SISTEM PENGGAJIAN PNS BERDASARKAN KINERJA INSTANSI DAN INDIVIDU Agustinus Sulistyo, SE., MSi. (Peneliti Muda)
Abstraksi Sistem penggajian PNS saat ini dianggap tidak mampu meningkatkan kesejahteraan PNS dan tidak terkait dengan kinerja atau kontribusinya. Kondisi ini diperparah dengan berbedanya nominal gaji yang diterima oleh masing-masing PNS. Dampaknya terjadi kecemburuan karena sama-sama berstatus PNS tetapi mengapa gaji yang diterima berbeda. Kondisi ini menuntut adanya perubahan yang mendasar dalam sistem penggajian PNS. Konsep yang dikembangkan dalam tulisan ini mendasarkan pemberian gaji pada kinerja organisasi dan individu. Gaji diberikan berdasarkan pada grade standar gaji menurut instansi/daerah, kompetensi, tanggung jawab dan kontribusi atau kinerja pegawai. Kata Kunci : sistem penggajian, PNS. A. Pengantar Bicara mengenai gaji PNS di Indonesia selalu menarik perhatian. Ada kelompok (khususnya PNS) yang menyebutkan bahwa gaji PNS perlu dinaikkan karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, tetapi ada juga kelompok (diluar PNS) yang menyebutkan gaji PNS tidak perlu dinaikkan karena melihat kinerjanya saat ini yang masih lemah atau kurang memadai. Dilihat dari besaran gaji yang diterima, pekerjaan sebagai PNS dianggap tidak mampu meningkatkan kesejahteraan hidup. Bahkan besaran gaji pokok terendah PNS saat ini, masih lebih kecil daripada Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Regional (UMR) di beberapa daerah (LAN, 2008). Sebagai contoh, gaji PNS terendah tahun 2009 menurut PP Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penggajian PNS adalah sebesar Rp 1.040.000,- sementara UMR Kota Denpasar tahun 2009 adalah sebesar Rp 952.000,- sementara pada tahun 2010 ini ditetapkan menjadi sebesar 1.100.00,-. Sementara untuk UMP yang berlaku di DKI Jakarta, pada tahun 2009 adalah sebesar Rp 1.069.865,- dan pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar Rp 1.118.000,-. (http://allows.wordpress.com/). Dari data tersebut terlihat bahwa besaran gaji pokok PNS lebih kecil dibandingkan dengan UMP/UMR daerah. Sebagaimana diketahui besaran UMP/UMR ditetapkan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) seorang pegawai yang 1
besarannya ditetapkan berdasarkan pada hasil survei harga berbagai kebutuhan yang meliputi makanan, minuman, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi dan tabungan. Sehingga besaran UMP/UMR ini dikatakan lebih memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup karena berbeda untuk masing-masing Provinsi atau Kabupaten. Ini berarti bagi PNS yang tinggal di daerah yang tingkat UMP/UMR-nya tinggi bisa dikatakan tidak sejahtera karena gajinya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Meskipun banyak yang menyebutkan bahwa gaji PNS sangat kecil sehingga tidak mampu meningkatkan kesejahteraan, animo masyarakat untuk menjadi PNS ternyata sangat tinggi. Ini terbukti, setiap kali ada lowongan formasi PNS, baik di tingkat pusat maupun daerah sudah dapat dipastikan akan dibanjiri oleh ribuan peminat. Pekerjaan sebagai seorang PNS masih menjadi salah satu jenis pekerjaan favorit bagi masyarakat. Sebagai contoh di Kabupaten Jepara dari 9.905 pelamar yang melamar untuk menjadi PNS di Kabupaten Jepara, setelah dilakukan seleksi administrasi ada sebanyak 8.520 pelamar yang memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi dan memperebutkan 401 formasi CPNS Jepara tahun 2009 (http://www.jatengprov.go.id/). Ini berarti perbandingannya adalah 1 : 21, dengan kata lain : satu formasi diperebutkan oleh 21 pelamar. Sementara di Kabupaten Wonogiri, jumlah pelamar yang dinyatakan memenuhi syarat untuk mengikuti tes seleksi rekrutmen CPNS tahun 2009, ada sebanyak 7.151 orang, untuk memperebutkan 286 lowongan formasi (http://suaramerdeka.com/). Sehingga perbandingannya satu lowongan formasi diperebutkan oleh 25 orang pelamar. Kondisi tersebut menunjukkan adanya suatu anomali, disatu sisi pekerjaan sebagai PNS disebut mempunyai tingkat kesejahteraan yang kurang tetapi disisi yang lain banyak dicari dan diperebutkan orang. Hasil kajian yang dilakukan oleh LAN pada tahun 2008 mengenai Sistem Penggajian PNS menemukan