Pemantauan Penyelenggaraan Pertanahan/ Reforma Agraria Kabupaten Malang PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kasus dan sengketa pertanahan belakangan marak terjadi dan diberitakan oleh media masa nasional. Berdasarkan data yang ada terjadi peningkatan kasus dan sengketa pertanahan dalam skala besar dan menjadi salah satu permasalahan serius dalam pembangunan. Dalam mewujudkan lancarnya keberlangsungan pembangunan perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi terjadinya kasus dan sengketa pertanahan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mempelajari kronologis kasus dan sengketa pertanahan sehingga dapat dicari penyelesaian yang sesuai dengan kriteria kasus pertanahan yang ada. Dari sekian banyak kasus yang terjadi salah satunya adalah kasus Harjokuncaran Malang, dalam kasus sengketa tanah tersebut permasalahan yang terjadi permasalahan antara penduduk, TNI-AD, dan swasta. Upaya mediasi dan penyelesaian kasus tersebut hingga kini masih berjalan sehingga sangat menarik untuk diamati dan dipantau proses penyelesaiannya. Untuk itu perlu dilakukan survey dan wawancara mendalam bersama beberapa instansi pemerintah yang terlibat dalam penyelesaian sengketa dan kasus tersebut sehingga dapat diketahui kronologis terjadinya kasus dan upaya-upaya yang telah dilakukan untuk penyelesaiannya. Diharapkan dengan survey dan wawancara yang dilakukan dapat ditarik pembelajaran untuk penyelesaian kasus pertanahan serupa. Kegiatan survei ini merupakan langkah penting dalam memahami kronologis dan akar permasalahan dalam upaya penyelesaian kasus, konflik, dan sengketa pertanahan yang terjadi di Kabupaten Malang. Selain pelaksanaan survey dan wawancara terkait dengan penyelesaian kasus dan sengketa pertanahan yang terjadi di Kabupaten Malang, pelaksanaan survey ini juga sekaligus melihat pencapaian target RKP khususnya bidang pertanahan yang ada di 1
Kabupaten Malang. Dengan dilakukannya pemantauan target capaian RPK diharapkan dapat diketahui kendala dan tantangan dari masing-masing program yang dilaksanakan sehingga dapat disusun strategi pencapaian target bersama-sama dengan pemerintah pusat. B. Tujuan Tujuan dari kegiatan ini adalah: a. Teridentifikasinya isu-isu bidang pertanahan yang spesifik di daerah, serta gagasan penyelesaiannya. b. Teridentifikasinya capaian dan target pelaksanaan RKP 2014 Bidang Petanahan di Kabupaten Malang. C. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Rapat Koordinasi Pemantauan Penyelenggaraan Bidang Pertanahan diselenggarakan pada: Hari/Tanggal : Jum’at, 23 Mei 2014 Waktu : 09.00 WIB s/d selesai Tempat : Kantor Pertanahan Kabupaten Malang Peserta : Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas, Badan Pertanahan Kabupaten Malang, Bappeda Kabupaten Malang, Dinas Cipta Karya Kabupaten Malang D. Metode Metode pelaksanaan kegiatan ini mencakup: 1. Deskripsi komparasi, yaitu penjelasan capaian kegiatan yang telah terlaksana yang disandingkan dengan target yang ingin dicapai dari masing-masing kegiatan pada tahun anggaran 2014. 2. LFA, dalam kegiatan rapat ini dilakukan juga penyusunan rencana strategis Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan dengan menggunakan Logical Framework Analysis. E. Agenda Waktu
Agenda/Acara
09.00-09.10
Pembukaan dan Arahan
09.10-09.30
Paparan Pengantar Bappenas
09.30-09.50 09.50-10.50
Paparan Kasus Pertanahan Kabupaten Malang Diskusi dan Tanya Jawab
Keterangan
