Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
PENERAPAN CITRA MEDIK PADA VISUALISASI PENCITRAAN DIAGNOSTIK TUMOR OTAK SECARA SAGITTAL MENGUNAKAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) Kraugusteeliana, M.Kom, dr. Partogi Napitupulu Sistem Informasi, ABFI Institute Perbanas, Dokter Umum Email:
[email protected]
ABSTRACT A medical MRI image is obtained from detection of magnetization of Hidrogen atoms in human tissues. Magnetic resonance imaging (MRI) is a noninvasive medical test that helps physicians diagnose and treat medical conditions.MR imaging uses a powerful magnetic field, radio frequency pulses and a computer to produce detailed pictures of organs, soft tissues, bone and virtually all other internal body structures. The development of the imaging techniques of computerised tomography (CT) and magnetic resonance imaging it was possible to be more specific as to the location of damage in brain injured patients. Unlike conventional x-ray examinations and computed tomography (CT) scans, MRI does not depend on radiation. Instead, while in the magnet, radio waves redirect the axes of spinning protons, which are the nuclei of hydrogen atoms, in a strong magnetic field. The magnetic field is produced by passing an electric current through wire coils in most MRI units. Other coils, located in the machine and in some cases, placed around the part of the body being imaged, send and receive radio waves, producing signals that are detected by the coils. A computer then processes the signals and generates a series of images each of which shows a thin slice of the body. Tumor segmentation is one of the important steps for volume measurement tumor by imaging diagnostics. MRI segmentation algorithm was proposed to obtain accurate tumor segmentation. Recent findings indicated that tumor volume is an important diagnostic Therefore, tumor volume analysis using magnetic resonance imaging (MRI) can be a useful tool in these researches. Kata Kunci: Citra, medical image, MRI, SagiTtal
1. Pendahuluan Perkembangan teknik pengolah citra semakin berkembang dan telah dipergunakan dalam setiap bidang termasuk dalam dunia kesehatan. Banyak sekali aplikasi pengolahan citra yang dapat dipergunakan salah satunya dengan melakukan pendekteksian tumor dengan mengunakan teknologi MRI yang dkenal dengan pengolahan citra medik. Citra medis (medical image) memiliki kandungan informasi yang sangat penting Karakteristik utama dari teknologi informasi adalah kemampuan untuk menangkap/menerima, mengolah, dan mentransfer informasi yang berguna dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Teknologi ini digunakan untuk mentransmisikan informasi sehingga memberikan kemampuan untuk menangkap dan menyimpan citra statik, image oleh pihak rumah sakit untuk diberikan kepada dokter sebagai dasar konsultasi ke bagian lain maupun sebagai acuan dasar diagnosis penyakit kepada pasien. Ilmu kedokteran saat ini berkembang pesat, salah satu bidang ilmu dari kedokteran adalah biomedik.Bidang-bidang pengolahan citra pada Biomedik yang banyak digunakan adalah Pencitraan Medik (Tomography): Tomography dapat diartikan sebagai rekonstruksi citra secara irisan melintang tanpa menggangu obyek yang sedang
diukur seperti Single Photon Emission Computerised Tomography (SPECT), Positron Emission Tomography (PET) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Sejak MRI menghasilkan gambar 3D rinci, teknik ini mampu memberi informasi jelas di mana luka terlokalisasi. Informasi sangat berharga sebelum melakukan operasi pembedahan, misalnya operasi bedah mikro otak dalam menangani penyakit parkinson. Demikian pula untuk membantu menangani kasus operasi pengangkatan tumor.MRI dapat menggantikan teknik-teknik pengujian sebelumnya yang bersifat merusak dan mengurangi penderitaan banyak pasien. 2. Citra Medik (Medical Image) Citra medik telah diakui sebagai cara untuk dapat mengetahui bagian dalam dari tubuh manusia. Citra tersebut bisa dihasilkan dengan berbagai cara dan modalitas pencitraan medik Mutu citra (image quality) yang dihasilkan mencakup semua factor yang mampu memperlihatkan struktur tubuh bagian dalam manuasia secara jelas dan tepat. Karena, tujuan umum dari kebanyakan prosedur pencitraan adalah hal tersebut ditambah lagi bila terdapat kelainan anatomi. Ada 5 lima factor yang menjadi penentu
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
dalam jaminan mutu citra radiografi. Sehingga mutu citra dan kenampakan struktur anatomi bagian dalam dapat di perlihatkan dengan jelas. Factor tersebut adalah: Sensitifitas kontras (contrast sensitivity), Kekaburan (blurring), Kejernihan, tampak (visual noise), Bercak (artefak), Detil bagian (spatial/geometric) characteristic.
