Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
RANCANGAN PROTOTIP USAHA BUS UMUM AKAP TUNGGAL TRAYEK JAWA-SUMATERA Sri-Bintang Pamungkas, Fauzia Dianawati, Tony Munthe)* Industrial Engineering Department Faculty of Engineering – University of Indonesia, Depok 16424 Email:
[email protected]
ABSTRAK Angkutan umum di Indonesia sampai saat ini belum mendapat perhatian yang selayaknya dari pemerintah. Padahal, seperti halnya air bersih, listrik dan postelekomunikasi, angkutan umum adalah public goods yang memenuhi hajad hidup orang banyak, dan karenanya harus dikuasai Negara dan dikelolauntuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.Tiadanya perhatian ini terlihat terutama pada layanan jasa angkutan umum yang sangat tidak layak. Persaingan usaha di bidang angkutan umum ini telah pula mengabaikan profesionalisme dalam usaha, sehingga berbagai kecelakaan yang mengorbankan keselamatan dan jiwa penumpang tidak bisa dihindarkan. Persoalam usaha angkutan umum ini terlihat pula pada angkutan bus umum antar kota antar provinsi (AKAP). Contoh buruknya layanan jasa ini bisa terlihat pada rute yang tumpang tindih, ketidak seragaman jarak yang ditempuh setiap bis, tidak adanya jadwal yang tetap dan pastiuntuk keberangkatan dan kedatangan, kondisi bus dan terminal yang tidak layak, dan lain sebagainya. Pada saat ini ada lebih dari 18 ribu bus umum AKAP yang beroperasi di wilayah Jawa dan Sumatera, dari sekitar 700 lebih usaha angkutan bus yang terdaftar dan tidak terdaftar. Tulisan ini adalah hasil penelitian yang bertujuan merancang suatu prototip usaha bus umum AKAP tunggal yang beroperasi pada trayek Jawa dan Sumatera. Usaha angkutan bus tunggal yang bersifat monopoli ini adalah hasil penggabungan (merger) dari berbagai usaha bus AKAP yang terlebih dulu dibagi menjadi beberapa kelompok. Seperti umumnya usaha public goods, angkutan umum bus ini juga diatur (regulated) oleh pemerintah. Kontribusi modal pemerintah di dalam usaha ini tidak terlalu besar, terutama berupa terminal dan halte. Sedang jaringan jalan provinsi dan jalan raya memang sudah menjadi bagian dari investasi pemerintah, yang tidak termasuk dalam usaha bus tunggal ini. Agar prototip usaha bus AKAP ini mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat, khususnya dalam pengadaan armada, maka usaha ini pun harus mampu memberi kesempatan yang menarik kepada masyarakat untuk ikutserta menjadi investor. Tulisan ini juga menyajikan beberapa agenda prototip yang kesemuanya bermaksud mencari tahu kelayakan usaha angkutan bus umum AKAP yang menghasilkan layanan jasa yang prima tetapi dengan harga tiket yang semurah mungkin kepada penumpang. Kata kunci: Angkutan Umum Bus, Bus Antar Provinsi, Public Utility, Monopoly by Regulation
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
PENDAHULUAN Angkutan umum antar kota antar provinsi dengan menggunakan bus (atau bis) didefinisikan sebagai angkutan umum dengan menggunakan bus dimana wilayah pelayanannya meliputi lebih dari satu provinsi; lalu disebut bus AKAP. Angkutan umum seperti bus umum adalan sebuah fasilitas strategis dan vital yang menguasai hajat hidup orang banyak. Berdasarkan distribusi penduduk dan keadaan ekonominya bus umum AKAP adalah alat transportasi paling sering digunakan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Darat pada tahun 2008, diperoleh kesimpulan, bahwa jumlah pergerakan bus AKAP cenderung meningkat sangat besar, khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera. Jumlah armada bus yang beroperasi mulai dari Provinsi Nusatenggara Timur di Pulau Flores sampai