpulkan. Dana tersebut diendapkan saja karena kekuatiran terjadi kerugian investasi. Memang dalam melakukan investasi khususnya untuk dana pensiun harus dilakukan dalam investasi dengan resiko minimal dan dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi karena menyangkut kelangsungan pembayaran dimasa depan.
D. Metode Pembiayaan Pensiun 1. Fully Funded Pembiayaan pensiun dengan sistem fully funded adalah jika pembayaran pensiun telah mencapai pembiayaan penuh, meskipun pada saat itu tidak semua kewajiban pembiayaan dapat dilunasi. Dalam metode ini, terjadi pemisahan kekayaan antara pemberi kerja dan pekerja sebagai pemegang polis dan lembaga pengelola pembiayaan pensiun. Praktik di beberapa negara, sponsor pembiayaan pensiun (pemberi kerja dan penerima kerja) pegawai di sektor publik dapat membeli asuransi investasi untuk melindungi nilai obligasinya. Program pensiun yang dapat dikelola dalam metode ini bisa manfaat pasti (defined benefit) maupun kontribusi pasti (defined contribution). Gambar 1 Metode Pembiayaan Fully Funded
8
Sumber : PT Taspen, 2012
Besarnya dana yang dibutuhkan untuk pembayaran pensiun dimasa yang akan datang dipenuhi dengan cara diangsur selama pegawai masih aktif bekerja yang ditampung dalam suatu tempat (dana pensiun), kemudian dikelola dan dikembangkan. Keuntungan sistem fully funded ini adalah pemberi kerja tidak dibebani biaya untuk pensiunan, karena biaya pensiun telah dipenuhi pada saat pegawai masih aktif. Sementara kelemahannya adalah pada saat pembentukan Dana Pensiun harus ada dana awal dan jika pemberi kerja menaikkan gaji pokok harus menyediakan dana lebih untuk membayar PSL.
2. Unfunded atau pay-as-you-go Pembiayaan pensiun dibebankan langsung dalam anggaran negara (APBN), meskipun di dalam APBN itu terdapat kekayaan pemberi kerja (pemerintah) yang merupakan hak milik yang sah dari pemberi kerja. Keuntungan yang diperoleh dari sistem ini adalah tidak dibutuhkan dana awal yang harus ada pada saat dimulainya suatu dana pensiun dan jika terjadi kenaikan gaji pegawai tidak ada past service liability (PSL). Meskipun demikian sistem pay as you go tidak umum digunakan dalam sistem pembiayaan dana pensiun. Sementara kelemahannya adalah pembayaran pensiun akan meningkat setiap tahun, sehingga anggaran untuk membayar pensiun 9
akan semakin besar, bahkan pada saatnya dapat melebihi anggaran untuk membayar gaji pegawai. Dalam sistem pay as you go ini hanya ada satu sumber dana dan langsung digunakan untuk membayar manfaat sehingga tidak ada kesempatan untuk melakukan investasi. Metode pay as you go dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2 Metode Pembiayaan Pay As You Go
Sumber : PT Taspen, 2012
3. Book reserved atau notional assets Dalam metode ini, pengelola pembiayaan pensiun mengakui adanya kewajiban dalam neraca keuangan mereka yang menggambarkan perkembangan investasi dari premi anggota pensiun (penerima kerja), tetapi tidak terdapat pemisahan kekayaan secara sah antara pemberi kerja dengan lembaga pengelola pembiayaan pensiun.
4. Partially funded Dalam metode ini, pemberi kerja mentargetkan tingkat pembiayaan tertentu biasanya kurang dari 100%. Target dapat berasal dari persentase biaya (cost) atau 10
biaya pembiayaan pensiun (liability) ataupun juga dari tingkat persentase likuiditas program sampai dengan target pada suatu tahun kalender.
E. Program Pensiun 1. Final salary (defined benefit) Program ini disebut juga sebagai program gaji akhir atau manfaat pasti, dimana seorang pensiunan akan mendapatkan manfaat pensiun yang dihitung berdasarkan masa kerja dan gaji terakhir sebelum pensiun. Sekali dibayarkan, maka jumlah manfaat pensiun akan tetap dijamin pembayarannya sampai dengan waktu yang telah ditentukan dalam kontrak asuransinya.
2. Indexed career average (ICA) Dalam program rata-rata indeks karir ini, seorang pensiunan akan menerima manfaat pensiun yang dihitung berdasarkan masa kerja dan rata-rata penghasilan total pensiunan selama bekerja. Sekali dibayarkan, maka pembayarannya akan terus dijamin sesuai dengan kontrak asuransinya. Di beberapa negara lain, program ini juga disebut sebagai CARE atau Career Average Revalued Earnings (rata-rata penghasilan yang diterima selama berkarir).
3. Notional defined contribution (NDC) Manfaat pensiun yang didapat dalam program ini tergantung dari besaran kontribusi yang dibayarkan dan pengembaliannya didasarkan pada the notional assets (perkiraan pengembangan aset), yang sebenarnya tidak benar-benar diinvestasikan dan perkembangan notional portfolio bisa ditelusuri. Perhitungan investasi premi pensiun didasarkan pada faktor anuitas yang menyesuaikan dengan tingkat anuitas pasar. Sekali dibayarkan, maka jumlah manfaat pensiun dijamin sesuai dengan kontrak asuransinya.
11
4. Collective defined contribution (CDC) Manfaat pensiun yang didapatkan dalam program ini tergantung pada jumlah kontribusi yang dibayarkan dan pengembalian investasi yang dihasilkan. Aset tidak dialokasikan kepada rekening individual. Pengembalian investasi tergolong kecil, karena resiko dibagi diantara semua peserta dalam suatu skema. Pembagian resiko terus berlanjut hingga setelah pensiun, dengan syarat bahwa indeks pembayaran pensiun tergantung pada kesehatan keuangan lembaga pengelola pembiayaan pensiun. Pembayaran pensiun dengan demikian bisa meningkat atau menurun.
5. Individual defined contribution (IDC) Manfaat pensiun yang diterima dalam program ini tergantung kepada kontribusi yang dibayarkan dan pengembalian investasi asset. Dalam program ini, perhitungan pemberian manfaat didasarkan pada tingkat anuitas pasar yang terbuka. Sekali dibayarkan, maka jumlah manfaat pensiun yang diterima dan perubahannya didasarkan pada tipe anuitas yang dikenakan. Dengan demikian, konvesional DC dapat dikategorikan sebagai funded dan juga collective defined contribution (CDC) juga bisa dikategorikan sebagai funded, tetapi tidak dengan NDC yang masuk dalam kategori notional assets.
F. Hasil Studi Banding di Malaysia Ada lima (5) instansi yang terkait dalam pengelolaan dana pensiun di Malaysia. Kelima instansi tersebut adalah : (1) Public Service Department of Malaysia (PSD) atau Jabatan Perkhidmatan Awam (JPA), (2) Armed Forces Fund Board (AFFB) atau Lembaga Tabung Angkatan Tentara (LTAT), (3) Employees Provident Fund (EPF) atau Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP), (4) Social Security Organisation (SOCSO) atau Pertubuhan Keselamatan Sosial (Perkeso), dan (5) Retirement Fund Incorporated (RFI) atau Kumpulan Wang Persaraan (KWAP).