Kepala Kantor Pertanahan Kab. Malang Kasubdit. Pertanahan Bappenas Kepala Kantor Pertanahan Kab. Malang Seluruh Peseta 2
10.50-11.00
Penutup
Kepala Kantor Pertanahan Kab. Malang
PELAKSANAAN RAPAT
A. Pengantar dan Pembukaan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Malang 1. Berdasarkan surat yang dilayangkan oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Malang dalam rangka Pemantauan Penyelenggaraan Reforma Agraria khususnya pendalaman penyelesaian sengketa Pertanahan Harjo Kuncaran Malang, maka Badan Pertanahan Kabupaten Malang telah mengundang stakeholder terkait dengan penyelesaian permasalahan tersebut. 2. Diharapkan dengan penyelenggaraan rapat tersebut dapat dipetik pembelajaran dari identifikasi penyelesaian kasus pertanahan Harjo Kuncaran Malang. Selain itu pertemuan ini diharapkan dapat mengidentifikasi permasalahan pertanahan lain yang ada di Kabupaten Malang. B. Pengantar dari Kasubdit Pertanahan – Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas 1. Pelaksanaan kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka pemantauan penerapan kebijakan pertanahan di daerah. Diharapkan dengan pelaksanaan kegiatan ini dapat dilihat kebijakan pertanahan mana yang sulit untuk dilakukan di daerah dan kebijakan mana yang mempermudah penyelenggaraan teknis pertanahan di daerah. 2. Kementerian PPN/Bappenas pada awal tahun 2014 telah menerbitkan White Paper Kebijakan Pengelolaan Pertanahan Nasional yang berisi pokok-pokok kebijakan pertanahan hingga tahun 2025, adapaun pokok kebijakan tersebut meliputi i) Kebijakan Pendaftaran Tanah Stelsel Positif, ii) Kebijakan Pelaksanaan Reforma Agraria Access Reform dan Asset Reform, iii) Pembentukan Kamar Khusus Pertanahan di Pengadilan Negeri, iv) Pembentukan Bank Tanah, dan v) Pemenuhan Kebutuhan Sumber Daya Manusia (Juru Ukur). 3. Dalam beberapa kasus penyelesaian konflik pertanahan terdapat perbedaan antara hasil studi secara resmi dengan kenyataan di lapangan, sehingga banyak hal yang tidak dapat terjawab. Dengan pertemuan ini diharapkan dapat dilakukan analisa secara dalam sehingga menjadi pembelajaran dalam penyelesaian sengketa lainnya. C. Pemaparan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Malang 1. Pokok permasalah yang terjadi dalam kasus pertanahan harjo kuncaran melibatkan 2 desa yaitu Desa Harjokuncaran dan Desa Ringinkembar.
3
a. Pokok permasalahan yang terjadi di Desa Harjokuncaran adalah paguyuban kelompok tani berharap pemerintah segera melakukan redistribusi tanah kepada petani/penggarap di area tanah negara bekas perkebunan Telogorejo Desa Harjokuncaran. Masyarakat menuntut dengan alasan i) Masyarakat telah mendapat pelimpahan dari pejuang kemerdekaan dan telah memiliki kartu pipil (IPEDA), ii) Bukti penguasaan oleh TNI – AD/Kodam V/ Brawijaya (Puskopad) dianggap tidak akurat, iii) PUSKOBAT dianggap tidak mampu mengelola tanah perkebunan sehingga terlantar. b. Pokok permasalah yang terjadi di Desa Ringinkembar adalah masyarakat Dukuh Sumbermas dan Dukuh Talangsari sebanyak 554 KK mengajukan permohonan tanah garapan atas tanah negara bekas perkebunan Sumbermas (Bekas Erpach 1005) yang saat ini dalam penguasaan TNI-AD Cq. Kodam V/Brawijaya. Alasan masyarakat untuk menguasai adalah karena mata pencaharian utama masyarakat sebagai buruh tani sehingga dengan adanya tanah garapan diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, selain itu Puskopad dianggap tidak mampu mengelola tanah dibuktikan dengan disewakannya tanah tersebut kepada pihak lain dan sebagian diterlantarkan. 