PENGARUH PEMBELAJARAN BERBATUAN GEOGEBRA TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG Ramadhani Dewi Purwanti1, Dona Dinda Pratiwi2, Achi Rinaldi3 1
Mahasiswa Pendidikan Matematika, IAIN Raden Intan Lampung, Dosen Pendidikan Matematika, IAIN Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, 3 Dosen Pendidikan Matematika, IAIN Raden Intan Lampung, Bandar Lampung 2
Abstrak Permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik. Mereka hanya menghafal rumus tetapi masih banyak yang belum bisa mengaplikasikan soal-soal matematika yang bervariasi. Melihat permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk menerapkan pembelajaran berbantuan Geogebra. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Discovery Learning berbantuan Geogebra terhadap pemahaman konsep matematis, untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara peserta didik yang memiliki gaya kognitif FI dan FD terhadap pemahaman konsep matematis, untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran Discovery Learning berbatuan Geogebra dengan gaya kognitif peserta didik terhadap pemahaman konsep matematis. Jenis penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VII SMP Negeri 2 Bandar Lampung, teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik acak kelas dimana kelas VII-8 sebagai kelas eksperimen 1 dengan pembelajaran Discovery Learning berbantuan geogebra, kelas VII-7 sebagai kelas kontrol dengan pembelajaran Discovery Learning berbantuan Microsoft Power Point. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji Anova dua jalan dengan sel tak sama. Berdasarkan hasil uji, hipotesis pertama ditunjukkan dengan harga statistik sebesar 8,871 (p>4,001), sehingga H0A ditolak dengan kesimpulan terdapat pengaruh pembelajaran Discovery Learning berbantuan geogebra terhadap pemahaman konsep matematis. Untuk hipotesis kedua kedua ditunjukkan dengan harga statistik sebesar 5,23 (p>4,001), sehingga H0B ditolak dengan kesimpulan terdapat pengaruh antara peserta didik yang memiliki gaya kognitif FI dan FD terhadap pemahaman konsep matematis. Untuk hipotesis ketiga, ditunjukkan dengan harga statistik sebesar 1,05 (p<4,001), sehingga H0AB diterima dengan kesimpulan tidak terdapat interaksi antara pembelajaran Discovery Learning berbantuan Geogebra dengan gaya kognitif peserta didik terhadap pemahaman konsep matematis. Kata Kunci: Geogebra, Pemahaman Konsep Matematis, dan Gaya Kognitif 89
PENDAHULUAN Matematika adalah mata pelajaran yang penting. Setidaknya hal itu bisa terlihat dari jam mata pelajaran matematika disekolah yang mendapatporsi lebih banyak dibanding pelajaran lainnya. Matematika juga termasuk mata pelajaran yang menjadi standar untuk diujikan ketika akan melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebh tinggi. Matematika merupakan ilmu yang sangat berperan penting dalam kehidupan dan merupakan cabang ilmu yang bermanfaat untuk terjundan bersosialisasi di masyarakat. Salah satu hal penting dalam matematika adalah pemahaman konsep matematis. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan pembelajaran matematika pada pendidikan dasar dan menengah adalah peserta didik memahami konsep matematis. Pemahaman konsep adalah salah satu kecakapan matematis yang harus dikuasai dalam pembelajaran matematika. Kemampuan untuk memahami konsep-konsep dalam matematika merupakan hal yang diperlukan dalam belajar matematika. Memahami dalam pembelajaran matematika umumnya melibatkan tindakan untuk mengetahui konsep dan prinsipprinsip yang berkaitan dengan prosedur dan berhubungan atau menciptakan hubungan yang bermakna antar konsep yang ada dengan konsep yang baru dipelajari. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa pemahaman konsep matematis menentukan keberhasilan belajar matematika siswa. Namun pada dasarnya peserta didik banyak kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang menuntut pemahaman konsep. Hal ini sejalan dengan penelitian Eka. P, Sadia, Suastra (2014) bahwa kurangnya instrumen pemahaman konsep juga merupakan salah satu penyebab rendahnya pemahaman konsep matematis siswa. Instrumen pemahaman konsep matematis ini berupa pembelajaran berbantuan Geogebra. Geogebra merupakan software dinamis yang menggabungkan geometri, aljabar dan kalkulus. Software ini dikembangkan untuk mempelajari matematika dan diajarkan pertama kali di sekolah oleh Markus Hohenwarter dari Universitas Florida Atlantic. 90
