REFLEKSI PERILAKU PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ATAS PRAKTIK MANAJEMEN LABA DALAM PERSPEKTIF WETON Lilik Purwanti Universitas Brawijaya; Jl. MT. Haryono 165 Malang Surel:
[email protected]
http://dx.doi.org/DOI: 10.18202/jamal.2015.12.6029
Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume 6 Nomor 3 Halaman 341-511 Malang, Desember 2015 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879
Tanggal Masuk: 5 Juli 2015 Tanggal Revisi: 30 Oktober 2015 Tanggal Diterima: 31 Desember 2015
Abstrak: Refleksi Perilaku Pengguna Laporan Keuangan Atas Praktik Manajemen Laba Dalam Perspektif Weton. Tujuan dari penelitian ini mencari dan menganalisis makna praktik manajemen laba menurut persepsi pengguna laporan keuangan berdasarkan weton. Dengan pendekatan kualitatif, penelitian ini mengumpulkan data dari peme riksa pajak, analis kredit bank, dan investor. Hasil penelitian menunjukkan pemeriksa pajak (Senin wage) memaknai praktik manajemen laba sebagai lipstik dan manipulasi laba, semetara analis kredit (Senin Pon) memaknainya sebagai kosmetik. Investor (Selasa Paing) memaknai manajemen laba sebagai rekayasa laba. Perilaku pemeriksa pajak tidak mencerminkan karakternya, sedangkan perilaku analis kredit dan investor mencerminkan karakternya. Kondisi lingkungan keluarga, lingkungan kerja, pengalaman, dan selalu berpikir positif adalah faktor yang memengaruhi pembentukan karakternya. Abstract: Reflection of Financial Statements User Behaviour on Perceiving the Meaning of Earning Management Practices in Weton Perspective. This research aimed to find the interpretation of earnings management practices in users perception of financial statements based on weton. By using qualitative approach, the data collected from tax inspector, credit analyst, and investor. The result shows that the tax inspector (Senin wage) interprets earnings management practices as lipstick and earnings manipulation while Credit analyst (Senin Pon) interpret as a cosmetic. Investor (Selasa Paing) interprets it as earning engineer. The behavior of tax inspector does not reflect his character while credit analyst and investor behavior reflect their character. Family and working environment, experience, and positive thinking influence the character building. Kata kunci: Manajemen laba, Karakter, Perilaku, Weton
Penelitian mengenai adanya praktik manajemen laba sudah banyak dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. (Copeland 1968; Schipper 1989; Merchant dan Rockness 1994; Fischer dan Rosenzweig 1995) Menurut Suh (1990) serta Healy dan Wahlen (1998), Healy dan Wahlen (1999), Kaplan (2001), DuCharme et. al. (2004) dan, Jiraporn et.al (2008), Grasso et.al 2009, banyak penulis atau peneliti telah membuktikan bahwa manajemen laba memang benar-benar dilakukan oleh manajer. Penelitian-penelitian terdahulu tentang praktik manajemen laba ini, banyak dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini juga melakukan
analisis apakah perilaku pengguna laporan keuangan dalam memaknai praktik manajemen laba mencerminkan karakternya de ngan perspektif weton. Dalam kosmologi Jawa, watak atau karakter seseorang dipengaruhi oleh waktu saat seseorang dilahirkan, yang biasa disebut weton. Seseorang yang terlahir pada hari Sabtu Paing wataknya sangat berbeda dengan yang dilahirkan pada Senin Pon. Ramalan sifat-sifat pribadi dapat didasarkan pada perhitungan dengan cara Jawa ataupun internasional, yang meliputi atas weton), neptu (jumlah angka hari dan pasaran), tanggal jawa, bulan Jawa, dan tanggal, hari, bulan masehi, zodiak bintang dan lain-
362
Purwanti, Refleksi Perilaku Pengguna Laporan Keuangan atas Praktik...
363
lain. Weton terdiri dari 7 hari dan 5 pasaran, memiliki makna (karakter) yang berbedabeda. Seseorang yang dilahirkan pada hari dan pasaran berbeda, akan memiliki watak (karakter) berbeda pula. Watak adalah sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran, tingkah laku dan budi pekerti. Istilah kepribadian dan watak sering digunakan secara bertukartukar, namun Allport1 memberi pengertian berikut: “karakter adalah evaluasi personalitas (kepribadian) dan personalitas adalah devaluasi karakter”. Allport beranggapan bahwa watak (character) dan kepribadian (personality) adalah satu dan sama yang dipandang dari segi yang berlainan. Kalau orang hendak mengadakan penilaian (jadi mengenakan norma), maka lebih tepat dipakai istilah “watak”; tapi kalau bermaksud menggambarkan bagaimana adanya (jadi tidak melakukan penilaian) lebih tepat dipakai istilah “kepribadian.” Watak atau sifat seseorang dapat diramalkan dengan melihat kapan dilahirkan. Salah satu penggunaan yang umum dari metode ramalan ini dapat ditemukan dalam sistem kelahiran Jawa yang disebut wetonan. Dalam pandangan masyarakat Jawa, weton masih dipercaya dapat memengaruhi setiap aktivitas dan kehidupan manusia, misalnya: perhitungan hari untuk menentukan hari baik dalam pernikahan, mendirikan rumah, pindah rumah dan lain-lain. Dalam primbon Jawa, weton terdiri dari 5 hari pasaran yang dikombinasikan dengan 7 hari dalam seminggu. Masing-masing weton mempunyai makna yang berbeda-beda yang bisa menunjukkan bagaimana watak, perilaku, nasib seseorang dan lain-lain (Ranoewidjojo, 2009:17). Secara ontologi, penelitian ini meng anggap bahwa praktik akuntansi adalah suatu fenomena sosial, sistem dan konsep yang digunakan oleh suatu organisasi sebagai bagian integral dari masyarakat. Praktik manajemen laba adalah bagian dari praktik akuntansi. Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih jauh bagaimana pengguna laporan memaknai praktik manajemen laba. Pengguna laporan keuangan adalah
pihak yang secara langsung mengetahui dan merasakan dampak dari praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer perusahaan.