jawaban dari anomali tersebut. Kajian ini menemukan fakta bahwa PNS tidak hanya menerima gaji pokok dan tunjangan jabatan sebagaimana sudah diatur dalam PP Nomor 10 tahun 2008 tentang Penggajian PNS (sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 8 Tahun 2009). PNS dimungkinkan menerima pendapatan lain-lain diluar gaji pokok dan tunjangan jabatan sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut. Misalnya, untuk PNS didaerah dengan adanya PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, maka mereka bisa mendapat uang tambahan penghasilan. Mengenai besarannya disesuaikan dengan kemampuan daerah masing-masing. Demikian pula dengan sebutan atau namanya juga berbeda-beda. Bagi 2
daerah yang PAD-nya besar bisa memberikan tambahan penghasilan yang besar. Sementara bagi daerah yang PAD-nya kecil memberikan tambahan penghasilan yang kecil juga. Demikian pula dengan beberapa instansi pusat, ada yang bisa memberikan tunjangan tambahan penghasilan (dalam kerangka pelaksanaan reformasi birokrasi). Sebagai contoh yang dilakukan di Departemen Keuangan, Mahkamah Agung dan BPK. Besaran atau jumlah nominal tambahan penghasilan yang diterima oleh masing-masing instansi tersebut berbeda-beda. Nama atau sebutannya pun berbeda-beda. Dari hasil temuan kajian LAN tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun gaji PNS bisa dikatakan kecil tetapi penghasilannya besar. Karena selain menerima gaji dan tunjangan masih dimungkinkan menerima tambahan penghasilan. Inilah yang membuat animo masyarakat untuk menjadi PNS tetap besar. Akan tetapi karena besaran yang diberikan tidak mempunyai standar yang jelas dan tidak atau belum berlaku bagi semua PNS dan semua instansi, pada akhirnya sistem ini justeru menimbulkan kecemburuan. Bagi PNS yang bekerja di daerah yang PAD-nya besar maka akan menerima gaji/penghasilan yang lebih besar daripada PNS yang bekerja di daerah yang PAD-nya kecil. Demikian juga bagi PNS yang bekerja di Departemen Keuangan, Mahkamah Agung dan BPK akan menerima gaji/penghasilan yang lebih besar daripada PNS yang bekerja di instansi lain yang belum melakukan reformasi. Mengapa sama-sama berstatus PNS, tetapi gaji/penghasilannya bisa berbeda-beda? Kondisi inilah yang seharusnya diperbaiki, sehingga tidak muncul pesimisme di kalangan PNS sendiri. Perbaikan terhadap sistem penggajian seharusnya menjadi agenda utama dalam kerangka reformasi birokrasi. Perbaikan ini bukan sekedar menambah penghasilan, tetapi lebih pada perbaikan sistemnya. Tujuannya supaya tujuan pemberian gaji sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang PokokPokok Kepegawaian khususnya di Pasal 7 ayat (1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya; dan ayat (2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya, bisa segera diwujudkan. Tulisan berikut mencoba membangun satu sistem penggajian dengan melihat pada kinerja instansi maupun individu. Kinerja harus menjadi dasar dalam pemberian gaji, sehingga pegawai yang berkinerja tinggi akan mendapat gaji yang lebih besar. Demikian pula dengan instansi yang beban kerjanya dan kinerjanya tinggi/bagus pantas mendapat penghargaan yang lebih tinggi yang bisa membedakan dengan instansi
3
lainnya. Dalam konsep ini akan ada kelas-kelas tertentu yang membedakan masing-masing instansi yang didasarkan pada beban kerjanya. B. Kondisi Empiris Penggajian PNS Pemberian gaji PNS merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian khususnya pasal 7 ayat (1) dimana disebutkan PNS berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai beban kerja dan tanggung jawabnya. Selanjutnya sistem penggajian PNS diatur dengan PP yang sudah sepuluh kali mengalami perubahan, terakhir kali diatur dengan PP Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penggajian PNS. Perubahan-perubahan yang dilakukan cenderung pada penyesuaian nilai nominal gaji supaya bisa mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup pegawai. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa pemberian gaji PNS didasarkan pada 2 (dua) aspek, yaitu golongan/ruang dan masa kerja. Golongan/ruang PNS dibagi dalam 4 (empat) kelompok, yaitu : Golongan I terdiri dari 4 (empat) ruang : a, b, c, d; Golongan II terdiri dari 4 (empat) ruang : a, b, c, d; Golongan III terdiri dari 4 (empat) ruang : a, b, c, d; dan Golongan IV terdiri dari 5 (lima) ruang : a, b, c, d, e. Sementara masa kerja pegawai dihitung dalam tahunan dan setiap dua tahun sekali diberikan kenaikan gaji berkala. Dalam lampiran peraturan ini disebutkan bahwa gaji terendah PNS adalah sebesar Rp 1.040.000,- yang diberikan kepada PNS Golongan I/a dengan masa kerja 0 tahun, sementara gaji tertinggi PNS adalah sebesar Rp 3.400.000,- yang diberikan kepada PNS Golongan IV/e dengan masa kerja 32 tahun. Perbandingan gaji terendah dengan gaji tertinggi adalah kurang lebih 1 : 3 dengan rentang waktu 32 tahun. Selain menerima gaji pokok sebagaimana diatur dalam PP Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penggajian PNS, seorang PNS juga memperoleh tunjangan jabatan sesuai jabatan yang dipangkunya. Sebagaimana diketahui, jabatan di organisasi pemerintah terdiri dari dua jenis, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Mengenai jabatan struktural PNS diatur dalam PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang PNS dalam memimpin suatu satuan organisasi negara. Sementara mengenai jabatan fungsional PNS diatur dalam PP Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional PNS. Bagi PNS yang dipercaya untuk menduduki jabatan struktural diberikan tunjangan jabatan struktural sebagaimana disebutkan dalam Pasal 17 ayat (1) PP Nomor 100 Tahun 2000. Mengenai besarannya diatur dalam PP Nomor 3 Tahun 2006 sebagai berikut : 4
Besaran Tunjangan Jabatan Struktural PNS Menurut PP Nomor 3 Tahun 2006 No
Eselon
Besaran Tunjangan
1.
IA
Rp
4.500.000,-
2.
IB
Rp
3.500.000,-
3.
IIA
Rp
2.500.000,-
4.
IIB
Rp
1.500.000,-
5.
IIIA
Rp
900.000,-
6.
IIIB
Rp
675.000,-
7.
IVA
Rp
360.000,-
8.
IVB
Rp
315.000,-
9.
VA
Rp
225.000,-
Sementara untuk besaran tunjangan jabatan fungsional PNS diatur tersendiri dalam bentuk Peraturan Presiden. Besaran tunjangannya berbeda-beda untuk masing-masing jabatan fungsional. Sebagai contoh, besaran tunjangan untuk Jabatan Fungsional Peneliti sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2006 tentang Tunjangan Peneliti adalah : Besaran Tunjangan Jabatan Fungsional Peneliti Menurut PerPres Nomor 24 Tahun 2006 No
Jenjang
Besaran Tunjangan
1.
Peneliti Utama
Rp
1.230.000,-
2.
Peneliti Madya
Rp
1.094.000,-
3.
Peneliti Muda
Rp
660.000,-
4.
Peneliti Pertama
Rp
278.000,-
Contoh yang lain adalah jabatan fungsional perencana sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2007. Tunjangan yang diterima sebagaimana tercantum dalam Tabel berikut ini. Besaran Tunjangan Jabatan Fungsional Perencana Menurut PerPres Nomor 44 Tahun 2007 No
Jenjang
1.
Peneliti Utama
Besaran Tunjangan Rp
5
1.400.000,-
2.
Peneliti Madya
Rp
1.200.000,-
3.
Peneliti Muda
Rp
750.000,-
4.
Peneliti Pertama
Rp
325.000,-
Contoh lainnya adalah jabatan analis kepegawaian sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2007 sebagaimana ditampilkan dalam Tabel berikut ini. Besaran Tunjangan Jabatan Fungsional Analis Kepegawaian Menurut PerPres Nomor 45 Tahun 2007 No 1.
Jenjang
Besaran Tunjangan
Analis Kepegawaian Ahli 1. Analis Kepegawaian Madya
Rp
500.000,-
2. Analis Kepegawaian Muda
Rp Rp
375.000,275.000,-
1. Analis Kepegawaian Penyelia
Rp
350.000,-
2. Analis Kepegawaian Pelaksana Lanjutan
Rp
265.000,-
3. Analis Kepegawaian Pelaksana
Rp
240.000,-
3. Analis Kepegawaian Pertama 2.
Analis Kepegawaian Terampil
Tabel diatas adalah beberapa contoh, besaran tunjangan yang diberikan kepada pejabat fungsional. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa besar tunjangan yang diberikan berbeda-beda untuk masing-masing jabatan fungsional sesuai beban kerja dan tanggung jawabnya. Sementara itu bagi PNS yang belum menduduki satu jabatan, baik struktural maupun fungsional diberikan tunjangan umum. Mengenai tunjangan umum PNS ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2006. Pemberian tunjangan umum PNS diberikan berdasarkan pada golongannya. Secara lengkap disajikan dalam Tabel berikut ini. Besaran Tunjangan Umum PNS Menurut PerPres Nomor 12 Tahun 2006 No
Golongan PNS
Besaran Tunjangan
1.
