Cabaran Penerapan Sistem Penggajian Berasaskan Merit di Sektor Publik: Analisis Sistem Saraan Baru (SSB) di Malaysia ========================================================== Oleh: Muhamad Ali bin Embi ABSTRACT Merit pay has been widely used as a method of compensation in the public sector since the early 1980’s. Malaysia’s merit pay system, known as the New Remuneration System (NRS), was implemented in 1992. However, a growing body of research indicates numerous problems in the implementation of merit pay systems. Any merit pay system, an OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) study suggests, needs to be carefully evaluated for its effect on the motivation of public servants. This study attempts to assess the impact of the NRS on the motivation of Malaysian public servants. The results show that the NRS failed to satisfy key requirements for the effectiveness of merit pay and thus failed to motivate a majority of public servants. The major problems include lack of confidence in the NRS, inadequate information and understanding of the system, ineffective goal-setting, unsatisfactory performance appraisal, lack of a clear link between performance and reward, and unfair distribution of reward. Kata Kunci: Sistem Saraan Baru (SSB), Sistem Merit, Sistem Penggajian, Kakitangan Awam, Ganjaran, Prestasi Kerja I. PENDAHULUAN Sistem penggajian (saraan) berasaskan merit yang mulai dilaksanakan di sektor publik pada sekitar tahun 70an merupakan sistem penggajian yang telah diterapkan di sektor swasta sejak sekian lama. Pada saat terjadinya perubahan pendekatan di sektor publik yang mengunakan pendekatan yang diterapkan di sektor swasta yang dikatakan lebih efektif dan efisien, maka teknik sistem penggajian berasaskan merit menjadi teknik paling populer yang digunakan untuk menggantikan sistem penggajian sebelumnya yang yang dipandang
kurang memperhatikan beban kerja dan prestasi dari setiap kakitangan (pegawai). Namun demikian setelah sekian lama diterapkannya sistem ini ternyata penerapannya tidaklah semudah yang dibayangkan. Kondisi yang sama juga dialami di Malaysia pada saat Sistem Saraan Baru (SSB) dalam penggajian para kakitangan awam yang dilaksanakan pada tahun 1992 juga menghadapi masalah di dalam penerapannya. Pada saat Sistem Saraan Malaysia (SSM) diperkenalkan pada 2003 untuk menggantikan SSB, sistem tersebut juga mendapat kritik dalam hal efektifitas penerapannya.
Cabaran Penerapan Sistem Penggajian Berasaskan Merit...
79
Perubahan dan pembaharuan dalam sistem penggajian di sektor publik tersebut pada dasarnya disebabkan oleh dua hal, yaitu persoalan rendahnya produktifitas para kakitangan di sektor awam dan persoalan biaya tinggi yang harus ditanggung oleh kerajaan (pemerintah) dalam pembiayaan administrasi dan manajemen pegawai publik. Sektor publik seringkali mendapat kritik karena rendahnya prestasi kerja para kakitangannya dibandingkan dengan kakitangan sektor swasta yang disinyalir memiliki prestasi yang jauh lebih baik dan produktif. Menurut laporan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)1, gagasan untuk menghubungkan ganjaran dan prestasi dalam sektor publik di negara-negara anggota OECD telah mendapat dukungan penuh dari para pimpinan pada sektor dari berbagai negara. Mereka melihat sistem ini ternyata lebih baik dan kondusif dibandingkan dengan sistem incremental yang diterapkan sebelumnya pada sektor publik. Berdasarkan sistem lama itu terindikasi bahwa para kakitangan atau pekerja kurang termotivasi dalam pekerjaannya karena ganjaran tahunan yang diterima diberikan secara otomatis atau berdasarkan senioritas dan bukan berdasarkan prestasi kerja. Oleh karenanya para pekerja di sektor publik tidak tidak terdorong untuk berlomba-lomba 1
OECD. 1997a. Performance Pay Schemes for Public Sector Managers: An Evaluation of the Impacts. Paris: OECD.
80
dalam memperbaiki dan meningkatkan prestasi mereka karena melalui sistem incremental ini mereka tetap akan menerima ganjaran tahunan walaupun prestasi mereka tidak meningkat. Penerapan sistem penggajian berasaskan merit tersebut di Malaysia, yang dikenal dengan Sistem Saraan Baru (SSB), ternyata telah menimbulkan banyak keluhan dan kritik terhadapnya. SSB menghadapi berbagai kontroversi, terutama dalam hal sistem penilaian prestasi yang dilakukan dan pemberian ganjaran dan kenaikan gaji yang tidak proporsional. Walaupun pelaksanannya pada mulanya diterima dengan baik oleh para kakitangan atau pegawai publik, namun pada akhirnya berbagai keluhan bermunculan mengkritik sistem ini. Berdasarkan kondisi itu penelitian ini dilakukan dalam rangka melihat masalah apakah sebenarnya yang terjadi dalam penerapan SSB di Malaysia? Apakah penerapan SSB telah memenuhi syarat-syarat yang diperlukan dalam memotivasi para pekerja (kakitangan)? Apakah SSB berhasil dengan baik dalam memotivasi para kakitangan atau pegawai publik di Malaysia?. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menilai kesan penerapan Sistem Saraan Baru (SSB) terhadap motivasi kakitangan awam (pegawai publik) dalam menjalankan fungsi dan peranannya sebagai kakitangan. Secara khususnya, tujuan penelitian ini adalah: a. menilai penerapan SSB di kalangan kakitangan awam di Malaysia,
TINGKAP Vol. VI No. 2 Th. 2010
b. mengkaji sejauhmana kakitangan awam termotivasi oleh penerapan SSB, dan II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Berdasarkan perbincangan teori-teori seperti teori proses dan teori kandungan (content) terdapat beberapa syarat yang mesti dipenuhi terlebih dahulu sebelum sistem ini dapat dilaksanakan dengan efektif. Syarat-syarat ini sangat signifikan bagi pembentukan sistem penggajian berasaskan merit karena sistem ini mengandaikan uang sebagai motivator yang utama untuk meningkatkan motivasi pekerja. Syarat-syarat tersebut adalah kepentingan ganjaran keuangan bagi pekerja, keyakinan pekerja untuk meningkatkan tahap prestasi, informasi dan pemahaman pekerja terhadap sistem ini, kesahihan alat ukuran prestasi yang digunakan, jumlah ganjaran keuangan yang ditawarkan, penetapan sasaran yang jelas dan mencabar, bantuan dan sokongan untuk memperbaiki dan meningkatkan tahap prestasi, ketepatan penilaian prestasi, keadilan pemberian ganjaran dan hubungan ganjaran dengan prestasi. Kepentingan Ganjaran Keuangan Bagi Pekerja Kepentingan ganjaran keuangan bagi pekerja merupakan prasyarat utama bagi penerapan sistem penggajian berasaskan merit. Sejauhmana kepentingan ganjaran keuangan akan mempengaruhi diri pekerja yang bersangkutan sangat bergantung kepada pandangan mereka terhadap uang. Jika pekerja melihat uang adalah penting bagi mereka, maka ia akan dapat memotivasi tingkahlaku
c. mengenalpasti titik kelemahan dan kegagalan SSB. mereka. Jika pekerja menganggap ganjaran keuangan sebagai sesuatu tidak penting maka efeknya terhadap prestasi yang diingini tidak akan berhasil2. Andaian ini disokong oleh Lawler3 serta Milkovich dan Wigdor4 yang menjelaskan bahwa ganjaran yang ditawarkan mestilah dilihat sebagai sesuatu yang sangat penting dan mencukupi aga supaya ganjaran tersebut dapat menjadi daya tarik untuk mendorong pekerja meningkatkan prestasinya. Dengan kata lain, pekerja yang memberikan penilaian yang tinggi terhadap ganjaran keuangan akan lebih termotivasi dan berkesan dengan penerapan sistem penggajian berasaskan merit. Sebaliknya pekerja memberikan penilaian yang rendah terhadap ganjaran keuangan yang ditawarkan maka mereka tidak akan termotivasi untuk mendapatkan ganjaran tersebut. Keyakinan Pekerja Meningkatkan Prestasi
untuk
Teori harapan antara lainnya menegaskan bahwa sistem penggajian berasaskan merit perlu mewujudkan hubungan yang jelas di antara usaha dan prestasi untuk memastikan sistem ini dapat mendorong pekerja meningkatkan prestasi kerja mereka. 2
3
4
Vroom, Victor H. 1964. Work and Motivation. New York: John Wiley. Lawler, E.E. 1990. Strategic Pay: Aligning Organizational Strategies and Pay Systems. San Francisco: Jossey-Bass Publisher. Milkovich, G. and A. Wigdor. 1991. Pay for Performance: Evaluating Performance Appraisal and Merit Pay. Washington D.C.: National Academy Press.
