1 MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) TENTANG MATERI GLOBALISASI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SHARE DI KELAS IV SDN INPRES PELAMBANE KECAMATAN RANDANGAN KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO. RAHMAT HI. ABD. KADIR (Mahasiswa Jurusan S1 PGSD FIP UNG) Pembimbing Dra. Elmia Umar, M.Pd Samsi Pomalingo, S.Ag. MA. Rahmat Hi. Abd. Kadir. 151 411 283. “Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Tentang Materi Globalisasi Melalui Model Pembelajaran Think-Pair-Share di Kelas IV SDN Inpres I Pelambane Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo.” Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Dra. Elmia Umar, M.Pd dan Pembimbing II Samsi Pomalingo, S.Ag. MA. Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah penggunaan Model Pembelajaran Think-Pair-Share Tentang Materi Globalisasi Dapat Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Kelas IV SDN Inpres I Pelambane Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo?”. Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa tentang Materi Globalisasi Melalui Model Pembelajaran Think-Pair-Share di Kelas IV SDN Inpres I Pelambane Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan di Kelas IV SDN Inpres I Pelambane Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Adapun teknik pengumpulan data ini adalah menggunakan teknik observasi, teknik dokumentasi, teknik tes dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pelaksanaan tindakan siklus I siswa yang paham sejumlah 23 orang atau persentase 72% dan 9 orang belum paham atau sebesar 28%. Pada siklus II meningkat menjadi 100%. Berdasarkan tindakan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share, dapat meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran pendidikan kewarganegaran tentang materi globalisasi Melalui Model Pembelajaran Think-Pair-Share di Kelas IV SDN Inpres I Pelambane Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo Kata Kunci : Pemahaman Siswa, Materi Globalisasi, Model Pembelajaran Think-Pair-Share BAB I PENDAHULUAN Kegiatan proses pembelajaran di sekolah menuntut keberhasilan utama yang harus diupayakan oleh setiap guru. Merupakan kepuasan tersendiri jika kita memberikan atau menyajikan materi pelajaran kepada siswa dengan waktu yang sedikit serta memakai metode pembelajaran yang dapat menunjukan hasil yang maksimal, buktinya dengan dilakukannya evaluasi pada akhir pelajaran menunjukan hasil yang sangat signifikan. Banyak komponen yang mendukung dalam keberhasilan pembelajaran, diantaranya adalah guru, siswa, alat peraga, ruang kelas dan metode yang digunakan. Guru memiliki peran dan fungsi sebagai pengelola pembelajaran serta memilki tanggung jawab sebagai pengajar sekaligus pembimbing serta pemberi kemudahan bagi siswanya dalam menerima suatu materi yang diajarkan. Keadaan pertama yang peneliti temui di Kelas IV SDN Inpres Pelambane Kecamatan Randangan hanya 20 siswa atau 62,5% yang mampu memahami materi Globalisasi dan 12 siswa atau 37,5% yang tidak memahami materi yang diajarkan. Ini disebabkan kurangnya kontrol dan bimbingan terhadap siswa pada pembelajaran serta kurangnya pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Untuk menghindari hal di atas, maka guru harus menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan.Salah satunya dengan melalui pmbelajaran Think Pair Share Arends (dalam Trianto 2010:81) menyatakan bahwa Think-Pair- Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas.