2. Kronologis Kasus Harjokuncaran dan Ringinkembar a. Kasus Harjokuncaran: semula perkebunan telogorejo adalah tanah bekas hak erpacht atas nama perusahaan inggris, pada tahun 1964 terdapat penetapan presiden no. 5 terhadap tanah tanah bekas perusahaan asing yang dikuasai sepenuhnya secara langsung serta diurus oleh pemerintah Republik Indonesia, Pada tanggal 22 Juni 1973 dikeluarkan SK Menteri Pertanian No. 263/Kpts/6/1973 dimana tanah tersebut diserahkan kepada TNI-AD Cq. Kodam VIII/Brawijaya seluas 1230, 41 Ha dengan ganti rugi, Pada tahun 1981 dikeluarkan SK Menteri Dalam Negeri No. 190/DJA/1981 yang menegaskan bahwa tanah seluas 1640,1578 Ha pada kawasan tersebut merupakan tanah objek landreform dan selua 787,77 Ha dapat diredistribusikan kepada penggarap, SK tersebut juga menginstruksikan kepada Gubernur untuk melaksanakan pemberian Hak Milik atas tanah seluas 731,95 Ha kepada petani penggarap. Pada tahun 1985, 2000, 2003 dan 2004 dilakukan redistribusi tanah objek landreform seluas 719,0035 Ha kepada 2516 kepala keluarga. Pada tahun 1999 dilakukan rapat bersama Bakortanasda dengan Warga Harjokuncaran, diketahui bahwa pada tahun 1987 sudah ada kesepakatan bahwa tanah garapan seluas 75 Ha telah dibagikan kepada masyarakat, tahun 2002 didapat kesepakatan bersama antara Bakortanasda dengan Pemerintah Desa Harjokuncaran bahwa akan dilakukan pengukuran tanah 4
yang dikuasai puskopad seluas 925,410 Ha, dan apabila terdapat kelebihan luas akan diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Malang, setelah dilakukan pengukuran ternyata terdapat kelebihan seluas 179,948 ha. Sesuai dengan kesepakatan maka pada tanggal 17 Maret 2005 berdasarkan SK Pangdam V Brawijaya no. SKEP/48/III/2004 dilakukan penyerahan sebagian tanah perkebunan telogorejo puskopad A Pangdam V Brawijaya seluas 179,948 Ha kepada Bupati Malang yang selanjutnya diserahkan kepada pemerintah desa Harjokuncaran. Puskopad DAM V Brawijaya mengajukan ganti investasi atas tanaman yang ada di atas tanah yang diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Malang sebesar Rp. 207.879.825,b. Kasus Ringinkembar: Semula adalah Perkebunan Sumbermas Tanah Negara Bekas Hak Erpacht a.n NV Cultuur Mij Soember Mas Kali Padang yang terdiri dari 2 hak erpacht. Pada Tahun 1981 keluar SK Menteri Dalam Negeri no. SK 191/DJA/1981 yang menegaskan bahwa tanah bekas Hak Erpacht 1005 adalah sebagai tanah objek landreform dan dapat diredistribusikan kepada para penggarap. 3. Dalam rangka penyelesaian kasus dan sengketa pertanahan dilakukan beberapa upaya penangan meliputi: a. Desa Harjokuncaran Dilakukan pertemuan dengan Komisi A DPRD Kabupaten Malang dan diketahui bahwa i) Masyarakat masih keberatan atas kesepakatan yang pernah dibuat antara Puskopad dengan Pemerintah Desa Harjokuncaran, ii) Masyarakat akan mengajukan uji materi terhadap SK Menteri Pertanian No. 263/Kpts/6/1973, iii) Masyarakat masih menuntut sebagian tanah perkebunan Telohorejo seluas 625 Ha yang dikelola oleh Puskopad. Tim Kantor Pertanahan Kabupaten Malang bersama perangkat Desa Harjokuncaran telah melakukan Ground Control dg GPS di lebih 10 titik di batas desa dan batas penguasaan tanah Puskopad tetapi letak tepat lahan yang diminta masyarakat belum bisa diidentifikasi, begitu juga lahan yg disewakan oleh PUSKOPAD kepada Pihak Ketiga belum bisa diidentifikasi krn situasi tdak kondusif. b. Desa Ringinkembar Telah dilakukan beberapa kali Mediasi dan Penelitian Lapangan tanggal 11 Juli 2007, dilakukan penelitian lokasi, diketahui bahwa i) Tanah di dukuh Sumberejo disewakan oleh PUSKOPAD kepada CV. Sopongiro & CV.Usaha Bersama, ditanami tebu & palawija, ii) Tanah di dukuh Talangsari disewakan kepada CV. ABTS dan disewakan kepada masyarakat Ds. Harjokuncaran yg mampu (17 Ha), sebagian besar ditanami tebu. 5