Cabaran Penerapan Sistem Penggajian Berasaskan Merit...
81
Menurut Vroom5 sekiranya pekerja mengharapkan bahwa mereka tidak mampu untuk mencapai prestasi yang diingini maka mereka tidak akan berusaha untuk mencapainya karena beranggapan bahwa usaha tersebut akan menjadi sia-sia sahaja. Sebaliknya jika mereka yakin bahwa mereka mampu untuk mencapai prestasi tersebut sekiranya mereka berusaha maka keyakinan ini akan mendorong mereka untuk berusaha dengan lebih gigih lagi untuk mencapai prestasi tersebut. Informasi dan Pemahaman terhadap Sistem Penggajian Berasaskan Merit Pengetahuan dan pemahaman terhadap sistem penggajian berasaskan merit sangat penting untuk memotivasi para kakitangan awam dalam peningkatan prestasi mereka. Kakitangan awam yang tidak faham tentang sistem ini mungkin akan kebingungan dan keliru dengan pelaksanaannya dan menyebabkan mereka menentang sistem ini. Oleh karena itu untuk meningkatkan pemahaman para kakitangan awam terhadap sistem ini maka pengetahuan-pengetahuan tentang sistem tersebut hendaklah diinformasikan kepada mereka. Salah satu faktor yang menyebabkan pekerja-pekerja tidak berpuashati terhadap sistem penggajian berasaskan merit adalah disebabkan mereka tidak mendapat informasi yang mencukupi dan kurang memahami sistem ini. Menurut
5
Stiglitz6 kekurangan informasi dan pemahaman terhadap sistem penggajian berasaskan merit akan menyebabkan pekerja-pekerja kurang bermotivasi disebabkan tanggapan yang salah terhadap hubungan ganjaran dan prestasi. Validitas Alat Ukuran Prestasi Alat pengukuran yang akan digunakan untuk menilai prestasi pekerja mestilah menggambarkan tanggungjawab dan tugas pekerja bersangkutan. Hal ini adalah penting supaya instrumen tersebut dapat mengukur prestasi pekerja dengan sebenarnya. Berdasarkan penelitian Gaertner dan Gaertner7, penggunaan alat ukuran yang mempunyai tingkat validitas yang tinggi dan diterima oleh pekerja berpotensi untuk mendorong pekerja meningkatkan prestasi mereka, karena dengan adanya alat pegukuran yang mempunyai tingkat validitas yang tinggi maka ianya akan dapat mengukur prestasi pekerja dengan baik. Oleh karena itu pekerja akan dapat mengenalpasti tingkat prestasi mereka serta berusaha memperbaikinya jika didapati prestasi 6
Stiglitz, J. E. 1987. The Design of Labor Contacts: The Economics of Incentives and Risk Sharing. Dalam. Incentives, Cooperation and Risk Sharing, disunting oleh H. R. Nalbantian. Totowa, N.J.: Rowmen & Littlefield.
7
Gaertner, G. H. and K. L. Gaertner. 1984. Performance Evaluation and Merit Pay: Results in The Environmental Protection Agency and The Mined Safety and Health. Dalam. Legislating Bureaucratic Change: The CSRA of 1978 disunting oleh Patricia W. Ingraham and C. Ban. Albany: State University of New York.
Vroom. 1964. Op cit.
82
TINGKAP Vol. VI No. 2 Th. 2010
mereka berada pada tingkat yang rendah dengan tujuan agar ia memungkinkan mereka untuk mendapat ganjaran.
berkenaan supaya kenaikan tersebut dianggap bernilai oleh pekerja.
Jumlah Ganjaran Keuangan yang Ditawarkan
Teori penetapan sasaran yang dikemukakan oleh Locke10 menekankan bahwa efektifitas sistem penggajian berasaskan merit untuk memotivasi pekerja sangat bergantung kepada hubungan antara kenaikan ganjaran dan sasaran tugas yang jelas. Sasaran yang jelas merupakan panduan yang penting bagi pekerja untuk melaksanakan tugas yang ditetapkan dan membantu mereka untuk meningkatkan usaha mereka dalam pencapaian sasaran yang diingini oleh organisasi. Sasaran yang jelas ini juga merupakan alat yang efektif untuk memotivasi pekerja. Dengan adanya penetapan sasaran yang hendak dicapai oleh setiap pekerja maka akan terwujud hubungan yang serasi dan kukuh di antara daya usaha pekerja dan sasaran organisasi. Hasil penelitian Milkovich dan Wigdor11 juga menunjukkan bahwa keberhasilan organisasi swasta menerapkan sistem penggajian berasaskan merit dengan baik selama ini disebabkan karena mereka berhasil mewujudkan hubungan yang kukuh di antara usaha setiap pekerja dan sasaran organisasi. Dalam hal ini teori penetapan sasaran mengusulkan agar pekerja seharusnya dilibatkan dalam penetapan sasaran tersebut melalui diskusi bersama di antara pimpinan
Menurut teori harapan, dalam rangka mendorong peningkatan prestasi kerja yang tinggi maka pekerja mestilah mempunyai persepsi yang positif terhadap ganjaran bagi hasil sesuatu usaha itu. Ganjaran yang ditawarkan mestilah dianggap sangat menarik. Artinya dari segi jumlahnya ganjaran itu mestilah besar nilainya bagi individu atau pekerja bersangkutan. Jika ganjaran yang ditawarkan dianggap tidak cukup menarik maka ia akan menyebabkan individu tersebut kurang berminat untuk meningkatkan prestasi. Andaian ini juga disokong oleh hasil penelitian Ingraham8 yang mendapati bahwa salah satu syarat untuk memungkinkan sistem penggajian berasaskan merit berhasil memotivasi pekerja dengan baik adalah bahwa jumlah ganjaran yang diberikan hendaklah besar supaya ia dapat mendorong pekerja untuk mendapatkan ganjaran tersebut. Sementara berdasarkan penelitian Beer dan Walton9 didapati bahwa kenaikan ganjaran yang ditawarkan bagi setiap tingkatan prestasi mestilah bersesuaian dengan gaji dasar pekerja 8
9
Ingraham, P. W. 1993a. “Pay for Performance in the State”. dalam American Review of Public Administration, 23(3) : 189-200. Beer, M. and R.E. Walton. 1984. “Reward Systems and The Role of Compensation” dalam. Manage People, Not Personnel: Motivation and Performance Appraisal. Boston: A Harvard Business Review Book
Penetapan Sasaran yang Jelas dan Mencabar
10
Locke, E.A. 1968. Towards a Theory of Task Motivation and Incentives. Organizational Behavior and Human Performance, 3 : 157-189.
11
Milkovich, G. and A. Wigdor. 1991. Op cit.
Cabaran Penerapan Sistem Penggajian Berasaskan Merit...