BAB II
2 KAJIAN TEORETIS 2. 1 Kajian Teoritis 2. 1. 1 Hakikat Pemahaman Siswa Menurut W.J.S Poerwodarminto (2007 : 20), pemahaman berasal dari kata“Paham” yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman pada dasarnya adalah penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri (internal) dan dari luar diri (eksternal). Semakin kuat hubungan tersebut, semakin besar pemahaman yang timbul. Menurut Em Zul, Fajri dan Ratu Aprilia Senja, (2008: 607-608) pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses perbuatan cara memahami. Pemahaman siswa adalah proses, perbuatan, cara memahami sesuatu. Berkaitan dengan hal ini J. Murshell (dalam Sangsukes, 2011 : 1) ia mengatakan: “Isi pelajaran yang bermakna bagi anak dapat dicapai bila pengajaran mengutamakan pemahaman, wawasan (insight) bukan hafalan dan latihan. Menurut Mulyasa (2007: 80) mendefinisikan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk memamhami ide-ide yang diekspresikan dalam kata-kata atau bunyi atau simbol, serta kemampuan untuk bernalar. Selanjutnya menurut Bloom ( dalam Uzer, 2006: 36) menjelaskan pemahaman mengacu pada kemampuan memahami makna materi. Pengertian pemahaman tersebut mengandung arti bahwa pemahaman melibatkan unsur batin atau jiwa seseorang yang mencerminkan keinginan untuk melakukan suatu aktivitas. Pada dasarnya semua orang dapat melakukan perbuatan belajar. Namun, tidak semua orang berhasil dengan baik didalam memahami suatu proses belajar. Pemahaman yang baik merupakan suatu gambaran prestasi belajar yang tinggi dari seseorang. Menurut Benyamin (dalam Uno, 2004: 191) menyatakan bahwa pemahaman (comprehension) diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Selanjutnya Perniks (dalam Uno dan Karim, 2008: 266) mengatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan menerangkan suatu hal dengan kata-kata yang berbeda dengan yang terdapat dalam buku teks, menginterpretasikan atau menarik kesimpulan. Maka arti pemahaman yang bersifat operasional adalah: a. Pemahaman diartikan sebagai melihat suatu hubungan Pemahaman disini mengandung arti dari definisi yang pertama,yakni pemahaman diartikan mempunyai ide tentang persoalan. Sesuatu itu dipahami selagi fakta-fakta mengenai persoalan itu dikumpulkan. b. Pemahaman diartikan sebagai suatu alat menggunakan fakta Pemahaman ini lebih dekat pada definisi yang kedua, yakni pemahaman tumbuh dari pengalaman, disamping berbuat, seseorang juga menyimpan hal-hal yang baik dari perbuatannya itu. Melalui pengalaman terjadilah pengembangan lingkungan seseorang hingga ia dapat berbuat secara intelegen melalui peramalan kejadian. Dalam pengertian disini kita dapat mengatakan seseorang memahami suatu obyek, proses, ide, fakta jika ia dapat melihat bagaimana menggunakan fakta tersebut dalam berbagai tujuan. c. Pemahaman diartikan sebagai melihat penggunaan sesuatu secara produktif Dalam hal ini pemahaman diartikan bilamana seseorang tersebut dapat mengimplikasikan dengan suatu prinsip yang nanti akan diingat dan dapat digunakannya pada situasi yang lain. (Sangsukess: 2011 http://id.shvoong.com/social-sciences/education/) Pencapaian pemahaman siswa dapat dilihat pada waktu proses belajar mengajar. Sebagaimana kegiatan-kegiatan yang lainnya, kegiatan belajar mengajar berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan (pemahaman) siswa dalam mencapai tujuan yang diterapkan, maka evaluasi hasil belajar memiliki saran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan yang diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi serta pengembangan keterampilan intelektual, menurut taksonomi (penggolongan) ranah kognitif ada enam tingkat, yaitu: a. Pengetahuan, merupakan tingkat terendah dari ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingat kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti mempelajari. b. Pemahaman, merupakan tingkat berikutnya berupa kemampuan memantau mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya. c. Penggunaan atau penerapan, merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi yang sesuai dengan situasi yang kongkret dan situasi baru. d. Analisis, merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke dalam struktur yang baru.