“Geogebra is dynamic mathematics software that joins geometry, algebra and calculus. It is developed for mathematics learning and teaching in schools by Markus Hohenwarter at Florida Atlantic University.” Geogebra adalah sebuah software sistem geometri dinamis sehingga dapat mengkontruksikan titik, vektor, ruas garis, garis, irisan kerucut, bahkan fungsi dan mengubahnya secara dinamis. Selain itu, dengan geogebra kita dapat menggambar dan menentukan persamaan dan koordinat secara langsung. Geogebra juga memiliki kemampuan untuk menghubungkan variabel dengan bilangan, vektor dan titik, menemukan turunan dan mengintegralkan fungsi serta memberikan perintah untuk menemukan titik ekstrim atau akar. Program Geogebra melengkapi berbagai program komputer untuk pembelajaran aljabar yang sudah ada, seperti Derive, Maple, MuPad, maupun program komputer untuk pembelajaran geometri, seperti Geometry’s Sketchpad atau CABRI. Menurut Hohenwarter, bila program-program komputer tersebut digunakan secara spesifik untuk membelajarkan aljabar atau geometri secara terpisah, maka geogebra dirancang untuk membelajarkan geometri sekaligus aljabar secara simultan. Menurut Hohenwarter, program geogebra sangat bermanfaat bagi guru maupun peserta didik. Tidak sebagaimana pada penggunaan software komersial yang biasanya hanya bisa dimanfaatkan di sekolah, geogebra dapat diinstal pada komputer pribadi dan dimanfaatkan kapan dan di manapun oleh peserta didik maupun guru. Bagi guru, geogebra menawarkan kesempatan yang efektif untuk mengkreasi lingkungan belajar online interaktif yang memungkinkan peserta didik mengeksplorasi berbagai konsep-konsep matematis. Menurut Lavicza, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa Geogebra dapat mendorong proses penemuan dan eksperimentasi peserta didik di kelas. Fitur-fitur visualisasinya dapat secara efektif membantu peserta didik dalam mengajukan berbagai konjektur matematis. Untuk menunjang kemampuan pemahaman konsep matematis diperlukan pembelajaran yang bermakna, dimana peserta didik dituntut untuk tidak pasif dan tidak berhenti pada materi yang disajikan oleh guru, tetapi sebagai subyek yang aktif melakukan proses berfikir, mencari, mengolah, mengurangi, menggabung, 91
menyimpulkan, dan menyelesaikan masalah. Berdasarkan teori epistemologi empiris menekankan akan kebutuhan lingkungan belajar dengan menyediakan kesempatan siswa belajar untuk mengembangkan dan membangun pengetahuan melalui pengalamannya. Oleh karena itu, lingkungan berpengaruh terhadap proses pembelajaran salah satunya adalah gaya kognitif. Menurut Faiola dan Matei (2014), gaya kognitif merupakan strategi yang dimiliki oleh seseorang menyaring dan menerima serta memproses informasi dari lingkungannya. Gaya kognitif merupakan suatu cara yang dilakukakan oleh peserta didik memersepsikan dan mengorganisasikan informasi dari sekitarnya (berkaitan dengan cara merasakan, mengingat, memikirkan, memecahkan masalah, dan membuat kesimpulan). 1)
Gaya Kognitif Field Independent (FI) Individu yang memiliki gaya kognitif FI memiliki karakteristik antara lain: 1) Memiliki kemampuan menganalisis untuk memisahkan obyek dari lingkungannya. 2) Memiliki kemampuan mengorganisasikan obyek-obyek. 3) Memiliki orientasi impersonal. 4) Memiliki profesi yang bersifat individual. 5) Mendefinisikan tujuan sendiri. 6) Mengutamakan motivasi intrinsik dan penguatan internal. Karakteristik yang dimiliki individu FI berimplikasi pada aktivitas selama