IV
Rp
190.000,-
2.
III
Rp
185.000,-
3.
II
Rp
170.000,-
6
4.
I
Rp
175.000,-
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa PNS dalam menjalankan tugas dan kewajibannya diberi imbalan atau dibayar dengan memberikan gaji pokok dan tunjangan jabatan, baik jabatan struktural maupun fungsional. Bagi yang belum/tidak menduduki jabatan tertentu diberikan tunjangan umum. Peraturan ini berlaku untuk semua PNS baik di tingkat pusat maupun daerah. Sementara itu untuk PNS didaerah dengan berlakunya PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dimungkinkan untuk mendapat tambahan penghasilan diluar gaji pokok tersebut. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan bagi PNS-nya dengan menggunakan lima kriteria, yaitu : a. Tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja; b. Tambahan penghasilan berdasarkan tempat bertugas; c. Tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja; d. Tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi; dan e. Tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja. Sementara mengenai besaran tambahan penghasilan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah masing-masing. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 63 ayat (2) PP Nomor 58 Tahun 2005 sebagai berikut : “Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan”. Beberapa daerah sudah mulai menerapkan peraturan ini sejak tahun 2006. Sebagai contoh, di Provinsi Kalimantan Tengah. Di Provinsi Kalimantan Tengah pemberian tambahan penghasilan diatur dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 01 Tahun 2008 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam peraturan ini tunjangan terbesar diberikan kepada pejabat struktural eselon I b, yaitu sebesar Rp 3.400.000,- sementara tunjangan terendah diberikan kepada PNS golongan II, yaitu sebesar Rp 400.000,-. Secara lengkap ditampilkan dalam Tabel berikut. Besaran Tambahan Penghasilan 7
di Provinsi Kalimantan Tengah No
Jenjang PNS
Besaran Tunjangan
1.
JS Es I b
Rp
3.400.000,-
2.
JS Es II a
Rp
2.000.000,-
3.
JS Es II b
Rp
1.750.000,-
4.
JS Es III a
Rp
1.500.000,-
5.
JS Es III b
Rp
1.300.000,-
6.
JS Es IV a
Rp
1.000.000,-
7.
JS Es IV b
Rp
800.000,-
8.
JF Gol IV
Rp
1.500.000,-
9.
JF Gol III
Rp
1.000.000,-
10.
JF Gol II
Rp
750.000,-
11.
PNS Gol IV
Rp
500.000,-
12.
PNS Gol III
Rp
450.000,-
13.
PNS Gol II
Rp
400.000,-
14.
PNS Gol I
Rp
350.000,-
Sumber : Peraturan Gubernur Kalteng No. 01 Tahun 2008
Apabila di Provinsi Kalimantan Tengah disebut dengan tunjangan tambahan penghasilan maka di Provinsi Papua Barat disebut dengan tunjangan khusus. Dana untuk pemberian tunjangan khusus ini dibebankan kepada APBN bukan APBD Provinsi Papua Barat. Hal ini didasarkan pada kondisi Papua Barat yang memang sulit dijangkau sehingga biaya hidup menjadi tinggi. Maka yang menjadi dasar hukum dalam pemberian tunjangan khusus bagi PNS di Provinsi Papua Barat adalah Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor : SE-150/A/A/2002 yang ditindaklanjuti dengan Surat Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 48 Tahun 2006. Berikut ini disajikan besarannya. Tunjangan Khusus bagi PNS di Lingkungan Provinsi Papua Barat No
Gol/Ruang/Pangkat PNS
Besaran Tunjangan
1.
I/a
Juru Muda
Rp
200.000,-
2.
I/b
Juru Muda Tingkat I
Rp
225.000,-
3.
I/c
Juru
Rp
250.000,-
4.
I/d
Juru Tingkat I
Rp
275.000,-
5.
II/a
Pengatur Muda
Rp
300.000,-
8
6.
II/b
Pengatur Muda Tingkat I
Rp
325.000,-
7.
II/c
Pengatur
Rp
350.000,-
8.
II/d
Pengatur Tingkat I
Rp
375.000,-
9.
III/a
Penata Muda
Rp
425.000,-
10.
III/b
Penata Muda Tingkat I
Rp
450.000,-
11.
III/c
Penata
Rp
475.000,-
12.
III/d
Penata Tingkat I
Rp
500.000,-
13.
IV/a
Pembina
Rp
525.000,-
14.
IV/b
Pembina Tingkat I
Rp
550.000,-
15.
IV/c
Pembina Utama Muda
Rp
575.000,-
16.
IV/d
Pembina Utama Madya
Rp
600.000,-
17.
