Ragam Isi Salam Tabligh Berkala Tuntunan Islam adalah bagian dari upaya Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk membantu umat dalam memahami peta perjalanan menuju Pribadi Muslim yang sebenarbenarnya serta menyemangati ummat agar mewujudkan amal Islami dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. - hal. 2
Tafsir al-Qur’an: Surat al-Fatihah (bagian 1) Surat ini dinamakan “al-Fatihah” (pembuka), karena surat ini merupakan pembuka atau awal dari tertib surat-surat al-Qur’an. Surat ini juga dinamakan “Ummul-Qur’an” (induk al-Qur’an), karena surat ini menghimpun isi al-Qur’an secara garis besar - hal. 5
DINAMIKA PENGAJIAN AHAD PAGI - Suasana Pengajian Ahad Pagi al-Manar Muhammadiyah Ponorogo. Pengajian ini telah berlangsung selama lebih kurang 14 tahun. Tampak dalam gambar ketika pengajian ahad pagi ini diisi oleh Prof. Dr. H.M. Amien Rais, M.A., mantan Ketua PP Muhammadiyah. Rekaman pengajian ini dapat diunduh di: http://tabligh.muhammadiyah.or.id
Tuntunan Aqidah: Islam Satusatunya Agama yang Benar Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, disebutkan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para rasulNya sejak nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada nabi penutup Muhammad saw, sebagai hidayat dan rahmat Allah kepada ummat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan materiil dan ukhrawi.
- hal. 13
Tuntunan Akhlak: Konseptualisasi Akhlak dalam Ajaran Islam - hal.18. Adab Berbicara - hal.25 Tuntunan Ibadah: Falsafah, Makna dan Prinsip Ibadah - hal. 30 Tuntunan Ibadah Ramadhan - hal. 35 Tuntunan Muammalah: Kepemilikan Harta dalam Islam - hal. 55
Suplemen - Dinamika: Pengajian Ahad Pagi Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Magetan - hal. 58 Lukisan sampul: Munichi B. Edrees, kaligrafi: cinetrophee.blogspot.com
Pemimpin Umum: Agus Sukaca. Wakil Pemimpin Umum: Ahmad Supriyadi. Pemimpin Perusahaan: Ismail Siregar. Pemimpin Redaksi: Farid B. Siswantoro. Dewan Ahli: Drs. H. Andy Dermawan, M.A. (Koordinator); Prof. Drs. H. Sa’ad Abdul Wahid, Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A. (Tafsir); H. Fathurrahman Kamal, Lc., M.Si., Dr. H. Syamsul Hidayat, M.Ag., Drs. H. Zaini Munir, M.Ag. (Aqidah); Dr. Mohammad Damami, M.Ag., Drs. H. Hamdan Hambali, Drs. Yusuf A. Hasan, M.Ag., Drs. H. Muhsin Haryanto, M.Ag., Drs. Marsudi Iman, M.Ag. (Akhlak); Syakir Jamaluddin, S.Ag., M.A., Ghofar Ismail, S.Ag., M.Ag., Asep Salahuddin, S.Ag., Drs. H. Kamiran Qomar (Ibadah); Drs. H. Dahwan, M.Si., H. Okrisal Eka Putra, Lc., M.Ag., Drs. H. Najib Sudarmawan, Drs. H. Khamim Z. Putra, M.Ag. (Muammalah). Sidang Redaksi: Yusron Asrofie (Tafsir), Ahmad Muttaqien (Akidah), Farid Setiawan (Akhlak), Ridwan Hamidy (Ibadah), Wijdan AlArifin (Muamalah), Arif Jamali (Dinamika), Mahli Zainuddin Tago (Sosok), Adim Paknala (Rancang Grafis), Munichy B. Edrees (Artistik), Nuruddin T. Widiyanto (Dokumentasi), Sutoto Jatmiko (Sekretaris Redaksi). Manajer Pemasaran: RCA Pradipto Kuswantoro. Manajer Keuangan: Zulbahri St. Bagindo. Distribusi & Iklan: Sukirman, Purwana. Staf Sekretariat: Pepizon Muzamil, Amrullah Umar (tipografi arabic). Diterbitkan oleh: Majelis Tabligh PP Muhammadiyah. 1 BERKALA ISLAM Alamat: Jl. KHA. Dahlan 103 Yogyakarta-55262 telp. +62-274-375025 fax. +62-274-381031 email: TUNTUNAN
[email protected]
Salam Tabligh
Agus Sukaca
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang nikmat-Nya mengalir sepanjang masa. Beruntunglah orangorang yang pandai bersyukur, karena Allah pasti menambah nikmatNya dan merugilah orang-orang yang kufur, karena adzab Allah amatlah pedih. Kenikmatan terbesar bagi umat manusia adalah menjadi kekasih Allah yang hanya bisa diraih dengan iman. Dengan iman seseorang dapat menikmati secara positif peristiwa apapun yang menimpa dirinya. Ketika mendapatkan kelapangan, rizki, kemudahan dan segala 2
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
hal yang menyenangkan, ia bersyukur. Demikian pula ketika mendapatkan kesempitan, musibah dan segala hal yang tidak menyenangkan, ia bersabar. Seseorang menjadi kekasih Allah bila dapat mewujudkan dirinya menjadi Pribadi Muslim yang sebenarbenarnya. Idealnya seperti Rasulullah Muhammad s.a.w., pribadi terbaik sepanjang jaman. Untuk mencapainya hanya dapat dilakukan dengan mencontoh Beliau. Bila diibaratkan dengan perjalanan mendaki puncak gunung, maka kepribadian Rasulullah adalah puncaknya, dan perjalanan mendaki adalah proses mencontohnya. Puncak tertinggi yang berhasil diraih manusia adalah maqam Rasulullah Muhammad s.a.w. Puncak yang bisa diraih oleh selain Beliau berada di bawahnya. Setiap orang yang berusaha sungguh-sungguh menuju puncak dengan menggunakan peta perjalanan yang benar akan semakin mendekati puncak. Tempat tertinggi yang berhasil diraih di akhir hanyatnya, itulah puncak individualnya. Masing-masing kita mencapai puncak individual yang berbeda, tergantung
kesungguhan dan komitmen kita dalam mempedomani al-Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbulah. Semakin bersungguhsungguh, semakin tinggi puncak yang kita capai. Orang yang tidak mau tahu dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, alih-alih mendekati puncak, ia akan terperosok ke jurang kegelapan yang membawanya ke penderitaan tiada akhir. Puncak manakah yang menjadi target atau impian anda? Puncak yang berhasil dicapai oleh orang kebanyakan atau puncaknya para aulia? Bila memilih untuk mencapai puncaknya orang kebanyakan, anda tinggal melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh orang kebanyakan. Demikian pula kalau ingin mencapai puncaknya para aulia, maka caranya pun harus seperti yang dilakukan oleh para aulia. Bila tidak memilih, anda akan menjadi seperti orang-orang di sekeliling anda yang juga tidak memilih! Semuanya bergantung pada pilihan anda! Kesuksesan seseorang mencapai puncak bisa dicapai bila ia mendaki dengan mengikuti peta perjalanan yang benar dan melangkah pasti dengan semangat yang membara. Tanpa peta yang benar, perjalanan seseorang akan berputar-putar dan tersesat. Sebaliknya,
meskipun punya peta yang benar, tetapi tanpa semangat menjalaninya ia hanya akan termangu-mangu melihat beratnya perjalanan. Itulah yang dilakukan oleh orang yang paham Islam tetapi tidak mengamalkannya. Dalam proses menjadi Pribadi Muslim yang sebenar-benarnya, memahami peta perjalanan adalah aktualisasi dari memahami al-Qur’an dan as-Sunnah. Sedangkan langkah-langkah perjalanannya adalah aktualisasi dari pengamalan ajaran Islam dengan menjalankan perintah Allah, meninggalkan larangan-Nya, dan menja-lani hidup sesuai petunjukpetunjuk-Nya sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah. Berkala Tuntunan Islam yang berada di tangan anda ini adalah bagian dari upaya Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk membantu ummat dalam memahami peta perjalanan menuju Pribadi Muslim yang sebenarbenarnya serta menyemangati umat agar mewujudkan amal Islami dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Rubrikasi yang disajikan dalam Berkala Tuntunan Islam ini meliputi (1) Tafsir al-Qur’an, (2) Tuntunan Akidah, (3) Tuntunan Akhlak, (4) Tuntunan
Berkala “Tuntunan Islam” yang berada di tangan anda ini adalah bagian dari upaya Majelis Tabligh PP Muhammadiyah untuk membantu ummat dalam memahami peta perjalanan menuju Pribadi Muslim yang sebenarbenarnya serta menyemangati umat agar mewujudkan amal Islami dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
3
Ibadah, (5) Tuntunan Muamalah dan (6) Suplemen yang berisi tentang Dinamika Dakwah, Sosok dan hal-hal penting lainnya. Kami berharap berkala ini dapat menjadi tuntunan dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Untuk menjaga agar sesuai dengan paham agama yang didasarkan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbulah, setiap tulisan diterbitkan setelah melalui beberapa proses sebagai berikut: Pertama, tulisan dipresentasikan dalam forum Pengajian Malam Selasa yang diselenggarakan oleh Majelis Tabligh PP Muhammadiyah setiap Malam Selasa di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam pengajian ini, naskah yang akan terbit didiskusikan dan dilakukan pengayaan oleh peserta pengajian. Kedua; Tim redaksi mengedit ulang tulisan yang akan diterbitkan dengan menambahkan hasil-hasil diskusi dan pengayaan yang dilakukan peserta pengajian dalam bahasa yang sederhana. Ketiga; tulisan yang siap terbit (dummy), diserahkan kepada Dewan Ahli sebagai proof reader untuk dibaca
4
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
ulang dan dikoreksi. Setelah dinyatakan layak, barulah bisa diterbitkan. Insya Allah, Berkala Tuntunan Islam akan terbit rutin setiap bulan. Kami berharap upaya ini dapat membantu Ummat Islam dalam upayanya menjadi Pribadi Muslim yang Sebenarbenarnya. Pribadi-pribadi tersebutlah yang bertanggungjawab dalam mewujudkan Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, sebagaimana yang kita cita-citakan bersama. Kami mohon doa, kiranya upaya kami dapat menjadi sumbangsih Muhammadiyah kepada ummat untuk menjadi lebih baik dalam ber Islam. Dan yang lebih penting, menjadi bagian ibadah kami kepada Allah! Selamat membaca dan mengamalkan materi-materi yang tersaji dalam Berkala Tuntunan Islam ini! Selamat menunaikan shaum Ramadhan! Semoga menjadi semakin tinggi derajat takwa kita! Amin.
Pemimpin Umum
Tafsir al-Qur’an SURAT AL-FATIHAH
Para ulama membagi al-Quran dari segi nuzulnya menjadi dua golongan, yaitu: Makkiyyah dan Madaniyyah. Makiyyah ialah surat-surat atau ayatayat yang diturunkan sebelum hijrah Nabi ke Madinah. Sedangkan Madaniyyah ialah surat-surat atau ayat-ayat yang diturunkan sesudah Nabi ke Madinah, baik yang diturunkan di Madinah maupun di luar Madinah. Untuk mengetahui perbedaan antara kedua macam golongan tersebut dapat diketahui dari ciri-cirinya. Ciri-ciri Makiyyah ialah: a. Surat-surat dan ayat-ayatnya pendekpendek dan singkat (ijaz), sasarannya bangsa Arab yang memiliki tiga tingkat balaghah dan fashahah yang sangat tinggi. Menurut para ahli bahasa, puncak balaghah yang paling tinggi ialah pernyataan yang singkat. b. Sebagian besar surat-surat dan ayatayatnya mengandung peringatan dan
penjelasan tentang ushuluddin (pokok-pokok agama) secara garis besar. c. Sebagian besar surat Makkiyyah, terutama surat-surat yang diturunkan pada masa permulaan risalah Nabi, lebih banyak memberikan kejutan terhadap hati untuk memberikan rasa takut dan mendorong agar berpikir panjang akan adanya bahaya, baik yang tersembunyi maupun yang terlihat, baik yang jauh maupun yang dekat, yaitu adzab di dunia dan di akhirat, serta memberikan peringatan kepada manusia agar meninggalkan segala macam kemusyrikan dengan tegas. Contoh surat-surat: al-Haaqqah, al-Qaari’ah, az-Zalzalah, dan sebagainya. Ayat-ayat dari surat-surat tersebut sangat pendek, tetapi sangat mengejutkan hati, terutama orangorang Arab yang memiliki tingkat balaghah yang tinggi, sehingga BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
5
mereka merasa takut dan gelisah ketika mendengarkan al-Qur’an dibaca. Adapun ciri-ciri surat-surat Madaniyyah antara lain: a. Surat-surat dan ayat-ayat Madaniyyah panjang-panjang, terutama apabila sasarannya para ahli kitab, sehingga mereka pada umumnya kurang menguasai balaghah bahasa Arab. b. Membicarakan hukum-hukum Islam. c. Mengajak berjihad membela agama Islam. d. Membicarakan hubungan antar negara dan mengatur kaidah hubungan kemasyarakatan. e. Membicarakan ikatan keluarga, mencela orang-orang munafik dan menyingkap rahasia kaum musyrikin serta memerintahkan berdialog dengan para ahli kitab. Surat al-Fatihah termasuk golongan Makkiyyah, karena diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Surat ini terdiri dari tujuh ayat. Yang dimaksudkan dengan surat ialah sepotong al-Qur’an yang terdiri dari tiga ayat atau lebih. Surat-surat al-Qur’an diberi nama dengan nama-nama tertentu, secara tauqifi (ketentuan dari Allah dan Rasul-Nya) dan pada umumnya diambil lafal dari surat yang disebutkan pada awal surat, seperti al-Baqarah, an-Nisa dan sebagainya. Pada masa Rasulullah s.a.w. Nama-nama surat tidak dican-tumkan, karena beliau melarang para penulis wahyu dari penulisan apa pun kecuali alQur’an agar tidak bercampur dengan 6
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
lafal-lafal selain al-Qur’an, termasuk lafal “Amin” sesudah surat al-Fatihah. Surat ini dinamakan “al-Fatihah” (pembuka), karena surat ini merupakan pembuka atau awal dari tertib surat-surat al-Qur’an. Surat ini juga dinamakan “Ummul-Qur’an” (induk al-Qur’an), karena surat ini menghimpun isi alQur’an secara garis besar. Sebagian ulama berpendapat bahwa surat al-Fatihah diturunkan dua kali, pertama, di Makkah, ketika shalat mulai diwajibkan, dan kedua di Madinah ketika terjadi perubahan kiblat. Sementara, sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa surat al-Fatihah adalah surat yang pertama kali diturunkan secara lengkap dalam satu surat (Rasyid Ridla, al-Manar, t.t. I: 24). Sebagian ulama berpendapat bahwa surat al-Fatihah mencakup isi kandungan al-Qur’an secara garis besar, yaitu: a. Ajaran tauhid. Karena pada waktu alQur’an diturunkan, semua manusia mengikuti ajaran animisme yang memerintahkan menyembah berhala, sekalipun sebagian di antara mereka mengaku bertauhid. b. Janji dan kabar gembira dari Allah s.w.t. Bagi orang-orang yang beriman, mereka akan dianugerahi pahala yang sangat baik. Juga ancaman bagi orang-orang yang tidak beriman, bahwa mereka akan ditimpa adzab yang pedih, baik di dunia maupun di akhirat kelak. c. Perintah beribadah hanya kepada Allah semata sebagai realisasi ajaran tauhid.
d. Penjelasan tentang jalan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. e. Kisah-kisah tentang manusia pada masa lalu, yaitu kisah-kisah tentang orang-orang yang taat kepada hukum Allah dan orang-orang yang menentang hukum Allah s.w.t. Inilah isi kandungan al-Qur’an yang
mereka sembah hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ayat-ayat tentang tauhid dalam al-Qur ’an merupakan penjelasan secara rinci
garis besar. Tentang ajaran tauhid tercakup dalam
, (bismillaahirrahmaanirrahiim - dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang). Penyebutan kata ar-rahmah (kasih sayang), pada permulaan al-Qur’an merupakan suatu janji dari Allah bahwa Dia akan menganugerahkan kenikmatan kepada hambaNya yang taat kepadaNya. Kata tersebut diulang dua kali untuk mengingatkan kita semua akan kewajiban mentauhidkan Allah dan menyembahNya sebagai ungkapan rasa syukur kepadaNya.
