Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN Riky Kristy Purba
[email protected]
Maswar Patuh Priyadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT The purpose of this research is to find out the correlation which occurs between earnings management which is measured by using short-term discretionary accruals and long-term discretionary accruals with financial statement disclosure with financial statement disclosure level at manufacturing companies which are listed in Indonesia Stock Exchange in 2010-2012. This research is based on the comprehension that among these two variables can influence one to another. The data analysis technique is simultaneous equation model by using two-stage least square test method and purposive sampling method is used in determining sample. The result of the research shows that there is simultaneous influence between earnings management through long-term discretionary accruals and financial statement disclosure level. Whereas the earnings management through short-term discretionary accruals has not been proven have simultaneous correlation with the financial statement disclosure level. This research also uses some exogenous variables which have an influence to the earnings management and disclosure level that is company’s size, profitability, leverage, and liquidity. The result of t-test shows that leverage variable has no influence to the earnings management through long-term discretionary accruals whereas the financial statement disclosure index only profitability variable that has no influence to the financial statement disclosure index. Keywords: Long-term Discretionary Accruals, Financial Statement Disclosure Level, Simultaneous ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang terjadi antara manajemen laba yang diukur melalui short-term discretionary accruals dan long-term discretionary accruals dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2012. Penelitian ini didasarkan pada pemahaman bahwa antara kedua variabel tersebut dapat mempengaruhi satu sama lain. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan simultan dengan menggunakan metode pengujian two-stage least square dan dalam penentuan sampel digunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh simultanitas antara manajemen laba melalui long-term discretionary accruals dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan. Sedangkan manajemen laba melalui short-term discretionary tidak terbukti mempunyai hubungan simultanitas dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan. Penelitian ini juga menggunakan beberapa variabel eksogen yang mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba dan tingkat pengungkapan, yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, dan likuiditas. Hasil uji t menunjukkan bahwa variabel leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen laba melalui long-term discretionary accruals, sedangkan untuk indeks pengungkapan laporan keuangan hanya variabel profitabilitas yang tidak mempunyai pengaruh terhadap indeks pengungkapan laporan keuangan. Kata Kunci: Long-term Discretionary Accruals, Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan, Simultan.
PENDAHULUAN Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada para investor dan kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana mereka. Penyusunan laporan keuangan disusun berdasarkan akrual
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
2
(accrual basis). Metode ini dipilih karena lebih rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara riil dan memberikan kesempatan pada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan laba (earnings). Penggunaan dasar akrual dapat memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metode akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku. Halim et al. (2005) menyatakan jika pada suatu kondisi dimana pihak manajemen tidak berhasil mencapai target laba yang ditentukan, maka manajemen akan memanfaatkan fleksibilitas yang diperbolehkan oleh standar akuntansi dalam menyusun laporan keuangan untuk memodifikasi laba yang dilaporkan. Tindakan ini disebut dengan earning management. Selanjutnya Halim et al. (2005) menyatakan bahwa manajemen laba atau earning management merupakan pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu. Manajemen termotivasi untuk memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan nilai atau keuntungan maksimal bagi perusahaan sehingga manajemen cenderung memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memberikan informasi laba yang lebih baik. Para manager biasanya juga diberikan suatu target yang gunanya untuk meningkatkan nilai perusahaan dan menarik banyak investor. Target ini juga merupakan satu kesempatan yang dimiliki manager untuk mendapatkan bonus jika mencapai target atau bahkan melebihi target yang ditetapkan. Perusahaan yang melakukan manajemen laba akan mengungkap lebih sedikit informasi dalam laporan keuangan agar tindakannya tidak mudah terdeteksi. Oleh karena itu, pihak manajemen cenderung memberi kebijakan dalam penyusunan laporan keuangan untuk mencapai tujuan tertentu yang biasanya bersifat jangka pendek (Kusuma, 2006). Namun terdapat kemungkinan sebaliknya, jika manajer melakukan manajemen laba untuk tujuan mengkomunikasikan informasi dan meningkatkan value perusahaan maka manajer akan mengkomunikasikan informasi lebih banyak kepada pihak outsider melalui pengungkapan dalam laporan keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba memiliki hubungan yang positif dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan sejalan dengan penelitian yang dikembangkan oleh Halim et al. (2005) dan Huda (2012). Ini disebabkan pihak manajemen memanfaatkan kelemahan sistem yang diberikan oleh SAK yaitu accrual basis. Dasar akrual ini yang memberikan kesempatan kepada manager untuk memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan besaran laba yang diinginkan. Penelitian yang dilakukan Halim et al. (2005) dan Huda (2012) ternyata juga menunjukkan adanya hubungan kausal (dua arah) antara manajemen laba dan tingkat pengungkapan laporan keuangan, dimana manajemen laba mempengaruhi pengungkapan laporan keuangan dan pengungkapan laporan keuangan mempengaruhi manajemen laba. Hal ini ditunjukkan melalui model persamaan simultan (simultaneous-equation model). Penelitian yang dilakukan Huda (2012) dan Halim et al. (2005) menunjukkan bahwa indeks pengungkapan berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen laba, berarti semakin rendah tingkat pengungkapan informasi akan meningkatkan peluang manajer untuk melakukan tindakan manajemen laba sejalan dengan perspektif opportunistic behavior (opportunistic earnings management). Jika manager melakukan manajemen laba untuk tujuan opportunistik misalnya untuk memaksimumkan bonus pribadi, maka manajer cenderung melakukan pengungkapan yang minimal, sehingga manajer lebih leluasa melakukan manajemen laba tanpa takut terdeteksi. Hasil analisa ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2011) yang meneliti tentang pengaruh tingkat pengungkapan laporan keuangan terhadap manajemen laba dengan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi, namun penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil penelitian Kurniawati (2011) menunjukkan tingkat pengungkapan laporan keuangan berpengaruh