12
Berikut disajikan ulasan kelima instansi tersebut dan rincian tugas dan fungsi utamanya dalam bentuk matrik. Tabel 1 Instansi Pengelola Dana Pensiun Pegawai di Malaysia Peserta Pegawai Negeri
Instansi Pengelola - Jabatan Perkhidmatan Awam (JPA) - Kumpulan Wang Persaraan (KWAP)
Tentara
Lembaga Tabung Angkatan Tentara (LTAT)
Jenis Skema Pensiun Manfaat pasti (defined benefit), pegawai tidak mengiur, iuran oleh oleh negara - Iuran wajib tanpa pensiun - Iuran wajib dengan pensiun - Iuran sukarela
- Pegawai swasta - Pegawai negeri yg tdk memp pensiun - Pegawai swasta individu
- Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP)
Iuran wajib
- Pertubuhan Keselamatan Sosial (Perkeso) Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP)
Iuran sukarela
- Pegawai tanpa penghasilan tetap Sumber : LTAT, 2012
Pengelolaan jaminan sosial di Malaysia terdiri dari beberapa badan dibawah koordinasi beberapa kementerian. Sifat koordinasinya saling melengkapi dan tergantung pada kelompok sasaran pada masing-masing layanan jaminan sosial. Lembaga pengelola sistem pensiun di Malaysia dibagi menjadi dua (2), yaitu lembaga pengelola investasi iuran pensiun (KWAP, LTAT, KWSP dan Perkeso) dan lembaga regulasi sistem pensiun (JPA, Ministry of Finance untuk urusan pensiun tentara dan veteran, dan KWSP (EPF) untuk pekerja di sektor swasta). Secara lebih lengkap dapat digambarkan berikut ini :
13
Tabel 2 Jenis-jenis Layanan Jaminan Sosial di Malaysia No 1
2
Ruang Lingkup Jaminan Kematian
Cacat tetap (invalidity)
Regulator
Skema
Jabatan Pengkhidmatan Awam (JPA)
Skema Pensiun PNS
Kementerian Keuangan
KWSP penarikan manfaat dan akibat kematian
Kementerian Tenaga Kerja
Organisasi Jaminan Sosial (Perkeso)
Kementerian Keuangan
KWSP pengambilan manfaat cacat tetap
Kementerian Tenaga Kerja
Organisasi Jaminan Sosial (Perkeso)
3
Kecelakaan Kerja
Kementerian Tenaga Kerja
Organisasi Jaminan Sosial (Perkeso)
4
Pengangguran atau korban PHK
Program ad hoc
Skema asuransi bagi pengangguran tidak tersedia
5
Melahirkan
Kementerian Kesehatan
Biaya pengobatan minimal pada RSU dikenakan tarif: RM 10 untuk kelas 3, RM 150 untuk kelas 2 dan RM 300 untuk kelas 1. Namun sebagian pekerja juga dilindungi oleh asuransi yang diberikan oleh pemberi kerjanya.
6
Fasilitas pemeliharaan kesehatan
Kementerian Kesehatan
RM 80, RM 30, untuk kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 biaya harian berbeda. Sebagian pegawai dilindungi secara penuh ataupun sebagian oleh pemberi kerjanya.
7
Sakit
Kementerian Kesehatan
RM 1 untuk berobat jalan di RSU (dokter umum), RM 5 untuk berobat di RSU (dokter spesialis)
8
Subsidi untuk anak dan keluarga
Kementerian Pendidikan
Program untuk membantu keluarga miskin dan berpenghasilan rendah, membantu biaya pendidikan dasar dan menengah Dana perwalian muird kurang mampu Program makanan tambahan bagi anak sekolah Program susu 1 Malaysia Bantuan seragam sekolah
14
Beasiswa Pemerintah Federal bagi mahasiswa kurang mampu Sekolah berasrama bagi siswa berprestasi yang berasal dari keluarga tidak mampu Buku ajar gratis bagi murid sekolah dasar dan menengah Beasiswa persiapan masuk universitas
9
Usia tua
Kementerian Perempuan, Keluarga dan Pengembangan Komunitas
Program bantuan sosial di bawah departemen kesejahteraan sosial: Untuk anak Untuk pensun dini Untuk anak dg perawatan khusus Untuk orang cacat yang bekerja Bantuan keuangan umum Hibah Tunjangan magang Bantuan bagi korban bencana alam Tunjangan bagi asisten orang cacat Bantuan bagi orang cacat yang tidak bisa bekerja Bantuan alat-alat kesehatan bagi orang cacat
Jabatan Pengkhidmatan Awam (JPA)
Sistem Pensiun PNS
Kementerian Keuangan
Sistem pensiun bagi pegawai swasta (Skema KWSP) Skema tabungan sukarela bagi pekerja sektor informal
Kementerian Pertahanan
Skema pensiun untuk angkatan bersenjata (LTAT)
Sumber : KWSP (EPF), 2012
15
Pembagian kewenangan dan pembagian pekerjaan antara instansi yang terlibat dalam jaminan sosial di Malaysia bukan saja dilihat dari aspek layanan jaminan sosial yang diberikan tetapi juga spesifikasi kewenangannya, yaitu sebagai administrator, regulator dan badan manajemen investasi. Pada Tabel berikut ini dijelaskan pembagian tugas, kewenangan, dan sasaran masing-masing lembaga yang terlibat dalam pengelolaan sistem pensiun di Malaysia. Khusus mengenai pensiun PNS, dalam rantai nilai sistem pensiun di Malaysia, JPA memegang peranan yang strategis, sedangkan KWAP lebih berfungsi sebagai lembaga simpanan bagi dana pensiun PNS dan juga sebagai lembaga investasi dana pensiun PNS.
16
Tabel 3 Rantai Nilai dalam Sistem Pensiun di Malaysia Pengumpul iuran pensiun
Pengawasan & Kebij Invest
Merumuskan kebij pensiun dan sistem pensiun
Mengelola kumpulan kontribusi peg
Menetapkan kebij invest & pengawasan kinerja
JPA: Mengemb mereviu kebij
KWAP mengelola kontribusi iuran hanya dari pemberi kerja
Mengumpulkan kontribusi iuran dari pem & angg angkatan Menghit kalkusi pendanaan awal LTAT kpd KWAP
Perumusan Kebij Program Pensiun PNS
Program Pensiun Angkatan Tentara
Sektor Swasta dan selain PNS
&
MINDEF: Mengemb & mereviu kebij
KWSP (EPF): Memberikan masukan kebij
Adm peserta program pensiun
Manaj investasi Pelaks invest
manaj
Pembayaran Manfaat Pensiun
Mengelola akun peserta
Mengelola adm keuangan & pembayaran
KWAP
JPA (Kantor Perdana Menteri): menghit manfaat pensiun, gratuitas (lump sum), penghargaan dlm bentuk cash dan manfaat lainnya
JPA pembayaran manfaat
LTAT
Urusan Veteran (MINDEF): Berkomunikasi dg peserta Perhit manfaat
Pembayaran manfaat pensiun Transfer pendanaan awal kpd KWAP
Berkomunikasi dg angg tentara aktif Adm neraca akun angg EPF (KWSP)
Sumber : KWAP, 2012
17
G. Permasalahan dalam Penyelenggaraan Sistem Pensiun PNS Dari kajian yang dilakukan oleh Tim Peneliti dapat disimpulkan bahwa ada lima permasalahan mendasar dalam sistem pensiun PNS di Indonesia. Kelima masalah tersebut terkait dengan pembiayaan pensiun, pengelolaan dana pensiun, lembaga pengelola pensiun, peserta pensiun dan manfaat pensiun. Kelima masalah ini melingkupi pengelolaan pensiun PNS secara “sistematis” sehingga berdampak pada kecilnya manfaat yang diterima peserta. Manfaat yang diterima tidak memberikan makna dan tidak mampu meningkatkan kesejahteraan PNS setelah purna tugas. Berikut dijelaskan masing-masing permasalahan tersebut.