1. Gordon W. Allport adalah orang yang pertama kali memunculkan Teori Trait (sifat atau karakter). Trait menggambarkan konsistensi respon individu dalam situasi yang berbeda-beda. Trait merupakan disposisi untuk berperilaku dalam cara tertentu, seperti yang tercermin dalam perilaku seseorang
pada berbagai situasi. Trait merupakan pola konsisten dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang membedakan seseorang dari yang lain (trait relatif stabil dan konsisten). Trait merupakan kecenderungan dasar yang menetap selama kehidupan.
METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pemilihan informan dilakukan secara sengaja dan purposive, yaitu pertama, subjek telah cukup lama dan intensif menyatu dengan kegiatan yang menjadi sasaran penelitian. Subjek tidak hanya sekedar tahu dan dapat memberikan informasi tetapi juga telah menghayati secara sungguh-sungguh. Hal ini karena mereka sudah terlibat yang cukup lama pada lingkungan atau kegiatan yang bersangkutan. Kedua, subjek masih terlibat secara aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi fokus penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah pengguna laporan keuangan yang memanfaatkan atau merasakan dampak langsung atau tidak langsung dari penyajian laporan keuangan. Adapun informan dapat dilihat pada Tabel 1. Objek dalam penelitian ini adalah manusia. Sumber data berupa kata-kata, tindakan dan dokumen. Data dikumpulkan melalui teknik wawancara dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan berupa tindakan subjek, gambaran ekspresi, sikap dan pemahaman dari subjek yang diteliti. Wawancara secara mendalam (in-depth interview) dengan pedoman wawancara yang telah peneliti siapkan, wawancara dilakukan secara bebas, dengan pertanyaan-pertanyaan yang terbuka. Wawancara dengan informan yang tidak terstruktur dan terjadwal agar para informan dalam memberikan informasi apa adanya. Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan. Data dikumpulkan dengan cara wawancara yang menghasilkan catatan atau rekaman wawancara. Cara pengumpulan data juga dilakukan dengan metode dokumentasi. Untuk menentukan hari kelahiran (weton) informan (andai informan lupa hari kelahirannya), peneliti menggunakan bantuan internet berdasarkan
364
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 3, Desember 2015, Hlm. 362-372
Tabel 1: Daftar Nama dan Profesi No.
Nama
Weton
Profesi
1
Andri
Pemeriksa Pajak di Malang
Senin Wage
2
Hani
Analis Kredit di Bank Pemerintah di Malang
Senin Pon
3
Sigit
Investor di Surabaya
Selasa Paing
*) Nama informan adalah nama samaran tanggal kelahiranya, dengan situs http:// ki-demang.com/php_files/02%20kalender% 20weton%20on%2. Makna weton seseorang (informan) dilihat menggunakan sumber tertulis adalah Kitab Primbon Jawa Betaljemur Adammmakna. Prosedur analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Miles dan Huberman (1992:15-21) yang meliputi (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) penarikan kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi menjadi gambaran keberha silan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Reduksi data diartikan sebagai proses penyempurnaan data, baik pengurangan terhadap data yang kurang bermanfaat dan tidak relevan, atau penambahan terhadap data yang dirasa kurang. Penyajian data merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun berdasar kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan. Kategorisasi dilakukan dengan menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber yaitu wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi per informan. Kategorisasi ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam menyusun dan menyajikan data penelitian. Interpretasi data merupakan proses pemahaman makna atau menafsirkan mengenai apa yang tersirat di dalam data yang telah disajikan. Pemaknaan praktik manajemen laba terfokus pada penafsiran informan atas manajemen laba yang merupakan ”teks baru” bagi peneliti. Dengan kata lain, tahap ini merupakan tahap penafsiran peneliti atas penafsiran informan. Berdasarkan hasil pemaknaan oleh informan, peneliti menyampaikan secara retorik dalam bentuk uraian naratif. Retorik berarti menyampaikan pernyataan-pernyataan dengan banyak menggunakan ungkapan metaforik atau analogi-analogi (Sugiharto 1996:104). Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan proses perumusan makna dari hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat-kalimat yang singkat-padat dan
mudah dipahami. Pada tahap ini perlu dilakukan peninjauan mengenai kebenaran hasil penelitian dengan cara berulangkali, agar terjadi relevansi dan konsistensi antara judul, tujuan penelitian dan perumusan masalah yang ada. HASIL DAN PEMBAHASAN Praktik manajemen laba dimaknai informan sebagai sebuah kosmetik, akal-akal an manajemen dan manipulasi laba. Berikut disampaikan pendapat dari para informan tersebut. Andri (pemeriksa pajak) dan Hani (analis kredit) memaknai praktik manajemen laba dengan istilah yang unik dan tidak peneliti duga sebelumnya. Pemeriksa pajak memaknai praktik manajemen laba sebagai sebuah gincu atau lipstik dan analis kredit memaknai sebagai kosmetik. Berikut kutipan pendapat Andri: “Manajemen laba itu apa yaaa? Kalau saya ibaratkan mungkin seperti lipstik atau gincu gitulah. Kita amati kalau kaum wanita memakai lipstik, pasti akan tampak segar, cerah dan cantik. Apalagi lipstik yang dipakai berwarna merah muda, pasti akan tampak lebih muda. Sebaliknya kalau wanita lagi di rumah, seperti istri saya tidak memakai lipstik? Pasti akan tampak pucat, tidak segar dan mungkin kurang cantik heeee”. Setelah tertawa lepas, kemudian Andri melanjutkan ceritanya: “Saya kira semua kaum wanita tentu tahu dong fungsi lipstik atau gincu?”. Peneliti menyetujui dan meneruskan pertanyaan tentang apa hubungan lipstik dengan praktik manajemen laba. Dengan memutar-mutar kursinya, Andri melanjutkan pendapatnya. “Praktik manajemen laba seperti lipstik ya Bu. Coba lihat di kaca dan bandingkan ketika ibu memakai lipstik dan saat tidak pakai.