, (Alhamdulillahi rabbil ‘alamin - segala puja dan puji hanya bagi Allah, Tuhan sekalian alam). Ayat ini berbicara bahwa puja dan puji hanya bagi Allah semata, karena Allah s.w.t. adalah sumber segala kenikmatan. Maka pada akhir ayat tersebut ditegaskan dengan firmanNya: (Tuhan sekalian alam). Tauhid adalah ajaran yang paling pokok dalam Islam, maka tidak cukup hanya dengan isyarat saja, melainkan harus disempurnakan dengan firmanNya: , (iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iin - hanya kepada-Mu aku menyembah dan hanya kepadaMu aku mohon pertolongan). Dengan pernyataan tersebut, tercabutlah akar-akar kemusyrikan dan animisme yang telah menyebar ke seluruh umat. Mereka menjadikan berhala sebagai penolong, dan mereka meyakini bahwa berhala yang mereka sembah mempunyai kekuatan ghaib yang kemudian mereka sembah dan minta pertolongan untuk memenuhi kebutuhan mereka di dunia. Mereka meyakini bahwa berhala yang
(iyyaaka na’budu waiyyaka nasta’iin). Adapun janji Allah termuat dalam firmanNya:
(maaliki yaumiddiin - Yang Menguasai hari pembalasan) mengandung makna janji dan ancaman. Sebab, makna ad-Din adalah ketundukan kepada Allah s.w.t., yaitu bahwa pada hari kiamat kelak kekuasaan hanya dimiliki Allah s.w.t., dan seluruh alam tunduk kepadaNya. Semuanya mengharapkan rahmat dari Allah dan takut kepada adzab-Nya. AdDin dapat juga diartikan balasan dari Allah. Balasan kebaikan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan dan balasan siksaan bagi orang-orang yang berbuat kejahatan. Itulah janji dan ancaman Allah kepada manusia. BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
7
Adapun ibadah tercakup dalam
hanya kepada-Mu aku menyembah dan hanya kepada-Mu aku mohon pertolongan). Beribadah kepada Allah harus melalui jalan yang telah ditentukan Allah s.w.t. Karena itulah pada ayat berikutnya (ihdinash-shi-rathal mustaqiim - Tunjukilah kami jalan yang lurus). Maksudnya, jadikanlah kami tetap pada jalan yang lurus. Sebab, pada dasarnya orangorang mukmin telah berada pada jalan yang lurus. Para ulama mengatakan bahwa kebahagiaan itu terwujud karena istiqamah pada jalan yang lurus, yaitu Islam. Dan sebaliknya, kesusahan itu lahir karena keluar dari jalan yang lurus, yaitu kekafiran. Dan istiqamah itu merupakan ruh ibadah. Yang dimaksudkan dengan ruh ibadah ialah “al-khauf war-raja” (rasa takut dan harapan). Ruh ibadah itulah yang mendorong seseorang untuk berbuat amal shalih. Kisah-kisah dan berita tentang masa lalu diungkapkan dalam firmanNya: (shirathal-ladziina an’amta ‘alaihim - jalan orangorang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka). Firman Allah ini menjelaskan kisah orang-orang shalih yang hidup pada masa lalu yang telah dikaruniai kenikmatan lahir dan batin, seperti para Nabi dan para Wali Allah s.w.t. Mereka itulah yang wajib diteladani oleh siapa pun. Di samping mengisahkan orang-orang shalih, Allah juga mengisahkan orang8
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
orang yang sesat dan dilaknat, sebagaimana disebut dalam firman-Nya: (ghairilmaghdzuubi ‘alaihim waladhdhaalliin - bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan jalan mereka yang sesat). Firman Allah tersebut menjelaskan bahwa orangorang yang tidak diberi kenikmatan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: orangorang yang sesat dari jalan Allah serta orang-orang yang menentang dan memusuhi Allah SWT. Mereka itulah yang dimurkai Allah. Kisah-kisah tersebut diungkapkan agar dapat dijadikan pelajaran bagi kita semua. Ringkasnya, bahwa surat al-Fatihah telah mencakup ushuluddin (pokokpokok agama) secara garis besar, yang akan dijelaskan pada surat-surat dan ayatayat berikutnya. Karena itulah, surat alFatihah juga disebut “Ulumul-Qur’an” atau “Ummul-Kitab” (Induk Kitab).
Kandungan Surat al-Fatihah
Artinya: Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, (1) Segala puji hanya bagi Allah,
Tuhan semesta alam, (2) Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, (3) Yang menguasai hari pembalasan, (4) Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan, (5) Tunjukilah kami jalan yang lurus, (6) yaitu jalan orang yang Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat (7).
Tafsir Mufradat Alhamdu: Pujian dengan lisan atas perbuatan yang baik. Arti inilah yang terkenal di kalangan para ahli bahasa dan para ulama (Rasyid Ridha, al-Manar, I: 49). Kata tersebut berasal dari kosa kata: hamida-yahmadu. Dalam al-Qur’an, kata tersebut turunnya diulang sebanyak 68 kali dengan berbagai kata. Al-‘alamin bentuk jamak dar: al‘alam, artinya: semua makhluk Allah. Dalam al-Qur’an, kata tersebut diulang sebanyak 73 kali. Ad-Din berasal dari kosa kata: daanayadiinu-diinan. Kata ad-Din dalam alQur’an mempunyai arti yang berbeda-beda sesuai dengan konteksnya, antara lain: a. Tauhid, seperti disebutkan dalam firmanNya: (Sesungguhnya agama tauhid yang sah disisi Allah adalah al-Islam (Ali Imran [3]: 19). b. Hukum, seperti disebutkan dalam firman-Nya: Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya menghalang-
halangi kamu untuk menjalankan hukum Allah (an-Nur [24]: 2). c. Agama, seperti disebutkan dalam firman-Nya: Dialah yang telah mengutus RasulNya dengan membawa petun-juk al-Qur’an dan agama yang benar (at-Taubah [9]: 33). . Yang menguasai hari pembalasan (al-Fatihah [1]: 4).
Tafsir Ayat Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa yang dimaksudkan dengan surat ialah sepotong al-Qur’an yang terdiri dari tiga ayat atau lebih yang namanya diketahui melalui riwayat. Surat al-Fatihah mempunyai beberapa nama, antara lain: a. Ummul-Kitab atau Ummul-Qur’an (Induk al-Qur’an). Sebab, surat alFatihah mengandung pokok-pokok tujuan al-Qur’an, seperti memuji dan berbakti kepada Allah s.w.t., dengan mentaati segala perintah dan laranganNya dan penjelasan tentang janji dan ancaman-Nya. b. As-Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang), karena surat ini dibaca berulang-ulang dalam shalat. c. Al-Asas (dasar, asas). Karena surat ini diletakkan pada permulaan dalam tertib surat-surat al-Qur’an atau karena surat ini adalah yang pertama kali diturunkan dengan lengkap (al-Maraghi, 1969, I: 23). BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
9
Pendapat tersebut berdasarkan suatu hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqy, dari ‘Amr bin Syurahbil: bahwa Rasulullah s.a.w. berkata kepada isterinya, Khadijah: “Ketika Aku berkhalwat (mengasingkan diri), Aku mendengar panggilan, demi Allah Aku sangat khawatir akan terjadi peristiwa besar”. Lalu Khadijah berkata: “Mohonlah perlindungan kepada Allah, tidak mungkin Allah memperdayakan
kebahagiaan di dunia dan akhirat, kisahkisah tentang orang-orang yang hidup di masa lalu yang memperoleh hidayah dan melaksanakan aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah s.w.t. untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat dan orang-orang yang sesat dan meninggalkan syari’at Islam. Isi pokok ini telah tercakup dalam surat al-Fatihah secara garis besar. Tauhid termuat dalam firmanNya: (alhamdu lillaahi rabbil-‘aalamiin - segala pujian hanya bagi Allah Tuhan semesta alam). Sebab, pujian itu dilahirkan karena adanya suatu kenikmatan, dan Allah adalah sumber segala macam kenikmatan. Kenikmatan yang paling besar adalah kenikmatan keberadaan dan keterpeliharaan, sebagaimana diisya-
suka bersilaturrahim dan terpercaya”. Kemudian Rasulullah s.a.w. menyampaikan peristiwa itu kepada Waraqah, lalu Waraqah memberikan saran agar Rasulullah bersikap tenang dan memperhatikan panggilan itu. Selanjutnya, ketika Beliau berkhalwat pada hari berikutnya, datanglah malaikat Jibril memanggil-manggil Rasul: Hai Muhammad, ucapkanlah BismillahirRahmanir-Rahim, al-Hamdu Lillahi Rabbil-‘Alamin, hingga Waladldlaallin” (Rasyid Ridha, I: 35). Surat al-Fatihah mengandung isi pokok al-Qur’an secara garis besar, kemudian dirinci dalam surat-surat berikutnya. Menurut para mufassir, isi pokok al-Qur’an adalah tauhid, janji Allah untuk memberikan balasan yang sebaik-baiknya bagi orang yang melak-
(maaliki yaumiddiin - yang menguasai hari pembalasan), baik balasan kebaikan maupun balasan adzab. Ibadah tercakup dalam firman-Nya:
dengan adzab yang sangat pedih bagi orang yang meninggalkan dan menentang al-Qur’an, ibadah untuk memantapkan tauhid dalam jiwa setiap mukmin, penjelasan-penjelasan untuk mencapai
(iyyaaka na’budu wa-iyyaaka nasta’iin - hanya kepada-Mu aku menyembah dan hanya kepada-Mu aku mohon pertolongan). Jalan kebahagiaan tercakup dalam firmanNya: Ihdinash-Shiraathal
10
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
(rabbil ‘alamin - Tuhan semesta alam). Dengan demikian tercabutlah akar-akar kemusyrikan dan keberhalaan yang telah menjadi budaya pada hampir semua orang. Janji dan ancaman tercakup dalam
Mustaqiim (Tunjukilah kami jalan yang lurus). Sebab kebahagiaan itu hanya dapat diperoleh di jalan yang lurus (Islam), barang siapa menyimpang dari jalan yang lurus, maka ia akan sesat. (Rasyid Ridha, I: 38) Adapun kisah-kisah tercakup dalam firmanNya:
Shiraathal-ladziina an’amta alaihim ghairil-maghdzuubi ‘alaihim waladhdhaalliin (jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan jalan mereka yang sesat). Ayat tersebut menjelaskan bahwa pada masa lampau terdapat orang-orang yang taat kepada Allah, dan kita wajib mengikuti jejak mereka. Selain itu juga terdapat orang-orang yang sesat dan kita dilarang mengikuti jejak mereka. Surat al-Fatihah adalah salah satu dari surat-surat Makkiyyah yang diturunkan sebelum hijrah Nabi ke Madinah dan terdiri dari tujuh ayat. Surat al-Fatihah ini dimulai dengan firmanNya: (bismillaahir Rahmaanir-Rahiim - dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang). Para ulama berbeda pendapat mengenai status basmalah, apakah termasuk salah satu ayat dari surat alFatihah atau berdiri sendiri. Sebagian sahabat, seperti: Abi Hurairah, Ali bin Abi Thalib, Ibni Abbas,
Ibni Umar dan sebagian tabi’in, seperti: Said ibni Jubair, ‘Atha, az-Zuhry, Ibni Mubarak dan sebagian qari’ dan ahli fiqh dari Kufah, seperti ‘Asim dan alKisa’iy, berpendapat bahwa basmalah adalah sebagian ayat dari setiap surat alQur’an. Pendapat tersebut berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut: 1. Ijma’ para sahabat dan para ulama yang menetapkan basmalah pada setiap permulaan surat dalam mushaf, kecuali surat al-Bara’ah (at-Taubah) 2. Hadits-hadits tentang basmalah; antara lain hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tadi telah diturunkan sebuah surat alQur’an kepadaku, lalu Beliau berkata: “Bismillahir-RahmanirRahim” (HR Muslim, I: 187). Pendapat tersebut dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi s.a.w. bersabda: (Apabila kamu membaca alhamdu lillah (al-Fatihah), maka bacalah “Bismillahir-RahmanirRahim”, sebab al-Fatihah adalah Ummul Qur’an (induk al-Qur’an dan tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang, sedangkan “Bismillahir-Rahmani-Rahim” adalah salah satu ayat dari ayat-ayat alFatihah (Ad-Daruqutny). Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa basmalah merupakan suatu ayat yang berdiri sendiri, diturunkan untuk menjelaskan permulaan surat dan untuk memisahkan antara satu surat dengan surat lainnya. Pendapat tersebut didukung BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
11
ulama Madinah dan ulama Syam (Syiria) (al-Maraghi, 1969, I: 27). Lafal “ism” yang berarti nama, adalah suatu lafal yang menunjukkan benda konkrit, seperti Zaid, lembu dan sebagainya dan benda abstrak, seperti: akhlak, kebenaran dan sebagainya. Lafal “ism” yang dihubungkan dengan lafal jalalah, seperti Allah dan Rabb dalam al-Qur’an, dapat ditemukan dalam al-Qur’an sebanyak 23 ayat, dan mengandung makna kesucian. Oleh karena itulah Allah memerintahkan kepada kita agar menyebutkan dan mensucikan nama Allah sebagaimana disebutkan dalam firmanNya:
Dan sebutkanlah nama Tuhanmu dan beribadahlah kepadaNya dengan sepenuh hati (al-Muzammil [73]: 8). Pada ayat lainnya Allah berfirman sebagai berikut: Dan sebutlah nama Tuhanmu, pagi dan siang (al-Ihsan [76]: 25).