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
3
negatif terhadap manajemen laba, yang berarti semakin tinggi tingkat pengungkapan, maka semakin menekan tindakan manajemen laba. Untuk menganalisa hubungan yang terjadi antara manajemen laba dan tingkat pengungkapan laporan keuangan, peneliti juga menggunakan variabel-variabel lain yang berpengaruh terhadap praktik manajemen laba yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, serta variabel yang berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas, dan likuiditas. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage berpengaruh pada manajemen laba melalui short-term discretionary accruals dan long-term discretionary accruals, dan apakah ukuran perusahaan, profitabilitas, dan likuiditas berpengaruh pada tingkat pengungkapan laporan keuangan, serta apakah manajemen laba melalui short-term discretionary accruals dan long-term discretionary accruals berpengaruh pada tingkat pengungkapan laporan keuangan ataupun sebaliknya setelah keduanya dipengaruhi oleh variabel-variabel tersebut?. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage pada manajemen laba melalui short-term discretionary accruals dan long-term discretionary accruals, dan untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, dan likuiditas pada tingkat pengungkapan laporan keuangan, serta untuk mengetahui pengaruh manajemen laba melalui short-term discretionary accruals dan long-term discretionary accruals pada tingkat pengungkapan laporan keuangan ataupun sebaliknya setelah keduanya dipengaruhi oleh variabel-variabel tersebut. TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Manajemen Laba Menurut Schipper (dalam Saiful, 2002), manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja memperoleh beberapa keuantungan pribadi. Assih dan Gudono (2000:37) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja, dalam batasan general accepted accounting principles, untuk mengarah pada suatu tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan. Selanjutnya menurut Sugiri (1998) membagi definisi manajemen laba menjadi dua, yaitu sebagai berikut: 1. Definisi sempit Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Manajemen laba dalam artian sempit ini didefinisi sebagai perilaku manager untuk bermain dengan komponen discretionary accrual dalam menentukan besarnya laba. 2. Definisi luas Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit usaha dimana manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajer mempunyai perilaku opportunistic dalam mengelola perusahaan. Manajer mempunyai kebebasan untuk memilih dan menggunakan alternatif-alternatif yang tersedia untuk menyusun laporan keuangan sehingga laba yang dihasilkan dapat sesuai dengan yang diinginkan walaupun laba yang dihasilkan tersebut tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Teori Keagenan (Agency Theory) Perspektif agency theory merupakan dasar yang digunakan untuk memahami hubungan antara manajer dan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling (1976)
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
4
(dalam Huda, 2012), agency theory adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemilik (principal). Perencanaan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan manajer dan pemilik dalam hal konflik kepentingan inilah yang merupakan inti dari agency theory. Permasalahan yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan antara principal dan agent disebut agency problem. Hal ini disebabkan ketidakseimbangan informasi yang dimiliki antara manajer dengan pemegang saham. Secara khusus teori keagenan membahas tentang adanya hubungan keagenan, suatu pihak tertentu (principal) mendelegasi pekerjaan kepada pihak lain (agent) yang melakukan pekerjaan. Menurut Eisenhard (dalam Darmawati, 2005), teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan. Menurut Scott (dalam Huda, 2012) menyatakan permasalahan agency problem tersebut sebagai berikut: 1. Moral hazard, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seharusnya diketahui pemegang saham maupun pemberi pinjaman sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Permasalahan muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja. 2. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang di dalam perusahaan biasanya mengetahui lebih banyak tentang kondisi dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak dapat disampaikan informasinya kepada pemegang saham. Dimana keadaan prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperoleh atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas. Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi, yaitu proses pengkomunikasian laporan. Laporan keuangan merupakan mekanisme yang penting bagi manajer untuk berkomunikasi dengan pihak investor luar, yaitu investor publik di luar lingkup manajemen serta tidak terlibat dalam pengelolaan perusahaan. Kata disclosure memiliki arti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, disclosure mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha (Chariri dan Ghozali, 2003:235). Penelitian ini menggunakan pengungkapan wajib. Pengungkapan wajib adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan minimum oleh standar akuntansi yang berlaku. Di Indonesia yang menjadi otoritas pengungkapan wajib adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) berdasarkan surat edaran ketua Bapepam dan LK No.Kep-347/BL/2012. Tentang pedoman penyajian dan pengungkapan laporan keuangan perusahaan publik mensyaratkan elemen-elemen yang seharus wajib diungkap dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan publik yang ada di Indonesia harus sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Keuangan Indonesia (IAI). Hubungan Pengungkapan Laporan Keuangan dan Manajemen Laba Pengungkapan laporan keuangan ternyata juga merupakan pendorong sebuah perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Secara konseptual pengungkapan akan membantu pemakai laporan keuangan untuk memahami isi dan angka yang diinformasikan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
5