Purwanti, Refleksi Perilaku Pengguna Laporan Keuangan atas Praktik...
Pasti akan tampak berbeda, saat memakai lipstik ibu tampak segar dan mungkin menambah rasa percaya diri sebaliknya ketika ibu tidak memakai lipstik maka akan tampak agak pucat, apalagi saat bangun tidur. He he he”. Masih menlanjutkan menjelaskan, berikut kutipan paparan Andri. “Lipstik itu fungsinya untuk membuat bibir pucat menjadi merah merona sehingga wajah tampak cantik, ayu, menarik ngono yo bu?”. “Tak kiro podho fungsine karo manajemen laba. Sama-sama untuk mempercantik yaitu mempercantik laporan keuangan dengan memberikan gincu yang berupa metode yang legal maupun ilegal agar laporan keuangan tampak cantik dan menarik”. Sambil sesekali menenggak air putih, Andri kembali melanjutkan penejlasannya. “Saya kira sama dengan fungsi lipstik tadi. Jika wajib pajak ingin membayar pajak sedikit maka laporan keuangan dibuat agar laba kecil. Nah kalau laba turun atau kecil maka pajak penghasilan yang dibebankan menjadi turun atau kecil pula. Sebaliknya jika wajib pajak menghindari pemeriksaan pajak karena lebih bayar, beda lagi trik yang dilakukan. Kalau semua itu dilakukan tidak melanggar aturan perpajakan, saya kira aman dan tenang saja. Kadang wajib pajak baik manajer atau akuntan manajemen perusahaan lebih jago memanfaatkan celah peraturan” Dari paparan Andri dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen laba sama dengan fungsi lipstik, yaitu membuat wanita menjadi lebih cantik dan segar. Demikian pula manajemen laba yang dapat merubah laporan keuangan dari “pucat” menjadi lebih “cantik”. Tentang manajemen laba, pendapat senada juga disampaikan oleh Hani (analis kredit) yang mengatakan bahwa praktik manajemen laba adalah kosmetik seperti lipstik, bedak, perona pipi, pensil alis dan lainlain. Kosmetik ini berfungsi untuk memper-
365
cantik wajah agar tampil lebih percaya diri dan menarik. Serta dia menganggap pula peran manajer adalah salon kecantikan. Lebih lanjut Hani menyampaikan pendapatnya tentang makna manajemen laba, “Manajemen laba itu saya pandang se perti alat-alat kecantikan atau kosmetik gitulah. Ada bedak, pensil alis, lipstik, lalu apa namanya yaaa yang agar pipi tampak merah merona itu? Yaa pemerah pipilah namanya lha aku gak tau he he he”, kata Hani sambil tertawa lucu karena tidak mengetahui nama salah satu alat kosmetik tersebut. Masih terus melanjutkan penjelasannya, sambil meminum air Hani pun melanjutkan penjelasannya. “Kosmetik itu kan gunanya untuk membuat orang menjadi cantik, ganteng, mempesona, menarik bagi siapapun yang melihat. Para artis itukan tidak benar-benar cantik tetapi karena make up dan pinternya perias maka mereka menjadi tampak sangat cantik menawan. Dikasih bedak tebal, alis, bulu mata palsu, perona pipi, lipstik yang cerah." Tentunya terdapat alasan yang mendasari atas ungkapan tersebut. Hani dengan tegas menjelaskan alasannya sebagai berikut: “Agar kredit yang diajukan oleh nasabah bisa disetujui maka laporan keuangan dibuat sedemikian rupa agar tampak bagus, menguntungkan dengan laba yang selalu meningkat misalnya sehingga meyakinkan bank. Sama seperti fungsi kosmetik tadi itu. Wanita tanpa kosmetik akan tampak pucat dan kurang menarik, sehingga sangat jelas fungsi kosmetik itu yaaaa agar wanita tampak cantik dan bisa menambah rasa percaya diri wanita. Jadi sama fungsinya dengan manajemen laba untuk mempercantik laporan keuangan”. Mencermati pendapat pemeriksa pajak dan analis kredit di atas, maka praktik manajemen laba cenderung ditujukan untuk menampakkan laba yang bagus dan meningkat. Peneliti menanyakan lebih lanjut apakah manajemen laba selalu ditujukan untuk menampakkan laba tinggi atau baik. Pemeriksa pajak dan analis kredit mempu-
366
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 3, Desember 2015, Hlm. 362-372
nyai pendapat yang sama yaitu tidak selalu karena didasarkan pada tujuannya. Tujuan untuk mendapatkan bonus dan untuk memperoleh kredit bank, tentunya berbeda dengan tujuan manajemen pajak. Manajemen pajak yang bertujuan untuk mengurangi besarnya pajak, wajib pajak pasti menampakkan laba yang kecil. Di sisi lain, jika untuk menghidari pemeriksaan pajak karena lebih bayar, mereka melakukan sebaliknya. Pemeriksa pajak mengatakan praktik manajemen laba tidak selalu digunakan untuk membuat laporan keuangan menunjukkan kondisi keuangan atau kinerja yang bagus. Berikut cerita Andri sambil tertawa karena apa yang diceritakan lucu. “Ibaratnya laporan keuangan itu wajah seorang wanita yang didadani agar kelihatan agak jelek ato jelek sekalian. Didandani itukan tidak harus jadi cantik, ganteng tapi bisa juga jadi jelek. Lihat aja badut, pelawak, ato dagelan itu mereka tampak lucu karena dandanan yang jelek ato bahkan aneh. Tayangan OVJ di Trans 7 contohnya. Mereka membuat penonton tertawa bukan hanya karena lawakannya tetapi juga