12
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Menyebut nama Allah tidaklah cukup hanya dengan ucapan, melainkan harus menghadirkan hati, sehingga dapat benarbenar mengingat keagungan, kebesaran dan kesucian-Nya. Allah membuka al-Qur’an dengan basmalah mempunyai tujuan agar kita membiasakan membaca basmalah pada setiap memulai suatu pekerjaan. Dalam suatu hadits, Nabi s.a.w. menegaskan sebagai berikut: “suatu perkataan atau perkara yang penting, jika tidak dimulai dengan menyebut nama Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia, maka pekerjaan itu siasia” (Musnad Ahmad, II, 359, dari Abi Hurairah). Apabila seseorang memulai pekerjaannya dengan membaca basmalah, maka ia telah memenuhi perintah Allah dan telah berniat hanya mencari keridhaan-Nya, dan meyakini bahwa kemampuan yang dimilikinya adalah karunia Allah s.w.t.[ bersambung] *)
Narasumber utama artikel ini:
Prof. Drs. H. Saad Abdul Wahid
Tuntunan Aqidah ISLAM SATU-SATUNYA AGAMA YANG BENAR A. Pendahuluan Keyakinan bahwa Islam satu-satunya Agama yang Benar adalah termasuk perkara yang bersifat qath’i, tsawabit dan badihiy/pasti, tetap dan jelas (minal umuridl-dlaruriyah fid din) yakni termasuk di antara perkara-perkara agama yang bersifat dhlaruriyah (suatu keharusan) karena telah disepakati dan didukung oleh seluruh ulama sepanjang masa, lebih-lebih oleh salafus salih berdasarkan nash-nash yang jelas dan tegas. Namun demikian, sekarang perkara tersebut sering mendapat rongrongan dari kalangan-kalangan tertentu dengan mengatasnamakan toleransi agama. Mereka menyebarkan paham pluralisme agama dan mengecam setiap orang yang meyakini dan menyatakan kebenaran agamanya dan kesesatan agama lain. Kelompok ini menyebarkan pahamnya dengan berbagai cara, baik melalui TV, majalah, koran, buku-buku dan film-film. Mereka tidak segan-segan mengutip ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan menurut selera mereka, Padahal hal itu jauh dari manhaj yang benar. Dengan latar belakang itulah tulisan ini disajikan untuk menegaskan ulang bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Hal ini sebagaimana pernah
ditegaskan dalam salah satu keputusan Munas Tarjih di Jakarta yang berbunyi: “sehubungan dengan munculnya pemahaman bahwa orang Islam yang mengklaim agama Islam sebagai agama yang paling benar adalah salah. Berdasarkan al-Qur’an perlu ditegaskan kembali kepada warga Muham-madiyah bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan diridhai Allah” (Keputusan Munas Majelis Tarjih di Jakarta tahun 2000). Dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah juga disebutkan: “mematuhi ajaran-ajaran Agama Islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat”.
B. Pengertian Islam Pengertian Umum Dalam Matan Keyakinan dan CitaCita Hidup Muhammadiyah disebutkan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
13
penutup Muhammad s.a.w., sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada ummat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejah-teraan materiil dan ukhrawi. Dalil-Dalil: a. Q.s. an-Nisa, 4: 163
yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)Nya orang yang kembali (kepadaNya). Pengertian Khusus
Terjemah: Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman, dan Kami berikan Zabur kepada Daud.
Agama yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w. ialah apa yang diturunkan Allah di dalam al-Qur’an dan yang tersebut dalam Sunnah yang sahih, berupa perintahperintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat (Himpunan Putusan Tarjih). Dalil-Dalil: a. Q.s. at-Taubah, 9: 33
b. Q.s. asy-Syuura, 42: 13
Terjemah: Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa 14
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Terjemah: Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (alQuran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.
b. Q.s. al-Anbiya’, 21 :107
Terjemah: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. c. Hadits shahih Bukhari, surat Nabi Muhammad s.a.w. kepada Hiraklius:
Terjemah: Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Dari Muhammad, hamba Allah dan RasulNya kepada Hiraklius, kaisar Romawi. Kesejahteraan kiranya un-tuk orangorang yang mengikuti petunjuk. Kemudian sesungguhnya saya mengajak anda memenuhi pang-gilan Islam. Masuklah Islam! Pasti anda selamat, dan Allah memberi pahala kepada anda dua kali lipat. Tetapi jika anda enggan, niscaya anda akan memikul dosa seluruh rakyat. “Hai ahli kitab! Marilah kita bersatu dalam satu kalimat yang sama antara kita, yaitu supaya kita tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun, dan janganlah sebagian kita menjadikan sebagian yang lain menjadi
Tuhan selain Allah. Apabila engkau enggan menuruti ajakan ini, maka saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang muslim.” Kesimpulan Pengertian: a. Antara Islam sebagai agama samawi terakhir dan agama wahyu sebelumnya jelas mempunyai hubungan yang erat, karena keberadaannya merupakan mata rantai terakhir agama Allah b. Kebenaran-kebenaran fundamental dan nilai-nilai hidup yang bersifat universal yang pernah diajarkan oleh para Nabi dan Rasul terdahulu dikukuhkan dan dilestarikan. Sementara, beberapa aturan yang merupakan realisasi dan nilai-nilai universal disesuaikan dengan perkembangan hidup.
C. Kebenaran Dinul Islam Dalam al-Qur’an, Allah telah menegaskan sendiri tentang kebenaran Islam sebagai agama bagi seluruh umat manusia. Diantara penegasan tersebut terdapat dalam beberapa surat berikut: Surat Ali Imran, 3: 83
Terjemah: Apakah selain agama Allah yang mereka cari, padahal hanya kepadaNya tunduk siapapun yang ada di langit-langit dan di bumi, baik karena taat maupun terpaksa. Dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan. BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
15
Ayat di atas menjelaskan bahwa agama yang benar adalah agama yang datang dari Allah s.w.t. Dalam firman-Nya yang lain, pada surat Ali Imran, 3: 19, Dia menegaskan:
Terjemah: Sungguh agama yang diridlai di sisi Allah adalah agama Islam. Kemudian, dalam surat Ali Imran:15, Allah s.w.t. berfirman:
Terjemah: Barangsiapa yang mencari agama lain selain Islam maka ia tidak akan diterima dan kelak di akhirat tergolong orang-orang yang merugi. Dalam surat al-Ma’idah (5) ayat 3, Allah juga menegaskan:
Terjemah: Hari ini Aku telah sempurnakan bagimu agamamu dan Aku telah cukupkan bagimu nikmat-Ku dan aku telah meridlai Islam sebagai agama untukmu. Dalam al-Qur’an terdapat beberapa nama untuk menyebut agama yang benar (agama Islam), yaitu “al-Islam” seperti tersebut nama itu dalam surat Ali Imran: 85 dan surat al-Ma’idah: 3. Nama lain dari agama Islam adalah ad-Dinul Qayyim seperti tersebut dalam surat at16
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Taubah: 36. Dan dalam surat alBayyinah: 5 disebut dengan istilah Dinul Qayyimah. Sebutan lain adalah Dinullah, seperti nampak dalam surat Ali Imran: 83 dan surat an-Nashr: 2; “Dinul Haq” seperti tersebut dalam surat atTaubah: 29 dan 33. Penegasan Allah s.w.t. dalam alQur’an yang mengatakan bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w. sebagai satu-satunya agama yang benar ajarannya dapat dikuatkan dengan alasan dan bukti sebagai berikut: a. Islam sebagai agama yang jelas asal usulnya, yaitu sebagai agama wahyu yang terakhir. b. Islam dibawa oleh seorang Nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad s.a.w. c. Ajaran Islam diterangkan dalam AlQur’an sebagai kitab suci terakhir bagi seluruh umat manusia. d. Ajaran Islam tidak ada yang bertentangan dengan fitrah manusia, tetapi mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan ayat al-Qur’an dalam surat al-Ma’idah ayat 3 sebagaimana telah disebutkan di atas; dan surat Rum ayat 30.
Terjemah: Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama (Islam), fitrah Allah, dimana Dia menciptakan manusia
diatas fitrah tersebut. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. e. Ajaran Islam tertumpu pada ajaran mengesakan Tuhan dan bertujuan menjadikan manusia sebagai sumber kabaikan.
Terjemah: Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
f. Ajaran Islam dapat diamalkan dengan mudah dan praktis oleh orang yang beriman (tidak memerlukan upacara yang rumit), dan semua ajarannya baik dan lurus sesuai dengan fitrah manusia yang tidak mau dipersulit dan yang kecenderungannya kepada yang baik dan lurus. Hal ini ditegaskan al-Qur’an dalam surat al-Ma’idah ayat 50.
Q.s. al-Baqarah ayat 286:
Terjemah: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Bersambung)
Terjemah: Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi kaum yang yakin. Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 185 menyebutkan bahwa al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk dan pembeda.
*)
Narasumber utama artikel ini: Zaini Munir Fadholi
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
17
Tuntunan Akhlak AKHLAK DAN KONSEPTUALISASINYA DALAM STRUKTUR AJARAN ISLAM Pendahuluan Istilah “akhlak” (asli Arabnya “akhlâq”) tidak dapat dilepaskan dari kata Arab, “khalaqa” (menciptakan), “makhlûqun” (yang diciptakan) dan “khâliqun” (yang menciptakan). Dalam konteks kebahasaan al-Qur’an, kata “khalaqa” menunjuk pengertian: menciptakan dari tiada ke ada (creatio ex nihilo). Karena itu, “khâliqun” menunjuk kepada Zat Yang Maha Kuat, dan sebaliknya, “makhlûqun” menunjuk kepada segala sesuatu yang serba lemah (dla’îf). Demikian itulah muatan istilah “akhlak”; yang pada hakikatnya di selingkar pandangan, sifat, sikap, dan tingkah laku yang seharusnya disadari dan dihayati manusia dalam kehidupan nyata sehari-hari sesuai dengan kondisi kelemahan makhluk (kedla’îfannya). Oleh karena itu, kalau ada orang yang tidak bersedia menyadari dan menghayati muatan “akhlak” sama artinya orang yang bersangkutan “mengingkari kondisi ke1
18
makhlûq-annya” yang sebenarnya serba lemah itu. Oleh karena itu pula berakhlâq (dalam ejaan Indonesianya “berakhlak”) bagi manusia selaku makhlûq merupakan sebuah keniscayaan, mau tak mau, rela atau terpaksa. Dapat dikatakan bahwa istilah “akhlak” adalah unik dan sukar dicari tandingannya. Sayangnya, istilah ini masih kurang dipopulerkan umat Islam sendiri. Dalam konteks struktur ajaran Islam, dalam arti setelah ajaran Islam di-sistematisasikan, akhlak dijadikan salah satu disiplin ilmu tersendiri. Sementara itu ada yang memasukkannya dalam subdisiplin ilmu yang lain. Namun yang pasti, dunia akhlak adalah dunia “penghayatan keberagamaan” dan sekaligus dunia “ekspresi fungsional” dari penghayatan keberagamaan tersebut1. Yang ideal, akhlak sebagai disiplin ilmu dan sebagai wujud konkrit pengalaman keberagamaan perlu diusahakan berjalan saling mendukung dan memperkokoh.
Dipandang dari “religious studies” (studi keberagamaan) pada umumnya, masalah penghayatan keberagamaan dan ekspresi fungsional dari penghayatan keberagamaan itu merupakan bagian niscaya dari seluruh (yang menyebut dirinya) agama. Oleh karena itu bukan hanya milik Islam. Berdasarkan kenyataan demikian, bukti nyata akhlak Islam yang ditampilkan umat Islam harus menunjukkan keunggulan. Barangkali tidak pada tempatnya kalau Islam hanya menang (unggul) dalam ranah teoritik, tetapi justru kurang terbukti keunggulannya dalam ranah praktis. BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Allah s.w.t. Kekhalifahan Manusia dan Posisi al-Qur’an dalam Konteks Kekhalifahan Secara global, Allah s.w.t. dapat dipahami manusia dari pendekatan uluhiyah dan rububiyah. Pendekatan uluhiyah lebih terfokus pada realitas Allah s.w.t. yang bersifat statik,2 Sedangkan dalam pendekatan rububiyah yang lebih dititikberatkan adalah pemahaman terhadap Allah s.w.t.yang bersifat dinamik. Dalam konteks pembahasan tentang akhlak, pendekatan rububiyah ini diwujudkan dalam bentuk: (1) menghadirkan Allah s.w.t. dalam seluruh pontensi kehidupan rohani maupun jasmani; dan (2) menjabarkan secara fungsional sifat Allah s.w.t. dalam kehidupan nyata (baca: membumikan sifat Allah s.w.t. dalam kehidupan). Sementara itu, status (kedudukan) manusia ketika hidup di dunia adalah sebagai “abdun” (hamba), dalam arti: mengakui secara sadar sifat kehambaanya di hadapan Allah s.w.t. (Q.s. adz-Dzariayat, 51: 56).3 Sedangkan role (peranan) manusia dalam hidup di dunia ini adalah sebagai “khalifah fi al-ardl” 2
3
4
(wakil Allah di bumi) (Q.s.al-Baqarah, 2: 30), dalam arti: siapa berusaha untuk memakmurkan kehidupan di planet bumi. (Q.s. Huud, 11: 61). Status manusia yang tergambar di atas menunjukkan perlunya sikap rendah hati (tawadlu) di hadapan Allah s.w.t. dan keniscayaan berkonsultasi kepada Allah s.w.t. Oleh karena itu “kehadiran Allah s.w.t.” dalam setiap detik kehidupan harus diusahakan. Selanjutnya, role (peranan) manusia di atas menunjukkan perlunya ketetapan pemberlakuan kewenangan sebagai wakil Allah s.w.t. Karena Allah s.w.t. itu ghaib, maka kalam-Nya (ucapan-Nya) agar dapat didengar lewat indera telinga dan dapat dilihat indera mata manusia yang dla’îf ini, maka kalam-Nya telah terwujud menjadi kitab suci al-Qur’an dan menjadi acuan ketika manusia melaksanakan peranan kekhalifahannya.4 Manusia yang melaksanakan status dan role (peranan) berdasar al-Qur’an adalah yang pantas disebut “manusia berakhlâq”. Al-Qur’an berisi formula akhlâq (sifat-sifat yang sesuai dengan keterciptaan) manusia secara universal.