dalam laporan keuangan. Pengungkapan laporan keuangan dipengaruhi oleh asimetri informasi yang terjadi di pasar. Semakin tinggi asimetri informasi akan membuat pengungkapan yang dilakukan perusahaan semakin rendah. Artinya, semakin tinggi asimetri informasi akan membuat manajer semakin leluasa untuk mengatur informasi apa saja yang harus diungkapkan, disembunyikan, ditunda, atau diubah. Upaya semacam inilah yang disebut manajemen laba. Halim et al. (2005) menunjukkan bahwa manajemen laba memiliki hubungan yang positif dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan sejalan dengan penelitian yang dikembangkan oleh. Huda (2012) juga menyatakan bahwa manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap indeks pengungkapan. Ini disebabkan pihak manajemen memanfaatkan kelemahan system yang diberikan oleh SAK yaitu accrual basis. Dasar akrual inilah yang memberikan kesempatan kepada manager untuk memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan besaran laba (earning) yang diinginkan. Penelitian tentang pengaruh manajemen laba terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan juga telah dibahas dan dianalisis oleh beberapa peneliti, seperti Anggoro (2008) dan Fitri (2012). Anggoro (2008) meneliti tentang pengaruh manajemen laba terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan dalam kelompok industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Sedangkan, Fitri (2012) meneliti tentang pengaruh manajemen laba , likuiditas, dan profitabilitas terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan tahunan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dengan analisis regresi berganda. Namun, dari kedua penelitian tersebut menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara manajemen laba dan tingkat pengungkapan. Penelitian yang dilakukan Halim et al. (2005) dan Huda (2012) ternyata juga menunjukkan adanya hubungan kausal (dua arah) antara manajemen laba dan tingkat pengungkapan laporan keuangan, dimana manajemen laba mempengaruhi pengungkapan laporan keuangan dan pengungkapan laporan keuangan mempengaruhi manajemen laba. Hal ini ditunjukkan melalui model persamaan simultan (simultaneous-equation model). Penelitian yang dilakukan Huda (2012) dan Halim et al. (2005) menunjukkan bahwa indeks pengungkapan berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen laba, berarti semakin rendah tingkat pengungkapan informasi akan meningkatkan peluang manajer untuk melakukan tindakan manajemen laba sejalan dengan perspektif opportunistic behavior (opportunistic earnings management). Jika manager melakukan manajemen laba untuk tujuan opportunistik misalnya untuk memaksimumkan bonus pribadi, maka manajer cenderung melakukan pengungkapan yang minimal agar tercipta kondisi asimetri informasi, sehingga manajer lebih leluasa melakukan manajemen laba tanpa takut terdeteksi. Hasil analisa ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2011) yang meneliti tentang pengaruh tingkat pengungkapan laporan keuangan terhadap manajemen laba dengan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi, namun penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil penelitian Kurniawati (2011) menunjukkan tingkat pengungkapan laporan keuangan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, yang berarti semakin tinggi tingkat pengungkapan, maka semakin menekan tindakan manajemen laba. Rerangka Pemikiran Setiap perusahaan menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham sebagai sarana pertanggungjawaban atas kinerja perusahaan selama periode tertentu. Laporan keuangan digunakan oleh pemegang saham dalam pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal laporan keuangan, perbedaan keinginan manajemen dan pemegang saham tersebut menimbulkan konflik kepentingan (agency theory). Pihak pemegang saham
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
6
hanya mempunyai nformasi yang terbatas tentang kondisi perusahaan, sedangkan pihak manajemen mempunyai informasi tentang kondisi perusahaan secara lengkap. Karena perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak manajemen dan pemegang saham tersebut, sehingga menimbulkan asimetri informasi. Asimetri informasi merupakan suatu kondisi dimana manajemen perusahaan memiliki informasi yang lengkap tentang kondisi perusahaan dibandingkan pihak lain. Dengan adanya teori agensi, maka pihak manajemen berkesempatan untuk melakukan manajemen laba demi kepentingannya sendiri. Manajemen laba dilakukan dengan memodifikasi laporan keuangan dengan cara menaikkan atau menurunkan laba. Fungsi indeks pengungkapan laporan keuangan mempengaruhi hubungan manajemen laba dan laba mempengaruhi indeks pengungkapan laporan keuangan. Indikator yang digunakan untuk mengukur manajemen laba yaitu dengan menggunakan metode short-term discretionary accruals dan long-term discretionary accruals. Untuk menguji hubungan yang terjadi antara manajemen laba dan indeks pengungkapan laporan keuangan, digunakan beberapa variabel pengontrol yang mempengaruhi manajemen laba dan indeks pengungkapan, yaitu ukuran perusahaan (SIZE), profitabilitas (PROF), leverage (DEBT), dan likuiditas (CR). Perumusan Hipotesis Mengacu pada kerangka pemikiran, maka hipotesis alternatif dari penelitian ini adalah: H1 : Tingkat pengungkapan laporan keuangan berpengaruh terhadap manajemen laba melalui short-term discretionary accruals. H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba melalui short-term discretionary accruals. H3 : Leverage berpengaruh terhadap manajemen laba melalui short-term discretionary accruals. H4 : Profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba melalui short-term discretionary accruals. H5 : Tingkat pengungkapan laporan keuangan berpengaruh terhadap manajemen laba melalui long-term discretionary accruals. H6 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba melalui long-term discretionary accruals. H7 : Profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba melalui long-term discretionary accruals. H8 : Leverage berpengaruh terhadap manajemen laba melalui long-term discretionary accruals. H9 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan. H10 : Profitabilitas berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan. H11 : Likuiditas berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan. H12 : Manajemen laba melalui short-term discretionary accruals berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan. H13 : Manajemen laba melalui long-term discretionary accruals berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah perusahaan – perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sasaran penelitian ini hanya dibatasi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode 2010 - 2012. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
7