dandanannya. Justru itu yang menarik, betapa sangat krea tifnya mereka agar sajian setiap hari tetap menarik penonton. Itulah cara mereka untuk mengais rejeki” Setelah berhenti tertawa Andri melanjutkan ceritanya. “Lihat saja pemeran nenek lampir atau hantu, pasti memakai lipstik yang warnanya pucat atau bahkan warna hitam, itu supaya tampak serem hii”. Selanjutnya Andri menjelaskan hubungan lipstik dengan pajak yang dibayar wajib pajak. “Misalnya terkait dengan membayar pajak, klien cenderung menurunkan laba jika ada indikasi akan membayar pajak yang besar pada tahun itu. Hal itu sudah biasa dilakukan oleh manajer perusahaan”, kata Andri dengan serius. Senada analis kredit menyampaikan “Manajemen laba tidak selalu digunakan agar laporan keuangan menjadi bagus. Manajer bisa saja meng-make over wajah laporan keuangan menjadi jelek. Itu bahasa kedokteran atau kecantikan ya?”, tuturnya dengan tersenyum karena merasa tidak yakin dengan istilah yang digunakan. Lalu Hani melanjutkan ceritanya den-
gan tutur yang lembut. “Tak kiro gak selalu laporan keuangan dibuat bagus dengan manajemen laba, kadang ditampakkan kinerjanya menurun. Itu dilakukan pada saat utang akan jatuh tempo dan perusahaan tidak mampu melunasi. Kalau laporan keuangan tampak kurang bagus dan keuangan nasabah tidak memungkinkan untuk melunasi utang, biasanya dilakukan re-scheduling utang. Itulah harapan dari nasabah”. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa praktik manajemen laba dimaknai pemeriksa pajak sebagai sebuah lipstik atau gincu dan analis kredit memaknainya sebagai kosmetik. Makna yang terkandung dalam pendapat informan bahwa praktik manajemen laba sarana untuk membuat laporan keuangan menjadi mena rik bagi para penggunanya. Fungsi kosmetik bagi laporan keuangan untuk mempercantik laporan keuangan atau bahkan membuat laporan keuangan tampak jelek sesuai dengan motivasi atau tujuannya. Investor memaknai praktik manajemen laba sebagai intervensi atau akal-akal an manajer yang disengaja pada proses pela poran keuangan. Campur tangan ini dengan maksud untuk memperoleh keuntungan pribadi. Intervensi dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya judgment dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa depan untuk ditunjukan dalam lapor an keuangan. Contohnya: estimasi nilai residu aset tetap, estimasi umur ekonomis aset tetap, kerugian piutang dan penurunan nilai aset. Disamping itu manajer memiliki pilihan untuk metode akuntansi (metode penyusutan, metode penentuan harga pokok persediaan dan lain-lain). Sementara itu, Investor memaknai praktik manajemen laba sebagai intervensi manajer dan untuk kepentingan pribadi manajer. Berikut pendapat Sigit (investor). Sigit yang secara lugas dan lantang mengatakan: “Kalau membicarakan manajemen laba, aku jadi ingat pengalaman beberapa tahun yang lalu yang sangat menjengkelkan hatiku. Begitu aku mengalami kerugian yang sangat besar atas in-
Purwanti, Refleksi Perilaku Pengguna Laporan Keuangan atas Praktik...
vestasiku di suatu perusahaan, langsung aku lihat profil manajernya. Sampeyan tahu apa yang aku lakukan? Foto manajer itu langsung aku coret-coret sampek mukanya gak kelihatan lagi. Itu saking jengkelnya aku”. Setelah tertawa campur jengkel, Sigit melanjutkan ceritanya. “Itu kan kerjaan manajer yang pinter banget membuat laporan keuangan tampak bagus tetapi kenyataannya jelek dan bahkan ada permasalahan keuangan. Karena tampak prospek bagus, aku beli sahamnya eee harga saham langsung ambleg”, tuturnya sambil duduk lemas. Demikian lanjutnya: “Manajer juga manusia”, katanya dengan melagukannya syair itu. Sambil mencoret-coretkan bolpoinnya di kertas dengan gambar tidak jelas dan dengan nada yang agak mulai merendah Sigit melanjutkan penjelasannya sambil memukulkan tangannya ke meja seperti agak jengkel. “Mereka pasti memiliki keinginan ato kepentingan pribadi. Untuk mewujudkan keinginannya itulah mereka menggunakan kuasanya. Angka laba di-otak-atik, dinaikkan atau diturunkan dengan berbagai macam cara hanya untuk memenuhi ambisinya. Agar mendapatkan bonuslah ato agar tetap dipertahankan sebagai manajerlah ato tujuan lain. Yang jelas mereka akan berusaha untuk menampakkan kinerja bagus selama kepemimpinannya”. Berdasarkan pendapat Sigit di atas dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen laba merupakan akal-akalan manajer. Praktik manajemen laba dilakukan oleh manajer sesuai dengan keinginannya atau untuk memenuhi tujuannya. Manajer lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan perusahaan dalam jangka panjang. Menurut pemeriksa pajak, praktik manajemen laba identik dengan manipulasi laba. Konotasi manipulasi laba cenderung negatif karena praktik manajemen laba memang dilakukan manajer sudah tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Berikut pendapat Andri. Andri mengatakan dengan tegas tetapi agak lirih.
