REFERAT MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) VERSUS MDCT (MULTIDETECTOR COMPUTERIZED TOMOGRAPHY) DALAM DETEKSI DAN PENENTUAN STADIUM MULTIPLE MYELOMA Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi di RSUD Salatiga
Disusun Oleh: Ayudya Septarizky 20070310082
Diajukan Kepada Yth: dr. Achmad Kardinto, Sp. Rad.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA RSUD SALATIGA
1
2012
2
Halaman Pengesahan
Telah diajukan dan disahkan, referat dengan judul MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) VERSUS MDCT (MULTIDETECTOR COMPUTERIZED TOMOGRAPHY) DALAM DETEKSI DAN PENENTUAN STADIUM MULTIPLE MYELOMA Disusun Oleh: Nama
: Ayudya Septarizky
NIM
: 20070310082
Telah dipresentasikan Hari/ Tanggal
:
Agustus 2012
Disahkan Oleh: Dosen Pembimbing,
dr. Achmad Kardinto, Sp. Rad.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur, alhamdulillah penulis telah dapat menyelesaikan tugas referat dengan judul MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) VERSUS MDCT (MULTIDETECTOR
COMPUTERIZED
TOMOGRAPHY)
DALAM
DETEKSI DAN PENENTUAN STADIUM MULTIPLE MYELOMA. Penulisan referat ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga. Dalam kesempatan ini ijinkanlah penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada : 1.
Allah SWT, yang telah memberikan segala nikmat, yang tak terhingga sehingga penulis mampu menyelesaikan presentasi kasus ini dengan baik, serta junjungan Nabi Muhammad SAW.
2.
dr. Ardi Pramono, Sp. An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3.
dr. Achmad Kardinto, Sp.Rad., dosen kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY di RSUD Salatiga yang telah membimbing penulis selama menjalani Ko-assisten di Bagian Ilmu Radiologi RSUD Salatiga.
4.
Ayah dan Ibu yang telah memberikan doa dan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus ini pada waktunya.
5.
Teman-teman Ko-assisten FKIK UMY, terutama bagian Ilmu Radiologi yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.
iii
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu kedokteran walaupun dalam penulisan referat ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan penulis. Akhirnya, sangat diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan referat ini. Salatiga, Agustus 2012 Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN................................................................................... ii KATA PENGANTAR............................................................................................... iii DAFTAR ISI............................................................................................................. v BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1 A. Latar Belakang.............................................................................................1 B. Perumusan Masalah.....................................................................................2 C. Tujuan Penulisan Referat............................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3 MULTIPEL MYELOMA 1.
Definisi......................................................................................3
2.
Epidemiologi..............................................................................4
3.
Patofisiologi...............................................................................6
4.
Etiologi......................................................................................7
5.
Faktor Resiko............................................................................8
6.
Stadium………….....................................................................9
7.
Diagnosis.................................................................................11
v
8.
Pencegahan..............................................................................12
9.
Penatalaksanaan.......................................................................13
10.
Prognosis.................................................................................15
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................... 18 BAB IV KESIMPULAN………………...................................................................22 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24
vi
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Multiple Myeloma (MM) adalah suatu keganasan yang melemahkan, yang merupakan bagian dari spectrum penyakit dari monoclonal gammopathy of unknown significance (MGUS) hingga leukemia sel plasma. Pertama kali dideskripsikan pada tahun 1848, MM digambarkan sebagai proliferasi sel plasma ganas dan produksi yang berlebihan dari paraprotein monoclonal (protein M). Gambaran menarik dari MM adalah bahwa sel pembentuk antibody (contoh: sel plasma) menjadi ganas dan oleh karenanya dapat menyebabkan manifestasi yang tidak biasa. American Cancer Society memperkirakan bahwa sekitar 20.580 kasus baru MM (11.680 pada pria dan 8.900 pada wanita) akan terdiagnosis selama tahun 2009. Di Amerika Serikat, resiko selama hidup untuk menderita MM adalah 1 dari 161 (0,62%). Sekitar 10.580 orang Amerika (5.640 pria dan 4940 wanita) diduga akan meninggal karena MM di tahun 2008. Sulit untuk mendiagnosis MM secara dini. Seringkali MM tidak menunjukkan gejala hingga akhirnya sampai pada stadium lanjut. Pada beberapa kasus, MM menunjukkan gejala yang samar sehingga pada awalnya terlihat disebabkan oleh penyakit lain. Oleh karenanya dibutuhkan alat diagnostik yang mampu mendeteksi MM secara dini dan akurat sehingga memudahkan dalam penatalaksanaannya dan memperbaiki prognosisnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1
1.