Sumbawa, Lombok, Bali, Jawa hingga Sumatera di Provinsi Aceh meningkat dari tahun ke tahun dan mencapai jumlah pada kisaran 19.200-19.300 unit dewasa ini, yang terbagi oleh sekitar 750 perusahaan otobus (PO). Armada bus itu pada umumnya merupakan bus-bus dengan jumlah kursi (seat) sebanyak 55 tempat duduk. Akan tetapi seiring dengan peningkatan jumlah armada itu, berdasarkan pengamatan, angkutan bus umum pada umumnya menghadapi banyak masalah, seperti: 1. Kemacetan lalu lintas 2. Trayek-trayek yang tumpang tindih 3. Tidak sesuainya jumlah bus pada suatu trayek 4. Volume pelayanan tiap bus yang tidak terencana (Jumlah penumpang yang berubah-ubah tidak menentu) 5. Tingkat efisiensi (antara lain: okupansi) yang rendah Mungkin perlu ditambah satu unsur lagi, yaitu banyaknya usaha bus yang tidak terdaftar. Demikian pula sebagai akibat ketidakteraturan sistem transportasi khususnya bus umum di Indonesia memperlihatkan fakta sebagai berikut: ▪ Korban kecelakaan lalu lintas Indonesia merupakan tertinggi di Asia Tenggara, dengan korban setiap tahun dilaporkan 36 ribu orang akibat kecelakaan di jalan (di mana setiap 30 menit ada satu orang meninggal; dan setiap satu jam ada yang terluka parah). ▪ Bahwa kecelakaan baik di darat, di laut, sungai maupun di udara sebagian besar disebabkan oleh aturan berlalulintasyang tidak ditaati, kendaraan yang sudah terlalu tua, kelalaian dalam pemeliharaan dan sumber daya manusia yang lemah. Padahal, angkutan bus adalah pelayanan jasa bagi masyarakat umum yang seharusnya memunyai kriteria sebagai public goods, sebagai berikut:: 1. Menjangkau semua lapisan masyarakat 2. Kualitas pelayanan prima 3. Harga harus terjangkau oleh masyarakat umum 4. Ada perlakuan khusus untuk penumpan-penumpang tertentu (seperti orang tua, murid-murid sekolah dan arang-orang cacat) Salahsatu sebab dari rendahnya pelayanan angkutan umum, bahkan sampai mengakibatkan korban jiwa dan kecelakaan, adalah kompetisi di antara operatoroperator angkutan umum yang mengabaikan keselamatan penumpang demi mengejar keuntungan. Oleh karena itu diperlukan satu sistem angkutan bus umum, khususnya bus AKAP yang didalamnya termuat manfaat sosial bagi para pengguna jasa angkutan umum (seperti kenyamanan, harga tiket yang murah dan keselamatan) serta potensi
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-48-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
keuntungan finansial bagi penyedia sarana (pemerintah dan swasta). Penggabungan dari operator-operator bus antar provinsi yang ada pada saat ini adalah salah satu alternatif yang baik yang diharapkan mampu memberikan jawaban paling sederhana dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, mengurangi biaya-biaya sosial serta menyederhanakan pengelolaan. Selain itu, penggabungan usaha-usaha bus dan kemudian mengendalikannya melalui aturan Negara adalah amanat Konstitusi, yang sebenarnya sudah menjadi praktek pengelolaan berbagai usaha-usaha publik yang terjadi di hampir semua Negara maju. PEMODELAN Penelitian ini, selain bermaksud merancang sebuah prototip bus umum AKAP Tunggal untuk trayek Jawa dan Sumatera, juga bermaksud mengkaji sejauh mana rancangan tersebut mampu beroperasi dengan memberikan keuntungan bagi operatornya, sehingga pelayanan yang prima sebagai public goods dapat berlangsung terus-menerus (sustainable). Sebagai model, jumlah armada bus yang mencapai lebih dari 19 ribu itu dibagi menjadi tiga kelompok, Kelompok I, II dan III. (a) Kelompok I adalah kelompok 31 PO yang masing-masing memiliki minimal 100 unit bus (dengan jumlah armada sebanyak 6.544 unit