83
atau menejer dan pekerja supaya memudahkan pekerja untuk mendefinisikan tugas mereka sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai. Teori penetapan sasaran juga menjelaskan bahwa sasaran yang jelas ini juga perlu mencabar (menantang) untuk memastikan bahwa pekerja termotivasi untuk mencapainya. Menurut teori ini, jumlah kenaikan ganjaran hendaklah didasarkan kepada sasaran yang hendak dicapai. Sekiranya kenaikan ganjaran tidak berdasarkan kepada kesukaran sasaran maka pekerja lebih cenderung untuk menetapkan sasaran yang rendah dan tidak mencabar supaya mudah mencapainya dan seterusnya memperolehi ganjaran yang lebih tinggi. Keadaan ini jelas tidak akan mendorong pekerja untuk meningkatkan prestasi. Bantuan dan Dorongan untuk Memperbaiki dan Meningkatkan Prestasi Teori harapan menjelaskan bahwa sistem penggajian berasaskan merit akan dapat memotivasi pekerja untuk meningkatkan prestasi sekiranya mereka diberi tugas yang sesuai dengan kompetensi dan keahlian yang ada pada mereka. Pada saat yang sama mereka seharusnya juga diberi bantuan dan dorongan untuk memperbaiki dan meningkatkan skill dan kemampuan mereka. Dengan keahlian dan kemampuan yang ada ini diharapkan akan timbul keyakinan di dalam diri mereka bahwa usaha mereka akan dapat meningkatkan prestasi mereka ke tahap yang lebih tinggi. Selain itu pimpinan juga berperan untuk memberikan dorongan dan peluang bagi pegawai 84
mereka untuk mengikuti seminar, workshop atau kursus dan pelatihan lainnya yang bersesuaian dengan tugas dan keahlian pekerja mereka. Pernyataan ini senada dengan pandangan Lawler12 yang menjelaskan bahwa insentif keuangan tidak akan dapat mendorong individu pekerja untuk meningkatkan prestasi mereka jika mereka tidak mempunyai keyakinan bahwa usaha mereka akan dapat meningkatkan prestasi. Bahkan insentif yang ditawarkan akan memberi kesan negatif karena individu pekerja bersangkutan tentu saja akan berlomba untuk mendapatkan ganjaran tersebut melalui cara yang tidak benar. Akibatnya timbullah perasaan iri hati, cemburu, dan konflik organisasi. Ketepatan Penilaian Prestasi Ketepatan penilaian prestasi merupakan komponen kritikal bagi keberhasilan sistem penggajian 13 berasaskan merit ini . Selanjutnya Gaertner dan Gaertner14 menerangkan bahwa pekerja seharusnya melihat proses penilaian prestasi sebagai petunjuk yang tepat terhadap prestasi kerja mereka untuk memungkinkan sistem penggajian berasakan merit berhasil untuk memotivasi pekerja. 12
Lawler, E.E. 1990. Op cit. Lawler, E.E. 1971. Pay and Organizational Effectiveness: A Psychological View. New York: McGraw-Hill; Pearce, J. L. and J. L. Perry. 1985. Federal merit pay: A longitudinal analysis. Public Administration Review, 43(4) : 315-325; Gaertner, G. H. and K. L. Gaertner 1985. Performance Contigent Pay for Federal Managers. Administration and Society, 17(1) : 7-20. 14 Gaertner, G. H. and K. L. Gaertner 1985. Ibid. 13
TINGKAP Vol. VI No. 2 Th. 2010
Ketepatan di sini merujuk kepada hubungan di antara skala angka nilai prestasi yang diberikan dengan prestasi pekerja sebenarnya15. Sekiranya skala angka nilai yang digunakan dilihat sebagai sesuatu yang tidak tepat oleh pekerja maka akan sukar bagi pekerja untuk mempercayai bahwa keputusan penilaian yang dibuat itu telah dilakukan dengan adil. Hasil 16 penelitian oleh OECD menemukan bahwa penggunaan skala penilaian prestasi tanpa pengukuran yang objektif dan tepat akan menimbulkan rasa tidak puas hati dari pekerja terhadap sistem penilaian bersangkutan. Dari sudut perspektif psikologi, dalam pengukuran prestasi yang tepat diperlukan supaya pekerja dapat melihat peningkatan prestasi sebagai suatu instrumen penting di dalam peningkatan gaji. Sekiranya prestasi tidak diukur dengan tepat maka penilaian akan dilihat sebagai sesuatu yang tidak sah, tidak adil, dan adanya diskriminasi. Keadaan ini akan menghilangkan kepercayaan pekerja terhadap proses penilaian dan harapan bahwa prestasi yang baik akan diberi ganjaran dan seterusnya akan mengurangkan motivasi mereka untuk meningkatkan prestasi. Untuk meminimalkan kesalahan dalam penilaian prestasi, Heneman17 15
Heneman, R.L., K.N. Wexley & M.L. Moore. 1987. Performance-Rating Accuracy: A critical review. Journal of Business Research, 15 : 431-448. 16 OECD. 1997a. Op cit. 17 Heneman, R.L., K.N. Wexley & M.L. Moore. 1990. “Merit Pay Research”. Dalam. Research in Personnel and Human Resource Management Vol. 8, disunting oleh G. R. Ferris and K. M. Rowland. Greenwich, CT: JAI Press.
mengusulkan agar ditetapkan hal-hal yang terkait dengan standard prestasi, peningkatan keahlian pejabat penilai dalam menilai prestasi pekerja dan menghubungkan standard dan penilaian dengan misi strategik organisasi. Keadilan Pemberian Ganjaran Keadilan pemberian ganjaran dalam hal ini merujuk kepada reaksi individu terhadap sejauhmana terwujudnya keadilan dalam proses pemberian ganjaran baik dari segi perbandingan dengan teman sekerja ataupun dari segi sumbangan yang diberikan kepada organisasi. Persepsi terhadap keadilan merupakan petunjuk penting bagi sikap dan gelagat pekerja. Pekerja yang percaya bahwa ganjaran yang tidak diberikan secara adil akan menimbulkan rasa tidak puashati terhadap sistem ini dan seterusnya akan mengurangi motivasi mereka untuk berusaha bersungguh-sungguh untuk meningkatkan prestasi. Hasil penelitian OECD18 juga menemukan bahwa salah satu sebab kegagalan sistem penggajian berasaskan merit ini adalah karena ganjaran tidak diberikan secara adil dan saksama. Pemberian ganjaran yang adil dan saksama ini dapat diwujudkan dengan memberikan jumlah ganjaran berdasarkan kepada tingkat prestasi. Dengan kata lain, pekerja yang berprestasi cemerlang seharusnya diberikan ganjaran yang lebih tinggi dibandingkan pekerja yang berprestasi sederhana dan rendah. Dengan ini diharapkan bahwa pekerja yang cemerlang akan merasa bahwa usaha mereka lebih dihargai dibandingkan pekerja-pekerja yang lain dan akan 18
OECD. 1997a. Op cit.
Cabaran Penerapan Sistem Penggajian Berasaskan Merit...
85
berusaha untuk mempertahankan atau meningkatkan lagi usaha mereka. Sementara pekerja yang berprestasi sederhana atau rendah akan berusaha meningkatkan prestasi mereka untuk mendapatkan ganjaran yang lebih tinggi. Malahan dalam hasil penelitian Braid19 ditemukan bahwa perbedaan kadar ganjaran yang diberikan kepada pekerja yang berprestasi cemerlang, sederhana, dan rendah hendaklah tidak terlalu kecil, karena perbedaan yang terlalu kecil akan mengurangi motivasi pekerja untuk meningkatkan prestasi. Hubungan Ganjaran dan Prestasi Teori harapan menjelaskan bahwa efektifitas sistem penggajian berasaskan merit untuk memotivasi pekerja sangat bergantung kepada hubungan yang jelas antara ganjaran dan prestasi. Sekiranya pekerja tidak dapat mengharapkan bahwa prestasi yang tinggi akan mendapat ganjaran yang setimpal maka mereka tidak akan termotivasi untuk mencapai prestasi cemerlang. Oleh karena itu hubungan antara ganjaran dan prestasi ini dapat dirujuk sebagai kekuatan kepercayaan pekerja bahwa terdapat hubungan yang kuat antara ganjaran dan prestasi mereka20. Semakin kuat hubungan ini, semakin termotivasi pekerja untuk bekerja keras. Menurut Vroom21 dan Lawler22 hubungan ini merupakan ciri kritikal bagi keefektifan sistem ganjaran berasaskan prestasi. Begitu juga 19
Braid, R. W. 1986. The Power of Pay. New York: Facts on File Publication. 20 OECD. 1997a. Op cit. 21 Vroom. 1964. Op cit. 22 Lawler, E.E. 1990. Op cit.
86
halnya dengan Sistem Saraan Baru (SSB) yang berlaku di Malaysia. Menurut mereka tanpa hubungan yang jelas di antara ganjaran dan prestasi maka akan sukar untuk menjadikan sistem ini efektif untuk meningkatkan motivasi pekerja. III. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu kaedah kuantitatif dan kaedah kualitatif. Melalui kaedah kuantitatif, jawaban responden yang diperoleh dari kuesioner (angket) dianalisis dengan menggunakan kaedah statistik seperti ujian T, Anova dan multiple regression. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 1126 orang kakitangan awam (pegawai publik) yang berada di kawasan utara Malaysia (Kedah, Perlis dan Pulau Pinang). Namun dari jumlah tersebut hanya sebanyak sebanyak 745 (67.0%) dari angket tersebut yang layak digunakan untuk tujuan penganalisaan. Sementara kaedah kualitatif digunakan untuk mendapat informasi yang lebih mendalam terhadap proses pelaksanaan Sistem Saraan Baru (SSB) di Malaysia. Oleh karena itu teknik wawancara digunakan pula dalam penelitian ini untuk mendapat informasi selanjutnya dari para kakitangan awam dan para pimpinan yang terlibat terutama di dalam proses penilaian prestasi para kakitangan awam. Untuk tujuan tersebut, sebanyak 60 orang kakitangan awam bukan penilai dan 21 orang pegawai penilai telah diwawancarai.