mengitu proses pembelajaran, antara lain: 1) Cenderung untuk merumuskan sendiri tujuan pembelajaran. 2) Lebih tertarik pada penguatan internal dan motivasi intrinsik. 3) Cenderung untuk menggunakan struktur perantara dalam mempelajari materi. Individu FI lebih tertarik pada desain materi pembelajaran yang lebih memberi kebebasan kepada dirinya untuk mengorganisasikan kembali materi pembelajaran sesuai dengan kepentingannya. Materi pembelajaran cenderung tidak diterima apa adanya melainkan dianalisis terlebih dahulu dan kemudian disususn kembali dengan bahasanya sendiri. Topik-topik inti dipisahkan dari 92
materi keseluruhan dan disusun kembali dengan menggunakan kalimat sendiri, sehingga lebih cepat difahami dan diterapkan pada konteks yang lain. Model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar secara mandiri memberi kesempatan kepada individu FI untuk bisa berhasil lebih baik. Alasannya, selain cenderung bekerja mandiri mereka juga cenderung untuk belajar dan memberikan respon dengan motivasi intrinsik. Penguatan yang lebih diutamakan dalam belajar adalah penguatan intrinsik, sehingga perhatian terhadap kompetisi, peringka, dan aktivitas unggulan sangat tinggi. Proses belajar individu FI cenderung berinteraksi dengan guru seperlunya saja. Mengikuti tujuan pembelajaran yang sudah ada dan dinyatakan secara eksternal kurang menarik bagi mereka karena cenderung merumuskan sendiri tujuan pembelajaran yang dinyatakan secara internal. Selain itu proses pembelajaran yang berlangsung secara paralel lebih menguntungkan bagi individu FI. Pembelajaran secara paralel memberi peluang beberapa kegiatan pembelajaran dilakukan sekaligus dalam satu waktu. Berpedoman pada teori-teori di atas disimpulkan bahwa individu yang memiliki gaya kognitif FI adalah individu yang cenderung memandang obyek terdiri dari bagian-bagian diskrit dan terpisah dari lingkungannya, mampu menganalisis untuk memisahkan stimuli. konteksnya, mampu merestrukturisasi, berorientasi impersonal, cenderung merumusakan tujuan sendiri, dan bekerja dengan motivasi dan penguatan intrinsik. Dalam proses pembelajaran, individu FI cenderung belajar mandiri dengan merumuskan sendiri tujuan pembelajaran, lebih mementingkan motivasi dan penguatan intrinsik, serta mampu menyesuaikan organisasi materi pembelajaran. 2)
Gaya Kognitif Field Dependent (FD) Beberapa karakteristik individu yang memiliki gaya kognitif FD sudah
diidentifikasikan oleh Witkin dan kawan-kawannya, antara lain: 1) Cenderung untuk berpikir global. 2) Cenderung menerima struktur yang sudah ada. 3) Memiliki orientasi sosial. 4) Cenderung memilih profesi yang menekankan pada keterampilan sosial. 93
5) Cenderung mengikuti tujuan yang sudah ada. 6) Cenderung bekerja dengan motivasi eksternal serta lebih tertarik pada penguatan ekternal. Individu yang memiliki gaya kognitif FD cenderung baik hati, ramah, dan bijaksana, sehingga lebih mampu menjalin hubungan interpersonal dan lebih mudah diterima orang lain. Akan tetapi orientasi sosial, kurangnya kemampuan menganalisis, serta kecenderungan untuk menerima informasi seperti disajikan menjadikan individu FD menemui kesulitan untuk mengemukakan pendapat dengan persepsi sendiri. Pengalaman individu FD terintegrasi dan cenderung lebih holistik. Akibatnya individu FD kurang memiliki keterampilan merestrukturisasi kognitif. Ciri-ciri individu FD dalam belajar diuraikan oleh Borich dan Tombari sebagai berikut: 1)
Menerima konsep dan materi secara global.
2)
Cenderung menghubungkan konsep-konsep dalam kurikulum dengan pengalaman sendiri.
3)
Mencari bimbingan dan petunjuk dari guru.
4)
Memerlukan hadiah untuk memperkuat interaksi dengan guru.
5)
Sensitif terhadap perasaan dan pendapat sendiri.
6)
Lebih suka bekerja sama daripada bekerja sendiri.