Untuk ini diungkapkan bahwa Allah s.w.t. adalah Nama (ism), Ada (wujud), Esa, Zat yang Serba Sempurna. Di sini yang dipentingkan adalah pendalaman pemahaman tentang keistimewaan Allah s.w.t. Dalam ayat ini peristilahan “’abdun” (hamba) diwujudkan dalam bentuk fi’il mudlari’ (kata kerja yang menunjukkan sedang berlangsung atau akan berlangsung). Karena berbentuk kata kerja, kalau boleh ditafsirkan kemaknaannya, maka status “hamba” itu haruslah fungsional. Artinya, pengakuan tentang sifat kehambaan itu tidak berhenti sekedar “pengakuan”, melainkan harus sanggup menanggung resiko (konsekuensi) dari sifat kehambaan itu di hadapan Allah s.w.t., (2) benar-benar menghayati sifat kehambaan itu di hadapan Allah s.w.t.: dan (3) siap taat terhadap apa yang ditugaskan oleh Allah s.w.t. yaitu melakukan ibadah. Hal ini dapat dianalogikan dengan buku petunjuk yang dikeluarkan oleh pabrik tertentu mengenai produknya. Manakala pembeli dan pemakai produk pabrik tersebut mengikuti BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
19
Fenomena “Nilai” dalam Kesadaran Berakhlak Secara Fungsional “Nilai” yang dikenal populer oleh manusia paling tidak ada 3 (tiga), yaitu: (1). benar versus salah (dalam bidang falsafah dibahas dalam epistemologi); (2) baik versus buruk (dalam bidang falsafah dibahas dalam etika); dan (3) indah versus jelek (dalam bidang falsafah dibahas dalam estetika). Nuansa alQur’an meliputi tiga nilai tersebut. Hubungan ketiga titik ‘nilai’ di atas yang ideal bagaikan hubungan tiga titik dalam sebuah segi tiga sama sisi. Dalam praktiknya memang ada perbedaan konfiguratif dari ketiga titik ‘nilai’ tersebut. Barangkali yang tidak positif adalah manakala terjadi proses-proses atomisasi ketiga nilai tersebut.5 Dari konteks nilai-nilai ini, ideal atau tidaknya akhlak seseorang adalah berbanding lurus dengan ideal-kurangnya bentuk konfigurasi titik nilai di atas.6
5
6
Potensi Alamiah yang dapat Digunakan agar Mampu Menghayati dan Mengekspresikan Hidup Berakhlak Secara Fungsional Potensi pertama, dapat membedakan mana yang pantas dan yang tidak pantas. Potensi ini perlu diubah menjadi energi yang berujung kesang-gupan dan kesediaan untuk mengeks-presikan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Potensi pertama ini cenderung tetap hanya menjadi potensi, sebab begitu kuat ‘limbah’ (faktor) eksternal yang secara intensif melumuri pontensi tersebut.7 Rasa kepantasan memang sangat fenomenal. Rasa itu jelas ada dan penolakan atas dasar apapun juga akan gugur dengan sendirinya, kalau benarbenar jujur lahir dan batin. Pada hakikatnya, rasa kepantasan itu merupakan hasil-langsung dari fungsionalnya nilai benar-baik-indah yang bekerja pada diri seseorang dalam konfigurasi nilai dalam bentuk segi tiga
secara tepat dan disiplin sesuai dengan buku petunjuk tersebut, maka akan dijamin produsennya bahwa produk pabrik tersebut akan menjadi relatif lebih memuaskan pemakaiannya dan lebih awet. Gejala ini misalnya dalam dunia disiplin ilmu orang membedakan “benar-salah” adalah milik sains; “baik-buruk” adalah milik agama; dan “indah-jelek” milik dunia seni. Mestinya, sains, agama, dan seni harus terikat satu sama lain dalam bentuk segitiga sama sisi. Sekularisme, nihilisme, relativisme, dsb. dapat dipahami lewat konfigurasi titik nilai yang atomistik itu. Kalau digambarkan secara diagramatik akan terlihat sebagai berikut: nBS Yang ideal nBS Misal yang kurang ideal nIJ nBB
nIJ nBB Keterangan: nBS: nilai Benar-Salah nBB: nilai Baik-Buruk nIJ: nilai Indah-Jelek 7
20
Misal terbaru (2003) adalah kasus “tari ngebor” si penyanyi Inul Daratista. Kalau mau benarbenar jujur, goyang pantat (bokong) Inul, dari sudut kepantasan, jelas: tidak pantas. Sebab, BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
sama sisi. Sebab, bagaimanapun juga rasa kepantasan adalah sesuatu yang dianggap ideal (luhur). Potensi kedua, manusia dapat dilatih untuk menjadi kebiasaan. Ketika manusia lahir, ada beberapa kenyataan yang melingkupinya, yaitu: (1) belum atau tidak tahu (Q.s. an-Nahl, 16: 78); belum atau tidak kuat (fisik dan termasuk psikisnya) (Q.s. ar-Rum, 30: 54). Kenyataan menunjukkan, setelah dilatih ternyata manusia menjadi mampu, tahu (bahkan sangat kaya pengetahuan) dan menjadi kuat, baik fisik maupun psikisnya. Pontensi sanggup dilatih ini sering tidak mulus menjadi energi, apalagi berupa kesanggupan mengekspresikan siap secara teknis untuk dilatih tersebut. Sebabnya, karena ada ekpresi kontrasnya yang lebih kuat, misalnya: kecenderungan menunda dan rasa malas.8 Cara-Cara Teknis agar Berhasil Mengekspresikan Akhlak Secara Fungsional Pertama, perlu dirinci indikator konsep akhlak tertentu secara lebih
8
9
eksplisit, kalau perlu seolah-olah sampai dapat diukur (sekalipun secara kualitatif modelnya). Misalnya konsep akhlak yang disebut “jujur” (amanah). Jujur atau kejujuran yang fungsional indikatornya antara lain: (1) kalau berbicara kepada siapa saja senantiasa cocok antara informasi/pernyataannya dengan fakta informasi/pernyataan itu; (2) kalau berjanji kepada siapa saja senantiasa ditepati persis seperti isi janjinya; (3) kalau diberi kepercayaan apa saja (entah berupa pekerjaan atau tugas) senantiasa dikerjakan sesuai dengan format kepercayaan yang harus dirampungkan itu; dan (4) konsisten mengatakan hal yang “benar” sesuai fakta, data, dan bukti walaupun di tengah-tengah ancaman hidup atau mati, dan konsisten mengatakan hal “salah” kalau fakta, data, dan bukti memang menunjukkan sesuatu itu memang salah walaupun di tengah-tengah ancaman hidup-atau-mati.9 Kedua, rincian indikator yang telah dieksplisitkan itu lalu diuji berdasar tolok ukur kepantasan (berdasar pengujian
paling tidak, goyang pantat semacam itu hanya pantas dilakukan seorang perempuan di depan suaminya dan di tempat yang relevan pula. Namun, ada limbah (faktor) eksternal yang dengan dalih “demi estetika”, “demi cari makan”, HAM (Hak Asasi Manusia)”, “demi perjuangan gender” dan dalih-dalih yang lain, maka rasa kepantasan sebagai standar pengukuran kesopanan menjadi tidak jalan, kalah dengan arus pengukuran kesopanan menjadi tidak jalan, kalah dengan arus besar opini pasar yang berupa limbah (faktor) eksternal di atas. Di sini potensi esensial berupa kepantasan yang bersifat universal kalah pamor dan kalah kuat dengan limbah (faktor) eksternal-instrumental yang hanya bersifat partikular. Dewasa ini telah banyak diterbitkan buku-buku tentang psikologi bekerja yang membahas tentang cara-cara mengatasi kecenderungan menunda waktu/pekerjaan dan rasa malas ini. Para wirausaha yang sukses, secara material maupun pengaruh, biasanya adalah mereka yang dapat menghindarkan diri dari kesukaan menunda waktu/pekerjaan dan rasa malas ini. Untuk menentukan indikator konsep akhlak tertentu itu perlu didasarkan pada : (1) penguasaan makna yang tersurat dan tersirat dari teks yang menjadi sumbernya (utamanya kitab suci alQur’an); (2) luasnya wawasan sebagai hasil pembacaan argumentasi, kemasyhuran dan BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
21
nilai “benar-baik-indah”). Jika setiap butir indikator menunjukkan kepastian bernilai “benar-baik-indah”, maka rincian indikator itu dapat dijadikan patokan. Ketiga, setiap butir indikator yang telah teruji tersebut lalu dilatihkan agar nanti menjadi kebiasaan. Mula-mula memang terasa “pahit” (karena kuatnya dorongan “menunda” dan “malas” yang menguasai batin), namun dilakukan perulangan secara teratur dan intensif; kepahitan akan berangsur-angsur hilang dan yang tersisa adalah: kebiasaan baru (seperti isi muatan apa yang dilatihkan). Keempat, dibuat faktor eksternal yang kondusif untuk menopang kebiasaan baru tersebut, misalnya berupa: (1) koridor pergaulan berupa kelompok yang sepandangan; 10 (2) koridor pranata sosial seperti kelompok pengajian; (3) koridor lembaga sosial seperti pernikahan seagama, lembaga keagamaan (pesantren); dan (4) pranata sosial normatif seperti fatwa ulama. Sumber Konsep Normatif Akhlak dan Masalah Penyusunan Klaster Konsep-Konsep Itu Sumber konsep normatif akhlak jelas al-Qur ’an. Kitab ini merupakan ensiklopedi konsep normatif umum. Untuk memperjelas, memperluas dan menjabarkannya, baik secara konseptual maupun praktis, sumber kedua juga
10
22
dipakai, yaitu as-Sunnah yang sahih. Dalam bahasa teknisnya: meneladani. Pemikiran ulama, selama masih bersumber kepada al-Qur’an dan asSunnah yang sahih, atau sekurangkurangnya tidak bertentangan langsung atau tidak langsung terhadap kedua sumber tersebut dapat saja dipakai untuk memperluas, memperdalam, memperjelas dan memperlancar pengembangan konseptual tentang akhlak dan pengamalannya secara fungsional. Dari hasil pemikiran ulama di atas pada hakikatnya merupakan data kesejarahan bagaimana umat yang iman kepada al-Qur’an dan as-Sunnah bergulat dengan kedua sumber otentik tersebut. Karena itu layak juga dipertimbangkan. Sementara itu, untuk menyusun klaster dari konsep-konsep normatif akhlak yang begitu banyak termuat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang sahih tersebut sebenarnya tidak ada patokan yang baku. Namun, sebagai gambaran, penyusunan klaster tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor: (1) penguasaan makna yang tersurat dan tersirat dari kedua sumber (al-Qur’an dan as-Sunnah yang sahih); (2) keluasan wawasan penyusun klaster. Untuk memberikan ilustrasi konkrit tentang peluang luas untuk menentukan sendiri model-model klaster dari
bobot keulamaannya, serta (kalau memungkinkan) pengakuan orang banyak atas kesalehan hidupnya. Dalam puji-pujian di langgar atau masjid-masjid di Jawa ada ungkapan, “wong kang soleh kumpulana”, (terjemahan Indonesianya: bergaullah dengan orang-orang yang saleh). BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
konsep-konsep normatif akhlak tesebut, di sini diberikan dua buah buku, yaitu: a. Barmawie Umarie, Materi Akhlak. Cet. VII. Solo: CV. Ramadhani.1998. 186 halaman. b. Yunahar Ilyas, H. Kuliah Akhlaq. Cet. V Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI). 2002. 263 halaman. Secara garis besar penyusunan klaster dalam buku-buku tersebut sebagai berikut. Dalam buku Materi Akhlak, konsep-konsep normatif akhlak di klaster menjadi: (1) al-akhlâqul mahmûdah; (2) al-akhlâqul madzmûmah; (3) mahabbah; (4) adab-adab. Selajutnya, dalam buku Kuliah Akhlak, konsep-konsep normatif akhlak diklaster menjadi : (1) akhlak terhadap Allah s.w.t.; (2) akhlak terhadap Rasulullah s.w.t.; (3) akhlak dalam keluarga; (5) akhlak bermasyarakat; dan (6) akhlak bernegara. Sebuah Otokritik: Apa yang Seharusnya Perlu Dilakukan pada Masa yang akan Datang? Sudah sering terdengar bahwa masih ada kesenjangan besar antara ketinggian konsep akhlak dengan bukti pengamalannya di seluruh level masyarakat muslim, khususnya di Indonesia. Kesan semacam itu didasarkan bukti dalam kehidupan sehari-hari berupa masih
11
banyaknya kehidupan maksiat (berjudi, minum minuman keras, pelacuran, pencurian/pengutilan/penodongan/ perampokan/perampasan/pembegalan pembajakan/plagiasi, narkotika/madat, pembunuhan /kekerasan/penganiayaan / kanibalisme/pemerkosaan/terorisme/ penindasan/invasi), tidak tegaknya hukum dengan seadil-adilnya, kolusi, korupsi, nepotisme, kapitalisme yang menyebabkan kecemburuan sosial, tidak tanggap-sosial, moralitas kalah dengan uang dan sebagainya. Hal kedua yang sering terdengar adalah: Mengapa Indonesia yang mayoritas muslim ini belum berhasil mencerminkan keislamannya yang luhur? Pertanyaan atau masalah-masalah di atas lebih positif kalau dijawab dengan hal-hal berikut: 1. Kini sudah saatnya merumuskan secara rinci dan operasional sampai tingkat teknis tentang konsepkonsep normatif akhlak, dibantu ilmuilmu lain.11 2. Perbanyak bacaan-bacaan yang berakhlak (dengan harga murah), pengkajian dan praktik-praktik keagamaan dan terbuka untuk saling mengkritik yang bersifat membangun.
*)
Narasumber utama artikel ini:
Mohammad Damami
Umpamanya Psikologi Kepribadian, Psikologi Anak-anak dan Remaja, Psikologi Sosial, Psikologi Abnormal, Sosiologi Perkotaan, Patologi Sosial, Sosiologi Ilmu Pengetahuan, Sosiologi Sastra dan sebagainya. BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
23
Tuntunan Akhlak ADAB BERBICARA:
BERBICARA BAIK ATAU DIAM
“Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya. Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah tamunya. Dan siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berbicaralah yang baik atau diamlah” (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad) Arti bicara antara lain pertimbangan pikiran atau pendapat. Padanan kata berbicara adalah berkata, bercakap, berbahasa. Bicara dilakukan dengan menggunakan bahasa. Bahasa merupakan salah satu dasar hakiki intelegensia manusia dan merupakan bagian penting dari kebudayaan manusia. Berbicara merupakan cara mengkomunikasikan apa yang ada dalam pikiran seseorang kepada orang lain dan menggambarkan apa yang ada dalam pikiran seseorang. Pusat bicara terletak di area broca, sebuah area yang terletak di otak bagian depan (lobus frontalis). Area broca ini 24
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
mengolah informasi yang datang dari area wernicke (suatu area di otak yang berperan dalam pemahaman informasi penglihatan dan pendengaran) menjadi pola yang terinci dan terkoordinasi untuk vokalisasi, lalu memproyeksikan pola tersebut melalui area pengucapan kata ke korteks motorik (suatu area yang juga terletak di otak) yang mencetuskan gerakan bibir, lidah, kerongkongan yang tepat untuk menghasilkan suara. Kualitas bicara seseorang sangat bergantung kepada: (1) memori (ingatan), (2) bagaimana ia belajar, dan (3) apa yang dipelajari. Belajar merupakan proses
Orang yang memiliki kebiasaan-kebiasaan baik, ia akan menjadi orang baik. Kebiasaan belajar, membuat orang pintar. Kebiasaan memberi menjadikannya dermawan. Kebiasaan selalu bicara baik, menjadikannya orang yang terpercaya. mendapatkan informasi yang memungkinkan suatu hal terjadi. Mengingat adalah mempertahankan dan menyimpan informasi tersebut. Dari segi fisiologi, memori dibagi menjadi bentuk tersurat dan tersirat. Memori tersurat berhubungan dengan kesadaran sehingga sering disebut sebagai otak sadar. Memori ini terdiri atas: (1) ingatan akan peristiwa (episodic memory), dan (2) ingatan akan katakata, peraturan-peraturan, bahasa, dan lain-lain (semantic memory). Memori tersirat tidak berhubungan dengan kesadaran, disebut juga memori reflektif atau otak bawah sadar. Termasuk di sini adalah kemahiran melakukan sesuatu dan kebiasaan. Kemahiran melakukan sesuatu dan kebiasaan seseorang pada awalnya berada dalam memori tersurat. Kegiatan mengendarai sepeda motor misalnya, pada awal belajar dilakukan oleh memori tersurat, dan akan menjadi memori tersirat bila telah cukup mahir. Kegiatan seseorang melakukan shalat tahajud secara tidak rutin, dilakukan oleh memori tersurat (otak sadar), dan menjadi memori tersirat bila telah menjadi kebiasaan setiap malam. Kemahiran dan kebiasaan biasanya sekali didapat akan menjadi tidak disadari dan otomatis.