3 e. Sintesis, merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru. Evaluasi, merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatumaksud atau tujuan tertentu. (Sangsukess: 2011 http://id.shvoong.com/social-sciences/education/) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan interaksi. Sedangkan ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan perseprual, keharmonisan (ketepatan), gerakan keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif. Pemahaman adalah hasil belajar, misalnya anak didik dapat menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri atas apa yang dibacanya atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan guru atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori: a. Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya: dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. b. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian. Tingkat ketiga (tingkat tertinggi) adalah pemahaman ekstrapolasi tertulis dapat membuat ramalan konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus atau masalahnya. (Sangsukess: 2011 http://id.shvoong.com/social-sciences/education /) Menurut kamus psikologi kata pemahaman berasal dari kata“insight”yang mempunyai arti wawasan, pengertian pengetahuan yang mendalam jadi arti dari insight adalah suatu pemahaman atau penilaian yang beralasan mengenai reaksi-reaksi pengetahuan atau kecerdasan dan kemampuan yang dimiliki seseorang. Suryadi Suryabrata dalam Sangsukes : 2011 : 2) menyatakan insight adalah didapatkannya pemecahan problem, didapatkannya persoalan dan mendapat pencerahan. Pemahaman dapat pula diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran, maka belajar harus mengerti secara mental makna dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa memahami suatu situasi sehingga dapat diartikan bahwa pemahaman adalah suatu proses, cara memahami cara mempelajari baik-baik supaya paham dan pengetahuan banyak. Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Lebih lanjut pemahaman merupakan salah satu aspek dalam Taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi bahan yang dipelajari. (Herdian, 2010 : http://herdy07. worpress.com/2010/05/27/kemampuan matematis) Untuk memahami suatu objek secara mendalam seseorang harus mengetahui: 1) objek itu sendiri; 2) relasinya dengan objek lain yang sejenis; 3) relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis; 4) relasi-dual dengan objek lainnya yang sejenis; 5) relasi dengan objek dalam teori lainnya. Ada beberapa jenis pemahaman menurut para ahli yaitu: • Polya, membedakan empat jenis pemahaman: 1) Pemahaman mekanikal, yaitu dapat mengingat dan menerapkan sesuatu secara rutin atau perhitungan sederhana. 2) Pemahaman induktif, yaitu dapat mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana dan tahu bahwa sesuatu itu berlaku dalam kasus serupa. 3) Pemahaman rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran sesuatu. 4) Pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran sesuatu tanpa ragu-ragu, sebelum menganalisis secara analitik. • Polattsek, membedakan dua jenis pemahaman: 1) Pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, atau mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja. 2) Pemahaman fungsional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.
f.
• •
Copeland, membedakan dua jenis pemahaman: 1) Knowing how to, yaitu dapat mengerjakan sesuatu secara rutin/algoritmik. 2) Knowing, yaitu dapat mengerjakan sesuatu dengan sadar akan proses yang dikerjakannya. Skemp, membedakan dua jenis pemahaman: 1) Pemahaman instrumental, yaitu hafal sesuatu secara terpisah atau dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja.