TINGKAP Vol. VI No. 2 Th. 2010
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penilaian terhadap Pelaksanaan Sistem Saraan Baru (SSB) Hasil penelitian ini menemukan bahwa pelaksanaan SSB menghadapi masalah dalam pemenuhan syaratsyarat memotivasi pekerja sebagaimana yang dijelaskan oleh teori-teori yang digunakan untuk membentuk sistem penggajian berasaskan merit. Di antara kegagalan tersebut adalah seperti berikut: Kegagalan Memenuhi Prasyarat Keberhasilan SSB Penelitian ini menggariskan dua prasyarat keberhasilan SSB yaitu kepentingan ganjaran keuangan dan keyakinan untuk meningkatkan prestasi. Namun hasil penelitian ini mengungkapan bahwa SSB hanya memenuhi satu dari dua syarat yang ditetapkan yaitu kepentingan ganjaran keuangan. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ganjaran keuangan memainkan peranan penting terhadap kakitangan awam di Malaysia. Majoritas kakitangan awam (75.2%) menjelaskan bahwa ganjaran keuangan penting untuk memotivasi dan meningkatkan prestasi kerja mereka. Hasil penelitian ini senada dengan hasil penelitian Tam23 yang mendapati bahwa kakitangan awam Malaysia memandang insentif 23
Tam, Weng Wah. 1998. “An Assessment of the Relationships Among Organizational Trust, Organizational Politics, and Organizational Justice and Their Effects on Merit Pay Outcomes in The Malaysian Public Sector”. Thesis of Doctor of Philosophy in Public Administration. Michigan: UMI Dissertation Services.
keuangan sebagai hal yang paling menarik dalam penerapan SSB. Hasil penelitian Tam mendapati bahwa 34% dari 697 kakitangan awam Malaysia menyatakan SSB menyediakan insentif ganjaran keuangan yang menarik yaitu persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan faktorfaktor lain. Malahan persentase yang diperoleh ini hampir sama seperti yang ditemukan oleh Lowery dan Petty24, yang mendapati bahwa 33% kakitangan awam yang diteliti di Amerika Serikat memandang uang sebagai salah satu aspek yang paling penting dalam sistem penggajian berasaskan merit dalam organisasi mereka. Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan teori-teori yang dikemukakan Perry dan Wise25 yang mengandaikan bahwa individu di sektor awam memandang motif nonkeuangan sebagai hal yang lebih penting daripada uang itu sendiri. Selain dari kepentingan ganjaran keuangan, keberhasilan pelaksanaan SSB juga tergantung kepada keyakinan kakitangan awam untuk meningkatkan prestasi. Sekiranya kakitangan awam tidak yakin bahwa usaha mereka akan dapat meningkatkan prestasi, maka mereka tidak akan berusaha bersungguhsungguh dalam melaksanakan tugas mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kakitangan awam Malaysia kurang mempunyai 24
Lowery, C. and M. M. Petty. 1995. Employee perception of the effectiveness of a performance-based pay program in a large public utility. Public Personnel Management, 24 (4) : 475-492.
25
Perry, James, L. and Lois Recascino Wise. 1990. “The Motivational Bases of Public Service” Public Administration Review 50 (May/June): 367-373.
Cabaran Penerapan Sistem Penggajian Berasaskan Merit...
87
keyakinan diri untuk meningkatkan prestasi terutama dalam aspek pencapaian prestasi. Hanya sekitar 50% dari mereka yang merasa yakin akan dapat mencapai prestasi cemerlang dan meningkatkan produktivitas kerja. Hal ini disebabkan oleh kurangnya dukungan dan dorongan untuk meningkatkan prestasi mereka. Keadaan ini menyebabkan mereka tidak yakin untuk melaksanakan tugas secara efektif karena kemampuan dan keahlian yang mereka miliki tentulah terbatas. Ketidakyakinan ini dapat menyebabkan hilangnya motivasi mereka untuk meningkatkan prestasi walaupun mereka berminat terhadap ganjaran yang ditawarkan. Malahan Lawler26 dalam penelitiannya memberi saran agar uang tidak digunakan sebagai alat motivasi sekiranya keyakinan pekerja untuk meningkatkan prestasi rendah. Hal ini disebabkan karena seorang pekerja tidak akan dapat meningkatkan prestasi walaupun keinginan mereka terhadap uang tinggi. Pada akhirnya keinginan kepada uang ini akan menimbulkan perasaan iri hati dan persaingan yang tidak sehat di kalangan pekerja .
kurang atau tidak faham tentang sistem baru penilaian prestasi dan tujuan SSB. Berdasarkan penelitian Beer dan Walton27 terindikasi bahwa pemahaman terhadap sistem ini akan meningkatkan penerimaan pekerja terhadap sistem tersebut. Sangatlah disayangkan bahwa setelah 10 tahun pelaksanaan SSB ternyata masih banyak kakitangan awam yang kurang mempunyai informasi dan memahami tentang SSB karena ia sangat penting dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan SSB untuk memotivasi kakitangan awam. Namun demikian masalah yang sama juga turut dihadapi oleh Amerika Serikat. Hasil penelitian oleh Kahn dan Sherer28 terhadap 780 orang pekerja pada 6 perusahaan juga menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil pekerja yang memiliki informasi dan pemahaman tentang sistem ganjaran dalam organisasi mereka. Walaupun ada di antara mereka yang ingin mendapatkan informasi lebih lanjut tetapi pihak pengelola administrasi/manajemen biasanya tidak akan melayani permintaan mereka ini. Menurut mereka: “We’ve been to ask them to explain, but the gentlemen in the office say it’s in decimals which we couldn’t understand, and that we must go back to work and make no fuss.”29
Kekurangan Informasi dan Pemahaman Terhadap SSB Penelitian ini mendapati bahwa kakitangan awam di Malaysia memiliki informasi dan pemahaman yang sederhana terhadap SSB. Hanya 48% dari mereka yang memiliki informasi tentang tujuan SSB dan 51% tentang sistem baru penilaian prestasi. Malahan 53% dari mereka 26
Lawler, E.E. 1971. Op cit.