Proses pemindahan dari memori tersurat (otak sadar) ke dalam memori tersirat untuk amalan-amalan yang baik memerlukan perjuangan berat dalam waktu cukup panjang. Ada ahli yang menyatakan, amalan tersebut harus dilakukan pengulangan sekurangkurangnya 90 hari berturut-turut. Membangun kebiasaan baik ibarat orang mendorong mobil di tempat datar. Berat pada awalnya, tetapi bila telah mencapai kecepatan tertentu yang diharapkan, lebih sulit menghentikannya dibandingkan menjaga kecepatannya. Begitulah karakter kebiasaan, lebih mudah mempertahankan dibandingkan menghentikannya. Orang yang memiliki kebiasaankebiasaan baik ia akan menjadi orang baik. Kebiasaan belajar membuat orang pintar. Kebiasaan memberi menjadikannya dermawan. Kebiasaan selalu bicara baik, menjadikannya orang terpercaya. Sebaliknya, kebiasaankebiasaan tidak baik, akan menjadikan seseorang menjadi tidak baik. Kebiasaan malas belajar, menjadikannya tetap bodoh. Kebiasaan sulit memberi, menjadikannya orang pelit. Kebiasaan berbohong, menjadikannya pendusta dan tidak disukai orang. Pendeknya, kita akan menjadi “apa” bergantung dari kebiasaan-kebiasaan yang kita bangun. BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
25
Sebaliknya, kebiasaan-kebiasaan tidak baik akan menjadikan seseorang menjadi tidak baik. Kebiasaan malas belajar, menjadikannya tetap bodoh. Kebiasaan sulit memberi, menjadikannya orang pelit. Kebiasaan berbohong menjadikannya pendusta dan tidak disukai orang.
Pada awalnya kitalah yang membangun kebiasaan, tetapi selanjutnya kebiasaanlah yang akan membentuk kita.
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Laksanakanlah oleh kalian amalan semampu kalian, sesungguhnya sebaik-baik amalan adalah yang dikerjakan terus menerus (menjadi kebiasaan) meskipun sedikit” (HR. Ibnu Majah) Secara tersirat, hadits di atas memotivasi kita untuk membangun kebiasaan sedikit demi sedikit. Dalam hal berbicara, Allah memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada orang-orang yang mampu berbicara baik tanpa dipikir panjang lagi, sebagaimana tersebut dalam hadits:
26
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Dari Abi Hurairah, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba yang berbicara dengan kata-kata yang diridhai Allah ’Azza wa Jalla tanpa berpikir panjang, Allah akan mengangkatnya beberapa derajat dengan kata-katanya itu. Dan seorang hamba yang berbicara dengan kata-kata yang dimurkai Allah tanpa berpikir panjang, Allah akan menjerumuskannya ke neraka Jahannam dengan kata-katanya itu”.(HR Bukhari, Ahmad dan Malik). Orang disebut baik kalau kebiasaankebiasaannya baik, termasuk dalam hal berbicara. Kebiasaannya berbicara baik sudah masuk ke dalam memori tersirat (otak bawah sadar), sehingga tanpa dipikir-pikir panjangpun, yang keluar dari lisannya selalu baik. Keadaan ini merupakan hasil dari proses pembinaan diri jangka panjang. Allah sangat menghargai perjuangan seseorang dalam membiasakan berbicara baik –yang tentunya diridhai-Nya– dengan senantiasa meningkatkan derajatnya. Sebaliknya, orang yang memiliki kebiasaan berbicara buruk, misalnya suka mencaci, mencela, mengutuk, ber-
ghibah, membicarakan aib sahabatnya, dan berkata-kata kotor –kata-kata yang membuat murka Allah– ia telah melakukannya dengan kendali otak bawah sadar. Keadaan seperti ini terjadi karena ia tidak berusaha menghentikannya dan selalu saja membiarkan keluar dari lisannya. Orang semacam ini telah mengabaikan perin-tah Allah dan RasulNya untuk berbicara baik. Pengabaian yang berulang-ulang hingga membentuk kebiasaan pada hakekatnya adalah bentuk keingkaran yang telah terbiasa dilakukannya. Oleh karena itu, Allah menjerumuskan orang semacam ini ke neraka Jahanam, dikarenakan kebiasaan ingkarnya tersebut. Apa yang dipelajari oleh seseorang melalui penglihatan dan pendengarannya. membentuk tata nilai yang ia yakini. Tatanilai tersebut membentuk prosedur baku dalam otak yang berfungsi sebagai processor atas segala masukan informasi penglihatan, pendengaran dan perasaan hatinya. Keluaran dari processor tersebut berupa kata-kata yang diucapkan, ekspresi wajah, sikap dan tindakan. Apabila seseorang banyak melihat, mendengar dan merasakan sesuatu yang negatif, maka yang masuk dalam memorinya adalah hal-hal negatif. tata nilai yang terbentuk dan diyakininya juga menjadi negatif. Akibatnya ia akan mudah bicara dan bertindak negatif. Hendaknya tidak membiarkan diri dan keluarga kita melihat dan mendengar hal-hal yang negatif secara langsung maupun melalui media seperti tv, radio, dunia maya, media cetak dan sebagainya.
Sebaliknya, apabila seseorang banyak belajar dengan melihat, mendengar, dan merasakan hal-hal positif, tata nilai yang terbentuk dan diyakininya juga akan positif. Selanjutnya ia akan mudah berbicara dan bertindak positif. Hendaknya kita membiasakan diri dan keluarga kita melihat, mendengar, dan merasakan hal-hal yang positif. Bila di hadapan anda disajikan 2 jenis makanan, yang satu berasal dari rumah makan terkenal sehat, bersih dan lezat masakannya, sementara yang satunya berasal dari makanan sisa dari tempat sampah, manakah yang akan anda pilih? Orang yang sehat akalnya pasti memilih yang pertama. Ia tahu konsekuensi makan makanan sisa dari tempat sampah dapat membuat badannya sakit. Sayang-nya, banyak yang memberikan makanan kepada otaknya berupa informasiinformasi “sampah” melalui penglihatan, pendengaran dan perasaan hatinya. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya” (Qs Al-Isra: 36) Sebagaimana tersebut dalam Hadits yang dikutip pada awal tulisan ini, Rasulullah mempersyaratkan bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk menjaga lisannya BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
27
agar ketika mengeluarkan hanya katakata yang baik. Apabila ada dorongan dari dalam dirinya untuk mengeluarkan kata-kata yang tidak baik karena sesuatu hal, misalnya sedang marah, dikecewakan orang, didzalimi orang, atau sebabsebab lainnya, ia harus menyimpannya dalam hati dengan diam, meskipun untuk itu ia harus berjuang keras. Itu semua bisa terjadi karena tata nilai yang tertanam dalam memorinya melarangnya berkatakata yang tidak baik dan hanya membolehkan berbicara yang baik. Dengan mengetahui bagaimana proses seseorang memiliki kebiasaan berbicara, kita jadi lebih mudah memahami konteks hadits Rasulullah, bahwa orang yang beriman hanya akan bicara baik atau diam. Rasulullah mengajarkan kita untuk menjaga mulut, organ yang berfungsi mengkomunikasikan apa-apa yang ada dalam pikiran kita.
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa yang dapat menjamin untukku lisan dan kemaluannya, Aku akan menjamin surga untuknya” (HR. Ahmad)
Dengan mengatur bagaimana seharusnya kita berbicara, secara tidak langsung kita membangun tata nilai yang kita yakini, dan mengatur masukan informasi apa yang kita berikan ke otak agar berfungsi positif. Bagaimana bicara baik dan bicara yang bagaimana yang harus kita hindari sehingga harus diam? Berbicara baik menurut Rasulullah Muhammad s.a.w. adalah yang: a. Diiringi dengan senyum; b. Banyak disertai kalimah thayyibah; c. Seperlunya; d. Mendahulukan yang lebih tua; e. Perlahan-lahan; f. Merendahkan suara. Yang harus kita hindari adalah: a. Berbohong; b. Banyak bicara; c. Ghibah dan namimah; d. Menceritakan apa saja yang didengar; e. Berkata-kata kotor; f. Suka berdebat; g. Membuat pendengar tertawa dengan sesuatu yang dusta; h. Membuka aib saudara; i. Membuka rahasia yang anda diminta merahasiakan; j. Suka memotong pembicaraan. *)
Narasumber utama artikel ini: Agus Sukaca.
28
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Tuntunan Ibadah FALSAFAH, MAKNA DAN PRINSIP IBADAH
A. Falsafah Ibadah: Kenapa Kita (Harus) Beribadah? Seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini diciptakan dan dipelihara (rububiyyatullâh), dimiliki dan dikuasai secara mutlak oleh Allah s.w.t. (mulkiyyatullâh). Tentang penciptaan dan pemeliharaan tersebut, Allah s.w.t. berfirman:
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orangorang sebelummu, agar kamu bertakwa (Q.s. al-Baqarah/2: 21).
Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhan (Pencipta & Pemelihara)-mu, maka sembahlah Aku (Q.s. al-Anbiyâ’/21: 92) Sebagai Yang Mencipta, tentu Dia-lah yang paling tahu tentang apa yang terbaik dan apa yang terburuk bagi ciptaan-Nya. Tentang pemilikan dan penguasaan
Allah terhadap segala sesuatu, Allah berfirman:
Kepunyaan Allahlah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan. (Q.s. Ali Imrân/3: 109) Sebagai milik Allah, maka –suka atau tidak suka– semuanya pasti dikembalikan dan berserah diri kepada Allah s.w.t.:
…kepada-Nya-lah berserah diri sia-pa saja yang ada di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan (Q.s. Ali ‘Imrân/3: 83)
Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusanurusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkal-lah kepadaNya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
29
lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hûd/11: 123) Sengaja Allah s.w.t. memilih kalimat pasif: dikembalikan, karena memang semua persoalan, tanpa kecuali, pasti akan dikembalikan atau dipaksa untuk kembali kepada Allah Sang Pemilik dan Sang Penguasa (al-Malik). Atas dasar inilah sehingga tidak ada pilihan lain bagi manusia kecuali berserah diri secara mutlak kepada Allah s.w.t. Dan atas dasar ini pula, manusia tidak dibenarkan memisahkan aktivitas hidupnya, sebagian untuk Allah dan sebagiannya lagi untuk yang lain. Semuanya harus total dipersembahkan hanya kepada Allah s.w.t.:
Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Pemelihara alam semesta.” (Q.s. al-An‘âm/6: 162) Selain itu, Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna (Q.s. al-Tîn/95: 4) dan paling dimuliakan Allah dengan memberinya berbagai kelebihan dibanding makhluk yang lain (Q.s. al-Isra’/17: 70). Penciptaan dan pemuliaan Allah terhadap manusia dengan memberikan fasilitas yang lebih berupa akal dan nurani tentunya bukan tanpa tujuan. Karena itu, Allah s.w.t. memberikan pertanyaan reflektif kepada manusia:
30
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian hanya sia-sia dan mengira bahwa kalian tidak kembali kepada Kami?! (Q.s. al-Mu’minûn/23: 115) Sengaja Allah merangkai dua pertanyaan dalam satu ayat tentang tujuan penciptaan manusia secara sempurna oleh-Nya, dan tentang ke mana tempat kembali terakhir kita kalau bukan kepada-Nya, dengan maksud mengajak kita untuk berpikir dan merenung tentang tujuan penciptaan manusia. Tentu ada tujuan Allah untuk semua itu. Allah menciptakan manusia secara lengkap dengan berbagai kelebihan dimaksudkan karena Allah akan memberikan tugas mulia kepada manusia yakni menjadi khalifah Allah di bumi (Q.s. al-Baqarah/2: 30) yang bertugas memakmurkan bumi ini (Q.s. Hûd/11: 61). Untuk melaksanakan tugas kekhalifahan dengan baik maka tidak bisa tidak kecuali harus didasarkan pada semangat pengabdian (ibadah) yang murni hanya karena Allah s.w.t. semata. Untuk itulah Allah SWT berfirman: Tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku (Q.s. adzDzariyat/51: 56; Lihat juga Q.s. alBayyinah/98: 5). Dengan beribadah kepada Allah s.w.t. maka manusia bisa menjadi manusia yang bertakwa. Firman Allah s.w.t.:
“Hai manusia, sembahlah (beribadahlah) kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (Q.s. al-Baqarah/2: 21). Hanya dengan bekal takwa, seseorang akan mampu memfungsikan dirinya sebagai hamba Allah (‘abdullâh) dan khalifah Allah (khâlifatullâh) di muka bumi. Sehingga ia mampu menyelesaikan tugas kekhalifahannya dengan baik ketika di dunia untuk kemudian dipertanggungjawabkan kepada Allah s.w.t. di akhirat kelak. B. Makna Ibadah Makna atau definisi ibadah menurut Himpunan Putusan Tarjih adalah:
Mendekatkan diri kepada Allah s.w.t. dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mengamalkan apa saja yang diperkenankan oleh-Nya (Himpunan Putusan Tarjih, hlm. 276). C. Pembagian Ibadah Ditinjau dari segi ruang lingkupnya, ibadah dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. ‘Ibâdah khâshshah (ibadah khusus), yaitu ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti: shalat, zakat, puasa, haji dan semacamnya. 2. ‘Ibâdah ‘âmmah (ibadah umum), yaitu semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat karena Allah s.w.t. semata. Sebagai contoh
misalnya: berdak-wah, melakukan amar ma‘ruf nahi munkar di berbagai bidang, menuntut ilmu, bekerja, rekreasi dan lain-lain yang semuanya itu diniatkan semata-mata karena Allah s.w.t dan ingin mendekatkan diri kepada-Nya. D. Prinsip Ibadah Supaya manusia bisa diterima amalan ibadahnya oleh Allah s.w.t dan selamat ketika dipanggil kembali untuk bertemu dengan-Nya, maka ada enam (6) prinsip ibadah yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam beribadah.Keenam prinsip tersebut bisa diperas ke dalam satu prinsip utama yaitu: ibadah harus sesuai dengan tuntunan. Allah s.w.t berfirman:
Barangsiapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal shalih dan ia jangan mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya(Qs.al-Kahfi/18: 110) Arti kata shâlih adalah baik karena sesuai. Seseorang dikatakan beramal saleh bila dalam beribadah kepada Allah sesuai dengan cara yang disyari‘atkan Allah melalui Nabi-Nya, bukan dengan cara yang dibuat oleh manusia sendiri. Syarat ibadah yang dikatakan sesuai dengan tuntunanAllah melalui Rasul-Nya adalah: 1. Dilakukan secara ikhlas yakni murni hanya menyembah kepada Allah BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
31
semata (Qs. al-Fâtihah/1: 5; an-Nisâ’/ 4: 36; al-Bayyinah/98: 5; al-An’âm/ 6: 162) dan murni hanya karena mengharap ridha-Nya. Keikhlasan harus ada dalam seluruh ibadah, karena keikhlasan inilah jiwa dari ibadah. Tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin ada ibadah yang sesungguhnya. Beribadah secara ikhlas didasarkan pada firman Allah s.w.t.
Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Pemelihara alam semesta.” (Qs. alAn‘âm/6: 162) Bahkan, ibadah yang tanpa disertai dengan keikhlasan maka tidak akan diterima oleh Allah s.w.t. Hal ini karena Nabi s.a.w. pernah menyatakan bahwa setiap perbuatan itu tergantung pada niatnya (Muttafaq‘alayh). Demikian pula hadits Nabi s.a.w. yang lain yang berbunyi:
Allah tidak menerima amalan kecuali dikerjakan dengan ikhlas dan hanya mencari ridla-Nya (HR. Al-Nasâ`i) Berdasarkan dalil di atas hanya ibadah yang dilakukan secara ikhlas saja yang akan diterima oleh Allah s.w.t. Sedangkan, ibadah yang dilakukan secara tidak ikhlas, seperti karena riya’ (baca: ingin dilihat dan mendapat 32
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
pujian/penghargaan dari selain Allah), meskipun itu baik, maka tidak akan punya nilai apa-apa di hadapan Allah, bahkan bisa mendapatkan kecelakaan (Qs. al-Mâ‘ûn/107: 4-7). 2. Tata caranya harus sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya Dalam hal shalat, Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat Aku shalat (HR. alBukhari, dari M alik bin al-Huwairits) Nabi Muhammad saw. telah mengajarkan tentang tata cara shalat secara lengkap melalui hadits-haditsnya yang maqbûl, dari sejak niat yang tidak dilafalkan, bagaimana gerakan dan bacaan shalat sejak takbir hingga salam, berapa jumlah raka‘at, kapan saja waktu-waktu shalat dan lain-lain. Dalam masalah ibadah mahdhah (khusus) yang sudah jelas ada keterangan dari Allah dan Rasul-Nya, tidak boleh ada hasil kreasi pemikiran manusia yang boleh masuk di dalamnya, kecuali menunggu perintah atau tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Ketika seseorang melakukan shalat sebagai bagian dari ibadah mahdlah tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, maka ada dua akibat yang akan terjadi, yakni: Pertama: Ibadahnya ditolak. Nabi saw bersabda:
Barangsiapa yang mengadakan sesuatu dalam perkara kami ini yang tidak ada tuntunan (Islam) di dalamnya maka ditolak (Muttafaq ‘alayh).
Dalam redaksi an-Nasa’i: ... dan setiap yang sesat, di neraka. Hadits ini dimaksudkan sebagai peringatan agar orang tidak mudah melakukan penyimpangan (bid‘ah) dalam masalah ibadah mahdhah.
Kedua: divonis bid’ah, sesat dan masuk neraka. Nabi Muhammad s.a.w. memperingatkan dengan sabdanya:
Sesungguhnya sebaik-baik berita adalah Kitabullah (al-Qur’an), dan sebaik-baik bimbingan, adalah bimbingan Muhammad, sedang sejelek-jelek perkara adalah mengada-ada padanya, dan setiap bid`ah (penyimpangan dengan mengada-ada) adalah sesat (HR. Muslim, Ibn Majah, Ahmad dan Darimi).
Itulah sebabnya para ulama menyusun sebuah kaidah ushul dalam hal ibadah:
Prinsip asal dalam masalah ibadah itu dilarang, kecuali terdapat dalil dari Allah (al-Syâri’) yang mensyari’atkannya.
*)
Narasumber utama artikel ini:
Syakir Jamaluddin
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
33
Tuntunan Ibadah TUNTUNAN IBADAH RAMADHAN A. Persiapan 1. Dituntunkan agar setiap muslim dan muslimah mempersiapkan diri baik secara lahir maupun batin, dan memperbanyak melakukan puasa sunah di bulan Sya‘ban. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
2.
3.
4. 5. 6. 7. 8.
Dari ‘Aisyah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: ... Saya tidak pernah melihat Rasulullah s.a.w. berpuasa sebulan penuh selain bulan Ramadhan. Juga saya tidak pernah melihat Beliau banyak berpuasa kecuali di bulan Sya‘ban. (Muttafaq ‘Alaih). Melakukan pengkondisian Ramadhan pada bulan Sya‘ban di lingkungan masyarakat, rumah dan masjid-masjid dengan memperbanyak informasi dan kajian tentang Tuntunan Ibadah Ramadhan. Mempersiapkan sarana dan prasarana kegiatan di bulan Ramadhan, seperti sound system yang memadai, mempersiapkan dan membersihkan tempat dan air wudhu, kotak-kotak infaq, peralatan ta‘jil dan lain-lain. Kebersihan, baik di dalam masjid maupun di lingkungan sekitarnya. Pengaturan shaf dan keamanan Jadwal mu'adzin, imam, penceramah dan penjemputannya. Mempersiapkan tempat shalat ‘Idul Fitri, Imam/Khatib dan penjemputannya. Membentuk ‘Amil Zakat untuk memungut dan membagikannya serta mempersiapkan peralatannya.
B. Tuntunan Shiyam 1. Pengertian Shiyam (Puasa) a. Shiyam menurut bahasa: menahan diri dari sesuatu. b. Shiyam menurut istilah: menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual 34
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
suami istri dan segala yang membatalkan sejak dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat karena Allah. Dasar keharusan niat berpuasa karena Allah: a. Firman Allah s.w.t. Q.s. al-Bayyinah 98: 5. ... Terjemah: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus …” b. Hadits Nabi Muhammad SAW:
“Dari Umar r.a. (diriwayatkan) bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Semua perbuatan ibadah harus dengan niat, dan setiap orang tergantung kepada niatnya …” [Ditakhrijkan oleh al-Bukhariy, Kitab al-Iman]. c. Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
Dari Hafshah Ummul Mu'minin r.a. (diriwayatkan bahwa) Nabi s.a.w. bersabda: Barangsiapa tidak berniat puasa di malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya [Ditakhrijkan oleh al-Khamsah, lihat ash-Shan‘aniy, II, 153]. 2. Jumlah Hari Shiyam (Puasa) a. Shiyam dimulai pada tanggal 1 bulan Ramadhan dan diakhiri pada tanggal terakhir bulan Ramadhan (29 hari atau 30 hari, tergantung pada kondisi bulan tersebut). Untuk itu, maka harus mengetahui awal bulan Ramadhan. b. Dasar keharusan mengetahui awal bulan Ramadhan: 1) Firman Allah s.w.t. Q.s. Yunus 10: 5;
Terjemah: Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
35
perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). 2) Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Puasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya, apabila kamu terhalang penglihatanmu oleh awan, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari. (HR. al-Bukhari dan Muslim). 3) Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
“Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Datanglah seorang Badui kepada Nabi s.a.w. seraya katanya: “Saya telah melihat hilal”. Beliau bersabda: “Maukah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah?” Ia berkata: “Ya. Nabi s.a.w. bersabda: “Maukah kamu bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah?” Ia berkata: “Ya”. Bersabdalah Nabi s.a.w: Hai Bilal, umumkanlah kepada semua orang supaya mereka besok berpuasa.” (HR. Ibnu Hibban, ad-Daruquthni, alBaihaqi dan al-Hakim). 4) Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
Dari Ibnu Umar r.a. dari Rasulullah s.a.w., (diriwayatkan bahwa) Beliau bersabda: “Bila kamu melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan bila kamu melihatnya maka berbukalah (berlebaranlah). Dan jika penglihatanmu tertutup oleh awan maka kira-kirakanlah bulan itu” (HR. asy-Syaikhani, an-Nasa'i dan Ibnu Majah]. 36
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
C. Dasar Kewajiban Shiyam Ramadhan 1. Firman Allah s.w.t. Q.s. al-Baqarah 2: 183;
Terjemah: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” 2. Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
Dari Abdullah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: ‘Rasulullah s.a.w. bersabda: “Islam dibangun di atas lima dasar, yakni bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; mengerjakan haji; dan berpuasa pada bulan Ramadhan.” [HR al-Bukhari, Muslim, at-Turmudzi, an-Nasa’i dan Ahmad, dan lafal ini adalah lafal Muslim]. Orang yang Diwajibkan dan yang Tidak Diwajibkan Berpuasa 1. Orang yang diwajibkan berpuasa Ramadhan Orang yang diwajibkan berpuasa Ramadhan adalah semua muslimin dan muslimat yang mukallaf. Dasarnya adalah hadits Abdullah di atas (huruf C). 2. Orang yang tidak diwajibkan berpuasa Ramadhan, dan wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan adalah perempuan yang mengalami haidl dan nifas di bulan Ramadlan. Para ulama telah sepakat bahwa hukum nifas dalam hal puasa sama dengan haid. Dasarnya adalah: a. Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bukankah wanita itu jika sedang haid, tidak shalat dan tidak berpuasa? “Mereka menjawab: “Ya.” (HR. al-Bukhariy). BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
37
b. Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
‘Aisyah r.a. berkata: “Kami pernah kedatangan hal itu [haid], maka kami diperintahkan meng-qadha puasa dan tidak diperintahkan meng-qadha shalat. (HR. Muslim) (Keterangan: Ketika mensyarah hadits ini, an-Nawawi menjelaskan, “ungkapan ‘… maka kami diperintahkan meng-qadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat adalah hukum yang telah disepakati. Kaum muslimin juga telah ber’ijmak bahwa wanita sedang haid dan nifas tidak wajib shalat dan puasa, dan tidak wajib meng-qadha shalat tetapi wajib meng-qadha puasa.)
E. Orang yang Diberi Keringanan dan Orang yang Boleh Meninggalkan Puasa 1. Orang yang diberi keringanan (dispensasi) untuk tidak berpuasa, dan wajib mengganti (meng-qadha) puasanya di luar bulan Ramadhan: a. Orang yang sakit biasa di bulan Ramadhan. b. Orang yang sedang bepergian (musafir). Dasarnya adalah: 1) Firman Allah s.w.t.
Terjemah: “Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain ...” (Qs. al-Baqarah (2): 184). 2) Sabda Nabi Muhammad s.a.w.:
Bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sungguh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui” (HR. al-Khamsah). 38
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
2. Orang yang boleh meninggalkan puasa dan menggantinya dengan fidyah 1 mud (0,5 kg) atau lebih makanan pokok, untuk setiap hari. a. Orang yang tidak mampu berpuasa, misalnya karena tua dan sebagainya. b. Orang yang sakit menahun. c. Perempuan hamil. d. Perempuan yang menyusui. Dasarnya adalah: 1) Firman Allah s.w.t.
... Terjemah: “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (Qs. al-Baqarah (2): 184). 2) Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
Bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sungguh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui” (HR. al-Khamsah).
F. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa dan Sanksinya 1. Makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadhan, puasanya batal dan wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan. Allah s.w.t. berfirman;
Terjemah: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar ...” Qs. al-Baqarah (2): 187). 2. Senggama suami-isteri di siang hari pada bulan Ramadhan; puasanya batal dan wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan, dan wajib membayar kifarah berupa: memerdekakan seorang budak; kalau tidak mampu harus berpuasa 2 (dua) bulan berturut-turut; kalau tidak mampu harus memberi makan 60 orang miskin, setiap orang 1 mud makanan pokok.
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
39
Dalam suatu hadits disebutkan sebagai berikut:
“Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Ketika kami sedang duduk di hadapan Nabi s.a.w., tiba-tiba datanglah seorang laki-laki, lalu berkata: Hai Rasulullah, celakah aku. Beliau berkata: Apa yang menimpamu? Ia berkata: Aku mengumpuli isteriku di bulan Ramadhan sedang aku berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah s.a.w.: Apakah engkau dapat menemukan budak yang engkau merdekakan? Ia menjawab: Tidak. Nabi bersabda: Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut? Ia menjawab: Tidak. Nabi bersabda: Mampukah engkau memberi makan enam puluh orang miskin? Ia menjawab: Tidak. Abu Hurairah berkata: Orang itu berdiam di hadapan Nabi s.a.w. Ketika kami dalam situasi yang demikian, ada seseorang yang memberikan sekeranjang kurma (keranjang adalah takaran), Nabi s.a.w. bertanya: Di mana orang yang bertanya tadi? Orang itu menyahut: Aku (di sini). Maka bersabdalah Beliau: Ambillah ini dan sedekahkanlah. Ia berkata: Apakah aku sedekahkan kepada orang yang lebih miskin daripada aku, hai Rasulullah. Demi Allah, tidak ada di antara kedua benteng-kedua bukit hitam kota Madinah ini keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku. Maka tertawalah Rasulullah s.a.w. hingga nampak gigi taringnya, kemudian bersabda: Berikanlah makanan itu kepada keluargamu” (HR. al-Bukhariy).
G. Masalah Orang yang Lupa Orang yang makan atau minum karena lupa di siang hari pada bulan Ramadhan, dalam keadaan berpuasa, tidaklah batal puasanya, dan harus meneruskan puasanya tanpa adanya sanksi apapun. 40
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Dalam suatu hadits disebutkan sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa lupa sedang ia berpuasa, lalu makan dan minum, maka sempurnakanlah puasanya, karena sesungguhnya Allahlah yang memberi makan dan minum itu kepadanya” (HR. al-Jama‘ah).
H. Hal-Hal yang Harus Dijauhi Selama Berpuasa 1. Berkata atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti: berbohong, memfitnah, menipu, berkata kotor, mencaci maki, membuat gaduh, mengganggu orang lain, berkelahi, dan segala perbuatan yang tercela menurut ajaran Islam. Dasarnya adalah: a. Hadits Nabi Muhammad s.a.w.
Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong dan suka mengerjakannya, maka Allah tidak memandang perlu orang itu meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. al-Khamsah). b. Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Bersabda Rasulullah s.a.w.: “Jika seseorang di antara kamu berpuasa, maka janganlah berkata kotor pada hari itu dan janganlah berbuat gaduh. Jika dimarahi oleh seseorang atau dimusuhinya, hendaklah ia berkata: ‘saya sedang berpuasa” (HR. al-Bukhari dan Muslim). BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
41
2. Berkumur atau istinsyaq secara berlebihan. Dasarnya adalah hadits Nabi s.a.w.:
“Dari Laqith bin Saburah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya berkata: Hai Rasulullah terangkanlah kepadaku tentang wudlu. Rasulullah saw bersabda: Ratakanlah air wudhu dan sela-selailah jari-jarimu, dan keraskanlah dalam menghirup air dalam hidung, kecuali jika engkau sedang berpuasa” (HR. Al-Khamsah). 3. Mencium isteri di siang hari, jika tidak mampu menahan syahwat. Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
Dari Aisyah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Pernah Rasulullah s.a.w. mencium dan merangkul saya dalam keadaan berpuasa. Tetapi beliau adalah orang yang paling mampu menahan nafsunya” (HR. al-Jama‘ah dan an-Nasa'i).