a. Pembiayaan Pensiun Selama ini manfaat yang diterima PNS selama bertugas ada dua macam, yaitu asuransi kesehatan (Askes) dan tabungan perumahan (Taperum) sementara setelah bertugas (purna tugas) juga ada dua macam, yaitu pensiun dan tabungan hari tua (THT). Pembiayaan manfaat ini sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Pasal 32) seharusnya ditanggung oleh dua pihak, yaitu pekerja dan pemberi kerja. Pekerja disini adalah PNS dan pemberi kerja adalah Pemerintah. Saat ini, pegawai memberikan iurannya untuk pembiayaan pensiun sebesar 4,75%, THT sebesar 3,25%, Askes sebesar 2% dan Taperum sebesar 1%. Sementara itu Pemerintah sebagai pemberi kerja baru memberikan iurannya untuk pembiayaan Askes sebesar 2%. Sementara untuk pembiayaan lainnya Pemerintah belum melaksanakan kewajibannya. Kondisi ini membuat dana purna tugas tidak berkembang dengan baik karena belum adanya iuran Pemerintah. Karena pembiayaan pensiun baru dilakukan oleh satu pihak (pekerja) maka dana yang terkumpul belum atau tidak mencukupi untuk membayar pensiun peserta. Iuran yang dikumpulkan dari peserta dikumpulkan dalam rekening pemerintah yang rencananya akan dijadikan sebagai dana pensiun. Dana ini belum 18
dimanfaatkan untuk membayar pensiun. Pembayaran pensiun dilakukan dengan menggunakan anggaran negara (pay us you go). Pada periode 1994-2008 pembayaran pensiun dilakukan secara cost sharing antara dana pensiun dan APBN. Dalam Tabel berikut dijelaskan perkembangan pembiayaan pensiun. Tabel 4.1 Perkembangan Pembiayaan Pensiun Periode
Sumber Pembiayaan (%) APBN
Dana Pensiun
100
0
0
100
77,5
22,5
Januari 1997 - Desember 1998
77
23
Januari 1999 - Desember 2002
75
25
Januari 2003 - Desember 2005
79
21
Januari 2006 - Desember 2006
82,5
17,5
Januari 2007 - Desember 2007
85,5
14,5
Januari 2008 - Desember 2008
91
9
100
0
s/d Desember 1993 Januari 1994 - Maret 1994 April 1994 - Desember 1996
Januari 2009 - sekarang Sumber : PT Taspen, 2012
Dari Tabel tersebut terlihat bahwa Pemerintah pernah menggunakan dana pensiun untuk membayar pensiun peserta. Bahkan pada Januari - Maret 1994 dana pensiun yang digunakan sebesar 100% dari dana pensiun. Kemudian pada tahuntahun berikutnya semakin menurun prosentase sharing-nya dan pada Januari 2007 sampai sekarang pembayaran pensiun kembali dilakukan dengan sistem pay us you go (100% dari APBN). Kondisi ini berdampak pada berkurangnya dana pensiun sehingga kecukupan yang diharapkan menjadi semakin sulit diwujudkan. Menurut data yang diberikan oleh PT Taspen saat ini dana pensiun yang dikelola ada sebesar Rp 56,11 Triliun sementara kebutuhan untuk bisa fully funded dibutuhkan anggaran sebesar Rp 300 Triliun. Sehingga masih ada kekurangan dana sebesar Rp 243,89 19
Triliun. Kekurangan ini tidak akan bisa dipenuhi hanya dengan iuran peserta, maka Pemerintah harus memenuhi kewajibannya membayar iurannya. Dilain sisi apabila sistem pay us you go ini dilanjutkan maka beban anggaran negara akan semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Dari data yang disampaikan oleh PT Taspen diketahui bahwa semakin lama, jumlah peserta pensiun semakin bertambah. Sehingga kebutuhan anggaran untuk membayar pensiun juga semakin meningkat. Berikut disajikan proyeksi perkembangan jumlah peserta dan pembayarannya proyeksi untuk tahun 2012 sampai tahun 2015. Tabel 4.2 Proyeksi Perkembangan Jumlah Peserta Pensiun dan Pembayaran Pensiun PNS Proyeksi
Tahun
Jumlah Peserta
Pembayaran (Rp)
2012
2.421.375
60.602.332.112.457
2013
2.525.261
62.787.229.114.211
2014
2.639.359
65.980.475.947.721
2015 Sumber : PT Taspen, 2012
2.764.809
69.499.123.923.173
Hasil perhitungan aktuaris independen di PT Taspen menegaskan bahwa apabila tidak ada perubahan sistem pembiayaan pensiun maka beban anggaran akan semakin meningkat sebagaimana digambarkan berikut. Gambar 4.1 Proyeksi Pembayaran Pensiun PNS (Beban APBN) Sistem Pay as You Go
20
8.000 7.000
Trillions
6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0
Sumber : PT Taspen, 2012
Asumsi yang diperhitungkan oleh aktuaris PT Taspen dalam perhitungan diatas adalah bahwa Pemerintah memberikan kenaikan gaji pokok PNS sebesar 7,5% per tahun, kenaikan pensiun pokok sebesar 5% per tahun dan pertumbuhan pegawai zero growth. Dari gambar tersebut terlihat bahwa kebutuhan anggaran untuk pembiayaan pensiun semakin lama semakin meningkat tajam. Bahkan pada tahun 2055 kebutuhan anggaran untuk membayar pensiun mencapai Rp 1.000 Triliun sangat jauh dari kebutuhan yang diproyeksi hanya sebesar Rp 300 Triliun. Kondisi tersebut dengan asumsi bahwa kenaikan gaji pokok hanya 7,5% per tahun dan kenaikan pensiun pokok sebesar Rp 5% per tahun. Padahal dalam kenyataannya, Pemerintah selalu menaikkan gaji pokok sebesar 10% yang diikuti dengan kenaikan pensiun pokok dengan besaran yang sama. Sehingga perhitungan tersebut bisa menjadi lebih besar. Inilah yang apabila tidak segera dilakukan reformasi dalam sistem pembiayaan pensiun maka negara akan mengalami kebangkrutan karena anggaran negara tersedot untuk membiayai pensiun. Beban anggaran yang berat juga diperkuat dengan perbandingan antara besar iuran peserta dan besar manfaat yang diterima peserta. Dari gambar tersebut 21
terlihat bahwa gap antara besar iuran dan besar manfaat dari tahun ke tahun semakin besar. Bisa dikatakan besar iuran tidak mampu menutup kebutuhan pembiayaan pensiun. Hal ini karena yang memberikan iuran baru satu pihak (pekerja) saja sementara pemerintah (pemberi kerja) belum memberikan iuran. Gap itulah yang ditutup dengan menggunakan anggaran negara (pay as you go). Gambar 4.2 Perbandingan Nilai Iuran dan Manfaat Pensiun 60,0 52,4 50,0
44,5 40,4
40,0 Rp triliun
33,4 30,0
26,7
20,0
10,0 3,4
5,8
5,2
4,3
6,6
2007
2008
Iuran Peserta
2009
2010
2011
Manfaat
Sumber : PT Taspen, 2012