adalah purposive sampling. (1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010-2012. (2) Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan selama tahun 2010-2012 secara berturut – turut. (3) Perusahaan manufaktur yang menyajikan laporan keuangannya dengan menggunakan mata uang rupiah. (4) Perusahaan manufaktur yang mempunyai kelengkapan data untuk variabel penelitian. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Independen Manajemen laba Manajemen laba yaitu suatu kemampuan untuk memanipulasi pilihan-pilihan yang tersedia dan mengambil pilihan yang tepat untuk dapat mencapai tingkat laba yang diinginkan (Belkaoui, 2004). Dalam penelitian ini, proxy manajemen laba yang digunakan adalah discretionary accruals. Dalam menghitung discretionary accruals menggunakan model Whelan dan McNamara (2004) yang merupakan pengembangan model lama, seperti model Jones (1991) dan Dechow (1994). Whelan dan McNamara (2004) (dalam Kusuma, 2006) menyatakan bahwa model lama yang digunakan dalam menghitung manajemen laba mengandung kelemahan yaitu terlalu short-term focus. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perlu dilakukan pemisahan short-term discretionary accruals (STDACC) dan long-term discretionary accruals (LTDACC) dan total discretionary accruals (TAC). 1) Sebelum menggunakan model Whelan dan McNamara (2004), terlebih dahulu dihitung total akrual sebagai berikut: TACi,t = NIi,t - CFOi,t……………………...……………………………………………………………………..(1) Keterangan: TACi,t : Total akrual perusahaan i pada periode t. NIi,t : Laba bersih (net income) perusahaan i pada periode t. CFOi,t : Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode t. 2) Short-term accruals menurut Dechow (1994) dan Whelan dan McNamara (2004) didefinisikan sebagai berikut: STACCi,t = ∆ARi,t + ∆INVi,t + ∆OCAi,t - ∆APi,t - ∆TXPi,t - ∆OCLi,t...............................(2) Keterangan: STACCi,t : Short-term accruals perusahaan i pada tahun t. ∆ARi,t : Piutang dagang tahun t dikurangi piutang tahun t-1 perusahaan i. ∆INVi,t : Persediaan tahun t dikurangi persediaan tahun t-1 perusahaan i. ∆OCAi,t : Aktiva lancar lainnya tahun t dikurangi aktiva lancar lainnya tahun t-1. ∆APi,t : Hutang usaha tahun t dikurangi hutang usaha tahun t-1 perusahaan i. ∆TXPi,t : Hutang pajak tahun t dikurangi hutang pajak tahun t-1 perusahaan i. ∆OCLi,t : Hutang lancar lainnya tahun t dikurangi hutang lancar lainnya tahun t-1 perusahaan i. 3) Short-term accruals yang diharapkan untuk industri diukur dengan komponen pendapatan model Jones (1991). ( Keterangan: STACCi,t TAi,t ∆REVi,t 𝛆i,t
)
(
)
………...………………………………….…(3)
: Short-term accruals perusahaan i tahun t. : Total aktiva perusahaan i tahun t-1. : Pendapatan tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1 perusahaan i. : Error untuk perusahaan i tahun t.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
8
Dari persamaan regresi tersebut, short-term discretionary accruals (STDACC) dapat dihitung dengan memasukkan kembali koefisien-koefisien regresi tersebut (γ1, γ2) pada persamaan 3, yaitu: (
[
)
(
)]…………………………………..(4)
4) Total akrual perusahaan merupakan penjumlahan short-term dan long-term discretionary accruals, maka long-term accruals dicari dengan mengurangkan total accruals dengan shortterm accruals. LTACCi,t = TACi,t - STACCi,t………………………………………………(5) Keterangan: LTACCi,t = Long-term accruals perusahaan i pada tahun t. TACi,t = total akrual perusahaan i pada periode t. STACCi,t = Short-term accruals perusahaan i pada tahun t. 1) Selanjutnya model Jones (1991) digunakan untuk mengestimasi total discretionary accruals dengan formula sebagai berikut: (
)
(
)
(
)
………………………………(6)
Keterangan: TACi,t : Total akrual perusahaan i pada periode t. TAi,t : Total aktiva perusahaan i tahun t-1. ∆REVi,t : Pendapatan tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1 perusahaan i. PPEi,t : Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t. 𝛆i,t 1,
: Error untuk perusahaan i tahun t. : Koefisien regresi Modified Jones Model. 2, 3 Dari persamaan regresi tersebut, diasumsikan menggambarkan non discretionary accruals yang dapat dihitung dengan memasukkan kembali koefisien-koefisien ( 1, 2, 3) perbedaan dengan estimasi di atas dengan akrual sebenarnya dianggap total discretionary accruals, DACC: [ (
)
(
)
(
)]…………………..(7)
2) Kemudian estimasi long-term accruals yang diharapkan dibentuk dengan variable tanah, bangunan, dan perlengkapan (property, plant, equipment), intangible, dan provisi tidak lancar (non-current provision). (
)
(
)
(
)
(
)
…...…..…(8)
Keterangan: LTACCi,t : Long-term accruals perusahaan i pada tahun t. TAi,t : Total aktiva perusahaan i tahun t-1. PPEi,t : Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t. INTi,t : Intangible perusahaan i akhir tahun t-1. NCPi,t : Provisi tidak lancar perusahaan i pada tahun t. 𝛆i,t : Error untuk perusahaan i tahun t. Metode perhitungan total dan short-term discretionary accruals masih digunakan dalam mengukur long-term discretionary accruals, LTDACC: [
(
)
(
)
(
)
(
)]….(9)
Apabila short-term accruals bernilai 1 maka terdapat indikasi adanya manajemen laba, tetapi jika bernilai 0 maka tidak ada indikasi manajemen laba. Apabila long-term discretionary
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
9
accruals bernilai 1 maka terdapat indikasi adanya manajemen laba. Sedangkan bernilai 0 maka tidak terdapat indikasi adanya manajemen laba. Pengungkapan Laporan Keuangan (IP) Variabel pengungkapan laporan keuangan (IP) dalam penelitian ini adalah kelengkapan pengungkapan laporan keuangan tahun 2010-2012 dan diukur melalui indeks pengungkapan laporan tahunan menurut surat edaran ketua Bapepam dan LK No.Kep347/BL/2012. Variabel ini mengukur berapa banyak butir-butir pengungkapan laporan keuangan yang material diungkap oleh perusahaan. Butir pengungkapan yang diukur meliputi pengungkapan wajib dan sukarela. Dalam perhitungan angka indeks, peneliti menggunakan instrument angka indeks maksimum. Angka indeks maksimum adalah 1 (satu). Perusahaan yang memiliki angak indeks satu menunjukkan bahwa telah melakukan pengungkapan laporan keuangan secara penuh. Perhitungan untuk angka indeks adalah sebagai berikut: Indeks pengungkapan = n/K Keterangan: n = jumlah butir pengungkapan yang terpenuhi K = jumlah semua butir pengungkapan yang mungkin dipenuhi Karena data IP berskala nominal dan perlu diubah menjadi skala ratio sebelum masuk ke dalam model persamaan, maka dilakukan transformasi dengan model logit jika IP sebagai variable dependen dan escore seperti dalam penelitian Botosan (1997) jika IP sebagai variable independen. Model transformasi logit: Model tranformasi escore: ∑ Keterangan: p = probablistik Variabel Dependen Ukuran Perusahaan (SIZE) Ukuran perusahaan adalah besarnya lingkup atau luasnya perusahaan dalam menjalankan operasinya. Sebagai proksi ukuran perusahaan, penelitian ini menggunakan market capitalization, yaitu jumlah lembar saham beredar akhir tahun dikalikan dengan harga saham penutupan akhir tahun kemudian hasilnya ditransformasi dalam bentuk log of total asset yaitu logaritma natural (LN) yang dimiliki perusahaan, agar nilai tidak terlalu besar untuk masuk ke model persamaan. Leverage (DEBT) Leverage didefinisikan sebagai upaya untuk memperlihatkan proporsi relatif dari klaim pemberi pinjaman terhadap hak kepemilikan dan digunakan sebagai ukuran peranan hutang Helfert (1997) (dalam Huda, 2012) dan menunjukkan presentase dana oleh pemegang saham terhadap pinjaman Darsono dan Ashari (2005). Leverage didefinisi sebagai debt to equity ratio yang merupakan hasil dari pembagian total utang tahun t dengan total ekuitas tahun t. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Keterangan: Leverage
: Pengungkit.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
10
Utang Aset
: Total utang pada tahun t. : Total aset pada tahun t.
Profitabilitas (PROF) Profitabilitas didefinisikan sebagai rasio laba setelah pajak dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui sumber yang ada seperti aktiva.