Berdasarkan penelitian di lapangan, diatas lahan tersebut ditanami: tebu, kopi (tidak produktif), karet (tidak produktif), kelapa,dan sebagian tanah kosong (bongkor). Tgl. 28-09-2010, dilakukan penelitian lokasi, diketahui bahwa i) tanah di dukun Sumberejo disewakan oleh PUSKOPAD kepada CV. Sopongiro & CV. ABTS, sebagian kecil dikelola Koperasi Sumber Abadi, selebihnya ditanami karet dan cengkeh oleh Puskopad Tgl. 01-12-2010, dilakukan penelitian lokasi, hasilnya sama, disepakati akan diupayakan Mediasi antara Kodam V Brawijaya dg pihak masyarakat Dua kali upaya Mediasi gagal dilakukan oleh Kantor Pertanahan karena pihak Kodam V Brawijaya tidak hadir. Tgl.27-02-2012 masyarakat punya bukti baru, yaitu fotocopy i) Akta Borgen Erfpacht (Akta Pinjam Sewa Tanah), ii) Acta AANBEEID EIGENDOM (Pengembalian Hak Milik), iii) Meet Brief (Surat Ukur) Kantor Pertanahan TIDAK DAPAT menilai kebenaran formil dan materiil karena arsip ttg Tnh Negara di Kantor Pertanahan adalah Kartu Verponding Hak Erpacht. 4. Dari upaya penangan kasus pertanahan tersebut didapat beberapa kesimpulan meliputi: a. Desa Harjokuncaran Tanah yg dimohon masyarakat desa Harjokuncaran adalah TN bekas 6 Hak Erpacht Verpondig yg dikuasai oleh TNI-AD Cq. Kodam V Brawijaya (dikelola oleh PUSKOPAD) berdasarkan SK Menteri Pertanian No.263/Kpts/6/1973. Sebagian tanah bekas perkebunan Tlogorejo lainya (luas 786,77 Ha.) telah ditegaskan sbg obyek LR dan diredistribusikan kepada masyarakat. Sebagian tanah yg dikuasai TNI-AD tersebut. telah diserahkan kepada warga masyarakat seluas 75 Ha (th.1987) dan kepada Pemda seluas 179,948 Ha. (th.2005). Namun demikian Masyarakat memohon lagi sisa tanah yg dikuasai TNI-AD seluas 625 Ha Desa Harjokuncaran diserahkan kepada masyarakat. b. Desa Ringin Kembar Tanah yg dimohon masyarakat desa Ringinkembar adalah TN bekas 2 Hak Erpacht Verponding (Erp.1291 dan 1005) seluas 581,3 Ha. yg dikuasai oleh TNI-AD Cq.Kodam V Brawijaya (dikelola oleh PUSKOPAD) berdasarkan SK Menteri Pertanian No.263/Kpts/6/1973). Sebagian tanah yg dikuasai PUSKOPAD tersebut telah diserahkan kepada masyarakat seluas 22,9233 Ha (melalui redistribusi tanah) dan kepada Pemda Malang seluas 45 Ha (melalui kesepakatan) sehingga tersisa 513,3767 Ha. Namun demikian Masyarakat memohon lagi sisa tanah yg dikuasai TNI-AD Seluas 513,3767 Ha. diserahkan kepada masyarakat. 6
D. Diskusi 1. Pokja Pertanahan, Badan Pertanahan Kabupaten Malang a. Dalam permasalahan tanah di Harjokuncaran dan Ringinkembar terdapat ketidakpuasam dari masyarakat yang mempertanyakan mengapa tanah disewakan ke CV bukan ke masyarakat. Masyarakat merasa lebih baik tanah diberikan ke masyarakat daripada disewakan ke CV. Masyarakat dalam posisi mengetahui bahwa tanah yang mereka minta bukan merupakan hak mereka namun tetap mengajukan penuntutan karena kasus serupa pernah terjadi di 3 desa lain yang bersebelahan dan masyarakat di desa tersebut berhasil memperjuangkan tanah untuk dibagikan kepada masyarakat. b. Tanah yang dikuasai Puskopad (perkebunan) disewakan sebagian