I. Amalan-Amalan yang Dianjurkan Selama Berpuasa 1. Mengerjakan Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih). Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
“Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah s.a.w. menganjurkan (shalat) qiyami Ramadhan kepada mereka (para sahabat), tanpa perintah wajib. Beliau bersabda: Barangsiapa mengerjakan (shalat) qiyami Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” [HR. al-Bukhari dan Muslim].
42
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
2. Mengakhirkan makan di waktu sahur. Dasarnya adalah hadits Nabi s.a.w.:
Dari Sahl Ibnu Sa‘ad r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya makan sahur di keluarga saya, kemudian saya berangkat terburu-buru sehingga saya mendapatkan sujud (pada shalat subuh) bersama Rasulullah s.a.w. (HR al-Bukhari, dalam Kitab ash-Shiyam Bab Ta’khir as-Sahur).
Dari Abu Dzarr (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Umatku senantiasa dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka dan menta’khirkan sahur (HR Ahmad). 3. Menyegerakan berbuka sebelum shalat Maghrib (ta‘jil). Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
“Dari Sahl bin Sa‘ad (diriwayatkan bahwa) Rasulullah s.a.w. bersabda: Orang akan selalu baik (sehat) apabila menyegerakan berbuka.” [Muttafaq ‘Alaih]. 4. Berdoa ketika berbuka puasa, dengan doa yang dituntunkan yang menunjukkan kepada rasa syukur kepada Allah s.w.t. Misalnya do’a dzahabazh-zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatil ajru insya Allah, atau Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu. Hal ini diterangkan dalam hadits-hadits berikut:
“Dari Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Apabila Rasulullah s.a.w. berbuka, Beliau berdoa: dahabazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatil ajru insya Allah [Hilanglah rasa haus dan basahlah urat-urat (badan) dan insya Allah mendapatkan pahala]” (HR. Abu Dawud).
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
43
5. Memperbanyak shadaqah dan mempelajari/membaca al-Qur'an.
“Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, apalagi pada bulan Ramadhan, ketika ditemui oleh Malaikat Jibril pada setiap malam pada bulan Ramadhan, dan mengajaknya membaca dan mempelajari al-Qur'an. Ketika ditemui Jibril, Rasulullah adalah lebih dermawan daripada angin yang ditiupkan.” [Muttafaq ‘Alaih]. 6. Mendekatkan diri kepada Allah dengan cara i‘tikaf di masjid, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan Rasulullah s.a.w.
“Dari Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah s.a.w. selalu beri‘tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadhan.” (Muttafaq ‘Alaih).
J. Tuntunan Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih) 1. Pengertian Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih). Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih) ialah shalat sunnat malam pada bulan Ramadhan. 2. Waktu Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih) Adapun waktunya ialah sesudah shalat ‘Isya hingga fajar (sebelum datang waktu Shubuh), sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
44
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Dari ‘Aisyah r.a. isteri Nabi saw (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Rasulullah s.a.w. selalu mengerjakan shalat (malam) pada waktu antara selesai shalat ‘Isya, yang disebut orang ‘atamah hingga fajar, sebanyak sebelas rakaat.” (HR. Muslim). 3. Pelaksanaan Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih) a. Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih) sebaiknya dikerjakan secara berjama‘ah, baik di masjid, mushalla, ataupun di rumah dan dapat pula dikerjakan sendiri-sendiri. Apabila dikerjakan secara berjama‘ah, maka harus diatur dengan baik dan teratur, sehingga menimbulkan rasa khusyu‘ dan tenang serta khidmat; shaf laki-laki dewasa di bagian depan, anak-anak di belakangnya, kemudian wanita di shaf paling belakang. Kalau perlu dapat diberi tabir untuk menghindari saling memandang antara laki-laki dan perempuan. Dasarnya adalah: 1) Hadits riwayat al-Bukhariy (hadits mauquf):
Dari ‘Abdir-Rahman bin ‘Abdil-Qari, (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Saya keluar bersama Umar ibnul-Khathab r.a. di suatu malam pada bulan Ramadhan ke masjid, ketika itu manusia berkelompokkelompok terpisah-pisah, ada seorang laki-laki yang mengerjakan shalat sendirian, ada pula seorang lakilaki yang sedang melakukan shalat kemudian sekelompok orang mengikuti shalatnya, lalu berkatalah Umar: Seandainya saya kumpulkan mereka untuk mengikuti yang satu adalah lebih utama. Kemudian setelah memantapkan niatnya, ia mengumpulkan mereka agar mengikuti Ubay bin Ka‘ab (sebagai imamnya). Kemudian saya keluar bersama Umar pada malam yang lain, dan manusia sedang mengerjakan shalat mengikuti shalat imam mereka. Lalu berkatalah Umar: Alangkah baik bid‘ah ini …” (HR. Al-Bukhariy). BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
45
2) Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
Dari Anas ibn Malik r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya mendirikan shalat di rumah saya bersama anak yatim di belakang Nabi s.a.w., sedang ibuku, Ummu Sulaim di belakang kami” (HR. AlBukhari). b. Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih) dikerjakan dengan 4 raka‘at, 4 raka‘at tanpa tasyahud awal, dan 3 raka‘at witir tanpa tasyahud awal, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
Dari ‘Aisyah (diriwayatkan bahwa) ketika ia ditanya mengenai shalat Rasulullah s.a.w. di bulan Ramadhan. Aisyah menjawab: “Nabi SAW tidak pernah melakukan shalat sunnah di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana bagus dan indahnya. kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat” (HR. al-Bukhari dan Muslim). c. Sebelum mengerjakan Qiyamul-Lail, disunnahkan mengerjakan shalat sunah dua raka‘at ringan (Shalat Iftitah), sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
Dari Abu Hurairah dari Nabi s.a.w., (diriwayatkan bahwa) Beliau bersabda: “Jika salah satu di antara kamu mengerjakan qiyamul-lail, hendaklah ia membuka (mengerjakan) shalatnya dengan shalat dua raka’at ringan” (HR. Muslim, Ahmad dan Abu Dawud). d. Bacaan surat yang dibaca setelah membaca al-Fatihah pada 3 raka‘at shalat witir, menurut Rasulullah s.a.w. adalah sebagai berikut: pada raka‘at pertama membaca surat al-A‘la, pada raka‘at kedua membaca surat al-Kafirun dan 46
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
pada raka‘at ketiga membaca surat al-Ikhlas. Dalam hadits Nabi disebutkan sebagai berikut:
Dari Ubay bin Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Bahwa Nabi s.a.w. pada shalat witir pada raka’at yang pertama selalu membaca Sabbihisma Rabbikal-A‘laa , dan pada raka’at yang kedua membaca Qul Yaa Ayyuhal-Kaafiruun, dan pada raka’at yang ketiga membaca Qul Huwallaahu Ahad .” [HR. an-Nasa'i, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah]. e. Setelah selesai 3 raka‘at shalat witir, disunatkan membaca doa dengan suara nyaring:
(Subhanal-Malikil-Quddus), dibaca 3 kali. Artinya: “Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih.” dan membaca:
(Rabbul-Malaikati war-Ruuh)
Artinya: “Yang Menguasai para Malaikat dan Ruh/Jibril.” Berdasarkan hadits:
“Dari Ubayy Ibnu Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah Rasulullah s.a.w. membaca Subhanal-Malikil-Qudds [Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih]” [HR AbDawd].
“Dari Ubayy Ibnu Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah Rasulullah s.a.w. melakukan witir dengan membaca Sabbihis— marabbikal-a‘la, qul ya ayyuhalkafirun dan qul huwallahu ahad; dan apabila selesai salam ia membaca Subhanal-Malikil-Quddus [Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih] tiga kali dan menyaringkan suaranya dengan yang ketiga, serta mengucapkan Rabbulmala’ikati war-ruh [Tuhan Malaikat dan ruh]” (HR ath-Thabarani, di dalam al-Mu‘jam al-Ausath). BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
47
K. Tuntunan ‘Idul Fitri 1. Memperbanyak takbir pada malam Hari Raya ‘Idul Fitri, sejak matahari terbenam, hingga esok, ketika shalat ‘Id dimulai. Dasarnya adalah firman Allah s.a.w.; Terjemah: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (Q.s. al-Baqarah (2): 185). 2. Sebelum berangkat ke tempat shalat, hendaklah memakai pakaian yang terbaik yang dimilikinya, memakai wangi-wangian, makan secukupnya. Pada waktu berangkat shalat hendaklah selalu membaca takbir. Dan pada waktu pulang hendaklah mengambil jalan lain ketika berangkat. Semua kaum muslimin dan muslimat dianjurkan mendatangi tempat shalat untuk mendengarkan khutbah. Para perempuan yang sedang haid cukup mendengarkan khutbah, tidak mengerjakan shalat. Dasar-dasarnya adalah: a. Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
“Dari Anas r.a. (diriwayatkan bahwa) Rasulullah s.a.w. menyuruh kami pada dua hari raya [Idul Fitri dan Idul Adlha] agar memakai pakaian yang terbaik yang kami miliki, memakai wangi-wangian yang terbaik, dan menyembelih binatang yang paling gemuk” (HR. Al-Hakim). b. Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
“Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah s.a.w. apabila keluar ke tempat shalat dua Hari Raya, pulangnya selalu mengambil jalan lain dari ketika Beliau keluar.” (HR. Ahmad dan Muslim). c. Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
48
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Dari ‘Ali r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Termasuk sunnah Nabi, pergi ke tempat shalat ‘Id dengan berjalan kaki dan makan sedikit sebelum keluar” (HR at-Tirmidzi). d. Hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
Dari Ummu ‘Athiyyah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Rasulullah s.a.w. memerintahkan kami supaya menyuruh mereka keluar pada hari Idul Fitri dan Idul Adlha: yaitu semua gadis remaja, wanita sedang haid dan perempuan pingitan. Adapun perempuan-perempuan sedang haid supaya tidak memasuki lapangan tempat shalat, tetapi menyaksikan kebaikan hari raya itu dan panggilan kaum muslimin. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana salah seorang kami yang tidak mempunyai baju jilbab? Rasulullah menjawab: Hendaklah temannya meminjaminya baju kurungnya” (HR. al-Jama‘ah). 3. Lafadz Takbir Lafadz takbir untuk Hari Raya adalah: Allahu akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha Illallaahu Allahu Akbar, Allahu akbar walillahil- hamd Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad s.a.w.:
Dari Salman (dilaporkan bahwa) ia berkata: “Bertakbirlah dengan: Allaahu akbar, Allaahu akbar kabiiran. Dan dari Umar dan Ibnu Mas‘ud (dilaporkan): Allaahu akbar, Allaahu akbar, laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, Allaahu akbar wa lillaahilhamd” (HR. ‘Abdur-Razzaq, dengan sanad shahih). 4. Zakat Fitri Zakat fitri diwajibkan kepada setiap orang muslim/muslimat, tua, muda dan anak kecil yang pada menjelang Hari Raya mempunyai kelebihan makanan pokok. BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
49
Zakat fitri berupa makanan pokok sebanyak 1 sha‘ (± 2,5 kg). Zakat fitri ditunaikan pada akhir Ramadhan, dan selambat-lambatnya sebelum shalat ‘Id dilaksanakan. Apabila zakat tersebut ditunaikan sesudah shalat ‘Id, maka berubah menjadi shadaqah biasa. Sebaiknya zakat fitri dikumpulkan pada Panitia Zakat (Amil Zakat), agar dapat dibagikan secara merata dan teratur. Adapun tujuan zakat fitri ialah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari dosadosanya, karena ketika berpuasa, baik sengaja maupun tidak sengaja, telah melakukan hal-hal yang dilarang oleh syari‘ah, dan juga untuk menyantuni para fakir miskin. Dalam hadits Nabi s.a.w. disebutkan sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Rasulullah s.a.w. telah mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan diri orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Id, maka itu adalah zakat yang diterima, dan barang siapa yang menunaikannya sesudah shalat ‘Id, maka itu hanyalah sekedar sedekah” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah).
Dari Abdullah Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) Rasulullah s.a.w. telah mewajibkan zakat fitri pada bulan Ramadhan atas setiap jiwa orang Muslim, baik merdeka ataupun budak, laki-laki ataupun perempuan, kecil ataupun besar, sebanyak satu sha' kurma atau gandum” (HR. Muslim). 5. Shalat dan Khutbah ‘Idul Fitri a. Shalat ‘Idul Fitri dikerjakan secara berjama‘ah di tanah lapang. Jumlah raka’at shalat ‘Idul Fitri adalah dua raka’at, dengan tujuh kali takbir setelah takbiratul ihram pada raka’at pertama, dan lima kali takbir pada raka’at kedua.
50
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Dasar-dasarnya adalah:
Dari Abu Sa‘id al-Khudri (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Nabi Muhammad s.a.w. selalu keluar pada hari Idul Fitri dan hari Idul Adlha menuju lapangan, lalu hal pertama yang ia lakukan adalah shalat ...” (HR. al-Bukhari).
Dari Ibnu Abbas (diriwayatkan) bahwasanya Rasulullah s.a.w. pada hari Idul Adlha atau Idul Fitri keluar, lalu shalat dua rakaat, dan tidak mengerjakan shalat apapun sebelum maupun sesudahnya. (Ditakhrijkan oleh tujuh ahli hadits).
“Dari Aisyah (diriwayatkan bahwa) Rasulullah s.a.w. pada shalat dua hari raya bertakbir tujuh kali dan lima kali sebelum membaca (al-Fatihah dan surat). [HR Ahmad]. b. Khutbah ‘Idul Fitri dikerjakan satu kali sesudah melaksanakan shalat Idul Fitri, dimulai dengan bacaan hamdalah. Dasarnya adalah:
Dari Abu Sa‘id al-Khudri (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Rasulullah s.a.w. keluar pada Hari Raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adlha menuju lapangan tempat shalat, maka hal pertama yang dia lakukan adalah shalat, kemudian manakala selesai Beliau berdiri menghadap orang banyak yang tetap BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
51
duduk dalam saf-saf mereka, lalu Nabi s.a.w. menyampaikan nasihat dan pesan-pesan dan perintah kepada mereka; lalu jika Beliau hendak memberangkatkan angkatan perang atau hendak memerintahkan sesuatu Beliau laksanakan, kemudia Beliau pulang. (HR. Muttafaq ‘Alaih).
“Dari Jabir (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya menghadiri shalat pada suatu hari raya bersama Rasulullah s.a.w: sebelum khutbah, Beliau memulai dengan shalat tanpa adzan dan tanpa qamat. Lalu, manakala selesai shalat, Beliau berdiri dengan bersandar kepada Bilal. Lalu ia bertahmid dan memuji Allah, menyampaikan nasihat dan peringatan untuk jamaah, serta mendorong mereka supaya patuh kepada-Nya ... (HR. an-Nasa’i).