b. Pengelolaan Dana Pensiun Masalah berikutnya adalah terkait dengan pengelolaan dana pensiun. Sebagaimana dijelaskan didepan bahwa pembiayaan pensiun baru satu pihak yang melakukan iuran, yaitu pekerja/PNS sementara pihak lainnya (pemerintah) belum melakukan iuran. Kondisi ini lebih diperparah karena pengelolaan dana pensiun (bentuk investasi) sangat terbatas. Pengelolaan dana pensiun atau investasi yang dilakukan dibatasi oleh peraturan. Investasi yang dilakukan adalah yang resikonya kecil (low risk) sehingga tingkat pengembaliannya (return of investment) juga kecil. Selain itu dalam pengelolaan dana pensiun ini diperlukan adanya jaminan dari
22
Pemerintah apabila terjadi kerugian investasi sehingga pembayaran pensiun peserta tidak terganggu. Dari data yang diberikan oleh PT Taspen diketahui bahwa investasi dana pensiun saat ini sangat terbatas. Yaitu pada investasi dalam bentuk deposito, obligasi, investasi langsung serta investasi lain-lain. Bentuk investasi ini mempunyai nilai return of investment yang kecil karena resikonya juga kecil. Dalam Tabel berikut ini disajikan data porto folio berbagai jenis investasi dana pensiun yang dilakukan oleh PT Taspen. Dari investasi tersebut, hasil yang diperoleh ternyata tidak signifikan, dalam arti sangat kecil. Karena menurut penjelasan nara sumber dari PT Taspen semakin maju atau semakin meningkat perekonomian suatu negara maka tingkat bunga deposito dan obligasi semakin turun. Dengan demikian return of investment dari kedua jenis investasi ini juga semakin kecil. Sehingga secara nominal dana pensiun juga tidak berkembang secara signifikan. Dalam Gambar berikut disajikan data hasil investasi dari dana pensiun. Dari lima jenis investasi yang dilakukan oleh PT Taspen terlihat bahwa hasil investasinya secara akumulasi cenderung semakin menurun dalam periode tahun 2007-2011. Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan karena dana pensiun yang menjadi harapan akan semakin sulit diwujudkan.
Gambar 4.3 Hasil Investasi Dana Pensiun dalam Prosentase (%)
23
12,000%
10,000%
8,000%
6,000%
4,000%
2,000%
0,000% 2007
2008
2009
2010
2011
prosenatse
Sumber : PT Taspen, 2012
c. Lembaga Pengelola Pensiun Penyelenggaraan dan pengelolaan dana pensiun pada awalnya dilakukan oleh Kementerian Keuangan, yaitu Direktorat Jenderal Anggaran. Pada tahun 1986 diserahkan secara bertahap per wilayah kepada PT Taspen. Dasar kebijakannya adalah surat Menteri Keuangan Nomor S-244/MK.011/1985 dan surat Direktur Jenderal Moneter Dalam Negeri, Departemen Keuangan Nomor S-199/MK.11/1985. PT Taspen diserahi kewenangan untuk mengumpulkan dana iuran peserta pensiun dan mengelola dananya. Akan tetapi dalam kebijakan tersebut, PT Taspen tidak diberi kewenangan untuk menggunakan atau memanfaatkan dana tersebut. Kewenangan pemanfaatan dana pensiun masih dipegang oleh Kementerian Keuangan. Sehingga dalam masalah kelembagaan pengelola pensiun ini ada dua lembaga yang diserahi tugas mengelola. Kondisi ini berdampak tidak maksimalnya pengelolaan dana pensiun.
d. Peserta Pensiun Perbaikan tingkat kesehatan masyarakat berdampak pada semakin meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia. Kondisi ini berdampak 24
pada semakin panjangnya usia peserta pensiun. Semakin panjangnya usia peserta pensiun berarti semakin panjangnya masa menerima manfaat pensiun. Panjangnya masa menerima manfaat juga berdampak pada penerima manfaat sambungan, yaitu manfaat untuk pensiun janda/duda dan anak-anak yang menjadi tanggungannya. Masalah lain terkait peserta adalah kebijakan pemerintah mengangkat tenaga honorer dan sekretaris desa menjadi PNS. Para tenaga honorer dan sekretaris desa mayoritas usianya sudah tua sehingga masa mengiur mereka pendek sementara mereka nanti akan menerima manfaat pensiun termasuk untuk pensiun janda/duda dan anaknya. Demikian juga terjadinya pensiun ganda, satu orang pegawai bisa menerima dua atau tiga bahkan lebih manfat pensiun. Hal ini terjadi karena manfaat pensiun tidak hanya diberikan kepada PNS semata tetapi juga kepada pejabat negara. Sehingga seorang pensiunan PNS yang kemudian berkarier sebagai pejabat negara dimungkinkan menerima dua manfaat pensiun.
e. Manfaat Pensiun Masalah terakhir yang melingkupi pengelolaan pensiun PNS adalah manfaat pensiun yang tidak mampu meningkatkan kesejahteraan PNS setelah purna tugas. Saat ini manfaat pensiun yang diterima peserta adalah maksimal 75% dari gaji pokok. Nominal ini dirasakan sangat kecil sekali. Karena pada saat masih bertugas seorang PNS tidak hanya menerima gaji pokok semata tetapi juga menerima berbagai macam tunjangan. Tunjangan-tunjangan ini jumlahnya jauh lebih besar dari gaji pokoknya. Pada masa purna tugas tunjangan-tunjangan ini tidak akan diterima lagi, yang diterima hanya 75% dari gaji pokok. Sehingga bisa dikatakan penghasilan setelah pensiun sangat sedikit sekali dibandingkan pada saat masih aktif. Berikut ini adalah manfaat yang diterima pada saat seorang pegawai pensiun. Apabila pensiun normal (BUP, 56 tahun) maka rumusnya adalah = (2,5% x masa kerja x gaji pokok) + tunjangan. Apabila cacat yang disebabkan karena kecelakaan kerja
25
rumusnya adalah = (75% x gaji pokok) + tunjangan. Apabila cacat bukan karena kecelakaan kerja rumusnya sama dengan pensiun normal. Sementara pensiun janda/duda/yatim piatu berbeda dengan pensium peserta. Rumusnya apabila peserta pensiun normal adalah sebagai berikut = (2,5% x masa kerja x gaji pokok) x 36% + tunjangan. Apabila pensiun sisebabkan pesertanya tewas rumusnya adalah = (72% x gaji pokok) + tunjangan. Dan apabila pensiun orang tua, rumusnya adalah = (20% x 72% x gaji pokok) + tunjangan. Selain itu apabila peserta meninggal maka ahli waris menerima uang duka yang besarannya adalah 3 x uang pensiun terakhir. Besaran tunjangan yang diterima adalah tunjangan suami/istri = 10% x gaji pokok, tunjangan anak = 2% x gaji pokok dan tunjangan beras sebesar Rp 58.050/orang. Secara akumulatif besaran pensiun yang diterima seorang peserta kurang lebih adalah minimal 40%, maksimal 75% dari penghasilan dasar pensiun.