88
27
Beer, M. and R.E. Walton. 1984. Op cit Kahn, L.M. and P.D. Sherer. 1990. “Contingent Pay and Managerial Performance” Industrial Labor Relations Review 43 (3). 29 Ibid 28
TINGKAP Vol. VI No. 2 Th. 2010
Selain itu hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya perbedaan tingkat pemahaman yang kentara terhadap SSB di antara kakitangan kelompok Administrasi/ Manajemen dan Profesional dengan kakitangan kelompok Pegawai biasa. Ini menunjukkan bahwa di kalangan pihak admistrator sendiri masih banyak yang kurang memiliki informasi dan pemahaman tentang SSB. Karena itu tidaklah mengherankan kenapa kakitangan awam lainnya tidak memahami SSB karena pihak administrator yang berperanan besar di dalam melaksanakan SSB sendiri kurang memiliki informasi dan pemahaman tentang SSB. Persepsi Kakitangan Awam Yang Rendah Terhadap Ciri-Ciri SSB Keberhasilan pelaksanaan SSB dalam memotivasi kakitangan awam juga dipengaruhi oleh syarat lainnya yaitu persepsi kakitangan awam terhadap ciri-ciri SSB. Terdapat dua ciri penting di dalam SSB yaitu jumlah ganjaran yang dianggap sebagai cukup menarik dan kesahihan alat penilaian prestasi yang digunakan. Namun temuan penelitian ini menunjukkan bahwa kakitangan awam mempunyai persepsi yang rendah terhadap kedua ciri SSB tersebut. Hal ini membuktikan bahwa ganjaran keuangan yang ditawarkan dalam penerapan SSB tidak mencukupi untuk memotivasi kakitangan awam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73% kakitangan awam menyatakan peluang kenaikan pangkat tipis. Oleh karena itu tidaklah mengheirankan mengapa saban tahun terdapat keluhan dan permintaan dari kakitangan awam maupun CUEPACS
untuk memperoleh peningkatan gaji dan bonus. OECD30 dalam penelitiannya terhadap sistem penggajian berasaskan merit di kalangan negara-negara anggotanya juga mendapati bahwa majoritas kakitangan awam yang diteliti tidak berpuashati dengan ganjaran yang mereka terima. Malahan jika ditinjau dari segi demografis kakitangan awam yang pernah mengabdi di sektor swasta mempunyai persepsi yang lebih rendah terhadap ganjaran keuangan yang ditawarkan oleh SSB dibandingkan dengan kakitangan awam yang tidak pernah bekerja di sektor swasta. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan persepsi ini adalah karena mereka yang pernah bekerja di sektor swasta melihat ganjaran keuangan yang ditawarkan di sektor swasta lebih menarik dibandingkan ganjaran keuangan yang ditawarkan oleh SSB. Disamping itu hasil penelitian terhadap kesahihan alat penilaian prestasi yang digunakan menemukan bahwa majoritas kakitangan mengatakan alat penilaian prestasi yang digunakan sangat rendah dari segi kesahihannya. Hal ini disebabkan kriteria-kriteria yang digunakan tidak dapat menggambarkan tanggungjawab mereka yang sebenarnya. Oleh karena itu markah (angka nilai) prestasi yang diberikan diragukani. Hal ini tidaklah mengherankan karena individu pekerja melakukan tugas yang beraneka ragam, mempunyai perbedaan tanggungjawab dan perbedaan lingkungan kerja. Oleh karena itu wajar saja prestasi kerja 30
OECD. 1997a. Op cit.
Cabaran Penerapan Sistem Penggajian Berasaskan Merit...
89
seorang pekerja akan berbeda dengan pekerja yang lain disebabkan perbedaan yang disebutkan tadi. Di dalam kasus Malaysia, ketika digunakan instrumen penilaian yang sama tanpa memperkirakan unsurunsur perbedaan yang disebutkan tadi sudah tentu kredibilitas dan kesahihan alat penilaian yang digunakan sering dipertikaikan. Persepsi Kakitangan Awam Yang Rendah Terhadap Pelaksanaan SSB Persepsi terhadap proses pelaksanaan SSB juga merupakan syarat yang penting untuk menentukan keberhasilan SSB di dalam memotivasi kakitangan awam. Selain itu proses pelaksanaan SSB merupakan peringkat yang paling sukar dan memerlukan komitmen kakitangan awam secara keseluruhan. Penelitian ini membagi proses pelaksanaan SSB kepada lima tingkatan yaitu: penetapan sasaran yang jelas dan mencabar, bantuan dan dorongan untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasi, ketepatan penilaian prestasi, keadilan pemberian ganjaran, serta hubungan ganjaran dan prestasi. 1) Sasaran yang jelas dan mencabar Hasil penelitian ini menemukan bahwa 65% dari pegawai penilai setuju bahwa penetapan sasaran adalah penting di dalam pelaksanaan SSB. Sementara Tam (1998) dalam penelitiannya mendapati bahwa selain dari insentif keuangan, kakitangan awam Malaysia memandang sasaran yang jelas sebagai bagian dari hal positif yang penting dalam penerapan SSB. Sedangkan penelitian Lowery
90
dan Petty31 juga menemukan bahwa pekerja memandang penetapan sasaran sebagai aspek yang berguna dalam sistem penggajian berasaskan merit. Hasil yang sama juga diperoleh oleh Kellough dan Selden32 yang menemukan bahwa 66% kakitangan awam di Amerika Serikat menyatakan bahwa penetapan sasaran adalah aspek yang paling positif dalam sistem penggajian berasaskan merit. Walaupun dikatakan penetapan sasaran merupakan aspek yang berfaedah dalam penerapan SSB namun penelitian ini mendapati bahwa di peringkat institusi pihak administrator tidak melaksanakan dengan serius pembentukan sasaran yang jelas dan mencabar. Malahan mereka juga kurang melakukan penyebaran sasaran organisasi kepada kakitangan mereka. Penyebabnya adalah karena pegawai penilai mengandaikan setiap pekerja sudah mengetahui sasaran institusi mereka tanpa perlu mereka mengingatkan setiap pekerja setiap saat terhadap sasaran yang perlu dicapai. Sementara di peringkat individu, hasil penelitian ini mendapati bahwa hampir 60% kakitangan menyatakan bahwa pelaksanaan SSB kurang mendorong kakitangan awam untuk membentuk sasaran yang jelas dan mencabar. Ini menunjukkan bahwa walaupun kakitangan awam menganggap bahwa penetapan sasaran yang jelas dan mencabar adalah aspek penting di dalam SSB tetapi kegagalan pihak administrator untuk 31 32
Lowery, C. and M. M. Petty. 1995. Op cit. Kellough, J.E. and S.C. Selden. 1997. “Payfor-Performance in State Govern-ment” dalam Review of Public Personnel Administration. 17 (1). TINGKAP Vol. VI No. 2 Th. 2010
menyebarkan sasaran institusi ini telah menghalangi kakitangan awam untuk menetapkan sasaran yang jelas dan mencabar. 2) Bantuan dan dorongan untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasi Berdasarkan kepada teori harapan terdapat hubungan yang kuat antara usaha dan prestasi seseorang itu. Seseorang individu pekerja tidak akan berusaha untuk meningkatkan prestasi sekiranya mereka beranggapan bahwa usaha mereka tidak akan mencapai prestasi yang diingini. Pekerja mestilah yakin bahwa tugas yang mereka pikul mampu untuk dilaksanakan dengan baik. Untuk membina dan meningkatkan keyakinan pekerja bahwa usaha mereka akan dapat meningkatkan prestasi maka tanggungjawab yang diberikan kepada mereka hendaklah sesuai dengan kompetensi, kualifikasi, dan keahlian yang dimiliki oleh individu pekerja yang bersangkutan. Di samping itu peluang-peluang untuk menigkatkan kemampuan dan skill seperti peluang pelatihan dan bantuan keuangan hendaklah juga diberikan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan kakitangan awam diberi tugas yang sesuai dengan kualifikasi akademik dan keahlian yang mereka miliki. Walau bagaimanapun kebanyakan mereka menyatakan pelatihan dan dorongan yang diberikan untuk meningkatkan prestasi mereka kurang mencukupi. Menurut pegawai penilai kekurangan pelatihan di dalam aspek penilaian prestasi yang benar telah melemahkan proses penilaian yang dijalankan. Penelitian oleh Gaertner
dan Gaertner33 menunjukkan bahwa salah satu penyebab mengapa pihak penilai di sektor awam gagal menjalankan tugas penilaian dengan baik adalah disebabkan kekurangan pelatihan yang diberikan kepada mereka. Akibatnya mereka kekurangan keahlian dalam penilaian yang benar dan seterusnya penilaian yang mereka lakukan diragukan kesahihannya. 3) Ketepatan penilaian prestasi Ketepatan penilaian prestasi merupakan aspek yang sering dikaitkan dengan kegagalan suatu sistem penggajian berasaskan merit. Hal ini disebabkan karena kelemahan dalam menilai prestasi akan mengaburkan hubungan antara usaha dan prestasi dan seterusnya menyebabkan ketidakyakinan pekerja terhadap sistem penggajian yang digunakan. Malahan hasil penelitian oleh para peneliti sistem ini menemukan bahwa pelaksanaan aspek inilah yang sering menemui kegagalan. Temuan penelitian ini juga menunjukkan bahwa ketepatan penilaian prestasi di dalam pelaksanaan SSB sangat rendah. Sekitar 72.4% dari kakitangan awam menyatakan bahwa penjelasan tentang kriteria yang dinilai kurang dilakukan, sementara 63.3% menyatakan bahwa penilaian prestasi kurang dilakukan secara konsisten. Selain itu 62.2% menyatakan bahwa penilaian prestasi tidak dilakukan mengikut kriteria yang ditetapkan dan 60.7% menyatakan bahwa pemberian angka nilai (markah) prestasi kurang mencerminkan prestasi sebenarnya. Di 33
Gaertner, G. H. and K. L. Gaertner 1985. Op cit.