367
“Menurut saya manajemen laba itu bahasa halus dari manipulasi laba. Ibu saya beritahu ya, berdasarkan pengalaman saya dalam memeriksa laporan keuangan wajib pajak bahwa apa yang sudah wajib pajak lakukan itu sudah sampai pada bentuk manipulasi laba Bu bahkan kecurangan karena ada yang sampai membuat pembukuan ganda yang sudah sangat menyimpang dari prinsip akuntansi yang berterima umum”. Selanjutnya Andri menambahkan penjelasannya masih dengan suara merendah sepertinya tidak ingin didengar orang lain. “Mengapa saya mengatakan praktik manajemen laba adalah tindakan manipulasi laba? Karena sudah tidak sesuai dengan prinsip akuntansi. Itu fakta selama saya melakukan pemeriksaan atas SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) dan memeriksa laporan keuang annya. Walaupun praktik manajemen laba tidak dilandasi oleh motivasi manajer untuk memperoleh keuntungan pribadi, hal itu tetap saja salah karena melanggar aturan”. Menurut pemeriksa pajak, praktik manajemen laba sudah mengarah ke kecurangan karena dalam penyusunan laporan keungan sudah jauh dari aturan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Seperti yang disampaikan oleh Andri bahwa praktik manajemen laba banyak dilakukan oleh perusahaan yang belum go public karena belum tahu ato paham aturan ato mungkin pura-pura tidak tahu aturan. Berikut ini pendapat Andri: “Menurut saya, praktik manajemen laba banyak diterapkan oleh perusahaan yang belum go public yang lebih ekstrim daripada yang sudah go public. Itu karena laporan keuangan mereka kan tidak diaudit oleh akuntan publik. Manajer melakukan rekayasa keuangan sedemikian rupa yang menjurus ke kecurangan karena sama sekali tidak sesuai dengan aturan standar akuntansi keuangan. Di antara mereka ada yang sudah paham
368
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 3, Desember 2015, Hlm. 362-372
standar akuntansi keuangan tetapi dengan sengaja melakukan kecurangan itu dengan memanfaatkan celah peraturan baik aturan profesi maupun perpajakan. Disisi lain ada juga yang tidak memahami standar akuntansi. Yaa mereka semaunya melaporkan keuangannya”. Pendapat senada disampaikan oleh Sigit (investor) yang ditunjukkan dalam pendapatnya berikut. “Kalau mendengar praktik manajemen laba, maka yang ada dibenakku adalah rekayasa laporan keuangan. Mengapa aku menyebut rekayasa? Yaa karena manajer menyusun laporan dengan hiasan-hiasan beraneka ragam agar laporan keuangan tampak bagus. Rekayasa dilakukan dengan memberikan polesan kebijakan akuntansi, bahkan sudah tidak sesuai dengan aturan agar laporan keuangan menjadi bagus, cantik dan menarik”. Dari hasil wawancara dengan investor, ternyata dia sudah tidak lagi menggunakan laporan keuangan auditan untuk dasar pengambilan keputusan investasinya. Berikut ini Sigit menyampaikan: ”Seperti aku sudah jarang sekali menggunakan laporan keuangan untuk dasar keputusan investasi, baik beli ato jual saham, kecuali investasi yang bersifat jangka panjang. Tapi kalo yang jangka pendek yaa lebih baik lihat aja pergerakan harga saham, itu sudah cukup buat aku karena sebagian besar investasi aku jangka pendek”. Praktik manajemen laba mengarah menjadi suatu tindak kecurangan (fraud). Manajemen laba yang dilakukan dengan cara yang salah, misalnya: manajer secara sengaja menerapkan metoda estimasi yang tidak masuk akal, memilih metoda akuntansi dan pelaporan keuangan yang tidak tepat. Hal ini berakibat laporan keuangan tidak merefleksikan posisi ekonomik perusahaan yang sebenarnya. Sigit berpendapat bahwa praktik manajemen laba merupakan kecurangan karena
tidak sekedar mengubah-ubah kebijakan akuntansi tetapi sudah merekayasa laporan keuangan yang jauh dari aturan standar akuntansi. Begini Sigit mengatakan: “Menurut aku manajemen laba ato pengelolaan laba itu adalah permainan angka untuk mempertahankan kinerja perusahaan. Dengan cara tidak sekedar mengubah-ubah kebijakan akuntansi tetapi sudah sampai merekayasa pendapatan dan beban yang tidak benar-benar terjadi. Manajemen laba itu untuk mengelabuhi investor seperti aku ini agar salah dalam pengambilan keputusan. Agar investor mengira kinerja perusahaan bagus, lalu investor pada beli sahamnya. Padahal mungkin perusahaan dalam kondisi rugi ato bahkan lagi kesulitan keuangan”. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pemeriksa pajak dan investor memaknai praktik manajemen laba sebagai manipulasi laba bahkan kecurangan. Hal ini karena dilakukan sudah melanggar aturan acuan penyusunan laporan keuangan. Tidak hanya berupa permainan angka tetapi ada yang sengaja membuat pembukuan ganda untuk mengurangi besarnya pajak yang harus dibayar. Perilaku pemeriksa pajak dalam memaknai praktik manajemen laba digambarkan berikut ini. Andri adalah salah satu pemeriksa pajak, di Kantor Pelayanan Pajak Malang. Dia telah bekerja di bidang perpajakan sejak tahun 2003 sampai sekarang. Andri dilahirkan 35 tahun yang lalu pada hari Senin Wage. Menurut primbon Jawa (Soemodidjojo 2001:61-64), seseorang yang lahir pada hari Senin Wage memiliki karak ter: kurang pikire, bregundung atine, wani pakewuh, wani mati (berpikirnya kurang, tidak suka terhadap pendapat orang lain, berani mati dan menderita). Berdasarkan pengamatan peneliti dan gambaran potret pendapat Andri tentang makna paktik manajemen laba di atas, perilaku pemeriksa pajak dalam memaknai praktik manajemen laba kurang mencerminkan karakter yang dimiliki dengan perspektif wetonnya. Perilaku informan tersebut dilihat dari tampak atau ekspresi wajahnya, ucapannya, dan perbuatannya. Dilihat dari ekspresi wajah: selalu tersenyum, tidak
Purwanti, Refleksi Perilaku Pengguna Laporan Keuangan atas Praktik...