Likuiditas (CR) Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibankewajiban yang harus segera dipenuhi. Likuiditas berhubungan dengan masalah kepercayaan kreditor jangka pendek kepada perusahaan, artinya semakin tinggi likuiditas maka semakin percaya para kreditor jangka pendek terhadap perusahaan. Likuiditas ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancer atau aktiva yang mudah dijadikan uang tunai, seperti surat berharga, piutang dan persediaan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rasio lancar (current ratio) untuk mengukur tingkat likuiditas karena rasio ini paling umum digunakan untuk menganalisis kemampuan perusahaan dalam membayar hutang jangka pendeknya, dimana rumusnya adalah:
Teknik Analisis Data Model Persamaan Simultan Penelitian ini mengembangkan model persamaan simultan untuk melihat hubungan antara manajemen laba dengan indeks pengungkapan. Model simultan terdiri dari satu variabel tidak bebas (endogenous variable) dan lebih dari satu persamaan. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan lebih dari satu persamaan yaitu persamaan manajemen laba dengan indeks pengungkapan. Model persamaan simultan berbeda dengan model persamaan tunggal. Model persamaan tunggal (single equation) adalah model dengan satu variabel dependen Y dan satu atau lebih variabel independen x dan memiliki arah hubungan sebab akibat hanya satu arah. Sedangkan pada model persamaan simultan (simultaneous equation system), variabel endogen adalah salah satu persamaan dimungkinkan muncul pada persamaan lain dalam sistem atau dapat dikatakan bahwa setiap persamaan mutually atau jointly tergantung, dapat digunakan untuk menganalisis hubungan dua arah atau timbal balik antara variabel Y dan X, dan estimasi parameter terhadap satu persamaan harus mempertimbangkan pula informasi yang disediakan oleh persamaan lainnya dalam sistem tersebut (Ghozali, 2009). Karena variabel dependen (endogenous) yang secara simultan dipengaruhi oleh variabel independen lain (termasuk variabel dependen pada persamaan lain), maka dilakukan uji Two-Stage Least Square (2SLS) dengan program bantuan SPSS 20.0. Ghozali (2009) menyatakan bila digunakan regresi biasa (ordinary least square-OLS) dimana variabel dependen ditentukan secara simultan akan menyebabkan taksiran yang biasa, tidak konsisten, dan akan menghasilkan estimasi yang tidak valid karena pada persamaan simultan variabel penjelas yang berasal dari variabel endogen berkorelasi dengan error term. Model OLS juga tidak mampu menggambarkan hubungan timbal balik dalam sistem persamaan simultan. Oleh karena itu, metode 2SLS lebih tepat digunakan untuk analisis simultan, mengingat dalam analisis ini semua variabel diperhitungkan dengan suatu sistem
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
11
secara menyeluruh. Jika manajemen laba dan indeks pengungkapan saling terkait satu sama lain, maka manajemen laba haruslah merupakan fungsi dari indeks pengungkapan setelah dilakukan pengontrolan atas faktor-faktor lain. Demikian pula indeks pengungkapan haruslah merupakan fungsi dari manajemen laba setelah dilakukan pengontrolan atas faktor-faktor lain. Untuk menentukan apakah hal ini benar, maka ditetapkan model persamaan simultan untuk mencerminkan keadaan tersebut sebagai berikut: STDACC = α1+β1IP+β2SIZE+β3PROF+β4DEBT+e............................................................(10) LTDACC = α2+β1IP+β2SIZE+β3PROF+β4DEBT+e............................................................(11) IP = α3+β6STDACC+β2SIZE+β3PROF+β7CR+e.................................................................(12) IP = α4+β8LTDACC+β2SIZE+β3PROF+β7CR+e.................................................................(13) Keterangan: IP : Indeks Pengungkapan STDACC : short-term discretionary accruals LTDACC : long-term discretionary accruals DEBT : Leverage SIZE : Ukuran Perusahaan PROF : Profitabilitas CR : Likuiditas (Current Ratio) α1 - α4 : Konstanta β1 – β8 : Koefisien Regresi e : error Uji Simultanitas Estimator OLS akan menghasilkan estimator yang konsisten dan efisien jika tidak ada persamaan simultan di dalam sebuah model. Dengan menggunakan metode 2SLS maka kita akan menghasilkan estimator yang konsisten dan efisien (Widarjono, 2009). Masalah simultanitas di dalam persamaan regresi muncul karena beberapa variabel endogen berhubungan dengan variabel gangguan. Dengan demikian ada tidaknya masalah simultanitas di dalam sebuah persamaan bias dilacak dengan melihat apakah variabel endogen berhubungan dengan variabel gangguan. Salah satu metode uji simultan dikemukakan oleh Hausman (Widarjono, 2009). Uji Kuadrat Terkecil Dua Tahap (Two-Stage Least Square/2SLS) Setelah melalui uji Hausman dan sudah dinyatakan ada hubungan simultan, langkah 2SLS bisa dilakukan. Uji 2SLS dilakukan untuk melihat lebih jelas mengenai hubungan simultan yang terbentuk, yaitu apakah hanya berpengaruh pada satu arah atau pada dua arah sekaligus. Sehingga 2SLS ini akan dilakukan apabila hasil uji Hausman menunjukkan adanya hubungan simultan antara kedua variabel endogen. Pada kasus dimana persamaan overidentified, metode reduced form tidak dapat digunakan untuk memperoleh postulat parameter asli α dan β dari estimasi koefisien persamaan reduced form. Solusinya harus menggunakan metode Two-Stage Least Square (Ghozali, 2009). Berikut adalah langkah uji Two-Stage Least Square (2SLS): 1. Regres masing-masing persamaan manajemen laba (STDACC & LTDACC) dan indeks pengungkapan (IP) dengan memasukkan variabel dependen, independen, dan instrumental (variabel eksogen yang tidak berkorelasi dengan error atau residualnya) pada tempat masing-masing sehingga diperoleh hasil two-stage least square. 2. Jika hasil yang diperoleh signifikan, maka terdapat pengaruh variabel tersebut terhadap variabel dependennya.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
12
Pengujian Secara Parsial (Uji t) Uji t digunakan untuk menguji pengaruh dari pengungkapan laporan keuangan tahunan secara parsial terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Adapun kriteria pengujian secara parsial dengan tingkat signifikansi α = 0,05 yaitu: 1. Jika nilai signifikansi uji t > 0,05 maka Ho diterima dan Hi ditolak yang berarti berarti independent variable secara parsial tidak berpengaruh terhadap dependent variable. 2. Jika nilai signifikansi uji t ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Hi diterima yang berarti independent variable secara parsial berpengaruh terhadap dependent variable. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian yaitu manajemen laba , nilai perusahaan dan pengungkapan isu lingkungan. Tabel 1 Statistik Deskriptif SIZE PROF DEBT CR IPEscore LTDACC STDACC IPLogit Valid N (listwise)
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
126 126 126 126 126 126 126 126 126
23.936 -0.75577 0.05073 0.15446 4.3243 -0.4646 -0.8627 -0.0541
33.36 0.41651 3.30519 9.44106 10.2703 0.8398 0.39 1.2879
27.77794 0.093281 0.519319 1.970205 7.722009 -0.00975 0.007637 0.476602
2.46000773 0.1344159 0.32293196 1.60513058 1.48444035 0.14789821 0.12964861 0.32538825