bus); (b) Kelompok II adalah kelompok 33 PO yang masing-masing memiliki antara 60 sampai 99 unit bus (dengan jumlah armada mencapai 2.446 unit bus); c) Kelompok III adalah kelompok ratusan PO yang masing-masing memiliki jumlah armada kurang dari 60 unit (dengan jumlah armada mencapai sebanyak 9.062 unit). Jumlah asset seluruhnya mencapai nilai Rp.3.240.160.000.000,-. Penilaian jumlah asset tersebut didasarkan pada umur bus, yang digolongkan pada golongan umur kurang dari atau sama dengan 5 tahun; 6 sampai 10 tahun; 10 sampai 15 tahun ; 16 sampai 20 tahun; dan lebih dari 20 tahun. Dalam model ini ketiga kelompok PO tersebut akan melakukan penggabungan (merger), dan akan menjadi operator tunggal sebagai operator yang akan diatur oleh Negara. Dalam penggabungan tersebut, hanya bus yang berusia lima tahun atau kurang yang dipasok untuk digabung. Akhirnya tercapai nilai total asset yang digabungkan sebesar Rp. 1.437.000.000.000,- berupa bus. Sisa asset berupa bus tua dengan nilai Rp.1.803.160.000.000,- dijual, dan menghasilkan uang tunai yang akan digunakan untuk membayar hutang dari lembaga perbankan, tercatat sebesar Rp. 223.792.000.000,-, untuk membeli bus baru dan tambahan modal kerja, khususnya berupa sukucadang. Untuk selanjutnya, PO hasil merger ini disebut dengan PO Kuda Terbang, yang memunyai rancangan teknis yang menjamin kenyamanan dan kepuasan penumpangnya. Dengan diatur oleh Negara tidak berarti mayoritas kepemilikan adalah oleh Negara seperti lazimnya sebuah BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Dengan pengaturan (atau kendali) oleh Negara tersebut, Negara bias melakukan intervensi, terutama terhadap harga tiket, kualitas pelayanan dan pengaturan terhadap segala hal yang akan menjamin keselamatan penumpang dengan mendapat ganti rugi oleh perusahaan asuransi manakala penumpang menjadi korban ketika bepergian. Dengan adanya operator tunggal tersebut, tidak berarti pula seluruh usaha angkutan AKAP dikuasai oleh operator tunggal ini, akan tetapi masih ada celah pasar yang cukup luas bagi operator-operator kecil dengan jarak trayek pendek yang bisa beroperasi antar kota dan antar provinsi. Situasi pasar seperti ini mirip dengan apa yang dikenal sebagai pasar monopolistic competition.
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-48-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
Dengan adanya merger tersebut dimungkinkan membagi saham penyertaan atas tiga kelompok pemegang saham, yaitu pihak PO sendiri, pemerintah dan masyarakat swasta. Dalam hal ini pemerintah pusat diwakili oleh pemerintah-pemerintah provinsi, dari provinsi Nusatenggara Timur hingga Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Mengenai pembagian saham usai merger, tidaklah menjadi persoalan besar tentang berapa besarnya saham penyertaan PO, masyarakat dan pemerintah. Pengaruh kepemilikan saham tersebut hanya akan berakhir pada besarnya pembagian keuntungan earning after tax dalam bentuk deviden, dengan anggapan bahwa tiap-tiap kelompok sharehoder tersebut memunyai nilai yang sama tentang besarnya cost of equity atau return on equity. Dalam model ini diasumsikan, bahwa pada awal penggabungan pihak PO diberi hak memegang 60 persen saham senilai jumlah asset yang disetorkan; sedang pemerintah pusat, melalui pemerintah daerah sepakat untuk menyetor saham senilai 30 persen; dan sisanya diperuntukkan pihak swasta, senilai 10 persen. Dengan setoran penyertaan baru itu, jumlah amada bus yang akan beroperasi belum memenuhi target, sehingga masih harus dilakukan peminjaman kepada lembaga Bank. Dalam model ini diasumsikan