menunjukkan wajah marah walau mempunyai pendapat yang tidak baik mengenai tindakan manajemen. Dilihat dari ucapan: memaknai praktik manajemen pajak seba gai lipstik dan manipulasi yang diucapkan dengan santun dan dengan nada rendah. Selanjutnya dilihat dari tindakan: sopan, bicara dengan nada rendah, tidak melakukan tindakan yang menunjukkan sikap marah walau tidak sepakat dengan manajemen laba yang dilakukan manajemen. Selama wawancara, Andri menjawab semua pertanyaan peneliti dengan hati-hati, tenang dan terstruktur. Dengan demikian, terdapat ketidaksinkronan antara weton dan perilaku Andri sehari-hari. Selain wetonnya, watak pemarah bisa dilihat dari pasaran yang maknanya adalah ceroboh, pemarah, kadang kala mengamuk jika dicambuk, dan melanggar apa saja. Karakter tersebut sama sekali tidak tampak ada saat peneliti melakukan wawancara dengan pemeriksa pajak. Hal ini dibuktikan dari pendapat teman kantor berikut ini. Andri disegani teman kantornya karena kesopanannya, perhatian dengan teman, bawahan bahkan pesuruh sekalipun. Seperti yang dikatakan Amir (teman kantornya): ”Pak itu Andri orangnya supel, tidak sombong, sopan dan menghargai pekerjaan bawahannya. Selain itu juga suka menolong teman yang lagi kesusahan. Enak kalau diajak ngomong karena beliau sangat sabar dan perhatian”. Pengamatan terhadap Andri selama penelitian lapangan menunjukkan tidak tampak ekspresi raut muka marah sekalipun. Walaupun Andri menceritakan penga laman ada wajib pajak yang menjengkelkan, tetapi ekspresi wajahnya biasa saja, tidak tampak ekspresi marah. Mengapa hal itu terjadi? Peneliti terus mencari jawabannya. Peneliti menanyakan lebih lanjut, apakah bapak tidak pernah marah? Pengakuan Andri sama seperti yang disampaikan oleh rekan kerjanya. “Untuk apa marah-marah Bu. Itu membuang energi, diri kita capek dan tidak ada hasilnya karena kalau marah kita tidak bisa berpikir logis. Saya belajar sabar sejak saya mendalami ilmu spiritual. Saya memiliki seorang guru yang sangat sabar dan bijak, oleh karena itu saya ingin seperti guru itu. Kalau kita sabar hidup kita te
369
nang dan bisa awet muda heeee” Itulah kata Andri sambil acungkan jempolnya tanda kagum dengan guru spiri tualnya. Setelah nafas panjang Andri melanjutkan ceritanya. “Semenjak saya mendalami ilmu spiritual bersama seorang guru, hati saya menjadi tenang dan hi dup menjadi damai. Saya berusaha untuk tidak marah dalam menghadapi klien yang menjeng kelkan sekalipun. Dengan ber tambahnya usia, harus semakin bijak dalam menghadapi semua masalah.Bukankah seperti itu Bu?” Setelah menghabiskan makannya, Andri melanjutnya ceritanya tentang perubahan dalam pola hidupnya yang membuat hatinya tenang dan tentram. Beliau menga 3takan selalu berpikir positif tentang apa saja. Berikut tuturnya. “Saya menanamkan pada diri sendiri tentang pikiran yang baik-baik, saya yakin kekuatan pikiran akan menjilma dalam kehidupan kita. Oleh karena itu saya selalu berpikir positif terhadap teman, saudara, klien dan siapa saja. Seperti manajer perusahaan, menurut saya tidak mungkin melakukan manajemen laba hanya untuk kepentingan pribadi”. Kemudian peneliti mencoba menanyakan weton Andri. Ternyata beliau me ngetahui wetonnya dari ibunya. Berikut penjelasan Andri: “Menurut ibu, saya dilahirkan dengan membawa pasaran wage. Ibu saya sangat percaya dengan weton. Ibu bilang seseorang yang lahir dengan pasaran wage mempunyai sifat keras, mau menang sendiri dan pemarah. Saya percaya itu karena saat masih anakanak dulu kadang watak itu muncul di hati saya Bu . Misalnya saat itu makanan atau mainanku diambil teman, saya jengkel banget dengan teman itu dan inginnya memukul dia tetapi itu tidak saya lakukan”. Demikian kata Andri sambil tertawa, lalu beliau melanjutkan ceritanya. “Herannya orang di sekeliling saya terutama ibuku tidak melihat sifat itu ada pada saya. Yaa mungkin
370
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 3, Desember 2015, Hlm. 362-372
ini disebabkan lingkungan kami yang membentuk dan tidak memungkinkan watak keras saya berkembang. Ibuku yang sangat sabar, ayah yang sangat bijak dan saudara-saudara yang sangat bersahabat. Saya tahu setiap manusia memiliki dua sifat baik dan buruk, tinggal bagaimana kita mengembangkan sifat baik dan mengurangi sifat yang jelek”. Berdasarkan pembicaraan dengan Andri, watak amarah beliau tidak muncul dan berkembang karena beliau menekuni ilmu spiritual dan selalu berpikir positif. Dalam perilakunya selama wawancara, beliau tetap tenang dan sopan dalam menceritakan masalah yang ditemui ketika menghadapi klien yang menjengkelkan sekalipun. De ngan sabar dan telaten beliau mendengarkan cerita masalah dan alasan klien yang beraneka ragam. Perilaku analis kredit dalam memaknai praktik manajemen laba digambarkan berikut ini. Hani adalah seorang analis kredit yang berkerja di salah satu Bank Bank pemerintah yang sudah bekerja selama 17 tahun dan di bagian Divisi Analis & Pengendalian Kredit selama 8 tahun. Melihat pengalaman di bagian analis kredit, menurut peneliti sudah cukup pengalaman dan pemahaman tentang analisa laporan keuangan sehingga layak dijadikan sebagai informan. Hani terlahir pada hari