Apakah metode diagnostik paling akurat dalam mendeteksi Multiple Myeloma saat ini?
2.
Dengan metode diagnostic apakah stadium penyakit Multiple Myeloma dapat ditegakkan?
C.
TUJUAN PENULISAN REFERAT Melalui penulisan referat ini penulis memiliki tujuan untuk mengetahui metode terbaik dalam menegakkan diagnosis Multiple Myeloma secara dini sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang adekuat yang nantinya akan dapat memperbaiki prognosisnya, memonitor perjalanan penyakit dan responnya terhadap terapi, dan juga mengevaluasi terapi yang telah diberikan.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
MULTIPLE MYELOMA 1.
Definisi Multiple Myeloma (MM) adalah kanker yang dibentuk oleh sel plasma
yang ganas. Normalnya, sel plasma ditemukan di dalam sumsum tulang dan merupakan bagian penting dari system imun. Sistem imun terdiri atas berbagai macam sel yang bekerja bersama untuk melawan infeksi dan penyakit-penyakit lain. Limfosit adalah sel utama dalam system imun. Ada 2 macam limfosit utama, yaitu sel T dan sel B. Saat sel B berespon terhadap infeksi, sel-sel ini akan mature dan berubah
menjadi
sel
plasma.
Sel
plasma
membentuk
antibody
(immunoglobulin) yang membantu melawan dan membunuh kuman. Sel plasma ditemukan terutama di sumsum tulang. Bila sel plasma menjadi ganas dan tumbuh tak terkontrol, sel-sel ini akan memproduksi suatu tumor yang disebut plasmasitoma Tumor ini biasanya berkembang di dalam tulang, namun juga jarang ditemukan di jaringan lain. Bila hanya ada satu tumor sel plasma, disebut dengan isolated (atau soliter) plasmasitoma. Namun bila terdapat lebih dari satu tumor sel plasma, disebut dengan multiple myeloma. 2.
Epidemiologi
3
Multiple myeloma merupakan kanker yang relative jarang.Di Amerika Serikat, resiko seumur hidup untuk menderita MM adalah 1 per 159 (0,63%). American Cancer Society baru-baru ini memperkirakan
kejadian MM di
Amerika Serikat di tahun 2012: •
Sekitar 21.700 kasus baru akan terdiagnosa (12.190 pada pria dan 9.510 pada wanita).
•
Sekitar 10.710 kematian diperkirakan terjadi (6.020 pada pria dan 4690 pada wanita)
Angka bertahan hidup selama 5 tahun pada MM berkisar antara 40%. Angka kemungkinan hidup lebih tinggi pada orang yang lebih muda dan rendah pada orang tua. Tentu saja angka tersebut bergantung pada diagnosis dan telah mendapat terapi inisial lebih dari 5 tahun yang lalu. 3.