IV/e
Pembina Utama
Rp
625.000,-
Selain di tingkat Provinsi, pemberian tambahan penghasilan juga diberikan oleh beberapa Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota yang sudah memberikan tambahan penghasilan antara lain adalah Kota Palangkaraya. Sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Walikota Palangkaraya Nomor 310 Tahun 2007 tentang Pemberian Tunjangan Tambahan Penghasilan berdasarkan Prestasi Kerja kepada PNS di Lingkungan Pemerintah Kota Palangkaraya. Tambahan penghasilan paling besar diberikan kepada pejabat struktural eselon IIa, yaitu sebesar Rp 2.500.000,- dan paling rendah diberikan kepada pegawai golongan I, yaitu sebesar Rp 300.000,-. Secara lengkap disajikan dalam Tabel berikut ini. Besaran Tambahan Penghasilan di Kota Palangkaraya No
Jenjang Jabatan PNS
1.
JS Es II a
Rp
2.500.000,-
2.
JS Es II b
Rp
1.500.000,-
3.
JS Es III
Rp
900.000,-
4.
JS Es IV
Rp
600.000,-
5.
JS Es V
Rp
450.000,-
6.
JF Gol IV
Rp
650.000,-
7.
JF Gol III
Rp
500.000,-
8.
JF Gol II
Rp
450.000,-
9.
PNS Gol IV
Rp
500.000,-
9
Besaran
10.
PNS Gol III
Rp
400.000,-
11.
PNS Gol II
Rp
350.000,-
12.
PNS Gol I
Rp
300.000,-
Contoh daerah lain yang sudah memberikan tunjangan tambahan penghasilan adalah Pemerintah Kabupaten Banjar. Dasar kebijakan yang dipakai adalah Keputusan Bupati Banjar Nomor : 841/014/KEU/2006 tentang Tunjangan Daerah bagi Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah dan Pejabat Struktural di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Banjar. Pejabat fungsional dilingkungan kabupaten Banjar juga memperoleh sejumlah tunjangan daerah yang didasarkan pada Keputusan Bupati Banjar Nomor : 691/Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Daerah. Tunjangan Daerah bagi Pejabat Struktural dan Fungsional di Kabupaten Banjar No
Kriteria PNS
Besaran
1.
Bupati
Rp
4.000.000,-
2.
Wakil Bupati
Rp
3.500.000,-
3.
Eselon II/a
Rp
2.500.000,-
4.
Eselon II/b
Rp
2.000.000,-
5.
Eselon III/a
Rp
1.500.000,-
6.
Eselon III/b
Rp
1.300.000,-
7.
Eselon IV/a
Rp
1.000.000,-
8.
Eselon IV/b
Rp
800.000,-
9.
Eselon V/a
Rp
600.000,-
10.
Eselon V/b
Rp
500.000,-
11.
Golongan II
Rp
250.000,-
12.
Golongan III
Rp
300.000,-
13.
Golongan IV
Rp
350.000,-
14.
Dokter, Dosen
Rp
400.000,-
Beberapa gambaran data yang diberikan tersebut menegaskan bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan dalam penghasilan PNS. Kondisi ini terjadi bukan hanya ditingkat pusat tetapi juga ditingkat daerah. Perbedaan ini sebenarnya tidak menjadi masalah apabila ada kriteria atau standar yang jelas dalam pembedaan penghasilan PNS ini. Bagi daerah 10
yang mempunyai PAD besar bias memberikan tambahan penghasilan yang besar sementara daerah yang PAD-nya kecil hanya memberikan kecil. Kondisi ini akan berdampak pada perbedaan tingkat kesejahteraan PNS. Padahal amanat UU Nomor 43 Tahun 1999 Pasal 7 ayat (2) sangat jelas menyebutkan bahwa gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. C. Konsep Sistem Penggajian PNS Penjelasan diatas menunjukkan bahwa perlu dilakukan perubahan dalam sistem penggajian PNS. Perlu ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menyusun sistem penggajian PNS. Pertama, sistem penggajian PNS harus mengakomodasi adanya perbedaan tugas pokok, tanggung jawab dan beban kerja dari masing-masing instansi. Kondisi ini berdampak instansi yang mempunyai tugas pokok, tanggung jawab dan beban kerja berat perlu diapresiasi dengan memberikan tambahan gaji. Kedua, sistem penggajian PNS harus mengakomodasi adanya perbedaan biaya hidup diberbagai daerah. Hal ini untuk memenuhi amanat UU Nomor 43 tahun 1999, yaitu terkait upaya peningkatan kesejahteraan PNS, dengan nominal gaji yang sama tetapi hidup didaerah yang berbeda tentu nilai nominalnya akan berbeda, artinya tingkat kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup juga berbeda. Ketiga, sistem penggajian PNS harus mengakomodasi kompetensi atau kemampuan yang dimiliki oleh PNS. Kompetensi masing-masing PNS tentu berbeda dan perbedaan ini akan berpengaruh pada kemampuannya dalam melaksanakan pekerjaannya. PNS yang kemampuannya tinggi harus dihargai lebih besar daripada PNS yang kemampuannya rendah. Keempat, sistem penggajian PNS harus berdasarkan pada prestasi kerja atau kinerja PNS. Ini akan berdampak pada