Dari tabel 1 diatas diketahui bahwa nilai IP Logit (pengungkapan dengan transformai logit) perusahaan manufaktur pada tahun 2010-2012 mempunyai nilai minimal -0,054 dengan nilai maksimum 1,287 dengan nilai rata-rata IP sebesar 0,476 dengan standar deviasi 0,32. Ini menunjukkan nilai IP yang relatif tinggi. Semakin tinggi nilai IP, maka semakin berkualitas laporan keuangan yang disajikan. Variabel STDACC dan LTDACC yang bertindak sebagai proksi dari manajemen laba secara berturut-turut menunjukkan nilai maksimum sebesar 0,390 dan 0,839, serta minimum -0.862 dan -0,464. Rata-rata manajemen laba perusahaan sampel adalah sebesar 0,007 dan 0,009 sedangkan standart deviasi sebesar 0,129 dan 0,147. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku manajemen laba relatif rendah (rata-rata dibawah 1) dengan variasi yang lebih rendah (lebih rendah dari nilai mean). Nilai manajemen laba yang mendekati angaka 0 menunjukkan bahwa perusahaan sampel melakukan praktek manajemen laba dalam hal pemerataan laba. Nilai SIZE (ukuran perusahaan) perusahaan manufaktur pada tahun 2010-2012 mempunyai nilai minimal 23,936 dengan nilai maksimum 33,360 dengan nilai rata-rata sebesar 27,777 dengan standar deviasi 2,460. Semakin besar size maka perusahaan akan cenderung termotivasi untuk mendukung standart akuntansi yang dilaporkan. Hal ini terjadi karena dengan laba yang rendah akan memberikan manfaat dalam bidang pajak serta biaya politik.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
13
Nilai PROF (profitabilitas) perusahaan manufaktur pada tahun 2010-2012 mempunyai nilai minimal -0,755 dengan nilai maksimum 0,416 dengan nilai rata-rata sebesar 0,093 dengan standar deviasi 0,134. Semakin besar nilai PROF menunjukkan peningkatan kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba. Nilai DEBT (leverage) perusahaan manufaktur pada tahun 2010-2012 mempunyai nilai minimal 0,050 dengan nilai maksimum 3,305 dengan nilai rata-rata sebesar 0,519 dengan standar deviasi 0,322. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk memenuhi kebutuhan informasi krediturnya. Semakin tinggi tingkat leverage semakin besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit, sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang secara lebih tinggi. Nilai CR (likuiditas) perusahaan manufaktur pada tahun 2010-2012 mempunyai nilai minimal 0,154 dengan nilai maksimum 9,441 dengan nilai rata-rata sebesar 1,970 dengan standar deviasi 0,605. Semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang-hutang jangka pendeknya. Uji Simultanitas Tabel 2 Pengujian Hausman (STDACC-IP)
Model
1
(Constant) SIZE PROF CR Unstandardized Residual
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
B
Std. Error
Beta
t
Sig.
-1.383 .071 -.225 -.041 -.149
.341 .012 .225 .016 .190
.534 -.093 -.201 -.059
-4.059 5.723 -1.001 -2.559 -.785
.000 .000 .319 .012 .434
Dari hasil output tabel 2 menunjukkan bahwa koefisien Unstandardized Residual tidak signifikan pada 0,434 yang berarti tidak terdapat hubungan simultan antara variabel STDACC dan IP, sehingga metode analisis two-stage least square (2SLS) tidak dapat dilakukan. Tabel 3 Pengujian Hausman (LTDACC-IP) Model
1
(Constant) SIZE PROF CR Unstandardized Residual
Unstandardized Coefficients B Std. Error -1.399 .331 .071 .012 -.233 .219 -.038 .015 .471
.171
Standardized Coefficients Beta .537 -.096 -.189
t -4.223 5.922 -1.064 -2.491
Sig. .000 .000 .289 .014
.202
2.752
.007
Dari hasil output tabel 3 menunjukkan bahwa koefisien Unstandardized Residual signifikan pada 0,007 yang berarti terdapat hubungan simultan antara variabel LTDACC dan IP.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
14
Untuk menguji hipotesis yang telah dikembangkan maka digunakan model two-stage least square (2SLS) dengan bantuan program SPSS versi 20.0. Penggunaan metode analisis two-stage least square pada penelitian ini disebabkan karena model persamaan yang digunakan mempunyai hubungan sebab akibat lebih dari satu arah. Alasan digunakannya 2SLS, karena metode ini dapat menghasilkan estimasi parameter secara konsisten dan tidak bias dibandingkan dengan metode kuadrat terkecil klasik ordinary least square (OLS). Analisis Simultanitas Pengungkapan Laporan Keuangan, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Leverage terhadap Manajemen Laba melalui long-term Discretionary Accruals Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas. Nilai tolerance semua variabel bebas lebih besar dari 0,10, demikian pula nilai VIF semuanya kurang dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengindikasikan adanya multikolinieritas. b. Uji Autokorelasi. Nilai Durbin-Watson persamaan regresi pertama adalah adalah 2,219 yang berada diantara dl = 1,255 dan du= 2,377. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi pada persamaan regresi penelitian ini c. Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat pola grafik scatterplot. Hasil dari grafik scatterplot menunjukkan adanya pola-pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini terdapat heteroskedastisitas. Hal in dapat disebabkan karena dalam tahun penelitian jumlah anggota komite audit perusahaan sampel adalah sama, sehingga data yang diperoleh terdapat persamaan yang diulang-ulang. d. Uji Normalitas. Hasil uji normal probably plot menunjukkan bahwa dari semua persamaan regresi bentuk ploting hampir, maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Pengujian Hipotesis Untuk membuktikan hipotesis yang diajukan dalam penelitian, maka dilakukan pengujian secara statistik. Pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Data diolah dengan program computer Statistical Package For Social Science (SPSS). Tabel 4 Hasil Uji t
Model
Unstandardized Coefficients B
(Constant)
1
Std. Error .723
.234
IP
-.027
.010
SIZE
-.020
.007
PROF
.478
DEBT
-.021
Standardized Coefficients Beta
t
Sig. 3.085
.003
-.271
-2.802
.006
-.334
-2.922
.004
.111
.434
4.308
.000
.038
-.046
-.547
.585
Pengaruh Indeks Pengungkapan terhadap Long-term Discretionary Accruals Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 5, menunjukkan bahwa indeks pengungkapan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4 diperoleh bahwa koefisien indeks pengungkapan sebesar -0,027 dengan nilai t sebesar -2,802 dan signifikansi 0,006. Arah hubungan yang negatif antara tingkat pengungkapan dengan manajemen laba menunjukkan bahwa semakin banyak perusahaan melakukan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
15
pengungkapan informasi dalam laporan keuangan tahunan, maka semakin menekan tindakan manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2011) yang menunjukkan tingkat pengungkapan laporan keuangan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, yang berarti semakin tinggi tingkat pengungkapan, maka semakin menekan tindakan manajemen laba sejalan dengan perspektif opportunistic behavior (opportunistic earnings management). Jika manager melakukan manajemen laba untuk tujuan opportunistik misalnya untuk memaksimumkan bonus pribadi, maka manajer cenderung melakukan pengungkapan yang minimal, sehingga manajer lebih leluasa melakukan manajemen laba tanpa takut terdeteksi. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Long-term Discretionary Accruals Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 6, menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4 diperoleh bahwa koefisien ukuran perusahaan sebesar -0,020 dengan nilai t sebesar -2,922 dan signifikansi 0,004. Arah hubungan yang negatif antara ukuran perusahaan dengan manajemen laba menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin meminimalisir tindakan manajemen laba. Hasil penelitian ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Huda (2012) yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif yang sangat signifikan terhadap besaran pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan yang berarti bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin kecil besaran pengelolaan labanya. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar biasanya memiliki peran sebagai pemegang kepentingan yang luas sehingga diperhatikan oleh masyarakat luas sehingga lebih diperhatikan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan setiap kebijakan yang dilakukan oleh manajer perusahaan tersebut akan diperhatikan oleh masyarakat umum. Pengaruh Profitabilitas terhadap Long-term Discretionary Accruals Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 7, menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4 diperoleh bahwa koefisien ukuran perusahaan sebesar 0,478 dengan nilai t sebesar 4.308 dan signifikansi 0,000. Arah hubungan yang positif antara profitabilitas dengan manajemen laba menunjukkan bahwa semakin besar profitabilitas, maka semakin besar kemungkinan perusahaan melakukan tindakan manajemen laba. Pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi, periode yang akan datang diperkirakan laba turun drastis sehingga dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya (income minimization). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Atawarman (2011) yang menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan positif terhadap manajemen laba. Pengaruh Leverage terhadap Long-term Discretionary Accruals Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 8, menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, yang berarti hipotesis ditolak. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4 diperoleh bahwa koefisien manajemen laba sebesar -0,021 dengan nilai t sebesar 0,547 dan signifikansi 0,585. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Halim et al. (2005) yang meneliti tentang pengaruh manajemen laba terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang termasuk dalam indeks LQ-45. Halim et al. (2005) membuktikan bahwa rasio leverage mempunyai hubungan positif dengan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
16
manajemen laba. Namun hasil penelitian ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanti et al. (2010) yang menunjukkan bahwa rasio leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Analisis Simultanitas Manajemen Laba melalui Long-term Discretionary Accruals, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Likuiditas Terhadap Pengungkapan Laporan Keuangan Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas. Nilai tolerance semua variabel bebas lebih besar dari 0,10, demikian pula nilai VIF semuanya kurang dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengindikasikan adanya multikolinieritas. b. Uji Autokorelasi. Nilai Durbin-Watson persamaan regresi pertama adalah adalah 2,005 yang berada diantara dl = 1,255 dan du= 2,377. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi pada persamaan regresi penelitian ini c. Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat pola grafik scatterplot. Hasil dari grafik scatterplot menunjukkan adanya pola-pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini terdapat heteroskedastisitas. Hal in dapat disebabkan karena dalam tahun penelitian jumlah anggota komite audit perusahaan sampel adalah sama, sehingga data yang diperoleh terdapat persamaan yang diulang-ulang. d. Uji Normalitas. Hasil uji normal probably plot menunjukkan bahwa dari semua persamaan regresi bentuk ploting hampir, maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Pengujian Hipotesis Untuk membuktikan hipotesis yang diajukan dalam penelitian, maka dilakukan pengujian secara statistik. Pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Data diolah dengan program computer Statistical Package For Social Science (SPSS). Tabel 5 Hasil Uji t
Model
Unstandardized Coefficients B
(Constant)
1
Std. Error
-1.510
.335
LTDACC
.474
.171
SIZE
.076
.012
PROF
-.441 .039
CR
Standardized Coefficients Beta
T
Sig. -4.512
.000
.215
2.771
.006
.574
6.245
.000
.233
-.182
-1.896
.060
.015
-.192
-2.530
.013
Pengaruh Long-term Discretionary Accruals terhadap Indeks Pengungkapan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 13, menunjukkan bahwa manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap indeks pengungkapan. Hal ini dapat dilihat dari tabel 5 diperoleh bahwa koefisien manajemen laba sebesar 0,474 dengan nilai t sebesar 2,771 dan signifikansi 0,006. Pengaruh manajemen laba terhadap pengungkapan laporan keuangan dijelaskan melalui hubungan agency yang terjadi antara manajemen dan principal yang membebankan tanggung jawab kepada manajer untuk tujuan mengkomunikasikan informasi dan meningkatkan nilai perusahaan dalam bentuk laporan keuangan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
17
Dasar akrual dalam laporan keuangan memberi kesempatan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan besaran laba (earnings) yang diinginkan. Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku sekarang juga memberikan keleluasaan kepada manajer untuk memillih metode akuntansi dalam menyusun laporan keuangan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Halim et al. (2005) yang menyatakan bahwa manajemen laba berpengaruh signifikan positif pada tingkat pengungkapan laporan keuangan sejalan dengan perspektif efficient earnings management. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Indeks Pengungkapan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 9, menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap indeks pengungkapan. Hal ini dapat dilihat dari tabel 5 diperoleh bahwa koefisien ukuran perusahaan sebesar 0,474 dengan nilai t sebesar 6,245 dan signifikansi 0,000. Arah hubungan yang positif antara ukuran perusahaan dengan indeks pengungkapan menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka perusahaan akan semakin banyak melakukan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan. Hasil penelitian ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Efrata dan Sherlita (2012) yang menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan mempunyai hubungan positif terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Variabel ukuran perusahaan dapat diukur melalui asset, penjualan bersih, dan kapitalisasi pasar. Penelitian ini juga konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Halim et al. (2005) dan Huda (2012) menyatakan bahwa ukuran perusahaan mempunyai hubungan yang positif terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang berukuran besar memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang berukuran lebih kecil. Pengaruh Profitabilitas terhadap Indeks Pengungkapan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 10, menunjukkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap indeks pengungkapan . Hal ini dapat dilihat dari tabel 5 diperoleh bahwa koefisien profitabilitas sebesar -0,441 dengan nilai t sebesar –1,896 dan signifikansi 0,060. Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2012) yang menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan. Pengaruh Likuiditas terhadap Indeks Pengungkapan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 11, menunjukkan bahwa tingkat likuiditas berpengaruh signifikan terhadap indeks pengungkapan. Hal ini dapat dilihat dari tabel 5 diperoleh bahwa koefisien likuiditas sebesar -0,039 dengan nilai t sebesar -2.530 dan signifikansi 0,013. Arah hubungan yang negatif antara tingkat likuiditas dengan indeks pengungkapan menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat likuiditas, maka perusahaan akan memberikan informasi yang lebih rinci dalam laporan keuangan. Jika likuiditas dipandang sebagai ukuran kinerja, perusahaan yang mempunyai rasio likuiditas rendah perlu memberikan informasi yang lebih rinci untuk menjelaskan lemahnya kinerja dibanding perusahaan yang mempunyai rasio likuiditas yang tinggi (Irawan, 2006). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Efrata dan Sherlita (2012) yang meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keluasan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan tahunan. Penelitian ini menunjukkan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