Senin Pon. Menurut primbon Jawa (Soemodidjojo;2001:61-64) seseorang yang lahir pada Senin Pon memiliki makna: Senin pon manis wicarane, bisa ngenaki pikir sasamaning wong lan bisa golek rejeki (bicaranya manis, dapat menyenangkan pikiran sesama, dan pandai mencari rezeki). Untuk memperoleh gambaran perilaku analis kredit, selain mengamati secara langsung melalui wawancara, peneliti mencari informasi tentang keluarganya. Kedua orang tua Hani adalah guru Sekolah Dasar yang selalu menanamkan sikap sopan santun, selalu sabar dalam menghadapi masalah dan bersikap sayang dengan siapa saja. Berikut pendapat Hani. “Saya ini besar di lingkungan pendidik. Bapak dan ibu adalah guru sekolah dasar. Kalau di desa yang namanya guru itu sebagai tokoh dan panutan masyarakat. Anak-
anaknya juga menjadi tauladan anak-anak yang lain. Orang tua saya selalu mengajari bahwa kita hidup ini tidak bisa sendiri sehingga harus selalu baik dengan tetangga, saudara dan teman”. Hani pun melanjutnya ceritanya. “Kami tiga bersaudara semuanya menggunakan bahasa Jawa halus (kromo inggil) dengan bapak ibu. Itu sebagai tanda penghormatan terhadap orang tua. Tidak hanya kepada orang tua, kepada orang orang lain yang seumuran bapak ibu, kita harus Jawa halus juga. Kalau bicara tidak boleh keraskeras, harus selalu sopan dengan orang yang lebih tua, tidak boleh marah-marah yang berlebihan apalagi dengan berteriak-teriak. Itu karena orang tua juga tidak pernah marah dengan berteriak-teriak”. Peneliti juga mencari informasi dari sahabat atau staf di kantornya. Ada dua staf yang mengatakan bahwa Hani orangnya sopan dan sangat menghargai sahabat-sahabatnya, staf bahkan satpam kantor. Berikut kata Kirno salah satu staf Hani: “Pak Hani itu orangnya santun dan sangat menghargai pekerjaan staf. Beliau hampir tidak pernah membentak walau dalam keadaan marah. Meskipun ada kesalahan pekerjaan stafnya tetapi beliau tidak marah. Beliau memberitahu dengan lembut sehingga kami merasa tidak dimarahi dan merasa nyaman bekerja dengan Hani”. Berdasarkan pengamatan peneliti selama wawancara dengan analis kredit seperti digambarkan di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan berikut. Dilihat dari ekspresi wajahnya: berbicara dengan tersenyum dan wajah yang selalu bersahabat. Dari ucapannya: praktik manajemen laba sebagai kosmetik, bukan manipulasi laba disampaikan dengan santai dan sopan. Selanjutnya dilihat dari tindakannya: berbicara dengan intonasi rendah, bersikap sopan santun dan ramah dengan sabar menjawab pertanyaan peneliti. Perilakunya mencerminkan karakter yang dilihat dari wetonnya. Karakter tersebut terbentuk semakin kuat dengan lingkungan keluarga dan kerja yang sangat mendukung. Dari keluarga pendidikan yang
Purwanti, Refleksi Perilaku Pengguna Laporan Keuangan atas Praktik...
selalu mengajarkan sonpan santun dan bagaimana berperilaku dan bersikap dengan berbagai orang, Perilaku investor dalam memaknai praktik manajemen laba digambarkan berikut ini. Sigit seorang investor yang berkiprah menjadi investor sekitar 5 tahunan. Saat ini dia memiliki saham di beberapa perusahaan dengan untuk mendapatkan capital gain dan deviden. Sigit dilahirkan pada hari selasa Paing. Menurut primbon Jawa Betaljemur Adammakna yang disitir dari Soemodidjojo (2001:61-64), orang-orang yang lahir pada hari selasa Paing memiliki karakter isinan, kaku pikire, andhap patrape, lumuh mring pagaweyan (pemalu, malas, kaku hatinya, rendah perbuatannya).2 Selama menggali informasi inilah peneliti menemukan adanya kemiripan kemiripan antara perilaku sebenarnya dengan ramalan perilaku menurut wetonnya. Hanya watak marah yang dominan berkembang. Hal ini disebabkan karena pengalaman yang membuatnya marah dan semakin membentuk karakter setiap hari sehingga karakter Sigit semakin sama dengan ramalan wetonnya. Peneliti mencoba untuk menanyakan apakah Sigit mengetahui dan percaya wetonnya? Beliau menjawab tahu dari orang tuanya tetapi tidak percaya dengan weton. Demikian katanya dengan nada tinggi. “Aku tahu wetonku selasa Paing dari ibuku saat saya mau menikah. Watakku keras, gampang marah, kaku dan tidak mau mengalah. Aku tidak peduli dengan makna weton itu, itukan ramalan orang jaman dulu. Orang tuaku pernah mencarikan hari saat kami akan menikah. Aku ikut aja wis untuk menyenangkan orang tua.”. Berdasarkan hasil wawancara dengan Probowo, berikut gambaran perilaku investor dalam memaknai praktik manajemen laba dengan perspektif weton. Dilihat dari ekspresi wajahnya: sering menunjukkan rasa jengkel atau marah pada saat wawancara. Dari ucapannya: praktik manajemen laba sebagai akal-akalan manajemen, manipulasi laba atau kecurangan. Selanjutnya dilihat 2. Makna weton informan diambil dari Kitab Primbon Betaljemur Adammakna yang dihimpun oleh R. Soemodidjojo dari Babon asli kagungan dalem
371