Patofisiologi Pada MM, pertumbuhan yang berlebihan dari sel plasma dalam
sumsum
tulang
dapat
mendesak
sel-sel
pembentuk
darah
normal,
mengakibatkan jumlah sel darah menjadi rendah. Hal ini dapat menyebabkan anemia, yang secara klinis berupa pucat, lemah dan kelelahan. MM juga dapat menyebabkan kadar platelet dalam darah turun ( trombositopeni), yang dapat menyebabkan perdarahan dan memar. SElain itu juga dapat terjadi leucopenia, yang berujung pada masalah dalam melawan infeksi. Tulang secara konstan diperbaharui untuk menjaga agar tetap kuat. Sel yang membentuk tulang disebut osteoblas dan yang menghancurkan tulang disebut osteoklas. Sel Myeloma memproduksi substansi yang memerintahkan osteoklas untuk menghancurkan tulang dengan cepat. Sedangkan osteoblas tidak mendapatkan sinyal untuk membentuk tulang baru, tulang yang telah tua
4
hancur tanpa dapat digantikan oleh tulang baru. Ini akan membuat tulangtulang menjadi lemah dan mudah patah. Patah tulang fraktur merupakan masalah utama pada orang dengan MM. Pada MM, sel-sel myeloma mendesak sel plasma yang normal, sehingga antibody untuk melawan infeksi tidak dapat terbentuk. Antibody yang dibentuk oleh sel myeloma tidak dapat membantu melawan infeksi, karena sel myeloma hanyalah kopian dari sel plasma yang sama, sehingga membentuk antibody yang sama pula (monoclonal). Antibodi yang dibentuk oleh sel myeloma dapat membahayakan ginjal. Ini dapat mendorong pada kerusakan dan bahkan kegagalan ginjal. Kopian dari antibody yang sama disebut dengan monoclonal gammopathy. Keadaan ini dapat diketahui dari pemeriksaan darah.Namun memiliki monoclonal gammopathy bukan berarti menderita MM, karena dapat juga muncul pada penyakit-penyakit lain seperti Waldenstrom macroglobinemia dan light chain amyloidosis. Beberapa orang juga memiliki monoclonal gammopathy namun tidak menyebabkan masalah seperti pada MM. Kondisi ini disebut dengan Monoclonal Gammopathy of Undetermined Significance (MGUS). Monoclonal gammopathy of undetermined significance Pada MGUS, sel plasma abnormal memproduksi protein monoclonal antibody dan jumlah berlebih. Bagaimanapun, sel plasma ini tidak membentuk tumor ataupun massa dan tidak menyebabkan maslah-masalah seprti yang terjadi pada MM. MGUS biasanya tidak mengganggu kesehatan seseorang. Khususnya tidak membuat tulang menjadi lemah, level kalsium tinggi, masalah ginjal ataupun jumlah sel darah yang turun. Pasien dengan MGUS tidak membutuhkan terapi, namun harus diamati apabila mereka menderita penyakit yang perlu ditangani seperti MM.
5
Baru-baru ini, para peneliti telah mempelajari gen-gen sel plasma pada pasien dengan MGUS. Mereka menemukan bahwa gen pembentuk sel plasma jenis ini membentuk sel plasma myeloma lebih banyak dari sel plasma normal. Ini menunjukkan bahwa sel-sel ini sebenarnya ganas, hanya saja tumbuh dengan lambat. Solitary plasmacytomas Ini adalah jenis lain dari pertumbuhan abnormal sel plasma. Dibandingkan dengan beberapa tumor di lokasi berbeda seperti pada MM, pada sel ini hanya ada satu tumor, karena itu dinamai solitary plasmacytoma. Paling sering solitary plasmacytoma berkembang di dalam tulang, dimana disebut dengan isolated plasmacytoma of bone. Bila plasmacytoma bermula pada jaringan-jaringan lain (seperti paru-paru atau sinus, tenggorokan atau organ lain) disebut dengan ekstramedular plasmasitoma. 4.
Etiologi Penyebab pasti kebanyakan kasus MM masih belum diketahui. Namun
telah diketahui bagaimana perubahan DNA dapat emnyebabkan sel plasma menjadi ganas. Kanker dapat disebabkan oleh kesalahan atau defek pada DNA, disebut dengan mutasi, yang dapat mengaktifkan onkogen atau menonaktifkan tumor suppressor gene. Studi baru-baru ini menemukan bahwa abnormalitas dari beberapa onkogen (seperti c-myc) berkembang pada awal terbentuknya tumor sel plasma. Perubahan pada onkogen lain (N-ras dan K-ras) lebih banyak ditemukan pada myeloma setelah dilakukan terapi pada sumsum tulang, dan perubahan pada tumor supresor gen (seperti p53) berhubungan dengan metastasisnya ke organ lain.
6
Para peneliti telah menemukan bahwa pasien dengan tumor sel plasma memiliki abnormalitas pada sel-sel sumsum tulang lain dan abnormalitas ini juga dapat menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari sel plasma. Sel tertentu pada sumsum tulang yang disebut dengan sel dendritik melepaskan hormone yang disebut dengan interleukin-6 (IL-6), yang menstimulasi sel plasma normal untuk tumbuh. Produksi IL-6 yang berlebihan menjadi factor penting dalam perkembangan tumor sel plasma. 5.