H. Reformasi Penyelenggaraan Sistem Pensiun PNS Dari berbagai data dan informasi yang sudah diperoleh Tim dan selanjutnya dianalisis dengan memperhatikan berbagai aspek berikut ini disajikan perspektif reformasi sistem pensiun PNS di Indonesia. Reformasi difokuskan pada lima permasalahan mendasar yang berhasil diidentifikasi, yaitu terkait dengan sistem pembiayaan pensiun, pengelolaan dana pensiun, lembaga pengelola dana pensiun, peserta pensiun dan manfaat pensiun. Secara sederhana penyelenggaraan program pensiun PNS dan permasalahan yang diidentifikasi dapat diilustrasikan dalam gambar berikut ini. Gambar 4.4 Ilustrasi Penyelenggaraan Program Pensiun PNS
26
Dana cadangan Manfaat Pemerintah
PNS
Peserta
Iuran
Investasi Dana Pensiun
Dalam pengelolaan dana pensiun ada dua pihak yang terlibat, yaitu Pemerintah sebagai pemberi kerja dan PNS sebagai pekerja. Kedua pihak harus memenuhi kewajibannya dengan memberikan iurannya. Nominal atau besar iurannya ditetapkan sesuai dengan perhitungan yang tepat, dalam arti tidak memberatkan pegawai maupun anggaran negara. Iuran kedua belah pihak ini mengisi bejana dana pensiun (bejana pertama). Karena iurannya kecil maka ada kemungkinan jumlahnya tidak akan besar maka dana ini perlu dikelola/ diinvestasikan. Kegiatan pengelolaan dana pensiun ini harus ditangani oleh lembaga yang kredibel dan berpengalaman. Oleh lembaga pengelola pensiun, dana pensiun diinvestasikan sehingga jumlahnya bisa meningkat (dalam bejana kedua). Untuk menjaga keamanan investasi dana pensiun ini Pemerintah wajib memberikan jaminan berupa dana cadangan. Dana cadangan dimanfaatkan apabila terjadi kerugian dalam investasi dana pensiun. Akan tetapi kemungkinan kerugian diharapkan tidak ada atau kecil makanya dalam pengelolaan dana pensiun diperlukan sikap kehati-hatian dan bentuk investasi yang tepat. Apabila bejana kedua ini jumlahnya besar maka diharapkan manfaat yang bisa diberikan kepada peserta pensiun juga besar. Dalam ilustrasi tersebut terdapat beberapa titik krusial dalam penyelenggaraan program pensiun PNS. Yaitu terkait dengan iuran pemberi kerja dan pekerja, 27
pengelolaan atau investasi dana, adanya dana cadangan serta besaran manfaat yang diterima peserta pensiun PNS. Titik-titik inilah yang harus direformasi, dicarikan solusi, dicarikan bentuk yang tepat sehingga sasaran akhir, yaitu peserta pensiun yang sejahtera dapat diwujudkan. Dalam pembahasan berikut ini disajikan penjelasan terkait masing-masing permasalahan yang berhasil diidentifikasi oleh Tim.
1. Sistem Pembiayaan Sistem pembiayaan merupakan masalah yang paling mendasar dalam penyelenggaraan sistem pensiun PNS. Karena ketidaktegasan dalam penetapan sistem pembiayaan pensiun PNS berdampak pada semakin beratnya beban anggaran negara dalam membiayai pensiun PNS. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, pembiayaan pensiun PNS dilakukan melalui iuran peserta (PNS) dan iuran pemberi kerja (pemerintah). Iuran ini dimaksudkan untuk membentuk dana pensiun sehingga pembiayaan pensiun bisa dilakukan secara fully funded. Akan tetapi karena sampai saat ini dana pensiun belum terbentuk maka pemerintah menanggung pembayaran pensiun PNS dengan menggunakan anggaran negara (pay as you go). Dan disisi lain pemerintah tidak memberikan iurannya untuk membentuk dana pensiun karena sudah melakukan pembayaran pensiun peserta secara langsung. Pada kenyataannya sistem ini semakin lama semakin membebani anggaran negara karena jumlah peserta pensiun yang semakin banyak dan masa menerima manfaat yang semakin panjang sehingga beban anggaran negara semakin besar. Melihat kondisi ini, Tim menyarankan perlu adanya ketegasan pemerintah dalam menetapkan sistem pembiayaan pembiayaan. Apabila yang dipilih adalah fully funded maka harus ada sharing contibution antara pekerja dan pemberi kerja untuk membentuk dana pensiun. Dalam hal dana pensiun belum mencukupi untuk 28
melakukan pembayaran pensiun peserta maka perlu dilakukan cut off. Cut off dilakukan untuk menegaskan peserta mana yang menggunakan sistem fully funded dan peserta mana yang masih menggunakan pay as you go. Dalam kebijakan ini, pemerintah menanggung dua pengeluaran, yaitu pengeluaran untuk membayar iuran dalam rangka membentuk dana pensiun (fully funded) untuk pembayaran peserta pensiun baru dan pengeluaran untuk membayar peserta pensiun lama (pay as you go). Dengan kebijakan ini memang akan terasa berat diawal karena pemerintah menanggung dua beban pembayaran. Akan tetapi dimasa depan beban ini akan semakin berkurang karena jumlah peserta lama semakin berkurang dan dana pensiun sudah terbentuk. Sehingga dalam perhitungan jangka panjang lebih menguntungkan. Aktuaris PT Taspen mencoba menghitung kebutuhan anggaran negara untuk mengakomodasi kebijakan cut off dengan asumsi dilakukan pada tahun 2013. Hasil perhitungan disajikan dalam Gambar dibawah ini.