Cabaran Penerapan Sistem Penggajian Berasaskan Merit...
91
antara penyebab terjadinya hal ini ialah: a) Pegawai penilai menggunakan kriteria lain untuk menilai prestasi pekerja. Di antaranya ialah lebih menggunakan kriteria senioritas dibandingkan pencapaian merit. Ini menyebabkan pekerja yang menunjukkan prestasi kerja yang cemerlang tidak mendapat kenaikan gaji melintang atau menegak karena mereka masih baru. b) Pegawai penilai telah menetapkan terlebih dahulu jumlah kakitangan mereka yang akan menerima kenaikan gaji melintang atau menegak terlebih dahulu. Oleh itu markah yang diterima bukanlah berasaskan prestasi tetapi karena giliran mereka untuk mendapat kenaikan gaji menegak atau melintang telah sampai. c) Pegawai penilai sering mengambil jalan mudah dengan memberikan markah mendatar kepada semua kakitangannya. d) Terdapat campurtangan pihak luar yang menyebabkan pegawai penilai terpaksa memberikan markah penilaian prestasi yang tinggi kepada individu bersangkutan. Penemuan penelitian ini juga senada dengan hasil penelitian Bann dan Johnson34 yang membuat penelitian terhadap tujuh organisasi yang menggunakan sistem penggajian 34
Bann, C. And J. Johnson. 1984. “Federal Employees Attitudes toward Reform: Performance Evaluation and Merit Pay” dalam Legislating Bureaucratic Change. Disunting ileh P.W. Ingraham and C. Bann. New York: SUNY Press.
92
berasaskan merit. Mereka mendapati bahwa 70% pekerja melihat ganjaran diberikan lebih berdasarkan pilih kasih daripada berasaskan prestasi. Hal ini terjadi disebabkan ketiadaan alat pengukuran yang objektif. Akibatnya, kebanyakan pihak administrator pada organisasi awam lebih banyak menggunakan pertimbangan mereka pribadi dalam melakukan penilaian yang sudah barang tentu bersifat subjektif. Oleh karena pengukuran prestasi yang subjektif tidak dapat dipercayai maka peningkatan gaji yang diberikan kepada pekerja sukar untuk diterima. Hasilnya penilaian yang dilakukan ini menimbulkan rasa tidak puas hati dan ketidakpercayaan pekerja terhadap organisasi ketimbang mendorong mereka untuk meningkatkan prestasi. 4) Keadilan pemberian ganjaran Selain dari ketepatan penilaian prestasi, keberhasilan pelaksanaan SSB juga dipengaruhi oleh sejauhmana ganjaran diberikan secara adil berdasarkan prestasi yang dicapai oleh setiap pekerja. Menurut teori equiti, keadilan bukan hanya dilihat dari segi ganjaran yang diberikan oleh hasil sumbangan setiap individu tetapi juga dari segi perbandingan di antara rekan sekerja. Ketidakadilan yang terjadi akan menyebabkan pekerja tidak percaya akan sistem penggajian ini. Hasil penelitian ini mendapati bahwa ganjaran diberikan secara kurang adil terutama dari aspek pengisian kuota yang tidak berdasarkan prestasi pekerja yang sebenarnya. Hal ini terjadi disebabkan kuota yang ditetapkan untuk mendapatkan penghargaan cemerlang dalam SSB terlalu kecil. Kuota 2% TINGKAP Vol. VI No. 2 Th. 2010
untuk melintang dan 3% menegak adalah tidak mencukupi dibandingkan dengan jumlah kakitangan awam yang berprestasi cemerlang. Kakitangan awam yang tidak mendapat kenaikan gaji secara melintang atau menegak merasa kecewa walaupun mereka mendapat markah (nilai angka) prestasi yang memungkinkan mereka layak menerima kenaikan gaji tersebut. Masalah kuota ini juga telah menyebabkan kebanyakan pegawai penilai tidak memberikan kenaikan gaji melintang atau menegak kepada kakitangan awam yang telah mendapat kenaikan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuannya adalah untuk memberi peluang kepada kakitangan awam yang belum mendapat kenaikan gaji sedemikian. Akibatnya banyak kakitangan awam yang tidak mendapat kenaikan gaji secara melintang atau menegak merasa kecewa walaupun mereka mendapatkan angka (markah) prestasi yang memungkinkan mereka layak menerima kenaikan gaji tersebut. 5) Hubungan Ganjaran dan Prestasi Konsep hubungan ganjaran dan prestasi merupakan intipati dari sistem penggajian berasaskan merit. Teori harapan mengandaikan bahwa pekerja yang melihat adanya hubungan yang kuat antara ganjaran dan prestasi akan meningkatkan motivasi mereka untuk mendapatkan ganjaran yang ditawarkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan antara ganjaran dan prestasi adalah rendah terutama dari segi hubungan antara prestasi dan kenaikan pangkat serta peluang mendapat kenaikan gaji melintang. Kebanyakan kakitangan awam tidak
yakin mereka akan mendapatkan kenaikan pangkat dan gaji melintang walaupun mereka mencapai prestasi cemerlang. Ini terjadi karena faktorfaktor non-prestasi seperti senioritas, pemberian ganjaran berdasarkan giliran, dan sikap pilih kasih yang telah digunakan secara meluas dan menyebabkan kelemahan hubungan di antara ganjaran dan prestasi. Penelitian Kellough dan Lu35 juga mendapati bahwa hanya 12 % responden yang menyatakan adanya hubungan kuat antara ganjaran dan prestasi. Mereka melihat prestasi yang mereka tunjukkan tidak dinilai secara wajar oleh pihak penilai di mana pihak penilai antara lain menggunakan faktor non-prestasi di dalam penilaiannya. Penelitian oleh Lawler36 menemukan pula bahwa hubungan antara ganjaran dan prestasi merupakan kriteria yang penting di dalam sistem penggajian berasaskan merit yang mana pun. Tanpa hubungan yang kuat di antara ganjaran dan prestasi maka akan sukar bagi sistem ini untuk memotivasi pekerja. Penelitian oleh Brudney dan Condrey37 menemukan pula bahwa pekerja yang memiliki motivasi adalah pekerja yang percaya bahwa adanya hubungan yang kuat antara ganjaran dan prestasi dan mereka merasakan prestasi mereka dinilai 35
Kellough, J.E. and H. Lu. 1993. “The Paradox of Merit Pay in the Public Sector: persistence of a Problematic Procedure” dalam Review of Public Personnel Administration, (13) 2.
36
Lawler, E.E. 1990. Op cit.
37
Brudney, J. L. and S.E. Condrey. 1993. Pay for Performance: Explaining The Differences in Managerial Motivation. Public Productivity & Management Review, xvii(2)
Cabaran Penerapan Sistem Penggajian Berasaskan Merit...
93
dengan tepat dan adil, sementara pekerja yang tidak yakin terhadap kekuatan hubungan ganjaran dan prestasi ini terdiri dari pekerja yang kurang memiliki motivasi. Kegagalan SSB Kakitangan Awam
Memotivasi
Sasaran utama penerapan sistem penggajian berasaskan merit adalah untuk memotivasi kakitangan awam dengan menggunakan uang sebagai alat pendorong yang utama. Sebagaimana kakitangan di sektor swasta, kakitangan di sektor awam juga diandaikan dapat dimotivasi melalui pendekatan ini. Namun berbagai hasil penelitian terutama di barat mendapati bahwa sistem ini kurang berhasil untuk memotivasi kakitangan awam mereka. Malahan hasil penelitian oleh OECD38 mengusulkan supaya sistem ini diganti sekiranya ia mendatangkan kesan yang negatif terhadap motivasi pekerja. Hasil penelitian ini mendapati bahwa pelaksanaan SSB di Malaysia hanya dapat memotivasi sekitar 43% saja kakitangan awam Malaysia. Sementara masih banyak kakitangan awam yang tidak dapat dimotivasi walaupun sudah 10 tahun SSB dilaksanakan. Majoritas kakitangan awam kurang termotivasi terutama untuk mempertahankan prestasi yang tinggi, memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil kerja, berinisiatif dalam melaksanakan tugas dan bekerja dengan lebih efisien dan efektif. Masalah untuk memotivasi kakitangan awam di bawah SSB memang sangat diharapkan. Jika kita meneliti aspek rekabentuk dan 38
OECD. 1997a. Op cit.