peningkatan motivasi PNS karena PNS yang berkinerja lebih tinggi akan menerima gaji lebih besar dari PNS yang kinerjanya rendah. Terakhir, kelima, secara nominal jumlah gaji yang diterima PNS harus mampu memenuhi kebutuhan standar hidup layak sehingga kesejahteraan PNS dapat meningkat dengan kata lain jumlah gaji PNS bisa bersaing dengan gaji pegawai non PNS atau swasta. Dengan memperhatikan berbagai kondisi tersebut, dalam tulisan berikut ini dikembangkan suatu sistem penggajian PNS yang baru. Sistem penggajian PNS ini didasarkan pada dua pendekatan, yaitu pendekatan instansi/daerah dan pendekatan individu. Pendekatan instansi/daerah untuk mengakomodasi adanya instansi yang mempunyai tugas, tanggung jawab dan beban kerja yang ”diatas rata-rata” sehingga pegawainya memerlukan tambahan penghasilan. Pendekatan ini juga mengakomodasi daerah-daerah yang biaya hidupnya tinggi, terutama di daerah-daerah 11
pelosok yang sulit dijangkau. Sementara pendekatan individu dilakukan dengan melihat pada kompetensi, tanggung jawab dan kinerja yang dimiliki masing-masing individu. Pendekatan instansi dilakukan dengan memperhatikan beberapa kriteria, yaitu : misi, visi, tugas pokok dan fungsi, urgensi, tanggung jawab, cakupan atau ruang lingkup tugas dari organisasi dan lain sebagainya. Data-data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan memperhatikan konstelasi atau hubungan instansi yang dianalisis dengan instansi lainnya. Ruang analisisnya dilakukan secara nasional (antar instansi yang ada ditingkat pusat dan antar daerah) atau wilayah (antar instansi yang ada didaerah). Hasil dari analisis adalah ditemukannya harga dari masingmasing instansi/daerah yang ada. Apabila ruang analisisnya secara nasional maka akan terpetakan harga masing instansi yang ada di pusat dan harga masing-masing daerah. Sementara apabila ruang analisisnya secara wilayah maka akan terpetakan harga masing-masing instansi yang ada di suatu daerah. Setelah dianalisis maka akan diperoleh harga masing-masing instansi/daerah. Selanjutnya data ini di-grading, dipetakan dan dikelompokkan sebagaimana terlihat dalam gambar dibawah. Dalam contoh tersebut, harga instansi dimasukkan dalam beberapa kelompok, misalnya kelompok A, B, C, D dan E. Kelompok A mewakili instansi/daerah yang mempunyai standar biasa (paling rendah), artinya analisis terhadap kriteria-kriterianya menunjukkan standarnya biasa, maka nilai gajinya masuk kelompok 1 (grade nilai gaji paling rendah). Kelompok B mempunyai standar yang lebih tinggi daripada kelompok A sehingga kelompok nilai gajinya juga lebih tinggi (kelompok 2). Demikian seterusnya untuk kelompok-kelompok lainnya. Grade standar gaji untuk masingmasing kelompok ditetapkan dengan memperhatikan kemampuan APBN. Standar Gaji Pendekatan Instansi/Daerah
12
Nilai Gaji
4 3 Nilai Standar Gaji 2 1
0 A
B
C Harga Instansi
D
E
Grade standar gaji dengan pendekatan instansi/daerah ini seharusnya selalu direview setiap tahun menyesuaikan dengan kemampuan APBN dan penilaian kinerja masing-masing lembaga. Tugas, tanggung jawab dan beban kerja setiap instansi/daerah mungkin tidak ada perubahan yang signifikan tetapi bagaimana pelaksanaan tanggung jawabnya tentu bisa berbeda/berubah. Ini sekaligus sebagai penghargaan bagi instansi/daerah yang berprestasi atau mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik dan benar (sebagai perwujudan akuntabilitas). Sebaliknya bagi instansi/daerah yang kurang berprestasi atau kurang bagus dalam pelaksanaan tanggung jawabnya maka harus mendapat sanksi berupa penurunan kelompok. Naik atau turunnya kelompok akan berdampak pada naik atau turunnya grade standar gaji bagi instansi/daerah. Dengan model ini, diharapkan setiap instansi/daerah dapat termotivasi untuk selalu meningkatkan kinerjanya. Untuk mendukung konsep ini diperlukan instrumen yang mampu mengukur dan menilai harga masing-masing instansi/daerah secara jelas, transparan dan adil. Sehingga semua instansi/daerah dapat menerima grading atau pengelompokan yang dilakukan. Demikian pula dengan penetapan grade standar gajinya, jangan sampai justeru menimbulkan kecemburuan antar instansi/daerah. Setelah melakukan analisis dengan pendekatan instansi/daerah, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis dengan pendekatan individu. Sistem penggajian dengan pendekatan individu didasarkan pada 3P, yaitu : pay for person, pay for position dan pay for performance. Pertama, pay for person didasarkan pada kompetensi atau kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Kompetensi atau kemampuan individu tidak hanya sekedar dilihat dari tingkat pendidikan formal yang dimiliki tetapi lebih difokuskan pada bagaimana dia mampu memanfaatkan kompetensi 13