4 2) Pemahaman relasional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan. Pemahaman instrumental diartikan sebagai pemahaman konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan sederhana. Dalam hal ini seseorang hanya memahami urutan pengerjaan atau algoritma. Sedangkan pemahaman relasional termuat skema atau struktur yang dapat digunakan pada penjelasan masalah yang lebih luas dan sifat pemakaiannya lebih bermakna . (Herdian, 2010 http://herdy07.wordpress.com) Pemahaman merupakan salah satu bagian dari ranah kognitif yang dikembangkan pada siswa. Sudjana (2008: 23-25) mengemukakan bahwa tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarkannya, memberi contoh lain yang telah dicontohkan atau penyusunan petunjuk penerapan pada kasus lain dari pada pengetahuan. Namun tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal. Menurut Driver (dalam Moedjiono 2003: 22) pemahaman adalah untuk menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Dari pengertian ini ada tiga aspek pemahaman yaitu : pemahaman mengenal, pemahaman menjelaskan, pemahaman menginterprestasi atau menarik kesimpulan. Untuk memahami objek secara mendalam, seseorang harus mengetahui : objek itu sendiri, relasinya dengan objek lain yang sejenis, relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis relasi dual dengan objek lain yang sejenis relasi dengan objek dalam teori lainnya. Menurut Sadiman (dalam Sangsukes : 2011 : 2) ia mengatakan pemahaman adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Selanjutnya Bloom (dalam Uzer, 2006:35) mejelaskan pemahaman mengacu pada kemampuan memahami makna materi aspek ini serta tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah. Sudrajat Ahmad, mengemukakan bahwa pemahaman adalah mengerti yang butuh proses. Dari pengertian ini ada tiga aspek pemahaman, yaitu 1). Kemampuan mengenal, 2). Kemampuan menjelaskan, 3). Kemampuan menginterprestasi atau menarik kesimpulan. Sumbangan yang penting dari teori Vygotky ( Nur M, 2004:12) menekankan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar secara bersama lebih dapat membantu siswa dalam menguasai suatu konsep. Vygostky yakin bahwa pembelajaran tersebut akan terjadi apabila siswa belajar atau bekerja menangani suatu tugas tersebut berada didalam zone perkembangan terdekat (Zone of Proximal Development). Bertolak pada penjelasan ini tugas-tugas seseorang anak tidak dapat dilakukannya sendiri namun dapat dilakukannya dengan bantuan teman sebaya atau orang dewasa yang lebih kompoten. Dari beberapa pandangan beberapa para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah suatu proses, cara berpikir untuk mengartikan, menafsirkan, menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang diterimanya dimulai dari tingkat berpikir yang rendah. 2.1.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemahaman dalam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Kemampuan pemahaman siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dipengaruhi oleh beberapa faktor dominan yang sifatnya relatif dan situasional (Uno, 2007: 42). Secara garis besar faktor ini dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian utama yaitu : 1) Faktor guru sebagai aktor utama yang dalam keseharian dalam proses belajar mengajar sehingga kemampuan guru mendesain proses pembelajaran tersebut menjadi lebih bermakna menarik dan menyenangkan sangat menentukan keberhasilan dalam mengikuti proses pembelajaran itu sendiri. 2) Faktor kemampuan siswa yang terdiri dari 1) keragaman tingkat intelektual siswa dalam hal ini materi diajarkan harus siswa disesuaikan dengan kemampuan intelektual siswa yang beragam. 2) Minat terhadap mata pelajaran tersebut yang menyebabkan menurunnya antusias siswa untuk belajar sehingga kemampuan untuk memahami serta menguasai konsep-konsep diberikan menjadi kecil 3) Faktor lingkungan siswa baik itu lingkungan keluarga sekolah ataupun masyarakat sekeliliingnya yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental spritualnya. Khusus dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), belajar dengan pemahaman adalah yang lebih permanen dan lebih memungkinkan untuk ditransfer dibanding belajar dengan menghafal. Jadi aspek pemahaman dalam proses belajar mengajar sangat menentukan hasil proses pembelajaran , karena melalui hal ini pembentukan dan pemantapan ranah kognitif, afektif dan psikomotor dapat dilakukan dengan mudah dan tepat sasaran.
5
2.2