18
bahwa faktor likuiditas mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat keluasan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan tahunan perusahaan. SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan yang terjadi antara manajemen laba melalui short-term discretionary accruals dan long-term discretionary accruals dengan indeks pengungkapan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menggunakan analisis simultanitas two-stage least square pada 42 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2010-2012. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil pengujian model persamaan simultan two-stage least square, penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen laba melalui long-term discretionary accruals dan indeks pengungkapan mempunyai hubungan komplementer (dua arah).Sedangkan manajemen laba melalui short-term discretionary accruals tidak terbukti mempunyai hubungan yang komplementer. Yang berarti short-term discretionary accruals dan indeks pengungkapan tidak mempengaruhi satu sama lain. 2. Dari hasil pengujian, indeks pengungkapan berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen laba melalui long-term discretionary accruals. Ini berarti semakin rendah tingkat pengungkapan informasi akan meningkatkan peluang manager untuk melakukan tindakan manajemen laba sejalan dengan perspektif opportunistic earnings management. Sedangkan manajemen laba melalui long-term discretionary accruals berpengaruh signifikan positif terhadap indeks pengungkapan. Dasar akrual dalam laporan keuangan yang memberi kesempatan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan besaran laba (earnings) yang diinginkan. Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku sekarang juga memberikan keleluasaan kepada manajer untuk memillih metode akuntansi dalam menyusun laporan keuangan. Hasil ini sejalan dengan perspektif efficient earnings management. 3. Dari hasil pengujian, ukuran perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen laba melalui long-term discretionary accruals, artinya semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin meminimalisir tindakan manajemen laba. Sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan positif terhadap indeks pengungkapan. Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan yang berukuran besar memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi, sehingga perusahaan besar akan melakukan pengungkapan yang lebih banyak dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. 4. Dari hasil pengujian, profitabilitas berpengaruh signifikan positif terhadap manajemen laba melalui long-term discretionary accruals, artinya semakin besar profitabilitas, maka semakin besar kemungkinan perusahaan melakukan tindakan manajemen laba. Hal ini disebabkan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi, periode yang akan datang diperkirakan laba turun drastis sehingga dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya (income minimization). Sedangkan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap indeks pengungkapan. 5. Dari hasil pengujian, leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen laba melalui longterm discretionary accruals, artinya berapa pun besar rasio leverage perusahaan, belum tentu perusahaan melakukan manajemen laba. 6. Dari hasil pengujian, tingkat likuiditas berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen laba melalui long-term discretionary accruals, artinya semakin rendah tingkat likuiditas, maka perusahaan akan memberikan informasi yang lebih rinci dalam laporan keuangan. Jika likuiditas dipandang sebagai ukuran kinerja, perusahaan yang
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
19
mempunyai rasio likuiditas rendah perlu memberikan informasi yang lebih rinci untuk menjelaskan lemahnya kinerja dibanding perusahaan yang mempunyai rasio likuiditas yang tinggi. Keterbatasan Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah pengujian dalam persamaan simultan tidak menggunakan uji eksogenitas, sehingga tidak bias dientukan mana yang dianggap variabel endogen dan mana yang dianggap variabel eksogen. DAFTAR PUSTAKA Anggoro. 2008. Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan dalam Kelompok Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI. Skripsi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Jakarta. Assih & Gudono, M. 2000. Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan. Jurnal Riset Indonesia, hal.35-53. Atarwaman. 2011. Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Kepemilikan Manejerial Terhadap Praktik Perataan Laba yang Dilakukan Oleh Perusahaan Manufaktur pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal Ilmu Ekonomi Advantage. Vol. 2, No. 2, Februari. Belkaoui, A. 2004. Teori Akuntansi. Edisi Kelima. Cetakan Pertama. Jakarta: Salemba Empat. Darmawati, D. 2003. Corporate Governance dan Manajemen Laba: Suatu Studi Empiris. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 5, No. 1, April, Hal. 47-68. Efrata dan Sherlita. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keluasan Pengungkapan Informasi Dalam Laporan Tahunan. Seminar Nasional Akuntansi dan Bisnis, Maret. Fitri, Y. 2012. Pengaruh Manajemen Laba, Likuiditas, dan Profitabilitas Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Tahunan. Jurnal Ilmiah. Universitas Negeri Padang. Padang. Ghozali, I. H. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Cetakan VI. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, I., dan Chariri, A. 2003. Teori Akuntansi. Edisi 3. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang Halim, J., Meiden, C. dan Tobing, R. L. 2005. Pengaruh Manajemen Laba Pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang termasuk dalam Indeks LQ-45. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo. September 2005.. Huda, N. 2012. Analisis Simultanitas Manajemen Laba dan Pengungkapan Laporan Keuangan serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi pada Perusahaan Manufaktur Terkategori Indeks Liquiditas 45 di Bursa Efek Indonesia. Skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia. Surabaya. Kurniawati, N. 2011. Pengaruh Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Terhadap Manajemen Laba dengan Kualitas Audit sebagai Variabel Pemoderasi. Publikasi Ilmiah. Universitas Brawijaya. Malang. Kusuma, H. (2006). Dampak Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi Akuntansi: Bukti Empiris dari Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
20
Saiful. 2002. Analisis Hubungan Manajemen Laba (Earnings Management) Dengan Kinerja Operasi Dan Retur Saham Di Sekitar IPO. Tesis S2. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sugiri. 1998. Earning Management: Teori Model dan Bukti Empiris. Telaah: Jakarta. Susanti, Rahmawati dan Aryani. 2010. Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan dengan Kualitas Laba sebagai variable intervening. Simposium Nasional Keuangan I. Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Edisi Ketiga, Yogyakarta: Penerbit Ekonisia. ●●●