94
pelaksanaan SSB, kedua-duanya didapati gagal memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan di bawah sistem penggajian berasaskan merit. Penyebab SSB
Kegagalan
Penerapan
Penelitian ini menemukan tiga faktor utama penyebab terjadinya kegagalan penerapan SSB di Malaysia: kelemahan rekabentuk SSB, kelemahan pihak penilai dalam melaksanakan penilaian dengan baik, dan kelemahan kakitangan awam sendiri yaitu pihak yang dinilai. Kelemahan Rekabentuk SSB SSB dibentuk dengan berpandukan kepada sistem penggajian berasaskan merit dari negara-negara barat terutama Amerika Syarikat dan Inggris. Hanya saja terdapat sedikit modifikasi terhadap sistem ini terutama dari segi penerapannya. Namun bagaimanapun sistem yang digunakan di negara-negara barat ini ikut menerima berbagai kritikan dan kecaman. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kenapa SSB yang meniru model barat ini juga menemui kegagalan dalam segenap aspek yang dilaksanakan. Di antara kelemahan rekabentuk SSB tersebut ialah kelemahan model, kelemahan instrumen penilaian prestasi, kakitangan awam menikmati ganjaran yang berterusan, limitasi di dalam keuangan kerajaan dan juga kontradiksi antara konsep TQM (Total Quality Management ) dan SSB. Kelemahan Pihak Penilai SSB merupakan sistem yang menuntut komitmen yang tinggi terhadap para TINGKAP Vol. VI No. 2 Th. 2010
administrator yang mengendalikannya. Suatu sistem yang berbentuk administrative demand sebagaimana halnya SSB memerlukan para administrator yang berkemampuan untuk mengendalikannya. Namun bagaimanapun hasil dari pengalaman negara-negara maju yang melaksanakannya ditemukan bahwa pihak administrator mereka sendiri tidak berupaya untuk mengendalikan sistem ini dengan baik. Secara umum terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya berbagai kelemahan pihak penilai dalam penerapan SSB. Kelemahan tersebut mencakup bebrapa faktor, yaitu: 1) Pihak Penilai Tidak Memiliki Kemampuan Melaksanakan Tugas Penilaian Administrator yang berperanan sebagai pegawai penilai merupakan individu terpenting di dalam proses pelaksanaan SSB. Oleh karena itu keberhaslan atau kegagalan SSB sangat bergantung kepada kemampuan mereka melaksanakan tanggungjawab sebagai pegawai penilai. Namun hasil penelitian ini mendapati bahwa pihak administrator tidak berkemampuan untuk melaksanakan tugas sebagai penilai dengan baik sebagaimana yang digariskan oleh SSB. Antara faktorfaktor yang menyebabkan kelemahan pihak penilai ini ialah karena penilaian prestasi dirasakan sebagai beban tugas tambahan bagi pegawai penilai, jumlah pekerja yang banyak, dan ketidakseriusan pegawai penilai melaksanakan SSB. 2) Faktor Budaya Kerja Budaya masyarakat Malaysia pada umumnya lebih mementingkan orang
yang lebih tua ataupun senioritas. Budaya ini juga ikut mempengaruhi budaya organisasi. Kakitangan yang lebih lama mengabdi akan diberikan keutamaan dibandingkan pekerjapekerja yang baru. Selain itu masyarakat Malaysia pada umumnya sukar untuk menerima kritikan secara langsung terhadap kelemahan mereka dan tidak suka dinilai. Budaya tidak suka dinilai ini juga menyebabkan kakitangan awam tidak dapat menerima penilaian itu sebagai sesuatu yang tepat walaupun kaedah untuk mengurangkan masalah kelemahan penilaian prestasi telah digunakan seperti pengunaan kriteria yang lebih objektif. Disamping itu, masyarakat Malaysia juga lebih mementingkan budaya kolektif. Hal ini bertentangan dengan konsep SSB yang menekankan prestasi secara individu walaupun keberhasilan dalam suatu tugas itu adalah hasil usaha bersama. Hal ini menimbulkan rasa cemburu dan iri hati di kalangan mereka yang tidak mendapat ganjaran yang sepatutnya dari hasil usaha mereka. 3) Gaya Manajemen Gaya manajemen masyarakat Malaysia pada umumnya lebih berbentuk autokratik. Gaya manajemen seperti ini menjadikan pegawai penilai sukar untuk menerima kritikan terhadap keputusan yang telah dibuat karena hal demikian akan menjatuhkan “air muka” dan kewibawaan mereka sebagai ketua. Oleh karena itu demi menjaga “air muka” dan kewibawaannya, pegawai penilai biasanya tidak akan berdiskusi dengan pekerjanya mengenai aspek prestasi yang akan dinilai dan tidak akan memberi kesempatan untuk
Cabaran Penerapan Sistem Penggajian Berasaskan Merit...
95
merespons keputusan penilaian prestasi yang telah dibuat agar kakitangannya tidak mengkritik keputusan tersebut. Ini menjadikan proses penilaian prestasi menjadi tidak tulus dan tidak adanya komunikasi dua arah antara pihak pekerja dan atasan. 4) Kekurangan Workshop dan Pelatihan yang Berkaitan dengan Penilaian Prestasi Ketidakmampuan para administrator juga terkait dengan faktor kurangnya pemahaman dan latihan mengenai ketentuan yang benar dalam penilaian prestasi bawahan mereka. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan pendekatan penilaian antara pegawai penilai pertama dan pegawai penilai semula. Adakalanya, penilai semula tidak bersetuju dengan cara yang telah digunakan oleh penilai pertama menyebabkan markah yang diberikan berbeda. Seorang responden menyatakan hal ini mungkin disebabkan pegawai penilai tidak mempunyai panduan yang jelas dalam menilai prestasi bawahannya sehingga menyebabkan penilaian yang berbeda bagi kakitangan yang sama. Dalam keadaan yang lain, pihak penilai semula kadangkala tidak melakukan penilaian yang sepatutnya dan hanya bersetuju dengan penilaian yang dibuat oleh penilai pertama. Kelemahan Kakitangan Awam Keberhasilan penerapan SSB bukan hanya terletak di bahu para administrator semata-mata tetapi ia juga terkait dengan sejauhmana penerimaan dan reaksi kakitangan 96
awam yang berada di bawah sistem ini. Hasil penelitian ini mendapati bahwa terdapat penentangan kakitangan awam terhadap SSB. Perubahan yang dibawa oleh SSB ternyata berlawanan dengan sikap dan norma-norma budaya yang tertanam di dalam jiwa kakitangan awam Malaysia. Menurut Hofstede39 penentangan terhadap perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan merupakan suatu hal yang lumrah. Biasanya penentangan ini muncul sebagai akibat dari kurangnya informasi dan pemahaman terhadap pembaharuan yang diterapkan. Malah lebih dari itu jika pembaharuan yang dibawa ini berlawanan dengan budaya yang ada maka penentangan tentulah akan semakin bertambah. Demikianlah yang terjadi dalam penerapan SSB di kalangan kakitangan awam di Malaysia. SSB adalah suatu pembaharuan yang tidak saja mengubah sistem penggajian di negara ini bahkan ia ikut membawa pembaharuan dari sudut budaya pekerjaan itu sendiri. Budaya kerja seperti prestasi secara individu, penekanan prestasi yang berorientasikan uang, penilaian terhadap prestasi, pengumuman prestasi, dan persaingan bukanlah budaya orang Melayu pada khususnya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan, walaupun SSB telah diterapkan lebih dari sepuluh tahun tetapi ia masih tetap tidak dapat dilterapkan dengan baik. Tampaknya masih diperlukan waktu yang lebih lama untuk penerapan SSB ini 39
Hofstede. 1980. “Measuring Organizational Culture: A Qualitative and Quantitative Study Twenty Cases” dalam Administrative Science Quarterly, June. TINGKAP Vol. VI No. 2 Th. 2010
terutama dalam rangka penyesuaian kakitangan awam dengan sistem ini. Masalah ini semakin kentara terjadi di kalngan kakitangan awam yang termasuk level bawahan karena mereka pada umumnya tidak dibekali dengan informasi secukupnya. Hasil wawancara dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa informasi tentang SSB ini hanya mereka peroleh melalui kursus induksi saja. Setelah kursus tersebut selesai tidak ada lagi tindak lanjutnya baik dari pihak kerajaan maupun dari institusi untuk mengadakan penerangan mengenai sistem ini. Menurut Kotter dan Schlesinger40 ketiadaan informasi yang memadai terhadap sistem ini akan menimbulkan kesalahpahaman terhadapnya. Akhirnya timbulah penentangan dan penolakan terhadap proses pelaksanaan sistem ini terhadap mereka. Inilah yang terjadi dalam penerapan SSB. Banyak kakitangan awam yang salah memahami atau kabur pemahamannya terhadap sistem ini sehingga menganggap sistem ini tidak sesuai terutama bagi kakitangan yang tidak mendapat faedah dari pelaksanaannya. V. KESIMPULAN DAN SARAN Penerapan SSB yang menghadapi berbagai masalah sebagaimana yang diterangkan di atas telah memunculkan beberapa implikasi. Implikasi utama di antaranya ialah timbulnya rasa ketidakpuasan hati di kalangan kakitangan yang berprestasi tinggi tetapi tidak diberi ganjaran yang sewajarnya. Efek negatifnya 40
Kotter, J.P. and L.A. Schlesinger. 1979. “Choosing Strategies for Changes” dalam Harvard Bussiness Review. (73) 2.