7)
Lebih tertarik kepada organisasi materi yang telah disiapkan guru. Individu FD cenderung menggunakan pendekatan pasif dalam belajar. Tujuan
pembelajaran cenderung diikuti apa adanya, sehingga diperlukan tujuan pembelajaran yang tersusun dengan baik. Struktur materi pembelajaran juga cenderung diikuti sesuai yang disajikan, sehingga diperlukan materi pembelajaran yang terstruktur dengan baik dan sistematis. Proses pembelajaran serial lebih menguntungkan bagi individu FD. Pada pembelajaran serial, satu kegiatan bisa dimulai bila kegiatan sebelumnya sudah selesai. Bimbingan tambahan dari guru dalam belajar menjadikan individu FD berhasil lebih baik. Bimbingan tambahan berupa penjelasan lebih rinci disertai ilustrasi selama penyajian, dilengkapi pemberian contoh yang bervariasi akan meningkatkan pemahaman materi. 94
Dalam pemberian latihan bimbingan bisa dilakukan secara langsung selama pengerjaan atau secara tidak langsung dengan cara memberikan petunjuk penting berupa catatan. Berpedoman pada teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki gaya kognitif FD adalah individu yang cenderung berpikir secara global, memandang obyek dan lingkungannya sebagai satu kesatuan, berorientasi sosial, lebih menginginkan lingkungan yang terstruktur, mengikuti tujuan yang sudah ada, serta mengutamakan motivasi dan penguatan eksternal. Dalam pembelajaran individu FD menginginkan: 1)
Materi pembelajaran yang terstruktur dengan baik.
2)
Tujuan pembelajaran yang tersusun dengan baik dan dinyatakan secara eksternal.
3)
Motivasi eksternal.
4)
Penguatan eksternal.
5)
Bimbingan atau petunjuk guru.
Cara Megukur Gaya Kognitif Field Dependent (FD) dan Field Independent (FD) Peneliti-peneliti sebelumnya telah mampu mengembangkan beberapa instrumen gaya kognitif seorang individu, termasuk untuk gaya kognitif FD dan FI. Witkin (1950) dalam Srivastava (1997:13) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa instrumen yang telah dikembangkan untuk mengukur gaya kognitif FD dan FI seorang individu. Beberapa instrumen tersebut adalah sebagai berikut. 1)
The Rod an Frame Test (RFT) Instrumen RFT dikembangkan oleh Witkin dan Asch (Srivastava, 1997:13).
Dalam tes ini, gaya kognitif seorang individu diukur dengan memintanya untuk menyesuaikan rod (tangkai) dan frame (bingkai). 2)
The Rotating Room Test (RRT) Srivastava (1997:15) menyatakan bahwa pada mulanya instrumen ini
dikembangkan oleh Witkin (1949) kemudian dikembangkan ulang oleh Wolf (1965). Prosedur pelaksanaan tes ini hampir sama dengan prosedur pelaksanaan RFT, hanya saja RRT ini dilakukan pada ruangan yang berputar. Jika subyek dapat 95
berdiri tegak dan tidak terpengaruh terhadap ruangan tes yang berputar, maka suyek tersebut memiliki gaya koginitif field independent. Sebaliknya, jika subyek terpengaruh terhadap perputaran ruangan, maka subyek tersebut memiliki gaya kognitif field dependent. 3)
The Embedded figures Test (EFT) Tes ini pertama kali diciptakan oleh Witkin pada tahun 1971. Menurut
Srivastava (1997:16), instrumen ini menggunakan figure (gambar) untuk mengukur gaya kognitif field dependent dan field independent. Pada tes ini, subyek diminta untuk menemukan gambar sederhana yang terdapat pada gambar yang kompleks.dalam EFT terdapat 24 gambar kompleks dan 8 gambar sederhana. Jika subyek dapat menemukan gambar sederhana dalam gambar kompleks tersebut dengan cepat dan tepat, maka subyek tersebut memiliki gaya kognitif field independent. Sebaliknya, jika subyek penelitian sulit menemukan gambar sederhana tersebut, maka subyek tersebut memiliki gaya kognitif field dependent. Menurut usia peserta tes, EFT dibagi menjadi dua yakni Children’s Embedded Figures Test (CEFT) dan Group Embedded Figures Test (GEFT) a. Children’s Embedded Figures Test (CEFT) CEFT ini diberikan kepada peserta tes yang berusia di bawah 10 tahun. Tes ini terdiri dari gambar-gambar yang sudah sangat dikenal oleh anakanak dna beberapa karikatur digunakan sebagai gambar kompleks.Gambar kompleks ini terbuat dari kayu lapis atu triplek dan diwarnai serta dalam bentuk teka-teki atau puzzle. CEFT ini terdapat enam materi tes, yakni simple forms, discrimination series, demonstration series, practice series, test series, dan additional supplies. b. Group Embedded Figures Test (GEFT) Tes ini dikembangkan oleh Oltman, Raskin, dan Witkin (1971). GEFT terdiri dari 25 gambar kompleks yang dibagi ke dalam tiga tahap dengan waktu pengerjaan maksimal 15 menit. Tahap pertama merupakan tahap practice atau latihan, sedangkan tahap kedua dan ketiga merupakan tahap ujian dan penilaian yang masing-masing terdiri dari 9 gambar kompleks. 4)