kepada CV dan sebagian juga dikuasai PTP, pada awalnya (dulu) dikarenakan masyarakat menggugat PTP memberikan tanah untuk perumahan kepada 500 KK di Desa Ringinkembar dan Tegal Rejo, dikarenakan ada pemberian tanah tersebut masyarakat sekarang ikut merambah dengan harapan tanah akan diberikan kepada mereka. c. Terjadi perbedaan data antara yang dimiliki BPN dengan yang ada di lapangan namun sulit untuk dilakukan identifikasi lebih jauh dikarenakan kondisi di lapangan tidak kondusif sehingga menyulitkan penyelesaian kasus. 2. Kepala Kantor Pertanahan, Badan Pertanahan Kabupaten Malang a. Terdapat permasalahan berdasarkan PP 11 tahun 2010 dimana aset instansi tidak dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar walaupun tidak dibangun/ diterlantarkan. Berdasarkan ilmu pertanahan juga dapat dikategorikan bahwa tanah yang dipungut pipil dapat diajukan menjadi tanah hak milik. Pipil adalah pungutan oleh pemerintah daerah terhadap tanah yang dijadikan pendapatan daerah untuk pajak. b. Antusiasme masyrakat terlalu besar sehingga memicu akuisisi terhadap tanah perkebunan negara, terlebih apabila ada sebagian dari tanah tersebut yang dilepaskan kemudian diredistribusikan kepada masyarakat. c. Kepastian hukum hak atas tanah yang masih rendah seperti yang tadi telah dijelaskan bahwa sistem pendaftaran tanah di Indonesia masih negatuf sehingga tidak dapat dijadikan bukti yang mutlak di pengadilan. 3. Kasubdit Pertanahan, Dit. Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas a. Apakah sejauh ini sudah ada pengadaan tanah dengan menggunakan aturan UU no. 2 Tahun 2013 dan PP 71? 4. Kepala Kantor Pertanahan, Badan Pertanahan Nasional a. Belum ada pengadaan tanah dengan menggunakan aturan tersebut, jikapun ada penetapannya masih di gubernur dan tidak banyak dilibatkan. Permasalahannya harus ada sosialisasi ke SKPD yang membutuhkan anggaran namun belum 7
disiapkan oleh instansi yang mengadakan pengadaan sehingga sulit dilakukan, harus dianggarkan kemana jika akan mengajukan pertimbangan Teknis? b. Telah ada perubahan untuk perpres 71 dengan perpres 40 tahun 2014, BPN Kabupaten Malang telah mendapat edaran untuk penggunaan peraturan yang baru 5. Kasubdit Pertanahan, Dit. Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas a. Pertimbangan teknis untuk ijin lokasi, penetapan lokasi dan ijin perubahan guna tanah itu masuk kedalam PP 13. b. Secara nasional untuk dana sosialisasi ada di Kemenko Perekonomian di Bidang Infrastruktur. c. Untuk pengadaan dibawah 5 Ha jika instansi dapat langsung namun harus tetap ada apraisal dari BPN. 6. Dinas Cipta Karya, Kabupaten Malang a. Dinas Cipta karya tidak terlalu terlibat dalam pengadaan tanah, namun setau kami sudah ada pengadaan tanah menggunakan peraturan tersebut. 7. Kepala Kantor Pertanahan, Badan Pertanahan Kabupaten Malang a. Menurut data BPN belum ada permohonan yang sesuai atau merujuk pada UU No. 2 tentang pengadaan tanah. Jikapun ada pertimbangan ke gubernur itu terlalu panjang prosedurnya. 8. Kasubdit Pertanahan, Dit. Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas a. Apakah ada keluhan saran atau sebagainya yang dapat disampaikan mengenai bidang pertanahan ataupun tata ruang? 