dari tindakannya: seringkali bicara dengan nada tinggi dan sesekali memukulkan tangannya ke meja. Demikian hasil analisis weton Sigit yang menunjukkan bahwa perilaku Sigit dalam memaknai praktik manajemen laba mencerminkan karakternya berdasarkan ramalan wetonnya. Ada watak amarah yang berkembang dan muncul dalam setiap wawancara. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan bisnis dan pengalaman selama menjadi investor. Kondisi lingkungan bisnis yang penuh persaingan membuat Sigit menjadi lebih mementingkan diri sendiri. Selain itu pengalaman selama menjadi investor yang pernah gagal dalam berinvestasi yang disebabkan oleh salah penilaian laporan keuang an hal ini juga memicu berkembangnya sifat amarah dalam dirinya. SIMPULAN Pemeriksa pajak lahir pada weton Senin Wage yang memiliki karakter cenderung banyak buruknya. Pemeriksa pajak memaknai praktik manajemen laba sebagai sebuah gincu atau lipstik dengan metode yang legal maupun ilegal agar laporan keuangan tampak bagus dan menarik. Selain itu pemeriksa pajak mengatakan praktik manajemen laba adalah manipulasi laba dan bahkan sudah mengarah ke kecurangan dengan membuat pembukuan ganda, terutama perusahaan yang belum terdaftar. Perilaku pemeriksa pajak dalam memaknai praktik manajemen laba kurang mencerminkan makna karakter wetonnya. Lingkungan keluarga dan selalu berpikir positif terhadap apapun yang didukung dengan mendalami spiritual telah merubah karakternya Analis kredit lahir pada weton Senin Pon memaknai praktik manajemen laba sebagai kosmetik. Fungsi kosmetik bagi laporan keuangan untuk mempercantik laporan keuangan atau bahkan membuat laporan keuangan tampak jelek sesuai dengan motivasi atau tujuannya. Makna yang terkandung dalam pendapat analis kredit bahwa praktik manajemen laba sarana untuk membuat laporan keuangan menjadi menarik dan sebaliknya. Selama pengamatan ketika wawancara, peneliti menemukan ciri-ciri Analis kredit seperti makna wetonnya. De ngan demikian karakter (weton) Hani dalam Kanjeng Pangeran Harja Tjakraningrat, penerbit Soemodidjojo Mahadewa tahun 2001
372
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 3, Desember 2015, Hlm. 362-372
memaknai praktik manajemen laba tercermin dalam perilaku sehari-hari. Karakter yang cenderung baik ini tumbuh kembang karena Hani dibesarkan di lingkungan keluarga guru yang sangat mendukung. Investor dilahirkan pada weton Selasa Paing memaknai praktik manajemen laba adalah intervensi manajer atau akal-akalan manajer. Selain itu praktik manajemen laba juga dimaknai sebagai rekayasa laba yang mengarah ke kecurangan karena tidak sekedar mengubah-ubah kebijakan akuntansi tetapi sudah merekayasa laporan keuangan yang jauh dari aturan Standar Akuntansi Keuangan. Perilaku investor dalam memaknai praktik manajemen laba mencerminkan karakter yang cenderung banyak sisi jeleknya terutama pemarah, kaku hatinya. Hal ini disebabkan oleh pengalaman selama menjadi investor yang sering kecewa dan jengkel karena salah pengambil keputusan yang didasarkan pada laporan keuangan. Selain itu faktor lingkungan bisnis yang penuh persaingan semakin mendukung karakter jeleknya berkembang atau lebih dominan. DAFTAR RUJUKAN Copeland, M.R. 1968. "Income Smoothing". The Accounting Review. Vol. 41, hlm 101-117 DuCharme, L.L., P.H.Malatesta, dan S.E. Sefcik. 2004. "Earnings Management, Stock Issues and Shareholder Lawsuits." Journal of Financial Economics, hlm 27-49. Fischer, M dan K. Rosenzweig. 1995. Attitude of Student and Accounting Practitioners Concerning The Ethical Acceptability of Earnings Managements. Journal of Business Ethics. Vol. 14, hlm 433-444. Grasso, P. L, A.T. Patricia dan A.W. Richard. 2009. The ethics of earnings management: perceptions after Sarbanes-Oxley. http://findarticles.com/p/articles. Diakses 20 Nopember 2010. Jiraporn, P., A.G. Miller, S.S. Yoon, dan S.K. Young. 2008. "Is Earning Management Opportunistic or Beneficial?
An Agency Theory Perspective." International Review of Financial Analysis. Vol 17, hlm 622–634. Kaplan, E.S. 2001. Further Evidence on the Ethics of Managing Earnings: An Examination of The Ethically Related Judgments of Shareholders and NonShareholders. Journal of Accounting and Public Policy. Vol 20 hlm 27-44. McTaggart, L. 2008. The Intention Experiment: Use Your Thoughts To Change The world. London. Harper Element Merchant, K.A. dan J.Rockness. 1994. "The Ethics of Managing Earnings: an Empirical Investigation." Journal of Accounting And Economic. Miles, M.B. A.M. Huberman. 1992. Qualitative Data Analysis. Sage Publication Inc. California. Moleong, L.J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Neuman, W.L. 2006. Social Research Methods: Qualtative and Quantitative Approaches. Sixth Edition. Person Education, Inc. New York. Ranoewidjojo, RDS.Romo. 2009. Primbon Masa Kini: Warisan Nenek Moyang untuk Meraba Masa Depan. Penerbit Bukuné. Jakarta. Schipper, K. (1989). “Commentary on Earnings Management”. Accounting Horizon, Vol 3, hlm 91-102. Soemodidjojo. 1994. Kitab Primbon: Betaljemur Adammakna. Bahasa Indonesia. Soemadjojo Mahadewa. Yogyakarta. Soemodidjojo. 2001. Kitab Primbon: Betaljemur Adammakna. Cetakan ke 54. Soemadjojo Mahadewa. Yogyakarta. Suh, S. Y. 1990. Communication and Income Smoothing Through Accounting Method Choice. Management Science. Vol 36, 6. Yanto, A.S. 2010. “Watak Manusia Berdasarkan Pasaran”. http://www.artikelbebas.co.cc/2010/09/primbonjawa-watak-manusia-berdasarkan_18. html. 1 September 2010. Diakses 2 Nopember 2010.