cost of equity sebesar 13-14 persen. Angka ini dianggap kompetitif terhadap cost of debt dari pinjaman melalui lembaga perbankan, atau return on investment pada umumnya. Besarnya cost of equity tersebut harus pula tidak lebih rendah dari MARR (Minimum Attractive Rate of Return) untuk menjaga agar masyarakat tetap memunyai ketertarikan melakukan investasi pada bidang angkutan umum ini. METODOLOGI Dalam penelitian ini metode pertama yang digunakan adalah prinsip dalam ekonomi mikro tentang unit usaha dan karakteristik biaya dalam pasar monopolistic competition. Di sini, hasil penggabungan usaha angkutan bus AKAP ini dianggap sebagai usaha yang dimonopoli. Tetapi usaha-usaha angkutan bus umum yang kecilkecil dalam jarak yang lebih dekat, seperti bus Antar Kota Dalam Provinsi, dianggap merupakan produk jasa yang memunyai pasar sendiri. Dengan anggapan jasa angkutan adalah salahsatu public goods, maka permintaan akan jasa angkutan yang menguasai hajat hidup orang banyak ini sangat besar, serta sangat elastis terhadap harga. Sedemikian rupa, sehingga harga monopoli (Pm) dan harga kompetisi (Pc) berada pada posisi sangat berdekatan, termasuk apa yang disebut dengan Ramsey Price pada usahausaha public utilities (Train, Bab 4; 1991). Hal ini dijelaskan pada Gambar-1, di mana pada harga tersebut, yaitu harga yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, usaha monopoli hasil penggabungan tersebut masih tetap bisa mempertahankan diri dengan keuntungan minimal (yaitu diatas ATC, average variable cost) atau paling tidak telah bisa menutup semua biaya tidak tetap (di atas AVC, average variable cost). Di sinilah peranan pemerintah dalam sistim monopoli ini, disebut regulated monopoly (untuk membedakan dari monopoli dengan saham mayoritas atau pemilikan oleh Negara; owned monopoly), mempertahankan kwalitas setinggi mungkin pada tingkat harga yang rendah.
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-48-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
Harga
D Pc < Pr < Pc ATC AVC
Pm MC Pc MR
Qm Qc Pc = Harga Kompetitif; Pm = Harga Monopoli Pr = Harga Ramsey/Ramsey Price
D Produk/ Pelanggan
Gambar 1 Pasar Monopoli pada Usaha Public Utility
Metode berikutnya menggunakan dalil-dalil dalam ilmu menejemen keuangan, yang menuntut adanya neraca keuangan yang baik dan benar. Beberapa neraca keuangan yang penting, seperti statement of balance sheet, profit and loss statement dan sources and applications of funds statement digunakan untuk melihat kelayakan keuangan usaha. Hanya saja untuk memudahkan perhitungan dan proyeksi keuangan ke depan digunakan teknik revised balance sheet, di mana current assets dan current liabilities digantikan dengan working capital. Penggabungan usaha juga dilakukan berdasarkan prinsip pooling of interest accounting dalam menejemen keuangan. Dalam model ini dilakukan pula perhitungan biaya pokok per seat.kilometer yang menggunakan prinsip cost accounting sederhana. Biaya pokok per seat.kilometer meliputi biaya langsung dan tidak langsung. Termasuk biaya langsung adalah biaya awak bus, penyusutan, bunga pinjaman dan biaya operasi bus. Sedang biaya operasional bus berupa biaya pemeliharaan, biaya BBM, biaya ban, biaya pemeliharaan dan penggantian sukucadang, biaya retribusi terminal, biaya kepemilikan dan surat tanda kendaraan bermotor, biaya kalibrasi kendaraan, biaya asuransi. Yang termasuk biaya tidak langsung adalah biaya kantor, pengeluaran administrasi dan pengeluaran umum. Gambar-2 dalam Lampiran memperlihatkan distribusi biaya pokok per seat.kilometer. Dalam menghitung biaya pokok per