Gambar 4.5 Ilustrasi Beban APBN dalam Kebijakan Cut Off Dana APBN 8.000 7.000
PAY AS YOU GO Trillions
6.000 5.000 4.000 3.000 2.000
CUT OFF FULLY
1.000 0
Sumber : PT Taspen, 2012
29
Dalam Gambar tersebut terlihat bahwa pada awalnya beban pemerintah memang tetap besar dan cenderung naik secara signifikan. Akan tetapi pada garis merah (pay as you go) terlihat bahwa kenaikannya sangat tinggi. Sementara pada garis kuning (fully funded) terlihat lebih landai. Gambar tersebut menegaskan bahwa apabila sistem pembiayaan pensiun tetap menggunakan sistem pay as you go sebagaimana yang dilakukan saat ini maka beban anggaran negara akan semakin tinggi. Sementara apabila menggunakan sistem fully funded, dengan membentuk dana pensiun maka beban anggaran negara tidak akan besar karena beban pembayaran pensiun dibebankan pada dana pensiun. Dalam implementasinya, kebijakan ini perlu didukung dengan pengelolaan dana pensiun dengan bentuk investasi yang aman, low risk dan dikelola oleh lembaga yang profesional dan akuntabel. Terkait dengan upaya pembentukan dana pensiun, ada saran dari daerah yang menyatakan siap untuk berkontribusi. Saat ini pemerintah daerah mempunyai anggaran yang diberikan kepada pegawainya berupa tunjangan tambahan penghasilan. Tunjangan ini diberikan berdasarkan pangkat/golongan/jabatan pegawai yang fungsinya untuk menambah penghasilan pegawai. Pemerintah daerah menyatakan siap apabila ada payung kebijakan yang bisa mengatur bahwa sebagian tunjangan tersebut dibayarkan untuk iuran pensiun pegawai. Sehingga selain pembayaran iuran dasar ada iuran tambahan yang besarannya disesuaikan kemampuan masing-masing pemerintah daerah. Dengan demikian maka dana pensiun akan segera terbentuk dan manfaat yang diterima pegawai yang melakukan iuran tambahan akan lebih besar.
2. Pengelolaan Dana Prinsip dasar dalam pengelolaan dana pensiun PNS adalah : a. Aman, memperhitungkan tingkat resiko yang minimal (low risk investment); b. Hasil, mampu memberikan hasil (return of investment) yang optimal; 30
c. Likuid, kemudahan dalam pencairan nilai maupun hasil investasi; d. Fleksibilitas, pengalokasian aset-aset investasi dengan memperhitungkan kondisi pasar. Apabila dicermati dari prinsip dasar tersebut memang agak sulit diterapkan karena sangat jarang ada bentuk investasi yang mempunyai resiko investasi kecil (low risk investment) tetapi mempunyai nilai hasil (return of investment) yang besar. Dari data yang diberikan oleh PT Taspen diketahui bahwa investasi dana pensiun saat ini sangat terbatas. Yaitu pada investasi dalam bentuk deposito, obligasi, investasi langsung serta investasi lain-lain sebagaimana dijelaskan didepan. Bentuk investasi ini mempunyai nilai return of investment yang kecil karena resikonya juga kecil. Masalah lain adalah terkait masih minimnya dana pensiun karena pemerintah belum memberikan iurannya. Sehingga dengan jumlah yang terbatas, bentuk investasinya pun menjadi sangat terbatas. Bentuk yang dipilih adalah dalam bentuk deposito, obligasi, investasi langsung serta investasi lain-lain. Dalam upaya meningkatkan jumlah dana pensiun, selain harus menegaskan adanya iuran dari pemerintah juga terkait penentuan bentuk investasi yang tepat. Setelah dana yang terkumpul mencukupi maka bisa dipilih bentuk yang lebih menguntungkan.
Apalagi
didalam
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
199/PMK.010/2008 diberikan bentuk-bentuk investasi yang cukup beragam. Dalam pengelolaan dana pensiun ada saran untuk melibatkan BUMN/BUMD. Sehingga disatu sisi BUMN/BUMD mendapat tambahan dana untuk kegiatan bisnis mereka dan disisi yang lain apabila BUMN/BUMD tersebut mendapat keuntungan, maka peserta mendapat bagian keuntungan. Akan tetapi pemilihan BUMN/BUMD juga harus selektif, artinya yang dipilih adalah BUMN/BUMD yang sehat, profesional dan akuntabel. Karena dimanapun investasi dilakukan juga mempunyai resiko rugi, maka pemerintah sebagai otoritas tertinggi tetap harus menanggung apabila ada resiko kerugian.
31
Selain itu apabila dana yang terkumpul dalam dana pensiun sudah cukup besar maka bentuk-bentuk investasi bisa lebih beragam. Sehingga apabila dana pensiun sudah besar prinsip low risk bisa ditinggalkan untuk meraih return of investment yang lebih tinggi. Tetapi prinsip kehati-hatian dan profesionalisme harus tetap dijaga dalam pengelolaan dana ini supaya dana amanah peserta tetap dapat dijaga. Dalam pengelolaan dana pensiun perlu didukung dengan transparansi pengelolaan dana. Transparansi ini sangat penting sebagai bentuk pertanggungjawaban lembaga pengelola dana pensiun kepada peserta. Diharapkan peserta bisa mengetahui berapa besaran dana pensiun masing-masing dalam satu kurun waktu. Dan secara umum pencapaian investasi dalam pengelolaan dana pensiun diumumkan secara berkala di media.
3. Lembaga Pengelola Permasalahan dalam penyelenggaraan sistem pensiun PNS berikutnya adalah menyangkut lembaga pengelola dana pensiun. Saat ini lembaga yang diserahi tanggungjawab pengelolaan dana pensiun adalah PT Taspen. Akan tetapi PT Taspen hanya bertindak sebagai administrator saja, sementara kewenangan sebagai regulator dipegang oleh Kementerian Keuangan. Pada awalnya penyelenggaraan pensiun PNS dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Departemen Keuangan. Sejak tahun 1986, penyelenggaraan pensiun PNS secara bertahap dialihkan kepada PT Taspen. Pengalihan ini termasuk dalam pengelolaan dana pensiun yang berasal dari iuran peserta yang pada awalnya berjumlah Rp 594,080 Milyar dan saat ini meningkat menjadi sebesar Rp 56,11 Triliun. Dasar pengalihan ini adalah surat Menteri Keuangan Nomor : S244/MK.011/1985 dan surat Direktur Jenderal Moneter Dalam Negeri, Departemen Keuangan Nomor : S-199/MK.11/1985, yaitu terkait pengalihan administratif atas dana hasil akumulasi iuran peserta pensiun kepada PT Taspen. PT Taspen sendiri 32
dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial PNS dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi PNS menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Sebagaimana dijelaskan didepan bahwa PT Taspen tidak diberi kewenangan dalam menentukan bentuk-bentuk investasi dana pensiun karena hanya sebagai administrator dana pensiun. Kewenangan terkait kebijakan pengelolaan dana pensiun masih dipegang oleh Kementerian Keuangan sebagai regulatornya. Kondisi ini berdampak pada tidak maksimalnya pengelolaan atau investasi dana pensiun yang dilakukan oleh PT Taspen. Melihat kondisi ini dari berbagai diskusi yang diselenggarakan muncul suatu usulan untuk menetapkan satu lembaga independen yang diserahi kewenangan penuh dalam pengelolaan dana pensiun PNS. Lembaga ini bertanggung-jawab dalam penyelenggaraan program pensiun PNS sejak pengumpulan iuran peserta, pengelolaan atau investasi dananya, serta pembayaran manfaatnya. Dalam hal ini termasuk didalamnya adalah pengelolaan database pesertanya.