menghasilkan gambaran struktur tubuh yang diperiksa. Gambar dan resolusi yang dihasilkan MRI cukup detil sehingga dapat mendeteksi kelainan atau perubahan kecil struktur dalam tubuh secara akurat. Beberapa prosedur pemeriksaan MRI akan menggunakkan agen kontras seperti gadolinium untuk meningkatkan ketajaman gambar. Magnet dalam sistem MRI dinilai berdasar sustu unit yang dikenal dengan tesla. Unit lain yang juga dipakai adalah gauss (1 Tesla = 10.000 gauss). Magnet yang digunakan saat ini adalah dalam kisaran 0,5 sampai 2,0 tesla. Medan magnet yang lebih besar dari 2,0 tesla tidak dipakai dalam pemeriksaan kedokteran, tapi hanya digunakan dalam penelitian. MRI merupakan metode yang sangat akurat dalam mendeteksi penyakit/kelainan tubuh. MRI dapat digunakan untuk memeriksa kepala, fungsional otak, pembuluh darah (MR angiografi), jantung, tulang belakang, payudara, tubnuh, dada, tulang dan prostat..
2.1 Magnetic Resonance Imaging (MRI) Penemuan MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan terobosan penting dalam kedokteran modern. Tanggal 3 Juli 1977 menandai tonggak sejarah pemeriksaan MRI pertama pada manusia setelah melewati masa 7 tahun penelitian yang melelahkan oleh dr. Raymond Damadian dan sejawatnya Minkoff dan Goldsmith. Saat itu untuk mendapatkan satu gambar MRI memerlukan waktu pemeriksaan sekitar 5 jam. Bandingkan dengan MRI saat ini yang hanya memerlukan waktu 30-90 menit.. Alat MRI berupa suatu tabung berbentuk bulat dari magnet yang besar. Penderita berbaring di tempat tidur yang dapat digerakkan ke dalam (medan) magnet MRI merupakan teknik radiologi yang menggunakan magnet, gelombang radio, dan komputer untuk menghasilkan gambar yang detil dari organ, jaringan lunak, tulang, serta semua struktur internal tubuh. Gambar yang detil memungkinkan dokter menilai lebih baik bagianbagian tubuhdan penyakit-penyakit tertentu yang tak dapat dinilai secara cermat oleh teknik pencitraan lain seperti rontgen, ultrasonografi atau CT Scan. Pengetahuan mengenai hasil penmeriksaan radiologi sebagai salah satu penunjang pemeriksaan diagnostik selain hasil laboratorium. Hasil pencitraan yang baik dan tajam akan mempermudah dokter untuk menentukan diagnosis penyakit pasien lebih tepat dan capat.
2.3 Fungsi MRI MRI dapat melihat perdarahan atau pembengkakan. Kelainan lain di otak seperti anerisma (pelebaran abnormal dinding pembuluh darah), stroke tumor atau peradangan dapat diketahui. Selain anatomi otak, MRI dapat juga dipakai untuk mengevaluasi integritas sumsu tulang belakang dan diskus intervetebrata dan tulang vertebra. MRI jantung dapat mengevaluasi struktur jantung dan aorta dimana dapat dideteksi anerisma atau robekan dinding. Sering pembedahan tumor dilakukan setelah mengetahui hasilnya MRI dari keberadaan tumor tersebut Salah satu kelebihan tinjau MRI adalah, menurut pengetahuan pengobatan masa kini, tidak berbahaya kepada pasien. Berbanding dengan CT scans "computed axial tomography" yang menggunakan aksial tomografi berkomputer yang melibatkan dos radiasi mengion, MRI hanya menggunakan medan magnet kuat dan radiasi tidak mengion "non-ionizing" dalam jalur frekuensi radio. Satu lagi kelebihan scan MRI adalah kualitas gambar yang diperoleh biasanya revolusi lebih baik berbanding CT scan. Lebih-lebih lagi untuk scan otak dan tulang belakang walaupun mesti dicatat bahwa CT scan kadangkala lebih berguna untuk cacat tulang.