The Figures Drawing Test (FDT) 96
Tes ini dikembangkan oleh Witkin dengan mengadopsi tes yang dikembangkan oleh Machover (1949). Pada tes ini, seseorang diminta untuk menggambarkan orang lain yang berlawanan jenis kelamin dengannya. Hasil akhir tes ini memiliki lima skala nilai. 5)
Hidden Figures Test (HFT) Tes ini dikembangkan oleh Witkin (1962). Tes ini hampur sama dengan EFT
karena menggunakan gambar-gambar untuk mengukur gaya kognitif field dependent dan field independent. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk mengukur gaya kognitif adalah Group Embedded Figures Test (GEFT). Karena peserta didik kelas VII SMP yang memiliki usia di atas 10 tahun. GEFT merupakan instrumen yang hanya menggunakan kertas dan pensil (pencil and paper test) sehingga mempermudah peneliti dalam melakukan tes tersebut. Selain itu, GEFT juga merupakan instrumen baku yang telah reliabel dengan koofisien reliabilitas sebesar 0,82. Penskoran terhadap hasil pengerjaan subjek juga telah objektif. Ketentuannya adalah untuk setiap jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0 sehingga skor yang diperoleh berkisar anar 0-18. Dalam menentukan kelompok siswa yang tergolong gaya kognitif field dependent (FD) atau field independent (FI) digunakan kategori yang dirumuskan oleh Gordon dan Wyant (1994) dimana skor 0 sampai 11 dikategorikan sebagai dikelompokkan sebagai kelompok FD, dan skor 12 sampai dengan 18 dikategorikan sebagai kelompok FI. Penggunaan instrumen GEFT dalam penelitian ini dikarenakan: a. Tes ini dilengkapi latihan pada awalnya, sehingga mahasiswa bisa mengerjakan tes ini dengan jelas tanpa kesulitan. b. Waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan tes ini cukup singkat. c. Tes ini mudah diadministrasikan, tidak memerlukan keterampilan dan keahlian khusus. Tes ini reliabel dan valid karena sudah mengalami sejumlah pengujian. Salah satu pembelajaran yang menunjang untuk pemahaman konsep matematis adalah dengan pembelajaran berbantuan Geogebra. Menurut Suweken 97
ditinjau dari tampilannya, Geogebra memang diperuntukkan untuk kepentingan pembelajaran matematika. Tampilannya secara maksimal sudah mengakomodasi representasi konsep matematika secara multimode atau multi representasi. Software Geogebra juga memiliki kemampuan untuk memahami konsep transformasi (refleksi dan translasi) menggunakan objek-objek geometri. Kemampuan-kemampuan
tersebut
dapat
memberikan
pemahaman
yang
mendalam terhadap materi tertentu yang tidak atau kurang efektif jika disampaikan oleh guru secara langsung. Dengan ini diharapkan, Geogebra dapat menggambarkan dan menyajikan mata pelajaran yang sesuai dengan “dunia nyata” peserta didik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Apakah terdapat pengaruh pembelajaran Discovery Learning berbantuan Geogebra terhadap pemahaman konsep matematis, (2) Apakah terdapat pengaruh gaya kognitif FI dan FD terhadap pemahaman konsep matematis, dan (3) Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran berbantuan Geogebra dengan gaya kognitif terhadap pemahaman konsep matematis. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan menggunakan metode quasi eksperimen pada dua kelas dengan perlakuan yang berbeda. Quasi eksperimen berfungsi untuk mengetahui pengaruh percobaan atau perlakuan terhadap karakteristik subjek yang diinginkan oleh peneliti. Dalam Penelitian ini menggunakan quasi eksperimen karena akan menerapkan sesuatu tindakan atau perlakuan. Tindakan itu berupa prosedur kerja baru agar hasilnya optimal. Penelitian ini dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah
kelompok
eksperimen,
yaitu
peserta
didik
yang menggunakan
pembelajaran berbantuan Geogebra. Kelompok kedua adalah kelompok kontrol, yaitu peserta didik yang menggunakan pembelajaran berbantuan Microsoft Power Point. Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data tediri dari dua, yaitu, instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini, tes gaya kognitif dan tes essay (tes pemahaman konsep). Populasi dalam penelitian ini adalah 98
seluruh kelas VII SMP Negeri 2 Bandar Lampung dengan jumlah 255 peserta didik. Pengambilan sampel dengan teknik acak kelas memperoleh sampel kelas VII-8 sebagai kelas eksperimen dengan jumlah 32 peserta didik dan kelas VII-7 sebagai kelas kontrol dengan jumlah 32 peserta didik. Analisis data menggunakan analisis varians (Anava) dua jalan dengan sel tak sama. Adapun prosedur dalam penelitian ini adalah (1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning berbantuan Geogebra, (2) Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes pemahaman konsep (essay) dan tes gaya kognitif (GEFT), (3) Melaksanakan uji coba Instrumen untuk menentukan validitas dan reliabilitasnya, (4) Melaksanakan pembelajaran yaitu dengan memberi perlakuan pada kelas eksprimen
dan
kelas
kontrol.
Kelas
ekperimen
dengan
menggunakan
pembelajaran berbantuan geogebra dengan 6 kali pertemuan, (5) Memberikan tes gaya kognitif (GEFT), (6) Tes pemahaman konsep matematis (essay), (7) Pengolahan data dan konsultasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan perhitungan uji prasyarat yang dilakukan, data telah memenuhi syarat yaitu berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan bervariansi homogen, sehingga untuk menjawab rumusan masalah dapat dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Anova dua jalan dengan sel tak sama. Tabel 1. Rangkuman Anova dua jalan sel tak sama SUMBER Pembelajaran (A) Gaya Kognitif (B) Interaksi (AB) Galat Total
JK 683,52 403,52 81,19 4623,29 5791,52
dk 1 1 1 60 63
RK 683,52 403,52 81,19 77,05 -
Fobs 8,871 5,23 1,05 -
Fα 4,001 4,001 4,001 -
Pada hipotesis pertama ditunjukkan dengan harga statistik sebesar 8,871 (p>4,001), sehingga H0A ditolak dengan kesimpulan terdapat pengaruh pembelajaran discovery learning berbantuan geogebra terhadap pemahaman konsep matematis. 99
Untuk menjawab rumusan masalah kedua ditunjukkan dengan harga statistik sebesar 5,23 (p>4,001), sehingga
H0B ditolak dengan kesimpulan terdapat
pengaruh antara peserta didik yang memiliki gaya kognitif FI dan FD terhadap pemahaman konsep matematis. Untuk menjawab rumusan masalah ketiga, ditunjukkan dengan harga statistik sebesar 1,05 (p<4,001), sehingga H0AB diterima dengan kesimpulan tidak terdapat interaksi antara pembelajaran discovery learning berbantuan geogebra dengan gaya kognitif peserta didik terhadap pemahaman konsep matematis. Penelitian ini dengan menggunakan teknik acak kelas sehingga didapat kelas VII-8 sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 32 peserta didik yang mendapatkan pembelajaran berbatuan Geogebra dan kelas VII-7 sebagai kelas kontrol yang berjumlah 32 peserta didik yang mendapatkan pembelajaran berbantuan Microsoft Power Point. Objek dalam penelitian ini adalah pembelajaran discovery learning berbatuan Geogebra ditinjau dari gaya kognitif yang disimbolkan dengan (X) sebagai variabel terikat, dan pemahaman konsep matematis yang disimbolkan dengan (Y) sebagai variabel bebasnya. Teknik pegumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tes, dokumentasi, dan wawancara. Tes kemampuan pemahaman konsep matematis yang diberikan kepada peserta didik berupa tes tertulis (essay) tentang materi refleksi dan translasi. Tes tersebut sebagai alat ukur kemampuan pemahaman konsep matematis. Tes disusun berdasarkan indikator kemampuan pemahaman konsep matematis. Hasil tes kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik diberi skor sesuai kriteria penskoran. Wawancara digunakan peneliti untuk pengumpulan data untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti. Materi pembelajaran dalam penelitian ini adalah refleksi dan translasi. Berdasarkan hasil uji coba instrumen dari 8 soal yang diujikan terdapat 6 soal yang layak digunakan yaitu soal nomor 1, 2, 3, 5, 6, dan 8. Dalam uji tingkat kesukaran peneliti menggunakan tingkat kesukaran dalam kategori sedang yaitu dengan taraf kesukaran 0,31 ≤ P ≤ 0,70 dan dalam uji daya beda peneliti menggunakan daya beda kategori sedang yaitu dengan kriteria 0,20 ≤ DP ≤ 0,40. 100