Faktor Resiko Para ilmuwan telah menemukan beberapa factor resiko yang dapat
mempengaruhi peluang seseorang terkena MM. Umur Resiko dari MM bertambah sesuai umur. Kurang dari 1% kasus didiagnosa pada orang yang lebih muda dari 35 tahun. Kebanyakan orang didiagnosa kanker ini sudah lebih dari 65 tahun. Jenis kelamin Pria lebih beresiko terkenan MM dibandingkan wanita. Ras MM hampir 2 kali lebih sering terjadi pada orang Amerika kulit hitam dibanding orang Amerika kulit putih. Radiasi Paparan terhadap radiasi dapat meningkatkan resiko MM. Riwayat Keluarga MM dapat menurun pada beberapa keluarga. Seseorang yang memiliki saudara kandung atau orangtua dengan myeloma beresiko 4 kali lebih besar untuk terkena MM. Lingkungan Kerja
7
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pekerja di industry yang berhubungan dengan petroleum mungkin memiliki resiko yang lebih besar. Obesitas Studi dari American Cancer Society menemukan bahwa kelebihan berat badan atau obes memiliki resiko lebih besar untuk terkena MM. Penyakit Sel Plasma Lain Banyak orang dengan monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS) atau solitary plasmacytoma akan berkembang menjadi MM. 6.
Stadium MM dapat didiagnosis menggunakan system Durie-Salmon. Meskipun
beberapan dokter menggunakan system ini, nilainya menjadi terbatas dikarenakan oleh adanya metode-metode dignostik yang lebih baru. Baru-baru ini system penentuan stadium yang disebut dengan International Staging System forMultiple Myeloma telah ditemukan. Ini bergantung terutama pada level albumin dan beta-2- microglobulin dalam darah. Faktor-faktor lain yang munfgkin penting adalah fungsi, jumlah platelet dan umur pasien. The Durie-Salmon staging system Sistem ini berdasarkan atas : •
Jumlah monoclonal globulin yang abnormal dalam darah atau urin: Banyaknya
monoclonal
immunoglobulin
mengindikasikan
banyaknya sel plasma ganas yang ada dan memproduksi protei abnormal. •
Jumlah kalsium dalam darah : tingginya kalsium dalam darah berhubungan dengan kerusakan tulang yang lanjut.
8
•
Tingkat kerusakan tulnag berdasarkan x-ray : area multiple dari kerusakan tulang yang terlihat dari x-ray mengindikasikan stadium lanjut dari MM.
•
Kadar hemoglobin dalam darah : kadar hemoglobin yang rendah mengindikasikan bahwa sel myeloma menempati banyak sumsum tulang dan tidak ada cukup ruang yang tersisa untuk sel sumsum tulang yang normal yang memproduksi sel-sel darah merah. Sistem ini menggunakan factor-faktor di atas untuk membagi
myeloma dalam 3 stadium: Stage I Terdapatnya sel-sel myeloma yang relative sedikit. Ditemukan gambaran seperti tersebut: •
Kadar Hb sedikit di bawah normal (masih di atas 10 g/dl)
•
X-ray tulang tampak normal atau hanya ada 1 area kerusakan tulang
•
Kadar kalsium dalam darah normal (< 12 mg/dL)
•
Monoclonal immunoglobulin dlm darah atau urin relative sedikit
Stage II Sel-sel myeloma terdapat dalam jumlah sedang. Gambarannya di antara stage I dan stage III. Stage III Sel-sel myeloma ditemukan dalam jumlah besar. Satu atau lebih gambaran berikut harus ada: •
Kadar Hb rendah (<8,5 g/dL)
•
Kadar kalsium dalam darah tinggi ( > 12 mg/dL)
•
3 atau lebih area dengan kerusakan tulang
9
•
Monoklonal immunoglobulin dengan jumlah besar dalam darah atau urin.
The International Staging System Sistem ini membagi myeloma dalam 3 stadium berdasarkan beta-2microglobulin dan kadar albumin serum. Stage I Beta-2-microglobulin serum < 3,5 mg/dL dan kadar albumin >3,5 g/L.
Stage II •
Kadar beta-2-microglobulin antara 3,5 dan 5,5 (dengan berapapun kadar albumin), atau
•
Kadar albumin < 3,5 sedangkan beta-2-microglobulin <3,5
Stage III Beta-2-microglobulin >5,5. 7.