2.2 Pendekteksian MRI. Citra MRI medis diperoleh dari proses deteksi magnetisasi atom-atom Hidrogen yang terkandung di dalam tubuh pasien. Estimasi kuantitas magnetisasi diamati berdasarkan perubahan fluks magnetik yang dikonversikan ke dalam sinyal tegangan. Kekuatan sinyal tergantung pada kerapatan proton, konstanta waktu relaksasi spin-kisi (T1) dan relaksasi spin-spin (T2 )serta sifat magnetik tubuh pasien. Alat MRI berupa suatu tabung berbentuk bulat dari magnet yang besar, kemudian pasien berbaring di tempat tidur yang dapat digerakkan ke dalam (medan) magnet. Magnet akan menciptakan medan magnetik yang kuat lewat penggabungan proton-proton atom hidrogen dan dipaparkan pada gelombang radio. Ini akan menggerakkan protonproton dalam tubuh dan menghasilkan sinyal yang diterima akan diproses oleh komputer guna
3. Pemeriksaan Tumor mengunakan Citra Medik MRI Pencitraan organ-organ dalam manusia secara tepat dan tanpa merusak merupakan metode sangat penting bagi diagnosis, penanganan, dan tindak lanjut medis. Tanpa diagnosis yang tepat, pengobatan pun tidak tepat pula. Saat ini MRI mempunyai resolusi dan kemampuan mencitra dari segala arah orientasi lebih baik dibandingkan dengan A-6
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
pindai tomografi terkomputerisasi (CT scan). Selain itu, teknik ini tidak memerlukan paparan sinar-X untuk memperoleh gambar. Teknik MRI cocok untuk mendiagnosis pengerasan otak atau sumsum tulang belakang (multiple sclerosis, penyakit saraf yang dikarakterisasi oleh gangguan berbicara, tidak ada koordinasi otot, lemah, dan gerakan bola mata tak terkendali), tumor-tumor (di kelenjar pituitari dan otak), infeksi-infeksi (di otak, tulang belakang, dan persendian), radang tendon, dan stroke pada tahap paling awal. Gambar rinci otak dan urat saraf tulang belakang dapat diperoleh dari MRI. Seperti diketahui bahwa hampir semua gangguan otak terjadi akibat perubahan kandungan air. Perbedaan kandungan air kurang dari satu persen cukup untuk mendeteksi perubahan patologi. Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air (H2O) yang mengandung 2 atom hydrogen yang memiliki no atom ganjil (1) yang pada intinya terdapat satu proton. Inti hydrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh manusia, memiliki konsentrasi tertinggi dalam jaringan dan memiliki gaya magnetic terkuat dari elemen lain. Dalam aspek klinisnya, perbedaan jaringan normal dan bukan normal didasarkan pada deteksi dari kerelatifan kandungan air (proton hydrogen) dari jaringan tersebut. Proton proton memiliki prilaku yang hampir sama dengan prilaku sebuah magnet. Sebab proton merupakan suatu partikel yang bermuatan positif dan aktif melakukan gerakan mengintari sumbunya (spin) secara kontinyu. Secara teori jika suatu muatan listrik melakukan pergerakan maka disekitarnya akan timbul gaya magnet dengan demikian proton proton dapat diibaratkan seperti magnet magnet yang kecil (Bar Magnetic). Secara ringkas prosedur pembentukan gambar pada pemeriksaan MRI adalah pasien diletakan dalam medan magnet yang kuat selanjutnya dipancarkan sebuah gelombang radio, ketika gelombang radio dimayikan (turn off ) pasien memancarkan signal yang berasal dari proton proton tubuh pasien dan signal tersebut akan diterima oleh antenna dan dikirim ke sisitem komputer untuk direkonstruksi menjadi gambar. Proses terjadinya signal MRI yang berasal dari pasien tersebut melalui 3 fase fisika yaitu : Fase Presesi ( Magnetisasi ), Fase Resonansi dan Fase Relaksasi. 3.1 Prinsip Dasar Pemeriksaan MRI Secara ringkas dapat disimpulakan kejadian dan langkah-langkah pemeriksaan MRI sebagai berikut: (1) Penderita sebelum dimasukan kedalam medan magnet pesawat MRI, proton proton dalam tubuh tersusun secara acak, sehingga tidak ada jaringan magnetisasi; (2) Penderita ditempatkan dalam medan magnet, terjadi magnetisasi proton posisi parallel