Pada akhir proses pembelajaran diberikan tes yaitu tes gaya kognitif dan tes pemahaman konsep matematis materi refleksi dan translasi di peroleh nilai ratarata kelas eksperimen adalah 79,15 dan rata-rata kelas kontrol adalah 72,5. Berdasarkan nilai peserta didik yang sudah diperoleh maka dilakukan uji prasyarat. Dari uji prasyarat yaitu uji normalitas yang menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan uji homogenitas yang menunjukkan bahwa kedua kelas mempunyai varians yang sama (homogen) sehingga perhitungan dapat dilanjutkan menggunakan Anova. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Anova dua jalan dengan sel tak sama diperoleh keputusan, yaitu: 1. Hipotesis pertama Berdasarkan hasil analisis data diperoleh Fα = 8,871 > Ftabel = 4,001 sehingga memiliki kesimpulan terdapat pengaruh model pembelajaran discovery learning berbantuan Geogebra terhadap pemahaman konsep matematis. Pembelajaran discovery learning berbantuan Geogebra memungkinkan peserta didik untuk berpikir tentang pelajaran yang kurang dipahami dan dapat menyambungkannya dengan kehidupan sehari-hari pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan pemikirannya pada teman-temannya dan berdiskusi mengenai materi yang belum dimengerti. Sehingga pembelajaran ini dapat diasumsikan untuk memahami konsep matematis. Pemahaman konsep matematis peserta didik setelah peneliti menguji menggunakan tes dikelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Pembelajaran discovery learning berbantuan Geogebra lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran discovery learning berbantuan Microsoft Power Point, hal ini dikarenakan pembelajaran discovery learning berbantuan Geogebra melatih peserta didik aktif belajar dari rasa ingin tahu dan ingin bertanggung jawab untuk mencari jawaban soal yang telah diberikan oleh guru. Setelah peserta didik diberikan pembelajaran discovery learning berbantuan Geogebra maka peserta didik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemahaman konsep matematis. Pada pembelajaran discovery learning berbantuan Geogebra kemampuan pemahaman konsep matematis lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran discovery learning berbantuan Microsoft Power Point. 101
Berdasarkan analisa data hasil penelitian, diketahui bahwa pembelajaran discovery learning berbantuan Geogebra. Penerapan pembelajaran discovery learning berbantuan Geogebra membuat pemahaman konsep matematis yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan rerata skor anova kemampuan pemahaman konsep matematis yang diperoleh peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penerapan pembelajaran discovery learning berbantuan Geogebra sangat membantu dalam kegiatan pembelajaran matematika. Penerapan pembelajaran discovery learning berbantuan Geogebra memberikan nilai yang lebih baik pada pemahaman konsep matematis. 2. Hipotesis kedua Berdasarkan hasil analisis data diperoleh Fb = 5,23 > Ftabel = 0,4001 sehingga memiliki kesimpulan terdapat pengaruh antara peserta didik yang memiliki gaya kognitif FI dan FD terhadap pemahaman konsep matematis. Gaya kognitif FI dan FD memiliki karakteristik yang berbeda. Individu yang gaya kognitif FI lebih tertarik pada desain materi pembelajaran yang lebih memberi kebebasan kepada dirinya untuk mengorganisasikan kembali materi pembelajaran sesuai dengan kepentingannya. Sedangkan individu yang memiliki gaya kognitif FD cenderung menerima informasi yang disajikan, individu FD menemui kesulitan untuk mengemukakan pendapat dengan persepsi sendiri.