seat.kilometer ini dipergunakan angka load factor, yaitu tingkat okupansi penumpang bus rata-rata selama bus beroperasi. Dalam model ini diasumsikan, bahwa load factor mencapai 70-100 persen; artinya, dari 55 kursi yang tersedia, minimal terisi rata-rata oleh 40 penumpang. Terakhir, kelayakan proyek monopolisasi bus umum AKAP ini dinilai berdasarkan Analisa Ekonomi Teknik (Benefit-Cost Analysis) dengan mengukur NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), PR (Profitability Ratio), DPP (Discounted Payback Period) dan IRR (Internal Rate of Return). Penilaian dilanjutkan dengan Sensitivity Analysis terhadap unsure-unsur perubahan yang mungkin. HASIL PERHITUNGAN (1) Rancangan Teknis: Dalam rancangan Teknis, bus AKAP ini menggunakan otobus yang sudah umum dipakai, yaitu dengan tempat duduk sebanyak 55 seats yang nyaman duduk. Bus dilengkapi dengan air condition (AC) serta toilet. Interior bus dipelihara dengan baik, bersih dan menarik. Armada Bus Kuda Terbang ini memiliki terminal di tiap-tiap kota
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-48-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
besar sebagai hasil investasi fasilitas dari pemerintah daerah. Terminal ini dilengkapi dengan sarana seperti bandar udara (terminal pesawat terbang), di mana ada tempat penjualan tiket, ruang tunggu ber-AC dan beberapa koridor (gates) menuju tempat bus menunggu. Tiap koridor menuju jurusan atau tujuan tertentu. Tempat bus-bus menunggu adalah lapangan parker yang terbuka. Ada bagian tertentu terminal yang digunakan untuk memeriksa kondisi bus dan menjadi bengkel untuk perbaikan. Tidak seperti halnya di kota-kota besar dengan terminalnya, di beberapa kota kecil didirikan halte-halte pemberhentian yang dilengkapi dengan penjualan tiket serta ruang tunggu. (2) Perhitungan Aset dalam Proses Penggabungan: Pada awal sebelum terjadi penggabungan (merger), neraca balance sheet (Kekayaan-Kewajiban) ditunjukkan sebagaimana pada Tabel-1. Di situ jumlah armada bus yang berada dalam keadaan layak (usia lima tahun atau kurang) berjumlah 2.577 unit dengan nilai fixed asset mencapai Rp. 1.437.000.000.000,Padahal bus yang dibutuhkan untuk operasi adalah sebanyak 18.592 buah seperti pada saat proses merger belum terjadi. Dengan demikian terdapat kekurangan sebanyak 16.015 buah bus baru. Dengan harga Rp. 540.000.000,- setiap bus, maka dibutuhkan tambahan dana senilai Rp. 8.648.100.000.000,-Untuk pembelian kekurangan bus tersebut dilakukan tiga cara: Pertama dengan menggunakan sisa dana tunai yang masih cukup banyak, yaitu senilai Rp. 1.800.752.000.000,Tabel 1. Neraca Kekayaan-Kewajiban (Balance Sheet) Sesudah Merger di antara PO (dalam juta Rupiah) ASSETS Working Capital Cash Inventory Net Fixed Assets
TOTAL ASSETS
CLAIMS ON ASSETS
1.800.752 226.200 1.437.000
3.463.952
Long Term Debt Common Stock PO (100%) Pemerintah Masyarakat Cum. Retained Earnings Total Equity TOTAL CL. ON ASSETS
223.792 3.240.160
3.240.160 3.463.952
Ke dua, menggunakan pasokan dana dari pemerintah senilai 30% saham, dan dari masyarakat senilai 10 persen saham. Dari kedua pemegang saham baru ini diperoleh dana senilai Rp. 2.160.107.000.000,-Ke tiga, membuat pinjaman kepada pihak Bank sebesar hasil merger Rp. 5.682.960.000.000,- dengan bunga 14 persen setahun. Dengan tambahan dana ini, usaha bus dan partisipasi dari pemerintah dan masyarakat mulai beroperasi. Tabel-2 menunjukkan neraca balance sheet pada awal tahun pertama PO Kuda Terbang beroperasi. (3) Perhitungan Biaya Pokok per Seat.Kilometer Dari gambaran mengenai jumlah bus yang akan dioperasikan di bawah PO Kuda Terbang, dapat dihitung biaya pokok per seat.kilometer. Rekapitulasi perhitungan biaya pokok per seat.kilometer