dan anti parallel serta melakukan gerakan presesi; (3) Pemberian gelombang radio (RF) proton menyerap energi dari gelombang radio tersebut dan melakukan magnetisasi ke arah transversal (Fase Resonansi); (4) Penghentian gelombang radio menyebabkan relaksasi ( kembali ke posisi awal ) dimana proton proton melepaskan energi berupa signal- signal elektromagnetik (Signal MRI); (5) Signal- signal diterima oleh sebuah koil antenna penerima. (6) Selanjutnya signal- signal tersebut diubah menjadi pulsa listrik dan dikirim ke sistem komputer untuk diubah menjadi image (medial image), seperti terlihat pada gambar dibawah ini:
Gambar.1 Diagram Blok MRI Sumber: http://radar.ee.itb.ac.id
Pada materi pencitraan resonansi magnetik (http://radar.ee.itb.ac.id,2009) terlihat jelas tahapan pengolah sinyal MRI yang terjadi seperti terlihat dalam gambar dibawah ini:
Gambar.2. Pengolahan Sinyal MRI
Signal MRI dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antra lain: (1) Medan Magnet Utama, Semakin besar kekuatan medan magnet utama maka semakin besar pula jumlah proton-proton bebas yang membentuk jaringan magnetisasi sehingga secara keseluruhan akan memberikan akumulasi signal yang semakin besar pula; (2)Proton Density (Chemical Shift dan Dimensi Jaringan). Pada dasarnya kandungan proton ini dalam pemeriksaan MRI tergantung pada kandungan (kadar) air yang merupakan salah satu material dari
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
komposisi kimia penyusun jaringan yang diperiksa (3) Waktu Relaksasi 3.2 Visualisasi Tumor secara SagitTal Gambar dan resolusi yang dihasilkan oleh MRI adalah cukup mendetil dan dapat mendeteksi perubahan-perubahan kecil dari struktur-struktur didalam tubuh. Dalam mendiagnosis suatu tumor otak, selain klinis, peranan radiologi sangat besar. Dengan MRI suatu tumor dapat dengan jelas tervisualisasi melalui di potongan 3 dimensi, sehingga kemudahkan ahli bedah saraf untuk dapat menentukan teknik operasi atau menentukan tumor tersebut tidak dapat dioperasi mengingat risiko/komplikasi yang akan timbul. Melalui MRI, suatu jaringan menunjukkan sifat-sifat karakteristik tertentu pada gambar MR-Tl dan MR-T2 maupun proton density. Intensitas jaringan tersebut biasanya berbeda pada gambar MR-Tl dan MR-T2, kecuali lemak, darah segar, kalsifikasi, maupun peredaran darah yang cepat. Dengan terlihat gambar MR-Tl maupun MR-T2 dapat ditentukan karakteristik suatu tumor apakah tumor tersebut padat, kistik, ada perdarahan, kalsifikasi, nekrosis maupun lemak dan lain-lain. Pencitraan juga dapat dilakukan secara axial, coronal dan sagittal. Dalam penelitian ini penulis mengambil image mediacl secara sagittal.
Gambar 4. Visualisasi transaksial, sagittal dan coronal Pada visualisasi brain-hemispheric pada insula dengan MR-T1 dengan data titik ordinat sagittal 45 akan dihasilkan image medical seperti dibawah ini:
Gambar 5. hemispheric pada insula dengan MR-T1 tetapi jika dilakukan perubahan jenis type dari MRT1 menjadi MRT2 dengan komposisi brainhemispheric pada insula dengan MR-T2 dengan data titik ordinat sagittal 45 yang sama dengan titik ordinat yang sama maka dihasilkan Gambar 3 Metode Pengambilan gambar Keith A. Johnson, Pembagian gambar menjadi ukuran tertentu menentukan resolusi (derajat rincian yang dapat dilihat) spasial yang diperoleh. Semakin tinggi resolusinya semakin kecil ukuran pixel atau semakin halus gambar yang diperoleh karena informasi yang hilang semakin kecil. Sjahriar Rasad, et al (2001) dengan membedakan bagian otak yang abu-abu dengan yang putih. Bagian otak putih mengandung 12%lebih sedikit air dibandingkan dengan otak yang abu-abu, akan tetapi bagian yang putih mempunyai banyak lemak dari pada yang berwarna abu-abu.