Jika dilihat manakah yang
lebih baik antara FI dan FD, maka jawabannya adalah tidak ada yang lebih baik maupun yang lebih buruk, karena FI dan FD memiliki karakteristiknya masingmasing. Namun penggunakan model pembelajaran dapat mempengaruhi pemahaman konsep matematis peserta didik peserta didik. Setalah peserta didik diberikan pembelajaran, individu yang memiliki gaya kognitif FI mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemahaman konsep matematis. Diketahui bahwa rerata peserta didik yang memiliki gaya kognitif FI lebih dari peserta didik yang memiliki gaya kognitif FD, jadi gaya kognitif FI dan FD berpengaruh pada kemampuan pemahaman konsep matematis. 3. Hipotesis ketiga Berdasarkan hasil analisis data diperoleh
Fαb
= 1,05 < Ftabel = 0,4001 sehingga
memiliki kesimpulan tidak terdapat interaksi antara pembelajaran berbantuan 102
Geogebra dengan gaya kognitif peserta didik terhadap pemahaman konsep matematis. Berdasarkan uji hipotesis yang pertama dan kedua pembelajaran Discovery Learning berbantuan Geogebra berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis dan gaya kognitif FI dan FD berpengaruh dengan pemahaman konsep matematis. Karena tidak ada interaksi maka hal ini dalam menggunakan pembelajaran Discovery Learning berbatuan Geogebra dengan gaya kognitif peserta didik perlu menuangkan ide-ide serta pemikiran yang mereka miliki dalam memperlajari dan mengerjakan soal. Proses belajar mengajar dengan menggunakan Microsoft Power Point, peserta didik lebih terkesan pasif karena peserta didik hanya menerima apa saja yang disampaikan
oleh
guru.
Sehingga
pembelajaran
berbantuan
Geogebra
berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis. KESIMPULAN Berdasarkan kajian teori dan hasil analisis data yang mengacu pada rumusan masalah yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh Fα = 8,871 > Ftabel = 4,001, maka dengan demikian terdapat pengaruh model pembelajaran discovery learning berbantuan Geogebra terhadap pemahaman konsep matematis.
2.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh Fb = 5,23 > Ftabel = 0,4001, maka dengan demikian terdapat pengaruh antara peserta didik yang memiliki gaya kognitif FI dan FD terhadap pemahaman konsep matematis.
3.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh
Fαb
= 1,05 < Ftabel = 0,4001, maka
dengan demikian tidak terdapat interaksi antara pembelajaran berbantuan Geogebra dengan gaya kognitif peserta didik terhadap pemahaman konsep matematis.
DAFTAR PUSTAKA Ali Mahmudi, “Pemanfaatan GeoGebra dalam Pembelajaran Matematika” . (Makalah yang disampaikan pada seminar nasional Pemanfaatan GeoGebra 103
dalam Pembelajaran Matematika, yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Yogyakarta , Yogyakarta. Anas Sudijono. 2012. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT GRAFINDO PERSADA. Ani Ismayani. 2009. Fun Math with Children. Jakarta: PT Gramedia. Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: Sebelas Maret University Pers. Hikmawati, Kamid, dan Syamsurizal. Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran dan Gaya Kognitif Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah. Tekno-Pedagogi, Vol.3 No. 2 September 2013 I Made Cadiasa. Pengaruh Strategi Pembelajaran Dan Gaya Kognitif Terhadap Kemampuan Memprogram Komputer. Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, Vol. 4. No. 3 Desember 2002 I. W. Eka. P, I. W. Sadia, dan I. W. Suastra. Pengaruh Model Pembelajaran Perubahan Konseptual Terhadap Pemahaman Konsep Siswa Ditinjau Dari Gaya Kognitif. Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesa Program Studi IPA, Vol. 4 Tahun 2014 Novalia, M. Syazali. 2013. Olah Data Penelitian Pendidikan. Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja. Rostina Sundayana. 2013. Media dan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: Alfabeta. S. Margono.2010.Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Sri Wiji Lestari. Penerapan Model Pembelajaran M-APOS Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Motivasi Belajar Kalkulus II. Program Pascasarjana Universitas Terbuka Jurnal Pendidikan dan Keguruan, Vol. 1 Tahun 2014
104