adalah bahwa ia mengurangi keyakinan kakitangan awam terhadap hubungan antara ganjaran dan prestasi. Aspek ini merupakan aspek yang penting di dalam sistem penggajian manapun yang berasaskan merit dalam meningkatkan motivasi kakitangan awam. Perasaan ketidakpuasan ini akhirnya menjadikan kakitangan awam tersebut tidak lagi memiliki motivasi untuk berusaha lebih gigih dalam peningkatan prestasinya. Rata-rata responden yang telah diwawancarai menjelaskan bahwa SSB telah melemahkan semangat bekerja kakitangan awam yang bekerja dengan cemerlang tetapi tidak mendapat kenaikan gaji yang sepatutnya sementara di lain pihak rekan sekerja mereka yang kurang cemerlang prestasinya diberi kenaikan gaji yang tinggi. Hal seperti ini amat mengecewakan kebanyakan kakitangan awam dan sudah pasti kakitangan awam tidak termotivasi untuk meningkatkan prestasi mereka. Keadaan ini ditambah pula dengan kecenderungan sistem ini untuk memisahkan pekerja menjadi dua kelas yaitu cemerlang dan lemah. Malangnya, banyak pekerja yang berada dalam kategori lemah karena adanya kuota yang bertujuan untuk membatasi jumlah pekerja yang akan mendapat prestasi cemerlang. Akibatnya sistem ini menurunkan selfesteem dan kesetiaan pekerja. Kelemahan pihak penilai di dalam menghasilkan penilaian prestasi yang tepat dan adil juga menimbulkan rasa cemburu dan irihati di kalangan sesama rekan sekerja. Jumlah pekerja yang banyak menyukarkan pegawai penilai untuk menilai kakitangan di bawahnya secara lebih efektif sehingg
Cabaran Penerapan Sistem Penggajian Berasaskan Merit...
97
menyebabkan markah penilaian yang tinggi hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kedekatan dengan pegawai penilai. Hal ini menyebabkan kakitangan yang ingin mendapatkan ganjaran akan mengambil jalan pintas dengan cara mendekati pegawai penilai. Implikasi lainnya adalah bahwa penerapan SSB telah menyebabkan turunnya prestasi kakitangan awam baik mereka yang diberi penilaian cemerlang ataupun tidak. Bagi kakitangan awam yang pernah
mendapat prestasi cemerlang, peluang mereka untuk mendapatkan kembali penilaian yang cemerlang sekali lagi sangat tipis karena menurut kebiasaannya sistem giliran akan digunakan. Sementara kakitangan yang tidak pernah mendapat penilaian cemerlang, walaupun mereka berusaha ke arah itu, akan merasa bahwa usaha mereka tidak dinilai sewajarnya dan seterusnya akan menimbulkan rasa kecewa untuk terus meningkatkan prestasi.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Bann, C. And J. Johnson. 1984. “Federal Employees Attitudes toward Reform: Performance Evaluation and Merit Pay” dalam Legislating Bureaucratic Change. Disunting ileh P.W. Ingraham and C. Bann. New York: SUNY Press. Beer, M. and R.E. Walton. 1984. “Reward Systems and The Role of Compensation” dalam. Manage People, Not Personnel: Motivation and Performance Appraisal. Boston: A Harvard Business Review Book Braid, R. W. 1986. The Power of Pay. New York: Facts on File Publication. Brudney, J. L. and S.E. Condrey. 1993. Pay for Performance: Explaining The Differences in Managerial Motivation. Public Productivity & Management Review, xvii(2). Gaertner, G. H. and K. L. Gaertner 1985. Performance Contigent Pay for Federal Managers. Administration and Society, 17(1) : 7-20. Gaertner, G. H. and K. L. Gaertner. 1984. Performance Evaluation and Merit Pay: Results in The Environmental Protection Agency and The Mined Safety and Health. Dalam. Legislating Bureaucratic Change: The CSRA of 1978 disunting oleh Patricia W. Ingraham and C. Ban. Albany: State University of New York. Heneman, R.L., K.N. Wexley & M.L. Moore. 1990. “Merit Pay Research”. Dalam. Research in Personnel and Human Resource Management Vol. 8, disunting oleh G. R. Ferris and K. M. Rowland. Greenwich, CT: JAI Press. Heneman, R.L., K.N. Wexley & M.L. Moore. 1987. Performance-Rating Accuracy: A critical review. Journal of Business Research, 15 : 431-448. Hofstede. 1980. “Measuring Organizational Culture: A Qualitative and Quantitative Study Twenty Cases” dalam Administrative Science Quarterly, June. 98
TINGKAP Vol. VI No. 2 Th. 2010
Ingraham, P. W. 1993a. “Pay for Performance in the State”. Dalam American Review of Public Administration, 23(3) : 189-200. Kellough, J.E. and H. Lu. 1993. “The Paradox of Merit Pay in the Public Sector: persistence of a Problematic Procedure” dalam Review of Public Personnel Administration, (13) 2. Kellough, J.E. and S.C. Selden. 1997. “Pay-for-Performance in State Government” dalam Review of Public Personnel Administration. 17 (1). Kotter, J.P. and L.A. Schlesinger. 1979. “Choosing Strategies for Changes” dalam Harvard Bussiness Review. (73) 2. Lawler, E.E. 1990. Strategic Pay: Aligning Organizational Strategies and Pay Systems. San Francisco: Jossey-Bass Publisher. Lawler, E.E. 1971. Pay and Organizational Effectiveness: A Psychological View. New York: McGraw-Hill. Locke, E.A. 1968. Towards a Theory of Task Motivation and Incentives. Organizational Behavior and Human Performance, 3 : 157-189. Lowery, C. and M. M. Petty. 1995. Employee perception of the effectiveness of a performance-based pay program in a large public utility. Public Personnel Management, 24 (4) : 475-492. Milkovich, G. and A. Wigdor. 1991. Pay for Performance: Evaluating Performance Appraisal and Merit Pay. Washington D.C.: National Academy Press. OECD. 1997a. Performance Pay Schemes for Public Sector Managers: An Evaluation of the Impacts. Paris: OECD. Perry, James, L. and Lois Recascino Wise. 1990. “The Motivational Bases of Public Service” Public Administration Review 50 (May/June): 367-373. Pearce, J. L. and J. L. Perry. 1985. Federal merit pay: A longitudinal analysis. Public Administration Review, 43(4) : 315-325. Stiglitz, J. E. 1987. The Design of Labor Contacts: The Economics of Incentives and Risk Sharing. Dalam. Incentives, Cooperation and Risk Sharing, disunting oleh H. R. Nalbantian. Totowa, N.J.: Rowmen & Littlefield. Tam, Weng Wah. 1998. “An Assessment of the Relationships Among Organizational Trust, Organizational Politics, and Organizational Justice and Their Effects on Merit Pay Outcomes in The Malaysian Public Sector”. Thesis of Doctor of Philosophy in Public Administration. Michigan: UMI Dissertation Services. Vroom, Victor H. 1964. Work and Motivation. New York: John Wiley.
Cabaran Penerapan Sistem Penggajian Berasaskan Merit...
99
100
TINGKAP Vol. VI No. 2 Th. 2010