Gambar 6. hemispheric pada insula dengan MR-T1 Walaupun berbagai kemudahan dapat dirasakan oleh para pasien dan dokter akan tetapi
Berikut beberapa hasil visualisai citra medik: A-8
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
MRI juga mempunyai beberapa kekurangan, Berikut kendala pada MRI: 1. Alat mahal (biaya pemeriksaan tinggi). 2. Waktu pemeriksaan cukup lama. 3. Pasien yang mengandung metal tak dapat diperiksa (alat pacu jantung, protese, clips). 4. Pasien emergency akibat kecelakaan lalu lintas tak dapat diperiksa bila memakai alat pernafasan buatan/tabung . 5. Klaustrofobi (takut akan ruang sempit) perlu anestesi. MRI tidak dapat digunakan pada pasienpasien yang memiliki cangkok logam bersifat magnet dalam tubuhnya atau memiliki peralatan yang ditransplantasikan di bawah kulit. Ini dikarenakan MRI menggunakan medan magnet yang sangat kuat (sekitar 10.000 kali lebih kuat dari medan magnet bumi) untuk menghasilkan image, sehingga benda-benda logam dalam tubuh dapat membahayakan si pasien, dan image yang di hasilkan pun kemungkinan tidak akurat. Bagi para pasien claustrophobia (pasien yang menggalami gangguan psikologis di mana merasa ketakutan secara tidak normal bila berada dalam tempat terbungkus atau sempit). 4. SARAN DAN KESIMPULAN Gambar dan resolusi yang dihasilkan oleh MRI adalah cukup mendetil dan dapat mendeteksi perubahan-perubahan kecil dari struktur-struktur didalam tubuh. Dalam mendiagnosis suatu tumor otak, selain klinis, peranan radiologi sangat besar. Dengan MRI suatu tumor dapat dengan jelas tervisualisasi melalui di potongan 3 dimensi, sehingga kemudahkan ahli bedah saraf untuk dapat menentukan teknik operasi atau menentukan tumor tersebut tidak dapat dioperasi mengingat risiko/komplikasi yang akan timbul Diharapkan dengan penerapan MRI percepatan dan keakuratan diagnosa dokter untuk pengambilan keputusan dan tindakan penyembuhan kembali akan semakin cepat. Selain di bidang kedokteran teknologi pencitraan dapat dipergunakan untuk bidang lainnya. 5. DAFTAR PUSTAKA Arran Adel Abdullah, (1989): Resonansi Magnctik. Radiologi Diagnostik, Balai Penerbit FKUI, Jakarta International Journal of Information Technology Vol. 8, No. 2 September 2002 Jiayin Zhou, Vincent Chong, Tuan-Kay Lim, Jing Huang, (2002: “MRI Tumor Segmentation for Nasopharyngeal Carcinoma Using Knowledgebased Fuzzy Clustering“, International Journal of Information Technology Vol. 8, No. 2 September 2002 Kazner E, Wende S, Gmmme 'lip, Stochdorphg 0, Felik R, Claussen C, (1998): Computer and
Kemspintomographie lntrakranieller tumoren,Berlin, Heidelberg: Springer Verlag, Keith A. Johnson, M.D. J. Alex Becker, Ph.D. , (1998): THE WHOLE BRAIN ATLAS. Harvard Medical, School lecture notes Sjahriar Rasad, Sukonto Kartoleksono,&Iwan Ekayuda, (2001): Radio Diagnostik –Pencitraan diagnostik“, Bagian Radiologi Fakultas kedokteran UI, Jakarta Stark DD, Bradley WG, Jr. , (1988): Magnetic Resonance Imaging.Washington D.C: C.V. Mosby Company http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Inin.html (Blog Dr. Syaiful S) http://bahrulhaq.multiply.com/tag/tumor (Akses 2009) www.posradiografer.com/index.php?option=com_co ntent
GLOSSDARY T1 : Longitudinal relaxation time (mempunyai TR pendek dan TE yang pendek). T2 : Tranversal relaxation time(mempunyai TR panjang dan TE yang panjang). TR : Repetition times TE : Echo delay times IR:Inversionrecovery Proton density : bagian dari T2 (mempunyai TR panjang dan TE yang pendek).
RIWAYAT PENULIS Kraugusteeliana, lahir di Jakarta 22 Agustus 1975. Menyelesaikan S1 dalam bidang komputer tahun 1997 dan menamatkan S2 dalam bidang Software Engenering tahun 2004. Saat ini bekerja sebagai Dosen Tetap Sistem Informasi Fakultas Informatika ABFI Institute Perbanas Jakarta dan aktif mengajar di beberapa kampus di Jakarta. Partogi Napitupulu, lahir di Jakarta 30 April 1978. Menyelesaikan S1 dalam bidang kedokteran umum tahun 2002 dari Universitas Negeri Surakarta (UNS). Saat ini bekerja sebagai Dokter Umum pada beberapa rumah sakit swasta di Jakarta.
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
A-10