Pembelajaran Kooperatif Lie menyatakan ada tiga pilihan model dalam pembelajaran, yaitu kompetisi, individual, dan cooperative laearning (2010 : 23). Dalam hal ini, hanya akan dibicarakan mengenai cooperative learning saja. Pembelajaran kooperatif pada dasarnya adalah kerja kelompok. Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning (Roger dan David Johnson dalam Lie, 2010: 31). Ada lima unsur yang harus diterapkan dalam model pembelajaran kooperatif agar mencapai hasil yang maksimal, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Menurut Hasan dalam (Solihatin dan Raharjo 2009: 4), pembelajaran kooperatif mengandung pengertian bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa secara individual mencari hasil menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerjasama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Slavin (2008: 4) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mendorong para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran yang mendorong para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu sama yang lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran. Lebih lanjut Slavin menyatakan bahwa kelompok tersebut merupakan kumpulan siswa yang heterogen dengan anggota 4-6 orang yang duduk bersama untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Dalam hal ini, setiap kelompok terdiri dari berbagai latar belakang etnik dan berbagai tingkatan prestasi. Solihatin dan Raharjo (2009: 4-5) juga menyebutkan bahwa pada dasarnya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Usaha kooperatif seperti ini akan membuat siswa berusaha untuk saling memberikan manfaat terhadap satu sama lain sehingga semua anggota kelompok menerima manfaat terhadap satu sama lain sehingga semua anggota kelompok menerima manfaat dari usaha masing-masing anggotanya. Dalam situasi pembelajaran kooperatif, ada interdepensi, saling ketergantungan, positif di anatar pencapaian tujuan para siswa, siswa memandang bahwa mereka bisa mencapai tujuan pembelajaran tersebut juga berhasil meraih tujuan mereka. (Lie, 2010: 4-5) Lie mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dalam tugas-tugas yang terstruktur (2010: 12). Namun, pembelajaran kooperatif bukan sekedar menekankan pada keerja kelompok melainkan pada pnstrukturannya. Defenisi pembelajaran kooperatif menurut Lie adalah sistem kerja atau belajar kelompok yang tersturktur mencakup saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerjasama, dan proses kelompok. Menurut Johnson (dalam Lie, 2010: 7), pembelajaran kooperatif akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik dari pada suasana belajar yang penuh persaingan dan memisah-misahkan siswa. Tujuan paling penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk memberi siswa pengetahuan konsep, kemampuan, dan pemahaman agar dapat menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan meberika kontibusi (Slavin, 2008: 33). Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pengajaran yang terstuktur yang lebih menekankan kerjasama antarsiswa dalam kelompok yang heterogen yang dapat melahirkan ketergantungan positif sehingga memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan intepersonal dari setiap anggota dalam menyelesaikan masalah untuk mencapai tujuan bersama. 2.3 Model Pembelajaran Think-Pair-Share 2.3.1 Hakikat Model Pembelajaran Think-Pair-Share Menurut Salvin dalam Ibrahim Muslimin dkk, (2000:12) pembelajaran kooperatif, merupakan model pembelajaran dimana siswa bekerja kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Thomson
6 dan Smith dalam Muslimin dkk, (2000:16) memberikan pengertian bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk mempelajari materi akademik dan keterampilan antar pribadi. Salah satu pendekatan dalam pembelajaran kooperatif adalah pendekatan struktural, yang dikembangkan oleh Kagen dkk dalam Muslimin (dkk) (2000:26) yang terkenal adalah think-pair-share, memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit memberi waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu sama lain. 2.3.2 Langkah-Langkah Pelaksananan Model Pembelajaran Think-Pair-Share Langkah-langkah startegi pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share menurut Ibrahim, (2000:26) adalah: Tahap I: Thingking (berpikir) guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pembelajaran. Kemudian siswa diminta memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap 2 : Pairing, guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagai ide khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan. Tahap 3 : Sharing. Pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan sampai seperempat pasangan dari kelas telah mendapat untuk melaporkan. 