Diagnosis Gejala dan Tanda Meskipun beberapa pasien dengan MM tidak mengalami gejala apapun, namun gejala dan tanda yang sering ditemukan berhubungan dengan MM meliputi: •
Masalah tulang kelemahan tulang seringkali menimbulkan nyeri. Seringkali nyeri di bagian punggung, pinggul dan kepala. Kadang tulang dpaat patah hanya dengan cedera minor.
•
Anemia akan menimbulkan gejala seperti kelemahan, napas pendek, pusing. Leukopenia menyebabkan kurang resisten
10
terhadap
infeksi
seperti
pneumonia.
Trombositopeni
menyebabkan cedera minor, teriris dan memar dapat menjadi perdaraan serius. •
Kadar kalsium tinggi gejalanya meliputi haus, minum banyak air, banyak kencing. Hal ini dapat mnyebabkan dehidrasi bahkan gagal ginjal. Kalsium yang tinggi juga dapat menyebabkan konstipasi dan kehilangan selera makan. Bila kadarnya cukup tinggi dapat terjatuh dalam keadaan koma.
•
Sistem saraf dapat mengalami nyeri mendadak, kesemutan, dan/atau kelemahan otot. Penurunan aliran darah otak karena hiperviskositas darah yang disebabkan oleh protein-protein myeloma menyebabkan kebingungan, pusing dan gejala yang menyerupai stroke.
•
Ginjal protein myeloma dapat merusak ginjal. Gejalanya antara lain kelemahan dan bengkak pada tungkai
•
Infeksi pasien dengan MM beresiko 15 kali lebih sering terkenan infeksi. Pneumonia merupakan infeksi serius dan tersering pada pasien MM.
Pemeriksaan Laborat •
Blood count pada pasien MM sel-sel darah akan turun.
11
•
Imunoglobuli kuantitatif pada MM kadar tiap jenis immunoglobulin dapat tinggi dimana jenis immunoglobulin yang lain rendah.
•
Elektroforesis
•
Free Light Chain
•
Beta-2-microglobulin kadar yang tinggi menunjukkan penyakit sudah lanjut dan prognosis buruk.
•
Kimia darah kadar BUN, kreatinin, albumin, kalsium dan elektrolit. Kadar BUN dan kreatinin merupakan cerminan fungsi ginjal. Kadar albumin yang rendah berhubungan dengan myeloma stadium lanjut. Kalsium yang tinggi berhubungan dengan MM lanjut. Elektrolit seperti Na dan K dapat terpengaruh juga.
Biopsi Sumsum Tulang Dokter menggunakan mikroskop untuk melihat jaringan sumsum tulang dan menilai tampilan, ukuran dan bentuk sel-selnya, bagaimana susunan sel-sel dan menentukan apakah terdapat sel-sel myeloma pada sumsum tulang dan berapa banyaknya. Jaringan yang teraspirasi
dapat
digunakan
untuk
tes
lain
seperti
immunohistochemistry dan flow cytometry, dan analisa kromosom, termasuk karyotype dan fluorescent in situ hybridization (FISH). Biopsi seperti FNA atau core needle biopsy juga dapat dilakukan.
12
Imaging •
X-ray tulang kerusakan tulang yang disebbkan oleh sel-sel myeloma dapat dideteksi menggunakan x-ray. Seringkali digunakan x-ray serial yang mencakup sebagian besar tulang, disebut dengan bone survey atau skeletal survey.
•
CT (Computed Tomography) adalah suatu prosedur x-ray yang menghasilkan gambar cross-sectional yang detail dari tubuh seseorang. Dapat memperlihatkan tulang yang rusak karena MM.
•
MRI
(Magnetic
Resonance
Imaging)
MRI
scan
menggunakan gelombang radio dan medan magnetic kuat. Energi dari gelombang radio diserap dan kemudian dilepaskan dalam pola sesuai dengan jaringan maupun penyakit. Komputer mentranslasikan pola yang diterima dari gelombang radio ke dalam gambar yang sangat detail. Tidak hanya menghasilkan potongan cross-sectional seperti pada CT scan,
13
MRI juga dapat menghasilkan potongan yang parallel dengan panajng badan seseorang. MRI sangat berguna untuk melihat tulang, otak dan korda spinal. MRI mungkin dapat menemukan plasmasitoma yang tidak ditemukan pada x-ray. MRI juga dapat melihat sumsum tulang pasien dengan MM.