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-48-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 Tabel-2. Neraca Kekayaan-Kewajiban (Balance Sheet) PO Kuda Terbang pada Awal Tahun Pertama Operasi (dalam juta Rupiah) ASSETS Working Capital Cash Inventory Net Fixed Assets
TOTAL ASSETS
CLAIMS ON ASSETS
771.927 226.200 10.085.100
11.083.227
Long Term Debt Common Stock PO (60%) Pemerintah (30%) Masyarakat (10%) Cum. Retained Earnings Total Equity TOTAL CL. ON ASSETS
5.682.960 3.240.160 1.620.080 540.027 5.400.267 11.083.227
dapat menghasilkan Rp. 74 per seat.kilometer untuk load factor sebesar 100 persen. Sedang untuk load factor sebesar 70 persen didapat biaya pokok sebesar Rp. 105 per seat.kilometer. Perhitungan biaya pokok itu menjadi dasar bagi penentuan harga tiket. Dari harga tiket yang dinyatakan dalam rupiah per seat.kilometer tersebut, setiap penumpang, khususnya yang melakukan perjalanan jarak jauh, dapat menggunakan tiketnya sampai jumlah kilometer yang dibelinya habis. Jadi, apabila penumpang tersebuit mau berhenti di tengah jalan dan menginap, tiketnya masih bisa dipakai sampai jumlah kilometernya habis di tempat tujuan. Demikian pula seandainya bus harus naik kapal untuk menyeberang laut, maka kepada si penumpang tidak dipungut biaya tambahan. Sebaliknya, si penumpang berhak tidak membeli tiket seharga biaya penyeberangan, tetapi membayar sendiri biaya penyeberangannya. (4) Neraca Keuangan Sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan pada 2009 tentang harga terendah dan tertinggi per seat.kilometer, yaitu Rp. 86,- dan Rp. 139,prototip PO Kuda Terbang ini memilih harga sebesar Rp. 126,- per seat.kilometer. Dari perhitungan harga per seat.kilometer tersebut dapat disusun neraca keuangan Cash Flow Statement, Profit & Loss Statement serta Sources and Uses of Funds Statement. Asumsi utama dalam menyusun Profit and Loss Statement adalah sukubunga pinjaman sebesar 14 persen dengan fasilitas grace period selama lima tahun, dan tax holiday juga lima tahun. Dari situ dapat dihitung Earning After Tax yang akan mampu membayar sejumlah dividen minimal 60 persen yang akan memberikan Return on Equity sekitar 13-15 persen kepada para pemegang saham. Angka tersebut dianggap tidak terlalu jelek bersaing dibanding biaya modal bank sebesar 12 persen. Bahkan pemerintah, dengan alasan untuk kepentingan masyarakat di bidang jasa angkutan umum dapat memberikan bunga bank yang lebih murah, misalnya lewat pinjaman asing hingga 8 persen, misalnya. Dengan demikian PO Kuda Terbang masih bisa menyimpan dana modal retained earnings yang cukup besar untuk menambah jumlah armada bus apabila dibutuhkan di masa depan. Dari Cash Flow Statement dapat disusun Sources and Uses of Funds Statement. Beberapa asumsi dasar dibuat, antara lain, bahwa pembangunan terminal PO Kuda Terbang diserahkan kepada Pemerintah Daerah tiap-tiap provinsi. Sementara itu armada bus diganti setiap lima tahun, dan bus lama dijual dengan nilai sisa yang
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-48-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