Meskipun
independen, lembaga pengelola ini tetap berada dibawah koordinasi pemerintah dan bertanggung jawab kepada pemerintah. Dalam diskusi juga berkembang terkait kebijakan pemerintah untuk membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sesuai amanat UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, khususnya di Pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa ada dua jenis BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana amanat Pasal 6 ayat (2) disebutkan menyelenggarakan program : jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Mencermati bunyi pasal tersebut nampaknya pemerintah bermaksud menggabungkan semua penyelenggaraan program pensiun yang ada saat ini dalam satu lembaga penyelenggara, yaitu BPJS. Dalam diskusi muncul kekhawatiran bahwa 33
ini tidak akan berjalan efektif karena adanya perbedaan karakteristik peserta di masing-masing lembaga penyelenggara. Misalnya PT Taspen menyelenggarakan program pensiun untuk PNS, PT ASABRI untuk anggota ABRI, PT Jamsostek untuk pegawa swasta. Masing-masing peserta mempunyai skema yang berbeda sehingga apabila disatukan maka akan menemui kendala tersendiri. Menyikapi kondisi ini, muncul usulan untuk tetap menyerahkan operator penyelenggaraan program pensiun
kepada
masing-masing
lembaga
yang
sudah
ada
yang
dalam
pelaksanaannya dikoordinasi oleh BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga tidak ada perubahan yang besar dalam skema yang sudah berjalan dan amanat UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tetap bisa dilaksanakan.
4. Peserta Permasalahan berikutnya adalah terkait dengan kepesertaan. Sebagaimana sudah diulas didepan bahwa perkembangan peserta pensiun dari tahun tahun semakin meningkat jumlahnya. Apabila tidak dikendalikan maka akan semakin besar dan rasionya bisa sama antara peserta pensiun dengan PNS aktif. Apabila didukung dengan sistem pembiayaan dan pengelolaan dana yang sudah baik tentu kepesertaan ini tidak akan menjadi masalah. Akan tetapi tetap akan menjadi lebih baik apabila peserta pensiun dikaji kembali. Peserta pensiun menjadi masalah karena jumlahnya yang semakin besar akan tetapi tidak dibarengi dengan masa mengiur dan masa menerima manfaat yang signifikan. Banyak kebijakan pemerintah yang berdampak menambah jumlah peserta pada level masa mengiur yang pendek sementara masa menerima manfaatnya jauh lebih panjang. Misalnya kebijakan pengangkatan pegawai honorer daerah dan sekretaris desa yang tingkat usianya sudah mendekati masa pensiun. Kebijakan ini akan menjadi beban karena dana pensiun yang diiur oleh peserta belum menemui titik pengembalian modal (break event point/BEP) dalam investasinya. Sehingga 34
peserta dengan masa mengiur yang pendek ini akan menjadi beban peserta lainnya. Terkait dengan masalah ini muncul usulan untuk membatasi dengan tegas minimal masa mengiur bagi peserta. Bagi peserta yang tidak memenuhi masa minimal mengiur maka tidak berhak menerima manfaat pensiun, mereka hanya menerima akumulasi jumlah iurannya plus bunga investasinya. Masalah lainnya dalam kepesertaan adalah terkait dengan up date data peserta, khususnya di daerah terpencil, janda/duda, dan anak dalam tanggungan). Up date data ini menjadi sangat penting terutama untuk mengurangi resiko kebocoran. Hal ini didasari kondisi di lapangan yang menunjukkan fakta bahwa para peserta pensiun mempunyai mobilitas yang tinggi akan tetapi tidak didukung dengan up date data dan informasi yang valid. Kondisi geografis wilayah Indonesia yang beragam dan belum didukung dengan perangkat sistem komunikasi yang canggih menjadi kendala tersendiri dalam up date data ini. Selain itu lemahnya kebijakan yang ada juga berpengaruh dalam proses up date data peserta. Misalnya bagi peserta (janda/duda) yang sudah menikah seharusnya tidak berhak menerima manfaat. Akan tetapi apabila pernikahan dilakukan tanpa surat resmi (nikah siri) maka data tidak bisa di-up date. Demikian juga untuk anak yang menjadi tanggungan seringkali karena tidak ada up date data menyebabkan kebocoran anggaran. Dengan melihat kondisi tersebut muncul usulan untuk menegaskan kepesertaan terutama untuk peserta sambungan (janda/duda dan anak dalam tanggungan). Perlu ada kebijakan baru untuk peserta (janda/duda) yang menikah kembali meskipun de facto tidak ada surat resmi tetapi apabila secara de jure telah menikah maka hak menerima manfaat pensiun bisa dicabut.
5. Manfaat Manfaat adalah permasalahan yang paling banyak banyak mendapat sorotan dalam proses kajian ini. Manfaat yang diterima peserta selama ini dirasakan masih sangat jauh dari harapan. Sehingga setelah pensiun banyak peserta yang merasa 35
kesulitan dalam melanjutkan kehidupannya. Meskipun secara perhitungan, sebagaimana disajikan didepan bahwa manfaat yang diterima oleh peserta jauh lebih besar dari jumlah iurannya. Manfaat pensiun dirasakan kecil karena dasar perhitungannya yang didasarkan pada gaji pokok PNS. Sementara saat ini take home pay yang diterima PNS bukan hanya sekedar gaji pokok tetapi juga menerima berbagai tunjangan. Dan saat pensiun, PNS hanya menerima pensiun, sementara tunjangan dihentikan. Kondisi inilah yang menyebabkan banyak PNS yang “stres” setelah pensiun karena take home pay-nya berkurang banyak. Hanya menerima 80% dari gaji pokok dan tunjangan tidak diterima lagi. Kondisi semakin terasa bagi PNS yang menduduki jabatan
tertentu
(jabatan
struktural
maupun
fungsional)
karena
jumlah
tunjangannya lumayan besar. Melihat kondisi ini ada usulan untuk mengubah dasar perhitungan pensiun, bukan pada gaji pokok tetapi pada take home pay-nya. Akan tetapi usulan ini perlu diikuti dengan perbaikan sistem penggajian dan sistem tunjangan. Karena saat ini perbedaan antara gaji dan tunjangan (baik struktural maupun fungsional) sangat besar. Demikian pula antar jabatan fungsional juga ada perbedaan yang signifikan, dengan kata lain ada jabatan fungsional yang diberikan tunjangan besar akan tetapi ada juga jabatan fungsional yang diberikan tunjangan kecil. Ini tentu saja memerlukan kajian tersendiri yang lebih mendalam. Manfaat pensiun juga menimbulkan masalah karena ada peserta yang menerima lebih dari satu manfaat pensiun. Hal ini terjadi karena seorang PNS bisa beralih jabatan (sebagai PNS, pejabat negara) yang keduanya bisa menerima manfaat pensiun. Bahkan bisa saja seorang PNS menerima lebih dari dua manfaat pensiun, contohnya seorang PNS menerima manfaat sebagai peserta, kemudian menerima manfaat sebagai janda/duda, kemudian menerima manfaat sebagai pejabat negara. Terkait dengan kondisi ini, ada usulan untuk menerapkan sistem onoff. Pada saat seorang pensiun sebagai PNS maka yang diterima adalah manfaat 36