itu untuk melaksanakan tugasnya. Dengan kata lain, yang dinilai bukan pada kapasitas yang dimiliki tetapi kapasitas yang dipakai. Misalnya, seorang pegawai mempunyai tingkat pendidikan S2, tetapi jabatan yang dipercayakan padanya adalah jabatan dengan tingkat pendidikan SLTA maka yang dihargai adalah pendidikan SLTA-nya bukan S2-nya. Pendekatan ini menghasilkan adanya grade standar gaji menurut kompetensi, atau bisa disebut dengan harga kompetensi. Kedua, pay for position didasarkan pada jabatan yang dipangku oleh masing-masing individu. Dalam pendekatan ini dipahami bahwa masingmasing jabatan mempunyai tanggung jawab dan beban kerja yang berbedabeda. Meskipun nomenklaturnya sama, belum tentu mempunyai tanggung jawab dan beban kerja yang sama. Misalnya seorang Kepala Bagian Keuangan dengan Kepala Bagian Arsip tentu mempunyai tanggung jawab dan beban kerja yang berbeda meskipun mempunyai jenjang jabatan yang sama, yaitu eselon III. Kepala Bagian Keuangan tentunya mempunyai beban kerja dan tanggung jawab yang lebih besar. Pendekatan ini menghasilkan adanya grade standar gaji menurut jabatan atau bisa disebut dengan harga jabatan. Ketiga, pay for performance didasarkan pada kinerja atau prestasi kerja atau hasil pelaksanaan kinerja individu. Pendekatan ini untuk membedakan antara pegawai yang berkinerja tinggi dengan pegawai yang berkinerja biasa atau rendah. Hal ini sekaligus untuk memberikan apresiasi atau penghargaan bagi pegawai yang berkinerja tinggi dan sekaligus memotivasi pegawai lain untuk bisa berkinerja bagus. Untuk bisa melaksanakannya diperlukan suatu instrumen pengukuran dan penilaian kinerja yang transparan dan jelas dalam mengukur kinerja nyata pegawai. Sehingga yang diukur atau dinilai bukan hanya kedisiplinan tetapi benar-benar kinerja pegawai. Dalam hal ini perlu adanya kesepakatan kinerja (performance agreement) antara pimpinan dengan pegawai yang bersangkutan. Kesepakatan ini memuat apa yang dikerjakan, bagaimana mengerjakan dan apa hasil yang diharapkan dari pegawai. Kesepakatan inilah yang menjadi tolok ukur untuk menilai kinerja pegawai. Pendekatan ini menghasilkan adanya grade standar gaji menurut prestasi kerja. Setelah melakukan analisis terhadap instansi/daerah maupun individu, maka akan diperoleh peta grade standar gaji menurut kedua pendekatan tersebut. Dalam pendekatan instansi/daerah dipetakan harga atau grade masing-masing instansi/daerah dan dengan mencermati kemampuan APBN bisa ditetapkan grade standar gaji untuk masingmasing instansi/daerah tersebut. Besaran atau nominal standar gaji menurut instansi/daerah ini akan menjadi tambahan dalam perhitungan gaji yang diterima oleh individu. Sementara dalam pendekatan yang kedua, 14
yaitu pendekatan individu akan dipetakan grade standar gaji menurut kompetensi atau kemampuan yang dimiliki, grade standar gaji menurut jabatan atau tanggung jawab dan grade standar gaji menurut kinerja pegawai. Apabila dimasukkan dalam rumus maka gaji yang diterima pegawai adalah : G = X Ins + X Comp + X Pos + X Perfor Dimana : G X Ins X Comp X Pos X Perf
= = = = =
gaji yang diterima pegawai standar gaji menurut instansi standar gaji menurut kompetensi standar gaji menurut posisi/jabatan standar gaji menurut kinerja