2.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Think-Pair-Share Think-Pair-share sebagaimana dijelaskan Ida Zulaecha (2003 : 40-41) memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut: 1) Kelebihan Think-Pair-Share a. Pembelajaran Think-Pair-Share dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. b. Membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. c. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. d. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberi rangsangan untuk berpikir sehingga dapat bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang. 2) Kelemahan Think-Pair-Share Kelemahan Think-Pair-Share yaitu : a. Kelemahan yang diperoleh dengan pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share sering didapatkan oleh siswa-siswa yang malas. b. Kadang-kadang satu orang yang tersisa dengan semua pekerjaaan karena pasangan mereka tidak memberi bantuan. Biasanya dengan kerja sama Think-Pair-Share yang diberikan adalah untuk dua orang c. Pasangan siswa tidak memahami informasi sama sekali, siswa dapat diperlambat, hanya karena dia harus menjelaskan semua materi sebelum dia benar-benar dapat memulai menyelasaikan masalah atau melakukan instruksi yang diberikan. d. Kelemahan berikut yang ditemukan dengan pembelajaran Think-Pair-Share adalah memaksa siswa. Kadang-kadang siswa dapat terjebak dengan orang yang harus melakukan semua pekerjaan, dan tidak akan memperlambat mereka. Dalam berbagai kasus ini bisa baik, jika orang yang malas dipasangkan dengan orang yang ambisius dan tidak ada yang marah. Tapi itu memunculkan poin lain yang tidak, karena kadang-kadang siswa membutuhkan pengalaman benturan kepriabadian orang lain. e. Dalam beberapa kasus waktu yang dibutuhkan untuk praktik tidak terduga, karena siswa menghabiskan lebih banyak waktu dari pada waktu yang digunakan dalam melakukan pekerjaaan sebagaimana mestinya. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Deskripsi hasil penelitian Setelah Peneliti melakukan semua prosedur Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan selama kurang lebih 3 bulan yakni sejak bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2013 di SDN Inpres Pelambane Kecamatan Randangan
7
3.1.1 Hasil Pengamatan Proses Belajar Mengajar dengan Model TPS Pada Siklus I Prosentase Aspek Memberi Contoh
Dapat Membedakan
Kerjasama
Dapat Menjelaskan
Dapat Menyimpulkan
Pengamatan
Jumlah Siswa Prosentase
T
TT
T
TT
T
TT
T
TT
T
TT
22
8
23
9
25
7
24
8
25
7
69%
31%
72%
22%
78%
22%
75%
25%
78%
22%
3.1.2 Hasil Belajar Siklus I Capaian Indikator Hasil Belajar Jumlah Nilai
Jumlah Siswa
(Rata-Rata)
Tuntas
Tidak Tuntas
2376
23
9
74
72%
28%
Jumlah Prosentase
Berdsarkan hasil evaluasi belajar siswa pada siklus I dapat dijelaskan bahwa dari 32 orang siswa, 9 orang yang mendapatkan nilai kurang dari 75 atau 28%. Sedangkan 23 orang sudah mendapatkan nilai lebih dari 75 atau 28%. Berdasarkan hasil data tersebut dapat disimpulkan bahwa capaian indikator hasil belajar siswa belum memenuhi target yang diharapkan atau kurang dari 75 sehingga memerlukan tindakan berikutnya. Ini dapat dilihat pada lampiran 8 3.1.3 Hasil Pengamatan Proses Belajar Mengajar dengan Model TPS Pada Siklus II Prosentase Aspek Memberi Contoh
Dapat Membedakan
Kerjasama
Dapat Menjelaskan
Dapat Menyimpulkan
Pengamatan
Jumlah Siswa Prosentase
T
TT
T
TT
T
TT
T
TT
T
TT
31
1
32
0
32
0
31
1
30
2
97%
3%
100%
0%
100%
0%
97%
3%
94%
6%
8
3.1.4 Hasil Belajar Siklus II Capaian Indikator Hasil Belajar Jumlah Nilai
Jumlah Siswa
(Rata-Rata)
Tuntas
Tidak Tuntas
Jumlah
2645
32
-
Prosentase
83%
100%
-
Berdasarkan hasil evaluasi belajar siswa pada siklus II dapat dijelaskan bahwa dari 32 orang siswa, semuanya sudah memnuhi target yang diharapkan yakni lebih dari 75. Berdasarkan hasil data tersebut dapat disimpulkan bahwa capaian indikator hasil belajar siswa sudah memenuhi target yang diharapkan sehingga tidak memerlukan tindakan berikutnya. Ini dapat dilihat pada lampiran 15.