pensiun PNS. Apabila suami/istrinya meninggal maka akan menerima manfaat sebagai janda/duda. Apabila pada saat pensiun, aktif sebagai pejabat negara maka pensiun PNS dihentikan (off) karena yang bersangkutan aktif kembali (on) menerima gaji sebagai pejabat negara dan mengiur sebagai pejabat negara. Sementara pensiun janda/dudanya tetap aktif karena merupakan manfaat sambungan. Apabila nanti pensiun sebagai pejabat negara maka akan menerima manfaat pensiun pejabat negara. Dengan sistem on-off ini maka maksimal manfaat yang diterima oleh seorang peserta adalah dua jenis manfaat pensiun, yaitu manfaat pensiun sebagai peserta dan manfaat pensiun sambungan. Dalam penerimaan manfaat pensiun program yang diterapkan pemerintah adalah defined benefit, yaitu manfaat sudah ditetapkan diawal. Program ini akan membebani pengelola dana pensiun (dalam hal ini adalah pemerintah) karena beban atau resiko pencapaian manfaat ditanggung oleh pemerintah. resiko terkait pengelolaan atau investasi dana pensiun harus ditanggung oleh pemerintah dengan memperbesar iurannya kedalam dana pensiun. Hal ini tentu saja semakin memberatkan anggaran negara. Kedepan diusulkan untuk menerapkan defined contribution (iuran pasti) dalam program pensiun sehingga masing-masing pegawai mempunyai akun pribadi (individual account). Sehingga manfaat masing-masing akan berbeda-beda tergantung pada jumlah iuran yang sudah dibayarkan dan kinerja investasinya. Sistem ini dari aspek anggaran juga akan lebih menguntungkan karena pemerintah tidak akan dibebani biaya besar. Untuk meningkatkan manfaat pensiun yang diterima oleh peserta ada usulan yang menyebutkan bahwa manfaat pensiun tidak harus diberikan dalam bentuk nominal uang. Manfaat pensiun bisa diberikan berupa pemberian discount untuk berbagai fasilitas pelayanan pemerintah bagi peserta pensiun. Misalnya dalam layanan jasa transportasi, jasa kesehatan, jasa rekreasi dan sebagainya. Pemberiannya berupa pemberian discount khusus bagi masyarakat yang bisa menunjukkan kartu peserta pensiun. Sehingga secara tidak langsung pemberian 37
discount
ini
akan
mengurangi
pengeluaran
para
peserta
pensiun
yang
penghasilannya juga berkurang karena sudah pensiun.
6. Lain-lain Untuk bisa melaksanakan berbagai solusi yang ditawarkan tersebut diperlukan adanya dukungan kebijakan yang jelas. Perlu ada perubahan terkait dasar hukum penyelenggaraan pensiun PNS. Bukan sekedar Undang-Undang tetapi juga mencakup peraturan pelaksanaannya (Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri terkait). Dengan adanya kebijakan yang jelas maka implementasi dari berbagai solusi yang ditawarkan akan bisa maksimal. Selain adanya kebijakan yang jelas, juga diperlukan adanya dukungan politik dari stake holders terkait. Dalam hal ini lembaga-lembaga yang terkait dalam penyelenggaraan sistem pensiun PNS harus mempunyai persepsi yang sama tentang penyelenggaraan sistem pensiun PNS. Karena berbagai tawaran solusi yang diberikan mengandung konsekuensi, baik terkait dengan kelembagaan dan kewenangannya serta anggaran. Apabila konsekuensi ini tidak dipahami dengan baik oleh semua stake holders maka solusi yang ditawarkan tidak bisa dilaksanakan dengan baik.
7. Kesimpulan analisis Dari pembahasan permasalahan dalam penyelenggaraan pensiun diatas berikut disimpulkan ringkasannya.
Tabel 4.4 Perbandingan Sistem Lama dan Sistem Baru dalam Reformasi Sistem Pensiun PNS No.
Area Reformasi
Sistem Lama
Sistem Baru
1.
Sistem pembiayaan
Pay as you go
- Fully funded, - Sharing contribution, - Cut off.
2.
Pengelolaan dana pensiun
Terbatas
- Diversifikasi,
38
- Pelibatan BUMN/BUMD, - Transparansi. 3.
Lembaga pengelola
PT Taspen, Kemen Keu
- Lemb independen, - BPJS sbg koord, PT Taspen sbg operator.
4.
Kepesertaan
Tidak diatur secara tegas
- Kriteria masa min mengiur, - Up date peserta, - Pembatasan penerima manfaat pensiun sambungan.
5.
Manfaat pensiun
75% dari gaji pokok
- Dasar penghitungan pensiun adalah take home pay, - Manfaat pensiun dlm bentuk pemberian discount pelayanan pemerintah, - Sistem on-off manfaat pensiun.
Daftar Pustaka Achmad Subianto, Reformasi Kesejahteraan Aparatur Negara, Penerbit Yayasan Bermula dari Kanan, Jakarta, Cetakan Kedua, Agustus 2010. Bahan Seminar Nasional Grand Design Reformasi Sistem Pensiun PNS di Indonesia (Tantangan dan Solusi), Hotel Borobudur Intercontinental, Jakarta, 13 Desember 2012. Bullock III, Charles S., James E. Anderson and David W. Brady. 1983. Public Policy in the Eighties, Monterery, CA: Brooks/Cole Publishing Company. Direktorat Jenderal Anggaran : Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil. Bahan Presentasi Diskusi Terbatas Permasalahan Sistem Pensiun PNS di Indonesia, LAN 30 Maret 2011, Jakarta. DPR RI : Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, Jakarta, 2011. Dunn, William N : An Introduction to Public Policy Analysis, Englewood Cliffs, N.J: Prentice Hall. Inc., 1981. Independent Public Service Pensions Commission : Final Report, London : Crown, 10 Maret 2011. Lembaga Administrasi Negara : Kajian Telaahan Kebijakan Sistem Pensiun PNS, Jakarta, 2011. Mustopadidjaja AR. Manajemen Proses Kebijakan (Bahan Kuliah Diklat SPAMEN dan SPATI), Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, 1999. Nugroho, Riant : Public Policy, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2009. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Tahun 2010-2025. 39
PT Taspen : Bahan Paparan Reformasi Sistem Pensiun PNS, Jakarta, 2012. Setiawati, Budhi, Wakiran, Hadiyati dan Herman : Reformasi Sistem Pensiun Pegawai Negeri Sipil. Badan Kepegawaian Negara dan Kemitraan, Jakarta, 2006. Wakiran : Penyelenggaraan Program Pensiun PNS dan Permasalahannya. Bahan Presentasi pada Diskusi Terbatas LAN, 29 April 2011. Jakarta : Direktorat Gaji dan Kesejahteraan Badan Kepegawaian Negara. Wiener(h), M : International Comparisons. Discussion Material for the World Bank Jakarta Office Informal Working Group on Civil Service Pension Reform. Jakarta : the World Bank, 2011.
40