Rumusan diatas adalah nilai total gaji yang diterima oleh PNS selama sebulan. Dalam rumusan tersebut bisa ditambahkan juga satu tunjangan yang sangat terkait dengan kinerja, yaitu tunjangan transportasi. Tunjangan ini diberikan untuk mengakoodasi tingkat kedisiplinan pegawai untuk melaksanakan pekerjaannya, khususnya untuk datang dan pulang sesuai yang ditentukan. Akan tetapi dalam praktiknya tunjangan transportasi ini masih sering diperdebatkan karena karakteristik pekerjaan di PNS yang sangat beragam. Artinya ada jenis pekerjaan yang membutuhkan kedisiplinan tinggi untuk selalu datang dan pulang tepat waktu, tetapi dilain sisi ada juga pekerjaan yang lebih fleksibel dalam waktu. Kondisi inilah yang menyebabkan pendekatan pemberian tunjangan transportasi tidak diatur dalam konsep penggajian PNS ini. Demikian juga dengan tunjangan anak/istri juga tidak dimasukkan dalam konsep penggajian ini karena dianggap tidak berpengaruh langsung pada kinerja pegawai. Komponen penggajian menjadi lebih sederhana dan mudah dikontrol. Akan tetapi dari aspek besaran atau nominal akan menjadi lebih manusiawi dan meningkat. D. Penutup Konsep sistem penggajian PNS berdasarkan kinerja instansi dan individu ini memang memerlukan banyak prasyarat. Diantaranya, instrumen untuk menentukan grade standar gaji menurut instansi/daerah. Instrumen ini sangat penting karena akan menempatkan posisi suatu instansi/daerah dalam peta sistem penggajian secara nasional. Pada saat penetapan grading dan pricing akan membuka peluang terjadinya resistensi. Karena tidak akan ada instansi/daerah yang dianggap lebih rendah tanggung jawabnya daripada instansi/daerah lain. Dalam hal ini maka 15
diperlukan instrumen yang adil, transparant dan mampu memotret dengan tepat kondisi riil instansi/daerah yang bersangkutan. Demikian juga dengan pendekatan individu memerlukan instrumen untuk menentukan grade standar menurut kompetensi, jabatan dan kinerjanya. Instrumen-instrumen ini sangat penting untuk bisa membedakan antara pegawai yang mempunyai kompetensi tinggi dengan pegawai yang biasa-biasa saja, pegawai yang mempunyai tanggung jawab berat dengan pegawai yang mempunyai tanggung jawab ringan dan terutama untuk membedakan antara pegawai yang kinerjanya tinggi dengan pegawai yang kinerjanya rendah. Instrumen-instrumen ini harus mampu memotret secara tepat dan benar komponen-komponen tersebut. Konsep sistem penggajian PNS berdasarkan kinerja instansi dan individu ini diharapkan bisa mengatasi permasalahan penggajian sebagaimana terpotret didepan. Dalam konsep ini, gaji diberikan kepada PNS harus didasarkan pada berat atau ringannya beban kerja instansi/daerah, tanggung jawab yang diemban oleh seorang PNS, kemampuan yang dimiliki oleh PNS dan kontribusi yang diberikan PNS kepada instansinya sesuai tanggung jawabnya. Dengan konsep ini, diharapkan PNS akan termotivasi untuk selalu meningkatkan kinerjanya karena berhubungan secara signifikan dengan gaji yang diterimanya. Kalau pegawai mempunyai kompetensi tinggi, tanggung jawab besar dan kinerjanya tinggi maka dia akan menerima menerima gaji yang besar.
Daftar Bacaan Dessler, Gary : Manajemen Sumber Daya Manusia, Prenhallindo, Jakarta, 1997. Keputusan Bupati Banjar Nomor : 841/014/KEU/2006 tentang Tunjangan Daerah bagi Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah dan Pejabat Struktural di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Banjar. Lembaga Administrasi Negara : Kajian Sistem Penggajian PNS, Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur, Jakarta, 2008. Mackay, Paul : Which Remuneration and Rewards System Will Work Best For Us, Performance Based Or Skill Based?, Management Development Centre, USA, 1997.
16
Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 01 Tahun 2008 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional PNS. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penggajian PNS. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2006 tentang Tunjangan Umum PNS. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Peneliti. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Struktural. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2007 tentang Tunjangann Jabatan Fungsional Perencana. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Analis Kepegawaian. Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah : Manajemen Sumber Daya Manusia, Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2003. Surat Keputusan Walikota Palangkaraya Nomor 310 Tahun 2007 tentang Pemberian Tunjangan Tambahan Penghasilan berdasarkan Prestasi Kerja kepada PNS di Lingkungan Pemerintah Kota Palangkaraya. Surat Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 48 Tahun 2006 tentang Tunjangan Khusus bagi PNS di Lingkungan Provinsi Papua Barat. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
17