3.2 PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian diatas, jelaslah bahwa pembelajaran PKn, khususya materi Globalisasi dengan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share, sudah memenuhi target yang diharapkan. Pelaksanaan poses belajar mengajar menitikberatkan pada peningkatan pemahaman siswa dikelas IV SDN Inpres Pelambane Kecamatan Randangan sebagaimana telah diungkapkan pada bab-bab sebelumnya adalah untuk mencapai indikator kinerja pemahaman siswa mencapai 75% dikategorikan sangat baik dan baik, sedangkan 25% dikategorikan cukup. Proses pembelajaran dalam penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman siswa dengan menggunakan model pembelajaran TPS. Pada proses pembelajaran siswa dibimbing oleh guru (pengamat) dan peneliti juga terlibat langsung dan berperan aktif dalam proses pembelajaran agar siswa akan termotivasi dalam mengikuti materi yang diajarkan yang sangat berpengaruh pada hasil pemahaman siswa yang akan dicapai oleh siswa. Berdasarkan deskripsi data tersebut, jelaslah bahwa pemahaman belajar siswa pada materi Globalisasi dengan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share pada proses pembelajaran dengan menerapkan langkah-langkah pembelajaran yang relevan mengalami peningkatan yang signifikan. Dengan demikian, penelitian tindakan ini menyatakan bahwa “jika dalam pembelajaran guru menggunakan model pembelajaran TPS, maka pemahaman siswa pada materi Globalisasi akan meningkat, sehingga tindakan dalam penelitian ini dapat diterima. BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran TPS pemahaman tentang materi Globalisasi pada siswa Kelas IV SDN Inpres Pelambane Kecamatan Randangan meningkat, hal ini dapat ditunjukkan oleh kegiatan siswa pada siklus I dan II pemahaman belajar yang dicapai 32 orang siswa dalam pelaksanaan tindakan. Pada siklus II sudah menunjukkan hasil yang diharapkan karena siswa yang mendapat nilai 75 ke atas. 4.2 Saran Adapun saran yang dapat penulis dalam skiripsi ini antara lain: 1. Untuk sekolah, memperhatikan manfaaat yang diberikan dalam pembelajaran, maka sebaiknya Model TPS, tidak hanya diterapkan pada satu mata pelajaran tertentu saja tetapi sangat perlu dikembangkan pada semua mata pelajaran yang lainnya baik bersifat noneksakta maupun eksata 2. Diharapkan kepada guru dapat melaksanakan penelitian tindakan kelas yang serupa guna perbaikan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn. 3. Untuk siswa, penerapan model pembelajaran TPS ini diupayakan dapat meningkatkan mutu pendidikan dan mekanisme pengajaran dalam proses pembelajaran PKn dan dapat meningkatkan pemahaman siswa. 4. Untuk Peneliti, pemahaman tentang Globalisasi pada pembelajaran PKn dengan model Pembelajaran TPS tidak hanya terbatas pada kerangka teritisnya, tetapi gurulah yang berperan
9 untuk dapat memberikan stimulus. Karena itu, diharapkan peneliti ini menjadi referensi untuk pengkajian penelitian berikutnya sehingga memiliki informasi dan pemahaman yang komperhensif mengenai pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran TPS. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Shardjono, Supardi, 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT Bumi Aksara Depdiknas, 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Utama Herdian. 2010. Kemampuan Pemahaman Matematika. http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-matematis/ Kusumah, Wijaya. 2010. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT Indeks Lie, Anita. 2010. Cooperative Learning. Jakarta : PT Grasindo Mulyasa, 2007. Karakteritik Kemampuan Meemahami Dalam Proses Belajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Muslimin, Ibrahim, 2000. Model-Model Pembelajaran Kooperatif, Jakarta : PT Bumi Aksara Nur M dan Wikandari. Pengajaran Berpusat Pada Siswa Dan Pendekatan Kontruktivisme Dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Poerdawaminto : 2007. Kamus Bahasa Indonesia : Bandung : PT Remaja Rosdakarya Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SDN. Jakarta : Dikti Departemen Pendidikan Nasional Sanafiah, Fisal, Mulyadi, 2007. Metodologi Penelitian dan Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional Sangsukess, 2011. Pengertian Pemahaman Siswa. http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2203596-pengertian-pemahaman siswa/ Sejahtisempurna, 2011. Pengertian Pemahaman. http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2203596-pengertian-pemahaman/ Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning. Bandung : Nusa Solihatin, Etin dan Raharjo. 2009. Cooperative Learning (Analisis Model Pembelajaran IPS). Jakarta : Bumi Aksara Sudjana Nana, 2008. Media Pengajaran. Jakarta : Sinar Baru Algesindo Uno, Hamzah. 2007. Model Pembelajaran, Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif dan Efektif. Jakarta : PT Bumi Aksara Uno Hamzah & Karim Rauf Abdul. 2008.Desain Pembelajaran .Gorontalo : Nurul Jannah. Uzer, Usman. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Zul, Em. 2008. Meningkatkan Pemahaman Siswa Melalui Pemodelan di Kelas Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Jakarta : PT Bumi Aksara Zuleha, Ida. 2006. Strategi Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
10