•
PET (Positron Emission Tomography) pada pemeriksaan ini, glukosa radioaktif disuntikkan ke dalam pembuluh vena untuk mencari sel-sel kanker. Karena kanker menggunakan glukosa lebih cepat dari jaringan normal, maka diharapkan zat radioaktif tersebut terkonsentrasi pada kanker.
14
Di bawah ini adalah alur pemeriksaan suspected Multipel Myeloma yang terbaru dan telah direvisi tahun 2010.
15
8.
Pencegahan Pada MM, tidak ada satu factor resiko pun yang diketahui
bertanggungjawab atas timbulnya MM yang dapat dicegah. Dan pada orang dengan MGUS atau solitary plasmacytoma belum diketahui bagaimana cara mencegah berkembangnya penyakit menjadi MM.
16
9.
Penatalaksanaan Kemoterapi dan obat-obatan Yaitu obat yang digunakan untuk menghancurkan dan mengontrol sel kanker. Berbagai macam obat digunakan untuk menatalaksana MM: •
Tradisional
kemoterapi
mephalan,
vincristin,
cyclophosphamide, carmustin dan doxorubicin. Kombinasi dari obat-obat ini lebih efektif dibandingkan hanya obat tunggal. Kadang dikombinasikan juga dengan kortikosteroid atau agen imunomodulator. •
Kortikosteroid merupakan bagian penting dalam terapi MM. Dapat
digunakan
sendiri
ataupun
dengan
kombinasi.
Kortikosteroid juga dapat mengatasi keluhan mual dan muntah yang disebabkan oleh efek samping kemoterapi lain. Obat yang sering digunakan pada MM adalah dexamethason dan prednison. •
Agen Imunomodulator thalidomide,lenalidomide
•
Penghambat proteasome
Efek samping kemoterapi : rambut rontok, sariawan,hilang nafsu makan,mual, muntah dan jumlah sel darah yang rendah. Radiasi
17
Tindakan bedah Terapi biologi Stem cell transplantation Plasmapheresis 10.
Prognosis International Staging System Stage I Stage II Stage III
18
Median survival 62 bulan 44 bulan 29 bulan
BAB III PEMBAHASAN
Multipel Myeloma adalah suatu penyakit neoplasma sel B plasma yang dikarakteristikkan oleh infiltrasi sumsum tulang dan overproduksi monoclonal immunoglobulin. Merupakan sekitar 10% dari seluruh keganasan hematologi dan 1% dari seluruh kanker dengan insidensi yang terus meningkat, 4 dari 100.000 setiap tahunnya. MM terutama menyerang pasien pada decade ketujuh dan memiliki mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Pemeriksaan standar untuk MM termasuk hitung darah lengkap, biokimia serum, elektroforesis serum dan urin, gold standard untuk mendiagnosis : aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Sistem penentuan stadium Durie/Salmon menggunakan skeletal survey sebagai satu-satunya criteria radiologi, yang diperkenalkan tahun 1975. Sebagai usaha untuk menstandarisasi pendekatan terapi dan menentukan derajat penyakit seakurat mungkin, system staging Durie/Salmon PLUS telah diperkenalkan, terintegrasi dengan teknik imaging yang lebih sensitif dengan MRI, CT dan PET/CT ke dalam system klasifikasinya.
19
Penelitian yang dilakukan oleh Andre et al pada tahun 2007, membandingkan tingkat deteksi manifestasi multiple myeloma pada tulang antara whole-body MRI dengan whole-body MDCT (Multidetector CT) dan menilai akurasi penentuan stadium multiple myeloma. Subjek penelitian adalah 41 orang pasien yang secara pemeriksaan histologi dikonfirmasi sebagai penderita multiple myeloma diperiksa menggunakan protocol whole-body MDCT dan whole-body MRI dengan system 1,5T.
(a, b) Normal pattern of the bone marrow in 64-year-old man. (a) T1-weighted MR image shows hyperintense signal, and (b) T2-weighted MR image shows hypointense signal, compared with the intervertebral disk. (c, d) Severe diffuse infi ltration of the bone marrow by MM in another 64-year-old man. (c) T1-weighted MR image shows distinct decreased signal intensity (arrow), and (d) T2-weighted MR image shows increased signal intensity (arrow), both of which can be clearly recognized. Focal lesion in the third lumbar vertebral body can be detected on T2weighted image.