diperhitungkan. Angka-angka positif pada beginning dan end of the year balance menunjukkan, bahwa PO Kuda Terbang bisa terus mempertahankan operasinya dengan baik. (5) Benefit-Cost dan Sensitivity Analysis Akhirnya dari Sources and Uses of Funds Statement dapat disusun perhitungan Benefit-Cost Analysis untuk jangka waktu 20 tahun ke depan. Di sini dibedakan antara asumsi dasar (yang menjadi basic run) dan asumsi sensitivitas (simulated run). Yang menjadi perhatian utama para pengguna jasa angkutan pada hakekatnya adalah keselamatan, kenyamanan dan harga tiket. Oleh sebab itu, salahsatu perhatian dalam analisis ini adalah melihat pengaruh harga tiket terhadap kelayakan financial model bus AKAP Kuda Terbang ini. Hasilnya adalah beberapa kriteria investasi yang sudah cukup bagus, atau tidak terlalu jelek: Pada discount factor 12% dan harga tiket per seat.km berturut-turut sebesar Rp. 86,-, Rp 126,- dan Rp. 139,- diperoleh hasil sebagai berikut: Harga Tiket per seat.km
Rp 86,-
Rp.126,-
Rp. 139,-
NPV BCR Profitability Ratio Discounted Payback Period IRR
(2.9) Trilyun Rp 0.93 0.88 >20 tahun 8 persen
2.8 Trilyun Rp 1.37 1.15 17 tahun 13 persen
11.3 Trilyun Rp 1.51 1.59 12 tahun 16 persen
PENUTUP Dari kacamata finansial, PO Kuda Terbang sebagai hasil merger dari berbagai operator bus AKAP memberikan hasil yang tidak terlalu menggembirakan. Akan tetapi, dengan asumsi rancangan yang ada, keuntungan ekonomis dan sosial dari PO Kuda Terbang ini sudah cukup tinggi, karena, antara lain, dalam menjamin keselamatan dan kenyamanan penumpangnya, sesuatu yang tidak bisa dinilai dengan uang. Lebih daripada itu, mengingat jasa pelayanan angkutan umum ini amat vital bagi penduduk, maka berbagai keringanan terhadap macam investasi ini perlu mendapat perhatian, antara lain grace periode dan tax holiday. Satu hal lagi keringanan yang patut diperhatikan adalah investment tax credit. Melalui beberapa fasilitas tersebut, niscaya PO Kuda Terbang akan dapat melayani para penumpangnya dengan tanpa harus menanggung rugi. Lebih daripada itu, apabila asumsi tentang umur ekonomis tiap-tiap bus bisa diperpanjang, katakanlah lebih dari lima tahun, maka tingkat keuntungan finansial dari rancangan prototip Bus AKAP ini tentu akan lebih baik dan lebih menarik lagi bagi para investor khususnya masyarakat banyak. Selain biaya seat.km akan lebih murah, juga perbedaan antara benefit dan cost semakin besar. Terakhir, sebuah tabel yang menunjukkan harga tiket antar kota (origin dan destination) dapat dibuat berdasarkan harga per seat.km yang dipilih menurut model PO Kuda Terbang ini. Selanjutnya dibandingkan dengan harga tiket yang berlaku sekarang.
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-48-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
REFERENSI Brigham, Eugene F. 1977. Financial Management, Theory & Practice. Hinsdale, Ill.: The Dryden Press. Case, Karl E and Fair, Ray C., 2007, Principles of Economics, New Jersey: Pearson Education, Inc. Sulivan John R. 1996, Capital Investment Analysis for Enginering and Management, USA: Prentice Hall, Inc. Taff, Charles A., 1955, Commercial Motor Transportation, USA: Richard D. Irwin, Inc Train, Kenneth. 1991. Optimal Regulation: The Economic Theory of Natural Monopoly. Cambridge, Mass.: The MIT Press. Watson, Donald S. and Holman, Mary A. 1977. Price Theory and its Uses. Boston: Houghton Mifflin Co.
Lampiran 1 Perbandingan Biaya Operasional Bus AKAP dalam Perhitungan Harga Rp per Seat.K g. Biaya Retribusi terminal; 0,73; 1% f. Pemeliharaan/Rep arasi kendaraan; 8,22; 11%
i. Biaya Keur kendaraan; 0,007; 0%
e. Biaya Ban; h. Biaya 8,429752066; PKB (STNK); 12% 0,41; 1%
j. Biaya Asuransi; 1,7; 2%
a. Biaya pegawai per pnp; 2,21; 3%
b. Biaya pengelolaa n per pnp; 0,76; 1%
a. Biaya penyusutan; 12,74719021; 17%
b. Biaya Bunga modal ; 5,019206146; 7% d. Biaya BBM; 26,06060606; 35%
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-48-9
c. Biaya awak bus; 7,511737089; 10%