9. Bidang Sengketa dan Konflik, Badan Pertanahan Kabupaten Malang a. Dalam upaya mempercepat penyelesaian konflik dan sengketa pertanahan apakah Kriteria Penyelesaian Konflik dan Sengketa adap diserahkan ke pemerintah pusat untuk menyusun kebijakan khususnya terkait dengan sengketa dan konflik yang berhubungan dengan TNI. 10. Bappeda Kabupaten Malang a. Terkait dengan LP2B, secara aturan dan undang-undang telah diatur, namun mengenai insentif dan disinsentif sulit untuk dilakukan dan diterapkan di lapangan. b. Terdapat pula beban penggunaan tanah LP2B yang harus dicarikan penggantinya itu sulit dilakukan karena lahan dengan potensi yang menyerupai sangat terbatas. 11. Kasubdit Pertanahan, Dit. Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas a. Terkait dengan permasalahan LP2B akan disampaikan kepada Tim LP2B b. Sebagai informasi, untuk mempertahankan fungsi lahan tidak dapat mengandalkan BPN, dikarenakan BPN tidak berwenang. Adapun ijin pemberian alih fungsi lahan ditanda tangani oleh Pemerintah Daerah bukan oleh BPN. Perubahan fungsi lahan itu ada di bawah koordinasi RTRW bukan di tangan BPN. 8
c. Terdapat wacana bahwa IP4T kedepan hanya akan mengidentifikasi tanah untuk land reform, hal ini akan menyulitkan inventarisasi tanah oleh instansi lain karena menjadi tidak teridentifikasi penggunaaannya. 12. Badan Pertanahan Kabupaten Malang a. Terkait dengan peraturan perundangan yang berkaitan dengan lahan pertanian dan RTRW terdapat beberapa permasalahan. Diantaranya adalah ketika suatu lahan telah dialokasikan bukan untuk lahan hijau di RTRW namun di lapangan lahan tersebut sangat potensial untuk pertanian, apabila terdapat hal seperti itu maka bisa dilakukan perubahan fungsi pada lahan yang sangat potensial sehingga apabila dilanjutkan akan mengancam ketahanan pangan. Disisi lain Pertanian memiliki kewajiban untuk menetapkan lahan tersebut sebagai LP2B, apa yang harus dilakukan apabila menghadapi situasi tersebut? Apakah dilakukan perubahan fungsi lahan atau tidak? 13. Kasubdit Pertanahan, Dit. Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas a. Perlu ada koding tertentu untuk LP2B yang harus terlihat dengan menggunakan teknik ekstragasi. Hal ini akan disampaikan kepada Tim LP2B b. Sebaiknya ada edaran dari BKPRN untuk mempertahankan lahan hijau sehingga dalam penyusunan RTRW pun tidak mengabaikan perubahan guna lahan pada lahan yang potensial sebagai lahan pertanian. 14. Kepala Kantor Pertanahan, Badan Pertanahan Kabupaten Malang a. Untuk perubahan guna lahan BPN hanya mengeluarkan pertimbangan teknis yang menjadi pertimbangan dalam perubahan guna lahan. Sementara ijin perubahan lahan bukan BPN yang mengeluarkan namun pemerintah daerah. b. Apabila terdapat kasus dimana lokasi penggunaan di RTRW sebagai lahan hijau namun pada kenyataannya merupakan lahan hijau, dikarenakan eksisting sebagai kampung maka BPN akan tetap menandatangani sertipikat untuk rumah namun tidak mengeluarkan pertimbangan teknis untuk perubahan guna lahan. Hal tersebut agar tidak melanggar tata ruang namun secara perdata tetap hak nya terlindungi. c. Untuk kasus harjokuncaran belum ada putusan dari pemerintah pusat. Hingga saat ini telah dilakukan gelar perkara dengan komnasham namun belum ada progress F. Kesimpulan dan Tindak Lanjut 1. Perlu dilakukan pemantauan terkait dengan putusan pemerintah pusat untuk penyelesaian sengketa dan kasus pertanahan Harjo Kuncaran dan Ringin Kembar. 2. Perlu disusun rekomendasi kepada BKPRN untuk memberikan edaran mengenai larangan perubahan fungsi lahan produktif pertanian dalam RTRW Kabupaten/Kota. 9
3. Perlu disusun rekomendasi untuk meningkatkan sosialisasi mengenai LP2B kepada Kabupaten/Kota, G. Dokumentasi
10