*)
Tuntunan ini disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Di dalam jejaring internet, tulisan ini bisa diunduh dari http://eprints.umm.ac.id/13061/
52
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Tuntunan Muamalah KEPEMILIKAN HARTA DALAM ISLAM Hukum Islam memandang harta mempunyai nilai yang sangat strategis. Hal ini disebabkan karena harta merupakan alat dan sarana untuk memperoleh berbagai manfaat dan mencapai kesejahteraan hidup manusia sepanjang waktu. Hubungan manusia dengan harta sangat erat. Demikian eratnya hubungan tersebut sehingga naluri manusia untuk memilikinya menjadi satu dengan naluri mempertahankan hidup manusia itu sendiri. Justru, harta termasuk salah satu hal penting dalam kehidupan manusia. Sebab, harta termasuk unsur lima asas yang wajib dilindungi bagi setiap manusia (al-dharuriyyat al-khamsah) yaitu jiwa, akal, agama, harta dan keturunan. Dalam al-Qur’an terdapat 82 kata harta (al-mal, amwalukum, amwalahum, malukum). Dalam ayat-ayat tentang harta itu menunjukkan bahwa harta benda itu meskipun milik/dimiliki perseorangan tetapi berfungsi sosial.
Syarat Kepemilikan Yang harus diperhatikan dalam hal kepemilikan harta adalah: a. Distributif Jangan sampai kepemilikan harta terkonsentrasi di tangan aghniya’. Harta
harus disalurkan kepada bidang produktif, sehingga ada kerjasama antara aghniya’ dengan golongan ekonomi lemah. Dengan modalnya, kaum aghniya’ dapat memberi lapangan kerja kepada golongan ekonomi lemah. Firman Allah Q.s. al-Hasyr, 59: 7.
Terjemah: Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Makkah adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
53
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
dapat menampung dan menjalankan produktivitas dan efektivitas ekonomi dan menghindari terjadinya penimbunan harta. Firman Allah Q.s. al-Taubah, 9: 34.
b. Berkembang Harta itu dirasakan oleh orang banyak sehingga pemilik harta menjauhi sifat tamak dan kikir, serta menggunakan hartanya untuk kepentingan sosial seperti infak, zakat dan shadaqah. Firman Allah Q.s. Ali Imran, 3: 180
Terjemah: Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya, kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. c. Efektif Sebagai modal, harta harus berperan dalam berbagai lapangan produktif yang akhirnya akan tersalur dalam berbagai lapangan usaha secara distributif yang 54
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Terjemah: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahibrahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Karakteristik Harta Secara umum, karakteristik harta dalam Islam adalah sebagai berikut. a. Ilahiyah Titik berangkat kita dalam kepemilikan maupun pengembangan harta kita adalah dari Allah. Tujuannya adalah mencari ridha Allah dan cara caranya juga tidak bertentangan dengan syari’at-Nya. Kegiatan produksi, konsumsi, penukaran dan distribusi diikatkan pada prinsip Ilahiyah dan tujuan Ilahi. Seorang Muslim
melakukan kegiatan produksi, disamping memenuhi hajat hidupnya, keluarga dan masyarakatnya juga karena melaksanakan perintah Allah. Firman Allah Q.s. al-Mulk, 67:15.
Terjemah: Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. Ketika seorang muslim mengkonsumsi dan memakan dari sebaik-baiknya rizki dan yang halal, ia merasa sedang melaksanakan perintah Allah. Firman Allah Q.s. al-Baqarah, 2:168.
Terjemah: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Ia menikmatinya dalam batas kewajaran dan bersahaja, sebagai bukti ketundukannya kepada perintah Allah. Firman Allah Q.s. al-A’raf, 7 :31.
Terjemah: Hai anak Adam, pakailah pakaian-mu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebih-lebihan. Keterangan: ayat ini memerintahkan untuk memakai pakaian yang indah tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka’bah atau ibadah-ibadah yang lain. Namun demikian, janganlah meampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batasbatas makanan yang dihalalkan. Ketika melakukan usaha, ia tidak akan berusaha dengan sesuatu yang haram, tidak akan melakukan kegiatan riba dan menimbun barang, tidak akan berlaku dhalim, tidak akan menipu, mencuri, korupsi, kolusi dan tidak akan pula melakukan praktik suap menyuap. Firman Allah Q.s. al-Baqarah, 2:188.
Terjemah: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
55
bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. Ketika memiliki harta, seorang muslim tidak akan menahannya karena kikir, tidak akan membelanjakannya secara boros. Ia merasa bahwa hartanya itu milik Allah dan amanah Allah untuk dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya dan dikeluarkan zakatnya. Dalam pandangan Islam harta bukanlah tujuan, melainkan semata-mata sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi dan sarana penunjang bagi realisasi akidah dan syariat-Nya. b. Akhlaq Kesatuan antara kegiatan ekonomi dengan akhlak ini semakin jelas pada setiap langkah. Akhlak adalah bingkai bagi setiap aktivitas ekonomi. Jack Aster, pakar ekonomi Perancis, menyatakan bahwa Islam adalah sistem hidup yang aplikatif dan secara bersamaan mengandung nilai-nilai akhlaq yang tinggi. Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa Ekonomi Islam adalah ekonomi yang mengambil kekuatan dari wahyu alQur’an, dan karena itu pasti berakhlak. Akhlak memberikan makna baru terhadap konsep nilai dan mampu mengisi kekosongan pikiran yang nyaris muncul akibat era industrialisasi.
56
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
c. Kemanusiaan Ekonomi Islam adalah ekonomi kemanusiaan. Artinya, ekonomi yang memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan hidup, baik yang bersifat kebendaan maupun kejiwaan. Manusia merupakan tujuan antara, kegiatan ekonomi dalam Islam, sekaligus merupakan sarana dan pelakunya dengan memanfaatkan ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya dan anugerah serta kemampuan yang diberikan-Nya. Di antara kegiatan yang menonjol dalam segala aktivitas yang diperintahkan ajaran Islam adalah keadilan, persaudaraan, saling mencinta, saling membantu, dan tolong-menolong. Karena harta bukan hanya berkembang dikelompok orang kaya saja. Firman Allah Q.s. al-Hasyr, 59: 7.
Terjemah: Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Makkah adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesung-guhnya Allah sangat keras hukuman-nya. Adanya kesadaran bahwa pada setiap harta yang manusia miliki terdapat hak orang lain. Firman Allah Q.s.70: 24-25.
Terjemah: Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). Kesadaran ini tercermin dalam pelaksanaan zakat, infak, sadaqah yang dikeluarkan untuk diberikan kepada yang
berhak menerima (dhuafa’ dan masakin) maupun untuk kegiatan fi sabilillah. Beberapa ketentuan Allah yang tidak diperbolehkan/diharamkan dalam mencari harta, diantaranya adalah: a. Adanya Riba, karena hal ini merupakan larangan Allah. b. Maisir/perjudian untung-untungan. c. Ketidakadilan, hanya menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain. d. Gharar, ketidakpastian yang mengandung unsur jahalah (pembodohan), mukhatarah (spekulasi), qumaar (pertaruhan) e. Ghasiy, kecurangan. f. Menyalahi hukum Islam, misalnya hukum waris.
*)
Narasumber utama artikel ini:
Widjdan Al Arifin
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
57
Suplemen DINAMIKA
PENGAJIAN AHAD PAGI PAY MAGETAN
Naskah & foto: Farid B. Siswantoro
Lepas pukul 5 pagi, beberapa anak panti menata kursi plastik putih di halaman masjid. Puluhan kursi sementara ditumpuk di pinggir, sampai nanti jamaah yang lain hadir dan memerlukannya. Pengajian Ahad Pagi di kompleks Panti Asuhan Muhammadiyah Magetan dimulai tepat pukul 06.00 WIB. Hari itu, 3 Juli 2011, penceramahnya dari Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Drs. Mahli Zainuddin Tago, M.Si., membawakan topik Relevansi Peristiwa Isra Mi’raj untuk zaman kita ini. 58
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Pengajian Ahad Pagi (PAP) di sini memang ajeg menghadirkan penceramah dari “luar” dan diselenggarakan tiap bulan dua kali . Ahad mendatang giliran utusan dari PWM di Surabaya yang memberi ceramah. Setiap kali digelar, PAP ini menghadirkan tidak kurang dari 1.000 orang hadirin. Konon pengajian awal Juli itu dihadiri lebih sedikit hadirin ketimbang biasanya. Padahal kendaraan yang diparkir di sepanjang jalan itu memanjang tidak kurang 400 meter. Terlebih untuk penceramah favorit dari Surabaya, biasanya jumlah jama’ahnya melampaui angka 2.000 orang. Menariknya, tidak semua jamaah merupakan anggota Muhammadiyah. Tidak sedikit yang berasal dari kelompokkelompok Islam yang dikenal sebagai
Jama’ah pengajian kemudian dikembangkan dengan mengundang RT dan RW di sekitar Panti ini. Kiat mengundang pun dibuat efisien. Dalam undangan itu kami sebutkan ‘berlaku untuk seterusnya’ supaya tidak mengulang kerja; sementara kami fokus kepada orang baru yang belum pernah diundang. tradisionalis. Tidak sedikit pula yang merasa “belum terlalu mendalam memahami Islam”. Mukar (+ 47), dari Desa Cepoko, misalnya. Ia mengaku baru sebulan ini rajin hadir di PAP. Ia merasa memperoleh semacam hidayah. “Soalnya, istri saya sudah bertahun-tahun mengikuti pengajian ini.” Tetapi selama itu dia hanya mengantar sang istri, ditinggal pergi untuk satu dua urusan, dan satu jam kemudian kembali menjemputnya pulang. Dia merasa pengajian ini sangat pas bobotnya. “Materinya cukupan, tidak terlalu berat, tetapi juga tidak terlalu ringan yang banyak guyonnya,” tutur warga Panekan, kecamatan di sisi barat laut Magetan itu kepada Tuntunan. Lain lagi dengan Karno (72), pensiunan guru, yang sudah lebih 10 tahun rutin menghadiri pengajian ini bersamasama teman sedusunnya dari Ngariboyo, kecamatan di selatan kota Magetan. Ia juga belum terdaftar sebagai anggota Muhammadiyah, namun merasa betapa PAP di Jl. Salak itu “merupakan tuntunan dan pencerahan bagi saya”. Kegemarannya membaca, tuturnya, membuat selalu nyambung dengan materi yang diberikan para penceramah. Di rumahnya, di Dusun Banyudono-Ngrini, al-Quran terjemah Mahmud Yunus juga menjadi bacaan favorit yang akan dibukanya lagi setelah pengajian ini usai.
Rekan seprofesi Karno, Iskandar (53) mengiyakan soal diperolehnya pencerahan dari PAP. Guru di SD Ringinagung II ini bahkan sudah rutin hadir dalam PAP semenjak awal diadakan. “Saya selalu memperoleh pengetahuan baru dari sini,” ujarnya menegaskan.
Merawat Donatur Ketika mulai mengadakan pengajian itu 15 tahun yang lalu, para pengurus Panti Asuhan Muhammadiyah mungkin tidak mengira bahwa pengajiannya akan seme-riah saat ini. Mereka, yang dimotori antara lain oleh Hawari, Ahmad Sedyo Utomo, dan Chanan —dan sejumlah nama lain yang tidak tercatat oleh Tuntunan— waktu itu tampaknya tidak berharap terlalu “muluk”. Tujuan semulanya adalah untuk ‘merawat’ 250-an orang donatur panti, agar terbina dan terjalin komunikasi dari dan dengan panti. Dengan demikian, panti asuhan yang berdiri sejak 7 Februari 1963 itu memiliki kedekatan dengan para donatur, yang selain membuka akses perhatian juga menjaga pertanggungjawaban. “Jamaah pengajian kemudian dikembangkan dengan mengundang RT dan RW di sekitar Panti ini,” cerita Hawari (54). Kiat mengundang pun dibuat efisien juga. “Dalam undangan itu kami sebutkan ‘berlaku untuk seterusnya’ supaya tidak BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
59
Ahmad Sedyo Utomo dan Hawari, di antara tokoh perintis
mengulang kerja; sementara kami fokus kepada orang baru yang belum pernah diundang”, ujar pria yang berasal dari Gantiwarno Klaten yang kini menjadi Hakim Agama di Kupang, NTT. Setelah setahun PAP berjalan baik dan bisa dipastikan keutuhan jama’ahnya, maka peralatan dan perangkat pengajian pun dicukupi. Kursi-kursi dibeli, sound system diperbarui. Penceramahnya dicari lebih berkualitas, termasuk mengundang PP Muhammadiyah dan PWM Jawa Timur. Dulu, pengajian ini juga disiarkan lewat Radio Bagaskara, Magetan. “Ceramah itu direkam, kemudian disiarkan sesuai kebutuhan melalui radio kita itu,” sambung Hawari. Itulah yang ikut menyebarkan syiar pengajian ke seluruh kabupaten seluas 675 km2 itu, tentu sejauh kemampuan pemancar radio Bagaskara yang ironisnya hingga kini masih belum memperoleh izin resmi. Melihat semakin membesarnya jumlah jama’ah membuat Ahmad Sedyo Utomo, seorang dermawan yang berprofesi sebagai pemborong dan cukup ternama di Magetan membangun gedung yang semula direncanakannya untuk SD Muhammadiyah. Karena satu dan lain hal, gedung 60
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
itu tidak jadi dipakai untuk sekolah, meskipun hingga kini selalu terbuka dimanfaatkan untuk keperluan umat. Di gedung yang berjarak 50-an meter dari panti itu pula para tamu (penceramah) dari jauh diinapkan atau diberi tempat transit. Lika-liku dan jalan berkelok sudah tentu dialami oleh kegiatan PAP yang jamaahnya berkembang kian besar, antara 1.000 sampai lebih 2.000 orang. Pada tanggal 3 Juli itu infak hadirin mendekati angka Rp1,5 juta. Perbedaan pendapat di kalangan para stakeholders tentu terjadi, karena PAP melibatkan beberapa unsur, yakni panti dengan sistem pengelolaannya, pengurus Muhammadiyah (PDM Magetan) dan pengurus PAP sendiri. “Segitiga PAP” itu pastilah memiliki dinamika sendiri, karena masing-masing memiliki perspektif yang tidak selalu sama dengan yang lain. Namun, rupanya harmoni di antara ketiga stakeholder tadi perlahan terbentuk sehingga PAP berlanjut hingga tahun ke-15 saat ini. Segera terlihat, harmoni dan keberlanjutan itu terletak pada dataran pemikiran yang sama: pengajian sebagai wahana komunikasi dan pembinaan umat harus terus berlangsung —dan kalau mungkin ditingkatkan. Sampai titik itu perbedaan pendapat yang dulu muncul, misalnya soal kesulitan cari pinjaman dana untuk pembelian alat atau siapa saja nama-nama penanggung jawab, menjadi tidak penting lagi. Kini, Pengajian Ahad Pagi di PAY Muhammadiyah Magetan itu selalu berlangsung rutin, berkualitas dan dihadiri jama’ah dalam jumlah yang “membesarkan hati”.::