Keseluruhan skeletal dibagi menjadi 61 regio tiap-tiap pasien. Evaluasinya dilakukan dengan pembacaan hasil oleh 2 orang radiologist, tanpa mengetahui riwayat pasien. Evaluasi dilakukan terpisah bagi masing-masing metode pemeriksaan.
20
Pasien yang diperiksa dengan MRI dan MDCT secara terpisah ditentukan stadiumnya menggunakan system staging Durie/Salmon PLUS. Di bawah ini table mengenai keterlibatan region anatomic pada pasien yang secara histology menderita MM dan penentuan stadium dengan menggunakan MRI dan MDCT.
21
Pada MRI, dari 41 pasien, 15 pasien menunjukkan ketidakterlibatan. Pada 26 pasien sisanya, 975 regio terkena: 21 pasien stadium I, dua pasien stadium II dan 18 pasien stadium III. Pada MDCT, 19 pasien menunjukkan ketidakterlibatan. Pada 22 pasien, 462 regio yang terkena. Berdasarkan MDCT, 25 pasien stadium I, tujuh pasien stadium 2 dan sembilan pasien stadium III. Untuk tingkat deteksinya, MRI secara statistic lebih unggul dibandingkan MDCT (p<0,001, dengan Wilcoxon’s signed rank test). Pada 21 pasien yang terdeteksi pada kedua metode pemeriksaan, MRI menunjukkan penyakit yang lebih lanjut dibandingkan MDCT. Terdapat delapan pasien understaged dengan MDCT dibandingkan dengan MRI, yang secara statistic bermakna (p<0,001, dengan Chi-square test).
Bila dibandingkan dengan MRI, sejumlah pasien akan understaged (tak tertegakkan stadiumnya) bila diperiksa hanya dengan MDCT saja. Oleh karena itu, bila tersedia, whole-body MRI sebaiknya digunakan sebagai pemeriksaan imaging lini pertama. Saat ini MRI adalah metode paling sensitive dalam mendeteksi keterlibatan skeletal pada pasien multiple myeloma.
22
BAB IV KESIMPULAN
1. Multipel Myeloma adalah suatu penyakit neoplasma sel B plasma yang dikarakteristikkan oleh infiltrasi sumsum tulang dan overproduksi monoclonal immunoglobulin. 2. Multipel myeloma merupakan 10% dari seluruh keganasan hematologi dan 1% dari seluruh kanker dengan insidensi yang terus meningkat, 4 dari 100.000 setiap tahunnya dan memiliki mortalitas dan morbiditas yang tinggi. 3. Penentuan staging Multipel Myeloma didasarkan atas sistem penilaian DurieSalmon yang dibagi dalam 3 stadium. Durie-Salmon PLUS merupakan sistem penilaian terbaru yang dikeluarkan tahun 2006 dengan merevisi sistem staging Durie-Salmon tahun 1975 dengan memasukkan MRI, CT dan atau PET sebagai alat diagnostik. 4. Pada penelitian yang dilakukan oleh Andrea et al tahun 2007 mengenai perbandingan antara whole-body MRI dan MDCT menunjukkan hasil bahwa whole-body MRI memiliki tingkat deteksi dan staging yang lebih tinggi dibandingkan dengan whole-body MDCT (p<0,001). 5. Penelitian lain yang dilakukan oleh Healy et al pada tahun 2011, mengungkapkan bahwa tidak ada satupun teknik radiologi yang secara mandiri memiliki akurasi yang sempurna dalam penentuan staging dan
23
monitoring MM. Whole-body MRI, CT ataupun PET dapat memberikan informasi yang saling mengisi bila digunakan secara benar.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de jong, Syamsulhidayat R, 2010, Sistem Muskuloskeletal, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah; 1018-1038, EGC: Jakarta. 2. Price, Sylvia W & Wilson, Lorraine M, 2006, Tumor Sistem Muskuloskeletal, dalam Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit; Hal 1376. Jakarta: EGC. 3. http://www.hindawi.com/journals/bmr/2011/583439/ 4. http://www.ajronline.org/content/190/4/1097.full.pdf+html 5. http://myeloma.org/pdfs/IMWG_consensus_imaging.pdf 6. http://www.imagingpathways.health.wa.gov.au/includes/dipmenu/m_myel/ch art.html 7. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003121-pdf.pdf 8. http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview
25
26